Analisis pengenaan BPHTB dalam proses Akuisisi Lahan · PDF fileANALISIS PENGENAAN BEA...

7

Click here to load reader

Transcript of Analisis pengenaan BPHTB dalam proses Akuisisi Lahan · PDF fileANALISIS PENGENAAN BEA...

Page 1: Analisis pengenaan BPHTB dalam proses Akuisisi Lahan · PDF fileANALISIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ... (konsolidasi) dengan atau tanpa ... pengenaan BPHTB-nya

ANALISIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN(BPHTB) DALAM PROSES AKUISISI LAHAN BERIKUT PENGENAAN BPHTB DI

BEBERAPA DAERAH

Oleh : Ian Maradona

Tanah sejak dahulu, telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupanbangsa Indonesia, sejak masa perjuangan, kemerdekaan, revolusi sampai reformasi dewasaini, permasalahan kepemilikan tanah dan pengalihannya kerapkali menjadi polemik danberujung pada persengketaan dan gugatan. Banyaknya peralihan hak atas tanah yang tidakdidasari pada ketentuan yang sah kerapkali dituding sebagai biang keladi persengketaan danberujung pada gugatan tersebut.

Permasalahan kepemilikan atas tanah merupakan hal yang menarik, namun kiranyabahasan tersebut akan kami bahas pada sesi Legal Knowledge berikutnya mengingatketerbatasan data dan bahan yang hendak dianalisis. Pada kesempatan kali ini, kami akancoba untuk membahas mengenai proses dan mekanisme atas pengenaan BPHTB dansampling pengenaan BPHTB di beberapa daerah di Indonesia atas proses perolehan hak atastanah.

BPHTB adalah Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan ataubangunan. BPHTB dikenakan kepada Pembeli atau pihak yang memperoleh hak atas tanah.Perolehan hak atas tanah tersebut bisa melalui jual-beli, hibah, warisan, tukar-menukar, dll.Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan secara formal dapat diartikan sebagai perbuatanatau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunanoleh orang pribadi atau badan.

Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan,beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, danketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB di Indonesia adalah Nilai Perolehan ObjekPajak atau disingkat NPOP. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 6 Nomor20 Tahun 2000 tentang BPHTB (UU BPHTB). Adapun berdasarkan jenis perolehan haknya,NPOP tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut :1. Jual Beli = Harga Transaksi2. Tukar Menukar = Nilai Pasar3. Hibah = Nilai Pasar4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar5. Waris = Nilai Pasar6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar13. Hadiah = Nilai Pasar14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang

Page 2: Analisis pengenaan BPHTB dalam proses Akuisisi Lahan · PDF fileANALISIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ... (konsolidasi) dengan atau tanpa ... pengenaan BPHTB-nya

Pertanyaan :Bagaimana pembayaran BPHTB atas tanah, yang NPOP-nya tidak diketahui nilainya?

Berdasarkan ketentuan pasal 6 (3) UU BPHTB, bila NPOP tidak diketahui atau NPOPlebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah NJOPPBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (4)besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas nilaiperolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak(NPOPTKP).

Ketentuan pasal 7 UU BPHTB dijabarkan lebih lanjut oleh Peraturan PemerintahNomor 113 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000.

Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian mengalami perubahan dan yang terakhirdiubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek PajaakTidak Kena Pajak BPHTB.

Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuansebagai berikut:a. untuk perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang

masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri,ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)

b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalamPeraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007 tentangPengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas SubsidiPerumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana diaturdalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 7/PERMEN/M/2007tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas SubsidiPerumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, ditetapkan sebesar Rp. 49.000.000,00(empat puluh sembilan juta rupiah)

c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecilatau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah untuk MemperkuatPenjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,00(sepuluh juta rupiah)

d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a,huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluhjuta rupiah)

e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besardaripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, makaNPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan samadengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d

f. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besardaripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, makaNPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan samadengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d.

Page 3: Analisis pengenaan BPHTB dalam proses Akuisisi Lahan · PDF fileANALISIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ... (konsolidasi) dengan atau tanpa ... pengenaan BPHTB-nya

Dalam pasal 7 UU BPHTB dan pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000tanggal 1 Desember 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB, besarnyaNPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah NPOPTKP tersebut ditetapkan perdaerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan usulan dari Kepala Daerahyang bersangkutan. Mengingat adanya perbedaan tingkat perekonomian antar daerah, makapenetapan besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak dapat dibedakan antardaerah satu dengan daerah lainnya sesuai dengan semangat Otonomi Daerah yang lebihmemberikan kewenangan kepada Daerah Kabupaten/Kota untuk mengatur sendiri rumahtangganya.1

PENGENAAN BPHTB DI BEBERAPA DAERAH

1. DKI JAKARTA

Sebagaimana diatur dalam Perda Pemprop DKI No. 18/2010, Bab IV MengenaiDasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak, Bagian Kesatu mengenai DasarPengenaan Pajak, Pasal 5 :(1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai

Perolehan Objek Pajak.(2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:

a. Jual beli adalah harga transaksib. Tukar menukar adalah nilai pasarc. Hibah adalah nilai pasard. Hibah wasiat adalah nilai pasare. Waris adalah nilai pasarf. Pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya adalah nilai pasarg. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasarh. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan

hukum tetap adalah nilai pasari. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah

nilai pasarj. Pemberian hak atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasark. Penggabungan usaha adalah nilai pasarl. Peleburan usaha adalah nilai pasarm. Pemekaran usaha adalah nilai pasarn. Hadiah adalah nilai pasar, dan/atauo. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercentum

dalam risalah lelang(3) Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a

sampai dengan huruf o tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yangdigunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinyaperolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan

(4) Dalam hal NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)belum ditetapkan pada saat terutangnya pajak, NJOP Pajak Bumi dan Bangunandapat didasarkan pada surat keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan

(5) Surat keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud padaayat (4) adalah bersifat sementara

1Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000

Page 4: Analisis pengenaan BPHTB dalam proses Akuisisi Lahan · PDF fileANALISIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ... (konsolidasi) dengan atau tanpa ... pengenaan BPHTB-nya

(6) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bagnunan sebagai mana dimaksud padaayat (3) dapat diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak atau Instansi yang yangberwenang sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan

(7) Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp.80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah)

(8) Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orangpribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurussatu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat atauwaris termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajakditetapkan sebesar Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)

(9) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagaimanadimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dapat ditinjau atau dievaluasi kembali setiaptahun dengan Peraturan Gubernur setelah mendapat persetujuan DPRD

Tarif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di propinsi DKI ditetapkanSebesar 5% (lima persen).

Cara Perhitungan Pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 7, Perda DKI No.18/2010(1) Besarnya Pokok bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang

dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 6dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimkasud dalam pasal 5 setalahdikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5 ayat (7) atau ayat (8).

(2) Dalam Hal Nilai Perolehan Objek Pajak (NJOP) sebagaimana dimaksud dalampasal 5 ayat (2) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakandalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, besaran pokok BPHTByang terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff sebagaimana dimaksuddalam pasal 6 dengan NJOP setelah dikurangi NPOPTKP sebagaimana dimaksuddalam pasal 5 ayat (7) atau ayat (8)

Adapun menurut ketentuan Pasal 2 Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 103/2011Tentang Pemberian Pengurangan Keringanan Dan Pembebasan Bea Perolehan HakAtas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) telah diatur mengenai mekanisme penguranganBPHTB bago OP dan Badan yaitu :1. Atas permohonan Wajib Pajak, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat

memberikan pengurangan BPHTB setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen)dari pokok pajak.

2. Pemberian pengurangan BPHTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikanberdasarkan pertimbangan untuk kepentingan daerah, kepentingan sosial dankeagamaan, antara lain sebagai berikut :

Pengurangan BPHTB sebesar 50% (lima puluh persen) untuk :

(1) Wajib Pajak Badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dantelah menguasai tanah dan/atau bangunan secara fisik lebih dari 20 (duapuluh) tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan dan keterangan daripejabat pemerintah setempat, atau

(5) Wajib Pajak Badan yang melakukan penggabungan usaha (merger) ataupeleburan usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakanlikuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan nilai buku

Page 5: Analisis pengenaan BPHTB dalam proses Akuisisi Lahan · PDF fileANALISIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ... (konsolidasi) dengan atau tanpa ... pengenaan BPHTB-nya

dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Dinas PelayananPajak;

Mengenai mekanisme pemberiannya, dalam Pasal 7 Peraturan Gubernur DKIJakarta No. 103/2011 diatur bahwa :1. Pemberian pengurangan BPHTB hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) SSPD-

BPHTB per objek pajak,2. Terhadap Wajib Pajak yang sama yang memiliki beberapa objek pajak hanya

dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB untuk 1 (satu) objek pajakyang Nilai Perolehan Objek Pajaknya (NPOP) terbesar diantara objek pajak yanglainnya,

3. Dalam hal Wajib Pajak telah diberikan pengurangan BPHTB dan telah diterbitkankeputusan pengurangan, maka Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonanpengurangan atau keringanan atau pembebasan BPHTB atas objek yang sama.

Contoh (ilustrasi):

PT. A melakukan pembelian tanah di Kota Jakarta Utara, sebanyak 5 (lima) persil,dengan nilai NJOP yang berbeda-beda. Untuk 4 (empat) persil nilai NJOP PBB atastanah non bangunan sebesar Rp. 800.000,-, untuk 1 (satu) persil dengan posisi strategisnilai NJOP PBB atas tanah non bangunan sebesar Rp. 1.500.000,-. Nilai jual beli(transaksi) per-meter persegi untuk keseluruhan tanah tersebut senilai Rp. 1.200.000,-.

Pertanyaan :Berapakah besar nominal BPHTB yang wajib disetorkan PT. A ke kas daerah kota

Jakarta Utara?

Jawab :Apabila mengacu dari pasal 6 (3) UU BPHTB, bila NPOP lebih rendah dari NJOP

PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB, sehingga untukpengenaan BPHTB 1 persil strategis tersebut pengenaannya adalah (XX M2 x Rp.1.500.000,- ) x 5 % = Rp. YY,-,

Sedangkan untuk 4 (empat) persil nilai NJOP PBB atas tanah non bangunansebesar Rp. 800.000,-, pengenaan BPHTB-nya senilai Harga Transaksi untuk masing-masing persil tanah (XX1 M2 x Rp. 1.200.000,- ) x 5 % = Rp. YY1,-, dan seterusnya(XX4 M2 x Rp. 1.200.000,- ) x 5 % = Rp. YY4,-.

Menurut ketentuan Pasal 5 (7) Perda DKI No. No. 18/2010, NPOPKP ditetapkansebesar Rp. 80.000.000,- sehingga pengenaan BPHTB-nya menjadi (dengan perincian) :1. XX M2 x Rp. 1.500.000,- x 5 % = Rp. YY,-,2. (XX1 M2 x Rp. 1.200.000,- ) – Rp. 80.000.000,- x 5 % = Rp. YY1,-,3. XX2 M2 x Rp. 1.200.000,- x 5 % = Rp. YY2,-,4. XX3 M2 x Rp. 1.200.000,- x 5 % = Rp. YY3,-,5. XX4 M2 x Rp. 1.200.000,- x 5 % = Rp. YY4,-,

Page 6: Analisis pengenaan BPHTB dalam proses Akuisisi Lahan · PDF fileANALISIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ... (konsolidasi) dengan atau tanpa ... pengenaan BPHTB-nya

2. GRESIK

Mengingat ketentuan mengenai otonomi daerah yang telah dibahas diatas, melaluiPeraturan daerah kabupaten Gresik Nomor 2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah, pasal 84(4) diatur Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap WajibPajak.

Adapun penerapannya dalam folks law (hukum kebiasaan yang dikodifikasi dalamperaturan daerah) di Gresik adalah transaksi yang dilakukan dalam satu tahun pajakhanya dikenakan NPOPTKP sebesar Rp. 60.000.000,- , dan peraturan regional inimengatur pengenaan NPOPTKP dikenakan untuk per-wajib pajak per-tahun pajak,bukan per-transaksi.

Contoh (ilustrasi):

PT. B melakukan pembelian tanah di kabupaten Gresik, sebanyak 10 (sepuluh)persil, dengan nilai NJOP yang berbeda-beda. Untuk 9 (sembilan) persil nilai NJOPPBB atas tanah non bangunan sebesar Rp. 82.000,-, untuk 1 (satu) persil dengan posisistrategis nilai NJOP PBB atas tanah non bangunan sebesar Rp. 464.000,-. Nilai jual beli(transaksi) per-meter persegi untuk keseluruhan tanah tersebut senilai Rp. 360.000,-.

Pertanyaan :Berapakah besar nominal BPHTB yang wajib disetorkan PT. B ke kas daerah

kabupaten Gresik?

Jawab :Apabila mengacu dari pasal 6 (3) UU BPHTB, bila NPOP lebih rendah dari NJOP

PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB, sehingga untukpengenaan BPHTB 1 persil strategis tersebut pengenaannya adalah (XX M2 x Rp.464.000,- ) x 5 % = Rp. YY,-,

Sedangkan untuk 9 (sembilan) persil nilai NJOP PBB atas tanah non bangunansebesar Rp. 82.000,-, pengenaan BPHTB-nya senilai Harga Transaksi untuk masing-masing persil tanah (XX1 M2 x Rp. 360.000,- ) x 5 % = Rp. YY1,-, dan seterusnya(XX9 M2 x Rp. 360.000,- ) x 5 % = Rp. YY9,-.

Dengan perincian :1. XX M2 x Rp. 464.000,- x 5 % = Rp. YY,-,2. (XX1 M2 x Rp. 360.000,- ) – Rp. 60.000.000,- x 5 % = Rp. YY1,-,3. XX2 M2 x Rp. 360.000,- x 5 % = Rp. YY2,-,4. XX3 M2 x Rp. 360.000,- x 5 % = Rp. YY3,-,5. XX4 M2 x Rp. 360.000,- x 5 % = Rp. YY4,-,6. XX5 M2 x Rp. 360.000,- x 5 % = Rp. YY5,-,7. XX6 M2 x Rp. 360.000,- x 5 % = Rp. YY6,-,8. XX7 M2 x Rp. 360.000,- x 5 % = Rp. YY7,-,9. XX8 M2 x Rp. 360.000,- x 5 % = Rp. YY8,-,10. XX9 M2 x Rp. 360.000,- x 5 % = Rp. YY9,-,

Note : XX1 – XX9 (NJOP Rp. 82.000,-) dan atas transaksi diatas dapat dikurangi1 (satu) kali NPOPTKP sebesar Rp. 60.000.000,- yang dikenakan untuk keseluruhantransaksi.

Page 7: Analisis pengenaan BPHTB dalam proses Akuisisi Lahan · PDF fileANALISIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ... (konsolidasi) dengan atau tanpa ... pengenaan BPHTB-nya

Tetapi kelemahan daripada otonomi daerah. Kabupaten Gresik juga punya fahamberbeda antara penetapan NPOP dengan Harga Pasar sebagaimana di beberapadaerah lain di Indonesia sehingga pengenaan BPHTB tidak dapat diterapkan sepertiideal diatas. Ada kalanya untuk keamanan Pembeli atau badan yang menerima hak atastanah, melakukan beberapa langkah strategik untuk penyetoran BPHTB antara lain :

1. Pembayaran keseluruhan BPHTB untuk keseluruhan persil dengan nilai NPOP(Rp. 360.000,-) atau sama dengan harga transaksi yang kemudian dilakukandivalidasi.

2. Apabila ada kekurangan, yang memang kemungkinan akan terjadi kurang bayar,sesuai ketentuan Pasal 6 (3) UU BPHTB, bila NPOP lebih rendah dari NJOP PBBmaka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB, Dispenda akan lakukankoreksi ulang dan minta PT. B bayar atas kekurangannya, khusus untuk persildengan NJOP paling tinggi.

3. Apabila sedari awal dibayarkan senilai (XX M2 x Rp. 464.000,- ) x 5 % = Rp.YY,- khusus untuk persil dengan lokasi strategis, dan (XX1 M2 x Rp. 360.000,- )x 5 % = Rp. YY1,-, dan seterusnya (XX9 M2 x Rp. 360.000,- ) x 5 % = Rp. YY9,-. Untuk masing-masing persil 1-9 dengan nilai NJOP Rp. 82.000,-, dikhawatirkandikarenakan transaksi dilakukan pada saat yang bersamaan, Dispenda kabupatenGresik akan melakukan pengenaan BPHTB senilai NJOP tertinggi untukkeseluruhan persil (10 persil) sehingga nilai pengenaan BPHTB menjadi lebihtinggi.

Demikian pemaparan disertai beberapa contoh penerapan pengenaan BPHTB dibeberapa daerah di Indonesia ini, semoga menjadi informasi yang berguna dalammelaksanakan jual beli atas tanah dalam kaitan penyetoran BPHTB dan pengenaanNPOPTKP di masing-masing daerah, agar penerima hak dapat terhindar dari kesalahaninformasi dan resiko validasi BPHTB yang terhambat yang dapat ber-implikasi padatime frame yang mundur dalam pemanfaatan lahan dan pengurusan balik namasertifikat kepemilikan tanah dimaksud yang dikarenakan perbedaan persepsi antarapenerima hak dengan institusi penerima BPHTB.

SEKIAN