ANALISIS PENGARUH BEBAN PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN ...
Transcript of ANALISIS PENGARUH BEBAN PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN ...
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
1
ANALISIS PENGARUH BEBAN PAJAK KINI DAN PAJAK
TANGGUHAN TERHADAP LABA BERSIH PADA PERUSAHAAN
AGRIBISNIS YANG TERDAFTAR DI BEI
PERIODE TAHUN 2012-2014
Oleh :
Achmad Hidayat
Komputerisasi Akuntansi, Politeknik LP3I Jakarta
Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450
Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 – 31904599
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beban pajak kini dan pajak tangguhan
secara parsial atau simultan terhadap laba bersih pada perusahaan agribisnis. Poupulasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan agribisnis yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia 2012-2014 dengan sampel 13 perusahaan yang telah dipilih menggunakan
metode purposive sampling. Data ini dalam bentuk data kuantitatif adalah data sekunder
yang diperoleh dari laporan keuangan Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan
analisis regresi linier berganda dengan pengujian parsial dan simultan. Hasil ini
menunjukkan bahwa beban pajak saat ini dan pajak tangguhan dan secara parsial dan
sekaligus berpengaruh pada laba bersih, sehingga dua variabel independen dapat
digunakan untuk menilai nilai laba bersih yang akan diperoleh perusahaan agribisnis.
Kata Kunci: Pajak kini, Pajak tangguhan, Pendapatan bersih.
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of current tax expense and deferred tax partially or
simultaneously to net income in the agribusiness companies. Poupulasi used in this
research is the the agribusiness companies listed on Indonesia Stock Exchanges 2012-
2014 with a sample of 13 companies that have selected using purposive sampling method.
This data is in the form of quantitative data is secondary data obtained from the financial
statements of the Indonesia Stock Exchange. This study used multiple linear regression
analysis with partial testing and simultaneously. These results indicate that the current tax
expense and deferred tax and the partiallyand simultaneously effect on net income, so the
two independent variables can be used to assess the value of net income that would be
obtained agribusiness companies.
Keywords: Current tax, Deffered tax, Net income
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
2
LATAR BELAKANG
Laporan keuangan merupakan proses
akhir dalam proses akuntansi yang
mempunyai peranan penting bagi
pengukuran dan penilaian kinerja sebuah
perusahaan. Tujuan laporan keuangan
menurut PSAK 1 (revisi 2012) adalah
memberikan informasi mengenai posisi
keuangan,kinerja keuangan dan arus kas
entitas yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan dalam
pembuatan keputusan ekonomi. Laporan
keuangan juga menunjukan hasil
pertanggung jawaban manajemen atas
penggunaan sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka dalam
rangka pencapaian tersebut. Pemakai
laporan keuangan beragam baik pihak
eksternal maupun internal,pemakai
internal adalah manajemen,informasi
yang digunakan manajemen adalah untuk
melakukan perencanaan dan
pengendalian entitas.Pihak pajak
menggunakan informasi akuntansi untuk
menentukan berapa jumlah pajak yang
harus dibayar entitas.
Menurut PSAK No. 46
(Revisi2012), “laba akuntansi adalah laba
atau rugi selama satu periode sebelum
dikurangi beban pajak”. Sedangkan laba
kena pajak atau laba fiscal (rugi pajak
atau rugi fiskal) adalah laba (rugi) selama
satu periode yang dihitung berdasarkan
peraturan yang ditetapkan oleh otoritas
pajak atas pajak penghasilan yang
terutang (dilunasi). Pengetahuan tentang
perubahan laba sangat penting bagi
pemakai laporan keuangan karena dapat
menunjukkan peningkatan atau
penurunan kinerja keuangan suatu
perusahaan. Laba merupakan fokus
utama bagi para investor dalam
pengambilan keputusan investasi, sebab
melalui laba investor dapat memprediksi
arus kasmasa depan maupun
goingconcern perusahaan.Selain itu laba
kerap kali digunakan sebagai pengukuran
prestasi perusahaan yang merupakan
cerminan darikinerjamanajemen.Lebih
lanjut lagi laba juga berperan sebagai
dasar dalam pelaksanaan program bonus
yang seringkali dipakai dalam program
kompensasi insentif eksekutif.
Pengakuan pajak tangguhan dapat
mengakibatkan bertambah atau
berkurangnya laba bersih karena adanya
pengakuan beban pajak tangguhan atau
manfaat pajak tangguhan. Pengakuan
aktiva dan pajak tangguhan didasarkan
pada fakta adanya kemungkinan
pembayaran pajak pada periode
mendatang menjadi lebih besar atau
lebih kecil. Hal ini, menjadi celah bagi
manajemen untuk memanipulasi jumlah
dari laba bersihnya sehingga bisa
memperkecil jumlah pajak yang harus
dibayar.
Fenomena yang terjadi yaitu Pada
dasarnya tidak ada orang yang senang
membayar pajak, karena pajak
merupakan pengeluaran tanpa kontra
prestasi langsung, sehingga wajib pajak
cenderung berusaha membayar pajak
sekecil mungkin, dan menghindari pajak
(tax avoidance) sepanjang hal itu
dimungkinkan aturan (loop holes).
Beberapa perusahaan besar dan terkenal
yang membayar pajak dengan jumlah
sedikit atau tidak sama sekali sebagai
bukti bahwa banyak perusahaan yang
tidak membayar pajak yang sesuai
(Boastman et al dalam Sumomba, 2012).
Kewajiban pajak tangguhan
(deferred tax liabilities) adalah jumlah
pajak penghasilan yang terutang untuk
periode mendatang sebagai akibatadanya
perbedaan temporer kena pajak (Purba,
2009:35), sedangkan aktiva pajak
tangguhan adalah aktiva yang terjadi
apabila perbedaan waktu menyebabkan
koreksi positif yang berakibat beban
pajak menurut akuntansi komersial lebih
kecil dibanding beban pajak menurut
Undang-Undang pajak (Waluyo,
2012:217).
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
3
Fenomena yang terjadi adalah
kasus terhadap Asian Agri Group yaitu
manajer pajak didakwa dengan sengaja
menyampaikan surat pemberitahuan dan
atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap (ITR Volume
VII/Edisi 21/2014).
Berdasarkan penjelasan diatas,
peneliti termotivasi untuk meneliti dalam
penelitian yang berjudul ”Analisis
Pengaruh Beban Pajak Kini, Aktiva
Pajak Tangguhan dan Kewajiban
Pajak Tangguhan Terhadap Laba
Perusahaan Agribisnis yang
Terdafatar di BEI periode Tahun
2012-2014”.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar
belakang masalah penelitian, dapat
dirumuskan masalah- masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh beban pajak
kini terhadap laba perusahaan
agribisnis yang terdaftar di BEI
secara parsial?
2. Bagaimana pengaruh pajak
tangguhan terhadap laba perusahaan
agribisnis yang terdaftar di BEI
secara parsial?
3. Bagaimana pengaruh beban pajak
kini dan pajak tangguhan terhadap
laba perusahaan agribisnis yang
terdaftar di BEI secara simultan?
KAJIAN PUSTAKA
Pajak Penghasilan
Pajak adalah salah satu instrumen
fiskal pemerintah yang digunakan untuk
membiayai pembangunan nasional. Pajak
merupakan wujud kemandirian suatu
bangsa atau negara dalam pembiayaan
pembangunan yaitu menggali sumber
dana yang berasal dari negeri.
Banyak para ahli yang memberikan
definisi atas pajak, antara lain pengertian
pajak menurut P. J. A. Adriani
sebagaimana yang dikutip oleh Mulyo
Agung, dalam buku Perpajakan Indonesia
(2010:2), adalah sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh
wajib pajak membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi-kembali, yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelengarakan pemerintah.”
Pajak penghasilan dikenakan
terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak.
Objek pajak dapat diartikan sebagai
sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk
menghitung pajak terutang. Yang
menjadi Objek Pajak adalah penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh
oleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Berdasarkan pasal 4 Undang-
undang PPh No. 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, yang termasuk ke
dalam Objek Pajak antara lain :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk
gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan
atau kegiatan,dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau
karena pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran
pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
4
6. Bunga termasuk premium, diskonto,
dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
7. Deviden, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk deviden
dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
8. Royalty.
9. Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan pengenaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan
pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan
utang.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata
uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian
kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas, sepanjangiuran tersebut
ditentukan berdasarkan volume
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
anggotanya.
16. Tambahan kekayaan neto yang
berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
Point Objek pajak nomor 16, perlu
diketahui bahwa sebagaimana yang
dikutip oleh Hamizar, dalam buku
Jurnal Lentera Akuntansi (2016:30),
adalah sebagai berikut :
“Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang
digunakan adalah jumlah peredaran bruto
setiap bulan. Sedangkan besarnya PPh
final dihitung dengan cara mengalikan
DPP dengan 1 persen. PPh Final yang
dikenakan dari penghasilan bruto tanpa
memperhitungkan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh
penghasilan tersebut jelas tidak
memenuhi azas keadilan.”
Pajak Kini dan Pajak Tangguhan
Pajak Kini
Menurut Suandy (2011:97) beban
pajak kini (current tax) adalah jumlah
pajak yang harus dibayar oleh wajib
pajak. Jumlah pajak kini harus dihitung
sendiri oleh wajib pajak berdasarkan
penghasilan kena pajak dikalikan dengan
tarif pajak kemudian dibayar sendiridan
dilaporkan dalam surat pemberitahuan
(SPT) sesuai dengan peraturan perundang
undangan pajak yang berlaku.
Penghasilan kena pajak atau laba
fiskal diperoleh dari hasil koreksi fiskal
terhadap laba bersih sebelum pajak
berdasarkan laporan keuangan komersial
(laporan keuangan akuntansi).
Koreksi fiskal harus dilakukan
karena adanya perbedaan perlakukan atas
pendapatan maupun biaya yang berbeda
antara Standar Akuntansi dengan
peraturan perpajakan yang berlaku .untuk
kepentingan internal dan kepentingan
lain wajib pajak dapat menggunakan
standar akuntansi yang berlaku umum,
sedangkan untuk penghitungan dan
pembayaran pajak harus berdasarkan
peraturan perpajakan,dalam hal ini adalah
undang undang pajak penghasilan dan
peraturan lainnya yang terkait. Perbedaan
ini dapat dikelompokan menjadi dua,
yaitu beda tetap/beda permanen
(Permanent Different) dan beda
waktu/sementara temporer (temporary
difference).
Oleh karena itu perbedaan antara
laba akuntansi dan penghasilan kena
pajak mereflesikan tingkat kebijakan
manajemen dalam memanipulasi laba
lebih tinggi (Mills dalam effredge,et al
2008 dalam deviana 2010) maka beban
pajak kini yang menunjukan efek dari
nilai perbedaan tersebut beda tetap dan
beda waktu digunakan pula sebagai
variabel independen yang akan
melengkapi pajak tangguhan dalam
mendeteksi manajemen laba. Beban
pajak kini yang dimaksud dalam
penelitian ini diperoleh dari beban pajak
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
5
kini pada peride laporan keuangan
tertentu dibagi dengan total aktiva
periode sebelumnya.
Pajak Tangguhan
Menurut PSAK NO 46 (Revisi
2012) Pajak tangguhan adalah jumlah
pajak penghasilan untuk periode
mendatang sebagai akibat dari perbedaan
temporer yang boleh dikurangkan dan
sisa kompensasi kerugian. Dengan
berlakunya PSAK NO.46 timbul
kewajiban bagi perusahaan untuk
menghitung dan mengakui pajak
tangguhan (Deffered Taxes) atas future
tax effect (efek pajak masa depan)dengan
menggunakan pendekatan The Assets and
liability method (metode aset dan
kewajiban) yang berbeda dengan
pendekatan income statement liability
method (metode kewajiban laporan laba
rugi) yang sebelumnya lazim digunakan
oleh perusahaan dalam menghitung pajak
tangguhan (MohZain, 2007:193). Pajak
tangguhan dapat dibedakan menjadi
aktiva Pajak tangguhan dan kewajiban
pajak tangguhan.
Aset Pajak Tangguhan (Deffered Tax
Asset)
Adalah jumlah pajak penghasilan
terpulihkan (recovered) pada periode
mendatang sebagai akibat adanya
perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan dan sisa kerugian yang
dapat dikompensasikan.
Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered
Tax Liabilities)
Kewajiban pajak tangguhan
(deferredtax liabilities) adalah jumlah
pajak penghasilan yang terutang untuk
periode mendatang sebagai akibat adanya
perbedaan temporer kena pajak (Purno
Mutopo, 2010;320).
BEDA PERMANEN DAN BEDA
TEMPORER
Beda Permanen
Beda permanen adalah perbedaan
yang disebabkan oleh adanya perbedaan
pengakuan pendapatan dan beban antara
Standar akuntansi dan peraturan
perpajakan .perbedaan iniakan
mengakibatkan perbedaan besarnya laba
bersih sebelum pajak dengan laba fiskal
atau penghasilan kena pajak.
BedaTemporer
Beda Temporer adalah perbedaan
yang disebabkan adanya perbedaan
waktu dan metode pengakuan
penghasilan dan beban tertentu
berdasarkan Standar Akuntansi dengan
peraturan perpajakan. Pebedaan ini
mengakibatkan perbedaan waktu
pengakuan pendapatan dan beban antara
tahun pajak yang satu keberikutnya .
Rekonsiliasi Fiskal Laporan Keuangan
Perbedaan antara standar akuntansi
keuangan (SAK) dan UU Pajak
merupakan laba menurut akuntansi
berbeda dengan laba menurut fiskal, hali
ini berakibat laba akuntansi harus
direkonsiliasi dengan koreksi fiskal yang
disebabkan oleh beda permanen atau
beda temporer. Dengan adanya
pembukuan, akan mempermudah
penyusunan rekonsiliasi fiskal yang dapat
menjembatani penyusunan Surat
Pemberitahuan Masa/Tahunan (SPT)
sebagai wujud pertanggungjawaban
untuk melaporkan penghasilan kena
pajak.
Menurut Ompusunggu (2011:47)
Rekonsiliasi Fiskal, secara khusus
menyajikan laporan keuangan dan
informasi lain sebagai wujud pemenuhan
kewajiban pajak dengan sistem self
assesment secara cepat, tepat, dan
lengkap kepada administrasi pajak.
Rekonsiliasi merupakan
penyesuaian antara laporan keuangan
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
6
komersial menurut Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) dan fiskal melalui
penyesuaian perbedaan sementara
(koreksi fiskal positif dan negatif).
Gambar 1.
Tahapan Laporan Rekonsiliasi Laporan Keuangan
Komersial dan Fiskal
Gambar 2.
Langkah Untuk Mendapatkan Saldo Fiskal
Perbedaan Laba Akuntansi dan Fiskal
Definisi Laba Akuntansi
Laba Akuntansi (accounting
income) atau disebut juga laba komersial.
Menurut PSAK N0 46 (Revisi2012),
“laba akuntansi adalah laba atau rugi
selama satu periode sebelum dikurangi
beban pajak. Laba akuntansi dihitung
berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, di Indonesia diatur dalam
SAK.
Laba Akuntansi tersebut
penghitungannya bertumpu pada prinsip
penandingan antara pendapatan dengan
biaya biaya terkait (matching cost again
revenue). Dalam salah satu prinsip
tersebut terdapat konsep bahwa
pengeluaran perusahaan yang tidak
mempunyai manfaat untuk masa yang
akan datang bukanlah merupakan aset,
sehingga harus dibebankan sebagai biaya.
Dengan demikian, baik dalam akuntansi
seluruh pengeluaran atau beban
perusahaan, sepanjang memang harus
dikeluarkan oleh perusahaan diakui
sebagai biaya atau beban.
Berdasarkan laba akuntansi,
penghasilan (income) adalah penambahan
aset atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang
tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal. Penghasilan meliputi pendapatan
(revenue) dan keuntungan (gain).
Pendapatan adalah penghasilan yang
timbul dari aktivitas perusahaan yang
biasa dikenal dengan sebutan yang
berbeda seperti penjualan, penghasilan
jasa (fee) dividen, royalty dan sewa.
Pengertian Laba Fiskal
Penghasilan Kena Pajak/PKP
(taxable income) merupakan laba yang
dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan yang berlaku yaituUndang
Undang Nomor 7 tahun 1983
sebagaimana yang diubah terakhir kali
dengan Undang Undang Nomor 36 tahun
2008 tentang pajak penghasilan,beserta
peraturan pelaksanaannya. Menurut
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
7
PSAK No. 46 (Revisi2012), “laba kena
pajak atau laba fiscal (rugi pajak atau rugi
fiskal) adalah laba (rugi) selama satu
periode yang dihitung berdasarkan
peraturan yang ditetapkan oleh otoritas
pajak atas pajak penghasilan yang
terutang (dilunasi).”
Penghasilan kena pajak
berdasarkan Prinsip taxability
deductibility, dengan prinsip ini suatu
biaya baru dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto apabila pihak
menerima pengeluaran atas biaya yang
bersangkutan, melaporkan sebagai
penghasilan dan penghsilan tersebut
dikenakan pajak (taxable). Misalnya
tunjangan yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawan dapat
dianggap sebagai biaya dan mengurangi
laba kotor jika karyawan yang menerima
tunjangan tersebut mengakui tunjangan
yang diberikan sebagai bagian dari
penghasilan bruto dan dikenakan pajak
penghasilan Pasal 21. Sedangkan dalam
akuntansi pajak yang digunakan dalam
menghitung laba fiskal untuk dasar
pengenaan pajak mempunyai tujuan
utama yaitu penerimaan negara. Dalam
penyusunan laporan keuangan fiskal
harus mengacu kepada peraturan
perpajakan.
Laporan keuangan komersial dibuat
berdasarkan standar akuntansi harus
disesuaikan atau dibuat koreksi fiskal
terlebih dahulu sebelum menghitung
besarnya penghasilan kena pajak
(suandy,2011:81). Dalam menghitung
penghasilan Kena Pajak, minimal ada
lima komponen yang perlu diperhatikan
sebagai berikut.
1. Penghasilan yang menjadi objek
pajak.
2. Penghasilan yang dikecualikan
sebagai objek pajak.
3. Penghasilan yang pajak dikenakan
secara final.
4. Biaya yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto.
5. Biaya yang tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan
bruto.
Penyebab Perbedaan Laba Akuntansi
dan Laba Fiskal
Menurut Zain (2011) apabila
ditelusuri lebih lanjut, ternyata penyebab
perbedaan antara akuntansi pajak dengan
akuntansi keuangan adalah sebagai
berikut :
1. Berdasarkan tujuan utamanya,
akuntansi keuangan memberikan
informasi mengenai keuangan
perusahaan kepada stakeholder dan
menjadi tanggungjawab para
akuntan untuk melindungi
informasi agar tidak menyesatkan
bagi para penggunanya. Sedangkan
tujuan akuntansi perpajakan juga
system perpajakan adalah pungutan
pajak yang adil. Oleh sebab itu
tanggungjawab petugas pajak untuk
melindungi para membayar pajak
dari tindakan yang tidak wajar.
2. Prinsip akunntansi keuangan yang
konservasif memungkin terjadinya
kesalahan yang lebih cenderung
understatement pelaporan
penghasilan atas aset. Untuk tujuan
perpajakan, laporan keuangan yang
understatement tidak dapat
dijadikan dasar untuk menetapkan
jumlah hutang pajak.
3. Akuntansi pajak sangat
memperhatikan tingkat kepastian
dari setiap transaksi keuangan.
Sebagai contoh, dalam hal
melakukan taksiran cadangan
piutang ragu-ragu, akuntansi pajak
tidak diperkenankan untuk
membebankan piutang ragu-ragu
tanpa secara hokum sah bahwa
piutang tersebut benar-benar tidak
dapat ditagih.
Perbedaan laba akuntansi dan laba
fiskal dalam hal untuk keperluan
perpajakan, dibagi menjadi koreksi fiskal
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
8
positif dan koreksi fiskal negatif.
Sedangkan untuk keperluan penerapan
PSAK No.46 yaitu mengenai Akuntansi
Pajak Penghasilan, perbedaan tersebut
dibagi menjadi beda waktu (temporary
difference) dan beda permanen
(permanent difference).
Di bawah ini digambarkan suatu
bentuk hubungan laporan laba akuntansi
yang digunakan untuk penyusunan
perhitungan laba fiskal melalui
rekonsiliasi fiskal.
Gambar 3.
Hubungan Laporan Laba Akuntansi dan
Penghasilan Kena Pajak
Adanyaperbedaan pengeluaran/
beban yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto (dilakukan koreksi
Positif) antara lain:
1. Pembagian laba dengan nama dan
dalam bentuk apapun seperti
deviden, termasuk deviden yang
dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis
dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau
dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham,sekutu
atau anggota.
3. Penggantian/imbalan sehubungan
dengan pekerjaan/jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan.
Adanya pendapatan yang tidak
dapat ditambahkan dengan Penghasilan
lainnya (dilakukan koreksi fiskal negatif)
antara lain :
1. Deviden atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam
negeri,koperasi,badan usaha milik
negara dan daerah,dari penyertaan
modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan
diIndonesia dengan syarat sebagai
berikut :
a. Deviden berasal dari cadangan
laba yang ditahan.
b. Bagian perseroan terbatas,badan
usaha milik Negara dan badan
usaha milik daerah yang
menerima deviden, kepemilikan
saham pada badan yang
memberikan deviden paling
rendah 25% dari jumlah modal
yang disetor.
2. Penghasilan bunga yang berasal dari
deposito/tabungan baik yang
ditempatkan didalam negeri maupun
diluar negeri melalui bank yang
didirikan di Indonesia atau cabang
diluar negeri diIndonesia,termasuk
jasa giro serta Diskonto Sertifikat
Bank Indonesia
3. Penghasilan yang diterima dari hasil
sewa tanah dan atau bangunan
berupa tanah,rumah ,rumah susun,
apartemen,kondominium,gedung,per
kantoran,ruko, gudang dan industri.
Laba Bersih
Laba bersih adalah komponen yang
dihitung paling akhir dan disajikan
sebelum pernyataan jumlah laba atau
lembar saham mengimplikasikan jumlah
nominal kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba. Menurut Sofyan
Syafri Harahap dalam buku Teori
Akuntansi :“Laba merupakan informasi
penting dalam suatu laporan keuangan.”
Angka ini penting untuk :
1. Perhitungan pajak, berfungsi sebagai
dasar pengenaan pajak yang akan
diterima negara.
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
9
2. Untuk menghitung deviden yang
akan dibagikan kepada pemilik dan
yang akan ditahan dalam perusahaan.
3. Untuk menjadi pedoman dalam
menentukan kebijakan investasi dan
pengambilan keputusan.
4. Untuk menjadi dasar dalam
peramalan laba maupun kegiatan
ekonomi perusahaan lainnya di masa
yang akan datang.
5. Untuk menjadi dasar dalam
perhitungan dan penilaian efisiensi.
Dalam menetapkan laba atau rugi
bersih untuk periode berjalan harus
mencakup semua unsur pendapatan
beban yang diakui dalam suatu periode,
dengan mengacu kepada PSAK No. 25
tentang laba atau rugi bersih untuk
periode berjalan, kesalahan mendasar dan
perubahan kebijakan akuntansi paragraf
07-09, adalah sebagai berikut :
“07 Semua unsur pendapatan dan beban
yang diakui dalam suatu periode harus
tercakup dalam penetapan laba atau rugi
bersih untuk periode tersebut kecuali jika
standar akuntansi keuangan yang berlaku
mensyaratkan atau memperbolehkan
sebaliknya.,
08 Biasanya semua unsur pendapatan dan
beban yang diakui dalam suatu periode
tercakup dalam penetapan laba atau rugi
bersih untuk periode tersebut termasuk
juga pos luar biasa dan dampak
perubahan estimasi akuntansi. Tetapi
dalam keadaan tertentu mungkin
diperlukan untuk mengeluarkan unsur-
unsur tertentu dari laba atau rugi berih
untuk periode berjalan. Pernyataan ini
menyangkut dua kondisi tertentu :
koreksi atas kesalahan mendasar dan
dampak perubahan kebijakan akuntansi.,
09 laba atau rugi bersih untuk periode
berjalan terdiri atas unsur-unsur berikut,
yang masing-masing harus diungkapkan
dalam laporan laba rugi:
a. Laba atau rugi dari aktivitas normal;
dan
b. Pos luar biasa.”
Dalam menghitung laba bersih
perusahaan, suatu laporan laba rugi dapat
disusun dengan dua cara, yaitu dengan
format single-step atau multiple-step.
Dalam formt single-step semua
pendapatan dan keuntungan yang
diklasifikasikan sebagai operating items
ditempatkan di bagian awal laporan laba
rugi, diikuti dengan semua beban dan
kerugian operasi. Perbedaan antara total
pendapatan dan beban akan
menghasilkan pendapatan dari operasi
(income from operation). Apabila tidak
ada kegiatan non operasi atau pos tidak
biasa atau luar biasa, jumlah yang didapat
tadi dianggap sebagai laba atau rugi
bersih perusahaan.
Kerangka Pemikiran
Pada pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 46 paragraf 2,
laba akuntansi didefinisikan sebagai laba
atau rugi bersih selama satu periode
sebelum dikurangi beban pajak.
Penghasilan kena pajak atau laba fiskal
(taxable profit) atau rugi pajak (tax loss)
berdasarkan PSAK No. 46 adalah laba
atau rugi selama satu periode yang
dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan dan menjadi dasar penentuan
beban pajak tangguhan. Manajemen
punya dorongan yang berbeda dalam
melaporkan laba akuntansi ini, karena
laba akuntansi secara implisit atau
eksplisit digunakan dalam kontrak
(misalnya, kompensasi rencana dan
persyaratan hutang) dan penilaian saham.
Manajemen umumnya memilih
pendapatan yang lebih tinggi dan
memiliki dorongan untuk mengelola
kenaikan laba akuntansi. Sebaliknya, laba
fiskal digunakan untuk menentukan pajak
perusahaan yang harus dibayar, dengan
laba fiskal yang lebih tinggi
mengakibatkan pembayaran pajak yang
lebih tinggi, sehingga manajemen
terdorong untuk mendukung penurunan
laba fiskal (Chen et al., 2007).
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
10
Perbedaan antara laba akuntansi
dengan laba fiskal (book-tax differences)
menjadi hal yang menarik bagi penelitian
sebelumnya, karena perbedaan antara
laba akuntansi dengan laba fiskal dapat
memberikan informasi adanya
management discretion dalam proses
akrual (Wijayanti, 2006). Lebih lanjut
dikatakan, bahwa laba fiskal dapat
digunakan sebagai benchmark untuk
mengevaluasi laba akuntansi. Perbedaan
antara laba akuntansi dengan laba fiskal
(book-tax differences) dapat digunakan
sebagai diagnosa untuk mendeteksi
adanya manipulasi pada biaya utama
perusahaan. Plesko (2002 dalam Philips
et al. (2003) mengungkapkan bahwa
semakin besar diskresi manajemen
tersebut terefleksikan dalam beban pajak
tangguhan dan digunakan untuk
mendeteksi praktik laba bersih pada
perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh
Widiariani, Sukartha menyatakan bahwa
beban pajak kini (CT) dapat digunakan
dalam mendeteksi income maximization
saat seasoned equity offerings.Hal serupa
juga diperoleh pada penelitian
Deviana(2010) “kemampuan beban pajak
tangguhan dan beban pajak kini dalam
mendeteksi laba pada saat seasoned
equity offerings yang mengungkapkan
bahwa beban pajak kini dapat digunakan
dalam mendeteksi laba bersih
dikarenakan beban pajak kini
mencerminkan pajak penghasilan yang
merupakan hasil rekonsiliasi beda tetap
dan beda waktu terhadap laba akuntansi.
Penelitian yang dilakukan Djamaluddin,
Rahmawati, Wijayanti adalah Analisa
perubahan aktiva pajak tangguhan dan
kewajiban pajak tangguhan untuk
mendeteksi laba bersih menyatakan yaitu
aktiva pajak tangguhan dan Kewajiban
pajak tangguhan dapat digunakan untuk
mendeteksi laba bersihpada perusahaan
manufaktur. Penelitian yang dilakukan
oleh Febrianti, Hanna (2014) mengenai
Pengaruh pajak tangguhan dalam
mendeteksi laba bersih membuktikan
tidak ada pengaruh pajak tangguhan
terhadap laba bersih dengan kata lain
pajak tangguhan tidak dapat mendeteksi
eraning management. Penelitian yang
dilakukan (Djamaludin et al.2008),
adalah pajak tangguhan dapat digunakan
dalam mendeteksi laba bersih pada
perusahaan manufaktur.
Yulianti (2004) Beban pajak dapat
memprediksi klasifikasi komponen laba
perusahaan untuk menghindari kerugian
dengan sampel perusahaan yang listing di
BEI tahun 1999-2000, Hasil dari
penelitian Yulianti (2004) menemukan
bahwa beban pajak dan klasifikasi
komponen laba tersebut sama-sama
berpengaruh positif dan mempunyai
dampak yang signifikan dalam
probabilitas atau kemungkinan terjadinya
kerugian yang besar. Alasan penggunaan
beban pajak kini adalah karena beban
pajak kini merupakan hasil rekonsiliasi
laba menurut akuntansi yang telah
disesuaikan dengan koreksi fiskal yang
tergolong dalam komponen beda tetap
(permanent differences) sekaligus beda
waktu (temporary differences).
Disamping itu, laba bersih juga dapat
dilakukan dengan transaksi-transaksi
yang menghasilkan beda tetap (Philips et
al., 2003; Tang, 2005) dan agar
komponen beda tetap ini juga dapat
terwakili mengingat ketidaklengkapan
pengungkapan mengenai penghasilan
kena pajak suatu periode, maka
digunakanlah beban pajak kini.
Gambar 2.4.
Kerangka Pemikiran
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
11
Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis
yang diajukan adalah sebagai berikut :
H01 : Beban pajak kini mampu
memprediksi secara signifikan
terhadap manajemen laba pada
perusahaan agribisnis yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H02 : Pajak tangguhan mampu
memprediksi secara
signifikanterhadap laba pada
perusahaan agribisnis yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan
studi empiris yaitu penelitian terhadap
objek-objek tertentu dan hasilnya tidak
dapat digeneralisasikan dengan sample
yang berbeda sehingga kesimpulan yang
diambil hanya terbatas pada objek yang
diteliti. Dalam hal ini terhadap
perusahaan agri bisnis yang terdapat di
Bursa Efek Indonesia.
Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder
digunakan sebagai data utama yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung
dan telah dipublikasikan, yaitu laporan
keungan perusahaan agribisnis publik
tahun 2012-2014 dan diperoleh dari
www.idx.co.id.
Populasi dan Sample
Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan
agribisnis yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2012-2014, yaitu
sebanyak 20 perusahaan. Metode
pangambilan sample yang digunakan
adalah purposive sampling.Purposive
sampling adalah teknik pengumpulan
data atas dasar strategi kecakapan atau
pertimbangan pribadi semata. Dengan
kata lain penentuan sample yang diambil
berdasarkan kriteria-kriteria yang telah
dirumuskan terlebih dahulu terhadap
sample penelitian.
Adapun kriteria perusahaan yang
dijadikan sample adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan agribisnis yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) selama periode 2012-2014.
2. Menerbitkan laporan tahunan yang
telah diaudit oleh auditor
independen.
3. Perusahaan tersebut sudah terdaftar
di Bursa Efek Indonesia sebelum
tahun 2012.
4. Laporan Tahunan tersebut terdapat
informasi yang lengkap terkait
dengan variabel yang diteliti.
Metode Analisi Data
Metode analisis data statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dan
menguji hipotesis yaitu dengan
menggunakan uji statistik deskripsif dan
uji hipotesis dengan menggunakan
regresi logistik dengan menggunakan
bantuan perangkat lunak Microsoft Excel
2010 dan SPSS 16.
Statistik Deskripsif
Statistik deskripsif digunakan
untuk menjelaskan laba bersih , yaitu
small profit firm dan small loss firm
untuk setiap variabel independen dalam
model penelitian (Suranggane, 2007).
Penelitian statistik deskripsif
memberikan gambaran atau deskripsif
suatu data yang dilihat dari nilai rata- rata
(mean), standar deviasi, minimum dan
maksimum (Ghozali,2009).
Metode Pengujian Asumsi Klasik
Variabel
Pengujian asumsi klasik merupakan
prasyarat yang diperlukan untuk
memvalidasi model regresi linier
berganda. Menurut beberapa literatur
(Lind, Machal & Wathen, 2012;
Misbahuddin & Hasan, 2013), jika data
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
12
yang akan digunakan sudah melewati uji
asumsi klasik ini, maka data tersebut
dinyatakan valid dan layak digunakan
sebagai data analisis regresi linier
berganda. Uji tersebut meliputi:
1. Uji normalitas.
2. Uji heteroskedastisitas.
3. Uji multikolinieritas.
4. Uji autokorelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Deskripsi Sampel Penelitian
Data yang dikumpulkan tersebut
berupa data laporan keuangan yang telah
diaudit dari perusahaan agribisnis di
Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014.
Pengolahan data pada penelitian ini
menggunakan fasilitas elektronik dengan
menggunakan Microsoft Excel dan SPSS
Versi 16.0 untuk memudahkan
pengolahan data sehingga dapat
menjelaskan variabel-variabel yang
diteliti.
Langkah pertama yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah melakukan
penentuan sampel dengan purposive
sampling atau penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu pada perusahaan
agribisnis yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2011-2014. Jumlah
seluruh populasi dalam penelitian ini
adalah 20 perusahaan. Dari hasil
pengambilan sampel secara purposive
sampling didapatkan hasil sampel
berjumlah 13 perusahaan. Proses seleksi
sampel berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan tampak dalam Tabel 1.
Tabel 1.
Proses Seleksi Sampel
Berdasarkan Tabel 1 pengambilan
sampel secara purposive sampling diatas,
sampel perusahaan yang memenuhi
kriteria pertama yaitu perusahaan yang
terdaftar selama periode penelitian
berjumlah 20 perusahaan. Perusahaan
yang memenuhi kriteria kedua yaitu
perusahaan yang mempublikasikan
laporan keuangan yang telah diaudit oleh
auditor independen berjumlah 19
perusahaan. Perusahaan yang memenuhi
kriteria ketiga yaitu perusahaan yang
tidak merugi berjumlah 15 perusahaan.
Perusahaan yang memenuhi kriteria
keempat yaitu perusahaan yang memiliki
data lengkap selama periode penelitian
berjumlah 13 perusahaan. Dari hasil
pembatasan sampel maka dapat diperoleh
sampel penelitian yaitu 13 perusahaan
yang dijelaskan dalam Tabel 2 dengan
nama perusahaan sebagai berikut:
Tabel 2.
Sampel Data Penelitian
Sumber: Bursa Efek Indonesia
STATISTIK DESKRIPTIF
Beban Pajak Kini
Data beban pajak kini dari sampel
yang diambil dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3.
Beban Pajak Kini
(Milyar Rupiah)
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
13
Pajak Tangguhan
Data pajak tangguhan dari sampel
yang diambil dapat dilihat pada Tabel 4.
Data tersebut berasal dari perhitungan
dengan menggunakan persamaan (3.1).
Tabel 4.
Hasil Perhitungan Pajak Tangguhan
(Milyar Rupiah)
Laba Sebelum Pajak Data laba sebelum pajak dari
sampel yang diambil dapat dilihat di
Tabel 5. Tabel 5.
Laba Sebelum Pajak
(Milyar Rupiah)
Pengujian Koefisien Korelasi
Untuk melihat tingkat ke-eratan
hubungan kedua variabel penyebab
tersebut dengan variabel laba, maka akan
dilakukan pengujian dengan analisis
korelasi, yaitu dengan persamaan (3.10).
Nilai koefisien korelasi (r) menyatakan
adanya hubungan antara variabel
penyebab dengan laba, dimana jika
nilainya positif (+) maka keduanya
mempunyai hubungan yang searah,
sedangkan jika nilainya negatif (–) maka
keduanya mempunyai hubungan yang
berlawanan arah. Nilai koefisien
determinasi (r2) menyatakan seberapa
jauh variabel penyebab dapat
menjelaskan penyebab variabel laba
sebelum pajak. Pengujian koefisien
korelasi dilakukan melalui dua tahap,
yaitu pengujian secara simultan dan
secara parsial.
Uji Simultan Koefisien Korelasi
Pengujian koefisien korelasi ganda
(R), yaitu untuk melihat bagaimana
tingkat hubungan antara seluruh variabel
penyebab (x1 dan x2) secara serentak
dengan variabel akibat (y). Rumusan
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : 1 = 2 = 0, artinya tidak ada
hubungan yang signifikan secara
simultan antara variabel penyebab
dengan laba
H1 : 1 ≠ 2 ≠ 0, artinya ada hubungan
yang signifikan secara simultan
antara variabel penyebab dengan
laba
Kriteria penerimaan H0 adalah jika
Fhitung<Ftabel pada taraf signifikansi 5%.
Koefisien korelasinya dapat
dihitung dengan persamaan (3.12) dan
(3.13). Untuk menguji apakah koefisien
korelasi (R) yang dihasilkan tersebut
cukup signifikan atau tidak maka
dilakukan penghitungan nilai Fhitung, yaitu
melalui persamaan (3.14). Dengan
menggunakan software SPSS, yang
hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 6
dan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6.
Hasil Uji Simultan Koefisien Korelasi Model Summary
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
14
Pada Tabel 4.10 terlihat bahwa koefisien
korelasi Ry.12 = 0,991 dan Fhitung =
1.360,124, sedangkan nilai F(0,05;4;46) =
2,574. Karena Fhitung>Ftabel, maka H0
ditolak. Ini berarti kedua variabel
penyebab (x1 dan x2) mempunyai
hubungan yang erat secara simultan,
yaitu sebesar 0,991 dengan laba.
Sedangkan nilai koefisien determinasi
R2y.12 = 0,983, yang berarti 98,3% dari
penyebab laba dapat dijelaskan oleh
kedua variabel penyebab (x1 dan x2)
tersebut, sedangkan sisanya disebabkan
oleh faktor lain.
Uji Parsial Koefisien Korelasi
Pengujian koefisien korelasi parsial
(r), yaitu untuk melihat bagaimana
tingkat hubungan antara masing-masing
variabel penyebab (x1 dan x2) secara
parsial dengan variabel akibat (y).
Rumusan hipotesisnya adalah sebagai
berikut:
H0 : j = 0, artinya tidak ada hubungan
yang signifikan secara parsial
antara variabel penyebab (xj)
dengan laba, jika variabel lainnya
tetap
H1 : j ≠ 0, artinya ada hubungan yang
signifikan secara parsial antara
variabel penyebab (xj) dengan laba,
jika variabel lainnya tetap
Kriteria penerimaan H0 adalah jika –
ttabel<thitung<ttabel pada taraf signifikansi
5% pada kedua sisi.
Koefisien korelasinya dapat dihitung
dengan persamaan (3.15) sampai dengan
(3.16). Untuk menguji apakah koefisien
korelasi (r) yang dihasilkan tersebut cukup
signifikan atau tidak maka dilakukan
penghitungan nilai thitung, yaitu melalui
persamaan (3.17). Dengan menggunakan
software SPSS (Lampiran 6) diperoleh
hasil pengujian seperti terlihat pada Tabel
7. Dengan menggunakan MS Excel
diperoleh nilai t(0,025;46) = 2,317, sehingga
wilayah penerimaan adalah – 2,317
<thitung< 2,317.
Tabel 7.
Uji Parsial Koefisien Korelas
Dari Tabel 7 terlihat bahwa
masing-masing variabel mempunyai
hubungan yang signifikan secara parsial
dengan laba, jika variabel lainnya tetap.
Dengan demikian kedua variabel tersebut
akan digunakan untuk memformulasikan
model persamaan regresi linier berganda.
Pemodelan Regresi Linier antara
Variabel Penyebab terhadap Laba
Untuk mengkaji keterkaitan antara
variabel penyebab, yaitu beban pajak kini
(x1) dan pajak tangguhan(x2) terhadap
variabel laba (y), maka akan dilakukan
pengujian dengan analisis regresi linier
(linear regression). Persamaan regresi
linier tersebut (Walpole, 1988) adalah
sebagai berikut:
dimana:
y = laba sebelum pajak
x1 = beban pajak kini(x1)
x2 = pajak tangguhan(x2)
b1 = koefisien regresi variabel x1
b2 = koefisien regresi variabel x2
b0 = intercept
Dengan menggunakan software
SPSS, seperti terlihat pada Lampiran 7,
diperoleh model persamaan regresi linier
sebagai berikut:
�̂� =12,427 + 3,793 x1 – 0,525 x2………(4.2)
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
15
Dari hasil pengujian casewise
diagnostics dengan software SPSS,
ternyata tidak ditemukan adanya data
pencilan (outlier), dengan demikian
persamaan (4.2) inilah yang akan
digunakan sebagai persamaan regresi
linier pada kasus ini, yaitu untuk
mengestimasi laba sebelum pajak yang
akan diperoleh perusahaan. Persamaan
(4.2) mempunyai koefisien korelasi R =
0,991 dan koefisien determinasi R2 =
0,983, yang berarti 98,3% dari penyebab
manajemen laba dapat dijelaskan oleh
variabel penyebab (x1 dan x2) tersebut,
sedangkan sisanya disebabkan oleh
faktor lain.
Pengujian Model Persamaan Regresi
Untuk melihat apakah persamaan
regresi linier berganda di atas, yaitu
persamaan (4.2) dapat digunakan atau
tidak, maka akan dilakukan pengujian
hipotesis dengan analysis of variance
(ANOVA). Uji ini dilakukan untuk
melihat apakah variabel penyebab
mempengaruhi variabel akibat (y) atau
tidak. Rumusan hipotesisnya adalah
sebagai berikut:
H0 : 1 = 0, artinya tidak ada pengaruh
yang signifikan secara antara
variabel penyebab terhadap laba
H1 : 1 ≠ 0, artinya ada pengaruh yang
signifikan antara variabel penyebab
terhadap laba
Kriteria penerimaan H0 adalah jika
Fhitung<Ftabelpada taraf signifikansi 5%.
Dengan menggunakan software
SPSS, yang outputnya terdapat di
Lampiran 7, diperoleh Tabel ANOVA
seperti terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8.
ANOVA
Untuk Uji Persamaan Regresi
Dengan menggunakan MS Excel
diperoleh nilai F(0,05;4,46) = 2,574, berarti
Fhitung>Ftabel. Dengan demikian H0
ditolak, berarti ada pengaruh yang
signifikan antara variabel penyebab
terhadap laba sebelum pajak.
PEMBAHASAN HASIL
Hasil Deskripsi Data
Deskripsi Data Beban Pajak Kini
Berdasarkan data pada Tabel 3.
terlihat bahwa beban pajak kini dari
perusahaan-perusahaan agribisnis dalam
kurun waktu 2011-2014 mencapai Rp.
3,371 milyar hingga Rp. 1.068,715
milyar. Ini berarti sektor industri
agribisnis ini merupakan sumber pajak
yang potensial bagi negara. Berdasarkan
data tersebut terlihat bahwa PT.
Astra Agro Lestari Tbk. merupakan
pembayar pajak terbesar selama empat
tahun berturut-turut, dengan nilai pajak
tertinggi mencapai Rp. 1.068,715 milyar
pada tahun 2014. Sedangkan pembayar
pajak terendah adalah PT. Gozco
Plantation Tbk. dengan nilai pajak
terendah Rp. 3,371 milyar pada tahun
2012.
Nilai beban pajak kini rata-rata
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang
mencapai Rp. 260,663 milyar dan
terendah terjadi pada tahun 2013 yang
hanya mencapai Rp. 162,820
milyar. Ini berarti secara umum kinerja
perusahaan-perusahaan tersebut
mengalami kondisi yang paling baik pada
tahun 2011.
Sedangkan standar deviasi tertinggi
terjadi pada tahun 2012 yang mencapai
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
16
Rp. 298,676 milyar dan terendah terjadi
pada tahun 2013 yang mencapai Rp.
193,513 milyar. Ini berarti secara umum
perbedaan beban pajak antara
perusahaan-perusahaan tersebut sangat
tinggi atau sangat variatif. Hal tersebut
juga dapat dilihat dari beban pajak
PT. Astra Agro Lestari Tbk., yang sangat
jauh di atas nilai rata-rata dan
PT. Gozco Plantation Tbk., yang sangat
jauh di bawah nilai rata-rata.
Deskripsi Data Pajak Tangguhan
Berdasarkan data pada Tabel 4.
terlihat bahwa pajak tangguhan dari
perusahaan-perusahaan agribisnis dalam
kurun waktu 2011-2014 mencapai –
Rp. 427,300 milyar hingga Rp. 643,422
milyar. Ini berarti sektor industri
agribisnis ini berpotensi memiliki hutang
pajak maupun tambahan modal yang
cukup besar. Berdasarkan data tersebut
terlihat bahwa PT. Salim Ivomas Pratama
Tbk. mempunyai pajak tangguhan
tertinggi, dengan nilai pajak tangguhan
mencapai Rp. 643,422 milyar pada
tahun 2014. Sedangkan yang mempunyai
pajak tangguhan terendah adalah PT.
Sinar Mas Agro Resources &
Technology Tbk. dengan nilai pajak
tangguhan terendah – Rp. 427,300 milyar
pada tahun 2014.
Nilai pajak tangguhan rata-rata
tertinggi terjadi pada tahun 2014 yang
mencapai Rp. 26,793 milyar dan terendah
terjadi pada tahun 2011 yang hanya
mencapai – Rp. 43,819 milyar. Ini berarti
secara umum perusahaan-perusahaan
tersebut memiliki pajak tangguhan yang
cukup rendah. Sedangkan standar deviasi
tertinggi terjadi pada tahun 2014 yang
mencapai Rp. 250,576 milyar dan
terendah terjadi pada tahun 2011 yang
mencapai Rp. 108,006 milyar. Ini berarti
secara umum perbedaan pajak tangguhan
antara perusahaan-perusahaan tersebut
sangat tinggi atau sangat variatif. Hal
tersebut juga dapat dilihat dari pajak
tangguhan PT. Salim Ivomas Pratama
Tbk. yang sangat jauh di atas nilai rata-
rata dan PT. Sinar Mas Agro Resources
& Technology Tbk. yang sangat jauh di
bawah nilai rata-rata.
Deskripsi Data Laba Sebelum Pajak
Berdasarkan data pada Tabel 4.5
terlihat bahwa laba sebelum pajak dari
perusahaan-perusahaan agribisnis dalam
kurun waktu 2011-2014 mencapai
Rp. 26,879 milyar hingga Rp. 3.689,990
milyar. Ini berarti sektor industri
agribisnis ini merupakan sektor bisnis
yang menjanjikan karena mempunyai
potensi laba yang bagus. Berdasarkan
data tersebut terlihat bahwa
PT. Astra Agro Lestari Tbk. memperoleh
laba bersih sebelum pajak tertinggi
selama empat tahun berturut-turut,
dengan nilai laba sebelum pajak terbesar
mencapai Rp. 3.689,990 milyar pada
tahun 2014. Sedangkan perusahaan
dengan nilai laba sebelum pajak terkecil
adalah PT. Provident Agro Tbk. dengan
nilai pajak terendah Rp. 26,879 milyar
pada tahun 2014.
Nilai laba sebelum pajak rata-rata
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang
mencapai Rp. 1.092,329 milyar dan
terendah terjadi pada tahun 2013 yang
hanya mencapai Rp. 608,834 milyar. Ini
berarti secara umum kinerja perusahaan-
perusahaan tersebut mengalami kondisi
yang paling baik pada tahun 2011.
Sedangkan standar deviasi tertinggi
terjadi pada tahun 2011 yang mencapai
Rp. 1.157,899 milyar dan terendah terjadi
pada tahun 2013 yang mencapai Rp.
725,106 milyar. Ini berarti secara umum
perbedaan laba sebelum pajak antara
perusahaan-perusahaan tersebut sangat
tinggi atau sangat variatif. Hal tersebut
juga dapat dilihat dari laba sebelum pajak
PT. Astra Agro Lestari Tbk. yang sangat
jauh di atas nilai rata-rata dan PT.
Provident Agro Tbk. yang sangat jauh di
bawah nilai rata-rata.
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
17
Hasil Pemodelan Regresi Linier
Berganda
Dari hasil pemodelan regresi linier
berganda, dimana nilai beban pajak kini
dan nilai pajak tangguhan sebagai
variabel bebas, serta nilai laba sebelum
pajak sebagai variabel terikat, terlihat
bahwa kedua variabel bebas tersebut
sangat mempengaruhi nilai laba sebelum
pajak yang akan diperoleh perusahaan.
Namun dari kedua variabel tersebut, nilai
beban pajak kini mempunyai pengaruh
positif terhadap laba sebelum pajak
perusahaan. Sedangkan variabel pajak
tangguhan mempunyai pengaruh negatif
terhadap laba sebelum pajak. Artinya
semakin tinggi nilai beban pajak kini,
maka nilai laba sebelum pajak juga akan
semakin naik. Sedangkan untuk variabel
pajak tangguhan akan berlaku sebaliknya,
dimana semakin besar pajak tangguhan
maka akan semakin mengurangi nilai
laba sebelum pajak perusahaan.
Dari hasil pemodelan tersebut juga
terlihat bahwa kedua variabel tersebut
mempunyai derajat pengaruh yang
berbeda. Variabel beban pajak kini
mempunyai pengaruh positif terhadap
laba sebelum pajak dengan derajat
pengaruh 3,793 terhadap laba sebelum
pajak. Ini berarti setiap rupiah beban
pajak kini yang harus dibayar oleh
perusahaan akan memberikan kenaikan
nilai laba sebelum pajak sebesar 3,793
kali. Semakin tinggi beban pajak kini
tersebut, maka akan semakin tinggi pula
besaran labanya. Sedangkan variabel
pajak tangguhan mempunyai pengaruh
negatif terhadap laba sebelum pajak
dengan derajat pengaruh 0,525 terhadap
laba sebelum pajak. Ini berarti setiap
rupiah pajak tangguhan akan
menurunkan nilai laba sebelum pajak
sebesar 0,525 kali. Semakin tinggi pajak
tangguhan tersebut, maka akan semakin
rendah besaran laba yang akan diperoleh.
Dari gambaran tersebut terlihat
bahwa apabila kedua variabel pajak
tersebut dapat digunakan untuk menduga
besaran nilai laba sebelum pajak yang
akan diperoleh perusahaan sektor
agribisnis. Dengan demikian jika
perusahaan ingin memperoleh laba yang
tinggi, maka perusahaan dapat
mengkondisikan besaran nilai pajaknya.
Kedua variabel pajak tersebut juga dapat
dijadikan sebagai alat kontrol bagi
perusahaan untuk mengontrol perolehan
laba sebelum pajaknya.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan peneliti, maka diperoleh
kesimpulan bahwa :
1. Beban pajak kini mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
laba perusahaan agribisnis yang
terdaftar di BEI secara parsial.
2. Pajak tangguhanmempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
laba perusahaan agribisnis yang
terdaftar di BEI secara parsial.
3. Beban pajak kini dan pajak
tangguhan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap laba
perusahaan agribisnis yang terdaftar
di BEI secara simultan.
SARAN
Saran Operasional Industri Agribisnis
Aset pajak tangguhan memiliki
pengaruh signifikan terhadap laba yang
dilakukan perusahaan. Tindakan
manajemen mempengaruhi besar atau
kecilnya laba bersih yang didapatkan
perusahaan dalam satu periode. Laba
(Net Income) dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi perusahaan untuk
melihat kelangsungan hidup perusahaan
tersebut dan dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi mengambil keputusan
untukperiode yang akan datang.
Saran Pengembangan Ilmu
Untuk penelitian selanjutnya
diharapakan menggunakan sampel objek
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol. 3 No. 1, Mei 2018
18
penelitian yang lebih banyak lagi dan
ditambahkan lagi variable-variabel yang
mempengaruhi laba bersih, misalnya
Akrual dan menyempurnakan model
untuk mendapatkan hasil penelitian yang
konsisten.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes Febriyanti, Hanna.2014. Pengaruh
Deferred Tax Expense Dalam
Mendeteksi Earning Management
Dengan Menggunakan Pendekatan
Discretionary Revenue. Jurnal
Bisnis dan Akutansi.ISSN 1-11.
Arles P. Omposunggu.2011. Cara Legal
Siasati Pajak.Jakarta: PuspaSwara.
Deviana, Birgita. 2010. Kemampuan
beban pajak tangguhan dan beban
pajak kini dalam mendeteksi laba
bersih pada saat equity
offerings.Jurnal Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro.
Dwi Martani, Sylvia Veronica NPS,
Ratna Wardhani, Aria Farahmita,
Edward Tanujaya.2012.Akuntansi
Keuangan Menengah Berbasis
PSAK.Jakarta: Salemba Empat.
Erly Suandy. 2011. Perencanaan Pajak.
Jakarta: Salemba Empat.
Ghozali, Imam.2009. Aplikasi Analisis
Multi Varaite dengan program
SPSS. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Hamizar. 2012. Jurnal Lentera
Akuntansi. Jakarta: Lentera.
Harnanto. 2003. Akuntansi Perpajakan.
Yogyakarta: BPFE.
Hery. 2013. Akuntansi Keuangan
Menengah. Jakarta: CAPS.
Djoko Muljono.2009. Akuntansi
Perpajakan. Yogyakarta: Andi
Offset.
Ni Made Ayu Widiariani, I Made
Sukartha.2015.Pengaruh Aktiva
Pajak Tangguhan Dan Beban Pajak
Kini Dalam Mendeteksi Income
Maximization. e-Jurnal ISSN738-
752.
Subekti Djamaludin, Rahmawati,
Handayani Tri Wijayanti.2008.
Analisa Perubahan Aktiva Pajak
Tangguhan Dan kewajiban Pajak
Tangguhan Untuk Mendeteksi
Laba Bersih. Jurnal ISSN 139-153.
Suranggane. 2007. Analisa aktiva pajak
tangguhan sebagai prediktor laba
bersih: kajian empiris pada
perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI. Jurnal Akuntansi
dan Keuangan Indonesia.
Krisnata Dwisuyanto, Y.B. Sigit
Hutomo. 2012. Pengaruh Beban
Pajak Tangguhan dan Perencanaan
Pajak Terhadap Laba Bersih.
Jurnal. 103-115.
Krisnata Dwi Suyanto, Supramono. 2012.
Likuiditas, Leverage, Komisaris
Independen Dan Laba Bersih
Terhadap Agresivitas Pajak
Perusahaan. Jurnal Keuangan dan
Perbankan Vol 16 No. 2.167-177.
Waluyo. 2010. Akuntansi Perpajakan.
Jakarta:SalembaEmpat.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2014.
Standar Akuntansi Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat
.