Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan...

88
ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN PERAIRAN SELAT MAKASSAR DWI FAJRIYATI INAKU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Transcript of Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan...

Page 1: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

i

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN

AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN

PERAIRAN SELAT MAKASSAR

DWI FAJRIYATI INAKU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Pola Sebaran dan

Perkembangan Area Upwelling di Bagian Selatan Selat Makassar” adalah karya

saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka

pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

Dwi Fajriyati Inaku

NIM C552090011

Page 3: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

iii

ABSTRACT

DWI FAJRIYATI INAKU. Analysis of Upwelling Distribution and Area

Enlargement in the Southern of Makassar Strait. Supervised by DJISMAN

MANURUNG and I WAYAN NURJAYA.

Waters of the southearn of Makassar Strait is a region which relatively rich

of organic matter because the phenomenon of upwelling along the south east

monsoon. The purpose of this research was to analyze the distribution patterns

and the development of upwelling areas in the southern of Makassar Strait. This

study used chlorophyll-a data and sea surface temperature from level 1 of Modis

image for two years (2009 and 2010). The result showed that phenomenon of

upwelling that occurs in the southern Makassar Strait appears since early June,

the strongest upwelling in August and disapear in October. The upwelling was

indicated by declining of sea surface temperature and increasing of chlorophyll-a

concentration. Analysis of wind direction and speed indicate that the upwelling

occurs in the southern Makassar strait spread to southwest with and estimated

upwelling area around 46000 km2.

Keywords: upwelling, Makassar Strait, chlorophyll-a, sea surface temperature.

Page 4: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

iv

RINGKASAN

DWI FAJRIYATI INAKU. Analisis Pola Sebaran dan Perkembangan Area

Upwelling di Bagian Selatan Perairan Selat Makassar. Dibimbing oleh DJISMAN

MANURUNG dan I WAYAN NURJAYA.

Perairan bagian selatan Selat Makassar merupakan kawasan yang relatif

subur bila dibandingkan dengan perairan lainnya di Indonesia. Suburnya perairan

Selat Makassar terjadi sepanjang tahun baik pada musim barat maupun pada

musim timur. Pada musim barat penyuburan terjadi karena adanya run off dari

daratan Kalimantan maupun Sulawesi dalam jumlah besar akibat curah hujan

yang cukup tinggi, sedangkan pada musim timur penyuburan terjadi karena

adanya penaikan massa air (upwelling) di Selat Makassar. Upwelling itu sendiri

mempengaruhi tingkat produktifitas primer di perairan termasuk di perairan Selat

Makassar. Namun, seberapa luas penyebaran dan perkembangan area upwelling

yang terjadi di perairan Selat Makassar pada musim timur ini belum dikaji lebih

lanjut dan mendetail.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola sebaran dan pergerakan

area upwelling di bagian selatan Selat MakassarPenelitian ini dilaksanakan pada

bulan Desember 2010 hingga Juni 2011dengan lokasi penelitian berada di bagian

selatan perairan Selat Makassar. . Penelitian ini menggunakan data klorofil dan

suhu permukaan laut (SPL) dari citra Modis level 1 untuk periode tahun 2009 dan

2010 yang didukung dengan data oseanografi dan meteorologi perairan Selat

Makasssar.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa fenomena upwelling yang

terjadi di Selat Makassar untuk tahun 2009 dan 2010 mulai terlihat pada awal

bulan Juni yang ditandai dengan menurunnya nilai SPL dan meningkatnya

konsentrasi klorofil-a pada bagian selatan perairan Selat Makassar tepatnya di

bagian selatan Pulau Sulawesi. Fenomena memuncaknya upwelling ini terlihat

pada periode bulan Agustus yang ditunjukkan dengan meluasnya daerah sebaran

upwelling. Perkembangan dari upwelling mulai terlihat melemah sejak bulan

September dan kemudian berakhir pada bulan Oktober yang ditunjukan dengan

naiknya SPL dan menurunnya tingkat konsentrasi klorofil-a. Analisis lapisan

termoklin di lokasi terjadinya upwelling menunjukkan bahwa terjadi perubahan

lapisan termoklin akibat adanya pengangkatan massa air dari lapisan dalam ke

lapisan atas yang membuktikan bahwa bagian selatan Selat Makassar benar terjadi

fenomena upwelling. Analisis arah dan kecepatan pergerakan angin menunjukkan

bahwa upwelling yang terjadi di bagian selatan Selat Makassar menyebar ke arah

barat daya Selat Makassar dengan estimasi daerah luasan upwelling mencapai ±

46000km2.

Kata Kunci: upwelling, Selat Makassar, klorofil-a, suhu permukaan laut.

Page 5: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

v

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 6: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

vi

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN

AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN

PERAIRAN SELAT MAKASSAR

DWI FAJRIYATI INAKU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 7: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

vii

Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M. Si

Page 8: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

viii

Page 9: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

ix

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat, berkah

dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis yang berjudul

“Analisis Pola Sebaran dan Perkembangan Area Upwelling di bagian selatan

Perairan Selat Makassar”.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada

Mayor Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Segala upaya telah dilakukan demi tersusunnya tesis ini namun mengingat

keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, maka penyusunan tesis ini tentulah

tidak dapat mencapai titik kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat

diharapkan guna perbaikan lebih lanjut.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis persembahkan tesis ini,

walaupun disajikan dalam bentuk yang sederhana namun penulis berharap semoga

tesis ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2011

Penulis

Page 10: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

x

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis ingin mengucapkan terima

kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing atas

bimbingan dan saran yang diberikan selama masa penelitian dan penulisan

tesis ini.

2. Dr.Ir.Jonson Lumban Gaol, M.Si sebagai penguji tamu atas masukan dan

sarannya bagi perbaikan tesis ini.

3. Pimpinan dan Staff Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional

(LAPAN) Stasiun Parepare Sulawesi Selatan yang telah membantu dan

memberikan kemudahan selama pengambilan data.

4. Kedua orang tua, Ayahanda Yasin Inaku dan Ibunda Tuti Nusa atas segala

doa, kasih sayang, dan motivasi yang tak pernah putus hingga detik ini.

5. Beloved sister, Mulyati Inaku beserta kakak ipar Suharto Hasan untuk

cinta, doa, dan motivasinya. Buat dua malaikat kecil Nailah Ayesha Hasan

dan Syauqi Raihan Hasan yang selalu memberi warna indah dalam hidup.

6. Adinda tersayang, Awaluddin Inaku untuk hiburan, doa, dan motivasinya.

7. Risma Marwan beserta keluarga yang telah banyak membantu selama

pengambilan data di Kota Parepare.

8. Dr. Nurjannah Nurdin, S.T, M.Si, kakak sekaligus guru buat penulis atas

segala motivasi dan bimbingannya selama penulis menjalankan studi.

9. Gulam Arafat, teman dan sahabat terbaik yang telah begitu banyak

membantu sejak awal hingga terselesaikannya tesis ini.

10. Iswara Crew (Rina, Weni, 3 Ratih, Uci, Ulfa, Julia, Meta, Fia, Hesti,

Wulan, Jay, Dinda) untuk semua yang telah diberi dan dibagi selama di

tanah perantauan.

11. Keluarga yang senantiasa hangat hingga saat ini, Bapak Mohammad Noor

dan Ibu Siti Zaenab B. atas segala doa dan dukungannya. Tak lupa, buat

Habil Noor, untuk semua kesabaran, pengertian, doa, dan dukungan yang

diberikan, terima kasih telah menjadi penopang terbaik hingga kini.

Page 11: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Dili pada tanggal 02 Mei 1987, sebagai anak kedua dari tiga

bersaudara pasangan Bapak Yasin Inaku dan Ibu Tuti Nusa. Pendidikan sekolah

dasar diselesaikan di SDN 35 Kota Utara Gorontalo tahun 1998. Selanjutnya

penulis melanjutkan sekolah ke MTS Al-Huda Gorontalo dan lulus tahun 2001.

Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh hingga tahun 2004 di SMU Insan

Cendekia Gorontalo. Melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun

2004, penulis kemudian melanjutkan pendidikan Strata-1 di Jurusan Ilmu

Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin dan

lulus pada tahun 2008.

Sejak tahun 2008 penulis sempat terlibat dan aktif membantu sebagai

asisten di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. Pada tahun 2009, penulis

menempuh program Magister pada program studi Teknologi Kelautan di Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan minat Penginderaan Jauh dan

Sistem Informasi Geografis Kelautan. Untuk menyelesaikan studi, penulis

melaksanakan penelitian dan penulisan tesis dengan judul “Analisis Pola Sebaran

dan Perkembangan Area Upwelling di Bagian Selatan Perairan Selat Makassar”

Page 12: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................. xii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi

1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar belakang .......................................................................... 1

1.2. Perunusan Masalah ................................................................... 2

1.3. Kerangka Pmikiran ................................................................... 3

1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................... 4

2 TINJUAUAN PUSTAKA .................................................................... 5

2.1 Suhu ........................................................................................ 7

2.2 Klorofil-a ................................................................................. 8

2.3 Pola Angin dan Arus ................................................................. 8

2.4 Upwelling .................................................................................. 12

2.5 Sistem Penginderaan Jauh ......................................................... 15

2.6 Satelis MODIS .......................................................................... 16

3 METODE PENELITIAN ..................................................................... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 18

3.2. Alat dan Data ............................................................................. 19

3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ........................................ 19

3.3.1 Data Penginderaan Jauh ........................................................... 19

3.3.2 Data Oseanografi ...................................................................... 19

3.3.3 Data Meteorologi ..................................................................... 19

3.4 Pengolahan Data ....................................................................... 19

3.4.1 Data Suhu Permukaan Laut ...................................................... 19

3.4.2 Data Klorofil-a ........................................................................... 20

3.4.3 Pembuatan Kontur SPL dan Klorofil-a .................................... 21

3.5 Data Angin ............................................................................... 21

3.6 Data Curah Hujan ..................................................................... 21

Page 13: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

xiii

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 23

4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) ............................... 23

4.1.1 Pola Sebaran SPL dan Klorofil-a Secara Spasial ..................... 23

4.1.2 Pola Sebaran SPL dan Klorofil-a Secara Temporal .................. 26

4.2 Pola Sebaran Klorofil-a ........................................................... 27

4.2.1 Pola Sebaran Klorofil-a Secara Spasial...................................... 27

4.2.2 Pola Sebaran Klorofil-a Secara Temporal ................................ 31

4.3 Fluktuasi Upwelling ................................................................. 32

4.4 Faktor-faktor yang Menunjukkan Terjadinya Upwelling ........ 35

4.4.1 Lapisan Termoklin ..................................................................... 36

4.4.2 Curah Hujan ............................................................................. 37

4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Upwelling ...... 38

5 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 43

5.1 Simpulan ................................................................................... 43

5.2. Saran ......................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 44

LAMPIRAN ................................................................................................... 47

Page 14: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Spesifikasi kanal-kanal satelit pengamat Bumi MODIS ............................. 17

2. Koefisien kanal 31 dan 32 untuk Modis .................................................... 20

Page 15: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka penelitian ................................................................................... 4

2. Sirkulasi massa air ..................................................................................... 10

3 Sistem arus lintas Indonesia (ARLINDO) ................................................ 12

4. Mekanisme terjadinya upwelling oleh tikungan tajam garis pantai ........... 13

5. Mekanisme terjadinya upwelling oleh off shore wind................................ 14

6. Mekanisme terjadinya upwelling oleh mid-ridge ocean ............................ 14

7. Peta lokasi penelitian.................................................................................. 18

8. Diagram alir penelitian ............................................................................... 22

9. Pola sebaran SPL secara spasial pada musim barat tahun 2010 ................ 23

10. Pola Sebaran SPL secara spasial pada musim peralihan I tahun 2010 ...... 24

11. Pola sebaran SPL secara spasial pada musim timur tahun 2010 ............... 25

12. Pola sebaran SPL secara spasial pada musim peralihan II tahun 2010 ...... 25

13. Persentase tingkat penyebaran SPL .......................................................... 26

14. Pola sebaran klorofil-a secara spasial pada musim barat tahun 2010 ........ 28

15. Pola sebaran klorofil-a secara spasial pada musim peralihan I 2010 ......... 28

16. Pola sebaran klorofil-a secara spasial pada musim timur tahun 2010 ...... 30

17. Pola sebaran klorofil-a secara spasial pada musim peralihan II 2010 ....... 30

18. Persentase tingkat penyebaran klorofil-a ................................................... 31

19. Fluktuasi upwelling .................................................................................... 32

20. Estimasi luasan penyebaran SPL dan klorofil-a tahun 2009 ..................... 33

21. Estimasi luasan penyebaran SPL dan klorofil-a tahun 2010 ...................... 34

22. Pola sebaran SPL dan klorofil-a bulan Agustus ......................................... 34

23. Profil suhu menegak ................................................................................... 36

24. Jumlah rata-rata curah hujan stasiun Makassar .......................................... 37

25. Pola pergerakan angin pada bulan November-Desember tahun 2010 ....... 39

26. Pola pergerakan angin pada bulan Maret-April tahun 2010 ...................... 39

27. Pola pergerakan angin pada bulan Mei-Agustus tahun 2010 ..................... 40

28. Pola pergerakan angin pada bulan September-Oktober tahun 2010 .......... 41

29. Hubungan pola pergerakan angin dengan SPL dan klorofil-a ................... 41

Page 16: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pola pergerakan angin tahun 2009 ............................................................ 47

2. Pola sebaran suhu permukaan laut tahun 2009 ......................................... 49

3. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 2009 ........................................ 55

4. Pola sebaran suhu Permukaan laut tahun 2010 ......................................... 61

5. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 2010 ........................................ 67

Page 17: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

1

1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Secara geografis Selat Makassar berbatasan dan berhubungan dengan

Samudera Pasifik di bagian utara melalui Laut Sulawesi dan di bagian selatan

dengan Laut Jawa dan laut Flores, sedangkan bagian barat berbatasan dengan

Pulau Kalimantan dan bagian timur dengan Pulau Sulawesi. Masuknya massa air

bersalinitas rendah dari daratan Pulau Kalimantan dan Sulawesi, serta pertukaran

massa air dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia melalui Laut Sulawesi,

Laut Flores dan laut Jawa mempengaruhi tingkat produktivitas primer di perairan

Selat Makassar.

Selat Makassar merupakan perairan yang relatif lebih subur bila

dibandingkan dengan perairan lainnya di Indonesia. Suburnya perairan Selat

Makassar terjadi sepanjang tahun baik pada musim barat maupun pada musim

timur. Pada musim barat, tingginya tingkat kesuburan terjadi karena adanya run

off dari daratan Kalimantan maupun Sulawesi dalam jumlah besar akibat curah

hujan yang cukup tinggi, sedangkan pada musim timur penyuburan terjadi karena

adanya penaikan massa air (upwelling) di Selat Makassar (Illahude, 1978).

Illahude (1970) menjelaskan bahwa selama angin musim tenggara (Agustus)

upwelling terjadi secara rutin di Selat Makassar bagian Selatan. Terjadinya

upwelling menyebabkan salinitas tinggi, SPL rendah, densitas tinggi, oksigen

relatif rendah dan fosfat tinggi terutama pada batas bawah dari lapisan homogen.

Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk mengkaji daerah

upwelling di Selat Makassar. Penelitian diawali dengan penelitian berskala in situ

yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wyrtki (1961) dan Illahude (1970)

menunjukkan bahwa terjadi upwelling di bagian selatan perairan Selat Makassar.

Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh Afdal (2004) dan Riyono (2006) dengan

menganalisis sebaran klorofil yang dikaitkan dengan kondisi hidrologi perairan

Selat Makassar dan menemukan adanya peningkatan konsentrasi klorofil di lokasi

yang sama. Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh Munandar (1998) dan

Rosyadi (2011) menggunakan data penginderaan jauh citra NOAA AVHRR dan

SeaWiFS untuk melihat variabilitas suhu dan klorofil-a di perairan Selat

Page 18: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

2

Makassar. Yuwono (2010) dan Rasyid (2010) juga menunjukkan adanya

penampakan tingkat produktifitas yang tinggi di selatan perairan Selat Makassar

dengan menggunakan citra satelit MODIS yang kemudian dihubungkan dengan

hasil tangkapan ikan. Semua penelitian tersebut baik yang berskala in situ maupun

dengan menggunakan teknologi peninderaan jauh menunjukkan terjadinya

upwelling dengan dugaan kehadirannya yang terjadi pada periode-periode tertentu

setiap tahunnya. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut, mengingat

fenomena ini sebelumnya telah banyak dikaji namun metode yang digunakan

masih terpisah-pisah dengan batasan area upwelling yang belum jelas karena

daerah yang dikaji tentu tidaklah sempit. Oleh karena itu, poin yang kemudian

menjadi penting untuk dikaji adalah bagaimanakah fenomena upwelling beserta

pola sebarannya ini dapat diamati dengan lebih baik secara spasial maupun

temporal di bagian selatan perairan Selat Makassar dengan menggunakan bantuan

teknologi penginderaan jauh. Hasil dari kajian ini nantinya diharapkan dapat

memberikan informasi secara lengkap dan menyeluruh, karena mengingat

upwelling itu sendiri tentunya sangat berkaitan erat dengan tingkat produktifitas

primer yang ada di suatu kawasan termasuk di perairan Selat Makassar.

1.2. Perumusan masalah

Tingkat produktivitas primer yang tinggi di perairan disebabkan oleh

beberapa hal, salah satunya karena adanya pengkayaan yang disebabkan oleh

proses upwelling. Upwelling sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk

peristiwa pengangkatan massa air dari lapisan bawah ke lapisan atas bahkan ada

yang sampai ke lapisan permukaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

perairan Selat Makassar merupakkan salah satu lokasi potensial terjadinya

upwelling

Illahude (1970) menjelaskan bahwa selama angin musim tenggara

(Agustus) upwelling terjadi secara rutin di Selat Makassar bagian Selatan.

Terjadinya upwelling menyebabkan salinitas tinggi, SPL rendah, densitas tinggi,

oksigen relatif rendah dan fosfat tinggi terutama pada batas bawah dari lapisan

homogen. Pada batas atas (lapisan permukaan) efek upwelling tidak begitu jelas.

Kondisi tersebut tergantung pada kekuatan atau intensitas upwelling . Distribusi

Page 19: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

3

plankton dan klorofil-a juga menunjukkan pengaruh pada upwelling terhadap

produktivitas perairan Selat Makassar bagian selatan.

Klorofil-a merupakan pigmen penting yang terdapat pada fitoplankton untuk

proses fotosintesis. Klorofil-a juga merupakan salah satu parameter indikator

tingkat kesuburan perairan. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di laut sangat

dipengaruhi oleh faktor oseanografi perairan seperti arus, suhu, salinitas, nitrat,

dan fosfat (Afdal dan Riyono, 2004). Kandungan nutrien perairan sangat berkaitan

erat dengan konsentrasi klorofil-a dimana semakin tinggi kandungan nutrien

perairan maka semakin tinggi juga konsentrasi klorofil-a. Sebaliknya, di perairan

bebas faktor suhu perairan berhubungan terbalik dengan konsentrasi klorofil-a.

Umumnya pada lokasi upwelling, suhu perairan relatif lebih rendah namun

konsentrasi klorofil-a justru relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah

sekitarnya. Wyrtki (1961) menjelaskan bahwa di pantai barat laut Australia SPL

pada musim barat yaitu 29 0C dan mengalami penurunan menjadi 24

0C pada

musim timur (Juli – Agustus) saat terjadi upwelling.

Adanya perubahan pada beberapa kondisi perairan diantaranya suhu dan

klorofil-a tersebut tentunya dapat dimanfaatkan untuk memantau fenomena

upwelling melalui teknologi penginderaan jauh. Berdasarkan data yang diperoleh

dari teknologi penginderaan jauh ini dapat diketahui nilai sebaran Suhu

Permukaan Laut (SPL) dan konsentasi klorofil-a yang kemudian selanjutnya dapat

digunakan dalam memantau pola sebaran dan perkembangan area upwelling di

bagian selatan perairan Selat Makassar.

1.3. Kerangka pemikiran

Salah satu perairan Indonesia yang memiliki tingkat produktivitas primer

cukup tinggi sepanjang tahunnya adalah Selat Makassar. Hal itu disebabkan oleh

beberapa faktor, salah satunya yaitu karena adanya fenomena upwelling yang

terjadi di bagian selatan Selat Makassar. Berdasarkan beberapa penelitian,

sebelumnya diketahui bahwa perairan Selat Makassar bagian selatan mengalami

fenomena upwelling pada bulan-bulan tertentu di musim timur. Adanya fenomena

ini tentunya menjadi penting untuk diketahui dengan mengkaji pola penyebaran

upwelling secara spasial maupun temporal di bagian selatan perairan di Selat

Makassar. Pola penyebaran spasial dan temporal ini dapat diketahui melalui

Page 20: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

4

analisis data penginderaan jauh dengan memanfaatkan data sebaran SPL dan

klorofil-a melalui citra MODIS Level 1 yang merupakan data harian dan memiliki

resolusi spasial 1 km. Data tersebut kemudian dihubungkan dengan data

pendukung berupa data meteorologi dan osenografi bagian selatan perairan Selat

Makassar. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan satelit

dianggap tepat karena dapat menjangkau perairan yang luas secara sinoptik.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

1.4. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pola penyebaran dan

perkembangan area upwelling di bagian selatan perairan Selat Makassar.

1.5. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pola

penyebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan perairan Selat

Makassar.

data pendukung data pendukung

Citra Satelit MODIS

Perairan Selat Makassar

Data Oseanografi

Analisis pola sebaran dan perkembangan area

upwelling di bagian selatan perairan

Selat Makassar

Data Meteorologi

Pola Sebaran Suhu

Permukaan Laut

Pola Sebaran

Klorofil-a

Page 21: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Suhu

Salah satu parameter yang mencirikan massa air di lautan ialah suhu. Suhu

adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang (heat) yang

terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber bahang utama adalah sinar

matahari. Pada umumnya perairan yang banyak menerima bahang dari matahari

adalah daerah yang terletak pada lintang rendah dan akan semakin berkurang bila

letaknya semakin mendekati kutub (Weyl, 1970).

Pada lapisan permukaan penyebaran suhu ditentukan oleh banyak faktor,

diantaranya ialah jumlah bahang yang diterima oleh masing-masing tempat, arus-

arus lautan yang membawa bahang dari khatulistiwa ke arah kutub-kutub serta

pengaruh meteorologi seperti angin, penguapan, hujan dan lain-lain. Pada

hakekatnya di daerah tropis terdapat amplitude suhu permukaan yang kecil. Oleh

karena itu, perubahan pada penyebaran suhu vertikal juga kecil, hanya di daerah-

daerah upwelling dapat ditemukan perbedaan yang cukup berarti (Illahude, 1999).

Menurut Ilahude (1999) berdasarkan lapisan kedalaman, penyebaran suhu di

lapisan bawah paras laut (subsurface layer) menunjukkan bahwa adanya pelapisan

yang terdiri atas:

a) Lapisan homogen

Pada daerah tropis, pengadukan ini dapat mencapai kedalaman 50-100 m

dengan suhu berkisar 26-30°C dan gradien tidak lebih dari 0,03°C /m. Lapisan

ini sangat dipengaruhi oleh musim dan letak geografis. Pada Musim Timur,

lapisan ini dapat mencapai 30-40 m dan bertambah dalam pada saat musim

barat, yaitu mencapai 70-90 m sehingga mempengaruhi sirkulasi vertikal dari

perairan.

b) Lapisan termoklin

Lapisan termoklin dapat dibagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan termoklin atas

(main thermocline) dan termoklin bawah (secondary thermocline). Suhu pada

lapisan termoklin atas lebih cepat menurun dibandingkan dengan lapisan

termoklin bawah, yaitu 27°C pada 100 m menjadi 8°C pada kedalaman 300 m

atau rata-rata penurunan suhu dapat mencapai 9,5°C /100 m, sedangkan pada

Page 22: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

6

termoklin bawah suhu masih terus turun dari 8°C pada 300 m menjadi 4°C

pada kedalaman 600 m atau rata-rata penurunan mencapai 1,3°C /100 m.

c) Lapisan dalam

Pada lapisan ini suhu turun menjadi sangat lambat dengan gradien suhu hanya

mencapai 0,05°C /100 m, lapisan ini dapat mencapai kedalaman 2500 m. Pada

daerah tropis kisaran suhu di lapisan ini antara 2-4°C.

d) Lapisan dasar

Di lapisan ini suhu biasanya tak berubah lagi hingga ke dasar perairan. Pada

samudera-samudera lepas berarti dari kejelukan 3000 m sampai

5000 m.

Kondisi suhu permukaan umumnya dipengaruhi oleh arus permukaan,

penguapan, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan

intensitas radiasi matahari. Proses penyinaran dan pemanasan matahari pada

musim barat lebih banyak berada di belahan bumi selatan sehingga suhu berkisar

antara 29-30oC dan di bagian khatulistiwa suhu berkisar antara 27-28

oC. Pada

musim Timur, suhu perairan Indonesia bagian utara akan naik menjadi 28-30oC

dan suhu permukaan di perairan sebelah selatan akan turun menjadi 27-28oC

(Wyrtki, 1961).

Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena

mendapat radiasi siang hari. Karena pengaruh angin maka lapisan teratas antara

50–70 m terjadi pengadukan, sehingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat

(sekitar 280C) yang homogen. Oleh sebab itu lapisan ini sering disebut lapisan

homogen. Namun, karena adanya pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bisa

menjadi lebih tebal lagi. Di perairan dangkal lapisan homogen bisa mencapai

kedalaman hingga ke dasar. Lapisan permukaan laut yang hangat terpisah dari

lapisan dalam yang dingin oleh lapisan tipis dengan perubahan suhu yang cepat

disebut termoklin atau lapisan diskontinuitas suhu. Suhu pada lapisan permukaan

adalah seragam karena percampuran oleh angin dan gelombang sehingga lapisan

ini dikenal sebagai lapisan percampuran (mixed layer).

Illahude (1999) mengemukakan bahwa Suhu Permukaan Laut (SPL) di Selat

Makassar selama musim timur berkisar 28,2-28,7oC dan pada musim barat naik

sebesar 0,8oC dengan suhu sekitar 29,4

oC. Lapisan termoklin utama ditemukan

Page 23: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

7

pada 60-300 m dengan suhu menurun dari 27,0oC hingga 10,0

oC dengan gradien

mencapai 0,7oC/m.

2.2. Klorofil-a

Istilah klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu Chloros artinya hijau dan

phyllos artinya daun. Ini diperkenalkan tahun 1818, dimana pigmen tersebut

diekstrak dari tumbuhan dengan menggunakan pelarut organik. Hans Fischer

peneliti klorofil yang memperoleh nobel prize winner pada tahun 1915 berasal

dari Technishe Hochschule, Munich Germany.

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan

bakteri fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis

tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia.

Klorofil-a berkaitan erat dengan produktifitas yang ditunjukkan dengan

besarnya biomassa fitoplankton yang menjadi rantai pertama makanan ikan

pelagis. Menurut Valiela (1984), produktifitas primer perairan pantai melebihi

60% dari produktifitas yang ada di laut.

Laju produktifitas primer di laut juga dipengaruhi oleh sistem angin muson.

Hal ini berhubungan dengan daerah asal dimana massa air diperoleh. Dari sebaran

konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia diperoleh bahwa konsentrasi klorofil-a

tertinggi dijumpai pada muson tenggara, dimana pada saat tersebut terjadi

upwelling di beberapa perairan terutama di perairan Indonesia bagian timur.

Sedangkan klorofil-a terendah dijumpai pada muson barat laut. Pada saat ini di

perairan Indonesia tidak terjadi upwelling dalam skala yang besar sehingga nilai

konsantrasi nutrien di perairan lebih kecil. Nontji (2005) menyatakan bahwa

konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia rata-rata 0,19 mg/m3 selama musim

barat sedangkan 0,21 mg/m3 selama musim timur. Fitoplankton sebagai tumbuhan

yang mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi fotosintesis

dimana air dan karbondioksida dengan adanya sinar surya dan garam-garam hara

dan menghasilkan senyawa seperti karbohidrat. Karena adanya kemampuan untuk

membentuk zat organik dari zat anorganik maka fitoplankton disebut sebagai

produsen primer. Oleh karena itu kandungan korofil-a dalam perairan merupakan

salah satu indikator tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton atau tingkat

kesuburan suatu perairan (Yamaji, 1966).

Page 24: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

8

Laju produktifitas primer lingkungan laut ditentukan oleh bebagai faktor

fisika. Faktor utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan eutrofik

adalah pencampuran vertikal, penetrasi cahaya di kolom air dan laju tenggelam sel

(fitoplankton) (Gabric and Parslow, 1989). Beberapa penelitian tentang

produktifitas primer dan kaitannya dengan keberadaan massa air mendapatkan

informasi bahwa kedalaman dimana konsentrasi klorofil-a maksimum adalah

bagian atas lapisan termoklin. Lapisan permukaan tercampur memiliki konsentrasi

klorofil-a yang hampir homogen.

Menurut Nybakken (1992), produktifitas primer perairan pantai sepuluh kali

lipat produktifitas perairan lepas pantai. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar

zat hara dalam perairan pantai bila dibandingkan dengan perairan lepas pantai.

Perairan pantai menerima sejumlah unsur-unsur kritis yaitu P dan N dalam bentuk

PO4 dan NO3 melalui run off (aliran air) dari daratan. Zat-zat hara ini menjadi

sumber nutien bagi pertumbuhan dan kelimpahan fitoplankton.

2.3 Pola Angin dan Arus

Letak geografis sangat berperan dalam menentukan pergerakan arus di

perairan Selat Makassar. Dengan letak selat yang memanjang dalam arah utara-

selatan, maka sepanjang tahun arus permukaan tidak mengalami perubahan arah,

yaitu dari utara ke selatan kecuali pada bagian selatan yakni pada daerah

pertemuan antara massa air Laut Jawa, Laut Flores dan perairan Selat Makassar

bagian Selatan.

Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan bahwa secara umum gerakan arus

permukaan laut terutama disebabkan oleh adanya angin yang bertiup di atasnya.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi arus permukaan laut antara lain:

(1) Bentuk topogafi dasar laut dan pulau-pulau yang ada disekitarnya; (2) Gaya

Coriolis dan Arus Ekman; (3) Perbedaan tekanan air; (4) Arus musiman;

(5)Upwelling dan sinking dan (6) Perbedaan densitas.

Terdapat tiga samudera di permukaan bumi memiliki keterkaitan satu

dengan yang lainnya. Keterkaitan ini membentuk suatu sistem sirkulasi yang unik

(Gambar 2). Sistem ini yang mengedarkan massa air dunia yang dikenal dengan

sirkulasi massa air dunia (the great conveyor belt). Sirkulasi dimulai dari

Samudera Atlantik Utara bagian utara. Adanya proses pendinginan (cooling) dan

Page 25: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

9

penguapan (evaporation) menyebabkan densitas massa air ini tinggi sehingga

tenggelam ke lapisan yang dalam membentuk North Atlantic Deep Water

(NADW) atau Air Dalam Atlantik Utara (ADAU) yang mengalir ke Samudera

Atlantik Selatan pada kedalaman 3000 – 4000 m. Ketika sampai di ujung selatan

Samudera Atlantik Selatan, aliran massa air ini akan berbelok ke arah timur

bergabung dengan Arus Antartika. Massa air ini kemudian terus bergerak

memasuki ujung selatan Samudera Hindia kemudian ke timur memasuki ujung

selatan Samudera Pasifik selatan. Pada ujung bagian selatan Samudera Hindia

sebagian aliran berbelok ke utara sampai sekitar khatulistiwa dan naik ke

permukaan. Demikian pula dengan aliran yang sampai ke ujung selatan Samudera

Pasifik Selatan juga berbelok ke utara masuk ke Samudera Pasifik, melewati

khatulistiwa dan naik ke permukaan (Broecker 1997).

Sirkulasi massa air ini disebut sirkulasi massa air dalam, sedangkan sistem

peredaran massa air permukaan dimulai ketika kekosongan yang disebabkan oleh

tenggelamnya massa air di Samudera Atlantik bagian utara diisi oleh massa air

yang berasal dari Samudera Hindia bagian selatan. Selanjutnya kekosongan massa

air di lapisan atas Samudera India akan menyebabkan massa air Samudera Pasifik

mengalir ke Samudera Hindia melalui perairan Indonesia bagian timur yang

dikenal dengan Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) atau biasa disebut Indonesian

Seas Throughflow. ARLINDO dianggap sebagai “bocoran” dari massa air di

bagian barat Pasifik tropis menuju ke bagian tenggara Samudera Hindia Tropis

melalui perairan Indonesia.

Menurut Wyrtki (1987), arus-arus permukaan yang melintas di Indonesia

sangat menarik, karena hal ini menunjukkan pertalian yang erat antar arah dan

kekutan arus dan kekuatan dan peralihan musim (monson) di Indonesia. Selain

itu, arus sangat erat dengan proses-proses oseanografi lainnya, antara lain

terjadinya proses upwelling dan downwelling yang terjadi di Laut Banda dan

tempat-tempat lainnya.

Page 26: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

10

Gambar 2. Sirkulasi Massa Air (the great conveyor belt) (W. Broecker 1997).

ARLINDO merupakan suatu lintasan penting dalam mentransfer signal

iklim dan anomalinya di seluruh samudera dunia. Sementara bahang dan massa air

dengan salinitas rendah yang dibawa oleh ARLINDO diketahui mempengaruhi

perimbangan kedua parameter pada basin di kedua samudera (Sprintall et al.

2004).

Selat Makassar merupakan perairan yang terletak antara Pulau Kalimantan

dan Pulau Sulawesi. Selat ini berbatasan dengan Laut Sulawesi di sebelah utara

dan dengan Laut Jawa serta Laut Flores di sebelah selatan. Kondisi oseanografi

Selat Makassar ini selain dipengaruhi oleh dinamika oseanografi dalam selat itu

sendiri juga dipengaruhi oleh dinamika oseanografi di luar selat dan keadaan

iklim. Perairan pantai Kalimantan dan perairan sepanjang pantai Sulawesi yang

mengapit Selat Makassar juga berperan terhadap dinamika massa air selat tersebut

(Illahude, 1978).

Pada bulan Mei-November dipengaruhi oleh angin musim dari tenggara,

mencapai puncaknya pada bulan Juni-Agustus dan disebut sebagai musim timur

karena angin bertiup dari timur ke barat. Pada bulan Desember-April dipengaruhi

oleh angin musim dari barat laut, mencapai puncaknya pada bulan Desember-

Februari dan disebut sebagi musim barat karena angin bertiup dari barat ke timur.

Bulan Maret-Mei dan September-November disebut sebagai musim peralihan

Page 27: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

11

dimana pada musim ini angin bertiup tidak menentu. Pada setiap awal periode

musim ini, pengaruh angin musim sebelumnya masih kuat (Nontji, 2005).

Pergantian angin muson dari muson barat ke muson timur menimbulkan

berbagai macam pengaruh terhadap sifat perairan Selat Makassar. Selama angin

muson barat berhembus, curah hujan akan meningkat yang berakibat menurunnya

nilai salinitas perairan. Sebaliknya pada muson timur, terjadi peningkatan salinitas

akibat penguapan yang besar, ditambah dengan masuknya massa air yang

bersalinitas tinggi dari Samudra Pasifik melalui Laut Sulawesi dan masuk ke

perairan Selat Makassar (Wyrtki, 1961).

Selain tingkat salinitas, perubahan pada arus permukaanpun terjadi, hal ini

dipengaruhi dengan adanya angin muson. Selama muson timur, massa air dari

Laut Flores bertemu dengan air yang keluar dari Selat Makassar dan mengalir

bersama ke Laut Jawa. Pada muson barat, massa air dari Laut Jawa bertemu

dengan massa air yang keluar dari Selat Makassar dan mengalir bersama ke arah

Laut Flores.

Variabilitas musiman maupun tahunan diakibatkan oleh arah angin yang

berubah mengikuti sistem muson Australia-Asia (Australasia). Transpor

maksimum pada berbagai lokasi seperti Selat Makassar, Selat Lombok, Selat

Ombai, Laut Sawu dan dari Laut Banda ke Samudera India terjadi pada saat

bertiupnya angin muson tenggara antara Juli–September dan minimum saat

muson barat laut antara November–Februari (Meyers et al., 1995; Gordon et al.,

1999; Hautala et al., 2001).

Pada Gambar 3 sistem arus lintas Indonesia menunjukkan adanya aliran

massa air yang mengalir sepanjang tahun dari arah utara ke selatan perairan Selat

Makassar dan juga arus permukaan yang mengalir dari laut Jawa masuk ke Selat

Makassar dan sebagian ke Laut Flores.

Page 28: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

12

Gambar 3. Sistem Arus Lintas Indonesia di Perairan Indonesia (Gordon et al.

1996)

2.4 Upwelling

Upwelling didefinisikan sebagai fenomena naiknya massa air yang dingin

dan berat serta kaya zat hara dari lapisan yang lebih dalam ke lapisan atas atau

menuju permukaan. Massa air yang berasal dari lapisan dalam akan menggantikan

kekosongan tempat aliran lapisan permukaan air yang menjauhi pantai (Hutabarat

dan Evans, 1985).

Laut dikenal memiliki stratifikasi massa air secara vertikal yaitu air di

lapisan dalam mempunyai suhu lebih rendah dan zat hara lebih tinggi

dibandingkan di permukaan. Peristiwa upwelling menyebabkan suhu lebih rendah

dan zat hara menjadi lebih tinggi di permukaan. Di daerah upwelling, lapisan

termoklin akan naik, bahkan mungkin mencapai permukaan dan terjadi anomali

suhu rendah di permukaan dibanding sekitarnya (Smith, 1968).

Upwelling yang terjadi di laut lepas sering dijumpai di sepanjang

khatulistiwa dimana angin pasat bertiup sepanjang tahun, menyebabkan daerah

divergen berkembang begitu kuat, sehingga lapisan termoklin bergerak vertikal ke

permukaan. Keadaan pada daerah divergen tersebut menimbulkan “kekosongan”

pada lapisan permukaan yang diisi oleh massa air dari lapisan di bawahnya

(Barnes and Hughes, 1988).

Page 29: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

13

Terdapat tiga proses yang menyebabkan yang dapat menyebabkan

terjadinya upwelling. Pertama, ketika terdapat tikungan yang tajam di garis pantai

yang mengakibatkan arus bergerak menjauhi pantai, sehingga terjadi kekosongan

massa air di dekat pantai yang kemudian massa air dalam akan naik mengisi

kekosongan tersebut.

Gambar 4. Mekanisme terjadinya upwelling oleh tikungan tajam garis pantai

(Thurman and Trujillo, 2004)

Kedua, ketika terjadi proses upwelling, dimana upwelling itu sendiri terjadi

karena adanya angin yang berhembus terus menerus dengan kecepatan cukup

besar dan dalam waktu yang cukup lama. Bila angin bertiup ke suatu arah sejajar

dengan garis pantai atau benua, garis pantai berada di sebelah kiri dari angin

untuk Belahan Bumi Utara atau di sebelah kanan dari angin untuk Belahan Bumi

Selatan, maka akibat gaya coriolis (gaya yang timbul akibat perputaran bumi pada

porosnya) massa air yang bergerak sejajar dengan garis pantai akan dibelokkan

arahnya menjauhi garis pantai dengan arah tegak lurus angin ke laut lepas. Angin

menyebabkan air laut menjauhi pantai. Peristiwa tersebut menyebabkan

terbentuknya “ruang kosong” di daerah pantai yang kemudian diisi oleh massa air

di bawahnya dengan cara bergerak vertikal ke permukaan (Wyrtki, 1961).

Page 30: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

14

Gambar 5. Mekanisme terjadinya upwelling oleh offshore wind (Thurman and

Trujillo, 2004)

Selain dua kejadian di atas, upwelling juga dapat terjadi bila arus dalam

(deep current) membentur penghalang di dasar laut (mid-ridge ocean) yang

kemudian arus tersebut dibelokkan ke atas menuju permukaan (Barnes dan

Hughes, 1988).

Gambar 6. Mekanisme terjadinya upwelling oleh mid-ridge ocean (Thurman and

Trujillo, 2004)

Upwelling pesisir adalah tipe upwelling yang paling umum diamati. Hal ini

disebabkan oleh gesekan angin (kekuatan angin mendorong di permukaan air)

dalam kombinasi dengan efek rotasi bumi (efek Coriolis). Kedua kekuatan

menghasilkan transportasi air permukaan di arah lepas pantai. Penyimpangan air

permukaan jauh bentuk pantai menyebabkan air permukaan lebih dingin daripada

air bawah permukaan. Kekuatan upwelling tergantung pada karakteristik seperti

kecepatan angin, durasi, fetch, dan arah. Arah angin sangat penting dalam

menentukan apakah upwelling pesisir akan terjadi (Conway, 1997).

Page 31: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

15

Menurut Wyrtki (1961), upwelling dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Tipe stationer, yaitu bila upwelling terjadi sepanjang tahun meskipun dengan

intensitas yang bervariasi, misalnya upwelling di pantai Peru.

2. Tipe periodic, yaitu bila upwelling yang terjadi hanya selama satu musim saja,

contohnya upwelling di Selat Makassar bagian selatan (Illahude, 1971).

3. Tipe berganti, yaitu upwelling dan sinking terjadi bergantian dalam satu tahun.

Pada satu musim (misalnya musim timur di Indonesia) terjadi upwelling dan

musim berikutnya (musim barat) terjadi sinking. Tipe seperti ini terjadi di Laut

Banda dan laut Arafura.

Menurut Diposaptono (2010), upwelling di bagian selatan perairan Selat

Makassar terjadi pada waktu musim tenggara (Juni – September). Pada saat terjadi

upwelling, salintas permukaan mencapai 34% dan suhu berkisar antara 26,4oC–

27,8oC, kadar plankton dan unsur-unsur fosfat, nitrat dan silikat naik dengan

mencolok, sehingga tingkat produktivitas tinggi.

2.5 Sistem Penginderaan Jauh

Teknologi penginderaan jauh (inderaja) merupakan teknologi yang

digunakan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan

jalan menganalisis menggunakan kaidah ilmiah terhadap data yang diperoleh

dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau

gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1987).

Dalam kaitannya dengan teknologi inderaja, maka segala bentuk informasi

tersebut akan direkam oleh sebuah alat yang dinamakan sensor. Pada sistem

penginderaan jauh, warna air laut menjadi transfer radiasi dalam sistem sinar

matahari ke perairan dan ke sensor satelit. Sensor pada satelit menerima pantulan

radiasi sinar matahari dari permukaan dan kolom perairan. Radiasi sinar matahari

pada saat menuju perairan akan diserap atau dihamburkan oleh awan, molekul

udara, dan aerosol. Sinar matahari yang masuk ke dalam kolom perairan akan

diserap atau dipantulkan oleh partikel-partikel yang ada pada perairan seperti

fitoplankton (Sutrisno,2002).

Karakter utama dari suatu image (citra) dalam penginderaan jauh adalah

adanya rentang panjang gelombang (wavelength band) yang dimilikinya.

Beberapa radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan jarak jauh

Page 32: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

16

seperti radiasi cahaya matahari atau panjang gelombang dari visible dan near

sampai middle infrared, panas atau dari distribusi spasial energi panas yang

dipantulkan permukaan bumi (thermal), serta refleksi gelombang mikro (Susilo,

1997).

2.7 Satelit MODIS

MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) adalah salah

satu instrumen utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra satellite,

yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National

Aeronautics and Space Administration (NASA). Program ini merupakan program

jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan,

atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor-faktor ini. Satelit Terra berhasil

diluncurkan pada Desember 1999 dan kemudian disempurnakan dengan satelit

Aqua pada tahun 2002.

MODIS mengamati seluruh permukaan bumi setiap 1-2 hari dengan whisk-

broom scanning imaging radiometer. MODIS dengan lebar view atau tampilan

lebih dari 2300 km menyediakan citra radiasi matahari yang direfleksikan pada

siang hari dan emisi termal 13 siang/malam di seluruh penjuru bumi. Resolusi

spasial MODIS berkisar dari 250-1000 m (Janssen dan Huurneman, 2001).

MODIS mengorbit bumi secara polar (arah utara-selatan) pada ketinggian

705 km dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 waktu lokal. Lebar

cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 km. Pantulan

gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 band (36

interval panjang gelombang), mulai dari 0,405 sampai 14,385 µm (1

µm=1/1.000.000 meter). Data terkirim dari satelit dengan kecepatan 11 mega byte

setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bit, artinya obyek dapat dideteksi dan

dibedakan sampai 212 (= 4.096) derajat keabuan (grey levels). Satu elemen

citranya pixel (picture element) berukuran 250 m (band 1-2), 500 m (band 3-7)

dan 1.000 m (band 8-36) dalam dunia penginderaan jauh (remote sensing), ini

dikenal dengan resolusi spasial. MODIS dapat mengamati tempat yang sama di

permukaan bumi setiap hari untuk kawasan di atas lintang 30, dan setiap 2 hari

untuk kawasan di bawah lintang 30 termasuk Indonesia.

Page 33: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

17

Data yang merupakan produk MODIS untuk perairan mencakup tiga hal

yakni warna perairan, suhu permukaan laut (SPL), dan produktifitas primer

perairan melalui pendeteksian kandungan klorofil. Seluruh produk tersebut sangat

berguna untuk membantu penelitian mengenai sirkulasi lautan, biologi laut, dan

kimia laut termasuk siklus karbon di perairan.

Tabel 1. Spesifikasi Kanal-Kanal Satelit Pengamat Bumi MODIS

Kegunaan Utama Kanal Panjang Gelombang

(nm)

Resolusi Spasial (m)

Darat/Awan/Aerosols Boundaries 1 620-670 250

2 841-876 250

Darat/Awan/Aerosols Properties 3 459-479 500

4 545-565 500

5 1230-1250 500

6 1628-1652 500

7 2105-2155 500

Ocean Color/Fitoplankton/

Biogeokimia

8 405-420 1000

9 438-448 1000

10 483-493 1000

11 526-536 1000

12 546-556 1000

13 662-672 1000

14 673-683 1000

15 743-753 1000

16 862-877 1000

Atmospheric

Water Vapor

17 890-920 1000

18 931-941 1000

19 915-965 1000

Surface/Cloud Temperature 20 3.660-3.840 1000

21 3.929-3.989 1000

22 3.929-3.989 1000

23 4.020-4.080 1000

Atmospheric Temperature 24 4.433-4.498 1000

25 4.482-4.549 1000

Cirrus Clouds Water Vapor 26 1.360-1.390 1000

27 6.535-6.895 1000

28 7.175-7.475 1000

Cloud Properties 29 8.400-8.700 1000

Ozone 30 9.580-9.880 1000

Surface/Cloud Temperature 31 10.780-11.280 1000

32 11.770-12.270 1000

Cloud Top Altitude 33 13.185-13.485 1000

34 13.485-13.785 1000

35 13.785-14.085 1000

36 14.085-14.385 1000

Sumber : Maccherone, 2005.

Page 34: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

18

3 METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Juni 2011

dengan lokasi penelitian yaitu Perairan Selat Makassar pada posisi 01o00'00"–

07o50'07" LS dan posisi 114

o27'96" – 120

o47'35" BT (Gambar 7).

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Page 35: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

19

3.2 Alat dan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop dengan perangkat

lunak sebagai pendukung dalam pengolahan data, perangkat lunak yang dimaksud

yaitu Microsoft Excel 2007, Modis browser, Modis Project, Envi 4.2, Er Mapper

7.0, Surfer 9.0, Ocean Data View 3.0.1 dan Arc Gis 9.3. Sedangkan bahan yang

digunakan adalah data Suhu Permukaan Laut (SPL) dan data klorofil-a dari citra

MODIS, selain itu digunakan pula data pendukung berupa data oseanografi dan

data meteorologi wilayah Perairan Selat Makassar.

3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Data Penginderaan Jauh

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data citra satelit MODIS level

1 dengan resolusi 1 km dalam format HDF (Hierarchical Data Format). Data

sebaran SPL dan Klorofil-a adalah data harian selama dua tahun (2009 – 2010)

dengan citra SPL dan klorofil-a untuk mendapatkan data time series. Pemetaan

pola sebaran SPL dan konsentrasi klorofil-a sebagai data pendukung dilakukan

dengan mendownload data tahun 2009 dan 2010 pada Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional Stasiun Parepare Sulawesi Selatan.

3.3.2 Data Oseanografi

Data oseanografi meliputi data profil suhu menegak yang diperoleh dari

World Ocean Database (WOD) untuk bulan yang mewakili musim barat dan

musim timur.

3.3.3 Data Meteorologi

Data meteorologi yang merupakan data sekunder meliputi data curah hujan

yang diperoleh dari World Meteorogical Organization (WMO), kecepatan angin

rata-rata, lamanya hari hujan, dan arah angin yang diperoleh dari Badan

Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pusat Jakarta.

3.4 Pengolahan Data

3.4.1 Data Suhu Permukaan Laut (SPL)

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara

mendownload citra SPL MODIS Level 1 wilayah Perairan Selat Makassar. Citra

Page 36: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

20

yang ada kemudian dipotong wilayahnya (crooping) dengan menggunakan

perangkat lunak Modis Project. Wilayah yang dipotong adalah wilayah yang

berada pada posisi antara 01o00'00" – 07

o50'07" LS dan posisi 114

o27'96" –

120o47'35" BT. Hasil croopingan diolah dengan menggunakan perangkat lunak

Modis Browser dan keluaran (output) yang diinginkan berupa data ASCII (*.asc)

yang didalamnya terdiri dari variabel bujur, lintang dan nilai estimasi suhu

permukaan Laut (SPL). Ekstraksi data SPL dilakukan dengan menggunakan kanal

31 dan 32 pada Modis dengan menerapkan algoritma Miami Pathfinder (2001):

Modis_SST = c1 + c2*T31 + c3*T31-32 + c4*(sec( - 1)*T31-32

dimana: T31, T32 = Brightness temperatur dari kanal 31 dan kanal 32

= Sudut zenith satelit

Konstanta (c1, c2, c3, danc4) dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2. Koefisien kanal 31 dan 32 untuk Modis

Koefisien T30-T31 ≤ 0.7 T30-T31 ≥ 0.7

c1 1.11071 1.196099

c2 0.9586865 0.9888366

c3 0.1741229 0.1300626

c4 1.876752 1.627125

3.4.2 Data Klorofil-a

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara

mendownload citra klorofil-a MODIS Level 1 wilayah Perairan Selat Makassar.

Citra yang ada kemudian dipotong wilayahnya (crooping) dengan menggunakan

perangkat lunak Modis Project. Wilayah yang dipotong adalah wilayah yang

berada pada posisi antara 01o00'00" – 07

o50'07" LS dan posisi 114

o27'96" –

120o47'35" BT. Hasil croopingan diolah dengan menggunakan perangkat lunak

Modis Browser dan keluaran (output) yang diinginkan berupa data ASCII (*.asc)

yang didalamnya terdiri dari variabel bujur, lintang dan nilai estimasi klorofil-a.

Page 37: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

21

Ekstraksi data SPL dilakukan dengan menggunakan kanal 31 dan 32 pada Modis

dengan menerapkan algoritma OC3M O’Reilly et al. (2000):

Ca = 100.283-2.753R+1.457R2+0.659R3-1.403R4

, R = log10(Rrs443>Rrs488/Rrs551)

Dimana: Ca = Konsentrasi klorofil-a (mg/m3)

R = Rasio reflektansi

Rrs = Remote sensing reflectance

3.4.3 Pembuatan Kontur Sebaran SPL dan Klorofil-a

Proses pembuatan garis kontur untuk SPL dan klorofil-a ini dibuat dengan

menggunakan perangkat lunak surfer 9.0 melalui menu countur map dengan cara

mengoverlay kontur-kontur dari setiap citra yang dipilih.

3.4.4 Data Angin

Pengolahan data angin dimulai dengan download data angin dengan format

netcdf (*.nc). Data yang disediakan memiliki resolusi spasial berukuran 1,5° x

1,5° dengan cakupan area global. Data yang digunakan adalah data perwakilan

harian dari setiap bulan untuk tahun 2009 dan 2010 dengan interval 6 jam, yaitu :

Pukul 00:00, 06:00, 12:00, dan 18:00. Selanjutnya dilakukan cropping sesuai

dengan lokasi penelitian dengan perangkat lunak Ocean Data View (ODV).

Proses selanjutnya adalah dengan mengekstrak data berformat (*.nc) dengan

menggunakan ODV menjadi data berformat teks (*.txt). Hasil yang diperoleh

berupa data u-wind at 10 meters [m/s], v-wind at 10 meters [m/s] harian yang

terpilih dari setiap bulan pada tahun 2009 dan 2010 yang mewakili daerah Selat

Makassar. Data bujur, lintang, u-wind at 10 meters [m/s], v-wind at 10 meters

[m/s] dengan format (*.txt) diproses dengan Surfer 9.0 dengan cara grid data

bulanan. Tahap selanjutnya yaitu overlay antara vektor (arah pergerakan angin)

dengan basemap (darat) sehingga menghasilkan tampilan arah pergerakkan angin.

3.4.5 Curah hujan

Data curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika (BMKG) Pusat serta dari climate online Berau of Meteorology (BOM).

Data tersebut merupakan jumlah curah hujan (mm) harian yang kemudian dirata-

ratakan menjadi bulanan. Data tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk

diagram dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.

Page 38: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

22

Gambar 8. Diagram Alir penelitian

Data Satelit

Download Data Citra

Data Pendukung

(meteorologi)

Data Pendukung

(oseanografi) Data Citra

MODIS Level 1

Klorofil-a

SPL

Peta Sebaran Suhu

Permukaan Laut Peta Sebaran

Kolrofil-a

Kontur Konsentrasi

Klorofil-a

Kontur Suhu

Permukaan laut

Curah hujan dan

data angin

Data suhu

Analisis pola sebaran dan

perkembangan area

upwelling di Selat Makassar

Page 39: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL)

Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan

tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan dengan

baik pola sebaran SPL baik secara spasial maupun temporal. Analisis citra

dilakukan pada beberapa hari yang terpilih dari setiap bulannya.

4.1.1 Pola Sebaran SPL Secara Spasial

Berdasarkan hasil olahan citra satelit MODIS level 1 terlihat bahwa pola

sebaran SPL secara spasial di Perairan Selat Makassar menunjukkan pola

penyebaran yang berbeda. Namun, walaupun pola tiap bulannya berbeda tapi

secara umum, variabilitas suhu di Perairan Selat Makassar tidak terlalu berbeda

jauh atau nilai yang terlihat relatif homogen. Kisaran suhu yang terlihat berkisar

antara 26-31ºC.

Gambar 9. Pola sebaran SPL secara spasial pada Musim Barat tahun 2010

Page 40: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

24

Secara spasial terlihat bahwa pola penyebaran SPL di bagian selatan

Perairan Selat Makassar pada bulan Desember-Februari (Musim Barat)

memperlihatkan penyebaran suhu yang relatif tinggi yaitu berada pada kisaran 29-

31ºC. Kisaran suhu yang relatif tinggi ini masih terlihat pula pada periode bulan

Maret-April (Musim Peralihan I).

Gambar 10. Pola sebaran SPL secara spasial pada Musim Peralihan I tahun 2010

Memasuki awal periode musim timur yaitu bulan Mei mulai terlihat adanya

gejala penurunan suhu di bagian selatan Selat Makassar. Penurunan ini pun

semakin terlihat pada bulan Juni dan Juli yang mengindikasikan adanya gejala

permulaan upwelling. Pada bulan Juli-Agustus fenomena ini semakin terlihat jelas

dengan pola penyebaran suhu yang terstratifikasi dengan jelas secara horizontal di

bagian selatan Selat Makassar (Gambar 11).

Pada periode bulan September-Oktober (Musim Peralihan II) sebaran SPL

menunjukkan bahwa indikasi adanya upwelling mulai melemah yang ditandai

dengan menurunnya luasan daerah upwelling dan naiknya SPL di bagian selatan

Selat Makassar jika dibandingkan dengan periode musim sebelumnya yaitu

Musim Timur.

Page 41: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

25

Gambar 11. Pola sebaran SPL secara spasial pada Musim Timur tahun 2010

Gambar 12. Pola sebaran SPL secara spasial pada Musim Peralihan II tahun 2010

Secara umum, fenomena upwelling pada musim timur dan peralihan II

(Gambar 11 dan 12) menunjukkan adanya pola sebaran SPL secara spasial yang

dimulai dari bagian selatan Pulau Sulawesi yang kemudian meluas hingga laut

Laut Flores. Kisaran SPL menurun signikan 2oC hingga mencapai 26.52

oC.

Page 42: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

26

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

Okt

ob

er

28.28.4

27.5-27.9

27-27.4

26.5-26.9

Illahude dan Gordon (1996) menyebutkan bahwa SPL di Selat Makassar

selama musim timur lebih rendah dari pada musim barat. Pada musim barat SPL

mengalami peningkatan sebesar 0.8°C mencapai nilai sekitar 29.4°C. Tingginya

SPL pada musim barat merupakan bagian genangan hangat dari Samudera Pasifik

yang tropis. Pada kedua musim (barat dan timur) SPL di ujung sebelah selatan

Selat Makassar adalah lebih rendah dari pada yang utara. Kecenderungan SPL

lebih dingin secara berlanjut masuk ke Laut Flores dan Laut Banda. Hal tersebut

sesuai dengan penelitian ini, dimana terlihat bahwa pada bulan-bulan yang

termasuk dalam musim timur (Juni-Agustus) yang disajikan pada Gambar 11

terlihat bahwa nilai SPL yang lebih rendah cenderung bergerak ke arah Laut

Flores.

4.1.2 Pola Sebaran SPL Secara Temporal

Nilai SPL pada periode bulan Mei-Agustus (musim timur) berkisar antara

26.5-31.2oC. Kisaran suhu paling rendah yang mencapai hingga 26.5

oC tersebut

ditemukan di bagian selatan Selat Makassar tepatnya di bagian selatan Pulau

Sulawesi. Rendahnya kisaran nilai ini jika dibandingkan dengan bulan-bulan

sebelumnya menunjukkan adanya fenomena upwelling. Menurut Yahya (2000)

bahwa sebaran SPL di Selat Makassar rata-rata berkisar antara 24-30.34°C,

dengan suhu tertinggi ditemukan pada musim peralihan barat-timur, suhu perairan

mengalami penurunan selama musim timur, kemudian meningkat kembali

memasuki musim peralihan timur-barat.

(a) (b)

Gambar 13. Persentase Tingkat Penyebaran SPL pada Beberapa Bulan

Tahun (a) 2009 dan (b) 2010

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

Okt

ob

er

28.28.4

27.5-27.9

27-27.4

26.5-26.9

Page 43: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

27

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis persentase tingkat penyebaran SPL

terlihat bahwa secara umum, kejadian upwelling pada tahun 2009 dan 2010

dimulai pada bulan Juni yang terjadi di bagian selatan Selat Makassar dan

mencapai puncaknya pada bulan Agustus. Bulan Agustus memperlihatkan

fenomena meluasnya suhu permukaan laut dengan tingkat nilai yang rendah yang

mengindikasikan semakin memuncak dan meluasnya daerah sebaran upwelling.

4.2. Pola Sebaran Klorofil-a

Hasil olahan citra Modis level 1 untuk menganalisis pola sebaran

konsentrasi klorofil-a menunjukkan hasil yang baik secara spasial dan temporal.

Pemilihan data yang ditampilkan pada analisis ini sama dengan pemilihan data

pada analisis pola penyebaran SPL yaitu dengan memilih perwakilan harian pada

setiap bulan untuk mendapatkan gambaran yang baik tentang pola penyebaran

klorofil di bagian selatan Selat Makassar.

4.2.1 Pola Sebaran Klorofil-a Secara Spasial

Berdasarkan hasil olahan citra Modis level 1 diperoleh pola sebaran

konsentrasi klorofil-a perairan Selat Makassar. Secara spasial, tingkat konsentrasi

klorofil-a terlihat berbeda untuk setiap musim. Pada Musim Barat yaitu pada

periode bulan November-Februari terlihat bahwa tingkat konsentrasi klorofil-a di

perairan Selat Makassar rata-rata lebih rendah jika dibandingkan dengan musim

lainnya. Namun tingkat konsentrasi yang relatif tinggi ditemui di daerah pesisir.

Hal ini diduga karena adanya pengaruh masukan nutrien dari daratan yang

disebabkan oleh tingkat curah hujan yang relatif tinggi pada musim ini sehingga

memberikan kontribusi peningkatan konsentrasi klorofil-a di wilayah pesisir. Pada

periode bulan April-Mei (Musim Peralihan I) pola sebaran konsentrasi klorofil-a

secara spasial rata-rata sama dengan Musim Barat.

Page 44: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

28

Gambar 14. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada Musim Barat

II tahun 2010

Gambar 15. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada Musim

Peralihan I Tahun 2010

Page 45: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

29

Berdasarkan distribusi spasial konsentrasi klorofil-a pada periode Musim

Timur yaitu terhitung sejak bulan Mei-Agustus terlihat bahwa pada awal Musim

Timur di bulan Mei adanya tanda-tanda peningkatan konsentrasi klorofil-a di

bagian permukaan wilayah selatan Selat Makassar belum terlihat. Konsentrasi

klorofil-a meningkat dengan tingkat konsentrasi yang relatif tinggi mulai terlihat

pada bulan Juni dan maksimum di periode bulan Agustus. Tingginya konsentrasi

klorofil-a pada periode bulan di Musim Timur yang telah diawali dengan

menurunnya SPL di kawasan ini menunjukkan terjadinya upwelling. Hal ini

sesuai dengan Wyrtki (1961) dan Illahude (1978) yang menjelaskan bahwa

upwelling pada daerah ini terjadi pada Musim Timur yaitu bulan Juni-Agustus.

Pada awal Musim Peralihan II yaitu pada bulan September, pola

penyebaran upwelling secara spasial masih terlihat jelas. Akhir Musim Peralihan

II ini (Oktober) diperkirakan sebagai akhir dari fenomena upwelling, ini terlihat

dari penampakan konsentrasi klorofil-a yang mulai menurun kembali di akhir

Musim Peralihan II ini (Gambar 17).

Adanya tingkat konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi pada Musim

Timur dan Peralihan II ini disebabkan oleh meningkatnya unsur hara di bagian

permukaan yang terbawa oleh fenomena upwelling dari lapisan dalam.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Wouthuyzen (2002) yang menjelaskan

bahwa kandungan zat hara (fosfat, nitrat, dan klorofil-a) yang tinggi di lapisan

permukaan Selat Makassar yang diindikasikan diakibatkan oleh upwelling masih

ditemukan hingga musim peralihan II pasca Musim Timur. Tingkat konsentrasi

klorofil yang ditemukan berada pada kisaran 0.16-1.41 mg/m3. Hal tersebut sesuai

dengan hasil penelitian ini dimana tingkat konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi

ditemukan di selatan Selat Makassar dengan kisaran nilai sebesar 0.8-1.2 mg/m3

yang menunjukkan terjadinya fenomena upwelling. Pada bulan Juni terlihat bahwa

pola sebaran konsentrasi klorofil yang relatif tinggi masih berada di sekitaran

daerah pesisir khususnya bagian selatan Selat Makassar, sedangkan pada bulan

Juli-Agustus pola penyebarannya mulai terlihat meluas ke arah barat daya pulau

Sulawesi menuju Laut Flores.

Page 46: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

30

Gambar 16. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada Musim Timur

tahun 2010

Gambar 17. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada Musim

Peralihan II Tahun 2010

Page 47: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

31

4.2.2 Pola Sebaran Klorofil Secara Temporal

Data klorofil-a dari satelit MODIS dipetakan pada bagian selatan Selat

Makassar sehingga diperoleh pola sebaran konsentrasi klorofil-a periode Januari-

Desember 2009 dan 2010. Tingkat konsentrasi klorofil-a yang ditemukan untuk

keseluruhan bulan berada pada kisaran 0.76-1.38 mg/m3.

(a) (b)

Gambar 18. Persentase tingkat penyebaran klorofil-a pada beberapa bulan

tahun (a) 2009 dan (b) 2010

Berdasarkan analisis persentase tingkat penyebaran klorofil-a secara

temporal di bagian selatan Selat Makassar tahun 2009 dan 2010 terlihat bahwa

peningkatan konsentrasi klorofil-a dimulai sejak bulan Juni dimana konsentrasi

klorofil-a mulai naik pada kisaran 0.8-0.9 mg/m3 yang kemudian memuncak pada

bulan Agustus dengan konsentrasi klorofil-a di atas 1.0 mg/m3.

Adanya peningkatan konsentrasi klorofil-a ini terlihat jelas dengan

meluasnya pola penyebaran di bagian selatan Selat Makassar. Hasil ini tidak jauh

berbeda dengan pola penyebaran yang terlihat di tahun 2009 dan ini menunjukkan

bahwa ternyata fenomena upwelling terjadi setiap tahun pada Musim Timur

dengan pola penyebaran yang hampir sama.

0% 20% 40% 60% 80%

100%

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

1.15-1.2

1.0-1.15

0.9-1.0

0.8-0.9 0%

20% 40% 60% 80%

100%

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

1.15-1.2

1.0-1.15

0.9-1.0

0.8-0.9

Page 48: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

32

4.3 Fluktuasi Upwelling

Berdasarkan hasil analisis pola penyebaran SPL dan klorofil-a untuk tahun

2009 dan 2010 diketahui bahwa terbentuknya SPL rata-rata dimulai pada bulan

Juni. Menurunnya SPL ini diikuti kemudian dengan meningkatnya konsentrasi

klorofil-a yang menyebar di perairan bagian selatan Selat Makassar. Terbentuknya

SPL untuk tahun 2010 dimulai pada minggu kedua bulan Juni kemudian

memuncak pada minggu kedua Agustus dan berakhir di minggu kedua bulan

Oktober. Terbentuknya SPL di minggu kedua bulan Juni ini diikuti dengan

meningkatnya konsentrasi klorofil-a pada minggu keempat bulan Juni yang

kemudian memuncak pada minggu keempat bulan Agustus dan berakhir di

minggu keempat bulan September.

(a) (b) (c)

Gambar 19. Fluktuasi Upwelling : (a) Awal, (b) Maksimal, (c) Akhir

Page 49: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

33

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

I II III IV

0.8-0.9

0.9-1.0

1.0-1.15

1.15-1.2

0

5000

10000

15000

20000

25000

I II III IV

26.5-26.9

27-27.4

27.5-27.9

28.28.4

Fenomena yang terjadi di tahun 2010 tidak jauh berbeda dengan yang

ditemui di tahun 2009. Terbentuknya SPL di tahun 2009 dimulai pada minggu

pertama bulan Juni yang kemudian memuncak di minggu kedua bulan Agustus

dan berakhir di minggu ketiga bulan Oktober. Terbentuknya SPL di minggu

pertama bulan Juni ini diikuti pula dengan meningkatnya konsentrasi klorofil-a

pada minggu ketiga bulan Juni yang kemudian meningkat di minggu ketiga bulan

Agustus dan berakhir pada minggu ketiga bulan September.

Pada saat kejadian upwelling memuncak yaitu di bulan Agustus, pola

penyebaran upwelling terlihat jelas mengarah ke arah barat daya Pulau Sulawesi.

Menurut Rosyadi (2011), penyebaran ini menyebar ke barat daya Pulau Sulawesi

sekitar 330 km. Secara lebih rinci, pola penyebaran ini kemudian dianalisis

perkembangannya tiap bulan sejak terbentuk sampai berakhirnya SPL dan

klorofil-a tersebut untuk mengetahui luasan penyebaran SPL dan klorofil-a yang

kemudian diestimasi sebagai daerah penyebaran upwelling.

Setelah dilakukan analisis pola penyebaran SPL dan klorofil secara bulanan

untuk mengestimasi luasan daerah yang diindikasikan terjadi upwelling,

selanjutnya dilakukan analisis pola penyebaran secara mingguan di bulan Agustus

(Gambar 20 dan 21). Bulan Agustus menjadi bulan yang dipilih karena

berdasarkan analisis variabilitas SPL dan klorofil-a baik secara spasial maupun

temporal diketahui bahwa bulan Agustus merupakan bulan dimana tingkat

penyebaran SPL dan klorofil-a memuncak.

Gambar 20. Estimasi luasan penyebaran SPL dan klorofil-a mingguan bulan

Agustus tahun 2009

Suhu Klorofil-a

Page 50: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

34

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

I II III IV

0.8-0.9

0.9-1.0

1.0-1.15

1.15-1.2

0

5000

10000

15000

20000

25000

I II III IV

26.5-26.9

27-27.4

27.5-27.9

28.28.4

Gambar 21. Estimasi luasan penyebaran SPL dan klorofil-a mingguan bulan

Agustus tahun 2010

Berdasarkan analisis pola penyebaran suhu dan klorofil-a terlihat bahwa

memuncaknya fenomena upwelling untuk tahun 2009 yang terjadi di bulan

Agustus dimulai pada minggu kedua, hal ini ditunjukkan dengan semakin

menurunnya SPL pada minggu kedua yang kemudian diikuti dengan

meningkatnya konsentrasi klorofil-a pada minggu ketiga. Hasil ini tidak jauh

berbeda dengan pola penyebaran suhu dan klorofil-a untuk tahun 2010.

Fenomena upwelling mulai memuncak pada minggu kedua Agustus yang

ditunjukkan dengan semakin menurunnya SPL yang diikuti dengan meningkatnya

konsentasi klorofil-a di minggu keempat bulan Agustus.

Gambar 22. Pola sebaran SPL dan klorofil-a bulan Agustus 2010

Suhu Klorofil-a

Page 51: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

35

Pola penyebaran dan perkembangan area upwelling yang terjadi di bulan

Agustus menunjukkan bahwa penurunan suhu diikuti dengan peningkatan

konsentrasi klorofil-a. Menurut Valiela (1984), hal ini disebabkan karena

fitoplankton pada suhu rendah dapat mempertahankan konsentrasi pigmen-

pigmen fotosintesis, enzim-enzim dan karbon yang besar. Ini dikarenakan lebih

efisiennya fitoplankton menggunakan cahaya pada suhu rendah dan laju

fotosintesis akan lebih tinggi bila sel-sel fitoplankton dapat menyesuaikan dengan

kondisi yang ada. Selain itu, perubahan laju penggandaan sel hanya pada suhu

tinggi. Perubahan laju penggandaan sel hanya pada suhu yang tinggi karena

tingginya suhu memudahkan terjadinya penyerapan nutrien oleh fitoplankton.

Terjadinya penurunan SPL dan peningkatan konsentrasi klorofil-a diikuti

dengan meluasnya daerah sebaran upwelling untuk tahun 2009 dan 2010.

Meningkatnya total luasan daerah yang diindikasikan merupakan area upwelling

untuk tahun 2009 tidak jauh berbeda dengan tahun 2010 dengan pola penyebaran

mengarah ke arah barat daya dengan estimasi luasan mencapai sekitar ± 46000

km2 (Gambar 22).

4.4 Faktor-faktor yang menunjukkan terjadinya Upwelling

4.4.1 Lapisan Termoklin

Berdasarkan hasil analisis pada sebaran nilai SPL terlihat bahwa secara

umum, kejadian upwelling pada tahun 2009 dan 2010 yang terjadi di bagian

selatan perairan Selat Makassar dimulai pada bulan Juni dan mencapai puncaknya

pada bulan Agustus. Minggu pertama bulan Agustus memperlihatkan fenomena

meluasnya suhu permukaan laut dengan tingkat yang rendah yang

mengindikasikan semakin memuncak dan meluasnya daerah sebaran upwelling.

Indikasinya terjadinya upwelling pada periode Mei-Agustus (Musim Timur)

didukung pula dengan berubahnya lapisan termoklin (Gambar 23).

Data profil suhu menegak bagian selatan perairan selat Makassar

menunjukkan bahwa lapisan termoklin pada Musim Barat dimulai pada

kedalaman 42 m dengan penurunan suhu mulai dari 28oC, sedangkan untuk

Musim Timur data profil suhu pada lokasi upwelling menunjukkan bahwa lapisan

termoklin di bagian selatan Selat Makassar dimulai pada kedalaman 17 m dengan

Page 52: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

36

penurunan suhu mulai dari 27oC dan titik non upwelling dimulai pada kedalaman

33 m dengan penurunan suhu mulai 28 o

C. Berdasarkan hasil pengukuran ini

terlihat bahwa lapisan termoklin mengalami perubahan atau kenaikan saat musim

timur (Juni-Agustus) pada titik upwelling, hal ini secara langsung menunjukkan

bahwa pada musim timur terjadi penaikan massa air yang menyebabkan

berubahnya lapisan termoklin. Terjadinya penaikan massa air ini menunjukkan

terjadinya upwelling di Selat Makassar dimana upwelling tersebut menyebabkan

terangkatnya massa air dari lapisan dalam ke lapisan atas.

Gambar 23. Profil suhu menegak (a) Bulan Desember (Musim Barat) (b) Bulan

Agustus (Musim Timur) (Sumber:World Ocean Database, 2005)

(a) (b)

Page 53: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

37

4.4.2 Curah Hujan

Data curah hujan yang dipilih adalah data curah hujan lokal untuk wilayah

Makassar, Sulawesi Selatan. Makassar merupakan daerah yang dipilih karena

wilayah ini merupakan wilayah yang paling dekat dengan lokasi yang diteliti

dengan asumsi bahwa curah hujan daerah terdekat lebih besar mempengaruhi

dibandingkan dengan daerah atau wilayah lain di sekitar Selat Makassar.

Berdasarkan analisis data curah hujan untuk rata-rata setiap bulannya terlihat

bahwa pada bulan Desember-Februari (Musim Barat) curah hujan (mm) berkisar

antara 533-734 mm, bulan Maret-April (Musim Peralihan I) berkisar antara 235-

391 mm, bulan Mei-Agustus (Musim Timur) berkisar antara 15-127 mm, dan

bulan September-November (Musim Peralihan II) berkisar antara 32-273 mm.

Pada umumnya jumlah curah hujan maksimum terjadi pada Musim Barat yaitu

pada bulan Januari dan jumlah curah hujan minimum terjadi pada musim timur

yaitu pada bulan Agustus (Gambar 24). Hal tersebut sesuai dengan Wyrtki (1961)

bahwa adanya fluktuasi jumlah curah hujan bulanan diakibatkan karena adanya

perbedaan pola angin yang terjadi di Indonesia. Pada Musim Barat, angin

membawa banyak uap air karena angin berasal dari Samudera Pasifik sehingga

menyebabkan curah hujan menjadi tinggi sedangkan pada Musim Timur angin

membawa sedikit uap air karena angin berasal dari daratan Australia sehingga

curah hujan menjadi rendah.

Gambar 24. Jumlah rata-rata curah hujan bulanan Stasiun Makassar

0

100

200

300

400

500

600

700

800

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des

27 26 23 20 17 8 4 2 4 7 24 25

Jumlah Total Rata-rata Curah Hujan (mm) Jumlah Rata-rata Hari Hujan

Page 54: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

38

Hasil rata-rata curah hujan ini jika dibandingkan dengan tingkat

konsentrasi klorofil-a, maka dapat dilihat bahwa jumlah curah hujan tidak

mempengaruhi tingkat konsentrasi klorofil-a yang tersebar di bagian selatan Selat

Makassar. Pada bulan Agustus meskipun curah hujan rendah namun tingkat

konsentrasi klorofil-a tetap tinggi, ini secara langsung menunjukkan bahwa

meningkatnya konsentrasi klorofil-a di bagian selatan Selat Makassar bukan

dipengaruhi oleh masukan nutrien dari daratan tapi karena adanya fenomena

upwelling.

4.5 Faktor yang mempengaruhi Upwelling

Illahude (1970) menyatakan bahwa upwelling di bagian selatan Selat

Makassar berlangsung selama Musim Timur (Juni-September). Fenomena

upwelling tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu sirkulasi massa air dan arah

angin. Untuk sirkulasi massa air, pada Musim Timur arus dari utara Selat

Makassar bertemu dengan massa air yang datang dari Laut Flores di selatan Selat

Makassar dan mengalir menuju Laut Jawa, sehingga terjadi kekosongan massa air

di daerah selatan Selat Makassar. Kekosongan ini akan diisi oleh massa air di

bawahnya yang memiliki suhu dan oksigen terlarut yang rendah serta nilai

salinitas, fosfat, nitrat, dan silikat yang tinggi (Illahude, 1970, 1978; Wyrtki,

1961).

Faktor kedua yang mempengaruhi upwelling selain sirkulasi massa air

adalah angin. Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang

merupakan hasil dari pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari

terhadap tempat-tempat yang berada di permukaan bumi. Berdasarkan Brown et

al. (2004) angin bertiup dari daerah yang memiliki tekanan tinggi menuju daerah

yang bertekanan rendah. Pola pergerakan angin di Indonesia pada umumnya

mengikuti pergerakan musim. Setiap musim memiliki arah pergerakan angin yang

berbeda-beda.

Pada bulan Desember-Februari (Musim Barat) pada tahun 2010 angin di

selatan Selat Makassar dominan bergerak dari barat dan barat laut dengan

kecepatan rata-rata 2.1 m/s dan maksimun 3.98 m/s. Pada bulan Maret-April

Page 55: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

39

(Musim Peralihan I) pola pergerakan angin berasal dari utara (Maret) dan dari

timur (April) dengan kecepatan rata-rata 2.08 m/s dan maksimum 3.5 m/s.

Gambar 25. Pola Pergerakan Angin pada Bulan November-Februari 2010

Gambar 26. Pola Pergerakan Angin pada Bulan Maret-April 2010

Page 56: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

40

Pola pergerakan angin pada bulan Mei-Agustus (Musim Timur) bergerak

dari tenggara dengan kecepatan rata-rata lebih tinggi yaitu 4.23 m/s dan

maksimum 6.41 m/s. Arah angin yang berasal dari tenggara pada musim timur ini

yang kemudian didukung dengan pergerakan aliran massa air dari arah utara ke

selatan Selat Makassar mengakibatkan Ekman Transport bergerak menuju barat

daya (menjauhi pantai selatan Sulawesi). Hal ini mengakibatkan kekosongan

massa air laut di permukaan dan diikuti dengan pengisian massa air laut dari

kedalaman untuk mencapai keseimbangan permukaan air. Proses ini

mengakibatkan terjadinya upwelling yang membawa unsur hara lebih banyak,

salinitas lebih tinggi, dan suhu air laut lebih rendah. Pada Bulan September-

November (Musim Peralihan II) terlihat bahwa pola pergerakan angin masih

bergerak dari arah tenggara seperti yang terjadi pada bulan-bulan di periode

Musim Timur.

Gambar 27. Pola Pergerakan Angin pada Bulan Mei-Agustus 2010

Page 57: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

41

Gambar 28. Pola Pergerakan Angin pada Bulan September-Oktober 2010

Selain pola pergerakan angin, kecepatan angin juga ikut mempengaruhi

pola penyebaran upwelling pada bagian selatan Selat Makassar. Pola pergerakan

angin terlihat mulai berubah sejak bulan April, namun perubahan ini tidak

langsung diikuti dengan bergeraknya massa air di permukaan dan terangkatnya

massa air dari bagian dalam ke bagian permukaan (Ekman Transport). Hal ini

disebabkan oleh adanya perbedaan pada tingkat kecepatan angin.

Gambar 29. Hubungan pola pergerakan angin dengan penurunan SPL dan

peningkatan konsentrasi klorofil-a.

Page 58: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

42

Pola pergerakan angin mulai berubah sejak bulan April namun tingkat

kecepatan yang ada masih rendah yaitu 3.25 m/s seperti bulan sebelumnya

sehingga belum cukup kuat untuk mendukung terjadinya Ekman Transport.

Kecepatan angin mulai terlihat meningkat pada bulan Mei yaitu mencapai 6.39

m/s, kecepatan angin yang kuat di bulan Mei ini yang kemudian menyebabkan

terdorongnya massa air di bagian permukaan yang kemudian diikuti dengan

naiknya massa air dari bagian dalam hingga mencapai ke permukaan. Proses ini

berlanjut secara terus menerus dan mulai nampak jelas fenomenanya di minggu

kedua bulan Juni yang ditandai dengan penurunan SPL dan diikuti dengan

peningkatan konsentrasi klorofil-a pada minggu keempat bulan Juni (Gambar 29).

Page 59: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

43

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu pola penyebaran

upwelling pada musim timur dimulai pada bulan Juni untuk setiap tahun 2009 dan

2010 dan memuncak di bulan Agustus serta berakhir pada bulan Oktober. Selain

itu, berdasarkan pola distribusi spasial SPL dan konsentrasi klorofil-a di selatan

perairan Selat Makassar pada musim timur, diketahui bahwa pola penyebarannya

bergerak ke arah barat daya dengan total estimasi luasan sekitar ± 46000 km2.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penenlitian lebih lanjut dengan pengambilan data harian

dari citra serta data lapangan yang lebih lengkap untuk setiap bulannya terutama

pada saat terjadi upwelling sehingga dapat diketahui dengan pasti tanggal dan hari

terjadinya fenomena upwelling. Selain itu, sebaiknya dilakukan pengambilan data

oseanografi yang tidak jauh berbeda dengan tanggal perekaman citra sehingga

hasil yang diperoleh lebih akurat.

Page 60: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

44

DAFTAR PUSTAKA

Afdal dan S.H. Riyono. 2004. Sebaran Klorofil-a Kaitannya dengan Kondisi

Hidrologi di Selat Makassar. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 36 :

69-82.

Barnes, R. S. K. And R.N. Hughes. 1988. An introduction to Marine Ecology. 2nd

Edition. Blokwell Scientific Publication. 35p.

Broecker, W. S. 1991. The Great Conveyor Belt. Oceanography., 4, 79–89.

[1.2,2.1,4.7].

Conway, E.D. 1997. An Introduction to Satellite Image Interpretation. The Johns

Hopkins University. Baltimore and London. 242 hlm.

Diposaptono, S. 2009. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. Departemen Kelautan

Perikanan. Jakarta.

Duxbury, A. C, and A. Duxbury. 1994. Introduction to that World;s Ocean. Wm.

Brown Publishers. Dubuque. Iowa.

Ffield, A. and A. Gordon. 1992. Vertical Mixing on the Indonesian thermocline,

J. Physics Oceanography., 22:184-195.

Gabric, A. J. and J. Parslow. 1989. Effect of Physical Factors on The Vertical

distribution of Phytoplankton in Eutrophic Coastal Waters. Aust. J. Mar.

Fresw. Res. 189 (40): 559-569.

Gordon, A. L. and R. A. Fine. 1996. Pathways of Water between the Pasific and

Indian Oceans in the Indonesian Seas. 379.

Gordon, A. L., R.D. Susanto, and F. Ami. 1999. Throughflow within Makassar. J.

Geophys. Res. Lett. 26 (21): 3325-3328.

Hautalla, S. L., J. Sprintall, J. Potemra, A. G. Illahude, J. C. Chong. W. Pandoe

and N Bray. 2001. Velocity Structure and Transport of Indonesian

Throughflow in The Major Strait Restricting Flow into The Indian Ocean.

J. Geophys. Res. 106: 19527-19546.

Hutabarat, S. dan S. M Evans. 1985. Pengantar Oseanography. Universitas

Indonesia Press. Jakarta. 159 hal.

Illahude A. G. 1970. On The Occurance of Upwelling in Southern Makassar

Strait. Marine Research in Indonesia. 10: 81-107.

Illahude A. G. 1978. On The Effecting The Productivity of The Southern

Makassar Strait. Marine Research in Indonesia. 21: 81-107.

Illahude, A. G. 1999. Pengantar Oseanografi Fisik. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanografi. LIPI. Jakarta.

Page 61: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

45

Janssen, L. F. L. and Huurneman C. G. 2001. Principles of Remote Sensing. ITC

Educational Texbooks Series. ITC, Enshede.

King, C. A. M. 1963. An Introduction to Oceanography. Mc Graw-Hill Books

Company, Inc. New York. 337 p.

Laevastu T and I Hela. 1970. Fisheries Oceanography. New Ocean Enviromental

Services. Fishing News Books Ltd. London. 238 p.

Lillesand T.M., Kiefer, R.W. 1987. Remote Sensing and Image Interpretation.

Second Edition. Canada

Maccherone, B. 2005. About MODIS. http://modis.gsfc.nasa.gov [akses tanggal

20 Desember 2010].

Meyers, G., R.J. Balley and A.P Worby, 1995. Geostrophic Transport of

Indonesian Throughflow. Deep Sea Res. Part 1, 42: 1163-1174.

Munandar, A. 1998. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Satelit

NOAA/AVHRR untuk Pendugaan Upwelling di Perairan Selatan Selat

Makassar Tahun 1994-1996. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Hal : 102.

Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Hal: 368

Nybakken dan James W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologi

(Terjemahan: Moh. Eidman dan Kuesoebiono). PT. Gramedia. Jakarta. 459

hlm.

Rasyid, A. 2009. Distribusi Klorofil-a pada Musim Peralihan Barat-Timur di

Perairan Spermonde Propinsi Sulawesi Selatan.

Rosyadi, N. 2011. Variabilitas Suhu Permukaan Laut dan Konsentrasi Klorofil-a

di Bagian Selatan Selat Makassar. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Hal :

63.

Riyono, S. H. 2006. Klorofil Fitoplankton dan Produktivitas Primer. Warta

Oseanografi 20 (1) : 16-18.

Ross, D. A. 1970. Introduction to Oceanography. Meredith Corporation. New

York. 384 p.

Smith, R.L., 1968. Upwelling. Oceanography and Marine Biology. An annual

review. Scotland.

Sprintall, J., A. L. Gordon, S. Wuffels, A.Ffield, and R. Molcard. 2004.

INSTANT; A New International array to Measure the Indonesian

Throughflow. EOS 85(39). 363-376.

Susilo S. B. 1997. Penginderaan Jauh Warna Air Laut (Ocean Color Remote

Sensing) Makalah Ilmiah. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 23

hlm.

Page 62: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

46

Sutrisno, Dewayani. 2002. Fenomena Alam dan Perkembangan Teknologi

Penginderaan Jauh. [email protected]. [akses tanggal 18

Desember 2010].

Thurman, H. V. and A. P. Trujillo. 2004. Introductory Oceanography. Pearson

Prentice Hall. New Jersey. 608 hlm.

Valiela, I. 1984. Marine Ecological Processes. Library of Congress Catalogy in

Pulication Data. New York.

Weyl, P. K. 1970. Oceanography: An Introduction to Marine Environment. John

Wiley and Son Inc.

Wyrtki, K. 1961. Physical Oseanography of The Southeast Asian Waters. Naga

Report. Vol 2. Scripps Institution of Oceanography. The University of

California. La Jolla. California. 195 p.

Wyrtki, K. 1987. Indonesian Throughtflow and The associated Pessure Gradient.

J. Geophys. Res. (92) C12: 12941-12946.

Yahya, M. 2000. Hubungan Karakteristik Fisika-Kimia Laut dengan Produksi

Hasil Tangkapan Ikan Terbang (Cypsilurus sp) di Selat Makassar. Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hal : 51 – 57.

Yamaji I. 1966. Illustrations of the Marine Plankton of Japan. Japan. 192 p.

Yuwono, V. 2010. Analisis Spasial dan Temporal Suhu Permukaan Laut dan

Klorofil-a dari Citra Aqua Modis dengan Hasil Tangkapan Ikan di Perairan

Selat Makassar. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Hal : 37.

Page 63: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

47

Lampiran 1. Pola Pergerakan Angin Tahun 2009

Page 64: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

48

Lanjutan

Page 65: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

49

Lampiran 2. Pola sebaran suhu permukaan laut tahun 2009

Page 66: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

50

Lanjutan

Page 67: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

51

Lanjutan

Page 68: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

52

Lanjutan

Page 69: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

53

Lanjutan

Page 70: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

54

Lanjutan

Page 71: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

55

Lampiran 3. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 2009

Page 72: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

56

Lanjutan

Page 73: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

57

Lanjutan

Page 74: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

58

Lanjutan

Page 75: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

59

Lanjutan

Page 76: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

60

Lanjutan

Page 77: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

61

Lampiran 4. Pola sebaran suhu permukaan laut tahun 2010

Page 78: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

62

Lanjutan

Page 79: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

63

Lanjutan

Page 80: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

64

Lanjutan

Page 81: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

65

Lanjutan

Page 82: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

66

Lanjutan

Page 83: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

67

Lampiran 5. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 2010

Page 84: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

68

Lanjutan

Page 85: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

69

Lanjutan

Page 86: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

70

Lanjutan

Page 87: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

71

Lanjutan

Page 88: Analisis pola sebaran dan pengembangan area upwelling di ... · i analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di bagian selatan . perairan selat makassar. dwi fajriyati

72

Lanjutan