Analisis Pengenceran Radioisotop

27
LAPORAN PRAKTIKUM RADIOKIMIA Analisis Pengenceran Radioisotop untuk Penentuan Massa PbNO3 dengan Isotop I- 131 SELASA, 31 MARET 2015 ARI NURUL PANGESTU/ 011300326/ TKN 13 Rekan Kerja Kelompok 1 : Doly Mauludy Pradana Michael Situmorang Rikhi Galatia

description

laporan praktikum radiokimia analisis pengenceran radioisotop

Transcript of Analisis Pengenceran Radioisotop

LAPORAN PRAKTIKUM RADIOKIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM RADIOKIMIAAnalisis Pengenceran Radioisotop untuk Penentuan Massa PbNO3 dengan Isotop I-131

Analisis Pengenceran Radioisotop untuk Penentuan Massa PbNO3 dengan Isotop 131I

I. Tujuan1. Menggambarkan prinsip-prinsip metode pengenceran radioisotop dan mengaplikasikannya dalam prosedur-prosedur analisis.2. Menganalisis jumlah massa PbNO3 dalam larutan PbNO3 dengan teknik pengenceran radioisotop.II. Dasar Teori

2.1 RadioisotopRadioisotop adalah isotop suatu unsur yang radioaktif yang memancarkan sinar radioaktif. Isotop suatu unsur baik yang stabil maupun radioaktif memiliki sifat kimia yang sama. Radioisotop senantiasa memancarkan radiasi di manapun dan keberadaannya mudah dideteksi. Radioisotop ibarat lampu yang tidak pernah padam senantiasa memancarkan cahayanya. Radioisotop dalam jumlah sedikit sekali pun dapat dengan mudah diketahui keberadaannya. Dengan teknologi pendeteksian radiasi saat ini, radioisotop dalam kisaran pikogram (satu per satu trilyun gram) pun dapat dikenali dengan mudah. Sebagai ilustrasi, jika radioisotop dalam bentuk carrier free (murni tidak mengandung isotop lain) sebanyak 0,1 gram saja dibagi rata ke seluruh penduduk bumi yang jumlahnya lebih dari 5 milyar, jumlah yang diterima oleh masing-masing orang dapat diukur secara tepat.Laju peluruhan tiap satuan waktu (radioaktivitas) hanya merupakan fungsi jumlah atom radioisotop yang ada, tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan baik temperatur, tekanan, pH dan sebagainya. Penurunan radioaktivitas ditentukan oleh waktu paro, waktu yang diperlukan agar intensitas radiasi menjadi setengahnya. Waktu paro ini merupakan bilangan khas untuk tiap-tiap radioisotop. Misalnya karbon-14 memiliki waktu paro 5.730 tahun, sehingga radioaktivitasnya berkurang menjadi separonya setelah 5.730 tahun berlalu. Seluruh radioisotop yang telah berhasil ditemukan telah diketahui pula waktu paronya. Waktu paro radioisotop bervariasi dari kisaran milidetik sampai ribuan tahun. Waktu paro ini merupakan faktor penting dalam pemilihan jenis radioisotop yang tepat untuk keperluan tertentu.Intensitas radiasi ini tidak bergantung pada bentuk kimia atau senyawa yang disusunnya. Hal ini dikarenakan pada reaksi kimia atau ikatan kimia yang berperan adalah elektron, utamanya elektron pada kulit atom terluar, sedangkan peluruhan radioisotop merupakan hasil dari perubahan pada inti atom.Radioisotop memiliki konfigurasi elektron yang sama dengan isotop lain sehingga sifat kimia yang dimiliki radioisotop sama dengan isotop-isotop lain dari unsur yang sama. Radioisotop karbon-14, misalnya, memiliki karakteristik kimia yang sama dengan karbon-12.Radiasi yang dipancarkan, utamanya radiasi gamma, memiliki daya tembus yang besar. Lempengan logam setebal beberapa sentimeter pun dapat ditembus oleh radiasi gamma, utamanya gamma dengan energi tinggi. Sifat ini mempermudah dalam pendeteksian.

2.2 PerunutPerunut adalah zat untuk mengetahui suatu alur/ jejak / lokasi suatu aliran. Suatu zat radioaktif bersifat tidak stabil dan terus menerus memancarkan sinar radioaktif, sehingga dapat digunakan sebagai perunut. Perunut radioaktif adalah isotop radioaktif yang ditambahkan ke dalam bahan kimia atau makhluk hidup guna mempelajari sistem.Anggapan penting yang digunakan pada penggunaan radionuklida sebagai perunut adalah materi radioaktif akan tercampur secara sempurna dengan sistem yang dipelajari, hal ini berarti bahwa gejala keradioaktifan yang dipancarkan oleh perunut tidak mempengaruhi komponen sistem, dan perunut tersebut tidak dapat dibedakan secara kimia dengan materi non radioaktif.Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan radionuklida perunut :1. Harus memiliki sifat kimia dan fisika yang sama dengan sistem yang dipelajari.2. Radionuklida perunut harus memiliki waktu hidup yang cukup panjang sehingga aktivitasnya dapat dideteksi dengan baik.3. Jenis radiasi yang dipancarkan harus menjadi pertimbangan terutama kemampuan penetrasi dan kemudahannya untuk diukur. Hanya terdapat sedikit radionuklida alam yang dapat digunakan sebagai radionuklida perunut seperti isotop H dan C, dan produk peluruhan U dan Th. sekarang kebanyakan radionuklida perunut diproduksi secara buatan dalam reaktor atau dalam ekselerator.Pengunaan radioisotop sebagai perunut didasarkan pada ikatan bahwa isotop radioaktif mempunyai sifat kimia yang sama dengan isotop stabil. Jadi suatu isotop radioaktif melangsungkan reaksi kimia, yang sama seperti isotop stabilnya. Sebagai perunut, radoisotop ditambahkan ke dalam suatu sistem untuk mempelajari sistem itu, baik sistem fisika, kimia maupun sistem biologi. Oleh karena radioisotop mempunyai sifat kimia yang sama seperti isotop stabilnya, maka radioisotop dapat digunakan untuk menandai suatu senyawa sehingga perpindahan perubahan senyawa itu dapat dipantau. Teknik perunut ini dapat diaplikasikan apabila dalam kondisi dimana ada suatu aliran populasi masa. Selain itu agar teknik perunut ini dapat secara sempurna diaplikasikan maka perlu dipenuhi beberapa persyaratan lain, misalnya bahwa bahan perunut yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat dan berkelakuan sama dengan bahan dari populasi masa yang diselidiki namun mempunyai identitas khusus dimana bahan perunut tersebut harus dapat dideteksi dengan suatu alat deteksi. Perunutan merupakan suatu proses pemanfaatan senyawa yang telah ditandai dengan isotop atau radioisotop untuk menjadi bagian dari sistem biologi/mekanik sehingga diketahui mekanisme yang terjadi atau diperoleh suatu hasil pengukuran. Teknik perunut dapat menggunakan isotop atau radioisotop. Dasar aplikasi dari teknik perunut dengan isotop stabil adalah sifat kimia spesifik dari unsur yang digunakan dengan berat molekul yang berbeda. Contoh isotop stabil adalah N-15, Cr-52, C-13, dan lainnya. Alat yang digunakan untuk mengukur isotop stabil seperti mass atomic spektrofotometer , X-ray flourescene (XRF), dan Neutron Atomic Absorbtion (NAA). Sedangkan dasar aplikasi dari teknik perunut dengan radioisotop adalah paparan aktivitas dari masing-masing unsur yang digunakan. Contoh radioisotop adalah C-14, Ca-45, P-32, H-3, dan lainnya. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas paparannya adalah Liquid Scintilation Counter (LSC), Gamma Counter , HPGe, dan lainnya. Dalam aplikasinya, radioisotop dapat dijadikan perunut yang memberi manfaat pada bidang kedokteran, industri, hidrologi, dan bidang lainnya.Teknik perunut dapat dipakai untuk mempelajari mekanisme berbagai reaksi kimia esterifikasi, fotosintesis, dan kesetimbangan dinamis. Perunut adalah zat untuk mengetahui suatu alur atau jejak atau lokasi suatu aliran. Suatu zat radioaktif bersifat tidak stabil dan terus-menerus memancarkan sinar radioaktif sehingga dapat digunakan sebagai perunut.Perunut radioaktif adalah isotop radioaktif yang ditambahkan kedalam bahan kimia atau makhluk hidup yang mempunyai isotop. Syarat-syarat perunut adalah sebagai berikut:1. Tidak berbahaya bagi manusia.2. Aktifitasnya rendah3. Waktu paronya pendek.4. Larut dalam dalam air.

2.3 Pengenceran IsotopPengenceran isotop adalah pengenceran bahan target yang dilakukan dengan menambahkan isotopnya. Pengenceran isotop digunakan untuk mengurangi cacat radiasi dan analisis yang memanfaatkan perubahan rasio isotop. Untuk mengurangi cacat radiasi akibat penyerapan radioisotop ke dalam tubuh, konsentrasinya diencerkan dengan menyerap isotop stabil dan dikeluarkan dari tubuh. Misal, bila iodium radioaktif diserap ke dalam tubuh maka setelah 24 jam sekitar 20% jumlahnya akan masuk ke dalam tiroid dan sisanya setelah terdistribusi ke seluruh tubuh segera dikeluarkan melalui urin. Bila sebelumnya telah menggunakan iodium stabil maka konsentrasi iodium di dalam tiroid menjadi lebih tinggi dan waktu paro biologisnya menjadi lebih pendek.

2.3.1 Analisis Pengenceran IsotopAnalisis pengenceran isotop untuk menentukan kadar suatu zat dilakukan dengan cara menambahkan zat radioaktif yang telah diketahui aktivitas jenisnya dan sudah diencerkan ke dalam zat yang akan ditentukan kadarnya. Senyawa yang digunakan memiliki sifat yang identik dengan senyawa yang akan dianalisis. Pada analisis pengenceran isotop, kedalam suatu larutan yang akan dianalisis ditambahkan suatu larutan yang mengandung suatu spesi radioaktif yang diketahui jumlahnya dan zat yang tidak diketahui. Kemudian zat tersebut di pisahkan, lalu keradioaktifannya ditentukan. Dalam tataran analisis, analisis pengenceran isotop adalah teknik untuk meningkatkan presisi dan akurasi dari analisis kimia. Pertama, jumlah yang diketahui dari suatu isotop ditambahkan ke sampel. Misalnya, untuk menentukan jumlah timbal dalam sampel, diketahui jumlah Pb-204, salah satu isotop timbal, dapat ditambahkan. Kelimpahan isotop alami dari timah adalah 204 (1,8%), 206 (22,1%), 207 (24,2%), dan 208 (52,1%). Komposisi isotop sampel akan sedikit berubah. Kemudian, dengan mengukur isotop masing-masing, jumlah timbal dalam sampel asli dapat dihitung. Dalam khas kromatografi gas analisis, pengenceran isotop dapat mengurangi kesalahan injeksi dari 5% menjadi 1%. Hal ini juga dapat digunakan dalam spektrometri massa (biasanya disebut sebagai pengenceran isotop spektrometri massa atau IDMS), di mana rasio isotop dapat ditentukan dengan presisi biasanya lebih baik dari 0,25%. Sebuah bentuk yang sedikit berbeda dari pengenceran isotop dapat digunakan untuk menentukan komposisi radioaktif sampel. Misalnya dengan menambah jumlah isotop radioaktif dalam sampel dan kemudian perubahan radioaktivitasnya diukur sehingga jumlah isotop dalam sampel asli dapat dihitung.Proses analisis pengenceran isotop secara umum adalah analisis campuran senyawa berdasarkan jenis cuplikan, yaitu dengan suatu komponen yang telah diketahui aktivitas jenisnya; penentuan kuantitatif senyawa dalam campuran yang rumit dapat dilaksanakan dengan menambahkan senyawa bertanda dengan keaktifan jenis dan jumlah yang diketahui dengan teliti; untuk maksud ini harus digunakan senyawa bertanda dengan sifat yang identik dengan senyawa yang akan ditentukan; bila senyawa yang akan ditentukan dapat dipisahkan dalam keadaan murni, tetapi tidak perlu diperoleh hasil pemisahan yang kuantitatif, maka kadar senyawa yang dimaksud dapat ditentukan dengan membandingkan keaktifan jenis sebelum dan sesudah pemisahan. Kebalikan dari cara ini sering dinamakan kebalikan pengenceran isotop, merupakan penambahan isotop mantap ke dalam isomer radioaktif yang akan ditentukan kadarnya.

2.3.2 Metoda Analisis Pengenceran IsotopAnalisis Uranium dan Thorium dalam Limbah radioaktif dari proses daur bahan bakar nuklir dapat dilakukan dengan pengkajian metode analisis uranium dan thorium dalam limbah radioaktif dari proses daur bahan bakar nuklir. Metode analisis uranium dan thorium dalam pengkajian ini terdiri dari metode Titrimetri, Spektrofotometri UV-VIS, Fluorimetri, HPLC, polarografi, Spektrografi Emisi, XRF, AAS, Spektrometri Alfa, dan Spektrometri Massa. Dari pengkajian ini dapat disimpulkan bahwa untuk analisis uranium dan thorium untuk konsentrasi rendah menggunakan metode Spektrofotometri UV-VIS lebih baik daripada metode Titrimetri. Sedang untuk analisis uranium dan thorium dengan konsentrasi sangat rendah sampai ppb (10-9 bagian) dapat digunakan dengan metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN), Spektrometri Alfa, dan Spektrometri Massa. Metode Spektrometri Alfa dan ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry) untuk analisis kandungan isotop uranium dan thorium sangat baik bila dilihat dari aspek ketelitian maupun ketepatan analisis. Perbandingan metode ICP-MS dan Spektrometri Alfa menunjukkan bahwa kedua metode tersebut mempunyai kemampuan untuk menentukan isotop uraranium dan thorium dalam cuplikan limbah dengan hasil yang sangat bagus, tetapi metode ICP-MS memerlukan waktu analisis lebih cepat dan biayanya lebih murah. Metode AAN juga dapat digunakan untuk analisis isotop uranium and thorium, tetapi metode ini memerlukan fasilitas reaktor dan waktu analisis sangat lama. Pada metode titrimetri dan gravimetri ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar analisis dapat dilakukan yaitu :

1. Metoda Titrimetri: Reaksi harus berlangsung sempurna, cepat, dan reversibel

Menggunakan indikator yang tepat

Larutan baku harus stabil.

2. Metoda Gravimetri:

Proses pengendapan harus berlangsung sempurna

Endapan yang terbentuk tidak larut

2.3.2.1 Metoda Spektrometri Massa Analisis isotop dengan metode Spektrometri Massa secara kualitatif didasarkan pada pengukuran massa yang karakteristik untuk setiap isotop. Sedang secara kuantitatif ditentukan berdasarkan pada besarnya intensitas untuk setiap massa yang berbanding lurus dengan konsentrasi isotop suatu unsur. Metoda ini adalah metoda analisis multi unsur dalam suatu bahan dalam tingkat kelumit (tingkat konsentrasi ppb atau kurang). Pada metoda ini, jenis instrumen yang digunakan umumnya adalah Spektrometer Massa Termal Ionisasi, dimana proses atomisasi dan ionisasi atom-atom dengan pemanasan pada suhu tinggi (1500-2000oC). Prosedur yang umum dilakukan adalah (1). Pelarutan dan pengenceran sampel, (2). Pemisahan kimia (pemisahan U dari unsur-unsur lain dengan penukar ion atau ekstraksi pelarut). Adanya unsur alkali konsentrasi tinggi juga perlu dipisahkan terutama kalium yang dapat membentuk K6 yang akan mengganggu pengukuran 234U dan 236U, (3). Penambahan standar spike bila digunakan teknik pengenceran isotop, (4). Penetesan sampel pada filamen dan pengeringan, selanjutnya sampel siap dianalisis. Spektrometri massa telah dikembangkan dengan teknik atomisasi atau ionisasi yang dilakukan dengan Inductively Coupled Plasma (ICP) sehingga metode ini disebut Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry (ICP-MS). Umumnya metode ICP-MS digunakan untuk penentuan isotop suatu unsur dalam sampel larutan. Walaupun demikian, ICP-MS dapat juga digunakan untuk menganalisis sampel padatan. Untuk penentuan U dan Th (juga Pu) dalam limbah radioaktif dipilih sampel dalam bentuk larutan. Metode ICP-MS tidak menggunakan filamen sehingga lebih murah dari pada metode Spektrometri Massa Termal Ionisasi.

2.3.2.2 Metoda Spektrometri AlfaMetode ini pada umumnya menggunakan teknik penyiapan cuplikan yaitu dengan elektrodeposisi pada stainless steel yang siap diukur (dicacah) dengan Spektrometer Alfa. Beberapa penelitian pada umumnya berbeda dalam preparasi cuplikan terutama pada cara pemisahan sebelum dilakukan elektrodeposisi. Pemisahan U atau Th dari unsur-unsur lain dapat dilakukan dengan : pengendapan, ekstraksi pelarut, ekstraksi kromatografi, pertukaran ion, dan adsorpsi. Spektometri Alfa telah berhasil digunakan untuk analisis Th dalam bijih bastnaessite. Mula-mula sampel dilakukan pelarutan, kemudian diekstraksi dengan Tri-octhyl-phosphin oxide (TOPO), dilanjutkan pertukaran ion menggunakan resin Dowex 1-X8 untuk memisahkan Ce. Unsur pengganggu dalam analisis ini adalah Ba, Sr, dan Si. Metode ini juga telah berhasil untuk analisis Th dalam batubara dan abu batubara. Sampel dilarutkan dengan HCl dan HF, kemudian diekstraksi dengan eter dan dilanjutkan dengan kromatografi penukar anion. Unsur pengganggu dalam analisis ini adalah U dan Pb. Terhadap ketiga sampel tersebut, metode ini mampu menganalisis Th konsentrasi rendah (0,01- 1%) dengan RSD = 1,3-12% dan kesalahan relatif 5,28- 5,95%. Analisis isotop U dan Th juga Pu telah banyak dilakukan dengan ICP-MS maupun dengan Spektrometri Alfa, baik untuk sampel dari hasil proses fabrikasi bahan bakar dan limbah radioaktif yang ditimbulkan, maupun sampel lingkungan dengan hasil yang memuaskan. Analisis isotop U dan Th dengan metode AAN relatif sama dengan kedua metode tersebut. Kemampuan metode ICP-MS dan Spektrometri Alfa untuk analisis U dan Th (juga Pu) dapat dilihat pada table di bawah ini. Perbandingan metode ICP-MS dan Spektrometri Alfa (Tabel di bawah) menunjukan bahwa kedua metode tersebut mempunyai kemampuan untuk menentuan kandungan isotop U dan Th juga Pu dalam sampel limbah dengan ketelitian, ketepatan dan batas deteksi yang relatif sama baik. Untuk tingkat konsentrasi yang sama, waktu preparasi sampel juga relatif sama (15 jam dan 15,5 jam), tetapi waktu analisis untuk metode ICP-MS dapat dilakukan lebih cepat (hanya 5 menit/sampel) dibanding denganSpektrometri Alfa (48-72 jam /sampel atau 2-3 hari/sampel). Selain itu biaya analisis ICP-MS lebih murah. Oleh karena itu dalam hal ini metode ICP-MS lebih banyak dipilih.

2.3.3.Proses Analisis Pengenceran IsotopProses analisis pengenceran isotop secara umum adalah :Analisis campuran senyawa berdasarkan jenis cuplikan, yaitu dengan suatu komponen yang telah diketahui aktivitas jenisnya; penentuan kuantitatif senyawa dalam campuran yang rumit dapat dilaksanakan dengan menambahkan senyawa bertanda dengan keaktifan jenis dan jumlah yang diketahui dengan teliti; untuk maksud ini harus digunakan senyawa bertanda dengan sifat yang identik dengan senyawa yang akan ditentukan; bila senyawa yang akan ditentukan dapat dipisahkan dalam keadaan murni, tetapi tidak perlu diperoleh hasil pemisahan yang kuantitatif, maka kadar senyawa yang dimaksud dapat ditentukan dengan membandingkan keaktifan jenis sebelum dan sesudah pemisahan.Kebalikan dari cara ini sering dinamakan kebalikan pengenceran isotop, merupakan penambahan isotop mantap ke dalam isomer radioaktif yang akan ditentukan kadarnya.

2.3.4. Kegunaan Analisis Pengenceran IsotopSecara umum kegunaan analisis pengenceran isotop adalah untuk mengurangi cacat radiasi akibat penyerapan radioisotop ke dalam tubuh dan anlisis yang memanfaatkan perubahan radioisotop dalam berbagai bidang aplikasi seperti bidang hidrologi, kesehatan, geologi, biokimia dan kimia analisis yang akan dijelaskan lebih lanjut. 2.3.5.Keuntungan Analisis Pengenceran IsotopBerikut adalah keuntungan yang dimiliki dalam analisis pengenceran isotop : Penggunaan luas (dari analisa unsur sampai molekul besar) Sangat selektif Dapat menganalisis zat yang tidak stabil atau zat yang sebagian dapat terurai selama proses pemisahan berlangsung Pemisahan tidak perlu kuantitatif Menghasilkan kepekaan yang tinggi Meningkatkan presisi dan akurasi

III. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:1. Alat pencacah GM.2. Batang pengaduk.3. Beaker glass.4. Corong gelas.5. Eppendorf.6. Erlenmeyer 250 mL.7. Neraca analitik.8. Kaca arloji.9. Labu takar 50 mL.10. Pipet gondok 10 mL.11. Planset.12. Pipet tetes.13. Sendok sungu.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:1. Aquadest.2. Kertas saring whatman no.423. Larutan KI4. Larutan PbNO3 sampel 45. Perunut (131I)

IV. Langkah Kerja1. Bahan KI dihitung dan ditimbang , lalu dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL.2. Sebelum ditanda bataskan, larutan KI diberi 100 L perunut (131I). Kemudian ditandabataskan dan di homogenkan.3. Sebanyak 10 mL larutan PbNO3 dimasukkan pada erlenmeyer.4. Tambahkan larutan KI yang telah diberi perunut kedalam Larutan PbNO3 setetes demi setetes hingga tidak terbentuk endapan lagi.5. Apabila sudah tidak terbentuk endapan, maka endapan disaring dengan menggunakan kertas saring whatman no. 42.6. Endapan pada kertas saring dicacah oleh pencacah GM sebanyak sepuluh kali.7. Blanko diukur dengan membuat larutan KI tanpa perunut (131I). Kemudian dilakukan percobaan yang sama pada langkah no.3 sampai 6.8. Aktivitas I radioaktif dihitung dengan memipet 10 L dicacah dengan detector GM.

V. Data Pengamatan1. Penentuan Efisiensi DetektorNo.Cacah latar (cpm)Cacah std+latar(cpm)

1.61342

2.64369

3.69353

4.61378

5.70402

6.74337

7.69367

8.62343

9.70369

10.65359

Rata-rata66,5361,9

Sumber standar Cs-137 1 Ci. 30,07 tahunTanggal pembuatan : November 2011Cacah standar: 295,4 cpm = 4,93 cps2. Pembuatan larutan KISampel: Pb(NO3)2 no.4 perkiraan 0,8-1,8 gramMr KI: 166,01 gram/molMr Pb(NO3)2: 331 gram/mola. Pecobaan pertamaMassa KI: 1,8929 gramVolume KI: 50 mLVolume Pb(NO3)2 yang direaksikan: 10 mLVolume I radioaktif: 100 Lb. Percobaan kedua (tanpa I radioaktif)Massa KI: 1,89653. PencacahanT= 100 sHV= 780 VJarak= 6 cmNoCacah BlangkoCacahan sampel

1701393

2851445

3821480

4681524

5651479

6661562

7711563

8701566

9731582

10531536

Cacah 10 L I radioaktifHV= 820 VT= 100 sCacahan= 19584NaIA= 370 MBqTanggal pembuatan= 16 Maret 2015Tanggal praktikum= 25 Maret 2015

VI. Perhitungan6.1.1. Menentukan Efisiensi DetektorAt= Ao x At= 1 Ci x = 1 Ci x = 1 Ci x 0,926= 0,926 Ci x = 34262 Bq= = = 0,0144 %6.2. Menentukan Massa KI yang DitimbangPb(NO3)2 + 2 KI PbI2 + 2 KNO3Mol Pb(NO3)2 = Mol KI = Massa KI= mol x Mr= = 1,806 gr6.3. Menentukan massa I dalam KI Massa KI praktik= 1,8929 gr Massa I = yang ditimbang= r= 1,448 grJadi, massa I dalam KI adalah sebesar 1,448 gr.

6.4. Menentukan massa I* 100 LCacahan 10 L = 19584Cacahan 100 L = 195840 = 1958,4 cpsDps = A = x NN = = n = gr =n x Mr = grJadi massa I* dalam 100 L adalah gr.

6.5. Menentukan massa endapan PbI21. Menentukan massa I dalam PbI2 Cacah netto PbI2 rata-rata = (15,13-0,703) cps= 14,427 cps

Gram I total dalam PbI2 = = = 0,0107 gramJadi, massa I total dalam PbI2 sebesar 0,0107 gram.2. Menentukan massa PbI2Gram PbI2 = = = 0,0194 gr6.6. Menentukan massa Pb(NO)3Persamaan reaksi : Pb(NO)3 + 2KI PbI2 + 2KNO3

1. Menentukan mol PbI2Mol PbI2 = = = 4,21 x 10-5 molMol PbI2 = mol Pb(NO)3

2. Menentukan massa Pb(NO)3 dalam 10 mL larutan yang dipipet. Gram Pb(NO)3 = (mol x Mr)Pb(NO)3= (4,21 x 10-5 mol) x (331 gr/mol)= 0,0139 gr. Kemurnian Pb(NO)3= 99% Massa Pb(NO)3 = = 0,0140 gr

3. Menentukan massa Pb(NO)3 dalam 100 mL larutan pada labu takar.Gram Pb(NO)3 = = = 0,14 grJadi, massa Pb(NO)3 dalam labu takar sebesar 0,14 gr.

VII. Pembahasan

Dalam praktikum ini, hal pertama yang dilakukan adalah menimbang sejumlah massa KI yang kemudian dilarutkan dalam 50 mL aquadest. Massa KI pada percobaan ini adalah 1,8929 gram. Untuk dapat membentuk endapan, laruran KI yang telah diberi perunut I-131 direaksikan dengan larutan Pb(NO3)2 10 mL ditambah dengan aquades agar dapat mengamati endapan yang terbentuk, hal ini tidak akan mempengaruhi reaksi karena jumlah mol nya tetap. Larutan Pb(NO3)2 disini sebagai pereaksi pembatas, maka dari itu larutan KI dibuat berlebih tujuannya agar semua Pb mengendap. Reaksi ini menyebabkan terbentuknya endapan PbI2. Sesuai dengan persamaan dibawah ini:Pb(NO3)2 + 2KI PbI2 + 2KNO3Zat sukar larut yang terbentuk adalah PbI2. Senyawa ini mengandung ion Pb2+ dan ion I- . Senyawa PbI2 sukar larut di dalam air karena mempunyai harga tetapan hasil kali kelarutan yang sangat kecil. Oleh karena itu, PbI2 akan mengendap secara sempurna. Pada temperatur 200C kelarutan PbI2 hanya 0,002 mol/liter. Namun harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan perubahan temperatur. Umumnya kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar. Karakteristik dari endapan berwarna kuning ini adalah endapan akan larut sedikit dalam air mendidih yang menghasilkan larutan yang tidak berwarna, dimana endapan tersebut memisah lagi sebagai keping-keping berwarna kuning keemasan setelah mendingin. Endapan yang telah didapat saat percobaan, selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no.42. Apabila endapan telah sepenuhnya tersaring, endapan kemudian dicuci dengan aquades agar endapan dapat bebas dari pengotor (ion-ion pengganggu) tanpa perlu dikeringkan karena radiasi gamma bersifat menembus. Endapan kemudian dicacah menggunakan pencacah GM.Untuk mengetahui massa Pb(NO3)2, terlebih dahulu dihitung massa I total dalam larutan KI yaitu I non-reaktif dan I*. Dari massa I yang telah diketahui, maka massa endapan PbI2 dapat diketahui. Berdasarkan persamaan reaksi antara Pb(NO3)2 dengan KI seperti yang ditunjukan diatas, dengan prinsip stoikiometri, dapat dilihat bahwa mol endapan PbI2 dengan mol Pb(NO3)2 adalah sama. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip stoikiometri massa Pb(NO3)2 dapat diketahui. Berdasarkan perhitungan, pada 100 ml Pb(NO3)2, diperoleh massa Pb(NO3)2 dengan kemurnian 99% sebesar 0,14 gram. Dalam hal ini I* yang digunakan telah meluruh Xe, maka dari itu I* dalam 100 L hanya berisi I aktif saja tanpa I non-reaktif. Massa Pb(NO3)2 yang didapat tidak masuk dalam range sampel no.4 yaitu 0,8 1,8 gram. Hal ini terjadi dikarenakan:1. HV yang digunakan dalam cacah 10 L I* berbeda dengan HV pada penentuan efisiensi detector dan pencacahan sampel, sehingga akan mempengaruhi jumlah cacahan I* 100 L yang dimasukkan ke dalam larutan KI.2. Waktu paro I* yang digunakan sudah mengalami peluruhan sehingga dapat mempengaruhi massa I* 100 L yang dimasukkan ke dalam larutan KI.3. Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan perubahan temperatur. Kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar. Sedangkan suhu ruang yang digunakan dalam praktikum tidak 20oC, maka dari itu ksp dari PbI2 kemungkinan dapat lebih besar sehingga ada yang belum terendapkan dan akan berpengaruh pada cacahannya.

VIII. Kesimpulan

1. Prinsip Pengenceran Radioisotop adalah dengan cara menambahkan zat radioaktif dengan keaktifan jenis dan jumlah yang diketahui dengan teliti, (perunut). Dalam percobaan ini digunakan I-131 yang telah diencerkan. 2. Massa cuplikan Pb(NO3)2 yang terdapat pada larutan 100 mL Pb(NO3)2 adalah sebesar 0,14 gram.

IX. Daftar Pustaka

Anonim. 2012. Analisis Pengenceran Isotop. Sumber: http://ceeta.wordpress.com/2012/09/19/analisis-pengenceran-isotop/, diakses pada tanggal 31 Maret 2015.Arya Wardhana, Wisnu.2006. Teknologi Nuklir : Proteksi dan Aplikasinya : ANDI PressDody. 2013. Radioisotop. Sumber: http://dodychemist.blogspot.com/2011/03/radiokimia_06.html , diakses pada Senin, 30 Maret 2015.Hadarson, G.A. 1989. The Use of Nuclear Technique in Studies of Soil and Plant Relationship. ViennaHiskia Achmad, 2001. Kimia Unsur dan radiokimia. Bandung. Citra Aditya Bakti

Yogyakarta, 31 Maret 2015Asisten Praktikan,

Sugili Putra Ari Nurul Pangestu