Analisis Pengaruh Faktor Cuaca Terhadap Inflasi

download Analisis Pengaruh Faktor Cuaca Terhadap Inflasi

of 10

description

Studi Kasus di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005-2011

Transcript of Analisis Pengaruh Faktor Cuaca Terhadap Inflasi

Analisis Pengaruh Faktor Cuaca Terhadap Inflasi(Studi Kasus di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005-2011)

Erie sadewo11Mahasiswa Pascasarjana Statistika FMIPA ITS [email protected]

AbstrakSecara umum penyebab inflasi dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu ekspektasi inflasi, volatilitas nilai tukar, dan output gap yang berupa ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan. Salah satu penyebab ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan yang diduga berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Provinsi Kepulauan Riau oleh TPID adalah faktor cuaca. Dalam penelitian ini akan diuji mengenai pengaruh faktor cuaca terhadap perkembangan tingkat inflasi di Provinsi Kepulauan Riau pada periode 2005-2011. Karena adanya outlier maka penggunaan regresi linier tidak dapat memenuhi asumsi yang dipersyaratkan. Untuk itu digunakan perbandingan beberapa metode robust regression seperti M-estimation dan Least Trimmed Square (LTS). Hasilnya didapati bahwa model tebaik yang dapat menjelaskan pengaruh faktor cuaca terhadap tingkat inflasi adalah LTS. Karena besarnya koefisien keragaman yang dapat dijelaskan hanya sebesar 25 persen, maka tidak terdapat cukup bukti untuk mengatakan bahwa faktor cuaca memang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap inflasi. Namun demikian, secara parsial terdapat perbedaan tingkat inflasi ketikA terjadi musim angin uatara, timur, selatan, dan barat daya.Kata kunci: Inflasi, cuaca, robust regression analysis

1. 2. PendahuluanPermasalahan inflasi di Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Berbagai permasalahan makroekonomi seperti kemiskinan, pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang terjadi. Apa lagi jika mempertimbangkan bahwa hampir separuh dari sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia berasal dari konsumsi, baik rumah tangga, pemerintah, swasta maupun Non Government Organization. Tidak seperti negara-negara maju yang memiliki tingkat inflasi sangat rendah, tingkat inflasi di Indonesia berfluktuasi cukup tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu pemerintah melalui bank sentral sebagai pemegang regulasi perekonomian makro berkepentingan untuk tetap mempertahankan tingkat inflasi nasional pada level tertentu demi menjamin tumbuhnya perekonomian. Di tingkat daerah, kebijakan mengenai inflasi merupakan tanggung jawab bersama antara perwakilan bank sentral serta pemerintah daerah melaui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Tim ini bertugas untuk mengidentifikasi permasalahan yang berpotensi menimbulkan inflasi di setiap daerah serta berupaya melakukan mekanisme intervensi terhadap pasar dalam rangka mengendalikan harga. Namun kadang kala terjadi permasalahan ketika suatu regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat mendorong terjadinya lonjakan inflasi di daerah. Secara umum penyebab inflasi dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu ekspektasi inflasi, volatilitas nilai tukar, dan output gap yang berupa ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan (Hasbullah, 2012). Dua faktor yang disebut pertama, pengeloaan kebijakannya merupakan domain dari pemerintah pusat. Sementara di daerah, faktor ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan merupakan komponen yang paling berpengaruh pada inflasi. Hal tersebut berkaitan dengan karakteristik sosial dan geografis setiap wilayah di indonesia yang berbeda-beda dan sangat kompleks.Provinsi Kepulauan Riau yang baru terbentuk pada tahun 2004 memiliki karakteristik wilayah yang sangat berbeda dengan wilayah lainnya. Pertama, terdapat ketimpangan perekonomian yang tinggi antar wilayah. Lebih dari 77 persen PDRB Provinsi Kep Riau Tahun 2011 hanya disumbangkan oleh dua kota saja, yaitu Batam dan Tanjungpinang. Selain ketimpangan bidang ekonomi, ketimpangan bidang kependudukan juga merupakan suatu masalah tersediri mengingat lebih dari 67 persen dari jumlah penduduk terkonsentrasi pada kedua kota tersebut.Karakteristik lain yang mempengaruhi perekonomian adalah posisi geografisnya sebagai wilayah kepulauan. Secara tradisional, tidak terdapat sumber-sumber pertanian yang dapat digunakan untuk sumber bahan pangan kecuali dari sektor perikanan. Baik Kota Batam dan Tanjungpinang pada awalnya dirancang untuk dikembangkan sebagai lawasan industri dan perdagangan. Maka tidak heran jika sebagian besar penduduknya saat ini yang merupakan pendatang, sangat sedikit yang berprofesi di bidang tanaman pangan. Ketidakcocokan kondisi tanah juga menyumbangkan andil pada tidak berkembangnya pertanian bahan pangan di wilayah ini. Oleh karena itu baik Kota Batam, Tanjungpinang, serta wilayh lainnya di Provinsi Kepulauan Riau sangat tergantung kepada pasokan bahan pangan dari wilayah lain terutama dari Pulau Jawa dan Sumatera daratan. Namun arus pasokan seringkali terkendala dengan situasi wilayah yang hanya dapat dijangkau melalui transportasi laut.Faktor kesulitan transportasi ini kemudian banyak ditengarai sebagai salah satu penyebab utama terjadinya inflasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Adanya kenaikan harga berbagai barang kebutuhan masyarakat yang kerap kali terjadi ketika terdapat gangguan pada cuaca sebagaimana selalu terjadi pada awal tahun. Kondisi arah angin yang bertiup dari Laut Cina Selatan atau sering dikenal sebagai musim angin utara menyebabkan arus pelayaran antar pulau di Provinsi Kepulauan Riau menjadi terganggu. Sementara itu nelayan tidak berani untuk melaut karena besarnya resiko yang mungkin ditimbulkan[footnoteRef:2]. [2: http://www.tempo.co/read/news/2013/01/17/090455003/Nelayan-Tak-Melaut-karena-Angin-Kencang]

Adanya gangguan cuaca buruk tersebut kemudian diidentifikasi oleh pihak TPID Provinsi Kepulauan Riau sebagai penyebab inflasi yang signifikan[footnoteRef:3]. Sebelumnya, penelitian mengenai pengaruh cuaca terhadap inflasi pernah dilakukan oleh Durevall and Ndungu (2001) di Kenya, Diouf (2007) di Mali, Kinda (2011) di Chad, serta Durevall et al. (2012) di Ethiopia. Namun demikian, dampak cuaca yang diteliti hanya terkait dengan pengaruh cuaca terhadap jumlah komoditas pertanian yang dihasilkan. Sementara pengaruh cuaca terhadap kelancaran arus barang dan jasa belum pernah diteliti. [3: Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III-2012]

Menurut BMKG Informasi cuaca yang diperlukan untuk pelayaran antara lain: intensitas hujan, arah dan kecepatan angin, tinggi gelombang baik tinggi gelombang rata-rata maupun tinggi gelombang tertinggi, informasi badai tropis dan jarak pandang. Dalam rangka menghasilkan kebijakan berbasis data, diperlukan adanya informasi yang tepat mengenai faktor penyebab inflasi. Untuk itu perlu dibuktikan apakah dugaan bahwa faktor cuaca berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Provinsi Kepulauan Riau adalah benar.3. DataPenelitian ini, menggunakan data inflasi Provinsi Kepulauan Riau periode Januari 2005 sampai dengan Desember 2011 sebanyak 84 pengamatan. Data tersebut dihasilkan dari gabungan antara data inflasi dua kota sampel yaitu Kota Batam dan Kota Tanjungpinang yang dipublikasikan setiap Bulan oleh BPS.Sebelum tahun 2007, data inflasi Provinsi Kepulauan Riau hanya diwakili oleh Kota Batam. Namun setelah tahun 2007, terjadi penambahan Kota Tanjungpinang menjadi sampel inflasi Provinsi Kepulauan Riau sehingga diperlukan interpolasi data untuk menghasilkan inflasi tingkat provinsi menggunakan penimbang (W) Kota Tahun 2007 yang dimiliki oleh BPS.IHKKepRi = {( IHKBTM* WBTM) + (IHKTPIi*WTPI)} (WBTM+WTPI) InflasiKepRi() = IHKKepRi((t) IHK(KepRi(t-1) x 100IHKKepRiIt-1)Sementara untuk data-data mengenai cuaca berasal dari BMKG Stasiun Tanjungbalai Karimun yang dikumpulkan setiap bulan. Karena adanya keterbatasan data yang tersedia, maka informasi cuaca yang digunakan hanya meliputi Kecepatan angin maksimal, curah hujan, serta arah mata angin. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian adalah adalah:Y : Tingkat inflasi (persen)X1 : Kecepatan angin maksimal (knot)X2 : Curah hujan (mm)D1 : Dummy 1, jika arah angin dominan berasal dari utaraD2 : Dummy 2, jika arah angin dominan berasal dari timurD3 : Dummy 3, jika arah angin dominan berasal dari selatanD4 : Dummy 4, jika arah angin dominan berasal dari baratD5 : Dummy 5, jika arah angin dominan berasal dari timur lautD6 : Dummy 6, jika arah angin dominan berasal dari barat dayaD7 : Dummy 7, jika arah angin dominan berasal dari tenggara

4. Metodologi4.1. Analisis Regresi LinierAnalisis pengaruh lebih dari satu prediktor terhadap suatu respon dapat dilakukan dengan analisis regresi linier berganda. Regresi ini melibatkan p variabel bebas atau prediktor dan satu variabel tak bebas atau respon, dengan organisasi data sebagai berikut :PengamatanKe (i)Variabel Tak Bebas (Y)Variabel Bebas

X1X2Xp

12...ny1y2

ynx11x12

x1nx21x22

x2nxp1xp2xpn

Pada setiap pengamatan, yang diwakili pengamatan ke i, berlaku persamaan :Yi = 0 + 1 X1i + 2 X2i + 3 X3i + + p Xpi + i .Jika dinyatakan dalam bentuk matrik/vektor model pengamatan ke i tersebut menjadi :Yi = xiT + ,xiT = (1, x1i , x2i , . . . , xpi ).

X = = Penaksir Parameter dan taksiran Varian Penaksir Parameter dinyatakan sebagai berikut b = (X T X )-1 X TY dan varian b = (X T X )-1 T/(n-p-1)Nilai T/(n-p-1) dapat diperoleh dari MSE pada tabel ANOVA.

: Jumlah Kuadrat Sekitar Rataan/ Sum of Square Total, SST

: Jumlah Kuadrat Karena Regresi/ Sum of Square Regression, SSR

: Jumlah Kuadrat Sekitar Regresi/ Sum of Square Error, SSESST = SSR + SSETiga suku di atas akan menjadi komponen Tabel Analisis Variansi (ANOVA) sebagai berikut :Sumber Variasi(Source)Derajat Bebas(df)Jumlah Kuadrat(SS)Kuadrat tengah (MS)

Regresi

Error atau Residual1

n-2

KTRegresi

Total, terkoreksin-1

Model regresi yang baik, salah satunya ditandai oleh tingginya koefisien determinasi, dinotasikan R2 atau , yang dapat dihasilkan oleh Tabel Analisis Va-riansi.

Selain memiliki koefisien determinasi yang tinggi, agar dapat digunakan maka model regresi linier harus memenuhi asumsi i ~ iidn(0, 2). i identik, dinotasikan var(i) = 2 untuk setiap i, dapat pula diartikan cov(i,j) = 2 bila i = j, atau cov(i,i) = 2 i independen, dinotasikan cov(i,j) = 0 untuk i j, akibatnya E(ij) = E(i) E(j), i ~ n(0, 2), E(i ) = 0 untuk setiap i dan var(i ) = 2 untuk setiap i; karena i juga bersifat independen, maka berakibat E(ij) = E(i) E(j) = 04.2. Analisis Regresi Robust

Metode kuadrat terkecil bertujuan untuk mendapatkan b0 dan b1 yang menjadikan jumlah kuadrat error, yaitu sekecil mungkin, dimana . Persamaan tersebut menggambarkan pengaruh yang disebabkan oleh titik eksperimen dengan residual yang tinggi.Bentuk yang lebih umum ialah :

adapun penaksir kuadrat terkecil dengan (i) = i , tidak robust terhadap pencilan.Regresi robust diperkenalkan oleh Andrews (1972) dan merupakan metode regresi yang digunakan ketika distribusi dari error tidak normal dan atau adanya beberapa outlier yang berpengaruh pada model (Ryan, 1997). Metode ini merupakan alat penting untuk menganalisa data yang dipengaruhi oleh outlier sehingga dihasilkan model yang robust atau resistance terhadap outlier. Suatu estimasi yang resistant adalah relatif tidak terpengaruh oleh perubahan besar pada bagian kecil data atau perubahan kecil pada bagian besar data. Prosedur robust ditujukan untuk mengakomodasi adanya keanehan data, sekaligus meniadakan identifikasi adanya data outlier dan juga bersifat otomatis dalam menanggulangi data outlier (Aunuddin, 1989). Beberapa metode estimasi dalam regresi robust diantaranya M-Estimation, Least Trimmed Square (LTS), MM estimation, S estimation, Least Mean Square (LMS).4.2.1. M-Estimation

M-Estimation merupakan metode regresi robust yang sering digunakan. M-Estimation dipandang dengan baik untuk mengestimasi parameter yang disebabkan oleh x-outlier dan memiliki breakdown point 1/n. M-Estimation meminimumkan fungsi objektif := Nilai diperoleh melalui iterasi (Chen, 2002) :

Dengan l (l=0,1,) adalah iterasi dan = .

adalah fungsi simetris dari residual atau fungsi yang memberikan kontribusi pada masing-masing residual pada fungsi objektif. Dengan adalah derivative dari , maka untuk meminimumkan persamaan diatas :

merupakan fungsi influence yang digunakan dalam memperoleh bobot (weight). Dengan fungsi pembobot maka

Persamaan tersebut dapat dinotasikan ke dalam matrik :

Persamaan tersebut disebut weighted least squares yang meminimumkan . Regresi terboboti tersebut dapat diguanakan sebagai alat untuk mendapatkan M-estimation. Sehingga estimasi parameter menjadi :

1) Tabel 1 Fungsi objektif, fungsi influence dan fungsi pembobot pada M-estimationMetodeLeast Square HuberTukey Bisquare

Fungsi objektif

Fungsi influence

Fungsi Pembobot

Sumber : Fox (2002), Mongomery (1992)Pembobot dalam M-estimation bergantung pada residual dan koefisien. Prosedur untuk mendapatkan estimasi parameter yaitu iterasi yang disebut dengan iteratively reweighted least squares (IRLS), tahapanya :i. Menaksir parameter regresi dan didapatkan residual ei,0.ii.

Menentukan dan fungsi pembobot iii. Mencari estimasi pada iterasi l ( l = 1, 2, ) dengan weighted least square.

dengan merupakan matrik diagonal dengan elemen diagonalnya adalah . Sehingga estimasi parameter pada iterasi pertama ( l = 1 ) menggunakan ei,0 dan .iv. Mengulang tahap 2 dan 3 hingga didapatkan penaksiran parameter yang konvergen.

M-estimation Leat Square dengan merupakan metode OLS. Nilai r pada fungsi objektif, influence dan pembobot (Tabel 1) adalah tunning constant. Kuzmic et.al (2004) menyebutkan M-estimation Huber efektif digunakan pada =5% dengan r=1.345, sedangkan M-estimation Tukey Bisquare dengan r=4.685. Menurunkan tunning constant akan menaikan pembobot terhadap residual yang besar. Menaikkan tunning constant akan menurunkan pembobot terhadap residual yang besar. Semakin besar r maka estimasi robust akan mendekati least square.4.2.2. Least Trimmed Square (LTS) EstimationLTS merupakan suatu metode pendugaan parameter regresi robust untuk meminimumkan jumlah kuadrat h residual (fungsi objektif).

Denganh = dimana :

: Kuadrat residual yang diurutkan dari terkecil ke terbesar.

< < < . < < < < < n : Banyaknya pengamatank : Parameter regresiJumlah h menunjukkan sejumlah subset data dengan kuadrat fungsi objektif terkecil. Nilai h pada persamaan akan membangun breakdown point yang besar sebanding dengan 50%. Algoritma LTS menurut Rousseeauw dan Van Driessen (1999) dalam Willems dan Aels (2005) adalah gabungan FAST-LTS dan C-steps. Atau dapat juga hingga proses Final Weighted Scale Estimator (FWLS). Fungsi pembobotnya yaitu:

Dengan r=3 dan

Dimana : n = banyaknya pengamatan

= fungsi komulatif normal standar

= fungsi density normal standar Tahapan algoritma yang digunakan FAST LTS, C-steps dan FWLS yaitu :1) Menghitung estimasi parameter bo 2)

Menentukan n residual yang bersesuaian dengan (bo) kemudian menghitung sejumlah pengamatan dengan nilai terkecil.3) Menghitung 4) Melakukan estimasi parameter bnew dari ho pengamatan.5)

Menentukan n kuadrat residual yang bersesuaian dengan (bnew) kemudian menghitung sejumlah hnew pengamatan dengan nilai terkecil.6) Menghitung 7) Melakukan C-steps yaitu tahap 4 sampai 6 untuk mendapatkan fungsi objektif yang kecil dan konvergen.

5. Analisis dan PembahasanSelama periode 2005-2011 rata-rata kecepatan angin maksimal setiap bulannya mencapai 15,810 knot. Kecepatan angin yang tinggi biasanya terjadi akhir tahun, dan kemudian menurun pada awal hingga pertengahan tahun berikutnya. Kecepatan tertinggi mencapai 35 knot pada bulan Juli 2005, sedangkan kecepatan paling rendah terjadi pada bulan November 2008.Sementara perkembangan curah hujan bulanan pada periode yang sama rata-rata sebesar 219,6 mm. Curah hujan yang tinggi biasanya juga terjadi pada akhir tahun, sedangkan curah hujan rendah terjadi pada awal tahun. Namun demikian, curah hujan di Provinsi Kepulauan Riau tidak menunjukkan adanya unsur musiman yang pasti akibat kondisi geografis yang berupa kepulauan. Secara umum gambaran perubahan kecepatan angin bulanan digambarkan pada Grafik 1.

Grafik 1. Perkembangan kecepatan angin maksimal dan curah hujan di Provinsi Kepulauan Riau Periode 2005-2011

Namun demikian jika ditinjau menurut hubungan kedua variabel tersebut terhadap inflasi terlihat bahwa hubungan antara kecepatan angin maksimal dengan inflasi adalah positif, namun sangat lemah. Demikian pula halnya dengan curah hujan, terlihat bahwa hubungan variabel tersebut dengan inflasi juga positif dan lemah sebagaimana terdapat pada grafik 2.

Grafik 2. Plot hubungan antara inflasi dengan kecepatan angin maksimal dan curah hujan di Provinsi Kepulauan Riau periode 2005-2011

Jika dibuat ke dalam model regresi maka pengaruh faktor cuaca terhadap inflasi provinsi Kepulauan Riau dapat dijelaskan sebagai berikut:

Analysis of Variance

Sum of MeanSource DF Squares Square F Value Pr > FModel 9 12.74944 1.41660 1.35 0.2243Error 74 77.36864 1.04552Corrected Total83 90.11808

Root MSE 1.02251 R-Square 0.1415Dependent Mean 0.53548 Adj R-Sq 0.0371Coeff Var 190.95299

Parameter Estimates

Parameter StandardVariable DF Estimate Error t Value Pr > |t|Intercept 1 -1.26766 0.84308 -1.50 0.1369X1 1 0.01553 0.02379 0.65 0.5159X2 1 0.00253 0.00098425 2.57 0.0122d1 1 1.09276 0.76509 1.43 0.1574d2 1 1.23143 0.79228 1.55 0.1244d3 1 0.91775 0.75427 1.22 0.2276d4 1 1.32248 0.80231 1.65 0.1035d5 1 0.82859 0.76190 1.09 0.2803d6 1 1.44280 1.03129 1.40 0.1660d7 1 0.55994 1.28443 0.44 0.6641

Ternyata seluruh variabel yang diujikan berpengaruh positif terhadap inflasi di provinsi Kepulauan Riau. Namun demikian, hanya terdapat satu variabel yang signifikan yaitu curah hujan. Secara bersama-sama variasi inflasi yang dapat dijelaskan oleh ke-sembilan prosedur tersebut hanya mencapai 14,15 persen.Kurang baiknya model inflasi yang terbentuk kemudian dikonfirmasi oleh pengujian serentak dengan menggunakan analisis varians yang menghasilkan statistik F yang tidak signifikan. Artinya, meskipun terdapat variabel yang signifikan dalam mepengaruhi inflasi, namun model inflasi yang dihasilkan tidak tepat.Ketidaktepatan model regresi yang dihasilkan, salah satunya merupakan dampak dari terjadinya pelanggaran asumsi. Pada Grafik 2. terlihat bahwa terdapat nilai ekstrim yang terjadi pada masing plot. Dengan pemeriksaan lebih lanjut dapat diketahui bahwa hal ini kemudian menyebabkan asumsi kenormalan terlanggar. Salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah ini adalah melalui pendekatan robust regression.Obs Y X1 X2 d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 cookd 10 7.95 18 552 0 0 0 1 0 0 0 1.14805Berdasarkan analisis awal terlihat bahwa nilai ekstrim yang menyebabkan asumsi normal terlanggar berada pada pengamatan ke 10, dimana nilai inflasi mencapai 7,95 persen. Selanjutnya dengan menggunakan metode M-estimation dengan pembobot Huber sehingga didapatkan estimasi regresi sebagai berikut:Parameter Estimates Standard 95% Confidence Chi- Pr >Parameter DF Estimate Error Limits Square ChiSqIntercept 1 -0.5938 0.5096 -1.5927 0.4050 1.36 0.2439X1 1 0.0008 0.0144 -0.0274 0.0290 0.00 0.9564X2 1 0.0007 0.0006 -0.0005 0.0018 1.22 0.2686d1 1 1.0136 0.4625 0.1072 1.9200 4.80 0.0284d2 1 1.1731 0.4789 0.2345 2.1118 6.00 0.0143d3 1 0.8956 0.4559 0.0020 1.7893 3.86 0.0495d4 1 0.5883 0.4850 -0.3623 1.5388 1.47 0.2251d5 1 0.7209 0.4606 -0.1817 1.6236 2.45 0.1175d6 1 1.2469 0.6234 0.0251 2.4687 4.00 0.0455d7 1 1.0385 0.7764 -0.4833 2.5602 1.79 0.1811Scale 1 0.6063

Goodness-of-Fit Statistic Value R-Square 0.1005 AICR 119.6100 BICR 148.5631 Deviance 38.3287Dengan menggunakan metode M-estimation ternyata didapatkan bahwa jumlah variabel yang signifikan meningkat menjadi empat buah. Variabel tersebut adalah arah angin utara, timur, selatan, dan barat daya. Sementara itu variabel curah hujan yang sebelumnya signifikan justru menjadi signifikan. Maka dengan menggunakan metode ini dapat disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan tingkat inflasi bulanan ketika terjadi perubahan arah angin yang dominan. Namun demikian, secara keseluruhan model yang dihasilkan hanya mampu menjelaskan tingkat inflasi sebesar 10,05 persen, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan hasil dari regresi linier.Sebagai perbandingan, kemudian dilakukan metode M-estimation dengan menggunakan pembobot bisquare. Hasilnya terdapat perubahan jumlah variabel signifikan dari empat variabel pada metode M-estimation dengan pembobot Huber, menjadi hanya dua variabel saja dengan menggunakan pembobot bisquare.Parameter Estimates Standard 95% Confidence Chi- Pr >Parameter DF Estimate Error Limits Square ChiSqIntercept 1 -0.5188 0.5209 -1.5398 0.5021 0.99 0.3192X1 1 0.0000 0.0147 -0.0288 0.0288 0.00 0.9979X2 1 0.0004 0.0006 -0.0008 0.0016 0.42 0.5193d1 1 1.0008 0.4727 0.0743 1.9273 4.48 0.0342d2 1 1.1724 0.4895 0.2129 2.1318 5.74 0.0166d3 1 0.8881 0.4660 -0.0253 1.8015 3.63 0.0567d4 1 0.4774 0.4957 -0.4942 1.4490 0.93 0.3355d5 1 0.7077 0.4707 -0.2149 1.6303 2.26 0.1327d6 1 1.2258 0.6372 -0.0231 2.4746 3.70 0.0544d7 1 1.0938 0.7936 -0.4616 2.6492 1.90 0.1681

Goodness-of-Fit Statistic Value R-Square 0.1303 AICR 90.7879 BICR 120.8386 Deviance 27.4038Dengan menggunakan pembobot bisquare ternyata variabel arah angin selatan, dan barat daya tidak signifikan dalam mempengaruhi inflasi Provinsi Kepulauan Riau pada periode tersebut. Sementara nilai variansi yang dapat dijelaskan meningkat menjadi 13,03 persen. Artinya, penggunaan pembobot bisquare menghasilkan model yang lebih baik dibandingkan dengan huber.Selanjutnya dilakukan pemodelan robust regression dengan menggunakan metode Least Trimmed Square (LTS). Dari 84 pengamatan, terdapat 65 kuadrat erorr yang dapat diminimumkan, dengan nilai kemungkinan breakdown tertinggi yang dihasilkan sebesar 0,2381. Estimasi parameter yang didapatkan adalah sebagai berikut:LTS Parameter EstimatesParameter DF EstimateIntercept 1 -0.6521X1 1 0.0188X2 1 -0.0003d1 1 0.9633d2 1 0.9853d3 1 0.8418d4 1 0.4224d5 1 0.7851d6 1 1.2764d7 1 1.0353Scale (sLTS) 0 0.5410Scale (Wscale) 0 0.5913

Diagnostics Robust Mahalanobis MCD RobustObs Distance Distance Leverage Residual Outlier1 3.9413 0.0000 13.5136 *2 2.4406 0.0000 3.3813 *

Diagnostics Summary Observation Type Proportion Cutoff Outlier 0.0238 3.0000 Leverage 0.0000 4.3615

R-Square for LTSEstimationR-Square 0.2584

Parameter Estimates for Final Weighted Least Squares Fit Standard 95% Confidence Chi- Pr >Parameter DF Estimate Error Limits Square ChiSqIntercept 1 -0.6438 0.4918 -1.6077 0.3201 1.71 0.1905X1 1 0.0032 0.0140 -0.0242 0.0307 0.05 0.8171X2 1 0.0007 0.0006 -0.0005 0.0019 1.42 0.2331d1 1 1.0375 0.4391 0.1768 1.8982 5.58 0.0181d2 1 1.1940 0.4547 0.3027 2.0852 6.89 0.0087d3 1 0.8531 0.4339 0.0026 1.7036 3.86 0.0493d4 1 0.4946 0.4662 -0.4191 1.4084 1.13 0.2887d5 1 0.7284 0.4374 -0.1289 1.5858 2.77 0.0958d6 1 1.2624 0.5925 0.1012 2.4237 4.54 0.0331d7 1 1.0061 0.7396 -0.4435 2.4557 1.85 0.1737Scale 0 0.5869Dengan menggunakan metode LTS ternyata didapatkan bahwa jumlah variabel yang signifikan sama dengan metode M-estimation dengan pembobot Huber. Variabel tersebut adalah arah angin utara, timur, selatan, dan barat daya. Maka dengan menggunakan metode ini dapat disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan tingkat inflasi bulanan ketika terjadi perubahan arah angin yang dominan.Secara keseluruhan model yang dihasilkan mampu menjelaskan tingkat inflasi sebesar 25,84 persen, lebih baik dibandingkan dengan metode M-estimation dan regresi linier. Meskipun demikian, nilai tersebut masih tidak cukup baik untuk menjelaskan variasi yang terjadi pada tingkat inflasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat alasan untuk menyatakan faktor cuaca memberikan dampak yang besar terhadap tingkat inflasi di provinsi kepulauan Riau.6. Kesimpulan dan Diskusi6.1. Kesimpulan Kecepatan angin tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat inflasi di Provinsi Kepulauan Riau Curah hujan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat inflasi di Provinsi Kepulauan Riau Memang terdapat perbedaan besaran tingkat inflasi di Provinsi Kepulauan Riau ketika terjadi musim angin utara, selatan, timur, dan barat daya Tidak terdapat alasan untuk menyatakan bahwa faktor cuaca memang memberikan dampak yang signifikan terhadap tingkat inflasi di Provinsi Kepulauan Riau

6.2. Implikasi Kebijakan meskipun tidak terdapat cukup bukti untuk menyatakan bahwa tingkat inflasi di Provinsi Kepulauan Riau memang dipengaruhi oleh faktor cuaca, namun adanya perbedaan tingkat inflasi ketika terjadi terjadi musim angin tertentu sebaiknya diantisipasi dengan pengelolaan stok berbagai kebutuhan pokok, terutama menjelang akhir tahun. Misalnya dengan mendirikan kawasan pergudangan untuk menampung persediaan bahan makanan pokok di masing-masing kabupaten/kota serta penyediaan alat angkutan laut yang lebih representatif Kurang tepatnya model yang dihasilkan merupakan dampak dari adanya nilai inflasi yang ekstrim akibat kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya mengenai inflasi sebaiknya memasukkan dampak dari kebijakan tersebut.7. Daftar PustakaDiouf, M.A. 2007. Modeling Inflation for Mali. IMF Working Paper WP/07/295. Drapper, N. R.,& Smith, H. 1996. Applied Regression Analysis, 2nd edition. New York: John Wiley & Sons. Chapman and Hall.Durevall, D. and Ndung'u, N. (2001) A Dynamic Model of Inflation of Kenya, 1974-96. Journal of African Economies 10(1): 92-125. Durevall, D., Loening, J.L., and Birru, Y.A. (2012) Inflation Dynamics and Food Prices in Ethiopia, MimeoFox, J. 2002. Robust Regression. Error! Hyperlink reference not valid.. [1 Oktober 2008]Hendon, HH. 2003. Indonesian Rainfall Variability: Impacts of ENSO and Local AirSea Interaction. J.Climate16:1775-1790. 28-45.Kinda, T (2011) Modeling Inflation in Chad, IMF Working Paper 11/57Kuzmic, Petr, et al. 2004. Practical Robust Fit of Enzyme Inhibition Data. Methods in Enzymology. 383:366-381.Montgomery, D. C., & Peck, E. A. 1992. Introduction to Linear Regression Analysis. New York : A Wiley-Interscience Publication.Myers, R. H. 1990. Classical and Modern Regression With Applications. Boston : PWS.Ryan, T. P. 1997. Modern Regression Methods. New York : A Wiley-Interscience Publi-cation.Willems, G., & Aelst, S.V. 2005. Fast and robust bootstrap for LTS. Journal of Computa-tional Statistics&Data Analyst.48.703-715