ANALISIS PENERAPAN TIK PADA MATA PELAJARAN...

22
ANALISIS PENERAPAN TIK PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (Studi Kasus : SMA dan SMK di Kota Salatiga) Artikel Ilmiah Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer Oleh: Hariyadi Bagus Saputra NIM : 702012054 Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga September 2016

Transcript of ANALISIS PENERAPAN TIK PADA MATA PELAJARAN...

ANALISIS PENERAPAN TIK PADA MATA PELAJARAN

PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

(Studi Kasus : SMA dan SMK di Kota Salatiga)

Artikel Ilmiah

Diajukan kepada

Fakultas Teknologi Informasi

untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer

Oleh:

Hariyadi Bagus Saputra

NIM : 702012054

Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

September 2016

2

Pernyataan Tidak Plagiat

3

Pernyataan Persetujuan Akses

4

Pernyataan Persetujuan Pembimbing

5

Lembar Pengesahan

6

1. Pendahuluan

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), atau dalam bahasa

Inggris dikenal dengan istilah Information and Communication Technologies (ICT), saat

ini sedang berkembang pesat dan berpengaruh sangat signifikan terhadap berbagai bidang

kehidupan, salah satunya bagi bidang pendidikan. Pengaruh perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat ini memberikan dampak positif bagi dunia

pendidikan, yaitu dengan semakin terbuka dan tersebarnya informasi dan pengetahuan

dari dan ke seluruh dunia menembus batas ruang dan waktu.

Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on

Education for the Twenty First Century” yang dikutip oleh seorang tokoh,

merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan

berdasarkan empat pilar proses pembelajaran, yaitu: Learning to know (belajar untuk

menguasai pengetahuan), Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan),

Learning to be (belajar untuk mengembangkan diri), dan Learning to live together

(belajar untuk hidup bermasyarakat). Untuk dapat mewujudkan empat pilar pendidikan di

era globalisasi informasi sekarang ini, para guru sebagai agen pembelajaran perlu

menguasai dan menerapkan TIK dalam pembelajaran di sekolah [1]. Guru dituntut untuk

mampu menggunakan TIK sebagai sumber belajar, salah satunya dengan menggunakan

akses internet, karena internet merupakan sumber informasi yang tak terbatas. Selain

mampu menggunakan TIK sebagai sumber belajar, guru juga dituntut untuk mampu

menciptakan pembelajaran kreatif dan inovatif yang terintegrasi dengan TIK. Sebab

pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan merupakan hal yang sangat penting, karena

dapat membantu siswa untuk berhasil dalam pembelajaran, menciptakan solusi dalam

memecahkan masalah, mempengaruhi kehidupan siswa, serta menimbulkan rasa senang

dan puas [2].

Sejalan dengan itu, penerapan kurikulum 2013 memberikan pengaruh terhadap

penggunaan TIK dalam pembelajaran. Setelah penerapan kurikulum 2013 maka

mengakibatkan tidak adanya pelajaran TIK, tetapi pelajaran TIK diintegrasikan keseluruh

mata pelajaran yang ada. Jika sebelumnya TIK hanya sebatas pada membuka, mengetik,

dan pembelajaran browsing, maka yang diinginkan oleh kurikulum 2013 adalah

kemampuan tersebut langsung diaplikasikan untuk kegiatan belajar mengajar. Pada salah

satu standar kompetensi guru pada kompetensi pedagogik juga menekankan agar guru

7

mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran yang diampu, tanpa terkecuali pelajaran pendidikan jasmani [3].

Pendidikan jasmani merupakan pelajaran yang melibatkan aktivitas

jasmani/gerak yang kompleks dalam pembelajarannya, sehingga membutuhkan

pemahaman yang lebih dari siswa. Penggunaan TIK sebagai media dalam pembelajaran

penjas dapat membantu guru untuk lebih mudah dalam menyampaikan materi

pembelajaran yang berhubungan dengan gerak. Guru penjas bisa memanfaatkan TIK

untuk mengemas pembelajaran menjadi lebih menarik, inovatif, dan efisien. Misalnya

ketika menjumpai silabus penjas kelas X yang membutuhkan pemahaman mendalam

seperti berikut ini :

Tabel 1. Silabus penjas kelas X

Standar Kompetensi Indikator

Mempraktikkan salah satu gaya

renang dan loncat indah

sederhana dan nilai-nilai yang

terkandung didalamnya

Latihan gerakan kaki renang gaya bebas.

Latihan gerakan lengan renang gaya bebas.

Latihan gerakan pernapasan renang gaya bebas.

Perlombaan renang gaya bebas (menempuh jarak

50 meter).

Latihan loncat indah dari samping kolam renang

Sebelum mengadakan praktek tentang materi di atas, tentu guru harus

menjelaskan terlebih dahulu mengenai macam-macam teknik dan gaya mengenai materi

di atas yang benar kepada siswa. Jika hanya dijelaskan secara konvensional tentu siswa

akan sulit untuk memahaminya. Namun apabila TIK diintegrasikan pada mata pelajaran

penjas, dan digunakan untuk menjelaskan materi di atas maka akan memberikan banyak

manfaat, antara lain sebagai berikut :

Pertama, guru dapat menggunakan slide presentasi power point untuk menjelaskan

materi penjas secara teori sebelum praktik secara langsung, untuk memudahkan siswa

dalam menangkap materi slide presentasi bisa dikemas dalam bentuk yang menarik

dengan diberikan efek-efek khusus, dan bisa diberikan gambar-gambar pendukung.

Kedua, untuk memberikan tutorial gerakan step by step, misalnya gerakan dalam

melakukan gaya renang yang benar guru dapat mengemasnya kedalam bentuk video

tutorial. Keuntungan dengan menggunakan video tutorial, dapat memudahkan siswa

dalam mengamati gerakannya secara perlahan dengan mode “Slow Motion”, dan

mengulanginya lagi sampai semua siswa benar-benar paham.

Ketiga, guru dapat memanfaatkan film atau animasi bertemakan olahraga untuk

menanamkan nilai-nilai afektif yang ingin disampaikan. Sehingga siswa dapat

8

menganalisa dan mengambil pesan yang terkandung di dalam film tersebut terkait sikap

afektif dalam olahraga, seperti sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab,

kerjasama, percaya diri dan demokratis.

Keempat, untuk membantu siswa dalam menganalisa sejauh mana kemampuannya dalam

melakukan suatu gerakan dalam pelajaran penjas. Guru dapat memberikan umpan balik,

dengan memanfaatkan video recorder untuk merekam aktivitas siswa dalam melakukan

pembelajaran penjas, setelah itu siswa diperintahkan untuk melakukan analisis terhadap

kemampuan mereka masing-masing.

Kelima, dengan memanfaatkan internet guru dapat dengan mudah memberikan materi

tambahan terkait penjas, karena di internet siswa dapat mengakses situs-situs

pembelajaran dan mereka dapat menemukan banyak informasi terkait materi penjas yang

mungkin belum pernah dia terima dari guru mereka sebelumnya [4].

Banyak manfaat yang didapat jika guru penjas mau menggunakan TIK dalam

pembelajaran penjas. Namun pada kenyataannya masih banyak guru penjas yang belum

memanfaatkan TIK untuk pembelajaran. Hal ini dikarenakan kurangnya kompetensi guru

dalam memanfaatkan TIK dan kurangnya fasilitas TIK yang ada di sekolah. Padahal dari

hasil penelitian awal yang dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap

materi penjas yang melibatkan 200 siswa SMA dan SMK di Salatiga menunjukkan bahwa

hanya 40% siswa yang menjawab mudah, sedangkan sisanya 60% siswa mejawab ragu-

ragu dan sulit, karena tentu tiap siswa akan memiliki tingkat penguasaan materi yang

berbeda-beda. Sedangkan dari pengukuran tingkat penerimaan siswa terhadap

penggunaan TIK dalam pembelajaran 79% siswa menyatakan setuju dan sisanya 21%

siswa yang menjawab tidak setuju. Artinya bahwa banyak siswa yang menganggap bahwa

materi penjas itu cenderung sulit dipahami dan mereka setuju jika TIK diterapkan dalam

pembelajaran penjas.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas, dan karena belum ada

penelitian yang membahas tentang topik ini, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan TIK dalam proses

pembelajaran, khususnya pada pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan,

jika dilihat dari ketersediaan fasilitas TIK di sekolah, serta kemampuan siswa dan guru

dalam menggunakan TIK pada SMA dan SMK di Kota Salatiga.

9

2. Tinjauan Pustaka

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dien (2009), yang berjudul “Analisis

Pemanfaatan Fasilitas TIK menggunakan Pendekatan Capability Maturity Model pada

SMA/SMK di Kota Boyolali”. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui sejauh

mana tingkat pemanfaatan fasilitas TIK dalam dunia pendidikan di SMA/SMK

Kabupaten Boyolali. Model penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan

pendekatan survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan fasilitas TIK di

SMA/SMK pada Kabupaten Boyolali masih terbatas pada penggunaan fasilitas TIK di

dalam proses belajar mengajar dan belum mengarah kepada pemanfaatan fasilitas TIK

untuk manajamen sekolah [5]. Penelitian lainnya dilakukan oleh Ayuningtyas (2014),

yang berjudul “Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam

Mendukung Proses Belajar Mengajar SMP Negeri di Salatiga”. Tujuan dari penelitian

tersebut adalah untuk melihat penggunaan TIK yang diintegrasikan dalam pembelajaran

yang meliputi ketersediaan infrastruktur TIK, kemampuan guru dan siswa dalam

menggunakan TIK, kebijakan sekolah, serta pengintegrasian TIK dalam mata pelajaran.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei-observasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penggunaan TIK dalam proses pembelajaran masih terdapat

beberapa kendala, yaitu ketidaksiapan guru untuk mengintegrasikan TIK ke dalam mata

pelajaran, fasilitas sekolah belum mencukupi dan kebijakan sekolah dari segi pendanaan

yang masih terhambat peraturan pemerintah daerah [6].

Sama seperti kedua penelitian diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

sejauh mana pengintegrasian TIK dalam dunia pendidikan, tetapi jika kedua penelitian

diatas menekankan pada pengintegrasian TIK dalam dunia pendidikan secara umum,

sedangkan penelitian ini lebih ke analisis pengintegrasian TIK secara spesifik pada mata

pelajaran tertentu, khususnya mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan

pada SMA dan SMK di Kota Salatiga.

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and

Communication Technology (ICT) adalah teknologi analog atau digital yang

dimanfaatkan untuk menciptakan, menyimpan, serta menampilkan informasi [7]. Definisi

TIK lainnya adalah teknologi mencakup berbagai peralatan dan fungsi yang

memungkinkan kita untuk menerima informasi atau bertukar informasi serta

berkomunikasi. Contoh TIK antara lain adalah komputer, televisi, komputer portabel,

radio, tape, kamera digital, DVD, telepon seluler dan lain-lain [8].

10

Secara umum dapat disimpulkan bahwa TIK adalah seperangkat alat yang dapat

mempermudah segala pekerjaan kita, baik itu untuk mencari informasi, bertukar

informasi/data, sebagai sarana komunikasi, dan sebagai pemrosesan data, dengan adanya

TIK maka pekerjaan kita menjadi lebih efisien, mudah, dan cepat.

TIK dalam pendidikan erat kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan

nasional Indonesia. Paradigma yang mendasari integrasi TIK dalam pendidikan adalah: 1)

ICT as a Tools atau TIK sebagai alat-alat teknologi yang dapat dijadikan sebagai pelaku

dalam pendidikan; 2) ICT as a Content atau TIK sebagai bagian dari materi; 3) ICT as

program aplication atau TIK sebagai alat bantu untuk mengumpulkan, mengelola,

menyimpan, menyelidiki, membuktikan dan menyebarkan informasi penting secara

efektif dan efisien [9].

Dalam kaitannya dengan pengintegrasian TIK ke dalam pembelajaran,

UNESCO membaginya ke dalam 4 tahapan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 1. Model Tahapan Pembelajaran dengan TIK (UNESCO)

Berdasarkan gambar diatas, bahwa tahap pengintegrasian TIK dalam

pembelajaran ada 4 tahapan, yaitu emerging, applying, infusing, dan transforming.

Tahap pertama emerging yaitu becoming aware of ICT (menyadari TIK), pada tahap ini

lebih menekankan pada pengenalan dasar TIK. Guru dan siswa sedang berusaha untuk

memahami fungsi dan juga keguaan dari perangkat TIK.

Tahap kedua applying, yaitu learning how to use ICT (belajar bagaimana menggunakan

TIK), pada tahap ini guru dan siswa sudah mampu belajar tentang bagaimana cara

menggunakan TIK, sesuai kegunaannya dan fungsinya masing-masing.

11

Tahap ketiga infusing, yaitu understanding how and when to use (mengerti bagaimana

dan kapan harus menggunakan TIK), pada tahap ini guru dan siswa sudah dapat

memahami, bagaimana dan kapan dia harus menggunakan TIK sesuai dengan kebutuhan

dan tujuan yang hendak dicapai.

Tahap keempat transforming, yaitu specializing in the use ICT (menjadi ahli dalam

penggunaan TIK), pada tahap ini guru dan siswa sudah sangat mahir dalam menguasai

atau menggunakan TIK, siswa pada tahap ini mengarah ke bidang keahliaannya, untuk

menjadi seorang profesional [10].

TIK juga mencakup berbagai jenis media informasi dan komunikasi lainnya,

tidak hanya mengandung pengertian komputer dan internet saja. Pada dunia pendidikan

seharusnya saat siswa belajar tentang TIK (learning about ICT), siswa juga belajar

dengan menggunakan atau melalui TIK (learning with and or through ICT) dan guru

mengajar dengan menggunakan atau melalui TIK (teaching with and through ICT).

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif persentase.

Disebut metode kuantitatif deskriptif persentase karena data penelitian berupa angka-

angka dan di deskripsikan berbentuk persentase. Alasan peneliti menggunakan metode

kuantitatif deskriptif persentase karena metode ini membantu peneliti dalam mencari data

dan mendeskripsikan hasil penelitian. Untuk menentukan besarnya sampel didalam

penelitian ini menggunakan purposiv sampling. Teknik penelitian ini dipakai dengan

beberapa pertimbangan seperti kendala sumber daya, baik waktu, perizinan, dan fasilitas

yang dimiliki sekolah. Dalam penelitian ini menggunakan 4 sekolahan yang dijadikan

sampel, yaitu SMA Negeri 1 Salatiga, SMA Kristen Salatiga, SMK Negeri 3 Salatiga, dan

SMK Saraswati. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 200 siswa, 11 guru penjas,

serta 4 sarpras.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan teknik penyebaran

angket, wawancara dan juga observasi. Penyebaran angket diberikan kepada guru dan

juga siswa. Angket kepada guru digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan

TIK oleh guru dalam pembelajaran, dan kendala apa saja yang dihadapi dalam

pemanfaatan TIK. Sedangkan angket kepada siswa digunakan untuk mengetahui sejauh

mana pemanfaatan TIK oleh siswa, mengetahui tingkat penerimaan siswa dalam

pembelajaran penjas, dan mengetahui respon siswa dalam penggunaan TIK pada

pembelajaran penjas. Kemudian digunakan juga teknik wawancara kepada sarpras, untuk

12

mengetahui kelengkapan fasilitas TIK yang dimiliki oleh sekolah. Selain itu teknik

observasi juga dilakukan untuk melihat secara nyata kondisi keadaan fasilitas TIK yang

ada di sekolah, sehingga diperoleh data yang sesuai dengan kenyataan yang ada.

Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif persentase, yaitu

statistik yang digunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpul dengan cara

mendeskripsikan data tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum

[11]. Penyajian data yang dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif ini adalah

perhitungan persentase. Penelitian ini menggunakan bantuan software microsoft excel

dalam pengolahan datanya. Seperti dalam pembuatan diagram persentase. Analisis data

ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan status sekolah negeri atau swasta.

Grup A merupakan sekolah negeri, dan grup B merupakan sekolah swasta.

4. Hasil dan Pembahasan

Pada tabel dibawah ini merupakan daftar fasilitas TIK yang dimiliki oleh

sekolah yang diperoleh dari sarpras menggunakan teknik wawancara.

Tabel 2. Fasilitas Sekolah

No Fasilitas Grup A Grup B

1 2 1 2

1 Lab Komputer 4 unit 9 unit 2 unit 2 unit

2 Komputer 122 unit 210 unit 60 unit 80 unit

3 LCD / Projector 47 unit 36 unit 10 unit 8 unit

4 TV 1 unit 13 uit 7 unit 2 unit

5 Printer 12 unit 12 unit 10 unit 10 unit

6 Scanner 3 unit 2 unit 8 unit 4 unit

7 Kamera Digital 2 unit 16 unit 6 unit 4 unit

8 Tape Recorder 10 unit 4 unit 5 unit 4 unit

9 Jaringan Internet 20 mbps 10 mbps 10 Mbps 10 mbps

10 Jaringan Intranet Ada Ada Ada ada

11 Website Sekolah Ada Ada Ada Belum ada

12 Media e-learning Ada Ada Ada Belum ada

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat sejumlah fasilitas TIK yang dimiliki oleh

sekolah. Grup A memiliki fasilitas yang lebih lengkap dan memadai jika dibandingkan

dengan grup B. Pada kelompok grup A memiliki jumlah lab komputer lebih dari 4 unit,

dengan masing-masing lab terdapat 40 unit komputer, sedangkan rata-rata keseluruhan

komputer yang dimiliki oleh grup A adalah 166 unit dengan rata-rata jumlah siswa 1.296

orang. Sedangkan untuk grup B hanya memiliki masing-masing 2 lab komputer, dengan

masing-masing lab mempunyai 35 unit komputer, untuk jumlah komputer secara

13

keseluruhan grup B memiliki rata-rata 70 unit komputer dan rata-rata siswa sebanyak 905

siswa. Apabila dilihat perbandingan jumlah rasio penggunaan komputer secara

keseluruhan siswa maka dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Rasio perbandingan penggunaan komputer

Grup A Grup B

Jumlah Siswa 1296 905

Jumlah Komputer 166 70

Rasio Perbandingan 1 : 8 1 : 13

Berdasarkan perbandingan penggunaan komputer secara keseluruhan pada

gambar diatas, maka grup A lebih unggul jika dibandingkan dengan grup B, karena

semakin tinggi angka perbandingan maka semakin tidak efektif dalam penggunaan

komputer tersebut. Untuk kepemilikan LCD di masing-masing sekolah, grup A sudah

memiliki LCD yang memadai dengan jumlah rata-rata 42 unit dan LCD tersebut sudah

terpasang di setiap kelas, sehingga hal itu akan memudahkan dalam pengintegrasian TIK

ke seluruh mata pelajaran, karena guru dapat menampilkan materi berbasis TIK

menggunakan LCD. Sedangkan grup B hanya memiliki LCD dengan rata-rata 18 unit,

dan LCD tersebut tidak terpasang di setiap kelas, sehingga guru harus bergantian dalam

menggunakan LCD untuk pembelajaran, tentu hal ini menjadi tidak efektif guna

menunjang pengintegrasian TIK ke semua mata pelajaran.

Untuk ketersediaan jaringan internet dan jaringan intranet, grup A maupun grup

B sudah memilikinya semua. Kapasitas bandwidth jaringan internet rata-rata 10 mbps.

Semakin besar bandwidth, maka kecepatan akses internet akan semakin cepat pula,

sehingga dapat menunjang guru maupun siswa dalam kegiatan pembelajaran berbasis TIK

yang lebih sering menuntut penggunaan jaringan internet untuk mencari sumber ilmu

pengetahuan atau informasi penting lainnya. Namun tidak semua sekolah memberikan

akses internet di semua tempat di lingkup sekolah. Rata-rata mereka hanya menyediakan

akses internet di ruang guru, perpustakaan dan lab komputer, sedangkan di ruang kelas

tidak disediakan akses internet.

Untuk kepemilikan website sekolah dan media e-learning, rata-rata sudah

memiliki semua, meskipun ada satu sekolah yang belum memilikinya. Bagi sekolah yang

sudah memiliki media e-learning, maka dapat menunjang pembelajaran berbasis TIK,

yaitu guru dapat mengadakan pembelajaran dengan jarak jauh dengan memanfaatkan

14

berbagai media e-learning, misalnya contoh edmodo, schoology, moodle dan lain

sebagainya yang tentu lebih menyenangkan.

Maka berdasarkan tabel fasilitas diatas, dapat disimpulkan secara umum bahwa

fasilitas perangkat TIK yang dimiliki oleh grup A lebih memadai dari grup B, sehingga

pengintegrasian TIK di sekolah grup A seharusnya lebih mudah di terapkan pada seluruh

mata pelajaran, termasuk mata pelajaran penjas.

Analisis Penggunaan TIK dalam Mata Pelajaran Penjas

Berikut ini merupakan analisis data yang diperoleh seputar penggunaan TIK

dalam pembelajaran penjas oleh guru.

Gambar 2. Grafik tingkat penggunaan TIK oleh guru penjas

Berdasarkan gambar 2 diatas, bahwa guru penjas grup A sudah sering

menggunakan pembelajaran berbasis TIK walau hanya 33% saja, dan 50% hanya kadang-

kadang, serta sisanya belum pernah menggunakan perangkat TIK. Sedangkan untuk guru

penjas grup B sebesar 40% hanya kadang-kadang menggunakan perangkat TIK,

sedangkan sisanya belum pernah menggunakan. Intensitas penggunaan TIK oleh guru

penjas diatas, dikatakan sering apabila guru penjas dalam sebulan menggunakan minimal

3 kali, sedangkan dikatakan kadang-kadang jika guru penjas menggunakan perangkat TIK

dalam satu bulan minimal 1 kali. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa guru

penjas grup A sudah lebih baik dalam memanfaatkan TIK jika dibanding grup B, karena

fasilitas yang ada di sekolah grup A lebih memadai. Walaupun demikian masih minim

guru penjas pada grup A maupun grup B yang sering menggunakan perangkat TIK dalam

pembelajaran, sebagian dari mereka hanya menggunakan perangkat TIK seperti Tape

Recorder untuk memutar lagu saat senam, dan belum mengarah pada penggunaan TIK

dalam lingkup luas.

33%

50%

17%

0%

40%

60%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Sering Kadang Belum

Grup A

Grup B

15

Padahal apabila guru penjas bisa menerapkan pembelajaran berbasis TIK dengan

baik, maka siswa akan dengan mudah menangkap teori-teori penjas yang kadang hanya

disampaikan oleh guru secara cepat dan monoton, karena sebagian besar guru penjas

hanya mengedepankan praktik secara langsung dari pada memberikan teori dahulu,

padahal banyak siswa yang menganggap sebagian materi penjas itu sulit dipahami. Masih

minimnya guru penjas yang menggunakan TIK tersebut tak lepas dari beberapa faktor

antara lain adalah minimnya kompetensi TIK yang dimiliki oleh guru, kurangnya fasilitas

TIK yang dimiliki oleh sekolah, dan terbatasnya waktu mapel.

Gambar 3. Grafik faktor kesulitan guru menggunakan TIK

Berdasarkan data di atas, faktor kesulitan yang paling dominan dalam penerapan

TIK adalah terbatasnya waktu tatap muka yang hanya 2 x 45 menit seminggu. Padahal hal

tersebut bisa diatasi jika para guru penjas mau memanfaatkan TIK dan internet dalam

pembelajaran penjas, yaitu menggunakan media e-learning yang banyak beredar di

internet, karena dengan menggunakan e-learning guru tetap dapat memberikan materi

pelajaran dan dapat berkomunikasi dengan siswanya tanpa harus tatap muka secara

langsung, meskipun berada pada tempat yang jauh tanpa terbatas oleh ruang dan waktu.

Selain itu faktor kedua yang paling dominan adalah karena kurangnya ketrampilan TIK

yang dimiliki oleh guru. Dalam hal ini pihak sekolah seharusnya gencar mengadakan

pelatihan-pelatihan seputar penggunaan TIK untuk meningkatkan ketrampilan para guru.

Kemudian faktor terakhir adalah karena minimnya fasilitas TIK di sekolah, yang mana

faktor ini hanya terjadi pada sekolah grup B, karena sekolah grup A sudah memiliki

fasilitas TIK yang memadai.

33%

0%

83%

40%

20%

60%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

Kurang Menguasai TIK Fasilitas Sekolah Minim Terbatasnya Waktu Mapel

Grup A

Grup B

16

Faktor lain yang juga menghambat pengintegrasian TIK pada mata pelajaran

penjas adalah kepemilikan perangkat TIK pribadi dan ketrampilan TIK yang dimiliki oleh

guru. Secara tidak langsung guru juga harus memiliki perangkat TIK pribadi untuk

menunjang hal tersebut, karena jika guru tidak memiliki perangkat TIK pribadi maka

akan sulit untuk bisa menguasai ketrampilan TIK dan menerapkan pembelajaran berbasis

komputer. Untuk mengetahui tingkat kepemilikan perangkat TIK pribadi dan ketrampilan

menggunakan TIK oleh guru penjas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Grafik kepemilikan Perangkat TIK dan Ketrampilan Menggunakan

Berdasarkan gambar 4 di atas, dapat diketahui bahwa tingkat kepemilikan

perangkat TIK oleh guru penjas grup A sudah cukup tinggi, yaitu 75% yang sudah

memiliki perangkat TIK. Sedangkan untuk guru penjas grup B sebesar 60% yang sudah

memiliki perangkat TIK. Perangkat TIK pribadi yang dimaksud disini adalah laptop/PC,

jaringan internet, email, dan blog. Masih ada sebagian guru yang belum memiliki

perangkat TIK disebabkan karena sebagian guru belum merasa perlu untuk memilikinya

dan masih kurangnya pengetahuan tentang teknologi.

Untuk menunjang pengintegrasian TIK ke dalam mata pelajaran tentu

membutuhkan ketrampilan yang baik, dari gambar 4 tersebut juga dapat dilihat tingkat

ketrampilan TIK yang dimiliki oleh guru penjas. Grup A hanya 33% saja yang berada

pada level mahir, sedangkan sisanya paling banyak berada pada level sedang. Lalu untuk

guru penjas grup B ketrampilan TIK yang mereka miliki semuanya berada pada level

sedang, belum ada yang memiliki ketrampilan pada level mahir. Data pada gambar 4

tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat kepemilikan perangkat TIK pribadi oleh

guru penjas sudah cukup tinggi, namun tingkat ketrampilan TIK yang dimiliki oleh para

75.00%

25.00%33%

67%60%

40%

0%

100%

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

120.00%

Memiliki Tidak Mahir Sedang

Grup A Grup BKepemilikan perangkat TIK pribadi Ketrampilan komputer

17

guru penjas masih rendah, maka tentu hal ini menjadi penghambat dalam pengintegrasian

TIK. Guru yang memiliki perangkat TIK pribadi justru akan mudah dalam menguasai

TIK, karena guru bisa belajar secara mandiri sehingga guru tersebut akan dengan mudah

dalam menguasai ketrampilan TIK, selanjutnya dari situ guru akan dengan mudah dalam

mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran.

Ketrampilan TIK yang dimiliki oleh guru penjas ini mereka dapatkan dari

pelatihan sekolah, teman sejawat, maupun belajar mandiri. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. Cara memperoleh ketrampilan TIK

Berdasarkan gambar 5 di atas, dapat dilihat bahwa hanya sebagian kecil guru yang

mendapatkan pelatihan dari pihak sekolah, sedangkan paling banyak para guru

mendapatkan ketrampilan TIK dari teman sejawat, dan juga belajar mandiri secara

otodidak, sedangkan sisanya mendapatkan ketrampilan dari mengikuti seminar. Untuk

menunjang pengintegrasian TIK pada semua mata pelajaran seharusnya pihak sekolah

gencar mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap para guru untuk menguasai ketrampilan

TIK dengan baik.

33%

17%

50%

100%

0%

20%

0%

80%

60%

0%0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Pelatihan Sekolah Seminar Teman Sejawat Belajar Mandiri Kursus

Grup A

Grup B

18

Walaupun demikian sudah ada beberapa guru penjas yang sudah mulai

memanfaatkan TIK dalam mengajar, berikut ini merupakan tingkat pemakaian software

maupun hadware yang paling sering digunakan oleh guru penjas.

Gambar 6. Grafik hadware dan software yang sering digunakan

Dari gambar 6 diatas, dapat dilihat berbagai media hadware maupun software

yang sering digunakan oleh sebagian guru penjas dalam pembelajaran. Untuk hadware

yang paling sering digunakan oleh guru penjas grup A adalah menggunakan Laptop/PC

dan LCD, karena memang grup A memiliki fasilitas LCD yang sudah terpasang disetiap

kelas. Sedangkan guru penjas grup B juga sudah menggunakan laptop/PC dan LCD,

walaupun itensitasnya hanya kecil dan juga menggunakan tape recorder, selain itu juga

sudah menggunakan TV dan kamera untuk pembelajaran. Kemudian untuk penggunaan

software oleh guru penjas grup A maupun grup B keduanya banyak yang menggunakan

Ms. Power Point, karena mereka menganggap bahwa hanya software tersebut yang paling

mudah untuk dikuasai dan digunakan dalam pembelajaran.

Pentingnya Integrasi TIK pada Mata Pelajaran Penjas

Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, bahwa banyak diantara mereka

kesulitan dalam memahami materi penjas tentang gerakan maupun teknik yang benar

seperti renang, senam, silat, basket, voly, atletik, dan seputar narkotika. Hal ini tidak

terlepas dari cara guru menyampaikan materi pelajaran. Banyak guru penjas yang

menekankan pada praktik secara langsung tanpa menjelaskan teorinya secara jelas

dahulu. Kalaupun guru menjelaskan teori terlebih dalu, hanya dengan metode

konvensional dan monoton yang tentu sulit untuk dipahami siswa, terlebih jika guru

menjelaskan materi yang membutuhkan pemahaman mendalam tentu siswa akan

kesulitan jika tidak disertai dengan gambar-gambar atau video tutorial yang mendukung.

100%

0%

100%

50%

17% 17%

100%

0%

33%

67%80%

20%

60% 60%

40%20%

100%

0% 0%

40%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Grup A

Grup B

hadware yang digunakan software yang digunakan

19

Jika penyampaian materi penjas yang selama ini cenderung konvensional di

integrasikan dengan penggunaan TIK tentu akan membuat pembelajaran menjadi menarik

dan siswa dapat menerima semua materi penjas dengan baik, sehingga saat praktik

mereka bisa paham betul bagaimana gerakan-gerakannya yang benar.

Agar pengintegrasian TIK pada semua mata pelajaran dapat berjalan dengan baik,

maka siswa juga seharusnya memiliki perangkat TIK pribadi dan mampu menguasai TIK

dengan baik, karena tentu guru dapat dengan mudah jika memberikan tugas-tugas yang

berbasis TIK atau misalnya guru mengadakan kuis atau pembelajaran menggunakan

media e-larning. Kepemilikan perangkat dan ketrampilan TIK yang dimiliki oleh siswa

dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 7. Kepemilikan Perangkat dan ketrampilan TIK oleh siswa

Berdasarkan gambar 7 di atas, dapat dilihat bahwa kepemilikan perangkat TIK

oleh siswa grup A maupun siswa grup B sudah cukup tinggi. Sedangkan untuk

ketrampilan TIK yang mereka miliki sebagian besar masih berada pada level sedang.

Semakin banyak siswa yang memiliki perangkat TIK yang ditunjang dengan

ketrampilan TIK yang baik pula, maka akan mempermudah proses pengintegrasian

TIK pada semua mata pelajaran, karena guru bisa mendesain pembelajaran berbasis

TIK yang aktraktif dan menyenangkan sehingga mudah diterima oleh siswa.

Untuk menunjang pengintegrasian TIK ini, siswa juga harus diarahkan agar

dapat menggunakan TIK ataupun internet secara bijak dalam pembelajaran. Untuk

mengetahui tingkat penggunaan TIK oleh siswa dapat dilihat pada gambar di bawah.

93%

7%

45%55%

73%

27%37%

63%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Memiliki Tidak Mahir Sedang

Grup A Grup BKepemilikan perangkat TIK pribadi Ketrampilan TIK

20

Gambar 8. Tabel Penggunaan TIK oleh Siswa

Pada gambar 8, diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa sudah

memanfaatkan TIK untuk mengerjakan tugas dan juga mencari informasi-informasi

penting di internet. Siswa dalam mengerjakan tugas bisa mencari di internet ataupun

membuat sendiri menggunakan media pembelajaran. Sebagian besar siswa

menggunakan software pembelajaran seperti Ms. Power Point, Ms.Word, dan Adobe

Flash dalam mengerjakan tugas, dengan demikian diharapkan siswa dan guru dapat

bersinergi untuk mewujudkan pengintegrasian TIK khususnya pada pelajaran penjas.

Jika mengacu pada 4 tahapan integrasi TIK dalam pembelajaran yang

dikemukakan oleh UNESCO seperti pada gambar 1, maka grup A sudah berada pada

level infusing, karena jika dilihat dari segi fasilitas TIK yang dimiliki, sekolah pada

grup A sudah memiliki perangkat TIK yang memadai, dan ketrampilan TIK yang

dimiliki oleh para guru penjas juga sudah baik, mereka dapat memanfaatkan TIK

sesuai kebutuhan. Serta para siswa grup A juga sudah dapat memanfaatkan perangkat

TIK dengan baik untuk mendukung pembelajaran, sehingga tingkat penggunaan TIK

dalam pembelajaran penjas grup A sudah lebih baik.

Sedangkan sekolah grup B masih berada pada tahap applying, karena grup B

memiliki perangkat TIK yang belum memadai dan masih minimnya ketrampilan TIK

yang dimiliki oleh guru penjas, mereka hanya menggunakan TIK seperti tape untuk

memutar lagu saat senam, serta pemanfaatan TIK dalam pembelajaran oleh para siswa

masih minim, sehingga menghambat pengintegrasian TIK dalam pembelajaran penjas.

71% 71%

52%

65%

53%

69%

44%

22%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

Mengerjakan Tugas Mencari Informasi komunikasi Hiburan

Grup A

Grup B

21

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapatkan menunjukan bahwa pengintegrasian TIK

dalam mata pelajaran penjas pada sekolah grup A sudah lebih baik dibandingkan dengan

sekolah grup B. Namun jika dilihat secara keseluruhan tingkat pengintegrasian TIK dalam

mata pelajaran penjas pada SMA dan SMK di Kota Salatiga tergolong masih minim. Hal

ini dapat dilihat dari tingkat persentase penggunaan TIK pada pelajaran penjas yang

berada pada level “sering” dengan itensitas pemakaian minimal 3 kali dalam sebulan,

pada grup A baru sebesar 33%, sedangkan grup B 0%. Lalu yang berada pada level

“kadang-kadang” dengan itensitas pemakaian TIK minimal 1 kali dalam sebulan, grup A

sebesar 50%, sedangkan grup B sebesar 40%. Kemudian sisanya berada pada level

“belum pernah”, yaitu grup A sebesar 17% dan grup B sebesar 60%. Hal ini terjadi

karena masih kurangnya fasilitas TIK yang dimiliki oleh beberapa sekolah, kurangnya

ketrampilan TIK yang dimiliki oleh guru penjas, dan karena gaya mengajar yang sering

kali hanya menekankan pada praktek langsung, tanpa memberikan teori terlebih dahulu.

Padahal dari data yang didapat banyak siswa yang menganggap bahwa sebagian materi

penjas itu sulit dan membutuhkan pemahaman mendalam, dan dari penelitian awal yang

melibatkan 200 siswa, sebanyak 79% siswa menginginkan agar TIK bisa diintegrasikan

dalam pembelajaran penjas. Jika dilihat berdasarkan 4 tahapan integrasi TIK dalam

pembelajaran yang dikemukanan oleh UNESCO, maka sekolah grup A sudah berada pada

tahap infusing, sedangkan sekolah grup B baru berada pada tahap applying.

Berdasarkan kesimpulan yang didapat, saran penelitian selanjutnya adalah untuk

bisa melakukan penelitian dengan menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada pelajaran

penjas, sehingga nanti dapat dilihat seberapa besar efektifitas penerapan TIK ini terhadap

tingkat pemahaman siswa terhadap materi penjas.

22

Daftar Pustaka

[1] Soedijarto. 2000. Pendidikan Nasional sebagai Wahana Mencerdaskan kehidupan

bangsa dan membangun Peradaban Negara dan bangsa. Jakarta: Cinaps.

[2] Rusi, Restiyanti dkk. 2014. Profil Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan

Komunikasi (TIK) Sebagai Media Dan Sumber Pembelajaran Oleh Guru Biologi.

[3] Kemendiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Jakarta : Kemendiknas.

[4] Ayu, Nabillah, dkk. 2015. Peranan TIK dalam Pembelajaran Penjas di Sekolah.

Program Studi (S2) Pendidikan Olahraga Program Pascasarjana Universitas Negeri

Jakarta.

[5] Dien, Marion Erwin. 2012. Analisis Pemanfaatan Fasilitas TIK menggunakan

Pendekatan Capability Maturity Model (Studi Kasus : SMA/SMK di Kabupaten

Boyolali). Program Studi Magister Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

[6] Ayuningtyas, Aih Ervanti. 2014. Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan

Komunikasi (TIK) dalam Mendukung Proses Belajar Mengajar SMP Negeri di

Salatiga. Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas

Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

[7] DBE 2 USAID. (2008). Pengembangan Pembelajaran Aktif dengan TIK. Pedoman

Fasilitator. Jakarta: DBE 2 USAID/Education Development Center.

[8] UNESCO. 2010. ICT Transforming Education: Regional Guide. Bangkok : UNESCO

[9] Munir. 2009. Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan

Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

[10] UNESCO. 2004. Schoolnettoolkit. Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional

Bureau for Education.

[11] Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.