ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA...

24
1 ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Dwi Condro Triono, Ph.D [email protected] Makalah ini dipresentasikan dalam International Conference on Islamic Economic Studies (ICIES) di IAIN Surakarta, pada 21-22 Oktober 2014. . A. PENDAHULUAN Di era globalisasi ini, interaksi ekonomi internasional sangat diperlukan bagi setiap negara, khususnya melalui perdagangan internasional. Dampak positif dari interaksi perdagangan internasional yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktifitas faktor-faktor produksi, pemanfaatan ekonomi domestik dan juga dapat menjadi media transfer teknologi antar negara (Todaro, 2000). Faktor ekonomi yang sangat penting dalam memberi pengaruh terhadap perdagangan internasional adalah adanya fluktuasi nilai tukar mata uang (kurs). Di samping itu, faktor-faktor ekonomi lain yang juga berpengaruh adalah arah kebijakan di bidang keuangan dan fiskal, iklim investasi, pertukar teknologi, tersedia infrastruktur ekonomi, ketersediaan sumber daya alam, kualitas sumber daya manusia dsb. (Dornbusch, Fischer & Startz, 1998). Fluktuasi kurs akan berpengaruh terhadap kinerja neraca pembayaran (balance of payment) internasional, disamping pengaruhnya terhadap variabel ekonomi makro lainnya. Fluktuasi nilai kurs akan mempengaruhi intensitas dan volume perdagangan internasional, karena pertukar nilai mata uang akan berpengaruh terhadap harga dan pada daya saing produksi negara tersebut di pasaran internasional (Mishkin, 2001). Nilai mata uang merupakan alat ukur yang penting dalam ekonomi. Penurunan dari nilai riil mata uang akan mengakibatkan dampak yang buruk bagi ekonomi, sosial dan kasusejahteraan masyarakat. Stabilitas nilai mata uang merupakan prioritas utama dalam manajemen moneter. Stabilitas tersebut dapat dilihat dari stabilitas tingkat harga, karena sangat berpengaruh terhadap realisasi pencapaian tujuan pembangunan ekonomi suatu

Transcript of ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA...

Page 1: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

1

ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

Dwi Condro Triono, Ph.D

[email protected]

Makalah ini dipresentasikan dalam International Conference on Islamic Economic Studies

(ICIES) di IAIN Surakarta, pada 21-22 Oktober 2014.

.

A. PENDAHULUAN

Di era globalisasi ini, interaksi ekonomi internasional sangat diperlukan bagi setiap

negara, khususnya melalui perdagangan internasional. Dampak positif dari interaksi

perdagangan internasional yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

peningkatan produktifitas faktor-faktor produksi, pemanfaatan ekonomi domestik dan juga

dapat menjadi media transfer teknologi antar negara (Todaro, 2000).

Faktor ekonomi yang sangat penting dalam memberi pengaruh terhadap

perdagangan internasional adalah adanya fluktuasi nilai tukar mata uang (kurs). Di

samping itu, faktor-faktor ekonomi lain yang juga berpengaruh adalah arah kebijakan di

bidang keuangan dan fiskal, iklim investasi, pertukar teknologi, tersedia infrastruktur

ekonomi, ketersediaan sumber daya alam, kualitas sumber daya manusia dsb. (Dornbusch,

Fischer & Startz, 1998).

Fluktuasi kurs akan berpengaruh terhadap kinerja neraca pembayaran (balance of

payment) internasional, disamping pengaruhnya terhadap variabel ekonomi makro lainnya.

Fluktuasi nilai kurs akan mempengaruhi intensitas dan volume perdagangan internasional,

karena pertukar nilai mata uang akan berpengaruh terhadap harga dan pada daya saing

produksi negara tersebut di pasaran internasional (Mishkin, 2001).

Nilai mata uang merupakan alat ukur yang penting dalam ekonomi. Penurunan dari

nilai riil mata uang akan mengakibatkan dampak yang buruk bagi ekonomi, sosial dan

kasusejahteraan masyarakat. Stabilitas nilai mata uang merupakan prioritas utama dalam

manajemen moneter. Stabilitas tersebut dapat dilihat dari stabilitas tingkat harga, karena

sangat berpengaruh terhadap realisasi pencapaian tujuan pembangunan ekonomi suatu

Page 2: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

2

negara, seperti: pemenuhan keperluan dasar, distribusi pendapatan dan kekayaan, tingkat

pertumbuhan ekonomi riil, perluasan kesempatan kerja dan stabilitas ekonomi (Siregar,

2001).

Sejak standar emas berakhir, banyak pakar ekonomi (seperti Friedman 1951, 1960)

berpendapat bahwa rejim uang kertas (fiat money regime) yang diasaskan pada aturan

dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan inflasi yang rendah dan menjadi lebih baik

dibanding dengan rejim uang komoditi (mata uang emas). Namun, di tahun 1980

keyakinan tersebut telah diragukan. Inflasi yang tinggi dan bervariasi menjadi masalah

utama ekonomi yang berorientasikan ekonomi pasar (Bordo, Dittimar & Gavin 2003).

Bahkan, sejak standar emas diruntuhkan, peningkatan malapetaka ekonomi telah

menimpa sebagian besar pasar keuangan dunia. Bencana tersebut telah membawa

kehancuran kepada sepertiga perdagangan internasional. Diantara adalah tahun 1929 dan

1933, yang telah mengakibatkan depresi industri di negara Inggris pada tahun 1926 dan

menghancurkan pasar modal di Amerika Serikat pada tahun 1929. Malapetaka ekonomi

tersebut ternyata berlangsung terus hingga akhir abad 20. Rejim moneter ini telah

mengakibatkan terjadinya krisis peso di negara Mexico pada tahun 1991 dan krisis

ekonomi yang menimpa Asia pada tahun 1997 (Rosly & Barakat, 2002).

1. Integrasi Moneter Regional

Setelah rejim Bretton Woods dihentikan, pengendalian moneter internasional

banyak mengalami ketidakselarasan (asymmetric). Hal itu berlangsung hingga beberapa

tahun lamanya. Sebelum terjadinya krisis keuangan Asia 1997, belum banyak negara yang

secara serius untuk melakukan kerjasama moneter bagi kawasan tertentu. Namun setelah

krisis tahun 1997-1998, kemudian diikuti dengan keberhasilan penerbitan (launching) mata

uang Euro tahun 1999, telah memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya menjaga

kestabilan nilai mata uang secara bersama di suatu kawasan tertentu untuk memastikan

berlangsungnya pertumbuhan ekonomi dan kestabilan sosial (Dellas & Tavlas 2005;

Huang & Guo, 2006).

Kemunculan mata uang Euro pada masa sekarang ini telah menjadi fenomena yang

menarik. Pada beberapa dekade setelah Perang Dunia II, Dollar AS memang telah menjadi

raja mata uang yang mempunyai andil (share) paling besar dalam produksi dunia (world

ouput) maupun perdagangan dunia. Hingga mencapai lebih dari 5 dekade, tidak ada

Page 3: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

3

satupun rejim mata uang di dunia ini yang mampu menandinginya. Namun setelah Euro

muncul, ia telah berhasil menjadi mata uang global yang mempunyai andil besar terhadap

produksi dunia maupun perdagangan dunia yang makin kompetitif terhadap Dollar AS

(Dutta, 2005).

Kemunculan Euro sebagai mata uang bersama (common currency) di bawah satu

bank sentral, yaitu The European Central Bank (ECB) yang membawahi 12 negara,

kemudian bertambah menjadi 15 negara dan akhirnya meluas menjadi 25 negara, telah

menjadi inspirasi bagi kawasan-kawasan regional lain untuk mengembangkan integrasi

moneter regionalnya (Dutta, 2005).

Oleh karena itu, pada masa sekarang ini kecenderungan untuk melakukan proses

penyatuan moneter regional di berbagai kawasan dunia terus mengalami peningkatan.

Keinginan negara-negara yang berada di kawasan tertentu untuk melakukan proses

integrasi moneter umumnya dilandasi oleh konsep dasar (premise), bahwa manfaat yang

akan diperoleh dari integrasi tersebut akan lebih besar dibanding dengan kerugian yang

akan terjadi bagi masing-masing negara yang ada di kawasan tersebut (Sholihah & Saichu,

2007).

Bukti tentang adanya kesadaran tersebut ditandai dengan munculnya kelompok-

kelompok kerjasama ekonomi dan keuangan di beberapa kawasan, seperti ASEAN plus

Three (ASEAN, Jepun, Korea dan China), South Asian Association for Regional

Cooperation (SAARC), East African Community (EAC), Middle East and North African

(Mena), yang berusaha membentuk integrasi moneternya melalui rencana untuk

membentuk kesatuan mata uang untuk negara-negara di kawasan tersebut (Huang & Guo,

2006; Saxena, 2005; Buigut & Valev, 2005; Sahin, 2006).

Penyatuan ekonomi dan keuangan regional umumnya didasarkan kepada kedekatan

geografi, sejarah dan hubungan ekonomi antara negara di suatu kawasan tertentu. Tujuan

dari adanya integrasi tersebut adalah dalam rangka untuk meningkatkan pembangunan

ekonomi dan kesejahteraan di kawasan tersebut. Sedangkan peluasan integrasi ekonomi

dan keuangan ke dalam bidang moneter mempunyai tujuan yang lebih khusus, yaitu untuk

mencapai dan memelihara stabilitas keuangan dan nilai tukar mata uang, menjaga dan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bekasusinambungan, serta mengurangi

ketergantungan pada institusi keuangan internasional (Kurniati, 2007).

McAleer & Nam (2005) berpendapat bahwa penyatuan moneter akan dapat

memperoleh manfaat yang besar. Mata uang tunggal akan dapat meningkatkan peranan

Page 4: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

4

dari mata uang sebagai satuan hitung (a unit of account), akan menurunkan kerugian

transaksi dan akan mengurangi kerawanan terhadap krisis-krisis yang lain. Disamping itu,

bentuk mata uang tunggal juga akan menimbulkan kerugian, yaitu hilangnya kuasa

otonomi moneter suatu negara.

2. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

Para pempimpin negara-negara ASEAN pada pertemuan KTT ASEAN ke-13 yang

diselenggarakan pada bulan Nopember 2007 di Singapura, telah menyepakati lahirnya

cetak biru bagi terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau Asean Economy

Community (AEC). MEA adalah bentuk Integrasi Ekonomi ASEAN yang direncanakan

akan tercapai pada tahun 2015 (www.asean.org).

Sasaran utama dari diwujudkannya MEA adalah dalam rangka untuk menjaga

stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan

secara keseluruhan di pasar dunia, mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi

kemiskinan, serta meningkatkan standar hidup penduduk di negara-negara Anggota

ASEAN (www.asean.org).

Oleh karena itu, jika pada tahun 2015 pelaksanaan MEA dapat tercapai, maka di

kawasan ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi yang tunggal pula.

Konsekuensinya, di kawasan ASEAN berbagai arus barang, jasa, investasi, tenaga

terampil, dan arus modal akan dapat bergerak dengan bebas diantara negara-negara

ASEAN. Dengan demikian, terbentuknya pasar tunggal yang bebas tersebut akan terbuka

peluang bagi seluruh anggotanya untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan

ASEAN.

B. RUMUSAN MASALAH

Dengan terwujudnya kesepakatan MEA yang akan diterapkan secara penuh tahun

2015 bagi negara-negara di kawasan ASEAN, maka yang menjadi pertanyaan adalah:

apakah dengan adanya MEA tersebut, negara-negara di kawasan ASEAN juga

memerlukan dibentuknya integrasi moneter dalam wujud penyatuan mata uangnya? Jika

penyatuan mata uang tunggal bagi MEA itu diperlukan, maka yang menjadi permasalahan

berikutnya adalah: apakah negara-negara dalam MEA telah memenuhi persyaratan untuk

penyatukan mata uangnya secara serempak, ataukah penyatuan mata uang itu justru akan

Page 5: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

5

menimbulkan dampak ekonomi yang buruk bagi negara-negara yang tergabung dalam

MEA? Permasalahan inilah yang hendak diteliti dalam penelitian ini.

C. BATASAN MASALAH

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis

negara-negara ASEAN terpilih. Analisis yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui

korelasi goncangan antara negara-negara ASEAN terpilih terhadap beberapa indikator

makroekonomi dengan menggunakan kriteria kawasan mata uang optimum atau optimum

currency area (OCA) dalam rentang waktu 1995 – 2014, yang meliputi:

1) Korelasi goncangan permintaan domestik.

2) Korelasi goncangan penawaran domestik.

3) Korelasi goncangan keuangan.

4) Korelasi goncangan penawaran dunia.

Korelasi antara negara-negara ASEAN dianggap simetri apabila bernilai positif.

Nilai positif tersebut menunjukkan bahwa negara-negara tersebut layak untuk menyatukan

mata uangnya.

D. TUJUAN PENELITIAN

Sehubungan dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, secara umum

penelitian ini adalah untuk menilai kasusesuaian penggunaan mata uang tunggal di

kalangan negara-negara ASEAN terpilih dalam rangka untuk mendukung pelaksanaan

MEA. Selain itu, tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

a. Untuk menganalisis apakah penggunaan mata uang tunggal bagi negara-negara

ASEAN akan berjalan secara optimum atau tidak?

b. Untuk mengetahui apa upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh negara-negara ASEAN

apabila penyatuan mata uang tersebut tidak memberikan hasil yang optimum.

Page 6: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

6

E. MANFAAT PENELITIAN

a. Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan pada pembentukan teori

moneter, terutama yang berkaitan dengan teori kawasan mata uang optimum (optimum

currency area).

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan partimbangan bagi negara-negara ASEAN

dalam mewujudkan sistem mata uang tunggalnya dalam wadah MEA.

F. TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Mata Uang Optimum atau OCA (Optimum Currency Area) didefinisikan

sebagai satu kawasan geografi yang memiliki satu mata uang atau beberapa mata uang

dengan nilai tukar yang tetap. Satu mata uang ini atau mata uang yang ditambat akan

berubah hanya apabila negara-negara anggota setuju dalam suatu persetujuan.

Sejarah awal teori Kawasan Mata uang Optimum (OCA) pertama disumbangkan

oleh Mundell pada tahun 1961 melalui artikelnya yang berjudul “The Theory of Optimum

Currency Areas”. Untuk memahami teori OCA, Mundell (1961) telah memberikan uraian

yang sederhana. Dalam teori ini diasumsikan ada 2 negara, yaitu A dan B. Kedua negara

menghasilkan sebuah barang yang sama. Selanjutnya terjadi pergerakan permintaan yang

disebabkan oleh perubahan dalam pilihan dari barang yang dihasilkan oleh negara A

kepada barang yang dihasilkan oleh negara B (ini adalah contoh goncangan yang tidak

simetris/an asymetric shock). Keadaan itu akan menurunkan permintaan barang di negara

A, meningkatkan pengangguran dan menyebabkan perdagangan menjadi tidak seimbang.

Sedangkan di negara B inflasinya meningkat (lihat gambar 2.1). Dalam situasi yang

demikian, kebijakan moneter bersama (a common monetary policy) tidak dapat mengatasi

kedua masalah ekonomi tersebut dalam masa yang sama.

Page 7: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

7

Negara A

S

D

D’

P

Q

Negara B

S

D

D’

P*

Q*

1

2

1

2

Gambar 1. Goncangan tidak Simetris Negara A dan Negara B

Kebijakan moneter yang yang ketat (restrictive monetary policy) (akan menaikkan

kurva S) kemungkinan dapat menurunkan inflasi di negara B, akan tetapi hanya akan

memperburuk masalah pengangguran di negara A. Sedangkan kebijakan moneter yang

mengembang (menurunkan kurva S), akan menurunkan pengangguran di negara A, tetapi

akan memperburuk inflasi di negara B.

Ketidakseimbangan yang disebabkan oleh goncangan selanjutnya akan

memerlukan perubahan dalam harga relatif untuk memperbaiki keseimbangan sebelumnya.

Jika dua negara mempunyai mata uang yang berbeda, ia akan dapat diatasi dengan

mengubah nilai tukar mata uangnya, seperti dengan mendevaluasi mata uang negara A

terhadap mata uang negara B. Negara A kemudian akan memperbaiki posisi daya saingnya

melalui upah dan harga-harga riil yang lebih rendah (walaupun upah dan harga-harga

nominalnya masih tetap). Permintaan akan meningkat (kurva D naik) dan pengangguran

akan turun.

Oleh karena itu, jika kedua negara mempunyai mata uang bersama (menetapkan

nilai tukar yang tetap), produksi dan ketenagakerjaan di negara A mesti diperbaiki melalui

alat yang lain. Sebagai contoh adalah:

1. Menurunkan upah dan harga-harga nominalnya.

2. Menggerakkan kurva penawaran ke atas (kurva S naik, lihat Gambar 2.2). Misalnya

dengan produksi-rumah yang baik, memindahkan buruh ke luar negara.

Page 8: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

8

Negara A

S

D

D’

P

Q

1

2

S’

3

Gambar 2. Gerakan Kurva Penawaran Negara A

3. Menggunakan kebijakan fiskal yang mengembang.

Setelah kita memahami beberapa analisis di atas, Mundell selanjutnya memberikan

saran:

1) Jika dampak dari goncangan pada kawasan-kawasan tertentu adalah sama atau simetris,

maka nilai tukar tetap atau penyatuan mata uang adalah lebih sesuai.

2) Jika dampak dari goncangan adalah tidak simetris, maka pergerakan buruh yang tinggi

(high labor mobility) dan upah yang fleksibel (wage flexibility) adalah menjadi prasarat

yang utama.

Lebih lanjut Kenen (1969) memberikan tambahan yang mengarah kepada tingkat

diversifikasi produk yang tinggi (a high degree of product diversification). Jika ada lebih

dari sesebuah kelompok dari negara-negara atau kawasan yang mengkhususkan di dalam

produksi barang-barang tertentu, maka terjadinya goncangan eksternal akan menyebabkan

terjadinya efek yang bersifat tidak simetri (asymmetric effects). Oleh karena itu, bagian-

bagian yang berbeda dari kawasan mata uang itu perlu untuk menghasilkan barang

campuran yang serupa (a similar mix of goods).

Kennen mengasumsikan bahwa perubahan yang tidak disebabkan jatuhnyanya siklus

perniagaan (business cycle) dalam permintaan (misalnya melalui suatu proses yang relatif

acak), maka ekonomi yang memiliki keragaman yang baik akan kurang memerlukan

pertolongan terhadap adanya perubahan nilai tukar untuk memelihara stabilitas internalnya.

Lebih lanjut menurut Kennen, di dalam ekonomi yang memiliki keragaman yang baik,

Page 9: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

9

pengangguran tidak akan banyak dipengaruhi oleh perubahan permintaan ekspor

sebagaimana yang terjadi dalam produk ekonomi tunggal, termasuk juga terjadinya

perubahan relatif dalam investasi.

Tambahan kriteria yang utama menurut McKinnon (1963) adalah tingkat

keterbukaan dari ekonominya (the degree of openess in an economics). Menurut

McKinnon, keterbukaan ekonomi dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan

(ratio) antara barang yang diperdagangkan berbanding dengan total barang domestik.

Menurut McKinnon, apabila perbandingan tersebut bernilai tinggi, maka

penggunaan nilai tukar yang mengambang relatif tidak efektif, karena perubahan dalam

nilai tukar akan menyebabkan tidak stabilnya tingkat harga internal (internal price level)

dan hanya akan memperoleh sedikit manfaat dari upah benar (real wages) atau syarat-

syarat perdagangan (terms of trade). Oleh karena itu, negara yang perdagangan barangnya

tinggi, hasil dari total keluaran domestik (total domestic output) akan lebih menguntungkan

dalam kawasan mata uang tunggal, dibanding dengan menggunakan nilai tukar

mengambang.

McKinnon berpendapat bahwa tingkat keterbukaan yang tinggi juga akan

menurunkan secara efektif dari kebijakan moneter yang otonom dan membatasi kegunaan

perubahan nilai tukar sebagai alat perbaikan yang kompetitif. Hal itu dapat difahami

karena devaluasi yang cepat akan dapat menjatuhkan harga-harga domestik.

Kajian yang bersifat empiris terhadap terhadap teori OCA sudah banyak dilakukan.

Bayoumi dan Eichengreen (1992) telah mengidentifikasi sifat simetri dari goncangan

struktural dasar (underlying structural shocks) dengan menggunakan metode analisis

vector autoregression (VAR) yang dikembangkan dari metode yang telah digunakan oleh

Blanchard dan Quah (1989). Mereka mengukur pengaruh dari goncangan permintaan dan

penawaran yang bersifat tidak simetris (asymetric demand and supply shocks) terhadap

negara-negara anggota Masyarakat Eropa (European Community) dengan membandingkan

terhadap yang sedang terjadi di Amerika Serikat.

Rose (2000), Frankel dan Rose (2000) telah menguji terhadap kesatuan moneter

(monetary union) terhadap faedah yang akan diperoleh terhadap perdagangan. Dengan

menggunakan kajian cross-sectional, ditunjukkan bahwa dua negara yang menggunakan

mata uang yang sama dalam perdagangannya akan mendapatkan tiga kali lebih banyak

dibanding dengan jika mengguna mata uang yang berbeda.

Page 10: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

10

Glick dan Rose (2002) melakukan kajian empiris dengan menggunakan time-series

cross-sectional. Data yang digunakan adalah data panel tahunan yang mencakup 217

negara dari tahun 1948 sampai 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa perdagangan dua

negara akan meningkat hingga sekitar 100% jika menggunakan mata uang tunggal

(currency union), sebaliknya perdagangannya akan jatuh hingga 100% jika tidak

menggunakan mata uang tunggal, ceteris paribus.

Rose dan Engel (2002) juga telah melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa

negara-negara anggota di dalam kesatuan mata uang tunggal internasional (international

currency unions) perdagangannya akan cenderung mengalami peningkatan, sedangkan

volatiliti nilai tukaran mata uangnya (exchange rates) akan cenderung mengalami

penurunan.

Yeyati (2003) melakukan penyelidikan terhadap dampak dari kesatuan mata uang

(common currency) terhadap perdagangan bilateral. Metode yang digunakan adalah gravity

model dari Rose (2000). Yeyati menemukan bahwa ada habungan antara kesatuan mata

uang dengan aliran perdagangan bilateral yang lebih kuat secara signifikan untuk kesatuan

mata uang yang berpasangan (common currency pairs).

Kajian terhadap usulan pembentukan kawasan mata uang tunggal (OCA) bagi

negara-negara yang berada dalam kawasan atau region tertentu juga sudah banyak

dilakukan. Ling (2001) telah melakukan pengujian yang bersifat empiris terhadap

kasusesuaian ekonomi Asia Timur bagi persiapan penyatuan moneter secara regional.

Kajian ini berasaskan kepada kasuselarasan mereka terhadap gangguan makroekonomi

(symmetry in macroeconomic disturbance), sebagai salah satu syarat prakondisi dari

kelayakan OCA. Pengujian yang dilakukan adalah menggunakan structural vector

autoregression (SVAR) untuk mengidentifikasi terjadinya goncangan. Hasil kajian

menunjukkan bahwa beberapa kelompok yang terseleksi dari kawasan Asia Timur

berpotensi untuk melakukan integrasi meneternya.

Zhang, Sato & McAleer (2004) telah melakukan penyelidikan secara empiris

terhadap kelayakan OCA pada kawasan Asia, khususnya Asia Timur dengan menguji

terhadap sifat simetri dari goncangan struktural dasar (the symmetry of underlying

structural shocks). Metode analisisnya menggunakan Structural Vector Autoregression

(SVAR) untuk mengidentifikasi goncangan dasar dan menguji korelasi goncangan pada

sampel periode spesifik. Dekomposisi dari varian goncangan (decomposition of the

variance of shocks) dan analisis impulse response juga digunakan untuk menguji ukuran

Page 11: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

11

dan kecepatan penyesuaian terhadap goncangan (the size and the speed of adjustments to

shocks). Hasilnya menunjukkan bahwa pada beberapa sub-kawasan mempunyai potensi

bagi pembentukan OCA, karena goncangannya berkorelasi dan kecil, demikian juga

ekonominya memiliki kecepatan penyesuaian terhadap goncangan.

Buigut dan Valev (2005) juga telah melakukan penyelidikan secara empiris

terhadap pembentukan kesatuan moneter (monetary union) bagi negara-negara kawasan

Afrika Timur (East African (EA)). Metode analisisnya menggunakan Structural Vector

Autoregression (SVAR), untuk menguji terhadap sifat simetri dari goncangan struktural

dasar (the symmetry of underlying structural shocks). Hasilnya mengindikasikan bahwa

goncangan terhadap permintaan dan penawaran (demand and supply shocks) bagi kawasan

tersebut secara umum adalah tidak simetris, sehingga tidak memberi sokongan yang cukup

kuat bagi pembentukan kesatuan mata uang pada saat itu. Oleh karena itu, pengintegrasian

ekonomi lebih lanjut mungkin akan dapat mendorong kearah kondisi yang lebih baik bagi

kesatuan moneter.

Saxena (2005) telah menguji usulan bagi pembentukan mata uang tunggal (common

currency) bagi tujuh negara yang berada dalam kawasan Asia Selatan (South Asia).

Metoda analisis yang digunakan adalah Structural Vector Autoregression (SVAR).

Hasilnya menunjukkan bahwa 7 negara yang di kawasan tersebut memenuhi kriteria OCA.

Kajian empiris yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat unsur-unsur yang positif,

seperti adanya goncangan yang positif (positive shocks) pada ekonomi utama dari negara

seperti India, Pakistan dan Sri Lanka. Kajian ini juga menyimpulkan bahwa faedah dari

mata uang tunggal akan bertambah jika ada jaminan perdamaian bagi integrasi ekonomi

antara India dan Pakistan.

Bystrom, Olofsdotter & Soderstrom (2005) telah melakukan penyelidikan untuk

melihat perbedaan berbagai kawasan di Cina dengan menggunakan kerangka OCA. Data

yang diguna untuk pengujian adalah GDP, perdagangan, inflasi dan estimasi regional dari

tahun 1991-2001. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa negara Cina memenuhi kriteria

OCA dibanding dengan kawasan mata uang Yuan sebelumnya.

Karras (2005) telah melakukan mengujian kos dan faedah makroekonomi untuk

mengadopsi mata uang Yen sebagai mata uang tunggal (common currency) bagi 18 negara

di Asia dan Pasifik. Hasilnya menunjukkan, negara seperti Banglades dan Nepal akan

mempunyai banyak faedah dengan mengadopsi Yen, tetapi juga akan banyak mengalami

kerugian. Sedangkan Singapura, Thailand dan Taiwan akan mendapatkan sedikit faedah

Page 12: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

12

dan sedikit pula kerugiannya. Pengujian secara individual juga dilakukan, dengan hasil

Korea menjadi negara kandidat untuk mengadopsi Yen dibandingkan dengan Pakistan dan

Malaysia.

Sahin (2006) telah melakukan penyelidikan tentang kemungkinan pembentukan

kawasan mata uang tunggal untuk kawasan negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara

(Middle East and North Africa (MENA)) dengan menggunakan kriteria OCA. Pengujian

yang dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan utama, yaitu: pendekatan

tradisional, ia digunakan untuk memilih ukuran-ukuran yang rumit dalam menggambarkan

daerah-daerah yang sesuai; dan pendekatan kos faedah. Analisis untuk melihat

kemungkinan bagi pembentukan lebih dari satu kawasan mata uang juga dilakukan.

Hasilnya menunjukkan bahwa pembentukan lebih dari satu kawasan mata uang (menjadi 2

atau 3) adalah lebih berfaedah.

Huang dan Guo (2006) telah melakukan penyelidikan untuk melihat kelayakan

dalam menciptakan kesatuan mata uang (currency union) di kawasan Asia Timur dengan

menggunakan metode Multivariate Structural Vector Autoregression (SVAR). Mereka

mengidentifikasi berbagai jenis goncangan pada 9 negara Asia Timur dan

membandingkannya dengan 9 negara dari Kesatuan Moneter Eropa (European Monetary

Union) sebagai benchmarks. Dari analisis gangguan struktural (structural disturbances)

menunjukkan faedah yang akan diperoleh negara-negara seperti: Hong Kong, Indonesia,

Korea, Malaysia, Singapura dan Thailand, sehingga dapat menjadi negara-negara yang

akan mempelopori dalam menguasakan dan mengembangkan zon kesatuan mata uang

(common currency zone).

G. METODOLOGI

Kajian ini menggunakan analisis model Structural Vector Autoregression (SVAR)

untuk menilai kesimetrian makroekonomi dari kalangan negara-negara ASEAN yang

terpilih.

1. Permodelan

Permodelan yang diguna dalam makalah ini adalah merujuk pada model yang

dikembangkan oleh Huang & Guo. Dalam kajiannya, Huang & Guo menggunakan 4

goncangan, yaitu goncangan global eksternal (external global shock), disamping tiga

goncangan domestik (domestic shock) yang telah ada pada model sebelumnya. Tiga

goncangan domestik tersebut yaitu: goncangan permintaan domestik (a domestic demand

Page 13: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

13

shock), goncangan penawaran domestik (a domestic supply shock) dan goncangan moneter

(a monetary shock) yang ketiga-tiganya diasumsikan akan berpengaruh terhadap ekonomi.

Sebagaimana model SVAR Huang & Guo, maka di dalam makalah ini juga dibuat

persamaan model SVAR dengan model 4 goncangan, yaitu dengan menggunakan 4

variabel sebagai berikut:

yt* = β01 + ∑ βi1y

*t-i + ∑ αi1yt-i + ∑πi1et-i + ∑ θi1pt-i + ε1t

yt = β02 + ∑ βi2yt-i + ∑ αi2y*

t-i + ∑πi2et-i + ∑ θi2pt-i + ε2t

et = β03 + ∑ βi3et-i + ∑ αi3y*

t-i + ∑πi3yt-i + ∑ θi3pt-i + ε3t

pt = β04 + ∑ βi4pt-i + ∑ αi4y*t-i + ∑πi4yt-i + ∑ θi4et-i + ε4t

Dimana:

yt* = Produk Domestik Bruto Dunia Riil (world real GDP)

yt = Produk Domestik Bruto (GDP)

et = Nilai Tukar Uang Riil (real exchange rate)

pt = Tingkat Harga Domestik (domestic price level)

εt = Variabel Residual (residual variable)

Menurut Huang & Guo, penambahan variabel goncangan global eksternal ke dalam

model SVAR akan membuat berlakunya struktur ekonomi yang berorientasi kepada ekspor

lebih menarik untuk diteliti. Variabel goncangan moneter juga dapat menjadi sumber

perhitungan yang penting untuk melihat bagaimana ekonomi kawasan dalam merespon

terhadap terjadinya perubahan dalam nilai tukar riil yang efektif (real effective exchange

rate). Pengiraan tersebut sangat berguna bagi pengkajian kebijakan nilai tukar yang

optimum. Hal itu dikarenakan, jika terjadinya perubahan nilai tukar riil efektif sangat

berpengaruh terhadap terjadinya perubahan pendapatan maupun harga, maka ia dapat

diartikan sebagai keperluan bagi adanya kebijakan untuk menstabilkan nilai tukar riil. Oleh

karena itu, adanya korelasi yang positif dari goncangan moneter berarti akan memperkuat

kasus bagi diwujudkannya kesatuan moneter.

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

n

i=1

Page 14: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

14

Dengan merujuk pada rerata bergerak struktural (structural moving average/MA),

representasi dari model di atas adalah:

Xt = Aoεt + A1εt-1 + A1εt-2 + … = ∑Ai εt-i (1)

Dalam bentuk matrik adalah:

Xt = A(L)εt (2)

Dimana Xt = [ ∆yt*, ∆yt, ∆et, ∆pt ]', yang terdiri dari GDP dunia riil (y*), GDP

domestik riil (y), nilai tukar riil (e) dan tingkat harga domestik (p). Seluruhnya dalam log

bentuk turunan (log-difference forms). A adalah matrik 4 X 4 yang menjelaskan impulse

responses dari variabel endogenus pada goncangan struktural. εt = [ εts*

, εts, εt

d, εt

m ]' terdiri

dari goncangan penawaran dunia (εts*

), goncangan penawaran domestik (εts), goncangan

permintaan domestik (εtd) dan goncangan moneter (εt

m). Seluruhnya diasumsikan tidak

berkorelasi secara serial dan orthonormal, dengan matrik varian-covarian yang normal

untuk identitas matrik. Merujuki prosedur yang telah diusulkan, kita menurunkan

(decompose) GDP dunia riil, GDP domestik riil, nilai tukar dan inflasi, karena mereka

adalah kombinasi dari empat jenis goncangan. Secara khusus, sistem persamaannya dapat

ditulis sebagai berikut:

∆yt* = A11(L)εt

* (3)

∆yt = A21(L)εts*

+ A22(L)εts + A23(L)εt

d + A24(L)εt

m (4)

∆et = A31(L)εts*

+ A32(L)εts + A33(L)εt

d + A34(L)εt

m (5)

∆pt = A41(L)εts*

+ A42(L)εts + A43(L)εt

d + A44(L)εt

m (6)

Istilah dari produk dunia (world output) adalah mempertimbangkan pada

pengembangan yang eksogenus sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan (3). Variabel

domestik dipengaruhi oleh goncangan eksternal maupun domestik. Mengamati dampak

dari goncangan domestik pada variabel domestik, kita merujuki asumsi:

1. Goncangan moneter εtm ditempatkan tidak mempunyai dampak jangka panjang

pada nilai tukar efektif. Oleh karena itu,

∑A34i = 0 (7)

i=0

i=0

Page 15: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

15

2. Goncangan penawaran domestik εts, mempunyai dampak jangka panjang terhadap

tingkatan produk (output levels), tetapi baik goncangan moneter εtm

maupun

goncangan permintaan εtd tidak mempunyai dampak jangka panjang terhadap

produk domestik.

∑A22i ≠ 0, ∑A23i = 0, ∑A24i = 0 (8)

Selanjutnya, kita dapat menulis kembali sistem tersebut sebagai berikut:

∆yt* εt

*

∆yt = εts (9)

∆et εtd

∆pt εtm

Kita tidak secara langsung mendapatkan kembali (recover) estimasi dari model MA

struktural persamaan (1). Sebaliknya kita mengestimasikan model bentuk turunan VAR

untuk mengamati variabel-variabelnya. Di dalam model VAR yang telah dimodifikasi,

variabel eksternal merujuki proses autoregresif (AR), semetara itu tiga variabel domestik

telah dimodelkan sebagai fungsi dari lat-nya dan lat-lat dari variabel eksternalnya.

∆yt* = τ + ∑ Γi ∆y

*t-1 + μt

1 (10)

Xt = τ + ∑ Γi Xt-i + ∑Ωi∆y*

t-i + μt (11)

Dimana Xt = [∆yt, ∆et, ∆pt]', Γi dan Ωi adalah koefisien matrik. Disini μt1 dan μt =

[μt2, μt

3, μt

4]' adalah turunan residual (atau residual yang diamati) dan ia adalah

percampuran inovasi struktural, εt = [ εts*

, εts, εt

d, εt

m ]'. Selama variabel-variabel itu adalah

stasioner, untuk memperoleh hubungan antara inovasi bentuk turunan pada variabel

domestik dan kesesuaian goncangan struktural, kita dapat menuliskan persamaan (11)

sebagai representasi MA dalam bentuk:

i=0

i=0

i=0

A11(L) 0 0 0

A21(L) A22(L) 0 0

A31(L) A32(L) A33(L) 0

A41(L) A42(L) A43(L) A44(L)

n

i=1

n

i=1

n

i=1

Page 16: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

16

Xt = θ + ∑Gi μt-1 (12)

Dimana,

θ = ( I - ∑ Γi )-1

(τ + ∑Ωi∆y*

t-i ) (13)

Gi disebut dengan impulse response dan diperoleh dari:

∑GjL

j = ( I - ∑ Γi L

i )

-1 (14)

Untuk mendapatkan kembali (recovering) goncangan struktural memerlukan

dekomposisi khusus (a special decompotition) dari inovasi bentuk turunan (innovations

reduced-form), yang diperoleh dengan estimasi OLS dari persamaan (11). Karena G0μt = A0

εt dan G0 = I ( sebagai identitas matrik), bahwa μt = A0 εt. Itu merepresentasikan sistem dari

16 persamaan. Sesuai dengan asumsi bahwa goncangan struktural εt = [ εts*

, εts, εt

d, εt

m ]'

adalah tidak berkorelasi secara serial dan orthonormal, kita dapat memperoleh Ф = E[μt μt']

= A0A'0. Bersama dengan tambahan enam ristriksi di atas dalam jangka panjang, ia

mengimplikasikan bahwa A(L) adalah unique Choleski lower triangle. Selanjutnya, ia telah

cukup untuk mengidentifikasi struktural matrik Ai dan goncangan struktural siri masa εt = [

εts*

, εts, εt

d, εt

m ]' dengan menggunakan εt = A0

-1 μt. Dengan lain perkataan, goncangan

struktural dapat diperoleh kembali (recovered) sebagai kombinasi linier dari inovasi bentuk

turunan (innovations reduced-form).

2. Data-data

Kajian ini menggunakan data sekunder, yaitu diambil dari International Financial

Statistics (IFS) yang diperoleh dari situs: http://www.imf.org. Data tersebut meliputi:

produk domestik bruto dunia riil (world real GDP), produk domestik bruto (GDP), indeks

harga konsumen (CPI) dan nilai pertukaran (ROE), yang mencakup data runtut waktu (time

series) selama 19 tahun yaitu bermula dari tahun 1995 sehingga tahun 2013. Kesemua data

variabel tersebut diambil dari data tahunan.

n

i=1

n n

i=1 i=1

n

i=1

j=0

Page 17: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

17

H. HASIL ESTIMASI (ANALISIS OCA)

Kajian ini mengestimasi struktur goncangan dan juga bagaimana goncangan

tersebut akan memberikan pengaruh pada variabel makro ekonomi melalui model struktur

VAR. Hasil empiris dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan perangkat lunak

(software) JMulTi dan E-Views 7.

Semua variabel yang dianalisis adalah dalam bentuk logaritma, yang bertujuan

untuk menghindari terjadinya kesalahan spesifikasi dan kesalahan bentuk fungsi hubungan

antara kedua variabel dalam model.

Salah satu cara yang penting dalam menilai kasusesuaian dari tingat kesimetrian

suatu goncangan di antara negara-negara yang terpilih bagi membentuk satu kawasan mata

uang adalah dengan menghitung korelasi gangguan (error term) yang teridentifikasi

dengan pasti. Bagi kajian ini, empat jenis goncangan telah diestimasikan yaitu goncangan

permintaan domestik, goncangan penawaran, goncangan keuangan dan goncangan

penawaran dunia.

Dalam menentukan apakah struktur goncangan itu berkorelasi simetri ataukah

tidak, asumsi yang digunakan dan diakui oleh beberapa kajian yang terdahulu adalah jika

korelasi gangguan bernilai positif, maka goncangan tersebut dikategorikan sebagai

bersimetri. Sebaliknya jika korelasi goncangan bernilai negatif atau secara statistik kurang

dari nol, maka goncangan dikategorikan sebagai tidak bersimetri.

1. Korelasi pada Goncangan Permintaan Domestik

Perbincangan akan diawali dengan goncangan permintaan domestik. Berdasarkan

Tabel 1 di bawah ini menunjukkan korelasi goncangan permintaan domestik di antara 6

negara-negara ASEAN yang telah dipilih dengan menggunakan sampel sebanyak 19, yaitu

bermula dari tahun 1995 hingga tahun 2013.

Berdasarkan Tabel 1 di bawah ini, tidak semua negara-negara ASEAN terpilih

mempunyai korelasi yang positif. Ada beberapa negara yang justru memiliki korelasi yang

negatif. Hal itu menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN yang telah diuji tidak

seluruhnya mempunyai struktur ekonomi yang bersimetri terhadap perubahan-perubahan

ekonomi, khususnya adalah perubahan atas permintaan domestik.

Page 18: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

18

Tabel 1. Korelasi Goncangan Permintaan Domestik (CPI)

BRUNAI IND MLY SING THAI PHILP

BRUNAI 1 0.64438 -0.2182 0.043515 -0.31595 0.02342

IND 0.64438 1 0.28744 0.018969 -0.07942 -0.56329

MLY -0.2182 0.28744 1 -0.17125 -0.0409 -0.38563

SING 0.043515 0.018969 -0.17125 1 -0.18943 0.45634

THAI -0.31595 -0.07942 -0.0409 -0.18943 1 0.24312

PHILP 0.02342 -0.56329 -0.38563 0.45634 0.24312 1

Namun demikian, ada beberapa negara yang mempunyai korelasi positif yang

tinggi. Korelasi positif paling tinggi yang dicapai adalah diantara Indonesia dengan Brunai

yang mempunyai nilai 0.64438, diikuti oleh Philipina dengan Singapura yaitu 0.45634.

Korelasi tartinggi ketiga adalah antara Indonesia dan Malaysia yaitu 0.28744. Sedangkan

korelasi yang paling rendah adalah diantara Indonesia dan Philipina yaitu hanya -0.56329.

Selanjutnya adalah Philipina dan Malaysia yaitu -0.38563 dan Thailand dengan Brunai

yaitu -0.31595.

2. Korelasi pada Goncangan Penawaran (GDP)

Tabel 2 di bawah ini menunjukkan korelasi goncangan penawaran. Sebagaimana

korelasi pada goncangan permintaan di atas, maka korelasi penawaran di antara negara-

negara ASEAN terpilih juga tidak semuanya menunjukkan nilai yang positif. Dalam

korelasi goncangan penawaran ini, justru korelasi yang negatif lebih banyak dijumpai di

antara negara-negara ASEAN yang telah diuji.

Tabel 2: Korelasi Goncangan Penawaran

BRUNAI IND MLY SING THAI PHILP

BRUNAI 1 0.09818 0.28611 -0.1324 -0.42351 -0.03524

IND 0.09818 1 0.222311 -0.0914 0.010173 -0.54132

MLY 0.28611 0.222311 1 -0.10868 -0.02425 -0.02313

SING -0.1324 -0.0914 -0.10868 1 0.345574 0.23513

THAI -0.42351 0.010173 -0.02425 0.345574 1 0.24531

PHILP -0.03524 -0.54132 -0.02313 0.23513 0.24531 1

Korelasi positif yang paling tinggi adalah di antara Thailand dan Malaysia, yang

bernilai 0.345574. Selanjutnya adalah korelasi antara Brunai dan Malaysia dengan nilai

0.28611 dan Philipina dan Thailand 0.24531. Sedangkan korelasi yang paling rendah

adalah Philipina dan Indonesia dengan nilai -0.54132. Korelasi yang rendah berikutnya

Page 19: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

19

adalah Thailand dan Brunai dengan nilai -0.42351, kemudian Malaysia dan Singapura

dengan nilai -0.10868.

3. Korelasi Goncangan Keuangan (ROE)

Tabel 3 di bawah ini menunjukkan korelasi goncangan keuangan. Dalam korelasi

goncangan keuangan bagi negara-negara ASEAN ini, korelasi tartinggi dalam goncangan

keuangan adalah antara Malaysia dan Brunai yaitu bernilai 0.32855. Seterusnya diikuti

oleh Thailand dan Singapura yang bernilai 0.308726, kemudian Philipina dan Singapura,

yaitu 0.25432. Korelasi paling rendah adalah diantara Thailand dan Malaysia yang bernilai

-0.09878. Seterusnya diikuti oleh Indonesia dan Philipina yang bernilai -0.05643.

Tabel 3 : Korelasi Goncangan Keuangan

BRUNAI IND MLY SING THAI PHILP

BRUNAI 1 -0.06961 0.32855 -0.03241 -0.04324 -0.05436

IND -0.06961 1 -0.12398 -0.03485 0.143982 -0.05643

MLY 0.32855 -0.12398 1 0.052473 -0.09878 -0.02312

SING -0.03241 -0.03485 0.052473 1 0.308726 0.25432

THAI -0.04324 0.143982 -0.09878 0.308726 1 0.06431

PHILP -0.05436 -0.05643 -0.02312 0.25432 0.06431 1

Nilai korelasi positif yang tinggi dari tabel 3 di atas, misalnya di antara Malaysia

dan Brunai, menunjukkan bahwa kedua negara tersebut mempunyai nilai tukar (kurs) mata

uang yang relatif sama. Demikian halnya, kedua negara juga mempunyai kebijakan

moneter yang relatif sama. Oleh karena itu, negara-negara tersebut akan mempunyai

dampak yang bersimetri terhadap adanya goncangan keuangan. Hal yang sebaliknya

berlaku bagi negara yang mempunyai korelasi negatif.

4. Korelasi Goncangan Eksternal Dunia (World GDP)

Tabel 4 di bawah ini menunjukkan korelasi goncangan eksternal dunia. Dalam

korelasi goncangan eksternal dunia bagi negara-negara ASEAN ini, masih tetap sama

dengan 3 korelasi goncangan yang sebelumnya. Pada korelasi goncangan eksternal dunia

ini tidak semua negara ASEAN yang diujikan, mempunyai nilai korelasi yang positif.

Walaupun pada negara-negara yang berkorelasi negatif, nilainya relatif rendah.

Page 20: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

20

Tabel 4: Korelasi Goncangan Eksternal Dunia

BRUNAI IND MLY SING THAI PHILP

BRUNAI 1 0.69672 0.75887 -0.07453 -0.40726 -0.06435

IND 0.69672 1 0.115182 0.018652 0.09735 -0.05427

MLY 0.75887 0.115182 1 0.693927 0.544775 -0.03245

SING -0.07453 0.018652 0.693927 1 0.484885 0.06523

THAI -0.40726 0.09735 0.544775 0.484885 1 0.01523

PHILP -0.06435 -0.05427 -0.03245 0.06523 0.01523 1

Korelasi tertinggi dalam goncangan eksternal dunia ini adalah antara Malaysia dan

Brunai yaitu bernilai 0.75887. Seterusnya diikuti oleh Brunai dan Indonesia dengan nilai

0.69672 dan Singapura dan Malaysia yang bernilai 0.693927. Korelasi paling rendah

adalah diantara Thailand dan Brunai yang bernilai -0.40726. Seterusnya diikuti oleh

Singapura dan Brunai yang bernilai -0.07453.

Nilai korelasi yang tidak semuanya positif tersebut mengindikasikan bahwa negara-

negara ASEAN masih belum layak untuk menyatukan mata uangnya, kecuali jika

hubungan ekonomi antara negara-negara ASEAN lebih dipertingkatkan lagi. Peningkatan

hubungan ekonomi tersebut misalnya melalui kerjasama perdagangan, industri, investasi,

perburuhan dsb.

I. PEMBAHASAN

Melihat hasil pengujian korelasi goncangan indikator makro ekonomi dari 6 negara

ASEAN yang diuji, diperoleh fakta bahwa tidak seluruh negara mempunyai korelasi yang

positif. Adanya korelasi yang negatif tersebut menunjukkan bahwa negara-negara yang

tergabung dalam ASEAN ini belum memiliki struktur ekonomi yang bersimetri terhadap

terjadinya goncangan ekonomi.

Oleh karena itu, apabila penyatuan mata uang tetap diberlakukan, maka akan

memberikan pengaruh yang tidak sama bagi negara-negara anggotanya. Ada sebagian

negara yang memperoleh faedah yang tinggi, namun ada sebagian negara lain yang justru

akan mengalami kerugian secara ekonomi. Hal itu dapat difahami dengan merujuk pada

teori OCA sebagaimana telah diuraikan di atas.

Oleh karena itu, apabila negara-negara ASEAN tetap ingin penyatukan mata

uangnya, maka ada beberapa persyaratan dari kriteria OCA yang harus diwujudkan

terlebih dahulu, yaitu:

Page 21: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

21

1) Merujuk pada pendapat Mundell (1961), apabila terjadi goncangan yang tidak yang

tidak simetris, maka negara-negara tersebut disyaratkan memiliki pergerakan buruh

yang tinggi (high labor mobility) dan upah buruh yang fleksibel (wage flexibility).

2) Alesina dan Barro (2002) memiliki pendapat yang tidak berbeda dengan Mundell,

yaitu menghilangkan segala wujud hambatan-hambatan perdagangan antar negara

dalam kawasan, seperti hambatan tarif dan kuota, hambatan arus lalu-lintas keuangan

dan modal, maupun hambatan terhadap lalu-lintas buruh antar negara.

3) Pendapat McKinnon (1963) juga tidak berbeda dengan pendapat sebelumnya, yaitu

negara-negara dalam kawasan tersebut mesti memiliki tingkat keterbukaan ekonomi

(the degree of openess in an economics) yang semakin tinggi.

4) Kenen (1969) berpendapat bahwa goncangan yang tidak simetris dapat diredam

dengan memberikan tambahan yang mengarah kepada tingkat keragaman produk yang

tinggi (a high degree of product diversification).

J. KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum, kajian ini dilakukan adalah untuk menilai kasusesuaian penggunaan

satu mata uang di kalangan negara ASEAN terpilih, yaitu: Malaysia, Indonesia, Brunai,

Singapura, Thailand dan Philipina. Kajian dilakukan dengan melihat korelasi struktur

goncangan. Hasil yang diperoleh dalam kajian ini dapat disimpulkan seperti berikut:

1. Secara umum, terhadap 6 negara ASEAN yang diuji, diperoleh kesimpulan bahwa

negara-negara tersebut belum layak untuk menyatukan mata uangnya.

2. Jika negara-negara ASEAN tetap ingin menyatukan mata uangnya, maka negara-

negara ini harus mengupayakan terwujudnya kriteria OCA terlebih dahulu, yaitu:

a) Peningkatan pergerakan buruh antar negara yang semakin tinggi.

b) Upah buruh yang fleksibel.

c) Dihapuskannya segala bentuk hambatan perdagangan antar negara.

d) Dihapuskannya segala bentuk hambatan lalu-lintas keuangan dan modal antar

negara.

e) Dihapuskannya segala bentuk hambatan lalu-lintas buruh antar negara.

f) Peningkatan keterbukaan ekonomi antar negara yang semakin tinggi.

Page 22: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

22

g) Peningkatan keragaman produk pada masing-masing negara yang semakin

tinggi.

3. Upaya untuk mewujudkan kriteria OCA tersebut akan lebih mudah dilakukan oleh

negara-negara ASEAN, jika negara-negara tersebut mau menghapuskan segala

sekat yang dapat menimbulkan terjadinya segala hambatan dalam kerjasama

ekonomi, perdagangan maupun keuangan. Upaya tersebut tidak lain adalah dengan

menyatukan negara-negara ASEAN tersebut dalam wujud kesatuan politik.

DAFTAR PUSTAKA

Balassa, Bella. 1961. The Theory of Economic Integration. RD Irwin. Homewood, Illonois.

Bayoumi, T., & Eichengreen, B. (1992). Shocking Aspects of European Monetary

Unification. National Bureau of Economic Research Working Paper Series, No.

3949.

Blanchard, O.,& Quah, D. (1989). The Dynamic Effects of Aggregate and Supply

Disturbances. American Economic Review, 79, 655–673.

Bordo, Michael D., Robert T. Dittmar, William T. Gavin. 2003. Gold, Fiat Money, And

Price Stability. Working Paper 10171. National Bureau Of Economic Research.

Cambridge. December 2003.

Buigut, Steven K. & Neven T. Valev. (2005). Is the Proposed East African Monetary

Union an Optimal Currency Area? A Structural Vector Autoregression Analysis.

World Development. Vol. 33, No. 12, pp. 2119–2133.

Bystrom, Hans N.E., Karin Olofsdotter, Lars Soderstrom. 2005. Is China an optimum

currency area? Journal of Asian Economics 16. 612–634.

Dellas, Harris & George Tavlas. 2005. The Global Implications of Regional Exchange

Rate Regimes. Journal of International Money and Finance. 24 (2005) 243–255.

Dornbusch, Rudiger dan Fischer Stanley. 2002. Makroekonomi. Terjemahan Sitompul,

Erlangga. Edisi ketiga. Jakarta. Indonesia.

Farankel, Jeffrey A. & Andrew K. Rose. 1998. The Endogenity of The Optimum Currency

Area Criteria. The Economic Journal. Vol. 108. No. 449. July 1998. Pp. 1009-

1025.

Page 23: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

23

Frankel, J., & Rose, A. (2000). Estimating the Effect of Currency Unions on Trade and

Output. National Bureau of Economic Research Working Paper Series, No. 7857.

Glick, R., & Rose, A. (2002). Does a Currency Union Affect Trade? The Time Series

Evidence. National Bureau of Economic Research Working Paper Series, No.

8396.

Hizbur Rab. 2002. Problems Created by the Fiat Money, Islamic Dinar and Other

Available Alternatives. Dalam: Proceedings 2002 International Conference on

Stable and Just Global Monetary System – Viability of The Islamic Dinar.

International Islamic University Malaysia. Kuala Lumpur. Malaysia.

Huang, Ying and Feng Guo. 2006. Is Currency Union a Feasible Option in East Asia? A

Multivariate Structural VAR Approach. Research in International Business and

Finance 20.77–94.

Karras, Georgios. (2005). Is There a Yen Optimum Currency Area? Evidence From 18

Asian and Pacific Economies. Japan and the World Economy. 17, 456–469.

Kenen, P. B. (1969). The Theory of Optimum Currency Areas: An Eclectic View. In R. A.

Mundell & A. K. Swoboda (Eds.), Monetary problems of the international

economy (pp. 41–60). University of Chicago Press.

Kurniati, Yati. 2007. Integrasi Keuangan dan Moneter di Asia Timur – Peluang dan

Tantangan bagi Indonesia. Ed. Sjamsul Arifin et. al. Elex Media Komputido dan

Bank Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Kwan, C. H. 1998. The Theory of Optimum Currency Areas andthe Possibility of

Forming a Yen Bloc in Asia. Journal of Asian Economics, Vol. 9, No. 4, pp. 555-

580.

Ling, Hazel Yuen Phui. 2001. Optimum Currency Areas in East Asia: A Structural VAR

Approach. ASEAN Economic Bulletin; Aug 2001; 18, 2; Academic Research

Library. pg. 206.

McKinnon, R. (September 1963). Optimum Currency Areas. American Economic Review,

53, 717–724.

Mishkin, S. Frederich, 2001. The Economics of Money Banking and Financial Markets.

Addison Wesley.

Mundell, R. (September 1961). A Theory of Optimum Currency Areas. American

Economic Review, 51, 657–664.

Rose, A. (2000). One money, one market: The Effect of Common Currencies on Trade.

Economic Policy, 30, 9–45.

Rose, A., & Engel, C. (2002). Currency Unions and International Integration. Journal of

Money, Credit and Banking, 34, 1067–1089.

Page 24: ANALISIS PERWUJUDAN INTEGRASI MONETER PADA …icies-annual.com/...PERWUJUDAN...EKONOMI_ASEAN_MEA.pdf · Makalah ini dipresentasikan ... dasar yang ketat diprediksi akan menghasilkan

24

Rosly, Saiful Azhar & Emad Rafiq Barakat 2002. The Economic Thought of Al-Maqrizi:

The Role of The Dinar and Dirham as Money. Dalam: Proceedings 2002

International Conference on Stable and Just Global Monetary System – Viability of

The Islamic Dinar. International Islamic University Malaysia. Kuala Lumpur.

Malaysia.

Sahin, Hasan. 2006. MENA Countries as Optimal Currency Areas: Reality or Dream.

Journal of Policy Modeling 28. 511–521.

Saxena, Sweta Chaman. (2005). Can South Asia Adopt a Common Currency? Journal of

Asian Economics. 16. 635–662.

Sholihah & Gunawan Saichu. 2007. Tinjauan Teoritis Integrasi Keuangan Regional.

Dalam: Integrasi Keuangan dan Moneter di Asia Timur – Peluang dan Tantangan

bagi Indonesia. Ed. Sjamsul Arifin et. al. Elex Media Komputido dan Bank

Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Todaro, Michael P. 2000, Economic Development, seventh edition, Pearson education Ltd,

New York.

Yeyati, Eduardo Levy (2003). On The Impact of A Common Currency on Bilateral Trade.

Economics Letters 79, 125–129.

Zhang, Z., Sato, K., & McAleer, M. (2004). Asian Monetary Integration: A Structural

VAR Approach. Mathematics and Computers in Simulation, 64,447–458.

WEBSITE:

http://www.imf.org

www.asean.org