ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM PENYELESAIANrepository.radenfatah.ac.id/7037/1/Skripsi BAB I.pdf ·...
Transcript of ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM PENYELESAIANrepository.radenfatah.ac.id/7037/1/Skripsi BAB I.pdf ·...
ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM PENYELESAIAN
HADHĀNAH DIBAWAH UMUR PASCA PERCERAIAN
DALAM PERKARA NOMOR 005/pdt.G/2018/PTA.plg
PERSEFEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR
17 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN
ANAK DAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
OLEH :
MEA SANTIA WATI
NIM : 1631500027
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
RADEN FATAH PALEMBANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa
artinya membina suatu keluarga antara laki-laki dan perempuan,
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Dalam Kompilasi
Hukum Islam, pengertian perkawinan adalah pernikahan, didalam
agama islam pernikahan merupakan hubungan antara dua keluarga
dengan harapan agar melaksanakan perintah allah, dalam hal ini adalah
termasuk ibadah.1
Dalam suatu pernikahan ini memiliki harapan yang baik agar
suatu keluarga itu menjadi sejahtera anrata pihak keluarga Satu dengan
lainnya. Dalam Agama Islam juga terdapat sebuah aturan sebelum
melakukan perkawinan yang harus ditaati lebih baik bagi yang ingin
menjalankannya seperti yang sudah dijelaskan didalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dijelaskan yaitu pernikahan itu adalah anugerah yang mesti dilakukan
untuk menjalankan perintah allah agar konsep dalam pernikahan
berjalan dengan baik yaitu berdasarkan ketuhanan yang maha esa.2
Islam sangat menginginkan keluarga yang harmonis antara
suami dan isteri, supaya terpenuhi semua hak dan kewajiban anggota
keluarga. Kewajiban antara suami kepada isteri adalah melindungi
1 Abdul Rahman Al-Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana,
2008), 182.
2 Undang-undang Hukum Perdata dilengkapi dan Kompilasi Hukum
Islam, (Jakarta: Rhedbook Publisher, 2016), 506.
isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga
sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan kewajiban isteri lahir batin.
Kemudian, kewajiban orang tua kepada anaknya adalah mengasuh serta
memelihara, memberi nafkah dan mencukupi keperluan anak sesuai
kemampuan yang dimilikinya.
Dalam hal ini anak yang masih berusia 7 Tahun sampai 21
Tahun wajib menyayangi orang tuanya dengan cara berbakti sehingga
anak tersebut biasa nantinya di kalangan masyarakat untuk
menghormati orang yang lebuh tua dari mereka. Walaupun dalam suatu
rumah tangga seringnya terjadi perceraian akibat berbagai permasalahn
yang terjadi.3 Meskipun didalam perceraian itu adalah sesuatu yang
tidak disukai allah, namun ketika hal itu merupakan jalan terakhir yang
mesti ditempuh maka allah membolehkan perpisahan dalam keluarga.
Adapun masalah yang terjadi akan muncul karena perpisahan keluarga
ini, yaitu biasanya masalah harta gono gini dan masalah hak
pengasuhan anak. Sedangkan yang menjadi akibat putusnya
perkawinan adalah perceraian.4
Dijelaskan bahwa anak itu dalam bahasa Arabnya yaitu biasa
disebut hadhānah. Yang artinya anak yang masih kecil baik itu anak
pria dan wanita dan sudah besar tapi masih dibawah umur atau disebut
mumayyiz, maka anak itu harus diasuh oleh orang tua nya agar nantinya
lebih mendiri dan kehidupannya tersebut leh baik jasmani maupun
rohani dari anak yang belum dewasa dalam menjalani kehidupan
kedepannya nanti. Supaya anak itu bisa bertanggung jawab dengan
hidupnya hal ini tidak dijelaskan dalam Tarbiyah (Pendidikan).
3 Ali Zainudinn, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), 7. 4 M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an Kalung Permata Buat
Anak-anak, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 145.
Dijelaskan juga dalam pendidikan anak terdapat pengasuhan
yang harus dilakukan dalam bentuk jasmani atau rohani yang baik.
Dalam pendidikan ini macam-macam yang terjadi yaitu seperti guru
mengajarkan di sekolah untuk muridnya. Akan tetapi dalam
pengasuhan anak ini mestinya dilakukan dan dilaksanakan oleh
keluarganya yaitu ayah dan ibu. Karena pengajar belum tentu bisa
menjadi seperti ibu dalam rumah tangga yang mengajarkan anaknya
dengan baik. Ketika anak berumur 18 Tahun atau masih dalam
kandungan itu masih berhak keluarganya yang membesarkan. Adapun
juga di jelaskan bahwa umur anak yang berumur 21 Tahun dan dia
belum pernah menjalankan pernikahan atau berkeluarga maka itu
termasuk tanggungan keluarnya ini di definisikan dalam kompilasi
Hukum Islam.5
Hubungan antara orang tua dengan anak adalah hubungan
wajib tidak bisa putus atau terhalang oleh keadaan sesuatu apapun,
seperti perceraian, tidak menyebabkan putusnya kewajiban terhadap
anak. Pemeliharaan terhadap anak adalah kepunyaan anak disebabkan
ia membutuhkan perlindungan, didikan yang baik, dan harus dijaga
oleh keluarganya dalam hal apapun.6 Kedua keluarga dalam hal ini
harus mengasuh anak-anak yang masih kecil karena Hukumnya wajib,
dan mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak pada
kebinasaan. Hukum mengasuh anak, baik anak laki-laki maupun anak
perempuan, adalah wajib.
Hal itu karena menganggap remeh dalam hal pengasuhan anak
sama saja dengan menghancurkan dan menelantarkan mereka. Adapun
5 Abdurrahmann, Kompilasi Hukum Islam Indonesia, (Jakarta:
Akademika Pressindo, 2007), 151. 6 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Indonesia,
cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2008), 80.
anak masih kecil sekitar umur 21 Tahun atau belum mumayyiz adalah
hak dari ibunya ketika perpisahan dalam keluarga itu terjadii, ini
dijelaskan dalam kompilasi Hukum Islam Pasal 105 huruf (a). Dalam
pembahasan ini ayah tidak menjelaskan ayah yang berhak akan tetapi
ayah boleh untuk mengasuh anaknya itu ketika berumur bisa
dikategorikan dewasa dan bisa memilih antara baik dan buruknya
hidup.
Dalam pasal lain dijelaskan juga ketika anak masih kecil itu
berhak atas ibunya karena kasih sayang ibu adalah penting ini terdapat
dalam pasal 156 huruf (a), sebab terjadinya perpisahan keluarga si
anak. Pendapat Keempat Imam Mazhab sepakat bahwa untuk
pemeliharaan anak itu jatuh keibunya anak yang tergolong masih kecil
itu. Jika anak masih kecil, belum bisa memikirkan banyak hal serta
belum bisa membedakan perlakuan ibu dan perlakuan bapaknya, maka
anak tidak diberi pilihan, tetapi langsung diberikan kepada ibunya.7
Bila ibu meninggal, kedudukan di ganti oleh:
1. Perempuan masih sedarah dengan ibu dari anak.
2. Bapak dari anak.
3. Perempuan masih sedarah dengan ayah dari anak.
4. Perempuan merupakan sedarah dari anak.
5.Perempuan-perempuan saudara mahram yang terdapat dalam
keluarga ibu.
6. Perempuan-perempuan saudara mahram yang terdapat dalam
keluarga bapak.
Salah satu kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah
memeliharanya dengan baik dan penuh kasih sayang. Pemeliharaan itu
7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid III, terjemahan. M. Ali Nursyidi,
dkk, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008), 93.
bisa bersifat moril ataupun materil. Kewajiban tersebut merupakan
kewajiban bersama antara suami dan isteri. Siapapun yang memegang
hak asuh anak setelah perceraian, nafkah anak tetap merupakan
tanggung jawab ayahnya. Tanggung jawab tersebut harus dilaksanakan
sesuai dengan kemampuannya dan berlangsung sampai anak tersebut
dewasa (21 Tahun).
Apabila kedua keluarga itu dan mendapatkan anak yang
umurnya masih belum dewasa, dalam hal ini ibu yang mendapat
pengasuhan anaknya untuk menjaga agar tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan dalam keluarganya terhadap anaknya. Karena psikologi
anak itu lebih penting jika ibu yang mendapatkan pengasuhan
anaknya.8
Permasalahan dari akibat perceraian yang lebih diperhatikan
adalah mengenai hak asuh anak. Hal ini biasanya menjadi masalah yang
sulit karena kedua orang tua yang bercerai dapat saling memperebutkan
hak asuh anak. Dalam petitum suatu gugatan perceraian dapat
dimintakan hak asuh anak apabila dalam perkawinan tersebut telah di
hasilkan anak. Dari ketentuan dan argumen diatas, jika dalam satu
keluarga terjadinya perpisahan maka yang diserahkan untuk
pengasuhan anak adalah keluarga sedarah ibunya.
Namun tidak demikian yang pernah terjadi di Pengadilan
Tinggi Agama Palembang, meskipun anak Pemohon dan Termohon
masih berusia 10 (Sepuluh) Tahun dan 7 (Tujuh) Tahun dan mereka
belum mumayyiz, hak asuh anak bisa diberikan ke ayah ataupun ibu
8 Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian Indonesia, cet ke 2,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 30.
karena adanya syarat-syarat tertentu.9 Dengan demikian terdapat
perbedaan antara ketentuan dalam Hukum positif dan Hukum Islam
dalam Putusan Pengadilan Tinggi Agama Palembang Nomor:
005/Pdt.G/2018/PTA.plg. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik
untuk mengkaji lebih dalam untuk mengetahui hal tersebut, yang
dituangkan dalam judul “ ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM
PENYELESAIAN HADHĀNAH DIBAWAH UMUR PASCA
PERCERAIAN DALAM PERKARA NOMOR:
005/pdt.G/2018/PTA.plg PERSEFEKTIF UNDANG-UNDANG
NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
DAN HUKUM ISLAM ”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada keterangan diatas, maka yang menjadi pokok
permasalahan adalah:
1. Bagaimana Analisis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Palembang
Dalam Menyelesaikan Putusan Perkara Nomor 005/ pdt.G/ 2018/
PTA.plg?
2. Bagaimana Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Putusan nomor
005/pdt.G/2018/PTA.plg Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak dan Hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian
Dalam tujuan ini penulis membahas mengenai sebagai berikut :
9 Syaikh Ayyub Hasan, Fikih Keluarga dalam Islam, (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2011), 391.
1. Supaya bisa mendalami pengetahuan mengenai dasar pertimbangan
hakim terhadap putusan Pengadilan Tinggi Agama Palembang
Terhadap Putusan Perkara Nomor 005/pdt.G/2018/PTA.plg.
2. Supaya bisa mendalami pengetahuan mengenai analisis terhadap
putusan Hakim Perkara Nomor 005/pdt.G/2018/PTA.plg menurut
persefektif Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang
Perlindungan Anak Dan Hukum Islam.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis
Dalam hal ini penelitian dilakukan supaya bisa memberikan
keterangan yang jelas mengenai masalah skripsi yang berjudul
hadhānah dibawah umur pasca perceraian, supaya adanya solusi dan
berguna bagi kita semua terutama masyarakat setempat yang ada di
palembang dan indonesia dan meningkatkan pengetahuan ilmu
dalam jurusan hukum dan Syariat Islam serta bisa dibaca dalam
perpustakaan yang ada.
2. Teori Praktis
Dalam teori ini menginginkan suatu rujuan agar menjadi pedoman
pembaca atau penulis supaya tidak terlantar akibat perceraian,
ketidak efektifan pemenuhan hak anak pasca putusan dalam
hadhānah.
Mewujudkan supaya dalam penelitian ini dapat memberikan
pertimbangan suatu keadilan yang mewujudkan keluarga yang baik
dan sejahtera orang tua terhadap anaknya yang bercerai dan
pengaktifan eksekusi bagi yang tidak efektif dalam pemenuhan bagi
anak yang telah di putuskan dalam Pengadilan.
Mewujudkan supaya peneliatn yang peneliti berikan agar bisa
menjadikan untuk penambah ilmu dan wawasan dalam perkuliahan
bagi civitas akademika terhususnya fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Raden Fatah Palembang.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penilaian dan penelitian yang di dapatkan oleh
peneliti baik dalam buku atau suatu karya seperti makalah, jurnal dan
karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan pembahasan yang akan di
bahas yaitu hadhānah ada sebagian buku dan karya yang akan penulis
sebutkan:
Buku Abdul Rahman Ghozali yang berjudul Fiqh Perkawinan
dan Munakahat yang diterbitkan oleh Kencana pada Tahun 2008 yang
menyatakan bahwa hak asuh anak tersebut diperlukannya kasih sayang
yang tinggi serta kesabaran orang tua dalam mengasuhnya agar anak
tersebut menjadi baik di kemudian hari. Selain itu kita harus
memberikan suatu waktu yang luang dalam mengasuh anak
sebagaimana syarat-syaratnya juga terpenuhi.
penulisan Skripsi oleh Muchojin, Tahun 2013, Program Studi
Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah STAIN Purwokerto yang
berjudul hadhānah dan nafkah anak setelah terjadi perceraian (Sudi
Putusan Hakim Nomor: 1745/Pdt.G/2011/PA. Purbalingga), membahas
tentang hak asuh dalam Islam terhadap putusan Hakim di Pengadilan
Agama Purbalingga Nomor: 1745/Pdt. G/2011/PA. Pbg. Tentang
hadhānah dan nafkah anak setelah terjadi perceraian di Pengadilan
Agama Purbalingga dalam putusan 1745/Pdt. G/2011/PA. Pbg
mengenai analisis putusan Pengadilan Agama Purbalingga. Sedangkan
penulis dalam penelitian ini mengambil lokasi di Pengadilan Agama
Purwokerto dan dalam hal ini peneliti tidak menyinggung sedikitpun
mengenai nafkah anak setelah terjadi perceraian antara ayah dan ibunya
tetapi membahas mengenai pengasuhan terhadap anak dibawah umur
yang dijatuhkan terhadap ayahnya.
Skripsi oleh Nur Ida pada Tahun 2015 program studi Hukum
Keluarga Fakultas Syari’ah IAIN Purwokerto yang berjudul hak
hadhānah terhadap isteri yang keluar dari agama Islam atau murtad
persefektif fiqih dan Hukum positif (Study Analisis terhadap keputusan
PA Purwokerto No: 1516/Pdt.G/2013/ PA.Pwt)”. Secara sederhana
didalam penulisan ini membahas ibu yang dapat pengasuhan yang
keluar dari agamanya Pengadilan Agama Purwokerto dengan Nomor:
1516/ Pdt.G/ 2013/ Pta.Pwt penulis menyimpulkan dalam putusan ini
bahwa telah menganalisis dan memahami ditinjau dari segi fikih dan
Hukum positif. Sedangkan penelitian penulis dalam hal ini tidak
menyinggung atau membahas sedikitpun mengenai hak hadhānah anak
bagi isteri yang keluar dari agamanya tetapi anak yang dibawah umur
itu jatuh terhadap ayahnya.
Skripsi oleh Pratama Aditia, Tahun 2009 Jurusan Hukum
Keluarga fokus terhadap Pengedilan Agama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Berjudul “pencabutan hak Asuh anak dari ibu ( Studi Analisis
Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor. 430/pdt.G/2006/PA.Dpk )”.
Dalam pembahasan mengenai peneliti diatas dapat disimpulkan bahwa
menjelaskan apa definisi hadhānah, sumber hukum hadhānah, Rukun-
rukun pengasuhan anak, batasan waktu yang terjadi di Pengadilan
Agama ini dalam pencabutannya pengasuhan anak tersebut dari ibunya,
dalam hal ini meneliti pengasuhan anak yang masih berumur kecil
diberikan terhadap ayahnya
Dari berbagai macam penelitian diatas, jelas sudah sangat
berbeda terhadap pembahasan dari peneliti skripsi oleh penulis pada
tingkat banding yang terjadi di pengadilan tinggi agama palembang
dalam memutuskan perkaranya. Adapun penelitian ini membahas
mengenai analisa keputusan Pengadilan Tinggi Agama Palembang
terhadap putusan perkara Nomor 005/pdt.G/2018/PTA.plg penyelesaian
hadhānah di bawah umur pasca perceraian yang menggunakan Putusan
negatif dalam bahasa hukumya biasa di sebut dengan NO bahwa
merupakan ketidak boleh nya dalam gugatan tersebut mempunyai
kekurangan surat-menyurat atau identitas yang disebut cacat formil
dalam gugatan yang diajukan.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Menurut Soetsndyo Wignyosoebroto penelitian ialah seluruh
upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right
answer) dan jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer)
mengenai suatu permasalahan. Adapun dalam penelitian ini, penulis
menggunakan jenis penelitian kualitatif Yuridis Normatif (library
research) yaitu suatu penelitian yang mengemukakan, menggambarkan,
dan menguraikan seluruh permasalahan dengan sumber informasi
berasal dari buku-buku Hukum, jurnal, makalah dan menelaah dari
berbagai macam literatur-literatur serta pendapat pakar yang
mempunyai hubungan relevan dengan putusan Pengadilan Tinggi
Agama Palembang Terhadap Putusan Nomor perkara 005 /pdt.G/ 2018/
PTA.plg penyelesaian hadhānah di bawah umur pasca perceraian.10
2. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Menurut Muri Yusuf, bahwa jenis data yang sudah dijelaskan
di bagi dalam berbagai bentuk yaitu kualitatif dan kuantitatif. Data
kualitatif adalah data yang bersifat pengumpulan data yang disebut
dengan normatif dengan memanfaatkan landasan teori. Sedangkan data
kuantitatif adalah data yang tersusun harus adanya perencanaan
terdahulu dan struktur yang digunakan bisa jadi sedikit berdasarkan
pengumpulan data informasi yang berupa simbol angka dan bilangan
atau dalam bentuk grafik. 11
Adapun dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif yaitu
merupakan data yang diuraikan secara rinci yang berkaitan dengan
putusan Pengadilan Tinggi Agama Palembang Terhadap Putusan
Perkara Nomor 005/pdt.G/2018/PTA.plg penyelesaian hadhānah di
bawah umur pasca perceraian.
b. Sumber Data
Dalam penelitian Hukum, pada umumnya peneliti
menggunakan tiga sumber data yaitu data primer, data sekunder dan
data tersier:12
1) Data Primer yaitu, sumber data yang digunakan secara praktis yang
sudah ada dalam data. Data primer yang diperoleh penulis yaitu cara
10
Imam Gunawan, Metode Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2016), 142. 11
Arikunto Suharsimi, Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005) , 144. 12
Sugiono, Metode-metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif ,Cet.17,
(Bandung: Alfabeta, 2012), 225.
yang digunakan peneliti berupa yang bersifat primer ini dapat
menggunakan sistem wawancara, setra dokumentasi berupa data
salinan putusan penetapan hadhānah di bawah umur pasca
perceraian perkara Nomor 005/pdt.G/2018/PTA.plg.
2) Data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh dalam bentuk yang
sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, dan
biasanya sudah dalam bentuk publikasi atau data yang diperoleh
melalui badan pustaka.13
Peneliti menggunakan Penelitian ini akan menggunakan data
sekunder yaitu data diolah yang berkaitan dengan putusan Pengadilan
Tinggi Agama Palembang Terhadap Putusan Perkara Nomor
005/pdt.G/2018/PTA.plg penyelesaian hadhānah di bawah umur pasca
perceraian. Untuk mendapatkan data sekunder maka penulis
menggunakan pendekatan sumber Hukum diantaranya:
a. Bahan Hukum Primer, adalah bahan-bahan Hukumnya yang
mengikat, seperti al-Qur’an, Tafsir dan Hadis, Undang-Undang
Dasar, Kitab Undang-Undang Hukum perdata, Kitab Undang-
Undang Hukum acara perdata, Kompilasi Hukum Islam, dan
putusan Hakim Pengadilan Tinggi Agama Palembang Terhadap
Putusan Perkara Nomor 005/pdt.G/2018/PTA.plg penyelesaian
hadhānah dibawah umur pasca perceraian.
b. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan Hukum yang memberi
penjelasan terhadap bahan Hukum primer, berupa hasil dari
penelitian, hasil karya ilmiah dari ahli dan pakar Hukum, kitab-kitab
fiqh dan buku-buku yang berkaitan penyelesaian hadhānah di
bawah umur pasca perceraian ataupun buku lain nya.
13
Ainudin, Metode-metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), 24.
c. Bahan Hukum tersier, yaitu yang memberikan petunjuk dan
pengertian agar penelitian yang jelas terhadap Hukum primer dan
sekunder, yang menjadi bahan tambahan dalam penelitian ini,
seperti: Kamus, Indeks kumulatif yang berhubungan dengan putusan
Pengadilan Tinggi Agama Palembang Terhadap Putusan Perkara
Nomor 005/pdt.G/2018/PTA.plg penyelesaian hadhānah di bawah
umur pasca perceraian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan pengumpulan data melalui
dokumen (Library resarch) dari sumber bahan Hukum primer,
sekunder, dan tersier. Menurut Sugiyono, dokumentasi yaitu suatu
catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar,
atau karya monumenatal dari seseorang. Putusan Pengadilan Tinggi
Agama Palembang Terhadap Putusan Perkara Nomor
005/pdt.G/2018/PTA.plg penyelesaian hadhānah dibawah umur pasca
perceraian.
4. Teknik Analisa Data
Dalam analisis ini yang bisa dipahami penulis untuk pembaca
agar bermanfaat di kemudian hari dengan menggunakan informasi data
yang baik dan jelas untuk menunjukan solusi kedepannya bagi
kemanfaatan semua orang terutama dalam kasus ini yang sangat
memiliki kaitannya dengan kehidupan penulis dan lingkungan sekitar.
Teknik yang dipakai adalah analisis data yang penulis dalam penelitian
adalah teknik analisa bentuk deskriptif kualitatif.14
Yang bersifat
memahahami,membaca data dan mendengarkan serta memberikan
metode dalam lingkungan yang jelas dalam materi ini menyimpulkan
14
Imam Gunawan, Metode Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta : PT
Bumi Aksara, 2016), 142.
hal-hal menarik dari umum ke husus yang biasanya disebut deskriptif
kualitatif.
G. Sistematika Kepenulisan
Dalam hal ini penulisan ini terdiri dari Empat bab skripsi yang setiap
bab memiliki hubungan-hubungannya. Adapun gambaran sistematika
sebagai berikut :
BAB I berisi bahwa dalam bab ini suatu awal yang
menggambarkan penelitian yang berisi hal-hal yang terkait dengan
diantaranya yaitu latar belakang masalah yang memberikan sedikit
pengertian penulis tentang masalah baik sebelum ataupun terhadap
anak yang belum mumayyiz dalam hadhānah, setelah perceraian yang
terjadi dalam masyarakat dan pasti banyak pertanyaan-pertanyaan yang
ada belum terselesaikan. Dari latar belakang tersebut maka akan
munculnya jawaban atas pertanyaan itu sehingga akan di jelaskan lebih
dalam oleh penulis mengenai hadhānah dengan baik dan benar dan
mudah dipahami yang bertujuan penelitian yang ditulis ini untuk
mengetahui poin-poin penting yang ingin dicapai. Setelah itu perlu
diketahui pula manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis
untuk dijadikan refrensi penelitian tentang hadhānah di masa yang akan
datang maupun manfaat penelitian sendiri dan masyarakat luas. Selain
itu ada tinjauan pustaka, metode penelitian, dan yang terakhir
sistematika penulisan yang berisikan penjelasan secara umum
penelitian yang terdapat dalam skripsi ini.
BAB II Dalam bab ini menerangkan pengertian Hadhānah,
sumber Hukum hadhānah pasca perceraian, rukun hadhānah, urutan
orang yang melakukan hadhānah, masa hadhānah tersebut.
BAB III berisi analisis putusan Hakim dalam penyelesaian
hadhānah dibawah umur pasca perceraian dalam perkara Nomor
005/pdt.g/2018/pta.plg persefektif Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2016 tentang perlindungan anak dan Hukum Islam dalam bab ini
menerangkan analisis mempertimbangan Hukum Hakim terhadap
putusan Nomor 005/pdt.G/2018/PTA.plg memgenai penyelesaian
hadhānah dibawah umur pasca perceraian (Nomor
005/pdt.G/2018/PTA.plg) apakah telah memenuhi syarat-syarat
hadhānah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
Tentang Perlindungan Anak dan Hukum Islam.
BAB IV berisi penutup dalam bab ini menerangkan
kesimpulan Hakim dalam pembahasan putusan yang diselesaikan
Hakim Pengadilan Tinggi Agama Palembang Nomor
005/pdt.G/2018/PTA.plg penyelesaian hadhānah dibawah umur pasca
perceraian denga jelas.