Upwelling Selat Makasar

download Upwelling Selat Makasar

of 18

Transcript of Upwelling Selat Makasar

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    1/18

    OSEANOGRAFI

    Upwell ing selat Makassar

    Disusun oleh:

    Kelompok 4

    Maulana Albar Putra 230110120081

    Andi Lia Fadhilah 230110120092Gilang Kusuma M 230110120110

    Laily Hikmawati 230110120119

    Perikanan B

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    JATINANGOR

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    2/18

    2013

    I. Densitas Air Laut

    Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari

    dinamika laut.Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat

    perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat

    kuat.Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam

    oseanografi.Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah (rho).

    Densitas air laut disebut sebagai Sigma t diperoleh dari hasil pengukuran

    suhu, tekanan dan salinitas. Air laut kondisinya lebih berat (sekitar 1,025 g/cm 3)

    dibandingkan dengan air tawar (sekitar 1,000 g/cm3) dan sekitar 800 lebih berat

    dibandingkan dengan udara. Nilai densitas air laut berkisar 1,020 sampai 1,030 g/cm3

    dengan perubahan terbesar terjadi dilapisan permukaan dan dekat pantai.

    Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p).

    Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of

    Sea Water):

    = (T,S,p)

    Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh

    Knudsen dan Ekman pada tahun 1902.Pada persamaan mereka, dinyatakan dalam g

    cm-3

    .Penentuan dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas dengan

    kisaran yang lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru yang dikenal sebagai

    Persamaan Keadaan Internasional (The International Equation of State, 1980).

    Persamaan ini menggunakan temperatur dalamoC, salinitas dari Skala Salinitas

    Praktis dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000 N m-2). Densitas

    dalam persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3

    . Jadi, densitas dengan harga 1,025 g

    cm-3

    dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan harga 1025 kg m-

    3dalam Persamaan Keadaan Internasional.

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    3/18

    Densitas rata-rata air laut adalah t= 25. Aturan praktis yang dapat kita

    gunakan untuk menentukan perubahan densitas adalah: tberubah dengan nilai yang

    sama jika T berubah 1oC, S0,1, dan p yang sebanding dengan perubahan kedalaman

    50 m.

    Densitas akan menurun karena curah hujan, intrusi massa air tawar dari aliran

    sungai, mencairnya es dan intensitas penyinaran matahari (Bishop,1984). Massa air

    laut dengan densitas rendah cenderung berada di atas dari lapisan dengan densitas

    tinggi.

    Perubahan densitas air laut secara vertical terjadi dengan adanya perubahan

    kedalaman perairan, dan perubahan secara horizontal disebabkan oleh arus. Distribusi

    densitas berkaitan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang

    berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu.

    Perlu diperhatikan bahwa densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk

    salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7.

    Hal ini mengakibatkan adanya konveksi panas.

    S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian jikaair permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah terlewati)

    pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin (wind mixed

    layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang

    lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum.

    S >24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginandiperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat) yang tersimpan di

    dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum

    densitas maksimum tercapai.

    Seperti halnya pada temperatur, pada densitas juga dikenal parameter densitas

    potensial yang didefinisikan sebagai densitas parsel air laut yang dibawa secara

    adiabatis ke level tekanan referensi.

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    4/18

    erubahan densitas dipengaruhi oleh proses-proses, salah satunya adalah evaporasi

    (penguapan). Dan terjadinya perubahan suhu yang drastis (thermocline) dan

    salinitar (Halocline) yang menghasilkan perubahan densitas secara drastis

    (Pynocline)

    Grafik-grafik Densitas CO2-Tekanan Air Laut

    Grafik 1.

    Kurva tekanan kepadatan karbon dioksida cair diberbagai suhu (Hijau = 10C, garis

    hijau putus-putus = 4C, garis biru putus-putus = 2C dan garis biru = 0C) titik

    tengah pada tekanan-densitas (garis magenta). Titik tengah daya apung untuk karbon

    dioksida cair pada 2C dicapai pada kisaran 26,50 MPA atau disekitar kedalaman

    2.600m.

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    5/18

    Grafik 2

    Grafik 3

    Grafik 2 dan Grafik 3 menunjukan proyeksi grafik fase.Dalam grafik 2 (tekanan-

    suhu) titik didih memisahkan antara wilayah gas dan cair.Dan berakhir di titik

    kritis.Yang dimana fase cair dan gas menghilang menjadi fase superkritis tunggal.Ini

    dapat diamati di grafik ke 3 (densitas-tekanan untuk CO2).Jauh dibawah suhu kritis,

    misalnya di 280K.Dengan meningkatnya tekanan, gas terkompres dan akhirnya

    (>40bar) mengembun. Dan mengakibatkan diskontinuitas (garis titik-titik vertical)

    http://muhminanurrdoridorikun.files.wordpress.com/2011/03/carbon_dioxide_density-pressure_phase_diagram.jpghttp://muhminanurrdoridorikun.files.wordpress.com/2011/03/carbon_dioxide_pressure-temperature_phase_diagram.jpghttp://muhminanurrdoridorikun.files.wordpress.com/2011/03/carbon_dioxide_density-pressure_phase_diagram.jpghttp://muhminanurrdoridorikun.files.wordpress.com/2011/03/carbon_dioxide_pressure-temperature_phase_diagram.jpg
  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    6/18

    Disaat suhu kritis tercapai (300K).Densitas CO2 menjadi lebih padat. Pada titik kritis

    (304,1 K dan 7,38 MPa (73,8 bar)) tidak ada perbedaan densitas, dan dari 2 fase

    menjadi satu fase fluida. Dengan demikian, diatas suhu kritis CO2 tidak dapat

    dicairkan oleh tekanan

    Grafik Densitas-Tekanan Air Laut

    Grafik 4

    Ini adalah grafik simpel densitas-kedalaman laut. Kita dapat melihat peningkatan

    densitas air laut seiring makin meningkatnya kedalaman laut. Pycnocline

    adalah lapisan air dimana perubahan drastis densitas air terhadap kedalaman laut. Ini

    adalah grafik untuk laut bagian 30-40 derajat lintang selatan.Dan seperti kita ketahui

    bahwa tekanan bergantung kepada kedalaman.Semakin dalam laut semakin besar

    juga tekanannya.

    II. Diagram TS

    http://muhminanurrdoridorikun.files.wordpress.com/2011/03/sm_density_depth.jpg
  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    7/18

    Diagram temperatursalinitas (T-S) perairan penting untuk dipahami karena

    bermanfaat untuk mengetahui sumber massa air perairan setempat.

    Analisis diagram T S dilakukan berdasarkan cara yang di uraikan oleh

    (Helland & Hasen, 1986). Konsep dari analisi massa air ini berhubungan dengan

    perwakilan diagram T-S dalam struktur bentuk konfigurasi vertikal di lautan. Prinsip

    massa air adalah air yang mempunyai sifat suhu dan salinitas tertentu oleh karena

    terdapat dalam diagram T-S. Nilai T-S dari suatu massa air telah didefinisikan, maka

    dapat ditunjukan oleh suatu titik pada diagram T-S.

    Menurut Sverdrup et. Al 1968, suatu massa air didefinisikan sebagai suatu

    bagian dari kurva diagram T-S yang dicirikan oleh kisaran terbatas dari hubungan

    suhusalinitas, dimana suatu massa air terdiri dari pencampuran dau massa air atau

    lebih jenis massa air. Hal ini yang dipakai pada analisia karakteristik T-S diagram

    suatu massa air pada lokasi dari sumbernya.

    Statistik diagram T-S sendiri adalah suatu metode pendekatan yang dapat

    melengkapi statistik air laut secara kualitatif pada hubungan korelasi antar suhu

    salinitas. Pada penelitian oseanografi ada beberapa parameter yang digunakan sebagai

    indikator penelitian di air laut, yaitu salinitas, temperatur, kandungan oksigen dan

    kandungan zat hara. Dari keempat parameter tersebut terdapat diagram yang dapat

    mengaitkan antara salinitas dengan temperatur yaitu diagram T-S. Salinitas dapat

    diplotkan di diagram tersebut dengan ditambahkan parameter kedalaman untuk lebih

    mengetahui karakteritik perairan.

    Kasus Percampuran Tiga Massa Air

    Dalam kasus percampuran tiga massa/type air, massa air hasil percampuran (R) di

    dalam diagram T S terletak di dalam segitiga yang dibentuk oleh penyatuan titik-

    titik yang mewakili massa air I, II dan III.

    Jika suhu dan salinitas massa air R (TR, SR) diketahui dari pengukuran, secara

    grafis kita dapat menentukan berapa persen kontribusi massa air I, II dan III dalam

    membentuk R Perbandingan Porsi Massa Air I,II,III.

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    8/18

    Cara membaca diagram T-S dilihat dari indikator yang terdapat di diagram

    tersebut, yaitu pada variabel X menunjukan salinitas, variabel Y temperatur potensial

    dan variabel Z untuk kedalaman.

    III. Upwelling Pengertian UpwellingUpwelling didefinisikan sebagai fenomena naiknya massa air yang dingin dan

    berat serta kaya zat hara dari lapisan yang lebih dalam ke lapisan atas atau menuju

    permukaan. Massa air yang berasal dari lapisan dalam akan menggantikankekosongan tempat aliran lapisan permukaan air yang menjauhi pantai (Hutabarat dan

    Evans, 1985).

    Laut dikenal memiliki stratifikasi massa air secara vertikal yaitu air di lapisan

    dalam mempunyai suhu lebih rendah dan zat hara lebih tinggi dibandingkan di

    permukaan. Peristiwa upwelling menyebabkan suhu lebih rendah dan zat hara

    menjadi lebih tinggi di permukaan. Di daerah upwelling, lapisan termoklin akan naik,

    bahkan mungkin mencapai permukaan dan terjadi anomali suhu rendah di permukaan

    dibanding sekitarnya (Smith, 1968).

    Upwelling yang terjadi di laut lepas sering dijumpai di sepanjang khatulistiwa

    dimana angin pasat bertiup sepanjang tahun, menyebabkan daerah divergen

    berkembang begitu kuat, sehingga lapisan termoklin bergerak vertikal ke permukaan.

    Keadaan pada daerah divergen tersebut menimbulkan kekosongan pada lapisan

    permukaan yang diisi oleh massa air dari lapisan di bawahnya (Barnes and Hughes,

    1988).

    Menurut Barnes (1988), proses upwelling ini dapat terjadi dalam tiga bentuk

    yaitu :

    1. Pertama, pada waktu arus dalam (deep current) bertemu dengan rintangan

    seperti mid-ocean ridge (suatu sistem ridge bagian tengah lautan) di mana arus

    tersebut dibelokkan ke atas dan selanjutnya air mengalir deras ke permukaan.

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    9/18

    2. Kedua, ketika dua massa air bergerak berdampingan, misalnya saat massa air

    yang di utara di bawah pengaruh gaya coriolis dan massa air di selatan ekuator

    bergerak ke selatan di bawah pengaruh gaya coriolis juga, keadaan tersebut akan

    menimbulkan ruang kosong pada lapisan di bawahnya. Kedalaman di mana

    massa air itu naik tergantung pada jumlah massa air permukaan yang bergerak ke

    sisi ruang kosong tersebut dengan kecepatan arusnya. Hal ini terjadi karena

    adanya divergensi pada perairan laut tersebut.

    3. Ketiga, upwelling dapat pula disebabkan oleh arus yang menjauhi pantai akibat

    tiupan angin darat yang terus-menerus selama beberapa waktu. Arus ini

    membawa massa air permukaan pantai ke laut lepas yang mengakibatkan ruang

    kosong di daerah pantai yang kemudian diisi dengan massa air di bawahnya.

    Berdasarkan beberapa penelitian, upwellingdi Indonesia terjadi antara lain :

    1. di Samudra Hindia selatan

    2. Pulau Jawa

    3. Nusa Tenggara Barat

    4. Sumatra,

    5. laut di Kepulauan Maluku,

    6. Selat Makasar, perairan Kepulauan Selayar, Laut Banda dan Laut Arafura.

    Pergerakan massa air yang disebabkan oleh perubahan iklim musiman (monsoon)

    juga berperan dalam penyebaran (migrasi) ikan terutama jenis pelagis. Wilayah yang

    di pengaruhi oleh fenomena ini adalah

    1. Proses pelepasan material (discharge) yang beragam dari pantai ke

    laut merupakan fenomena oseanografi yangberpotensi

    dapat menurunkan kualitas air.

    2. Selanjutnya di khawatirkan akan mengganggu kese imbangan ekosistem pesisir

    serta penurunan potensi sumberdaya perikanan laut.

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    10/18

    Tipe upwellingSetidaknya ada 5 tipeUpwelling, yaitu :

    1. Coastal upwelling

    Merupakan upwelling yang paling umum diketahui, karena membantu

    aktivitas manusia dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Upwelling ini

    terjadi karena, efek coriolis yang membelokan angin kemudian permukaan laut akan

    terbawa oleh angin menjauhi pesisir, sehingga air laut dalam yang mengadung nutrien

    sangat tinggi, akan menggantikan air permukaan yang terbawa olehangin. Daerah

    yang sering terjadi coastal upwelling adalah pesisir Peru, Chili, Laut Arabia, Barat

    Daya Afrika, Timur New Zealand, Selatan Brazil, dan pesisir California

    2. Equatorial Upwelling

    Serupa dengan coastal upwelling namun, lokasi terjadi berada di daerah

    equator.

    3. Southern Ocean Upwelling

    Upwelling yang disebabkan oleh angin yang berhembus dari barat bertiup ke

    arah timur di daerah sekitar Antartica membawa air dalam jumlah yang sangat besar

    ke arah utara. Upwelling ini serupa dengan coastal upwelling, namun berbeda dalamlokasi, karena pada daerah selatan tidak ada benua atau daratan besar antara Amerika

    Selatan dan Antartika, sehingga upwelling ini membawa air dari daerah laut dalam.

    4. Tropical Cyclone Upwelling

    Upwelling yang disebakan oleh tropical cyclone yang melewati area. Biasanya hanya

    terjadi pada cyclone yang memiliki kecepatan 5 mph (8 km/h).

    5. Artificial Upwelling

    Tipe upwelling, yang disebabkan oleh energi gelombang atau konversi dari energi

    suhu laut yang dipompakan ke permukaan. Upwelling jenis ini yang menyebabkan

    blooming algae.

    Secara ekologis, efek dari upwellingberbeda-beda, namun ada dua akibat

    yang utama :

    http://risnotes.com/2011/12/penting-kah-mempelajari-angin-di-laut/http://risnotes.com/2011/12/penting-kah-mempelajari-angin-di-laut/
  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    11/18

    Pertama, upwellingmembawa air yang dingin dan kaya nutrien dari lapisan

    dalam, yang mendukung pertumbuhanseaweeddan blooming

    phytoplankton. Blooming phytoplanktontersebut membentuk sumber energi bagi

    hewan-hewan laut yang lebih besar termasukikan laut,mamalia laut,serta burung

    laut.

    Akibat kedua dari upwellingadalah pada pergerakan hewan. Kebanyakan

    ikan laut dan invertebrata memproduksi larva mikroskopis yang melayang-

    layang di kolom air.Larva-larva tersebut melayang bersama air untuk beberapa

    minggu atau bulan tergantung spesiesnya. Spesies dewasa yang hidup di dekat

    pantai, upwelling dapat memindahkan larvanya jauh dari habitat asli, sehingga

    mengurangi harapan hidupnya. Upwellingmemang dapat memberikan nutrien

    pada perairan pantai untuk produktifitas yang tinggi, namun juga dapat

    merampas larva ekosistem pantai yang diperlukan untuk mengisi kembali

    populasi pantai tersebut.

    IV. Pengaruh terhadap sektor Perikanan

    Meningkatnya produksi perikanan di suatu perairan dapat disebabkan karena

    terjadinya proses air naik (upwelling). Karena gerakan air naik ini membawa serta air

    yang suhunya lebih dingin, salinitas yang tinggi dan tak kalah pentingnya zat-zat hara

    yang kaya seperti fosfat dan nitrat naik ke permukaan. (Nontji, 1993).

    Meningkatnya densitas ikan pelagis pada perairan upwelling disebabkan

    oleh ketersediaan makanan yang cukup untuk larva dan ikan kecil dan besar.

    Termasuk ikan pelagis pemangsa seperti tuna yang bermigrasi ke dekat lokasi upwelli

    ng. Perairan upwelling dicirikan dengan nilai suhu permukaan laut yang rendah di

    bawah 28 C dan diikuti naiknya kandungan klorofil-a (0.8 - 2.0 mg).

    http://risnotes.com/2011/12/pembagian-distribusi-ikan-laut-berdasarkan-kedalaman/http://risnotes.com/2011/12/jangan-menyebut-ikan-paus-atau-ikan-lumba-lumba/http://risnotes.com/2011/12/jangan-menyebut-ikan-paus-atau-ikan-lumba-lumba/http://risnotes.com/2011/12/pembagian-distribusi-ikan-laut-berdasarkan-kedalaman/
  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    12/18

    V. Hasil Pengolahan DataKelompok 4 mengambil contoh stasiundaerah upwelling di selat

    Makassar.

    Secara geografis Selat Makassar berbatasan dan berhubungan dengan

    Samudera Pasifik di bagian utara melalui Laut Sulawesi dan di bagian selatan dengan

    Laut Jawa dan laut Flores, sedangkan bagian barat berbatasan dengan Pulau

    Kalimantan dan bagian timur dengan Pulau Sulawesi. Masuknya massa air

    bersalinitas rendah dari daratan Pulau Kalimantan dan Sulawesi, serta pertukaran

    massa air dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia melalui Laut Sulawesi,

    Laut Flores dan laut Jawa mempengaruhi tingkat produktivitas primer di perairan

    Selat Makassar.

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    13/18

    Grafik section selat makassar

    Grafik section kedalaman terhadap temperatur di atas memperlihatkan lapisan

    termoklin yang berada berada di atas mendekati lapisan permukaan perairan. Hal

    ini menunjukkan indikasi telah terjadinya upwelling. Peristiwa upwelling

    menyebabkan suhu lebih rendah dan zat hara menjadi lebih tinggi di permukaan.

    Di daerah upwelling, lapisan termoklin akan naik, bahkan mungkin mencapai

    permukaan dan terjadi anomali suhu rendah di permukaan dibanding sekitarnya

    (Smith, 1968).

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    14/18

    Diagram T-S perairan selat makassar

    Semakin tingginya suhu maka salintas akan semakin berkurang begitupun sebaliknya.

    VI. Upwelling di Selat Makassar

    Selat Makassar merupakan perairan yang relatif lebih subur bila dibandingkan

    dengan perairan lainnya di Indonesia. Suburnya perairan Selat Makassar terjadi

    sepanjang tahun baik pada musim barat maupun pada musim timur. Pada musim

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    15/18

    barat, tingginya tingkat kesuburan terjadi karena adanya run off dari daratan

    Kalimantan maupun Sulawesi dalam jumlah besar akibat curah hujan yang cukup

    tinggi, sedangkan pada musim timur penyuburan terjadi karena adanya penaikan

    massa air (upwelling) di Selat Makassar (Illahude, 1978).

    Illahude (1970) menjelaskan bahwa selama angin musim tenggara (Agustus)

    upwelling terjadi secara rutin di Selat Makassar bagian Selatan. Terjadinya upwelling

    menyebabkan salinitas tinggi, SPL rendah, densitas tinggi, oksigen relatif rendah dan

    fosfat tinggi terutama pada batas bawah dari lapisan homogen.

    Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk mengkaji daerah

    upwelling di Selat Makassar. Penelitian diawali dengan penelitian berskala in situ

    yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wyrtki (1961) dan Illahude (1970) menunjukkan

    bahwa terjadi upwelling di bagian selatan perairan Selat Makassar. Penelitian ini

    kemudian dilanjutkan oleh Afdal (2004) dan Riyono (2006) dengan menganalisis

    sebaran klorofil yang dikaitkan dengan kondisi hidrologi perairan Selat Makassar dan

    menemukan adanya peningkatan konsentrasi klorofil di lokasi yang sama. Penelitian

    ini kemudian dilanjutkan oleh Munandar (1998) dan Rosyadi (2011) menggunakan

    data penginderaan jauh citra NOAA AVHRR dan SeaWiFS untuk melihat variabilitas

    suhu dan klorofil-a di perairan SelatMakassar. Yuwono (2010) dan Rasyid (2010)

    juga menunjukkan adanya penampakan tingkat produktifitas yang tinggi di selatan

    perairan Selat Makassar dengan menggunakan citra satelit MODIS yang kemudian

    dihubungkan dengan hasil tangkapan ikan.

    Semua penelitian tersebut baik yang berskala in situ maupun dengan

    menggunakan teknologi peninderaan jauh menunjukkan terjadinya upwelling dengan

    dugaan kehadirannya yang terjadi pada periode-periode tertentu setiap tahunnya. Hal

    ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut, mengingat fenomena ini sebelumnya

    telah banyak dikaji namun metode yang digunakan masih terpisah-pisah dengan

    batasan area upwelling yang belum jelas karena daerah yang dikaji tentu tidaklah

    sempit. Oleh karena itu, poin yang kemudian menjadi penting untuk dikaji adalah

    bagaimanakah fenomena upwellingbeserta pola sebarannya ini dapat diamati dengan

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    16/18

    lebih baik secara spasial maupun temporal di bagian selatan perairan Selat Makassar

    dengan menggunakan bantuan teknologi penginderaan jauh. Hasil dari kajian ini

    nantinya diharapkan dapat memberikan informasi secara lengkap dan menyeluruh,

    karena mengingat upwelling itu sendiri tentunya sangat berkaitan erat dengan tingkat

    produktifitas primer yang ada di suatu kawasan termasuk di perairan Selat Makassar.

    Faktor-faktor yang menunjukkan terjadinya Upwelling di selat Makassar

    Lapisan Termoklin

    Berdasarkan hasil analisis pada sebaran nilai SPL terlihat bahwa secara

    umum, kejadian upwelling pada tahun 2009 dan 2010 yang terjadi di bagian selatan

    perairan Selat Makassar dimulai pada bulan Juni dan mencapai puncaknya pada bulan

    Agustus. Minggu pertama bulan Agustus memperlihatkan fenomena meluasnya suhu

    permukaan laut dengan tingkat yang rendah yang mengindikasikan semakin

    memuncak dan meluasnya daerah sebaran upwelling. Indikasinya terjadinya

    upwelling pada periode Mei-Agustus (Musim Timur) didukung pula dengan

    berubahnya lapisan termoklin (Gambar 23).

    Curah Hujan

    Data curah hujan yang dipilih adalah data curah hujan lokal untuk wilayah

    Makassar, Sulawesi Selatan. Makassar merupakan daerah yang dipilih karena wilayah

    ini merupakan wilayah yang paling dekat dengan lokasi yang diteliti dengan asumsi

    bahwa curah hujan daerah terdekat lebih besar mempengaruhi dibandingkan dengan

    daerah atau wilayah lain di sekitar Selat Makassar. Berdasarkan analisis data curah

    hujan untuk rata-rata setiap bulannya terlihat bahwa pada bulan Desember-Februari

    (Musim Barat) curah hujan (mm) berkisar antara 533-734 mm, bulan Maret-April

    (Musim Peralihan I) berkisar antara 235-391 mm, bulan Mei-Agustus (Musim Timur)

    berkisar antara 15-127 mm, dan bulan September-November (Musim Peralihan II)

    berkisar antara 32-273 mm.

  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    17/18

    Namun menurut pendapat Illahude (1970) menyatakan bahwa upwelling di

    bagian selatan Selat Makassar berlangsung selama Musim Timur (Juni-September).

    Fenomena upwelling tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu sirkulasi massa air dan

    arah angin. Untuk sirkulasi massa air, pada Musim Timur arus dari utara Selat

    Makassar bertemu dengan massa air yang datang dari Laut Flores di selatan Selat

    Makassar dan mengalir menuju Laut Jawa, sehingga terjadi kekosongan massa air di

    daerah selatan Selat Makassar. Kekosongan ini akan diisi oleh massa air di bawahnya

    yang memiliki suhu dan oksigen terlarut yang rendah serta nilai salinitas, fosfat,

    nitrat, dan silikat yang tinggi (Illahude, 1970, 1978; Wyrtki, 1961).

    Faktor kedua yang mempengaruhi upwelling selain sirkulasi massa air adalah

    angin. Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil

    dari pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat-tempat

    yang berada di permukaan bumi. Berdasarkan Brown et al. (2004) angin bertiup dari

    daerah yang memiliki tekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah. Pola

    pergerakan angin di Indonesia pada umumnya mengikuti pergerakan musim. Setiap

    musim memiliki arah pergerakan angin yang berbeda-beda

    DAFTAR PUSTAKA

    Sidjabat, M.M. 1974.Pengantar Oseanografi. Institut Pertanian Bogor: 127 pp.

    Pond, S dan G.L.Pickard, 1983.Introductory Dynamical Oceanography.Second

    Edition. Pergamon Press.

    Bowden,K.F. 1983. Physical Oceanography of Coastal Waters

    http://alirohman11.blogspot.com/2013/03/bab-i-pengaruh-suhu-salinitas-arus.html

    http://oseanografi.blogspot.com/2005/07/densitas-air-laut.html

    http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7022/bab%202_%202002jan.

    pdf

    http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/12/peranan_upwelling.pdf

    http://alirohman11.blogspot.com/2013/03/bab-i-pengaruh-suhu-salinitas-arus.htmlhttp://oseanografi.blogspot.com/2005/07/densitas-air-laut.htmlhttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7022/bab%202_%202002jan.pdfhttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7022/bab%202_%202002jan.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/12/peranan_upwelling.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/12/peranan_upwelling.pdfhttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7022/bab%202_%202002jan.pdfhttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7022/bab%202_%202002jan.pdfhttp://oseanografi.blogspot.com/2005/07/densitas-air-laut.htmlhttp://alirohman11.blogspot.com/2013/03/bab-i-pengaruh-suhu-salinitas-arus.html
  • 7/22/2019 Upwelling Selat Makasar

    18/18

    http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20I%20Pendahu

    luan.pdf

    http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20IV%20Hasil

    %20dan%20Pembahasan.pdf?sequence=6

    http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/2011dfi.pdf?sequence=

    1

    http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20I%20Pendahuluan.pdfhttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20I%20Pendahuluan.pdfhttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20IV%20Hasil%20dan%20Pembahasan.pdf?sequence=6http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20IV%20Hasil%20dan%20Pembahasan.pdf?sequence=6http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/2011dfi.pdf?sequence=1http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/2011dfi.pdf?sequence=1http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/2011dfi.pdf?sequence=1http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/2011dfi.pdf?sequence=1http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20IV%20Hasil%20dan%20Pembahasan.pdf?sequence=6http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20IV%20Hasil%20dan%20Pembahasan.pdf?sequence=6http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20I%20Pendahuluan.pdfhttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52263/BAB%20I%20Pendahuluan.pdf