ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN...

87
i UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KASUS MULTIPLE FRAKTUR DI GEDUNG PROF. DR. SOELARTO RSUP FATMAWATI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners KARYA ILMIAH AKHIR SYLVANA 0806334496 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI REGULER DEPOK, JULI 2013 Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Transcript of ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN...

Page 1: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN

MASYARAKAT PERKOTAAN

PADA KASUS MULTIPLE FRAKTUR

DI GEDUNG PROF. DR. SOELARTO RSUP FATMAWATI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Ners

KARYA ILMIAH AKHIR

SYLVANA

0806334496

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI REGULER

DEPOK, JULI 2013

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 2: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 3: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 4: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh :

Nama : Sylvana

NPM : 0806334496

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul Karya Ilmiah Akhir : Analisis Praktik Profesi Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan

Multiple Fraktur di Gedung Prof. Dr. Soelarto

RSUP Fatmawati

Telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk

memperoleh gelar Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

Pembimbing : Dr. Roro Tutik, S.Haryati, S.Kp., MARS ( )

Penguji : Ns. Sri Sasongkowati, S.Kep ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 5 Juli 2013

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 5: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.

Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa,

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia (FIK UI);

2. Ibu Dra. Junaiti Sahar, PhD selaku Wakil Dekan FIK UI;

3. Ibu Dr. Roro Tutik, S.Kp., MARS selaku pembimbing yang telah

memberikan arahan dan motivasi selama penyusunan proposal ini.

4. Ibu Ns. Sri Sasongkowati, S.Kep selaku kepala ruangan GPS Lt. I RSUP

Fatmawati dan juga sebagai pembimbing klinik yang telah banyak

memberikan bantuan dan juga bimbingan selama praktik.

5. Ibu Riri Maria, MANP selaku koordinator mata ajar Riset Keperawatan

6. Bapak Deni Yasmara selaku mahasiswa residensi yang telah banyak

memberikan bimbingan dan juga arahan dalam melakukan praktik.

7. Seluruh perawat di GPS Lt. I RSUP Fatmawati yang telah sabar dalam

membimbing dan terus memberikan dukungan selama praktik.

8. Seluruh staff pendidikan bagian Akademik di Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia.

9. Keluarga tercinta dan teman-teman seperjuangan angkatan 2008 yang

telah memberikan bantuan materi, dorongan semangat dan doa yang tiada

henti-hentinya sehingga terwujudnya penelitian ini. Semoga doa dan

bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang sesuai

dari Tuhan YME.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 6: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

v

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun

sebagai perbaikan. Akhirnya penulis berharap agar Karya Ilmiah Akhir ini

dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan tenaga keperawatan pada

khususnya.

Jakarta, Juli 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 7: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 8: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

vii

ABSTRAK

Nama : Sylvana

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul :Analisis Praktik Profesi Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Multiple Fraktur

Di Gedung Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati.

Kecelakaan lalu lintas banyak menimbulkan dampak salah satunya adalah fraktur.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan/ atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sedangkan multiple fraktur

adalah terputusnya kontinuitas tulang lebih dari satu bagian tubuh. Praktik profesi

dilakukan di Gedung Prof. Dr. Soelarto Lt. I RSUP Fatmawati pada pasien dengan

multiple fraktur dengan menerapkan intervensi positioning lateral 30 derajat guna

mencegah ulkus decubitus. Pasien yang mengalami fraktur mengalami hambatan

mobilisasi sehingga berisiko mengalami ulkus decubitus. Asuhan keperawatan

diberikan dari tanggal 27 Mei sampai 5 Juni 2013, hasilnya menunjukan bahwa

ulkus decubitus tidak terbentuk pada pasien. Perubahan posisi harus dilakukan

oleh perawat untuk mencegah terbentuknya ulkus decubitus pada pasien dengan

hambatan mobilisasi.

Kata Kunci:

Mutiple fraktur, ulkus decubitus, positioning lateral 30 derajat

ABSTRACT

Name : Sylvana

Study Program : Nursing

Title :The Profession Practice Analytical of Urban Society

Health Nursing to the Multiple Fracture Patient in the

Prof. Dr. Soelarto’s Building 1st Floor RSUP Fatmawati.

Road traffic injuries have many impacts one of them is fracture. Fracture is a

broken off the continuity of bone and/ or cartilage generally caused by over

pressure, whereas multiple fracture is a broken off the continuity of bone more

than one part of the body. The clinical practice was done at Prof. Dr. Soelarto’s

Building 1st floor RSUP Fatmawati with multiple fracture patient and did

intervention lateral 30 degree positioning due to prevent decubitus ulcer. Patient

who have fracture have a barrier to mobile as a result take a risk to have a

decubitus ulcer. Nursing intervention is given during May 27 until June 5 2013,

the result shows that decubitus ulcer is not formed in patient. Changing position

should be give by nurse to prevent decubitus ulcer in patient with have a barrier

to mobile.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 9: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

viii

Keywords:

Multiple fracture, decubitus ulcer, lateral 30 degree position

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………. vi

ABSTRAK………………………………………………………………… vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................. 5

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7

2.1 Fraktur ............................................................................................ 7

2.2 Ulkus Dekubitus………………………………………………… .. 17

2.3 Medulla Spinalis…………………………... ................................... 24

2.4 Pengaturan Posisi……………………... .......................................... 30

BAB 3. KASUS ............................................................................................ 32

3.1 Kasus .............................................................................................. 32

3.2 Pengkajian…………………………………………… ................... 32

3.3 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 33

BAB 4. ANALISIS KASUS ....................................................................... 36

4.1 Analisis Data Pasien ........................................................................ 36

4.2 Pengaruh Pemberian Posisi 30o

Dalam Mencegah Ulkus Dekubitus 40

BAB 5. PENUTUP……………………………………… .......................... 43

5.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 43

5.2 Saran………………………………………………………………… 43

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ . 45

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 10: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Catatan perkembangan pasien

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 11: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi di zaman modern ini ditempatkan sebagai kebutuhan pokok bagi

beberapa kelompok masyarakat akibat aktivitas ekonomi, sosial dan sebagainya.

Bahkan dalam kerangka ekonomi makro, transportasi menjadi tulang punggung

perekonomian, baik di tingkat nasional, regional dan lokal.Tingginya angka

transportasi tidak jarang menimbulkan dampak buruk, salah satunya adalah

kecelakaan lalu lintas. Dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di

Indonesia oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar

ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Data WHO tahun

2011 menyebutkan, sebanyak 67% korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia

produktif , yakni 22 – 50 tahun. Data dari Badan Intelijen Negara (BIN) tahun 2013,

terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya

dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya.

Toroyan, et all (2013) dalam penelitiannya juga mengatakan kecelakaan lalu lintas

menduduki peringkat ke delapan sebagai penyebab kematian secara global, dan

penyebab utama kematian pada orang berusia muda, 15-29 tahun. Lebih dari sejuta

orang meninggal setiap tahun di jalan di dunia, dan biaya untuk konsekuensi

kecelakaan lalu lintas mencapai milyaran dolar.

Penelitian yang dilakukan oleh Tran (2007) mencatat selain menyebabkan kerugian

kesehatan, korban kecelakaan lalu lintas juga mengeluarkan biaya yang sangat besar

untuk perawatan di rumah sakit dan menurunnya produktivitas. Kerugian ini

diestimasi lebih tinggi dari 1% dari total Pendapatan Domestik Bruto pada negara-

negara dengan pendapatan rendah, 1,5% pada negara-negara dengan pendapatan

sedang, dan 2% pada negara dengan pendapatan tinggi. Kecelakaan lalu lintas yang

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 12: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

2

Universitas Indonesia

terjadi juga menimbulkan dampak kerugian pada bidang sosial ekonomi. Data

Kepolisian RI (2013) menyebutkan, pada 2012 terjadi 109.038 kasus kecelakaan

dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 orang, dengan potensi kerugian

sosial ekonomi sekitar Rp 203 triliun - Rp 217 triliun per tahun (2,9%-3,1%) dari

Pendapatan Domestik Bruto/PDB Indonesia).

Chan (2013) dalam penelitiannya mencatat sebesar 27% dari seluruh kematian

kecelakaan lalu lintas terjadi pada pejalan kaki dan pengendara motor. Di negara

dengan pendapatan menengah ke bawah, angka ini menduduki peringkat ketiga

kematian di jalanan, tetapi pada beberapa negara lebih dari 75%. BIN mencatat

sebagian besar kasus kecelakaan itu terjadi pada masyarakat miskin sebagai pengguna

sepeda motor dan transportasi umum. Penelitian yang dilakukan oleh Troyan, et all

(2013) yang bekerja sama dengan WHO, mengidentifikasi penyebab kecelakaan di

dunia adalah karena faktor kelalaian manusia, seperti kecepatan berkendara yang

tidak wajar, dibawah pengaruh alkohol saat berkendara, tidak menggunakan helm

saat mengendarai motor, dan tidak meggunakan seat belt saat mengemudi mobil. Di

Indonesia, jumlah kendaraan bermotor meningkat setiap tahunnya, data dari

Kementerian Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) menyebutkan, kecelakaan

pengendara sepeda motor mencapai 120.226 kali atau 72% dari seluruh kecelakaan

lalu lintas dalam setahun. Hampir setiap hari terjadi kecelakaan sepeda motor yang

mengakibatkan meninggal dunia, luka berat dan luka ringan. Salah satu akibat dari

kecelakaan lalu lintas adalah fraktur atau patah tulang.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Black, 2005). Menurut Price &

Wilson (2006) fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di

sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak

lengkap. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah cidera atau benturan, kondisi

patologis (tumor, kanker, osteoporosis, osteomelitis), mengangkat beban terlalu besar

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 13: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

3

Universitas Indonesia

(Price & Wilson, 2006). Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak

sebentar sekitar 6 bulan sampai 1 tahun (Brunner & Suddarth, 2006). Selama di

rumah sakit pasien fraktur mengalami tirah baring dalam jangka waktu yang cukup

lama. Lamanya tirah baring tergantung penyakit atau tingkat keparahan fraktur dan

status kesehatan klien. Tirah baring bertujuan untuk mengurangi nyeri pasca operasi

dan mengurangi aktivitas fisik serta memberikan kesempatan kepada klien untuk

beristirahat.

Melihat adanya pemasangan traksi, pemasangan fiksasi interna (ORIF) atau eksterna

(OREF) pada pasien pasca operasi membuat mobilisasi menjadi hal yang sangat sulit

bagi pasien dengan masalah keperawatan nyeri dan cemas atau takut bila bagian

tubuh yang cedera digerakkan akan menimbulkan komplikasi yang lain. Hal ini

menyebabkan tirah baring merupakan hal yang mutlak bagi pasien dengan gangguan

muskuloskeletal terutama pasca operasi. Tirah baring dalam jangka waktu yang lama

dapat menyebabkan komplikasi, yaitu salah satunya adalah terbentuknya ulkus

dekubitus pada bagian-bagian tubuh yang terdapat penonjolan tulang.

Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah

dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut

mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras

lainnaya dalam jangka panjang (Potter & Perry, 2005). Dekubitus merupakan

problem yang serius karena dapat mengakibatkan meningkatnya biaya, lama

perawatan dirumah sakit karena memperlambat program rehabilitasi bagi penderita

(Potter, Perry, 2002). Menurut The National Pressure Ulcer Advisory Panel,

prevalensi luka tekan di rumah sakit 14%-17% dan insiden 7%-9% (Whiitington &

Briones, 2004). The Institute for Healthcare Improvement (IHI) mengestimasi bahwa

2,5 juta orang dirawat dengan luka tekan di rumah sakit setiap tahun. Biaya

pengobatan luka tekan antara $2,000 sampai $70,000 tergantung tingkat keparahan

ulkus (Young & Davis, 2003). Luka tekan sebagian besar terjadi pada individu

dengan kesulitan mobilisasi/ aktivitas, sebagai dampak pada kemampuan individu

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 14: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

4

Universitas Indonesia

mengubah posisi, adalah mengurangi tekanan pada penonjolan tulang (Fisher et al,

2004; Lindgren et al, 2004; Robertson et al, 1990 dalam Moore & Etten, 2011).

Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat

penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung, dan

kepala bagian belakang (NSW Health, 2003).

Salah satu pencegahan terjadinya ulkus dekubitus adalah dengan positioning. Krapl &

Gray (2008), dalam penelitiannya mengatakan memposisikan pasien adalah

komponen yang penting dalam mencegah luka tekan, dan termasuk memindahkan

pasien ke posisi yang berbeda atau menghilangkan atau memindahkan tekanan dari

satu bagian tubuh ke bagian yang lain. Positioning dilakukan tidak hanya ketika

pasien di tempat tidur tetapi juga saat di kursi atau di kursi roda. Positioning

bertujuan meminimalkan penekanan pada penonjolan tulang. Penggunaan bantal

dapat digunakan untuk membantu mempertahankan posisi yang tepat (Briggs, 1997

dalam Moore & Etten, 2011). Positioning juga dipengaruhi oleh kemampuan individu

untuk merasakan nyeri dan kemampuan fisik aktual untuk bergerak atau reposisi diri

mereka (Defloor et all, 2005).

Salah satu penelitian tentang pengaruh pengaruh positioning terhadap kejadian ulkus

decubitus telah dilakukan oleh Dame Elysabeth Tutiarnauli Tarihoran (2010) di Unit

Stroke RS Siloam Jakarta. Penelitian menggunakan teknik purposive sampling

dengan kelompok kontrol dengan total responden 33 orang, masing-masing 16

kelompok kontrol dan 17 kelompok intervensi. Penelitian dengan judul Pengaruh

Posisi Miring 30 Derajat Terhadap Kejadian Luka Tekan Grade I (Non Blanchable

Erythema) pada Pasien Stroke di Siloam Hospital dilakukan dengan memberikan

posisi miring selama 3x24 jam kemudian dievaluasi. Hasil penelitian menunjukkan

adanya perbedaan yang sangat signifikan secara statistik, dimana kelompok kontrol

berpeluang terjadi luka tekan hampir 10 kali dibandingkan kelompok intervensi.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 15: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

5

Universitas Indonesia

1.2 Rumusan Masalah

Ruang GPS Lt. I RSUP Fatmawati merupakan ruangan khusus ortopedi dengan rata-

rata pasien mengalami keterbatasan mobilisasi karena gangguan muskuloskeletal.

Pasien dengan gangguan muskuloskeletal berisiko mengalami ulkus dekubitus karena

keterbatasan gerak dan nyeri jika bagian tubuh yang cedera dimobilisasi.

Meningkatnya angka kejadian ulkus dekubitus di ruang rawat pada pasien dengan

gangguan muskuloskeletal perlu mendapat perhatian khusus. Salah satu cara

mengatasi terbentuknya ulkus dekubitus adalah dengan perubahan posisi. Perubahan

posisi lateral 300 setiap 2 jam akan mengurangi tekanan pada bagian punggung. Oleh

karena itu, melihat kedaan ini penulis tertarik untuk membuat tulisan tentang analisis

Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Kasus multiple Fraktur

di RSUP Fatmawati untuk menganalisis keefektifan perubahan positioning pada

pasien dengan hambatan mobilisasi.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi pengaruh pemberian posisi lateral 300

pada pasien spine dengan

fraktur lumbal dalam upaya pencegahan terbentuknya ulkus dekubitus di GPS Lt. I

RSUP Fatmawati

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasinya kejadian terbentuknya ulkus dekubitus atau tidak pada pasien

spine dengan keterbatasan mobilisasi akibat gangguan muskuloskeletal dengan

perubahan posisi miring kiri-kanan setiap 2 jam dibandingkan dengan pasien yang

tidak dilakukan perubahan posisi.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan yang dilakukan diharapkan dapat bermanfaat dalam tiga aspek, yaitu

manfaat aplikatif, manfaat kelilmuan, dan manfaat metodologi:

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 16: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

6

Universitas Indonesia

1.4.1 Manfaat Aplikatif

a. Manfaat bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan

masukan bagi profesional kesehatan dalam memeberikan asuhan keperawatan

khususnya di rumah sakit mengenai angka kejadian ulcus decubitus pada pasien

imobilisasi dan cara pencegahannya.

b. Manfaat bagi Masyarakat

Hasil penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk

menambah pemahaman masyarakat mengenai ulcus decubitus dan cara

pencegahannya pada pasien home care.

1.4.2 Manfaat Keilmuan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dan dasar untuk

memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang aplikatif terhadap

keperawatan khususnya dalam upaya pencegahan terbentuknya ulkus decubitus pada

pasien imobilisasi akibat gangguan muskuloskeletal.

1.4.3 Manfaat Metodologi

Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar bagi penelitian

selanjutnya dalam area keperawatan ortopedi dan keperawatan lainnya yang berkaitan

dengan ulkus decubitus.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 17: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

7 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur

2.1.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Black, 2005). Menurut Price &

Wilson (2006) fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di

sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak

lengkap. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,

pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi (Doenges,

2002).

2.1.2 Klasifikasi Fraktur

Berdasarkan kondisi patahannya (Smeltzer & Bare, 2002):

a. Fraktur komplet, yaitu: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya

mengalami pergeseran (bergeser dari posisi yang normal)

b. Fraktur tidak komplet, yaitu: patah hanya terjadi pada sebagian dari garis

tengah tulang

Berdasarkan hubungan dengan dunia luar (Smeltzer & Bare, 2002):

a. Fraktur tertutup

Fraktur sederhana dengan kondisi kulit sekitar fraktur tetap utuh, tulang tidak

menusuk kulit

b. Fraktur terbuka

Terjadi perlukaan di daerah fraktur sehingga terjadi kontak dengan dunia luar.

Terdapat 3 grade:

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 18: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

8

Universitas Indonesia

i. Grade I : Luka kecil < 1 cm, dengan kontaminasi minimal/ luka

bersih

ii. Grade II : Luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak dan kontaminasi

sedang

iii. Grade III : Luka lebih besar antara 6-8 cm dengan kerusakan pada

syaraf dan tendon dan kontaminasinya berat

Berdasarkan pola fraktur (Smeltzer & Bare, 2002):

a. Fraktur linear

Fraktur yang garis patahnya utuh. Bisa transverse atau oblique. Terjadi karena

kekuatan yang minimal atau sedang.

b. Fraktur Oblique

Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut 45 derajat terhadap tulang.

Fraktur oblique biasanya dihasilkan oleh kekuatan yang memutar.

c. Fraktur Longitudinal

Fraktur inkomplit dengan penampilan fraktur sepanjang garis axis

longitudinal

d. Fraktur Transversal (melintang)

Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.

Fraktur ini bisa terjadi pada klien dengan gangguan tulang, seperti: Paget’s

disease, osteomalacia, osteogenesis imperfecta. Segmen tulang yang patah

direposisi/direduksi kembali ketempat semula, segmen akan stabil dan

biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.

e. Fraktur Spiral (trauma rotasi)

Timbul akibat torsi pada ekstermitas. Fraktur ini biasanya karena kekuatan

yang memutar dengan dorongan keatas. Fraktur dengan garis fraktur

memanjang dengan arah spiral sepanjang batang tulang. Menimbulkan sedikit

kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi

luar.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 19: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

9

Universitas Indonesia

Berdasarkan pergeseran anatomis fragmen tulang (Smeltzer & Bare, 2002):

a. Greenstick : Fraktur yang tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak.

Merupakan fraktur inkomplit dengan satu sisi mengarah ke sisi berlawanan

dan sisi lain menopang. Biasanya akan segera sembuh dan mengalami

remodeling ke bentuk dan fungsi yang normal.

b. Kominutif : serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana

terdapat lebih dari dua fragmen tulang

c. Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi

pada tulang tengkorak dan tulang wajah)

d. Kompressi/ impaksi : fraktur comminuted dengan lebih dari 2 fragmen tulang

mendorong satu sama lain.

e. Interticular : perpanjangan fraktur pada area sendi

f. Patologik : Fraktur yang terjadi pada tulang yang berpenyakit (kista tulang,

penyakit piaget, metastasis tulang, tumor)

g. Avulsi : merupakan trauma akibat tarikan (fraktur patela). Fraktur

memisahkan satu fragmen tulang tempat perlekatan ligament atau tendon

(Price & Wilson, 1995).

Menurut Jumlah Dan Garis Patah/Bentuk/Konfigurasi (Brunner&Suddarth, 2002):

a. Fraktur kominutif: Lebih dari satu garis fraktur, fragmen tulang pecah,

terpisah-pisah dalam berbagai serpihan.

b. Fraktur segmental: Bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan

satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh

dan keadaan ini perlu terapi bedah

c. Fraktur multipel: Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan

tempatnya. Seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.

Menurut Posisi Fragmen

a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah komplit tetapi kedua fragmen

tidak bergeser, periosteumnya masih utuh.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 20: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

10

Universitas Indonesia

b. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang

disebut juga dislokasi fragmen.

Menurut lokasi fraktur

a. Colles’ fraktur : jarak bagian distal fraktur ±1 cm dari permukaan sendi.

b. Articular fraktur : meliputi permukaan sendi.

c. Extracapsular : fraktur dekat sendi tetapi tidak termasuk ke dalam kapsul sendi.

d. Intracapsular : fraktur didalam kapsul sendi.

e. Apiphyseal : fraktur terjadi kerusakan pada pusat ossifikasi.

2.1.3 Etiologi

a. Langsung/ direct

Karena trauma langsung yang mengenai tulang seperti tekanan, putaran/

tarikan

b. Tidak langsung/ indirect

Karena beban kerja atau kontraksi yang berlebihan pada otot

c. Stres atau kelemahan ligamen dan gangguan Patologis pada tulang. Karena

penyakit seperti: Infeksi dan tumor

d. Proses penyakit: kanker dan riketsia

e. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat

mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang

f. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga

dapat menyebabkan fraktur (misal: elektrik shock dan tetani)

(Brunner&Suddarth, 2002).

2.1.4 Tahap Penyembuhan Tulang

a. Hematoma (24-72 jam setelah cedera).

Hematoma terbentuk di area fraktur akibat robekan pembuluh darah dalam

tulang dan perdarahan jaringan lunak di sekelilingnya. Hematoma merupakan

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 21: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

11

Universitas Indonesia

ekstravasasi darah yang berubah dari cairan menjadi clot semisolid. Jaringan

tulang nekrotik dekta fraktur menyebabkan respon inflamasi yang intens.

b. Pembentukan fibrokartilage: 3 hari – 2 minggu.

Jaringan granulasi mulai mendatangi area hematoma. Hal ini mendorong

terjadinya pembentukan fibrokartilage, memberikan landasan untuk

penyembuhan tulang. Fagositosis aktif menyerap produk nekrosis lokal.

Hematoma diubah menjadi jaringan granulasi (terdiri atas pembuluh darah

baru, fibroblas, dan osteoblas) menjadi dasar untuk substansi tulang baru yang

disebut osteoid. Osteoblas membangun jaringan serat kolagen dari kedua sisi

fraktur yang nantinya akan menyatukan fragmen tulang. Kondroblas

membentuk kartilage yang menjadi landasan untuk pertumbuhan tulang.

c. Pembentukan callus: 2- 6 minggu

Akibat proliferasi seluler dan vaskuler, tempat terjadinya fraktur dikelilingi

oleh jaringan vaskuler baru yang disebut sebagai callus. Pembentukan callus

merupakan permulaan nonbony union. Mineral (calsium, fosfor, dan

magnesium) dan matriks tulang baru terdeposit di osteoid, dan jaringan tulang

tidak terorganisasi terjalin di sekitar fraktur. Callus terutama terdiri dari

kartilage, osteoblas, kalsium, dan fosfor. Dapat dilihat di X-Ray. Osteoblas

terus berpoliferasi dan mensitesis serat kolagen dan matriks tulang, yang secara

bertahap dimineralisasi dengan kalsium dan garam mineral untuk membentuk

massa sponge. Trabekulae dari tulang yang terjalin menjembatani fraktur.

Osteoklas bermigrasi ke tempat perbaikan dan memulai memindahlan tulang

yang berlebihan di dalam callus.

d. Osifikasi: 3 minggu- 6 bulan.

Callus secara bertahap diserap dan ditransformasi menjadi tulang. Cukup untuk

mencegah pergerakan pada tempat fraktur ketika tulang diberi sedikit stress.

Namun frakturnya masih dapat dilihat pada x-ray.

e. Konsolidasi & Remodelling: mulai pada minggu ke-4 – 6 setelah fraktur, dan

dapat berlanjut hingga 1 tahun tergantung tingkat keparahan fraktur.

Konsolidasi fraktur terus berkembang, jarak antara fragmen tulang makin

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 22: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

12

Universitas Indonesia

memendek, dan kemudian menutup. Osifikasi terus berlanjut. Remodelling:

jaringan tulang yang berlebihan direabsorpsi dan akhirnya menyatu.

Kembalinya tulang ke bentuk dan kekuatan struktural sebelum terjadi fraktur.

Tulang mengalami remodelling sebagi respon stress beban fisik atau hukum

wolf. Osteoblast terus membentuk tulang terjalin baru yang kemudian dirangkai

menjadi struktur lamelar tulang kompak. Osteoklas menyerap callus berlebihan.

Seiring penyembuhan tulang dan penggunaan tulang sehari-hari, osteobals dan

osteoklas berespon dengan me-remodelling tempat perbaikan di sepanjang garis

gaya. Hal ini memastikan bahwa bagian tulang yang diperbaiki akan mirip

struktur yang tidak cedera (Brunner&Suddarth, 2002).

2.1.5 Manifestasi Klinis

a. Deformitas

Spasme otot yang terlalu kuat menyebabkan pergeseran dari fragmen tulang,

terjadi perubahan posisi dan bentuk, seperti tulang dapat terputar (rotasi) atau

ukuran menjadi memendek

b. Edema

Akibat trauma pada jaringan lunak atau perdarahan yang terjadi didalam

jaringan tersebut yang mengikuti fraktur yang timbul beberapa jam setelah

kejadian.

c. Memar atau ekimosis; merupakan ekstravasasi darah dalam jaringan subkutan

d. Spasme otot; merupakan respon proteksi terhadap injuri dan fraktur

e. Tenderness

f. Nyeri

g. Nyeri sedang sampai hebat, lebih saat digerakkan. Nyeri terjadi karena

spasme otot

h. Kehilangan sensasi

Mungkin terjadi karena kerusakan atau gangguan dari saraf akibat edema,

perdarahan atau fragmen dari tulang-tulang yang terbuka

i. Kehilangan fungsi normal

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 23: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

13

Universitas Indonesia

j. Mobilitas abnormal

k. Krepitus

l. Krepitus, bunyi derik tulang yang dapat diperiksa dengan tangan. Hal ini

terjadi karena gesekan antara fragmen satu dengan yang lain. Uji krepitus ini

dapat berdampak kurang baik, terjadinya kerusakan jaringan lunak yang lebih

berat.

m. Syok hipovolemik (Brunner & Suddarth, 2001).

2.1.6 Prinsip Penatalaksanaan

2.1.6.1 Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan

kemudian di rumah sakit.

a. Riwayat kecelakaan

b. Parah tidaknya luka

c. Diskripsi kejadian oleh pasien

d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah

e. Krepitus

2.1.6.2 Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk

mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena

edema dan perdarahan. Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:

a. Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan

tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang

ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

b. Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana

beratnya traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk

memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang

c. Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan,

yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam)

dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik

gips

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 24: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

14

Universitas Indonesia

2.1.6.3 Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau

dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan

cara fiksasi internal dan eksternal.

2.1.6.4 Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi, dengan cara:

a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

b. Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan

c. Memantau status neorovaskular

d. Mengontrol kecemasan dan nyeri

e. Latihan isometrik dan setting otot

f. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

g. Kembali keaktivitas secara bertahap

2.1.7 Tindakan Pembedahan

2.1.7.1 ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)

Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami ceidera dan diteruskan

sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur

a. Fraktur diperiksa dan diteliti

b. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka

c. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali

d. Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat

ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku

Keuntungan:

a. Reduksi akurat

b. Stabilitas reduksi tinggi

c. Pemeriksaan struktur neurovaskuler

d. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal

e. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi

lebih cepat

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 25: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

15

Universitas Indonesia

f. Rawat inap lebih singkat

g. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal

Kerugian:

a. Kemungkinan terjadi infeksi

b. Osteomielitis

2.1.7.2 OREF (Open Reduction and External Fixation)

a. Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal,

biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama

b. Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.

c. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke

tulang

d. Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan

pennya.

e. Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain: observasi letak

pen dan area, observasi kemerahan, basah, dan rembes, observasi

status neurovaskuler distal femur.

2.1.8 Komplikasi

2.1.8.1 Komplikasi awal

a. Shock Hipovolemik/traumatik

Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan

cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi.

b. Kerusakan arteri

Kerusakan oleh kontusi, thrombus, laserasi atau spasme. Penyebabnya

pemasangan gips, pembebatan terlalu kuat

c. Emboli lemak

Tidak sering terjadi tetapi berbahaya. Hati-hati pada pasien dengan fraktur

tulang panjang dan pelvic terjadi 24-48 jam pasca trauma

d. Tromboemboli vena

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 26: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

16

Universitas Indonesia

Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest.

e. Cedera saraf

Penyebab:laserasi dan edema. Nyeri meningkat, perubahan kemampuan

pergerakan

f. Infeksi

Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi

dan terapi antibiotik.

g. Sindrom kompartemen

Adanya desakan (perdarahan atau bengkak) pada otot, tulang, pembuluh

darah, dan saraf dalam rongga yang tidak fleksibel (Smeltzer & Bare,

2002)

2.1.8.2 Komplikasi lambat

a. Delayed union

Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya

lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi.

Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang.

b. Non union

Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini

disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis.

c. Mal union

Posisi penyambungan fragmen tidak sempurna

d. Nekrosis avaskuler di tulang

Kematian jaringan tulang akibat tidak adanya vaskularisasi sehingga

menurunkan fungsi tulang. Biasanya terjadi pada kepala femur dan carpal

e. Kontraktur

Akibat imobilisasi yang panjang (Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 27: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

17

Universitas Indonesia

b. Skan tulang, tomografi, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur; juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram: Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d. Hitung darah lengkap; Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma

multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah

trauma.

e. Kreatinin; Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

f. Profil koagulasi; Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi

multiple, atau cidera hati.

2.2 Ulkus Dekubitus

2.2.1 Definisi Ulkus Dekubitus

Dekubitus adalah nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak

tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu

lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), 1989 dalam Potter & perry,

2005). Luka tekan dapat digambarkan sebagai lesi yang disebabkan oleh tekanan

yang terus menerus, gesekan atau robekan. Luka tekan terjadi paling sering di sakrum

dan tumit tetapi dapat berkembang dimanapun pada tubuh termasuk koksigis, oksiput,

klavikula, telinga, dan hidung (New South Wales Health, 2003). Dekubitus adalah

area setempat dari jaringan lunak yang mengalami infark yang terjadi ketika tekanan

diberikan pada kulit melebihi tekanan penutupan kapiler normal, sekitar 32mmHg

(Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.2 Faktor Risiko Dekubitus

Berbagai faktor dapat menjadi predisposisi terjadi dekubitus pada klien:

a. Gangguan Input Sensorik

Klien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan

tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit daripada klien

yang sensasinya normal. Klien yang mempunyai persepsi sensorik yang utuh

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 28: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

18

Universitas Indonesia

terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya

merasakan tekanan atau nyeri terlalu besar. Sehingga ketika klien sadar dan

berorientasi, mereka dapat mengubah posisi atau meminta bantuan untuk

mengubah posisi (Potter & Perry, 2005)

b. Gangguan Fungsi Motorik

Klien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri berisiko tinggi

terjadi dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi tidak mampu

mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal

ini meningkatkan peluang terjadi dekubitus.

c. Perubahan Tingkat Kesadaran

Klien bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi

tidak mampu memahami bagaimana menghilangkan tekanan. Klien koma

tidak dapat merasakan tekanan dan tidak mampu mengubah ke posisi yang

lebih baik. Selain itu pada klien yang mengalami perubahan tingkat kesadaran

lebih mudah menjadi bingung, seperti efek dari pemberian sedasi sehingga

terjadi peningkatan risiko dekubitus (Potter & Perry, 2005)

d. Gips, Traksi, Alat Ortotik, dan Peralatan Lain

Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstermitasnya. Pasien

yang menggunakan gips berisiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya

friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya

mekanik kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips

terlalu ketat dikeringkan atau ekstremitasnya bengkak. Peralatan ortotik

seperti penyangga leher terdapat tekanan yang menutup kapiler (Potter &

Perry, 2005).

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Dekubitus

a. Gaya Gesek

Gaya gesek merupakan tekanan yang dberikan pada kulit dengan arah

pararel terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry

2005). Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 29: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

19

Universitas Indonesia

pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai

dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien bergeser kearah kulit dan

memberi gaya pada kulit (Maklebust & Sieggren, 1991 dalam Potter &

Perry, 2005). Kapiler jaringan yang berada di bawahnya tertekan dan

terbeban oleh tekanan tersebut, akibatnya tak lama setelah itu akan terjadi

gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksia,

perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu, terdapat

penurunan aliran darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit. Lemak

subkutan lebih rentan terhadap gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang

yang berada di bawahnya. Akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran

sebagai ruang drainase dari area nekrotik (AHPCR, 1994 dalam Potter &

Perry, 2005).

b. Friksi

Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser

pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHPCR, 1994 dalam

Potter & Perry, 2005). Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera

akibat friksi mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang

terkelupas ketika pasien mengubah posisinya.

c. Kelembaban

Kontak berkepanjangan dengan kelembaban akibat prespirasi, urine, feses,

atau drainase menyebabkan maserasi (pelunakan) kulit. Kulit bereaksi

terhadap bahan kaustik dalam ekskreta atau drainase dan mengalami iritasi

(Smeltzer & Bare, 2002).

d. Penurunan Status Nutrisi

Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan

yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai

bantalan diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 30: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

20

Universitas Indonesia

efek tekanan meningkat pada jaringan tersebut (Potter&Perry, 2005).

Pasien yang mempunyai kadar protein rendah atau yang keseimbangan

nitrogen negatif mengalami penipisan jaringan dan menghambat perbaikan

jaringan (Brunner&Suddarth, 2002). Albumin serum merupakan indikator

yang sensitif terhadap defisisensi protein. Kadar albumin kurang dari 3,0

g/ml berkaitan dengan edema jaringan hipoalbuminemia dan meningkatkan

risiko terjadinya luka dekubitus. Selain itu, level albumin rendah

dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka (Kaminski et el, 1989);

Hanan&Scheele, 1991).

e. Edema

Klien yang mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminemia

menyebabkan perpindahan volume cairan ekstrasel kedalam jaringan

sehingga terjadi edema. Edema dapat meningkatkan resiko terjadi

dekubitus di jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan edema menurun

dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan pada

sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton&Litwalk, 1991 dalam Potter&Perry,

2005). Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada di

bawahnya terhadap tekanan, friksi, dan gaya gesek. Selain itu, penurunan

level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera

jaringan (Potter&Perry, 2005).

f. Anemia

Penurunan level hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi

dan oksigen serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan.

Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan

luka (Potter & Perry, 2005).

g. Kakeksia

Kakeksia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 31: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

21

Universitas Indonesia

kelemahan dan kurus. Kondisi ini meningkatkan resiko luka dekubitus

pada pasien. Pada dasarnya pasien kakesia mengalami kehilangan jaringan

adiposa yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan

(Potter&Perry, 2005).

h. Obesitas

Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adiposa pada jumlah kecil

berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari

tekanan. Pasien dengan obesitas mengalami vaskularisasi yang bururk pada

jaringan adiposa sehingga rentan terhadap terjadinya luka akibat iskemi

(Brunner&Suddarth, 2002).

i. Infeksi

Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Klien infeksi biasa

mengalami demam. Infeksi dan demam menigkatkan kebutuhan metabolik

tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin

rentan mengalami cedera akibat iskemi (Skheleton&Litwalk, 1991 dalam

Potter&Perry, 2005). Selain itu demam menyebabkan diaforesis dan

meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi

predisposisi kerusakan kulit pasien (Potter&Perry, 2005).

j. Gangguan Sirkulasi Perifer

Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan

mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi pada pasien yang

menderita penyakit vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan

pengobatan sejenis vasopresor (Potter&Perry, 2005).

k. Pertimbangan Gerontologi

Kulit pada lansia mengalami penurunan ketebalan epidermal, kolagen

dermal, dan elastisitas jaringan. Kulit lebih kering sebagai akibat hilangnya

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 32: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

22

Universitas Indonesia

sebasea dan aktivitas kelenjar keringat. Perubahan kardiovaskular

mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Atrofi otot dan struktur tulang

menjadi fokus perhatian. Menurunnya persepsi sensoris dan berkurangnya

kemampuan mengatur posisi sendiri menunjang tekanan pada kulit yang

berkepanjangan (AHCPR, 1994 dalam Bruner&Suddarth, 2002).

2.2.4 Patogenesis Luka Dekubitus

Tiga elemen dasar yang menjadi dasar terjadi dekubitus, yaitu: 1) intensitas

tekanan dan tekanan yang menutupi kapiler, 2) durasi dan besarnya tekanan,

dan 3) toleransi jaringan ((Landis, 1930), (Koziak, 1959), (Husain, 1953;

Trumble, 1930) dalam Potter&Perry, 2005)). Beberapa tempat yang paling

sering terjadi dekubitus adalah sakrum, tumit, siku, maleolus lateral, trochanter

besar, dan tuberositis iskial (Meehan, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dan tekanan (Scotts,

1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya, maka

semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan

dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi, pada tekanan eksternal terbesar

daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran

darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga

terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak

dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah

kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter&Perry, 2005). Jika

tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut

akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif. Karena

kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari

otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan

dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam

Potter&Perry, 2005).

Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 33: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

23

Universitas Indonesia

terjadi saat menaikkan posisi klien diatas tempat tidur. Area tumit dan sakral

merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter&Perry,

2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang

tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari

permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam

Potter&Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh

maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan

metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan. Repons

kompensasi jaringan terhadap iskemi, yaitu hiperemia reaktif memungkinkan

jaringan iskemi dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan

aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrien ke dalam jaringan.

Gangguan metabolik yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal.

Equilibrium yang sehat kembali pulih, dan nekrosis jaringan yang tertekan

dapat dihindari (Macklebust, 1991; Pires&Muller, 1991 dalam Potter&Perry,

2005). Hiperemia reaktif akan efektif hanya apabila tekanan dihilangkan

sebelum terjadi kerusakan.

2.2.5 Klasifikasi Ulkus Dekubitus

Klasifikasi luka tekan menurut International NPUAP-EPUAP 2009:

a. Tahap I (Non-Blanchable Erythema)

Kulit utuh dengan kemerahan yang tidak hilang di area yang terlokalisir

biasanya diaderah penonjolan tulang. Pigmen kulit tampak lebih gelap,

warnanya berbeda dengan area disekitanya. Area tersebut akan terasa nyeri,

kencang, lembut, lebih hangat atau lebih dingin dibandingkan dengan

jaringan yang membatasinya. Ulkus dekubitus tahap I sulit untuk dideteksi

pada orang dengan warna kulit gelap.

b. Tahap II (Partial Thickness)

Hilangnya sebagian ketebalan dari dermis tampak sebagai luka terbuka

yang superficial dengan warna merah muda tanpa nanah. Bisa juga tampak

kulit lecet yang berisi serum atau sero-sanguinous. Tampak sebagai luka

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 34: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

24

Universitas Indonesia

yang mengkilap atau luka kering yang dangkal tanpa pengelupasan atau

memar.

c. Tahap III (Full Thickness Skin Loss)

Kehilangan jaringan total. Terlihat lemak subkutan, tetapi tulang, tendon

atau otot tidak terpapar. Terdapat nanah dan terbentuk lubang yang kecil.

Tulang hidung, telinga, oksiput, dan malleolus tidak mempunyai jaringan

adiposa dan berisiko untuk luka. Sedangkan, daerah yang mempunyai

lemak yang signifikan juga dapat terbentuk luka tekan. Tulang/ tendon

tidak terlihat atau teraba langsung.

d. Tahap IV (Full Thickness Tissue Loss)

Kehilangan jaringan total dengan tulang, tendon dan otot terpapar.

Terdapat nanah dan jaringan parut. Terbentuk kawah. Kedalaman kategori

tahap IV beragam tergantung lokasi anatomi. Kategori tahap IV dapat

memperluas ke otot dan/atau mendukung (seperti, fascia, tendon atau

kapsul sendi) terjadinya osteomielitis atau osteitis. Tulang/otot terlihat dan

teraba langsung.

2.3 Medulla Spinalis

2.3.1 Anatomi & Fisiologi Medulla Spinalis

Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang adalah bagian dari columna

vertebralis yang merupakan jaringan saraf, bagian dari susunan saraf pusat.

Saraf tersebut mengatur gerakan otot dan organ lain, seperti jantung, paru,

kandung kemih, usus, dan lainnya (Pearce, 2000). Columna vetebralis sendiri

terdiri dari 32-33 ruas, terdiri dari 7 vertebra cervikal, 12 vertebra torakalis, 5

vertebra lumbal, 5 vetebra sakral, dan 4 vertebra koksigis.

Medula spinalis atau sumsum tulang belakang bermula pada medula oblongata,

menjulur kearah kaudal melalui foramen magnum dan berakhir diantara

vertebra lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai

konus medularis, dan kemudian sebuah sambungan tipis dari pia meter yang

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 35: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

25

Universitas Indonesia

disebut filum terminale, yang menembus kantung durameter, bergerak menuju

koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45cm ini,

pada bagian depannya dibelah oleh sebuah fisura anterior yang dalam,

sementara bagian belakang dibelah oleh fisura sempit.

Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, yaitu penebalan servikal

dan penebalan lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna

melayani anggota badan atas dan bawah; dan plexus dari daerah thoraks

membentuk saraf-saraf interkostalis. Sebuah irisan melintang pada sumsum

tulang belakang memperlihatkan susunan substansi kelabu yang membentuk

huruf H. Kanalis spinalis berikut isinya yaitu cairan serebro-spinal, melintas

persis ditengah-tengah huruf H tersebut.

Kauda Equina. Disebut demikian karena kemiripannya dengan ekor kuda;

kauda=ekor, dan Equina= kuda. Kauda equina ini merupakan berkas yang

terdiri dari akar-akar saraf spinalis yang bergerak turun dari tempat kaitannya

pada sumsum tulang belakang, melalui kanalis spinalis, untuk kemudian

muncul melalui foramina intervertebrales.

2.3.4 Fungsi Sumsum Tulang Belakang

Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasi antara otak

dan semua bagian tubuh dan gerak refleks. Untuk terjadinya gerak refleks,

maka dibutuhkan struktur-struktur sebagai berikut:

a. organ sensorik yang menerima impuls, misalnya kulit

b. serabut saraf sensorik yang mengantar impuls-impuls tersebut menuju

sel-sel dalam ganglion radix posterior, dan selanjutnya serabut sel-sel

itu akan meneruskan impuls-impuls itu menuju sustansi kelabu pada

kornu posterior medula spinalis

c. sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung

menghantarkan impuls-impuls menuju kornu anterior medula spinalis

d. sel saraf motorik dalam kornu anterior medula spinalis yang menerima

dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut saraf motorik

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 36: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

26

Universitas Indonesia

e. organ motorik, yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh

impuls saraf motorik

2.3.5 Saraf- saraf Spinalis

2.3.5.1 Jalur saraf Motorik

Impuls berjalan dari korteks serebri menuju sumsum tulang belakang, melalui

jalur-jalur menurun yang disebut traktus serebrospinalis atau traktus

piramidalis. Neuron pertama, yaitu neuron motorik atas, memiliki badan-

badan sel-sel dalam daerah pre-Rolandi pada kortex serebri dan serabut-

serabutnya berpadu erat pada saat mereka melintas antara nukleus-kaudatus

dan lentiformis dalam kapsula interna.

Neuron motorik bawah, yang bermula sebagai badan sel dalam kornu anterior

sumsum tulang belakang keluar, lantas masuk akar anterior saraf spinalis, lalu

didistribusikan ke periferi, dan berakhir dalam organ motorik, misalnya otot.

Kerusakan pada neuron motorik:

Dari segi klinis, perlu dibedakan antara kerusakan pada neuron motorik atas,

seperti jalur motorik pada daerah otak, dan gangguan pada neuron motorik

bagian bawah.

Hemiplegia adalah contoh tentang kerusakan pada neuron motorik atas,

dimana otot-otot sebetulnya bukan lumpuh, tetapi lemah dan kehilangan

kontrol. Otot pada anggota gerak dapat menjadi spastik, dan gerakan tidak

sadar dapat terjadi serta tak terkendalikan, sehingga sering menimbulkan

kejang-kejang dan kaku. Refleks-refleks meninggi. Tonus otot tetap ada dan

otot yang terkena serangan tidak mengecil. Contoh: poliomielilitis, dan bell’s

palsy

2.3.5.2 Jalur saraf sensorik

Saraf sensorik tepi akan menghantarkan beberapa impuls “aferen” untuk

ditafsirkan oleh daerah sensorik dalam kortex serebri sebagai sentuhan, rasa

sakit, gatal, suhu, rasa panas dan dingin, yang berasal dari struktur tepi,

sementara impuls “aferen” yang lain timbul dari struktur yang lebih dalam

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 37: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

27

Universitas Indonesia

sebagai rasa sakit, tekanan, dan sebagainya, serta rasa gerakan dan kedudukan

sendi dan otot. Dengan demikian penafsiran perasaan ini tergantung pada

rangsangan dari periferi yang dialirkan oleh berbagai neuron, dan akhirnya

mencapai stasiun-penafsiran-pusat dalam otak. Impuls saraf sensorik bergerak

melintasi traktus menaik yang terdiri dari 3 neuron:

a. Neuron yang paling tepi, memiliki badan sel dalam ganglion sensorik, pada

akar posterior sebuah saraf spinalis; lantas dendron, yang merupakan sebuah

cabangnya, bergerak menuju periferi dan berakhir dalam satu organ sensorik,

misalnya kulit. Sementara itu axon, yang merupakan cabangnya yang lain,

masuk ke dalam sumsum tulang belakang, lantas naik menuju kolumna

posterior dan berakhir pada sekeliling sebuah nukleus dalam medula

oblongata

b. Sel neuron yang kedua timbul dalam nukleus tersebut, kemudian melintasi

garis tengah dalam dengan cara yang sama seperti jalur motorik desendens

untuk membentuk dekusasio sensorik, naik melalui pons dan dinsefalon guna

mencapai talamus.

c. Neuron yang ketiga dan terakhir, bermula dalam talamus, bergerak melalui

kapsula interna untuk mecapai daerah sensorik kortex serebri. Traktus menaik

ini menghantarkan impuls sentuhan, kedudukan sendi-sendi getaran;

sementara yang lainnya menghantarkan impuls sentuhan, rasa sakit dan suhu.

2.3.6 Manifestasi Klinis

a. Nyeri akut

Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang

leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien sering mengatakan

takut kalau leher atau punggungnya patah. Cedera saraf spinal dapat

menyebabkan gambaran paraplegia atau quadriplegia. Akibat dari cedera

kepala bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe cedera.

b. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar, penurunan keringat dan

tonus vasomotor, dan penurunan tekanan darah.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 38: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

28

Universitas Indonesia

Tingkat neurologik yang berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan

motorik bagian bawah yang normal. Tingkat neurologik bagian bawah

mengalami paralysis sensorik dan motorik otak, kehilangan kontrol kandung

kemih dan usus besar (biasanya terjadi retensi urin dan distensi kandung

kemih, penurunan keringat dan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan

darah diawali dengan retensi vaskuler perifer.

2.3.7 Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis

Menurut Elstrom (2005), cedera medulla spinalis dibagi dua, yaitu:

a. Complete spinal cord injury

Bila tidak terdapat fungsi, baik motoris maupun sensoris, kehilangan

fungsi refleks dibawah level cedera, ini dikenal sebagai complete spinal

cord injury. Terdapat perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di

atas T1. Cedera pada segmen servikal diatas T1 medula spinalis

menyebabkan quadriplegia dan bila lesi di bawah level T1

menghasilkan paraplegia.

b. Incomplete spinal cord injury

Bila masih terdapat fungsi motoris atau sensoris, ini disebut sebagai

incomplete spinal cord injury.

Klasifikasi derajat kerusakan medulla spinalis:

a. Frankel A: complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di

bawah level lesi

b. Frankel B: incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris

masih tersisa di bawah level lesi

c. Frankel C: incomplete, fungsi motoris dan sensoris masih terpelihara

tetapi tidak fungsional

d. Frankel D: incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara

dan fungsional

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 39: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

29

Universitas Indonesia

e. Frankel E: normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal yanpa defisit

neurologis

2.3.8 Etiologi Cedera Medulla Spinalis

a. Trauma; seperti jatuh, kecelakaan lalu lintas, tekanan yang terlalu berat pada

punggung, luka tembak atau kekerasan

b. Non Trauma; patologi atraumatis seperti carcinoma, mielitis, iskemia, dan

multipel sklerosis (Garrison, 1995 dalam Mustofa, 2012)

2.3.9 Komplikasi trauma medulla spinalis

a. Syok neurogenik

Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang

desending pada medulla spinalis. Kondisi mengakibatkan kehilangan tonus

vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung. Keadaan ini

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ektremitas bawah,

terjadi penumpukan darah dan sebagai konsekuensinya terjadi hipotensi.

Sebagai akibat kehilangan cardiac sympatik tone. Penderita akan mengalami

bradikardia atau setidak –tidaknya gagal untuk menjadi takhikardia sebagai

respon dari hipovolemia. Pada keadaan ini tekanan darah tidak akan membaik

hanya dengan infus saja dan usaha untuk menormalisasi tekanan darah akan

menyebabkan kelebihan cairan dan udema paru. Tekanan darah biasanya

dapat diperbaiki dengan penggunaan vasopresor, tetapi perfusi yang adekuat

akan dapat dipertahankan walaupun tekanan darah belum normal.

b. Syok spinal

Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah

terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak

seperti lesi komplit, walaupun tidak seluruh bagian rusak.

c. Hipoventilasi

Hipoventilasi yang disebabkan karena paralysis otot interkostal dapat

merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis didaerah servikal

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 40: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

30

Universitas Indonesia

bawah atau torakal atas. Bila bagian atas atu tengah medulla spinalis didaerah

servikal mengalami cedera, diagframa akan mengalami paralysis yang

disebabkan segmen C3 –C5 terkena, yang mempersarafi diagfragma melalui

frenikus.

d. Trombosis vena profunda

Trombosis vena profunda adalah komplikasi umum pada cedera medulla

spinalis. Pasien PVT berisiko mengalami embolisme pulmonal.

e. Hiperfleksia autonomic

Komplikasi lain adalah hiperfleksia autonomic (dikarakteristikkan oleh sakit

kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal, piloereksi, bradikardi dan

hipertensi), komplikasi lain yaitu berupa dekubitus dan infeksi (infeksi

urinarius,dan tempat pin )

2.4 Pengaturan Posisi

Intervensi pengaturan posisi diberiakn untuk mengurangi tekanan dan gaya

gesek pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30

derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadi dekubitus akibat gaya

gesek (AHCPR, 1992 dalam Potter&Perry, 2005). Klien harus diubah posisinya

minimal setiap 2 jam. Posisi klien imobilisasi harus diubah sesuai dengan

tingkat aktivitas, kemampuan persepsi, dan rutinitas sehari-hari (Pajk dkk,

1986; Bergstrom dkk, 1987 dalam Potter&Perry, 2005).

Adapun cara mengatur posisi 30 derajat dijelaskan oleh Bryant (2000) dalam

Tarihoran (2010), pertama, pasien persis ditempatkan di tengah tempat tidur

dengan menggunakan bantal untuk menyangga kepala dan leher. Selanjutnya

tempatkan satu bantal pada sudut anatar bokong dan matras, dengan cara

miringkan panggul setinggi 30 derajat. Bantal yang berikutnya ditempatkan

memanjang diantara kedua kaki. Berdasarkan hasil intervensi yang dilakukan

selama 9 hari, penerapan perubahan posisi dengan miring 30 derajat berhasil

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 41: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

31

Universitas Indonesia

dilakukan terbukti dengan tidak terbentuknya ulkus dekubitus selama pasien

dirawat di rumah sakit.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 42: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

32 Universitas Indonesia

BAB 3

KASUS

3.1 Kasus

Tn. M (24 tahun) merupakan klien post ICU. Klien dirawat di ICU selama 3 minggu.

Klien mengatakan sebelumnya klien merupakan korban tabrak lari sebuat taxi. Klien

sedang mengendarai motor dengan istrinya dan tiba-tiba taxi menabrak motornya dari

belakang. Istri klien terpental sejauh kira-kira 20 meter dan Tn. M langsung tidak

sadarkan diri di tempat. Kemudian klien dilarikan ke IGD RSUP Fatmawati. Dari

hasil rontgen, klien mengalami fraktur costae ke-VI, fraktur 1/3 sternum, dan fraktur

lumbal ke-III. Hasil CT Scan Kepala terlihata danya perdarahan dan klien mengalami

cedera kepala sedang. Hasil rontegen Thorax: terlihat fraktur sternum 1/3 posterior

pergeseran fragmen distal fraktur ke anterior, fraktur costae ke-VI anterior kiri, dan

contusio paru. Klien saat ini sudah menjalani 2x operasi, yaitu post stabilisasi post ec

fraktur kompresi lumbal ke-III tanggal 6 Mei 2013 dan post ORIF fraktur sternum

tanggal 9 Mei 2013. Saat ini klien mengeluh nyeri dada pada luka post operasi di

daerah lumbal dan klien meringis saat penggantian balutan di 1/3 sternum. Klien juga

mengatakan sering meriang. Terlihat hematom pad mata kiri dan kanan dan klien

sering berkeringat.

3.2 Pengkajian

Kepala: rambut bersih, warna hitam, tidak ada lesi

Mata: hematom pada mata kiri dan kanan. Konjungtiva tidak anemis, sklera

tidak ikterik

Hidung: tidak ada sekresi, tidak ada penyumbatan

Mulut: mukosa bibir lembaba, warna pink, gigi dan gusi bersih, gusi warna

pink

Telinga: tidak ada sekresi

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 43: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

33

Universitas Indonesia

Leher: tidak ada distensi vena jugularis, JVP 5-2 cmH2O

Jantung: bunyi jantung S1, S2, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Paru: bunyi vesikuler, bronkovesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing

Dada: terdapat luka di 1/3 sternum, terdapat nyeri tekan, ada pus, ada darah,

luka rembes, edema tidak ada, kemerahan sekitar luka tidak ada

Abdomen: datar, lunak, tidak ada asites, bising usus 22x/menit pada kuadran

kanan bawah

Ekstremitas: akral tangan dan kaki teraba hangat, tidak ada edema, Capillary

Refill Time < 3 detik, tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kesemutan

Inspeksi (Look): pasien meringis saat dilakukan penggan tian balutan pada

sternum dan lumbal. Klien tidak kesakitan saat kedua ekstremitas atas dan

bawah digerakkan. Luka post-op pada lumbal: rembes, ada pus, ada darah,

tidak ada edema, tidak ada eritema, tidak ada bula, panjang luka ± 10cm.

Luka pada 1/3 sternum: masih basah, ada pus, ada darah, rembes, nyeri tekan

positif, tidak ada edema, tidak ada kemerahan, panjang luka ± 3cm, diameter

±2cm.

Terdapat vulnus pada bokong dan sisi lateral tubuh sebelah kiri: luka kering

Palpasi (Feel): suhu= 38,5o C

Kekuatan Otot (Power): 5555 5555

5555 5555

Pergerakan (Move): klien dapat melakukan ROM aktif pada kedua ekstremitas

atas dan bawah

3.3 Pemeriksaan Penunjang

Thorax (6 Mei 2013)

Ujung ETT setinggi vertebrae thorakal II inferior

Ujung CVC setinggi vertebrae thorakal VI kanan

Mediastinum superior tidak melebar

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 44: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

34

Universitas Indonesia

Jantung: kesan tidak membesar

Aorta baik

Pulmo: kedua hillus tidak menebal

Tampak perselubungan hampir homogen di kedua lapang paru

Sinus kostofrenikus dan diafragma kiri berselubung

Sinus kostofrenikus dan diafragma kanan baik

Tampak fraktur iga VI kiri anterior

Kesan:

Ujung ETT setinggi vetebrae thorakal II inferior

Ujung CVC setinggi vertebrae thorakal VI kanan

Jantung: normal

Pulmo: kontusio paru dengan curiga hemathoraks kiri

Fraktur iga VI kiri anterior

Thorax (9 Mei 2013)

Inspirasi kurang

Mediastinum superior tidak melebar

Jantung kesan tidak membesar

Aorta baik

Pulmo: hilus kedua paru tidak menebal

Tampak infiltrat di perihilir kanan kiri

Diafragma dan sinus kostifrenikus normal

Tulang-tulang dan jaringan lunak baik

Tampak terpasang CVC dengan ujung distal setinggi T5-6 pada proyeksi vena

cava superior

Tampak wire pada proyeksi sternum.

Kesan:

Infiltrat di perihilir kanan kiri

Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung

CVC denagn ujung distal pada vena cava superior

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 45: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

35

Universitas Indonesia

Wire pada proyeksi sternum

Hasil Laboratorium

Hematologi (22 Mei 2013)

Hb = 8,5g/dl

Ht = 26%

Leukosit = 11,4 ribu/uL

Trombosit = 406 ribu/ul

Eritrosit = 2,85 juta/uL

Fungsi Hati (22 Mei 2013)

Albumin = 2,60g/dl

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 46: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

36 Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISIS KASUS

4.1 Analisis Data Pasien

Tingginya angka urbanisasi menyebabkan jumlah penduduk di ibukota meningkat.

Salah satu faktor urbanisasi adalah alasan ekonomi, yaitu dengan harapan mendapat

pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik di ibukota. Hal ini juga mempengaruhi

jumlah kendaraan bermotor. Semakin meningkatnya jumlah penduduk makan

transportasi yang digunakan juga akan meningkat. Hal ini menyebabkan angka

kecelakaan lalu lintas juga meningkat sehingga menimbulkan dampak korban

meninggal, luka berat, dan luka ringan dengan salah satu masalah perkotaan adalah

fraktur. WHO (2011) mencatat dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di

Indonesia menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan

tuberculosis/TBC dan sebanyak 67% korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia

produktif, yakni 22 – 50 tahun.

Klien kelolaan bernama Tn. M (24 tahun) merupakan salah satu korban dari akibat

masalah perkotaan yang mengalami masalah kesehatan masyarakat perkotaan berupa

kondisi kegawatan (emergency). Dilihat dari umur klien, klien termasuk dalam usia

yang paling sering mengalami kecelakaan lalu lintas sesuai dengan data World Health

Organization (WHO) tahun 2011 yang menyebutkan bahwa sebanyak 67% korban

kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif, yaitu 22-50 tahun. Data dari Badan

Intelijen Negara (BIN) tahun 2013 juga menyebutkan terdapat sekitar 400.000 korban

di bawah usia 25 tahun meninggal di jalan raya setiap harinya. Penelitian yang

dilakukan oleh Toroyan, et all (2013) juga mendapatkan data korban kecelakaan lalu

lintas paling banyak berusia 15-29 tahun.

Klien mengalami kecelakaan bermotor, saat itu klien sedang naik motor dengan

istrinya tiba-tiba sebuah taksi menabrak motor klien dari belakang sehingga klien

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 47: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

37

Universitas Indonesia

terjatuh dari motor dan langsung tidak sadarkan diri sedangkan istri klien terpental

sejauh ±20m. Kementerian Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) menyebutkan,

kecelakaan pengendara sepeda motor mencapai 120.226 kali atau 72% dari seluruh

kecelakaan lalu lintas dalam setahun. Hampir setiap hari terjadi kecelakaan sepeda

motor yang mengakibatkan meninggal dunia, luka berat dan luka ringan. Klien juga

mengatakan saat mengendarai motor klien dan istrinya tidak memakai helm. Hal ini

merupakan salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Toroyan, 2013 yang bekerja sama dengan WHO mengatakan salah

satu penyebab kecelakaan lalu lintas secara global adalah faktor kelalaian manusia

slah satunya adalah tidak menggunakan helm saat mengendarai motor. Klien jatuh

dari motor dan mengalami benturan pada kepala dan dada.

Kemudian klien dan istrinya langsung dilarikan ke IGD RSUP Fatmawati. Hasil CT

Scan kepala terlihat adanya perdarahan dan klien mengalami cedera kepala sedang

akibat benturan dengan trotoar. Hasil rontgen thorax juga terlihat adanya fraktur

sternum 1/3 posterior pergeseran fragmen distal fraktur ke anterior, fraktur costae ke-

VI anterior kiri dan adanya kontusio paru sebagai akibat benturan dengan trotoar.

Saat ini klien sudah menjalani dua kali operasi, yaitu pada tanggal 6 Mei 2013

dilakukan operasi stabilisasi ec fraktur kompresi lumbal ke-III dan tanggal 9 Mei

2013 dilakukan operasi pemasangan ORIF pada sternum klien. Kemudian klien

dirawat di ruang ICU selama hampir 3 minggu. Jika dilihat dampak dari kecelakaan

tidak hanya menyebabkan kerugian kesehatan, tetapi juga mengeluarkan biaya yang

sangat besar untuk biaya rumah sakit sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Tran (2007). Tran juga mengatakan kecelakaan lalu lintas menyebabkan menurunnya

produktivitas seseorang. Hal ini terlihat pada pasien yang hampir 1,5 bulan bedrest di

rumah sakit dan klien mengatakan ia tidak bisa bekerja sedangkan ia adalah tulang

punggung keluarga. Klien membayar rumah sakit dengan menggunakan Kartu Jakarta

Sehat (KJS), yang merupakan salah satu kebijakan oleh gubernur DKI Jakarta bagi

warga Jakarta yang kurang mampu. Klien mengatakan sangat tertolong oleh adanya

program ini sehingga biaya rumah sakit klien gratis.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 48: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

38

Universitas Indonesia

Klien masuk di ruang rawat Gedung Prof. Soelarto (GPS) Lt. I tanggal 26 Oktober

2013. GPS Lt. I merupakan ruang rawat khusus ortopedi dengan rata-rata pasien

mengalami gangguan muskuloskeletal. GPS Lt. I merupakan rawat inap kelas III

dengan total kamar sebanyak 5 buah dengan kapasitas 25 tempat tidur. Ruang rawat

ini memang khusus dirancang untuk klien dengan gangguan muskuloskeletal yang

mengalami hambatan dalam mobilisasi. Tempat tidur semuanya dilengkapi dengan

monkeybar atau trapezebar sebagai alat bantu klien untuk mengangkat badannya saat

mobilisasi. Disini juga terdapat traksi dengan beban berupa sandbag yang

disesuaikan dengan kebutuhan klinis klien, dan juga terdapat alat mobilisasi, seperti

kruk dan walker yang dapat dipinjam oleh klien untuk belajar berjalan.

Asuhan keperawatan diberikan sejak tanggal 27 Mei-5 Juni 2013. Klien datang

dengan status post operasi lumbal dan sternum, kesadaran compos mentis, terpasang

CVC, drain pada lumbal, three ways catheter, dan infus NaCL 0,9% dengan data

subjektif nyeri pada daerah lumbal dan sternum. Klien masuk ruang rawat GPS Lt. I

dengan diagnosa cedera tulang belakang dengan fraktur lumbal. Ruas-ruas tulang

belakang itu sendiri berjumlah 32-33 ruas; 7 vertebra servikal, 12 vertebra torakalis, 5

vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis, dan 4 vertebra koksigis (Pearce, 2000). Di

bagian dalam tulang terdapat rongga yang memanjang ke bawah yang berisi sumsum

tulang belakang atau medulla spinalis yang merupakan jaringan saraf, bagian dari

susunan saraf pusat. Medulla spinalis ini terdiri dari 31 saraf, saraf tersebut mengatur

gerakan otot dan organ lain, seperti jantung, paru, usus, kandung kemih, dan lainnya.

Gangguan pada salah satu saraf ini akan menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh.

Level tulang vertebra yang mengalami kerusakan akan menyebabkan cedera pada

medulla spinalis. Medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf, saraf tersebut terdiri

dari saraf sensorik dan saraf motorik. Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan

menjadi cedera medula spinalis komplet (complete spinal cord injury) dan cedera

medulla spinalis tidak komplet (incomplete spinal cord injury). Bila tidak terdapat

fungsi, baik motoris maupun sensoris, kehilangan fungsi refleks dibawah level

cedera, ini dikenal sebagai complete spinal cord injury (cedera medulla spinalis

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 49: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

39

Universitas Indonesia

komplit). Cedera ini menghasilkan quadriplegia pada servikal ke atas dan paraplegia

jika di torakal. Bila masih terdapat fungsi motoris atau sensoris, ini disebut sebagai

incomplete spinal cord injury.

Setiap fungsi sensoris atau motoris dibawah level cedera merupakan cedera yang

tidak komplit. Terdapat perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di atas torakal

ke-I (T1). Cedera pada segmen servikal diatas T1 medula spinalis menyebabkan

quadriplegia dan bila lesi di bawah level T1 menghasilkan paraplegia. Klien kelolaan

Tn. M mengalami fraktur kompresi lumbal ke-III tetapi kedua ektremitas atas dan

bawah dapat digerakkan dan tidak mengalami gangguan sensibilitas. Hal ini

menunjukkan klien mengalami incomplete spinal cord injury, yaitu cedera pada

medulla spinalis dengan masih terdapat fungsi motorik dan fungsi sensorik.

Klien mengatakan saat minggu pertama di ICU klien sempat mengalami gangguan

BAB dan BAK. Ini terjadi karena pada daerah lumbal terdapat kandung kemih dan

rektum. Pada hari-hari pertama setelah injury selama periode spinal shock terjadi

paralisis bladder. Seluruh reflek bladder dan aktivitas otot-ototnya hilang. Pasien

akan mengalami gangguan retensi diikuti dengan pasif incontinensia (Siddharta, 1999

dalam Mustofa, 2012). Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik

membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid dan rectum serta relaksasi otot spincter

internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik.

Impuls afferentnya dicetuskan oleh gangglion yang berada di dalam dinding sigmoid

dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja.

Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rectum.

Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja

didorong kebawah sampai tiba di rectum kesadaran ingin buang air besar secara

volunter, karena penuhnya rectum kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap

kedua semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter ani dilonggarkan dan

sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal yang

meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka

defekasi tak terkontrol oleh keinginan (Sidharta, 1999).

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 50: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

40

Universitas Indonesia

4.2 Pengaruh Pemberian Posisi 30o

Dalam Mencegah Ulkus Dekubitus

Pasien dengan gangguan muskuloskeletal berisiko tinggi mengalami ulkus dekubitus

karena hambatan dalam mobilisasi, seperti klien dengan terpasang fiksasi interna atau

eksterna, terpasang traksi, atau pada klien spine. Pasien biasanya cenderung untuk

tidak menggerakkan anggota tubuh apalagi untuk berubah posisi karena akan terasa

nyeri dan ada perasaan cemas karena takut akan terjadi komplikasi yang lain apabila

banyak bergerak. Luka tekan sebagian besar terjadi pada individu dengan kesulitan

mobilisasi/ aktivitas, sebagai dampak pada kemampuan individu mengubah posisi,

adalah mengurangi tekanan pada penonjolan tulang (Fisher et al, 2004; Lindgren et

al, 2004; Robertson et al, 1990 dalam Moore & Etten, 2011). Bagian tubuh yang

sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang,

yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung, dan kepal bagian

belakang (NSW Health, 2003).

Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ulkus dekubitus pada Tn.M, yang

pertama adalah kadar albumin. Kadar albumin kurang dari 3,0 g/ml berisiko

terjadinya luka dekubitus. Pada keadaan hipoalbuminemia akan terjadi perpindahan

volume cairan ekstrasel kedalam jaringan sehingga terjadi edema. Edema dapat

meningkatkan resiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan

edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan

pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & Litwalk, 1991 dalam Potter & Perry,

2005). Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada di bawahnya

terhadap tekanan, friksi, dan gaya gesek. Selain itu, penurunan level oksigen

meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera jaringan (Potter & Perry,

2005). Selain itu, level albumin rendah dihubungkan dengan lambatnya

penyembuhan luka (Kaminski et el, 1989); Hanan & Scheele, 1991). Hal ini sesuai

dengan data pada Tn.M, albumin (22 Mei)= 2,60g/dl. Albumin yang rendah pada

pasien akan meningkatkan risiko terbentuknya ulkus dekubitus.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 51: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

41

Universitas Indonesia

Faktor yang kedua adalah anemia. Hasil hematologi Tn.M (22 Mei), Hb= 8,5g/dl.

Terlihat kadar Hb pasien sangat rendah dimana Hb normal pada laki-laki adalah 13-

17g/dl. Kadar hemoglobin yang rendah akan mengurangi kapasitas darah membawa

nutrisi dan oksigen ke jaringan sehingga jaringan akan kekurangan nutrisi dan

oksigen yang dapat menyebabkan gangguan penyembuhan luka dan berisiko

terjadinya ulkus dekubitus (Potter & Perry, 2005).

Faktor yang ketiga adalah obesitas. Sebenarnya jaringan adiposa baik dalam

mencegah terjadinya ulkus dekubitus karena dapat sebagai bantalan tonjolan tulang

sehingga melindungi kulit dari tekanan. Tetapi pada pasien dengan obesitas, jaringan

adiposa mengalami vaskularisasi yang buruk sehingga rentan terhadap terjadinya luka

akibat iskemi (Brunner&Suddarth, 2002). Tn. M dengan BB= 72kg dan TB=170cm,

jika dihitung IMT klien= 24,91 ini tergolong ke dalam berat badan lebih dengan

risiko.

Faktor yang keempat adalah demam. Selama dirawat klien hampir setiap hari demam

disertai meriang hebat dan klien juga mengalami diaforesis. Klien juga sering

mengalami demam dan meriang dan mengalami diaforesis. Demam yang terjadi akan

meningkatkan metabolisme tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia semakin

rentan mengalami cedera akibat iskemi (Skheleton&Litwalk, 1991 dalam

Potter&Perry, 2005). Selain itu demam menyebabkan diaforesis dan meningkatkan

kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit pasien

(Potter&Perry, 2005).

Selain dari faktor predisposisi tersebut, Scotts (1998) dalam Potter&Perry (2005)

mengatakan dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dan tekanan.

Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insiden terbentuknya

luka. Pada dasarnya kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan.

Tapi, pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar kapiler, yaitu lebih besar

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 52: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

42

Universitas Indonesia

dari 32mmHg akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan

sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemi. Jika tekanan

ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami

hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam

Potter&Perry, 2005).

Kulit sendiri mempunyai mekanisme fisiologis dalam mencegah kerusakan kulit yaitu

melalui mekanisme hiperemia reaktif. Hiperemia reaktif akan efektif hanya apabila

tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Luka tekan itu sendiri dapat terjadi

dalam waktu 3 hari sejak terpaparnya kulit akan tekanan (Reddy, 1990 dalam

Vanderwee et al, 2006). Hiperemia reaktif akan membanjiri jaringan yang iskemi

dengan darah sehingga vaskularisasi membaik. Peningkatan aliran darah

meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrien ke dalam jaringan dan nekrosis

jaringan yang tertekan dapat dihindari (Macklebust, 1991; Pires&Muller, 1991 dalam

Potter&Perry, 2005).

Intervensi yang dilakukan kepada Tn. M adalah dengan memanfaatkan mekanisme

hiperemia reaktif ini yaitu dengan melakukan positioning dengan memberikan posisi

miring 30 derajat setiap 2 jam. Krapl & Gray (2008), dalam penelitiannya

mengatakan memposisikan pasien adalah komponen yang penting dalam mencegah

luka tekan, dan termasuk memindahkan pasien ke posisi yang berbeda atau

menghilangkan atau memindahkan tekanan dari satu bagian tubuh ke bagian yang

lain.

Tn. M merupakan pasien dengan fraktur kompresi post-op stabilisasi lumbal. Klien

dikelola selama 9 hari mulai tanggal 27 Mei-5 Juni 2013 dan rutin dilakukan setiap

hari. Setiap shift dinas/ 8 jam, pasien diubah posisi miring kiri-kanan dengan posisi

30 derajat per 2 jam sebanyak dua kali. Adapun cara mengatur posisi 30 derajat

dijelaskan oleh Bryant (2000) dalam Tarihoran (2010), pertama, pasien persis

ditempatkan di tengah tempat tidur dengan menggunakan bantal untuk menyangga

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 53: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

43

Universitas Indonesia

kepala dan leher. Selanjutnya tempatkan satu bantal pada sudut anatar bokong dan

matras, dengan cara miringkan panggul setinggi 30 derajat. Bantal yang berikutnya

ditempatkan memanjang diantara kedua kaki. Berdasarkan hasil intervensi yang

dilakukan selama 9 hari, penerapan perubahan posisi dengan miring 30 derajat

berhasil dilakukan terbukti dengan tidak terbentuknya ulkus dekubitus selama pasien

dirawat di rumah sakit.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 54: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

43 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Tirah baring dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko

terjadinya ulkus dekubitus pada pasien

b. Pasien dengan gangguan muskuloskeletal mengalami hambatan dalam

mobilisasi sehingga berisiko mengalami ulkus dekubitus

c. Pemberian postioning dengan posisi 30 derajat dengan miring kiri-kanan

setiap 2 jam mencegah terbentuknya ulkus dekubitus pada pasien

5.2 Saran

a. Ruangan

Pengkajian risiko terjadinya ulkus dekubitus pada setiap pasien baru sudah

dilakukan dengan baik oleh perawat di ruangan tetapi observasi terhadap

pasien setiap hari dan tindakan pencegahan ulkus dekubitus perlu

ditingkatkan, seperti memposisikan miring kiri-kanan setiap 2 jam. Ruangan

juga sudah memfasilitasi benda-benda dalam mencegah pembentukan ulkus

dekubitus, seperti penggunaan bantal tambahan untuk menyangga punggung

dan pada pasien dengan immmobilisasi.

b. Keperawatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi tenaga profesional

kesehatan khususnya perawat dalam melakukan asuhan keperawatan terkait

usaha pencegahan terbentuknya ulkus dekubitus selama rawat inap.

Mengidentifikasi setiap pasien dengan tirah baring lama terhadap risiko

dekubitus, mengkaji, mendokumentasikan, dan melakukan usaha dalam

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 55: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

44

Universitas Indonesia

pencegahan dekubitus. Intervensi yang tepat dapat mengurangi komplikasi

pada pasien dan menghindari cost tambahan pada pasien.

c. Institusi Pendidikan

Diharapkan penulisan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai salah

satu sumber referensi dan dapat diaplikasikan dalam proses belajar mengajar.

Institusi pendidikan merupakan wadah yang tepat untuk tempat sosialisasi

informasi dan membekali mahasiswa yang akan menjadi calon-calon perawat

profesional

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 56: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

45 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M. & Hawk, J.H. (2005). Medical surgical nursing: clinical

management for positive outcomes. 7th

Edition. St. Louis Missouri: Elsevier

Saunders

Defloor, T. (2007). The effect of various combinations of turning and

pressure reducing devices on the incidence of pressure ulcer. International

journal of nursing studies. Volume: 42 page 37-46. Retrieved from

http://www.ebscohost.com on June 28, 2013

Doenges, M., dkk. (1999). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien (M. Kariasa & N.

M. Sumarwati, Terj.). Edisi 3. Jakarta: EGC.

Maeno, Y., et all. (2009). Significant Association of fracture of the lumbar

spine with mortality in female hemodialysis patients: a prospective

observational study. Calcif Tissue Int. March 9, 2009, 85: 310-316

Moore, Z. & Etten, M. (2011). Repositioning and pressure ulcer prevention

in the seated individual. Wounds UK Vol 7/No.3

NPUAP-EPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel-European

Pressure Ulcer Advisory Panel). (2009). Quick reference Guide Washington

DC

NSW Department of Health. (2003). Prevention of pressure ulcers:

community care settings

Pearce, E.C. (2000). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta:

Salemba Empat

Potter & Perry. (2005). Fundamental keperawatan: konsep, proses, dan

praktik. Ed-4. Vol 1. Jakarta: EGC

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 57: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

46

Universitas Indonesia

Robertson, J., et all. (2012)Pressure ulcer prevention and treatment: clinical

practice guideline

Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Ed-2. Jakarta:

EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Brunner & Suddarth: textbook of

medical surgical nursing. 8th

Edition. Vol 3. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins

Sudoyo, A.W., et all. (2006). Ilmu penyakit dalam. Ed-IV. Jilid ke-III.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu penyakit Dalam FKUI

Tarihoran, D. (2010). Retrived from www.lontar.ui.ac.id on July 1, 2013

Toroyan, T., et all. (2013). The global status report on road safety on 2013:

supporting a decade on action

Tran, N.T. (2007). Evaluating an intervention to prevent motorcycle injuries

in Malaysia: process, perfomance, and policy.

Vanderwee, K., Grypdonck, Bacquer, De., Defloor, T. (2006). Effectiveness

of turning with unequal time intervals on the incidence of pressure ulcer

lesions. Journal of advanced nursing Volume: 57 Page 59-68. Retreved from

htttp://www.ebscohost.com on June 20, 2013

Young. (2004). The 30o tilt position vs the 90

0 lateral and supine positions in

reducing the incidence on non blanching erythema in a hospital inpatient

population. Journal of tissue visiability. Volume: 14 Number: 3. Retrieved

from http://www.ebscohost.com on June 18, 2013

http://www.harianterbit.com/2013/04/27/kematian-akibat-kecelakaan-

motor-masih-mendominasi/ diunduh tanggal 27 Juni 2013

http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-

menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga diunduh tangal 27 Juni 2013

http://metro.sindonews.com/read/2013/05/07/31/746261/setiap-tahun-

jumlah-kecelakaan-di-depok-meningkat diuduh tanggal 27 Juni 2013

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 58: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

Lampiran

CATATAN PERKEMBANGAN TN. M (27 Mei-5 juni 2013)

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi

27 Mei 2013 Nyeri - Mengkaji jenis, lokasi, kapan nyeri

timbul, durasi, serta cara klien

mengontrol nyeri

- Mengukur tanda-tanda vital

- Mengajarkan teknik relaksasi napas

dalam

- Teknik distraksi: mengajak klien

berinteraksi dengan mengobrol

- Kolaborasi:

Pemberian tramadol 1 ampul (100gr) di

drip dalam NaCl 0,9% 500ml/ 8 jam

S:

- Skala nyeri 5

- Nyeri pada sternum, pinggul kanan, dan lumbal

- Nyeri tajam seperti ditusuk

- Nyeri timbul bila luka ditekan tetapi kalau

tidak ditekan tidak sakit

- Dada terasa nyeri saat melakukan teknik napas

dalam

O:

- TD= 130/80 mmHg

- HR= 103x/menit

- RR= 22x/menit

- Suhu: 37,8oC

- Klien terlihat meringis saat melakukan teknik

napas dalam

A: masalah nyeri belum teratasi

P:

- Monitoring tanda-tanda vital

- Kolaborasi pemberian analgesik

- Mengajarkan teknik relaksasi yang lain: Guide

Imagery

28 Mei 2013 Nyeri - Mengukur tanda-tanda vital

- Mengkaji ketidaknyamanan klien

- Mengevaluasi teknik napas dalam yang

telah diajarkan

- Membimbing klien untuk melakukan

guide imagery

S:

- Dada sakit saat melakukan tarik napas dalam

O:

- TD= 120/80 mmH

- HR= 100x/menit

- RR= 20x/menit

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 59: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

- Kolaborasi:

Pemberian tramadol 1 ampul (100gr) di

drip dalam NaCl 0,9% 500ml/ 8 jam

- Suhu= 37,7oC

- Klien meringis saat melakukan teknik napas

dalam

- Klien terlihat lebih rileks setelah dipandu untuk

melakukan guide imagery

- Klien tertidur

A: masalah nyeri belum teratasi

P:

- Monitoring tanda-tanda vital

- Mengkaji kemungkinan infeksi dari nyeri

tersebut

29 Mei 2013 Nyeri - Mengukur tanda-tanda vital

- Mengevaluasi cara melakukan guide

imagery yang telah diajarkan

- Memantau adanya pembengkakan pada

area yang cedera

- Mengkaji perubahan skala nyeri dan

lokasi

- Kolaborasi:

Pemberian tramadol 1 ampul (100gr) di

drip dalam NaCl 0,9% 500ml/ 8 jam

S:

- Skala nyeri berkurang menjadi 4

- Nyeri pada daerah pinggul kanan, sternum, dan

lumbal

O:

- TD= 120/80mmHg

- HR= 88x/menit

- RR= 20x/menit

- Suhu- 36,5oC

- Terlihat lebih rileks

- Tidak ada edema pada sternum dan lumbal

A: masalah nyeri belum teratasi

P:

- Monitoring tanda-tanda vital

- Mengkaji kemungkinan infeksi dari tanda nyeri

tersebut

- Kolaborasi pemberian analgesik

30 Mei 2013 Nyeri - Mengukur tanda-tanda vital

- Motivasi klien untuk membayangkan

hal-hal yang indah sambil melakukan

tarik napas dalam bila dada tidak terasa

S:

- Skala nyeri 4

- Masih terasa nyeri pada daerah pinggul kanan

O:

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 60: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

sakit lagi

- Memantau adanya pembengkakan di

area yang cedera

- Kolaborasi:

Pemberian tramadol 1 ampul (100gr) di

drip dalam NaCl 0,9% 500ml/ 8 jam

- TD: 120/80 mmHg

- HR= 84x/menit

- RR= 20x/menit

- Suhu= 37,8oC

- Tidak ada edema pada sternum dan lumbal

A: masalah nyeri belum teratasi

P:

- Monitoring tanda-tanda vital

- Mengkaji kemungkinan infeksi dari nyeri

tersebut

- Kolaborasi pemberian analgesik

31 Mei 2013 Nyeri - Mengukur tanda-tanda vital

- Memantau adanya pembengkakan di

area yang cedera

- Motivasi klien untuk membayangkan

hal-hal yang indah sambil melakukan

tark napas dalam bila dada tidak terasa

sakit lagi

- Kolaborasi:

Pemberian tramadol 1 ampul (100gr) di

drip dalam NaCl 0,9% 500ml/ 8 jam

S:

- Skala nyeri 3

- Nyeri pada saat luka ditekan/ digerakkan

- Nyeri pada sternum, lumbal, dan pinggul kanan

O:

- TD= 120/80 mmHg

- HR= 90x/menit

- RR= 21x/menit

- Suhu= 37,8oC

- Tidak ada edema pada sternum dan lumbal

A: masalah nyeri belum teratasi

P:

- Monitoring tanda-tanda vital

- Mengkaji kemungkinan infeksi dari nyeri

tersebut

- Kolaboasi pemberian analgesik

1 Juni 2013 Nyeri - Mengukur tanda-tanda vital

- Memantau adanya pembengkakan di

area yang cedera

- Motivasi klien untuk melakukan teknik

napas dalam

S:

- Skala nyeri 3

- Nyeri pada saat luka ditekan/digerakkan

- Nyeri pada daerah sternum, lumbal, dan

pinggul kanan

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 61: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

- Mengukur perubahan skala nyeri,

lokasi, jenis, serta durasi nyeri

- Kolaborasi:

Pemberian tramadol 1 ampul (100gr) di

drip dalam NaCl 0,9% 500ml/ 8 jam

O:

- TD= 120/80 mmHg

- HR= 88x/menit

- RR= 20x/menit

- Suhu= 38,7oC

- Tidak ada edema pada sternum dan lumbal

A: masalah nyeri belum teratasi

P:

- Monitoring tanda-tanda vital

- Kolaborasi pemberian analgesik

- Bila nyeri meningkat, konsul pain service

3 Juni 2013 Nyeri - Mengukur tanda-tanda vital

- Memantau adanya pembengkakan di

area yang cedera

- Motivasi klien untuk melakukan teknik

napas dalam

- Mengukur perubahan skala nyeri,

lokasi, jenis, serta durasi nyeri

- Kolaborasi:

Pemberian tramadol 1 ampul (100gr) di

drip dalam NaCl 0,9% 500ml/ 8 jam

S:

- Skala nyeri berkurang menjadi 2

- Sudah mempraktekkan teknik napas dalam bila

terasa nyeri

- Luka pada sternum masih nyeri, luka pada

lumbal tidak nyeri lagi

O:

- TD= 120/80 mmHg

- HR= 82x/menit

- RR= 20x/menit

- Suhu= 37,7oC

- Nyeri tekan pada lumbal negatif, pada sternum

positif

A: masalah nyeri teratasi sebagian

P:

- Monitoring tanda-tanda vital

- Monitoring dan waspadai adanya nyeri yang

meningkat

- Kolaborasi pemberian analgesik

4 Juni 2013 Nyeri - Mengukur tanda-tanda vital

- Memantau adanya pembengkakan di

S:

- Nyeri sudah berkuarng, skala 1-2

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 62: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

area yang cedera

- Mengukur perubahan skala nyeri,

lokasi, jenis, serta durasi nyeri

- Motivasi klien untuk melakukan teknik

napas dalam

- Kolaborasi:

Pemberian tramadol 1 ampul (100gr) di

drip dalam NaCl 0,9% 500ml/ 8 jam

- Sudah mempraktekkan teknik napas dalam bila

terasa nyeri

- Luka pada sternum masih nyeri, luka pada

lumbal tidak nyeri lagi

O:

- TD= 110/80 mmHg

- HR= 82x/menit

- RR= 20x/menit

- Suhu= 37,2oC

- Nyeri tekan pada lumbal negatif, pada sternum

positif

- Tarik napas dalam sudah dengan tepat

dilakukan

A: masalah nyeri teratasi sebagian

P:

- Monitoring tanda-tanda vital

- Monitoring dan waspadai adanya nyeri yang

meningkat

- Kolaborasi pemberian analgesik

- Rencana pulang besok

5 Juni 2013 Nyeri - Mengukur tanda-tanda vital

- Memantau adanya pembengkakan di

area yang cedera

- Mengukur perubahan skala nyeri,

lokasi, jenis, serta durasi nyeri

- Motivasi klien untuk melakukan teknik

napas dalam

S:

- Nyeri sudah berkurang, skala 1-2

- Sudah teratur mempraktekkan tarik napas

dalam bila terasa nyeri

- Tidak nyeri lagi pada luka sternum dan lumbal

O:

- TD= 120/80 mmHg

- HR= 88x/menit

- RR= 20x/menit

- Suhu= 36,6

- Nyeri tekan pada lumbal dan sternum negatif

A: masalah nyeri sudah teratasi

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 63: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

P:

- Rencana rehab medik

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 64: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi

27 Mei 2013 Risiko Infeksi - Menginspeksi luka terhadap tanda-

tanda infeksi

- Mengkaji adanya peningkatan keluhan

nyeri, edema, drainase/ bau tidak sedap,

eritema

- Mengukur suhu tubuh

- Melakukan perawatan luka dengan

teknik steril

- Observasi luka terhadap pembentukan

bula, krepitasi, perubahan warna kulit

kecoklatan, bau drainase yang tidak

sedap

- Kolaborasi:

Pemberian ceftriaxone 2x1 gram

S:

- Setiap sore dan malam hari meriang

- Selalau berkeringat

- Seluruh badan terasa sakit

- Nyeri tekan pada luka post-op

O:

- Suhu= 37,8oC

- Leukosit (22/5)= 2,60 g/dl

- Luka pada sternum: terdapat pus, darah, luka

rembes. Tidak ada kemerahan sekitar luka,

tidak ada edema, ekimosis, bau tidak sedap,

bula. Nyeri tekan positif.

- Luka pada lumbal: terdapat pus, darah. Luka

rembes. Nyeri tekan positif. Tidak ada

kemerahan sekita luka, tidak ada edema,

ekimosis, bau tidak sedap, bula.

- Terdapat plebitis pada tangan kiri

A: masalah risiko infeksi belum teratasi

P:

- Monitoring suhu

- Monitoring hasil lab: leukosit

- Kolaborasi pemberian antibiotik

28 Mei 2012 Risiko Infeksi - Mengukur suhu tubuh

- Menginspeksi luka terhadap tanda-

tanda infeksi

- Melakukan perawatan luka pada

sternum

- Observasi adanya peningkatan keluhan

nyeri

- Observasi luka terhadap pembentukan

bula, krepitasi, perubahan warna kulit

S:

- Setiap sore dan malam meriang

- Selalu berkeringat

- Seluruh badan terasa sakit

- Nyeri tekan pada sternum

O:

- Suhu= 37,7oC

- Terdapat plebitis pada tangan kiri

- Luka pada sternum: luka rembes. Terdapat pus,

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 65: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

kecoklatan, bau drainase yang tidak

sedap

- Kolaborasi:

Pemberian ceftriaxone 2x1 gram

darah, tidak ada kemerahan sekitar luka, tidak

ada edema, ekimosis, bula, krepitasi, bau tidak

sedap. Nyeri tekan posisitf.

A: masalah risiko infeksi belum teratasi

P:

- Monitoring suhu tubuh

- Monitoring hasil lab: leukosit

- Kolaborasi pemberian antibiotik

29 Mei 2013 Risiko Infeksi - Mengukur suhu tubuh

- Menginspeksi luka terhadap tanda-

tanda infeksi

- Melakukan perawatan luka pada

sternum dan lumbal

- Observasi adanya peningkatan keluhan

nyeri

- Observasi luka terhadap pembentukan

bula, krepitasi, perubahan warna kulit

kecoklatan, bau drainase yang tidak

sedap

- Melakukan kompres hangat pada klien

- Menganjurkan klien untuk banyak

minum air putih

- Kolaborasi:

Pemberian ceftriaxone 2x1 gram

Paracetamol 1 tablet

S:

- Setiap sore dan malam hari meriang

- Selalau berkeringat

- Seluruh badan terasa sakit

- Nyeri tekan pada sternum

O:

- Suhu= 37,9oC

- Luka pada sternum: terdapat pus, darah, luka

rembes. Tidak ada kemerahan sekitar luka,

tidak ada edema, ekimosis, bau tidak sedap,

bula. Nyeri tekan positif.

- Luka pada lumbal: terdapat pus, darah. Luka

rembes. Nyeri tekan positif. Tidak ada

kemerahan sekita luka, tidak ada edema,

ekimosis, bau tidak sedap, bula.

- Aff drain di lumbal oleh dokter

- CVC masih terpasang

A: masalah risiko infeksi belum teratasi

P:

- Monitoring suhu

- Monitoring hasil lab: leukosit

- Kolaborasi pemberian antibiotik

- Konsul dokter anestesi untuk aff CVC

30 Mei 2013 Risiko Infeksi - Mengukur suhu tubuh S:

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 66: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

- Menginspeksi luka terhadap tanda-

tanda infeksi

- Melakukan perawatan luka pada

sternum

- Observasi adanya peningkatan keluhan

nyeri

- Observasi luka terhadap pembentukan

bula, krepitasi, perubahan warna kulit

kecoklatan, bau drainase yang tidak

sedap

- Melakukan kompres hangat pada klien

- Menganjurkan klien untuk banyak

minum air putih

- Kolaborasi:

Pemberian ceftriaxone 2x1 gram

Farmadol

- Setiap sore dan malam meriang

- Selalu berkeringat

- Seluruh badan terasa sakit

- Nyeri tekan pada sternum

O:

- Suhu= 38,5oC

- Luka pada sternum: luka rembes. Terdapat pus,

darah, tidak ada kemerahan sekitar luka, tidak

ada edema, ekimosis, bula, krepitasi, bau tidak

sedap. Nyeri tekan posisitf.

A: masalah risiko infeksi belum teratasi

P:

- Monitoring suhu tubuh

- Monitoring hasil lab: leukosit

- Kolaborasi pemberian antibiotik

- Konsul dokter anestesi belum dijawab

31 Mei 2013 Risiko Infeksi - Mengukur suhu tubuh

- Menginspeksi luka terhadap tanda-

tanda infeksi

- Melakukan perawatan luka pada

sternum dan lumbal

- Observasi adanya peningkatan keluhan

nyeri

- Observasi luka terhadap pembentukan

bula, krepitasi, perubahan warna kulit

kecoklatan, bau drainase yang tidak

sedap

- Melakukan kompres hangat pada klien

- Menganjurkan klien untuk banyak

minum air putih

- Kolaborasi:

Pemberian ceftriaxone 2x1 gram

S:

- Setiap sore dan malam hari meriang

- Selalau berkeringat

- Seluruh badan terasa sakit

- Nyeri tekan pada luka sternum

O:

- Suhu= 37,8oC

- Leukosit (22/5)= 2,60 g/dl

- Luka pada sternum: terdapat pus, darah, luka

rembes. Tidak ada kemerahan sekitar luka,

tidak ada edema, ekimosis, bau tidak sedap,

bula. Nyeri tekan positif.

- Luka pada lumbal: terdapat pus, darah. Luka

rembes. Nyeri tekan positif. Tidak ada

kemerahan sekita luka, tidak ada edema,

ekimosis, bau tidak sedap, bula.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 67: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

Farmadol A: masalah risiko infeksi belum teratasi

P:

- Monitoring suhu

- Monitoring hasil lab: leukosit

- Kolaborasi pemberian antibiotik

- Follow up kembali dokter anestesi untuk aff

CVC

1 Juni 2013 Risiko Infeksi - Mengukur suhu tubuh

- Menginspeksi luka terhadap tanda-

tanda infeksi

- Melakukan perawatan luka pada

sternum

- Observasi adanya peningkatan keluhan

nyeri

- Observasi luka terhadap pembentukan

bula, krepitasi, perubahan warna kulit

kecoklatan, bau drainase yang tidak

sedap

- Melakukan kompres hangat pada klien

- Menganjurkan klien untuk banyak

minum air putih

- Kolaborasi:

Pemberian ceftriaxone 2x1 gram

Farmadol

S:

- Setiap sore dan malam meriang

- Selalu berkeringat

- Seluruh badan terasa sakit

- Nyeri tekan pada sternum

O:

- Suhu= 38,7oC

- Luka pada sternum: luka rembes. Terdapat pus,

darah, tidak ada kemerahan sekitar luka, tidak

ada edema, ekimosis, bula, krepitasi, bau tidak

sedap. Nyeri tekan positif.

- Aff CVC oleh dokter anestesi

A: masalah risiko infeksi belum teratasi

P:

- Monitoring suhu tubuh

- Monitoring hasil lab: leukosit

- Kolaborasi pemberian antibiotik

3 Juni 2013 Risiko Infeksi - Mengukur suhu tubuh

- Menginspeksi luka terhadap tanda-

tanda infeksi

- Melakukan perawatan luka pada

sternum dan lumbal

- Observasi adanya peningkatan keluhan

nyeri

- Observasi luka terhadap pembentukan

S:

- Setiap sore dan malam hari meriang

- Selalau berkeringat

- Seluruh badan terasa sakit

- Nyeri tekan pada luka sternum

O:

- Suhu= 37,7oC

- Luka pada sternum: terdapat pus, darah, luka

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 68: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

bula, krepitasi, perubahan warna kulit

kecoklatan, bau drainase yang tidak

sedap

- Aff hecting pada luka post-op di lumbal

- Melakukan kompres hangat pada klien

- Menganjurkan klien untuk banyak

minum air putih

- Kolaborasi:

Pemberian ceftriaxone 2x1 gram

Farmadol

rembes. Tidak ada kemerahan sekitar luka,

tidak ada edema, ekimosis, bau tidak sedap,

bula. Nyeri tekan positif.

- Luka pada lumbal: terdapat pus, darah. Luka

rembes. Nyeri tekan positif. Tidak ada

kemerahan sekita luka, tidak ada edema,

ekimosis, bau tidak sedap, bula. Aff hecting.

A: masalah risiko infeksi belum teratasi

P:

- Monitoring suhu

- Monitoring hasil lab: leukosit

- Kolaborasi pemberian antibiotik

4 Juni 2013 Risiko Infeksi - Mengukur suhu tubuh

- Menginspeksi luka terhadap tanda-

tanda infeksi

- Melakukan perawatan luka pada

sternum

- Observasi adanya peningkatan keluhan

nyeri

- Observasi luka terhadap pembentukan

bula, krepitasi, perubahan warna kulit

kecoklatan, bau drainase yang tidak

sedap

- Kolaborasi:

Pemberian ceftriaxone 2x1 gram

S:

- Tidak demam dan meriang lagi

- Tidur malam nyenyak

- Nyeri tekan pada sternum

O:

- Suhu= 37,2oC

- Luka pada sternum: luka tidak rembes. Darah

ada, tidak ada kemerahan sekitar luka, tidak

ada pus, edema, ekimosis, bula, krepitasi, bau

tidak sedap. Nyeri tekan positif.

- Luka pada lumbal sudah kering

A: masalah risiko infeksi teratasi sebagian

P:

- Monitoring suhu tubuh

- Monitoring hasil lab: leukosit

- Kolaborasi pemberian antibiotik

- Edukasi cara perawatan di rumah tentang cara

menurunkan panas kepada anggota keluarga

5 Juni 2013 Risiko Infeksi - Mengukur suhu tubuh

- Menginspeksi luka terhadap tanda-

S:

- Tidak demam dan meriang lagi

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 69: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

tanda infeksi

- Melakukan perawatan luka pada

sternum dan lumbal

- Observasi adanya peningkatan keluhan

nyeri

- Observasi luka terhadap pembentukan

bula, krepitasi, perubahan warna kulit

kecoklatan, bau drainase yang tidak

sedap

- Memberikan edukasi pada anggota

keluarga tentang kompres hangat dan

peningkatan jumlah cairan saat demam

- Tidur malam nyenyak

- Nyeri tekan pada sternum

O:

- Suhu= 36,7oC

- Luka pada sternum: luka tidak rembes. Darah

ada, tidak ada kemerahan sekitar luka, tidak

ada pus, edema, ekimosis, bula, krepitasi, bau

tidak sedap. Nyeri tekan positif.

- Luka pada lumbal sudah kering

A: masalah risiko infeksi teratasi sebagian

P: Pulang hari ini

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 70: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi

27 Mei 2013 Hambatan Mobilitas Fisik - Mengkaji kemampuan fungsional klien

- Mengukur kekuatan otot klien

- Meningkatkan motivasi dan kepatuhan

klien untuk setiap latihan fisik

- Melatih ROM aktif dan pasif pada

kedua ekstremitas atas dan bawah

- Mengukut tanda-tanda vital sebelum

dan setelah ROM

S:

- Kedua tangan dan kaki bisa digerakkan tetapi

kadang terasa sakit karena luka di punggung

tertarik

- ADL dibantu keluarga dan perawat

O:

- Kekuatan otot: 5555 5555

5555 5555

- Dapat melakukan ROM aktif pada kedua

ekstremitas atas dan bawah

- Memotivasi klien untuk terus melatih

ekstremitas

- TTV sebelum ROM:

TD= 130/80 mmHg RR= 20x/menit

HR= 97x/menit Suhu= 37,8oC

- TTV setelah ROM:

TD= 130/80 mmHg RR= 22x/menit

HR= 99x/menit Suhu= 37,8oC

- Klien terlihat lemah

A: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P:

- Lakukan ROM secara berkala

- Mengukur TTV sebelum dan setelah ROM

28 Mei 2013 Hambatan Mobilitas Fisik - Melatih ROM aktif dan pasif pada

kedua ekstremitas atas dan bawah

- Meningkatkan motivasi klien untuk

melakukan ROM

- Mengukur tanda-tanda vital sebelum

dan setelah ROM

S:

- Takut untuk melatih tangan dan kaki karena

luka di punggung akan terasa sakit

- ADL dibantu oleh keluarga dan perawat

O:

- Dapat melakukan ROM aktif pada kedua

ekstremitas atas dan bawah

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 71: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

- TTV sebelum ROM:

TD= 120/80 mmHg RR= 20x/menit

HR= 97x/menit Suhu= 37,7oC

- TTV setelah ROM:

TD= 120/80 mmHg RR= 21x/menit

HR= 100x/menit Suhu= 37,7oC

A: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P:

- Lakukan ROM secara berkala

- Mengukur TTV sebelum dan setelah ROM

29 Mei 2013 Hambatan Mobilitas Fisik ROM tidak dilakukan karena klien menolak S:

- Klien mengatakan tidak enak badan dan

kepala pusing

O:

TD= 120/80 mmHg RR= 20x/menit

HR= 88x/menit Suhu= 37,9oC

- Terlihat lemah dan pucat

A: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P:

- Monitoring tanda-tanda vital klien

30 Mei 2013 Hambatan Mobilitas Fisik ROM tidak dilakukan karena klien demam dan

terlihat sangat lemah

S:

- Klien mengatakan tidak enak badan dan

kepala pusing

O:

TD= 120/80 mmHg RR= 20x/menit

HR= 84x/menit Suhu= 38,5oC

- Terlihat lemah dan pucat

- Diaforesis

A: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P:

- Monitoring tanda-tanda vital klien

31 Mei 2013 Hambatan Mobilitas Fisik ROM tidak dilakukan karena klien demam dan S:

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 72: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

terlihat sangat lemah - Klien mengatakan tidak enak badan dan

kepala pusing

O:

TD= 120/80 mmHg RR= 21x/menit

HR= 90x/menit Suhu= 38,5oC

- Terlihat lemah dan pucat

- Diaforesis

A: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P:

- Monitoring tanda-tanda vital klien

1 Juni 2013 Hambatan Mobilitas Fisik - Mengukur tanda-tanda vital sebelum

dan setelah ROM

- Melatih ROM pasif pada kedua

ekstremitas atas dan bawah

- Memotivasi klien untuk melakukan

ROM

S:

- Kepala terasa pusing sehingga tidak kuat

untuk latihan

- ADL dibantu oleh keluarga dan perawat

O:

- Dilakukan ROM pasif pada kedua ekstremitas

atas dan bawah

- TTV sebelum ROM:

TD= 120/80 mmHg RR= 20x/menit

HR= 88x/menit Suhu= 38,7oC

- TTV setelah ROM:

TD= 120/80 mmHg RR= 21x/menit

HR= 90x/menit Suhu= 37,7oC

A: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P:

- Lakukan ROM secara berkala

- Mengukur TTV sebelum dan setelah ROM

3 Juni 2013 Hambatan Mobilitas Fisik - Mengukur tanda-tanda vital sebelum

dan setelah ROM

- Melatih ROM aktif pada kedua

ekstremitas atas dan bawah

- Memotivasi klien untuk melakukan

S:

- ADL dibantu oleh keluarga dan perawat

O:

- Dapat melakukan ROM aktif pada kedua

ekstremitas atas dan bawah

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 73: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

ROM

- Membantu pemasangan brace pada

klien

- TTV sebelum ROM:

TD= 120/80 mmHg RR= 20x/menit

HR= 82x/menit Suhu= 37,7oC

- TTV setelah ROM:

TD= 120/80 mmHg RR= 22x/menit

HR= 84x/menit Suhu= 37,7oC

- Latihan pemasangan brace

A: masalah hambatan mobilitas fisik teratasi

sebagian

P:

- Lakukan ROM secara berkala

- Mengukur TTV sebelum dan setelah ROM

- Latihan duduk di pinggir tempat tidur besok

4 Juni 2013 Hambatan Mobilitas Fisik - Mengukur tanda-tanda vital sebelum

dan setelah ROM

- Melatih ROM aktif pada kedua

ekstremitas atas dan bawah

- Memotivasi klien untuk melakukan

ROM

- Membantu klien belajar duduk di

pinggir tempat tidur

S:

- ADL partial care

- Sudah bisa makan sendiri dengan duduk

O:

- Dapat melakukan ROM aktif pada kedua

ekstremitas atas dan bawah

- TTV sebelum ROM:

TD= 110/80 mmHg RR= 20x/menit

HR= 82x/menit Suhu= 37,2oC

- TTV setelah ROM:

TD= 120/80 mmHg RR= 22x/menit

HR= 84x/menit Suhu= 37,2oC

- Klien dapat duduk di pinggir tempat tidur

A: masalah hambatan mobilitas fisik teratasi

sebagian

P:

- Lakukan ROM secara berkala

- Mengukur TTV sebelum dan setelah ROM

- Latihan berdiri besok

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 74: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

- Rencana konsul dengan rehab medik

5 Juni 2013 Hambatan Mobilitas Fisik - Mengukur tanda-tanda vital sebelum

dan setelah ROM

- Melatih ROM aktif pada kedua

ekstremitas atas dan bawah

- Memotivasi klien untuk melakukan

ROM

- Memantu klien untuk belajar berdiri

S:

- ADL partial care

- Sudah bisa makan sendiri dengan duduk

O:

- Dapat melakukan ROM aktif pada kedua

ekstremitas atas dan bawah

- TTV sebelum ROM:

TD= 120/80 mmHg RR= 20x/menit

HR= 88x/menit Suhu= 36,5oC

- TTV setelah ROM:

TD= 120/80 mmHg RR= 22x/menit

HR= 90x/menit Suhu= 36,5oC

- Klien dapat berdiri tegak dengan mengunakan

brace

A: masalah hambatan mobilitas fisik teratasi

sebagian

P:

- Kunjungan ke rehab medik secara berkala

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 75: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi

27 Mei 2013 Gangguan Integritas Kulit - Mengkaji kulit di sekitar luka terhadap

adanya kemerahan, perdarahan, dan

perubahan warna

- Memberikan posisi miring kiri-kanan/ 2

jam

- Menyangga punggung dengan bantal

- Mengganti laken

- Memasase kulit dan daerah penonjolan

tulang dengan baby oil

S:

- Mengeluh nyeri pada daerah punggung dan

dada

O:

- Klien post-op stabilisasi lumbal

- Post ORIF fraktur sternum

- Terdapat luka pada lumbal, sternum, dan

vulnus pada sisi lateral tubuh sebelah kanan

- Luka pada sternum:

luka rembes, ada pus dan darah, diameter ±

2cm, panjang ± 3cm

- Luka pada lumbal:

luka rembes, ada pus, dan darah, panjang ±

10cm

- Vulnus pada sisi lateral kanan tubuh:

Diameter ±3cm, panjang ±2cm, luka rembes,

ada pus dan darah

A: masalah gangguan integritas kulit belum teratasi

P:

- Ubah posisi klien dengan miring kiri-kanan/ 2

jam

- Masase kulit dan daerah penonjolan tulang

28 Mei 2013 Gangguan Integritas Kulit - Mengkaji kulit di sekitar luka terhadap

adanya tanda-tanda infeksi

- Memberikan posisi miring kiri-kanan/ 2

jam

- Menyangga punggung dengan bantal

- Mengganti laken

- Memasase kulit dan daerah penonjolan

tulang dengan baby oil

S:

- nyeri pada daerah punggung dan dada

O:

- Luka pada sternum: luka rembes, ada pus dan

darah, diameter ± 2cm, panjang ± 3cm

- Vulnus pada sisi lateral kanan tubuh:

Diameter ±3cm, panjang ±2cm, luka rembes,

ada pus dan darah

A: masalah gangguan integritas kulit belum teratasi

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 76: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

P:

- Ubah posisi klien dengan miring kiri-kanan/ 2

jam

- Masase kulit dan daerah penonjolan tulang

29 Mei 2013 Gangguan Integritas Kulit - Mengkaji kulit di sekitar luka terhadap

adanya tanda-tanda infeksi

- Memberikan posisi miring kiri-kanan/ 2

jam

- Menyangga punggung dengan bantal

- Mengganti laken

- Memasase kulit dan daerah penonjolan

tulang dengan baby oil

- Membantu memandikan klien

S:

- Mengeluh nyeri pada daerah punggung dan

dada

O:

- Luka pada sternum:

luka rembes, ada pus dan darah, diameter ±

2cm, panjang ± 3cm

- Luka pada lumbal:

luka rembes, ada pus, dan darah, panjang ±

10cm

- Vulnus pada sisi lateral kanan tubuh:

Diameter ±3cm, panjang ±2cm, luka rembes,

ada pus dan darah

A: masalah gangguan integritas kulit belum teratasi

P:

- Ubah posisi klien dengan miring kiri-kanan/ 2

jam

- Masase kulit dan daerah penonjolan tulang

30 Mei 2013 Gangguan Integritas Kulit - Mengkaji kulit di sekitar luka terhadap

adanya tanda-tanda infeksi

- Memberikan posisi miring kiri-kanan/ 2

jam

- Menyangga punggung dengan bantal

- Mengganti laken

- Memasase kulit dan daerah penonjolan

tulang dengan baby oil

- Membantu memandikan klien

S:

- nyeri pada daerah punggung dan dada

O:

- Luka pada sternum: luka rembes, ada pus dan

darah, diameter ± 2cm, panjang ± 3cm

- Vulnus pada sisi lateral kaann tubuh:

Diameter ±3cm, panjang ±2cm, luka rembes,

ada pus dan darah

A: masalah gangguan integritas kulit belum teratasi

P:

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 77: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

- Ubah posisi klien dengan miring kiri-kanan/ 2

jam

- Masase kulit dan daerah penonjolan tulang

31 Mei 2013 Gangguan Integritas Kulit - Mengkaji kulit di sekitar luka terhadap

adanya tanda-tanda infeksi

- Memberikan posisi miring kiri-kanan/ 2

jam

- Menyangga punggung dengan bantal

- Mengganti laken

- Memasase kulit dan daerah penonjolan

tulang dengan baby oil

S:

- Mengeluh nyeri pada daerah punggung dan

dada

O:

- Luka pada sternum:

luka rembes, ada pus dan darah, diameter ±

2cm, panjang ± 3cm

- Luka pada lumbal:

luka rembes, ada pus, dan darah, panjang ±

10cm

- Vulnus pada sisi lateral kanan tubuh:

Diameter ±3cm, panjang ±2cm, luka rembes,

ada pus dan darah

A: masalah gangguan integritas kulit belum teratasi

P:

- Ubah posisi klien dengan miring kiri-kanan/ 2

jam

- Masase kulit dan daerah penonjolan tulang

1 Juni 2013 Gangguan Integritas Kulit - Mengkaji kulit di sekitar luka terhadap

adanya tanda-tanda infeksi

- Memberikan posisi miring kiri-kanan/ 2

jam

- Menyangga punggung dengan bantal

- Mengganti laken

- Memasase kulit dan daerah penonjolan

tulang dengan baby oil

S:

- nyeri pada daerah punggung dan dada

O:

- Luka pada sternum: luka rembes, ada pus dan

darah, diameter ± 2cm, panjang ± 3cm

- Vulnus pada sisi lateral kaann tubuh:

Diameter ±3cm, panjang ±2cm, luka rembes,

ada pus dan darah

A: masalah gangguan integritas kulit belum teratasi

P:

- Ubah posisi klien dengan miring kiri-kanan/ 2

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 78: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

jam

- Masase kulit dan daerah penonjolan tulang

3 Juni 2013 Gangguan Integritas Kulit - Mengkaji kulit di sekitar luka terhadap

adanya tanda-tanda infeksi

- Memberikan posisi miring kiri-kanan/ 2

jam

- Menyangga punggung dengan bantal

- Mengganti laken

- Memasase kulit dan daerah penonjolan

tulang dengan baby oil

- Membantu memandikan klien

S:

- nyeri pada daerah dada, luka pada punggung

tidak nyeri lagi

O:

- Luka pada sternum:

luka tidak rembes, ada pus, darah tidak ada,

diameter ± 2cm, panjang ± 3cm

- Luka pada lumbal:

luka kering, tidak ada pus dan darah, panjang

± 10cm

- Vulnus pada sisi lateral kanan tubuh:

Diameter ±3cm, panjang ±2cm, luka tidak

rembes, tidak ada pus, darah ada

A: masalah gangguan integritas kulit teratasi

sebagian

P:

- Ubah posisi klien dengan miring kiri-kanan/ 2

jam

- Masase kulit dan daerah penonjolan tulang

4 Juni 2013 Gangguan Integritas Kulit - Mengkaji kulit di sekitar luka terhadap

adanya tanda-tanda infeksi

- Memberikan posisi miring kiri-kanan/ 2

jam

- Menyangga punggung dengan bantal

- Mengganti laken

- Memasase kulit dan daerah penonjolan

tulang dengan baby oil

- Membantu memandikan klien

S:

- nyeri pada daerah dada, luka pada punggung

tidak nyeri lagi

O:

- Luka pada sternum: luka tidak rembes, ada

pus dan darah, diameter ± 2cm, panjang ±

3cm

- Vulnus pada sisi lateral kaann tubuh:

Diameter ±3cm, panjang ±2cm, luka rembes,

tidak ada pus, darah ada

A: masalah gangguan integritas kulit teratasi

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 79: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

(Lanjutan)

sebagian

P:

- Ubah posisi klien dengan miring kiri-kanan/ 2

jam

- Masase kulit dan daerah penonjolan tulang

- Edukasi pasien dan anggota keluarga tentang

perawatan kulit di rumah

5 Juni 2013 Gangguan Integritas Kulit - Mengkaji kulit di sekitar luka terhadap

adanya tanda-tanda infeksi

- Memberikan posisi miring kiri-kanan/ 2

jam

- Menyangga punggung dengan bantal

- Mengganti laken

- Memasase kulit dan daerah penonjolan

tulang dengan baby oil

- Edukasi tentang perawatan kulit di

rumah

S:

- nyeri pada daerah dada, luka pada punggung

tidak nyeri lagi

O:

- Luka pada sternum:

luka tidak rembes, ada pus, darah tidak ada,

diameter ± 2cm, panjang ± 3cm

- Luka pada lumbal:

luka kering, tidak ada pus dan darah, panjang

± 10cm

- Vulnus pada sisi lateral kaann tubuh:

Diameter ±3cm, panjang ±2cm, luka tidak

rembes, tidak ada pus, darah ada

A: masalah gangguan integritas kulit teratasi

sebagian

P:

- Ganti balutan secara berkala ke rumah sakit

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 80: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

POSITIONING LATERAL 30 DERAJAT

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR MULTIPLE

DI RSUP FATMAWATI

Sylvana,S.Kep*, Dr. Roro Tutik, S.Kp., MARS**

Sylvana, Mahasiswa Profesi 2012, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI

Depok 16424

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kecelakaan lalu lintas banyak menimbulkan dampak salah satunya adalah fraktur. Fraktur adalah

terputusnya kontinuitas tulang dan/ atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang

berlebihan, sedangkan multiple fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang lebih dari satu bagian

tubuh. Praktik profesi dilakukan di Gedung Prof. Dr. Soelarto Lt. I RSUP Fatmawati pada pasien

dengan multiple fraktur dengan menerapkan intervensi positioning lateral 30 derajat guna mencegah

ulkus decubitus. Pasien yang mengalami fraktur mengalami hambatan mobilisasi sehingga berisiko

mengalami ulkus decubitus. Asuhan keperawatan diberikan dari tanggal 27 Mei sampai 5 Juni 2013,

hasilnya menunjukan bahwa ulkus decubitus tidak terbentuk pada pasien. Perubahan posisi harus

dilakukan oleh perawat untuk mencegah terbentuknya ulkus decubitus pada pasien dengan hambatan

mobilisasi.

Kata Kunci:

Mutiple fraktur, ulkus decubitus, positioning lateral 30 derajat

ABSTRACT

Road traffic injuries have many impacts one of them is fracture. Fracture is a broken off the continuity

of bone and/ or cartilage generally caused by over pressure, whereas multiple fracture is a broken off

the continuity of bone more than one part of the body. The clinical practice was done at Prof. Dr.

Soelarto’s Building 1st floor RSUP Fatmawati with multiple fracture patient and did intervention

lateral 30 degree positioning due to prevent decubitus ulcer. Patient who have fracture have a barrier

to mobile as a result take a risk to have a decubitus ulcer. Nursing intervention is given during May 27

until June 5 2013, the result shows that decubitus ulcer is not formed in patient. Changing position

should be give by nurse to prevent decubitus ulcer in patient with have a barrier to mobile.

Keywords:

Multiple fracture, decubitus ulcer, lateral 30 degree position

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 81: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

Pendahuluan

Tingginya angka transportasi tidak jarang menimbulkan dampak buruk, salah satunya adalah

kecelakaan lalu lintas. Dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh Badan

Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner

dan tuberculosis/TBC. Di Indonesia, jumlah kendaraan bermotor meningkat setiap tahunnya, data dari

Kementerian Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) menyebutkan, kecelakaan pengendara sepeda motor

mencapai 120.226 kali atau 72% dari seluruh kecelakaan lalu lintas dalam setahun. Hampir setiap hari

terjadi kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan meninggal dunia, luka berat dan luka ringan.

Salah satu akibat dari kecelakaan lalu lintas adalah fraktur atau patah tulang.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Black, 2005). Penyebab utama terjadinya fraktur adalah

cidera atau benturan, kondisi patologis (tumor, kanker, osteoporosis, osteomelitis), mengangkat beban

terlalu besar (Price & Wilson, 2006). Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar

sekitar 6 bulan sampai 1 tahun (Smeltzer & Bare, 2006). Selama di rumah sakit pasien fraktur

mengalami tirah baring dalam jangka waktu yang cukup lama. Lamanya tirah baring tergantung

penyakit atau tingkat keparahan fraktur dan status kesehatan klien. Tirah baring bertujuan untuk

mengurangi nyeri pasca operasi dan mengurangi aktivitas fisik serta memberikan kesempatan kepada

klien untuk beristirahat tetapi tirah baring yang lama juga akan menimbukan komplikasi yaitu

terbentuknya ulkus decubitus pada pasien.

Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi

pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari

tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnaya dalam jangka panjang (Potter &

Perry, 2005). Luka tekan sebagian besar terjadi pada individu dengan kesulitan mobilisasi/ aktivitas,

sebagai dampak pada kemampuan individu mengubah posisi, adalah mengurangi tekanan pada

penonjolan tulang (Fisher et al, 2004; Lindgren et al, 2004; Robertson et al, 1990 dalam Moore &

Etten, 2011). Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat

penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung, dan kepala bagian

belakang (NSW Health, 2003).

Salah satu pencegahan terjadinya ulkus dekubitus adalah dengan positioning. Krapl & Gray

(2008), dalam penelitiannya mengatakan memposisikan pasien adalah komponen yang penting dalam

mencegah luka tekan, dan termasuk memindahkan pasien ke posisi yang berbeda atau menghilangkan

atau memindahkan tekanan dari satu bagian tubuh ke bagian yang lain.

Ruang GPS Lt. I RSUP Fatmawati merupakan ruangan khusus ortopedi dengan rata-rata pasien

mengalami keterbatasan mobilisasi karena gangguan muskuloskeletal. Pasien dengan gangguan

muskuloskeletal berisiko mengalami ulkus dekubitus karena keterbatasan gerak dan nyeri jika bagian

tubuh yang cedera dimobilisasi. Meningkatnya angka kejadian ulkus dekubitus di ruang rawat pada

pasien dengan gangguan muskuloskeletal perlu mendapat perhatian khusus. Salah satu cara mengatasi

terbentuknya ulkus dekubitus adalah dengan perubahan posisi. Perubahan posisi lateral 300 setiap 2 jam

akan mengurangi tekanan pada bagian punggung.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 82: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

Laporan Kasus Kelolaan Utama

Tn. M (24 tahun) merupakan klien post ICU. Klien dirawat di ICU selama 3 minggu. Klien

mengatakan sebelumnya klien merupakan korban tabrak lari sebuat taxi. Klien sedang mengendarai

motor dengan istrinya dan tiba-tiba taxi menabrak motornya dari belakang. Istri klien terpental sejauh

kira-kira 20 meter dan Tn. M langsung tidak sadarkan diri di tempat. Kemudian klien dilarikan ke IGD

RSUP Fatmawati. Dari hasil rontgen, klien mengalami fraktur costae ke-VI, fraktur 1/3 sternum, dan

fraktur lumbal ke-III. Hasil CT Scan Kepala terlihata danya perdarahan dan klien mengalami cedera

kepala sedang. Hasil rontegen Thorax: terlihat fraktur sternum 1/3 posterior pergeseran fragmen distal

fraktur ke anterior, fraktur costae ke-VI anterior kiri, dan contusio paru. Klien saat ini sudah menjalani

2x operasi, yaitu post stabilisasi post ec fraktur kompresi lumbal ke-III tanggal 6 Mei 2013 dan post

ORIF fraktur sternum tanggal 9 Mei 2013. Saat ini klien mengeluh nyeri dada pada luka post operasi di

daerah lumbal dan klien meringis saat penggantian balutan di 1/3 sternum. Klien juga mengatakan

sering meriang. Terlihat hematom pada mata kiri dan kanan dan klien sering berkeringat.

Tabel 1 Analisis Data pada Tn. M di Jakarta Tahun 2013

Data Subjektif Masalah Keperawatan

DS:

- Skala nyeri 5, pada daerah dada dan

punggung

- Nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk

- Durasi nyeri < 3 menit

DO:

- Diaforesis

- TD=130/80 mmHg

- Luka post-op daerah lumbal & sternum

- Vulnus pada bokong & sisi lateral tubuh

sebelah kiri

- Meringis saat GV

Nyeri

DS:

- Nyeri pada luka post-op

- Setiap sore dan malam meriang

- Selalu berkeringat

- Nyeri pada seluruh tubuh

D0:

- Suhu: 38,5o C

- Leukosit (22/5): 11,4 ribu/Ul

- Luka pd sternum & lumbal: luka rembes,

pus (+), darah (+), nyeri tekan (+)

- Plebitis (+) pada tangan kiri

- CVC (+)

- Drain pada lumbal

Risiko Infeksi

DS:

- Sulit bergerak karena luka post-op terasa

nyeri

- Lebih banyak menghabiskan waktu di

tempat tidur

- ADL dibantu keluarga & perawat

Hambatan Mobilitas Fisik

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 83: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

DO:

- Klien bedrest

- Post-op stabilisasi lumbal dan ORIF

sternum

DS:

- Sering berkeringat

DO:

- Luka pd sternum: rembes (+), pus(+),

darah (+), panjang ± 2cm, daimeter ± 2cm

- Luka pd lumbal: rembes (+), pus (+), darah

(+), panjang ± 10cm

- Vulnus pd sisi lateral kanan tubuh: rembes

(+), pus (+), darah (+), diameter ± 3cm,

panjang ± 2cm

Gangguan Integritas Kulit

Diagnosis keperawatan yang menjadi fokus utama untuk memberikan intervensi keperawatan:

gangguan integritas kulit b.d prosedur pembedahan dan nyeri akut b.d post stabilisasi lumbal ke-III dan

post ORIF sternum. Intervensi yang dilakukan terkait gangguan integritas kulit adalah dengan

mengganti laken setiap hari, memberikan posisi miring kiri-kanan setiap 2 jam, dan memasase kulit dan

daerah penonjolan tulang dengan baby oil. Intervensi yang dilakukan terkait dengan diagnose nyeri

adalah dengan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan guide imagery.

Tabel 2 Implementasi dan Evaluasi pada Tn.M

1. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam

2. Mengajarkan guide imagery pada pasien

3. Mengganti laken setiap hari

4. Memberikan posisi miring kiri-kanan setiap 2

jam

5. Memasase kulit dan daerah penonjolan tulang

dengan baby oil

S: Nyeri sudah berkurang, skala 1-2 Sudah teratur mempraktekkan tarik napas dalam

bila terasa nyeri

Tidak nyeri lagi pada luka sternum dan lumbal

O: Nyeri berkurang dengan dipandu melakukan

guide imagery sambil melakukan tarik napas

dalam. Jika tidak hilang, klien akan meminta

analgesik.

Ulkus dekubitus (-)

Luka kering, pus (-), darah (-)

A: masalah teratasi

P: Edukasi pasien dan anggota keluarga tentang

perawatan kulit di rumah

Evaluasi teknik relaksasi napas dalam klien dan

guide imagery

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 84: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

ANALISIS SITUASI

Klien kelolaan bernama Tn. M (24 tahun) merupakan salah satu korban dari akibat masalah

perkotaan yang mengalami masalah kesehatan masyarakat perkotaan berupa kondisi kegawatan

(emergency). Klien merupakan salah satu korban tabrak lari sebuah taksi. Klien sedang mengendarai

motor dengan membonceng istrinya kemudian klien ditabrak oleh taksi dari belakang. Klien langsung

tidak sadarkan diri di tempat dan kemudian klien dan istrinya langsung dilarikan ke IGD RSUP

Fatmawati. Hasil CT Scan kepala terlihat adanya perdarahan dan klien mengalami cedera kepala

sedang akibat benturan dengan trotoar. Hasil rontgen thorax juga terlihat adanya fraktur sternum 1/3

posterior pergeseran fragmen distal fraktur ke anterior, fraktur costae ke-VI anterior kiri dan adanya

kontusio paru sebagai akibat benturan dengan trotoar. Saat ini klien sudah menjalani dua kali operasi,

yaitu pada tanggal 6 Mei 2013 dilakukan operasi stabilisasi ec fraktur kompresi lumbal ke-III dan

tanggal 9 Mei 2013 dilakukan operasi pemasangan ORIF pada sternum klien. Kemudian klien dirawat

di ruang ICU selama hampir 3 minggu.

Asuhan keperawatan diberikan sejak tanggal 27 Mei-5 Juni 2013. Klien datang dengan status

post operasi lumbal dan sternum, kesadaran compos mentis, terpasang CVC, drain pada lumbal, three

ways catheter, dan infus NaCL 0,9% dengan data subjektif nyeri pada daerah lumbal dan sternum.

Klien masuk ruang rawat GPS Lt. I dengan diagnosa cedera tulang belakang dengan fraktur lumbal.

Ruas-ruas tulang belakang itu sendiri berjumlah 32-33 ruas; 7 vertebra servikal, 12 vertebra torakalis, 5

vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis, dan 4 vertebra koksigis (Pearce, 2000). Di bagian dalam tulang

terdapat rongga yang memanjang ke bawah yang berisi sumsum tulang belakang atau medulla spinalis

yang merupakan jaringan saraf, bagian dari susunan saraf pusat. Medulla spinalis ini terdiri dari 31

saraf, saraf tersebut mengatur gerakan otot dan organ lain, seperti jantung, paru, usus, kandung kemih,

dan lainnya. Gangguan pada salah satu saraf ini akan menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh.

Level tulang vertebra yang mengalami kerusakan akan menyebabkan cedera pada medulla

spinalis. Medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf, saraf tersebut terdiri dari saraf sensorik dan saraf

motorik. Klien kelolaan Tn. M mengalami fraktur kompresi lumbal ke-III tetapi kedua ektremitas atas

dan bawah dapat digerakkan dan tidak mengalami gangguan sensibilitas. Hal ini menunjukkan klien

mengalami incomplete spinal cord injury, yaitu cedera pada medulla spinalis dengan masih terdapat

fungsi motorik dan fungsi sensorik.

Klien mengatakan saat minggu pertama di ICU klien sempat mengalami gangguan BAB dan

BAK. Ini terjadi karena pada daerah lumbal terdapat kandung kemih dan rektum. Pada hari-hari

pertama setelah injury selama periode spinal shock terjadi paralisis bladder. Seluruh reflek bladder dan

aktivitas otot-ototnya hilang. Pasien akan mengalami gangguan retensi diikuti dengan pasif

incontinensia (Siddharta, 1999 dalam Mustofa, 2012). Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik

membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid dan rectum serta relaksasi otot spincter internus.

Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan

oleh gangglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya

sigmoid dan rectum dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan

rectum. Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong

kebawah sampai tiba di rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya

rectum kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara

volunter. Spincter ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra

abdominal yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka

defekasi tak terkontrol oleh keinginan (Sidharta, 1999).

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 85: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

Pasien dengan gangguan muskuloskeletal berisiko tinggi mengalami ulkus dekubitus karena

hambatan dalam mobilisasi, seperti klien dengan terpasang fiksasi interna atau eksterna, terpasang

traksi, atau pada klien spine. Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ulkus dekubitus pada

Tn.M, yang pertama adalah kadar albumin. Kadar albumin kurang dari 3,0 g/ml berisiko terjadinya

luka dekubitus. Pada keadaan hipoalbuminemia akan terjadi perpindahan volume cairan ekstrasel

kedalam jaringan sehingga terjadi edema. Edema dapat meningkatkan resiko terjadi dekubitus di

jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena

terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & Litwalk, 1991 dalam

Potter & Perry, 2005). Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada di bawahnya

terhadap tekanan, friksi, dan gaya gesek. Selain itu, penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan

iskemi yang menyebabkan cedera jaringan (Potter & Perry, 2005). Selain itu, level albumin rendah

dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka (Kaminski et el, 1989); Hanan & Scheele, 1991).

Hal ini sesuai dengan data pada Tn.M, albumin (22 Mei)= 2,60g/dl. Albumin yang rendah pada pasien

akan meningkatkan risiko terbentuknya ulkus dekubitus.

Faktor yang kedua adalah anemia. Hasil hematologi Tn.M (22 Mei), Hb= 8,5g/dl. Terlihat

kadar Hb pasien sangat rendah dimana Hb normal pada laki-laki adalah 13-17g/dl. Kadar hemoglobin

yang rendah akan mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen ke jaringan sehingga

jaringan akan kekurangan nutrisi dan oksigen yang dapat menyebabkan gangguan penyembuhan luka

dan berisiko terjadinya ulkus dekubitus (Potter & Perry, 2005).

Faktor yang ketiga adalah obesitas. Sebenarnya jaringan adiposa baik dalam mencegah

terjadinya ulkus dekubitus karena dapat sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari

tekanan. Tetapi pada pasien dengan obesitas, jaringan adiposa mengalami vaskularisasi yang buruk

sehingga rentan terhadap terjadinya luka akibat iskemi (Smeltzer & Bare, 2002). Tn. M dengan BB=

72kg dan TB=170cm, jika dihitung IMT klien= 24,91 ini tergolong ke dalam berat badan lebih dengan

risiko.

Faktor yang keempat adalah demam. Selama dirawat klien hampir setiap hari demam disertai

meriang hebat dan klien juga mengalami diaforesis. Klien juga sering mengalami demam dan meriang

dan mengalami diaforesis. Demam yang terjadi akan meningkatkan metabolisme tubuh, membuat

jaringan yang telah hipoksia semakin rentan mengalami cedera akibat iskemi (Skheleton&Litwalk,

1991 dalam Potter&Perry, 2005). Selain itu demam menyebabkan diaforesis dan meningkatkan

kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit pasien (Potter&Perry,

2005).

Selain dari faktor predisposisi tersebut, Scotts (1998) dalam Potter&Perry (2005) mengatakan

dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dan tekanan. Semakin besar tekanan dan

durasinya, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Pada dasarnya kulit dan jaringan

subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi, pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan

dasar kapiler, yaitu lebih besar dari 32mmHg akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke

dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemi. Jika tekanan

ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka

pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter&Perry, 2005).

Kulit sendiri mempunyai mekanisme fisiologis dalam mencegah kerusakan kulit yaitu melalui

mekanisme hiperemia reaktif. Hiperemia reaktif akan efektif hanya apabila tekanan dihilangkan

sebelum terjadi kerusakan. Luka tekan itu sendiri dapat terjadi dalam waktu 3 hari sejak terpaparnya

kulit akan tekanan (Reddy, 1990 dalam Vanderwee et al, 2006). Hiperemia reaktif akan membanjiri

jaringan yang iskemi dengan darah sehingga vaskularisasi membaik. Peningkatan aliran darah

meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrien ke dalam jaringan dan nekrosis jaringan yang tertekan

dapat dihindari (Macklebust, 1991; Pires&Muller, 1991 dalam Potter&Perry, 2005).

Intervensi yang dilakukan kepada Tn. M adalah dengan memanfaatkan mekanisme hiperemia

reaktif ini yaitu dengan melakukan positioning dengan memberikan posisi miring 30 derajat setiap 2

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 86: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

jam. Krapl & Gray (2008), dalam penelitiannya mengatakan memposisikan pasien adalah komponen

yang penting dalam mencegah luka tekan, dan termasuk memindahkan pasien ke posisi yang berbeda

atau menghilangkan atau memindahkan tekanan dari satu bagian tubuh ke bagian yang lain.

Tn. M merupakan pasien dengan fraktur kompresi post-op stabilisasi lumbal. Klien dikelola selama 9

hari mulai tanggal 27 Mei-5 Juni 2013 dan rutin dilakukan setiap hari. Setiap shift dinas/ 8 jam, pasien

diubah posisi miring kiri-kanan dengan posisi 30 derajat per 2 jam sebanyak dua kali. Adapun cara

mengatur posisi 30 derajat dijelaskan oleh Bryant (2000) dalam Tarihoran (2010), pertama, pasien

persis ditempatkan di tengah tempat tidur dengan menggunakan bantal untuk menyangga kepala dan

leher. Selanjutnya tempatkan satu bantal pada sudut antara bokong dan matras, dengan cara miringkan

panggul setinggi 30 derajat. Bantal yang berikutnya ditempatkan memanjang diantara kedua kaki.

Berdasarkan hasil intervensi yang dilakukan selama 9 hari, penerapan perubahan posisi dengan miring

30 derajat berhasil dilakukan terbukti dengan tidak terbentuknya ulkus dekubitus selama pasien dirawat

di rumah sakit.

Kesimpulan

Perawat menarik kesimpulan bahwa tirah baring yang lama akan meningkatkan risiko terjadia

ulkus decubitus pada pasien terutam pada pasien dengan gangguan musculoskeletal yang mengaami

hambatan mobilisasi. Pemberian postioning dengan posisi 30 derajat dengan miring kiri-kanan setiap 2

jam mencegah terbentuknya ulkus dekubitus pada pasien

Saran

Mahasiswa seharusnya mengevaluasi tirah baring pasien secara berkala dengan melakukan

perubahan posisi setiap 2 jam sekali dengan miring kiri-kanan. Ruangan juga sudah baik dalam

melakukan pengkajian risiko decubitus pada pasien hanya perlu ditingkatkan saja alam hal observasi.

Dalam halkeperawatan, diharapkan dapat menjadi masukan bagi perawat dalam melakukan asuhan

keperawatan terkait usaha pencegahan terbentuknya ulkus decubitus selama rawat inap. Hasil penulisan

ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai salah satu sumber referensi dalam

insitusi pendidikan.

Ucapan Terima Kasih

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi

peneliti untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih

kepada Ibu Dr. Roro Tutik, S.Kp, MARS selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu,

tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya tulis ini. Pihak Fakultas Ilmu

Keperawatan yang telah memberikan sarana bagi saya dalam melakukan penulisan karya ilmiah ini.

Peneliti berterimakasih kepada orangtua dan orang-orang yang terkasih atas dukungannya baik secara

moril maupun materil. Peneliti juga berterimakasih kepada teman-teman saya atas dukungan dan

bantuannya dalam penelitian ini.

Referensi

Black, J.M. & Hawk, J.H. (2005). Medical surgical nursing: clinical management for positive

outcomes. 7th

Edition. St. Louis Missouri: Elsevier Saunders

Doenges, M., dkk. (1999). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien (M. Kariasa & N. M. Sumarwati, Terj.). Edisi 3. Jakarta: EGC.

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013

Page 87: ANALISIS PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20351557-PR-Sylvana.pdf · Proses penyembuhan fraktur memakan waktu yang tidak sebentar sekitar 6 bulan

Pearce, E.C. (2000). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Salemba Empat

Potter & Perry. (2005). Fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Ed-4. Vol 1. Jakarta:

EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Brunner & Suddarth: textbook of medical surgical nursing. 8th

Edition. Vol 3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Tarihoran, D. (2010). Retrived from www.lontar.ui.ac.id on July 1, 2013

Toroyan, T., et all. (2013). The global status report on road safety on 2013: supporting a decade on

action

Tran, N.T. (2007). Evaluating an intervention to prevent motorcycle injuries in Malaysia: process,

perfomance, and policy.

http://www.harianterbit.com/2013/04/27/kematian-akibat-kecelakaan-motor-masih-mendominasi/

diunduh tanggal 27 Juni 2013

http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-pembunuh-terbesar-

ketiga diunduh tangal 27 Juni 2013

http://metro.sindonews.com/read/2013/05/07/31/746261/setiap-tahun-jumlah-kecelakaan-di-depok-

meningkat diuduh tanggal 27 Juni 2013

* Mahasiswa Profesi 2012 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

** Staf Pengajar Keilmuan DKKD Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Syifa Fauziah, FIK UI, 2013