ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO PADA …etheses.iainponorogo.ac.id/8832/1/EVAKZ.pdf · Segala...
Transcript of ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO PADA …etheses.iainponorogo.ac.id/8832/1/EVAKZ.pdf · Segala...
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO PADA
PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT. BPRS UMMU BANGIL
PASURUAN
SKRIPSI
Oleh:
EVA KURNIA ZAKIA
NIM: 210816069
Dosen Pembimbing:
Dwi Setya Nugrahini, M.Pd
NIP. DTNP010
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2020
vi
Abstrak
Zakia, Eva Kurnia. 2020. “Analisis Penerapan Manajemen Resiko Pada
Pembiayaan Murabahah di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan.” Skripsi.
Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Dwi Setya Nugrahini,
M.Pd.
Kata Kunci: Return, Repayment, Risk bearing ability
Sebagai lembaga keuangan syariah, kegiatan usaha PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan adalah menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkan kembali dalam bentuk pinjaman. Dalam menyalurkan
pembiayaan, pembiayaan yang memiliki porsi terbanyak di PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan yaitu pembiayaan murabahah. Namun dalam memberikan
pembiayaan kepada nasabah tidak terlepas dari berbagai risiko salah satunya
adalah pembiayaan bermasalah, karena dapat mengakibatkan menurunnya tingkat
kesehatan likuiditas bank dan tingat kepercayaan para debitur kepada bank.
Sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengkaji strategi manajemen risiko pada
pembiayaan murabahah.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana penerapan
manajemen resiko pada pembiyaan murabahah di PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan? Bagaimana upaya penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan?. Penelitian ini menggunakan penelitian
kualitatif dan jenis penelitian (field research), teknik pengumpulan data dengan
cara wawancara dan observasi. Selanjutnya analisis data menggunakan metode
deduktif yang menekankan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan
berdasarkan pengamatan tersebut. Data yang menjadi sumber data adalah PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan.
Hasil dari penelitian ini adalah penerapan manajemen risiko Pembiayaan
murabahah di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan, dengan identifikasi risiko yaitu
menganalisis kelayakan calon nasabah menggunakan konsep 5C, pengukuran
risiko, pemantauan dan pengendalian risiko. Penilaian karakter nasabah yaitu
dengan wawancara, yang dilakukan ketika survey, melakukan BI checking, dan
dengan cara melakukan pengamatan sekilas. Sedangkan analisa nasabah PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan yang diutamakan hanya 2C yaitu character dan
capacity, Upaya penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan dengan cara: 1) Melakukan pendekatan kepada nasabah
pembiayaan, 2) Penagihan secara intensif, 3) Eksekusi jaminan, 4) Mediasi
pengadilan, 5) Rescheduling, reconditioning, dan restructuring.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Munculnya lembaga keuangan syariah memberikan angin segar bagi
umat Islam, khususnya di Indonesia. Tujuan utama dari pendirian lembaga
keuangan syariah ini tidak lain yaitu untuk melakukan kegiatan ekonomi yang
berprinsip syariah serta berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah.1
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu lembaga
keuangan syariah, yang kegiatan operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip
syariah. Pendirian BPRS mengacu pada UU No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, dalam UU No. 21 tahun 2008 dijelaskan BPRS adalah
bank yang dalam kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang di
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.2
Perbankan syariah menjadi unggul dengan beragam produknya yang
sangat bervariasi. Salah satu keunggulan perbankan syariah terletak pada
sistem bagi hasilnya, sehingga tidak salah jika masyarakat yang sudah
mengenal bank syariah menyebut bank syariah dengan bank bagi hasil.
Dari jenis pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah, pembiayaan
murabahah merupakan pembiayaan dengan porsi besar. Pembiayaan
murabahah merupakan produk yang mirip dengan kredit konvensional pada
bank umum, sehingga banyak masyarakat yang berminat dengan akad
1 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2001), 81. 2 M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: Pustaka Setia, 2017), 198.
2
murabahah. Piutang murabahah dibayar setiap bulan melalui cicilan. Dalam
akad murabahah bank sebagai penyedia pembiayaan dengan membeli barang
yang dibutuhkan nasabah, dengan kesepakatan keuntungan, dengan kata lain
penjualan kepada nasabah dilakukan atas dasar cost plus profit.3
Segala sesuatu baik dalam dunia perbankan maupun lainnya tidak
terlepas dari yang namanya resiko. Resiko pada dunia perbankan di Indonesia
saat ini kurang mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini terjadi karena
kurangnya perhatian bank untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen
resiko sebagai bagian dari manajemen perbankan. Adapula pandangan yang
keliru bahwa resiko itu harus dihindari, padahal resiko itu selalu ada disetiap
dunia bisnis.4
Semakin banyaknya pembiayaan yang dikeluarkan semakin besar pula
risiko yang akan terjadi. Oleh karena itu, perbankan syariah wajib
menerapkan manajemen risiko. Manajeman risiko adalah serangkaian
prosedur yang digunakan untuk mengindentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang akan timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.
Seiring dengan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia yang semakin
pesat, maka manajemen risiko menjadi suatu hal yang paling penting untuk
dikelola dengan baik. Risiko dan bank merupakan dua hubungan sejoli yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika risiko pada bank tidak dapat
3 Riris Wandayanik, “Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah di Bank BNI
Syariah Kantor Cabang Pembantu Mojokerto,” El-Qist, 1 (April 2015), 37. 4 Taswan, Manajemen Perbankan (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006), 295.
3
dikelola dengan baik maka bank akan mengalami kegagalan bahkan bisa juga
mengalami kebangkrutan.5
Secara umum perbankan akan mengalami beberapa risiko yaitu risiko
kredit, likuiditas, pasar, dan operasional. Risiko pembiayaan yang dihadapi
oleh perbankan syariah merupakan sebagai salah satu tugas bank untuk
mengelolanya dengan tepat, karena kesalahan dalam pengelolaan risiko
pembiayaan dapat berakibat fatal pada peningkatan NPF (Non Performance
Financing).6 Untuk mengurangi risiko, maka usaha yang dilakukan adalah
penerapan manajemen risiko yang proaktif sehingga lembaga keuangan dapat
memiliki keberlangsungan usaha jangka panjang.7
Sebelum memberikan keputusan pembiayaan bank perlu meganalisa
calon nasabah dengan menggunakan analisa 5C (character, capacity, capital,
codition of economy, capital).8 Prinsip lain yang perlu mendapat perhatian
dalam pengambilan keputusan penilaian pembiayaan adalah dengan
menggunakan prinsip 3R (Return, Repayment dan Risk bearing ability).9
Dalam pemberian pembiayaan terdapat unsur resiko yaitu adanya
ketidakpastian yang dapat menghambat kelancaran pengembalian
pembiayaan. Oleh karena itu tugas BPRS tidak hanya berhenti pada
pemberian pembiayaan saja tetapi BPRS masih harus melakukan pengawasan
5 Tariqullah Khan Ahmed Habib, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), 194-199. 6 Irham Fahmi, Manajemen Resiko (Bandung: Alfabeta, 2018), 104-105. 7 Syathir Sofyan, “Analisis Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Pada Lembaga
Pembiayaan Syariah,“ Bilancia, 2 (Desember 2017), 370. 8 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003), 118. 9 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010), 116.
4
mulai dari pembiayaan itu diberikan sampai dengan pembiayaan dibayar
lunas oleh nasabah. Apabila dalam pemberian pembiayaan itu BPRS kurang
memperhatikan aspek pengawasan, maka segala permasalahan yang timbul
baru akan diketahui setelah masalah tersebut menjadi besar dan sulit untuk
diatasi.
Pengawasan pembiayaan diperlukan dalam pembiayaan, karena
kegiatan pengawasan merupakan penjagaan dan pengamanan terhadap
kelayakan yang akan disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Pengawasan
pembiayaan mempunyai hubungan yang sangat erat dalam perencanaan,
karena dapat dikatakan bahwa rencana itulah sebagai standar alat pengawasan
bagi perkerjaan yang dikerjakan. Oleh karena itu bank harus menerapkan 2
teknik pengawasan pembiayaan, yaitu: pengawasan langsung dan
pengawasan adminitratif.10
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan adalah lembaga keuangan yang
bergerak di bidang keuangan, yang beralamatkan di Jalan Mangga, No. 857,
Sidodadi, Pogar, Kecamatan Bangil, Pasuruan. PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan letaknya berada di salah satu pusat keramaian di Kecamatan Bangil,
yaitu bersebelahan dengan Pasar Rakyat Bangil, pasar ini beroperasi setiap
hari tanpa sepi pengunjung. Hal ini berhasil menarik minat masyarakat untuk
saling bekerja sama dalam melakasanakan kegiatan dalam sektor keuangan.
Jadi tidak heran jika nasabah terbesar di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
adalah para pedagang di pasar. Banyaknya perbankan syariah di Indonesia,
10 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi (Jakarta: Pustaka
Alvabeta, 2006), 217.
5
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan tetap berani bersaing ketat dengan bank
syariah lainnya. Sehingga PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan menjadi pilihan
masyarakat dalam melakukan simpan pinjam.
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan menawarkan berbagai produk
penghimpunan dana dan penyaluran dana. Dalam penghimpunan dana, PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan menawarkan produk dalam bentuk tabungan
dan deposito. Sedangkan dalam penyaluran dana menawarkan produk
pembiayaan konsumtif dan pembiayaan produktif serta modal kerja dengan
prinsip akad murabahah, musyarakah dan mudhârabah. Yang mana porsi
pembiayaan terbesar terletak pada pembiayaan murabahah, hal ini
berdasarkan data yang diperoleh dari Pak Badrus selaku bagian legal atau
admin pembiayaan:
Tabel 1.1 : Jumlah Pembiayaan Aktif s/d 2019
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
Keterangan Jumlah Nasabah
Murabahah 475
Musyarakah 3
Mudharabah 0
Sumber: PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
Berdasarkan wawancara dengan Pak Dayat, dari produk-produk PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan yang ada, 95% pembiayaan yang digunakan
adalah pembiayaan murabahah. Hal ini dikarenakan pembiayaan murabahah
persyaratannya mudah dan tidak ribet.11 Murabahah bagi bank syariah, yaitu
sesuai dengan sifat bisnis. Sistem pembiayaan murabahah juga terbilang
11 Dayat, Wawancara, 4 November 2019.
6
cukup sederhana. Hal itu memudahkan bank syariah dalam penaganan
administrasinya.12
Berdasarkan praktik di lapangan, yang dilakukan pada bulan
November 2019. Penulis menemukan hal yang unik dalam penerapan
pembiayaan murabahah, dimana pembiayaan murabahah yang diberikan oleh
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan tidak memberlakukan adanya jaminan.13
Sebagian pinjaman yang diberikan PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan selain
digunakan nasabah untuk penambahan modal usahanya juga digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari,14 bahkan ada juga yang digunakan untuk menutupi
hutang atau tagihan di bank atau pihak lain.15
Menurut Pak Rohim selaku marketing di PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan, yang membedakan PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan, dengan
bank syariah lainnya yaitu, pinjaman tanpa jaminan.16 Alasan
diberlakukannya pinjaman tanpa jaminan ini karena, persaingan yang ketat
dengan pemberi pinjaman lain atau yang biasa disebut dengan bank plecit
atau titil, yang memberikan pinjaman tanpa jaminan, bahkan dapat cair di
tempat. Namun untuk pemberlakuan pencairan pinjaman di tempat pihak PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan belum bisa sepenuhnya memeberikan kepada
nasabah, hanya beberapa nasabah saja yang dapat cair di tempat, karena PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan masih terikat dengan aturan bank. Hal ini
12 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), 107. 13 Rohim, Wawancara, 15 November 2019. 14 Yanti Usmaningati, Wawancara, 17 November 2019. 15 Nani, Wawancara, 17 November 2019. 16 Rohim, Wawancara, 15 November 2019.
7
membuat PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan belajar dari pesaing seperti bank
titil atau plecit untuk tetap mempertahankan dan mencari nasabah. Karena
nasabah Pasar dan warga sekitar Pasar lebih memilih bank yang dalam
pencairan dana tidak menyulitkan nasbah.17
Menurut Pak Dayat, pihak PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
menyadari jika pemberian pinjaman dengan tanpa jaminan memiliki resiko
yang sangat tinggi. Namun karena PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam
kegiatan operasionalnya bertujuan mendapatkan keuntungan, maka sebagai
pihak bank juga harus dapat membaca persaingan yang ada. Untuk resiko
memang tinggi, namun bagaimana dari pihak PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan mengawal nasabah agar dalam angsuran tetap berjalan dengan
lancar, namun pengawalan yang dilakukan oleh PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan belum sepenuhnya dapat mengatasi pembiayaan macet, dalam
pengawasan ini, PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan melakukan pengawasan
dengan langsung terjun ke tempat nasabah.18
Berdasarkan wawancara dengan Pak Agus, yang mengatakan bahwa
pembiayaan yang paling banyak jumlah nasabahnya adalah murabahah,
dengan banyaknya nasabah potensi pembiayaan bermasalah juga tinggi
apalagi pembiayaan dengan tanpa jaminan, sedangkan pembiayaan dengan
jaminanpun masih banyak yang macet.19 Hal ini diperkuat dengan data NPF
triwulan selama tahun 2019 di PT.BPRS Ummu Bangil Pasuruan:
17 Ibid., 18 Dayat, Wawancara, 18 November 2019. 19 Agus, Wawancara, 14 November 2019.
8
Tabel 1.2: NPF Triwulan 2019
PT. BPRS Ummu Bangil
No. Bulan Pembiayaan Murabahah NPF (%)
1. Maret 4. 357.427.000 16,63
2. Juni 4. 972.775.000 20 08
3. September 5.609.992.000 20,76
Sumber:Laporan Publikasi Triwulan PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan
Dalam ketentuan Bank Indonesia tingkat NPF tidak boleh melebihi
angka 5%. Namun pada laporan Triwulan PT. BPRS Ummu bangil Pasuruan
melebihi angka yang sudah ditentukan oleh Bank Indonesia. Hal ini
merupakan ancaman bagi PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan karena dapat
mengurangi modal bank sehingga dapat menimbulkan kerugian yang besar.
Jika terus dibiarkan akan mengakibatkan pendapatan di PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan berkurang. Maka dibutuhkan manajemen risiko yang baik
untuk risiko-risiko yang akan terjadi ataupun terjadinya pembiayaan
bermasalah. Pada tahapan ini manajemen risiko yang sudah dilakukan di PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan yaitu dengan identifikasi risiko, pengukuran
risiko, pemantauan dan pengendalian risiko.
Menurut Pak Rohim pembiayaan bermasalah ini juga harus ditangani
dengan baik agar bank tidak mengalami kerugian. Penanganan yang
dilakukan PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan ini dengan melakukan beberapa
upaya seperti memperhatikan prinsip-prinsip pemberian pembiayaan,
melakukan pengawasan langsung serta pengecekan di BI checking,
pemberlakuakuan reconditioning, rescheduling dan restructuring. Namun,
upaya yang dilakukan PT. BPRS Ummu Bangil dalam menangani
9
pembiayaan bermasalah belum terealisasi dengan baik. Meskipun karyawan
telah memberikan surat peringatan dan teguran secara langsung, mencari
jalan terbaik dengan tetap mengedepankan asas kekeluargaan, masih saja ada
beberapa nasabah yang sulit untuk memenuhi kewajibannya membayar
angsuran.20
Dengan jumlah pembiayaan murabahah yang semakin meningkat PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan harus siap dalam menghadapi risiko-risiko
akibat pembiayaan murabahah, sehingga perlu diterapkannya manajemen
yang baik, yang dapat meminimalisir risiko yang timbul dari pembiayaan
murabahah serta lebih memahami metode dalam penanganan pembiayaan
bermasalah. Dari gambaran di atas, ditemukan fenemona yang menarik untuk
dianalisis lebih lanjut oleh peneliti. Maka peneliti mengambil judul penelitian
“Analisis Penerapan Manajemen Resiko Pada Pembiayaan Murabahah di PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan manajemen resiko pada pembiayaan murabahah di
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan?
2. Bagaimana upaya penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan?
20 Rohim, Wawancara, 15 November 2019.
10
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penerapan manajemen resiko pembiyaan murabahah di
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan.
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya penanganan pembiayaan murabahah
bermasalah di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbang asih dan wawasan terutama bagi IAIN Ponorogo
sebagai masukan untuk pengembangan ilmu perbankan syariah khususnya
tentang ilmu manajemen risiko pada pembiayaan murabahah.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil dari penelitian ini sangat bermanfaat bagi PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan untuk sarana diagnosis dalam mencari sebab masalah
atau kegagalan yang terjadi dalam manajemen risiko pada pembiayaan
murabahah.
b. Pelaksanaan penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan bagi
lembaga keuangan syariah khususnya para praktisi-praktisi perbankan
untuk meningkatkan kualitas profesionalnya.
11
E. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran dan informasi yang jelas mengenai
penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka penelitian ini disusun
berdasarkan sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berfungsi sebagai gambaran umum untuk memberi pola
pemikiran bagi keseluruhan proposal, yang meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika
pembahasan.
BAB II : KAJIAN TEORI
Bab ini berfungsi untuk menjelaskan teori yang mana akan dijadikan
acuan dalam analisis data dan sesuai dengan rumusan masalah serta data yang
akan di kaji, yaitu mengenai manajemen resiko yang memuat tahapan-
tahapan, serta analisa karakter dan prinsip pemberian pembiayaan. Pada bab
ini juga mengkaji teori terkait penangan pembiayaan bermasalah yan memuat
teori upaya penyelamatan dan pengawasan.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan
peneliti, jenis dan pendekatan penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber
data yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian, teknik pengolahan
yang digunakan untuk mengolah data yang diperoleh dilapangan, serta
analisis dan pengecekan keabsahan data.
12
BAB IV : DATA DAN ANALISA DATA
Bab ini berfungsi memaparkan dan menjelaskan data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian sesuai rumusan masalah, yaitu data terkait
penerapan manajemen resiko pada pembiayaan murabahah di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan serta upaya penanganan pembiayaan murabahah
bermasalah di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan.
Untuk analisa data pada bab ini sebagai penjelas tentang analisis data-
data penerapan manajemen resiko yang memuat analisa karakter dan prinsip
pemberian pembiayaan serta analisis upaya penanganan pembiayaan
murabahah bermasalah pada pembiayaan murabahah di PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berfungsi untuk mempermudah para pembaca dalam
mengambil inti dari skripsi ini, dan berisi kesimpulan dan saran.
13
BAB II
MANAJEMEN RISIKO PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH
A. Deskripsi Teori
1. Manajemen Resiko
a. Resiko
1) Pengertian Resiko
Risiko adalah suatu pontensi kejadian yang dapat
merugikan yang disebabkan karena adanya ketidakpastian atas
terjadinya suatu peristiwa, dimana ketidakpastian itu merupakan
kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko yang bersumber dari
berbagai aktivitas.1
Risiko pada umumnya dipandang sebagai sesuatu yang
negatif, seperti kehilangan, bahaya, dan konsekuensi lainnya.
Kerugian tersebut merupakan bentuk ketidakpastian yang
seharusnya dipahami dan dikelolah secara efektif oleh organisasi
sebagai bagian dari strategi sehingga dapat menjadi nilai tambah
dan mendukung pencapaian tujuan organisasi.
2) Sumber-sumber Penyebab Risiko
Menurut Arif Lokobal pada penelitiannya, sumber-sumber
penyebabnya risiko dapat dibedakan sebagai berikut:2
1 W. Wedana Yasa1, “Manajemen Risiko Operasional dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Regional Bangli di Kabupaten Bangli,” Jurnal Spektran, 2 (2013), 32. 2 Arif Lokobal, “Manajemen Risiko Pada Perusahaan Jasa Pelaksana Konstruksi di Propinsi
Papua (Study Kasus di Kabupaten Sarmi),” Jurnal Ilmiah Media Engineering, 2 (2014), 76.
14
a) Risiko internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam
perusahaan itu sendiri.
b) Risiko eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan
atau lingkungan luar perusahaan.
c) Risiko keuangan, adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-
faktor ekonomi dan keuangan, seperti perubahan harga, tingkat
bunga, dan mata uang.
d) Risiko operasional, adalah semua risiko yang tidak termasuk
risiko keuangan. Risiko operasional disebabkan oleh faktor-
faktor manusia, alam, dan teknologi.
b. Manajemen Resiko
Manajemen adalah suatu proses pengaturan dan pemanfaatan
sumber daya yang dimiliki organisasi melalui kerjasam apara anggota
untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.3 Menurut
Bank Indonesia, resiko adalah potensi kerugaian akibat terjadinya
suatu peristiwa tertentu. Risiko dalam konteks perbankan merupakan
suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan maupun yang
tidak dapat diperkirakan yang dapat berdampak negatif terhadap
pendapatan dan permodalan bank.4 Manajemen risiko merupakan
upaya penting yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan termasuk
3 Husaini dan Happy Fitria, “Manajemen Kepemimpinan,” JMKSP, Vol. 4, No. 1 (2019), 46. 4 Ikatan Bankir Indonesia, Manajemen Risiko 1 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2015), 6.
15
perbankan Islam, sebagai upaya meminimalisir kerugian akibat risiko
yang terjadi.5
Manajemen risiko merupakan proses pengukuran atau
penilaian risiko serta pengembangan strategi pengelolaannya.
Manajemen risiko terbagi menjadi dua yakni manajemen risiko
tradisional dan manajemen risiko keuangan. Manajemen risiko
tradisional ialah manajemen risiko yang berfokus pada risiko-risiko
yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau
kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum). Sedangkan manajemen
risiko keuangan berfokus pada risikorisiko yang dapat dikelola
dengan menggunakan instrument-instrumen keuangan.6
Jadi Manajemen risiko adalah serangkaian prosedur yang
digunakan untuk mengindentifikasi, mengukur, memantau dan
megendalikan resiko yang akan timbul dari seluruh kegiatan usaha
bank. Dalam pasal 2 PBI tersebut ditegaskan bahwa bank wajib
menerapkan manajemen risiko secara efektif, baik untuk bank secara
individual maupun untuk bank secara konsolidasi dengan perusahaan
anak.7
5 Ahmad Mukhlishin dan Aan Suhendri, “Analisis Manajemen Risiko (Kajian Kritis Terhadap
Perbankan Syariah di Era Kontemporer),” An- Nisbah, Vol. 05, No. 01 (Oktober 2018), 177. 6 Amir Machmud H Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia
(Jakarta: Erlangga, 2010), 135. 7 Tariqullah Khan Ahmed Habib, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), 194-199.
16
Proses manajemen risiko merupakan tindakan dari keseluruhan
entitas yang terkait di dalam suatu organisasi, adapun tindakan
berhubungan yang dimaksud meliputi:8
1) Identifikasi Risiko
Yang harus dilakukan oleh pihak bank dalam mengidentifikasi
resiko, sebagai berikut:
a) Bank harus mengidentifikasi risiko pembiayaan yang melekat
pada seluruh produk dan aktivitasnya. Identifikasi risiko
pembiayaan tersebut merupakan hasil kajian terhadap
karakteristik risiko pembiayaan yang melekat pada aktivitas
fungsional tertentu, seperti pembiayaan (penyediaan dana),
tresuri dan investasi, dan pembiayaan perdagangan.
b) Untuk kegiatan pembiayaan dan jasa pembiayaan
perdagangan, penilaian risiko pembiayaan harus
memperhatikan kondisi keuangan debitur, dan khususnya
kemampuan membayar secara tepat waktu, serta jaminan atau
agunan yang diberikan. Untuk risiko debitur, penilaian harus
mencangkup analisis terhadap terhadap lingkungan debitur,
karakteristik mitra usaha, kualitas pemegang saham dan
manajer, kondisi laporan keuangan terahir, hasil proyeksi arus
kas, kualitas rencana bisnis, dan dokumen lainnya yang dapat
8 Vaithzal Rivai dan Ariviyan Arifin, Islamic Banking (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 954.
17
digunakan untuk mendukung analisis yang menyeluruh
terhadap kondisi dan kredibilitas debitur.
c) Untuk kegiatan tresuri dan investasi, penilaian risiko
pembiayaan harus memperhatikan kondisi keuangan
counterparty, rating, karakteristik instrumen, jenis transaksi
yang dilakukan dan likuiditas pasar serta faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi risiko pembiayaan
2) Pengukuran Risiko terdiri dari:
a) Pendekatan pengukuran risiko digunakan untuk mengukur
profil risiko bank guna memperoleh gambaran efektivitas
penerapan manajemen risiko. Pendekatan tersebut harus dapat
mengukur:
(1) Sensitivitas produk/ aktivtas terhadap perubahan faktor-
faktor yang memengaruhinya, baik dalam kondisi normal
maupun tidak normal.
(2) Kecenderungan perubahan faktor-faktor dimaksud
berdasarkan fluktuasi perubahan yang terjadi di masa lalu
dan korelasinya.
(3) Faktor risiko (risk factor) secara individual.
(4) Eksposur risiko secara keseluruhan (aggregate), dengan
mempertimbangkan risk correlation.
18
(5) Seluruh risiko yang melekat pada seluruh transaksi serta
produk perbankan dan dapat diintegrasikan dalam system
informasi manajemen bank
b) Metode pengukuran resiko dapat dilakukan secara kuantitatif
maupun kualitatif secara umum pendekatan yang paling
sedrehana dalam pengukuran resiko adalah yang
direkomendasikan oleh bank for intenational settlements atau
pendekatan metode standard, sedangkan penedekatan oleh
praktisi disebut metode alternatif (alternative model).
Pendekatan metode alternatif memerlukan berbagai
persyaratan kuantitatif maupun kualitatif untuk menjamin
keakuratan model yang digunakan.
c) Metode yang digunakan dalam pegukuran resiko harus
dikaitakan dengan jenis skala, dan kompleksitas kegiatan
usaha, maupun system pengumpulan data, serta kemampuan
direksi dan pejabat eksekutif terkait memahami keterbatasan
dari hasil akhir system pengukuran resiko yang digunakan.
d) Metode pengukuran resiko harus dipahami secara jelas oleh
semua pihak yang terkait dalam pengendalian resiko, antara
lain treansury manajer, chef dealer, komite manajemen resiko,
satuan kerja manajemen resiko, dan direktur bidang terkait.
19
3) Pemantauan Resiko meliputi:
a) Tersediannya limit secara individual dan keseluruhan atau
konsolidasi.
b) Memerhatikan kemampuan modal bank untuk dapat menyerap
eksposur resiko atau kerugian yang timbul, dan tinggi
rendahnya eksposur bank.
c) Mempertimbangkan pengalaman kerugian dimasa lalu dan
kemampuan sumber daya manusia.
d) Memastikan bahwa posisi yang melampaui limit yang telah
ditetapkan mendapatkan perhatian setuan kerja manajemen
resiko, komite manajemen resiko, dan direksi.
4) Pengendalian resiko meliputi;
a) Pelaksanaan proses pengendalian resiko harus digunakan bank
untuk mengelola resiko tertentu, terutama yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha bank.
b) Pengendalian resiko dapat dilahkukan oleh bank antara lain
dengan cara head ging, dan metode mitigasi resiko lainya
seperti penerbitan garansi, securitysasi asset dan credit
derivatives, serta penambahan modal bank untuk menyerap
potensi kerugian.
20
c. Fungsi Manajemen Risiko
Fungsi manajemen risiko secara umum adalah untuk
mengidentifikasikan atau mendiagnosa risiko. Adapun fungsi pokok
manajemen risiko yaitu:
1) Menemukan kerugian potensial, yaitu berupa mengidentifikasikan
seluruh risiko murni yang dihadapi oleh perusahaan.
2) Mengevaluasi kerugian potensial, yaitu melakukan evaluasi
terhadap semua kerugian potensial yang dihadapi oleh perusahaan.
3) Menurut Pardi Sudrajat, fungsi dari manajemen risiko adalah
sebagai pedoman tertulis dalam membentuk kerangka kerja
fungsional bank untuk mengimplementasikan manajemen risiko
secara konsisten sesuai dengan tujuan usaha perusahaan atau
bank.9
d. Jenis-Jenis Risiko
Dalam dunia perbankan terdapat beberapa jenis risiko,
diantaranya:
1) Risiko Kredit
Risiko yang diakibatkan oleh ketidakmampuan para debitur dalam
memenuhi kewajibannya kepada bank. Penyebab terjadinya risiko
tersebut adalah terlalu mudahnya pihak bank memberikan
pembiayaan kepada nasabah karena terlalu dituntut untuk
memanfaatkan kelebihan liquiditas sehingga penilaian dalam
9 Djojosoedarjo, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi (Jakarta: Salemba Empat,
1999), 13.
21
pemberian pembiayaan dilakukan dengan kurang teliti dan cermat
dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadinya risiko
yang muncul pada usaha nasabah.
2) Risiko Pasar
Kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang disebabkan oleh
perubahan kondisi dan situasi pasar diluar dari kendali perusahaan
(suku bunga, nilai tukar mata uang dan harga komoditas),
sehingga kondisi tersebut menyebabkan pihak perbankan
mengalami kerugian.
3) Risiko Operasional
Risiko operasional merupakan risiko yang timbul karena faktor
internal bank yaitu kesalahan pada sistem komputer, human error,
dan lainnya sehingga kejadian seperti itu telah menyebabkan
timbulnya masalah pada bank itu sendiri.
4) Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko yang dialami oleh pihak perbankan
karena ketidakpatuhannya memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Seperti membayar listrik, telepon, gaji karyawan dan
lainnya.10
10 Irham Fahmi, Manajemen Risiko (Bandung: Alfabeta, 2018), 104-105.
22
2. Prinsip-Prinsip Pemberian Pembiayaan
a. Prinsip-Prinsip Pembiayaan
Sebelum suatu pembiayaan diputuskan, terlebih dahulu perlu
analisis kelayakan pembiayaan tersebut. Tujuannya adalah untuk
menghindari kredit yang dibiayai nantinya tidak layak. Dalam
penilaian kredit harus memenuhi kreteria sebagai berikut:
1) Keamanan kredit (safety), harus benar-benar diyakini bahwa kredit
tersebut dapat dilunasi kembali.
2) Terarah tujuan penggunaan kredit (suitability), kredit yang
digunakan untuk tujuan sejalan dengan kepentingan masyarakat
atau setidaknya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
3) Menguntungkan (profitable), kredit yang diberikan yang
menguntungkan bagi bank maupun nasabah. Dalam melakukan
analisis kredit, ada tahap yang akan dilakukan yaitu analisis
kualitatif.11
Dalam melakukan analisis kualitatif ada beberapa metode yang
dapat digunakan antara lain dengan analisa 5C dan 3R. Pada
manajemen resiko pembiayaan mengenal 5C dalam menganalisis
kredit perbankan. Tujuannya adalah untuk menganalisis kemampuan
nasabah dalam melunasi pembiayaanya. Kerangka tersebut juga dapat
digunakan untuk menganalisis risiko kredit yang dihadapi oleh
perusahaan. Kerangaka 5C yang dimaksud adalah sebagai berikut:
11 Rifangga C.T Tengor, “Penerapan Manajemen Risiko Untuk Meminimalisir Risiko Kredit
Macet Pada PT. Bank Sulutgo,” Jurnal EMBA, Vol. 3, No. 4 (Desember 2015).
23
1) Character (Karakter)
Menurut Sunarto Zulkifli analisa karakter merupakan pintu
gerbang utama proses persetujuan pembiayaan. Kesalahan dalam
menilai karakter calon nasabah dapat berakibat fatal di kemudian
hari terhadap orang yang beritikad buruk seperti penipu, pelaku
kejahatan dan lain-lain.12
Menurut Ismail dalam bukunya manajemen perbankan dari
teori menuju aplikasi, karakter menggambarkan watak dan
kepribadian calon debitur. Analisis karakter terhadap calon debitur
bertujuan untuk mengetahui bahwa calon debitur mempunyai
keinginan untuk memenuhi kewajiban membayar pinjamannya
sampai dengan lunas.13
Jadi dapat disimpulkan bahwa karakter adalah gambaran
watak dan kepribadian dari calon debitur yang merupakan gerbang
utama dalam persetujuan pembiayaan.Untuk menilai karakter dari
calon debitur, dapat dilakukan dengan wawancara dan BI checking.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui riwayat pembiayaan yang telah
diterima oleh calon debitur.
2) Capacity (Kemampuan)
Menurut Sunarto Zulkifli, kapasitas calon nasabah sangat
penting diketahui untuk memahami kemampuan seseorang untuk
12 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim,
2003), 144. 13 Ismail, Manajemen, Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016), 112.
24
membayar semua kewajibannya. Untuk perusahaan, hal ini dapat
dilihat dari laporan keuangan dan past performance usaha.
Sedangkan untuk pembiayaan konsumtif, analisa diarahkan pada
kemampuan sumber penghasilan calon nasabah membiayai seluruh
pengeluaran bulanannya. Untuk itu, yang perlu dianalisa adalah
perusahaan tempat yang bersangkutan bekerja, lama bekerja dan
penghasilan.14
Kapasitas adalah analisis untuk mengetahui kemampuan
nasabah dalam membayar kredit. Penilaian ini kemampuan
nasabah dalam mengelola bisnis dapat terlihat. Latar belakang
pendidikan, keluarga, dan juga pengalamannya dalam mengelola
usaha sangat erat hubungannya dalampenilaian kemampuan ini,
sehingga akan terlihat kemampuan nasabah dalam mengembalikan
kredit yang diberikan.15
3) Capital (Modal)
Menurut Sunarto Zulkifli, analisa modal diarahkan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat keyakinan calon nasabah
terhadap usahanya sendiri. Untuk mengetahui hal ini, maka bank
harus melakukan analisa neraca sedikitnya 2 tahun terakhir dan
melakukan analisa ratio untuk mengetahui likuiditas, solvabilitas,
dan rentabilitas dari perusahaan yang dimaksud. Sedangkan untuk
14 Zulkifli, Panduan, 145. 15 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 118.
25
pembiayaan konsumtif analisis modal tercermin dari uang muka
yang sanggup dibayar oleh calon nasabah.16
Menurut Kasmir analisis capital juga harus menganalisis
dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk
prosentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang
akan dijalankan, berapa modal sendiri dan berapa modal
pinjaman.17
Jadi dapat disimpulkan bahwa analisa capital diarahkan
pada laporan keuangan usaha calon nasabah dan uang muka yang
sanggup dibayar calon nasabah. Semakin besar uang muka yang
diberikan maka semakin tinggi kemampuan nasabah dalam
menyelesaikan kewajibannya.
4) Condition Of Economy (Kondisi ekonomi)
Menurut Ismail untuk calon nasabah yang mengajukan
kredit konsumtif, bank akan mengaitkan antara tempat kerja
debitur dengan kondisi ekonomi saat ini dan saat mendatang,
sehingga dapat diestimasikan tentang kondisi perusahaan tersebut.
Hal ini terkait kelangsungan pekerjaan calon debitur dan
pembayaran kembali kreditnya.18
16 Zulkifli, Panduan, 146. 17 Kasmir, Dasar-Dasar, 118. 18 Ismail, Manajemen, 113
26
Jadi dapat disimpulkan bahwa penilaian kondisi usaha
calon nasabah sangat penting karena untuk mengetahui prospek
usaha nasabah dimasa yang akan datang.
1) Colleteral (Jaminan)
Yaitu aset yang dijaminkan. Jika akibat sesuatu hal
peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman, maka jaminan
aset itulah yang akan digunakan untuk menutup utang tersebut.
Pembiayaan merupakan tugas bank dalam menjalankan
fungsi penggunaan dana. Dalam kaitannya dengan perbankan,
analisis ini merupakan fungsi yang terpenting dari pembiayaan
yang disalurkan bank dengan harapan agar bank dapat
mendapatkan hasil balik dari dana yang disalurkan. Akan tetapi,
pada kenyataanya banyak sekali nasabah yang melakukan
pinjaman dana ke bank, namun dalam masa pengangsuran di
setiap bulannya terjadi ketidaklancaran pembayaran yang
cenderung melebihi batas waktu pembayaran. Dengan banyaknya
kasus di lapangan seperti ini, pihak bank memiliki bagian
pengawasan yang menangani kredit macet atau pembiayaan
bermasalah.
27
Prinsip lain yang perlu mendapat perhatian dalam
pengambilan keputusan penilaian pembiayaan adalah dengan
menggunakan prinsip 3R.19
1) Return (Hasil yang dicapai)
Return dapat diartikan sebagai hasil usaha yang dicapai oleh
perusahaan calon debitur. Bank perlu melakukan analisis
terhadap hasil yang akan dicapai oleh calon debitur. Analisis
tersebut dilakukan dengan melihat hasil yang telah dicapai
sebelum mendapat kredit dari bank, kemudian melakukan
estimasi terhadap usaha yang mungkin akan dicapai setelah
mendapat kredit.
2) Repayment (Pembayaran kembali)
Diartikan sebagai kemampuan perusahaan calon debitur untuk
melakukan pembayaran kembali kredit yang telah dinikmati.
Bank perlu melakukan analisis terhadap kemampuan calon
debitur dalam mengelola usahanya. Hal ini dapat dilihat dari
kemampuan perusahaan dalam menciptakan keuntungan.
3) Risk Bearing Ability (kemampuan untuk menanggung resiko)
Risk bearing ability merupakan kemampuan calon debitur
untuk menanggung resiko apabila terjadi kegagalan dalam
usahanya. Salah satu pertimbangan untuk meyakini bahwa
calon debitur akan mampu mengahadapi resiko ketidakpastian,
19 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010), 116.
28
yaitu dengan melihat struktur permodalannya. Semakin besar
modal yang dimiliki oleh calon debitur akan semakin besar
kemampuan calon debitur dalam menutup resiko kegagalan
usahanya. Bank juga perlu mendapat jaminan atas kredit yang
diberikan, kemudian jaminan tersebut perlu ditutup dengan
asuransi yang memadai.20
b. Analisis Karakter (character)
Salah satu keberhasilan dalam pemberian pembiayaan sangat
tergantung pada tingkat kejujuran maupun itikad baik dari debitur.
Penilaian watak ini merupakan pekerjaan yang sangat sulit, karena
dari pihak nasabah akan berusaha untuk selalu terkesan baik. Oleh
karena itu, dalam melakukan penilaian watak diperlukan adanya suatu
strategi, metode ataupun keahlian dalam mengenali watak nasabah
sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesungguhnya.
Dengan demikian tidak akan terjadi kegagalan dalam
pemberian pembiayaan yang disebabkan karena kesalahan dalam
melakukan penilaian terhadap watak nasabah. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan oleh pejabat bank ini dalam menganalisis watak
calon nasabah antara lain meliputi: perilaku, tanggung jawab,
kedisiplinan diri, moral, maupun sifat–sifat pribadinya.
Soal karakter merupakan faktor yang paling dominan, sebab
walaupun mitra pembiayaan cukup mampu untuk menyelesaikan
20 Ibid., 117.
29
kewajiban pengembalian pembiayaan baik pokok maupun bagi hasil
tetapi kalau tidak mempunyai itikad yang baik tentu akan membawa
berbagai kesulitan bagi bank maupun deposan.
Cara yang dapat dilakukan untuk melakukan penilaian watak
tersebut adalah dengan meneliti hal–hal sebagai berikut:
1) Meneliti riwayat hidup calon nasabah
2) Verifikasi data dengan melakukan interview
3) Meneliti reputasi calon nasabah tersebut dilingkungan usahanya
4) BI checking dan meminta informasi antar bank.21
BI checking ini dilakukan melalui Sistem Informasi Debitur (SID)
pada Bank Indonesia. SID menyediakan informasi pembiayaan
yang terkait nasabah, antara lain informasi mengenai bank
pemberi pembiayaan, nilai fasilitas pembiayaan yang telah
diperoleh, kelancaran pembayaran, serta informasi lain yang
terkait dengan fasilitas pembiayaan tersebut.
5) Mencari informasi atau trade checking
Dalam trade checking, bank dapat memperoleh informasi
mengenai kebiasaan baik atau buruk seseorang atau pengurus
perusahaan dengan cara sebagai berikut:
a) Mencari informasi lingkungan tempat kerja seseorang. Jika
diperoleh informasi bahwa permohonan pembiayaan memiliki
utang yang cukup banyak atau suka berhutang dan
21 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), 67-68.
30
pelunasannya tidak lancar, hal ini tentunya menjadi indikasi
karakter yang kurang baik. Demikian pula sebaliknya, jika
diperoleh informasi yang positif, dapat diindikasikan bahwa
permohanan pembiayaan tersebut baik.
b) Mencari informasi ke pelaku bisnis yang sama dengan (calon)
nasabah.Jika diperoleh informasi bahwa pengurus perusahaan
memiliki komitmen dalam melakukan pembayaran, maka hal
ini mengidentifikasikan karakter yang baik. Namun jika
informasi yang diperoleh bertolak belakang, maka hal tersebut
tentu mengidentifikasikan karakter yang kurang baik.
6) Mencari informasi tentang gaya hidup dan hobi calon nasabah.22
Karakter yang baik dan meyakinkan biasanya ditunjukkan oleh
kebenaran pernah dinyatakan calon nasabah baik secara tertulis
maupun secara lisan. Tidak ada keraguan tentang identitas diri, usaha
dan aspek legalitasnya. Tidak ada cacat dari dokumen yang menyertai
identitas dan bisnisnya. Tidak terdapat atau terdengar suara miring
tentang reputasi, tidak ada catatan dipengadilan baik pengadilan
negeri, pengadilan tinggi, maupun mahkamah agung.
Tidak terdapat catatan kriminal dan catatan lain dari
kepolisian, bahkan sebaliknya bila terdapat catatan positif tentang
penghargaan yang pernah diterima calon nasabah, sumbangan dan
hasil karya yang mendapat apresiasi dari pihak pemerintah atau
22 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah Modul sertifikasi tingkat I General
Banking Syariah (Jakarta: Gramedia, 2014), 204.
31
masyarakat sangat membantu pembentukan karakter positif calon
nasabah. Semua informasi dan hasil investigasi itu akan membentuk
trade record calon nasabah.23
3. Pengawasan Pada Pembiayaan
a. Pengawasan Pembiayaan
Pembiayaan merupakan kegiatan utama bank, sebagai usaha
untuk memperoleh laba, tetapi rawan risiko yang tidak saja dapat
merugikan bank juga berakibat kepada masyarakat penyimpan dan
pengguna dana. Oleh karena itu bank harus menerapkan fungsi
pengawasan dengan bersifat menyeluruh (multi layers control).
Dengan tiga prinsip utama, yaitu:24
1) Prinsip pencegahan dini (early warning system)
Pencegahan dini adalah tindakan preventif terhadap kemungkinan
terjadinya hal-hal yang dapat merugikan bank dalam pembiayaan,
atau terjadinya praktik-praktik pembiayaan yang tidak sehat.
Pencegahan dini dilakukan dengan cara menciptakan struktur
pengendalian internal yang andal, sebagai alat pencegahan yang
mampu meminimalkan peluang- peluang penyimpangan, dan alat
untuk mendeteksi adanya penyimpangan, sehingga dapat segera
diluruskan kembali. Struktur pengendalian internal ini harus
diterapkan pada semua tahap proses pembiayaan, mulai dari
23 Ibid., 100. 24 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Bandung: Alfabeta, 2002), 243.
32
permohonan pembiayaan sampai pelunasan/penyelesaian
pembiayaan.
2) Prinsip pengawasan melekat (built incontrol)
Disamping struktur pengendalian internal, diperlukan pengawasan
melekat, dimana para pejabat pembiayaan melakukan supervisi
sehari-hari untuk memastikan bahwa kegiatan pembiayaan telah
berjalan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan, dan
ketentuan-ketentuan operasional lainnya dalam pembiayaan.
3) Prinsip pemeriksaan internal (internal audit) Pengawasan
pembiayaan juga harus dilengkapi dengan audit internal terhadap
semua aspek pembiayaan yang telah dilakukan. Audit internal
merupakan upaya lanjutan dalam pengawasan pembiayaan, untuk
lebih memastikan bahwa pembiayaan dilakukan dengan benar
sesuai dengan kebijakan pembiayaan, dan telah memenuhi prinsip-
prinsip pembiayaan yang sehat serta mematuhi ketentuan-
ketentuan yang berlaku dalam pembiayaan.
b. Teknik Pengawasan
Adapun teknik pengawasan pembiayaan menurut Veitzal
Rifa’i adalah sebagai berikut:25
1) Inspeksi on the spot (pengawasan fisik)
Inspeksi on the spot atau pengawasan fisik adalah pengawasan
yang dlakukan dengan mengadakan pemeriksaan langsung di
25 Jumi Atika, “Prinsip Kehati-hatian dalam Pencegahan Pembiayaan Bermasalah,” At-tijaroh
2 (2015), 32.
33
tempat kegiatan usaha nasabah. Tujuan dari inspeksi on the spot
ini adalah:
a) Untuk mengecek kebenaran dari seluruh data maupun laporan
oleh nasabah dibandingkan dengan jumlah dan keadaannya
secara fisik.
b) Secara langsung melihat atau meneliti keadaan usaha nasabah
tentang seluruh aktifitas perusahaannya.
c) Secara tidak langsung mengikatkan nasabah bahwa bank
menaruh perhatian pada usahanya.
d) Mendidik nasabah untuk menyampaikan laporan-laporan
kepada bank sesuai dengan kenyataan.
2) Monitoring pembiayaan
Monitoring dapat diartikan sebagai alat yang dipergunakan
untuk melakukan pemantauan pembiayaan, agar dapat diketahui
sedini mungkin (early warning system) deviasi yang terjadi yang
akan membawa akibat turunnya mutu pembiayaan. Dengan ini,
dimungkinkan mengambil langkah-langkah untuk tidak timbul
kerugian. Monitoring pembiayaan dilakukan secara intern maupun
ekstern. Infromasi dari pihak intern dan ekstern bank adalah:
a) Informasi dari luar bank (ekstern)
(1) Meminta laporan berkala, realisasi kerja dan sebagainya,
melakukan inspeksi on the spot
(2) Laporan akuntan, konsultan dan sebaginya.
34
b) Informasi dari bank (intern)
(1) Penelitian mutasi nasabah dalam rekening koran, sehingga
diperoleh gambaran mutasi yang sebenarnya dan tidak
dibuat.
(2) Meneliti turn over dengan membandingkan debit dan
pembiayaan pada beberapa bulan berjalan.
(3) Memberi tanda pada saldo tertinggi dan terendah pada
setiap periode, agar berhati-hati bila nasabah mengalami
overdraft.
(4) Mengawasi apakah pada tanggal pelunasan dapat dipenuhi
oleh nasabah.
(5) Meneliti buku-buku pembantu dan map-map pmbiayaan
nasabah.
Terdapat beberapa jenis monitoring dalam pembiayaan,
antara lain:26
(1) On desk monitoring
Merupakan pemantauan pembiayaan secara administratif,
yaitu melalui instrumen administrasi, seperti laporan-
laporan, financial statement, kelengkapan dokumen, dan
informasi pihak ketiga. Data administrasi yang dimonitor
adalah dari kegiatan debitur dan lembaga keuangan sendiri.
(2) On site monitoring
26 Sumarin, Konsep Kelembagaan Bank Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 121.
35
Yaitu pemantauan pembiayaan langsung ke lapangan, baik
sebagian, menyeluruh atau khusus atas kasus tertentu untuk
membuktikan pelaksanaan kebijakan pembiayaan, atau
secara menyeluruh apakah ada deviasi yang terjadi atas
terms of lending yang disepakati.
(3) Exeption monitoring
Yaitu pemantauan pembiayaan dengan memberikan
tekanan kepada hal-hal yang kurang berjalan dengan baik
dan hal-hal yang telah berjalan sesuai dengan terms of
lending, dikurangi intensitasnya27
3) Verband Control (Pemerikasaan atas hal-hal yang saling
berhubungan)
Dalam situasi dan kondisi tertentu, pihak Bank
membutuhkan informasi yang benar tentang debitur dengan teknik
Verband Control. Yaitu dengan cara menyamar, contoh ada
laporan penjualan yang tidak wajar, maka bank akan menerjunkan
pengawas dengan cara menyamar untuk menguji informasi
tersebut. Setelah bank melakukan tindakan pengamatan terhadap
masalah yang timbul, maka masalah tersebut harus segera
dilaporkan ke manajemen dengan disertai usul-usul konkrit.
Pelaksanaan pengawasan pembiayaan harus senantiasa
ditujukan untuk mengamankan kepentingan bank yang berarti
27 Ibid., 121.
36
memindahkan resiko atau mungkin mengurangi keraguan yang
dapat menimpa bank di kemudian hari.
4. Pembiayaan bermasalah
a. Pengertian pembiayaan bermasalah
Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu dari resiko
dalam suatu pelaksanaan pembiayaan. Adiwarman A. Karim
menjelaskan bahwa resiko pembiayaan merupakan resiko yang
disebabkan oleh adanya counterparty dalam memenuhi kewajibannya.
Dalam bank syariah, resiko pembiayaan mencakup resiko terkait
produk dan resiko terkait dengan pembiayaan korporasi.28 Resiko ini
timbul karena kinerja satu atau lebih debitur yang buruk. Kinerja
debitur yang buruk ini dapat berupa ketidakmampuan atau
ketidakmauan debitur untuk memenuhi sebagian atau seluruh
perjanjian pembiayaan yang telah disepakati bersama.29
b. Faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah
Pembiayaan bermasalah dapat disebabkan oleh salah satu atau
beberapa faktor yang harus dikenali secara dini oleh petugas
pembiayaan karena adanya unsur kelemahan baik dari pihak debitur,
pihak bank maupun masalah eksternal debitur dan bank, yaitu:30
28 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, 260. 29 Riris Wandayanik, “Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah di Bank
BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mojokerto,” El-Qist, 05 (April, 2015). 30 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Liannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2013), 102.
37
1) Faktor Intern
Dalam hal ini analis pembiayaan kurang teliti baik dalam
mengecek kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam
melakukan perhitungan dengan rasio-rasio yang ada. Aspek
jaminan juga tidak diperhitungkan secara marketable. Akibatnya
apa yang seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya.
Kemecetan suatu pembiayaan dapat pula terjadi akibat kolusi dari
pihak analis pembiayaan dengan debitur sehingga dalam
analisisnya dilakukan secara tidak objektif. Selain itu juga kurang
adanya pengawasan atau survey lebih lanjut dari pihak bank.
2) Faktor Ekstern (berasal dari nasabah atau pihak luar)
Pembiayaan bermasalah atau kredit macet yang disebabkan
oleh nasabah diakibatkan karena:
a) Karakter nasabah yang tidak amanah dalam memberikan
informasi dan laporan tentang kegiatan usahanya.
b) Adanya unsur kesengajaan, artinya nasabah sengaja tidak
mamembayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang
diberikan macet.
c) Adanya unsur ketidaksengajaan, artinya nasabah memliki
kemauan untuk membayar tetapi tidak mampu dikarenakan
usaha yang dibiayai terkena musibah misalnya kebanjiran,
kebakaran, dan kerusakan lainnya.
38
c. Upaya Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan yang mengalami macet tidak bisa dibiarkan begitu
saja ada proses untuk menyelematkan pembiayaan macet atau
pembiayaan bermasalah. Penyelamatan pembiayaan bermasalah
merupakan upaya dan langkahlangkah restrukturisasi yang dilakukan
bank dengan mengikuti ketentuan yang berlaku agar pembiayaan non
lancar (golongan kurang lancar, diragukan, dan macet) secara bertahap
menjadi golongan lancar kembali.31
Proses penanganan pembiayaan yang bermasalah dapat
dilakukan sesuai dengan golongannya, yaitu:32
1) Pembiayaan lancar, dilakukan dengan cara:
a) Pemantauan usaha nasabah.
b) Pembinaan anggota dengan pelatihan-pelatihan.
2) Pembiayaan potensial bermasalah, dilakukan dengan cara:
a) Pembinaan anggota.
b) Pemberitahuan dengan surat teguran.
c) Kunjungan lapangan atau silaturahmi oleh bagian pembiayaan
kepada nasabah.
d) Upaya preventif dengan penanganan rescheduling, yaitu
penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta
31 Dewi Laela Hilyatin, “Strategi Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah Pada Pembiayaan
Murabahah di Bank Syariah Mandiri Cabang Purwokerto,” el-JIZYA, 01 (Juni 2016), 67. 32 Muhamad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, 68.
39
memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan
reconditioning, yaitu memperkecil keuntungan atau bagi hasil.
3) Pembiayaan kurang lancar, dilakukan dengan cara:
a) Membuat surat teguran atau peringatan.
b) Kunjungan lapangan atau silaturahmi oleh bagian pembiayaan
kepada nasabah dilakukan dengan lebih bersungguh-sungguh.
c) Upaya penyehatan dengan cara rescheduling, yaitu
penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta
memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan
reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau
bagi hasil.
Menurut teori penyelamatan pembiayaan bermasalah dapat
dilakukan mulai beberapa cara, yaitu:33
1) Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya.
2) Reconditioning (persyaratan kembali), yaitu perubahan sebagaian
atau seluruh persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok
kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank antara lain
meliputi pengurangan jumlah angsuran,perubahan jumlah
angsuran, perubahan jangka waktu, perubahan nisbah bagi hasil
dalam pembiayaan murabahah, perubahan proyeksi bagi hasil
dalam pembiayaan murabahah, dan pemberian potongan.
33 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2015), 110.
40
3) Restructuring (penataan kembali), yaitu perubahan persyaratan
pembiayaan yang antara lain meliputi penambahan dana fasilitas
pembiayaan, konversi akad pembiayaan, konversi pembiayaan
menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah
yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.
B. Studi Penelitian Terdahulu
Penelitian ini berjudul “Analisis Penerapan Manajemen Resiko Pada
Pembiayaan Murabahah di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan”. Penelitian
ini tentunya tidak lepas dari beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan
sebagai pandangan dan referensi serta acuan dalam penyusunannya. Adapun
penelitian terdahulu yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
Pertama, penelitian yang dilahkukan oleh Anah Hasanah (2016),
dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Manajemen Resiko Dalam Prosedur
Pembiayaan Gadai Emas di BJB Syariah Kuningan”. Diperoleh hasil bahwa
BJB Syariah kuningan memiliki 10 yang dilalui dalam pembiayaan gadai
emas syariah dengan ketentuan tertentu disetiap prosedurnya.34
Penelitian terdahulu ini beda dengan apa yang akan saya teliti. Dalam
hal ini saya akan lebih berfocus pada resiko pembiayaan murabahah di PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Heri Agus Prasetyo (2017),
dengan judul penelitia “Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Gadai Emas
Studi Kasus Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Solo Baru”.
34 Anah Hasanah, ”Analisis Manajemen Resiko Dalam Prosedur Pembiayaan Gadai Emas Di
BJB Syariah Kuningan,” Skripsi (Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2016), 6.
41
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga risiko yang melekat
dalam pembiayaan gadai emas dan dalam penerapan manajemen risiko Bank
Syariah Mandiri menggunakan 4 tahapan, yaitu identifikasi, menilai atau
mengukur risiko, pengendalian risiko, memantau risiko. Untuk mengatasi
hambatan tersebut pihak Bank Syariah Mandiri melakukan lelang terhadap
nasabah yang mengalami jatuh tempo dan dengan sepengetahuan nasabah
serta pihak Bank Syariah Mandiri melakukan penarikan pembiayaan terhadap
nasabah yang emasnya terbukti palsu. Penerapan manajemen risiko Bank
Syariah Mandiri secara keseluruhan telah berjalan efektif akan tetapi masih
harus diperbaiki dengan meningkatan pelatihan- pelatihan untuk karyawan
gadai untuk menanggulangi risiko yang melekat pada pembiayaan gadai
emas.35
Perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian saat ini terletak pada
lokasi penelitian tahun penelitian. Selain itu, penelitian ini membahas
pembiayaan murabahah, sedangkan penelitian terdahulu membahas tentang
gadai emas.
Ketiga penelitian yang dilahkukan oleh Roshila Dewi (2017) dalam
skripsinya yang berjudul “Analisis Penerapan Manajemen Resiko
Pembiayaan (Studi pada BMT Al-Hasanah Cabang Jati Mulyo Lampung
Selatan)”, diperoleh hasil penelitian bahwa BMT Al-hasanah menerapkan
manajemen resiko pembiayaan dengan melahkukan identifikasi resiko,
35 Heri Agus rasetyo, "Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Gadai Emas Studi Kasus Bank
Syariah Mandiri Kantor Cabang Solo Baru” Skripsi (Surakarta: IAIN Surakarta, 2017). 89.
42
pengukuran resiko, pemantauan, sistem informasu resiko dan pengendalian
resiko serta melahkukan analisis 5C.36
Penelitian terdahulu ini beda dengan apa yang akan saya teliti. Dalam
hal ini saya akan meneliti bagaimana upaya PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan dalam melahkukan pencegahan resiko pembiayaan.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Rheza Pratama (2018),
dengan judul Penelitian “Penerapan Manajemen Risiko Pada Perbankan
Syariah (Studi Kasus Pada Bank Muamalat & Bank Syariah Mandiri Cabang
Kota Ternate)”.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: Pemahaman risiko dan
manajemen risiko pada Bank Muamalat maupun Bank Syariah Mandiri
kantor Cabang Ternate semuanya masuk dalam kategori baik. Praktek
manajemen risiko pada bank Muamalat maupun Bank Syariah Mandiri kantor
Cabang Ternate mayoritas menilai bahwa praktek manajemen risiko sudah
masuk dalam kategori baik. Namun sebanyak 21,4% di Bank Muamalat dan
13,3% di Bank Syariah Mandiri menilai cukup.37
Perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian yang dilakukan
saat ini adalah penelitian terdahulu meneliti sejauh mana perkembangan dan
kemajuan penerapan manajemen risiko pada perbankan Syariah di Kota
Ternate. Sedangkan penelitiansaat ini meneliti tentang analisis penerapan
manajemen resiko pada pembiayaan murabahah.
36 Roshila Dewi, ”Analisis Penerapan Manajemen Resiko Pembiayaan”, Skripsi (Lampung:
IAIN Raden Intan Lampung, 2017), 111. 37 Rheza Pratama, “Penerapan Manajemen Risiko Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus Pada
Bank Muamalat & Bank Syariah Mandiri Cabang Kota Ternate),” Jurnal Mitra ManajemenI,
(November, 2018), 14.
43
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Devid Tri Wahyuningsih
(2019), dengan judul penelitian “Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan
Mudharabah di BMT Nusa Umat Sejahtera Salatiga”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, proses pelaksanaan manajemen
risiko pembiayaan mudharabah dilakukan dengan identifikasi risiko
pembiayaan, pengukuran risiko pembiayaan, pemantauan risiko pembiayaan
dan pengendalian risiko pembiayaan, faktor penyebab terjadinya risiko
pembiayaan adalah risiko SDM (Sumber Daya Manusia) dan risiko
operasional.38
Perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian yang dilakukan
saat ini adalah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko apa saja yang
mungkin terjadi dalam pembiayaan murabahah yang terdapat di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan dan bagaimana cara mengatasi apabila terjadi risiko
pembiayaan pada pembiayaan murabahah.
Posisi penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya adalah penelitian
ini meneruskan kajian dari kelima penelitian diatas, kesamaan dari kelima
penelitian tersebut yaitu sama-sama menganalisis manajemen risiko
pembiayaan yang terdapat di bank syariah, sehingga penulis akan
melanjutkan penelitian dari penelitian terdahulu. Pada penelitian ini penulis
mengembangkan penelitian terdahulu dengan mengkaji ilmu terkait metode
penilaian karakter nasabah, pengawasan dan penanganan dalam pembiayaan
bermasalah, yang belum di kaji oleh penelitian sebelumnya.
38 Devid Tri Wahyuningsih, “Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah Di Bmt
Nusa Umat Sejahtera Salatiga”, Skripsi (Salatiga: IAIN Salatiga, 2019), 136.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan
(field research), untuk mendapatkan data-data dan informasi, penulis terjun
langsung ke objek penelitian yaitu lembaga yang diteliti. Pada penelitian ini
yaitu ke PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan untuk mengetahui bagaimana
penerapan manajemen resiko pada pembiayaan murabahah serta penanganan
yang dilakukan PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam mengatasi
pembiayaan bermasalah. Penulis menjadikan beberapa teori yang berkaitan
dengan manajemen resiko pada pembiayaan murabaḥah dan teori yang
berkaitan dengan penanganan pembiayaan bermasalah pada pembiayaan
murabaḥah, sebagai pijakan atau pedoman untuk penulis melakukan
penelitian dan membuktikan kebenaran yang terjadi di lapangan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian
yang temuan-temuannya tidak diperoleh melaui prosedur statistik atau bentuk
hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala secara holistik-
kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan
diri penulis sebagai instrumen kunci.1 Tujuan utama pendekatan kualitatif
adalah mengembangkan pengertian, konsep-konsep yang pada akhirnya
1 Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif : Skripsi dan Tesis (Yogyakarta:
Suaka Media, 2015), 8.
45
menjadi teori. Pada penelitian ini untuk mengungkapkan fakta kejadian,
keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian
berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang diteliti oleh peneliti adalah di PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan yang berlokasi di Jalan Mangga No. 857, Sidodadi, Pogar,
Kecamatan Bangil, kabupaten Pasuruan Jawa Timur, merupakan kantor pusat
dari dua kantor kas cabang Bangil. Penelitian dilakukan di tempat ini karena
di PT. BPRS Ummu Bangil pasuruan mayoritas pembiayaannya yaitu
murabahah, yang mana pada pembiayaan murabahah ini banyak terjadi
pembiayaan bermasalah. Sedangkan tahapan manajemen resiko sudah
dilakukan dengan baik dan penanganan pembiayaan bermasalah juga sudah
dilakukan namun belum dapat mengatasi pembiayaan bermasalah.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan hasil
observasi dan wawancara. Setelah semua data tersebut terkumpul, peneliti
menyusun data untuk dianalisis. Data adalah keterangan atau bahan nyata
yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan).2
Untuk mempermudah penelitian ini, penulis berupaya menggali
data dari lapangan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan, yaitu:
2 Wahidmurni, Cara Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Lapangan (Malang:
UM Press, 2008), 41.
46
data tentang bagaimana penerapan manajemen risiko pada pembiayaan
murabahah di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan, dan bagaiman upaya
penanganan pembiayaan bermasalah di PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan.
2. Sumber Data
Data primer merupakan data asli yang diperoleh langsung dari
hasil wawancara yang didapat langsung dari objek penelitian.3 dimana
data yang diperoleh hasilnya aktual dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hal perolehan data primer, penulis langsung berhadapan dengan
narasumber di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan, dalam hal ini penulis
melakukan wawancara dengan kepala bagian marketing, marketing, audit
dan direktur PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan.4
1. Wawancara
Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan
wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.
Wawancara awal dilakukan dengan karyawan PT. BPRS Ummu Bangil
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), 22. 4 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis “Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D”
(Bandung: Alfabeta, 2014), 401.
47
Pasuruan. Tahap pertama yaitu dengan sedikit perkenalan dan juga
bertanya tentang nama-nama karyawan lain serta tugas dari masing-
masing karyawan. Tahap wawancara selanjutnya dilakukan untuk
mengetahui lebih jauh tentang PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dimulai
dari sejarah berdirinya, produk-produk yang ditawarkan kepada
masyarakat, kemudian mengenai akad perjanjian murabahah pihak PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan dengan nasabah dan seputar perwakilan
dalam mendapatkan objek murabahah. Kemudian terkait penerapan
manajemen resiko dan penanganan pembiayaan bermasalah pada
pembiayaan murabahah. Wawancara yang terjadi dibiarkan berlangsung
secara alami dan direkam dalam bentuk catatan.
2. Observasi
Observasi digunakan bila penelitian berkaitan dengan perilaku
manusia, proses kerja, gejala alam, dan responden yang diamati tidak
terlalu besar.5 Observasi yang dilakukan peniliti yaitu dengan berkunjung
dan mengamati secara langsung terkait pembiayaan murabahah di PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan. Kunjungan dan pengamatan ini dilakukan
ketika peneliti setiap 2 hari sekali bergantian untuk ikut marketing yang
bertugas di lapangan. Selain itu observasi juga dilakukan di kantor PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan sendiri.
5 Sugiyono, Metode Penelitian, 421.
48
E. Teknik Pengolahan Data
Pada Jenis penelitian kualitatif ini, pengolahan data tidak harus
dilakukan setelah data terkumpul atau pengolahan data selesai. Dalam hal ini,
data sementara yang terkumpulkan, data yang sudah ada dapat diolah dan
dilakukan analisis data secara bersamaan. berdasarkan beberapa tema sesuai
fokus penelitinnya. Pengolahan data pada penelitian ini terdiri dari: 6
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan lapangan. Langkah-langkah yang dilakukan
adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau pengkategorisasian ke
dalam tiap permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sehingga dapat ditarik dan
diverifikasi. Data yang di reduksi antara lain seluruh data mengenai
permasalahan penelitian.
Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih
spesifik dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data
selanjutnya serta mencari data tambahan jika diperlukan. Semakin lama
peneliti berada di lapangan maka jumlah data akan semakin banyak,
semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu, reduksi data perlu
dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak mempersulit analisis
selanjutnya.
6 Miles, B. Mathew dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang
Metode-Metode Baru (Jakarta: UIP, 1992), 16.
49
2. Penyajian Data
Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah
penyajian data. Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan.
Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisaikan,
tersusun dalam pola hubungan sehingga makin mudah dipahami.
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan, dan
hubungan antar kategori. Penyajian data dalam bentuk tersebut
mempermudah peneliti dalam memahami apa yan terjadi. Pada langkah
ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga informasi
yang didapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu untuk menjawab
masalah penelitian.
Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting menuju
tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. Dalam melakukan
penyajian data tidak semata-mata mendeskripsikan secara naratif, akan
tetapi disertai proses analisis yang terus menerus sampai proses penarikan
kesimpulan. Langkah berikutnya dalam proses analisis data kualitatif
adalah menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi
data.7
7 Ibid., 16.
50
3. Menarik kesimpulan atau verifikasi
Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data
yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan
atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti,
keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi.
Sebelum melakukan penarikan kesimpulan terlebih dahulu dilakukan
reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan atau verifikasi
dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Miles dan
Huberman, proses analisis tidak sekali jadi, melainkan interaktif, secara
bolak-balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi selama waktu penelitian. Setelah melakukan verifikasi
maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan
dalam bentuk narasi. Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari
kegiatan analisis data.Penarikan kesimpulan ini merupakan tahap akhir
dari pengolahan data.8
F. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode deduktif,
yaitu pembahasan yang diawali dengan kenyataan-kenyataan yang bersifat
khusus, kemudian dikemukakan menggunakan teori-teori yang bersifat
umum. Yaitu dengan cara mengamati kejadian di lapangan kemudian
dianalisis dan ditarik kesimpulan. Dalam hal ini, setelah penulis memperoleh
data-data dari hasil penelitian kemudian dianalisis tentang jenis risiko apa
8 Ibid., 17.
51
yang dihadapi oleh PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dan bagimana
penerapan manajemen risiko pada pembiayaan murabahah di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan apakah sudah sesuai dengan teori.
G. Teknik Pengecekan Keabsahan Temuan
Uji keabsahan/validity sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif
demi keaslian dan keandalan serta tingkat kepercayaan data yang diperoleh.
Teknik keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi. Hal ini
merupakan salah satu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut.9
Uji keabsahan/validity ini menggunakan teknik triangulasi sumber.
Teknik triangulasi diartikan sebagai data berbagai sumber dengan berbagai
cara, dan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan teknik triangulasi
sumber ini peneliti akan menjadikan Kepala Bagian Marketing, Marketing,
Audit dan direktur PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan sebagai sumber
pengumpulan data dan sebagai tolak ukur keabsahan data yang akan diolah
menggunakan teknik triangulasi.
9 Lexy Maleong, Metodelogi Peneltian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2006), 44.
52
BAB IV
DATA DAN ANALISA DATA
A. Paparan Data
1. Gambaran Umum PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
a. Sejarah PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Ummu Bangil Pasuruan
merupakan bank syariah yang saham terbesarnya dimiliki oleh
Koperasi BMT UGT Sidogiri dan Koperasi BMT Maslahah. Dulunya
bernama Koperasi Bank Perkreditan Rakyat (KBPR) Untung Surapati.
Setelah saham terbesarnya dimiliki oleh Koperasi BMT UGT Sidogiri
dan Koperasi BMT Maslahah namanya diganti menjadi PT. Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Ummu Bangil Pasuruan dan
mengganti bank konvensional menjadi bank syariah. Dengan motto
Memelihara Amanah Meraih Barokah PT. BPR Syariah Ummu Bangil
Pasuruan bertekad untuk memberikan layanan bank syariah terbaik
kepada masyarakat. Perubahan dari sistem konvensional membawa
berkah sehingga berhasil bangkit dari bank yang merugi menjadi bank
yang beruntung.1
Perkembangan kinerja keuangan PT. BPR Syariah Ummu
Bangil Pasuruan yang makin baik setelah ditangani oleh manajemen
dari Koperasi BMT UGT Sidogiri dan Koperasi BMT Maslahah
menghapus sejarah kelam masa lalu saat masih bernama Koperasi
1 Dokumen PT. BPRS Ummu Bangil.
53
Bank Perkreditan Rakyat (KBPR) Perkembangan kinerja keuangan
PT. BPR Syariah Ummu Bangil Pasuruan yang makin baik setelah
ditangani oleh manajemen dari Koperasi BMT UGT Sidogiri dan
Koperasi BMT Maslahah menghapus sejarah kelam masa lalu saat
masih bernama Koperasi Bank Perkreditan Rakyat (KBPR) Untung
Surapati. Melongok ke masa lalu, awalnya dulu bernama Koperasi
Bank Perkreditan Rakyat (KBPR) Untung Surapati yang didirikan
pada tahun 1993 dengan badan hukum koperasi, berdasarkan Surat
Ijin Menteri Keuangan No. KEP-161/KM.17/1993 tanggal 30 Juli
1993 dan Departemen Koperasi Wilayah Propinsi Jawa Timur No.
7503/BANGWAS-II/92. Adapun anggota koperasi pada saat itu terdiri
atas 4 (empat) Koperasi yaitu : (1) KPN Pemda Kabupaten Pasuruan,
(2) KPN Bakti Husada Pasuruan, (3) KPN Usber KanKop Pasuruan
dan (4) KUD Sejahtera Bangil.2
Memulai usaha/operasional pada bulan Nopember 1993
sampai dengan bulan Oktober 1994 mengalami kerugian sehingga
berdasarkan hasil keputusan Rapat Anggota maka sejak Nopember
1994 sampai dengan April 1995 berhenti melakukan kegiatan usaha.
Selanjutnya pada bulan Februai 1995 diadakan Rapat Anggota yang
bertempat di Kantor Departemen Koperasi Kabupaten Pasuruan
dengan salah satu keputusannya disebapakati masuknya 2 (dua)
2 Ibid.,
54
anggota Koperasi yaitu : (1) KSU Bangun Jaya dan (2) KSU Estu
Kertaraharja.
Berdasarkan hasil keputusan Rapat Anggota dimaksud maka
pada bulan Mei 1995 melanjutkan usahanya dengan susunan
Pengurus, Badan Pemeriksa dan Direksi baru. Dalam perjalanannya
dengan alasan yang bisa diterima oleh anggota maka pada Rapat
Anggota Tahunan diputuskan menyetujui pengunduran diri 3 Anggota
Koperasi yaitu : (1) KSU Estu Kertaraharja Pasuruan, (2) KPN Bakti
Husada Pasuruan dan (3) KUD Sejahtera Bangil.
Susunan Pengurus, Badan Pemeriksa dan Direksi tersebut di
atas berjalan sampai dengan awal tahun Karena mengalami kerugian
yang besar sekali maka selanjutnya pada tanggal 5 Februari 1999
diadakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dengan salah satu
keputusannya menyetujui keluarnya KSU Bangun Jaya sehingga
kepemilikan berubah menjadi 2 Anggota Koperasi yaitu: (1) KPN
(selanjutnya berubah menjadi KPRI) Pemda Kabupaten Pasuruan dan
(2) KPN (selanjutnya berubah menjadi KPRI).3
Selanjutnya, pada tanggal 7 Februai 2000 diadakan Rapat
Anggota Tahunan yang salah satu keputusannya menyetujui
masuknya 4 Anggota baru yaitu : (1) Koperasi BMT MMU Sidogiri
Pasuruan, (2) KUD Sumber Rejeki Prigen, (3) KUD Sembada Puspo
dan (4) Kopwan Kartika Candra Pandaan.
3 Ibid.,
55
Berangkat dari latar belakang salah satu anggota (pemilik
modal mayoritas) dari pondok pesantren dan atas kesebapakatan
seluruh anggota yang ada dan dikaitkan dengan daerah dimana KBPR
Syariah Untung Surapati berada, yaitu kota Bangil sebagai kota santri
maka diputuskan untuk merubah sistem operasional dari konvensional
ke sistem syariah. Tepatnya pada tanggal 25 April 2001 mendapat Ijin
Prinsip, dan pada tanggal 09 Agustus 2001 mendapat ijin Usaha dari
Bank Indonesia Pusat Jakarta.4
Semenjak beralihnya ke sistim syariah maka terjadi
perkembangan usaha yang cukup signifikan. Namun disisi
permodalan anggota tidak bisa menyeimbangkan dengan kenaikan
Aset yang ada sehingga sebapakat mengubah badan hukum dari
Koperasi ke PT (dengan dikeluarkannya Ijin Prinsip dari Bank
Indonesia Malang pada tanggal 8 Februari 2005 dan ijin operasional
tanggal 30 September 2005) sehingga nama KBPRS Untung Surapati
berubah menjadi PT. BPRS Untung Surapati, dengan harapan agar
masyarakat umum bisa turut serta memiliki saham di PT. BPRS
Untung Surapati.
Pada akhir tahun 2008 PT BPRS Untung Surapati mengalami
musibah sehingga BPRS Untung Surapati ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebagai Bank yang berstatus Dalam Pengawasan Khusus
(DPK) Bank Indonesia dan PT.BPRS Untung Surapati masih mampu
4 Ibid.,
56
untuk menyelesaikannya, keluar dari musibah itu sehingga bank masih
dapat beroperasional sampai saat ini dengan baik.5
Para pemegang saham sebapakat memberi nama baru pada
BPRS Untung Surapati menjadi BPRS Ummu. Nama Ummu itu
sendiri artinya adalah Ibu. Harapan para pemegang saham, adalah
BPRS Ummu nantinya senantiasa produktif layaknya seorang Ibu
yang selalu produktif, dan senantiasa memberikan hawa kasih sayang
kepada para mitranya, layaknya seorang ibu yang selalu memberikan
kasih sayang kepada anak-anaknya. Namun, disisi lain, nama Ummu
ini sebenarnya adalah gabungan dari dua nama lembaga keuangan
BMT UGT dan BMT MMU Sidogiri sebagai pemegang saham
terbesar dan sebagai pemegang saham pengendali. Akhirnya, dua
nama lembaga besar tersebut digabung menjadi Ummu (UGT dan
MMU).
Tepat pada tanggal 29 November 2011 terbitlah Surat
Keputusan Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia Pusat nomor:
13/6/kep.dir.pbs/2011 yang isinya memberikan izin usaha yang baru
kepada BPRS Untung Surapati dengan nama baru yaitu: PT. BPRS
Ummu.
5 Ibid.,
57
b. Struktur Organisasi
Struktur organisasi PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan yaitu:6
1) Rapat anggota merubapakan lembaga tertinggi dalam PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan. Rapat anggota dapat memutuskan
perubahan AD dan RT (anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga), menetapkan susunan,pengurus, pengawas dan lain-
lainnya.
2) Pengurus BMT-UGT Sidogiri diangkat dan dipilih oleh anggota
melalui mekanisme rapat anggota. Pengurus mengemban amanah
dari anggota dan menjalankan program kerja yang telah ditetapkan
oleh dalam rapat anggota. Pengurus berhak mengangkat manajer
atau direktur untuk menjalankan roda usaha BMT-UGT Sidogiri.
Pengangkatannya dituangkan melalui kontrak kerja dengan batas
waktu tertentu.
3) Pengawas memiliki kedudukan yang sejajar dengan pengurus yang
diangkat dan diberhentikan oleh anggota dalam rapat
anggota.susunan pengawas terdiri dari Pengawas Bidang
Manajemen, pengawas bidang keuangan dan pengawas bidang
syariah.
4) Manajer diangkat dan diberhentikan oleh pengurus dengan sistem
kontrak kerja dalam waktu tertentu sesuai dengan kesebapakatan
bersama. Tugas utama manajer adalah menjalankan usaha BMT-
6 Dokumen PT. BPRS Ummu Bangil.
58
UGT Sidogiri sesuai dengan mekanisme kerja yang telah
ditetapkan oleh pengurus dalam menjalankan tugasnya, manajer
berkoordinasi dengan kepala-kepala unit para karyawan.
5) Kepala unit diangkat dan diberhentikan oleh manajer dengan
berkonsultasi dengan pengurus. Kepala Unit diberi wewenang
untuk memimpin usaha pada unit yang telah ditentukan. Kepala
unit dibantu oleh beberapa orang karyawan.
Struktur organisasi PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dapat
dilihat pada lampiran 1.
c. Produk-Produk PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
Untuk melayani nasabah yang berada di wilayah kerja BPRS
Ummu Bangil, maka pihak bank menyediakan pelayanan yang
meliputi produk simpanan dan pembiayaan kepada para nasabah.7
1) Produk Simpanan (funding)
a) Deposito Mudharabah
Yaitu investasi yang berdasarkan prinsip syariah Islam
dengan sistem bagi hasil yang disebapakati bersama, dengan
jangka waktu 1 (satu) bulan, 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan dan
12 bulan. Produk simpanan deposito mudharabah hanya bisa
diambil sesuai dengan jangka waktu yang telah disebapakati.
b) Tabungan Mudharabah
c) Tabungan Wadi’ah
7 Ibid.,
59
d) Tabungan Haji
e) Tabungan Pelajar
f) Tabungan Idul Fitri
2) Produk Pembiayaan (financing)
a) Pembiayaan Murabahah
Piutang yang diberikan dengan akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang telah disebapakati bersama. Pembiayaan ini dilakukan
dengan jangka maksimal 3 tahun. Bank akan mendapatkan
keuntungan dari margin penjualan yang telah disebapakati
bersama.
b) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah atas dasar
kerjasama usaha antara bank (shohibul maal) dan nasabah
(mudharib) sebagai pengelola dana dengan nisbah bagi hasil
yang disebapakati dimuka. Jadi, modal sepenuhnya diberikan
oleh bank dan nasabah sebagai pengelola usahanya.8
c) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan yang diberikan bank atas dasar akad
kerjasama dengan para pemilik modal yang mencampurkan
modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan dan dibagi
sesuai nisbah yang disebapakati. Dalam pembiayaan ini,
8 Ibid.,
60
masing- masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesebapakatan.
2. Penerapan Manajemen Resiko Pada Pembiyaan Murabahah di PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan
a. Penerapan manajemen resiko pembiyaan murabahah
Penerapan manajemen risiko di PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan meliputi identifikasi risiko, pengukuran risiko, dan
pemantuan dan pengendalian risiko. Menurut Bapak Dayat, sebagai
berikut:9
“Setiap pembiayaan yang disalurkan pasti memiliki risiko
mbak. Ya dengan adanya manajemen risiko ini sebagai
antisipasi untuk risiko yang belum terjadi, jadi resiko
dapat terukur atau dapat diketahui sebelum risiko tersebut
terjadi. Tidak mungkin juga dalam suatu pembiayaan
tidak memiliki risiko, apalagi kita yang tidak
menggunakan jaminan”.
Sedangkan penerapan manajemn resiko pembiayaan terhadap
pembiayaan murabahah di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan, yaitu:
1) Identifikasi Risiko
Menurut Bapak Agus selaku Kepala Bagian Marketing,
identifikasi risiko yang dilakukan oleh PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan, yaitu ada pada analisa pembiayaan. Analisa pembiayaan
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur risiko
pembiayaan yang digunakan di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan.
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam menganalisa pembiayaan
9 Dayat, Wawancara, 18 November 2019.
61
yaitu dengan 5C (character, capacity, capital, condition of
economic, dan collateral). Namun yang yang paling diutamakan
dan diterapkan yaitu 2C (character, dan capacity). Sebagaimana
yang dijelaskan Bapak Agus pada wawancara berikut:10
“Untuk Analisa 5C itu yang terpenting hanya 2
sebenarnya, kita menerapkan semuanya, namun yang
paling penting ya 2 itu, yaitu karakter (character) dan
kemampuan (capacity). Karena jika nasabah memiliki
karakter buruk dan sebenarnya mampu, pasti sulit
untuk ditemui untuk bayar angsuran. Lain lagi jika
karakter orangnya baik namun kemampuannya bayar
gak ada, pasti nasabah cerita apa adanya, dan minta
saran dari kita, mampu ini gini mbak, saat kita survey
ke tempat usahanya, contoh di pasar ya, kita lihatnya
sekilas saja, itu udah bisa ketebak lo, kalo nasabah ini
jika minjam mampu ngembalikan apa tidaknya”.
Berdasarkan wawancara tersebut PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan dalam mengidentifikasi resiko menggunakan analisis 5C
(character, capacity, capital, condition of economic, dan
collateral), namun yang diutamakan dan hanya 2C (character, dan
capacity).
Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Rohim selaku
marketing bahwa penerapan manajemen risiko pada pembiayaan
murabahah di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan, yaitu:
“Karena kita memberikan pinjaman tanpa jaminan,
maka yang penting itu karakter nasabahnya mbak.
Karena, misal nasabahnya baik pasti dia bilang kenapa
kok nggak mbayar, trus minta saran”
10 Agus, Wawancara, 18 November 2019.
62
Bapak Nanang juga menyampaikan bahwa yang paling
penting itu dari karakter dan kemampuan nasabah, yang dijelaskan
pada wawancara berikut:11
“Pembiayaan bermasalah banyak banget mbak,
analisanya ya kita harus tau latar belakang nasabah
tersebut, dan kita harus tau kalau nasabah pinjam
sekian dia mampu apa nggak mengangsurnya.”
2) Pengukuran Risiko
Menurut Bapak Dayat, pengukuran risiko yang dilakukan
oleh PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan, yaitu:12
“Pada pembiayaan murabahah yang ada kita
kelompokkan, itu kita mengelompokkan nasabah yang
selalu memenuhi kewajiban, mengalami keterlambatan,
hingga macet. Ini biasanya sebutannya Kolektibilitas,
itu ada kolektibilitas 1, kolektibilitas 2, sampek 5.
Kolektibilitas 1 itu dalam kategori lancar, 2 dalam
perhatian khusus, 3 kurang lancar, 4 diragukan dan 5
macet.”
3) Pemantauan dan Pengendalian Risiko
Menurut Bapak Rohim, pemantauan dan pengendalian
risiko yang dilakukan oleh PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan,
yaitu:13
“Setiap 1 minggu sekali kita akan mendatangi
nasabah atau silahturahmi ke nasabah sehingga
risiko dapat dideteksi sedini mungkin, bahakan untuk
nasabah di Pasar Bangil itu setiap hari mbak.
Sebelum nasabah mengalami pembiayaan macet
maka, kita akan mencegah terjadinya kerugian seperti
kita melakukan penagihan terus-menerus, dan juga
ngakrab dengan nasabah.”
11 Nanang, Wawancara, 13 November 2019. 12 Dayat, Wawancara, 13 November 2019. 13 Rohim, Wawancara, 20 Desember 2019.
63
b. Penilaian karakter nasabah pembiyaan murabahah di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan.
Karakter merubapakan faktor yang dominan, sebab walaupun
calon nasababh tersebut cukup mampu untuk menyelesaikan
hutangnya, kalau tidak mempunyai itikad yang baik tentu akan
membawa kesulitan bagi bank dikemudian hari. Yang di lakukan PT.
BPRS Ummu Bangil pasuruan, dalam menganalisa karakter nasabah,
menurut Bapak Agus yaitu:14
“Karakter nasabah itu bisa dilihat sekilas mbak, saat
diwawancara bagaimana pandangan matanya, trus cara
dia jawab pertanyaan-pertanyaan itu gimana. Kita juga
bisa lihat di BI checking bagaimana nasabah ini? Apa
dulu pernah ada hubungan dengan bank lain, dan disitu
ada kategorinya ya, masuk kolektibilitas 1, kolektibilitas
2 apa kolektibilitas 3 atau macet”
Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Rohim, ketika peneliti
ikut menjemput angsuran nasabah di Pasar Bangil, yaitu:15
“Yang menjadi tantangan ya mbak, yang pertama panas.
Trus udah jauh-jauh jalan eh ternyata nasabahe gak
ngangsur. Itu nggak ngangsurnya alasannya sih gak ada
uang kataya. Gini lo mbak kita itu kalau nemu nasabah
yang baik, baiknya gak ketulungan. Tapi ketemunya
nasabah yang kurang baik, ya seperti tadi. Kalau
dikatakan siapa yang salah ya nggak ada yang salah,
soale kitanya salah membaca karater nasabah dan
nasabah itu sendiri nggak jujur. Kita kan juga sudah
memberikan keringanan kalau nggak ada uang, nabung
seadanya ajalah. Salahnya membaca karakter nasabah itu
gini mbak, kita itu liat sekilas aja, wah keliatannya
orangnya jujur, karana hanya melihat dari penamipalan.
Trus saat survey baik sama tetangganya.”
14 Agus, Wawancara, 20 Desember 2019. 15 Rohim, Wawancara, 15 November 2019.
64
Menurut Bapak Nanang, sebelum melakukan pembiayaan PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan, dalam menganalisa karakter nasabah
yaitu:16
“Sebelum realisasi pembiayaan kita kan survey dulu,
dalam survey itu kita wawancara sedikit terkait
penggunaan pinjaman, lalu kita liat di BI checking. Ya
itu aja, nek menurut saya ya mbak, yang paling penting
itu ya BI checking itu, karena dari situ kita tau
bagaimana hubungannya dengan bank lain.”
Sedangkan menurut Bapak Ferdy, analisa yang dilakukan
dalam penilaian karakter, yaitu:
“Pertama, kita harus tau latar belakang nasabah, caranya
agar tau gimana? Wawancara dong, ya nggak. Trus
kedua, BI checking ke Pak Badrus sana, trus saat
wawancara perhatikan mimiknya, gerak geriknya,
keliatannya gimana, kita kunjungi nasabah tersebut, apa
bener dagangannya sepi.”
Peneliti juga meminta info terkait karakter nasabah dengan
Bapak Badrus, yang mana menurut Bapak Badrus sebagai berikut:17
“Penilaian karakternya itu dengan kita wawancara itu
kan keliatan nanti, selain dilihat juga dari BI checkingnya
seberapa banyak dia melakukan pembiayaan di bank lain
macet atau gak, kalau macet berarti karakternya gak
bagus”
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, penilaian
karakter nasabah di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan yaitu dengan:
1) Wawancara, yang dilakukan ketika survey.
2) Melakukan BI cheking, jika tergolong dalam kategori macet atau
dalam perhatian khusus, nasabah memiliki karakter yang kurang
16 Nanang, Wawancara, 13 November 2019. 17 Badrus, Wawancara, 13 November2019.
65
baik.
3) Pengamatan sekilas.
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam menganalisa kemampuan
nasabah dalam mengembalikan pembiayaan tidak dilakukan dengan
perhitungan atau strategi khusus, hal ini disampaikan oleh Bapak Rohim,
sebagai berikut:
“Apa ya mbak, analisa apa ya mbak yang digunakan untuk
analisa penilaian pembiayaan nasabah. Gak ada deh mbak.
Soalnya gini, kita itu sebelum memberi pembiayaan kita kan cek
dulu di BI checking, kalo itu gak terdaftar sebagai nasabah
yang bermasalah pada bank lain, kita ya oke-oke aja, tapi
setelah itu kita survey, la dari survey tersebut nasabah itu
biasanyakan cerita dulu to mbak minjamnya untuk apa, dan
cerita nasabah itu kalo keliatannya masuk akal, yaudah deal.”
Hal ini juga disampaikan Bapak Ferdy, terkait prinsip penilaian
pengambilan keputusan pembiayaan, yaitu:
“Analisa usaha nasabah, yaitu kita harus melihat bagaimana
usaha nasabah sebelumnya. Jika sebelum-sebelumya misal ya
rame, laris, kita berani biayai banyak. Tapi kalo sepi ya kita
hanya berani memberikan pembiayaan kecil.”
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan narasumber diatas
penerapan manajemen risiko pada pembiayaan murabahah yang dilakukan
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan adalah:
a. PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan melakukan tahapan-tahapan
manajemen resiko dengan baik, yaitu:
1) Identifikasi risiko dengan cara mengutamakan analisis 2C yaitu
character, capacity. Bank harus mengetahui character nasabah
dalam hal kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajibannya
selain itu karakter bisa kita lihat dari sifat atau karakter dari orang
66
yang akan dibiayai, kita juga harus survey langsung ke nasabah
yang akan kita biayai tersebut. Capacity atau kemampuan nasabah
atau peminjam untuk melunasi hutangnya, yang dilihat dari pihak
bank yaitu hanya sekilas. Tidak menyeluruh, karena mampu atau
tidaknya nasabah dapat dilihat dari pandangan pertama dari
nasabah tersebut.
2) Pengukuran Risiko pada pembiayaan murabahah pada PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan adalah dengan mengelompokan nasabah
yang selalu memenuhi kewajibanya, mengalami ketelambatan,
hingga nasabah yang macet, kemudian di ukur dan dimasukan pada
pengelompokan yang dibagi menjadi 5 kategori yaitu lancar, dalam
perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.
3) Pemantauan dan pengendalian risiko cara yang dilakukan oleh PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan yaitu dengan melakukan kunjungan
oleh marketing setiap 1 minggu sekali atau setiap hari pada jam
kerja, sehingga mereka mengetahui risiko yang dapat dideteksi
sedini mungkin. Sebelum nasabah mengalami pembiayaan macet
maka kita akan melakukan mitigasi atau mencegah terjadinya
kerugian, seperti kita melakukan penagihan yang intensif.
b. PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam menilai karakter nasabah
yaitu dengan:
1) Wawancara, yang dilakukan ketika survey.
2) Melakukan BI cheking, jika tergolong dalam kategori macet atau
67
dalam perhatian khusus, nasabah memiliki karakter yang kurang
baik.
3) Pengamatan sekilas.
c. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Dayat dan Bapak Rohim dan
Bapak Ferdy, prinsip pengambilan keputusan nasabah sebelum
melakukan pembiayaan tidak dengan strategi khusus, yaitu hanya
dengan menganalisis usaha secara sekilas, melihat apakah usaha
tersebut sudah memiliki pelanggan apa belum.
3. Upaya Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan
Pada PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan jumlah pembiayaan
bermasalah pada tahun laporan triwulan 2019 mengalami peningkatan.
Pada bulan Maret NPF mencapi 16,63%, Juni 20,08% dan September
20,76%. Dengan bertambahnya jumlah pembiayaan bermasalah pada
triwulan 2019, bank pasti akan mengalami kerugian. pemberian
pembiayaan murabahah terhadap nasabah pastinya terdapat risiko-risiko
yang mungkin terjadi. Dengan adanya risiko-risiko tersebut bukan berarti
bank tersebut dikategorikan tidak aman atau tidak bagus.
Mayoritas pembiayaan di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
adalah pembiayaan murabahah, maka resiko terbesar berada di
pembiayaan murabahah, jenis resiko yang dihadapi oleh PT. BPRS Ummu
68
Bangil Pasuruan menurut Bapak Agus selaku kepala bagian marketing,
yaitu:18
“Disinikan pembiayaan paling banyak dengan akad
murabahah, yang mana itu tercatat sekitar 95% menggunakan
murabahah. Apalagi nasabahnya pedagang pasar, resiko
kredit itu pasti. Lalu resiko nunggak, kadang usahanya
pendapatannya menurun, mayoritasnya ya itu sih mbak.
Kadang itu nasabah ngapusi mbak, dia bilang kalo gak ada
uang”
Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Rohim selaku marketing,
yang setiap harinya terjun ke lapangan untuk menarik angsuran para
nasabah, bahwa resiko yang dihadapi saat menarik angsuran yaitu:19
“Pembiayaan macet ya mbak, pasti itu ada. Itu biasanya
karena nasabahnya terlalu banyak angsuran mbak, makanya
bingung bagi angsurannya, ada juga nasabah ketika
pendapatannya naik gak langsung melakukan atau
menyisihkan untuk mgangsur, malah dia buat untuk kebutuhan
lain. Akhirnya jika seperti itu, nasabah tersebut akan
terlambat dalam angsuran sehingga menyebabkan macet
dalam angusran, kemudian terjadi karena usaha nasabah yang
sepi karena dalam usaha kan biasanya ada naik turunya,
kadang ya usahanya lancar kadang juga tidak lancar. La yang
usahanya sepi ini mbak yang menjadi resiko terbesar, sudah
jauh-jauh eh ternyata ndak ngangsur.”
Sedangkan menurut Bapak Dayat, resiko pembiayaan murabahah
yang dihadapi PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan yaitu:20
“Resiko pembiayaan murabahah, yang sering terjadi itu
dengan alasan pendapatan turun mbak. Selain itu, kan kita
memberlakukan pinjaman ya mbak dengan murabahah ini,
jadi pinjaman yang kita berikan ini digunakan nasabah bukan
untuk mengembangkan usahanya, melainkan digunakan untuk
kebutuhan yang lain. Suatu saat pernah terjadi, bahwa mereka
dalam melakukan pembiayaan murabahah itu mereka tidak
sesuai dengan data yang diberikan kepada kita atau
18 Agus, Wawancara, 18 November 2019. 19 Rohim, Wawancara, 29 Desember 2019. 20Hidayat, Wawancara, 11 November 2019.
69
memanipulasi informasi datalah istilahnya, kan nasabah
jaman sekarangkan pinter-pinter ya mbak. Itu manipulasinya
gini, katanya untuk tambahan beli barang, eh ternyata buat
bayar utang.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, dapat diketahui
resiko utama yang dihadapi dari pembiayaan murabahah di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan yaitu, macet dan nunggak dalam melakukan
angsuran. Resiko kredit atau macet ini timbul karena beberapa hal.
Menurut Bapak Rohim timbulnya kemacetan angsuran ini dikarenakan:21
“Penyebab dari macet itu biasanya karena pertama
pembiayaan salah penggunaan mbak, kedua yaitu emang
dari karakter nasabahnya itu sendiri, karena usaha milik
nasahah yang terkena bencana alam dan bisa juga kondisi
ekonominya lagi buruk”.
Timbulnya angsuran macet, juga disampaikan oleh Bapak Agus,
berdasarkan penuturan beliau pada wawancara berikut:22
“Kesalahan dalam menganalisa karakter dan kemampuan
nasabah pada saat mengajukan pembiayaan. Awalnya
nasabah itu kelihatannya baik sekali, trus saat kita survey ke
rumahnya juga sangat antusias. Laa.. saat angsuran
pertama, kedua,ketiga aman-aman aja. La kok pertengahan
angsuran karakternya berubah. Ditemui sulit, kita tanya ke
tetangganya, katanya gak ada dirumah. Selain itu usahanya
bangkrut, kan otomatis gak bisa bayar. Trus nasabah kena
bencana. Wah itu sudah resiko besar itu. Kalo bangkrut itu
masih bisa diatasi mbak tapi kalo kena musibah sulit itu.”
Timbulnya resiko macet ini, juga disampaikan oleh Bapak Ferdy,
selaku direktur di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan, yaitu:23
“Ada macam-macam, ada unsur ketidak sengajaan, misalnya
punya toko tapi tokonya kemalingan jadi barangnya hilang,
terus dia mengalami kerugian, bangkrut karena bencana
21 Rohim, Wawancara, 20 Desember 2019. 22 Agus, Wawancara, 18 November 2019. 23 Ferdy, Wawancara, 15 November 2019.
70
alam atau disisi lain usaha bangkrut karena ditipu. kalau
sengaja, dia spekulasi. dia ambil pembiayaan disini dan dia
ambil lagi di bank lain atau pinjaman ke orang, karena dia
mikir dia bisa mengembangkan tokonya ataupun usahanya,
jadi dia meminjam uang lagi padahal dia belum tahu apakah
dia nanti bisa mengembalikan atau mengansur hutangnya
tersebut”.
Berdasarkan hasil wawancara diatas penyebab dari timbulnya
risiko kredit yaitu karena usaha dari nasabah yang sepi sehingga terjadinya
penurunan pendapatan dari nasabah sehingga nasabah tidak mampu
membayar kewajibanya kepada bank. Selain itu karakter dan kemampuan
tidak baik nasabah mau berhutang tetapi tidak mau mengembalikan.
Karakter nasabah juga menjadi faktor utama dari penyebabkan timbulnya
risiko tersebut, nasabah memanipulasi informasi data penghasilan dan
penyebab lainnya yaitu karena bencana alam dan kondisi ekonomi nasabah
yang melemah. Kesalahan pihak bank dalam menganlisa calon nasabahnya
juga menjadi faktor macetnya pembiayaan.
Pembiayaan yang mengalami macet tidak bisa dibiarkan begitu
saja ada proses untuk menengani pembiayaan macet atau pembiayaan
bermasalah. Pada PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan untuk tindak lanjut
pada nasabah pembiayaan murabahah yang macet ataupun menunggak
dan karena musibah menurut Bapak Dayat, yaitu:24
a. Nasabah yang terkena risiko kredit, macet atau nunggak
“Saya akan menjelaskan untuk yang nasabah macet dan
nunggak dulu ya mbak. Dari kami sendiri melakukan
pendekatan dengan nasabah, kita pancing untuk bercerita,
jika penagihan rutin terus ketika penagihan rutin tidak
berpengaruh dan tetap nunggak maka selanjutnya adalah
24 Dayat, Wawancara, 13 November 2019.
71
memberikan SP (surat peringatan) SP tersebut SP1, SP2,
SP3. Jika sampai SP3 tidak ada penyelesaian atau
pembayaran maka penyelesaiannya yaitu dengan mediasi
dengan pengadilan.”
b. Nasabah yang terkena musibah
“Setiap usaha yang dijalankan nasabah kan tidak selalu
meningkatkan pendapatanya, terkadang ada usaha
nasabah yang terkena musibah, musibah itu kan
datangnya tiba-tiba, karena adanya musibah tersebut
nasabah tidak dapat mengansur kewajibanya ke bank kan
ya. Karena mereka tidak memiliki pendapatan
dikarenakan usahanya yang terkena bencana. Jadi
penanganan yang dilakukan kepada nasabah yang
usahanya terkena bencana alam kita melakukan
kunjungan dangan rasa empati tinggi, trus diberi waktu
agar pulih dulu. Disuruh mbayar seadanya, yang penting
nabung. selain itu dalam mengangsurnya nasbah disuruh
menabung seadanya. Kalo emang itu tidak bisa kita
menambahkan pinjaman agar nasabah itu dapat
membangun usahanya lagi. Pernah itu kita seperti itu tapi
pulihnya lama banget, karea naasabahnya itu nabungnya
sedikit-sedikit. ”
Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Agus tindak lanjut yang
dilakukan oleh PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan, yaitu:25
“Kalau misalnya tadi kita gagal mengantisipasi risiko itu
atau kita kelolosan segala macem kita punya jaminan. Tetapi
kalau untuk nasabah yang pinjam tanpa jaminan kita
langsung tempuh lewat jalur pengadilan, tapi sebelum itu
kita memberikan surat peringatan kepada nasabah kita
melakukan SP1, SP2 , SP3, jika pada SP3”.
Sedangkan menurut Bapak Rohim tindak lanjut yang dilakan PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan, yaitu:26
“Jika ada nasabah yang bandel dan tidak melakukan
angsuran, padahal sudah sering diingatkan dengan baik
lewat tatap muka dan juga wa, tapi kok tetep ndak mbayar.
Langkah pertama kita akan melakukan pendekatan kepada
nasabah, setalah melakukan pendekatan kepada nasabah
25 Agus, Wawancara, 13 November 2019. 26 Rohim, Wawancara, 20 Desember 2019.
72
maka kita akan terus-menerus melakukan penagihan, kalau
tetap tidak bayar kita kasih surat peringatan”.
Berdasrakan hasil wawancara di atas, strategi atau upaya yang
dilakukan oleh PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan pada pembiayaan
murabahah bermasalah yaitu:
a. Melakukan pendekatan kepada nasabah pembiayaan, hal ini
dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada nasabah
pembiayaan. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan cara kita
mendatangi nasabah kemudian membicarakan atau mendiskusikan
masalah yang dihadapi oleh nasabah dan kita pihak bank
memberikan masukan atau alternatif jalan keluar dalam
menyelesaikanya.
b. Penagihan secara intensif yang dilakukan oleh PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan kepada nasabah, pertama jika nasabah menunggak
atau macet dalam angsuran maka pihak PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan akan mengirimkan surat peringatan atau teguran kepada
nasabah pembiayaan murabahah atas pembayaran angsuranya. Surat
peringatan ini disampaikan secara bertahap dimulai dari surat
peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Surat peringatan pertama
biasanya dari surat ini berisi nominal angsuran pokok dan bagi hasil
yang belum dibayar oleh nasabah. Surat peringatan kedua surat ini
diberikan kepada nasabah apabila masih saja belum membayar, dan
pihak PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan akan datang langsung ke
tempat nasabah pembiayaan untuk melakukan penagihan atas
73
pembiayaan yang menglami macet, jadi surat ini dapat dikatakan
surat pengantar pihak marketing. Surat peringatan ketiga, surat ini
merubapakan surat panggilan, di mana petugas bank akan meminta
nasabah untuk datang ke kantor dan menemui pihak pengurus, agar
pembiayaan tidak macet maka dapat dirundingkan secara baik-baik.
Kedua penagihan secara langsung yakni pihak PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan dengan mendatangi langsung ke rumah nasabah
pembiayaan murabahah yang mengalami penunggakan.
c. Eksekusi jaminan bagi nasabah yang pinjam dengan jaminan, yaitu
penjualan atau pelelangan aset yang dijadikan jaminan untuk
pelunasan pembiayaan yang kurang. Hal ini dilakukan oleh bank
apabila nasabah sudah benar-benar tidak mampu lagi untuk
membayar hutangnya.
d. Jalur mediasi pengadilan yaitu bagi nasabah tanpa jaminan jika
sudah pemberlakuan SP3 tidak ada kemajuan maka PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan menempuh jalur pengadilan.
e. Reschedulling, PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan memberikan
keringanan kepada nasabah pembiayaan murabahah terkait jadwal
pembayaran dan besarnya angsuran.
f. Reconditioning, persyaratan kembali yaitu dengan peurabahan
jumlah angsuran yang dibebankan nasabah, dan juga jadwal
penagihan yang berbeda dengan jadwal sebelumnya.
74
g. Penambahan pinjaman atau dana pada nasabah yang macet sebagai
pemulihan usaha nasabah.
B. Analisa Data
1. Analisis Penerapan Manajemen Resiko Pembiyaan Murabahah di PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan
Dalam menciptakan kepercayaan pembiayaan, maka timbul
penerapan manajemen risiko dengan menggunakan analisis 5C sehingga
pembiayaan yang diberikan dapat berjalan lancar. Proses manajemen
risiko yang telah di lakukan oleh PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan sudah
menggunakan tahapan-tahapan yang ada di teori, yaitu:27
a. Identifikasi risiko, dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang
berpotensi merugikan bank.
b. Pengukuran Risiko, digunakan untuk mengukur profil risiko yang
gunannya untuk memperoleh gambaran calon debitur.
c. Pemantauan Risiko.
d. Pengendalan risiko .
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam melakukan penerapan
manajemen risiko pada pembiayaan murabahah sudah melakukan
sebagaimana yang sudah ada di teori dan sudah diterapkan dengan baik
karena mereka sudah melahkukan tahapan-tahapannya tersebut. Namun
27 Vaithzal Rivai dan Avriyan, Islamic Banking (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), 954.
75
pada analisa 5C PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan hanya megutamakan
2C, sedangkan 3C yang lainnya kurang diperhatikan.
Sedangkan dalam proses pemberian pembiayaan di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan terdapat beberpa tahapan yang harus dilakuakan
yaitu:28
a. Meneliti riwayat hidup calon nasabah
b. Verifikasi data dengan melakukan interview
c. Meneliti reputasi calon nasabah tersebut dilingkungan usahanya
d. BI checking dan meminta informasi antar bank.
BI checking ini dilakukan melalui Sistem Informasi Debitur
(SID) pada Bank Indonesia. SID menyediakan informasi pembiayaan
yang terkait nasabah, antara lain informasi mengenai bank pemberi
pembiayaan, nilai fasilitas pembiayaan yang telah diperoleh,
kelancaran pembayaran, serta informasi lain yang terkait dengan
fasilitas pembiayaan tersebut.
e. Mencari informasi atau trade checking
Dalam trade checking, bank dapat memperoleh informasi
mengenai kebiasaan nasabah dengan cara sebagai berikut:
1) Mencari informasi lingkungan tempat kerja seseorang. Jika
diperoleh informasi bahwa permohonan pembiayaan memiliki
utang yang cukup banyak atau suka berhutang dan pelunasannya
tidak lancar, hal ini tentunya menjadi indikasi karakter yang
28 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), 67-68.
76
kurang baik. Demikian pula sebaliknya, jika diperoleh informasi
yang positif, dapat diindikasikan bahwa permohanan pembiayaan
tersebut baik.
2) Mencari informasi ke pelaku bisnis yang sama dengan (calon)
nasabah. Jika diperoleh informasi bahwa pengurus perusahaan
memiliki komitmen dalam melakukan pembayaran , maka hal ini
mengidentifikasikan karakter yang baik. Namun jika informasi
yang diperoleh bertolak belakang, maka hal tersebut tentu
mengiidentifikasikan karakter yang kurang baik.
f. Mencari informasi tentang gaya hidup dan hobi calon nasabah.29
Pada PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam penilaian karakter
nasabah yaitu dengan wawancara, yang dilakukan ketika survey,
melakukan BI checking, jika tergolong dalam kategori macet atau dalam
perhatian khusus, nasabah memiliki karakter yang kurang baik, dan
dengan cara melakukan pengamatan sekilas. Cara yang dilakukan PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan belum sesuai dengan teori yang ada,
sehingga kesalahan dalam menganalisis nasabah masih masih terjadi.
Selain itu dalam melakukan analisis pembiayaan sebelum
pembiayaan diberikan kepada nasabah ada beberapa metode yang dapat
digunakan antara lain dengan teori analisa 5C (character, capacity,
capital, condition of economy, dan coleteral) dan 3R (return, repayment,
dan risk bearing ability). Namun pada PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
29 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah Modul Sertifikasi Tingkat 1
General Banking Syariah (Jakarta: Gramedia, 2014), 204.
77
analisa yang digunakan yaitu 5C, dengan 2C yang diutamakan yaitu
character dan capacity, sehingga pembiayaan bermasalah semakin
bertambah.
2. Analisis upaya penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan
Setelah melakukan proses pemberian pembiayaan, maka pihak PT.
BPRS Ummu Bangil Pasuruan harus mulai melakukan tahap pengawasan
terhadap pembiayaan yang telah di salurkan, menurut Veitzal Rifa’i yaitu
dengan cara-cara berikut:30
a. Inspeksi on the spot (pengawasan fisik)
b. Monitoring pembiayaan alat yang dipergunakan untuk melakukan
pemantauan pembiayaan, agar dapat diketahui sedini mungkin (early
warning system) deviasi yang terjadi yang akan membawa akibat
turunnya mutu pembiayaan. Dengan ini, dimungkinkan mengambil
langkah-langkah untuk tidak timbul kerugian. Monitoring pembiayaan
dilakukan secara intern maupun ekstern.
1) Informasi dari luar bank (ekstern)
a) Meminta laporan berkala, realisasi kerja dan sebagainya,
melakukan inspeksi on the spot
b) Laporan akuntan, konsultan dan sebaginya.
2) Informasi dari bank (intern)
30 Jumi Atika, “PrinsipKehati-hatian dalam Pencegahan Pembiayaan Bermasalah,” At-tijaroh
Vol.1, No.2 (2015), 32.
78
a) Penelitian mutasi nasabah dalam rekening koran, sehingga
diperoleh gambaran mutasi yang sebenarnya dan tidak dibuat.
b) Meneliti turn over dengan membandingkan debit dan
pembiayaan pada beberapa bulan berjalan.
c) Memberi tanda pada saldo tertinggi dan terendah pada setiap
periode, agar berhati-hati bila nasabah mengalami overdraft.
d) Mengawasi apakah pada tanggal pelunasan dapat dipenuhi
oleh nasabah.
Terdapat beberapa jenis monitoring dalam pembiayaan,
antara lain:31
a) On desk monitoring
Merubapakan pemantauan pembiayaan secara administratif,
yaitu melalui instrumen administrasi, seperti laporan-laporan,
financial statement, kelengkapan dokumen, dan informasi
pihak ketiga. Data administrasi yang dimonitor adalah dari
kegiatan debitur dan lembaga keuangan sendiri.
b) On site monitoring
Yaitu pemantauan pembiayaan langsung ke lapangan, baik
sebagian, menyeluruh atau khusus atas kasus tertentu untuk
membuktikan pelaksanaan kebijakan pembiayaan, atau secara
menyeluruh apakah ada deviasi yang terjadi atas terms of
lending yang disepakati.
31 Sumarin, Konsep Kelembagaan Bank Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2012), 121.
79
c) Exeption monitoring
Yaitu pemantauan pembiayaan dengan memberikan
tekanan kepada hal-hal yang kurang berjalan dengan baik
dan hal-hal yang telah berjalan sesuai dengan terms of
lending, dikurangi intensitasnya.
3) Verband Control (Pemerikasaan atas hal-hal yang saling
berhubungan) dengan cara menyamar.
PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam menangani pembiyaan
bermasalah pada pembiayaan murabahah belum sesuai dengan teori, yang
mana PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan hanya melakukan Inspeksi on
the spot (pengawasan fisik) yaitu dengan cara mendatangi nasabah secara
rutin, Penelitian mutasi nasabah dalam rekening koran, sehingga diperoleh
gambaran mutasi yang sebenarnya dan tidak dibuat dan meneliti turn over
dengan membandingkan debit dan pembiayaan pada beberapa bulan
berjalan. Karena kurangnya pengawasan dari pihak bank maka
pembiayaan bermasalah ataupun macet masih terus bertambah.
Tentunya pembiayaan yang bermasalah atau macet di PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan tidak bisa dibiarkan begitu saja ada proses untuk
menyelamatkan pembiayaan macet atau pembiayaan bermasalah untuk
penyelamatan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan mulai beberapa
cara, yaitu:32
32 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), 67-68.
80
a. Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya.
b. Reconditioning (persyaratan kembali), yaitu perubahan sebagaian atau
seluruh persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok
kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank antara lain
meliputi pengurangan jumlah angsuran,perubahan jumlah angsuran,
perubahan jangka waktu, perubahan nisbah bagi hasil dalam
pembiayaan mudharabah, perubahan proyeksi bagi hasil dalam
pembiayaan mudharabah, dan pemberian potongan.
c. Restructuring (penataan kembali), yaitu perubahan persyaratan
pembiayaan yang antara lain meliputi penambahan dana fasilitas
pembiayaan, konversi akad pembiayaan, konversi pembiayaan
menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah yang
dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.
Strategi penanganan pembiayaan bermasalah pada PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan dalam melakukan pembiayaan murabahah
adalah:
a. Melakukan pendekatan kepada nasabah pembiayaan, hal ini dilakukan
untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada nasabah
pembiayaan. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan cara kita
mendatangi nasabah kemudian membicarakan atau mendiskusikan
masalah yang dihadapi oleh nasabah dan kita pihak bank memberikan
masukan atau alternatif jalan keluar dalam menyelesaikanya.
81
b. Penagihan secara intensif yang dilakukan oleh PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan kepada nasabah, pertama jika nasabah menunggak
atau macet dalam angsuran maka pihak PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan akan mengirimkan surat peringatan atau teguran kepada
nasabah pembiayaan murabahah atas pembayaran angsuranya. Surat
peringatan ini disampaikan secara bertahap dimulai dari surat
peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Surat peringatan pertama
biasanya dari surat ini berisi nominal angsuran pokok dan bagi hasil
yang belum dibayar oleh nasabah. Surat peringatan kedua surat ini
diberikan kepada nasabah apabila masih saja belum membayar, dan
pihak PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan akan datang langsung ke
tempat nasabah pembiayaan untuk melakukan penagihan atas
pembiayaan yang menglami macet, jadi surat ini dapat dikatakan surat
pengantar pihak marketing. Surat peringatan ketiga, surat ini
merubapakan surat panggilan, di mana petugas bank akan meminta
nasabah untuk datang ke kantor dan menemui pihak pengurus, agar
pembiayaan tidak macet maka dapat dirundingkan secara baik-baik.
Kedua penagihan secara langsung yakni pihak PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan dengan mendatangi langsung kerumah nasabah
pembiayaan murabahah yang mengalami penunggakan.
c. Eksekusi jaminan bagi nasabah yang pinjam dengan jaminan, yaitu
penjualan atau pelelangan aset yang dijadikan jaminan untuk
pelunasan pembiayaan yang kurang. Hal ini dilakukan oleh bank
82
apabila nasabah sudah benar-benar tidak mampu lagi untuk membayar
hutangnya.
d. Jalur mediasi pengadilan yaitu bagi nasabah tanpa jaminan jika
sudah pemberlakuan SP3 tidak ada kemajuan maka PT. BPRS
Ummu Bangil Pasuruan menempuh jalur pengadilan.
e. Reschedulling, PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan memberikan
keringanan kepada nasabah pembiayaan murabahah terkait jadwal
pembayaran dan besarnya angsuran.
f. Reconditioning, persyaratan kembali yaitu dengan peurabahan
jumlah angsuran yang dibebankan nasabah,dan juga jadwal
penagihan yang berbeda dengan jadwal sebelumnya.
g. Penambahan pinjaman atau dana pada nasabah yang macet sebagai
pemulihan usaha nasabah.
Oleh karena itu di PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam
melakukan penyelamatan pembiayaan macet sudah melakukan
sebagaimana yang sudah ada di teori. Dan sudah di terapkan dengan baik
karena mereka sudah melakukan tahapan-tahapan tersebut. Namun
pengawasan dalam pembiayaan murabahah ini belum terealisasikan
dengan baik sesuai dengan teori, sehingga pembiayaan bermasalah belum
dapat teratasi.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam menilai karakter nasabah yaitu
hanya dengan wawancara, yang dilakukan ketika survey, melakukan BI
checking, dan dengan cara melakukan pengamatan sekilas. Sedangkan
analisa nasabah PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dari analisa 5C hanya
mengutamakan 2C yaitu character dan capacity. Sehingga penilaian
karakter belum dapat terbaca dan dianalisis dengan baik oleh pihak bank.
2. PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan dalam menangani pembiyaan
bermasalah pada pembiayaan murabahah hanya melakukan Inspeksi on
the spot (pengawasan fisik) yaitu dengan cara mendatangi nasabah secara
rutin, Penelitian mutasi nasabah dalam rekening koran, sehingga diperoleh
gambaran mutasi yang sebenarnya dan tidak dibuat dan meneliti turn over
dengan membandingkan debit dan pembiayaan pada beberapa bulan
berjalan. Karena kurangnya pengawasan dari pihak bank maka
pembiayaan bermasalah ataupun macet masih terus bertambah.
84
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas peneliti memberikan saran untuk
dijadikan sebagai bahan masukan atau pertimbangan untukmeningkatkan
implementasi manajemen risiko pada pembiayaan di PT. BPRS Ummu
Bangil Pasuruan adapun sarannya yaitu:
1. Untuk PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan harus lebih mengembangkan
keahlian dan metode penilaian karakter serta menerapkan analisa 5C dan
3R (return, repayment dan risk bearing ability) secara optimal. Sehingga
dapat meminimalisir pembiayaan bermasalah dan pembiayaan dapat
berjalan lancar sesuai ketentuan yang telah disepakati kedua belah pihak
sehingga pembiayaan macet dapat teratasi.
2. Agar setiap aktivitas yang diterapkan di PT. BPRS Ummu Bangil
Pasuruan khususnya dalam pembiayaan murabahah supaya bisa mencapai
hasil yang maksimal, maka fungsi pengawasan harus diterapkan dengan
tepat dan benar. Selain itu PT. BPRS Ummu Bangil Pasuruan harus dapat
menggolongkan pembiayaan bermasalah sehingga upaya yang dilakukan
dapat berjalan sesuai masalah pada pembiayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, M. Nur Rianto. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Setia,
2012.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktik di Beberapa
Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Fahmi, Irham. Manajemen Risiko. Bandung: Alfabeta, 2018.
Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti. Manajemen Perkreditan Bank Umum.
Bandung: Alfabeta, 2009.
Habib, Tariqullah Khan Ahmed. Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah.
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Ikatan Bankir Indonesia. Manajemen Risiko 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2015.
Ismail. Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016.
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Muhammad. Manajemen Bank Syariah. Yogjakarta: (UPP) Amp YKPN, 2005.
Purwarna, Agung Eko. Perbankan Syariah. Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2009.
Rianto, M. Nur. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Setia, 2017
Rivai, Vaithzal dan Avriyan Arifin. Islamic Banking. Jakarta: PT Bumi Aksara,
2010.
Rukmana, Amir Machmud H. Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris
di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2010.
Salim, Abbas. Asuransi dan Manajemen Risiko. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005.
Soemitra, Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana
Prenamedia Group, 2014.
Taswan. Manajemen Perbankan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006.
Usanti, Trisadini dan Abd. Shomad. Transaksi Bank Syariah. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2015.
Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003.
Jurnal dan Skripsi
Ani Yunita, “Problematika Penyertaan Akad Wakalah dalam Pembiayaan
Murabahah pada Bank Syariah.” Varia Justicia, Vol 14 No. 1 (2018)
Atika, Jumi. “Prinsip Kehati-hatian dalam Pencegahan Pembiayaan Bermasalah.”
At-tijaroh. Vol.1, No.2 (2015).
Dewi, Roshila. “Analisis Penerapan Manajemen Resiko Pembiayaan.” Skripsi,
IAIN Raden Intan Lampung, 2017.
Hasanah, Anah. “Analisis Manajemen Resiko Dalam Prosedur Pembiayaan Gadai
Emas Di BJB Syariah Kuningan.” Skripsi, IAIN Syekh Nurjati Cirebon,
2016.
Husaini dan Happy Fitria. “Manajemen Kepemimpinan.” JMKSP, Vol. 4, No. 1,
2019.
Lokobal, Arif. “Manajemen Risiko Pada Perusahaan Jasa Pelaksana Konstruksi
di Propinsi Papua (Study Kasus di Kabupaten Sarmi).” Jurnal Ilmiah Media
Engineering. Vol. 4, No. 2, 2014.
Mukhlishin, Ahmad dan Aan Suhendri. “Analisis Manajemen Risiko (Kajian
Kritis Terhadap Perbankan Syariah di Era Kontemporer).” An- Nisbah, Vol.
05, No. 01, 2018.
Prasetyo, Heri Agus. Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Gadai Emas Studi
Kasus Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Solo Baru. Skripsi, IAIN
Surakarta, 2017.
Pratama, Rheza. “Penerapan Manajemen Risiko Pada Perbankan Syariah (Studi
Kasus Pada Bank Muamalat & Bank Syariah Mandiri Cabang Kota
Ternate).” Jurnal Mitra Manajemen. Vol. 2 No. 6, 2018.
Tengor, Rifangga C.T. “Penerapan Manajemen Risiko Untuk Meminimalisir
Risiko Kredit Macet Pada PT. Bank Sulutgo.” Jurnal EMBA. Vol. 3, No. 4,
2015.
Wahyuningsih, Devid Tri. Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah
Di Bmt Nusa Umat Sejahtera Salatiga. Skripsi, IAIN Salatiga, 2019.
Yasa1, W. Wedana. “Manajemen Risiko Operasional dan Pemeliharaan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Regional Bangli di Kabupaten Bangli.” Jurnal
Spektran. Vol. 1, No. 2, 2013.
Internet dan Wawancara
Laporan Keuangan Triwulan PT BPRS Ummu Bangil Tahun 2019, dalam
www.ojk.go.id