analisis perbandingan stock split terhadap abnormal return, risiko ...
Transcript of analisis perbandingan stock split terhadap abnormal return, risiko ...
i
ANALISIS PERBANDINGAN STOCK SPLIT TERHADAP
ABNORMAL RETURN, RISIKO SISTEMATIS, DAN
VOLUME PERDAGANGAN SAHAM (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2006-2013)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
Pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
MILA HARDIAN RAHMAWATI
NIM 12010110141103
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
ii
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun : Mila Hardian Rahmawati
Nomor Induk Mahasiswa : 12010110141103
Fakultas / Jurusan : Ekonomika dan Bisnis / Manajemen
Judul Skripsi :
Dosen Pembimbing : Astiwi Indriani, S.E., M.M
Semarang, 4 September 2014
Dosen Pembimbing
(Astiwi Indriani, S.E., M.M)
NIP. 19840901 201012 2 005
PENGARUH STOCK SPLIT TERHADAP
ABNORMAL RETURN, RISIKO SISTEMATIS,
DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM
(Studi Kasus Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2013)
iii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Penyusun : Mila Hardian Rahmawati
Nomor Induk Mahasiswa : 12010110141103
Fakultas / Jurusan : Ekonomika dan Bisnis / Manajemen
Judul Skripsi :
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 16 September 2014
Tim Penguji
1. Astiwi Indriani, S.E., M.M (………………………………….)
2. Drs. Prasetiono, M.Si. (………………………………….)
3. Drs. R. Djoko Sampurno, M.M. (………………………………….)
PENGARUH STOCK SPLIT TERHADAP
ABNORMAL RETURN, RISIKO SISTEMATIS,
DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM
(Studi Kasus Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2013)
iv
PENYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul : PENGARUH
STOCK SPLIT TERHADAP ABNORMAL RETURN, RISIKO SISTEMATIS,
DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM (Studi Kasus Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2013) adalah
benar hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain
yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam rangkaian kalimat atau
simbol yang menunjukkan gagasan atau pedapat atau pemikiran dari penulis lain,
yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat
bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin itu, atau yang saya ambil dari tulisan
orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.
Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di
atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang
saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya
melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil
pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas
batal saya terima.
Semarang, 4 September 2014
Yang membuat pernyataan,
(Mila Hardian Rahmawati)
NIM. 12010110141103
v
MOTTO
“Tersenyumlah dalam situasi apapun, tanpa disadari senyum itu yang
akan menguatkanmu”
-Anomin-
“ No matter how your heart is grieving, if you keep on believing, the dream that you
wish will come true”
-little Disney lyrics-
“Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. sesungguhnya beserta
kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai, tegakkanlah. Dan
hanya kepada Tuhanmu hendaknya engkau berharap”
(Q.S. Al-Insyirah: 5-8)
Kupersembahkan Skripsi Ini Untuk:
Bapak Tercinta, Drs. Suhartoyo
Ibu Tercinta, Dra. Ambar Dianawati
Para sahabat dan teman yang telah mendukung
Dosen Pembimbingku, Astiwi Indriani, S.E., M.M yang membimbing
tanpa pamrih
vi
ABSTRACT
Stock split is a change to the number of outstanding shares and nominal value
per shares in accordance with the split factor specified by the company.This research
aims to analyze the difference in abnormal return, systematic risk, and trading volume
activity before and after the stock split, in which investors can use the announcement
stock split to gain an advantage.
This research uses event study method to observe abnormal return, systematic
risk, and trading volume activity within ten days before and after the announcement.
This research uses secondary data that collected from Indonesian Capital Market
Directory (ICMD) 2006 up to 2013, www.idx.co.id, and BEI corner Business and
Economics Faculty of Diponegoro University. There are 20 samples for this research.
They are stocks of companies which implemented stock split policy within 2006 up
to 2013 and which have been listed in BEI.
The method used was paired sample t-test and wicoxon signed rank test.
Paired sample t-test was used when normally distributed variables and wilcoxon
signed rank test was used when variables were not normally distributed. The test
results showed that H1 and H2 are rejected, meaning there are no significant
differences before and after stock split on the abnormal return variable and systematic
risk. While only the result H3 is received, meaning that trading volume activity
showed significant differences before and after the stock split.
Keywords : stock split, abnormal return, systematic risk, trading volume activity,
event study
vii
ABSTRAK
Stock split atau pemecahan saham merupakan perubahan terhadap jumlah
saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan split factor
yang telah ditentukan oleh perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perbedaan abnormal return, risiko sistematis, dan volume perdagangan saham
sebelum dan sesudah stock split, sehingga investor dapat memanfaatkan
pengumuman stock split untuk mendapatkan keuntungan.
Penelitian ini menggunakan event study, dimana dilakukan pengamatan
terhadap rata-rata abnormal return, risiko sistematis, dan volume perdagangan saham
selama sepuluh hari sebelum pengumuman dan sepuluh hari sesudah pengumuman.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Indonesian Capital
Market Directory (ICMD) tahun 2006 sampai dengan 2013, www.idx.co.id dan pojok
BEI Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Sampel yang
digunakan berjumlah 20 perusahaan merupakan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI dan melakukan stock split periode 2006-2013.
Metode yang digunakan adalah uji paired sample t-test dan wilcoxon signed
rank test. Uji paired sample t-test digunakan jika variabel berdistribusi normal dan uji
wilcoxon signed rank test digunakan jika variabel tidak terdistribusi normal. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa H1 dan H2 ditolak yang artinya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah stock split pada variabel abnormal
return dan risiko sistematik. Sedangkan hanya hasil H3 yang diterima, artinya
variabel volume perdagangan saham menunjukkan perbedaan yang signifikan
sebelum dan sesudah stock split.
Kata kunci : stock split, abnormal return, risiko sistematis, dan volume perdagangan
saham, event study
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat,
hidayah, serta kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan lancar. Penulisan skripsi dengan judul Pengaruh Stock plit Terhadap
Abnormal Return, Risiko Sistematis, dan Volume Perdagangan Saham (Studi
Kasus Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2013) disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Jurusan Manajemen Universitas
Diponegoro.
Penulis menyadari bahwa baik dalam pengungkapan, penyajian dan pemilihan
kata-kata maupun pembahasan materi skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu dengan penuh kerendahan hari penulis mengharapkan saran, kritik, dan
segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk memperbaiki skripsi ini.
Pada kesemptan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-
pihak yang membantu terselesaikannya skripsi ini terutama kepada:
1. Prof. Drs. H. Mohamad Nasir, M.,Si, Akt, Ph.D selaku Dekan Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang, yang telah
memberikan ijin penulisan skripsi.
2. Astiwi Indriani, S.E., M.M selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Hj. Indi Djastuti, M.S. selaku Dosen Wali yang telah memberikan bantuan
selama penyusunan skripsi ini.
ix
4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro Semarang, atas ilmu dan bantuan yang diberikan
kepada penulis.
5. Pak Aziz dan seluruh karyawan IDX cabang Semarang, yang memberikan
kemudahan pencarian data dalam penyusunan skripsi.
6. Bapak dan Ibu penulis yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat
tanpa henti kepada penulis.
7. Keluarga besar Alm. Suyono dan Alm. Suwarno yang telah memberikan
dorongan semangat kepada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan Bagol, Bira, Lae, Dicky, Sany, Alfa, Dhessy,
Putri, Dira, Danar, Andro dan Manajemen R2 kelas A yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
9. Teman-teman sepemikiran Maya, Intan, Fani, Tarina, Saman Economics
2010, tim misi budaya International Dance Festival, Vietnam serta UPK Tari
FEB UNDIP yang selalu berbagi suka duka kepada penulis.
10. Teman-teman kost Mbak Fithri, Mbak Etty, Saras, Dita, Bebe, Lutfi, Dewi,
Kiki, Rifna, Ayu.
11. Tim II KKN UNDIP 2013 Anat, Chella, Yuyun, Ria, Bebby, Andy, Mas
Fikar, Mas Bambang, Mas Sigit yang telah memberikan dukungan kepada
penulis.
12. Teman-teman BEM khususnya Divisi III Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro.
x
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis menghargai semua saran dan masukan
yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi manajemen
perusahaan, investor, bagi kalangan akademis serta bagi penulis sendiri.
Terima Kasih,
Semarang, 4 September 2014
(Mila Hardian Rahmawati)
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN ...................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .............................................. iv
MOTTO ......................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 14
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 16
1.4 Sistematika Penulisan .......................................................................... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar ....................................................................................... 18
2.1.1 Pemecahan Saham (Stock Split) ............................................... 18
2.1.2 Jenis Stock Split ........................................................................ 22
2.1.3 Pasar Efisien ............................................................................. 23
2.1.4 Teori Stock Split ....................................................................... 26
2.1.4.1 Signalling Theory…………………………………….. 26
2.1.4.2 Optimal Trading Range Theory………………………. 28
2.1.5 Abnormal Return ...................................................................... 29
2.1.6 Risiko Sistematis ...................................................................... 30
2.1.6.1 Pengertian Risiko ......................................................... 30
2.1.6.2 Beta .............................................................................. 34
2.1.7 Volume Perdagangan Saham (TVA) ....................................... 36
2.1.8 Event Study ............................................................................... 37
2.1.9 Hubungan Stock Split dengan Abnormal Return ...................... 38
2.1.10 Hubungan Stock Split dengan Risiko Sistematis ...................... 40
2.1.11 Hubungan Stock Split dengan TVA ......................................... 41
2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 42
2.3 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 48
2.4 Perumusan Hipotesis ............................................................................ 50
xii
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...................................... 51
3.1.1 Variabel Penelitian ................................................................... 51
3.1.2 Definisi Variabel Operasional .................................................. 51
3.2 Populasi dan Sampel ............................................................................ 54
3.3 Jenis dan Sumber Dana ........................................................................ 56
3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 57
3.5 Metode Analisis ................................................................................... 57
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif ..................................................... 58
3.5.2 Uji Normalitas .......................................................................... 59
3.5.3 Uji Hipotesis ............................................................................ 59
3.5.3.1 Paired Sample T-Test (Uji Sampel Berpasangan) ....... 60
3.5.5.2 Wilcoxon Signed Rank Test......................................... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ................................................................... 63
4.2 Analisis Data ........................................................................................ 65
4.2.1 Abnormal Return Sebelum dan Sesudah Stock Split ................ 65
4.2.2 Risiko Sistematis Sebelum dan Sesudah Stock Split ................ 70
4.2.3 TVA Sebelum dan Sesudah Stock Split ................................... 74
4.3 Pembahasan .......................................................................................... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 81
5.2 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 82
5.3 Saran .................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 85
LAMPIRAN .................................................................................................... 88
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Rata-Rata Return Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split ......... 13
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu .................................................... 46
Tabel 3.1 Ringkasan Definisi Operasional .................................................... 54
Tabel 3.2 Sampel Perusahaan yang Melakukan Stock Split .......................... 55
Tabel 4.1 Sampel Perusahaan Manufaktur .................................................... 65
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Abnormal Return ............................................ 66
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Abnormal Return ........................................ 68
Tabel 4.4 Hasil Uji T-Test Abnormal Return ................................................ 69
Tabel 4.5 Deskripsi Statistik Risiko Sistematis ............................................. 70
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Risiko Sistematis ......................................... 72
Tabel 4.7 Hasil Uji T-Test Risiko Sistematis ................................................ 73
Tabel 4.8 Deskripsi Statistik TVA ................................................................ 74
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas TVA............................................................. 76
Tabel 4.10 Hasil Uji T-Test TVA .................................................................... 77
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Hubungan Risiko dan Return .............................................. 31
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 50
Gambar 4.1 Grafik Rata-Rata Abnormal Return Periode Stock Split ..... 67
Gambar 4.2 Grafik Rata-Rata Risiko Sistematis Periode Stock Split ...... 71
Gambar 4.3 Grafik Rata-Rata TVA Periode Stock Split………………. 75
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran Daftar Perusahaan Sampel ........................................................... 88
Lampiran Data Return Pasar ........................................................................ 89
Lampiran Data Indeks Harga Saham Gabungan .......................................... 90
Lampiran Data Abnormal Return Saham..................................................... 91
Lampiran Data Risiko Sistematis ................................................................. 92
Lampiran Data Volume Perdagangan Saham (TVA) .................................. 93
Lampiran Hasil Abnormal Return Sebelum dan Sesudah Stock Split ......... 94
Lampiran Hasil Risiko Sistematis Sebelum dan Sesudah Stock Split ......... 96
Lampiran Hasil TVA Sebelum dan Sesudah Stock Split. ............................ 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pasar modal (capital market) dapat dikatakan sebagai suatu situasi di mana
para penjual dan pembeli dapat melakukan negosiasi terhadap pertukaran suatu
komoditas atau kelompok komoditas, dan komoditas yang dipertukarkan di sini
adalah modal (Ang,1997). Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan
maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan
berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal merupakan penghubung kegiatan jual
beli jangka panjang dan kegiatan terkait lainnya yang akan menunjang pertumbuhan
riil ekonomi secara keseluruhan.
Pasar modal harus besifat likuid dan efisien. Pasar modal dikatakan likuid jika
penjual dapat menjual dan pembeli dapat membeli surat-surat berharga dengan cepat.
Pasar modal dikatakan efisien jika harga dari surat-surat berharga mencerminkan nilai
dari perusahaan dengan akurat. Jika pasar modal sifatnya efisien, harga dari surat
berharga mencerminkan penilaian dari investor terhadap prospek laba perusahaan di
masa mendatang serta kualitas dari manajemennya. Jika calon investor meragukan
kualitas dari manajemen, keraguan ini dapat tercermin dari harga surat berharga yang
turun. Dengan demikian pasar modal dapat digunakan sebagai sarana tidak langsung
pengukur kualitas manajemen. Juga pemegang saham mempunyai hak
2
mengawasi manajemen melalui hak veto di dalam petemuan dan pemilihan
manajemen (Jogiyanto, 2014).
Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian dan menunjang
perkembangan ekonomi suatu negara karena menjadi alternatif pembiayaan jangka
panjang. Sumber dana operasional perusahaan-perusahaan merupakan suatu tonggak
perekonomian negara. Dengan adanya sumber pendanaan jangka panjang maka roda
pembangunan di sektor swasta dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Di sisi
lain, dengan adanya pasar modal maka makin banyak perusahaan yang akan go-
public. Masyarakat dapat ikut berinvestasi, memiliki dan mengawasi perusahaan.
Semakin banyak perusahaan yang melakukan go-public maka pemerataan pendapatan
pun akan semakin meningkat.
Sedangkan dari sisi perusahaan, ketika perusahaan sudah memutuskan untuk
melakukan go-public maka perusahaan harus terbuka terhadap publik. Manajemen
perusahaan pun dituntut untuk lebih profesional karena segala hal dapat dipantau oleh
masyarakat luas. Ketika pengelolaan manajemen semakin profesional maka kualitas
output perusahaan pun akan meningkat. Pasar modal juga merupakan sarana bagi
pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari
masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat
digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-
lain.
Pasar modal tentunya membutuhkan suatu tempat tertentu untuk
melaksanakan kegiatan jual beli. Tempat berlangsungnya transaksi perdagangan efek
3
ini disebut bursa efek / stock exchange. Dalam bab I pasal 1 UUPM No.8/1995
tentang ketentuan umum mendefinisikan bursa efek dan efek sebagai berikut: Bursa
efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana
untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan efek diantara mereka. Sedangkan efek adalah surat berharga, yaitu
surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang,
unit penyertaan investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif
dari efek (Ang, 1997).
Instrumen-instrumen keuangan yang diperdagangkan di bursa efek merupakan
instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi,
waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan
lain-lain.
Saham merupakan suatu tanda bukti kepemilikan perusahaan. Dengan
memiliki saham, secara otomatis investor ikut serta dalam kepemilikan perusahaan
tersebut dan berhak untuk ikut menikmati keuntungan dari perusahaan melalui
deviden yang dibagikan.
Pasar modal yang ada dapat menunjukkan reaksi yang cukup signifikan
terhadap suatu saham dikarenakan adanya informasi yang diterima mengenai hal- hal
yang cukup mendasar maupun isu -isu yang cukup menyita perhatian para pelaku
pasar, atau dengan kata lain reaksi pasar sangat ditentukan dengan adanya informasi.
Beberapa informasi atau fakta material yang terdapat di pasar modal misalnya:
penggabungan usaha (merger), pengambilalihan (acquisition), peleburan usaha
4
(consolidation), pemecahan saham (stock split), pembagian deviden saham (stock
dividend) dan sebagainya.
Salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk menyampaikan informasi
kepada investor yaitu dengan melakukan kebijakan pemecahan saham (stock split).
Stock split adalah suatu kebijakan memecah nilai nominal saham saat ini oleh emiten
menjadi nilai nominal saham yang lebih kecil. Kebijakan ini bertujuan agar harga
saham tidak terlalu tinggi sehingga sahamnya dapat terjangkau oleh investor yang
bermodal pas-pasan. Semakin banyak jumlah saham yang diperdagangkan (likuid),
diharapkan pasar akan semakin ramai. Peluang untuk mendapatkan keuntungan yang
lebih tinggi juga tersedia.
Pemegang saham lama harus menukarkan sahamnya dengan saham baru yang
memiliki nilai nominal lebih rendah saat perusahaan mengumumkan stock split.
Sebab jika batas waktu penukaran yang ditetapkan terlampaui, maka saham dengan
nilai nominal lama tidak bisa diperdagangkan di bursa. Perubahan nilai nominal
tersebut hanya mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak
mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal disetor (paid in capital). Dhar dan
Chhaochharia (2008) menemukan bahwa pemecahan terjadi pada rasio apapun, yang
paling sering digunakan adalah pemecahan saham 2:1, 3:2, 5:4 , 4:3 dll, setelah
memecah saham menjadi 2:1, misalnya, masing-masing pemegang saham memiliki
dua kali lebih banyak saham perusahaan, tetapi masing-masing hanya mewakili klaim
sebanyak setengah aset dan laba perusahaan. Dengan kata lain, aksi pemecahan
saham tidak akan mengurangi atau menambah nilai investasi dari pemegang saham
5
atau investor. Walaupun secara teoritis dikatakan bahwa stock split tidak mempunyai
nilai ekonomis, akan tetapi banyaknya perusahaan yang melakukan pemecahan
saham di pasar modal menunjukkan bahwa pemecahan saham merupakan alat yang
penting dalam praktek pasar modal.
Bagi investor, pengumuman stock split dianggap sebagai sinyal positif karena
manajemen perusahaan akan menyampaikan prospek masa depan yang baik dari
perusahaan kepada publik. Alasan sinyal ini didukung oleh kenyataan bahwa
perusahaan yang melakukan stock split merupakan perusahaan yang memiliki kinerja
yang baik. Jika pasar bereaksi pada saat pengumuman stock split, bukan berarti pasar
bereaksi karena informasi stock split tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis, tetapi
bereaksi karena mengetahui prospek perusahaan di masa depan yang disinyalkan
melalui stock split. Hanya perusahaan yang mempunyai kondisi yang sesuai dengan
yang disinyalkan yang akan mendapatkan reaksi positif.
Perusahaan yang melakukan stock split biasanya adalah perusahaan-
perusahaan besar dan yang mempunyai harga saham yang tinggi, untuk menjaga
likuiditas sahamnya perusahaan melakukan kebijakan stock split, yang menyebabkan
harga saham menjadi rendah karena pemecahan, hal ini akan menimbulkan suatu
reaksi pasar yang positif meskipun nilai dari saham tersebut tidak berubah secara
ekonomi tetapi investor akan tertarik dalam menginvestasikan dananya ke perusahaan
dengan harapan akan mendapatkan return dari informasi stock split tersebut
(Surtikanti dan Devi, 2010).
6
Tujuan utama perusahaan melakukan stock split adalah untuk meningkatkan
likuiditas saham sehingga distribusi saham menjadi lebih luas dengan masuknya para
investor kecil. Hal ini dapat diartikan bahwa kenaikan likuiditas disebabkan karena
penambahan jumlah investor potensial dan naiknya permintaan saham yang mengacu
pada perubahan proporsi yang dimiliki oleh investor potensial maupun pemilik
sebelumnya. Selain itu, stock split digunakan untuk menempatkan saham dalam
trading range yang optimal sehingga meningkatkan efisiensi pasar. Hanya
perusahaan yang memiliki kinerja yang baik saja yang dapat melakukan stock split
(Winarso, 2005), karena untuk melakukan stock split perusahaan harus menanggung
semua biaya yang ditimbulkan oleh stock split tersebut seperti biaya penerbitan
saham, biaya percetakan saham, biaya perijinan, dan lain sebagainya.
Sedangkan manfaat split secara langsung tidak nampak pada laporan
keuangan perusahaan, namun harus dipandang dari sudut psikologis perusahaan,
yaitu dampak yang ditimbulkan dari sinyal yang muncul di bursa. Investor akan
merasa seolah-olah menjadi lebih makmur karena memegang saham dalam jumlah
yang lebih banyak. Hal itu merupakan upaya perusahaan untuk memoles saham agar
terlihat lebih menarik di mata investor. Jika manajer dapat meningkatkan harga
dengan melakukan stock split di perusahaan mereka, baik perusahaan overvaluaded
maupun undervaluaded akan memilih untuk membagi saham mereka. Untuk berbagai
alasan, stock split dapat meningkatkan total nilai pasar untuk saham yang beredar.
Hal ini berarti bahwa ada manfaat yang didapatkan dari sebuah proses pemecahan
saham perusahaan.
7
Bhattacharya dan Amy Dittmar (dalam Djajasaputra,2009) berpendapat
bahwa perusahaan yang memiliki kondisi fundamental yang dipercaya oleh investor
akan dapat dibedakan dari perusahaan yang memiliki kondisi fundamental yang
kurang terpercaya, karena sinyal yang diberikan bersifat “costly” atau mahal
mengakibatkan informasi tersebut sulit untuk ditiru, sehingga reaksi dari para
investor terhadap informasi tersebut menunjukkan bahwa investor percaya akan
kondisi perusahaan di masa mendatang. Adanya hubungan negatif antara biaya
transaksi saham dan besarnya harga saham juga menunjukkan bahwa hanya
perusahaan yang memiliki prospek masa depan yang bagus yang mampu
menanggung biaya transaksi akibat adanya stock split tersebut.
Ada dua teori dalam literatur yang mencoba untuk menjelaskan abnormal
return di sekitar stock split. Pertama, the information theory yang diusulkan oleh
Fama, Fisher, Jensen dan Roll (1969) dan Grinblatt, Masulis, dan Titman (1984)
dalam Jain dan Mohammad (2012) berpendapat bahwa manajer menyampaikan
informasi positif tentang kinerja perusahaan melalui pemecahan saham. Manajer
diasumsikan mempunyai informasi yang superior tentang prospek perusahaan di
masa depan. Mereka sering menggunakan stock split untuk menyampaikan sinyal
positif ke pasar. Dengan demikian pengumuman stock split terkait dengan abnormal
return positif bagi keputusan perusahaan dalam membagi sahamnya. Kedua, the
liquidity theory yang diusulkan oleh Baker dan Gallagher (1980), Lakonishok dan
Lev (1987) yang menegaskan bahwa pemecahan saham meningkatkan likuiditas
perusahaan dengan menggerakkan harga saham ke tingkat yang lebih rendah dan
8
membuat saham dapat dijangkau oleh investor, baik investor besar maupun kecil,
sehingga menghasilkan abnormal return.
Menurut Ang (1997), ada dua faktor yang mempengaruhi return suatu
investasi meliputi pertama, faktor internal perusahaan seperti kualitas dan reputasi
manajemen, struktur modal, struktur hutang perusahaan, dan sebagainya. Kedua,
menyangkut faktor eksternal, misalnya pengaruh kebijakan moneter dan fiskal,
perkembangan sektor industri, faktor ekonomi misalnya terjadi inflasi (kenaikan
harga) atau deflasi (penurunan harga). Stock split yang dilakukan oleh perusahaan
akan memaksa investor untuk melakukan penyusunan kembali portofolio
investasinya. Penyusunan ini tidak terlepas dari pertimbangan risiko saham
(volatilitas harga saham) yang membentuk portfolio tersebut sehingga investor
berharap untuk dapat memilih tingkat risiko investasi yang paling kecil
(Pertiwi,2006).
Menurut Ruhama (2012), dalam berinvestasi return dan risiko merupakan dua
hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Return dan risiko mempunyai
hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar
return yang harus dikompensasikan. Tandelilin (2010), hubungan risiko dan return
yang diharapkan dari suatu investasi yang searah dan linier menjawab pertanyaan
mengapa tidak semua investor hanya berinvestasi pada aset yang menawarkan tingkat
return yang paling tinggi. Sesuai dengan prinsip investasi tersebut yaitu high risk-
high return, investasi pada saham memiliki risiko yang cukup tinggi yang apabila
tidak diperhitungkan dengan cermat dan benar akan mengakibatkan kerugian yang
9
besar bagi investor. Investor juga harus dapat meramalkan kemungkinan pergerakan
saham tersebut di masa yang akan datang agar terhindar dari risiko investasi.
Risiko adalah seberapa jauh hasil yang diperoleh dapat menyimpang dari hasil
yang diharapkan. Dalam konteks portofolio pasar, risiko terbagi menjadi dua yaitu
risiko yang dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio disebut risiko yang
dapat di-diversifikasi (diversifable risk) atau risiko unik (unique risk) atau risiko
perusahaan (company risk) atau risiko yang tidak sistematik (unsystematic risk).
Kedua, risiko yang tidak selalu ada dan tidak dapat dihilangkan oleh portofolio
disebut non-diversifable risk atau risiko pasar (market risk) atau risiko umum
(general risk) atau risiko sistematis (systematic risk). Risiko ini mempengaruhi semua
perusahaan sehingga tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Risiko sistematis
dari saham yang diperjualbelikan di pasar modal dinyatakan dengan Beta (β) yang
besarnya berbeda untuk masing-masing saham. Beta merupakan pengukur risiko
sistematis antara stock split dengan risiko saham. Informasi stock split dalam
kaitannya dengan dampak terhadap risiko sistematis dan abnormal return menjadi
sesuatu yang perlu dipertimbangkan oleh para investor dan calon investor dalam
memutuskan untuk membeli atau melepas saham yang dimiliki (Jogiyanto, 2014).
Keputusan investor untuk mempertahankan atau menjual saham pada saat
perusahaan mengambil kebijakan stock split akan berdampak pada volume
perdagangan saham perusahaan. Volume perdagangan merupakan suatu alat yang
digunakan untuk melihat ada atau tidaknya reaksi pasar terhadap suatu peristiwa
10
tertentu, untuk melihat pengaruh pemecahan saham terhadap aktivitas perdagangan
saham (Rumanti dan Moerdiyanti,2011).
Menurut Pramana dan Wisnu (2012), adanya sinyal positif setelah
pengumuman stock split membuat investor tertarik untuk membeli saham perusahaan
sehingga jumlah transaksi saham meningkat dan berdampak pada peningkatan
likuiditas saham perusahaan. Likuiditas saham merupakan cepat lambatnya saham
tersebut dapat diperjualbelikan. Saham yang likuid adalah saham yang sering
diperdagangkan. Likuiditas tersebut dapat dilihat melalui aktivitas volume
perdagangan atau Trading Volume Activity (TVA). Apabila volume saham yang
diperdagangkan (trading) lebih besar daripada volume saham yang diterbitkan
(listing), maka semakin likuid saham tersebut sehingga aktivitas volume perdagangan
meningkat.
Perusahaan berusaha untuk menjalankan usahanya secara berkelanjutan.
Dalam masa itu, perusahaan diharapkan akan tumbuh dari tahun ke tahun. Kalangan
internal maupun eksternal perusahaan mengharapkan adanya pertumbuhan dari tahun
ke tahun. Perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi membutuhkan lebih banyak
dana karena banyaknya kesempatan investasi yang dilakukan. Dana tersebut dapat
diperoleh perusahaan salah satunya adalah dengan penjualan saham. Bagi perusahaan,
pertumbuhan diharapkan dapat meningkatkan investasi perusahaan. Sedangkan bagi
investor, pertumbuhan akan menentukan tingginya return atas investasi yang mereka
tanamkan.
11
Penelitian yang dilakukan oleh Rumanti dan Moerdiyanto (2011) dengan
Abnormal Return dan Trading Volume Activity (TVA) sebagai variabel dependen dan
stock split sebagai variabel independen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
abnormal return sebelum dan sesudah stock split. Model analisis menggunakan
paired sample t-test. Hal ini sejalan dengan penelitian Jain dan Mohammad (2012)
yang berjudul The Effect of Stock Split Announcements on Abnormal Return during
Financial Crisis yang menemukan bahwa adanya reaksi pasar yang positif terhadap
pengumuman stock split meskipun sedang kondisi krisis keuangan (2008-2011).
Reaksi pasar dibuktikan dengan rata-rata abnormal return yang positif dari
pengumuman stock split. Tetapi Santanu (2004) menyanggah dalam penelitian yang
berjudul Pengujian Efisiensi Bentuk Setengah Kuat secara Keputusan: Analisis
Pengumuman Stock Split di Bursa Efek Jakarta. Hasil pengujian abnormal return
semua sampel perusahaan (average abnormal return) selama event window dengan
menggunakan one sampel t – test, ternyata tidak menunjukkan hasil yang signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ruhama (2010) dengan judul dampak
publikasi stock split terhadap tingkat keuntungan dan risiko sistematik pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2009 menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang risiko sistematik yang signifikan sebelum dan sesudah
stock split. Adanya perbedaan tersebut dapat disebabkan karena harga saham sesudah
pengumuman stock split tidak begitu disukai para investor dan lebih memilih harga
saham yang stabil. Namun penelitian yang dilakukan oleh Januar (2011) tentang
analisis dampak pengumuman stock split dan reverse stock split terhadap abnormal
12
return dan perubahan beta saham menemukan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan
beta saham yang signifikan antara sebelum dan sesudah stock split. Hal ini
mengindikasikan bahwa faktor internal perusahaan (pengumuman stock split) tidak
mengakibatkan perubahan beta yang signifikan sedangkan faktor eksternal
perusahaan seperti kondisi perekonomian yang meliputi: inflasi, GDP, GNP
mempunyai pengaruh terhadap beta saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Aduda dan Chemarum (2010) yang berjudul
market reaction to stock split (empirical evidende from the Nairobi Stock Exchange)
menemukan hasil bahwa pasar bereaksi positif terhadap pemecahan saham. Adanya
peningkatan volume saham yang diperdagangkan setelah stock split dibandingkan
sebelum stock split. Hal ini konsisten dengan hipotesis signalling yang menyatakan
bahwa manajer perusahaan membagi saham mereka sebagai sarana untuk
menyampaikan informasi kepada pemegang saham dan investor. Lestari dan Eko
(2008) dalam penelitian yang berjudul pengaruh stock split: analisis likuiditas saham
pada perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia dengan memperhatikan
pertumbuhan dan ukuran perusahaan menemukan hasil bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah stock split pada
perusahaan tidak bertumbuh, besar dan kecil. Sedangkan pada perusahaan bertumbuh
terdapat perbedaan yang signifikan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah
stock split. Hasil pengujian Muchtar (2008) menggunakan abnormal return dan
trading volume activity sebagai variabel dependen dan stock split sebagai variabel
independen serta model analisis Kolmogorov Smirnow Test dan paired sample t-test,
13
menunjukkan bahwa tidak dijumpai adanya perbedaan trading volume activity
sebelum dan sesudah peristiwa stock split yang signifikan. Tidak adanya perbedaan
ini menunjukkan bahwa pasar investor masih banyak yang melakukan wait and see
terhadap adanya peristiwa stock split dan tidak melakukan perdagangan karena pasar
modal Indonesia masih tergolong pasar yang inefisien, sehingga dalam jangka pendek
stock split tidak mampu memberikan sinyal adanya perubahan earning bagi investor.
Berikut ini adalah data rata-rata return saham pada perusahaan manufaktur
sampel yang melakukan stock split tahun 2006-2013. Sebagai pembanding rata-rata
sebelum dan sesudah pemecahan saham yaitu 10 hari sebelum dan 10 hari sesudah
pemecahan saham.
Tabel 1.1
Rata-Rata Return Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split
pada Perusahaan Manufaktur yang Melakukan Stock Split Tahun 2006-2013
Tahun Return Saham
Rata-Rata Sebelum Rata-Rata Sesudah
2006 0.00717 -0.00444
2007 0.00033 -0.00352
2009 -0.00133 0.00053
2010 -0.00497 0.01051
2011 0.00458 0.00584
2012 0.00531 -0.00235
Sumber: data diolah
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa rata-rata return saham perusahaan
manufaktur yang melakukan stock split pada tahun 2009 sampai 2011 mengalami
kenaikan tetapi pada tahun 2006, 2007, dan 2012 rata-rata return saham perusahaan
setelah stock split justru mengalami penurunan.
14
Hal ini menunjukkan bahwa adanya fenomena gap dimana terjadi perbedaan
teori mengenai kenaikan return setelah stock split dengan kenyataannya. Stock split
seharusnya dapat memberikan sinyal positif bagi investor sehingga investor tertarik
untuk menanamkan modalnya dan meningkatkan likuiditas dan return saham.
Adanya perbedaan dari hasil penelitian terdahulu (research gap) tentang
perubahan dan perbedaan abnormal return, risiko sistematis, dan volume
perdagangan saham, serta adanya fenomena gap, maka penulis ingin meneliti lebih
lanjut tentang adanya penelitian ini akan menguji kembali tentang adanya “Pengaruh
Stock Split terhadap Abnormal Return, Risiko Sistematis, Volume Perdagangan
Saham (Studi kasus perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2006-2013)”.
1.2 Perumusan Masalah
Informasi dalam stock split direspon berbeda-beda oleh investor. Stock split
hanya meningkatkan jumlah lembar saham yang beredar, tidak menambah
kesejahteraan para investor dan tidak memberikan tambahan nilai ekonomi bagi
perusahaan atau tidak secara langsung mempengaruhi cash flow perusahaan.
Reaksi pasar terhadap stock split dapat dilihat melalui perubahan volume
perdagangan saham dan perubahan harga saham. Perubahan harga akan
mempengaruhi actual return sehingga menimbulkan selisih antara expected return
dan actual return (abnormal return). Sedangkan perubahan volume perdagangan
dapat digunakan sebagai salah satu indikator perubahan likuiditas. Berbagai dampak
15
dan informasi yang terkandung dalam pengumuman stock split perlu untuk menjadi
pertimbangan investor dalam penyusunan portofolio agar dapat menurunkan risiko
sistematis yang akan merugikan investor.
Adanya bukti empiris yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya
seperti yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah tentang perbandingan
abnormal return, risiko sistematis, dan volume perdagangan saham dalam terhadap stock
split memunculkan research gap. Berdasarkan research problem yang terdiri dari
fenomena gap dan research gap, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana perbedaan sebelum dan sesudah stock split terhadap abnormal
return pada perusahaan manufaktur?
2. Bagaimana perbedaan sebelum dan sesudah stock split terhadap risiko
sistematis pada perusahaan manufaktur?
3. Bagaimana perbedaan sebelum dan sesudah stock split terhadap volume
perdagangan saham pada perusahaan manufaktur?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menjawab
permasalahan yang ada rumusan permasalahan diatas, yaitu:
1. Menganalisa perbedaan stock split terhadap abnormal return pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2013.
16
2. Menganalisa perbedaan stock split terhadap risiko sistematis pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2013.
3. Menganalisa perbedaan stock split terhadap volume perdagangan saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2013.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan
dalam mengambil keputusan investasi dengan melihat return saham, risiko
sistematis, dan volume perdagangan saham terhadap pengumuman stock split
pada perusahaan manufakturyang terdaftar di BEI tahun 2006-2013.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan
untuk memperhatikan stock split, abnormal return, risiko sistematis, dan volume
perdagangan saham guna menarik investor melakukan investasi di perusahaan
tersebut.
3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian mengenai
stock split dan mampu memberikan bukti mengenai pengaruh stock split
terhadap abnormal return, risiko sistematis, dan volume pedagangan saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
17
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk menjelaskan uraian ringkas dari penelitian ini, digunakan sistematika
penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang landasan teori variabel dependen dan variabel
independen, literatur penelitian terdahulu yang mendukung, kerangka pemikiran yang
melandasi proses penelitian, dan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai variabel penelitian dan definisi operasional
masing-masing variabel penelitian, penentuan populasi dan sampel yang dipilih, jenis
dan sumber data yang digunakan, dan metode pengumpulan data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi mengenai deskripsi obyek penelitian yang dipilih, analisis data,
dan pembahasan hasil pengolahan.
BAB V PENUTUP
Bab ini memuat mengenai kesimpulan dari hasil analisis data dan saran- saran
bagi penelitian selanjutnya.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Pemecahan Saham (Stock Split)
Menurut Marwata (2001), pemecahan saham berarti memecah selembar
saham menjadi n lembar saham. Pemecahan saham mengakibatkan bertambahnya
jumlah lembar saham yang beredar tanpa transaksi jual beli yang mengubah besarnya
modal. Harga per lembar saham baru setelah pemecahan saham adalah sebesar 1/n
dari harga sebelum pemecahan.
Pemecahan saham merupakan aktivitas yang dilakukan oleh para manajer
perusahaan dengan melakukan perubahan terhadap jumlah saham yang beredar dan
nilai nominal per lembar saham sesuai dengan split factor. Split factor merupakan
perbandingan jumlah saham yang beredar sebelum dilakukannya split dengan jumlah
saham yang beredar setelah dilakukannya split (Almilia dan Kristijadi,2005).
Perusahaan yang melakukan kebijakan stock split mempunyai maksud dan
tujuan tertentu. Pertama, perusahaan mengharapkan adanya penyebaran kepemilikan
saham agar lebih merata. Ketika harga atau nilai nominal saham menjadi lebih murah,
diharapkan bukan hanya investor bermodal besar yang membeli tetapi juga investor
dengan modal kecil pun dapat membelinya sehingga perdagangan saham menjadi
lebih likuid. Kedua, untuk menjaga harga atau nilai nominal saham agar berada pada
kisaran harga perdagangan yang optimal. Jadi ketika perusahaan merasa harga saham
19
telah berada pada kisaran harga yang relatif mahal, stock split digunakan untuk
menurunkan harga saham pada kisaran yang relatif lebih optimal untuk
diperdagangkan. Contohnya harga saham perusahaan saat ini adalah Rp 16.000,00 per
lembar saham, padahal harga saham optimal perusahaan berada pada kisaran
Rp5.000,00 sampai dengan Rp 10.000,00 per lembar saham. Maka perusahaan
melalui RUPS menyetujui melakukan stock split dengan perbandingan 2:1. Akibat
dari kebijakan tersebut, harga saham turun menjadi Rp 8.000,00 per lembar saham
dengan konsekuensi jumlah saham yang beredar naik dua kali lipat daripada
sebelumnya. Ketiga, menurut Baskoro (2009), untuk mengurangi ancaman take over
dari pihak pemilik mayoritas. Karena diharapkan dengan melakukan stock split
perdagangan akan menjadi lebih likuid sehingga para pemilik akan lebih tertarik
untuk memperdagangkan sahamnya, sehingga lama-kelamaan kepemilikan saham
akan lebih tersebar (kepemilikan saham mayoritas menjadi lebih sedikit), karena akan
banyak pemilik-pemilik saham baru sehingga jumlah kepemilikan lebih merata.
Griblantt, Masulis, dan Titman dalam Winarso (2005) berpendapat bahwa
meskipun tidak memiliki nilai ekonomis, stock split memberikan sinyal positif
terhadap aliran kas perusahaan pada masa yang akan datang. Sinyal positif dari
pengumuman stock split menunjukkan bahwa manajer perusahaan akan
menyampaikan prospek kinerja keuangan yang baik sehingga dianggap dapat
meningkatkan kesejahteraan investor.
20
Wismoyojati dan Evi (2012) menyimpulkan beberapa tujuan perusahaan
melakukan stock split yaitu:
1. Supaya harga saham tidak terlalu mahal sehingga dapat meningkatkan jumlah
pemegang saham
2. Agar saham menjadi lebih likuid
3. Untuk mengembalikan harga dan ukuran perdagangan rata-rata saham kepada
kirasan yang telah ditargetkan
4. Untuk membawa informasi mengenai kesempatan investasi yang berupa
peningkatan laba dan deviden kas
Menurut Fama (1993) dalam Baskoro (2009), manfaat-manfaat dari tindakan
stock split yang dilakukan oleh perusahaan, antara lain:
1. Harga tiap lembar saham yang rendah menyediakan marketabilitas yang lebih
luas dan efisien pasar yaitu kisaran harga tertentu (preferential) dengan
tingginya presentase jumlah volume lot yang dihasilkan.
2. Saham akan mempunyai daya tarik bagi para investor kecil dan mengkonversi
pemilik lot saham terbatas (odd-lot) menjadi pemilik serangkaian lot saham
(round-lot)
3. Jumlah shareholder akan mengalami peningkatan, yang berarti adanya
penambahan likuiditas pasar (relatif lebih mudah dan cepat dengan sekuritas
yang diperdagangkan pada harga minimum yang berbeda dari transaksi
sebelumnya).
21
4. Dalam pengumuman stock split terdapat sinyal kuat yang dapat disampaikan
ke pasar bahwa manajemen secara berkelanjutan optimis tentang pertumbuhan
perusahaannya dan gambaran kekuatan proyek perusahaannya.
Proses pemecahan saham ini dilakukan dengan cara menukarkan saham
dengan nilai nominal lama dengan saham baru dengan nilai nominal baru. Penukaran
ini dapat dilakukan di Biro Administrasi Efek yang ditunjuk oleh emiten. Tanggal-
tanggal penting yang harus diperhatikan dalam rangka stock split (Ang, 1997):
1. Tanggal mulai permohonan penggantian SKS lama untuk stock split
Pada tanggal ini pemegang saham boleh mendaftarkan saham yang
dimiliki untuk ditukarkan dengan saham baru dengan nilai nominal baru.
Mulai tanggal tersebut sampai dengan sebelum periode suspense, saham
dengan nilai nominal lama masih diperdagangkan dan pemegang saham lama
selama periode ini boleh mendaftarkan diri untuk stock split.
2. Periode suspense
Selama periode suspensi, saham tidak diperdagangkan di bursa efek
untuk memberikan waktu menseleksi saham untuk stock split.
3. Tanggal mulai penyerahan SKS baru hasil stock split
Tanggal dimulainya penyerahan surat kolektif saham baru hasil stock
split. Saham baru dengan nilai nominal baru ini mulai dapat diperdagangkan
di bursa efek sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Biasanya tanggal mulai
22
perdagangan saham dengan nilai nominal baru sama dengan tanggal mulai
penyerahan SKS baru hasil stock split.
4. Tanggal mulai perdagangan saham dimulainya penggantian
Jika sudah sampai tanggal ini maka saham dengan nilai nominal lama
tidak dapat diperdagangkan lagi di bursa, tetapi harus ditukarkan dengan
saham dengan nominal baru.
2.1.2 Jenis Stock Split
Ada dua jenis pemecahan saham yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Split up (pemecahan saham naik)
Adalah peningkatan jumlah lembar saham yang beredar dengan cara
memecah selembar saham menjadi n lembar saham. Misalnya pemecahan saham
dengan faktor pemecahan 4:1. Nilai nominal per lembar saham sebelum
melakukan stock split sebesar tiga puluh ribu rupiah, maka setelah dilakukan split
up dengan perbandingan 4:1, nilai nominal per lembar saham yang baru adalah
tujuh ribu lima ratus rupiah, sehingga awalnya satu lembar menjadi empat lembar
saham.
2. Split down (pemecahan saham turun)
Adalah pengurangan jumlah lembar saham yang beredar dengan cara
meningkatkan nilai nominal per lembar saham. Misalnya split down dengan
faktor pemecahan 1:4 yang merupakan kebalikan dari split up. Awalnya nilai
nominal per lembar saham tujuh ribu lima ratus rupiah, kemudian dilakukan split
23
down dengan perbandingan 1:4, maka nilai nominal per lembar saham baru
adalah tiga puluh ribu rupiah dan jumlah lembar saham yang pada awalnya empat
lembar saham menjadi satu lembar saham.
2.1.3 Pasar Efisien
Peristiwa stock split merupakan contoh dari informasi yang dipublikasikan
perusahaan. Informasi perusahaan ditangkap secara penuh oleh para pelaku pasar,
bukan hanya untuk pihak-pihak tertentu saja. Untuk menarik pihak yang
membutuhkan dana dan pihak yang menyediakan dana agar lebih berpartisipasi di
pasar modal, maka dibutuhkan suatu pasar yang efisien dan likuid. Pasar yang efisien
terjadi jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga
keseimbangan baru pada saat informasi sepenuhnya tersedia.
Fama (1970) dalam Hartono, (2014) menyajikan tiga bentuk tingkatan utama
untuk menyatakan efisiensi pasar modal jika dilihat dari ketersediaan informasi,
yaitu:
1. Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form)
Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika informasi mengenai harga
saham masa lalu sepenuhnya (fully reflect) tercermin dalam harga saham saat ini.
Informasi masa lalu ini merupakan informasi yang sudah terjadi. Bentuk efisiensi
pasar secara lemah ini berkaitan dengan teori langkah acak (random walk theory)
yang menyatakan bahwa data masa lalu tidak berhubungan dengan nilai
sekarang. Random walk theory memprediksi bahwa keluaran (output) berikutnya
atau yang akan datang dalam suatu urutan tidak tergantung pada keluaran
24
(output) sebelumnya, nilai-nilai masa lalu tidak dapat digunakan untuk
memprediksi harga sekarang. Ini berarti bahwa untuk pasar yang efisien bentuk
lemah, investor tidak dapat menggunakan informasi masa lalu untuk
mendapatkan abnormal return.
2. Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi strong form)
Pasar dikatakan efisien setengah kuat jika harga-harga sekuritas secara
penuh (fully reflect) mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan
termasuk informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten.
Informasi yang dipublikasikan dapat berupa sebagai berikut ini :
a. Informasi yang dipublikasikan yang hanya mempengaruhi harga sekuritas
dari perusahaan yang mempublikasikan informasi tersebut. Informasi yang
dipublikasikan ini merupakan informasi dalam bentuk pengumuman oleh
perusahaan emiten. Contoh dari informasi yang dipublikasikan ini misalnya
adalah pengumuman laba, pembagian deviden, pengembangan produk baru,
dan lain sebagainya.
b. Informasi yang dipublikasikan yang mempengaruhi harga-harga sekuritas
sejumlah perusahaan. Informasi yang dipublikasikan ini dapat berupa
peraturan pemerintah atau peraturan yang regulator yang hanya berdampak
pada harga-harga sekuritas perusahaan-perusahaan yang terkena regulasi
tersebut.
c. Informasi yang dipublikasikan yang mempengaruhi harga-harga sekuritas
semua perusahaan yang terdaftar di pasar saham. Contoh dari regulasi ini
25
adalah peraturan akuntansi untuk mencantumkan laporan arus kas yang
harus dilakukan oleh semua perusahaan.
3. Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form)
Pasar dikatakan efisiensi dalam bentuk kuat jika harga-harga sekuritas
secara penuh (fully reflect) mencerminkan semua informasi yang tersedia
termasuk informasi yang privat. Jika pasar efisien dalam bentuk ini, maka tidak
ada investor yang dapat memperoleh abnormal return karena mempunyai
informasi privat. Bentuk kuat mencakup semua informasi historis yang relevan
dan juga informasi yang ada di publik yang relevan, di samping juga informasi
yang hanya diketahui oleh beberapa pihak saja, misalnya manajemen perusahaan,
dewan direksi, dan kreditor. Bentuk pasar efisiensi kuat merupakan bentuk pasar
efisien paling ketat. Hal ini terkait dengan pengertiannya bahwa harga pasar
mencerminkan semua informasi, baik publik maupun non publik.
Dalam penelitian ini melakukan pengujian efisiensi bentuk setengah kuat,
dimana harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua
informasi yang dipublikasikan (all publicly available information) termasuk
informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten
(informationally efficient market) (Jogiyanto, 2014).
26
2.1.4 Teori yang Mendasari Kebijakan Stock Split
2.1.4.1 Signalling Theory
Signalling pada pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk
menyampaikan informasi internal yang menguntungkan tentang current value
perusahaan. Selanjutnya Ikenberry, et al (dalam Tanjung,2007) menjelaskan
signalling pemecahan saham ini dengan asimetri informasi, yaitu asimetri antara
manajemen dengan investor, di mana manajemen memiliki informasi lebih tentang
masa depan perusahaan karena keahlian mereka mengambil keputusan operasi dan
investasi dibandingkan dengan pihak luar (investor).
Menurut Subalno (2009), signalling theory merupakan penjelasan dari
asimetri informasi. Adanya asimetri informasi disebabkan karena pihak manajemen
mempunyai informasi lebih banyak mengenai prospek perusahaan. Untuk
menghindari asimetri informasi tersebut, perusahaan harus memberikan informasi
sebagai sinyal kepada pihak investor. Asimetri informasi perlu diminimalisir agar
perusahaan go public dapat menginformasikan keadaan perusahaan secara transparan
kepada investor.
Stock split merupakan kebijakan yang tidak memiliki nilai ekonomis tetapi
kebijakan stock split memberikan informasi kepada investor tentang prospek
peningkatan return masa depan yang substansial. Return yang meningkat tersebut
dapat diprediksi dan merupakan sinyal tentang laba jangka pendek dan dan jangka
panjang. Pengumuman pemecahan saham dianggap sebagai sinyal yang diberikan
oleh manajemen kepada publik bahwa perusahaan memiliki prospek bagus di masa
27
depan (Santanu, 2004). Reaksi pasar terhadap pemecahan saham sebenarnya bukan
terhadap tindakan pemecahan saham (yang tidak memiliki nilai ekonomis) itu sendiri,
melainkan terhadap prospek perusahaan di masa depan yang disinyalkan oleh
pemecahan saham tersebut (Marwata, 2001).
Menurut Jogiyanto (dalam Rohana et al, 2003), tidak semua perusahaan dapat
melakukan stock split. Hanya perusahaan yang sesuai dengan kondisi yang
disinyalkan yang akan bereaksi positif. Perusahaan yang memberikan sinyal yang
tidak valid akan mendapat dampak negatif. Ketika manajer perusahaan yakin bahwa
harga saham akan mengalami kenaikan di masa yang akan datang atau paling tidak
harga saham tidak mengalami penurunan maka manajer akan melakukan stock split.
Copeland (dalam Rohana, 2003), menyatakan bahwa stock split yang dilakukan
emiten memerlukan biaya yang harus ditanggung dan hanya perusahaan yang
mempunyai prospek yang bagus yang dapat menanggung biaya tersebut. Kondisi
inilah yang akan menyebabkan pasar bereaksi positif. Perusahaan yang tidak
mempunyai prospek yang bagus, yang mencoba memberikan sinyal lewat stock split
bukanlah stock split yang akan meningkatkan harga sekuritasnya, malah akan
menurunkan harga sekuritasnya karena pasar sudah cukup canggih untuk mengetahui
bahwa perusahaan tersebut tidak mempunyai prospek kinerja yang bagus atau dengan
kata lain tidak mampu menanggung biaya yang timbul jika perusahaan akan
melakukan stock split.
28
2.1.4.2 Optimal Trading Range Theory
Optimal Trading Range Theory menyatakan bahwa pemecahan saham
merupakan upaya manajemen untuk menata kembali harga per lembar saham pada
batas-batas harga yang lebih rendah (Ikenberry et al. dalam Tanjung, 2007). Menurut
Rohana et al (2003), Trading range menyatakan bahwa manajemen melakukan stock
split didorong oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa
dengan melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal, dimana
saham dipecah karena ada batas harga yang optimal untuk saham dan untuk
meningkatkan daya beli investor sehingga tetap banyak orang yang mau memperjual-
belikannya yang pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Copeland (dalam Khomsiyah dan Sulistyo, 2001)
bahwa alasan dilakukannya pemecahan saham adalah “optimal range” harga saham
yang berkaitan dengan likuiditas perdagangan saham. Alasan lainnya bahwa
pemecahan saham akan menciptakan pasar yang lebih luas. Namun Copeland (dalam
Marwata, 2001) menemukan bahwa likuiditas mengalami penurunan setelah
pemecahan saham, yaitu volume perdagangan menjadi lebih rendah dibandingkan
sebelumnya, biaya transaksi meningkat, dan bid-ask spread juga lebih tinggi daripada
sebelumnya.
Optimal trading range theory memprediksi bahwa jumlah pemegang saham
institusi dan proporsi ekuitas yang dipegang oleh institusi akan menurun setelah
adanya stock split dengan catatan bahwa investor individu memiliki respon yang
menganggap bahwa stock split adalah informasi yang menguntungkan. Sedangkan
29
investor institusi cenderung memiliki respon yang negatif terhadap stock split, dalam
kondisi ini pihak investor individu berperan sebagai pembeli dan investor institusi
sebagai penjualnya. Sehingga jumlah investor institusi dan proporsi yang dimiliki
institusi akan menurun (Baskoro,2009).
2.1.5 Abnormal Return
Investasi merupakan penundaan konsumsi pada saat ini guna mendapatkan
tingkat pengembalian (return) yang akan diterima di masa yang akan datang.
Investasi pada saham dianggap mempunyai tingkat risiko yang lebih besar
dibandingkan dengan alternatif investasi lain, seperti obligasi, deposito, dan tabungan
(Subalno, 2009).
Return merupakan tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas
suatu investasi yang dilakukan (Ang,1997). Investor biasanya mengharapkan
keuntungan yang tinggi dengan resiko kerugian sekecil mungkin, sehingga para
investor berusaha menentukan tingkat keuntungan investasi yang optimal dengan
menentukan konsep investasi yang memadai. Return saham dapat berupa return
realisasi yang sudah terjadi dan return ekspetasi yang belum terjadi tetapi diharapkan
akan terjadi dimasa yang akan datang. Menurut Hartono (2014), return realisasi
merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarakan data historis. Return
realisasi digunakan sebagai salah satu faktor pengukur kinerja perusahaan. Return ini
juga bekerja sebagai dasar penentuan return ekspetasi dan risiko masa datang. Return
ekspetasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh di masa yang akan
30
datang. Return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Salah satu faktor yang membuat
para investor menanamkan modalnya saat berinvestasi adalah return yang tinggi,
dengan return yang tinggi maka investor berharap akan mendapatkan imbalan yang
tinggi atas investasi yang dilakukan. Tetapi return yang diperoleh para investor
tergantung oleh instrumen yang digunakan.
Sedangkan abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari
return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan
return ekspektasi (return yang diharapkan oleh investor). Dengan demikian abnormal
return adalah selisih antara return sesungguhnya yang terjadi dengan return
ekspektasi (Muchtar, 2008). Sedangkan menurut Tandelilin (2001), abnormal return
adalah return saham yang melebihi expected return dari saham tersebut pada suatu
tingkat risiko tertentu.
2.1.6 Risiko Sistematik
2.1.6.1 Pengertian Risiko
Van Horne danWachowics, Jr. (2005) dalam Ruhama (2012) mendefinisikan
risiko sebagai variabilitas return terhadap return yang diharapkan. Suatu investasi
akan dapat dinilai efisien jika investasi tersebut memberikan tingkat keuntungan
terbesar atau tingkat keuntungan tertentu dengan risiko terkecil. Tentunya sebagai
investor yang rasional akan memilih risiko yang paling kecil di saat dihadapkan pada
dua pilihan investasi yang menawarkan tingkat keuntungan yang sama.
31
Gambar 2.1
Hubungan Risiko dan Return
Risiko rendah risiko sedang Risiko tinggi Risiko sangat tinggi
Sumber: Tandelilin,2010
Sumbu vertikal pada gambar 2.1 diatas menunjukkan besarnya tingkat return
yang diharapkan dari masing-masing jenis aset, sedangkan sumbu horizontal
menunjukkan risiko yang ditanggung investor. Obligasi pemerintah terlihat
mempunyai risiko yang cenderung rendah dan tingkat return yang diharapkan juga
tidak terlalu tinggi. Di sisi lain, jika investor menanamkan modalnya ke kontrak
berjangka, terlihat bahwa investor menanggung risiko yang tinggi tetapi dengan
tingkat return yang tinggi pula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa risiko dan return
yang diharapkan mempunyai hubungan searah dan linier.
Risiko dibedakan menjadi dua, pertama, risiko yang tidak dapat di-
diversifikasikan oleh portofolio disebut dengan non diversifiable risk atau risiko pasar
(market risk) atau risiko umum (general risk) atau risiko sistematik (systematic risk).
Risiko sistematik setiap perusahaan akan saling berkorelasi karena faktor-faktor yang
Tingkat bunga
bebas risiko
Judi Spekulasi Investasi
Kontrak
berjangka
Opsi
Saham
Obligasi
Pemerintahan
Obligasi
Perusahaan
Return
yang
diharapkan
Rf
32
mempengaruhinya sama. Akibatnya tingkat keuntungan antar saham juga saling
berkorelasi, hanya saja tingkat kepekaan terhadap faktor-faktor tersebut berbeda
untuk setiap perusahaan. Risiko ini terjadi karena kejadian-kejadian diluar kegiatan
perusahaan. Risiko sistematik dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Interest rate risk
Ketidakpastian nilai pasar dan pendapatan di masa depan yang
diakibatkan oleh fluktuasi tingkat bunga. Harga saham dan surat berharga
lainnya bergerak berlawanan arah dengan tingkat bunga pasar.
2. Purchasing power risk
Ketidakpastian daya beli dari pendapatan yang akan diterima di masa
depan sebagai return suatu investasi. Risiko ini dikenal sebagai dampak dari
inflasi maupun deflasi suatu investasi.
3. Market risk
Ketidakpastian harga saham yang diakibatkan oleh antisipasi
masyarakat terhadap return. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berwujud (tangible) seperti iklim politik, pertumbuhan ekonomi, sosial,
budaya dan faktor-faktor tak berwujud (intangible) yang biasa dikaitkan
dengan psikologi pasar (market psychology).
Kedua, bagian dari risiko sekuritas yang dapat dihilangkan atau diperkecil
dengan membentuk portofolio yang well-diversified disebut dengan risiko yang dapat
di-diversifikasi (diversifiable risk) atau risiko perusahaan (company risk) atau risiko
33
unik (unique risk). Risiko ini biasanya hanya berhubungan dengan peristiwa mikro.
Dalam analisa investasi, risiko ini disebut risiko yang tidak sistematik (unsystematic
risk) karena hanya mempengaruhi perusahaan tertentu saja, tidak mempengaruhi
perusahaan secara umum.
Risiko non sistematik dibagi menjadi dua yaitu:
1. Business risk
Merupakan dampak dari kondisi operasional perusahaan terhadap laba
perusahaan dan deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham.
2. Financial risk
Berkaitan dengan ketidakpastian return saham akibat keputusan
pembelajaran yang dilakukan oleh perusahaan. Keputusan pembelajaran yang
menyangkut sumber dana perusahaan menentukan struktur modal perusahaan
tersebut.
Portofolio diartikan sebagai serangkaian kombinasi beberapa aktiva yang
diinvestasikan dan dipegang oleh investor, baik perorangan maupun lembaga.
Kombinasi aktiva tersebut bisa berupa aktiva riil, maupun aktiva finansial. Para
pemodal menginvestasikan dananya di pasar modal biasanya tidak hanya memilih
satu saham. Alasannya, dengan melakukan kombinasi saham pemodal bisa meraih
keuntungan optimal sekaligus akan memperkecil risiko melalui diversifikasi. Bukti
empiris menunjukkan bahwa semakin banyak jenis sekuritas (saham) yang
34
dikumpulkan dalam keranjang portofolio, maka risiko kerugian saham yang satu
dapat dinetralisir oleh keuntungan yang diperoleh dari saham lain (Megawati, 2004).
Risiko sistematik dan risiko tidak sistematik yang dijumlahkan disebut risiko
total. Risiko total menjadi dasar pertimbangan manajer investasi dalam mengambil
keputusan investasi. Hasil keputusan investasi yang baik adalah investasi dengan
tingkat pengembalian yang diharapkan tinggi (rate of return) dengan tingkat risiko
serendah mungkin (Nurdina dan Endang, 2014). Menurut Husnan (2003) dalam
investasi suatu portofolio, ukuran risiko saat ini bukan lagi deviasi standar (risiko
total), tetapi hanya systematic risk. Hal ini dikarenakan ada sebagian risiko yang
dapat dihilangkan dengan diversifikasi (unsystematic risk).
2.1.6.2 Beta
Variabel risiko sistematis yang akan diteliti diukur menggunakan Beta (β), hal
ini dikarenakan beta diasumsikan sebagai pengukur kepekaan saham terhadap
perubahan-perubahan pasar yang relevan bagi tiap-tiap saham di dalam portofolio.
Menurut Hartono (2010), beta adalah pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau
return portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-i mengukur volatilitas
return sekuritas ke-i dengan return pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas return
portofolio dengan return pasar. Dapat disimpulkan bahwa beta merupakan pengukur
risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap
risiko pasar.
35
Peggunaan β bukan hanya untuk memperkecil jumlah variabel yang bisa
ditaksir, tetapi juga memungkinkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor fundamental
yang mungkin mempengaruhi β tersebut. Sehingga β saham masing-masing
perusahaan berbeda-beda karena karakteristik dan kondisi fundamental yang berbeda
pula (unique risk).
Hartono (2014), Pengertian dari volatilitas adalah fluktuasi dari return-return
suatu sekuritas atau portofolio dalam periode tertentu. Nilai β dari sekuritas atau
portofolio setara 1,0. β bernilai 1,0 menunjukkan bahwa risiko sistematik suatu
sekuritas atau portofolio sama dengan risiko pasar. Sedangkan β > 1 menunjukkan
bahwa kepekaan return saham tersebut lebih besar dari pada pergerakan return rata-
rata pasar, kondisi ini sering disebut saham agresif. Sementara saham dengan β < 1
dinamakan saham defensif karena pergerakan return saham perusahaan tersebut lebih
kecil daripada return pasar atau memiliki risiko di bawah rata-rata.
Beta saham yang tinggi menunjukkan tingkat risiko yang tinggi pula, namun
tingkat risiko yang tinggi ini biasanya memberikan tingkat pengembalian investasi
yang tinggi pula, demikian juga sebaliknya. Perusahaan yang memiliki risiko pasar
yang tinggi akan sangat berfluktuatif terhadap pergerakan pasar, karena semakin
tinggi β suatu perusahaan maka semakin sensitif pula terhadap perubahan pasar.
Dengan kata lain, investor cenderung khawatir untuk masuk ke pasar, karena
pergerakan pasar yang tidak stabil. Sehingga perusahaan dengan beta yang tinggi
akan sangat berfluktuatif terhadap pergerakan pasar dan memberikan return yang
tidak stabil.
36
Bagi para investor, β merupakan salah satu alat ukur sebelum menentukan
investasi yang akan dilakukan. Bila ingin mendapatkan keuntungan yang besar
(dengan kemungkinan kerugian yang besar pula) maka investor dapat menanamkan
modal pada saham dengan beta yang tinggi (Setyawan, 2012).
2.1.7 Volume Perdagangan Saham
Trading volume activity (aktivitas volume perdagangan) merupakan penjualan
dari setiap transaksi yang terjadi di bursa saham pada saat waktu dan saham tertentu,
dan merupakan salah satu faktor yang juga memberikan pengaruh terhadap
pergerakan harga saham. Volume transaksi merupakan unsur kunci dalam melakukan
prediksi terhadap pergerakan harga saham. Menurut Napitupulu dan Syahyunan
(2013), untuk membuat keputusan investasinya, investor akan mempertimbangkan
resiko dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Sehingga investor membutuhkan
informasi untuk melakukan analisis saham. Adanya informasi yang dipublikasikan
akan mengubah keyakinan investor yang dapat dilihat dari reaksi pasar. Salah satu
reaksi pasar tersebut adalah reaksi volume perdagangan.
Volume perdagangan saham dianggap sebagai ukuran dari kekuatan atau
kelemahan pasar. Ketika volume perdagangan cenderung mengalami kenaikan selama
harga mengalami penurunan secara terus menerus maka pasar berada dalam keadaan
bullish. Ketika volume perdagangan cenderung mengalami penurunan selama harga
mengalami kenaikan maka pasar dalam keadaan bearish.
37
Ada kalanya terjadi volume perdagangan yang lebih rendah daripada yang
seharusnya. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, pertama adalah keterbatasan investor
terhadap modal yang dimiliki, sehingga investor tidak dapat membeli banyak saham
dengan tujuan diversifikasi. Kedua, pembatasan yang terjadi karena mekanisme pasar
atau situasi dan kondisi pasar, contoh ketika pasar modal mengalami bearish (kondisi
pasar modal yang cenderung memburuk), maka investor memilih untuk mengambil
posisi jual atau short dulu, setelah itu barulah melakukan pembelian pada saat harga
turun sesuai dengan prinsip “sell high and buy low” (Baskoro,2009).
2.1.8 Event Study
Event study merupakan studi yang mempelajari/mengamati reaksi pasar
terhadap suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu
pengumuman. Event study dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi dari
suatu pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguji efisiensi pasar setengah
kuat (Jogiyanto, 2014).
Kandungan informasi yang diuji dimaksudkan untuk mengetahui reaksi dari
suatu pengumuman. Pengumuman pemecahan saham merupakan salah satu informasi
yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar. Jika pengumuman mengandung
informasi, pasar diharapkan akan bereaksi saat pengumuman terjadi. Pengumuman
pemecahan saham merupakan t0 dalam event study pada penelitian ini. Reaksi pasar
tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan-perubahan dari sekuritas yang
38
bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan harga, volume
perdagangan saham dan abnormal return (Pramana,2012).
Metodologi event study digunakan untuk mengukur dampak dari suatu
kejadian. Metode ini dapat diterapkan untuk data-data financial terhadap suatu
pengumuman seperti stock split. Langkah – langkah event study menurut MacKinlay
(dalam Mardiyati dan Khusfatun, 2011), adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan event yang terjadi, berupa kebutuhan informasi bagi investor
2. Menyusun teori mengenai respon pasar terhadap informasi yang dijadikan event
yang diteliti tersebut
3. Menentukan kriteria sampel yang akan diteliti
4. Menentukan sebuah event windows (periode pengamatan) yang tepat, sesuai
dengan event yang akan diteliti
5. Melakukan eliminasi sampel yang memiliki event lain pada periode pengamatan
6. Menbandingkan keadaan sebelum dan setelah event
2.1.9 Hubungan Stock Split dengan Abnormal Return
Return merupakan hasil yang diperoleh dari hasil investasi, return juga
merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor untuk melakukan investasi
dengan tingkat resiko tertentu. Investor selalu mengharapkan tingkat return yang
sesuai atas suatu resiko investasi yang dihadapinya. Pada setiap pengambilan
keputusan investasi, investor dihadapkan kepada ketidakpastian. Hal ini mendorong
investor rasional untuk selalu mempertimbangkan resiko dan expected return dari
39
setiap investasinya. Return tersebut merupakan sinyal tentang laba jangka pendek dan
jangka panjang. Pengumuman stock split dianggap sebagai sinyal yang diberikan oleh
manajemen kepada publik bahwa perusahaan mempunyai prospek bagus di masa
depan.
Perusahaan yang melakukan stock split biasanya adalah perusahaan-
perusahaan besar dan yang mempunyai harga saham yang tinggi. Perusahaan tersebut
melakukan stock split untuk untuk menjaga likuiditas saham perusahaan yang
menyebabkan harga saham menjadi rendah karena pemecahan. Keputusan perusahaan
untuk melakukan stock split akan diinterpretasikan oleh investor sebagai suatu sinyal
bahwa manajer mempunyai informasi yang menguntungkan dimana hal itu
ditunjukkan dengan adanya abnormal return positif di sekitar pengumuman stock
split (Djajasaputra, 2000).
Teori ini didukung oleh penelitian Jain dan Mohammad (2012) yang
menemukan bahwa reaksi pasar positif saat pengumuman stock split selama krisis
keuangan. Namun abnormal return positif berkurang dalam event window pendek
dibandingkan dengan abnormal return pada saat sebelum krisis dengan event window
yang panjang. Namun Santanu (2008) berpendapat bahwa pasar atau investor tidak
bereaksi secara signifikan selama event window terhadap pengumuman stock split.
Pasar atau investor telah bereaksi secara tepat terhadap informasi stock split yang
tidak bernilai ekonomis tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa Bursa Efek
Jakarta pada periode 1998 – 2002 telah efisien bentuk setengah kuat secara keputusan
terhadap informasi stock split yang tidak memiliki nilai ekonomis.
40
2.1.10 Hubungan Stock Split dengan Risiko Sistematis
Sebelum pengumuman stock split, risiko sistematik perusahaan cenderung
lebih kecil karena perusahaan tidak harus mengeluarkan dana dari kas perusahaan
untuk menanggung biaya-biaya yang ditimbulkan oleh stock split. Perusahaan
membutuhkan dana yang cukup besar untuk melakukan stock split. Apabila
perusahaan mempunyai prospek kinerja perusahaan yang baik, perusahaan tidak akan
mengalami kesulitan untuk menanggung biaya-biaya tersebut. Akan tetapi, apabila
stock split dilakukan oleh perusahaan yang memiliki prospek kinerja yang buruk,
maka perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menanggung biaya-biaya yang
ditimbulkan oleh stock split tersebut dan menyebabkan harga sahamnya menurun
seiring dengan penurunan kinerja perusahaan.
Peristiwa stock split akan berdampak negatif pada risiko sistematik karena
adanya perbedaan risiko sistematik setelah publikasi stock split yang lebih kecil
daripada sebelum publikasi stock split. Hal tersebut terjadi karena tingkat likuiditas
perusahaan yang tinggi setelah peristiwa stock split (Ruhama,2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Ruhama (2012) yang menyimpulkan bahwa
ada perbedaan risiko sistematis yang signifikan sebelum dan sesudah pengumuman
stock split. Adanya perbedaan risiko sistematis tersebut dapat disebabkan karena
harga saham setelah stock split tidak begitu disukai oleh para investor dan lebih
memilih harga saham yang stabil. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Januar (2011) menemukan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan beta
saham yang signifikan antara sebelum dan sesudah
41
stock split. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor internal perusahaan (pengumuman
stock split) tidak mengakibatkan perubahan beta yang signifikan sedangkan faktor
eksternal perusahaan seperti kondisi perekonomian yang meliputi: inflasi, GDP, GNP
mempunyai pengaruh terhadap beta saham.
2.1.11 Hubungan Stock Split dengan Volume Perdagangan Saham
Stock split ini biasanya dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan
likuiditas saham dan memaksimalkan tingkat keuntungan saham dari pemegang
sahamnya (investor) dan penyebaran pemilikan saham. Tujuan utama dari stock split
adalah untuk menempatkan saham pada rentang perdagangan yang lebih lebih
populer, sehingga diharapkan akan dapat menarik lebih banyak pembeli dan biasanya
hal ini akan sangat efektif bila dilakukan terhadap saham-saham yang harganya sudah
cukup tinggi.
Banyak perusahaan yang melakukan stock split dimana mereka memanfaatkan
psikologis pemodal dalam upaya meningkatkan likuiditas saham. Pemecahan saham
meningkatkan jumlah saham yang beredar, meningkatkan jumlah pemegang saham
yang memiliki satu lot (satuan perdagangan), membuat harga saham menjadi lebih
rendah, sehingga terjangkau oleh lebih banyak pemodal. Akibatnya permintaan akan
saham cenderung naik, saham lebih aktif diperdagangkan di bursa.
Volume perdagangan yang rendah merupakan ciri-ciri harapan tak menentu.
Volume perdagangan yang tinggi merupakan ciri-ciri dimana ada harapan yang kuat
harga akan naik lagi. Kenaikan harga yang dibarengi dengan kenaikan volume
42
perdagangan menunjukkan kenaikan kepercayaan investor. Kenaikan harga yang
dibarengi dengan kenaikan volume perdagangan atau penurunan harga yang dibarengi
dengan penurunan volume perdagangan disebut bullish. Sebaliknya, jika penurunan
harga dibarengi dengan kenaikan volume perdagangan atau kenaikan harga dibarengi
dengan penurunan volume perdagangan maka disebut bearish (Marlina, 2004).
Aduda dan Chemarum (2010) menghasilkan pengujian bahwa terjadi
peningkatan volume saham yang diperdagangkan setelah stock split dibandingkan
sebelum stock split. Perusahaan membawa saham mereka kembali ke harga yang
optimal sehingga permintaan meningkat dan mendorong investor untuk membeli
saham perusahaan. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Slamet dan Eko
(2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan likuiditas
saham (TVA) sebelum dan sesudah stock split pada perusahaan tidak bertumbuh,
besar dan kecil. Sedangkan pada perusahaan bertumbuh terdapat perbedaan yang
signifikan likuiditas saham (TVA) sebelum dan sesudah stock split.
2.2 Penelitian Terdahulu
2.2.1 Pertiwi (2006)
Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2006) yang berjudul analisis dampak
stock split terhadap risiko sistematis dan abnormal return meunujukkan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan pada tingkat risiko sistematis dan abnormal return
sebelum dan sesudah stock split. Meskipun hasil perhitungan rata-rata risiko
sistematis menunjukkan penurunan setelah stock split, tidak bisa diartikan bahwa
43
stock split akan menyebabkan risiko sistematis perusahaan sampel menurun.
Sedangkan respon pasar yang ditunjukkan dengan abnormal return positif bukan
berarti disebabkan oleh stock split tetapi pasar mengetahui prospek bagus yang
disinyalkan perusahaan bersamaan dengan aktivitas stock split.
2.2.2 Lestari dan Arief (2008)
Lestari dan Arief (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh stock split:
analisis likuiditas saham pada perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia dengan
memperhatikan pertumbuhan dan ukuran perusahaan. Model pengujian menggunakan
Wilcoxon signed rank test. Sampel penelitian ini berupa 44 perusahaan yang terdaftar
di BEI tahun 2002-2006 yang terdiri dari 25 perusahaan bertumbuh dan 19
perusahaan tidak bertumbuh serta 22 perusahaan besar dan 22 perusahaan kecil. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan likuiditas
saham (TVA) sebelum dan sesudah stock split pada perusahaan tidak bertumbuh,
besar dan kecil. Sedangkan pada perusahaan bertumbuh terdapat perbedaan yang
signifikan likuiditas saham (TVA) sebelum dan sesudah stock split. Adanya pengaruh
stock split terhadap ukuran perusahaan, tidak terbukti pada penelitian ini yaitu tidak
ada perbedaan yang signifikan likuiditas saham sebelum dan sesudah stock split.
Tingkat harga yang rendah setelah stock split tidak menjamin keberhasilan likuiditas
saham.
2.2.3 Aduda dan Chemarum (2010)
Penelitian ini berjudul market reaction to stock splits (empirical evidence
from the Nairobi Stock Exchange). Data diambil melalui sembilan perusahaan yang
44
telah mengalami stock split pada periode 2002-2008. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan volume saham yang diperdagangkan saat
pengumuman stock split. Hal ini terjadi terutama di hari sekitar pemecahan saham.
Pada tanggal pemecahan, terdapat rata-rata abnormal return positif dari 0,5473 yang
sangat signifikan pada tingkat 0,05%. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat
hubungan abnormal return kumulatif yang positif selama event window.
2.2.4 Ruhama (2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Ruhama (2010) dengan judul dampak
publikasi stock split terhadap tingkat keuntungan dan risiko sistematik pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2009 menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang risiko sistematik yang signifikan sebelum dan
sesudah stock split. Adanya perbedaan tersebut dapat disebabkan karena harga saham
sesudah pengumuman stock split tidak begitu disukai para investor dan lebih memilih
harga saham yang stabil.
2.2.5 Djajasaputa (2012)
Djajasaputra (2012) melakukan penelitian dengan judul Analisis
Perbandingan Harga Saham, Volume Perdagangan Saham, dan Abnormal Return
Saham Sebelum dan Sesudah Pemecahan Saham (Studi pada Perusahaan go public
yang melakukan pemecahan saham antara tahun 2005-2008 di BEI). Hasil penelitian
tersebut mengindikasikan bahwa peristiwa pemecahan saham tidak mengakibatkan
harga saham berubah secara signifikan. Peristiwa pemecahan saham tidak
45
mengakibatkan volume perdagangan dan abnormal return berubah secara signifikan
setelah pengumuman pemecahan saham.
2.2.6 Jain dan Mohammad (2012)
Penelitian dengan judul the effect of stock split announcements on
abnormal returns during a financial crisis menganalisis Cummulative Average
Abnormal Return (CAAR) dan pasar disesuaikan di sekitar pengumuman pemecahan
saham selama sebelum krisis keuangan (2004-2007) dan saat terjadi krisis keuangan
(2008-2011). Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa reaksi pasar positif saat
pengumuman stock split selama periode krisis (2008-2011) dibuktikan dengan CAAR
yang positif. Namun abnormal return yang positif selama krisis berkurang dalam
periode pengamatan pendek (3 hari dan 5 hari) dibandingkan dengan abnormal return
pada saat sebelum krisis dengan periode pengamatan yang panjang. Berdasarkan pada
penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, maka dapat diringkas melalui tabel
sebagai berikut:
46
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian
dan Peneliti
Variabel yang
Digunakan
Model yang
Digunakan
Hasil Penelitian
1. Analisis dampak
stock split
terhadap risiko
sistematis dan
abnormal return
Pertiwi (2006)
variabel
independen:
abnormal
return, dan
resiko
sistematis
variabel
dependen: stock split
paired
sample t-test
Tidak terdapat
perbedaan risiko
sistematis dan abnormal
return sebelum dan
sesudah stock split.
2. Pengaruh stock
split: analisis
likuiditas saham
pada perusahaan
go public di
Bursa Efek
Indonesia dengan
memperhatikan
pertumbuhan dan
ukuran
perusahaan.
Slamet dan
Arief (2008)
variabel
independen:
likuiditas saham
variabel
dependen:
stock split
Wilcoxon
signed rank
test
Tidak ada perbedaan
yang signifikan
likuiditas saham (TVA)
sebelum dan sesudah
stock split pada
perusahaan tidak
bertumbuh, besar dan
kecil.
Pada perusahaan
bertumbuh terdapat
perbedaan yang
signifikan likuiditas
saham (TVA) sebelum
dan sesudah stock split.
Tidak ada perbedaan
yang signifikan
likuiditas saham
sebelum dan sesudah
stock split pada ukuran
perusahaan. Tingkat
harga yang rendah
setelah stock split tidak
menjamin keberhasilan
likuiditas saham.
3. Market
Reacktion to
Stock Split
variabel
independen:
volume
Terjadi peningkatan
volume saham yang
diperdagangkan saat
47
(Empirical
Evidence from
the Nairobi Stock
Exchange)
Aduda dan
Chemarum
(2010)
perdagangan
saham
variabel
dependen:
stock split
pengumuman stock split.
Terdapat hubungan
abnormal return
kumulatif yang positif
selama event window.
4. Dampak
Publikasi Stock
Split terhadap
Tingkat
Keuntungan dan
Risiko
Sistematik pada
Perusahaan yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Periode 2004-
2009
Ruhama (2010)
variabel
independen:
tingkat
keuntungan,
risiko sistematik
variabel
dependen:
stock split
Ada perbedaan yang
risiko sistematik yang
signifikan sebelum dan
sesudah stock split.
Adanya perbedaan
tersebut dapat
disebabkan karena harga
saham sesudah
pengumuman stock split
tidak begitu disukai para
investor.
5. Analisis
Perbandingan
Harga Saham,
Volume
Perdagangan
Saham, dan
Abnormal Return
Saham Sebelum
dan Sesudah
Pemecahan
Saham (studi
pada perusahaan
go public yang
melakukan
pemecahan
saham antara
tahun 2005-2008
di BEI).
Djajasaputra
(2012)
variabel
independen:
harga saham,
volume
perdagangan,
abnormal return
variabel
dependen:
stock split
paired
sample t-test
Peristiwa pemecahan
saham tidak
mengakibatkan harga
saham berubah secara
signifikan.
Peristiwa pemecahan
saham tidak
mengakibatkan volume
perdagangan dan
abnormal return
berubah secara
signifikan setelah
pengumuman
pemecahan saham.
48
Sumber: dari berbagai jurnal
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kebijakan stock split mengandung informasi yang akan membuat pasar
bereaksi. Reaksi tersebut ditandai dengan adanya perubahan harga pada saham
perusahaan. Pasar uang dikatakan efisien jika harga pasar menceminkan semua
informasi yang tersedia tentang nilai aset ekonomis. Jika stock split mengandung
informasi maka akan terjadi perubahan pada abnormal return yang positif di sekitar
pengumuman stock split. Sebaliknya apabila stock split tidak mengandung informasi
maka tidak akan terjadi perubahan pada return saham perusahaan. Teori ini didukung
oleh penelitian terdahulu dari Rumanti dan Moerdiyanto (2011), Muchtar (2008),
Surtikanti (2010), Pramana (2012), Jain dan Mohammad (2012).
Risiko sistematik dapat dilihat dari tingkat likuiditas saham dimana beta
merupakan suatu pengukuran volatilitas return suatu sekuritas terhadap return pasar.
6. The effect of
stock split
announcements
on abnormal
returns during a
financial crisis.
Jain dan
Mohammad
(2012)
variabel
independen:
abnormal
return, volume
pedagangan
saham
variabel
dependen:
stock split
Eventus
dan
market
model
Reaksi pasar positif saat
pengumuman stock split
selama periode krisis
(2008-2011) dibuktikan
dengan CAAR yang
positif. Namun
abnormal return yang
positif selama krisis
berkurang dalam
periode pengamatan
pendek ( 3 hari dan 5
hari) dibandingkan
dengan abnormal return
pada saat sebelum krisis
dengan periode
pengamatan yang
panjang.
49
Likuiditas diprediksi mempunyai hubungan negatif dengan beta dimana secara
rasional diketahui bahwa semakin likuid suatu perusahaan, maka semakin kecil
risikonya (Hartono, 2009). Stock split akan meningkatkan likuiditas perusahaan dan
menurunkan risiko sistematik. Peristiwa stock split akan berdampak negatif pada
risiko sistematik karena adanya perbedaan risiko sistematik setelah publikasi stock
split yang lebih kecil daripada sebelum publikasi stock split. Hal tersebut terjadi
karena tingkat likuiditas perusahaan yang tinggi setelah peristiwa stock split. Teori ini
didukung oleh penelitian terdahulu dari Ruhama (2012).
Variabel volume perdagangan saham (Trading Volume Activity)
digunakan untuk mengukur likuiditas saham perusahaan. Semakin tinggi nilai TVA
sebuah saham maka akan semakin tinggi pula tingkat likuiditas perusahaan tersebut.
Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan dapat menjual sahamnya dengan mudah
karena banyaknya permintaan dari investor sehingga saham tersebut mudah
dikonversikan menjadi kas. Teori ini didukung oleh penelitian terdahulu dari Sutrisno
et al. (2000), Rohana et al. (2003), Latifah (2007), Slamet dan Arief (2008), Baskoro
(2009), Aduda dan Chemarum (2010), Indarti dan Desti (2011).
50
Berikut adalah kerangka pemikiran teoritis yang dijelaskan dalam gambar 2.2
Gambar 2.2
KPT
Sumber: Julianto dan Hartono (2002), Jain dan Mohammad (2012), Astuti (2012), Djajasaputra
(2012), Aduda dan Chemarum (2010), Slamet dan Arief (2008), Almilia dan Kristijadi (2006),
Pramana (2012), Wijanarko (2012)
2.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
H1 : Terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah stock split.
H2 : Terdapat perbedaan risiko sistematis sebelum dan sesudah stock split
H3 : Terdapat perbedaan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah stock split
Uji Beda Dua Rata-Rata
Rata-Rata Abnormal
Return, Risiko Sistematis,
dan Volume Perdagangan
Saham Sesudah Stock Split
Rata-Rata Abnormal
Return, Risiko Sistematis,
dan Volume Perdagangan
Saham Sebelum Stock Split
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI
Stock Split
51
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1 Variabel Penelitian
Variabel dependen dan variabel independen dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Variabel Dependen
Yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah abnormal return, risiko sistematis,
dan volume perdagangan saham.
2. Variabel Independen
Yaitu variabel yang mempengaruhi keadaan variabel lain. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah stock split
3.1.2 Definisi Variabel Operasional
Variabel operasional dalam penelitian ini adalah abnormal return, risiko
sistematis, dan volume perdagangan saham. Variabel abnormal return digunakan
untuk mengetahui adanya sinyal positif yang diperoleh investor sesudah
pengumuman stock split. Variabel risiko sistematis digunakan untuk mengetahui
besarnya risiko pasar yang dihadapi investor sesudah pengumuman stock split.
52
Sedangkan variabel volume perdagangan saham digunakan untuk mengetahui
likuiditas perdagangan saham sesudah pengumuman stock split.
1. Abnormal return
Penghitungan abnormal return menggunakan market adjusted model
dimana return indeks pasar yang diestimasi sama dengan return sekuritas,
sehingga tidak perlu menggunakan periode estimasi.
ARit = Rit – Rmt (3.1)
Dimana :
ARit = abnormal return saham i pada hari ke t
Rit = actual return saham i pada hari ke t
Rmt = return pasar, yang dihitung dengan rumus :
Rmt = (IHSGt – IHSGt −1)
IHSGt −1
2. Risiko Sistematik
Beta saham dalam penelitian ini merupakan ukuran risiko suatu saham
yang menunjukkan kepekaan suatu return saham terhadap return pasar. Semakin
besar beta suatu saham, semakin besar kepekaan return saham tersebut terhadap
perubahan return pasar. Beta akan dihitung dengan menggunakan model indeks
tunggal dengan menggunakan rumus :
Ri = αi + βi x Rm + ei (3.2)
Dimana:𝑅𝑖 =𝑃𝑖𝑡−𝑃𝑖𝑡−1
𝑃𝑖𝑡 𝑅𝑚 =
𝑃𝑚𝑡−𝑃𝑚𝑡−1
𝑃𝑚𝑡
53
Ri = Return saham i
Rm = Return Pasar
Pit = Harga saham i pada hari ke t
Pit-1 = Harga saham i pada hari ke t-1
Pmt = IHSG pada hari ke t
Pmt-1= IHSG pada hari ke t-1
3. Volume Perdagangan Saham
Secara rumus dapat diilustrasikan sebagai berikut:
TVAit = ∑saham yang diperdagangkan pada waktu t
∑saham yang beredar di BEI pada waktu t (3.3)
54
Untuk memperjelas definisi operasional tiap-tiap variabel, maka akan
disajikan definisi operasional dalam tabel berikut:
Tabel 3.1
Ringkasan Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Rumus Skala
1. Abnormal
Return
Selisih antara
return
sesungguhnya
dengan return
ekspektasi masing-
masing saham
ARit = Rit – Rmt
Rasio
2. Risiko
Sistematik
ukuran risiko yang
berasal dari
hubungan antara
tingkat return
saham terhadap
return pasar.
Ri = αi + βi x Rm + ei
Rasio
2.
Volume
Perdagang
an Saham
Perbandingan
antara jumlah
saham yang
diperdagangkan
dengan jumlah
saham yang
beredar
TVAit = ∑saham yang diperdagangkan
∑saham yang tercatat di BEI
Rasio
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang telah go
public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang berjumlah 150 perusahaan. Sampel
penelitian diambil dari populasi dengan metode purposive sampling dengan beberapa
kriteria yang harus dipenuhi sebagai berikut:
1. Perusahaan tersebut terdaftar di BEI selama tahun 2006-2013
2. Perusahaan manufaktur tersebut melakukan pemecahan saham
Sumber: Husnan (2003), Djayasaputra (2009), Hartono (2014)
55
3. Perusahaan manufaktur tersebut melakukan pemecahan saham di periode tahun
pengamatan tahun 2006-2013
4. Perusahaan tersebut mempunyai data penunjang penelitian yang lengkap
Berdasarkan pada persyaratan sampel diatas, maka jumlah sampel ditentukan sebagai
berikut:
Tabel 3.2
Sampel Perusahaan yang Melakukan Stock Split
No. Kode Nama Perusahaan Tanggal Stock
Split
1. TSPC PT. Tempo Scan Pacific Tbk 14 September 2006
2. EKAD PT. Ekadharma Internasional Tbk 19 Oktober 2006
3. DAVO PT. Davomas Abadi Tbk 28 Mei 2007
4. SMGR PT. Semen Indonesia Tbk 7 Agustus 2007
5. SOBI PT. Sorini Agro Asia Corporindo Tbk 22 Agustus 2007
6. CTBN PT. Citra Tubindo Tbk. 12 januari 2009
7. ARNA PT. Arwana Citramulia Tbk. 11 September 2009
8. KKGI PT. Resource Alam Indonesia Tbk. 18 Maret 2010
9. TURI PT. Tunas Ridean Tbk. 17 Juni 2010
10. DILD PT. Intiland Development Tbk. 26 Juli 2010
11. DVLA PT Darya-Varia Laboratoria Tbk. 12 November 2010
12. CPIN PT. Choroen Pokpkon Indonesia Tbk. 8 Desember 2010
13. INTA PT. Intraco Penta Tbk. 6 Juni 2011
14. AUTO PT. Astra Otoparts Tbk. 24 Juni 2011
15. ASII PT. Astra International Tbk. 5 Juni 2012
16. IMAS PT. Indomobil Sukses Internasional
Tbk.
7 Juni 2012
17. MDRN PT. Modern Internasional (d/h Modern
Photo Film Company) Tbk.
3 Juli 2012
18. TOTO PT. Surya Toto Indonesia Tbk. 9 Agustus 2012
19. KLBF PT Kalbe Farma Tbk. 8 Oktober 2012
20. BRNA PT. Berlina Tbk. 6 November 2012
Sumber: Indonesia Capital Market Directory (ICMD) periode 2006-2013
56
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diperoleh merupakan data dokumenter, yaitu data yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara atau dicatat atau
diperoleh dari pihak lain, berupa bukti catatan yang dipublikasikan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder sebagai sumber data penelitian.
Data tersebut diperoleh dari lembaga atau instansi melalui pengutipan data atau
melalui studi pustaka yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Penelitian ini
menggunakan data sekunder dari berbagai sumber, yaitu: Indonesia Capital Market
Directory (ICMD) tahun 2006-2013, Pojok BEI FEB UNDIP, www.idx.co.id,
finance.yahoo.com.
Data-data tersebut diantaranya:
1. Tanggal pengumuman stock split yang digunakan sebagai event date (t0)
2. Harga saham penutupan harian perusahaan yang melakukan stock split dalam
periode pengamatan, yaitu 10 hari sebelum dan 10 hari sesudah pengumuman
stock split
3. Index Harga Saham Gabungan (IHSG) harian
4. Return saham harian
5. Jumlah saham yang diperdagangkan secara harian
6. Jumlah saham yang beredar atau listed share
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat time series, yaitu data yang
diamati selama periode tertentu (harian) terhadap objek penelitian.
57
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Observasi, yaitu dengan mencatat abnormal return, risiko sistematik, dan
volume perdagangan masing-masing perusahaan dari tahun 2006-2013
2. Studi pustaka, yaitu dengan menelaah maupun mengutip langsung dari sumber
tertulis lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dapat
digunakan sebagai landasan teorinya.
3.5 Metode Analisis
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis event study yang bertujuan untuk menganalisis mengetahui perbandingan
nilai yang terjadi sebelum dan sesudah event terjadi, menilai apakah terdapat
perbedaan abnormal return, risiko sistematis, dan volume perdagangan saham
sebelum terjadinya event dan setelah event berlangsung. Windows yang digunakan
dalam penelitian ini adalah periode sepuluh hari sebelum peristiwa (t-10 sampai
dengan t-1) dan sepuluh hari sesudah peristiwa (t+1 sampai dengan t+10). Penggunaan
windows tersebut karena dapat menunjukkan ada tidaknya sinyal keuntungan dan
likuiditas perdagangan saham akibat stock split.
Metode yang digunakan adalah model analisis Paired Sample T-Test atau
Wilcoxon Signed Rank Test tergantung pada distribusi datanya, serta menggunakan
program software IBM SPSS 21 untuk pengolahan data. Data yang terkumpul akan
dianalisis secara bertahap dengan melakukan analisis statistik deskriptif terlebih
58
dahulu. Selanjutnya dilakukan pengujian statistik dengan uji distribusi normal dengan
menggunakan uji Kolmogorov-smirnov. Kemudian tahap selanjutnya dilakukan
pengujian hipotesis parsial untuk masing-masing variabel penelitian dengan
menggunakan uji analisis Paired Sample T-Test apabila data terdistribusi normal dan
model uji analisis Wilcoxon Signed Rank Test apabila data terdistribusi tidak normal.
Menurut Ghozali (2013), Tingkat signifikansi atau nilai alfa (α) yang umum
dipakai adalah 0,05 dan 0,01. Pada penelitian ini ditetapkan tingkat signifikansi atau
probabilitas kesalahan untuk menolak H0 untuk seluruh pengujian adalah sebesar 0,05
atau 5%. Penjelasan tahapan pengujiannya adalah sebagai berikut:
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang
dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi dengan
prosedur sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan standar
deviasi dari abnormal return, risiko sistematik, dan volume perdagangan
saham sebelum dan sesudah pemecahan saham ditinjau dari perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI
2. Menentukan perbedaan mean (naik atau turun) dengan standar deviasi dari
abnormal return, risiko sistematik, dan volume perdagangan saham sebelum
dan sesudah stock split.
59
3.5.2 Uji Normalitas
Untuk mendeteksi normalitas data dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-
smirnov test. Uji statistik Kolmogorov-smirnov dipilih karena lebih peka untuk
mendeteksi normalitas data dibandingkan dengan pengujian dengan menggunakan
grafik. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini terdistribusi normal atau tidak. Sampel terdistribusi normal
apabila Asymptotic sig > tingkat keyakinan yang digunakan dalam pengujian yaitu
95% atau α = 5%. Sebaliknya dikatakan tidak normal apabila Asymptotic sig < tingkat
keyakinan. Jika hasil dari pengujian terdistribusi normal maka uji beda yang akan
digunakan adalah uji parametrik (paired sample t-test). Namun jika hasil pengujian
terdistribusi tidak normal maka uji beda yang akan digunakan adalah uji parametrik
(wilcoxon signed rank tes).
3.5.3 Uji Hipotesis
Hasil uji normalitas data digunakan untuk menentukan alat uji apa yang
paling sesuai untuk pengujian hipotesis penelitian ini. Paired sample t-test dan
Wilcoxon signed rank test sering digunakan untuk menganalisis model penelitian pre-
post atau sebelum dan sesudah. Uji beda digunakan untuk mengevaluasi perlakuan
tertentu pada satu sampel yang sama pada dua periode pengamatan yang berbeda.
Pengamatan tertentu pada penelitian ini adalah pengumuman stock split. Jika
perlakuan tersebut tidak berpengaruh terhadap objek maka nilai rata-rata
pengukurannya adalah sama dengan atau dianggap nol atau hipotesis nol (H0)
60
diterima. Jika ternyata pernyataan berpengaruh, nilai rata-rata pengukuran tidak sama
dengan nol atau hipotesis nol (H0) ditolak maka hipotesis alternatifnya diterima.
3.5.3.1 Paired Sample T-Test (Uji Sampel Berpasangan)
Paired Sample T-Test merupakan uji parametrik yang digunakan untuk
menguji hipotesis sama atau tidak berbeda (H0) antar dua variabel. Data berasal dari
dua pengukuran atau dua periode pengamatan yang berbeda yang diambil dari subjek
yang dipasangkan. Langkah-langkah pengujian Paired Sample T-Test untuk
pengujian sampel berpasangan sebagai berikut:
1. Menghitung selisih (d) antara pengamatan sebelum dan sesudah
2. Menghitung total d (∑d), lalu mencari mean d yaitu ∑d
𝑛
3. Menghitung mean d, kemudian mengkuadratkan selisih tersebut dan menghitung
total selisih kuadrat
4. Mencari standar deviasi (Sd2) dengan rumus:
Sd = ( 1
𝑛−1) x [total ( d – mean d )]
2
5. Menghitung t hitung dengan rumus, t = (𝑋1−𝑋2)
𝑆𝑑
√𝑛
Keterangan:
(X1-X2) = Rata-rata hitung sampel X1 untuk pengamatan sebelum dan X2
untuk pengamatan sesudah
Sd = Standar deviasi sampel
n = Jumlah pengamatan sampel
61
6. Menentukan hipotesis : H0 diterima bila sig (2 tailed) ≥ p-value , H1 ditolak bila
sig (2 tailed) ≥ p-value
Apabila sig (2 tailed) lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak dan H1
diterima yang berarti ada perbedaan yang signifikan pada variabel abnormal
return, risiko sistematik, dan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah
stock split. Apabila sig (2 tailed) lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan H1
ditolak yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan pada variabel abnormal
return, risiko sistematik, dan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah
stock split.
3.5.3.2 Wilcoxon Signed Rank Test
Uji statistik non parametrik yang digunakan adalah Wilcoxon signed rank test.
Uji ini digunakan untuk menganalisis data berpasangan karena adanya dua perlakuan
yang berbeda. Dalam hal ini, Wilcoxon signed rank test digunakan untuk mengetahui
perbedaan abnormal return, risiko sistematis, dan volume perdagangan saham,
sebelum dan sesudah stock split.
Uji ini memberikan bobot nilai lebih untuk setiap pasangan yang
menunjukkan perbedaan besar antara dua kondisi dibandingkan dengan dua pasangan
yang menunjukkan perbedaan kecil (Ghozali,2009).
Prosedur pengujian Wilcoxon signed rank test sebagai berikut (Hasan, 2005
dalam Pramana,2012) :
62
1. Menentukan formula hipotesis
H0 = Jumlah urutan tanda positif dengan jumlah urutan tanda negatif adalah
sama (tidak ada perbedaan nyata antara pasangan data)
H1 = Jumlah urutan tanda positif dengan jumlah urutan tanda negatif adalah
berbeda (ada perbedaan nyata antara pasangan data)
2. Menentukan taraf nyata (α) dengan T tabel
Pengujian dapat berbentuk satu sisi atau dua sisi
3. Menentukan kriteria pengujian
H0 diterima apabila T0 ≥ T
H1 ditolak apabila T0 ≥ T
4. Menentukan uji nilai statistik (nilai T)
Tahap-tahap pengujiannya adalah sebagai berikut:
a. Menentukan tanda beda dan besarnya tanda beda antara pasangan data
b. Mengurutkan bedanya tanpa memperhatikan tanda atau jenjang
1) Angka satu (1) untuk beda yang terkecil, dan seterusnya
2) Jika terdapat beda yang sama, diambil rata-ratanya
3) Beda nol tidak diperhatikan
c. Memisahkan tanda beda positif dan negatif atau tanda jenjang
d. Menjumlahkan semua angka positif dan angka negatif
e. Nilai terkecil dari nilai absolut hasil penjumlahan merupakan nilai T0
5. Membuat kesimpulan H0 diterima atau ditolak