ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, PENDAPATAN USAHA...
Transcript of ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, PENDAPATAN USAHA...
ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, PENDAPATAN USAHA
PEGADAIAN, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP
PEMBERIAN KREDIT GADAI SYARIAH (RAHN) PADA PEGADAIAN
SYARIAH DI INDONESIA
(PERIODE 2012-2016)
Oleh
Winona Dwinie Putri
Nim : 11140810000146
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439H/2017M
i
ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Winona Dwinie Putri
No. Induk Mahasiswa : 11140810000146
Fakultas : Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Manajemen
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya :
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu
mengembangkannya dan mempertanggungjawabkannya.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa izin dari pemilik karya.
4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas
karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan
sesungguhnya.
Ciputat,
Yang menyatakan
(Winona Dwinie Putri)
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
Nama : Winona Dwinie Putri
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 7 Juli 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Benda Timur 9 Blok E 50 No.1 RT 11/12
Benda Baru, Pamulang.
Agama : Islam
Telephone : 085714050879
Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
2001 – 2007 : SDN Sarua 06 Bukit Indah
2007 – 2010 : SMPN 17 Tangerang Selatan
2010 – 2013 : SMAN 9 Tangerang Selatan
2013 – 2015 : Program Profesional IT Perbankan Syariah
CCIT Fakultas Teknik Universitas Indonesia
2014 – 2017 : Program Sarjana (S1) Jurusan Manajemen Informasi
Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
2007 – 2009 : Anggota PASKIBRA SMPN 17 Tangerang Selatan
2011 – 2012 : Bendahara Organisasi Pencinta Alam
2015 – 2016 : Anggota Economy Expo UIN Jakarta
vi
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the effect of inflation rate, income,
and money supply (JUB) on the provision of mortgage loan of Syariah (rahn). This
research uses samples at Pegadaian Syariah in Indonesia. The data used in this
study is the Time Series data for 5 years of research from 2012 until 2016 which
published Sharia pawnshop in Indonesia. The method used in this research is
Ordinary Least Square (OLS) with multiple linear regression technique using
computer program Eviews version 7.0 and Microsoft Excel 2016. The result of this
research indicates that the partial variable of inflation have no effect the giving of
mortgage of sharia (rahn) with value probability 0.4011, variable earnings
pawnshops have a positive effect on the provision of mortgage credit sharia (rahn)
with probability value 0,0000. And JUB variable has no effect on the provision of
mortgage credit of sharia (rahn) with probability value 0,3291. And the relation
between independent variable to dependent variable equal to 0,877 or 87,7% which
mean that the rest equal to 12,3% influenced by other variables that do not exist in
regression model of this research.
Keywords: Inflation, Income, Money Supply (JUB), Lending Rahn
vii
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh tingkat inflasi,
pendapatan usaha pegadaian, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap pemberian
kredit gadai Syariah (rahn). Penelitian ini menggunakan sampel pada Pegadaian
Syariah di Indonesia. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data Time
Series selama 5 tahun penelitian dari tahun 2012 sampai dengan 2016 yang
dipublikasikan pegadaian Syariah di Indonesia. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu Ordinary Least Square (OLS) dengan teknik regresi linear
berganda menggunakan program komputer Eviews versi 7.0 dan Microsoft Excel
2016. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel inflasi tidak
berpengaruh terhadap pemberian kredit gadai syariah (rahn) dengan nilai
probabilitas 0,4011, variabel pendapatan usaha pegadaian berpengaruh positif
terhadap pemberian kredit gadai syariah (rahn) dengan nilai probabilitas 0,0000.
Dan variabel JUB tidak berpengaruh terhadap pemberian kredit gadai syariah
(rahn) dengan nilai probabilitas 0,3291. Serta hubungan antara variabel independen
terhadap variabel dependen sebesar 0,877 atau 87,7% yang berarti bahwa sisanya
sebesar 12,3% dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya yang tidak ada dalam
model regresi penelitian ini.
Kata Kunci: Inflasi, Pendapatan, Jumlah Uang Beredar (JUB), Kredit gadai syariah
(rahn)
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan kasih saying-Nya yang tiada terkira kepada
hambanya. Shalawat dan salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Pendapatan Usaha Pegadaian, dan Jumlah Uang
Beredar Terhadap Pemberian Kredit Gadai Syariah (Rahn) Pada Pegadaian Syariah
di Indonesia (Periode 2012-2016)” dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini
dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Ekonomi
pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan
yang penulis miliki. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas kelemahan
dan kekurangan yang ditemui dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyadari
bahwa sejak awal penyususnan hingga terselesaikannya skripsi ini banyak pihak
yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk
itu, tak lupa pada kesempatan inim secara khusus, penulis ingin menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua saya, Bapak Joko Winoto dan Ibu Suhenni yang selalu
memberikan dukungan baik moril maupun materil, memberikan semangat,
kasih sayang, cinta, dan selalu mendoakan dengan penuh rasa ikhlas. Kalian
adalah motivasi yang paling kuat bagi penulis untuk bisa segera menyelesaikan
skripsi ini.
2. Abangku satu-satunya mas Niko Ariola S.Kom yang selalu memberikan
semangat dan motivasi juga kepada penulis.
ix
3. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc., MA selaku Dekan FEB, Bapak Dr. Amilin,
SE.Ak., M.Si selaku Wadek I FEB, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, MH selaku
Wadek II FEB, dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA selaku Wadek III
FEB, yang telah memberikan jalan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Bapak Dr. Indoyama Nasaruddin, SE., MAB selaku dosen Pembimbing Skripsi,
yang senantiasa ikhlas dan sabra meluangkan waktunya di tengah kesibukan
untuk membimbing dan mengarahkan penulis skripsi ini serta motivasinya yang
begitu besar pada penulis.
5. Ibu Titi Dewi Warninda SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen.
6. Ibu Ir. Ela Patriana, MM selaku Sekretaris Jurusan Manajemen.
7. Ibu Leis Susanawaty, SE., M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah
mengarahkan dan memotivasi selama penulis menuntut ilmu di FEB UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terimakasih atas curahan ilmu
yang Bapa dan Ibu berikan kepada Penulis.
9. Seluruh jajaran karywan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kerja kerasnya
melayani mahasiswa dengan baik, membantu dalam mengurus kebutuhan
administrasi, keuangan dan lain-lainnya, khususnya Pak Alfred, Pak Ajib, dan
Pak Bonik.
10. Sahabat-sahabatku tercinta Nadya Aprilia, Dede Nurmalasari dan Pungkaana
Pauliza terimakasih selalu mendukung, mendoakan, memberikan motivasi, dan
semangat. Terimakasih selalu ada disaat keluh kesahku selama proses
menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat kampusku Saskia Amalia Tjahli, Elok Berliana Haryanti dan Deti
Maylina yang selalu memberikan dukungan dan juga semangat selama masa
kuliah.
12. Teman terdekat Muhamad Irvan. Terimakasih atas kesabaran, dukungan, selalu
menghibur, serta selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
13. Teman-teman seperjuangan Manajemen Informasi Perbankan Syariah (MIPS)
angkatan 2014. Terimakasih atas rasa kekeluargaan yang telah diberikan,
x
dukungannya dan selalu ada dalam suka maupun duka serta memberikan
motivasi selama masa perkuliahan. Terimakasih telah memberikan banyak
cerita.
14. Teman-teman seperjuangan CCIT FTUI angkatan 2013, terimakasih atas
dukungan dan motivasi kalian. Semoga Allah SWT selalu memudahkan
langkah kalian untuk menuju cita-cita dan tujuan.
15. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, suatu kebahagiaan telah
dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terimakasih banyak
atas motivasi yang telah diberikan selama ini.
Jakarta, 27 November 2017
Penulis
(Winona Dwinie Putri)
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ....................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 12
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 12
D. Manfaat Penelitian.............................................................................................. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 14
A. Landasan Teori ................................................................................................... 14
1. Pegadaian ................................................................................................ 14
2. Pegadaian Syariah ................................................................................... 22
3. Inflasi ...................................................................................................... 35
4. Pendapatan .............................................................................................. 46
xii
5. Jumlah Uang Beredar (JUB) ................................................................... 48
6. Kredit ...................................................................................................... 51
B. Keterkaitan antar Variabel Bebas dan Variabel Terikat ................................ 62
1. Pengaruh Inflasi terhadap Pemberian Kredit .......................................... 62
2. Pengaruh Pendapatan Usaha Pegadaian terhadap Pemberian Kredit ..... 62
3. Keterkaitan Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap Pemberian Kredit ... 63
C. Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 64
D. Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 71
E. Hipotesis .............................................................................................................. 72
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 74
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 74
B. Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 74
C. Metode Analisis Data ......................................................................................... 75
1. Uji Asumsi Klasik ................................................................................... 75
2. Analisis Regresi Berganda ...................................................................... 78
3. Uji Hipotesis ........................................................................................... 79
D. Operasional Variabel Penelitian ....................................................................... 80
1. Variabel Dependent (Y) .......................................................................... 80
2. Variabel Independent (X) ....................................................................... 81
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 83
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................... 83
1. Sejarah Pegadaian Syariah Indonesia ..................................................... 83
2. Visi dan Misi Pegadaian Syariah ............................................................ 85
B. Analisis dan Pembahasan .................................................................................. 86
1. Analisis Deskriptif .................................................................................. 86
xiii
C. Hasil dan Pembahasan ....................................................................................... 93
1. Pengujian Dasar Asumsi Klasik.............................................................. 93
2. Analisis Regresi Linear Berganda .......................................................... 98
3. Pengujian Hipotesis ................................................................................ 99
D. Interpretasi ......................................................................................................... 104
1. Inflasi .................................................................................................... 104
2. Pendapatan Usaha Pegadaian ................................................................ 105
3. Jumlah Uang Beredar ............................................................................ 106
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 107
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 107
B. Saran ................................................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 109
LAMPIRAN ........................................................................................................ 112
xiv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
Tabel 1.1 Perkembangan tingkat inflasi, pendapatan usaha pegadaian, jub dan
pemberian kredit gadai syariah rahn pada pegadaian syariah di Indonesia ............ 6
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 64
Tabel 4.1 Pemberian Kredit Gadai Syaiah (Rahn) 2012-2016 ............................. 87
Tabel 4.2 Perkembangan Tingkat Inflasi 2012- 2016 ........................................... 88
Tabel 4.3 Pendapatan Usaha 2012-2016 ............................................................... 90
Tabel 4.4 Perkembangan Jumlah Uang beredar 2012- 2016 ................................ 91
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinieritas .................................................................... 95
Tabel 4.6 Hasil Uji Statistik t .............................................................................. 100
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 71
Gambar 4.1 Grafik Pemberian Kredit Gadai Syariah (Rahn) ............................... 87
Gambar 4.2 Grafik Perkembangan Tingkat Inflasi 2012- 2016 ............................ 89
Gambar 4.3 Grafik Pendapatan Pegadaian 2012-2016 ......................................... 90
Gambar 4.4 Grafik Perkembangan Jumlah Uang beredar 2012- 2016 ................. 92
Gambar 4.5 Hasil Uji Normalitas.......................................................................... 94
Gambar 4.6 Hasil Uji Heteroskeadtisitas .............................................................. 96
Gambar 4.7 Hasil Uji Autokorelasi ....................................................................... 97
Gambar 4.8 Hasil Uji Analisis Regresi ................................................................. 98
Gambar 4.9 Hasil Uji F ....................................................................................... 102
Gambar 4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)............................................ 103
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
Lampiran 1: Data Penelitian................................................................................ 112
Lampiran 2: Analisis Regresi .............................................................................. 114
Lampiran 3: Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................................. 114
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perekonomian yang semakin pesat di era globalisasi ini
menjadi pendorong bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk terus
memperbaiki kegiatan perekonomian bangsanya. Kegiatan perekonomian
tersebut dilakukan dalam rangka pemenuhan berbagai macam kebutuhan dalam
masyarakat. Baik kebutuhan yang sifatnya pokok (primer), maupun kebutuhan
yang sifatnya tambahan (sekunder). Oleh sebab itu, kegiatan ekonomi dapat
dijadikan salah satu sarana untuk mencapai kepentingan bersama yaitu
kepentingan semua orang dari waktu ke waktu maupun kepentingan bagi
kelompok tertentu. Karena dengan semakin bertambahnya biaya hidup dimasa
sekarang yang semakin besar dan memaksa masyarakat harus tetap bisa
melakukan kegiatan ekonomi entah hanya untuk konsumsi atau untuk
penambahan modal.
Namun banyak bidang perekonomian yang bersangkutan dengan keuangan
menjadikan suatu bidang kebutuhan yang tidak terletakkan. Sehingga banyak
lembaga keuangan informal seperti rentenir bermunculan. Karena masyarakat
Indonesia yang masih berada di garis kemiskinan, banyak masyarakat lebih
cenderung memilih melakukan kegiatan pinjam meminjam kepada lembaga
informal tersebut. Kecenderungan ini dilakukan karena mudahnya persyaratan
yang harus dipenuhi, mudah diakses dan didapatkan serta dilakukan dengan
waktu yang relatif singkat tetapi dengan tingginya bunga yang diberikan.
2
Hal tersebut juga terjadi karena persepsi masyarakat bahwa meminjam ke
bank atau lembaga formal adalah suatu hal yang sangat rumit. Karena memang
seperti yang ketahui dalam prosesnya memerlukan waktu yang relatif lama dan
dengan persyaratan-persyaratan yang cukup rumit. Oleh sebab itu, pemerintah
berinisiatif memfasilitasi masyarakat dengan mendirikan suatu lembaga
keuangan non-bank.
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. KEP38/MK/IV/1972,
lembaga keuangan bukan bank (LKBB) adalah semua lembaga (badan) yang
melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau tidak
langsung menghimpun dana dengan cara mengeluarkan surat-surat berharga,
kemudian menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk membiayai
investasi perusahaan-perusahaan.
Lembaga keuangan non-bank dengan berbagai bidang usaha yang
digelutinya ikut serta mengembangkan perekonomian dalam negeri serta
menunjang pembangunan nasional dengan penyediaan dan penghimpunan dana
untuk perusahaan tertentu maupun masyarakat umum. Terutama untuk
mendorong dan membantu usaha kecil dan menengah melalui permodalan.
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) bisa menjadikan masyarakat
lebih mandiri dan siap untuk memperbaiki persaingan perekonomian dewasa
ini. Berkembangnya suatu Usaha Mikro Kecil dan Menengah tidak bisa
dipisahkan dari pembiayaan atau kredit, maka disinilah peran lembaga
keuangan non-bank dalam memberikan pembiayaan atau kredit untuk Usaha
Mikro Kecil dan Menengah.
3
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga. Sedangkan, pembiayaan adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Pembiayaan adalah penyediaan atau penyaluran dana oleh pihak yang
kelebihan dana kepada pihak-pihak yang kekurangan dana (peminjam) dan
wajib bagi peminjam untuk mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu
dengan imbalan atau bagi hasil (Kina, 2008).
PT Pegadaian sebagai salah satu lembaga keuangan non-bank yang juga
memberikan kontribusi dalam perkembangan UMKM di Indonesia. Menurut
Abdul Kadir M dan Rilda Murniati (2000:103) PT Pegadaian merupakan salah
satu dari lembaga keuangan non-bank di Indonesia yang ditangani oleh
pemerintah di bawah naungan Kementerian Keuangan, yang melakukan jasa
pemberian pinjaman uang atau kredit kepada masyarakat dengan cara
menguasai benda atau barang yang digadaikan oleh nasabah dan setelah
dilakukan penaksiran harga tersebut maka nasabah dapat langsung menerima
pinjaman uang dari barang yang digadaikan tersebut. Dan apabila telah jatuh
tempo pinjaman yang diperoleh tidak dikembalikan, maka barang jaminan
4
tersebut dapat dijual lelang guna menutup pengembalian pinjaman dan jika
masih ada nilai sisanya maka akan dikembalikan kepada pinjaman.
Pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai
piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada
orang yang berpiutang oleh seseorang yang mempunyai utang. Seseorang yang
berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk
menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang
apabila pihak yang berhutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat
jatuh tempo (Adrian Sutedi, 2011:1).
Sedangkan, gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang
berpiutang atas suatu benda bergerak yang diberikan oleh orang yang
berpiutang sebagai suatu jaminan dan barang tersebut bisa dijual jika orang
yang berpiutang tidak mampu melunasi utangnya pada saat jatuh tempo.
Karena sebagian masyarakat yang ada di Indonesia adalah penganut agama
islam (muslim) maka fasilitas pemerintah dalam PT Pegadaian meluncurkan
sebuah produk gadai yang berbasiskan pada prinsip-prinsip syariah. Sehingga
masyarakat lebih mendapat beberapa keuntungan yaitu cepat, praktis, dan
menentramkan dengan transaksi yang halal.
Gadai syariah pada dasarnya, sebagai bagian dari sistem keuangan yang
merupakan tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran,
terutama dalam menyediakan jasa-jasa di bidang keuangan. Karena gadai
syariah bagian dari lembaga keuangan non perbankan yang dalam usahanya
tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam
5
bentuk simpanan, maka gadai syariah hanya diberikan wewenang untuk
memberikan pinjaman kepada masyarakat atau nasabah (Rais, 2006: 117).
Pemberian kredit gadai syariah adalah pemberian pinjaman berdasarkan
hukum gadai dengan prosedur pelayanan yang cepat, sederhana dan mudah.
Pemberian dana kredit tersebut diperuntukkan bagi masyarakat luas yang
khususnya berpenghasilan rendah. Dana tersebut biasanya digunakan oleh
masyarakat untuk kebutuhan dana mendesak, seperti biaya pendidikan, biaya
pengobatan, biaya kebutuhan idul fitri dan lain-lain. Pegadaian syariah juga
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lapisan bawah yang
berpenghasilan rendah dan diharapkan dapat membantu masyarakat untuk
mencegah dan menghindari praktek lintah darat dan pegadaian gelap dengan
bunga yang tinggi.
Salah satu produk pembiayaan kredit yang ditawarkan oleh Pegadaian
syariah kepada masyarakatnya adalah gadai syariah (ar-rahn). Ar-Rahn
merupakan salah satu produk jasa yang paling banyak diminati oleh masyarakat
dibandingkan dengan produk lainnya. Karena prosesnya yang sangat cepat
hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit, praktis karena
persyaratannya mudah, jangka waktu yang fleksibel dan terdapat kemudahan-
kemudahan lainnya, serta menentramkan karena sumber dana berasal dari
sumber yang sesuai dengan syariah begitupun dengan proses gadai yang
diberlakukan (pegadaiansyariah.co.id).
Dalam menentukan pemberian kredit gadai, pegadaian Syariah sebagai
Lembaga pembiayaan gadai dipengaruhi oleh berbagai macam kondisi yaitu
6
kondisi internal maupun kondisi eksternal. Adapun yang termasuk dari kondisi
atau faktor internal adalah perkembangan pendapatan usaha pegadaian. Faktor
internal ini dapat dilihat bagaimana perusahaan pegadaian itu dapat mengelola
dengan baik pemberian kreditnya dengan prinsip 5C (character, capacity,
capital, collateral, dan condition of economy).
Sedangkan, pada kondisi atau faktor eksternal suatu perusahaan dapat
melihat dari kondisi perekonomian yang terjadi di Indonesia seperti tingkat
inflasi dan juga jumlah uang yang beredar di masyarakat. Karena kondisi atau
faktor eksternal tersebut dapat menjadi acuan oleh pegadaian dalam
memberikan aliran dana kreditnya agar lebih selektif untuk membantu
masyarakat yang mana membutuhkan dana tunai secara cepat dan tidak.
Kondisi atau faktor internal dan eksternal tersebut dapat dilihat pada tabel
1.1 berikut ini:
Tabel 1.1
Perkembangan Tingkat Inflasi, Pendapatan Usaha Pegadaian, JUB dan
Pemberian Kredit Gadai Syariah Rahn pada Pegadaian Syariah di
Indonesia
Tahun Tingkat
Inflasi (%)
Pendapatan
Pegadaian
Jumlah Uang
Beredar (JUB)
Pemberian
Kredit Rahn
2012 4,30 7.724.567 3.307.507 11.122.405
2013 8,38 7.864.767 3.730.197 11.535.434
2014 8,36 7.800.893 4.173.326 11.722.736
2015 3,35 8.933.336 4.546.743 13.077.842
2016 3,02 9.708.058 5.004.974 14.096.938
Sumber: Annual Report Pegadaian dan Badan Pusat Statistik Indonesia
7
Berdasarkan tabel 1.1 tersebut, dapat dilihat tingkat perkembangan inflasi
di Indonesia dari tahun 2012 sampai dengan 2016 sangat fluktuatif atau naik
turun. Terlihat pada tabel diatas bahwa inflasi pada tahun 2013 melonjak naik
mencapai angka sebesar 8,38%. Hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh
kenaikan BBM hingga harga komoditas bahan makanan dan makanan naik,
secara rasional rata-rata harga beras juga mengalami peningkatan
(voaindonesia.com). Kenaikan BBM di tahun 2013 tersebut pegadaian
memperoleh pendapatan sebesar Rp 7,86 Triliun dan jumlah uang yang beredar
di Indonesia sebesar Rp 3.730.197 Miliar serta dengan tingginya laju inflasi di
Indonesia pada Tahun 2013 pegadaian juga mampu memberikan dana kredit
kepada masyarakatnya sebesar Rp 11,5 Triliun. Pada tahun berikutnya yaitu
tahun 2014 laju inflasi sedikit mereda menjadi sebesar 8,36 persen walaupun
resikonya masih besar, resiko tersebut disebabkan karena kondisi bencana alam
seperti gunung meletus dan banjir sehingga distribusi dan pasokan pangan
menjadi terganggu (detik.com). Namun, pegadaian tetap dapat membuktikan
bahwa bisa memberikan dananya sebesar Rp 11,7 Triliun naik dari tahun
sebelumnya.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa naik turunnya laju inflasi dan jumlah
uang yang beredar di masyarakat mempengaruhi pemberian kredit gadai
Syariah rahn. Dan naiknya tingkat pendapatan usaha yang dimiliki oleh
pegadaian setiap tahunnya juga mampu meningkatkan jumlah kredit rahn yang
diberikan.
8
Pendapatan usaha pegadaian sebagai faktor internal mempengaruhi
pemberian kredit. Karena semakin banyak pemberian kredit yang disalurkan
maka semakin banyak pula pendapatan yang akan diperoleh perusahaan.
Pendapatan usaha tersebut merupakan pendapatan yang diperoleh pegadaian
dari pemindahan hal guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah tanpa diikuti pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri (Widiarti, 2013).
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari
aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal (Undang-Undang Republik Indonesia, 1998).
Dalam penelitian Ade Purnomo (2009) juga berpendapat bahwa pendapatan
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit pada
perum pegadaian syariah. Karena setiap kenaikan pendapatan pada perum
pegadaian mengakibatkan peningkatan penyaluran kredit perum pegadaian
syariah. Artinya semakin tinggi laju pendapatan mencerminkan semakin
maraknya kegiatan penyaluran kredit melalui bidang-bidang usaha perum
pegadaian secara berkelanjutan dalam pergerakan usaha perekonomian bagi
masyarakat.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah
proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya harga. Artinya, tingkat
9
harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap
terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung terus-menerus dan saling
mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan
persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatannya
harga.
Inflasi dapat memberikan efek positif dan negatif bagi perekonomian.
Inflasi yang rendah umumnya dibarengi suku bunga yang rendah, sehingga
mendorong dunia usaha berinvestasi untuk peningkatan produksi yang akhirnya
mendorong pertumbuhan ekonomi. Tetapi sebaliknya, inflasi yang tinggi dapat
menimbulkan ketidakpastian sehingga mengurangi insentif untuk investasi dan
konsumsi serta menggerus daya saing ekspor domestik. Inflasi yang tinggi juga
menjadi masalah social karena dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat
berpendapatan rendah. Masyarakat kelas bawah merupakan golongan yang
paling rentan terhadap inflasi karena pergerakan upah mereka relatif lamban
(Widiarti, 2013).
Menurut Yigit dan Taner (2013) menyatakan bahwa resiko eksternal seperti
fluktuasi laju inflasi akan menyebabkan lembaga keuangan bertindak untuk
menghindari resiko. Hal tersebut berdampak pada pasar kredit secara langsung
dengan mengurangi ketersediaan kredit dan tidak secara langsung akan
menaikkan biaya pinjaman sehingga berpengaruh negative terhadap jumlah
kredit. Selain itu, menurut Widiarti dan Sinarti (2013) menyimpulkan bahwa
tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit
pegadaian cabang Batam.
10
Faktor eksternal lain yang memengaruhi pemberian kredit yaitu jumlah
uang beredar. Uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di dalam
perekonomian, yaitu ia adalah jumlah dari mata uang dalam peeredaran
ditambah dengan uang giral di bank-bank umum (Sadono Sukirno, 2011:281).
Rahardja (2008: 324) jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang
yang berada ditangan masyarakat. Secara teknis, yang dihitung sebagai uang
beredar adalah uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat. Uang yang
berada di tangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan
uang logam (uang kartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar.
Karena jumlah uang beredar teramat penting pernannya sebagai alat
transaksi penggerak perekonomian. Besar kecilnya jumlah uang beredar akan
mempengaruhi daya beli riil masyarakat dan juga tersedianya komoditi
kebutuhan masyarakat (Setyawan, 2005). Jumlah uang beredar yang ada di
tangan masyarakat harus berkembang secara wajar. Hal tersebut tentunya akan
memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian. Oleh karena itu, jumlah
uang beredar harus dapat dikendalikan sesuai dengan kapasitas perekonomian
negara yaitu dengan upaya agar jumlah uang yang beredar tidak terlalu banyak
dan juga tidak terlalu sedikit sehingga juga dapat menghindari masalah inflasi
dan deflasi (Untoro, 2007).
Adapun indikator yang tepat untuk menganalisis perkembangan pemberian
kredit gadai Syariah rahn yaitu inflasi, pendapatan usaha pegadaian dan jumlah
uang beredar. Dimana naik turunnya inflasi berpengaruh kepada masalah
11
ekonomi yang melanda masyarakat Indonesia dengan meningkatnya angka
kemiskinan dan dalam memenuhi kebutuhannya. Pendapatan usaha pegadaian
berpengaruh penting dalam memberikan kredit yang disalurkannya, karena
apabila pendapatan yang dimiliki pegadaian besar jumlahnya maka besar pula
kredit yang dapat diberikan dan sebaliknya. Sedangkan, jumlah uang beredar
merupakan semua jenis uang yang berada dalam perekonomian, yaitu uang
yang benar-benar ada di tangan masyarakat dapat mempengaruhi pendapatan
yang diterima pegadaian untuk menyalurkan kreditnya.
Dengan adanya latar belakang diatas pentingnya sebuah lembaga keuangan
non-bank saat ini untuk meningkatkan perekonomian modern dan menghindari
riba serta praktek ijon untuk masyarakat menengah kebawah dapat
meningkatkan usahanya dengan cepat dan mudah melalui pemberian kredit
yang diberikan serta meningkatkan pendapatannya. Dan karena semakin
bertambahnya biaya hidup dimasa sekarang yang semakin besar sehingga
memaksa masyarakat harus tetap bisa melakukan kegiatan ekonomi. Maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS
PENGARUH TINGKAT INFLASI, PENDAPATAN USAHA
PEGADAIAN, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP
PEMBERIAN KREDIT GADAI SYARIAH RAHN PADA PEGADAIAN
SYARIAH DI INDONESIA PERIODE (2012-2016)
12
B. Rumusan Masalah
Dari hal-hal yang telah dijelaskan dalam latar belakang di atas, maka
rumusan masalah yang dapat di ambil dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh inflasi, pendapatan usaha pegadaian, dan jumlah uang
beredar secara parsial terhadap pemberian kredit gadai syariah (Rahn) pada
Pegadaian Syariah di Indonesia periode tahun 2012-2016?
2. Bagaimana pengaruh inflasi, pendapatan usaha pegadaian, dan jumlah uang
beredar secara simultan terhadap pemberian kredit gadai syariah (Rahn)
pada Pegadaian Syariah di Indonesia periode tahun 2012-2016?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencapai hasil yang diharapkan dan dapat
terlaksana dengan baik serta terarah. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengukur dan menjelaskan pengaruh inflasi, pendapatan usaha
pegadaian dan jumlah uang beredar secara parsial terhadap pemberian kredit
gadai syariah (Rahn) pada Pegadaian Syariah di Indonesia Periode tahun
2012-2016.
2. Untuk mengukur dan menjelaskan pengaruh inflasi, pendapatan usaha
pegadaian dan jumlah uang beredar secara simultan terhadap pemberian
kredit gadai syariah (Rahn) pada Pegadaian Syariah di Indonesia Periode
tahun 2012-2016.
13
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini juga diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi berbagai
pihak yang terkait. Manfaatnya antara lain:
1. Bagi Pegadaian Syariah
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan maupun
pertimbangan dalam memutuskan keputusan dari informasi yang diperoleh
agar dapat menciptakan strategi baru guna untuk lebih meningkatkan kinerja
pegadaian syariah.
2. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengaplikasikan teori yang
telah diperoleh selama masa studi dan sebagai upaya untuk bisa
memberikan suatu karya yang bermanfaat bagi pihak lainnya.
3. Bagi Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi untuk
penelitian selanjutnya. Dan juga penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pengetahuan khususnya mengenai produk-produk yang
terdapat di pegadaian syariah.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pegadaian
a. Pengertian Pegadaian
Pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang
mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak
tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seseorang yang
mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan
kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang
bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang
berhutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo
(Adrian Sutedi, 2011:1).
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh orang yang berpiutang atas
suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berpiutang
sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh yang
berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada
saat jatuh tempo. (Adrian Sutedi, 2011: 1).
Menurut Pasal 1150 KUHPerdata pengertian dari gadai adalah suatu
hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu barang bergerak yang
bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya oleh debitor
atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang, dan yang
memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan
15
pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor
lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya
yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana
harus didahulukan.
b. Sifat-sifat Gadai
1) Gadai adalah Hak Kebendaan.
Dalam Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata yang mengatakan
bahwa:”Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi dari Pasal
1977 ayat (2) KUHPerdata apabila barang gadai hilang atau dicuri”.
Oleh karena hak gadai mengandung hak revindikasi, maka hak gadai
merupakan hak kebendaan sebab revindikasi merupakan ciri khas
dari hak kebendaan. Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak
untuk menikmati suatu benda seperti eigendom, hak bezit, hak pakai
dan sebagainya.
2) Hak Gadai Bersifat Accessoir.
Hak gadai merupakan hak tambahan atau accessoir, yang
ada dan tidaknya tergantung dari ada dan tidaknya piutang yang
merupakan perjanjian pokoknya. Hak gadai akan diapus jika
perjanjian pokoknya hapus.
3) Hak Gadai Tidak Dapat Dibagi-bagi.
Dalam pasal 1160 KUHPerdata disebutkan bahwa: “Tak
dapatnya hak gadai dan bagi-bagi dalam hal kreditor, atau debitur
meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa ahli waris”.
16
Ketentuan ini tidak merupakan hukum memaksa, sehingga para
pihak dapat menentukan sebaliknya atau dengan perkataan lain sifat
tidak dapat dibagi-bagi dalam gadai ini dapat disimpangi apabila
telah diperjanjikan lebih dahulu oleh para pihak.
4) Hak Gadai Adalah Hak yang Didahulukan.
Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1133 dan 1150
KUHPerdata. Karena piutang dengan hak gadai mempunyai hak
untuk didahulukan daripada piutang-piutang lainnya, maka kreditor
pemegang gadai mempunyai hak mendahulu (droit de preference).
5) Benda yang menjadai objek gadai adalah benda bergerak baik yang
bertubuh maupun tidak bertubuh.
6) Hak Gadai Adalah Hak yang Kuat dan Mudah Penyitaannya.
Menurut Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata dinyatakan bahwa
“Hak gadai dan hipotik lebih diutamakan daripada privilege, kecuali
jika undang-undang menentukan sebaliknya”. Dari bunyi pasal
tersebut jelas bahwa hak gadai mempunyai kedudukan yang kuat.
c. Tugas, Tujuan, dan Fungsi Pegadaian
Sebagai lembaga keuangan non-bank milik pemerintah berhak
memberikan pinjaman kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai
yang bertujuan agar masyarakat tidak dirugikan oleh lembaga keuangan
non formal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak
dari masyarakat, maka pada dasarnya lembaga pegadaian (Perum
17
Pegadaian) mempunyai tugas tujuan serta fungsi-fungsi pokok sebagai
berikut: (Sasli Rais, 2006:128)
1) Tugas Pokok
Tugas pokok pegadaian yaitu menyalurkan uang pinjaman
atas dasar hukum gadai dan usaha-usaha lain yang berhubungan
dengan tujuan pegadaian atas dasar materi.
2) Tujuan Pokok
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan layanan
bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan
berdasarkan prinsip pengelolaan. Oleh karena itu, maksud dan
tujuan perusahaan dijabarkan dalam pasal 7, yaitu:
a) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama
golongan menengah kebawah melalui penyediaan dana atas
dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b) Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan
pinjaman tidak wajar lainnya.
3) Fungsi Pokok
Adapun fungsi pokok pegadaian sebagai berikut:
a) Mengelola penyaluran uang atas dasar hukum gadai dengan cara
mudah, cepat, aman dan hemat.
18
b) Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang
menguntungkan bagi pegadaian maupun masyarakat.
c) Mengelola keuangan, perlengkapan, kepegawaian, Pendidikan
dan pelatihan.
d) Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana pegadaian.
e) Melakukan penelitian dan pengembangan serta mengawasi
pengelolaan pegadaian.
d. Kegiatan Usaha Pegadaian
Kegiatan usaha pada Pegadaian pada umumnya meliputi dua hal,
yaitu penghimpuan dana, penggunaan dana dan penyaluran dana (Sasli
Rais, 2006: 131).
1) Penghimpunan Dana
Merupakan dana yang diperlukan di pegadaian untuk
melakukan kegiatan usahanya berasal dari:
a) Pinjaman jangka pendek perbankan.
Dana jangka pendek sebagian besar adalah dalam bentuk
pinjaman jangka pendek dari perbankan (sekitar 80% dari total
dana jangka pendek yang dihimpun).
b) Pinjaman jangka pendek dari pihak lain.
Pinjaman dana jangka pendek dari pihak lain biasanya
diperoleh dari utang kepada rekanan, utang kepada nasabah,
utang pajak, dan lain-lain.
19
c) Penerbitan obligasi
Untuk memperoleh atau menghimpun dana pegadaian
pernah menerbitkan obligasi sebanyak dua kali, yaitu pada tahun
1993 dan pada tahun 1994 yang jangka waktunya masing-
masing lima tahun.
d) Modal sendiri
Modal sendiri yang dimiliki oleh perum pegadaian terdiri
dari:
(1) Modal awal, yaitu kekayaan Negara diluar APBN
(2) Penyertaan Modal Pemerintah
(3) Laba Ditahan, laba ditahan ini merupakan akumulasi laba
sejak perusahaan PT Pegadaian berdiri.
e) Penggunaan Dana
Dana yang berhasil dihimpun dan digunakan untuk
mendanai kegiatan usaha Pegadaian. Dana tersebut digunakan
untuk hal berikut:
(1) Uang Kas dan Dana Likuid lain.
Perum Pegadaian memerlukan dana likuid yang siap
digunakan untuk berbagai macam kebutuhan seperti:
kewajiban yang telah jatuh tempo, penyaluran dana kredit
atas dasar hak gadai, pembayaran pajak dan lain-lain.
20
(2) Pendanaan Kegiatan Operasional.
Dana ini digunakan untuk gaji pegawai, honor,
perawatan peralatan dan lain-lain.
(3) Pembelian pengadaan berbagai macam bentuk aktiva tetap
dan inventaris yaitu antara lain: tanah, bangunan kantor,
komputer, kendaraan, dan lain-lain. Aktiva tetap berupa
tanah dan bangunan inventaris tidak secara langsung tidak
dapat menghasilkan penerimaan bagi Pegadaian, namun
merupakan hal yang sangat penting guna melancarkan
kegiatan usahanya.
(4) Penyaluran Dana
Penggunaan dana yang utama adalah untuk
disalurkan dalam bentuk pembiayaan atas dasar hukum
gadai. Dana yang digunkan Pegadaian untuk kegiatan
pembiayaan lebih dari 50% dari jumlah dana yang dihimpun.
e. Kegiatan Usaha Pegadaian Lainnya
Dalam praktiknya di samping usaha peminjaman uang Perum
Pegadaian juga melakukan usaha lain. Usaha lain yang dilakukan oleh
Perum Pegadaian adalah sebagai berikut: (Kasmir, 2014: 237).
1) Melayani jasa taksiran, bagi masyarakat yang ingin menaksir berapa
nilai riil barang-barang berharga miliknya seperti, emas, intan,
berlian, mobil, televisi dan barang-barang lainnya. Hal ini berguna
21
bagi masyarakat yang ingin menjual barang tersebut atau hanya
ingin sekedar mengetahui jumlah kekayaannya.
2) Melayani jasa titipan barang, bagi masyarakat yang ingin
menitipkan barang-barang berharganya. Jasa penitipan ini diberikan
untuk memberikan rasa aman kepada pemiliknya dari kehilangan,
kebakaran atau kecurian.
3) Memberikan kredit, terutama bagi karyawan yang mempunyai
penghasilan tetap. Pembayran pinjaman dilakukan dengan
memotong gaji si peminjam secara bulanan.
4) Ikut serta dalam usaha tertentu bekerja sama dengan pihak ketiga,
misalnya dalam pembangunan perkantoran atau pembangunan
lainnya dengan system Build, Operate and Transfer (BOT).
Yang jelas bahwa usaha pokok pegadaian merupakan usaha
peminjaman uang dengan system gadai, sedangkan usaha lainnya
merupakan penunjang kegiatan pokok Perum Pegadaian.
f. Keuntungan Usaha Gadai
Keuntungan di pegadaian adalah pihak pegadaian tidak
mempermasalahkan untuk apa uang tersebut digunakan dan hal ini tentu
bertolak belakang dengan pihak perbankan yang harus dibuat serinci
mungkin tentang penggunaan uangnya. Begitupula dengan sangsi yang
diberikan relative ringan, apabila tidak dapat melunasi dalam waktu
22
tertentu. Sangsi yang paling berat adalah jaminan yang disimpan akan
dilelang untuk menutupi kekurangan pinjaman yang telah diberikan.
Keuntungan perusahaan pegadaian jika dibandingkan dengan
lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan lainnya adalah:
1) Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang, yaitu pada hari
itu juga, hal ini disebabkan prosedurnya yang tidak berbelit-belit;
2) Persyaratan yang sangat sederhana sehingga memudahkan
konsumen untuk memenuhinya;
3) Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut digunakan
untuk apa, jadi sesuai dengan kehendak nasabahnya.
2. Pegadaian Syariah
a. Pengertian Gadai Syariah (Rahn)
Berdasarkan Fatwa DSN Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang
Rahn, pegadaian Syariah adalah suatu badan usaha di Indonesia yang
secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga
keuangan Syariah berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke
masyarakat atas dasar hukum gadai secara syar’i. Pinjaman dengan
menggadaikan marhun sebagai jaminan marhun bih dalam bentuk rahn
itu dibolehkan, dengan ketentuan bahwa murtahin, dalam hal ini
pegadaian syariah, mempunyai hak menahan marhun sampai semua
marhun bih dilunasi.
Dalam istilah Bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat
juga dinamai al-habsu (Pasaribu, 1996: 139). Secara etimologis, arti
23
rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan
terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai
pembayaran dari barang tersebut (Syafe’I, 2000: 159). Sedangkan
menurut Sabiq (1987: 139), rahn adalah menjadikan barang yang
mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan
hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau
ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu.
Dalam fiqh muamalah dikenal dengan kata pinjaman dengan
jaminan yang disebut ar-rahn, yaitu menyimpan suatu barang sebagai
tanggungan utang. Ar-rahn (gadai) menurit Bahasa berarti al-tsubut dan
al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Dan ada pula yang menjelaskan
bahwa rahn adalah terkurung atau terjerat, di samping itu rahn diartikan
pula secara Bahasa dengan tetap, kekal, dan jaminan. (Hendi, 2002:
105).
Adapun definisi rahn dalam istilah syariat, dijelaskan para ulama
dengan ungkapan “menjadikan harta benda sebagai jaminan utang, agar
utang bisa dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si peminjam tidak
mampu melunasi utangnya”. Atau harta benda yang dijadikan jaminan
utang untuk melunasi (utang tersebut) dari nilai barang jaminan tersebut,
apabila si peminjam tidak mampu melunasi utangnya”. (Adrian, 2011:
17).
Pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitab al-
Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu
24
hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak
sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. Sedangkan Imam
Abu Zakaria al-Anshary dalam kitabnya Fathul Wahab mendefinisikan
rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta benda sebagai
kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan dari harta benda itu bila
utang tidak dibayar (Sudarsono, 2003: 157).
Secara tegas ar-rahn (gadai) adalah memberikan suatu barang untuk
ditahan atau dijadikan sebagai jaminan atau pegangan manakala salah
sipeminjam tidak dapat mengembalikan pinjamannya sesuai dengan
waktu yang disepakati dan juga sebagai pengikat kepercayaan di antara
keduanya, agar si pemberi pinjaman tidak ragu atas pengembalian
barang yang dipinjamnya. (Adrian, 2011: 16).
Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah
atau rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas utang atau
pinjaman atau marhun bih yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki
nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima
gadai atau murtahin memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. (Muhammad, 2001: 128).
Dapat disimpulkan pengertian rahn adalah menahan harta salah satu
milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Secara sederhana rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
25
b. Tujuan Pendirian Pegadaian Syariah
Pada saat pendirian pegadaian Syariah oleh Bank Muamalat
Indonesia dan Perum Pegadaian melalui perjanjian musyarakah
ditetapkan visi dan misi dari pegadaian syariah yang akan didirikan,
yang keduanya mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah. Visi
pegadaian syariah adalah menjadi lembaga keuangan syariah terkemuka
di Indonesia. Sedangkan misinya ada tiga: (Abdul Ghofur, 2011: 142)
1) Memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin
melaksanakan transaksi yang halal.
2) Memberikan superior return bagi investor.
3) Memberikan ketenagan kerja bagi karyawan.
Jadi tujuan pendirian pegadaian syariah meliputi seluruh stakeholder
yang berkaitan dengan usaha layanan pegadaian yaitu masyarakat,
investor, dan karyawan.
c. Operasional Pegadaian Syariah
Pegadaian Syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam
pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau
mudharobah (bagi hasil). Karena nasabah dalam mempergunakan
marhun bih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk
konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja,
penggunaan metode mudharobah belum tepat pemakainya. Oleh
26
karenanya, pegadaian menggunakan metode FBI (Tim Indonesia School
of Life, 2003).
Sesuai dengan landasan konsep rahn, pada dasarnya pegadaian
syariah berjalan di atas dua akad transaksi syariah yaitu:
1) Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali
seluruh atau sebgaian piutangnya. Dengan akad ini pegadaian
menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2) Akad Ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dana tau
jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini
dimungkinkan bagi pegadaian untuk menarik sewa atas
penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan
akad (Nugraha, 2004).
Adapun teknis pelayanan dalam pegadaian syariah adalah sebagai
berikut:
1) Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk
mendapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang
jaminan untuk dijadikan dasar dalam memberikan pembiayaan.
2) Pegadaian syariah dan nasabah menyekapati akad gadai. Akad ini
meliputi jumlah pinjaman, pembebanan biaya jasa simpan dan biaya
27
administrasi, dan jatuh tempo pengembalian pinjaman, yaitu 120
hari (4 bulan ).
3) Pegadaian syariah menerima biaya administrasi dan biaya jasa
simpan oleh nasabah.
4) Nasabah menebus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo,
apabila pada saat jatuh tempo nasabah belum dapat mengembalikan
uang pinjaman, dapat diperpanjang satu kali masa jatuh tempo,
demikian seterusnya.
5) Apabila nasabah tidak dapat mengembalikan uang pinjaman dan
tidak memperpanjang akad gadai, selanjutnya pegadaian melakukan
kegiatan pelelangan untuk menjual barang tersebut dan mengambil
pelunasan uang pinjaman oleh nasabah dari hasil penjualan barang
gadai.
d. Dasar Hukum Gadai
Boleh tidaknya transaksi gadai menurut Islam, diatur dalam Al-
Qur’an, sunnah dan ijtihad.
1) Al-Qur’an
Ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian
gadai adalah QS. Al-Baqarah ayat 282 dan 283:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya….”
28
ن ۞ م ن أ إ ف ة بوض ق ان م ه ر ا ف ب ات وا ك د ج م ت ل ر و ف ى س ل م ع ت ن ن ك إ و
وا م ت ك ل ت و ه ب ر ق الل ت ي ل و ه ت ان م ن أ م ت ي اؤ ذ ل د ا ؤ ي ل ا ف ض ع م ب ك ض ع ب
م ي ل ون ع ل م ع ا ت م ب الل و ه ب ل م ق آث ه ن إ ا ف ه م ت ك ن ي م و ة اد ه الش
“Jika kamu dalam perjalanan sedang kau tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya (hutangnya)…”.
2) As-Sunnah
Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda: “Rasulullah membeli
dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi” (HR
Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi S A W bersabda: “Tidak terlepas
kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia
memperoleh manfaat dan menanggung risikonya” (HR Asy’Syafii,
al Daraquthni dan Ibnu Majah).
Nabi bersabda: “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan
boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak
yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung
biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu
wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan”. (HR
Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai).
29
Dari Abi Hurairah r.a Rasulullah bersabda: “Apabila ada ternak
digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima
gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila
ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum
(oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan
biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia
harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya”. (HR Jamaah kecuali
Muslim dan Nasai-Bukhari).
3) Ijtihad
Jumhur ulama berpendapat boleh dan mereka tidak pernah
berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama berpendapat
bahwa disyariatkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu
bepergian, beragumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW
terhdapa riwayat hadis tentang orang Yahudi tersebut di Madinah.
Adapun keadaan dalam perjalanan seperti ditentukan dalam QS. Al-
Baqarah: 283, karena melihat kebiasaan dimana pada umumnya
rahn dilakukan pada waktu bepergian (Sayyid Sabiq, 1987: 141).
e. Rukun dan Syarat Sahnya Perjanjian Gadai
Mohammad Anwar dalam buku Fiqh Islam (1998: 56) menyebutkan
rukun dan syarat sahnya perjanjian gadai adalah sebagai berikut:
30
1) Ijab qabul (sighot).
Hal ini dapat dilakukan baik dalam bentuk tertulis maupun lisan,
asalkan saja di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian
gadai di antara para pihak.
2) Orang yang bertransaksi (Aqid).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang bertransaksi
gadai yaitu rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai)
adalah:
(a) Telah dewasa;
(b) Berakal;
(c) Atas keinginan sendiri.
3) Adanya barang yang digadaikan (marhun).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan
digadaikan oleh rahin (pemberi gadai) adalah:
(a) Dapat diserahterimakan
(b) Bermanfaat
(c) Milik rahin (orang yang menggadaikan)
(d) Jelas
(e) Tidak bersatu dengan harta lain
(f) Dikuasai oleh rahin
(g) Harta yang tetap atau dapat dipindahkan.
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam buku “Minhajul Muslim”
menyatakan bahwa barang-barang yang tidak boleh
31
diperjualbelikan, tidak boleh digadaikan, kecuali tanaman dan buah-
buahan di pohonnya yang belum masak. Karena penjualan tanaman
dan buah-buahan di pohonnya yang belum masak tersebut haram,
namun untuk dijadikan barang gadai hal ini diperbolehkan, karena
di dalamnya tidak memuat unsur gharar bagi murtahin. Dinyatakan
tidak mengandung unsur gharar karena piutang murtahin tetap ada
kendati tanaman dan buah-buahan yang digadaikan kepdanya
mengalami kerusakan (Al-Jazairi, 2000: 532).
4) Marhun bih (utang).
Menurut ulama Hanafiyah dan Syafiiyah syarat utang yang dapat
dijadikan alas gadai adalah:
(a) Berupa utang yang tetap dapat dimanfaatkan;
(b) Utang harus lazim pada waktu akad;
(c) Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.
Jika ada perselisihan mengenai besarnya hutang antara rahin
dan murtahin, maka ucapan yang diterima ialah ucapan rahin
dengan disuruh bersumpah, kecuali jika rahin bisa mendatangkan
barang bukti yang menguatkan dakwanya, karena Rasulullah SAW
bersabda: “barang bukti dimintakan dari orang yang mengklaim dan
sumpah dimintakan dari orang yang tidak mengaku”. (Diriwayatkan
Al-Baihaqi dengan sanad yang baik) (Al-Jazairi, 2000:533).
32
Jika murtahin mengklaim telah mengembalikan rahn, dan
rahin tidak mengakuinya, maka ucapan yang diterima adalah ucapan
rahin dengan disuruh bersumpah, kecuali jika murtahin bisa
mendatangkan barang bukti yang menguatkan klaimnya (Al-Jazairi,
2000: 533).
Mazhab Maliki berpendapat bahwa gadai wajib dengan
akad, setelah akad orang yang menggadaikan (rahin) dipaksakan
untuk menyerahkan borg untuk dipegang oleh yang memegang
gadaian (murtahin) (Sayyid Sabiq, 1987:141). Sedangkan menurut
Al-Jazairi marhun boleh dititipkan kepada orang yang bisa
dipercaya selain murtahin sebab yang terpenting dari marhun
tersebut dapat dijaga dan itu bisa dilakukan oleh orang yang bisa
dipercaya (Al-Jazairi, 2000:532).
5) Al-Murtahin (yang menerima gadai).
Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk
mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai). (Heri
Sudarsono, 2003:160).
f. Pengertian uang pinjaman
Uang pinjaman adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh suatu
lembaga kemasyarakatan penyaluran pinjaman, kospinjasa
menggunakan system pelayanan cepat, aman, dan menghindari adanya
birokrasi yang berbelit untuk memperoleh pinjaman, para anggota
33
nasabah tidak perlu menunggu terlalu lama waktu satu hari sepanjang
telah memenuhi persyaratan. Pemberian uang pinjaman kepada
masyarakat adalah suatu pencegahan rakyat kecil yang membutuhkan
pinjaman agar tidak jatuh ke tangan para pelepas uang yang
mengenakan bunga dengan nilai sangat tinggi dan berlipat ganda
(Damanhur dan Leni D, 2011).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa uang pinjaman
merupakan sejenis modal atau sejumlah uang yang berasal dari perum
pegadaian dan disalurkan kepada masyarakat atau nasabah yang ingin
meminjam sejumlah uang karena kebutuhan tertentu dengan prosedur
yang tidak rumit, barang jaminan yang sederhana serta dalam waktu
yang sangat singkat para nasabah dapat memperoleh sejumlah uang
yang dibutuhkan.
g. Prosedur Pinjaman Pegadaian
Seperti diketahui bahwa menariknya peminjaman uang di pegadaian
disebabkan prosedurnya yang mudah, cepat dan biaya yang dikenakan
relative ringan. Disamping itu, biasanya perum pegadaian tidak begitu
mementingkan untuk apa uang tersebut digunakan. Yang penting setiap
proses peminjaman uang di pegadaian haruslah dengan jaminan barang-
barang tertentu. Hal ini tentu sangat berlawanan dengan prosedur
peminjaman uang di lembaga keuangan lainnya seperti bank.
34
Secara garis besar proses atau prosedur peminjaman uang di perum
pegadaian dapat dijelaskan berikut ini: (Kasmir, 2014:235)
1) Nasabah datang langsung kebagian informasi untuk memperoleh
penjelasan, tentang pegadaian, misalnya tentang barang jaminan,
jangka waktu pengembalian, jumlah pinjaman dan biaya sewa
modal (bunga pinjaman).
2) Bagi nasabah yang sudah jelas dan mengetahui prosedurnya dapat
langsung membawa barang jaminan ke bagian penaksir untuk
ditaksir nilai jaminan yang diberikan. Pemberian barang jaminan
disertai bukti diri seperti KTP atau surat kuasa bagi pemilik barang
yang tidak dapat datang.
3) Bagian penaksir akan menaksir nilai jaminan yang diberikan, baik
kualitas barang maupun nilai barang tersebut, kemudian barulah
ditetapkan nilai taksir barang tersebut.
4) Setelah nilai taksir ditetapkan langkah selanjutnya adalah
menentukan jumlah pinjaman beserta sewa modal (bunga) yang
dikenakan dan kemudian diinformasikan ke calon peminjam.
5) Jika calon peminjam setuju, maka barang jaminan ditahan untuk
disimpan dan nasabah memperoleh pinjaman, berikut surat bukti
gadai.
Kemudian untuk proses pembayaran kembali pinjaman baik sudah
jatuh tempo maupun yang belum dapat dilakukan sebagai berikut:
35
1) Pembayaran kembali pinjaman berikut sewa modal dapat langsung
dilakukan di kasir dengan menunjukkan surat bukti gadai dan
melakukan pembayaran sejumlah uang.
2) Pihak pegadaian menyerahkan barang jaminan apabila
pembayarannya sudah lunas dan diserahkan langsung ke nasabah
untuk diperiksa kebenarannya dan jika sudah benar dapat langsung
dibawa pulang.
3) Pada prinsipnya pembayaran kembali pinjaman dan sewa modal
dapat dilakukan sebelum jangka waktu pinjaman jatuh tempo. Jadi
si nasabah jika sudah punya uang dapat langsung menebus
jaminannya.
4) Bagi nasabah yang tidak dapat membayar pinjamannya, maka
barang jaminannya akan dilelang secara resmi ke masyarakat luas.
5) Hasil penjualan lelang diberitahukan kepada nasabah dan
seandainya uang hasil lelang setelah dikurangi pinjaman dan biaya-
biaya masih lebih akan dikembalikan ke nasabah.
3. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata
lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara
kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi
rendahnya harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum
36
tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan
harga berlangsung terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah
inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang
yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatannya harga.
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak
mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Pengertian inflasi adalah
kecendrungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut
inflasi. Syarat adanya kecendrungan menaik yang terus-menerus juga
perlu diingat, karena kenaikan harga karena musiman, menjelang hari-
hari besar atau yang terjadi sekali saja dan tidak mempunyai pengaruh
lanjutan tidak disebut inflasi.
Inflasi adalah kecendrungan naiknya harga umum barang dan jasa
secara terus-menerus akibat dari tidak ada keseimbangan arus barang
dan arus uang (Adrian Sutedi, 2012 : 278).
Dalam konsep makroekonomi, inflasi didefinisikan sebagai
kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus.
(Suseno dan Astiyah, 2009), dalam konteks tersebut terdapat dua
pengertian penting yang merupakan kunci dalam memahami inflasi
yaitu kenaikan harga secara terus menerus. Hanya kenaikan harga yang
terjadi secara umum yang dapat disebut inflasi. Kenaikan harga pada
komoditas tertentu yang terjadi karena factor musiman, misalnya
37
menjelang hari-hari besar atau karena gangguan supply sesaat dan tidak
mempunyai pengaruh lanjutan, tidak disebut inflasi.
Inflasi adalah indikator makroekonomi yang sangat penting karena
memengaruhi nilai uang sehingga dampaknya langsung dirasakan oleh
masyarakat. Bahkan, Presiden Gerald Ford dari USA pernah
menyatakan: “Inflation is the number one public enemy”, atau “inflasi
adala musuh masyarakat yang utama.” (Bank Indonesia Institute, 2015).
b. Pengukuran Inflasi
Untuk mengukur perubahan inflasi dari waktu ke waktu, pada
umumnya digunakan suatu angka indeks. Angka indeks disusun dengan
memperhitungkan sejumlah barang dan jasa yang akan digunakan untuk
menghitung besarnya angka inflasi. Adapun anka indeks yang umum
dipakai untuk menghitung besarnya inflasi adalah: (Bank Indonesia
Institute, 2015)
1) Producer Price Index (PPI)/Indeks Harga Produsen (IHP)
Producer Price Index atau Indeks Harga Produsen (IHP)
mengukur perubahan harga yang diterima produsen domestic untuk
barang yang mereka hasilkan. IHP mengukur tingkat harga yang
terjadi pada tingkat produsen.
2) Wholesale Price Index/Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
Indeks Harga Perdagangan besar mengukur perubahan harga
untuk transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama
38
dan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besarpada
pasar pertama. Di beberapa negara termasuk Indonesia, IHPB
merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari
komoditas-komoditas yang diperdagangkan di suatu daerah.
3) Consumer Price Index (CPI)/Indeks Harga Konsumen (IHK)
Consumer Price Index adalah indeks yang paling banyak
digunakan dalam perhitungan inflasi. Indeks ini disusun dari harga
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Jumlah barang
dan jasa yang digunakan dalam perhitungan angka indeks tersebut
berbeda antarnegara dan antarwaktu, bergantung pada pola
konsumsi masyarakat akan barang dan jasa tersebut.
Adapun cara menghitung laju inflasi adalah peruahan
persentase dalam indeks harga dari jangka waktu yang sebelumnya.
Rumusnya sebagai berikut:
c. Jenis Inflasi
Jenis inflasi menurut penyebabnya, yakni sebagai berikut: (Adrian
Sutedi, 2012 : 292)
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 =𝐼𝐻𝐾𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑖𝑛𝑖 − 𝐼𝐻𝐾𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎
𝐼𝐻𝐾𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 𝑥 100%
39
1) Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu
kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap
komoditi-komoditi hasil produksi dipasar barang. Akibatnya, akan
menarik (pull) kurva permintaan agregat kea rah kanan atas,
sehingga terjadi excess demand, yang merupakan inflationary gap.
Dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya
akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan
asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-
employment.
2) Cost Push Inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya
aggregate supply curve kea rah kiri atas. Faktor-faktor yang
menyebabkan aggregate supply curve bergeser tersebut adalah
meningkatnya harga factor-faktor produksi (baik yang berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri) di pasar factor produksi, sehingga
menyebabkan kenaikan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam
kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh
kelesuan usaha.
Selain itu, jenis inflasi lainnya, yaitu inflasi menurut asalnya,
yakni sebagai berikut: (Adrian Sutedi, 2012 : 293)
1) Domestic Inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh
kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sector riil ataupun di
sector moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan
masyarakat.
40
2) Imported Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya
kenaikan harga-harga komoditi diluar negeri (di negara asing yang
memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang
bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang
menganut system peekonomian terbuka (open economy system).
Inflasi ini dapat “menular” baik melalui harga barang-barang impor
maupun harga barang-barang ekspor.
d. Teori Inflasi
Terdapat tiga teori utama yang menjelaskan mengenai inflasi,
yaitu sebagai berikut: (Adrian Sutedi, 2012 : 285)
1) Teori Kuantitas
Teori kuantitas adalah teori yang tertua yang membahas tentang
inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami
penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago,
sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris
(monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah
uang beredar dan harapan (ekspetasi) masyarakat mengenai
kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi.
Inti teori ini adalah sebagai berikut:
(a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang
beredar, baik uang kartal maupun giral.
41
(b) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang
beredar dan oleh harapan (ekspetasi) masyarakat mengenai
kenaikan harga di masa mendatang.
2) Teori Keynes
Teori ini yang menyatakan bahwa inflasi terjadi disebabkan
masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Dengan
kata lain, inflasi terjadi karena pengeluaran agregat terlalu besar.
Oleh karena itu, solusi yang harus diambil adalah dengan jalan
mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiri (mengurangi
pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak dan
kebijakan uang ketat).
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi
terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan
ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif
masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi
jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya
akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan
barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek
kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi
kenaikan permintaan agregat. Karenanya sama seperti pandangan
kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk
menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.
42
3) Teori Strukturalis
Teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari
kekakuan struktur ekonomi, khususnya kekuatan suplai bahan
makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab struktural
pertambahan barang-barang produksi ini terlalu lambat disbanding
dengan pertumbuhan ekonominya, sehingga menaikkan harga bahan
makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah
kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi yang
relative berkepanjangan bila pembangunan sector penghasil bahan
pangan dan industry barang ekspor tidak dibenahi atau ditambah.
e. Penyebab Terjadinya Inflasi
Terdapat beberapa factor utama yang menjadi penyebab
timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu sebagai berikut: (Adrian Sutedi,
2012 : 303)
1) Jumlah Uang Beredar
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar
adalah factor utama yang dituding sebagai penyebab timbulnya
inflasi di setiap negara, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia
jumlah uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep
narrow money (M1). Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan,
bahwa uang kuasi hanya merupakan sebagian dari likuiditas
perbankan.
43
Sejak 1976 persentase uang kartal yang beredat (48.7%) lebih
kecil daripada persentase jumlah uang giral yang beredar (51,3%),
sehingga mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di
sektor moneter Indonesia. Juga, mengindikasikan bahwa semakin
sulitnya proses pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan
semakin meluasnya monetisasi dalam kegiatan perekonomian
subsistence, akibatnya memberikan kecendrungan meningkatnya
laju inflasi.
2) Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Tekanan inflasi pada periode ini lebih disebabkan oleh
meningkatanya tingkat agresifitas sektor swasta dalam melakukan
ekspansi usaha, yang didukung oleh perkembangan sektor
perbankan yang semakin ekspansif pula. Dengan kondisi sumber
daya modal domestic yang masih saja relative terbatas, maka
pinjaman luar negeri yang sifatnya nonkomersial maupun komersial
pun semakin meningkat. Akibatnya, tetap saja terjadi deficit anggran
belanja negara dan neraca pembayaran, salah satu sebabnya karena
pemerintah tetap saja harus menyediakan infrastruktur dan
suprastruktur pembangunan ekonomi yang kebutuhannya semakin
meningkat. Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena
kemampuan swasta nasional dalam pembangunan infrastruktur
ekonomi masih sangat terbatas.
44
3) Faktor-Faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri
Kelambanan penyesuaian dari faktor-faktor penawaran agregat
terhadap peningkatan permintaan agregat ini lebih banyak
disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan structural (structural
bottleneck) yang ada di Indonesia. Harga bahan pangan merupakan
salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di
Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketegaran structural
yang terjadi di sektor pertanian, sehingga menyebabkan inelastisnya
penawaran bahan pangan. Ketergantungan perekonomian Indonesia
yang besar terhadap sektor pertanian, yang tercermin oleh peranan
nilai tambahannya yang relative besar dan daya serap tenaga
kerjanya yang sedemikian tinggi serta beban penduduk yang cukup
tinggi, mengakibatkan harga bahan pangan meningkat pesat.
Umumnya, laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi
laju permintaannya, sehingga sering terjadi excess demand yang
selanjutnya dapat memunculkan inflationary gap.
f. Dampak Inflasi
Secara umum dampak dari inflasi yang tinggi dan tidak stabil adalah
sebagai berikut: (Bank Indonesia Institute, 2015: 20)
1) Penurunan Daya Beli (Purchasing Power)
Inflasi yang tinggi akan mengurangi daya beli karena nilai uang
yang semakin rendah. Dengan nilai uang yang sama, jumlah barang
dan jasa yang dapat dibeli akan berkurang jumlahnya. Dampak
45
penurunan nilai mata uang sebagai akibat inflasi tidak sama terhadap
seluruh masyarakat. Kelompok masyarakat yang berpenghasilan
tetap dan berpenghasilan rendah adalah yang paling dirugikan akibat
inflasi. Apabila hal ini dibiarkan dapat menimbulkan masalah social,
seperti meningkatnya aksi buruh untuk kenaikan upah dan
meningkatnya kemiskinan.
2) Kondisi Ketidakpastian
Inflasi yang tinggi dan tidak stabil menimbulkan ketidakpastian
bagi masyarakat. Masyarakat akan kesulitan untuk menentukan
alokasi dananya. Masyarakat cenderung menyimpan dananya dalam
bentuk asset fisik dibandingkan tabungan di bank. Oleh karenanya,
inflasi mengurangi insentif untuk menabung. Bagi dunia usaha,
inflasi yang tinggi akan mengurangi insentif untuk investasi, karena
ketidakpastian akan profit dan biaya di masa depan. Kondisi
ketidakpastian ini dalam jangka panjang akan menghambat
pertumbuhan ekonomi.
3) Berkurangnya daya saing produk nasional
Inflasi yang tinggi membuat biaya produksi juga tinggi sehingga
barang produksi nasional menjadi tidak kompetitif, baik untuk
dikonsumsi dalam negeri maupun di ekspor. Hal ini akan
mendorong peningkatan impor yang akan berpengaruh terhadap
performa neraca perdagangan dan neraca pembayaran.
46
Bagi para ekonom, dampak inflasi dilihat sebagai biaya (cost)
yang timbul terhadap perekonomian makro.
4. Pendapatan
Menurut Antonio (2001: 204), pendapatan adalah kenaikan kotor dalam
asset atau penurunan dalam liabilitas atau gabungan dari keduanya selama
periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan yang berakibat dari
investasi, perdagangan, memberikan jasa atau aktivitas lain yang bertujuan
meraih keuntungan.
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul
dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal (Undang-Undang Republik Indonesia, 1998).
Karakteristik pendapatan terdiri dari tiga yaitu sebagai berikut (Amalia,
2010):
1) Sumber Pendapatan
Jumlah rupiah perusahaan bertambah melalui berbagai cara tetapi
tidak semua cara tersebut mencerminkan pendapatan. Tambahan jumlah
rupiah aktiva perusahan dapat berasal dari transaksi modal, laba dari
penjualan aktiva yang bukan barang dagangan seperti aktiva tetap, surat
berharga, ataupun penjualan anak atau cabang perusahaan, hadiah,
sumbangan atau penemuan, revaluasi aktiva tetap, dan penjualan produk
perusahaan. Berdasarkan transaksi di atas, hanya transaksi atas
penjualan produk yang dapat dianggap sebagai sumber utama
47
pendapatan walaupun laba atau rugi mungkin timbul dalam
hubungannya dengan penjualan aktiva selain produk utama perusahaan.
2) Produk dan Kegiatan Utama Perusahaan
Produk perusahaan mungkin berupa barang ataupun dalam bentuk
jasa. Perusahaan tertentu mungkin sekali menghasilkan berbagai macam
produk atau baik berupa barang atau jasa atau keduanya yang sangat
berlainan jenis maupun arti pentingnya bagi perusahaan.
3) Jumlah Rupiah Pendapatan dan Proses Penandingan
Pendapatan merupakan jumlah rupiah dari harga jual per satuan kali
kuantitas terjual. Perusahaan umumnya akan mengharapkan terjadinya
laba yaitu jumlah rupiah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya yang
dibebankan. Laba atau rugi yang terjadi baru akan diketahui setelah
pendapatan dan beban dibandingkan setelah biaya yang dibebankan
secara layak dibandingkan dengan pendapatan maka tampaklah jumlah
rupiah laba ataupun pendaptan neto.
Menurut UU RI Nomor 10 tahun 1998, sumber-sumber pendapatan
dapat dikelompokkan menjadi 2 sumber pendapatan, yaitu:
1) Pendapatan operasional, yaitu pendapatan yang berasal dari aktivitas
utama perusahan sesuai dengan jenis usahanya yang berlangsung secara
berulang-ulang dan berkesinambungan tiap periode.
2) Pendapatan bukan operasional, yaitu pendapatan yang berasal dari
transaksi penjualan yang tidak berulang-ulang dan insidentil, yang
48
secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas perusahaan,
misalnya penjualan aktiva tetap perusahaan kepada pihak lain.
Pendapatan gadai adalah jumlah pendapatan dari produk gadai Syariah
seperti rahn, Arrum, dan Mulia yang diterima pegadaian Syariah dalam
jangka periode tertentu, misalnya 1 tahun dalam bentuk rupiah (Irawan,
2011:40).
5. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Uang didefinisikan sebagai benda-benda yang disepakati oleh
masyarakat sebagai alat perantaraan untuk mengadakan tukar menukar atau
perdagangan (Sadono Sukirno, 2011:267).
Uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di dalam
perekonomian, yaitu ia adalah jumlah dari mata uang dalam peeredaran
ditambah dengan uang giral di bank-bank umum (Sadono Sukirno,
2011:281).
Rahardja (2008: 324) jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan
uang yang berada ditangan masyarakat. Secara teknis, yang dihitung sebagai
uang beredar adalah uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat.
Uang yang berada di tangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang
kertas dan uang logam (uang kartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai
uang beredar.
49
Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring
dengan perkembangan ekonomi. Biasanya bila perekonomian bertumbuh
dan berkembang jumlah uang beredar juga bertambah, sedang
komposisinya berubah. Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan
uang kartal (kertas dan logam) semakin sedikit, digantikan uang giral atau
near money. Biasanya perekonomian makin meningkat, komposisi M1
dalam peredaran uang makin kecil, sebab porsi uang kuasai makin besar.
Uang kuasi adalah simpanan rupiah dan valas milik penduduk pada sistem
moneter yang untuk sementara waktu kehilangan nilai fungsinya sebagai
nilai tukar.
1. Teori Permintaan Uang
Menurut pandangan ekonomi klasik, fungsi uang hanya sebagai alat
tukar. Oleh sebab itu jumlah uang yang diminta berbanding
proporsional dengan tingkat produksi atau pendapatan nasional. Bila
tingkat produksi nasional meningkat begitupun jika terjadi sebaliknya.
Sedangkan menurut Keynesian, ada beberapa faktor yang memotivasi
orang memegang atau meminta uang antara lain sebagai berikut:
a. Transaction Motive, yaitu motivasi orang untuk memegang uang
adalah keinginan untuk mempermudah kegiatan transaksi atau
untuk membiayai keperluan transaksi. Dalam permintaan uang
untuk keperluan transaksi, pandangan klasik sama dengan
pandangan Keynesian. Permintaan uang untuk transaksi
50
berhubungan positif dengan tingkat pendapatan, apabila
pendapatan naik, maka kebutuhan uang untuk transaksi meningkat.
b. Precautionary motive, yaitu motivasi orang memegang uang untuk
persiapan menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan atau tidak
terduga. Permintaan uang untuk berjaga-jaga sangat tergantung
pada besarnya pendapatanatau berhubungan positif dengan tingkat
pendapatan.
c. Speculation motive, yaitu motivasi meminta uang untuk keperluan
spekulasi. Permintaan uang untuk spekulasi selalu berkaitan
dengan upaya mencari keuntungan. Peluang keuntungan akan
diperoleh bila uang yang diminta dibelikan obligasi yang jatuh
tempo tidak terbatas dan tidak mengandung resiko tinggi.
2. Teori Penawaran Uang
Uang beredar atau money supply dibedakan dalam dua pengertian,
yaitu:
a. Uang beredar dalam arti sempit (M1)
Merupakan jumlah uang yang beredar yang sering digunakan untuk
keperluan transaksi, terdiri dari: uang koin atau logam dan uang
kertas yang biasa disebut dengan uang kartal. Dan uang giral yaitu
deposito yang terdapat dibank-bank umum dapat dikeluarkan
dengan menggunakan cek.
51
b. Uang beredar dalam arti luas (M2)
Merupakan jumlah uang yang beredar dalam arti luas. M2 disebut
juga briad money yang terdiri dari M1 (uang logam, kertas, dan
uang giral atau cek). Near money adalah rekening tabungan dan
kekayaan lain yang di tukarkan atau dicairkan dalam waktu dekat.
6. Kredit
a. Pengertian Kredit
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberia bunga,
imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Menurur Susilo (2000:69) kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Kewajiban
tersebut dapat berupa pokok pinjaman, bunga, imbalan atau pembagian
hasil keuntungan.
b. Unsur-unsur Kredit
Menurut Kasmir (2014:87) adapun unsur-unsur yang terkandung
dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
52
1. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit
yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar
diterima kembali di masa tertentu di masa datang.
2. Kesepakatan, kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di
mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya
masing-masing.
3. Jangka Waktu, mencakup masa pengembalian kredit yang telah
disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek,
jangka menengah atau jangka Panjang.
4. Risiko, adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan
menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/pemberian kredit.
Semakin Panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian
pula sebaliknya.
5. Balas Jasa, merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau
jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga.
c. Tujuan dan Fungsi Kredit
Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit menurut Kasmir
(2014:88) adalah sebagai berikut:
1. Mencari keuntungan, yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari
pemberian kredit tersebut. hasil tersebut terutama dalam bentuk
bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya
administrasikredit yang dibebankan kepada nasabah.
53
2. Membantu usaha nasabah, untuk membantu usaha nasabah yang
memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal
kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat
mengembangkan dan memperluaskan usahanya.
3. Membantu pemerintah, bagi pemerintah semakin banyak kredit yang
disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat
semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di
berbagai sektor.
Kemudian disamping tujuan di atas suatu fasilitas kredit memiliki
fungsi sebagai berikut:
1) Untuk meningkatkan daya guna uang, dengan adanya kredit dapat
meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya disimpan
saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan
diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk
menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.
2) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, uang yang
diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah
lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan
memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh
tambahan uang dari daerah lainnya.
3) Untuk meningkatkan daya guna barang, untuk mengolah barang
yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.
54
4) Meningkatkan peredaran barang, Kredit dapat pula menambah atau
memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya
sehingga jumlah barang beredar bertambah atau kredit dapat pula
meningkatkan jumlah barang yang beredar.
5) Sebagai alat stabilitas ekonomi, Dengan memberikan kredit dapat
dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit
yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh
masyrakat.
6) Untuk meningkatkan kegairahan berusaha, Bagi si penerima kredit
tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si
nasabah yang memang modalnya pas-pasan.
7) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan, Semakin banyak
kredit yang disalurkan, akan semakin baik, terutama dalam hal
meningkatkan pendapatan. Misalnya juka sebuah kredit diberikan
untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan
tenaga kerja sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Di
samping itu, bagi masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat
meningkatkan pendapatan.
8) Untuk meningkatkan hubungan internasional. Dalam hal pinjaman
internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara
si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kredit oleh
negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lain.
55
d. Jenis-Jenis Kredit
Dari berbagai jenis kredit kegiatan usaha mengakibatkan beragam
pula kebutuhan jenis kredit.Menurut Kasmir (2014:90), secara umum
jenis – jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain sebagai
berikut:
a. Dilihat dari segi kegunaan
a. Kredit investasi
Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau
membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan
rehabilitasi. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun
pabrik atau membeli mesin-mesin. Pendek kata masa
pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama.
b. Kredit modal kerja
Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam
operasionalnya. Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan
untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-
biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi
perusahaan.
b. Dilihat dari segi tujuan kredit
a. Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi
atau investasi.Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang
atau jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik
56
yang nantinya akan menghasilkan barang, kredit pertanian akan
menghasilkan produk pertanian atau kredit pertambangan
menghasilkan barang tambang atau kredit industri lainnya.
b. Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi.Dalam
kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang
dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh
seseorang atau badan usaha.Sebagai contoh kredit untuk
perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah
tangga, dan kredit konsumsi lainnya.
c. Kredit perdagangan
Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk
membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari
hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering
diberikan kepada suplier atau agen-agen perdagangan yang akan
membeli barang dalam jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya
kredit ekspor dan impor.
c. Dilihat dari segi jangka waktu
a. Kredit jangka pendek
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1
tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk
keperluan modal kerja. Contohnya untuk peternakan misalnya
57
kredit peternakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya
tanaman padi.
b. Kredit jangka menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan
3 tahun, biasanya untuk investasi.Sebagai contoh kredit untuk
pertanian seperti jeruk atau peternakan kambing.
c. Kredit jangka Panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling
panjang.Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya di atas
3 tahun atau 5 tahun.Biasanya kredit ini untuk investasi jangka
panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur
dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.
d. Dilihat dari segi jaminan
a. Kredit dengan Jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut
dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau
jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan
dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.
b. Kredit tanpa Jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau
orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek
usaha dan karakter serta loyalitas atas nama baik si calon debitur
selama ini.
58
e. Dilihat dari sektor usaha
a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sector
perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat
berupa jangka pendek atau jangka panjang.
b. Kredit peternakan, dalam hal ini untuk jangka pendek misalnya
peternakan ayam dan jangka panjang kambing atau sapi.
c. Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai industri kecil,
menengah atau besar.
d. Kredit pertambangan, jenis usaha tambang yang dibiayainya
biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak
atau timah.
e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk
membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula
berupa kredit untuk para mahasiswa.
f. Kredit profesi, diberikan kepada para profesional seperti, dosen,
dokter atau pengacara.
g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan
atau pembelian perumahan
e. Prinsip Pemberian Kredit
Dalam proses pemberian kredit ini harus mengandung beberapa
prinsip yaitu bahwa kredit yang diberikan kepada nasabahnya harus
bersifat wajar dan adil serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sehingga fasilitas kredit dapat di manfaatkan sebaik-baiknya. Dalam
59
melakukan penilaian kriteria-kriteria serta aspek penilainya tetap sama.
Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi
standar penilaian setiap bank.Biasanya penilaian yang harus dilakukan
oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar – benar
menguntungkan dilakukan dengan analisis 5 C dan 7 P.
Adapun penjelasan untuk analisis kredit dengan 5 C menurut Kasmir
(2014:95) yaitu:
1. Character
Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang
yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini
tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang latar belakang
pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup atau gaya
hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan sosial
standingnya. Ini semua merupakan ukuran “kemauan” membayar.
2. Capacity
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang
bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis
juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang
ketentuan- ketentuan pemerintah.Begitu pula dengan
kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada
akhirnya akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan
kredit yang disalurkan.
60
3. Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat
laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi).Capital juga harus
dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.
4. Collateral
Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah
baik yang bersifat fisik maupun non fisik.Jaminan hendaknya
melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti
keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan
yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
5. Condition
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi
ekonomi dan politik sekarang dan di masa yang akan datang sesuai
dengan sector masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang
ia jalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai
hendaknya benar- benar memiliki prospek yang baik sehingga
kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah
sebagai berikut:
1. Personality
Personality yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau
tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya.
61
2. Party
Party yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu
atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta
karakternya.
3. Perpose
Perpose yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil
kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.
4. Prospect
Prospect yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai
prospek atau sebaliknya.
5. Payment
Payment merupakan ukuran bagaimana cara nasabah
mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja
dana untuk pengembalian kredit.
6. Profitability
Profitability yaitu untuk menganalisis bagaimana kemampuan
nasabah dalam mencari laba.
7. Protection
Protection tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan
jaminan mendapatkan perlindungan.
62
B. Keterkaitan antar Variabel Bebas dan Variabel Terikat
1. Pengaruh Inflasi terhadap Pemberian Kredit
Secara garis besar Keynes menyebutkan bahwa inflasi terjadi karena
suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya.
Tingkat inflasi yang sangat tinggi akan menyebabkan ketidakstabilan
perekonomian, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan pengangguran
semakin meningkat. Hal ini akan semakin menurunkan kepercayaan para
investor untuk menanam investasinya di Indonesia, sehingga perbankan
maupun non perbankan mengalami kesulitan dalam memberikan kredit, jadi
tingkat inflasi sangat berhubungan negative terhadap permintaan kredit di
Indonesia.
Dalam penelitian Mukhiz Arifin Aziz (2013:11) menyatakan bahwa
pengaruh perubahan inflasi pada penyaluran kredit terjadi tidak secara
langsung akan tetapi melalui tingkat bunga riil terlebih dahulu inflasi sangat
berpengaruh dengan permintaan kredit, dikarenakan inflasi berarti juga
kenaikan harga. Semakin naiknya harga, maka seseorang akan berusaha
untuk dapat memenuhi kebutuhan, dan dalam pemenuhan kebutuhan
tersebut bisa dengan cara mengajukan permintaan kredit dengan asumsi
suku bunga riil. Oleh karena itu maka dengan adanaya kenaikan inflasi
maka permintaan akan kredit juga semakin meningkat.
2. Pengaruh Pendapatan terhadap Pemberian Kredit
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus
63
masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi penanaman modal (Undang-Undang Republik Indonesia, 1998).
Pegadaian syariah sebagai lembaga non perbankan selain melayani
kepentingan umum, juga memiliki tujuan untuk mendapatkan laba.
Pendapatannya tersebut berasal dari jasa simpanan, pendapatan
administrasi, barang yang dilelang, uang kelebihan kadaluwarsa, jasa
taksiran, jasa titipan dan lainnya yang mempengaruhi pemberian kredit yang
diberikan kepada para nasabahnya. Pendapatan juga diperoleh dari
pemindahan hal guna (manfaat) atas suatu barang dalam jangka waktu
tertentu melalui pembayaran sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri. Oleh karena itu, semakin banyak pendapatan yang
diperoleh maka semakin banyak juga kredit yang diberikan kepada
nasabahnya (Titi Widiarti dan Sinarti, 2013).
3. Pengaruh Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap Pemberian Kredit
Menurut Rahardja (2008), jumlah uang beredar adalah nilai
keseluruhan uang yang berada ditangan masyarakat. Kredit merupakan
penyediaan uang atas kesepakatan pinjam meminjam untuk melunasi
hutangnya dalam jangka waktu tertentu dengan pemberian laba. Kredit
tersebut memiliki hubungan erat dalam proses penciptaan uang untuk
memberikan pinjaman kepada masyarakat yang ada dalam suatu
perekonomian. Jumlah uang yang dipinjamkan oleh pegadaian kepada
masyarakat akan dibelanjakan oleh masyarakat itu sendiri. Hal itu bisa
diartikan bahwa peristiwa tersebut akan menambah jumlah uang beredar.
64
Dalam penelitian Tohari (2010) yang menyatakan bahwa
peningkatan jumlah uang beredar di masyarakat di respon dengan
peningkatan pembiayaan kredit. Apabila jumlah uang beredar mengalami
peningkatan maka jumlah pembiayaan kredit juga akan mengalami
peningkatan. Sebab, kenaikan jumlah uang beredar akan meningkatkan
dana pihak ketiga, sehingga jika tidak segera disalurkan maka akan
menyalahi kerugian akibat adanya kewajiban untuk memberikan nisbah
yang dihimpun.
C. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama & Judul
Penelitian
Variabel Hasil
Persamaan Perbedaan
1. Titi Widiarti dan
Sinarti (2013)
“Pengaruh
Pendapatan, Jumlah
Nasabah, dan
Tingkat Inflasi
Terhadap Penyaluran
Kredit Perum
Pegadaian Batam
Cabang Batam
Periode 2008-2012”
Pendapatan,
Tingkat
Inflasi,
Penyaluran
Kredit
Jumlah
Nasabah
Pendapatan
Perum
Pegadaian
Cabang Batam
dan jumlah
nasabah
mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap
penyaluran
kredit pada
Perum
pegadaian
cabang Batam,
sedangkan
tingkat inflasi
tidak
65
No. Nama & Judul
Penelitian
Variabel Hasil
Persamaan Perbedaan
berpengaruh
signifikan
terhadap
penyaluran
kredit Perum
Pegadaian
Cabang
Batam.
2. Mukhliz Arifin Aziz
(2013) “Analisis
Pengaruh Tingkat
Sewa Modal, Jumlah
Nasabah, Harga
Emas, dan Tingkat
Inflasi Terhadap
Penyaluran Kredit
Gadai Golongan C
(Studi pada PT
Pegadaian Cabang
Probolinggo)”
Tingkat
Inflasi,
Penyaluran
Kredit Gadai
Tingkat sewa
modal,
jumlah
nasabah,
Harga Emas
Tingkat sewa
modal tidak
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
terhadap
penyaluran
kredit. Jumlah
nasabah
mempengaruhi
jumlah
penyaluran
kredit. Harga
emas
mempengaruhi
penyaluran
kredit. Tingkat
inflasi yang
terjadi di kota
Probolinggo
tidak
memberikan
pengaruh
terhadap
penyaluran
kredit.
3. Ade Purnomo (2009)
“Pengaruh
Pendapatan
Pegadaian, Jumlah
Nasabah, dan
Tingkat Inflasi
Terhadap Penyaluran
Kredit Pada Perum
Pendapatan
Pegadaian,
Tingkat
Inflasi,
Penyaluran
Kredit
Jumlah
Nasabah
Hasil
pengujian
secara
individual
menunjukkan
bahwa
variabel
Pendapatan
66
No. Nama & Judul
Penelitian
Variabel Hasil
Persamaan Perbedaan
Pegadaian Syariah
Cabang Dewi Sartika
Periode 2004-2008”
Perum
Pegadaian,
jumlah
nasabah
berpengaruh
secara positif
dan signifikan
terhadap
penyaluran
kredit.
Variabel
inflasi tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
penyaluran
kredit.
4. Danny Febrian
(2015) “Analisis
Pengaruh Tingkat
Inflasi, Pendapatan
Pegadaian dan Harga
Emas Terhadap
Penyaluran Kredit
Rahn pada PT
Pegadaian Syariah di
Indonesia (Periode
2005-2013)”
Tingkat
Inflasi,
Pendapatan
Pegadaian,
Penyaluran
Kredit Rahn
Harga Emas Tingkat inflasi
berpengaruh
negatif dan
tidak
signifikan
terhadap kredit
rahn,
sedangkan
pendapatan
pegadaian dan
harga emas
keduanya
masing-
masing
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
penyaluran
kredit rahn.
5. Vika Anggun Ratna
Pratiwi (2016)
“Pengaruh
Pendapatan
Pegadaian, Harga
Pendapatan
Pegadaian,
Tingkat
Inflasi, dan
Penyaluran
Harga Emas Pendapatan
Pegadaian dan
Harga Emas
berpengaruh
terhadap
67
No. Nama & Judul
Penelitian
Variabel Hasil
Persamaan Perbedaan
Emas dan Tingkat
Inflasi Terhadap
Penyaluran
Pembiayaan Rahn
(Studi Pada
Pegadaian Syariah di
Indonesia Tahun
(2005-2015)”
Pembiayaan
Rahn
penyaluran
pembiayaan
Rahn,
sedangkan
tingkat inflasi
tidak
berpengaruh
terhadap
penyaluran
pembiayaan
rahn.
6. Muhammad Ahmad
(2011) “Analisis
Pengaruh Nilai
Tukar, Kredit, Suku
Bunga SBI, Inflasi,
dan Investasi
Terhadap Jumlah
Uang Beredar (M2)
di Indonesia”
Kredit,
Inflasi, dan
Jumlah Uang
Beredar (M2)
Nilai Tukar,
Suku Bunga
SBI
Nilai tukar dan
inflasi
memiliki
pengaruh
negative dan
signifakan
terhadap
jumlah uang
beredar di
Indonesia.
Sementara
kredit dan
suku bunga
memiliki
pengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
jumlah uang
beredar di
Indonesia.
7. Achmad Tohari
(2010) “Analisis
Pengaruh Nilai
Tukar Rupiah
Terhadap Dollar,
Inflasi, dan Jumlah
Uang Beredar (M2)
Inflasi dan
Jumlah Uang
beredar (M2)
Nilai Tukar
Rupiah
terhadap
Dollar, Dana
Pihak Ketiga
(DPK), dan
Pembiayaan
Mudharabah
Pada
substruktural I
variabel Nilai
Tukar
Rupiah/$,
Inflasi dan
Jumlah Uang
Beredar (M2)
68
No. Nama & Judul
Penelitian
Variabel Hasil
Persamaan Perbedaan
Terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK)
Serta Implikasinya
Pada Pembiayaan
Mudharabah (Pada
Perbankan Syariah di
Indonesia)”
berpengaruh
signifikan
terhadap Dana
Pihak Ketiga.
Pada
substruktural
II
menunjukkan
bahwa
variabel
Jumlah Uang
Beredar dan
Dana Pihak
Ketiga
berpengaruh
signifikansi
terhadap
Mudharabah.
8. Sesy Rizkiyanti
Oktavia (2010)
“Analisis Pengaruh
BI Rate, Inflasi, dan
Jumlah Uang
Beredar Terhadap
Capital Adequecy
Ratio dan
Implikasinya
Terhadap Penawaran
Kredit Modal Kerja
Bank Umum Swasta
Nasional Periode
2004-2009”
Inflasi dan
Jumlah Uang
Beredar
BI Rate,
Capital
Asequecy
Ratio,
Penawaran
kredit
Substruktur I
menunjukkan
BI Rate, inflasi
dan jumlah
uang beredar
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap CAR.
Sub struktur II
menunjukkan
BI Rate, inflasi
dan jumlah
uang beredar
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
penawaran
kredit.
9. Luthfi Hilmansyah
(2014) “Analisis
Pengaruh Sertifikat
Jumlah Uang
Beredar dan
Pembiayaan
Sertifikat
Bank
Indonesia
Hasil
penelitian
menunjukkan
69
No. Nama & Judul
Penelitian
Variabel Hasil
Persamaan Perbedaan
Bank Indonesia
Syari’ah (SBIS),
Pembiayaan
Perbankan Syari’ah,
dan Produk
Domestik Bruto
(PDB) Terhadap
Jumlah Uang
Beredar Periode
2003-2013”
Syari’ah
(SBIS),
Pembiayaan
Perbankan
Syari’ah, dan
Produk
Domestik
Bruto (PDB)
dalam jangka
panjang
sertifikat bank
Indonesia
syariah
(SBIS),
pembiayaan
perbankan
syariah dan
produk
domestic bruto
(PDB)
terhadap
jumlah uang
beredar (JUB).
Dalam jangka
pendek SBIS
dan PDB
berpengaruh
terhadap
jumlah uang
beredar.
Sedangkan,
pembiayaan
perbankan
syariah tidak
berpengaruh
terhadap
jumlah uang
beredar.
10. Bayu Diah Ayunda
(2011) “Analisis
Pengaruh Inflasi,
Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dollar,
Jumlah Uang
Beredar dan Tingkat
Suku Bunga SBI
Terhadap Pemberian
Kredit Perbankan
Pada Bank Mandiri
Inflasi,
Jumlah Uang
Beredar dan
Pemberian
Kredit
Nilai Tukar
Rupiah
Terhadap
Dollar,
Tingkat
Suku Bunga
SBI
Dari hasil uji
yang
dilakukan
pada uji
impulse dari
inflasi, nilai
tukar rupiah
terhadap
dollar, JUB
dan tingkat
suku bunga
SBI
memberikan
70
No. Nama & Judul
Penelitian
Variabel Hasil
Persamaan Perbedaan
dampak positif
Pada
pemberian
kredit.
11. Fathimah At-
Thohiroh (2014)
“Pengaruh Jumlah
Uang Beredar dan
Tingkat Suku Bunga
Deposito Terhadap
Alokasi Dana Kredit
Bank Umum Milik
Pemerintah Periode
2012-2013”
Jumlah Uang
Beredar dan
Alokasi Dana
Kredit
Suku Bunga
Deposito
Variabel
jumlah uang
beredar dan
suku bunga
deposito
berpengaruh
terhadap
alokasi dana
kredit bank
umum milik
pemerintah.
12. Syukuri Ahmad
Rifai, Helmi Susanti,
dan Aisyah (2017)
“Analisis Pengaruh
Kurs Rupiah, Laju
Inflasi, Jumlah Uang
Beredar dan
Pertumbuhan Ekspor
terhadap Total
Pembiayaan
Perbankan Syariah
dengan Dana Pihak
Ketiga sebagai
Variabel
Moderating”
Laju inflasi,
jumlah uang
beredar,
pembiayaan
Kurs rupiah,
pertumbuhan
ekspor dan
dana pihak
ketiga
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa secara
simultan
variabel kurs
rupiah, inflasi,
jub dan
pertumbuhan
ekspor
berpengaruh
signifikan
terhadap total
pembiayaan.
Sedangkan
dana pihak
ketiga
memoderasi
pengaruh kurs
rupiah, inflasi,
dan
pertumbuhan
ekspor
terhadap total
pembiayaan
perbankan
syariah.
71
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikitan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI,
PENDAPATAN USAHA PEGADAIAN DAN JUMLAH
UANG BEREDAR TERHADAP PEMBERIAN KREDIT
GADAI SYARIAH (RAHN) PADA PEGADAIAN SYARIAH
DI INDONESIA PERIODE 2012-2016
Variabel Dependen
Pemberian Kredit Gadai
Syariah (Rahn)
Variabel Independen
Inflasi, Pendapatan Usaha
Pegadaian dan Jumlah Uang
Beredar
Analisis Regresi Berganda
(OLS)
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikoleniaritas
3. Uji Heterokedastisitas
4. Uji Autokorelasi
Uji Hipotesis
1. Uji t
2. Uji Adj R2
3. Uji F
Interpretasi dan Kesimpulan
72
E. Hipotesis
Hipotesis adalah kesimpulan sementara atas masalah penelitian.
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai mengenai “Analisis Pengaruh
Tingkat Inflasi, Pendapatan Usaha Pegadaian, dan Jumlah Uang Beredar
Terhadap Pemberian Kredit Gadai Syariah (Rahn) Pada Pegadaian Syariah di
Indonesia Periode 2012-2016”, maka hipotesis yang dikembangkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. H0:β1=0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Tingkat Inflasi secara parsial
terhadap pemberian kredit gadai syariah (rahn) pada Pegadaian Syariah
Indonesia.
Ha:β1≠0 : Diduga terdapat pengaruh Tingkat Inflasi secara parsial terhadap
pemberian kredit gadai syariah (rahn) pada Pegadaian Syariah Indonesia.
2. H0:β2=0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Pendapatan Usaha Pegadaian
secara parsial terhadap pemberian kredit gadai syariah (rahn) pada
Pegadaian Syariah Indonesia.
Ha:β2≠0 : Diduga terdapat pengaruh Pendapatan Usahan Pegadaian secara
parsial terhadap pemberian kredit gadai syariah (rahn) pada Pegadaian
Syariah Indonesia.
3. H0:β3=0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Jumlah Uang Beredar secara
parsial terhadap pemberian kredit gadai syariah (rahn) pada Pegadaian
Syariah Indonesia.
73
Ha:β3≠0 : Diduga terdapat pengaruh Jumlah Uang Beredar secara parsial
terhadap pemberian kredit gadai syariah (rahn) pada Pegadaian Syariah
Indonesia.
4. H0:β1,β2,β3=0 : Diduga tidak terdapat pengaruh tingkat inflasi, pendapatan
usaha pegadaian, dan jumlah uang beredar secara simultan terhadap
pemberian kredit gadai syariah (rahn) pada Pegadaian Syariah Indonesia.
Ha:β1,β2,β3≠0 : Diduga terdapat pengaruh tingkat inflasi, pendapatan usaha
pegadaian, dan jumlah uang beredar secara simultan terhadap pemberian
kredit gadai syariah (rahn) pada Pegadaian Syariah Indonesia.
74
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh tingkat
inflasi, pendapatan usaha pegadaian dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap
pemberian kredit gadai syariah (Rahn) serta mengetahui sejauh mana variabel
bebas tersebut dapat mempengaruhi variabel terikatnya. Variabel bebas yang
digunakan terdiri dari tingkat inflasi, pendapatan usaha pegadaian, jumlah uang
beredar. Sedangkan variabel terikatnya adalah pemberian kredit gadai syariah
(rahn). Objek penelitian adalah pada Pegadaian Syariah di Indonesia. Data yang
digunakan merupakan data kuantitatif bulanan dari periode Januari 2012 –
Desember 2016.
B. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
(secondary data) yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan
oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan atau dipublikasikan oleh
sumber dan berbagai instansi lain. Jenis data yang diambil berdasarkan kurun
waktu atau time series. Periode data yang digunakan dari 2012-2016 yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik Indonesia dan Annual Report PT
Pegadaian. Selain itu, pengambilan data penelitian ini juga menggunakan
internet yang di dalamnya mempublikasikan laporan keuangan dan statistik data
yang dibutuhkan pada website PT Pegadaian Syariah, Bank Indonesia dan
Badan Pusat Statistik (BPS).
75
Dalam studi kepustakaan penulis juga membaca, meneliti, dan
mempelajari bahan-bahan seperti jurnal, buku, artikel dan informasi yang
tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembahasan dalam skripsi ini.
Mengingat ketersediaan data dan kebutuhan jumlah data untuk permodelan
yang diperoleh maka data tahunan di interpolasi menjadi data bulanan dengan
menggunakan metode interpolasi (Insukindro, 1996, dalam Paidi Hidayat).
C. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
Suatu model regresi dapat dikatakan sebagai model yang baik jika
model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-
asumsi klasik, baik itu multikolinearitas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.
a. Uji Nomalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual
yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau
tidak (Suliyanto 2011:67). Apabila sebaran data sudah berdistribusi
normal, maka uji lanjut dengan menggunakan statistic parametrik bisa
dilakukan. Sebaliknya, bila data tidak berdistribusi normal maka uji
lanjut dengan menggunakan statistic parametrik tidak bisa dilakukan,
tetapi menggunakan statistik non parametrik. Pengujian normalitas
dilakukan dengan melihat nilai Asym. Sig. pada hasil uji normalitas
dengan menggunakan One Sample Kolmogrov-Smirnov Test.
Ketentuan suatu model regresi berdistribusi secara normal apabila
76
probability dari Kolmogrov-Smirnov lebih besar dari 0.05 (p>0,05)
(Djarwanto, 2000:50).
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar bariabel bebas (Ghozali, 2013:103).
Multikolinieritas bisa dideteksi dengan melihat korelasi linier antara
variabel independen di dalam regresi. Sebagai aturan yang kasar (rule
of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi yaitu diatas 0,85 maka
kita duga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien
korelasi kurang dari 0,85 maka kita duga model tidak mengandung
unsur multikolinieritas. Akan tetapi perlu diperhatikan terutama pada
data time series seringkali menunjukkan korelasi antar variabel
independen cukup tinggi. Korelasi tinggi ini terjadi karena data time
series seringkali menunjukkan unsur tren yaitu data bergerak naik dan
turun secara bersamaan (Agus Widarjono, 2010:77).
c. Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas berarti ada varian pada model regresi yang
tidak sama (konstan). Sebaliknya, jika varian variabel pada model
regresi memiliki nilai yang sama (konstan) maka disebut dengan
homoskedastisitas. Yang diharapkan pada model regresi adalah yang
homoskedastisitas (Suliyanto, 2011:95). Apabila probabilitas
signifikansi variabel independen lebih besar dari α = 5%, maka dalam
model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi
77
homoskedastiditas. Namun apabila probabilitas signifikansi kurang α =
5%, maka dalam model regresi ada indikasi terjadi heteroskedastisitas
(Winarno, 2015:5.12).
Dalam penelitian ini, deteksi ada tau tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilihat dengan menggunakan uji glejser. Uji glejser dilakukan
dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen.
Jika nilai signifikansi variabel independen diatas tingkat kepercayaan
5% maka model regresi dapat dikatakan tidak mengandung adanya
heterokedastisitas. Sebaliknya, jika nilai signifikansi variabel
independen berada dibawah tingkat kepercayaan 5% maka, model
regresi mengandung heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pasa periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi
maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas
dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada
data runtut waktu (time series) karena gangguan pada individua tau
kelompok yang sama pada periode berikutnya (Ghozali, 2013:107).
Untuk mendeteksi adanya autokorelasi, dalam penelitian ini
78
menggunakan uji Durbin-Watson. Uji D-W merupakan salah satu uji
yang banyak dipakai untuk mengetahui ada tidaknya otokorelasi.
Untuk mendeteksi adanya autokorelasi secara umum bisa diambil
patokan (Singgih, 2000:218):
1) Angka D-W dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif
2) Angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak autokorelasi
3) Angka D-W diatas +2, berarti ada korelasi negatif
2. Analisis Regresi Berganda
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan alat analisis
regresi berganda. Penggunaan regresi ini dimaksudkan untuk mengetahui
secara terpisah (parsial) berbagai variabel independen yang ada yaitu tingkat
inflasi, pendapatan usaha pegadaian, jumlah uang beredar dan pemberian
kredit gadai syariah (rahn) tanpa ada pengaruh unsur variabel lain.
Sedangkan pengujian hipotesis menggunakan alat analisis regresi berganda.
Selain dapat melihat pengaruh masing-masing variabel independen, analisis
regresi berganda dapat juga digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh
interaksi variabel independen terhadap variabel dependen.
Persamaan regresi linear berganda yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Keterangan:
Y : Pemberian kredit gadai syariah (Rahn)
𝑌 = 𝛽₀ + 𝛽₁𝑋1 + 𝛽₂𝑋2 + 𝛽₃𝑋3 + 𝜀
79
𝛽₀ : Konstanta
X1 : Tingkat inflasi
X2 : Pendapatan usaha pegadaian
X3 : Jumlah uang beredar
𝜀 : Error term, yaitu tingkat kesalahan dalam penelitian
3. Uji Hipotesis
a. Uji Koefisien Determinasi (adjusted R Square)
Koefisien determinasi digunakan untuk membuat presentase variasi
variabel independen terhadap variabel dependen serta seberapa besar
pengaruh dari faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian.
Jika nilai koefisien determinasi adalah 1 berarti kuatnya kemampuan
fluktuasi variabel dependen, sebaliknya jika nilainya mendekati angka
0, maka semakin rendah kemampuan fluktuasi variabel dependen
(Ghozali, 2006:83).
b. Uji Simultan (Uji Statistik F)
Menurut Suliyanto (2011:40), uji F digunakan untuk menguji
pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel terikat, maka
model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit.
Sebaliknya, jika tidak terdapat pengaruh secara simultan maka hal ini
akan masuk dalam kategori tidak cocok atau not fit.
Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-
sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan
80
0.05. jika nilai signifikan < 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima,
sebaliknya jika signifikan >0.05 maka H0 diterima dan Ha ditolak
(Ghozali, 2006:84).
c. Uji Parsial (Uji Statistik t)
Uji parsial (uji t) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel independen secara individu dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Probabilitas lebih kecil dari 0,05. Maka
hasilnya signifikan berarti terdapat pengaruh dari variabel independen
secara individu terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013:99).
D. Operasional Variabel Penelitian
Operasional variabel penelitian merupakan spesifikasi kegiatan peneliti
dalam mengukur suatu variabel. Sepesifikasi tersebut menunjukkan pada
dimensi-dimensi dan indikator-indikator dari variabel penelitian yang diperoleh
melalui pengamatan dan penelitian terdahulu. Berikut ini adalah operasional
variabel yang akan diteliti, yaitu:
1. Variabel Dependent (Y)
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemberian
kredit gadai syariah (rahn). Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu
harta milik nasabah atau rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas
utang atau pinjaman atau marhun bih yang diterimanya. Marhun tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau
penerima gadai atau murtahin memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya (Muhammad, 2001: 128).
81
Secara tegas ar-rahn (gadai) adalah memberikan suatu barang untuk
ditahan atau dijadikan sebagai jaminan atau pegangan manakala salah
sipeminjam tidak dapat mengembalikan pinjamannya sesuai dengan waktu
yang disepakati dan juga sebagai pengikat kepercayaan di antara keduanya,
agar si pemberi pinjaman tidak ragu atas pengembalian barang yang
dipinjamnya. (Adrian, 2011: 16).
Data pemberian kredit gadai syariah rahn diperoleh dari Laporan
Tahunan (Annual Report) PT Pegadaian (Persero). Data yang digunakan
adalah data kredit rahn yang disalurkan berupa data bulanan selama periode
pengamatan bulanan Januari 2012 – Desember 2016.
2. Variabel Independent (X)
Variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Inflasi (X1)
Inflasi adalah kecendrungan naiknya harga umum barang dan jasa
secara terus-menerus akibat dari tidak ada keseimbangan arus barang
dan arus uang (Adrian Sutedi, 2012 : 278). Data inflasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data bulanan dari periode Januari 2012 –
Desember 2016. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Indonesia pada situs www.bps.go.id
b. Pendapatan (X2)
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus
masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
82
kontribusi penanaman modal (Undang-Undang Republik Indonesia,
1998). Data pendapatan pada penelitian ini diambil dari laporan tahunan
PT Pegadaian. Data yang digunakan adalah data pendapatan bulanan
selama periode pengamatan Januar 2012 – Desember 2016.
c. Jumlah Uang Beredar (X3)
Jumlah uang beredar (M2) adalah nilai keseluruhan uang yang
berada ditangan masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti sempit
(narrow money) adalah jumlah uang beredar yang terdiri atas uang
kartal dan uang giral. Data jumlah uang beredar diambil dari website
Bank Indonesia. Data yang digunakan adalah data jumlah uang beredar
bulanan selama periode pengamatan Januari 2012 – Desember 2016.
83
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Pegadaian Syariah Indonesia
Pegadaian mulai dikenal di Eropa, yaitu di negara Italia, Inggris, dan
Belanda. Pegadaian diperkenalkan di Indonesia pada sekitar abad XIX sejak
Gubernur Jendral VOC Van Imhoff mendirikan bank Van Leening. Bank
tersebut memberi jasa pinjaman dana dengan syarat penyerahan barang
bergerak, sehingga dapat kita katakan bahwa bank ini pada hakikatnya
memberikan jasa pegadaian. Meskipun demikian, diyakini bahwa praktik
gadai telah mengakar dalam keseharian masyarakat Indonesia (Nugraha,
2004).
Pemerintah sendiri baru mendirikan lembaga gadai pertama kali di
Sukabumi Jawa Barat, dengan nama pegadaian, pada tanggal 1 April 1901
dengan Wolf von Westerode sebagai kepala pegadaian negeri pertama,
dengan misi membantu masyarakat dari jeratan para lintah darat melalui
pemberian uang pinjaman dengan hukuman gadai. Seiring dengan
perkembangan zaman, pegadaian telah beberapa kali berubah status mulai
sebagai perusahaan jawatan (1901), perusahaan di bawah IBW (1928),
perusahaan negara (1960), dan kembali ke Perjan di tahun 1969. Baru di
tahun 1990 dengan lahirnya PP 10/1990 tanggal 10 April 1990, sampai
dengan terbitnya PP 103 tahun 2000, Pegadaian berstatus sebagai
84
Perusahaan Umum (PERUM) dan merupakan salah satu BUMN dalam
lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia hingga sekarang.
Terbitnya PP No.10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi
tonggak awal kebangkitan pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa
PP 10/1990 menegaskan misi yang harus diemban oleh pegadaian untuk
mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP No.103
Tahun 2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum
Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa
operasionalisasi pegadaian pra fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003
tentang bunga bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus
diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan
itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya
disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai
langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan uasaha
syariah.
Konsep operasi pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi
modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan
dengan nilai islam. Fungsi operasi pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan
oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/Unit Layanan Gadai Syariah
(ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan divisi usaha lain
perum pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara
structural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.
Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit
85
Layanan Gadai Syariah (ULGS) cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun
2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar,
Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga
September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 kantor cabang pegadaian
di Aceh di konversi menjadi pegadaian syariah.
Dalam struktur Perum Pegadaian, unit layanan syariah dikepalai oleh
general manager Syariah di bawah Direktur Operasional Perum Pegadaian.
Pegadaian syariah berpedoman pada fatwa dari Dewan Syariah Nasional
(DSN), yang merupakan badan pengawas lembaga keuangan Syariah bank
dan non-bank yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tidak
berbeda dengan bank yang menyelenggarakan Unit Usaha Syariah (UUS),
dalam di Kantor Pusat Perum Pegadaian ada Dewan Pengawas Syariat
(DPS).
2. Visi dan Misi Pegadaian Syariah
Pada saat pendirian pegadaian Syariah oleh Bank Muamalat Indonesia
dan Perum Pegadaian melalui perjanjian musyarakah ditetapkan visi dan
misi dari pegadaian syariah yang akan didirikan. Yang keduanya
mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah.
a. Visi Pegadaian Syariah
“Menjadi lembaga keuangan syariah terkemuka di Indonesia.”
b. Misi Pegadaian Syariah
1) Memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin
melaksanakan transaksi yang halal.
86
2) Memberikan superior return bagi investor.
3) Memberikan ketenangan kerja bagi karyawan.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Analisis ini hanya
berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi semata dalam arti tidak
mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat
ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini
menganalisis pengaruh Tingkat Inflasi, Pendapatan Usaha Pegadaian dan
Jumlah Uang Beredar terhadap Pemberian Kredit Gadai Syariah (Rahn).
Data yang digunakan dengan rentang waktu analisis mulai tahun 20012
sampai dengan 2015, menggunakan alat pengolah data software eviews 7.0
dengan metode analisis linear berganda.
a. Analisis Deskriptif Pemberian Kredit Gadai Syariah (Rahn)
Berdasarkan dari data laporan tahunan yang telah dipublikasikan
oleh PT Pegadaian di Indonesia pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2016
pemberian kredit gadai syariah rahn memiliki pertumbuhan yang cukup
baik dibandingkan dengan pembiayaan lainnya seperti pembiayaan Arrum
dan Mulia, hal tersebut dikarenakan pembiayaan ini lebih cepat dan mudah
dalam prosesnya, sehingga menjadikan solusi yang paling tepat untuk
87
nasabahnya dalam memenuhi kebutuhan dana yang sesuai dengan syariah.
Perkembangan pemberian kredit gadai syariah (rahn) dapat dilihat pada
tabel dan grafik dibawah ini:
Tabel 4.1
Pemberian Kredit Gadai Syariah Rahn 2012-2016 (Juta Rupiah)
Bulan 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 926,867 961,286 976,894 1,089,820 1,174,744
FEB 1,853,734 1,922,572 1,953,789 2,179,640 2,349,489
MAR 2,780,601 2,883,858 2,930,684 3,269,460 3,524,234
APR 3,707,468 3,845,144 3,907,578 4,359,280 4,698,979
MEI 4,634,335 4,806,430 5,449,100 5,449,100 5,873,724
JUN 5,561,202 5,767,717 5,861,368 6,538,921 7,048,469
JUL 6,488,069 6,729,003 6,838,262 7,628,741 8,223,213
AGS 7,414,936 7,690,289 7,815,157 8,718,561 9,397,958
SEP 8,341,803 8,651,575 8,792,052 9,808,381 10,572,703
OKT 9,268,670 9,612,861 9,768,946 10,898,201 11,747,448
NOV 10,195,537 10,574,147 10,745,841 11,988,021 12,922,193
DES 11,122,405 11,535,434 11,722,736 13,077,842 14,096,938
Sumber: Annual Report PT Pegadaian
Gambar 4.1
Grafik Pemberian Kredit Gadai Syariah Rahn (Rupiah)
Sumber: Data diolah
0
2000000
4000000
6000000
8000000
10000000
12000000
14000000
16000000
2012 2013 2014 2015 2016
88
Berdasarkan tabel dan grafik 4.1 diatas menunjukkan total
Pemberian Kredit Gadai Syariah (Rahn) yang telah disalurkan PT Pegadaian
sampai dengan Desember tahun 2016 sebesar Rp 14 miliar lebih tinggi
dibandingkan dengan Desember tahun 2015 sebesar Rp 13 miliar. Dan dapat
disimpulkan pemberian kredit Rahn yang disalurkan PT pegadaian, dapat
disimpulkan bahwa secara umum dari tahun ke tahun PT Pegadaian
cenderung mengalami peningkatan.
b. Analisis Deskriptif Tingkat Inflasi
Data inflasi yang digunakan adalah data yang dipublikasikan oleh
Badan Pusat Statistik Indonesia pada Januari 2012 sampai dengan desember
2016, dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Perkembangan Tingkat Inflasi 2012- 2016 (dalam %)
Bulan 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 3,65 4,57 8,22 6,96 4,14
FEB 3,56 5,31 7,75 6,29 4,42
MAR 3,97 5,9 7,32 6,38 4,45
APR 4,5 5,57 7,25 6,79 3,6
MEI 4,45 5,47 7,32 7,15 3,33
JUN 4,53 5,9 6,7 7,26 3,45
JUL 4,56 8,61 4,53 7,26 3,21
AGS 4,58 8,79 3,99 7,18 2,79
SEP 4,31 8,4 4,53 6,83 3,07
OKT 4,61 8,32 4,83 6,25 3,31
NOV 4,32 8,37 6,23 4,89 3,58
DES 4,3 8,38 8,36 3,35 3,02
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (data diolah)
89
Gambar 4.2
Grafik Perkembangan Tingkat Inflasi 2012- 2016 (dalam %)
Sumber: data diolah
Berdasarkan gambar 4.2 menunjukkan bahwa perkembangan
tingkat inflasi berkembang secara fluktuatif atau bergerak naik turun.
Contohnya pada tahun 2013 naiknya laju inflasi menjadi 8,38 persen. Hal
tersebut dikarenakan cukup tingginya kenaikan harga pangan dan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi serta beberapa permasalahan yang
structural yang masih mengemuka (Laporan Perekonomian Indonesia,
2013:82). Namun setelah itu, inflasi hingga akhir tahun 2016 mengalami
penurunan menjadi sebesar 3,02 persen.
c. Analisis Deskriptif Pendapatan Usaha Pegadaian
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2012 2013 2014 2015 2016
90
masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi penanaman modal.
Berdasarkan data laporan tahunan PT Pegadaian, data pada variabel
Pendapatan Usaha ditunjukkan oleh tabel berikut:
Tabel 4.3
Pendapatan Usaha 2012-2016 (Juta Rupiah)
Bulan 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 643,713 655,397 650,074 744,444 809,004
FEB 1,287,427 1,310,794 1,300,148 1,488,889 1,618,009
MAR 1,931,141 1,966,191 1,950,223 2,233,334 2,427,014
APR 2,574,855 2,621,589 2,600,297 2,977,778 3,236,019
MEI 3,218,569 3,276,986 3,250,372 3,722,223 4,045,024
JUN 3,862,283 3,932,383 3,900,446 4,466,668 4,854,029
JUL 4,505,997 4,587,780 4,550,520 5,211,112 5,663,033
AGS 5,149,711 5,243,178 5,200,595 5,955,557 6,472,038
SEP 5,793,425 5,898,575 5,850,669 6,700,002 7,281,043
OKT 6,437,139 6,553,972 6,500,744 7,444,446 8,090,048
NOV 7,080,853 7,209,369 7,150,818 8,188,891 8,899,053
DES 7,724,567 7,864,767 7,800,893 8,933,336 9,708,058
Sumber: Annual Report PT Pegadaian
Gambar 4.3
Grafik Pendapatan Pegadaian 2012-2016 (Juta Rupiah)
Sumber: Data diolah
0
2000000
4000000
6000000
8000000
10000000
12000000
2012 2013 2014 2015 2016
91
Berdasarkan pada tabel dan grafik di atas, pendapatan usaha
pegadaian terus mengalami peningkatan. Tetapi pada tahun 2014
pendapatan pegadaian mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya. Penurunan pendapatan tersebut disebabkan oleh penurunan
harga emas karena sebagian masyarakat menggadaikan barangnya berupa
emas. Tetapi di tahun berikutnya, pendapatan usaha pegadaain kembali
mengalami kenaikan menjadi Rp 9,7 Triliun pada tahun terakhir yaitu tahun
2016.
d. Analisis Deskriptif Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar (M2) adalah nilai keseluruhan uang yang
berada ditangan masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti sempit
(narrow money) adalah jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal
dan uang giral.
Data jumlah uang beredar yang digunakan adalah data yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia pada Januari 2012 sampai dengan
desember 2016, dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4
Perkembangan Jumlah Uang Beredar 2012- 2016 (Juta Rupiah)
Bulan 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 2,857,126 3,268,789 3,652,349 4,174,825 4,498,361
FEB 2,852,004 3,280,420 3,643,059 4,218,122 4,521,951
MAR 2,914,194 3,322,528 3,660,605 4,246,361 4,561,872
APR 2,929,610 3,360,928 3,730,376 4,275,711 4,581,877
MEI 2,994,474 3,426,304 3,789,278 4,288,369 4,614,061
JUN 3,052,786 3,413,378 3,865,890 4,358,801 4,737,451
JUL 3,057,335 3,506,573 3,895,981 4,373,208 4,730,379
AGS 3,091,568 3,502,419 3,895,374 4,404,085 4,746,026
SEP 3,128,179 3,584,080 4,010,146 4,508,603 4,737,630
OKT 3,164,443 3,576,869 4,024,488 4,443,078 4,778,478
92
Bulan 2012 2013 2014 2015 2016
NOV 3,207,908 3,615,972 4,076,669 4,452,324 4,868,651
DES 3,307,508 3,730,197 4,173,326 4,546,743 5,004,974
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
Gambar 4.4
Grafik Perkembangan Jumlah Uang beredar 2012- 2016 (Juta
Rupiah)
Sumber: data diolah
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa Jumlah uang
beredar ditentukan oleh tingkat permintaan dan penawaran terhadap uang
dan jumlah uang beredar luas (M2) terus mengalami kenaikan. Jumlah
beredar luas (M2) tertinggi pada bulan Desember 2016 yaitu sebesar Rp
5,004,974 Milyar. Kecenderungan menaiknya jumlah uang beredar luas
tersebut terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak.
Meningkatnya Jumlah uang beredar luas M2 secara langsung maupun tidak
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
2012 2013 2014 2015 2016
93
langsung mengindikasikan bahwa perekonomian masyarakat menjadi
meningkat.
C. Hasil dan Pembahasan
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda,
untuk menguji spesifikasi model dan kesesuaian teori-teori dengan kenyataan.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft
Excel 2016, dan Eviews 7.0
1. Pengujian Dasar Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual
yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau
tidak (Suliyanto 2011:67). Apabila sebaran data sudah berdistribusi
normal, maka uji lanjut dengan menggunakan statistic parametrik bisa
dilakukan. Sebaliknya, bila data tidak berdistribusi normal maka uji
lanjut dengan menggunakan statistic parametrik tidak bisa dilakukan,
tetapi menggunakan statistik non parametrik. Pengujian normalitas
dilakukan dengan melihat nilai Asym. Sig. pada hasil uji normalitas
dengan menggunakan One Sample Kolmogrov-Smirnov Test. Ketentuan
suatu model regresi berdistribusi secara normal apabila probability dari
Kolmogrov-Smirnov lebih besar dari 0.05 (p>0,05) (Djarwanto,
2003:50). Pengujian normalitas dapat dilihat pada gambar 4.1, berikut:
94
Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas
Sumber: Eviews 7.0 (data diolah)
Pada penelitian tersebut uji normalitas menggunakan probabilitas.
Pada gambar 4.1 di atas terlihat bahwa hasil uji normalitas menunjukkan
nilai prob=0.054832 > 0.05. Maka penelitian ini tidak ada permasaahan
normalitas sehingga H0 diterima, dan berarti data residual berdistribusi
normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar bariabel bebas (Ghozali, 2013:103).
Pada penelitian ini, ada atau tidaknya multikolinieritas dapat
diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi masing-masing variabel
bebas. Jika koefisien korelasi diantara masing-masing variabel bebas
lebih besar dari 0,85 maka terjadi multikolinieritas (Agus Widarjono,
2010:77).
95
Multikolinieritas bisa dideteksi dengan melihat korelasi linier antara
variabel independen di dalam regresi. Sebagai aturan yang kasar (rule
of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi yaitu diatas 0,85 maka
kita duga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien
korelasi kurang dari 0,85 maka kita duga model tidak mengandung
unsur multikolinieritas. Akan tetapi perlu diperhatikan terutama pada
data time series seringkali menunjukkan korelasi antar variabel
independen cukup tinggi. Korelasi tinggi ini terjadi karena data time
series seringkali menunjukkan unsur tren yaitu data bergerak naik dan
turun secara bersamaan (Agus Widarjono, 2010:77).
Pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5
Hasil Uji Multikolinieritas
INFLASI LOGPENDAPATAN LOGJUB
INFLASI 1.000000 -0.053076 -0.096044
LOGPENDAPATAN -0.053076 1.000000 0.316909
LOGJUB -0.096044 0.316909 1.000000
Sumber: Output Eviews 7.0 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel di atas dapat dilihat bahwa semua variabel
dari hasil perhitungan nilai korelasi menunjukkan berada dibawah 0,85
yang berarti tidak terjadi multikoliniearitas antar variabel independen.
c. Uji Heteroskedastisitas
Apabila probabilitas signifikansi variabel independen lebih besar
dari α = 5%, maka dalam model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas
atau terjadi homoskedastiditas. Namun apabila probabilitas signifikansi
96
kurang α = 5%, maka dalam model regresi ada indikasi terjadi
heteroskedastisitas (Winarno, 2015:5.12).
Pengujian heteroskedastisitas untuk variabel dependen rahn dapat
dilihat pada gambar 4.6 berikut ini:
Gambar 4.6
Hasil Uji Heteroskeadtisitas
Sumber: Output Eviews 7.0 (data diolah)
Pada gambar 4.6 tersebut menunjukkan bahwa nilai probabilitas
sebesar 0.0812 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam model ini tidak ada masalah
heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Untuk mendeteksi adanya autokorelasi, dalam penelitian ini
menggunakan uji Durbin-Watson. Uji D-W merupakan salah satu uji
yang banyak dipakai untuk mengetahui ada tidaknya otokorelasi
(Winarno, 2009:5.27).
Untuk mendeteksi adanya autokorelasi secara umum bisa diambil
patokan (Singgih, 2000:218):
1) Angka D-W dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif
2) Angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak autokorelasi
97
3) Angka D-W diatas +2, berarti ada korelasi negatif
Autokorelasi terjadi ketika kesalahan pengganggunya saling
korelasi satu sama lainnya. Uji autokorelasi ini digunakan untuk
mengetahui apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalhan pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problema
autokorelasi dalam penelitian ini maka digunakan uji Durbin Watson
(DW).
Gambar 4.7
Hasil Uji Autokorelasi
Sumber: Output Eviews 7.0 (data diolah)
Dari hasil uji pada gambar 4.7 di atas, terlihat tidak terjadi gejala
autokorelasi. Hal ini karena nilai Durbin Watson adalah sebesar
1.944117. maka dapat dilihat nilai Durbin Watson adalah -2 < 1.944117
98
<2, sehingga dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi baik secara
positif maupun negatif.
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear digunakan untuk mengetahui arah hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen. Persamaan regresi dapat
dilihat berdasarkan output EViews 7.0 terhadap ketiga variabel independen
yaitu pendapatan usaha pegadaian, tingkat inflasi dan jumlah uang beredar.
Hasil analisis regresi liniear dapat dilihat pada gambar 4.8 berikut ini:
Gambar 4.8
Hasil Uji Analisis Regresi
Sumber: Output Eviews 7.0 (data diolah)
Dari gambar 4.8 dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk
mengetahui pengaruh inflasi, pendapatan dan jumlah uang beredar terhadap
pembiayaan rahn sebagai berikut:
99
Berdasarkan persamaan regresi linear berganda di atas, dapat dilihat
nilai konstanta sebesar -79160926 yang berarti jika Inflasi (X1), Pendapatan
(X2), dan JUB (X3) bernilai nol atau konstan maka RAHN (Y) nilainya -
79160926. Apabila koefisien regresi pendapatan (X2) adalah sebesar
4624180 yang menunjukkan bahwa jika nilai pendapatan (X2) mengalami
kenaikan sebesar Rp. 1 (Satu Rupiah) maka akan menaikan pemberian
kredit rahn sebesar 4624180 dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai
konstan atau tetap.
3. Pengujian Hipotesis
a. Uji Statistik t
Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka
langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara
individu atau uji t. uji t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh masing-masing variabel independen secara individual
(parsial) terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi
0,05. Apabila probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka hasilnya terdapat
pengaruh dari variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen.
Selain itu dapat dengan indikator lain, yaitu apabila nilai t hitung >
t tabel, maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel independen
berpengaruh terhadap variabel dependennya. Apabila nilai t hitung < t
RAHN = -79160926 + 4624180pndptn
100
tabel, maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel
independen tidak mempengaruhi variabel dependennya. Hasil hipotesis
yang dalam pengujian ini adalah:
Tabel 4.6
Hasil Uji Statistik t
Variabel Uji Statistik t ttabel α = 0,05
thitung Prob.
INFLASI -0,846010 0,4011 2,002
PENDAPATAN 19,19287 0,0000 2,002
JUB 0,984417 0,3291 2,002
Sumber: data diolah Eviews 7
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat disimpulkan bahwa:
a) Pengaruh antara inflasi dengan penyaluran pembiayaan rahn
Nilai t hitung sebesar -0,846010 yang lebih kecil dari t tabel
sebesar 2,002 dan secara statistik nilai prob sebesar 0,4011 lebih
besar dari 0,05 yang berarti bahwa data tidak berpengaruh,secara
parsial sehingga hipotesis yang berbunyi terdapat pengaruh yang
signifikan antara inflasi tehadap penyaluran pembiyaan rahn
ditolak. Dengan demikian Ha ditolak dan H0 diterima.
b) Pengaruh antara pendapatan usaha pegadaian dengan
penyaluran pembiayaan rahn
Nilai t hitung sebesar 19,19287 yang lebih besar dari t tabel
sebesar 2,002 dan secara statistik nilai prob sebesar 0,0000 lebih
kecil dari 0,05 yang berarti bahwa data berpengaruh secara parsial
sehingga hipotesis berbunyi terdapat pengaruh yang signifikan
antara pendapatan usaha pegadaian terhadap penyaluran
101
pembiayaan rahn diterima. Oleh karena itu, Ha diterima dan H0
ditolak.
c) Pengaruh antara jumlah uang beredar dengan penyaluran
pembiayaan rahn
Nilai t hitung sebesar 0,984417 yang lebih besar dari t tabel
sebesar 2,002 dan secara statistik nilai prob sebesar 0,3291 lebih
besar dari 0,05 yang berarti bahwa data tidak berpengaruh secara
parsial sehingga hipotesis yang berbunyi terdapat pengaruh yang
signifikan antara jumlah uang beredar terhadap penyaluran
pembiayaan rahn ditolak. Dengan demikian Ha ditolak dan H0
diterima.
b. Uji Statistik F
Menurut Suliyanto (2011:40), uji F digunakan untuk menguji
pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel terikat, maka
model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit.
Sebaliknya, jika tidak terdapat pengaruh secara simultan maka hal ini
akan masuk dalam kategori tidak cocok atau not fit.
Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel
dependen. Atau untuk mengetahui apakah model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau tidak. Apabila
nilai probabilitas <0,05 maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa
variabel independen secara simultan mempengaruhi variabel
102
dependennya. Sedangkan, apabila nilai probabilitas > 0,05 maka terima
H0 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang
mempengaruhi variabel dependennya.
Hasil uji hipotesis secara simultan menggunakan uji F sebagai
berikut:
Gambar 4.9
Hasil Uji F
Sumber: Output Eviews 7.0 (data diolah)
Berdasarkan gambar 4.9 di atas, nilai Fhitung sebesar 142.2983
dengan tingkat signifikansi 0.000000. Karena tingkat signifikansi lebih
kecil dari 0,05 maka H0 ditolak atau H1 diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Inflasi, Pendapatan, dan Jumlah Uang Beredar
secara simultan berpengaruh terhadal Penyaluran Pembiayaan Rahn.
103
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi atau R Square (R2) merupakan besarnya
kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Semakin tinggi
koefisien determinasi, semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam
menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatmya. Koefisien
determinasi memiliki kelemahan, yaitu bisa terhadap jumlah variabel
bebas yang dimasukkan dalam model regresi dimana setiap penambahan
satu variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan
meningkatkan nilai R2 meskipun variabel yang dimasukkan tersebut
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya.
Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan koefisien
determinasi yang telah disesuaikan. Berikut adalah hasil uji Adjusted R
Square pada:
Gambar 4.10
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Sumber: Output Eviews 7.0 (data diolah)
104
Dari gambar 4.10 dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R-Square
sebesar 0.877820 yang menunjukkan bahwa kemampuan variabel
independen (inflasi, pendapatan, jumlah uang beredar) dalam
menjelaskan variabel dependen (penyaluran pembiayaan rahn) adalah
sebesar 87,7820%, sisanya sebesar 12,218% dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak ada didalam model regresi ini.
D. Interpretasi
Adapun interpretasi penulis terhadap hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Inflasi
Hasil regresi menunjukkan Inflasi memiliki nilai koefisien -
80700.83 dan nilai probabilitas 0.4011 > 0.05. Hal ini berarti H0 diterima
dan Ha ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi tidak
berpengaruh terhadap pemberian kredit gadai syariah (rahn) pada pegadaian
syariah.
Artinya setiap kenaikan atau penurunan inflasi tidak akan
berpengaruh pada pemberian kredit gadai syariah rahn. Hal tersebut
dikarenakan inflasi merupakan faktor ekonomi yang menjadi faktor
eksternal perusahaan dan ketika mengajukan kredit, nasabah tidak melihat
dan memperhatikan besar kecilnya inflasi. Tetapi nasabah lebih berpikir
pada kebutuhannya saat mengajukan kredit.
Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Mukhliz Arifin Aziz (2013), hal tersebut dikarenakan dalam
105
mengajukan kredit atau pembiayaan kepada PT Pegadaian masyarakat tidak
memperhitungkan berapa besarnya tingkat inflasi melainkan karena lebih
kepada pemenuhan kebutuhan dana yang mendesak. Dan penelitian Ade
Purnomo (2009) juga menyatakan bahwa variabel tingkat inflasi yang
terjadi di propinsi D.K.I Jakarta tidak memberikan pengaruh terhadap
pergerakan usaha penyaluran kredit perum Pegadaian Syariah Cabang Dewi
Sartika. Yang beberapa penyebabnya terjadi lebih didominasi oleh faktor
kepercayaan nasabah yang tumbuh dalam usaha penyaluran kredit perum
pegadaian.
2. Pendapatan Usaha Pegadaian
Hasil regresi menunjukkan Pendapatan memiliki nilai koefisien
4624180 dan nilai probabilitas 0.0000 < 0.05. Hal ini berarti H0 ditolak dan
Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan usaha
pegadaian berpengaruh signifikan terhadap pemberian kredit gadai syariah
(rahn) pada pegadaian syariah.
Artinya adanya kenaikan ataupun penurunan pendapatan pegadaian
syariah dapat mempengaruhi pemberian kredit gadai syariah rahn. Karena
pendapatan usaha pegadaian merupakan faktor dari internal perusahaan.
Kenaikan pendapatan pegadaian dapat meningkatkan pemberian kredit
gadai syariah rahn pada pegadaian syariah, dan sebaliknya penurunan pada
pendapatan pegadaian dapat menurunkan pemberian kredit gadai syariah
rahn di pegadaian syariah. Sumber dana yang digunakan untuk kredit atau
106
pembiayaan berasal dari pihak ketiga dan sisi internal sumber pendapatan
usaha diperoleh dari biaya asministrasi dan biaya sewa.
Hal penelitian sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan Titi Widiarti dan Sinarti (2013) yang menyatakan bahwa variabel
pendapatan perum pegadaian secara statistik positif dan signifikan terhadap
penyaluran kredit perum pegadaian cabang batam. Dan hasil penelitian Vika
Anggun (2016) yang menyatakan bahwa pendapatan pegadaian
berpengaruh terhadap pembiayaan rahn.
3. Jumlah Uang Beredar
Hasil regresi menunjukkan jumlah uang beredar memiliki nilai
koefisien 1083316 dan nilai probabilitas 0.3291 > 0.05. Hal ini berarti H0
diterima dan Ha ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah
uang beredar tidak berpengaruh terhadap pemberian kredit gadai syariah
(rahn) pada pegadaian syariah.
Artinya setiap kenaikan atau penurunan jumlah uang beredar tidak
akan berpengaruh pada pemberian kredit gadai syariah rahn. Hal tersebut
dikarenakan jumlah uang beredar juga merupakan faktor ekonomi yang
menjadi faktor eksternal perusahaan. Pegadaian tidak melihat kondisi
eksternal sebagai acuan dalam memberikan dana kreditnya. Hal ini
didukung dari hasil penelitian Luthfi Hilmansyah (2014) yang menyatakan
hasil regresi jumlah uang beredar dalam jangka pendek tidak berpengaruh
secara signifikan.
107
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
oleh penulis, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil uji regresi bahwa variabel independen tingkat inflasi tidak
berpengaruh signifikan sebesar 0.4011 terhadap pemberian kredit gadai
syariah (rahn) pada pegadaian Syariah di Indonesia, pendapatan usaha
pegadaian berpengaruh positif signifikan sebesar 0.0000 terhadap
pemberian kredit gadai syariah (rahn) pada pegadaian syariah di Indonesia,
dan jumlah uang beredar tidak berpengaruh signifikan sebesar 0.3291
terhadap pemberian kredit gadai syariah rahn pada pegadaian syariah di
Indonesia.
2. Hasil uji regresi secara simultan menunjukkan bahwa setiap variabel
independen (tingkat inflasi, pendapatan usaha pegadaian, dan jumlah uang
beredar) secara bersama-sama berpengaruh terhadap pemberian kredit gadai
syariah (rahn) pada Pegadaian Syariah di Indonesia.
B. Saran
Saran untuk penelitian pendatang yaitu:
1. Penelitian ini menggunakan variabel tingkat inflasi, pendapatan usaha
pegadaian dan jumlah uang beredar. Dengan demikian penelitian yang akan
datang dapat menguji variabel lainnya yang dapat berpengaruh terhadap
108
pemberian kredit gadai syariah rahn seperti faktor-faktor internal yang ada
di pegadaian.
2. Peneliti menggunakan sampel pada Pegadaian Syariah di Indonesia, untuk
selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengujian pada lembaga keuangan
yang lainnya.
3. Peneliti menggunakan tahun periode 2012-2016 yaitu selama 5 tahun.
Untuk selanjutnya agar dapat hasil yang lebih baik, disarankan untuk
menambah tahun yang lebih banyak.
4. Pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan metode analisis regresi
berganda atau disebut juga dengan metode estimasi least square. Untuk
penelitian selanjutnya diharapkan peneliti menggunakan metode analisis
yang berbeda agar mendapatkan hasil yang lebih baik serta dapat
mengetahui hasil pengaruhnya dalam jangka pendek dan jangka panjang.
109
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghofur, Gadai Syariah di Indonesia : konsep, Implementasi, dan
Institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2011.
Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Pembiayaan
dan Keuangan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000).
Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir. Ensiklopedia Muslim Minhajul Muslim, Jakarta: Darul
Falah, 2000.
Amalia, Linda. Pengaruh pendapatan murabahah terhadap total pendapatan Bank
BNI Syariah (studi kasus pada PT.Bank BNI Syariah Jalan Buah Batu
No. 157C Bandung). Fakultas Ekonomi Widyatama, Bandung. 2010.
Annual Report PT Pegadaian (Persero), 2012 s/d 2016.
Aziz, Mukhlish Arifin, “Analisis Pengaruh Tingkat Sewa Modal, Jumlah Nasabah,
dan Tingkat Inflasi terhadap Penyaluran Kredit Gadai Golongan C
(Studi pada PT Pegadaian Cabang Probolinggo)”, Jurnal Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya Malang, 2013.
Bank Indonesia Institute, 2015.
Damanhur, Leni Darwina. Pengaruh Jumlah Taksiran dan Uang Pinjaman
terhadap Laba Bersih pada Perum Pegadaian Syariah Kota
Lhokseumawe. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Malikulssaleh
NAD. Volume 9 No.2, Maret 2011. ISSN 1693-5241.
Dewi, Ade Septevany, “Pengaruh Jumlah Nasabah, Tingkat Suku Bunga dan
Inflasi terhadap Penyaluran Kredit pada PT Pegadaian Cabang
Samarinda Seberang Kota Samarinda”, Jurnal Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Mulawarman Indonesia.
Djarwanto PS dan Subagyo Pangestu. Statistik Induktif, Edisi 4 : BPFE – UGM
Yogyakarta. 2000.
Erdasti Husni, Yenni Del Rosa dan Idwar, “Pengaruh Tingkat Inflasi dan
Pendapatan Pegadaian terhadap Penyaluran Kredit Rahn pada
Pegadaian Syariah di Indonesia tahun 2007 – 2015”, Jurnal Dosen Tetap
Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Dharma Andalas Padang.
Fatwa DSN Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi
ketujuh. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2013.
Ghozali, Imam. Statistic Nonparametrik. Badan Penerbit UNDIP. SEMARANG.
2006.
110
H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Cet.1: Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002), hal.105.
Irawan, Yeni. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan gadai pada Perum
Pegadaian Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Volume 11 No.2, Agst 2011. ISSN 1693-8852.
Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, Cetakan ke-14, Jakarta:
Rajawali Pers, 2014.
Kina, Amilis (2008). Mekanisme penangan pembiayaan murabahah bermasalah.
Jurusan Manajemen. Fakultas Ekonomi. UIN Malang.
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Cetakan 1,
Kerjasama Gema Insani Press dengan Tazkia Institute, GIP, Jakarta:
2001.
Nugraha, Ari Agung. Gambaran Umum Kegiatan Usaha Pegadaian Syariah, 2004.
Pasaribu, Chairuman., dkk., Hukum Perjanjian dalam islam, Jakarta: Sinar Grafika,
1996.
Purnomo, Ade, “Pengaruh Pendapatan Pegadaian Jumlah Nasabah, dan Tingkat
Inflasi terhadap Penyaluran Kredit pada Perum Pegadaian Syariah
Cabang Dewi Sartika Periode 2004-2008”, Jurnal Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma, 2009.
Rahardja, Pratama & Mandala Manurung. “Pengantar Ilmu Ekonomi”. Lembaga
Penerbit FEUI, Jakarta, 2008.
Rais, Sasli, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta: UI Press,
2006.
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Bandung: Al Maarif, jilid 13, 1987.
Setiawan, I. & Baratakusumah, S. D. (2005). Pengaruh Konsumsi Investasi, Jumlah
Uang Beredar dan Inflasi Terhadap Penentuan Kebijakan Suku BUnga
SBI. Jurnal Universitas Esa Unggul.
Singgih, Santoso. Buku latihan SPSS parametrik. Elex Media Komputindo. Jakarta,
2000.
Sudarsono, Heri, 2003. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Deskripsi dan
Ilustrasi, Yogyakarta: Ekonisia. 2003.
Sukirno, Sadono, “Makroekonomi Teori Pengantar”, Rajawali Pers, Cetakan ke-
20, Jakarta, 2011.
Suliyanto. Ekonometrika terapan: Teori dan aplikasi dengan SPSS. Penerbit Andi,
Yogyakarta. 2011.
111
Suseno dan Astiyah. Inflasi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
(PPSK) Bank Indonesia.
Susilo Y Sri.dkk. 2000. Bank dan Lembaga lainnya, Salemba Empat, Jakarta.
Sutedi, Adrian, “Hukum Gadai Syariah”, Bandung: Afabeta, 2011.
Sutedi, Adrian, “Hukum Keuangan Negara”, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Syafe’i, Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Undang-Undang Republik Indonesia, 1998, UU RI Nomor 10 Tahun 1998
Perbankan, Jakarta.
Untoro. (2007). Mengkaji Efektivitas Penggunaan Arima dan VAR dalam
Melakukan Proyeksi Permintaan Uang Kartal di Indonesia. Bulletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Utari G.A Diah, Cristina Retni, dan Pambudi Sudiro, “Inflasi di Indonesia:
Karakteristik dan Pengendaliannya”, Jakarta: BI Institute, 2016.
Widarjono, Agus. Analisa Statistika Multivariat Terapan, cetakan pertama. UPP
STIM YKPN. Yogyakarta. 2010.
Widiarti, Titi dan Sinarti, “Pengaruh Pendapatan, Jumlah Nasabah, dan Tingkat
Inflasi terhadap Penyaluran Kredit pada Perum Pegadaian Cabang
Batam Periode 2008-2012”, Jurnal Jurusan Managemen Politeknik
Negeri Batam, 2013.
Winarno, Wing Wahyu. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Edisi
keempat. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. 2015.
Yigit, Taner M, “Effect of Inflation Uncertainty On Credit Market: A
Disequilibrium Approach”, Jurnal Internasional, St, Louis University,
2013.
www.bi.go.id
www.bps.go.id
www.pegadaiansyariah.co.id
www.voaindonesia.com
www.detik.com
112
LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Penelitian
No. Kode Tahun Inflasi(%) Pendapatan JUB Rahn
1. M01 2012 3.65 13.37501 14.86533 926867
2. M02 2012 3.56 14.06816 14.86353 1853734
3. M03 2012 3.97 14.47362 14.88510 2780601
4. M04 2012 4.50 14.76130 14.89038 3707468
5. M05 2012 4.45 14.98445 14.91228 4634335
6. M06 2012 4.53 15.16677 14.93157 5561202
7. M07 2012 4.56 15.32092 14.93305 6488069
8. M08 2012 4.58 15.45445 14.94419 7414936
9. M09 2012 4.31 15.57223 14.95596 8341803
10. M10 2012 4.61 15.67759 14.96749 9268670
11. M11 2012 4.32 15.77290 14.98113 10195537
12. M12 2012 4.30 15.85992 15.01171 11122405
13. M01 2013 4.57 13.39300 14.99993 961286
14. M02 2013 5.31 14.08614 15.00348 1922572
15. M03 2013 5.90 14.49161 15.01624 2883858
16. M04 2013 5.57 14.77929 15.02773 3845144
17. M05 2013 5.47 15.00243 15.04699 4806430
18. M06 2013 5.90 15.18476 15.04321 5767717
19. M07 2013 8.61 15.33891 15.07015 6729003
20. M08 2013 8.79 15.47244 15.06896 7690289
21. M09 2013 8.40 15.59022 15.09201 8651575
22. M10 2013 8.32 15.69558 15.09000 9612861
23. M11 2013 8.37 15.79089 15.10087 10574147
24. M12 2013 8.38 15.87790 15.13197 11535434
25. M01 2014 8.22 13.38484 15.11088 976894
26. M02 2014 7.75 14.07799 15.10833 1953789
27. M03 2014 7.32 14.48345 15.11314 2930684
28. M04 2014 7.25 14.77114 15.13202 3907578
29. M05 2014 7.32 14.99428 15.14769 5449100
30. M06 2014 6.70 15.17660 15.16770 5861368
31. M07 2014 4.53 15.33075 15.17546 6838262
32. M08 2014 3.99 15.46428 15.17530 7815157
33. M09 2014 4.53 15.58207 15.20434 8792052
34. M10 2014 4.83 15.68743 15.20791 9768946
35. M11 2014 6.23 15.78274 15.22079 10745841
36. M12 2014 8.36 15.86975 15.24422 11722736
113
No. Kode Tahun Inflasi(%) Pendapatan JUB Rahn
37. M01 2015 6.96 13.52039 15.24458 1089820
38. M02 2015 6.29 14.21354 15.25490 2179640
39. M03 2015 6.38 14.61901 15.26157 3269460
40. M04 2015 6.79 14.90669 15.26846 4359280
41. M05 2015 7.15 15.12983 15.27142 5449100
42. M06 2015 7.26 15.31215 15.28771 6538921
43. M07 2015 7.26 15.46630 15.29101 7628741
44. M08 2015 7.18 15.59984 15.29804 8718561
45. M09 2015 6.83 15.71762 15.32150 9808381
46. M10 2015 6.25 15.82298 15.30686 10898201
47. M11 2015 4.89 15.91829 15.30894 11988021
48. M12 2015 3.35 16.00530 15.32992 13077842
49. M01 2016 4.14 13.60356 15.31922 1174744
50. M02 2016 4.42 14.29671 15.32445 2349489
51. M03 2016 4.45 14.70217 15.33324 3524234
52. M04 2016 3.60 14.98985 15.33762 4698979
53. M05 2016 3.33 15.21300 15.34462 5873724
54. M06 2016 3.45 15.39532 15.37101 7048469
55. M07 2016 3.21 15.54947 15.36952 8223213
56. M08 2016 2.79 15.68300 15.37282 9397958
57. M09 2016 3.07 15.80078 15.37105 10572703
58. M10 2016 3.31 15.90615 15.37963 11747448
59. M11 2016 3.58 16.00146 15.39833 12922193
60. M12 2016 3.02 16.08847 15.42594 14096938
114
Lampiran 2: Analisis Regresi
Lampiran 3: Hasil Uji Asumsi Klasik
A. Uji Normalitas
115
B. Uji Multikoloniearitas
C. Uji Heterokedastisitas
D. Uji Autokorelasi
116
2
3