ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN DAN …/Analisis...ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN ......
Transcript of ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN DAN …/Analisis...ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN ......
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
(Analisis Data PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004 – 2008)
Skripsi
Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : Satya Tamyawan
F.0107016
EKONOMI PEMBANGUNAN / FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011 / 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
Analisis Potensi Sektor Pertanian Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah
(Analisis Data PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004 – 2008)
Surakarta, Mei 2012 Disetujui dan diterima oleh Dosen Pembimbing Dr. Yunastiti Purwaningsih, M.P. NIP. 195906 13198403 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
Surakarta, Mei 2012
Tim Penguji Skripsi
1. Drs. Mugi Rahardjo, M.Si. ( ……………………………) NIP. 194912271982031002 Ketua
2. Dr. Yunastiti Purwaningsih, M.P. ( ……………………………) NIP. 195906131984032001 Pembimbing
3. Malik Cahyadin, S.E., M.Si. ( ……………………………) NIP. 198107292008121002 Penguji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
žcÎ) ’Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚö‘F{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur
È@øŠ©9$# Í‘$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy
’Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$#
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal”
(QS. Ali Imron : 190)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas
segala nikmat, hidayah, dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Analisis Potensi Sektor Pertanian Kabupaten dan Kota
di Provinsi Jawa Tengah (Analisis Data PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun
2004 - 2008)”
Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari izin, bimbingan, arahan,
bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Drs. Wisnu Untoro, M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Supriyono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. Yunastiti Purwaningsih, M.P. selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.
4. Izza Mafruhah, S.E, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Seluruh Dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Segenap pimpinan dan staf BPS Jawa Tengah yang telah membantu serta
memberikan data dan informasi kepada penulis dalam penelitian ini.
7. Keluargaku tercinta, Ayah, Ibu, Adik Azis, Adik Fahdi, yang telah
memberikan segenap dorongan dan motivasi serta doa yang tak henti
kepada penulis.
8. Kepala Sekolah dan seluruh Guru serta Karyawan SD Muhammadiyah
Program Khusus Palur yang selalu memberikan dorongan dan motivasi
kepada penulis.
9. Seluruh rekan perjuangan di Ekonomi Pembangunan ’07 yang
memberikan dukungan serta kenangan perjuangan yang tak terlupakan
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan
senang hati. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan
dapat diambil manfaat atas apa yang baik dan berguna dalam skripsi ini.
Surakarta, 16 Mei 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….. iii HALAMAN MOTTO ……………………………………………………….. iv KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vii DAFTAR TABEL …………………………………………………………… ix DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… x ABSTRAK …………………………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………. 1 A. Latar Belakang Masalah ………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………… 11
C. Tujuan Penelitian …………………………………………. 11
D. Manfaat Penelitian ………………………………………... 12
BAB II TELAAH PUSTAKA ………………………………………… 13
A. Kajian Teori ………………………………………………. 13
1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan
Ekonomi ……………………………………………… 13
2. Pembangunan dan Pertumbuhan daerah ……………… 14
3. Perencanaan Pembangunan Daerah ………………….. 14
4. Strategi Pembangunan Daerah ……………………….. 17
5. Teori-teori Ekonomi ………………………………….. 18
6. Teori Analisis Pertumbuhan Ekonomi Daerah ……….. 29
B. Penelitian Terdahulu ……………………………………… 35
C. Kerangka Pemikiran ……………………………………… 37
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………….. 39
A. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………... 39
B. Jenis dan Sumber Data …………………………………… 39
C. Devinisi Operasional Variabel …………………………… 39
D. Metode Analisis Data …………………………………….. 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ………………….. 47
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian …………………….. 47
B. Diskripsi Data–data Penelitian …………………………… 49
C. Hasil Analisis dan Pembahasan ………………………….. 51
1. Analisis Static Location Quotient ……………………… 51
2. Analisis Dynamic Location Quotient ………………….. 62
3. Analisis Tipologi Klassen …………………………… 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………. 81
A. Kesimpulan ………………………………………………. 81
B. Saran ……………………………………………………... 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun
2005 – 2009 …………………………………………………… 8
Tabel 1.2 Produksi Padi Menurut Provinsi Indonesia Tahun 2005 - 2010
(Juta Ton) ……………………………………………………… 9
Tabel 2.1 Tahapan dan kegiatan dalam proses perencanaan pembangunan
daerah ………………………………………………………………… 17
Tabel 2.2 Klasifikasi sektoral atas hasil analisis SLQ dan DLQ …………. 33
Tabel 2.3 Matriks tipologi klassen ……………………………………….. 34
Tabel 3.1 Klasifikasi sektoral atas hasil analisis SLQ dan DLQ …………. 44
Tabel 3.2 Matriks tipologi klassen ………………………………………... 45
Tabel 4.1 Hasil Analisis SLQ Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2004 – 2008 ……………………………………………………. 52
Tabel 4.2 Hasil Analisis DLQ Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2004 – 2008 ……………………………………………………. 63
Tabel 4.3 Klasifikasi Sektoral Analisis SLQ dan DLQ Sektor Pertanian
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008 …………………. 74
Tabel 4.4 Hasil Analisis Pertumbuhan dan Kontribusi PDRB
Sektor Pertanian Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2004 – 2008 …………………………………………….. 76
Tabel 4.5 Matriks Tipologi Klassen Sektor Pertanian Kabupaten/Kota di
Jawa Tengah Tahun 2004 – 2008 ……………………………… 77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
TABEL Halaman
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran konseptual ……………………………... 38
Gambar 4.1 Grafik nilai SLQ Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008 …………………………………………………. 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN DAN KOTA
DI PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISIS DATA PDRB PROVINSI
JAWA TENGAH TAHUN 2004 – 2008)
Satya Tamyawan F. 0107016
ABSTRAK
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berkontribusi tinggi dalam menyusun besaran PDRB Provinsi Jawa Tengah. Sektor pertanian sebagai salah satu penopang PDRB memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya. Guna mencapai produktivitas sektor pertanian yang maksimal, diperlukan perencanaan dan analisis yang tepat mengenai pembangunan sektor pertanian di tiap-tiap daerah. Dalam proses perencanaan pembangunan, terdapat target-target pembangunan pada daerah-daerah yang potensial. Analisis mengenai daerah-daerah pertanian potensial diperlukan sebagai obyek pelaksanaan pembangunan pada sektor pertanian supaya tepat sasaran. Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan untuk mencari daerah dengan sektor pertanian potensial adalah Static Location Quotient (SLQ), Dynamic Location Quotient (DLQ), dan Tipologi Klassen. Hasil analisis dari data PDRB sektor pertanian tahun 2004 - 2008 pada masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah menunjukkan; dari 35 kabupaten/kota di Jawa tengah, sebanyak 22 daerah atau 62 persen diantaranya merupakan sektor pertanian basis menurut kriteria keunggulan komparatif; sebanyak 17 daerah atau 48 persen diantaranya merupakan sektor pertanian basis menurut kriteria keunggulan kompetitif; dan sebanyak 4 daerah atau 11 persen diantaranya termasuk dalam sektor pertanian cepat tumbuh dan berkontribusi besar (sektor prima). Dari hasil penelitian disarankan kepada pemerintah daerah dan sektor swasta di Jawa Tengah untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang yang menjaga produktivitas sektor pertanian, dan aktif meningkatkan produktivitas sektor pertanian melalui langkah-langkah konkrit. Kata kunci : perencanaan, potensi, sektor pertanian, LQ, Klassen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
AN ANALYSIS ON AGRICULTURAL SECTOR POTENTIAL IN REGENCIES AND MUNICIPALS IN CENTRAL JAVA PROVINCE (AN ANALYSIS ON
PDRB DATA OF CENTRAL JAVA PROVINCE IN 2004-2008)
Satya Tamyawan F. 0107016
ABSTRACT
Agricultural sector is the one with high contribution to PDRB amount of Central Java Province. Agricultural sector as one underlying factor of PDRB needs special attention in its management. To achieve a maximum productivity of agricultural sector, an appropriate planning and analysis is required concerning the agricultural sector development in each area.
In the process of planning development, there are some targets of development in potential areas. The analysis on potential agricultural areas is required as the object of development implementation in agricultural sector in order to achieve the target. In this research, the analysis instruments used to look for the areas with potential agricultural sector were Static Location Quotient (SLQ), Dynamic Location Quotient (DLQ), and Klassen’s typology.
The result of analysis on PDRB data of agricultural sector in 2004-2008 in each regency/municipal of Central Java showed that: out of 35 regencies/municipals in Central Java, 22 areas or 62 percent was a basis agricultural sector according to comparative superiority criteria; 17 areas or 48 percent was a basis agricultural sector according to the competitive criteria; and 4 areas or 11 percent belonged to rapidly growing and high-contribution agricultural sector category (prime sector).
From the result of research, it was recommended that the local government and private sector in Central Java to supervise the implementation of law that maintained agricultural sector productivity, and to improve actively the productivity of agricultural sector through concretes steps.
Keywords: planning, potential, agricultural sector, LQ, Klassen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peningkatan hasil produksi
sektor-sektor ekonomi pada daerah yang bersangkutan. Hasil produksi tersebut
secara langsung tercermin pada besarnya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu
Negara, atau besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah
provinsi atau kota. Dalam pandangan tradisional, pertumbuhan ekonomi adalah
baik apabila PDB atau PDRB meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mencapai hal
tersebut, pemerintah berupaya mengoptimalkan hasil-hasil daerah yang ada guna
berproduksi secara efektif.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu faktor dominan yang nyata
pengaruhnya dalam pembangunan ekonomi. Cara yang ditempuh dalam
optimalisasi pembangunan ekonomi yaitu dengan prinsip Trickle down effect.
Maksud dari istilah tersebut adalah pembangunan ekonomi dilakukan dengan
memfokuskan pembangunan kepada sektor tertentu yang dianggap kedepannya
dapat menular ke sektor-sektor lain secara simultan.
Pembangunan ekonomi disamping memusatkan perhatian secara
kuantitatif, juga memperhatikan sisi kualitatif. Pembangunan ekonomi yang baik
justru memperhatikan segi kualitas faktor-faktor penyebab keberhasilan
pembangunan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kualitas
sumber daya manusia, bahan baku produksi, kinerja produksi, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Dengan perhatian yang ditujukan kepada kuantitas dan kualitas tersebut
diharapkan dapat tercapai pembangunan yang optimal. Seperti halnya pendapat
Widodo (2006) : Pembangunan adalah upaya multi dimensional yang meliputi
perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap
masyarakat, serta institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu
pertubuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta perluasan
kesempatan kerja.
Pembangunan ekonomi supaya dapat berjalan optimal haruslah memiliki
tujuan yang jelas (Todaro, 2000). Tiga tujuan pembangunan adalah :
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi barang kebutuhan pokok
2. Peningkatan standar hidup manusia
3. Perluasan pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu
Upaya pembangunan ekonomi yang baik tidak boleh lepas dari
perencanaan. Perancanaan memberikan pengaruh yang positif dari tindakan
pembangunan ekonomi. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya perencanaan,
maka pembangunan yang dilaksanakan akan terarah sesuai dengan tujuan
pembangunan. Pembangunan dengan perencanaan akan memberikan hasil yang
maksimal dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya yang ada. Selain itu
berbagai langkah alternatif yang tidak akan didapatkan pada pembangunan tanpa
perencanaan sebelumnya dapat memberikan jalan keluar apabila terdapat
hambatan. Conyers & Hills (1994) mendefinisikan perancanaan sebagai suatu
proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu pada masa yang akan datang.
Pembangunan ekonomi dengan perencanaan yang baik itulah yang
diperlukan bagi dunia perekonomian saat ini untuk dapat melangsungkan
kehidupan ekonomi yang efektif, guna mencapai tujuan ekonomi itu sendiri.
Disamping ditujukan pada sektor makro, perhatian pembangunan sektor-sektor
mikro juga perlu diperhatikan. Seperti halnya area dengan lingkup negara,
kemudian menuju daerah tingkat I, juga daerah tingkat II. Hal tersebut
dikarenakan konsep pembangunan secara nasional saja tidak cukup untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas pembangunan di lingkup daerah, sehingga perhatian
khusus bagi daerah juga sangat diperlukan.
Negara Indonesia sebagai negara hukum telah mempunyai undang-undang
yang mengatur mengenai pemerintahan daerah. Secara garis besar undang-undang
tersebut memuat peraturan-peraturan tentang hak-hak dan wewenang yang
dimiliki daerah untuk mengatur pembangunan, penataan, dan perencanaan
daerahnya sendiri, baik dari segi pemerintahan politik, ekonomi, maupun sosial
budaya. Dalam bidang ekonomi, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah merupakan salah satu undang-undang yang mengatur sistem
kewenangan pemerintahan di Negara Indonesia pada era otonomi daerah ini.
Selain itu, dewasa ini terdapat beberapa perubahan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, antara lain :
1. UU No.17 Th. 2003 : Tentang keuangan negara
2. UU No.1 Th. 2004 : Tentang perbendaharaan negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
3. UU No.25 Th. 2004 : Tentang sistem perencanaan pembangunan
nasional
4. UU No.33 Th. 2004 : Tentang Perimbangan Keuangan
5. UU No.20 Th. 2004 : Tentang rencana kerja pemerintah
Komponen perundangan tersebut telah memberikan keleluasaan bagi pemerintah
daerah untuk mengatur dan merencanakan segala sesuatu dalam perekonomiannya
semaksimal mungkin.
Otonomi daerah dapat didefinisikan sebagai beralihnya sebagian besar
proses pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah (Armida, 2000). Hal ini
membawa implikasi mendasar terhadap keberadaan tugas, fungsi, dan tanggung
jawab dalam pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri. Hal tersebut antara lain
dalam bidang ekonomi, meliputi implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan antar daerah serta pencarian sumber-sumber pembiayaan untuk
pembangunan dengan cara menggali potensi yang dimiliki oleh daerah. Oleh
sebab itu pembangunan ekonomi daerah sangat ditentukan oleh kebijakan daerah
itu sendiri dalam menentukan sektor-sektor yang diprioritaskan untuk
pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
Glasson (1990) mengatakan bahwa kemakmuran suatu wilayah berbeda
dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan struktur
ekonominya. Perubahan suatu daerah menuju kondisi yang lebih makmur
tergantung pada usaha-usaha di daerah itu sendiri dalam menghasilkan barang dan
jasa, serta usaha-usaha pembangunan yang diperlukan. Oleh sebab itu, kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
basis mempunyai peranan penggerak utama (prime mover role) dalam
pertumbuhan ekonomi suatu daerah, yang selanjutnya setiap perubahan tersebut
mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).
Pembangunan ekonomi daerah menekankan pada kebijakan-kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik
lokal. Sumber daya yang dimiliki suatu daerah pada umumnya terkait dengan dua
hal; daerah maju dengan industri; dan daerah berkembang dengan pertanian.
Dengan keadaan tersebut, konsentrasi pembangunan harus disesuaikan dengan
sektor yang potensial pada daerah tersebut. Dalam hal ini, negara berkembang
seperti Indonesia, hendaknya tidak meninggalkan pengembangan sektor
pertanian. Hal itu dikarenakan Indonesia sebagian besar wilayahnya memiliki
potensi besar dalam sektor pertaniannya.
Penekanan pembangunan sektor pertanian pada negara berkembang bukan
bermaksud mengabaikan pembangunan sektor lainnya, terlebih sektor industri.
Semua sektor sifatnya saling menunjang dan saling komplementer, terutama
antara sektor pertanian dan sektor industri. Hal lain yang mendorong perlunya
pembangunan pertanian di negara berkembang adalah karena sesaknya kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya apabila tidak dilakukan pembangunan pada
daerah pertanian, maka ketersediaan lapangan kerja akan minim, sehingga tenaga
kerja yang berasal dari desa akan melakukan urbanisasi ke kota. Urbanisasi
tersebut tidak mengakibatkan bertambah majunya kota, karena pada umumnya
para migran adalah penduduk yang belum begitu faham tentang perindustrian.
Akibatnya hanya akan menambah angka pengangguran di kota, dan menghambat
laju pertumbuhan kota itu sendiri.
Negara Indonesia dalam perjalanan sejarahnya telah mampu melakukan
pembangunan yang pesat dalam bidang pertaniannya. Hal ini dibuktikan dengan
swasembada pangan yang pernah dialami Indonesia pada pertengahan 1980-an.
Pada waktu itu ekonomi nasional tumbuh tinggi, bahkan lebih dari 7% per tahun,
karena kuatnya basis pertanian dan sumber daya alam. Kesempatan kerja
meningkat pesat dan kemampuan sektor-sektor ekonomi dalam menyerap
pertumbuhan tenaga kerja baru amatlah besar.
Keadaan pertanian tersebut memberikan gambaran bagi kita bahwa pada
waktu itu Indonesia dapat membangkitkan perekonomiannya, berdasarkan
pengembangan potensi satu sektor utama yakni sektor pertanian. Ketersediaan
bahan baku produksi merupakan suatu kunci utama berjalannya suatu sistem
produksi. Sektor industri, jasa, dan sektor-sektor lainnya mempunyai keterkaitan
yang sangat erat dengan sektor pertanian, karena sektor pertanian merupakan
sektor utama yang menjadi penyedia bahan-bahan input produksi sektor lainnya.
Jawa Tengah secara administratif merupakan sebuah provinsi yang
ditetapkan dengan Undang-undang No.10/1950 tanggal 4 Juli 1950, letaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara
astronomis, Jawa Tengah terletak pada 5o40' sampai dengan 8o30' Lintang Selatan
dan antara 108o30' sampai dengan 111o30' Bujur Timur. Secara administratif
Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Luas Wilayah
Jawa Tengah sebesar tiga koma dua lima juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari
luas pulau Jawa. Luas yang ada terdiri dari satu juta hektar (30,80 persen) lahan
sawah dan dua koma dua lima juta hektar (69,20 persen) bukan lahan sawah.
Menurut penggunaannya, luas lahan sawah terbesar berpengairan teknis (38,26
persen), selainnya berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain.
Dengan teknik irigasi yang baik, potensi lahan sawah yang dapat ditanami padi
lebih dari dua kali sebesar 69,56 persen (BPS, 2011).
Keadaan pertanian Jawa Tengah mempunyai potensi yang besar untuk
dikembangkan. Hasil produksi sektor pertanian Jawa Tengah juga sangatlah
berpengaruh terhadap besaran PDRB provinsi itu sendiri. Selama kurun waktu
2005 sampai dengan 2009, sektor pertanian Jawa Tengah memberikan kontribusi
sebesar 19,8% pada PDRB dan mengalami pertumbuhan sebesar 3,9%, seperti
yang ditunjukkan dalam tabel 1.1 berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2009
No Sektor 2005 2006 2007 2008 2009
1 Pertanian 29.924.642,25 31.002.199,11 31.862.697,60 33.484.068,44 34.949.138,35
2 Pertambangan dan Galian 1.454.230,59 1.678.299,61 1.782.886,65 1.851.189,43 1.952.866,70
3 Industri Pengolahan 46.105.706,52 48.189.134,86 50.870.785,69 53.158.962,88 54.137.598,53
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.179.891,98 1.256.430,34 1.340.845,17 1.404.668,19 1.482.643,11
5 Bangunan 7.960.948,49 8.446.566,35 9.055.728,78 9.647.593,00 10.300.647,63
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 30.056.962,75 31.816.441,85 33.898.013,93 35.626.196,01 37.766.356,61
7 Pengangkutan dan Komunikasi
6.988.425,75 7.451.506,22 8.052.597,04 8.657.881,95 9.260.445,65
8 Keuangan, Persewaan
5.067.665,70 5.399.608,70 5.767.341,21 6.218.053,97 6.701.533,13
9 Jasa - Jasa 14.312.739,85 15.442.467,70 16.479.357,72 17.741.755,98 19.134.037,85
PDRB 143.051.213,88 150.682.654,74 159.110.253,77 167.790.369,85 175.685.267,56
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
Sektor pertanian merupakan sektor yang menjadi input pokok bagi sektor-
sektor lain untuk berproduksi. Maka dari itulah sektor pertanian Jawa Tengah
masih tetap perlu dikelola dengan baik, walaupun kontribusi sektor tersebut
terhadap PDRB semakin berkurang. Sebagai contoh, hasil produksi bahan
makanan pokok sektor pertanian seperti halnya padi, sangat berpengaruh dalam
pelaksanaan proses produksi sektor-sektor selain pertanian. Oleh karena itu,
besarnya jumlah produksi padi juga akan memberikan kontribusi terhadap
besarnya produksi sektor-sektor lain tersebut. Jumlah produksi padi Indonesia
dalam kurun 2005 – 2010 dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Tabel 1.2 Produksi Padi Menurut Provinsi Indonesia Tahun 2005 - 2010 ( Juta Ton) No Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Aceh 1.411 1.350 1.533 1.402 1.556 1.582 2 Sumatera Utara 3.447 3.007 3.265 3.340 3.527 3.582 3 Sumatera barat 1.907 1.889 1.938 1.965 2.105 2.211 4 Riau 424 42 490 494 531 574 5 Jambi 579 544 58 581 644 628 6 Sumatera Selatan 2.320 2.456 2.753 2.971 3.125 3.272 7 Bengkulu 441 378 470 484 510 516 8 Lampung 2.124 2.129 2.308 2.341 2.673 2.807 9 Bangka Belitung 19 16 2 15 19 22
10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 0 1 11 DKI Jakarta 13 6 8 8 11 11 12 Jawa Barat 9.787 9.418 9.914 10.111 11.322 11.737 13 Jawa Tengah 8.424 8.729 8.616 9.136 9.600 10.110 14 DI Yogyakarta 670 708 709 798 837 823 15 Jawa Timur 9.007 9.346 9.402 10.474 11.259 11.643 16 Banten 1.861 1.751 1.816 1.818 1.849 2.048 17 Bali 786 840 839 840 878 869 18 Nusa Tenggara Barat 1.367 1.552 1.526 1.750 1.870 1.774 19 Nusa Tenggara Timur 461 511 505 577 607 555 20 Kalimantan Barat 1.023 1.107 1.225 1.321 1.300 1.343 21 Kalimantan Tengah 492 491 562 522 578 650 22 Kalimantan Selatan 1.598 1.636 1.953 1.954 1.956 1.842 23 Kalimantan Timur 499 541 567 586 555 588 24 Sulawesi Utara 432 454 49 520 549 584 25 Sulawesi Tengah 716 739 857 985 953 957 26 Sulawesi Selatan 3.390 3.365 3.635 4.083 4.324 4.382 27 Sulawesi Tenggara 339 349 423 405 407 454 28 Gorontalo 167 192 200 237 256 253 29 Sulawesi Barat 253 301 312 343 310 362 30 Maluku 37 49 57 75 89 83 31 Maluku Utara 57 59 48 51 46 55 32 Papua Barat 24 27 28 39 36 34 33 Papua 60 68 81 85 98 102
Indonesia 54.151 54.454 57.157 60.325 64.398 66.469 Sumber : Produksi tanaman padi seluruh provinsi di Indonesia, BPS, 2011.
Dari tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwasanya dalam kurun waktu 2005
sampai dengan 2010, Jawa Tengah menempati urutan ke tiga dalam hasil produksi
padi. Jumlah produksi padi tersebut adalah sebesar 15,4% produksi total padi di
Indonesia.
Dari gambaran keadaan pertanian Jawa Tengah di atas, guna
meningkatkan PDRB agar hasilnya optimal diperlukan pemilihan daerah di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
kawasan Jawa Tengah yang memiliki sektor pertanian prioritas, sehingga potensi
ekonomi di Jawa Tengah dapat dioptimalkan. Sektor pertanian yang diunggulkan
Jawa Tengah hendaklah merupakan sektor basis, mempunyai keunggulan
komparatif dan kompetitif bagi daerah itu sendiri. Kajian mengenai potensi
ekonomi berupa sektor unggulan ini sangat diperlukan untuk perencanaan
pembangunan yang akan datang, terutama dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Maka dari itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui potensi serta
identifikasi sektor pertanian pada daerah mana saja di Jawa Tengah yang
berkompeten sebagai dasar untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan, supaya pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dapat terus meningkat
di era otonomi daerah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah
yang akan dikaji adalah :
1. Sektor pertanian di kabupaten atau kota manakah yang merupakan sektor
basis dengan keunggulan komparatif di Jawa Tengah ?
2. Sektor pertanian di kabupaten atau kota manakah yang merupakan sektor
basis dengan keunggulan kompetitif di Jawa Tengah ?
3. Bagaimanakah pola dan struktur pertumbuhan sektor pertanian di masing-
masing kabupaten atau kota di Jawa Tengah ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi sektor pertanian
di masing-masing Kabupaten/Kota di wilayah Jawa Tengah dengan cara :
1. Mengetahui sektor pertanian basis yang mempunyai keunggulan komparatif
di kabupaten atau kota di Jawa Tengah.
2. Mengetahui sektor pertanian basis yang mempunyai keunggulan kompetitif di
kabupaten atau kota di Jawa Tengah.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis pola dan struktur pertumbuhan sektor
pertanian di masing-masing kabupaten atau kota di Jawa Tengah sehingga
diperoleh daerah yang tepat untuk ditumbuhkembangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi, informasi dan
pedoman bagi pengambil kebijakan serta peneliti lainnya yang berminat dibidang
ini:
1. Sebagai referensi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membuat perencanaan
kebijakan pembangunan ekonomi daerah berdasarkan potensi ekonomi di
sektor pertanian.
2. Sebagai bahan informasi untuk dipertimbangkan oleh Pemerintah Jawa
Tengah tentang kinerja masing-masing daerah pada sektor pertaniannya.
3. Menambah referensi tentang keadaan dan pertumbuhan ekonomi di sektor
pertanian pada daerah-daeurah di Jawa Tengah untuk dapat digunakan
sebagai dasar pertimbangan studi-studi selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi diartikan berbeda-beda oleh setiap orang
tergantung dari sudut pandang masing-masing. Namun demikian secara
umum pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan oleh pelaku
ekonomi pada suatu wilayah untuk melakukan perubahan di berbagai bidang
ekonomi meliputi perkembangan kualitatif ekonomi, seperti halnya
perencanaan, struktur sosial, sikap masyarakat, yang berkaitan langsung
dengan perekonomian, serta tidak lepas kaitannya dengan pertumbuhan
ekonomi sendiri dari segi kuantitatif. Sedangkan pertumbuhan ekonomi
merupakan cerminan langsung tumbuhnya suatu perekonomian pada suatu
wilayah yang dinilai dari besaran PDB atau PDRB wilayah itu sendiri.
Widodo (2006) mengemukakan bahwa pembangunan adalah upaya
multi dimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di
dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional tanpa
mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan ekonomi, penanganan
ketimpangan pendapatan serta perluasan kesempatan kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2. Pembangunan dan Pertumbuhan Daerah
Pembangunan dan pertumbuhan yang dilakukan tidak hanya di tingkat
nasional, tetapi pembangunan dapat dilakukan dalam ruang lingkup yang
lebih kecil, yaitu daerah provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, dan lain-lain.
Sering kali pembangunan yang dilakukan di wilayah yang lebih kecil ini
memberikan hasil yang mampu mendukung pembangunan yang dilakukan di
wilayah yang lebih besar. Pada tingkat yang lebih kecil, pembangunan
dilakukan di tingkat daerah setingkat provinsi maupun setingkat kabupaten
dan kota.
3. Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan daerah dapat dikelompokkan berdasarkan
(1) jangka waktu, (2) sifat perencanaan, (3) alokasi sumber daya, (4) tingkat
keluwesan, (5) sistem ekonomi, (6) arus informasi, dan (7) dimensi
pendekatan (Arsyad, 1999; Kunarjo, 1992 dan Munir, 2002, dalam Widodo,
2006).
a. Perencanaan berdasarkan jangka waktu
1) Perencanaan jangka panjang
Perencanaan jangka panjang mempunyai rentang waktu 10 sampai
dengan 25 tahun. Menurut UU No. 25 Tahun 2004, Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) nasional/daerah dapat
digolongkan sebagai perencanaan perspektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2) Perencanaan jangka menengah
Perencanaan jangka menengah berkaitan dengan tujuan yang hendak
dicapai dalam jangka menengah biasanya mempunyai rentang waktu
antara 4 sampai dengan 6 tahun. Dalam perencanaan jangka menengah
walaupun masih umum, tetapi sasaran-sasaran dalam kelompok besar
(sasaran sektoral) sudah dapat diproyeksikan dengan jelas. Contoh
dari perencanaan jangka menengah ini adalah PROPENAS,
PROPEDA, dan sebagainya. Di Indonesia, dalam UU No. 25 Tahun
2004, rencana jangka menengah ini disebut juga RPJM
nasional/daerah.
3) Perencanaan jangka pendek
Rencana jangka pendek umumnya memiliki alokasi 1 tahun.
Perencanaan ini sering disebut juga rencana operasional tahunan.
Dalam UU No. 25 Tahun 2004, rencana jangka pendek ini antara lain
Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), dan sebagainya.
b. Perencanaan berdasarkan alokasi sumber daya
1) Perencanaan Keuangan
Perencanaan keuangan adalah teknik perencanaan yang berkaitan
dengan pengalokasian dana. Kuangan merupakan kunci pokok
implementasi ekonomi.
2) Perencanaan fisik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Perencanaan fisik adalah usaha menjabarkan usaha pembangunan
melalui pengalokasian factor-faktor produksi dan hasil produksi
sehingga memaksimalkan pendapatan dan pekerjaan. Keseimbangan
fisik hanya dapat dicapai melalui perkiraan yang tepat tehadap
hubungan antara investasi dan output.
c. Perencanaan berdasarkan arus informasi
1) Perencanaan sentralistik (top-down planning)
Dalam perencanaan sentralistik, keseluruhan proses perencanaan suatu
negara berada di bawah badan perencanaan pusat. Badan perencanaan
pusat mengendalikan setiap aspek pembangunan, menetapkan harga
semua produk dan upah tenaga kerja.
2) Perencanaan desentralistik (bottom-up planning)
Perencanaan desentralistik mengacu pada proses pelaksanaan rencana
dari bawah (bottom-up planning). Rencana pada dasarnya dirumuskan
oleh badan perencanaan pusat setelah berkoordinasi dan berkonsultasi
dengan berbagai unit administrasi Negara, dengan memperhatikan
secara cermat rencana daerah/wilayah. Rencana di tingkat daerah
dirumuskan oleh badan perencanaan daerah sesuai dengan potensi dan
kondisi daerah serta aspirasi masyarakat. Harga barang dan jasa
ditentukan oleh mekanisme pasar meskipun ada pengawasan tertentu
oleh pemerintah di bidang kegiatan ekonomi tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
4. Strategi Pembangunan Daerah
Blakely (1994, dalam Widodo, 2006) membagi proses perencanaan
pembangunan ekonomi daerah menjadi 6 tahap, yaitu pengumpulan data dan
analisis; pemilihan strategi dan pembangunan daerah; pemilihan proyek-
proyek pembangunan; pembuatan rencana tindakan; pemantauan rincian
proyek; persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi.
Tahapan tersebut ditunjukkan oleh tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tahapan dan kegiatan dalam proses perencanaan pembangunan daerah
Tahap Kegiatan
I
Pengumpulan dan analisis data · Penentuan basis ekonomi · Analisis struktur tenaga kerja · Evaluasi kebutuhan tenaga kerja · Analisis peluang dan kendala pembangunan · Analisis kapasitas kelembagaan
II
Pemilihan strategi pembangunan daerah · Penentuan tujuan dan kriteria · Penentuan kemungkinan-kemungkinan tindakan · Penyusunan strategi
III Pemilihan proyek-proyek pembangunan · Identifikasi proyek · Penilain ariabel proyek
IV
Pembuatan rencana tindakan · Prapenilaian hasil proyek · Pengambangan input proyek · Penilaian alternative sumber pembiayaan · Identifikasi struktur proyek
V
Penentuan rincian proyek · Pelaksanaan studi keayakan secara rinci · Penyiapan rencana usaha · Pengembangan, monitoing, dan pengevaluasian program
VI
Persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi · Penyiapan jadwal implementasirencana proyek · Penyusunan program pembangunansecara keseluruhan · Targeting dan marketing asset-aset masyarakat · Pemasaran kebutuhan keuangan
Sumber : Blakely, 1994, dalam Widodo, 2006.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
5. Teori-Teori Ekonomi
Teori-teori ekonomi pada penelitian ini meliputi teori pertumbuhan ekonomi,
teori perubahan struktur ekonomi, dan teori basis ekonomi. Secara rinci
masing-masing diurai di bawah ini :
a. Teori Pertumbuhan Ekonomi
1) Teori Tahapan Pertumbuhan Rostow
Teori pembangunan ekonomi ini pada awalnya muncul
merupakan artikel yang dimuat dalam Economic Journal (1956),
selanjutnya dikembangkan dalam buku yang berjudul The Stages of
Economics, (1960). Teori pembangunan Rostow ini termasuk dalam
teori linier tahapan pertumbuhan ekonomi, yang memandang proses
pembangunan sebagai suatu tahap-tahap yang harus dialami oleh
seluruh negara. Proses pembangunan sebagai suatu urutan tahap-
tahap yang harus dilalui oleh seluruh negara.
Menurut Rostow (1960), pembangunan ekonomi atau
transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi suatu masyarakat
modern merupakan proses multidimensi. Pembangunan ekonomi
tidak hanya terjadi dalam struktur ekonomi saja, namun juga dalam
hal proses yang menyebabkan:
a) Perubahan reorientasi organisai ekonomi
b) Perubahan masyarakat
c) Perubahan penanaman modal, dari penanam modal tidak
produktif ke penanam modal yang lebih produktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
d) Perubahan cara masyarakat dalam membentuk kedudukan
seseorang dalam sistem kekeluargaan, menjadi ditentukan
oleh kesanggupan melakukan pekerjaan
e) Perubahan pandangan masyarakat yang pada mulanya
berkeyakinan bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh alam.
Dalam dimensi ekonominya menurut Rostow (1960), semua
masyarakat dikelompokkan ke dalam salah satu dari lima tahap
pertumbuhan, yakni:
a) Masyarakat tradisional (the traditional society)
Masyarakat ini memiliki fungsi produksi yang terbatas,
didasarkan pada teknologi dan ilmu pengetahuan yang
sederhana, sikap masyarakat primitif, serta berpikir irasional,
meliputi masyarakat yang sedang dalam proses peralihan, yaitu
suatu periode yang sudah mempunyai prasyarat-prasyarat
untuk lepas landas.
b) Prasyarat untuk lepas landas (Pre conditions for take-off)
c) Lepas Landas (Take off)
Tahap ini dimotori oleh teknologi industri dan pertanian,
pembagunan sarana-prasarana, serta tumbuhnya kekuatan
politik yang sangat peduli akan modernisasi dan pertumbuhan
ekonomi
d) Tahap menuju kematangan (drive to maturity)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Tahap ini didasari oleh pertumbuhan industri yang beraneka
ragam dan telah terkait dengan pasar internasional.
e) Konsumsi Masal (High Mass Consumption)
Tahap ini ditandai dengan pendapatan per kapita yang tinggi
dan persoalan telah beralih dari pertumbuhan industri ke
kesejahteraan sosial yang lebih tinggi (Walfare State.)
2) Model Pertumbuhan Harrod-Domar
Model pertumbuhan Harrod-Domar dikembangkan oleh dua
ekonom sesudah masa Keynes, yakni Sir Roy F. Harrod dari Inggris
dan Evsey D. Domar dari Amerika Serikat. Domar mengemukan
modelnya pertama kali pada tahun 1947 dalam American Economi
Review, sedangkan Harrod pada tahun 1939 dalam Economic
Journal. Model ini sebenarnya dikembangkan secara terpisah, tetapi
karena inti kedua pemikiran mereka sama maka digabungkan
menjadi satu yang terkenal dengan Model Harrod-Domar.
Model Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat yang
diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam
jangka panjang. Dengan kata lain, model Harrod-Domar berusaha
menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bisa
tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth) yang
didefinisikan sebagai pertumbuhan yang akan selalu menggunakan
barang modal secara penuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Teori ini melengkapi teori Keynes, di mana Keynes melihat
dalam jangka pendek (kondisi statis), sementara Harrod-Domar
dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Asumsi yang mendasari
teori Harrod-Domar adalah :
a) Perekonomian tertutup (rumah tangga dan perusahaan)
b) Hasrat menabung (MPS = s) konstan.
c) Produksi memiliki koefisien konstan atau bersifat constant
return to scale (CRS).
d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan
sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa
pertumbuhan jangka panjang yang mantap, di mana seluruh kenaikan
produksi dapat diserap oleh pasar hanya dapat dicapai jika
memenuhi syarat-syarat keseimbangan berikut (Harrod-Domar,
dalam Hariani, 2008) :
g = k = n
g merupakan tingkat pertumbuhan output (growth), k merupakan
tingkat pertumbuhan modal (capital), dan n merupakan tingkat
pertumbuhan angkatan kerja.
Peranan k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan
oleh rasio modal-output atau dilambangkan dengan v, yaitu rasio
tambahan neto terhadap stok modal dalam bentuk investasi baru
terhadap kenaikan output. Agar terdapat keseimbangan maka antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tabungan (S) dengan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling
menyeimbangkan. Apabila tabungan sama dengan investasi atau S =
I maka:
Agar pertumbuhan itu mantap maka harus memenuh syarat g
= n = s/v. Dalam perekonomian tertutup, kondisi pertumbuhan
mantap sulit tercapai karena s, v, dan n bersifat independen. Harrod-
Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar bebas,
tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi, kesimpulannya
menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya
investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan
permintaan barang.
3) Teori Ketimpangan pertumbuhan Gunnar Myrdal
Pada pertengahan tahun 1950-an, Gunnar Myrdal (1957)
melontarkan tesis tentang keterbelakangan yang terjadi di negara-
negara berkembang. Menurut Myrdal adanya hubungan ekonomi
antara negara maju dengan negara belum maju telah menimbulkan
ketimpangan internasional dalam pendapatan per kapita dan
kemiskinan di negara yang belum maju. Adapun faktor utama yang
menyebabkan ketimpangan ini adalah adanya kemajuan ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
pengetahuan dan teknologi, dan adanya pasar yang luas dan
konsentrasi modal keuangan di negara maju.
Kemakmuran kumulatif timbul di negara maju dan
kemiskinan kumulatif dialami rakyat di negara miskin. Dengan
perkataan lain, hubungan ekonomi antara negara maju dengan negara
miskin menimbulkan efek balik (backwash effect) yang cenderung
membesar terhadap negara miskin. Myrdal (1957) mengemukakan
pemikirannya mengenai prakondisi struktural yang harus dimiliki
oleh negara sedang berkembang dalam melaksanakan proses
pembangunan, antara lain adalah sebagai berikut :
a) Sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang berada
dalam situasi kekurangan gizi yang parah dan berada dalam
kondisi yang menyedihkan baik dalam tingkat kesehatan,
fasilitas pendidikan, perumahan dan sanitasi.
b) Adanya struktur sosial yang sangat timpang sehingga alokasi
sumber-sumber ekonomi yang produktif sangat banyak untuk
keperluan memproduksi barang-barang mewah (conspicuos
consumption).
Menurut Myrdal, upaya untuk memberantas kemiskinan di negara
yang belum maju harus dilakukan dengan campur tangan pemerintah
terutama dalam mempengaruhi kekuatan pasar bebas. Kemudian
tentang teori keunggulan komparatif yang digunakan oleh ahli
ekonomi neoklasik tidak dapat dijadikan petunjuk untuk proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
alokasi sumber-sumber ekonomi. Harus ada perlindungan atas
industri-industri rakyat yang belum berkembang dari persaingan
dengan luar negeri.
b. Teori Perubahan Struktur Ekonomi
Teori-teori perubahan struktural (structural-change theory)
memusatkan perhatian pada transformasi struktur ekonomi dari pola
pertanian ke struktur yang lebih modern serta memiliki sektor industri
manufaktur dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Aliran pendekatan
struktural ini didukung oleh W.Arthur Lewis yang terkenal dengan model
teoritisnya tentang “surplus tenaga kerja dua sektor” (two sektor surplus
labor) dan Hollis B. Chenery yang sangat terkenal dengan analisis
empirisnya tentang “pola-pola pembangunan” (patterns of development)
(Todaro, 2000:100). Masing-masing teori tersebut diperinci sebagai
berikut :
1) Teori pembangunan Arthur Lewis
Teori Pembangunan Arthur Lewis (1954) membahas proses
transformasi industrialisasi pada tahap awal pembangunan kapitalis
di Eropa. Teori ini melihat hubungan antara sektor pertanian dan
industri dalam perekonomian yang terjadi antara daerah perkotaan
dan pedesaan dengan memasukkan proses urbanisasi yang terjadi di
kota dan desa tersebut.
Asumsi Teori Lewis meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
a) Perekonomian pertanian merupakan sektor pedesaan subsisten
yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas
marjinal labor sama dengan nol (MPL=0) dan;
b) Perekonomian industri perkotaan modern yang tingkat
produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan labor
yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten.
Model Lewis ini lebih ditujukan pada terjadinya proses transfer labor
serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja
di sektor modern. Transfer tenaga kerja dan pertumbuhan
kesempatan kerja dimungkinkan karena adanya perluasan output
pada sektor modern. Adapun kecepatan terjadinya perluasan output
ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi
modal secara keseluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi
dimungkinkan karena adanya kelebihan keuntungan sektor modern
dari selisih upah, dengan asumsi bahwa kapitalis tersebut bersedia
melakukan investasi kembali dari seluruh keuntungannya. Kemudian
tingkat upah di sektor industri dianggap konstan, jumlahnya
ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor pertanian
subsisten tradisional. Lewis mengasumsikan bahwa tingkat upah di
daerah perkotaan minimal 30 persen lebih tinggi dari rata-rata
pendapatan di pedesaan yang memaksa para pekerja pindah ke
daerah perkotaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Proses pertumbuhan yang berkelanjutan (self-sustaining
growth) di sektor modern dan perluasan tenaga kerja diasumsikan
terjadi terus-menerus sampai surplus labor di pedesaan habis diserap
di dalam sektor industri. Selanjutnya tambahan pekerja dapat ditarik
dari sektor pertanian dengan biaya yang lebih tinggi karena hal ini
akan menyebabkan berkurangnya produksi makanan karena
penurunan rasio labor-tanah berarti bahwa produk marjinal dari labor
pedesaan tidak lagi sama dengan nol. Kemudian kurva penawaran
labor tersebut menjadi berslope positif karena tingkat upah
mengalami peningkatan terus menerus. Transformasi struktural dari
perekonomian dengan sendirinya akan menjadi suatu kenyataan dan
perekonomian itu akan beralih dari sektor pertanian tradisional
pedesaan ke sektor industri perkotaan yang modern.
2) Teori pola pembangunan Hollis Chenery
Teori Pola Pembangunan dari Chenery ini lebih fokus pada
perubahan struktur dalam proses perubahan ekonomi, industri, dan
struktur kelembagaan. Perubahan tersebut terjadi pada perekonomian
di negara berkembang yang sedang mengalami transformasi dari
sektor pertanian ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan
ekonominya.
Menurut Chenery, transformasi struktur produksi
menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang mula-
mula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor industri. Dalam
hal ini, sumbangan sektor industri pada pendapatan nasional
meningkat dan sumbangan sektor pertanian mengalami penurunan
pada saat pendapatan per kapita meningkat.
Menurut Kuznets, perubahan struktur ekonomi atau disebut
juga transformasi struktural, didefinisikan sebagai suatu rangkaian
perubahan yang saling berkaitan satu sama lainnya dalam komposisi
dari permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan
impor), penawaran agregat (produksi dan 26 penggunaan faktor-
faktor produksi, seperti penggunaan tenaga kerja dan modal) yang
disebabkan adanya proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan (Chenery, 1997). Perekonomian suatu daerah
dalam jangka panjang akan terjadi perubahan struktur perekonomian
dimana semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor
industri. Dari sisi tenaga kerja akan menyebabkan terjadinya
perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian desa ke sektor industri
kota, sehingga menyebabkan kontribusi pertanian meningkat.
Perubahan struktur perekonomian tersebut tentu akan
mempengaruhi tingkat pendapatan antar penduduk dan antar sektor
ekonomi, karena sektor pertanian lebih mampu menyerap tenaga
kerja dibanding sektor industri, akibatnya akan terjadinya
perpindahan alokasi pendapatan dan tenaga kerja dari sektor yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
produktifitasnya rendah ke sektor yang produktifitasnya tinggi. Pada
akhirnya, hal tersebut mengakibatkan terjadinya kesenjangan
pendapatan dalam masyarakat. Faktor penyebab terjadinya
perubahan struktur perekonomian antara lain ketersediaan sumber
daya alam, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta modal
dan investasi yang masuk ke suatu daerah.
c) Teori Basis Ekonomi
Inti dari teori basis ekonomi menurut Arsyad (1999:166) dalam
Sadau (2002:20) menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan
ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan
barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri yang
menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku
untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan
peluang kerja (job creation). Pendekatan basis ekonomi sebenarnya
dilandasi pada pendapat bahwa yang perlu dikembangkan di sebuah
wilayah adalah kemampuan berproduksi dan menjual hasil produksi
tersebut secara efisien dan efektif. Lebih lanjut model ini menjelaskan
struktur perekonomian suatu daerah atas dua sektor, yaitu :
1) Sektor basis, yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang melayani baik
pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Itu berarti
daerah secara tidak langsung mempunyai kemampuan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
mengekspor barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor tersebut ke
daerah lain.
2) Sektor non basis, yaitu sektor atau kegiatan yang hanya mampu
melayani pasar daerah itu sendiri.
Berdasarkan teori ini, sektor basis perlu dikembangkan dalam rangka
memacu pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
6. Teori analisis pertumbuhan ekonomi daerah
Teori-teori untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi daerah pada penelitian
ini antara lain :
a. Location Quotient
Location quotient merupakan suatu teknik analisis yang
digunakan untuk menentukan sektor basis / pemusatan dan non basis,
dengan tujuan untuk melihat keunggulan komparatif maupun keunggulan
kompetitif suatu daerah dalam menentukan sektor andalannya. Dalam
teknik ini, kegiatan ekonomi suatu daerah dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu (Arsyad, 1999:140-141) :
1) Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu untuk memenuhi
kebutuhan baik pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri.
Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan
daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor
unggulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
2) Sektor non basis merupakan sektor ekonomi yang hanya mampu
memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri, sektor seperti ini dikenal
sebagai sektor non unggulan.
Teori ini selanjutnya menyatakan bahwa karena sektor basis
menghasilkan barang dan jasa yang dapat dijual keluar daerah yang
meningkatkan pendapatan daerah tersebut, maka secara berantai akan
meningkatkan investasi yang berarti menciptakan lapangan kerja baru.
Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya meningkatkan permintaan
terhadap industri basis, tetapi juga menaikkan permintaan akan industri
non basis. Dengan dasar teori ini maka sektor basis perlu diprioritaskan
untuk dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi
daerah.
Menurut Widodo (2006), Location Quotient (LQ) dibedakan
menjadi Static Location Quotient (SLQ), dan Dynamic Location Quotient
(DLQ). Static Location Quotient (SLQ) menghitung besarnya kontribusi
sektoral kaitannya dalam menentukan keunggulan komparatif sektor
basis. Dynamic Location Quotient (DLQ) merupakan analisis LQ dengan
cara membandingkan pertumbuhan sektor yang dianalisis dengan sektor
yang sama pada daerah induknya. Dengan cara ini akan diperoleh nilai
sektor yang tumbuh prima atau keunggulan kompetitif sektor basis.
Kedua model tersebut lebih lanjut dijelaskan seperti di bawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
1) Static Location Quotient
Static Location Quotient (SLQ) menghitung besarnya
kontribusi sektoral untuk menentukan keunggulan komparatif sektor
basis. Besarnya SLQ dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
Keterangan :
Vij : PDRB sektor i di daerah j
Vj : PDRB total daerah j
Vin : PDRB sektor i provinsi
Vn : PDRB total provinsi
Secara umum pengukuran terhadap derajat spesialisasi dengan
kriteria sebagai berikut (Bendavid-Val, 1997, dalam Widodo, 2006):
a) LQ > 1 : Jika LQ lebih besar dari 1, berarti tingkat
spesialisasi sektor tertentu pada daerah lebih besar dari sektor
yang sama pada tingkat provinsi.
b) LQ < 1 : Jika LQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat
spesialisasi sektor tertentu pada daerah lebih kecil dari sektor
yang sama pada tingkat provinsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
c) LQ = 1 : Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi
sektor tertentu pada daerah sama dengan sektor yang sama pada
tingkat provinsi.
2) Dynamic Location Quotient
Dynamic location quotient merupakan analisis LQ dengan
cara membandingkan pertumbuhan sektor yang dianalisis dengan
sektor yang sama pada daerah induknya. Dengan cara ini akan
diperoleh nilai sektor yang tumbuh prima. Berbeda dengan SLQ
yang menghitung keunggulan komparatif, Dymamic Location
Quotient (DLQ) menghitung besarnya keunggulan kompetitif yang
dihasilkan oleh kinerja manajemen daerah. Formula DLQ adalah
sebagai berikut;
Keterangan :
gij : laju pertumbuhan sektor i di daerah j
gj : rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah j
Gi : laju pertumbuhan sektor I di daerah himpunan (provinsi)
G : rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah himpunan
(provinsi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Selanjutnya dari hasil DLQ dengan digabungkan bersama SLQ akan
didapatkan Klasifikasi sektoral atas hasil analisis komparatif sebagai
berikut :
Tabel 2.3. Klasifikasi sektoral atas hasil analisis SLQ dan DLQ
Kriteria DLQ < 1 DLQ > 1
SLQ < 1 Sektor belum unggul dan berpotensi
Sektor belum unggul namun berpotensi
SLQ > 1 Sektor unggul namun belum berpotensi
Sektor unggul dan berpotensi
b. Tipologi Klassen
Gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
daerah merupakan analisis yang cukup penting untuk melihat kondisi
perekonomian suatu daerah. Dengan melihat pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi akan dapat terlihat bagaimana potensi relatif
perekonomian suatu daerah baik secara agregat dan sektoral terhadap
daerah lain sekitarnya. Untuk melihat pola dan struktur pertumbuhan
ekonomi daerah, para ahli ekonomi biasanya menggunakan analisis
Tipologi Klassen.
Alat analisis ini memiliki dua indikator utama, yaitu pertumbuhan
ekonomi dan PDRB di suatu daerah. Hal tersebut digambarkan dalam
bentuk tabel dengan pengelompokan sektor atau daerah ke dalam empat
kategori seperti yang ditunjukkan dalam tabel 2.4 sebagai berikut
(Widodo, 2006):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tabel 2.4 Matriks tipologi klassen
Daerah tumbuh cepat (Rij >= Rin)
Daerah tumbuh lambat (Rij < Rin)
Kon
trib
usi b
esar
(Y
ij >
= Y
in)
Prima Potensial
Kon
trib
usi K
ecil
(Yij
< Y
in)
Berkembang Terbelakang
Sumber : Perencanaan Pembangunan Terintegrasi Antar Sektor, 2003, dalam Widodo, 2006 Keterangan :
Rij : Laju pertumbuhan sektor i di daerah j
Rin : Laju pertumbuhan sektor i di daerah n (provinsi)
Yij : PDRB sektor i di daerah j
Yin : Rerata PDRB sektor i di daerah n (provinsi)
Pembagian Kategori di atas berdasarkan perbandingan antara daerah satu
dengan yang lain berdasar jumlah PDRB dan pertumbuhannya.
Keterangan dari masing-masing kategori dijelaskan sebagai berikut :
1) Sektor Prima : yaitu daerah yang cepat tumbuh dan berkontribusi
besar (high growthand high income) atau juga disebut sebagai daerah
maju dan tumbuh cepat (rapid growth region), merupakan daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang
lebih tinggi dibanding rata-rata provinsi
2) Sektor Berkembang : yaitu daerah yang tumbuh cepat namun
berkontribusi rendah (high growth but low income) atau juga disebut
sebagai daerah maju tapi tertekan (retarded region), merupakan
daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tapi
pendapatannya lebih rendah dibanding rata-rata provinsi.
3) Sektor Potensial yaitu daerah yang lambat tumbuh namun
berpenghasilan tinggi (low growth but high income) atau juga
disebut sebagai daerah sedang berkembang (growing region),
merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi rendah tapi
pendapatannya lebih tinggi dibanding rata-rata provinsi
4) Sektor Terbelakang yaitu daerah relatif tertinggal (low growth and
low income) atau juga disebut sebagai daerah relatif tertinggal
(relatively backward region), merupakan daerah yang pertumbuhan
ekonomi maupun pendapatannya lebih rendah dibanding rata-rata
provinsi.
B. Penelitian Terdahulu
Sumodiningrat (1987) dengan penelitiannya yang berjudul “Potensi
pertanian pedesaan dan swasembada pangan”, menggunakan alat analisis Input
Output menyatakan bahwa keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lain
pada masa pelita I hingga pelita V menurun. Namun demikian, pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
sektor pertanian sendiri mengalami peningkatan. Upaya untuk lebih meningkatkan
sektor pertanian adalah dengan pemerataan distribusi lahan, dan pemanfaatan
pajak pedesaan untuk membangun sektor pertanian desa sendiri.
Suparno (2008), dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis pergeseran
struktur ekonomi dan penentuan sektor ekonomi unggulan kawasan Sulawesi”
menggunakan alat analisis shift share klasik, tipologi klassen, location quotient,
dan base multiplier, hasil penelitian bahwa sektor basis di Sulawesi terdapat tiga
sektor, yakni pertanian, bangunan, dan jasa. Ketiga sektor tersebut sama-sama
berkembang pesat. Dari hasil penelitiannya juga didapati bahwa di Sulawesi
terjadi pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer menuju sekunder dan
tersier.
Indriyani (2010) dengan penelitiaannya yang berjudul “Analisis struktur
ekonomi, sektor basis dan sektor potensial ekonomi Kabupaten Semarang selama
otonomi daerah 2001-2008” menggunakan alat analisis kontribusi sektoral,
analisis laju pertumbuhan, analisis Location Quotient, analisis shift share, analisis
model rasio pertumbuhan dan analisis overlay, hasil penelitian bahwa sektor basis
Kabupaten Semarang adalah sektor industri dan perdagangan. Pertumbuhan sektor
basis mengalami kestabilan pada tahun penelitian dilakukan. Upaya peningkatan
sektor basis yaitu dengan cara penerapan kebijakan yang tepat sasaran.
Halimah (2011) dengan judul penelitiannya “Kajian tentang status,
pergeseran struktur dan identifikasi sektor ekonomi unggulan di Kabupaten
Sragen tahun 2002-2009”, menggunakan analisis Shift Share, Location Quotient,
Model Rasio Pertumbuhan, dan Analisis Overlay, hasil penelitian bahwa daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Sragen merupakan daerah yang tertingal. Namun demikian kinerja perekonomian
daerah pada kurun waktu penelitian mengalami pertumbuhan. Sektor yang
mengalami pertumbuhan dan merupakan sektor basis pada daerah tersebut adalah
sektor pertanian dan industri pengolahan.
C. Kerangka pemikiran
Model pembangunan ekonomi daerah dapat dilakukan dengan pendekatan
sektoral. Pembangunan ekonomi dengan pendekatan sektoral selalu dimulai
dengan pertanyaan sektor apa yang harus dikembangkan (Aziz,1994:229). Dalam
penelitian ini sektor yang diteliti adalah sektor pertanian. Sektor pertanian yang
harus dikembangkan tersebut disebut dengan sektor potensial. Sektor pertanian
yang diteliti meliputi wilayah kabupaten dan kote se Jawa Tengah. Untuk
mengidentifikasi sektor pertanian potensial dapat dilihat melalui indikator PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto), yaitu dari sisi kontribusi dan sisi
pertumbuhan. Namun demikian, sektor pertanian potensial tidak hanya dilihat
dengan pertumbuhan dan kontribusinya saja. Untuk menentukan sektor potensial
tersebut dapat dilihat dari keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan
spesialisasinya terhadap sektor yang sama pada tingkat provinsi. Untuk melihat
keunggulan komparatif digunakan analisis Static Location Quotient (SLQ).
Kemudian untuk melihat keunggulan kompetitif digunakan analisis Dynamic
Location Quotient (DLQ), sedangkan untuk melihat pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi sektoral digunakan tipologi klassen. Skema kerangka
pemikiran digambarkan pada gambar 2.1. sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder mengenai potensi sektor
pertanian di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2004 sampai dengan 2008.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan data rentang waktu dari tahun 2004-2008. Data berasal dari Badan
Pusat Statistik Jawa Tengah. Data tersebut adalah data PDRB sektoral harga
konstan.
C. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini didefinisioperasionalkan
sebagai berikut :
1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan merupakan nilai
produksi barang dan jasa akhir pada batas wilayah dan dalam kurun waktu
tertentu, diukur dengan satuan mata uang (rupiah). Dinamakan bruto karena
memasukkan komponen penyusutan. Disebut Konstan karena harga yang
digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000). PDRB juga
sering disebut dengan NTB (Nilai Tambah Bruto).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita. Produk Domestik regional
Bruto (PDRB) per kapita menggambarkan besarnya nilai tambah domestik
regional bruto per penduduk pada suatu wilayah, dalam suatu waktu tertentu,
pada analisis ini digunakan pendekatan PDRB atas dasar harga konstan
(tahun 2000). Nilai PDRB per kapita ini diperoleh dengan cara membagi nilai
PDRB atas dasar harga konstan di suatu wilayah/region pada jangka waktu
satu tahun, dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang berada dalam
wilayah/region tersebut.
3. Sektor Ekonomi menyatakan lapangan usaha pembentuk PDRB sektoral
disuatu wilayah. Berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI)
1990 lapangan usaha/sektor ekonomi terbagi menjadi sembilan sektor yaitu
sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri
pengolahan, sektor listrik, gas dan air minum, sektor bangunan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya
dan sektor jasa-jasa
4. Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu untuk memenuhi kebutuhan
baik pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Artinya sektor ini
dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun
daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan.
5. Sektor non basis merupakan sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi
kebutuhan daerah itu sendiri, sektor seperti ini dikenal sebagai sektor non
unggulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
6. Sektor dan subsektor ekonomi potensial merupakan sektor dan subsektor
ekonomi yang memiliki satu atau gabungan kriteria seperti keunggulan
kompetitif, keunggulan komparatif, spesialisasi jika dibandingkan dengan
sektor dan subsektor ekonomi yang sama pada wilayah lainnya.
7. Keunggulan komparatif menekankan pada keunggulan dalam kepemilikan
sumber ekonomi, sosial, politik, dan kelembagaan suatu daerah, seperti:
kepemilikan sumber daya alam, sumber daya manusia, infrastruktur, dan
sebagainya.
8. Keunggulan kompetitif menekankan pada efisiensi pengelolaan seperti:
manajemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam menggunakan
sumber-sumber yang ada dalam produksi, distribusi, dan konsumsi.
9. Spesialisasi mengacu kepada sektor ekonomi di suatu wilayah, dimana suatu
wilayah dinyatakan memiliki spesialisasi jika wilayah tersebut
mengembangkan suatu sektor ekonomi sehingga pertumbuhan maupun andil
sektor tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan sektor yang sama pada
daerah lainnya, spesialisasi juga tercipta akibat potensi sumber daya alam
yang besar maupun peran permintaan pasar yang besar terhadap output-output
lokal.
10. Pola dan Struktur Pertumbuhan Ekonomi menunjukkan suatu pola dan posisi
relatif suatu wilayah atau sektor dan subsektor ekonomi berdasarkan struktur
dan pertumbuhannya jika dibandingkan dengan wilayah lainnya atau sektor
dan subsektor ekonomi di wilayah lainnya. Biasanya untuk melihat pola dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
struktur pertumbuhan ekonomi baik regional maupun sektoral digunakan
klasifikasi Tipologi Klassen
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data pada penelitian ini dibagi menjadi tiga; Static
location quotient, Dynamic location quotient, dan Tipologi klassen. Secara rinci
dijelaskan sebagai berikut :
1. Static Location Quotient
Static Location Quotient (SLQ) menghitung besarnya kontribusi
sektoral kaitannya dalam menentukan keunggulan komparatif sektor basis.
Dalam penelitian ini, besarnya SLQ dinyatakan dalam persamaan berikut:
Keterangan :
Vij : PDRB sektor pertanian di daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah
Vj : PDRB total di daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah
Vin : PDRB sektor pertanian di Jawa Tengah
Vn : PDRB total di Jawa Tengah
Ukuran terhadap derajat spesialisasi SLQ dapat menggunakan kriteria sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
a. SLQ > 1 : Jika SLQ lebih besar dari 1, berarti tingkat spesialisasi
sektor pertanian di kabupaten / kota di Jawa Tengah lebih besar dari
sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah
b. SLQ < 1 : Jika SLQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat spesialisasi
sektor pertanian di kabupaten / kota di Jawa Tengah lebih kecil dari
sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah
c. SLQ = 1 : Jika SLQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi sektor
pertanian di kabupaten / kota di Jawa Tengah besarnya sama dengan
sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah
2. Dynamic Location Quotient
Dynamic location quotient (DLQ) merupakan analisis LQ dengan cara
membandingkan pertumbuhan sektor yang dianalisis dengan sektor yang
sama pada daerah induknya. Dari hasil analisis DLQ ini akan didapatkan
besarnya keunggulan kompetitif suatu sektor basis. Dalam penelitian ini,
formula untuk menghitung DLQ adalah sebagai berikut :
Keterangan :
gij : Laju pertumbuhan sektor pertanian di kabupaten/kota di Jawa Tengah
gj : Lata-rata laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Tengah
Gi : Laju pertumbuhan sektor pertanian di Jawa Tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
G : Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah
Ukuran terhadap derajat spesialisasi SLQ dapat menggunakan kriteria sebagai
berikut:
a. DLQ > 1 : Jika DLQ lebih besar dari 1, berarti tingkat spesialisasi
sektor pertanian di kabupaten / kota di Jawa Tengah lebih besar dari
sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah
b. DLQ < 1 : Jika DLQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat spesialisasi
sektor pertanian di kabupaten / kota di Jawa Tengah lebih kecil dari
sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah
c. DLQ = 1 : Jika DLQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi
sektor pertanian di kabupaten / kota di Jawa Tengah besarnya sama
dengan sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah
Selanjutnya dari hasil DLQ dengan digabungkan bersama SLQ akan
didapatkan Klasifikasi sektoral atas hasil analisis komparatif seperti yang
ditunjukkan dalam Tabel 3.3 sebagai berikut :
Tabel 3.1. Klasifikasi sektoral atas hasil analisis SLQ dan DLQ
Kriteria DLQ < 1 DLQ > 1
SLQ < 1 Sektor belum unggul dan belum berpotensi
Sektor belum unggul namun berpotensi
SLQ > 1 Sektor unggul namun belum berpotensi
Sektor unggul dan berpotensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3. Tipologi Klassen
Tipologi klassen menganalisis pola dan struktur pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota di Jawa Tengah terhadap daerah di sekitarnya.
Untuk menganalisis struktur pertumbuhan ekonomi tersebut, penelitian ini
menggunakan indikator pertumbuhan dan jumlah PDRB dari sektor pertanian.
Tipologi klassen menyajikan empat matriks yang membagi daerah-daerah
seperti dalam tabel 3.2 sebagai berikut :
Tabel 3.2 Matriks tipologi klassen
Daerah tumbuh cepat (Rij >= Rin)
Daerah tumbuh lambat (Rij < Rin)
Kon
trib
usi b
esar
(Y
ij >
= Y
in)
Prima (K 1)
Potensial (K 3)
Kon
trib
usi K
ecil
(Yij
< Y
in)
Berkembang (K 2)
Terbelakang (K 4)
Sumber : Perencanaan Pembangunan Terintegrasi Antar Sektor, 2003, dalam Widodo, 2006 Keterangan :
Rij : Laju pertumbuhan sektor pertanian di kabupaten / kota di Jawa Tengah
Rin : Laju pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah
Yij : PDRB sektor pertanian di kabupaten / kota di Jawa Tengah
Yin : Rerata PDRB sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Prima (K1) : Daerah yang cepat tumbuh dan berkontribusi besar
Berkembang (K2) : Daerah yang tumbuh cepat namun berkontribusi rendah
Potensial (K3) : Daerah yang lambat tumbuh namun berkontribusi tinggi
Terbelakang (K4) : Daerah yang lambat tumbuh juga berkontribusi rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Keadaan Geografis
Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh
dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya antara 5o40’
dan 8o30’ Lintang Selatan dan antara 108o30’ dan 111o30’ Bujur Timur. Jarak
terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km
(BPS, 2011).
Luas wilayah Jawa tengah pada tahun 2010 tercatat sebesar 3,25 juta
hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa. Luas yang ada terdiri
dari 992 ribu hektar lahan sawah dan 2,26 juta hektar bukan lahan sawah.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, luas lahan sawah tahun 2010 turun
sebesar 0,013 persen, sebaliknya luas bukan lahan sawah naik sebesar 0,006
persen (BPS, 2011).
2. Pemerintahan
Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29
kabupaten dan 6 kota. Pada tahun 2010 jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
lingkungan Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah sebanyak 18,21 ribu orang.
Jumlah angka kelahiran dan kematian yang dimuat dalam Catatan Sipil
kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar 1.436,8 ribu dan 9,8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
ribu buah. Jumlah angka kelahiran menurun sebesar 34,36 persen dan jumlah
angka kematian meningkat sebesar 151.79 persen (BPS, 2011).
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Tengah, pada tahun
2010 berhasil menerbitkan sertifikat hak atas tanah sebanyak 243,10 ribu
buah atau menurun 27,40 persen dari tahun 2009. Dari jumlah sertifikat
tersebut, sebanyak 217 ribu sertifikat atau sebesar 89,26 persen merupakan
sertifikat hak milik (BPS, 2011).
3. Kependudukan
Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, jumlah penduduk
Jawa Tengah tercatat sebesar 32,38 juta jiwa atau sekitar 14 persen dari
jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai Provinsi
ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat
dan Jawa Timur. Jumlah penduduk perempuan lebih besar dari jumlah
penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (rasio jumlah
penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan) sebesar 98,77
(BPS, 2011).
Berdasarkan hasil Sakernas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun
2010 mencapai 18,86 juta orang, atau turun sebesar 1,35 persen dibanding
tahun sebelumnya. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Jawa Tengah
tercatat sebesar 70,60 persen. Sedangkan angka pengangguran terbuka di
Jawa Tengah relatif kecil, yaitu sebesar 6,21 persen (BPS, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
B. Diskripsi Data-data Penelitian
PDRB Jawa Tengah tahun 2008 atas dasar harga konstan (tahun 2000)
mencapai Rp. 167,8 triliun, sedangkan pada tahun 2007 sebesar Rp.159,1 triliun.
Dengan demikian pada tahun 2008 perekonomian Jawa Tengah secara kumulatif
mengalami pertumbuhan sebesar 5,5 persen dibanding tahun 2007 (BPS, 2008).
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 2000 pada
triwulan IV tahun 2008 menurun sebesar 3,7 persen dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan negatif pada triwulan IV tahun 2008 ini disebabkan
karena sektor pertanian mengalami penurunan, yaitu 15,6 persen karena siklus
musiman. Selanjutnya, perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV tahun 2008
bila dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2007 mengalami pertumbuhan
sebesar 3,9 persen. Hampir semua sektor mengalami pertumbuhan positif, kecuali
sektor industri pengolahan mengalami penurunan sebesar 2,4 persen. Untuk
sektor-sektor yang tumbuh positif, tertinggi ada pada sektor pertanian sebesar 13,4
persen diikuti sektor bangunan 8,4 persen dan terendah adalah sektor listrik, gas
dan air bersih sebesar 4,0 persen (BPS, 2008).
Selama tahun 2008, semua sektor ekonomi yang membentuk PDRB
mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan yang mencapai 7,8 persen, diikuti oleh sektor jasa-
jasa 7,7 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 7,5 persen, sektor bangunan
6,5 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 5,1 persen, sektor pertanian 5,1
persen, sektor listrik, gas dan air bersih 4,8 persen, sektor industri pengolahan 4,5
persen, serta sektor pertambangan dan penggalian 3,8 persen (BPS, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Distribusi PDRB menurut sektor atas dasar harga berlaku juga
menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Tiga
sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan
mempunyai peranan sebesar 72,4 persen tahun 2008. Sektor industri pengolahan
memberi kontribusi sebesar 33,1 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran
19,7 persen, dan sektor pertanian 19,6 persen (BPS, 2008).
Dibandingkan dengan 2007, pada tahun 2008 terjadi perubahan peranan
pada beberapa sektor ekonomi yaitu penurunan pada sektor pertanian dari 20,4
persen pada tahun 2007 menjadi 19,6 di tahun 2008, sektor listrik dan air bersih
dari 1,1 persen pada tahun 2007 turun menjadi 1,0 persen di tahun 2008 , sektor
perdagangan hotel dan restoran pada tahun 2007 sebesar 19,9 persen turun
menjadi 19,7 persen di tahun 2008. Sementara sektor industri pengolahan naik
peranannya cukup besar dari 32,1 persen di tahun 2007 menjadi 33,1 persen di
tahun 2008, sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan dari 5,9
persen pada tahun 2007 menjadi 6,0 persen di tahun 2008. Sedangkan empat
sektor lainnya seperti pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa masih mempunyai
peranan tetap. (BPS, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
C. Hasil Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Static Location Quotient
Analisis Static Location Quotient menghitung kontribusi sektor
kaitannya dalam menentukan sektor basis berdasarkan keunggulan
komparatif. Berdasarkan hasil analisis, tiga daerah dengan nilai SLQ sektor
pertanian tertinggi yaitu pada Kabupaten Brebes dengan nilai 2,72,
Kabupaten Blora dengan nilai 2,68, dan Kabupaten Wonogiri dengan nilai
2,50. Ketiga daerah tersebut memiliki nilai SLQ yang tinggi dikarenakan
produksi sektor pertaniannya memang relatif tinggi, yakni sekitar 50 persen
dari total PDRB, sementara 50 persen lainnya terbagi dalam sektor-sektor
yang lain. Selanjutnya menurut metode analisis, perbandingan sebesar 50
persen tersebut yang dibandingkan dengan kontribusi sektor pertanian Jawa
Tengah yang hanya sebesar 20 persen akan memberikan nilai SLQ yang
tinggi.
Nilai SLQ sektor pertanian terendah dari hasil analisis terdapat pada
Kota Surakarta dengan nilai 0,004. Hal tersebut dikarenakan nilai produksi
sektor pertaniannya memang relatif rendah yakni hanya sekitar 0,1 persen
dari total PDRB. Pada umumnya hasil produksi sektor pertanian di enam kota
di Jawa Tengah relatif rendah. Hal itu dikarenakan tata guna lahan daerah
perkotaan tersebut telah berubah dari sektor pertanian menuju sektor yang
lain. Seperti halnya Kota Surakarta, nilai produksi sektornya didominasi oleh
Sektor Industri pengolahan sebesar 30 persen, kemudian merata di sektor-
sektor yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Hasil analisis Static Location Quotient data PDRB sektor pertanian
kabupaten dan kota di Jawa Tengah tahun 2004 - 2008 dimuat dalam tabel
4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Analisis SLQ Sektor Pertanian Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004 - 2008
No Daerah SLQ
Rerata SLQ 2004 2005 2006 2007 2008
1 Kab Banjarnegara 1,85 1,85 1,85 1,88 1,88 1,86 2 Kab Banyumas 1,07 1,06 1,05 1,06 1,03 1,06 3 Kab Batang 1,28 1,28 1,30 1,34 1,36 1,31 4 Kab Blora 2,61 2,60 2,62 2,68 2,88 2,68 5 Kab Boyolali 1,74 1,76 1,74 1,74 1,69 1,73 6 Kab Brebes 2,70 2,69 2,69 2,75 2,77 2,72 7 Kab Cilacap 0,68 0,64 0,64 0,66 0,65 0,65 8 Kab Demak 2,05 2,05 2,08 2,11 2,06 2,07 9 Kab Grobogan 1,97 1,99 2,03 2,07 2,01 2,02
10 Kab Jepara 1,17 1,18 1,16 1,16 1,15 1,17 11 Kab Karanganyar 0,94 0,94 0,95 0,97 0,97 0,95 11 Kab Magelang 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,15 12 Kab Kebumen 1,87 1,91 1,90 1,89 1,75 1,86 13 Kab Kendal 1,17 1,15 1,18 1,17 1,14 1,16 14 Kab Klaten 1,07 1,06 1,08 1,09 1,09 1,08 15 Kab Kudus 0,16 0,13 0,16 0,16 0,16 0,15 17 Kab Pati 1,65 1,63 1,63 1,66 1,70 1,66 18 Kab Pekalongan 1,02 1,05 1,08 1,10 1,08 1,07 19 Kab Pemalang 1,36 1,35 1,33 1,32 1,35 1,34 20 Kab Purbalingga 1,71 1,70 1,70 1,71 1,69 1,70 21 Kab Purworejo 1,74 1,74 1,75 1,76 1,71 1,74 22 Kab Rembang 2,38 2,36 2,38 2,37 2,33 2,36 23 Kab Semarang 0,67 0,64 0,64 0,66 0,66 0,65 24 Kab Sragen 1,73 1,72 1,72 1,73 1,70 1,72 25 Kab Sukoharjo 0,95 0,97 0,98 1,01 0,99 0,98 26 Kab Tegal 0,96 0,92 0,89 0,89 0,88 0,91 27 Kab Temanggung 1,53 1,56 1,56 1,60 1,61 1,57 28 Kab Wonogiri 2,43 2,45 2,50 2,55 2,60 2,50 29 Kab Wonosobo 2,32 2,34 2,39 2,44 2,51 2,40 30 Kota Magelang 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,15 31 Kota Pekalongan 0,72 0,60 0,55 0,50 0,47 0,57 32 Kota Salatiga 0,33 0,31 0,29 0,30 0,30 0,30 33 Kota Semarang 0,67 0,64 0,64 0,66 0,66 0,65 34 Kota Surakarta 0,004 0,003 0,003 0,004 0,003 0,004 35 Kota Tegal 0,66 0,59 0,57 0,55 0,54 0,58
Sumber : Analisis Data Sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Hasil analisis SLQ sektor pertanian kabupaten/kota di Jawa Tengah dalam
tabel 4.1 di atas secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :
a. Kabupaten Banjarnegara
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Banjarnegara menunjukkan angka
1,86. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Banjarnegara
merupakan sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 meningkat
0,02 poin pada tahun 2007.
b. Kabupaten Banyumas
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Banyumas menunjukkan angka
1,06. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Banyumas merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 fluktuatif dengan selisih
sebesar 0,01 sampai dengan 0,02 poin.
c. Kabupaten Batang
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Batang menunjukkan angka 1,31.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Batang merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 meningkat secara progresif.
d. Kabupaten Blora
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Blora menunjukkan angka 2,68.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Blora merupakan sektor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 meningkat secara progresif.
e. Kabupaten Boyolali
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Boyolali menunjukkan angka 1,73.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Boyolali merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
f. Kabupaten Brebes
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Brebes menunjukkan angka 2,72.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Brebes merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
g. Kabupaten Cilacap
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Cilacap menunjukkan angka 0,65.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Cilacap bukan merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
h. Kabupaten Demak
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Demak menunjukkan angka 2,07.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Demak merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2007 meningkat secara progresif, namun di
akhir 2008 mengalami penurunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
i. Kabupaten Grobogan
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Grobogan menunjukkan angka
2,02. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Grobogan merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2007 meningkat secara
progresif, namun di akhir 2008 mengalami penurunan.
j. Kabupaten Jepara
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Jepara menunjukkan angka 2,68.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Jepara merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 meningkat secara progresif.
k. Kabupaten Karanganyar
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Karanganyar menunjukkan angka
0,95. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Karanganyar bukan
merupakan sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan komparatif. Namun demikian, nilai SLQ dari tahun 2004 –
2008 meningkat secara progresif.
l. Kabupaten Magelang
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Magelang menunjukkan angka
0,15. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Magelang bukan
merupakan sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 tidak
mengalami perubahan yang signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
m. Kabupaten Kebumen
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Kebumen menunjukkan angka
1,86. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Kebumen merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ meningkat pada tahun 2005, namun selanjutnya
menurun sampai dengan akhir tahun 2008.
n. Kabupaten Kendal
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Kendal menunjukkan angka 1,16.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Kendal merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
o. Kabupaten Klaten
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Klaten menunjukkan angka 1,08.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Klaten merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
p. Kabupaten Kudus
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Kudus menunjukkan angka 0,15.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Blora bukan merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 stagnan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
q. Kabupaten Pati
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Pati menunjukkan angka 1,66. Hal
ini berarti sektor pertanian Kabupaten Pati merupakan sektor pertanian
basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif. Nilai
SLQ tahun 2005 mengalami penuruan, namun selanjutnya sampai
dengan tahun 2008 mengalami peningkatan.
r. Kabupaten Pekalongan
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Pekalongan menunjukkan angka
1,07. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Pekalongan merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
s. Kabupaten Pemalang
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Pemalang menunjukkan angka
1,34. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Pemalang merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2007 mengalami penurunan,
namun mulai tahun 2008 mengalami peningkatan.
t. Kabupaten Purbalingga
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Purbalingga menunjukkan angka
1,70. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Purbalingga merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
u. Kabupaten Purworejo
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Purworejo menunjukkan angka
1,74. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Purworejo merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
v. Kabupaten Rembang
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Rembang menunjukkan angka 2,36.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Rembang merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
w. Kabupaten Semarang
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Semarang menunjukkan angka
0,65. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Semarang bukan
merupakan sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami
fluktuasi.
x. Kabupaten Sragen
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Sragen menunjukkan angka 1,72.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Sragen merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
y. Kabupaten Sukoharjo
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Sukoharjo menunjukkan angka
0,98. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Sukoharjo bukan
merupakan sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan komparatif. Namun demikian pada tahun 2007 sektor
pertanian Sukoharjo pernah menjadi sektor potensial dengan nilai SLQ
1,01. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
z. Kabupaten Tegal
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Tegal menunjukkan angka 0,91.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Tegal bukan merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami penurunan.
aa. Kabupaten Temanggung
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Temanggung menunjukkan angka
1,57. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Temanggung merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami peningkatan.
bb. Kabupaten Wonogiri
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Wonogiri menunjukkan angka 2,55.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Wonogiri merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami kenaikan progresif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
cc. Kabupaten Wonosobo
Hasil rerata analisis SLQ Kabupaten Wonosobo menunjukkan angka
2,40. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Wonosobo merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami kenaikan
progresif.
dd. Kota Magelang
Hasil rerata analisis SLQ Kota Magelang menunjukkan angka 0,15. Hal
ini berarti sektor pertanian Kota Magelang bukan merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 stagnan.
ee. Kota Pekalongan
Hasil rerata analisis SLQ Kota Pekalongan menunjukkan angka 0,57.
Hal ini berarti sektor pertanian Kota Pekalongan bukan merupakan
sektor pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
komparatif. Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami penurunan.
ff. Kota Salatiga
Hasil rerata analisis SLQ Kota Salatiga menunjukkan angka 0,30. Hal ini
berarti sektor pertanian Kota Salatiga bukan merupakan sektor pertanian
basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif. Nilai
SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
gg. Kota Semarang
Hasil rerata analisis SLQ Kota Semarang menunjukkan angka 0,65. Hal
ini berarti sektor pertanian Kota Semarang bukan merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
hh. Kota Surakarta
Hasil rerata analisis SLQ Kota Pekalongan menunjukkan angka 0,00.
Hal ini berarti sektor pertanian Kota Surakarta bukan merupakan sektor
pertanian basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif.
Nilai SLQ dari tahun 2004 – 2008 stagnan.
ii. Kota Tegal
Hasil rerata analisis SLQ Kota Tegal menunjukkan angka 0,58. Hal ini
berarti sektor pertanian Kota Tegal bukan merupakan sektor pertanian
basis di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan komparatif. Nilai
SLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami penurunan.
Hasil analisis SLQ sektor pertanian di atas memberi gambaran
bahwasanya dari 29 Kabupaten dan 6 Kota di Jawa Tengah, 22 diantaranya
merupakan sektor basis menurut kriteria keunggulan komparatif, sementara
14 yang lainnya bukan merupakan sektor basis. Dari 22 sektor basis yang ada,
terdapat 7 daerah yang memiliki nilai SLQ sangat tinggi; Kabupaten Blora
dengan nilai 2,48, Kabupaten Brebes dengan nilai 2,72, Kabupaten Demak
dengan nilai 2,07, Kabupaten Grobogan dengan nilai 2,02, Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nilai SLQ
Daerah
Rembang dengan nilai 2,36, Kabupaten Wonogiri dengan nilai 2,50, dan
Kabupaten Wonosobo dengan nilai 2,40, seperti yang digambarkan dalam
gambar 4.1 berikut :
Gambar 4.1 Grafik Nilai SLQ Sektor Pertanian Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008
Tujuh daerah potensial yang memiliki nilai SLQ lebih dari 2
tersebut diperkirakan merupakan sektor pertanian yang potensial apabila
memiliki nilai pertumbuhan sektor yang tinggi pula. Selanjutnya untuk
memastikan apakah ketujuh daerah tersebut merupakan sektor potensial atau
tidak, dapat diketahui dari analisis DLQ.
2. Analisis Dynamic Location Quotient
Analisis Dynamic Location Quotient menghitung kontribusi sektor
kaitannya dalam menentukan sektor basis berdasarkan keunggulan kompetitif.
Hasil analisis Dynamic Location Quotient data PDRB sektor pertanian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
kabupaten dan kota di Jawa Tengah tahun 2004 - 2008 dimuat dalam tabel 4.1
sebagai berikut :
Tabel 4.2 Hasil Analisis DLQ Sektor Pertanian Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004 – 2008
No Daerah DLQ
Rerata DLQ 2005 2006 2007 2008
1 Kab. Banjarnegara 1,000 1,001 1,019 0,997 1,004 2 Kab. Banyumas 0,992 0,990 1,006 0,970 0,990 3 Kab Batang 0,999 1,016 1,033 1,009 1,014 4 Kab. Blora 0,998 1,006 1,024 1,076 1,026 5 Kab. Boyolali 1,012 0,991 0,999 0,969 0,993 6 Kab. Brebes 0,995 1,001 1,020 1,008 1,006 7 Kab. Cilacap 0,953 0,995 1,031 0,984 0,991 8 Kab. Demak 1,001 1,013 1,014 0,979 1,002 9 Kab. Grobogan 1,011 1,021 1,020 0,972 1,006
10 Kab. Jepara 1,008 0,982 0,996 0,994 0,995 11 Kab. Karanganyar 1,004 1,011 1,021 1,000 1,009 11 Kab. Magelang 1,012 1,008 1,001 1,028 1,012 12 Kab. Kebumen 1,021 0,998 0,993 0,925 0,984 13 Kab. Kendal 0,981 1,030 0,992 0,973 0,994 14 Kab. Klaten 0,984 1,021 1,009 1,003 1,004 15 Kab. Kudus 0,804 1,224 0,975 1,002 1,001 17 Kab. Pati 0,990 1,000 1,018 1,023 1,008 18 Kab. Pekalongan 1,027 1,022 1,019 0,989 1,014 19 Kab. Pemalang 0,988 0,985 0,997 1,016 0,997 20 Kab. Purbalingga 0,994 0,998 1,008 0,988 0,997 21 Kab. Purworejo 1,000 1,003 1,007 0,973 0,996 22 Kab. Rembang 0,992 1,009 0,996 0,985 0,995 23 Kab. Semarang 0,956 1,013 1,019 1,003 0,998 24 Kab. Sragen 0,999 0,996 1,010 0,978 0,996 25 Kab. Sukoharjo 1,025 1,008 1,029 0,984 1,012 26 Kab. Tegal 0,966 0,965 0,995 0,992 0,980 27 Kab. Temanggung 1,018 0,998 1,028 1,007 1,013 28 Kab. Wonogiri 1,008 1,019 1,020 1,021 1,017 29 Kab. Wonosobo 1,009 1,018 1,025 1,027 1,020 30 Kota Magelang 1,012 1,008 1,001 1,028 1,012 31 Kota Pekalongan 0,833 0,913 0,921 0,941 0,902 32 Kota Salatiga 0,956 0,924 1,051 0,987 0,980 33 Kota Semarang 0,956 1,013 1,019 1,003 0,998 34 Kota Surakarta 0,851 0,984 1,087 0,935 0,964 35 Kota Tegal 0,895 0,963 0,970 0,974 0,950
Sumber : Analisis Data Sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berdasarkan hasil analisis di atas, terdapat 17 daerah yang
memiliki nilai DLQ lebih dari satu. Tiga daerah dengan nilai DLQ tertinggi
yaitu Kabupaten Blora dengan nilai DLQ 1,026, Kabupaten Wonosobo
dengan nilai DLQ 1,020, dan Kabupaten Wonogiri dengan nilai 1,017.
Sementara tiga daerah dengan nilai DLQ terendah adalah Kota Pekalongan
dengan nilai DLQ 0,964, Kota Tegal dengan nilai DLQ 0,950, dan Kota
Surakarta dengan nilai DLQ 0,964.
Secara umum 55 persen dari kabupaten di Jawa Tengah memiliki
nilai DLQ lebih dari satu. Hal tersebut berarti pada daerah yang bersangkutan
dalam pengelolaan sektor pertaniannya memiliki manajemen yang baik
sehingga pertumbuhan sektornya juga baik. Sementara lima dari enam kota
yang ada di Jawa Tengah memiliki nilai DLQ dibawah satu. Hal tersebut
dikarenakan konsentrasi pembangunan sektor tidak lagi fokus di sektor
pertanian, namun telah beralih ke sektor lain, sehingga baik dari jumlah
produksi maupun peningkatan produktivitasnya rendah, bahkan minus.
Hasil analisis DLQ sektor pertanian dalam tabel 4.2 secara lebih
rinci dijelaskan per kabupaten/kota sebagai berikut :
a. Kabupaten Banjarnegara
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Banjarnegara menunjukkan angka
1,0004. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Banjarnegara
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 meningkat
0,018 poin pada tahun 2007.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
b. Kabupaten Banyumas
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Banyumas menunjukkan angka
0,990. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Banyumas bukan
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 fluktuatif.
c. Kabupaten Batang
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Batang menunjukkan angka 1,014.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Batang merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2007 meningkat, namun di
akhir 2008 mengalami penurunan.
d. Kabupaten Blora
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Blora menunjukkan angka 1,026.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Blora merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 meningkat secara
progresif.
e. Kabupaten Boyolali
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Boyolali menunjukkan angka
0,993. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Boyolali bukan
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami
fluktuasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
f. Kabupaten Brebes
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Brebes menunjukkan angka 1,006.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Brebes merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
g. Kabupaten Cilacap
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Cilacap menunjukkan angka 0,991.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Cilacap bukan merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
h. Kabupaten Demak
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Blora menunjukkan angka 1,002.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Demak merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2007 meningkat secara
progresif, namun di akhir 2008 mengalami penurunan.
i. Kabupaten Grobogan
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Grobogan menunjukkan angka
1,006. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Grobogan merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2007 Mengalami fluktuasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
j. Kabupaten Jepara
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Jepara menunjukkan angka 0,995.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Jepara bukan merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
k. Kabupaten Karanganyar
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Karanganyar menunjukkan angka
1,009. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Karanganyar
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami
fluktuasi.
l. Kabupaten Magelang
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Magelang menunjukkan angka
1,012. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Magelang merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2007 mengalami penurunan,
namun di akhir 2008 mengalami peningkatan.
m. Kabupaten Kebumen
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Kebumen menunjukkan angka
0,984. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Kebumen bukan
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 mengalami
penurunan sampai dengan akhir tahun 2008.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
n. Kabupaten Kendal
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Kendal menunjukkan angka 0,994.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Kendal bukan merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
o. Kabupaten Klaten
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Klaten menunjukkan angka 1,004.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Klaten merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
p. Kabupaten Kudus
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Kudus menunjukkan angka 1,001.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Kudus merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
q. Kabupaten Pati
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Pati menunjukkan angka 1,008.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Pati merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 meningkat secara
progresif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
r. Kabupaten Pekalongan
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Pekalongan menunjukkan angka
1,014. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Pekalongan merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Namun demikian nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008
mengalami penurunan.
s. Kabupaten Pemalang
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Pemalang menunjukkan angka
1,00. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Pemalang merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2007 mengalami peningkatan
signifikan.
t. Kabupaten Purbalingga
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Purbalingga menunjukkan angka
0,997. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Purbalingga bukan
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami
fluktuasi.
u. Kabupaten Purworejo
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Purworejo menunjukkan angka
0,997. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Purworejo bukan
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami
fluktuasi.
v. Kabupaten Rembang
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Rembang menunjukkan angka
0,995. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Rembang bukan
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami
fluktuasi.
w. Kabupaten Semarang
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Semarang menunjukkan angka
0,998. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Semarang bukan
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2007 mengalami
peningkatan, namun di akhir tahun 2008 mengalami penurunan.
x. Kabupaten Sragen
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Sragen menunjukkan angka 0,996.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Sragen bukan merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
y. Kabupaten Sukoharjo
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Sukoharjo menunjukkan angka
1,012. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Sukoharjo merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
z. Kabupaten Tegal
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Tegal menunjukkan angka 0,980.
Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Tegal bukan merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
aa. Kabupaten Temanggung
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Temanggung menunjukkan angka
1,013. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Temanggung
merupakan sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria
keunggulan kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami
fluktuasi.
bb. Kabupaten Wonogiri
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Wonogiri menunjukkan angka
1,017. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Wonogiri merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami kenaikan
progresif.
cc. Kabupaten Wonosobo
Hasil rerata analisis DLQ Kabupaten Wonosobo menunjukkan angka
1,020. Hal ini berarti sektor pertanian Kabupaten Wonosobo merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami kenaikan
progresif.
dd. Kota Magelang
Hasil rerata analisis DLQ Kota Magelang menunjukkan angka 1,012.
Hal ini berarti sektor pertanian Kota Magelang merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 meningkat.
ee. Kota Pekalongan
Hasil rerata analisis DLQ Kota Pekalongan menunjukkan angka 0,902.
Hal ini berarti sektor pertanian Kota Pekalongan bukan merupakan
sektor pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Namun demikian, nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008
mengalami peningkatan.
ff. Kota Salatiga
Hasil rerata analisis DLQ Kota Salatiga menunjukkan angka 0,980. Hal
ini berarti sektor pertanian Kota Salatiga bukan merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
gg. Kota Semarang
Hasil rerata analisis DLQ Kota Semarang menunjukkan angka 0,998.
Hal ini berarti sektor pertanian Kota Semarang bukan merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
hh. Kota Surakarta
Hasil rerata analisis DLQ Kota Pekalongan menunjukkan angka 0,964.
Hal ini berarti sektor pertanian Kota Surakarta bukan merupakan sektor
pertanian potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan
kompetitif. Nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami fluktuasi.
ii. Kota Tegal
Hasil rerata analisis DLQ Kota Tegal menunjukkan angka 0,950. Hal ini
berarti sektor pertanian Kota Tegal bukan merupakan sektor pertanian
potensial di Jawa Tengah menurut kriteria keunggulan kompetitif.
Namun demikian, nilai DLQ dari tahun 2004 – 2008 mengalami
peningkatan.
Hasil analisis DLQ di atas memberikan gambaran bahwa dari 35 daerah yang
ada di Jawa Tengah, terdapat 17 daerah yang memiliki sektor pertanian
potensial menurut kriteria keunggulan kompetitif. Dari 17 daerah potensial
tersebut, terdapat 9 daerah yang memiliki nilai DLQ di atas 1,01. Itu berarti
sejumlah daerah potensial tersebut adalah daerah-daerah di Jawa Tengah
yang memiliki tingkat manajemen / pengelolaan sektor pertanian yang tinggi,
sehingga memiliki pertumbuhan sektor yang tinggi dan tercermin pada nilai
DLQ sebih dari satu seperti pada hasil analisis di atas.
Untuk mengetahui sektor pertanian mana yang merupakan sektor
basis dan potensial lebih jauh, nilai DLQ dan SLQ dapat digabungkan dalam
bentuk klasifikasi sektoral seperti dalam tabel 4.3 sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Tabel 4.3 Klasifikasi Sektoral Analisis SLQ dan DLQ Sektor Pertanian Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008
Kriteria DLQ < 1 DLQ > 1
SLQ < 1
Sektor belum unggul dan
belum berpotensi 1. Kab Cilacap 2. Kab Tegal 3. Kota Pekalongan 4. Kota Salatiga 5. Kota Surakarta 6. Kota Tegal 7. Kab Semarang
Sektor belum unggul namun
berpotensi 1. Kab Karanganyar 2. Kab Magelang 3. Kab Kudus 4. Kab Sukoharjo 5. Kota Magelang 6. Kota Semarang
SLQ > 1
Sektor unggul namun belum
berpotensi 1. Kab Banyumas 2. Kab Boyolali 3. Kab Jepara 4. Kab Kebumen 5. Kab Kendal 6. Kab Pemalang 7. Kab Purbalingga 8. Kab Purworejo 9. Kab Rembang 10. Kab Sragen
Sektor unggul dan berpotensi
1. Kab Banjarnegara 2. Kab Batang 3. Kab Blora 4. Kab Brebes 5. Kab Demak 6. Kab Grobogan 7. Kab Klaten 8. Kab Pati 9. Kab Pekalongan 10. Kab Temanggung 11. Kab Wonogiri 12. Kab Wonosobo
Sumber : Analisis Data Sekunder
Hasil klasifikasi sektoral di atas menyatakan bahwa terdapat 12
daerah yang merupakan sektor pertanian unggulan dan berpotensi. Namun
demikian dari 12 daerah tersebut hanya beberapa daerah yang memiliki nilai
SLQ yang cukup tinggi, diantaranya : Kabupaten Blora dengan nilai 2,48,
Kabupaten Brebes dengan nilai 2,72, Kabupaten Demak dengan nilai 2,07,
Kabupaten Grobogan dengan nilai 2,02, Kabupaten Rembang dengan nilai
2,36, Kabupaten Wonogiri dengan nilai 2,50, dan Kabupaten Wonosobo
dengan nilai 2,40. Dengan tidak menghiraukan konsentrasi pembangunan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
daerah-daerah unggulan lainnya, daerah-daerah yang memiliki keunggulan
komparatif serta kompetitif yang cukup tinggi tersebut kiranya patut
diperhatikan lebih intensif dalam pembangunan sektor pertanian di Jawa
Tengah kedapannya.
Daerah-daerah dengan keunggulan komparatif dan kompetitif
yang tinggi perlu lebih intensif dikembangkan karena memiliki potensi yang
baik untuk lebih berkembang, selain itu juga sebagai daerah pokok dalam
konsep trickle down effect. Daerah-darah tersebut diharapkan dapat menjadi
motor daerah-daerah di sekitarnya untuk perkembangan kedepannya.
3. Analisis Tipologi Klassen
Tipologi klassen pada penelitian ini menganalisis pola dan
struktur pertumbuhan sektor pertanian di kabupaten/kota di Jawa Tengah
terhadap sektor yang sama di sekitarnya. Untuk menganalisis struktur
pertumbuhan ekonomi tersebut, penelitian ini menggunakan indikator
pertumbuhan dan kontribusi jumlah PDRB dari sektor pertanian. Daerah yang
cepat tumbuh dan berkontribusi besar akan digolongkan ke dalam sektor
prima, daerah yang lambat tumbuh namun berkontribusi besar akan
digolongkan ke dalam sektor potensial, daerah yang cepat tumbuh namun
berkontribusi kecil akan digolongkan ke dalam sektor berkembang, sementara
daerah yang lambat tumbuh dan berkontribusi kecil akan digolongkan ke
dalam sektor terbelakang. Hasil dari analisis pertumbuhan dan kontribusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
sektor pertanian daerah di Jawa Tengah terlebih dahulu disajikan dalam tabel
4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.4 Hasil Analisis Pertumbuhan dan Kontribusi PDRB Sektor Pertanian Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004 – 2008
No Daerah Rerata PDRB Perbandingan dengan rerata
Provinsi
Rerata Pertumbuhan
PDRB
Perbandingan dengan
Provinsi
1 Kab. Banjarnegara 912.106,90 1,03 3,6% 0,90 2 Kab. Banyumas 820.108,02 0,93 2,1% 0,53 3 Kab Batang 547.754,29 0,62 3,2% 0,80 4 Kab. Blora 987.234,19 1,12 4,9% 1,23 5 Kab. Boyolali 1.278.895,29 1,45 2,0% 0,50 6 Kab. Brebes 2.547.090,59 2,88 4,0% 1,00 7 Kab. Cilacap 2.706.022,79 3,06 2,1% 0,53 8 Kab. Demak 1.093.236,97 1,24 2,8% 0,70 9 Kab. Grobogan 1.112.904,72 1,26 3,8% 0,95
10 Kab. Jepara 852.169,76 0,96 2,5% 0,63 11 Kab. Karanganyar 864.783,84 0,98 5,1% 1,28 11 Kab. Magelang 28.589,02 0,03 4,1% 1,03 12 Kab. Kebumen 945.714,14 1,07 1,3% 0,33 13 Kab. Kendal 1.063.266,26 1,20 1,6% 0,40 14 Kab. Klaten 942.329,25 1,06 2,6% 0,65 15 Kab. Kudus 355.657,49 0,40 1,1% 0,28 17 Kab. Pati 1.288.536,18 1,46 4,0% 1,00 18 Kab. Pekalongan 595.018,43 0,67 4,5% 1,13 19 Kab. Pemalang 792.593,21 0,90 2,6% 0,65 20 Kab. Purbalingga 709.714,06 0,80 3,4% 0,85 21 Kab. Purworejo 876.280,34 0,99 3,6% 0,90 22 Kab. Rembang 929.384,28 1,05 2,5% 0,63 23 Kab. Semarang 625.787,24 0,71 2,3% 0,58 24 Kab. Sragen 865.133,65 0,98 3,6% 0,90 25 Kab. Sukoharjo 834.165,46 0,94 4,4% 1,10 26 Kab. Tegal 551.672,98 0,62 1,7% 0,43 27 Kab. Temanggung 665.324,71 0,75 3,6% 0,90 28 Kab. Wonogiri 1.305.342,15 1,47 4,8% 1,20 29 Kab. Wonosobo 799.970,53 0,90 3,9% 0,98 30 Kota Magelang 28.589,02 0,03 4,1% 1,03 31 Kota Pekalongan 205.314,88 0,23 -7,9% -1,98 32 Kota Salatiga 47.283,23 0,05 1,2% 0,30 33 Kota Semarang 625.787,24 0,71 2,3% 0,58 34 Kota Surakarta 2.909,04 0,00 3,3% 0,83 35 Kota Tegal 125.085,69 0,14 -1,4% -0,35
Rerata 885.027,68 1 4,0% 1
Sumber : Analisis Data Sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Tabel 4.4 di atas memuat nilai rerata PDRB dan pertumbuhan PDRB sektor
pertanian per daerah. Kolom perbandingan dengan provinsi memberikan
gambaran bila nilainya lebih dari satu, maka berarti kontribusi atau
pertumbuhan sektor tersebut lebih besar dari kontribusi atau pertumbuhan
provinsi. Hasil analisis tersebut selanjutnya disajikan dalam empat matriks
yang membagi daerah-daerah seperti dalam tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5 Matriks Tipologi Klassen Sektor Pertanian Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004 – 2008
Daerah tumbuh cepat (Rij >= Rin)
Daerah tumbuh lambat (Rij < Rin)
Kon
tribu
si b
esar
(Yij
>= Y
in)
Sektor Prima 1. Kab. Blora 2. Kab. Brebes 3. Kab. Pati 4. Kab. Wonogiri
Sektor Potensial 1. Kab. Banjarnegara 2. Kab. Boyolali 3. Kab. Cilacap 4. Kab. Demak 5. Kab. Grobogan 6. Kab. Kebumen 7. Kab. Kendal 8. Kab. Klaten 9. Kab. Rembang
Kon
tribu
si K
ecil
(Yij
< Y
in)
Sektor Berkembang 1. Kab. Karanganyar 2. Kab. Magelang 3. Kab. Pekalongan 4. Kab. Sukoharjo 5. Kota Magelang
Sektor Terbelakang 1. Kab. Banyumas 2. Kab. Batang 3. Kab. Jepara 4. Kab. Kudus 5. Kab. Pemalang 6. Kab. Purbalingga 7. Kab. Purworejo 8. Kab. Semarang 9. Kab. Sragen 10. Kab. Tegal 11. Kab. Temanggung 12. Kab. Wonosobo 13. Kota Pekalongan 14. Kota Salatiga 15. Kota Semarang 16. Kota Surakarta 17. Kota Tegal
Sumber : Analisis Data Sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Matriks Tipologi Klassen di atas memperlihatkan bahwa daerah/sektor
pertanian di Jawa Tengah terbagi menjadi 4 kategori yang secara rinci dijelaskan
sebagai berikut :
a. Sektor Prima
Terdapat 4 sektor pertanian yang tergolong dalam sektor prima,
diantaranya adalah; Kab. Blora, Kab. Brebes, Kab. Pati, dan Kab.
Wonogiri. Hal ini berarti keempat sektor tersebut merupakan sektor
pertanian yang cepat tumbuh dan berkontribusi besar terhadap PDRB
sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah. Keempat daerah tersebut
merupakan daerah yang memiliki sektor pertanian basis atau unggulan.
Daerah-daerah ini patut untuk dicanangkan sebagai daerah yang akan
dikembangkan kedepannya dalam perencanaan pembangunan pemerintah.
b. Sektor Berkembang
Terdapat 5 sektor pertanian yang tergolong dalam sektor
berkembang, diantaranya adalah; Kab. Karanganyar, Kab. Magelang,
Kab. Pekalongan, dan Kab. Sukoharjo. Hal ini berarti kelima sektor
tersebut merupakan sektor pertanian yang cepat tumbuh namun
berkontribusi rendah terhadap PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa
Tengah. Daerah-daerah ini kedepannya dimungkinkan akan menjadi
sektor prima apabila pertumbuhannya terus meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
c. Sektor Potensial
Terdapat 9 sektor pertanian yang tergolong dalam sektor potensial,
diantaranya adalah; Kab. Banjarnegara, Kab. Boyolali, Kab. Cilacap, Kab.
Demak, Kab. Grobogan, Kab. Kebumen, Kab. Kendal, Kab. Klaten, dan
Kab. Rembang. Hal ini berarti 9 sektor tersebut merupakan sektor
pertanian yang tumbuh lambat namun berkontribusi tinggi terhadap
PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah. Daerah-daerah ini adalah
daerah yang memiliki sektor basis pertanian. Namun demikian,
pertumbuhannya perlu diperhatikan supaya tidak semakin terbelakang
kedepannya.
d. Sektor terbelakang
Terdapat 17 sektor pertanian yang tergolong dalam sektor
terbelakang, diantaranya adalah; Kab. Banyumas, Kab. Batang, Kab.
Jepara, Kab. Kudus, Kab. Pemalang, Kab. Purbalingga, Kab. Purworejo,
Kab. Semarang, Kab. Sragen, Kab. Tegal, Kab. Temanggung, Kab.
Wonosobo, Kota Pekalongan, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota
Surakarta, dan Kota Tegal. Hal ini berarti 17 sektor tersebut merupakan
sektor pertanian yang tumbuh lambat juga berkontribusi rendah terhadap
PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah. Daerah-daerah ini
mungkin tidak menekankan pembangunan sektor pertanian, atau lebih
fokus mengembangkan sektor lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Setelah melalui analisis Static Location Quotient, Dynamic Location
Quotient, dan Tipologi Klassen, akhirnya didapatkan sektor pertanian di
kabupaten/kota di Jawa Tengah yang merupakan sektor basis dan potensial.
Sektor tersebut adalah sektor yang mampu untuk memenuhi kebutuhan baik
pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Selain itu pula, sektor
tersebut merupakan sektor yang memiliki keunggulan kompetitif dan
keunggulan komparatif jika dibandingkan dengan sektor dan subsektor
ekonomi yang sama pada wilayah lainnya.
Hasil irisan sektor pertanian basis dan potensial dari ketiga metode
analisis di atas adalah sektor pertanian pada daerah :
1. Kabupaten Blora
2. Kabupaten Brebes
3. Kabupaten Pati
4. Kabupaten Wonogiri
Daerah – daerah tersebut patut dipertimbangkan untuk dikembangkan oleh
pemerintah kedepannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasakan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa
kesimpulan yang dapat ditarik, diantaranya :
1. Daerah yang memiliki sektor pertanian basis dengan keunggulan komparatif
didominasi oleh daerah bukan perkotaan (kabupaten), sementara daerah
bukan merupakan sektor pertanian basis dengan keunggulan komparatif
didominasi oleh daerah perkotaan. Terdapat 22 daerah yang merupakan
sektor pertanian basis menurut kriteria keunggulan komparatif. Daerah-
daerah tersebut yaitu: Kabupaten Brebes, Kabupaten Blora, Kabupaten
Wonogiri, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Rembang, Kabupaten Demak,
Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara,
Kabupaten Purworejo, Kabupaten Boyolali, Kabuaten Sragen, Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Pati, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Pemalang,
Kabupaten Batang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kendal, Kabupaten Klaten,
Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Banyumas.
2. Sebanyak 55 persen dari kabupaten di Jawa Tengah memiliki sektor pertanian
basis dengan keunggulan kompetitif. Sementara lima dari enam sektor
pertanian pada kota yang ada di Jawa Tengah bukan merupakan sektor
pertanian basis dengan keunggulan kompetitif. Terdapat 17 daerah yang
memiliki sektor pertanian basis menurut kriteria keunggulan kompetitif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Daerah-daerah tersebut yaitu: Kabupaten Blora, Kabupaten Wonosobo,
Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten
Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Grobogan,
Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Klaten, Kabupaten Karanganyar,
Kabupaten Pati, Kabupaten Brebes, Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus,
Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten
Pemalang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten
Rembang.
3. Secara umum, terdapat 4 sektor pertanian pada kabupaten/kota di Jawa
Tengah yang tergolong dalam sektor prima. Sektor pertanian pada daerah
yang tergolong dalam sektor cepat tumbuh dan berkontribusi besar (sektor
prima) adalah: Kabupaten Blora, Kabupaten Brebes, Kabupaten Pati, dan
Kabupaten Wonogiri. Sektor pertanian pada daerah yang tergolong dalam
sektor yang cepat tumbuh namun berkontribusi rendah (sektor berkembang)
adalah: Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Magelang, Kabupaten
Pekalongan, dan Kabupaten Sukoharjo. Sektor pertanian pada daerah yang
tergolong dalam sektor yang tumbuh lambat namun berkontribusi tinggi
(sektor potensial) adalah: Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Cilacap, Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, Kabupaten
Kebumen, Kabupaten Kendal, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Rembang.
Sektor pertanian pada daerah yang tergolong dalam sektor yang tumbuh
lambat dan berkontribusi rendah (sektor terbelakang) adalah: Kabupaten
Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kabupaten Pemalang, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo,
Kabupaten Semarang, Kabupaten Sragen, Kabupaten Tegal, Kabupaten
Temanggung, Kabupaten Wonosobo, Kota Pekalongan, Kota Salatiga, Kota
Semarang, Kota Surakarta, dan Kota Tegal.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah didapat, terdapat saran-saran sebagai berikut :
1. Pemerintah Daerah pada masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah
hendaknya mengawasi pelaksanaan undang-undang atau peraturan tentang
tata guna lahan dan alih fungsinya dengan baik. Hal ini bertujuan untuk
mencegah menurunnya produktivitas sektor pertanian di daerah-daerah
potensial disebabkan berkurangnya luas lahan pertanian.
2. Pemerintah Daerah pada masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah dan
beserta pihak swasta supaya membantu perluasan pemasaran hasil produksi
sektor basis pertanian melalui langkah-langkah promosi dan pembukaan
hubungan kerjasama regional maupun nasional.
3. Untuk penelitian selanjutnya, supaya menambah rentang waktu data
penelitian dari sebelum otonomi daerah sebagai pembanding, dan setelah
tahun 2008 supaya lebih akurat; melibatkan data ketenagakerjaan di sektor
pertanian supaya diketahui hubungan sektor basis dengan penyediaan
lapangan kerja di sektor pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Untuk penelitian selanjutnya, supaya meneliti hubungan antara pembangunan
sektor basis pertanian, eksploitasi sumber daya alam, dan daya dukung
lingkungan di sektor pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Bustanul. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Kompas Arsyad, Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Badan Penerbit STIE YKPN BPS Propinsi Jawa Tengah. Berbagai tahun penerbitan. Jawa Tengah Dalam Angka. Semarang: BPS BPS Republik Indonesia. 2008. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial- Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS BPS Republik Indonesia. 2011. Data Stratigis BPS. Jakarta: BPS Esmara, Hendra. 1986. Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Gramedia. Halimah, Efi. 2011. “Kajian Tentang Status, Pergeseran Struktur dan Identifikasi Sektor Ekonomi Unggilan di Kabupaten Sragen Tahun 2002-2009”. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Tidak dipublikasikan. Surakarta Indriyani. 2010. “Analisis Struktur Ekonomi, Sektor Basis dan Sektor Potensial Ekonomi Kabupaten Semarang Selama Otonomi Daerah 2001-2008”. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Tidak dipublikasikan. Surakarta. Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Lewis, Arthur. 1985. Dasar-dasar Kebijakan Ekonomi. Jakarta: Aksara Baru. Muljana, B.S. Perencanaan Pembangunan Nasional. UIP. Sumodiningrat, Gunawan. 1987. Potensi Pertanian Pedesaan dan Swasembada Pangan. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Suparno. 2008. “Analisis Pergeseran Struktur Ekonomi dan Penentuan Sektor Ekonomi Unggulan Kawasan Sulawesi”. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Tidak dipublikasikan. Bogor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Todaro, Michael P, Stephen C. Smith. 2008. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan Aplikasi Komputer. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PDRB Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004 - 2008
Lapangan usaha Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1. Pertanian 28,606,237 29,924,642 31,002,199 31,862,698 33,484,068 2. Pertambangan dan penggalian 1,330,760 1,454,231 1,678,300 1,782,887 1,851,189 3. Industri Pengolahan 43,995,612 46,105,707 48,189,135 50,870,786 53,158,963 4. Listrik, gas, dan air bersih 1,065,115 1,179,892 1,256,430 1,340,845 1,404,668 5. Bangunan 7,448,715 7,960,948 8,446,566 9,055,729 9,647,593 6. Perdagangan, hotel, dan restoren 28,343,045 30,056,963 31,816,442 33,898,014 35,626,196 7. Pengangkutan dan komunikasi 6,510,447 6,988,426 7,451,506 8,052,597 8,657,882 8. Keuangan, persewaan, dan perusahaan 4,826,541 5,067,666 5,399,609 5,767,341 6,218,054 9. Jasa-jasa 13,663,400 14,312,740 15,442,468 16,479,358 17,741,756
PDRB 135,789,872 143,051,214 150,682,655 159,110,254 167,790,370
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PDRB Sektor Pertanian Kabupaten dan Kota Se Jawa Tengah Tahun 2004 - 2008
No Daerah PDRB sektor pertanian
2004 2005 2006 2007 2008 Rerata
1 Kab Banjarnegara 852,506.69 879,834.48 904,050.75 941,666.77 982,475.83 912,106.90
2 Kab Banyumas 787,619.38 800,977.12 814,815.10 840,404.20 856,724.28 820,108.02
3 Kab Batang 518,432.69 528,506.92 541,316.97 563,280.60 587,234.25 547,754.29
4 Kab Blora 911,217.29 941,881.88 970,592.71 1,011,026.83 1,101,452.24 987,234.19
5 Kab Boyolali 1,214,789.23 1,270,600.78 1,290,672.18 1,305,830.80 1,312,583.47 1,278,895.29
6 Kab Brebes 2,361,301.80 2,445,412.49 2,546,227.29 2,622,411.18 2,760,100.21 2,547,090.59
7 Kab Cilacap 2,584,061.97 2,636,952.30 2,708,868.72 2,787,658.76 2,812,572.21 2,706,022.79
8 Kab Demak 1,027,740.62 1,061,200.53 1,099,489.17 1,129,881.65 1,147,872.87 1,093,236.97
9 Kab Grobogan 1,021,487.75 1,074,228.96 1,121,448.20 1,161,834.32 1,185,524.36 1,112,904.72
10 Kab Jepara 809,671.47 844,812.03 850,186.98 862,931.13 893,247.17 852,169.76
11 Kab Karanganyar 781,354.13 824,366.10 858,106.42 905,914.29 954,178.24 864,783.84
11 Kab Magelang 26,568.49 27,862.90 28,297.02 29,002.43 31,214.25 28,589.02
12 Kab Kebumen 901,935.38 943,303.43 963,486.97 972,972.65 946,872.27 945,714.14
13 Kab Kendal 1,027,499.91 1,027,494.45 1,079,408.71 1,086,655.98 1,095,272.25 1,063,266.26
14 Kab Klaten 898,771.87 918,295.98 943,060.85 957,297.31 994,220.25 942,329.25
15 Kab Kudus 352,662.26 340,618.20 362,548.16 355,204.56 367,254.25 355,657.49
17 Kab Pati 1,207,698.63 1,234,422.10 1,267,468.62 1,320,549.01 1,412,542.54 1,288,536.18
18 Kab Pekalongan 539,376.23 572,144.76 599,481.87 621,845.08 642,244.23 595,018.43
19 Kab Pemalang 763,124.39 778,734.60 782,843.74 794,049.20 844,214.13 792,593.21
20 Kab Purbalingga 664,957.93 683,446.09 704,461.82 734,226.17 761,478.28 709,714.06
21 Kab Purworejo 811,620.38 845,048.74 877,629.93 912,375.36 934,727.28 876,280.34
22 Kab Rembang 882,051.90 899,634.70 942,463.41 948,517.13 974,254.24 929,384.28
23 Kab Semarang 609,055.35 596,026.28 616,562.83 640,077.51 667,214.25 625,787.24
24 Kab Sragen 803,047.00 837,968.07 863,187.15 897,211.12 924,254.93 865,133.65
25 Kab Sukoharjo 757,823.02 802,838.94 832,383.24 876,494.86 901,287.25 834,165.46
26 Kab Tegal 540,822.09 543,124.79 542,269.45 554,348.36 577,800.23 551,672.98
27 Kab Temanggung 618,319.48 650,067.47 659,400.70 686,154.61 712,681.27 665,324.71
28 Kab Wonogiri 1,191,544.80 1,244,649.07 1,298,375.41 1,354,884.01 1,437,257.47 1,305,342.15
29 Kab Wonosobo 744,675.56 770,044.51 795,766.96 822,106.98 867,258.62 799,970.53
30 Kota Magelang 26,568.49 27,862.90 28,297.02 29,002.43 31,214.25 28,589.02
31 Kota Pekalongan 247,900.86 220,482.44 196,939.56 183,003.98 178,247.57 205,314.88
32 Kota Salatiga 47,505.26 46,967.81 44,458.19 47,952.75 49,532.13 47,283.23
33 Kota Semarang 609,055.35 596,026.28 616,562.83 640,077.51 667,214.25 625,787.24
34 Kota Surakarta 2,796.91 2,821.39 2,855.22 2,899.10 3,172.58 2,909.04
35 Kota Tegal 132,785.83 122,193.79 123,193.44 122,371.37 124,884.00 125,085.69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Proporsi dan Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten dan Kota Se Jawa Tengah Tahun 2004 - 2008
No Daerah Proporsi terhadap total PDRB Pertumbuhan
2004 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 rerata
1 Kab Banjarnegara 38.9% 38.6% 38.0% 37.7% 37.5% 3.2% 2.8% 4.2% 4.3% 3.6% 2 Kab Banyumas 22.6% 22.3% 21.7% 21.2% 20.5% 1.7% 1.7% 3.1% 1.9% 2.1% 3 Kab Batang 27.0% 26.8% 26.8% 26.9% 27.1% 1.9% 2.4% 4.1% 4.3% 3.2% 4 Kab Blora 54.9% 54.4% 53.8% 53.7% 57.6% 3.4% 3.0% 4.2% 8.9% 4.9% 5 Kab Boyolali 36.6% 36.8% 35.8% 34.8% 33.7% 4.6% 1.6% 1.2% 0.5% 2.0% 6 Kab Brebes 56.9% 56.3% 55.4% 55.0% 55.2% 3.6% 4.1% 3.0% 5.3% 4.0% 7 Kab Cilacap 14.2% 13.5% 13.2% 13.2% 13.0% 2.0% 2.7% 2.9% 0.9% 2.1% 8 Kab Demak 43.2% 42.9% 42.8% 42.2% 41.2% 3.3% 3.6% 2.8% 1.6% 2.8% 9 Kab Grobogan 41.5% 41.6% 41.8% 41.5% 40.2% 5.2% 4.4% 3.6% 2.0% 3.8%
10 Kab Jepara 24.7% 24.8% 23.9% 23.2% 23.0% 4.3% 0.6% 1.5% 3.5% 2.5% 11 Kab Karanganyar 19.7% 19.7% 19.6% 19.5% 19.4% 5.5% 4.1% 5.6% 5.3% 5.1% 11 Kab Magelang 3.2% 3.2% 3.1% 3.1% 3.1% 4.9% 1.6% 2.5% 7.6% 4.1% 12 Kab Kebumen 39.4% 39.9% 39.2% 37.8% 34.9% 4.6% 2.1% 1.0% -2.7% 1.3% 13 Kab Kendal 24.7% 24.0% 24.3% 23.5% 22.8% 0.0% 5.1% 0.7% 0.8% 1.6% 14 Kab Klaten 22.6% 22.1% 22.2% 21.8% 21.8% 2.2% 2.7% 1.5% 3.9% 2.6% 15 Kab Kudus 3.5% 2.8% 3.3% 3.2% 3.1% -3.4% 6.4% -2.0% 3.4% 1.1% 17 Kab Pati 34.8% 34.2% 33.6% 33.3% 33.9% 2.2% 2.7% 4.2% 7.0% 4.0% 18 Kab Pekalongan 21.6% 22.0% 22.1% 21.9% 21.6% 6.1% 4.8% 3.7% 3.3% 4.5% 19 Kab Pemalang 28.7% 28.2% 27.3% 26.5% 26.9% 2.0% 0.5% 1.4% 6.3% 2.6% 20 Kab Purbalingga 36.1% 35.6% 34.9% 34.2% 33.7% 2.8% 3.1% 4.2% 3.7% 3.4% 21 Kab Purworejo 36.7% 36.4% 35.9% 35.2% 34.2% 4.1% 3.9% 4.0% 2.4% 3.6% 22 Kab Rembang 50.0% 49.3% 48.9% 47.4% 46.5% 2.0% 4.8% 0.6% 2.7% 2.5% 23 Kab Semarang 14.0% 13.3% 13.3% 13.1% 13.1% -2.1% 3.4% 3.8% 4.2% 2.3% 24 Kab Sragen 36.4% 36.1% 35.3% 34.7% 33.9% 4.3% 3.0% 3.9% 3.0% 3.6% 25 Kab Sukoharjo 20.0% 20.4% 20.2% 20.2% 19.8% 5.9% 3.7% 5.3% 2.8% 4.4% 26 Kab Tegal 20.2% 19.3% 18.4% 17.8% 17.6% 0.4% -0.2% 2.2% 4.2% 1.7% 27 Kab Temanggung 32.2% 32.6% 32.0% 32.0% 32.1% 5.1% 1.4% 4.1% 3.9% 3.6% 28 Kab Wonogiri 51.2% 51.2% 51.3% 51.0% 51.9% 4.5% 4.3% 4.4% 6.1% 4.8% 29 Kab Wonosobo 48.9% 49.0% 49.1% 49.0% 50.1% 3.4% 3.3% 3.3% 5.5% 3.9% 30 Kota Magelang 3.2% 3.2% 3.1% 3.1% 3.1% 4.9% 1.6% 2.5% 7.6% 4.1% 31 Kota Pekalongan 15.1% 12.5% 11.2% 10.1% 9.4% -11.1% -10.7% -7.1% -2.6% -7.9% 32 Kota Salatiga 6.9% 6.5% 5.9% 6.0% 6.0% -1.1% -5.3% 7.9% 3.3% 1.2% 33 Kota Semarang 14.0% 13.3% 13.3% 13.1% 13.1% -2.1% 3.4% 3.8% 4.2% 2.3% 34 Kota Surakarta 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.9% 1.2% 1.5% 9.4% 3.3% 35 Kota Tegal 13.9% 12.3% 11.7% 11.0% 10.7% -8.0% 0.8% -0.7% 2.1% -1.4%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil Analisis SLQ dan DLQ Sektor Pertanian Kabupaten dan Kota Se Jawa Tengah Tahun 2008
No Daerah SLQ DLQ
2004 2005 2006 2007 2008 Rerata 2005 2006 2007 2008 Rerata
1 Kab Banjarnegara 1.85 1.85 1.85 1.88 1.88 1.86 1.000 1.001 1.019 0.997 1.004 2 Kab Banyumas 1.07 1.06 1.05 1.06 1.03 1.06 0.992 0.990 1.006 0.970 0.990 3 Kab Batang 1.28 1.28 1.30 1.34 1.36 1.31 0.999 1.016 1.033 1.009 1.014 4 Kab Blora 2.61 2.60 2.62 2.68 2.88 2.68 0.998 1.006 1.024 1.076 1.026 5 Kab Boyolali 1.74 1.76 1.74 1.74 1.69 1.73 1.012 0.991 0.999 0.969 0.993 6 Kab Brebes 2.70 2.69 2.69 2.75 2.77 2.72 0.995 1.001 1.020 1.008 1.006 7 Kab Cilacap 0.68 0.64 0.64 0.66 0.65 0.65 0.953 0.995 1.031 0.984 0.991 8 Kab Demak 2.05 2.05 2.08 2.11 2.06 2.07 1.001 1.013 1.014 0.979 1.002 9 Kab Grobogan 1.97 1.99 2.03 2.07 2.01 2.02 1.011 1.021 1.020 0.972 1.006
10 Kab Jepara 1.17 1.18 1.16 1.16 1.15 1.17 1.008 0.982 0.996 0.994 0.995 11 Kab Karanganyar 0.94 0.94 0.95 0.97 0.97 0.95 1.004 1.011 1.021 1.000 1.009 11 Kab Magelang 0.15 0.15 0.15 0.15 0.16 0.15 1.012 1.008 1.001 1.028 1.012 12 Kab Kebumen 1.87 1.91 1.90 1.89 1.75 1.86 1.021 0.998 0.993 0.925 0.984 13 Kab Kendal 1.17 1.15 1.18 1.17 1.14 1.16 0.981 1.030 0.992 0.973 0.994 14 Kab Klaten 1.07 1.06 1.08 1.09 1.09 1.08 0.984 1.021 1.009 1.003 1.004 15 Kab Kudus 0.16 0.13 0.16 0.16 0.16 0.15 0.804 1.224 0.975 1.002 1.001 17 Kab Pati 1.65 1.63 1.63 1.66 1.70 1.66 0.990 1.000 1.018 1.023 1.008 18 Kab Pekalongan 1.02 1.05 1.08 1.10 1.08 1.07 1.027 1.022 1.019 0.989 1.014 19 Kab Pemalang 1.36 1.35 1.33 1.32 1.35 1.34 0.988 0.985 0.997 1.016 0.997 20 Kab Purbalingga 1.71 1.70 1.70 1.71 1.69 1.70 0.994 0.998 1.008 0.988 0.997 21 Kab Purworejo 1.74 1.74 1.75 1.76 1.71 1.74 1.000 1.003 1.007 0.973 0.996 22 Kab Rembang 2.38 2.36 2.38 2.37 2.33 2.36 0.992 1.009 0.996 0.985 0.995 23 Kab Semarang 0.67 0.64 0.64 0.66 0.66 0.65 0.956 1.013 1.019 1.003 0.998 24 Kab Sragen 1.73 1.72 1.72 1.73 1.70 1.72 0.999 0.996 1.010 0.978 0.996 25 Kab Sukoharjo 0.95 0.97 0.98 1.01 0.99 0.98 1.025 1.008 1.029 0.984 1.012 26 Kab Tegal 0.96 0.92 0.89 0.89 0.88 0.91 0.966 0.965 0.995 0.992 0.980 27 Kab Temanggung 1.53 1.56 1.56 1.60 1.61 1.57 1.018 0.998 1.028 1.007 1.013 28 Kab Wonogiri 2.43 2.45 2.50 2.55 2.60 2.50 1.008 1.019 1.020 1.021 1.017 29 Kab Wonosobo 2.32 2.34 2.39 2.44 2.51 2.40 1.009 1.018 1.025 1.027 1.020 30 Kota Magelang 0.15 0.15 0.15 0.15 0.16 0.15 1.012 1.008 1.001 1.028 1.012 31 Kota Pekalongan 0.72 0.60 0.55 0.50 0.47 0.57 0.833 0.913 0.921 0.941 0.902 32 Kota Salatiga 0.33 0.31 0.29 0.30 0.30 0.30 0.956 0.924 1.051 0.987 0.980 33 Kota Semarang 0.67 0.64 0.64 0.66 0.66 0.65 0.956 1.013 1.019 1.003 0.998 34 Kota Surakarta 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.851 0.984 1.087 0.935 0.964 35 Kota Tegal 0.66 0.59 0.57 0.55 0.54 0.58 0.895 0.963 0.970 0.974 0.950
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user