ANALISIS PERMINTAAN KOMODITAS BAWANG MERAH DI …
Transcript of ANALISIS PERMINTAAN KOMODITAS BAWANG MERAH DI …
ANALISIS PERMINTAAN KOMODITAS BAWANG MERAH
DI SULAWESI SELATAN
SUGANDA LESTARI SURUTIN
105961116716
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ANALISIS PERMINTAAN KOMODITAS BAWANG MERAH
DI SULAWESI SELATAN
SUGANDA LESTARI SURUTIN
105961116716
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Strata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Analisis Permintaan Komoditas Bawang Merah di
Sulawesi Selatan
Nama : Suganda Lestari Surutin
Stambuk : 105961116716
Program Studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Disetujui
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P. Rasdiana Mudatsir, S.P., M.Si.
NIDN : 0921037003 NIDN. 0905078906
Diketahui
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi Agribisnis
Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P. Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P.
NIDN : 0912066901 NIDN : 0921037003
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
Judul : Analisis Permintaan Komoditas Bawang Merah di
Sulawesi Selatan
Nama : Suganda Lestari Surutin
Stambuk : 105961116716
Program Studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
KOMISI PENGUJI
Nama Tanda Tangan
1. Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P.
Ketua Sidang
2. Rasdiana Mudatsir, S.P., M.Si.
Sekretaris
3. Ir. Hj. Nailah, M.Si.
Anggota
4. Nadir, S.P., M.Si.
Anggota
Tanggal Lulus : 18 November 2020
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Permintaan
Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan adalah benar merupakan hasil
karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Makassar, 01 September 2020
Suganda Lestari Surutin
105961116716
v
ABSTRAK
SUGANDA LESTARI SURUTIN.105961116716. Analisis Permintaan
Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh SRI
MARDIYATI dan RASDIANA MUDATSIR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan konsumsi
bawang merah di Sulawesi Selatan dan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan komoditas bawang merah di Sulawesi Selatan.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder (time series) selama kurun
waktu 21 tahun (1998-2018). Sumber data dalam penelitian ini yaitu dengan
pengambilan langsung dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi
Selatan, mengumpulkan melalui hasil-hasil dokumentasi dari data-data di website
dan Kementrian Pertanian.Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi linier sederhana dan analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa perkembangan konsumsi bawang
merah di Sulawesi Selatan selama 21 tahun terakhir meningkat sebesar 528,4
ton/tahun. Secara parsial, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
permintaan komoditas bawang merah di Sulawesi Selatan adalah harga bawang
merah dan jumlah penduduk. Semakin tinggi harga bawang merah maka
permintaan akan bawang merah semakin menurun, artinya apabila harga bawang
merah naik satu persen maka permintaan akan bawang merah menurun sebesar
0,171835 persen. Dan semakin meningkat jumlah penduduk, maka permintaan
akan bawang merah juga meningkat, artinya apabila jumlah penduduk naik satu
persen maka permintaan akan bawang merah meningkat sebesar 2,978620persen.
Kata kunci : permintaan, konsumsi, bawang merah, harga.
vi
ABSTRACT
SUGANDA LESTARI SURUTIN.105961116716. Analysis of Shallot
Commodity Demand in South Sulawesi. Guided by SRI MARDIYATI and
RASDIANA MUDATSIR.
This research aims to find out the development of shallot consumption in
South Sulawesi and to analyze the factors that influence the demand for shallot
commodities in South Sulawesi.
The type of data used is secondary data (time series) over a period of 21
years (1998-2018). The data source in this study is by retrieving directly from the
Central Bureau of Statistics (BPS) of South Sulawesi Province, collecting through
the results documentation from the data on the website and ministry of
agriculture. The data analysis used in this study is a simple linear regression
analysis and multiple linear regression analysis.
The results explained that the development of shallot consumption in South
Sulawesi over the last 21 years increased by 528.4 tons/year.The results explained
that the development of shallot consumption in South Sulawesi over the last 21
years increased by 528.4 tons/year.In part, the factors that have a significant
effect on the demand for shallot commodities in South Sulawesi are the price of
shallots and the population. The higher the price of shallots, the demand for
shallots decreases, meaning that if the price of shallots rises one percent then the
demand for shallots decreases by 0.0372 percent. And the increasing number of
people, then the demand for shallots also increases, meaning that if the
population rises one percent then the demand for shallots increases by 0.0002
percent.
Keywords : demand, consumption, shallots, price.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis. Shalawat serta salam
tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat dan para pengikutnya sehingga dengan ketenangan hati dan keteguhan
pikiran penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Permintaan
Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan”.
Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir yang diajukan untuk
memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa adanya dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penilis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada yang terhormat :
1. Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P., selaku pembimbing utama dan Rasdiana
Mudatsir, S.P., M.Si. selaku pembimbing pendamping yang senantiasa
meluangkan waktunya dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P., selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
viii
4. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan bantuan,
baik moril maupun material sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada
penulis.
6. Semua teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dari
awal hingga akhir yang penulis tidak dapat sebut satu persatu.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 23 Agustus 2020
Suganda Lestari Surutin
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ........................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GRAFIK ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Kegunaan Penelitian .......................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Komoditas Bawang Merah ................................................................ 6
2.2 Teori Konsumsi ................................................................................. 8
2.3 Teori Permintaan ............................................................................... 9
x
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan ................................ 15
2.5 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 18
2.6 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 23
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 25
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 25
3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 25
3.3 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 25
3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................... 26
3.5 Definisi Operasional ....................................................................... 28
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .............................. 29
4.1 Letak Geografis ............................................................................... 29
4.2 Kondisi Demografis ........................................................................ 31
4.3 Kondisi Pertanian ............................................................................ 34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 37
5.1 Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan ............................. 37
5.2 Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di
Sulawesi Selatan .............................................................................. 38
5.3 Deskripsi Perkembangan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
PermintaanKomoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan ........... 40
5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditas
Bawang Merah di Sulawesi Selatan ................................................. 46
xi
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 50
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 50
6.2 Saran ............................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Bawang Merah
di Sulawesi Selatan ................................................................. ................. 3
2. Penelitian Terdahulu .............................................................. .................. 19
3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ..................................... .................. 31
4. Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin .......................................... 32
5. Hasil Output Permintaan Bawang Merah di Sulawesi Selatan ................. 46
xiii
DAFTAR GRAFIK
Nomor Halaman
Teks
1. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di Sulawesi Selatan .............. 38
2. Harga Bawang Merah di Sulawesi Selatan ............................................. 41
3. Harga Bawang Putih di Sulawesi Selatan ............................................... 42
4. Pendapatan Perkapita di Sulawesi Selatan .............................................. 43
5. Jumlah Penduduk di Sulawesi Selatan .................................................... 45
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Kurva Permintaan...................................................................................... 15
2. Kerangka Pemikiran Analisis Permintaan Komoditas
Bawang Merah di Sulawesi Selatan ......................................................... 24
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................... 56
2. Analisis Trend Konsumsi Bawang Merah di Sulawesi Selatan ................ 57
3. Hasil Olah Data Analisis Regresi Linier Berganda................................... 58
4. Dokumentasi ............................................................................................ 59
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting
dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB) dengan angka pertumbuhan 9,93%. Hal itu dipicu oleh
meningkatnya produksi seiring berlangsungnya masa panen raya untuk beberapa
komoditas dibeberapa subsektor seperti hortikultura dan perkebunan dengan
pertumbuhan masing-masing sebesar 22,86% dan 26,73% (BPS, 2018).
Bawang merah merupakan salah satu tanaman hortikultura yang banyak
dibudidayakan oleh masyarakat paling berpotensi memberikan keuntungan bagi
petani dibanding tanaman hortikultura lainnya dan juga memiliki nilai ekonomi
yang tinggi. Bawang merah tidak termasuk dalam kebutuhan pokok, tetapi
berfungsi sebagai pelengkap kebutuhan pokok itu sendiri. Bawang merah
merupakan suatu komoditi yang paling dicari oleh seluruh masyarakat untuk
melengkapi pembuatan masakannya. Kebutuhan bawang merah sebagai bahan
pangan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan, peningkatan
yang signifikan ini menjadikan bawang merah setiap tahunnya sangat dicari oleh
masyarakat. Namun disisi lain para petani masih belum siap akan melonjaknya
permintaan akan bawang merah dipasaran (Stato, 2007).
Permintaan masyarakat akan bawang merah selalu tinggi, tetapi tidak
diimbangi dengan produksi yang terus-menerus pula. Hal tersebut disebabkan
karena bawang merupakan tanaman musiman. Pada musim hujan akan terjadi
2
musim paceklik dan musim kemarau akan terjadi panen raya bawang merah. Saat
panen raya terjadi kelebihan pasokan sehingga penawaran terhadap bawang merah
meningkat sangat besar, hal ini menyebabkan harga bawang merah menjadi turun,
sedangkan pada musim paceklik terjadi kekurangan pasokan dan permintaan
bawang merah cenderung menurun sehingga harga menjadi naik, padahal
kebutuhan masyarakat akan bawang merah semakin meningkat.
Setiap tahunnya peningkatan produksi bawang merah hampir selalu
terjadi, akan tetapi hal tersebut belum mampu mengimbangi permintaan bawang
merah yang meningkat secara nasional seiring dengan berkembangnya industri
olahan dan bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan serta prediksi
konsumsi bawang merah dalam rumah tangga selama periode tahun 2002-2021
relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dari tahun ketahun.
Selama periode tahun 2002-2021, konsumsi bawang merah terbesar terjadi pada
tahun 2007 yang mencapai 3,014 kg/kapita/tahun sebesar 44,50 %, urutan kedua
tahun 2014 mencapai 2,487 kg/kapita/tahun sebesar 20,44%, urutan ketiga
mencapai 2,764 kg/kapita/tahun sebesar 17,00% pada tahun 2012, sedangkan
konsumsi terendah terjadi pada tahun 2013 sebesar 2,065 kg/kapita/tahun. Tahun
2017 konsumsi bawang merah adalah sebesar 2,570 kg/kapita/tahun atau turun
9,05% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebaliknya pada tahun 2018
konsumsi bawang merah sekitar 2,764 kg/kapita/tahun atau naik sebesar 7,52%
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya (Buletin Konsumsi
Pangan, 2019).
3
Tingkat partisipasi konsumsi yang tinggi dan penambahan jumlah
penduduk juga menjadi salah satu penyebab permintaan nasional bawang merah
terus meningkat. Tingkat konsumsi bawang merah pada tahun 2019 diprediksi
sebesar 2,76 kg/kapita/tahun. Jika angka ini dikalikan dengan jumlah penduduk
pada tahun yang sama, maka besarnya konsumsi bawang merah adalah 736,68
ribu ton. Penggunaan bawang merah untuk Horeka mencakup kebutuhan hotel,
restoran, katering dan warung sebesar 36,82 ribu ton (Buletin Konsumsi Pangan,
2019).
Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang berada di kawasan
Indonesia Timur yang memiliki potensi pengembangan bawang merah. Produksi
bawang merah di Sulawesi Selatan dihasilkan dari berbagai daerah yaitu di
antaranya Kabupaten Enrekang, Pinrang, Luwu Utara, Toraja, Bulukumba,
Bantaeng, Sinjai, dan Gowa.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah di Sulawesi
Selatan Tahun 2015-2019.
No Tahun Luas Panen
(hektar)
Produksi
(ton)
Produktivitas
(ton/ha)
1 2015 7.019 69.889 9.96
2 2016 9.393 96.256 10.25
3 2017 12.775 129.181 10.11
4 2018 9.297 92.392 9.94
5 2019 10.363 101.762 9.82
Sumber : Kementrian Pertanian Republik Indonesia, 2019.
Pada Tabel 1 terlihat bahwa luas panen, produksi dan produktivitas
bawang merah di Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 5 tahun mulai tahun 2015
sampai 2019 mengalami fluktuasi. Jumlah produksi bawang merah paling tinggi
yaitu pada tahun 2017 sebesar 129.181 ton dengan luas lahan yaitu 12.775 Ha,
4
dan produktivitasnya yaitu sebesar 10.11 ton/ha. Sedangkan jumlah produksi
paling rendah yaitu pada tahun 2015 sebesar 69.889 ton dengan luas lahan yaitu
7.019 Ha, dan produktivitasnya yaitu sebesar 9.96 ton/ha.
Peningkatan produksi bawang merah disebabkan oleh penambahan luas
areal panen dan juga diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti curah
hujan, teknologi pertanian yang diterapkan, harga komoditas bawang merah di
pasaran, harga input dan pengaruh harga komoditi lain serta peningkatan produk
bawang merah yang didorong oleh peningkatan pendapatan rumah tangga dan
peningkatan jumlah penduduk.
Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi alasan mengangkat
judul penelitian yaitu “Analisis Permintaan Komoditas Bawang Merah di
Sulawesi Selatan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana trend konsumsi bawang merah di Sulawesi Selatan ?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan komoditas bawang
merah di Sulawesi Selatan ?
5
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis trend konsumsi bawang merah di Sulawesi Selatan.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditas
bawang merah di Sulawesi Selatan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi petani tentang pertanian khususnya
komoditas bawang merah.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pemerintah
terhadap tanaman hortikultura terutama permintaan komoditas bawang merah.
3. Sebagai sumber informasi ilmiah yang dapat menjadi bahan acuan dan
sumbangan data bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian
dengan topik pembahasan yang sama.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komoditas Bawang Merah
Tanaman bawang merah awalnya berasal dari daerah Asia Tengah yaitu
deretas daerah sekitar India, Pakistan sampai Palestina. Dan juga mulai dikenal
oleh Bangsa Mesir sejak 3200-2700 SM, bangsa Yunani Kuno sejak 2100 SM,
sedangkan di Israel sudah di temukan sejak 1500 SM. Hal ini dapat diketahui dari
bukti-bukti peninggalan sejarah seperti patung, tugu dan batu-batu pada jaman
dinasti Mesir, Yunani Kuno dan Israel (Rahayu dan Nur, 2009)
Bawang merah atau yang biasa dikenal dengan nama ilmiah Allium
ascalonicum L merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang
banyak dikonsumsi manusia sebagai campuran bumbu masak setelah cabe. Selain
sebagai campuran bumbu masak, bawang merah juga dijual dalam bentuk olahan
seperti ekstrak bawang merah, bubuk, bawang goreng bahkan sebagai bahan obat
untuk menurunkan kadar kolesterol, gula darah, mencegah penggumpalan darah,
menurunkan tekanan darah serta memperlancar aliran darah. Sebagai komoditas
hortikultura yang banyak dikonsumsi masyarakat, potensi pengembangan bawang
merah masih terbuka lebar tidak saja untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga
luar negeri (Suriani, 2012). Wibowo (2005) menyatakan bahwa, bawang merah
memiliki kandungan protein 1,5 g, lemak 0,3 g, fosfor 40 mg, fosfor 40 mg,
kalsium 36 mg, vitamin C 2 g, fosfor 40 mg, dan air 88 g serta bahan yang dapat
dimakan sebanyak 90%. Komponen lainnya yaitu kandungan berupa minyak atsiri
7
yang dapat menimbulkan aroma yang khas juga memberikan cita rasa khas gurih
pada makanan.
Akar bawang merah memiliki dua komponen yaitu terdiri dari akar pokok
(primary root) yang memiliki fungsi sebagai tempat tumbuh akar adventif
(adventitious root) dan bulu akar yang dapat membantu dalam menopang
berdirinya tanaman serta dapat menyerap air dan zat hara dari dalam tanah. Akar
bawang merah dapat tumbuh hingga kedalaman 30 cm dan berwarna putih.
Batang tanaman bawang merah merupakan bagian yang terkecil dari keseluruhan
tanaman, berbentuk seperti cakram, memiliki ruas, dan diantara ruas-ruas terdapat
kuncup-kuncup. Bagian bawah batang bawang merah merupakan tempat
tumbuhnya akar (Pitojo, 2003).
Tanaman bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang
memiliki keunggulan sehingga diusahakan oleh petani untuk dibudidayakan
secara intensif sejak lama. Komoditas sayuran ini termasuk kedalam kelompok
rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan
serta obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan
kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap
perkembangan ekonomi wilayah (Balitbang Pertanian, 2006).
Bawang merah merupakan komoditas yang diusahakan petani dari dataran
rendah sampai dataran tinggi. Suhu udara yang dikehendaki bawang merah yaitu
berkisar antara 25oC sampai 30
oC, intensitas sinar matahari penuh, tempat terbuka
tidak berkabut, tanah gembur, subur, cukup mengandung organik yang akan
menghasilkan pertumbuhan dan produksi terbaik (Istina, 2016).
8
Di Indonesia musim tanam bawang merah banyak dilakukan pada saat
musim kemarau. Musim tanam bawang merah yang pertama biasanya bulan
April-Mei. Tanaman kedua dan ketiga dilakukan bulan Juli-Agustus dan Oktober-
November (Purmiyati, 2002). Produksi bawang merah pada musim hujan jarang
dilakukan karena adanya kendala berupa proses fotosintesis dan serangan
penyakit yang menyebabkan produksi menurun sehingga Indonesia mengimpor
bawang merah pada periode tertentu terutama pada musim hujan. Pengaruh
musim tidak hanya berdampak pada adanya fluktuasi produksi tetapi juga
menyebabkan adanya fluktuasi harga. Sifat produk bawang merah yang mudah
rusak menyebabkan harga ceenderung fluktuatif dan perubahan harga sangat cepat
(Asmara dan Ardhiani, 2010).
Beberapa provinsi yang merupakan penghasil bawang merah di Indonesia
yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Selatan, dan Sulawesi Utara. Bawang merah merupakan salah satu komoditas
sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan
konsumsi nasional, sumber penghasilan petani, dan potensinya sebagai penghasil
devisa negara (Nurhapsah, et. al., 2015).
2.2Teori Konsumsi
Konsumsi merupakan kegiatan yang dilakukan dengan maksud
menggunakan atau menghabiskan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Konsumsi adalah seluruh proses penggunaan barang dan jasa yang
dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Proses produksi
dalam penggunaan barang dan jasa tidak termasuk konsumsi, karena barang dan
9
jasa itu tidak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Barang
dan jasa ini digunakan untuk memproduksi barang lain dalam proses produksi
(James, 2001).
Tindakan konsumsi dilakukan setiap hari oleh siapapun. Tujuannya adalah
untuk memperoleh kepuasan dan mencapai tingkat kemakmuran dalam arti
terpenuhi berbagai macam kebutuhan, baik keputuhan pokok maupun sekunder,
barang mewah maupun kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Tingkat
konsumsi memberikan gambaran tingkat kemakmuran disini adalah semakin
tinggi tingkat konsumsi seseorang berarti semakin miskin (James, 2001).
Konsumsi secara umum diartikan sebagai penggunaan barang dan jasa
yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Untuk dapat memenuhi
konsumsi, maka seseorang harus mempunyai sumber pendapatan, karena tingkat
konsumsi dapat dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan.
2.3 Teori Permintaan
Banyak teori yang membahas tentang teori permintaan, karena permintaan
sangat mempengaruhi jumlah output yang akan dihasilkan ketika harga bersifat
kaku. Karena permintaan ini dapat mempengaruhi perekonomian jangka pendek.
Para ahli ekonomi mempelajari teori permintaan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan, yang berguna dalam menstabilkan perekonomian
jangka pendek (Mankiw, 2003).
Teori permintaan menjelaskan tentang adanya ciri hubungan antara harga
dan jumlah permintaan. Jumlah permintaan dari suatu barang merupakan jumlah
barang atau komoditi yang dapat dibayar oleh konsumen agar dapat memenuhi
10
kebutuhan hidupnya. Dari permintaan yang ada akan menentukan jumlah barang
yang akan diproduksi serta menetapkan harga dari barang tersebut yang nantinya
akan dipasarkan. Harga merupakan salah satu penentu dalam keberhasilan suatu
produsen, karena harga dapat menentukan seberapa besar keuntungan yang akan
diperoleh produsen dari penjualan produknya. Perubahan dari harga akan
mempengaruhi permintaan suatu komoditi.
Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013) permintaan adalah jumlah barang
yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu. Rasul et al
(2012:23) menyatakan permintaan sebagai jumlah barang dan jasa yang diminta
oleh konsumen dari suatu perusahaan pada tingkat harga beberapa.
Permintaan baru bisa terjadi pada saat konsumen memiliki kebutuhan akan
barang tersebut dan juga memiliki daya beli untuk mendapatkan produk tersebut.
Permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli dikenal dengan istilah
permintaan efektif, sedangkan permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan
saja disebut dengan permintaan potensial. Daya beli konsumen itu sendiri
disokong oleh dua faktor mendasar, yakni pendapatan konsumen dan juga harga
produk yang dikehendaki.
2.3.1 Hukum Permintaan
Menurut Sukirno (2012), hukum permintaan menyatakan bahwa semakin
rendah harga suatu barang, maka semakin tinggi pula permintaan terhadap barang
tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka permintaan
terhadap barang tersebut akan semakin sedikit pula.
11
Hukum permintaan adalah suatu hukum yang menjelaskan tentang adanya
hubungan negatif yang terjadi antara tingkat harga dengan jumlah barang yang
akan diminta. Apabila harga naik maka barang yang diminta meningkat. Dengan
demikian hukum permintaan berbunyi :
“Semakin tinggi tingkat harga suatu barang atau jasa maka semakin sedikit
jumlah barang yang akan diminta, sebaliknya jika semakin turun harga suatu
barang atau jasa, maka semakin banyak jumlah barang atau jasa yang akan
diminta”.
Dalam hukum permintaan tersebut menerangkan bahwa adanya hubungan
antara jumlah permintaan akan suatu barang dengan harga barang tersebut. Pada
analisis permintaan akan dibedakan menjadi dua istilah yaitu permintaan itu
sendiri dan jumlah barang yang akan diminta. Dikatakan permintaan jika yang
dimaksud adalah keseluruhan hubungan antara harga sedangkan jumlah barang
yang diminta maksudnya banyak permintaan pada suatu tingkat harga tertentu
(Sadono, 2003).
Pada dasarnya ada 3 (tiga) alasan yang menerangkan hukum permintaan,
yaitu :
1. Pengaruh Penghasilan (Insome Effect)
Apabila harga suatu barang naik maka dengan uang yang sama orang akan
mengurangi jumlah barang yang akan dibeli. Sebaliknya, jika harga barang turun
dengan anggaran yang sama orang bisa membeli barang yang banyak.
12
2. Pengaruh Subtitusi (Subtitution Effect)
Jika harga barang naik maka orang akan mencari barang lain yang
harganya lebih murah tetapi fungsinya sama. Pencarian barang lain ini merupakan
subtitusi.
3. Perhargaan Subjektif (Marginal Utility)
Perubahan kepuasan atau kegunaan total yang diperoleh apabila konsumsi
suatu barang ditambah atau dikurangi dengan satu satuan. Semakin banyak
macam dari suatu barang yang dimiliki, maka semakin rendah pula perhargaan
terhadap barang tersebut, ini dinamakan Law of diminishing marginal utility.
2.3.2 Fungsi Permintaan
Menurut Soediyono, 1989 dalam Oktiana, 2011, fungsi permintaan
didefenisikan sebagai fungsi yang menunjukan hubungan antara jumlah-jumlah
dari suatu barang yang akan dibeli dalam satuan waktu dari berbagai nilai dari dua
atau lebih variabel yang dapat menentukan jumlah pembelian.
Berikut adalah fungsi dari permintaan :
Dx = f (Px, Py, Y, T, N)
Dimana :
Dx = Permintaan akan barang x
Px = Harga barang x
Py = Harga barang y
Y = Pendapatan per kapita
T = Selera
N = Jumlah penduduk
13
Dx adalah variabel tidak bebas, karena besarnya nilai ditentukan oleh
variabel lain. Px, Py, Y, T dan N merupakan variabel bebas karena besar nilainya
tidak tergantung dengan besarnya variabel lain. Tanda positif dan negatif
menunjukan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap permintaan akan
barang. Hukum permintaan pada hakikatnya menyatakan bahwa semakin rendah
harga suatu barang, makin banyak permintaan atas barang tersebut. Sebaliknya
semakin tinggi harga suatu barang semakin sedikit permintaan atas barang
tersebut (Firdaus, 2008).
2.3.3 Jenis-Jenis Permintaan
Permintaan dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok yaitu :
1. Permintaan menurut daya beli
Berdasarkan daya belinya, permintaan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
a. Permintaan efektif, merupakan permintaan masyarakat terhadap suatu
barang atau jasa yang disertai dengan daya beli atau kemampuan
membayar.
b. Permintaan potensial, merupakan permintaan masyarakat terhadap suatu
barang atau jasa yang pada dasarnya konsumen memiliki kemampuan
untuk membeli, tetapi belum melaksanakan pembelian barang atau jasa
tersebut.
c. Permintaan absolute, adalah permintaan konsumen terhadap suatu barang
atau jasa yang tidak disertai dengan daya beli. Pada permintaan absolute ini
konsumen dalam keadaan tidak mempunyai kemampuan (uang) untuk
membeli suatu barang yang diinginkan.
14
2. Permintaan menurut jumlah dan subjek pendukungnya
a. Permintaan individu, adalah permintaan yang dilakukan seseorang untuk
memenuh hidupnya.
b. Permintaan kolektif atau permintaan pasar, yaitupermintaan secara
keseluruhan pada konsumen di pasar.
2.3.4 Kurva Permintaan
Kurva permintaan adalah kurva atau diagram yang melambangkan skedul
atau hukum permintaan (Ahman, 2009). Menurut Sukirno (2011), “kurva
permintaan dapat didefenisikan sebagai suatu kurva yang menggambarkan sifat
hubungan antara harga suatu barang tertentu dalam jumlah barang tersebut yang
diminta para pembeli”.
Dalam gambar kurva permintaan terdapat dua sumbu, yaitu vertikal dan
horizontal yang mempunyai fungsi yang berbeda. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar berikut ini.
15
Gambar 1. Kurva Permintaan
Sumber : Ahman, 2009.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Merah
Menurut Mankiw (2003) faktor-faktor atau variabel yang mempengaruhi
permintaan suatu barang, antara lain yaitu :
1. Harga barang itu sendiri
Hukum permintaan pada dasarnya merupakan suatu hipotesis yang
menyatakan :
“Semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak permintaan
terhadap barang tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang
maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut”.
Harga barang yang lebih murah akan menarik minat masyarakat untuk
membeli barang tersebut dibandingkan membeli barang sejenisnya dengan
harga yang lebih tinggi, selain itu turunnya atau lebih murahnya harga akan
menyebabkan pendapatan riil pembeli bertambah.
16
2. Harga barang-barang lain
Permintaan konsumen dapat dipengaruhi oleh harga, harga barang yang
akan dibeli (P), harga pengganti (price of substitution product, Ps) maupun
harga barang pelengkap (price of complementary product, Pc). Konsumen akan
membatasi pembelian jumlah barang yang diinginkan bila harga barang terlalu
tinggi, bahkan ada kemungkinan konsumen memindahkan konsumsi dan
pembeliannya kepada barang pengganti yang lebih murah harganya. Harga
barang pelengkap juga kan mempengaruhi keputusan seorang konsumen untuk
membeli atau tidak barang utamanya, bila permintaan barang utama
meningkat, maka permintaan akan barang penggantinya akan menurun dan
sebaliknya. Hubungan antara suatu barang dengan berbagai jenis-jenis barang
lainnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan :
a. Barang lain merupakan barang pengganti
Suatu barang dinamakan sebagai barang pengganti kepada barang lain
apabila ia dapat menggantikan fungsi barang lain tersebut. Harga barang
pengganti dapat mempengaruhi permintaan barang yang dapat
digantikannya. Jika bharga barang pengganti bertambah murah maka,
barang yang digantikannya akan mengalami pengurangan dalam
permintaannya. Oleh sebab itu, barang pengganti ini sering kita sebut
sebagai barang substitusi.
b. Barang lain merupakan barang pelengkap
Apabila suatu barang selalu digunakan bersama dengan barang lainnya,
maka barang tersebut dinamakan barang pelengkap kepada barang lainnya
17
tersebut. Kenaikan atau penurunan permintaan terhadap barang pelengkap
selalu berjalan dengan perubahan permintaan barang yang digenapinya.
Oleh sebab itu, barang pelengkap ini sering kita disebut barang
komplementer.
c. Kedua barang itu tidak memiliki keterkaitan sama sekali antar satu dengan
yang lain. Apabila dua macam barang tidak mempunyai hubungan yang
penting, maka perubahan terhadap permintaan salah satu barang tersebut
tidak akan mempengaruhi permintaan barang lainnya. Barang seperti itu
dinamakan barang netral.
3. Pendapatan rata-rata masyarakat (Pendapatan Per Kapita)
Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan permintaan terhadap berbagai barang. Konsumen tidak akan dapat
melakukan pembelian barang kebutuhan apabila pendapatan tidak ada atau
tidak memadai. Dengan demikian, maka perubahan pendapatan akan
mendorong konsumen untuk mengubah permintaan akan barang kebutuhannya.
Berdasarkan sifat perubahan permintaan terhadap berbagai barang apabila
terjadi perubahan pendapatan, akan dibedakan dalam beberapa golongan,
antara lain :
a. Barang Esensial, adalah barang yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga kebutuhan atau permintaan akan barang ini tidak
akan berubah walaupun terjadi perubahan pendapatan.
b. Barang Normal, adalah barang yang permintaannya berhubungan lurus
dengan pendapatan konsumen. Bila pendapan konsumen meningkat, maka
18
permintaan akan barang tersebut juga meningkat dan sebaliknya, bila
pendapatan konsumen menurun, maka permintaan barang tersebut juga
menurun.
c. Barang Inferior, adalah barang yang permintaannya berhubungan terbalik
dengan pendapatan konsumen. Bila pendapatan konsumen meningkat
maka permintaan akan barang tersebut akan menurun dan sebaliknya, bila
pendapatan konsumen menurun makan permintaan akan barang tersebut
meningkat.
d. Barang Mewah, adalah barang yang akan dibeli orang apabila pendapatan
mereka sudah relatif tinggi. Biasanya barang-barang mewah (emas,
permata, mobil) tersebut baru bisa dibeli masyarakat setelah dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang pokok.
4. Jumlah Penduduk
Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan
pertambahan permintaan. Tetapi, biasanya pertambahan penduduk diikuti oleh
perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak orang
yang menerima pendapatan dan ini akan menambah daya beli dalam
masyarakat untuk berbelanja. Pertambahan daya beli masyarakat ini akan
menambah permintaan.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan hal yang diperlukan dalam mendukung
hasil penelitian. Penelitian yang dapat digunakan untuk mendukung penelitian ini
yaitu yang berhubungan dengan judul, terkait tentang analisis permintaan dan
19
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Maka dari itu perlu dilakukan
pengkajian jurnal, skripsi ataupun thesis terkait judul yang sesuai. Berikut
penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini.
Berikut adalah tabel penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam
penelitian ini :
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian
1. Analisis
Permintaan dan
Penawaran
Kedelai di
Indonesia
(Anjani, dkk,
2015).
Analisis regresi
linier berganda
yang telah di
transformasikan
kedalam bentuk
Logaritma
Natural.
Variabel independen (harga kedelai
impor, harga daging ayam,
pendapatan perkapita, tingkat
inflasi, dan kebijakan tarif impor)
berpengaruh terhadap variabel
dependen (permintaan kedelai). F-
hitung sebesar 8,406 dan nilai
tersebut lebih besar dari nilai F-
tabel (2,460). Hal ini berarti
variabel independen secara bersama
- sama berpengaruh signifikan
terhadap permintaan kedelai pada
tingkat kepercayaan 95%. Nilai R2
yang diperoleh sebesar 0,664 yang
berarti bahwa 66,4% variasi
variabel dependen (permintaan
kedealai di Indonesia) dapat
dijelaskan secara bersama-sama
oleh variabel independen,
sedangkan sisanya sebesar 33,6%
dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak diteliti seperti selera, jumlah
penduduk, distribusi pendapatan
dan lain-lain.
2. Analisis
Permintaan
Bawang Merah di
Kota Medan
Provinsi Sumatera
Utara (Purba,
2013).
Analisis regresi linier berganda.
Analisis regresi linier berbentuk
LN (Logaritma
Natural).
Pendapatan, harga bawang merah
dan jumlah tanggungan keluarga
berpengaruh secara signifikan
terhadap permintaan bawang merah
di Kota Medan dengan didapatkan
hasil R2 sebesar 0,732 yang artinya
menjelaskan varians sebesar 73,2%
berpengaruh nyata, dan sisanya
20
26,8% dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain yang tidak diteliti.
3. Analisis
Permintaan dan
Penawaran
Kedelai di
Sumatera Utara
(Barus, a., Lubis,
S.N., & Ayu,
2012).
Analisis regresi linier berganda.
Harga kedelai, harga pakan ternak
dan harga daging ayam
berpengaruh tidak signifikan
terhadap kedelai. Permintaan
kedelai dipengaruhi oleh
permintaan kedelai tahun
sebelumnya, harga daging ayam
tahun sebelumnya dan penawaran
kedelai tahun sebelumnya.
Penawaran kedelai dipengaruhi
oleh harga kedelai tahun
sebelumnya, keseimbangan pasar
penawaran dan permintaan kedelai
adalah konvergen atau mengarah
pada titik keseimbangan.
4. Analisis
Permintaan dan
Penawaran Cabai
Merah di Provinsi
Sumatera Utara
(Chairia, Salmiah,
2016).
Analisis regresi
linier berganda.
Analisis regresi linier berbentuk
LN (Logaritma
Natural).
Variabel yang berpengaruh positif
terhadap permintaan cabai merah di
Provinsi Sumatera Utara adalah
pendapatan perkapita. Variabel
bebas (harga cabai merah, jumlah
penduduk dan pendapatan) mampu
menjelaskan variabel terikat
(permintaan cabai merah) sebesar
87,9%. Variabel yang berpengaruh
positif terhadap penawaran cabai
merah adalah luas panen. Variabel
bebas (harga cabai merah, harga
pupuk urea, harga pupuk ZA, harga
pupuk SSP-36 dan luas panen cabai
merah) mampu menjelaskan
variabel terikat (penawaran cabai
merah) sebesar 94,1%.
5. Analisis
Permintaan
Kentang di
Kabupaten
Boyolali (Nurina
Kusuma
Wardhani, 2011).
Analisis regresi linier berganda
dengan penaksir
kuadrat terkecil
atau OLS
(Oldinary Least
Square).
Harga kentang, harga wortel,
pendapatan perkapita dan jumlah
penduduk secara bersama-sama
berpengaruh sangat nyata terhadap
permintaan kentang di Kabupaten
Boyolali pada tingkat kepercayaan
99%. Hal ini ditunjukan oleh nilai
signifikansi sebesar 0,000 lebih
kecil dari nilai a = 0,01.
21
6. Analisis
Permintaan Beras
di Kabupaten
Sukoharjo ( Wati,
2006).
Double
Logaritmic.
Berdasarkan uji t variabel yang
memiliki pengaruh nyata terhadap
permintaan beras adalah
pendapatan perkapita, harga beras
dan harga kedelai. Sedangkan
jumlah penduduk dan harga ketela
pohon tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap permintaan beras.
Variabel yang memberikan
pengaruh terbesar adalah
pendapatan perkapita. Koefisien
elastisitas harga beras memiliki
nilai -0,297 yang berarti beras
bersifat inelastis. Elastisitas silang
harga ketela pohon 0,053
menunjukkan ketela pohon adalah
barang substitusi, variabel harga
kedelai memiliki elastisitas silang -
0,345 yang merupakan barang
komplementer. Elastisitas
pendapatan positif menunjukkan
bahwa beras termasuk barang
normal.
7. Penawaran dan
Permintaan
Bawang Merah di
Indonesia
(Tentamia, 2002).
Analisis two stages least
squares.
Harga bawang merah ditingkat
produsen Jawa Tengah dan luar
Jawa Tengah dipengaruhi oleh
harga ditingkat konsumen
Indonesia namun dengan respon
yang bersifat inelastis. Dalam
jangka panjang harga bawang
merah di Indonesia bersifat
responsif terhadap perubahan
penawaran. Hal ini merupakan
indikasi bahwa fluktuasi harga
dapat dikurangi melalui upaya
mengurangi fluktuasi produksi.
8. Analisis
Permintaan
Kedelai di Kota
Surakarta
(Listiyaningrat,
2007).
Analisis regresi
non linier
berganda.
Tingkat permintaan kedelai di Kota
Surakarta dipengaruhi oleh harga
kedelai, harga beras dan pendapatan
perkapita. Hasil perhitungan
diperoleh besarnya angka elastisitas
harga kedelai adalah -1,479, karena
nilai ini lebih kecil dari negatif satu
maka elastisitas ini bersifat
inelastis. Berdasarkan koefisien
silang diperoleh nilai variabel harga
22
beras sebesar 0,571. Sedangkan
untuk variabel pendapatan
perkapita mempunyai nilai
elastisitas positif sebesar 0,571
yang berarti kedelai merupakan
barang normal elastis dimana
pembelian kedelai meningkat
proporsional lebih lambat dari
kenaikan pendapatan.
9. Analisis
Permintaan Beras
di Kabupaten
Karawang
(Hendriani,
2005).
Analisis regresi linier berganda.
Tingkat permintaan beras di
Kabupaten Karawang dipengaruhi
oleh harga beras, harga ketela
pohon, jumlah penduduk dan
pendapatan perkapita. Berdasarkan
elastisitas harga sebesar -0,024,
diketahui bahwa beras bersifat
inelastis. Sedangkan berdasarkan
elastisitas silang sebesar 0,008
diketahui bahwa ketela pohon
merupakan substitusi bagi beras,
kemudian berdasarkan elastisitas
pendapatan sebesar 0,227
menunjukkan bahwa beras
merupakan barang normal.
10. Analisis
Permintaan Beras
pada Rumah
Tangga Miskin di
Kabupaten
Demak
(Nugraheni,2008).
Analisis regresi
linier log
berganda.
Harga beras, harga ubi kayu, harga
tempe, harga ikan layur, pendapatan
rumah tangga miskin dan jumlah
anggota rumah tangga miskin
secara bersama-sama berpengaruh
terhadap permintaan beras pada
rumah tangga miskin di Kabupaten
Demak. Jumlah anggota rumah
tangga miskin merupakan variabel
yang paling berpengaruh terhadap
permintaan beras pada rumah
tangga miskin di Kabupaten Demak
secara individu. Beras termasuk
barang normal, artinya jika terjadi
kenaikan pendapatan maka akan
mengakibatkan bertambahnya
jumlah permintaan beras.
23
2.6 Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis hubungan
antara variabel yang akan diteliti. Menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2017),
mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana terori hubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan
sebagai masalah yang penting. Sedangkan menurut Suriasumantri (dalam
Sugiyono, 2017), kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara
terhadap gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan.
Komoditas bawang merah merupakan salah satu tanaman yang sering
digunakan oleh masyarakat sebagai bumbu dapur atau penyedap rasa, terutama
menambahkannya kedalam setiap menu makanan untuk memberi aroma dan dapat
membangkitkan selera makan. Selain untuk penyedap rasa dalam makanan,
tanaman bawang merah juga bisa digunakan sebagai obat.
Konsumsi adalah kegiatan yang dilakukan oleh konsumen dalam
menggunakan atau mengkonsumsi bawang merah dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Estimasi merupakan kegiatan konsumen dalam memperkirakan jumlah
permintaan akan bawang merah dimasa yang akan datang ataupun masa sekarang.
Konsep permintaan digunakan untuk mengukur keinginan pembeli dalam
suatu pasar. Permintaan adalah jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat
harga, periode dan pasar tertentu. Adapun faktor-faktor yang mempegaruhi
permintaan bawang merah di Sulawesi Selatan adalah harga bawang merah, harga
bawang putih, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk.
24
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Permintaan Komoditas Bawang
Merah di Sulawesi Selatan.
Komoditas Bawang
Merah
Konsumsi
Faktor-faktor yang berpengaruh :
1 1. Harga Bawang Merah
2 2. Harga Bawang Putih
3 3. Pendapatan Per Kapita
4 4. Jumlah Penduduk
Estimasi Permintaan
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan. Waktu pelaksanaan
penelitian berlangsung selama satu bulan yaitu pada bulan Juni sampai dengan
bulan Juli tahun 2020.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan merupakan data kuantitatif dan sumber data
yaitu dari data sekunder (time series) dalam kurun waktu 21 tahun yaitu dari tahun
1998 sampai dengan tahun 2018 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Sulawesi Selatan, Kementrian Pertanian, serta mengumpulkan melalui
hasil-hasil dari data-data di website.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan melalui hasil-hasil
dokumentasi dari data-data di website, pengambilan langsung dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Sulawesi Selatan dan Kementrian Pertanian.
26
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi linier sederhana dan regresi linier berganda.
a. Teknik Analisis Regresi Linier Sederhana
Menurut Sugiyono (2014) menjelaskan analisis regresi linier sederhana
sebagai berikut :
“Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal satu
variabel independen dengan satu variabel dependen”.
Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk menguji sifat hubungan
sebab-akibat antara variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) yang
diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
Y = a + bx
Dimana :
Y = Konsumsi Bawang Merah (Ton)
a = Konstanta
b = Koefisien
X = Waktu (Tahun)
b. Teknik Analisis Regresi Linier Berganda
Menurut Sugiyono (2014) menjelaskan analisis regresi linier berganda
adalah sebagai berikut :
“Analisis regresi berganda digunakan oleh peneliti, analisis regresi linier berganda
bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen
(kriterium), bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediator
27
dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi berganda akan
dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2”.
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji apakah variabel
independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependen secara simultan
maupun parsial.
Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
Y’ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Dalam memudahkan perhitungan, maka regresi linear berganda
ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural sehingga diperoleh
persamaan sebagai berikut :
Y’ = a + Lnb1X1 + Lnb2X2 +Lnb3X3 +Lnb4X4 + e
Keterangan :
Y’ = Permintaan Bawang Merah
LnX1 = Harga Bawang Merah (Rp/Kg)
LnX2= Harga Bawang Putih (Rp/Kg)
LnX3= Pendapatan (Rp/Tahun)
LnX4 = Jumlah Penduduk (jiwa)
a = Konstanta
b = Koefisien
e = Error
28
3.5 Definisi Operasional
1. Komoditas bawang merah adalah salah satu tanaman hortikultura yang
dibudidayakan oleh petani dan permintaannya sangat tinggi.
2. Permintaan bawang merah adalah jumlah bawang merah yang diminta atau
dibeli oleh konsumen dalam satuan kilogram (kg) berhubungan dengan harga.
3. Konsumsi adalah kegiatan konsumen dalam menggunakan atau
mengkonsumsi bawang merah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Estimasi permintaan adalah kegiatan memperkirakan jumlah permintaan
konsumen terhadap bawang merah di masa yang akan datang atau keadaan
masa lalu dan saat ini.
5. Harga bawang merah adalah biaya yang dikeluarkan oleh konsumen dalam
pembelian bawang merah (Rp/Kg).
6. Harga bawang putih adalah biaya yang dikeluarkan oleh konsumen dalam
pembelian barang pelengkap bawang merah yaitu bawang putih (Rp/Kg).
7. Pendapatan per kapita adalah pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat
yang berada di Sulawesi Selatan yang dihitung setiap satu tahun berdasarkan
satuan rupiah yang digunakan untuk membeli bawang merah.
8. Jumlah penduduk adalah jumlah masyarakat Sulawesi Selatan yang telah
terdata dari tahun 1998-2018 yang dihitung setiap tahun berdasarkan satuan
jiwa yang mengkonsumsi bawang merah.
BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis
Secara geografis, Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar
terletak antara 0o12
’ – 8
o Lintang Selatan dan 116
o48
’ – 122
o36
’ Bujur Timur dan
dilalui oleh garis ekuator atau garis khatulistiwa yang terletak pada garis lintang
00. Berdasarkan posisi geografisnya, provinsi Sulawesi Selatan memiliki batasan-
batasan sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan provinsi sulawesi barat.
- Sebelah selatan berbatasan dengan laut flores.
- Sebelah barat berbatasan dengan selat makassar.
- Sebelah timur berbatasan dengan teluk bone dan provinsi sulawesi tenggara.
Jumlah sungai yang mengaliri wilayah Sulawesi Selatan tercatat sekitar 67
aliran sungai, dengan jumlah aliran terbesar di Kabupaten Luwu, yakni 25 aliran
sungai. Sungai terpanjang tercatat ada satu sungai yaitu Sungai Saddang yang
mengalir meliputi Kabupaten Tator, Enrekang dan Pinrang. Panjang sungai
tersebut masing-masing 150 km. Di Sulawesi Selatan terdapat empat danau yaitu
Danau Tempe dan Sidenreng yang berada di Kabupaten Wajo, serta Danau
Matana dan Towuti yang berlokasi di Kabupaten Luwu Timur. Adapun jumlah
gunung tercatat sebanyak 7 gunung, dengan gunung tertinggi adalah Gunung
Rantemario dengan ketinggian 3.470 m diatas permukaan air laut. Gunung ini
berdiri tegak di perbatasan Kabupaten Enrekang dan Luwu.
30
Berdasarkan letak geografisnya, Sulawesi Selatan mempunyai dua
kabupaten kepulauan, yaitu Kepulauan Selayar dan Pangkajene dan Kepulauan
(Pangkep).
Sulawesi Selatan terdiri dari 24 Kabupaten/Kota yaitu :
- Kabupaten : Kepulauan Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Takalar,
Gowa, Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang
Enrekang, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Tana Toraja, Toraja Utara.
- Kota : Makassar, Pare-pare, Palopo.
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tercatat 45.764,53 km persegi
yang meliputi 21 Kabupaten dan 3 Kota. Kabupaten Luwu Utara merupakan
kabupaten terluas dengan luas wilayah 7.502,68 km persegi atau luas kabupaten
tersebut merupakan 16,39 persen dari seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
Sementara itu, kota Pare-Pare merupakan kota dengan luas wilayah terkecil
dengan luas 99,33 km persegi atau 0,22 persen dari wilayah Sulawesi Selatan.
Provinsi Sulawesi Selatan dan pada umumnya daerah di Indonesia
mempunyai dua musim yaitu musim kemarau yang terjadi pada bulan Juni sampai
September dan musim penghujan yang terjadi pada bulan Desember sampai
dengan Maret.
Berdasarkan pengamatan di tiga Stasiun Meteorologi (Hasanuddin dan
Maritim Paotere) dan Klimatologi Maros selama tahun 2018 rata-rata suhu udara
27,10C di Kota Makassar dan sekitarnya tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata. Suhu udara maksimum di stasiun klimatologi Hasanuddin 32,20C dan suhu
minimum 27,10C.
31
4.2 Kondisi Demografis
Penduduk Sulawesi Selatan terdiri atas empat suku yaitu Toraja, Bugis,
Makassar dan Mandar. Suku Toraja dikenal memiliki keunikan tradisi yang
tampak pada upacara kematian, rumah tradisional yang beratap lengkung dan
ukiran cantik dengan warna natural. Sedangkan suku Bugis, Mandar dan
Makassar terkenal sebagai pelaut dan patriotik. Dengan perahu layer
tradisionalnya pinisi. Mereka menjelajah sampai ke utara Australia, beberapa
pulau di Samudera Pasifik, bahkan sampai ke Afrika.
4.2.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di suatu daerah sangat
penting untuk diketahui karena aspek ini berkaitan dengan penyediaan sarana dan
prasarana sosial ekonomi, dan dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan
saat ini dan saat mendatang.
Perkembangan penduduk di Sulawesi Selatan selama 4 tahun terakhir
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Tahun Luas (Km) Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/Km2)
2016 46.083,94 8.606,375 192
2017 46.083,94 8.690,294 190
2018 45.764,53 8.771,970 192
2019 46.717,48 8.851,200 193
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2020.
32
Seiring dengan bertumbuhnya penduduk penduduk, kepadatan penduduk
pada tahun 2016 – 2019 menunjukkan bahwa penduduk cenderung mengalami
peningkatan dari 192 jiwa/km2 pada tahun 2016 hingga pada tahun 2019
mencapai 193 jiwa/km2.
4.2.2 Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, jumlah
penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2016 – 2019 cenderung
mengalami peningkatan. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat
digunakan untuk mengetahui jumlah penduduk serta rasio jenis kelamin, dimana
rasio jenis kelaminnya yaitu angka yang menujukkan perbandingkan antara laki-
laki dan perempuan.
Jumlah dan rasio jenis kelamin penduduk Sulawesi Selatan pada tahun
2016 – 2019 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin
Tahun Jenis Kelamin Jumlah
(Jiwa)
Rasio Jenis
Kelamin (%) Laki-laki Perempuan
2016 4.204,110 4.402,265 8.606,375 95
2017 4.246,101 4.444,193 8.690,294 95
2018 4.286,893 4.485,077 8.771,970 95
2019 4.326,409 4.524,831 8.851,240 95
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2020.
33
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk dengan jenis
kelamin terkecil terjadi pada tahun 2016 yaitu sebanyak 8.606,375 jiwa dimana
jumlah jenis kelamin laki-laki sebanyak 4.204,110 jiwa dan jumlah jenis kelamin
perempuan sebanyak 4.402,265 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk dengan jumlah
jenis kelamin terbanyak terjadi pada tahun 2019 dengan jumlah sebanyak
8.851,240 jiwa dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4.326,409 jiwa dan
jumlah perempuan sebanyak 4.524,831 jiwa. Rasio jenis kelamin selama empat
tahun yaitu 95 %.
4.2.3 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian dan Pendidikan
Pada tahun 2018 di provinsi Sulawesi Selatan, jumlah penduduk bekerja
sebanyak 3.774.924 orang dengan persentase terhadap angkatan kerja 94,66%.
Kelompok umur yang mendominasi bekerja ada pada kelompok 25-29 tahun
sebesar 468.049 orang. Sementara itu jumlah pengangguran terbuka 213.015
orang. Jumlah bukan angkatan kerja didominasi oleh kegiatan mengurus rumah
tangga. Jika dilihat menurut Kabupaten/Kota, persentase bekerja terhadap
angkatan kerja paling tinggi di kabupaten Enrekang yaitu 98,34% dan paling
rendah di kota Makassar yaitu 87,81%.
Ada 17 lapangan pekerjaan utama yaitu Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan, Pertambangan dan Penggalian, Industri Pengolahan, Pengadaan Listrik
dan Gas, Pengadaan Air, Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran, Transportasi
dan Pergudangan, Akomodasi dan Makan Minum, Informasi dan Komunikasi,
Jasa Keuangan dan Asuransi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Administrasi
Pemerintahan, Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Jasa
34
Lainnya. Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan didominasi oleh
status usaha berusaha sendiri 295.272 orang dan berusaha dibantu buruh tidak
tetap 498.625 orang serta pekerja keluarga 413.858 orang. Industri pengolahan
didominasi dengan status usaha berusaha dibantu buruh tetap yaitu 28.267 orang
dan pekerja bebas 17.164 orang. Sementara lapangan usaha administrasi
pemerintahan didominasi degan status usahan sebagai buruh atau karyawan
207.003 orang.
Berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, lulusan SMP ke bawah
paling banyak mengisi lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan
1.174.026 orang. Sedangkan untuk lulusan SMA paling banyak mengisi sektor
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran 261.273 orang dan untuk lulusan
perguruan tinggi menempati lapangan usaha jasa pendidikan 177.127.
Jam kerja seluruh dan jam kerja utama penduduk umur 15 tahun ke atas
yang paling sedikit peminatnya yaitu 1-4 jam sedangkan yang paling banyak
peminatnya dengan jam kerja 35-44 jam.
4.3 Kondisi Pertanian
Luas panen tanaman padi di Sulawesi Selatan pada tahun 2018 seluas
1.155.702 ha dengan produksi seluas 5.804.976. Kabupaten Bone merupakan
kabupaten dengan produksi tanaman pangan padi, kedelai dan kacang tanah
tertinggi. Produksi padi tertinggi berada di Kabupaten Bone 1.020.365 ton yang
sejalan dengan luas panen yang paling luas dibandingkan dengan kabupaten/kota
di Sulawesi Selatan yaitu 211.851 ha. Sementara untuk produksi jagung tertinggi
berasal dari Kabupaten Jeneponto yaitu 399.850 ton dan produksi kedelai paling
35
tinggi yaitu Kabupaten Bone yaitu 11.845 ton. Kabupaten Wajo merupakan
daerah penghasil kacang hijau tertinggi yaitu 5.344,3 ton. Dan untuk kacang tanah
Kabupaten Bone merupakan daerah penghasil kacang tanah tertinggi yaitu 5.043,3
ton.
Selain tanaman pangan, Sulawesi Selatan juga penghasil produksi tanaman
hortikultura. Adapun rincian data produksi tanaman hortikultura di Sulawesi
Selatan pada tahun 2018 yaitu 923.924 ton bawang merah, 635.125 ton cabai,
540.155 ton kentang, 655.192 ton kubis, 105.782 ton petai, 673.737 ton tomat dan
372.702 ton wortel. Daerah dengan luas panen biofarmaka didominasi oleh
Kabupaten Bone dengan rincian 1.775.196 ton jahe, 286.298 ton laos, 7.849 ton
kencur, 2.109.890 ton kunyit. Sementara untuk daerah penghasil tanaman hias
terbanyak adalah Kabupaten Gowa dengan jenis tanaman hias krisan 17.170.896
tangkai. Untuk produksi buah-buahan tahun 2018, Sulawesi Selatan memiliki
rincian 120.968,2 ton mangga, 35.808,2 ton durian, 41.061,5 ton jeruk, 136.099,4
ton pisang, 37.668,4 ton pepaya dan 12.203,4 ton salak.
Terdapat 36 perusahaan perkebunan besar swasta di Sulawesi Selatan pada
tahun 2018 dengan luas lahan 212.499,21 hektar dan luas tanaman perkebunan
yang dikuasai 19.815,21 hektar. Jumlah luas hutan dan perairan di Sulawesi
Selatan pada tahun 2018 yaitu 2.566.937,69 hektar. Dimana penyumbang luas
hutan dan perairan tertinggi yaitu Kabupaten Luwu Timur 533.942,62 hektar dan
Luwu Utara 530.001,46 hektar.
36
Tiga populasi ternak paling banyak di Sulawesi Selatan yaitu sapi potong
1.362.604 ekor, 859.927 ekor kambing dan 795.959 ekor babi. Produksi daging
unggas didominasi oleh ayam pedaging yaitu 63.916.176 ton. Kabupaten Maros
merupakan penghasil produksi ayam pedaging tertinggi yaitu hampir separuh
produksi ayam pedaging di Sulawesi Selatan di produksi oleh Kabupaten Maros
yaitu 30.066.950 ton. Sementara produksi telur ayam kampung tertinggi yaitu
Kabupaten Bone 3.447.679 ton dan telur ayam petelur didominasi oleh Sidrap
42.596.480 ton.
Produksi perikanan di Sulawesi Selatan pada tahun 2018 mencapai
366.540,6 ton yang terdiri dari 339.868,7 ton perikanan tangkap di laut dan
26.671,9 ton perikanan tangkap di perairan umum daratan. Rumah tangga yang
mengusahakan perikanan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun
2017. Dimana jumlah rumah tangga yang mengusahakan perikanan 53.368 di
tahun 2017 meningkat menjadi 60.462 rumah tangga di tahun 2018.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan
Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang sangat dibutuhkan
oleh masyarakat terutama untuk keperluan memasak karena kegunaannya sebagai
bumbu dapur dan penyedap rasa pada masakan. Walaupun digunakan dalam
jumlah yang kecil, namun apabila dibutuhkan oleh hampir seluruh masyarakat
maka dapat dipastikan bahwa keseluruhan jumlah penggunaan bawang merah
sangat besar.
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi terbesar dari 5
provinsi di Indonesia sebagai penghasil bawang merah. Khusus di daerah
Sulawesi Selatan, terdapat 17 Kabupaten dan kota yang menjadi daerah produksi
bawang merah dengan luas lahan area tanam yang cukup besar. Dari 17
Kabupaten, Enrekang memiliki potensi terbesar dari daerah lainnya seperti
Jeneponto, Bantaeng, Gowa, Takalar dan lainnya.
Dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia,
jumlah produksi bawang merah di Sulawesi Selatan cenderung mengalami
peningkatan selama lima tahun terakhir dari tahun 2014 sampai 2018. Produksi
bawang merah di Sulawesi Selatan pada tahun 2014 sebesar 51.728 ton, pada
tahun 2015 meningkat sebesar 69.889 ton dan pada tahun 2016 meningkat sebesar
96.256 ton. Kemudian pada tahun 2017 kembali mengalami peningkatan yang
cukup besar yaitu sebesar 129.181 ton. Sedangkan pada tahun 2018 jumlah
produksi bawang merah menurun sebesar 92.392 ton.
38
5.2 Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di Sulawesi Selatan
Konsumsi adalah kegiatan yang dilakukan oleh konsumen untuk
menggunakan bawang merah dalam memenuhi kebutuhannya, dimana diketahui
bahwa bawang merah sangat dibutuhkan karena keberadaannya sebagai bumbu
dapur. Konsumsi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat
permintaan bawang merah di Sulawesi Selatan.
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah, 2020.
Grafik 1. Perkembangan Konsumsi Komoditas Bawang Merah di Sulawesi
Selatan Tahun 1998-2018.
Pada Grafik 1 diatas dapat dilihat bahwa konsumsi bawang merah di
Sulawesi Selatan selama kurun waktu tahun 1998 sampai 2018 mengalami trend
meningkat, yaitu konsumsi naik sebesar 528,4 ton per tahun. Pada tahun 1998
konsumsi bawang merah sebesar 9,016 ton, kemudian meningkat pada tahun 1999
sebesar 14,407 ton. Pada tahun 2000 konsumsi bawang merah sebesar 13, 597 ton,
y = 528.46x + 12629 R² = 0.6854
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
Trend Konsumsi Bawang Merah (ton) di Sulawesi Selatan Tahun
1998-2018
39
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya namun pada tahun 2001 kembali
meningkat sebesar 13,677 ton.
Konsumsi bawang merah pada tahun 2002 hingga 2005 terus mengalami
peningkatan, yaitu pada tahun 2002 sebesar 15,511 ton, tahun 2003 sebesar
16,165 ton, tahun 2004 sebesar 16,510 ton, dan tahun 2005 sebesar 17,729 ton.
Pada tahun 2006 jumlah konsumsi bawang merah kembali menurun sebesar
15,870 ton. Namun pada tahun 2007 meningkat pesat dari tahun-tahun
sebelumnya sebesar 23,209 ton. Kemudian pada tahun 2008 menurun sebesar
21,409 ton dan pada tahun 2009 menurun lagi sebesar 19,961 ton.
Pada tahun 2010 konsumsi bawang merah sebesar 20,320 ton, menurun
pada tahun 2011 sebesar 19,169 ton dan kembali meningkat pada tahun 2012
sebesar 22,638 ton. Selanjutnya pada tahun 2013 menurun sebesar 17,226 ton.
Dan kembali meningkat tiga tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2014 sebesar
20,971 ton, tahun 2015 sebesar 23,116 ton, dan tahun 2016 sebesar 24,322 ton.
Dalam dua tahun terakhir, konsumsi bawang merah menurun lagi pada tahun 2017
sebesar 22,334 ton dan pada tahun 2018 sebesar 20,131 ton.
Tingkat konsumsi bawang merah di Sulawesi Selatan yang mengalami
fluktuasi disebabkan oleh harga bawang merah yang juga mengalami fluktuasi
dan juga tingkat pendapatan masyarakat. Apabila harga bawang merah menurun
maka permintaan akan bawang merah meningkat, sehingga jumlah konsumsi juga
akan meningkat, begitupun sebaliknya. Kemudian kenaikan pendapatan
cenderung meningkatkan permintaan akan bawang merah. Soekartawi
menjelaskan bahwa pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang akan
40
dikonsumsikan, pendapatan juga menentukan tingkat konsumsi secara seunit atau
keseluruhan ekonomi (Sadono Sukirno, 2011).
5.3 Deskripsi Perkembangan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Permintaan Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditas bawang merah di
Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut :
1) Harga Bawang Merah
Harga merupakan salah satu komponen utama yang diperhatikan oleh
konsumen didalam pengambilan keputusan pembelian suatu barang. Oleh karena
itu, apabila dalam suatu pasar menjual sejenis barang dengan kualitas yang sama
maka konsumen akan cenderung membeli barang yang lebih murah atau rendah.
Harga komoditas pertanian seperti bawang merah relatif dan berfluktuasi. Hal ini
dipengaruhi oleh musim, pada saat musim panen bawang merah melimpah, harga
bawang merah menjadi turun atau rendah sehingga permintaan konsumen akan
barang tersebut meningkat, begitupun sebaliknya.
41
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah, 2020.
Grafik 2. Harga Bawang Merah di Sulawesi Selatan Tahun 1998-2018.
Berdasarkan Grafik 2 diatas dapat diketahui bahwa perkembangan harga
bawang merah di Sulawesi Selatan dari tahun 1998 – 2018 mengalami fluktuasi.
Pada tahun 1998 hingga tahun 2005 harga bawang merah relatif stabil. Penurunan
terendah harga bawang merah terjadi pada tahun 2007 sebesar Rp 7.530/kg. Hal
ini karenakan pada tahun tersebut terjadi over supplyakibat panen raya atau
masuknya bawang merah impor (Agustian et al., 2005). Sedangkan harga bawang
merah tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu mencapai harga Rp 37.095/kg.
Harga bawang merah di Sulawesi Selatan mengalami fluktuasi disebabkan oleh
musim panen dan ketersediaan bawang merah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nuraeni et.al (2015) yang menjelaskan bahwa penyebab tingginya fluktuasi harga
bawang merah diantaranya karena distribusi yang tidak merata sepanjang tahun
serta mekanisme stok yang belum berjalan dengan baik sehingga produksi saat
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Perkembangan Harga Bawang Merah (Rp/kg) di Sulawesi Selatan
42
awal musim tidak mampu mencukupi kebutuhan saat akhir musim (Astuti
Rahmawati,et al. 2019).
2) Harga Bawang Putih
Suatu barang dikatakan sebagai barang komplementer apabila barang
tersebut penggunaannya dapat melengkapi barang lain. Pada penelitian ini bawang
putih diasumsikan sebagai barang komplementer dari bawang merah.
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah, 2020.
Grafik 3. Harga Bawang Putih di Sulawesi Selatan Tahun 1998-2018.
Berdasarkan Grafik 3 diatas dapat diketahui bahwa perkembangan harga
bawang putih di Sulawesi Selatan selama kurun waktu 21 tahun mengalami
fluktuasi. Pada tahun 1998 sampai tahun 2009 harga bawang putih relatif stabil.
Namun pada tahun 2010 harga bawang putih meningkat sebesar Rp 18.781/kg, hal
ini dikarenakan permintaan akan bawang putih yang mulai meningkat sedangkan
pasokan berkurang. Harga bawang putih tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Perkembangan Harga Bawang Putih (Rp/Kg) di Sulawesi Selatan
43
sebesar Rp 28.245/kg. Penyebab harga bawang putih yang tinggi salah satunya
adalah terbatasnya ketersediaan. Meningkatnya impor bawang putih juga
menyebabkan berkurangnya produksi domestik. Faktor-faktor seperti ekonomi
biaya tinggi maupun rendahnya efisiensi dalam produksi domestik, dan kualitas
impor yang lebih baik dapat menyebabkan harga impor lebih murah daripada
harga domestik (Hariwibowo et al., 2015).
3) Pendapatan Per Kapita
Pendapatan merupakan faktor penting dalam menentukan permintaan
konsumen terhadap suatu barang. Besar kecilnya pendapatan masyarakan akan
mempengaruhi daya beli konsumen.
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah, 2020.
Grafik 4. Pendapatan Per Kapita di Sulawesi Selatan Tahun 1998-2018.
Pada Grafik 4 diatas menujukkan bahwa pendapatan per kapita di Sulawesi
Selatan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 1998 pendapatan per
-
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Perkembangan Pendapatan Perkapita(Rp/tahun) di Sulawesi
Selatan
44
kapita di Sulawesi Selatan sebesar Rp 2.878.968/tahun, hingga pada tahun 2018
pendapatan per kapita mencapai angka Rp 57.550.000/tahun. Peningkatan
pendapatan disebabkan oleh semakin meningkatnya pembangunan yang
menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan kesempatan kerja yang berdampak pada peningkatan
pendapatan perkapita. Meningkatnya pendapatan per kapita mendorong untuk
meningkatkan pula daya beli masyarakat. Pendapatan per kapita berhubungan
dengan tingkat permintaan konsumen, jika pendapatan meningkat maka
konsumen akan meningkatkan konsumsi akan bawang merah, begitupun
sebaliknya (Rostika, 2015).
4) Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk menggambarkan potensi banyaknya konsumen yang
akan membeli suatu barang, sehingga ada kecenderungan apabila jumlah
penduduk semakin banyak maka kebutuhan akan barang tersebut semakin
meningkat.
45
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah, 2020.
Grafik 5. Perkembangan Jumlah Penduduk di Sulawesi Selatan Tahun 1998-2018.
Pada Grafik 5 diatas dapat menunjukkan bahwa jumlah penduduk di
Sulawesi Selatan dalam kurun waktu selama 21 tahun mengalami peningkatan
yang stabil. Pada tahun 1998 jumlah penduduk di Sulawesi Selatan yaitu sebesar
6.062.212 jiwa hingga pada tahun 2018 mencapai angka 8.771.970 jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk ini disebabkan oleh berbagai hal seperti adanya
kelahiran dan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.
Jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya
dapat mempengaruhi tingkat permintaan bawang merah di Sulawesi Selatan.
Permintaan berhubungan positif dengan jumlah penduduk. Semakin banyak
jumlah penduduk, maka cenderung meningkat pula permintaan konsumen akan
bawang merah (Rahardja, 2004).
-
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
8,000,000
9,000,000
10,000,000
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Perkembangan Jumlah Penduduk (Jiwa) di Sulawesi Selatan
46
5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditas Bawang
Merah di Sulawesi Selatan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi permintaan komoditas bawang merah di Sulawesi Selatan yaitu,
harga bawang merah, harga bawang putih, pendapatan per kapita dan jumlah
penduduk. Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dari analisis regresi linier
berganda dengan menggunakan bantuan eviews adalah sebesar 0,904048, artinya
besar sumbangan keempat variabel bebas yaitu harga bawang merah, harga
bawang putih, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk mampu menjelaskan
varians sebesar 90,40% sedangkan sisanya 9,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain yang tidak diteliti.
Hasil analisis regresi linier berganda yang mempengaruhi permintaan
komoditas bawang merah di Sulawesi Selatan dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel 5. Hasil Output Permintaan Bawang Merah di Sulawesi Selatan
Variabel Bebas Koefisien t_statistik P
Harga Bawang Merah (LNHBM) -0,171835** -2,272347 0,0372
Harga Bawang Putih (LNHBP) -0,005668ns
-0,062471 0,9510
Pendapatan Perkapita (LNPPK) -0,052141ns
-0,641995 0,5300
Jumlah Penduduk (LNPEND) 2,978620*** 4,922564 0,0002
Konstanta = -34,86085 *) : Signifikan (α = 0,01%)
R2 = 0,904048 (90,40%) **) : Signifikan (α = 0,05%)
***) : Signifikan (α = 0,10%)
F hitung = 37,68745 ns : Non Signifikan (tidak signifikan)
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah, 2020.
LNPRM = -34,861 – 0,172*LNHBM – 0,006*LNHBP – 0,052*LNPPK +
2,979*LNPEND
47
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa
nilai uji F (overal all test) adalah 37,68745 dan berpengaruh nyata terhadap
tingkat kepercayaan sebesar 99 persen. Hal ini berarti bahwa keempat variabel
bebas (harga bawang merah, harga bawang putih, pendapatan perkapita dan
jumlah penduduk) yang digunakan dalam model untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan bawang merah berpengaruh secara bersama-sama
(silmutanously) terhadap variasi naik turunnya permintaan bawang merah. Hasil
analisis juga memberikan pemahaman bahwa koefisien R2 permintaan bawang
merah ini sebesar 90,40 persen, sedangkan sisanya sebesar 9,6 persen dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti.
Dari hasil analisis, variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
permintaan bawang merah adalah harga bawang merah dan jumlah penduduk.
Variabel harga bawang merah memiliki koefisien regresi sebesar -0,171835
persen. Nilai koefisien variabel tersebut menunjukkan korelasi negatif dan
berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen (0,0372 > 0,01) terhadap
permintaan bawang merah, artinya bahwa secara kuantitatif apabila harga bawang
merah naik satu persen maka permintaan akan bawang merah menurun sebesar
0,171835 persen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anjani
(2015) yang menjelaskan bahwa harga kedelai berpengaruh signifikan terhadap
permintaan dan penawaran kedelai di Indonesia pada tingkat kepercayaan 95
persen. Penelitian ini juga mendukung teori yang dikemukakan oleh Rahardja
(2004) bahwa jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan akan
barang tersebut bertambah, begitupun sebaliknya.
48
Nilai koefisien harga bawang putih di Sulawesi Selatan sebesar -0,005668.
Nilai koefisien tersebut menunjukkan korelasi negatif dan tidak berpengaruh
nyata terhadap permintaan bawang merah, artinya bahwa secara kuantitatif
apabila harga bawang putih naik satu persen maka permintaan akan bawang
merah menurun sebesar 0,9510 persen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sri Maryana, dkk (2018) tentang Analisis Permintaan Komoditas
Bawang Merah di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang menjelaskan bahwa
nilai koefisien harga bawang putih sebesar -0,06 persen bernilai negatif yang
menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap permintaan bawang merah.
Nilai koefisien variabel pendapatan perkapita di Sulawesi Selatan sebesar
-0,052141 persen. Nilai koefisien variabel tersebut menunjukkan korelasi negatif
dan secara statistiktidak berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang merah,
artinya secara kuantitatif apabila pendapatan perkapita naik satu persen maka
permintaan akan bawang merah menurun sebesar 0,5300 persen. Perubahan
pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis
barang, seperti barang netral yang akan meningkat permintaannya jika pendapatan
naik (Palar 2016).
Nilai koefisien variabel jumlah penduduk di Sulawesi Selatan sebesar
2,978620 persen. Nilai koefisien variabel tersebut menunjukkan korelasi positif
dan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen (0,0002 < 0,05)
terhadap permintaan bawang merah, artinya bahwa secara kuantitatif apabila
jumlah penduduk naik satu persen maka permintaan akan bawang merah
meningkat sebesar 2,978620 persen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
49
dilakukan oleh Nia Novalita Purba (2013) tentang Analisis Permintaan Bawang
Merah di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara, yang menjelaskan bahwa jumlah
penduduk berpengaruh secara nyata terhadap permintaan bawang merah di Kota
Medan, dengan nilai koefisien bernilai positif sebesar 0,182 persen.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai permintaan komoditas
bawang merah di Sulawesi Selatan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Perkembangan konsumsi bawang merah selama kurun waktu tahun 1998
sampai 2018 di Sulawesi Selatan meningkat sebesar 528,4 ton/tahun.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan komoditas
bawang merah di Sulawesi Selatan adalah harga bawang merah dan jumlah
penduduk. Semakin tinggi harga bawang merah maka permintaan akan bawang
merah semakin menurun. Artinya apabila harga bawang merah naik satu persen
maka permintaan akan bawang merah menurun sebesar 0,171835 persen. Dan
semakin meningkat jumlah penduduk, maka permintaan akan bawang merah
juga meningkat. Artinya apabila jumlah penduduk naik satu persen maka
permintaan akan bawang merah meningkat sebesar 2,978620 persen.
51
6.2 Saran
1. Peningkatan produksi layak dilakukan untuk memenuhi jumlah permintaan
konsumen akan bawang merah yang ada sehingga dapat mengurangi volume
impor yang berlebihan serta menjaga kestabilan harga yang layak dikalangan
masyarakat.
2. Konsumen harus memiliki pengetahuan yang baik dalam membeli bawang
merah dengan jumlah yang tepat untuk dikonsumsi dalam kehidupan sehari-
hari.
52
DAFTAR PUSTAKA
Agustian. 2005. Analisis Berbagai Bentuk Kelembagaan Pemasaran dan
Dampaknya terhadap Peningkatan Usaha Komoditas Pertanian. PSEKP-
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Departemen
Pertanian.
Ahman dan Yana Rohmana, 2009. Teori Ekonomi Mikro. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Anjani, Septi Rostika, dkk. 2015. Analisis Permintaan Kedelai di Indonesia.
SEPA. Vol.12.No.1. ISSN: 1892-9946.
Asmara dan Ardhiani. 2010. Analisis Profitabilitas Usahatani Bawang Merah
Berdasarkan Musim Di Tiga Kabupaten Sentra Produksi Di Indonesia.
Http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/12/10-analisis
profitabilitas-usahatani-bawang.pdf. Diakses pada Tanggal 8 Maret 2020.
Astuti Rahmawati, Anna Fariyanti, dan Amzul Rifin. 2019. Faktor Penentu
Integrasi Pasar Spesial Bawang Merah di Indonesia. Departemen
Agribisnis. Institut Pertanian Bogor.
Badan Litbang Pertanian. 2006. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
Bawang Merah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kementrian Pertanian.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2018. Sulawesi Selatan dalam
Angka 2018.
Barus, A.,et. al.2014. Analisis Permintaan dan Penawaran Kedelai di Sumatera
Utara. Journal On Social Economic Of Agriculture And
Agribusiness, 3(1).
Buletin Konsumsi Pangan. 2019. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Sekretariat Jenderal. Kementrian Pertanian.
Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Haris F. 2015. Analisis Profabilitas Usahatani Bawang Merah Berdasarkan
Musim di Tiga Kabupaten Sentra Produksi Di Indonesia. Jurnal Sepa. Vol
11 No 2.
53
Hariwibowo et al. 2015. Analisis Permintaan Bawang Putih di Indonesia. Jurnal
Habitat Vol 25 (2).
Hendriani dan Sri Ratna. 2005. Analisis Permintaan Beras di Kabupaten
Karawang. Skripsi Mahasiswa SI. Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.
Istina, I. N. 2016. Peningkatan Produksi Bawang Merah Melalui Teknik
Pemupukan NPK. Jurnal Agro. 3(1). 36-42.
James dan Michael. 2001. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta.
Listiyaningrat. 2007. Analisis Permintaan Kedelai di Kota Surakarta. Skripsi
Mahasiswa SI. Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.
Mankiw, N. Gregory, 2003. Pengantar Ekonomi. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.
Nawawi H. Hadari, 2005. Metode Peneltian Bidang Sosial.Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Nugraheni. 2008. Analisis Permintaan Beras pada Rumah Tangga Miskin di
Kabupaten Demak.
Nuraeni Dini, Anindita Ratya, dan Syarfial. 2015. Analisis Variasi Harga dan
Integrasi Pasar Bawang Merah di Jawa Barat. HABITAT.
Nurhapsa, Kartini, dan Arham. 2015. Analisis Pendapatan Dan Kelayakan
Usahatani Bawang Merah Di Kecamatan Anggeraja Kabupaten
Enrekang.Jurnal Galung Tropika. Vol 4 No 3.
Oktiana. 2011. Analisis Permintaan Energi Listrik Pada Rumah Tangga Di Kota
Bandar Lampung. Lampung.
Palar. 2016. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Cabai Rawit di Kota
Manado. Jurnal. Agri-Sosioekonomi.
Pitojo, S. 2003. Penangkaran Benih Bawang Merah. Kanisius. Yogyakarta.
Pracoyo, A. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.
Purba dan Nia Novalita. 2013. Permintaan Bawang Merah di Medan. Fakultas
Pertanian USU.
Purmiyati. 2002. Analisis Profitabilitas Usahatani Bawang Merah Berdasarkan
Musim Di Tiga Kabupaten Sentra Produksi Di Indonesia.
54
Http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/12/10-analisis-
profitabilitas-usahatani-bawang.pdf. Diakses pada Tanggal 8 Maret 2020.
Rahardja. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikrokonomi & Makrokonomi.
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Rahayu, E dan Nur B.F.A. 2009. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ratna. 2017. Analisis Impor Bawang Merah di Indonesia Periode 2000-
2015.Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sarnowo, Henry, Danang Sunyoto. 2013. Pengantar Ilmu Ekonomi
Mikro. Yogyakarta:CAPS.
Sihombing, L., & Salmiah, C. (2016). Analisis Permintaan dan Penawaran Cabai
Merah di Provinsi Sumatera Utara. JOURNAL ON SOCIAL
ECONOMIC OF AGRICULTURE AND AGRIBUSINESS, 5(1).
Sri Maryana, dkk. 2018. Analisis Permintaan Komoditi Bawang Merah di
Kabupaten Timor Tengah Selatan. Skripsi. Program Studi Agribisnis.
Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana.
Stato. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Bawang
Merah dan Peramalannya. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sugiyono.2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta, CV.
Sukirno. 2012. Teori Pengantar Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Suriani, N. 2012. Bawang Bawa Untung. Budidaya Bawang Merah dan Bawang
Merah. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Tentamia, M. K. 2002. Analisis Penawaran dan Permintaan Bawang Merah di
Indonesia. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Wardhani, N. K. (2011). Analisis permintaan kentang di Kabupaten Boyolali.
Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.
57
2. Lampiran Analisis Trend Konsumsi Bawang Merah di Sulawesi Selatan
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,827899694
R Square 0,685417903
Adjusted R Square 0,66886095
Standard Error 2279,139018
Observations 21
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 215038723,7 215038723,7 41,3975883 3,61645E-06
Residual 19 98695018,62 5194474,664
Total 20 313733742,3
Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%
Intercept -1042707,481 164926,7636 -6,322245449 4,5607E-06 -1387903,16 -697511,8 -1387903,164 -697511,7971
Tahun 528,461039 82,13446897 6,434095765 3,6165E-06 356,5516197 700,370458 356,5516197 700,3704582
58
3. Lampiran Hasil Olah Data Analisis Regresi Linier Berganda
Dependent Variable: LNPRM Method: Least Squares Date: 08/15/20 Time: 21:26 Sample: 1998 2018 Included observations: 21
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -34.86085 8.764235 -3.977626 0.0011 LNHBM -0.171835 0.075620 -2.272347 0.0372 LNHBP -0.005668 0.090735 -0.062471 0.9510 LNPPK -0.052141 0.081217 -0.641995 0.5300 LNPEND 2.978620 0.605095 4.922564 0.0002 R-squared 0.904048 Mean dependent var 9.793662 Adjusted R-squared 0.880060 S.D. dependent var 0.245176 S.E. of regression 0.084910 Akaike info criterion -1.890188 Sum squared resid 0.115356 Schwarz criterion -1.641492 Log likelihood 24.84697 Hannan-Quinn criter. -1.836214 F-statistic 37.68745 Durbin-Watson stat 2.050866 Prob(F-statistic) 0.000000 Estimation Command: ========================= LS LNPRM C LNHBM LNHBP LNPPK LNPEND Estimation Equation: ========================= LNPWR = C(1) + C(2)*LNHBM + C(3)*LNHBP + C(4)*LNPPK + C(5)*LNPEND Substituted Coefficients: ========================= LNPRM = -34.8608482342 - 0.171835372526*LNHBM - 0.00566828744791*LNHBP -
0.052140977361*LNPPK + 2.97861983254*LNPEND
65
RIWAYAT HIDUP
Suganda Lestari Surutin, lahir di Enrekang tanggal 03 Juni
1997 dari pasangan Bapak Surutin dan Ibu Nurhayati. Penulis
merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Pendidikan
formal yang dilalui penulis adalah SDN 129 BUNU’ dan lulus
tahun 2010, SMPN 3 ALLA’ dan lulus tahun 2013, kemudian melanjutkan
pendidikan ke SMKN 2 ENREKANG dan lulus pada tahun 2016. Pada tahun
yang sama, penulis lulus seleksi masuk Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Balai Benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura Maros. Tugas akhir dalam perkuliahan
diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Analisis Permintaan
Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan”.