ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN …digilib.unila.ac.id/33268/3/3. Skripsi Tanpa...

97
ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDI DAYA LELE DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (Skripsi) Oleh Faakhira Nadia Syakina 1414131059 JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Transcript of ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN …digilib.unila.ac.id/33268/3/3. Skripsi Tanpa...

ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA

DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDI DAYA LELE DI

KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(Skripsi)

Oleh

Faakhira Nadia Syakina

1414131059

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

b

ABSTRACT

ANALYSIS OF INCOME, HOUSEHOLD WELFARE AND BUSINESS

DEVELOPMENT STRATEGY OF CULTIVATION OF CATFISH

CULTIVATION ENLARGEMENT IN NATAR SUB DISTRICT, SOUTH

LAMPUNG REGENCY

By

Faakhira Nadia Syakina

This research aimed to analyze the contribution of catfish cultivation enlargement

to household income, the welfare of catfish cultivators household, and the strategy

catfish cultivation business development. This research data was collected in Sub

District of Natar of South Lampung regency. Respondents in this research were

30 cultivators of catfish enlargement, chosen by porpose for they have been

actively running their business and 4 expert people in catfish cultivation.

Collected household income was included cultivation income of catfish, off farm

income, and non farm. The level of household welfare was analyzed by three

kriterias namely Sajogyo, Badan Pusat Statistik (BPS) and Badan Kependudukan

dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Analysis of development strategy

using SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) and Quantitative

Strategy Planning (QSP) matrix. The research result showed that average income

of catfish cultivators business contributed 44.27 percent of the total household

income of Rp52,340,376.00 per year. The household welfare level based on

Sajogyo category showed that 20 percent of household were in the near-poor

category, 50 percent in moderate and 30 percent in decent living class. Whereas,

based on BPS and BKKBN category showed that 20 percent of households were

in the less prosperous and 80 percent were prosperous. This cultivation business

development strategies were using subsistence and alternative feed, post harvest

product creation, polculture cultivation, reconstruction of cultivation group

management, and application of Cara Budi Daya Ikan yang Baik (CBIB) and Cara

Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB).

Key words: catfish, development strategy, income, welfare.

c

ABSTRAK

ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DAN

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDI DAYA LELE DI

KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

Faakhira Nadia Syakina

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya kontribusi pendapatan usaha

budi daya lele terhadap pendapatan rumah tangga, tingkat kesejahteraan rumah

tangga pembudidaya, serta strategi pengembangan usaha budi daya lele.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

Responden penelitian ini adalah pembudidaya lele berjumlah 30 orang yang

dipilih secara sengaja berdasarkan keaktivan dalam menjalankan usahanya dan 4

responden ahli di bidang budi daya ikan lele. Analisis tingkat kesejahteraan

menggunakan kriteria Sajogyo, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Analisis strategi

pengembangan menggunakan matriks SWOT (streaghts, weaknesses,

opportunities, threats) dan Quantitative Strategy Planning (QSP). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan usaha budi daya lele

berkontribusi sebesar 44,27 persen dari total pendapatan rumah tangga sebesar

Rp52.340.376,00 per tahun. Berdasarkan analisis tingkat kesejahteraan dengan

kriteria Sajogyo diketahui bahwa 20 persen keluarga pembudidaya berada dalam

golongan nyaris miskin, 50 persen di golongan cukup, dan 30 persen di golongan

hidup layak. Berdasarkan kriteria BPS dan BKKBN menunjukkan bahwa 20

persen rumah tangga berada dalam golongan belum sejahtera dan 80 persen

masuk golongan sejahtera. Strategi pengembangan usaha budi daya lele adalah

inovasi penggunaan pakan pellet subsisten dan alternatif, menciptakan produk

pasca panen, budi daya ikan polikultur, rekonstruksi manajemen kelompok budi

daya, serta penerapan Cara Budi Daya Ikan yang Baik (CBIB) dan (Cara

Pembenihan Ikan yang Baik) CPIB.

Keywords : Ikan lele, kesejahteraan, pendapatan, strategi pengembangan.

d

ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DAN

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDI DAYA LELE DI

KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

FAAKHIRA NADIA SYAKINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERISTAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

e

Judul : ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN

RUMAH TANGGA DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN USAHA BUDI DAYALELE DI

KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG

SELATAN

Nama : Faakhira Nadia Syakina

NPM : 1414131059

Program Studi : Agribisnis

Jurusan : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M. Sc. Dr.Ir. Muhammad Irfan Affandi, M.Si

NIP 19610622 198503 2 004 NIP 19640724 198902 1 002

2. Ketua Jurusan Agribisnis

Dr.Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P.

NIP 19630203 198902 2 001

f

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M.Sc. ____________

Sekertaris : Dr. Ir. Muhammad Irfan Affandi, M.Si. ____________

Penguji

Bukan Pembimbing: Dr. Ir. Raden Hanung Ismono, M.P. ____________

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si.

NIP 19611020 198603 1 002

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 15 Agustus 2018

g

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar pada tanggal 30 November

1996. Penulis adalah putri kedua dari Bapak

Drs. M.Zubir dan Ibu Dra. Betnawati, M.Pd. Riwayat

pendidikan yang telah penulis tempuh adalah Taman

Kanak-kanak (TK) Pematang Kiwah Natar pada tahun

2000 – 2001, Sekolah Dasar (SD) Negeri 7 Merak Batin

pada tahun 2002 – 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Natar pada

tahun 2008 – 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Natar pada

tahun 2011 – 2014. Pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan Perguruan

Tinggi di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui

jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Bidang Pengembangan

Karir dan Profesi (I) Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian

(HIMASEPERTA). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun

2017 di Desa Rama Gunawan Kecamatan Seputih Raman. Penulis melaksanakan

Praktik Umum di PT.Central Pertiwi Bahari Tanjung Bintang bagian marketing

export.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah

Ekonomi Makro, Pengembangan Masyarakat, Manajemen Sumber Daya Manusia,

h

dan Manajemen Agribisnis. Penulis pernah menjadi asisten penelitian Pravalensi

Kegemukan dan Tingkat Resiko Penyakit Kardiovaskuler pada Anak SD

di Daerah Pedesaan Sekitar Bandar Lampung. Penulis juga pernah menjadi

asisten pelaksana pada kegiatan pengabdian masyarakat Kemristekdikti IbM

Kelayakan Usaha Mikro Emping Melinjo di Desa Sukamaju Kecamatan Teluk

Betung Timur Kota Bandar Lampung pada tahun 2017. Selain itu, penulis juga

pernah menjadi surveyor konsumen Bank Indonesia untuk periode Oktober –

Desember 2017.

i

SANWACANA

Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT. yang senantiasa mencurahkan

rahmat-Nya dan atas perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Analisis Pendapatan, Kesejahteraan Rumah Tangga dan Strategi

Pengembangan Usaha Budi Daya Lele di Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan. Skripsi ini terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.

Sebagai wujud rasa syukur dan hormat, penulis menyampaikan terima kasih

kepada pihak-pihak berikut ini :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung atas kebijakan yang telah diberikan.

2. Ibu Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P., selaku Ketua Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas kebijakan dan kemudahan yang

telah diberikan.

3. Ibu Dr.Ir.Yaktiworo Indriani, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Pertama yang

dengan penuh kesabaran mencurahkan ilmu dan nasihat yang berharga, serta

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Muhammad Irfan Affandi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing

Kedua yang dengan penuh kesabaran mencurahkan ilmu dan nasihat yang

berharga, serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Ir. Raden Hanung Ismono, M.P., selaku Dosen Penguji atas saran

serta masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi.

j

6. Ibu Ir. Rabiatul Adawiyah M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik (PA)

atas arahan dan nasehat yang diberikan selama penulis menyelesaikan kuliah.

7. Bapak dan Ibu dosen Universitas Lampung yang telah membekali penulis

berbagai ilmu pengetahuan yang sangat berharga.

8. Seluruh karyawan Agribisnis Univeristas Lampung (Mba Ayi, Mba Tunjung,

Mba Iin, Mas Boim, dan Mas Buchori) atas segala bantuan yang diberikan.

9. Mama Betnawati dan Papa almarhum M.Zubir tercinta yang selalu

memberikan semangat, doa, dan kasih sayang, serta menjadi harapan hidup

penulis. Kakak dan Adik tersayang yang selalu membantu, mendukung, dan

menghibur penulis dalam berbagai situasi.

10. Sahabat terbaik, Cindy Puri Andini yang telah mendukung penulis dalam

menghadapi berbagai situasi dan selalu menjadi orang yang dapat diandalkan.

11. Sahabat yang selalu dapat diandalkan, the one call away, Dian Wicaksono

yang menjadi penunjuk arah dan mendampingi penulis selama pra survai dan

turun lapang.

12. Pangestu Family (Aji, Ajeng, Ekawati, Fabiola, Cindy, Dayu, Danang, Dian,

Bagoes, Ade, dan Abu) atas segala pertolongan, semangat, dan dukungan.

13. Sahabat yang menemani disaat fase pertumbuhan, perkembangan, dan

pendewasaan (Shelviana Agustin, S.Kom., Reza Desmayanti, S.M., Nova

Ariska, S.Si., Dian Wicaksono, dan Alfalah).

14. Yohana, S.P., Aurora S.P., Dwi Febrina, S.P., Ayu Nirmala, S.P., Dwi Novita,

S.P., Yudi, S.P., Lena, Elisa, Siska, Lutfi, Pingky, Measi, Dewi, Dita, Satria,

Karina, Inggit, Icha, Devira, Wayan, Elok, Uuk, Grace, Fanda, Alvita, Dian

Widya, Rana, Kiki, Firdaus, Rosita, Septi, Yani, Nadia, Defline, Mamat,

k

Sofyan, Koko, Rangga, Febrina, Novia, Rosi, Hafia, Yolanda dan seluruh

rekan Agribisnis 2014 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

15. Senior yang membantu selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi (Kak

Dwi, Kak Tsu, Kak Citra, Kak Ghesa, Kak Boim, Kak Suf, Kak Vanna, Kak

Hesti, Kak Tero, Kak Dilla, Kak Muher, Kak Pram, Kak Lutfi, Kak Gita, dan

Kak Riski. Adik-adik tingkat 2015 yang telah memberikan semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini (Devi, Mubarok, Dewi, Brigita, dan Novia).

16. Keluarga besar HIMASEPERTA Universitas Lampung, tempat menempa diri.

17. Almamater tercinta dan semua pihak yang telah membantu penuli dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Bandar Lampung, 06 Agustus 2018

Penulis,

Faakhira Nadia Syakina

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……………………………………………………………….............i

DAFTAR TABEL………………………………………………………………...iii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….....vi

I. PENDAHULUAN …………………………………………………………...1

1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 7 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ………………..9

2.1. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 9

2.1.1 Komoditas Ikan Lele .............................................................................. 9

2.1.2 Konsep Usahatani dan Rumah Tangga Petani ...................................... 16 2.1.3 Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga................................................. 22 2.1.4 Strategi Pengembangan Usaha ............................................................. 31

2.1.5 Lingkungan Eksternal dan Internal ....................................................... 35 2.1.6 Analisis SWOT ..................................................................................... 38

2.1.7 Quantitive Strategic Planning Matrix (QSPM) .................................... 40 2.1.8 Focus Group Discussion (FGD) ........................................................... 41 2.2. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................. 42

2.3. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 44

III. METODE PENELITIAN …………………………………………………...48

3.1 Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ................................. 48

3.2 Konsep Dasar dan Definisi Operasional ............................................... 49

3.3 Metode Sampling dan Pengumpulan Data ........................................... 52 3.4 Metode Analisis Data ........................................................................... 55 3.4.1 Analisis Biaya Usaha Budi Daya dan Break Even Point (BEP) .......... 55 3.4.2 Analisis Pendapatan Usaha Budi Daya dan Rumah Tangga ................ 57 3.4.3 Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga .................................. 59

3.4.4 Analisis Strategi Pengembangan .......................................................... 61

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………..72

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan ………………………72 4.1.1 Keadaan Geografi Kabupaten Lampung Selatan ……………………..72 4.1.2 Keadaan Demografi Kabupaten Lampung Selatan …………………...73

4.1.3 Gambaran Umum Perikanan Kabupaten Lampung Selatan …………..75 4.2 Gambaran Umum Kecamatan Natar …………………………………...76

ii

4.2.1 Keadaan Geografi Kecamatan Natar ………………………………….76

4.2.2 Keadaan Demografis Kecamatan Natar ………………………………76 4.2.3 Gambaran Umum Perikanan di Kecamatan Natar ……………………77 4.3 Karakteristik Responden ……………………………………………….78 4.3.1 Umur dan Tingkat Pendidikan Pembudidaya Lele …………………...79 4.3.2 Pengalaman Budi Daya Lele …………………………………………80

4.3.3 Luas dan Jenis Kolam Budi Daya Lele ………………………………81 4.3.4 Pekerjaan dan Tanggungan Keluarga Pembudidaya Lele ……………82 4.4 Usaha Budi Daya Ikan Lele ……………………………………………84 4.4.1 Persiapan Kolam Ikan Lele …………………………………………...84 4.4.2 Penebaran Benih ……………………………………………………...85

4.4.3 Pemberian Pakan ……………………………………………………..86 4.4.4 Penggunaan Pupuk …………………………………………………...88 4.4.5 Penggunaan Obat-obatan ……………………………………………..89

4.4.6 Penggunaan Tenaga Kerja…………………………………………….90 4.4.7 Penyusutan Peralatan………………………………………………….91 4.4.8 Produksi Usaha Budi Daya Ikan Lele ………………………………...92 4.5 Analisis Biaya Usaha Budi Daya Lele dan Break Even Point (BEP) ….93

4.6 Analisis Pendapatan Usaha Budi Daya dan Rumah Tangga …………...95 4.6.1 Pendapatan dan Profitabilitas Usaha Budi Daya Lele ………………..95

4.6.2 Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya …………………………...97 4.7 Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya ………..99

4.7.1 Kriteria Sajogyo ………………………………………………………99 4.7.2 Kriteria Badan Pusat Statistik (BPS) ………………………………. 110

4.7.2 Kriteria BKKBN……………………………………………………. 114 4.8 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal ………………………….119 4.8.1 Faktor Internal …………………………………………………….. 119

4.8.2 Faktor Eksternal ……………………………………………………..130 4.8.4 Matriks IE (Internal – Eksternal) ……………………………………137 4.9 Matriks SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) ……………138

4.10 Tahap Keputusan ……………………………………………………...139

V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………150

5.1. Kesimpulan …………………………………………………………...150

5.2. Saran ………………………………………………………………….151

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….152

LAMPIRAN …………..……………………………………………………….159

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi budi daya tawar menurut jenis ikan di Provinsi

Lampung tahun 2016................................................................................. 2

Tabel 2. Produksi ikan lele menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung ........... 3

Tabel 3. Produksi ikan lele menurut kecamatan di Lampung Selatan tahun 2016 . 4

Tabel 4. Kriteria Tingkat Kesejahteraan Badan Pusat Statistik (2014) ................ 26

Tabel 5. Indikator kesejahteraan BKKBN ............................................................ 29

Tabel 6. Kelompok budi daya ikan lele di Kecamatan Natar tahun 2017............. 53

Tabel 7. Matriks penilaian bobot faktor internal usaha budi daya ........................ 64

Tabel 8. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) .............................................. 65

Tabel 9. Matriks penilaian bobot eksternal usaha budi daya lele ......................... 66

Tabel 10. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) ......................................... 67

Tabel 11. Matriks Quantitive Strategic Planning (QSP) ...................................... 71

Tabel 12. Sebaran umur menurut kelompok umur dan jenis kelamin

di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015 ......................................... 74

Tabel 13. Produksi ikan menurut jenis produksi di Kabupaten Lampung Selatan 75

Tabel 14. Sebaran umur menurut kelompok umur dan jenis kelamin

di Kabupaten Lampung Selatan ............................................................ 77

Tabel 15. Produksi perikanan budi daya di Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan ................................................................................... 78

Tabel 16. Sebaran pembudidaya lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan menurut usia dan tingkat pendidikan ..... 79

Tabel 17. Sebaran pembudidaya lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan menurut lama budi daya......................... 80

Tabel 18. Luas dan jenis kolam lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan ................................................................ 81

Tabel 19. Sebaran pembudidaya lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan jumlah tanggungan

dan pekerjaan keluarga ......................................................................... 83

iv

Tabel 20. Sebaran pembudidaya lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan kepadatan tebar ................. 85

Tabel 21. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usaha budi daya lele

di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ............................... 90

Tabel 22. Rata-rata nilai penyusutan peralatan budi daya lele di Kecamatan

Natar Kabupaten Lampung Selatan ...................................................... 91

Tabel 23. Produksi dan produktivitas usaha budi daya lele lokasi penelitian

di Kecamatan Natar Kabupatan Lampung Selatan ............................... 92

Tabel 24. Penerimaan, struktur biaya, dan Break Even Poin (BEP) ..................... 94

Tabel 25. Pendapatan dan R/C rasio usaha budi daya lele .................................... 96

Tabel 26. Komposisi pengeluaran rumah tangga pembudidaya lele di

Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ................................. 100

Tabel 27. Perbandingan antara kriteria Sajogyo dan BPS .................................. 116

Tabel 28. Perbandingan antara kriteria BKKBN dan BPS ................................. 116

Tabel 29. Perbandingan antara kriteria BKKBN dan Sajogyo ........................... 117

Tabel 30. Hasil analisis lingkungan internal ....................................................... 128

Tabel 31. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) usaha budi daya lele

di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ............................. 129

Tabel 32. Hasil analisis lingkungan eksternal ..................................................... 135

Tabel 33. Matriks External Factor Evaluation (EFE) usaha budi daya lele ....... 136

Tabel 34. Alternatif strategi usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 139

Tabel 35. Pakan alternatif untuk usaha budi daya lele ........................................ 143

Tabel 36. Identitas responden usaha budi daya lele Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 160

Tabel 37. Identitas keluarga pembudidaya lele .................................................. 162

Tabel 38. Pekerjaan dan penghasilan di luar pertanian ....................................... 166

Tabel 39. Kepemilikan kolam ............................................................................. 168

Tabel 40. Kepemilikan lahan .............................................................................. 170

Tabel 41. Biaya benih ......................................................................................... 174

Tabel 42. Biaya pakan pellet musim tebar I ........................................................ 176

Tabel 43. Biaya pakan alternatif musim tebar I .................................................. 178

Tabel 44. Biaya pupuk musim tebar I ................................................................. 180

Tabel 45. Biaya antibiotik musim tebar I ............................................................ 182

Tabel 46. Biaya pakan pellet musim tebar II ...................................................... 186

v

Tabel 47. Biaya pakan alternatif musim tebar II ................................................. 188

Tabel 48. Biaya pupuk musim tebar II ................................................................ 190

Tabel 49. Biaya antibiotik musim tebar II .......................................................... 192

Tabel 50. Biaya pakan pellet musim tebar III ..................................................... 196

Tabel 51. Biaya pakan alternatif musim tebar III ............................................... 198

Tabel 52. Biaya pupuk musim tebar III .............................................................. 200

Tabel 53. Biaya antibiotik musim tebar III ......................................................... 202

Tabel 54. Biaya probiotik .................................................................................... 206

Tabel 55. Biaya investasi peralatan budi daya lele ............................................ 208

Tabel 56. Biaya tenaga kerja ............................................................................... 215

Tabel 57. Total biaya tenaga kerja (per musim tebar) ........................................ 223

Tabel 58. Biaya iuaran kelompok budi daya ikan (pokdakan)............................ 225

Tabel 59. Produksi dan penerimaan usaha budi daya lele .................................. 226

Tabel 60. Total biaya produksi usaha budi daya lele .......................................... 232

Tabel 61. Pendapatan usaha budi daya lele ......................................................... 240

Tabel 62. R/C rasio usaha budi daya lele ............................................................ 244

Tabel 63. BEP usaha budi daya lele .................................................................... 246

Tabel 64. Penghasilan rumah tangga pembudidaya lele ..................................... 247

Tabel 65. Pengeluaran rumah tangga dan kriteria kesejahteraan Sajogyo .......... 249

Tabel 66. Kriteria kesejahteraan Badan Pusat Statistik ...................................... 260

Tabel 67. Kriteria kesejahteraan BKKBN .......................................................... 265

Tabel 68. Matriks eksternal usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 267

Tabel 69. Matriks internal usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 269

Tabel 70. Total faktor eksternal usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 271

Tabel 71. Total faktor internal usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 272

Tabel 72. Matriks QSPM .................................................................................... 273

Tabel 73. Strategi prioritas .................................................................................. 274

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Model Manajemen Strategik (Hunger dan Wheelen, 2003) ............... 32

Gambar 2. Konsep rantai nilai (Tiyanto, 2012) .................................................... 38

Gambar 3. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ....................................... 47

Gambar 4. Matriks IE (Internal-Eksternal) (Tiyanto, 2012) ................................. 68

Gambar 5. Matriks SWOT .................................................................................... 70

Gambar 6. Sumber-sumber pendapatan rumah tangga pembudidaya lele

lokasi di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ................... 98

Gambar 7. Golongan kesejahteraan pembudidaya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan menurut kriteria Sajogyo ................... 109

Gambar 8. Tahapan keluarga pembudidaya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan menurut indikator BKKBN................ 114

Gambar 9. Rantai nilai usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan ............................................................ 122

Gambar 10. Matriks IE usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan .......................................................... 137

Gambar 11. Matriks SWOT usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan ......................................................... 140

Gambar 12. Rencana aksi strategi pengembangan usaha budi daya lele

Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ............................. 148

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor perikanan merupakan salah satu bidang industri potensial yang

memiliki kontribusi besar dalam peningkatkan perekonomian nasional. Subsektor

perikanan terbagi dalam dua jenis usaha yaitu perikanan tangkap dan perikanan

budi daya . Perikanan tangkap terdiri dari perikanan laut dan perairan umum.

Perikanan budi daya terdiri dari budi daya laut, tambak, kolam, karamba, jaring

apung, jaring tancap, dan sawah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)

(2018), pada tahun 2017 subsektor perikanan berkontribusi terhadap Produk

Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 2,27% untuk harga konstan dan 2,56%

dan untuk harga berlaku. Cukup besarnya kontribusi subsektor perikanan

terhadap PDB Nasional tidak terlepas dari produksi perikanan budi daya yang

tinggi. Produksi usaha perikanan tangkap tahun 2015 adalah 6.678 juta ton,

sedangkan untuk usaha perikanan budi daya adalah 15.634 juta ton. Angka

produksi tersebut mengalami peningkatan konsisten sejak tahun 2002. Pada tahun

2017 nilai ekspor perikanan budi daya mencapai 207,8 juta USD, naik sebesar

20,37% di tahun sebelumnya. Kinerja ekspor yang baik dapat mendongkrak nilai

PDB Nasional.

Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi

besar dalam subsektor perikanan baik dari perikanan tangkap maupun budi daya.

Potensi ini menjadikan subsektor perikanan sebagai salah satu subsektor strategis

2

dalam peningkatkan perekonomian dan lapangan pekerjaan di Provinsi Lampung.

Selain itu potensi yang besar tersebut didukung oleh areal perikanan budi daya

yang luas. Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung

(2015a) luas areal perikanan budi daya adalah 55.823,16 hektar dan produksi

perikanan budi daya di dominasi oleh budi daya air tawar. Menurut data Dinas

Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2015b) sebesar 46,9% produksi

perikanan budi daya berasal dari budi daya air tawar.

Banyak jenis ikan air tawar yang umum dikonsumsi masyarakat diantaranya

adalah ikan lele, ikan mas, ikan gurame, ikan mujair, ikan nila, dan lain-lain.

Produksi ikan tawar kolam menurut jenis ikan di Provinsi Lampung tahun 2016

tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi budi daya tawar menurut jenis ikan di Provinsi Lampung

tahun 2016

No Jenis Ikan Produksi (ton) Persentase (%)

1 Lele (Catfish) 32.018,43 48,14

2 Patin (Catfish) 10.718,91 16,12

3 Mas (Common carp) 9.101,27 13,68

4 Gurami (Giant guoramy) 5.811,80 8,74

5 Nila (Nile tilapia) 8.276,63 12,44

6 Mujair (Tillapia sp.) 150,70 0,23

7 Tawes (Java barb) 76,90 0,12

8 Tambakan (Kissing guoramy) 8,85 0,01

9 Nilem (Nilam carp) 31,60 0,05

10 Ikan lainnya (others) 310,88 0,47

Jumlah 66.505,97 100,00

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2017a)

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah produksi ikan budi daya di

Provinsi Lampung tahun 2016 didominasi oleh ikan lele. Hingga saat ini ikan lele

masih menjadi komoditas andalan budi daya air tawar di Provinsi Lampung. Ikan

lele menyumbang angka tertinggi sebesar 48,14%. Tingginya angka produksi

3

ikan lele di Provinsi Lampung berbanding lurus dengan kenaikan produksi di

tahun 2015 – 2016. Data produksi ikan lele di Provinsi Lampung ditunjukan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Produksi ikan lele menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung

No Kabupaten/Kota 2015 (ton) 2016 (ton) %

1 Lampung Selatan 1.201,28 9.491,64 790,13

2 Lampung Tengah 3.971,11 8.002,75 201,52

3 Pringsewu 4.361,56 4.522,26 103,68

4 Mesuji 1.243.30 2.323,66 186,86

5 Lampung Timur 1.964,02 2.045,89 104,17

6 Metro 1.096,34 1.376,84 125,59

7 Bandar Lampung 1.018,16 1.018,39 100,02

8 Tanggamus 822,00 826,00 100,49

9 Tulang Bawang Barat 407,31 714,62 175,45

10 Lampung Utara 430,37 508,99 118,27

11 Pesawaran 456,00 496,00 108,77

12 Way Kanan 411,29 417,39 101,48

13 Lampung Barat 177,50 150,00 -15,49

14 Tulang Bawang 55,00 88,50 160,91

15 Pesisir Barat 35,50 35,50 0,00

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2017b)

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Selatan adalah

daerah penghasil lele terbesar di Provinsi Lampung pada tahun 2016. Produksi

ikan lele di Lampung Selatan mengalami peningkatan sangat tinggi yaitu sebesar

790,13% pada periode tahun 2015 - 2016. Persentase peningkatan tersebut

merupakan angka peningkatan produksi lele tertinggi di Provinsi Lampung.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan peningkatan produksi tersebut di

antaranya adalah minat masyarakat untuk mengonsumsi ikan lele, faktor cuaca

dan lingkungan yang mendukung, kemajuan informasi dan teknologi, bantuan

pemerintah, dan sebagainya. Terdapat beberapa kecamatan yang memberi

sumbangan besar terhadap perolehan angka produksi tersebut diantaranya adalah

Kecamatan Tanjung Bintang, Katibung, Palas, Jatiagung, Sidomulyo, dan Natar.

4

Beberapa kecamatan tersebut menghasilkan ratusan hingga jutaan ton ikan lele

pada tahun 2016. Produksi ikan lele menurut kecamatan di Lampung Selatan

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi ikan lele menurut kecamatan di Lampung Selatan tahun 2016

No Kecamatan Produksi (kg) Persentase (%)

1 Tanjung Bintang 5.576.800,00 60,47

2 Katibung 2.193.500,00 23,79

3 Palas 670.012,02 7,27

4 Jatiagung 142.032,00 1,54

5 Sidomulyo 133.165,00 1,44

6 Natar 101.212,00 1,10

7 Merbau Mataram 93.960,00 1,02

8 Way Panji 73.955,00 0,80

9 Candipuro 60.775,00 0,66

10 Tanjung Sari 60.360,00 0,65

11 Ketapang 46.400,00 0,50

12 Kalianda 38.984,95 0,42

13 Sragi 11.650,00 0,13

14 Rajabasa 9.700,00 0,11

15 Penengahan 7.137,00 0,08

16 Bakauheni 2.250,00 0,02

Jumlah 100

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Selatan (2017a)

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa Kecamatan Natar menempati urutan ke

enam dalam produksi ikan lele. Walaupun besarnya produksi ikan lele di

Kecamatan Natar cukup tinggi jika dibanding kecamatan lainnya, akan tetapi

angka produksi tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan produksi di

Kecamatan Tanjung Bintang. Jumlah produksi di kedua daerah tersebut sangat

bertolak belakang jika dilihat dari kesamaan lokasinya yang dekat dengan Kota

Bandar Lampung. Menurut Pemerintah Kota Bandar Lampung (2017),

Kecamatan Natar adalah daerah di Kabupaten Lampung Selatan yang berbatasan

langsung di sebelah utara Kota Bandar Lampung dan Kecamatan Tanjung Bintang

berbatasan langsung di sebelah Timur Kota Bandar Lampung. Kota Bandar

5

Lampung adalah pusat perekonomian di Provinsi Lampung, di mana daerah

tersebut tersedia berbagai sarana yang dibutuhkan untuk produksi usaha budi daya

lele, lokasi pusat pasar, banyak industri/rumah makan yang menggunakan ikan

lele sebagai bahan baku, dan sebagainya.

Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Selatan (2017b)

jumlah pembudidaya ikan lele menurun sebesar 52% pada tahun 2017. Alasan

pembudidaya mulai meninggalkan usaha tersebut adalah besarnya biaya produksi

dan pendapatan usaha budi daya yang rendah.

Keberhasilan usaha budi daya dapat ditunjukkan dari besarnya penerimaan yang

diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Perbandingan besarnya jumlah biaya yang

dikeluarkan pembudidaya dalam melakukan usaha budi daya lele dengan besarnya

penerimaan dibutuhkan untuk menilai keberhasilan serta efektifitas usaha budi

daya lele. Semakin rendah biaya produksi yang dikeluarkan maka akan semakin

tinggi selisih penerimaan yang didapat dan sebaliknya. Kendala yang sering

dihadapi dalam usaha peningkatan produksi dan pendapatan pembudidaya yakni

keterbatasan pembudidaya dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi yang ada

sehingga pencapaian produktifitas belum optimal. Ketidakefisienan penggunaan

faktor-faktor produksi juga dapat mengakibatkan penggunaan biaya produksi yang

tidak efisien dan rendahnya pendapatan.

Semakin rendah kontribusi pendapatan usaha budi daya lele terhadap pendapatan

rumah tangga, maka akan semakin rendah pula kemampuan usaha budi daya ini

untuk menopang kesejahteraan pembudidaya. Hal tersebut selanjutnya akan

bepengaruh terhadap taraf hidup pembudidaya, di mana semakin rendahnya

6

pendapatan rumah tangga maka akan semakin dekat rumah tangga tersebut

dengan kemiskinan. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu atau

kelompok untuk memenuhi kebutuhannya dan salah satu sumber pemenuhan

kebutuhan. Pada dasarnya peneriman usaha budi daya bukan hanya dialokasikan

pada usaha itu sendiri, tetapi juga pada kebutuhan rumah tangga pangan dan

nonpangan. Kebutuhan pangan dan nonpangan tersebut menjadi indikator

kesejahteraan diantaranya adalah pendidikan, perumahan, kesehatan dan gizi, pola

konsumsi, sosial, dan lain-lain.

Keberhasilan usahatani dicerminkan oleh tingkat produksi dan keuntungan yang

dihasilkan. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal yang terdiri dari

peluang dan acaman di lingkungan usahatan, faktor internal yang terdiri dari

kekuatan dan kelemahan dalam usahatani itu sendiri.

Dari hasil prasurvai, diketahui terdapat banyak peluang dalam usaha budi daya

ikan lele di Kecamatan Natar. Peluang tersebut berupa dukungan pemerintah,

kemajuan teknologi, perilaku masyarakat dan kondisi wilayah yang mendukung.

Namun terdapat pula banyak ancaman seperti dampak kenaikan pengaruh produk

substitusi, ketidaktersediaan transportasi umum, dampak limbah air, iklim dan

cuaca, serta pembudidaya mudah memasuki pasar. Dilihat dari sisi internal, usaha

budi daya ikan lele di Kecamatan Natar ini juga memiliki kelemahan yaitu

manajemen kelompok budi daya yang kurang baik, ketergantungan terhadap

tengkulak. Ketersediaan air, kegiatan pasca panen, dan rendahnya kapasitas

produksi juga menjadi kendala dalam usaha ini. Namun usaha budi daya ini juga

memiliki kekuatan seperti kepemilikan lahan, pembudidaya yang terampil, lokasi

7

usaha strategis, dan produk yang dihasilkan berkualitas. Selain itu, tingkat

kesejahteraan pembudidaya yang baik dapat menjadi kekuatan karena semakin

baik tingkat kesejahteraan maka akan semakin mudah juga pembudidaya dalam

alokasi modal untuk meningkatkan produksi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan usaha

budi daya lele di Kecamatan Natar adalah merumuskan strategi pengembangan

usaha yang kemudian akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan

pembudidaya. Strategi pengembangan dilakukan dengan merumuskan faktor

internal dan eksternal dalam usahatani, kemudian memilih alternatif terbaik dari

variabel strategis internal dan eksternal. Apabila alternatif strategi tersebut

diterapkan dan dimanajemen dengan baik maka akan dapat meningkatkan usaha

budi daya dan berpengaruh positif terhadap tingkat produksi, pendapatan, serta

kesejahteraan pembudidaya lele.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah yang diperoleh adalah sebagai

berikut.

1. Berapakah kontribusi pendapatan usaha budi daya lele terhadap pendapatan

rumah tangga pembudidaya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Selatan ?

2. Bagaimanakah tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya lele di

Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ?

3. Bagaimanakah strategi pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan

Natar Kabupaten Lampung Selatan ?

8

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menganalisis besarnya kontribusi pendapatan usaha budi daya lele terhadap

pendapatan rumah tangga pembudidaya lele di Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan.

2. Menganalisis tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya lele di

Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

3. Menyusun strategi pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk berbagai pihak diantaranya adalah

sebagai berikut.

1. Pemerintah Provinsi Lampung, untuk merumuskan kebijakan ekonomi,

khususnya pada subsektor perikanan.

2. Pembudidaya, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan

usahatani agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.

3. Peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk penelitian di bidang sejenis.

9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Komoditas Ikan Lele

Ikan lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang terdapat di hampir seluruh

wilayah Indonesia. Klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut: kingdom

Animalia, sub-kingdom Metazoa, filum Chordata, sub-filum Vertebrata, kelas

Pisces, sub-kelas Teleostei, ordo Ostariophysi, sub-ordo Siluroidea, famili

Clariidae, genus Clarias dan spesies Clarias sp (Kordi, 2010).

Ikan lele adalah salah satu jenis ikan yang digemari masyarakat dan tingkat

konsumsinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut menjadi

perangsang bagi petani untuk membudidayakan lele secara intensif. Seiring

dengan semakin tingginya permintaan ikan lele, peluang bisnis budi daya ini

semakin terbuka. Budi daya ikan lele menjadi rantai awal dalam bisnis komoditas

lele dan mempunyai peluang cukup besar untuk mendukung pemerintah dalam

program membuka lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan.

Habitat ikan lele adalah semua perairan air tawar dan tidak pernah ditemukan di

air asin atau payau. Ikan lele dapat ditemukan di sungai yang alirannya tidak

terlalu deras atau perairan yang tenang seperti danau, waduk, rawa, dan lain-lain.

Ikan lele mempunyai organ insang tambahan yang memungkinkan untuk

10

mengambil oksigen di luar air. Hal ini menyebabkan ikan lele tahan di air yang

sedikit oksigen. Selain itu ikan lele juga relatif tahan terhadap pencemaran bahan-

bahan organik hingga ikan ini mampu bertahan hidup di air yang kotor seperti

selokan. Ikan lele hidup di dataran rendah hingga dataran yang tidak terlalu

tinggi. Suhu minimal yang baik untuk pertumbuhan lele adalah 20oC dengan

ketinggian maksimal 700 m dpl (Suyanto, 2008).

Pada umumnya ikan lele akan mencapai fase dewasa pada umur 6 – 8 bulan

dengan berat sekitar 100 gram. Saat musim kawin, lele akan membuat lubang

sedalam 20 – 30 cm di bawah permukaan air yang nantinya digunakan untuk

meletakkan telur-telurnya. Telur-telur hasil pembuahan akan dijaga oleh

induknya hingga menetas hingga mampu berenang yang berlangsung selama 7 –

10 hari. Dalam sekali pemijahan seekor lele betina dapat menghasilkan 1.000 –

1.500 butir telur. Pemijahan akan lebih sering dilakukan di habitat yang memiliki

aliran air yang lancar, khususnya pada sore hari di musim hujan (Fatimah dan

Madasari, 2015).

Ikan lele (Clarias sp.) adalah salah satu hasil perikanan budi daya yang kaya akan

gizi. Ikan lele merupakan jenis ikan air tawar yang dapat hidup di tempat-tempat

ekstrem seperti rawa, kolam ikan yang keruh, dan tempat berlumpur yang

kekurangan oksigen. Ikan lele kaya akan kandungan fosfor. Nilai fosfor pada

ikan lele lebih tinggi dari pada nilai fosfor telur ayam. Keunggulan lain dari ikan

lele adalah kaya akan leusin dan lisin (Natakesuma dkk., 2015).

Ikan lele adalah golongan pangan sumber protein hewani yang rendah lemak.

Dalam 40 gram ikan lele terkandung 7 gram protein, 2 gram lemak, dan 50 gram

11

kalori. Protein berguna untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh,

penyedia asam amino, pengangkut bahan makanan dalam tubuh dan sebagainya.

Lemak merupakan pembawa vitamin A,D,E, K yang larut dalam lemak. Di dalam

pangan lemak juga terdapat dalam bentuk gliserol yang bergabung dengan tiga

asam lemak sehingga disebut sebagai trigliserol. Jadi ikan lele mengandung

banyak manfaat yang dibutuhkan oleh tubuh (Indriani, 2015).

A. Teknis Budi Daya Ikan Lele

Ukuran kolam sebagai pedoman, setiap 1 m³ air dapat menampung 30-50 ekor lele

berukuran sekitar 10 cm. Bila kedalaman kolam 1-1,5 m, maka setiap 1 m² kolam

dapat digunakan untuk memelihara paling sedikit 30 ekor lele. Dinding kolam

sebaiknya dibuat tegak lurus, karena lele memiliki patil yang dapat digunakan

untuk merangkak dengan berpijak pada dinding yang agak miring. Dasar kolam

sebaiknya dibuat agak miring ke arah pintu pengeluaran air, agar pengeringan

kolam tidak mengalami kesulitan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2002).

Budi daya lele bisa dilakukan di berbagai tempat, umumnya dipelihara di kolam

dengan berbagai bentuk seperti kolam tanah, terpal, beton, sawah, dan sebagainya.

Kolam beton bisa dibangun dengan syarat adanya lahan yang cukup. Berikut

adalah jenis-jenis kolam untuk budi daya ikan lele.

a. Kolam Terpal

Kolam terpal adalah kolam yang dasar dan sisinya dibuat dari terpal. Keuntungan

dari penggunaan kolam terpal ini diantaranya adalah; (a) dapat diterapkan di lahan

yang terbatas; (b) dapat diterapkan di lahan yang porous atau tanah berpasir; (c)

dapat diterapkan di daerah yang sulit air; (d) pembuatannya praktis;

12

(e) waktu produksi lebih singkat; (f) pembuatan lebih mudah. Ukuran kolam

terpal disesuaikan dengan ukuran terpal misalnya 2x3x1 meter, 4x5x1 meter,

6x4x1 meter, atau 4x8x1 meter (Kordi, 2010).

b. Kolam Tanah

Kolam tanah adalah kolam yang paling ideal untuk budi daya lele karena di kolam

ini tersedia plankton sebagai pakan alami lele. Pembuatan kolam tanah harus

dilakukan di tanah yang tidak porous (dapat menahan air) seperti daerah

persawahan. Pembuatan kolam tanah tidak membutuhkan banyak biaya dan

sangat efisien. Bentuk kolam tanah pada umumnya berbentuk persegi panjang

dengan menyesuaikan luas lahan yang ada. Kedalaman kolam sekitar satu meter

dari permukaan tanah. Ketinggian tanggul atau pematang sekitar 25 – 50 cm dari

permukaan tanah, sedangkan lebar tanggul yang ideal sekitar 100 – 150 cm

(Rukmana dan Yudirachman, 2017).

c. Kolam Beton

Bagian dasar dan pematang kolam dibuat dari beton sehingga kolam ini tidak

mudah rusak. Pematang beton dibuat tegak lurus dengan luas sekitar 100 m2 dan

ketinggian 1 – 1,5 m. Kolam dibuat dengan konstruksi dalam dasar kolam

melandai ke titik pusat pintu pengeluaran dengan kemiringan 5 – 10%. Kolam

beton adalah jenis kolam paling awet digunakan dibanding kolam lainnya sebab

memiliki struktur bangunan yang paling kokoh dan perawatan kolam yang lebih

mudah. Namun kelemahan kolam ini adalah sulitnya perkembangbiakan plankton

yang merupakan bahan pakan alami lele (Basahudin dan Arie, 2014).

13

Budi daya ikan lele baik pembenihan maupun pembesaran harus dilakukan secara

tepat. Berikut adalah langkah-langkah budi daya ikan lele.

a. Persiapan indukan

Langkah pertama yang dilakukan dalam tahap pembenihan adalah menyiapkan

indukan unggul yang merupakan jenis hibrida. Pembenihan untuk ikan jenis

hibrida harus dilakukan dengan hati-hati agar benih yang dihasilkan sesuai

harapan. Ciri-ciri indukan yang baik adalah berat badan berkisar antara 100 – 200

gram, panjang badan 20 – 50 cm, bentuk badan tidak simetris, tidak cacat, umur

induk jantan diatas tujuh bulan, dan umur induk betina diatas satu tahun.

b. Pemijahan

Induk ikan lele yang telah matang gonad dimasukkan ke dalam kolam pemijahan

yang telah disiapkan. Di dalam kolam disediakan kakaban sebagai tempat

menempelnya telur. Setelah telur memenuhi kakaban, pindahkan kakaban pada

kolam penetasan. Kolam harus sering dikontrol hingga penetasan telur.

c. Pendederan

Pemeliharaan benih ikan lele di kolam pendederan berlangsung selama 28 – 30

hari untuk memperoleh benih berukuran 5 – 8 cm. Sebelum digunakan, kolam

pendederan sebaiknya diberi kapur pertanian dengan dosis 20 – 250 kg/100 m2

untuk kolam baru dan 10 – 15 kg/100 m2 untuk kolam lama. Kolam pendederan

sebaiknya mendapat cukup sinar matahari langsung, terhindar dari angina

kencang, pH 6,5 – 8,0 dengan suhu 20 – 30oC.

d. Penyiapan tempat pembesaran ikan

Kolam tempat pembesaran ikan dapat berupa kolam tanah, kolam terpal dan

kolam beton dengan ukuran minimal 1 x 1 m, serta kedalaman 1 m. Dalam kolam

14

dipasang pipa agar air yang masuk ke dalam kolam tidak jatuh di permukaan air,

tapi keluar dari dalam air.

e. Penebaran benih dan pemberian pakan

Padat penebaran benih ikan lele berukuran 5 – 8 cm di dalam kolam berkisar

antara 5 – 15 ekor/m2 atau 50 ekor ukuran 5 – 11 cm tiap 1 m2 kolam. Setelah

penebaran, pemberian pakan harus memperhatikan jenis pakan yang diberikan.

Pakan harus baik dan bergizi dengan kandungan protein, lemak, serat kasar,

vitamin, mineral, dan energi. Ikan lele dengan ukuran kurang dari 50 gram diberi

pakan 4 kali sehari, sedangkan ukuran 50 gram sampai dewasa diberi pakan

sebanyak 3 kali sehari (Rukmana dan Yudirachman, 2017).

B. Jenis Ikan Lele Unggul

Dalam budi daya ikan lele, dibutuhkan lele jenis unggul agar hasil yang diberikan

maksimal. Berikut adalah beberapa ikan lele jenis unggul yang biasa digunakan.

a. Ikan Lele Lokal

Ikan lele lokal memiliki ciri yang mudah dikenal yaitu berkumis, tak bersisik, dan

bertubuh licin. Sirip pektoral terdapat jari-jari sirip keras atau duri tajam (patil)

yang runcing dan dapat digunakan untuk berjalan di darat. Warna ikan lele lokal

bervariasi yaitu hitam, hijau, cokelat gelap, kuning (albino), merah, atau loreng

kuning hitam.

b. Ikan Lele Dumbo

Ikan lele memiliki ukuran tubuh tubuh yang relative besar dan laju

pertumbuhannya cepat. Ikan lele dapat mencapai bobot 60 kilogram dengan

panjang 150 cm. Bentuk badan ikan lele dumbo bulat memanjang, kepala besar

15

gepeng, dan bertulang keras. Warna ikan lele dumbo bervariasi, dari kekuningan

hingga abu-abu dengan bercak kehijauan. Bagian perut ikan ini berwarna putih.

c. Ikan Lele Sangkuriang

Ikan lele sangkuriang merupakan hasil silang dari ikan lele dumbo. Ikan ini

memiliki bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik.

Bentuk kepala gepeng, mulut relatif lebar, dan memiliki empat pasang sungut.

Ikan lele ini memiliki tiga sirip tunggal dibagian punggung, ekor, dan dubur.

Sementara itu sirip yang berpasangan ada dua, yaitu sirip dada dan sirip perut.

d. Ikan Lele Phyton

Ikan lele ini merupakan hasil persilangan antara ikan lele dumbo betina eks

Thailand dengan ikan lele lokal jantan. Ikan lele phyton memiliki ciri fisik yang

hampir sama dengan ikan lele dumbo. Keunggulan ikan lele ini yaitu

kelangsungan hidup 84 – 93%, pertumbuhan 7 ekor/kg dengan lama pemeliharaan

tiga bulan, serta adaptasi dan ketahanan lingkungan yang baik.

e. Ikan Lele Sangkuriang 2

Ikan lele ini merupakan hasil persilangan antara ikan lele sangkuriang betina

dengan ikan lele Afrika populasi Thailand jantan. Keunggulan ikan lele

sangkuriang 2 ini adalah bobot mencapai 134,94 g/ekor dan hidup 95,67% selama

pemeliharaan tiga bulan. Pertumbuhan harian rata-rata pembesaran 1,41 g/hari

dengan bobot daging 44,14% (Rukmana dan Yudirachman, 2017).

f. Ikan Lele Mutiara

Ikan ini adalah salah satu strain ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) yang

memiliki keunggulan yaitu performa pertumbuhan, efisiensi pakan, keseragaman

ukuran, serta ketahanan terhadap penyakit dan lingkungan. Pengggunaan benih

16

ikan lele mutiara dalam kegiatan budi daya dapat menghasilkan produktifitas yang

lebih tinggi. Hal ini akan berbanding lurus dengan permintaan benihnya semakin

meningkat (Iswando, Suprapto, Marnis dan Imron, 2016).

2.1.2 Konsep Usahatani dan Rumah Tangga Petani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan

dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya

sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu

pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani

menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-

faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut

memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2015).

A. Biaya Usahatani

Dalam usahatani terdapat dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang

dibayarkan dan biaya tidak tunai atau diperhitungkan. Biaya tunai atau biaya

yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga

kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pakan,

obat-obatan, biaya iuran pemakaian air dan irigasi dan lain- lain. Biaya yang

diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja

petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selain itu, biaya yang

diperhitungkan digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari penggunaan

suatu peralatan (Shinta, 2011).

17

Di dalam suatu usaha tentu termasuk usahatani memerlukan memerlukan berbagai

macam biaya. Adapun biaya-biaya tersebut adalah sebagai berikut.

a. Lahan, yang dihitung sebagai biaya lahan yakni nilai yang dikorbankan

karena lahan digunakan dalam usaha.

b. Tenaga kerja, dalam menghitung biaya tenaga kerja harus dibedakan antara

tenaga kerja terdidik dan tenaga kerja tidak terdidik. Selain itu tenaga kerja

dapat dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, tenaga kerja hewan, dan

tenaga kerja mesin. Dalam usahatani, biaya untuk tenaga kerja biasanya

dibayar harian atau borongan.

c. Biaya peralatan dan bahan, yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya

pembelian peralatan pertanian atau faktor produksi lainnya seperti pupuk,

pestisida, benih, dan lain-lain.

d. Biaya pinjaman, petani banyak mengambil pinjaman untuk berusahatani.

Hutang tersebut harus diperhitungkan dalam biaya untuk menyisihkan

sebagian dari laba yang diperoleh.

e. Biaya operasional, biaya ini adalah biaya untuk kebutuhan rutin selama

proses usahatani.

f. Biaya penyusutan, biaya penyusutan peralatan dan bangunan perlu

diperhitungkan karena barang-barang tersebut memiliki umur ekonomis yang

membutuhkan pergantian apabila barang-barang tersebut tidak layak

digunakan.

g. Biaya tak terduga dan biaya yang tidak dapat dinyatakan dengan jelas

(Sanusi, 2000).

18

Menurut Sugiarto, Herlambang, Brastoro dkk. (2007) perhitungan biaya total dan

biaya per unit dalam satu kali produksi secara sistematis adalah sebagai berikut.

TC = TFC + TVC ……………………………………………….(1)

AC = ………………………………………………………….(2)

AFC = ……………………………………………………….(3)

AVC = ………………………………………………………(4)

Keterangan : TC = Total biaya produksi (Rp)

TFC = Total biaya tetap (Rp)

TVC = Total biaya variabel (Rp)

AC = Biaya total rata-rata (Rp/unit output)

AFC = Biaya tetap rata-rata (Rp/unit output)

AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/unit output)

Q = Output

Menurut Sumodiningrat dan Iswara (1993) dalam Suripatty (2011) persentase dari

setiap struktur biaya dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut.

P = ……………………………………………..(5)

Keterangan : P = Nilai dari struktur biaya produksi (%)

NTFC = Nilai dari tiap komponen biaya tetap (Rp)

NTVC = Nilai dari tiap komponen biaya variabel (Rp)

NTC = Nilai dari total biaya produksi (Rp)

B. Penerimaan, Pendapatan, dan Titik Impas Usahatani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi keseluruhan

dengan harga jual. Jika sebidang tanah ditanami berbagai macam tanaman atau

monokultur beberapa macam tanaman, maka analisis yang digunakan adalah

analisis keseluruhan usahatani. Jika hanya satu jenis tanaman yang diteliti maka

analisis yang digunakan disebut analisis parsial usahatani. Pendapatan usahatani

19

adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya usahatani yang digunakan

(Rahim dan Hastuti, 2008).

Pendapatan merupakan nilai sejumlah uang yang diterima pembudidaya/petani.

Nilai yang diperoleh merupakan hasil pengurangan antara penerimaan dengan

total biaya yang dikeluarkan. Penerimaan adalah nilai dari perkalian harga dan

kuantitas produksi. Menurut Soekartawi (1995), penerimaan diperoleh dari

perkalian antara produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani dengan harga.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.

Secara sistematis pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut.

P = TR – TC = (Y.Py) – (∑ Xi.Pxi + BTT) ..………………….(6)

Dimana, P = Pendapatan usahatani

TR = Total penerimaan

TC = Total biaya

Xi = Faktor produksi variabel ke-i

Pxi = Harga produksi variabel ke-i

Y = Produksi

Py = Harga produksi

BTT = Biaya tetap total

Menurut Rahim dkk. (2008) salah satu cara mengetahui profitabilitas usahatani

yaitu dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya (return and cost ratio).

R/C rasio dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. R/C

rasio dapat diukur atas biaya tunai dan biaya total. Nilai R/C rasio atas biaya

tunai didapat dengan membandingkan antara penerimaan total dan biaya tunai

dalam periode tertentu, sedangkan R/C rasio atas biaya total didapat dengan

membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode.

R/C = TR/TC …………………………………………………...(7)

Keterangan : R/C = Nisbah penerimaan dan biaya

20

TR = Penerimaan total (Rp)

TC = Biaya Total

Analisis R/C rasio banyak digunakan sebagai salah satu alat untu menganalisis

profitabilitas usahatani. Penelitian Putri, Sayekti dan Rosanti (2014)

menggunakan analisis ini untuk menganalisis pendapatan dan strategi

pengembangan budidaya rumput laut di Pulau Pahawang. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa nilai R/C rasio usaha budi daya rumput laut lebih dari 1 yaitu

sebesar 6,60. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budi daya rumput laut di Pulau

Pahawang layak untuk diusahakan.

Titik impas atau Break Even Point (BEP) adalah titik balik pokok dimana

penerimaan total sama dengan biaya total,untuk mengetahui hubungan antar

struktur biaya dan skala usaha pada usaha jangka pendek. Rumus titik impas atau

Break Even Point menurut Suratiyah (2015) adalah sebagai berikut.

BEP penerimaan (Rp) = …..………………………………………. (9)

BEP unit (kg) = ….……..….…………………. (10)

Menurut Supriyono (2001) BEP harga per unit dapat dihitung berdasarkan biaya

yang dikeluarkan. Secara sistematis adalah sebagai berikut.

BEP harga (Rp/kg) = …………………………………………… (11)

Dimana, S = Penerimaan (Rp)

VC = Biaya biaya variabel (Rp)

FC = Biaya tetap (Rp)

TC = Biaya total (Rp)

Y = Produksi (kg)

Px = Harga produk x (Rp)

21

C. Pendapatan Rumah Tangga Petani

Rumah tangga petani di pedesaan biasa memperoleh pendapatan dari pekerjaan

utamanya sebagai petani dan pekerjaan sampingan dari anggota keluarga.

Besarnya pengeluaran rumah tangga petani ditentukan oleh besarnya pendapatan.

Salah satu tujuan pembangunan pertanian adalah untuk meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan petani. Hal ini dapat tercapai apabila pendapatannya

ditingkatkan dari sumber pendapatannya, baik dari pertanian maupun non

pertanian. Sumber pendapatan masyarakat petani pedesaan berasal dari berbagai

kegiatan yang secara garis besar terdiri dari usahatani, industri, pengrajin, jasa

angkutan, dan sebagainya. Hasil pendapatan yang dibelanjakan atau dikeluarkan

untuk rumah tangga petani biasanya untuk usaha pertanian. Besarnya pengeluaran

rumah tangga petani untuk konsumsi dipengaruhi oleh besarnya pendapatan

(Rahim dan Hastuti, 2008).

Menurut Sajogyo (1997) pendapatan rumah tangga petani berasal dari usahatani

dan luar usahatani. Pendapatan rumah tangga didapat dengan cara menjumlahkan

pendapatan keluarga yang berasal dari usahatani dan pendapatan keluarga yang

berasal dari luar usahatani. Pendapatan rumah tangga secara sistematis adalah

sebagai berikut.

Prt = P usahatani + P non usahatani…………………………………………….(12)

Dimana :

Prt = Pendapatan rumah tangga

P usahatani = Pendapatan dari usahatani

P non usahatani= Pendapatan dari luar usahatani

22

Tingkat produksi yang semakin besar diharapkan memperoleh pendapatan yang

lebih besar juga oleh petani sebagai unit pelaksana. Petani mencurahkan modal

tenaga dan faktor produksi sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang

diharapkan. Suatu usahatani dapat dikatakan berhasil apabila hasil dari usahatani

tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat yang

digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi lainnya (Suratiyah, 2015).

Menurut Bahua (2014), kontribusi pendapatan usahatani merupakan persentase

besarnya pendapatan yang berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga.

Kontribusi pendapatan yang diberikan oleh sektor pertanian berpengaruh terhadap

pembangunan ekonomi nasional. Semakin besar kontribusi yang diberikan maka

pembangunan nasional semakin meningkat. Kontribusi pendapatan usahatani

terhadap pendapatan rumah tangga diperoleh dari persentase perbandingan antara

pendapatan usahatani dengan pendapatan total rumah tangga.

2.1.3 Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

Menurut Cahyat dkk. (2007) kemiskinan adalah suatu situasi di mana seseorang

atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar,

sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk

meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari

kerentanan. Dari definisi tersebut dapat diambil tiga tingkatan kondisi yaitu

kesejahteraan subjektif, kesejahteraan inti, dan lingkungan pendukung. Perasaan

kesejahteraan subjektif adalah kumpulan perasaan seseorang; bisa berupa

perasaan sejahtera, rasa bahagia, rasa dihormati, rasa diakui, rasa miskin, rasa

serba kekurangan, dan perasaan-perasaan sejenisnya. Kesejahteraan inti terdiri

23

dari kebutuhan dasar yang bersifat material (kebendaan) maupun bukan material,

yang mencakup aspek gizi dan kesehatan, pengetahuan, dan kekayaan materi.

Lingkungan pendukung (konteks) adalah lingkungan kehidupan yang

mempengaruhi kesejahteraan inti. Misalnya, ada dua anak dengan usia dan

tingkat kecerdasan yang sama tetapi tinggal terpisah pada lingkungan yang

berbeda (misalnya di dua daerah yang berbeda).

Ada beberapa macam kriteria untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga

seperti kriteria kemiskinan menurut Sajogyo, Badan Pusat Statistik, dan Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

A. Kriteria Kesejahteraan Sajogyo

Pada umumnya masyarakat pedesaan akan lebih mengutamakan kebutuhan

makanan dibandingkan kebutuhan untuk non-makanan. Apabila terjadi perubahan

pada harga makanan, maka alokasi pendapatan untuk non-makanan akan berubah.

Tingkat kesejahteraan dipengaruhi oleh tingkat pengeluaran konsumsi makanan

dan konsumsi non-makanan.

Pengukuran kesejahteraan dilakukan dengan mengonversi pengeluaran rumah

tangga menjadi satuan kilogram beras menurut harga yang berlaku. Garis

kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan daerah pedesaan dan perkotaan.

Adapun ukuran kemiskinan adalah sebagai berikut.

a. Rumah tangga sangat miskin, < 180 kg (desa), < 270 kg (kota) setara

beras per kapita per tahun.

b. Rumah tangga miskin, 181 – 240 kg (desa), 271 – 360 kg (kota) setara

beras per kapita per tahun.

24

c. Rumah tangga nyaris miskin, 241 – 320 kg (desa), 361 – 480 kg (kota)

setara beras per kapita per tahun. (Sajogyo, 1997).

B. Kriteria Kesejahteraan Badan Pusat Statistik

Kesejahteraan rakyat dapat diukur melalui berbagai aspek diantaranya adalah

sebagai berikut.

a. Kependudukan

Peningkatan jumlah penduduk sering tidak sebanding dengan peningkatan

perekonomian dan ketersediaan sumber daya alam. Peningkatan jumlah

penduduk akan berdampak pada munculnya permasalahan dalam hal

kependudukan. Semakin banyak jumlah penduduk, maka akan berpengaruh

dalam penentuan kebijakan. Hal ini karena semakin banyak yang perlu

dipertimbangkan dalam hal penyediaan berbagai sarana dan prasarana atau

fasilitas umum agar kesejahteraan penduduk terjamin.

b. Kesehatan dan Gizi

Salah satu indikator penting dalam menggambarkan mutu pembangunan manusia

suatu wilayah adalah tingkat kualitas kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan

masyarakat suatu wilayah, maka akan semakin mendukung proses dan dinamika

pembangunan ekonomi suatu wilayah menjadi semakin baik.

c. Pendidikan

Upaya pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu

merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan

sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk

25

mendukung keberlangsungan pembangunan. Maju tidaknya suatu bangsa terletak

pada tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.

d. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu masalah terbesar yang menjadi perhatian

pemerintah, dimana masalah ini harus diselesaikan dengan berbagai pendekatan.

Hal ini bertujuan agar masalah tersebut tidak meluas yang berdampak pada

penurunan kesejahteraan dan keamanan masyarakat.

e. Taraf dan Pola Konsumsi

Pola konsumsi penduduk juga merupakan salah satu indikator sosial ekonomi

masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan. Pola konsumsi

sangat besar pengaruhnya terhadap pengeluaran rumah tangga. Tingkat

pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang menggambarkan

tingkat kesejahteraan masyarakat.

f. Perumahan dan Lingkungan

Rumah adalah salah satu kebutuhan primer yang menjadi salah satu indikator

penentu kesejahteraan masyarakat. Rumah selain sebagai tempat tinggal, juga

dapat menunjukkan status sosial seseorang. Semakin baik kondisi rumah maka

akan semakin tinggi status sosial di masyarakat. Kualitas lingkungan rumah

tinggal mempengaruhi status kesehatan penghuninya.

g. Sosial dan lain-lain

Indikator sosial lainnya yaitu persentase rumah tangga menguasai media

informasi, melakukan perjalanan wisata, dan sebagainya (BPS, 2014).

26

Tabel 4. Kriteria Tingkat Kesejahteraan Badan Pusat Statistik (2014)

No Indikator Kelas Skor

1 Kependudukan

- Jumlah anggota keluarga yang ikut tinggal :

a. ≤ 4 orang (3) b. 5 orang (2) c. ≥ 5 orang (1)

- Jumlah orang luar yang ikut tinggal :

a. ≤ 1 orang (3) b. 2 orang (2) c. ≥ 2 orang (1)

- Berapa tanggungan dalam keluarga :

a. ≤ 4 orang (3) b. 5 orang (2) c. ≥ 5 orang (1)

- Jumlah anggota keluarga laki-laki

a. ≥5 orang (3) b. 4orang (2) c. ≤ 3orang (1)

- Jumlah anggota keluarga perempuan

a.≥5 orang (3) b. 4orang (2) c. ≤ 3orang (1)

Baik

(12-15)

Cukup

(8-11)

Kurang

(4-7)

3

2

1

2 Kesehatan dan gizi

- Anggota keluarga mengalami keluhan kesehatan :

a. tidak (3) b. kadang-kadang (2) c. ya (1)

- Keluhan kesehatan menurunkan aktivitas sehari-hari:

a. tidak (3) b. kadang-kadang (2) c. ya (1)

- Keluarga setiap bulannya menyediakan dana untuk

kesehatan :

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak pernah (1)

- Sarana kesehatan yang biasa digunakan :

a. rumah sakit (3) b. puskesmas (2) c. posyandu (1)

- Tenaga kesehatan yang biasa digunakan keluarga :

a. dokter (3) b. bidan (2) c. dukun (1)

- Tempat persalinan bayi yang biasa digunakan:

a. bidan (3) b. dukun (2) c. rumah (1)

- Tempat keluarga memperoleh obat :

a. puskesmas (3) b. dukun (2) c. obat warung (1)

- Biaya berobat yang digunakan:

a. terjangkau (3) b. cukup terjangkau (2) c. sulit

terjangkau (1)

- Jenis berobat yang dipilih oleh keluarga

a.modern (3) b.tradisional (2) c.lain-lain (1)

Baik

(23-27)

Cukup

(18-22)

Kurang

(13-17)

3

2

1

3 Pendidikan

- Anggota keluarga berusia 10 tahun ke atas lancar

membaca dan menulis :

a. lancar (3) b. kurang lancar (2) c. tidak lancar (1)

Baik

(15-18)

Cukup

(10-14)

Kurang

(6-9)

3

2

1

27

Tabel 4. Lanjutan

No Indikator Kelas Skor

3 - Pendapat mengenai pendidikan putra-putri :

a. penting (3) b. kurang penting (2) c. tidak penting (1)

- Kesanggupan mengenai pendidikan :

a. sanggup (3) b. kurang sanggup (2) c. tidak sanggup

(1)

- Lama menamatkan sekolah :

a. ≥9 tahun (3) b. 9 tahun (2) c. ≤9 tahun

- Rata-rata jenjang pendidikan anak :

a. ≥ SMP (3) b. SD (2) c. tidak tamat SD (1)

- Perlu pendidikan luar sekolah :

a. perlu (3) b. kurang perlu (2) c.tidak perlu (1)

4 Ketenagakerjaan

- Jumlah anggota keluarga berusia 15 tahun ke atas

yang bekerja :

a. 3 orang (3) b. 2 orang (2) c. 1 orang (1)

- Jumlah orang yang belum bekerja dalam keluarga :

a. tidak ada (3) b. 1 orang (2) c. 2 orang (1)

- Jumlah jam dalam seminggu untuk melakukan

pekerjaaan :

a. > 35 jam (3) b. 31-3 jam (2) c. < 30 jam (1)

- Selain berusaha anggota keluarga melakukan

pekerjaan tambahan :

a. ya (3) b. sedang mencari (2) c. tidak ada (1)

- Jumlah jam dalam melakukan pekerjaan tambahan :

a. ≥ 7 jam (3) b. 5-6 jam (2) c. tidak tentu (1)

- Pendapat mengenai pekerjaan memerlukan keahlian :

a. ya (3) b. kurang perlu (2) c. tidak (1)

- Pendapat tentang upah yang diterima :

a. sesuai (3) b. belum sesuai (2) c. tidak sesuai (1)

Produktif

(21-27)

Cukup

produktif

(14-20)

Tidak

produktif

(7-13)

3

2

1

5 Taraf Dan Pola Kosumsi

- Keluarga mengkonsumsi beras sebagai bahan

makanan pokok :

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1)

- Kecukupan pendapatan keluarga per bulan untuk

konsumsi pangan dan non pangan :

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak cukup (1)

- Keluarga menyisakan dana untuk kebutuhan sandang

dan perumahan :

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1)

Baik

(10-12)

Cukup

(7-9)

Kurang

(4-6)

3

2

1

28

Tabel 4. Lanjutan

No Indikator Kelas Skor

- Pendapatan perbulan dapat ditabung / untuk modal :

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1)

6 Perumahan dan lingkungan

- Status rumah tempat tinggal :

a. milik sendiri (3) b. menyewa (2) c.menumpang (1)

- Status tanah tempat tinggal :

a. milik sendiri (3) b. menyewa(2) c. menumpang (1)

- Jenis perumahan : a. permanen (3)

b. semi permanen (2) c. tidak perlu (1)

- Jenis atap yang digunakan : a. genteng (3)

b. seng/asbes (2) c. rumbia/alang-alang (1)

- Jenis dinding rumah :

a. semen (3) b. papan (2) c. geribik (1)

- Jenis lantai yang digunakan :

a. semen (3) b. kayu/papan (2) c. tanah (1)

- Rata-rata luas lantai mencukupi setiap anggota

keluarga : a. ya (3) b. belum (2) c. tidak (1)

Jenis penerangan yang digunakan :

a. listrik (3) b. patromak (2) c. lampu teplok (1)

- Bahan bakar yang digunakan :

a. gas elpiji (3) b. minyak tanah (2) c. kayu (1)

- Jenis sumber air minum dalam keluarga :

a. PAM/ledeng (3) b. sumur (2) c. sungai (1)

- Penggunaan air minum dalam keluarga :

a. matang (3) b. mentah (2) c.isi ulang (1)

- Kepemilikan WC :

a. ya (3) b. belum (2) c. tidak (1)

- Jarak WC dengan sumber air :

a. > 10 m (3) b. 5-10 m (2) c. < 5 m (1)

- Jenis WC yang digunakan :

a. WC jongkok (3) b. WC cemplung (2) c. sungai (1)

- Tempat pembuangan sampah :

a. lubang sampah (3) b. pekerjaan (2) c.sungai (1)

Baik

(37-45)

Cukup

(26-36)

Kurang

(15-25)

3

2

1

7 Sosial dan lain-lain

- Akses tempat wisata :

a. mudah dan sering (3) b. mudah tapi tidak sering (2)

c. tidak pernah (1)

- Berpergian atau berwisata sejauh 100 kilometer

dalam waktu 6 bulan

Baik

(12-15)

Cukup

(8-11)

Kurang

(4-7)

3

2

1

29

Tabel 4. Lanjutan

No Indikator Kelas Skor

a. Sering >2 kali (3) b. tidak sering <2 kali (2) c. tidak

pernah (1)

- Kemampuan dalam menggunakan komputer

a. Paham sekali (3) b. paham (2) c. tidak paham (1)

- Biaya untuk hiburan dan olahraga :

a. mudah (3) b. cukup (2) c. sulit (1)

- Penggunaan teknologi telpon seluler:

a. Smartphone (3) b. telpon seluler biasa (2)

c. tidak mempunyai (1)

Sumber : Badan Pusat Statistik (2014)

Mengukur kesejahteraan dengan kriteria Badan Pusat Statistik digunakan dengan

menghitung skor berdasarkan kategori-kategori yang telah ditentukan dari ketujuh

aspek kesejahteraan. Jumlah skor tersebut kemudian dibagi menjadi dua

klasifikasi. Klasifikasi kesejahteraan yang digunakan terdiri dari dua klasifikasi,

yaitu rumah tangga dalam kategori sejahtera dan belum sejahtera.

C. Kriteria Kesejahteraan BKKBN

Analisis kesejahteraan BKKBN dilakukan dengan menilai terpenuhi atau tidaknya

21 indikator kesejahteraan. Jumlah indikator yang terpenuhi menjadi acuan

penggolongan kesejahteraan keluarga berdasarkan tahapan keluarga.

Tabel 5. Indikator kesejahteraan BKKBN

No Indikator Tahapan

1 (a) Anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.

(b) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda (di rumah,

berpergian, sekolah/kantor).

(c) Rumah yang ditempati mempunyai atap, lantai, dan dinding

yang baik.

(d) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.

(e) Bila pasangan usia subur ingin ber-KB pergi ke sarana

pelayanan kontrasepsi.

Keluarga

Sejahtera I

30

Tabel 5. Lanjutan

No Indikator Tahapan

(f) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.

2 (a) Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai

dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

(b) Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan

daging/ikan/telur.

(c) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel

pakaian baru dalam setahun.

(d) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni

rumah.

(e) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga

dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.

(f) Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk

memperoleh penghasilan.

(g) Seluruh anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca tulisan.

(h) Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan

alat/obat kontrasepsi.

Keluarga

Sejahtera II

3 (a) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.

(b) Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang

atau barang.

(c) Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu

sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi.

(d) Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat

tinggal.

(e) Memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/

radio/tv/internet.

Keluarga

Sejahtera

III

4 (a) Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan

sumbangan materil untuk kegiatan sosial.

(b) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan

sosial/yayasan/ institusi masyarakat

Keluarga

Sejahtera

III Plus

Sumber : BKKBN (2011)

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan dibagi dalam beberapa

tahapan. Tahapan keluarga sejahtera tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya

indikator-indikator tersebut.

31

a. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS)

Keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu dari enam indikator Keluarga

Sejahtera (KS) I atau disebut kebutuhan dasar keluarga.

b. Tahapan Keluarga Sejahtera (KS) I

Keluarga yang dapat memenuhi enam indikator Keluarga Sejahtera (KS) I, tetapi

tidak memenuhi delapan indikator Keluarga Sejahtera (KS) II.

c. Tahapan Keluarga Sejahtera (KS) II

Keluarga yang mampu memenuhi enam indikator tahapan KS I dan delapan dan

indikator KS II, tetapi tidak memenuhi lima indikator KS III.

d. Tingkat Keluarga Sejahtera (KS) III

Keluarga yang mampu memenuhi enam indikator tahapan KS I, delapan indikator

KS II, dan lima indikator KS III

e. Tingkat Keluarga Sejahtera (KS) III Plus

Keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari enam indikator tahapan KS I,

delapan indikator KS II, lima indikator KS III, serta dua indikator tahapan KS III

Plus (BKKBN, 2011).

2.1.4 Strategi Pengembangan Usaha

Strategi adalah berbagai cara yang dilakukan bukan hanya untuk mencapai tujuan

melainkan mencakup pula penentuan tujuan itu sendiri. Strategi dapat dikatakan

juga sebagai sebuah pola yang terdiri dari strategi yang direncanakan maupun

strategi yang pada awalnya tidak dimaksudkan oleh unit bisnis. Manajemen

strategis berkenaan dengan pengelolaan berbagai keputusan strategis, yakni

berbagai keputusan manajerial yang akan mempengaruhi keberadaan unit bisnis

dalam jangka panjang (Solihin, 2012).

32

Perumusan strategi mencakup kegiatan mengembangkan visi dan misi suatu unit

usaha, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal unit usaha, menentukan

kekuatan dan kelemahan internal unit usaha, menetapkan tujuan jangka panjang

unit usaha, membuat sejumlah strategi alternatif untuk unit usaha, dan memilih

strategi tertentu untuk digunakan (David, 2004).

Menurut Hunger dan Wheelen (2003) manajemen strategik adalah serangkaian

keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam

jangka panjang untuk pengembangan suatu badan usaha. Model manajemen

strategik ada beberapa tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Manajemen Strategik (Hunger dan Wheelen, 2003)

Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa manajemen strategik terdiri dari beberapa

tahap. Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari pengamatan lingkungan, perumusan

strategi, implementasi strategi, dan evaluasi dan pengendalian.

Pengamatan

Lingkungan

Perumusan

Strategi

Implementasi

Strategi

Evaluasi dan

Pengendalian

EKSTERNAL

- Lingkungan

Sosial

- Lingkungan

Tugas

INTERNAL

- Struktur

Organisasi

- Budaya

- Sumber Daya

Misi

Tujuan

Strategi

Kebijakan

Program

Anggaran

Prosedur

Kinerja

33

1. Pengamatan Lingkungan

Pengamatan lingkungan terdiri dari analisis eksternal dan internal. Analisis

eksternal terdiri dari dua bagian yaitu lingkungan kerja dan lingkungan sosial.

Lingkungan terdiri dari variabel-variabel yang berada di luar organisasi. Analisis

internal terdiri dari variabel-variabel yang ada di dalam organisasi yang terdiri

dari struktur, budaya organisasi, dan sumber daya organisasi. Lingkungan internal

yang di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek

dari manajemen puncak.

2. Perumusan Strategi

Perumusan strategi adalah pengembangan dan pendalaman rencana jangka

panjang untuk membagun manajemen yang efektif dari peluang dan ancaman

lingkungan. Hal tersebut ditimbang dari kekuatan dan kelemahan organisasi.

a. Misi

Setiap organisasi memiliki misi yang berbeda-beda. Misi adalah langkah-

langkah yang disusun dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi.

b. Tujuan

Tujuan adalah hasil akhir dari perencanaan. Pencapaian tujuan adalah hasil

dari penyelesaian misi. Tujuan akan dicapai apabila misi perusahaan dilakukan

dengan baik. Penyelesaian misi juga berpengaruh pada kapan tujuan dicapai.

c. Strategi

Perencanaan komprehensif tentang bagaimana akan mencapai misi dan tujuan

merupakan bagian dari strategi perusahaan. Strategi akan memaksimalkan

keunggulan kompetitif perusahaan.

34

d. Kebijakan

Kebijakan adalah pedoman luas yang menghubungkan perumusan strategi dan

implementasi. Kebijakan adalah rangkaian konsep yang dijadikan pedoman

dari pelaksanaan kegiatan suatu organisasi.

3. Implementasi Strategi

Implementasi adalah tindakan yang mewujudkan strategi dan kebijakan dalam

organisasi melalui pengembangan program, anggaran, dan prosedur.

a. Program

Program adalah serangkaian prosedur untuk menyelesaikan suatu masalah.

Program melibatkan restrukturisasi perusahaan, perubahan budaya internal atau

permulaan dari usaha penelitian baru.

b. Anggaran

Anggaran adalah program yang disusun secara sistematis dalam bentuk satuan

uang. Anggaran dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan

mengendalikan.

c. Prosedur

Prosedur adalah sistem yang terdiri dari langkah dan teknik yang berurutan.

Prosedur menggambarkan secara rinci bagaimana suatu tugas atau pekerjaan

diselesaikan.

4. Evaluasi dan Pengendalian

Evaluasi dan pengendalian adalah proses yang memonitor hasil kinerja

perusahaan dan membandingkan kinerja sesungguhnya dengan kinerja yang

diinginkan. Hasil penilaian kinerja digunakan untuk tindakan perbaikan dan

35

pemecahan masalah. Elemen ini dapat menunjukkan secara tepat kelemahan-

kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan mendorong proses

keseluruhan untuk dimulai kembali.

2.1.5 Lingkungan Eksternal dan Internal

A. Lingkungan Eksternal

Pengenalan lingkungan eksternal sangat penting dalam perumusan strategi

pengembangan karena sebagai berikut.

a. Jumlah faktor-faktor yang berpengaruh tidak pernah konstan melainkan selalu

berubah.

b. Intensitas dampaknya beraneka ragam.

c. Ada faktor-faktor eksternal yang merupakan ‘kejutan’ yang tidak dapat

diperhitungkan sebelumnya betapa pun cermatnya analisis ‘SWOT’

dilakukan.

d. Kondisi eksternal itu berada di luar kemampuan organisasi untuk

mengendalikannya.

Akan tetapi pasti berpengaruh pada pilihan para pengambil keputusan strategik

tentang arah yang hendak ditempuh, tindakan yang seharusnya diambil. Pada

akhirnya mempunyai dampak pada struktur organisasi yang tepat digunakan serta

proses manajerial dan operasional yang terjadi dalam organisasi (Siagian, 2005).

Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang terdiri dari kekuatan dan ancaman

dimana perusahaan tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadapnya sehingga

perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi

36

kinerja perusahaan di dalamnya. Lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi

sosial dan budaya, pesaing, bahan baku, iklim dan cuaca, serta kebijakan

pemerintah.

a. Ekonomi, sosial, dan budaya

Merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli dan pola konsumsi

konsumen. Status sosial dan budaya masyarakat berpengaruh terhadap besarnya

pengeluaran masyarakat. Daya beli diukur dari tingkat pendapatan masyarakat

dan perkembangan tingkat harga-harga umum.

b. Ilmu pengetahuan dan teknlogi

Ilmu pengetahuan yang diiringi dengan kemampuan teknologi akan

mempermudah dalam menghasilkan suatu produk secara efektif dan efisien dalam

suatu usaha.

c. Pesaing

Pesaing adalah pihak yang menawarkan kepada pasar produk sejenis atau sama

dengan produk yang dikeluarkan oleh perusahaan atau produk subtitusinya di

wilayah tertentu.

d. Iklim dan cuaca

Iklim dan cuaca dapat berpengaruh terhadap harga pembelian bahan baku. Hal ini

akan mempengaruhi biaya produksi dalam perusahaan.

e. Kebijakan pemerintah

Kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga yang mengawasi perusahaan seperti

badan pemerintah akan mempengaruhi dan membatasi ruang gerak organisasi dan

individu dalam masyarakat (David, 2004).

37

B. Lingkungan Internal

Di dalam lingkungan internal terdapat variabel-variabel strategis yang terdiri dari

kekuatan dan kelemahan organisasi. Analisis lingkungan internal bertujuan untuk

mengidentifikasi sejumlah kekuatan dan kelemahan yang terdapat pada sumber

daya dan proses bisnis internal yang dimiliki perusahaan. Kekuatan dari sumber

daya dan proses bisnis internal perusahaan adalah kemampuan yang menciptakan

distinctive competencies sehingga perusahaan akan memperoleh keunggulan

kompetitif (Solihin, 2012).

Menurut Sawitri, Indriyani dan Agus (2013) terdapat tiga analisis yang dapat

digunakan manajer strategis untuk mengamati dan menganalisis variabel internal

yaitu analisis PIMS (Profit Impact of Market Strategy), analisis rantai nilai (value

chain analysis) dan analisis fungsional.

a. Analisis PIMS (Profit Impact of Market Strategy)

Terdapat beberapa hasil penelitian dengan analisis PIMS yang menyatakan bahwa

pangsa pasar yang besar akan menghasilkan profitabilitas yang besar. Faktor

terpenting yang mempengaruhi kinerja unit bisnis secara relatif terhadap

pesaingnya adalah kualitas produk atau jasanya.

b. Analisis rantai nilai (value chain analysis)

Konsep rantai nilai merupakan konsep yang sangat penting bagi bisnis hal ini

karena dapat mempengaruhi biaya dan kinerja secara menyeluruh. Konsep rantai

nilai pada kegiatan bisnis ditunjukkan pada Gambar 2.

38

Gambar 2. Konsep rantai nilai (Tiyanto, 2012)

Dalam Gambar 2 segitiga kecil disebut M1 dan segitiga besar disebut M2. Pada

Gambar 2 dapat ditunjukkan bahwa perolehan profit margin pada M1 sangat

minimal. Hal ini karena seluruh kegiatan yang dilakukan dari

pemasaran/penjualan, logistik dalam dan luar, operasi, dan layanan setelah

penjualan dilakukan oleh unit usaha sendiri. Profit margin pada M2 perolehan

margin lebih besar karena aktivitas yang dilakukan unit usaha dipadukan dengan

sumber daya manusia, teknologi, infrastruktur, dan procurement (Tiyanto, 2012).

c. Analisis fungsional

Dalam menganalisis kondisi internal adalah melalui analisis fungsional yang

merupakan cara yang paling sederhana. H.I Ansoff seorang pejabat manajemen

strategis mengemukakan bahwa keahlian dan sumber daya perusahaan dapat

diatur dalam profil kompetensi sesuai fungsi bisnis seperti perusahaan, pemasaran,

manajemen SDM, desain, penelitian dan pengembangan, operasi, sistem informasi

manajemen, serta penjualan dan distribusi (Sawitri dkk., 2013).

2.1.6 Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah analisis yang mengidentifikasi berbagai faktor strategis

yang terdiri dari faktor eksternal dan internal. Analisis situasi merupakan awal

39

proses perumusan strategi. Selain itu, analisis situasi juga mengharuskan para

manajer strategis untuk menemukan kesesuaian startegis antara kekuatan internal

(strengthts) dan peluang eksternal (opportunities), serta memperhatikan

kelemahan internal (weaknesses) dan ancaman eksternal (threats) (Hunger dan

Wheelen, 2003).

Analisis SWOT adalah analisis yang mengindentifikasi faktor-faktor strategi

secara sistematis dan menggambarkan kecocokan paling baik di antara mereka.

Dasar dari analisis ini adalah asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan

memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan peluang dan ancaman.

Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini akan memberikan dampak

besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil.

Komponen dasar dari analisis SWOT adalah sebagai berikut.

a. Kekuatan (Strength) adalah kompensasi khusus yang memberikan

keunggulan kompetitif bagi unit usaha di pasar.

b. Kelemahan (Weakness) keterbatasan sumber daya yang menghambat kinerja

efektif unit usaha.

c. Peluang (Opportunity) adalah karakteristik penting yang menguntungkan

lingkungan unit usaha.

d. Ancaman (Threat) adalah karakteristik penting yang tidak menguntungkan

lingkungan unit usaha (Solihin, 2012).

Dalam penelitian Purba, Affandi, dan Nugraha (2016) tentang strategi

pengembangan koperasi dalam pembiayaan agribisnis, analisis SWOT digunakan

untuk menyusun strategi unit usaha dan mendapatkan berbagai alternatif yang

40

dapat dipilih unit dalam mengembangkan usahanya. Terdapat beberapa tahap

dalam penyusunan strategi pengembangan dalam penelitian tersebut. Tahap

pertama adalah menentukan faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan

eksternal unit usaha. Tahap kedua adalah pemberian bobot serta perankingan

masing-masing komponen dengan matriks IFAS (Internal Factors Analysis

Summary) dan EFAS (Eksternal Factors Analysis Summary). Tahap ketiga,

menyilangkan empat komponen dari hasil perankingan matriks IFAS dan EFAS

yaitu SO, ST, WO dan WT.

2.1.7 Quantitive Strategic Planning Matrix (QSPM)

Tahap keputusan adalah analisis dan intuisi yang menjadi dasar dalam pembuatan

keputusan-keputusan strategi. QSPM membuat peringkat strategi untuk

memperoleh daftar prioritas yang secara objektif menunjukkan strategi alternatif

yang paling baik. QSPM adalah alat yang membuat para perencana strategi

menilai secara objektif strategi alternatif terbaik untuk dijalankan dan memerlukan

nilai intuitif terbaik (Tiyanto, 2012).

Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merupakan teknik yang dapat

menetapkan strategi alternatif yang diprioritaskan secara objektif. Teknik analisis

QSPM memerlukan good intuitive judgement. QSPM menggunakan input dari

analisis matriks EFE (peluang dan ancaman) SWOT dan hasil pencocokan dari

matriks IFE (kekuatan dan kelemahan) SWOT (Purwadari, 2015).

41

2.1.8 Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion atau diskusi kelompok terarah adalah kegiatan

pengumpulan data melalui wawancara kelompok dan pembahasan dalam

kelompok yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif sosial. FGD

merupakan sebuah proses pengumpulan data yang dilakukan untuk tujuan

menghasilkan pemecahan masalah secara langsung ataupun untuk mencapai

konsesus. FGD merupakan diskusi terarah yang terdapat fokus masalah atau topik

yang jelas untuk didiskusikan dan dibahas bersama. FGD memiliki untuk

menggali dan memperoleh beragam informasi tentang masalah atau topik tertentu

yang sangat mungkin dipandang secara berbeda-beda dengan penjelasan yang

berbeda pula (Indrizal, 2014).

Menurut Fardiah (2005), dalam konteks pembangunan partisipatif FGD dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut.

a. Penjajangan kebutuhan dan masalah

Penjajangan kebutuhan sering disebut sebagai pengenalan masalah yang diikuti

dengan pengkajian potensi yang ada di masyarakat.

b. Analisis masalah

Langkah dapat dilakukan dengan analisis SWOT sebagai salah satu cara untuk

mengenali masalah dari berbagai sudut pandang.

c. Perencanaan kegiatan

Hasil kajian masalah, kebutuhan, dan potensi masyarakat dijadikan bahan untuk

menyusun rencana kegiatan yang sederhana, jelas, dan realistis.

42

d. Pelaksanaan kegiatan

Sebaik-baiknya perencanaan, hanya akan berarti apabila dilaksanakan.

Pelaksanaan kegiatan sebaiknya diorganisir dan dipimpin oleh anggota

masyarakat.

e. Pemantauan

Pelaksanaan kegiatan harus dipantau sejak awal untuk mengetahui apakah

perencanaan dilakukan dengan baik dan hambatan apa saja yang ada dalam

kegiatan.

f. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana telah mencapai tujuan program

yang telah disepakati bersama oleh masyarakat.

2.2. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian ini menggunakan penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan

referensi. Adapun penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.

Dewi dan Mulyono (2015) melakukan penelitian tentang analisis produksi usaha

budi daya lele di Kecamatan Kalasan. Pada penelitian ini diketahui bahwa rerata

produktivitas pada usaha budi daya ini adalah 9,53 kg/m2 dengan kepadatan tebar

100 – 200 ekor/m2. Faktor yang mempengaruhi produktivitas pada usaha budi

daya ini adalah dosis pakan dan pupuk, jumlah dan pengalaman tenaga kerja, serta

padat tebar.

Pada penelitian analisis kinerja produksi pembesaran lele sangkuriang oleh

Harianto (2016), diketahui bahwa usaha budi daya tersebut merupakan usaha yang

potensial. Kinerja produksi pada usaha budi daya ini menunjukkan hasil yang

43

baik dengan nilai R/C rasio lebih besar dari pada satu yang membuktikan bahwa

usaha ini layak dijalankan. Nilai BEP pada usaha ini adalah Rp4.121.656,37 atau

94,97 kg per musim tebar. Penerimaan usaha budi daya ini adalah sebesar

Rp28.042.432,00 dengan produksi 1.752 kg.

Usaha budi daya pembesaran lele merupakan usaha budi daya yang berpotensi dan

layak diperhitungkan. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Febriyanti (2013)

tentang pendapatan pembudidaya lele di Kabupaten Boyolali. Nilai profitabilitas

R/C rasio pada usaha budi daya ini adalah sebesar 1,28. Artinya setiap Rp 1,00

yang dikeluarkan pembudidaya untuk usaha ini, maka akan memperoleh

keuntungan sebesar Rp1,28.

Analisis biaya produksi budi daya ikan patin di Kecamatan Kota Gajah pada

penelitian Susanti, Lestari, dan Kasymir (2017) menunjukkan bahwa biaya

terbesar adalah biaya pakan yaitu 67,69% dari total biaya produksi tunai. Selisih

antara biaya produksi tunai dan produksi total adalah Rp67.103.527,77 per musim

tebar.

Penelitian yang dilakukan oleh Fadilah, Abidin dan Kalsum (2014) tentang

pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga nelayan obor di Kota Bandar

Lampung. Pengukuran tingkat kesejahteraan menggunakan kriteria Sajogyo

(1997). Hasil dari penelitian ini adalah pendapatan rumah tangga nelayan obor

bersumber dari kegiatan penangkapan ikan serta aktivitas di luar kegiatan

perikanan serta anggota keluarga lain yang bekerja. Tingkat kesejahteraan rumah

tangga nelayan obor sebagian besar masuk dalam kriteria cukup (74,42%), nyaris

miskin (9,3%), dan hidup layak (16,28%).

44

Pada penelitian Sari, Haryono, dan Rosanti (2014) diketahui bahwa 71% petani

jagung di Kecamatan Natar merupakan golongan rumah tangga sejahtera

berdasarkan indikator BPS. Pendapatan rumah tangga petani jagung di

Kecamatan Natar sebagian besar berasal dari usaha budi daya jagung yaitu sebesar

87%.

Hasil penelitian Purwono, Sugyaningsih, dan Wibowo (2011) tentang strategi

pengembangan budi daya ikan lele di Kecamatam Ciampea Kabupaten Bogor

menunjukkan bahwa usaha budi daya lele berada di divisi V. Strategi

pengembangan udaha budi daya lele yang dianjurkan pada penelitian ini adalah

penetrasi pasar dan pengembangan produk.

Berdasarkan analisis pada penelitian Jatnika, Sumantadinata dan Pandjaitan

(2014) diperoleh bahwa usaha budi daya lele di Kabupaten Gunung Kidul berada

di divisi V. Hal ini membuktikan bahwa usaha budi daya tersebut layak untuk

dikembangkan. Strategi yang digunakan pada penelitian ini adalah peningkaan

produktivitas dan penetrasi pasar.

2.3. Kerangka Pemikiran

Lele adalah salah satu komoditas unggul perikanan budi daya Provinsi Lampung.

Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada usaha budi daya ikan

lele. Lampung Selatan adalah daerah penghasil lele terbesar di Lampung pada

tahun 2016.

Kecamatan Natar menempati urutan ke enam dalam produksi ikan lele di

Kabupatan Lampung Selatan. Walaupun besarnya produksi ikan lele di

45

Kecamatan Natar cukup tinggi jika dibanding kecamatan lainnya, akan tetapi

angka produksi tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan produksi di

Kecamatan Tanjung Bintang. Jumlah produksi di kedua daerah tersebut sangat

bertolak belakang jika dilihat dari lokasinya yang dekat dengan Kota Bandar

Lampung. Menurut Pemerintah Kota Bandar Lampung (2017), Kecamatan Natar

adalah daerah di Kabupaten Lampung Selatan yang berbatasan langsung di

sebelah utara Kota Bandar Lampung dan Kecamatan Tanjung Bintang berbatasan

langsung di sebelah Timur Kota Bandar Lampung. Kota Bandar Lampung adalah

pusat perekonomian di Provinsi Lampung, dimana di daerah tersebut tersedia

berbagai sarana yang dibutuhkan untuk produksi usaha budi daya lele, lokasi

pusat pasar, dan banyak industri/rumah makan yang menggunakan ikan lele

sebagai bahan baku.

Kecamatan Natar adalah salah satu daerah di Provinsi Lampung yang mengalami

penurunan signifikan jumlah pembudidaya lele. Menurut data Dinas Kelautan dan

Perikanan Lampung Selatan wilayah Kecamatan Natar jumlah pembudidaya ikan

lele mengalami penurunan sebesar 52% pada tahun 2017, sebelumnya jumlah

pembudidaya ikan lele pada tahun 2016 adalah 196 orang. Salah satu penyebab

penurunan ini adalah kerugian akibat gagal panen. Penelitian ini mencoba untuk

mengkaji tingkat pendapatan usaha budi daya lele dan tingkat kesejahteraan

pembudidaya lele. Selain itu penelitian ini juga mencoba untuk merumuskan

strategi pengembangan usaha budi daya lele. Penelitian ini diharapkan dapat

menjadi referensi dalam upaya pengetasan kemiskinan dan peningkatan taraf

hidup petani, khususnya pembudidaya lele. Kerangka pemikiran analisis

pendapatan, kesejahteraan rumah tangga pembudidaya, dan strategi

46

pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Selatan disajikan pada Gambar 3.

47

Produksi x Harga

Gambar 3. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian

Penerimaan

Biaya Produksi:

- Sewa lahan

- Benih - Pakan

- Obat-obatan

- Tenaga Kerja

- Listrik, BBM dan air

Pendapatan Usaha Budi Daya

Lele: R/C ratio (layak/tidak)

Pembudidaya Lele

Pendapatan Non

Usahatani

Pendapatan Rumah Tangga

Tingkat Kesejahteraan :

- Sajogyo (1997)

- BPS (2014)

- BKKBN (2011)

Usaha Budi Daya Lele Usaha di Luar Pertanian Usahatani Selain Lele

Pendapatan Usahatani

Selain Lele

Pengeluaran

Rumah Tangga :

- Pangan

- Non Pangan

- Tabungan

- Sosial

Strategi Pengembangan Usaha Budi Daya Ikan Lele

Lingkungan internal :

- Produksi dan biaya - Tingkat kesejahteraan - Manajemen usaha budi daya - Kualitas SDM

Lingkungan eksternal :

- Ekonomi, sosial, dan budaya - Pemasaran - Pesaing - IPTEK - Infrastruktur - Iklim dan cuaca - Kebijakan pemerintah

Kekuatan Kelemahan

IFE

Peluang Ancaman

EFE Analisis SWOT dan QSPM

48

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian adalah kegiatan yang bertujuan untuk menemukan, menggambarkan,

mengembangkan, menjelaskan, atau menguji kebenaran ilmu pengetahuan.

Menemukan berarti betujuan untuk mendapatkan ide-ide baru atau memperdalam

mengenai suatu gejala. Menggambarkan berarti memberikan gambaran yang jelas

atau untuk menguraikan tentang sifat-sifat suatu fenomena. Mengembangkan

berarti melakukan pengembangan pengetahuan yang ada dengan memperluas dan

menggali lebih dalam apa yang sudah ada. Menjelaskan berarti memberikan

penjelasan (eksplanasi) mengenai pengujian hipotesis tentang adanya hubungan

sebab-akibat antara variabel yang diteliti. Menguji berarti melakukan pengujian

(verifikasi) mengenai kebenaran suatu pengetahuan (Silaen dan Widiyono, 2013).

Metode penelitian atau metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah yang

berulang dalam mengetahui ilmu atau suatu makna. Jadi metode penelitian adalah

cara sistematis untuk menyusun ilmu pengetahuan (Lubis, 2018).

Penelitian usaha budi daya lele dilakukan di Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

survai yang dilakukan dengan pengamatan dan wawancara langsung dengan

responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang berisi

daftar pertanyaan.

49

3.2 Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Petani adalah individu yang berusaha dalam bidang pertanian (pangan dan

holtikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan) dengan

mengharapkan hasil yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan

kesejahteraan hidupnya. Petani perikanan atau pembudidaya ikan adalah individu

yang melakukan usaha budi daya ikan dengan mengharapkan hasil untuk

memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidupnya.

Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan untuk usahatani guna memproduksi

tanaman pertanian, hewan ternak, maupun perikanan. Kolam ikan adalah lahan

yang digunakan untuk budi daya ikan baik berbentuk permanen atau semi

permanen dan dapat dinyatakan dalam satuan meter persegi (m2).

Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan langsung pada proses produksi seperti

biaya sewa lahan, biaya saprodi, biaya tenaga kerja, biaya peralatan dan

sebagainya. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan

langsung dalam kegiatan usahatani namun diperhitungkan dalam komponen biaya,

seperti biaya penyusutan peralatan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

Pendapatan tunai usahatani adalah penerimaan yang diperoleh petani setelah

dikurangi biaya tunai produksi. Pendapatan diperhitungkan adalah penerimaan

yang diperoleh petani setelah dikurangi biaya produksi yang diperhitungkan.

Pendapatan usaha budi daya ikan dapat dinyatakan dalam satuan rupiah per

musim panen atau rupiah per tahun.

50

Harga produksi ikan adalah harga yang diperoleh pembudidaya atas penjualan per

satuan hasil produksi ikan. Harga produksi dapat dinyatakan dalam satuan rupiah

per kilogram (Rp/kg).

Penerimaan usahatani adalah sejumlah uang yang diterima oleh petani yang

diperoleh dari jumlah produksi dikali dengan harga produksi. Penerimaan rumah

tangga adalah penjumlahan dari penerimaan usahatani dan non usahatani.

Penerimaan dapat dinyatakan dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat.

Kebutuhan tersebut meliputi sandang, pangan, papan, sosial, spiritual, kesehatan,

keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman.

Garis kemiskinan Sajogyo adalah patokan kemiskinan yang diukur berdasarkan

harga beras. Nilai kemiskinan diperoleh dengan mengonversi pengeluaran rumah

tangga menjadi satuan kilogram beras menurut harga yang berlaku atau

pengeluaran rumah tangga setara dengan beras per kapita per tahun. Klasifikasi

kemiskinan digolongkan menjadi golongan paling miskin, miskin sekali, miskin,

nyaris miskin, cukup, dan hidup layak. Tingkat kemiskinan dibagi menjadi

daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Pengeluaran rumah tangga sangat miskin

di daerah pedesaan kurang dari 180 kilogram dan 270 kilogram di daerah

perkotaan. Pengeluaran rumah tangga miskin antara 181 hingga 240 kilogram

untuk daerah pedesaan dan 271 hingga 360 kilogram untuk daerah perkotaan.

Pengeluaran rumah tangga nyaris miskin antara 241 hingga 320 kilogram untuk

daerah pedesaan dan 361 hingga 480 untuk daerah perkotaan.

51

Kesejahteraan Badan Pusat Statistik diperoleh dari penilaian beberapa variabel.

Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah kependudukan, kesehatan dan gizi,

pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan

lingkungan, sosial dan lain-lain.

Keluarga sejahtera menurut BKKBN adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan

atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan

materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan

yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan

masyarakat dan lingkungan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52

tahun 2009). Tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi 5 (lima)

tahapan, yaitu keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II,

keluarga sejahtera III, dan keluarga sejahtera III plus.

Strategi pengembangan agribisnis adalah rangkaian kegiatan dalam pengambilan

keputusan dengan menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang strategis.

Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap pengembangan usaha budi daya lele.

Analisis faktor internal adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui

faktor kekuatan (strengths) yang dapat dimanfaatkan atau ditingkatkan dan faktor

kelemahan (weaknesses) yang harus diatasi atau diminimalisir.

Kekuatan merupakan keunggulan-keunggulan yang dimiliki usahatani dalam

pengembangan usaha budi daya lele. Kelemahan merupakan keterbatasan yang

dimiliki usahatani dalam pengembangan usaha budi daya lele.

52

Analisis faktor eksternal adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui

peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Peluang merupakan situasi yang

dapat memberikan keuntungan bagi usaha budi daya lele. Ancaman merupakan

situasi yang tidak menguntungkan bagi usaha budi daya lele.

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) adalah suatu

analisis untuk menentukan alternatif strategi, merupakan sebuah matriks yang

bertujuan untuk memaksimalkan faktor yang bersifat positif (kekuatan dan

peluang), meminimalisir faktor yang bersifat negatif (kelemahan dan ancaman).

QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrix) adalah alat yang digunakan

untuk menetapkan pilihan paling menarik diantara strategi-strategi alternatif

berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal. Analisis QSPM adalah tahap

akhir yang digunakan untuk menentukan prioritas strategi.

SNI (Standar Nasional Indonesia) Perikanan adalah suatu ukuran standarisasi

yang bertujuan untuk melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja, dan

masyarakat dari keamanan, kesehatan, keselamatan, dan fungsi lingkungan.

CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) adalah cara memelihara ikan dalam

lingkungan yang menjamin keamanan pangan dengan memperharikan sanitasi,

pakan, obat-obatan, serta bahan biologis. CBIB didasari oleh Surat Keputusan

Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 02/MEN/2007.

3.3 Metode Sampling dan Pengumpulan Data

Penelitian lapangan dilaksanakan di Kecamatan Natar sebagai lokasi yang dipilih

secara sengaja (purposive). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa

53

Kecamatan Natar adalah daerah di Lampung Selatan yang berbatasan langsung

dengan Kota Bandar Lampung yang merupakan lokasi pusat pasar di Provinsi

Lampung. Akan tetapi angka produksi lele di Kecamatan Natar jauh di bawah

Kecamatan Tanjung Bintang yang juga berbatasan langsung dengan Kota Bandar

Lampung. Selain itu, jumlah pembudidaya lele menurun secara drastis sebesar

52% pada tahun 2017 yang menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi di

daerah tersebut.

Metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu pengumpulan dan perumusan data.

Tahap pertama yaitu pengumpulan data terkait dengan pendapatan dan

kesejahteraan pembudidaya lele di Kecamatan Natar. Dalam penelitian ini tidak

semua kelompok budi daya dijadikan sampel penelitian. Hal ini dilakukan dengan

pertimbangan bahwa tidak semua kelompok budi daya ikan (pokdakan) lele di

Kecamatan Natar aktif secara konsisten dan kontinyu melakukan budi daya

sepanjang tahun. Daftar kelompok budi daya ikan (pokdakan) lele di Kecamatan

Natar tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Kelompok budi daya ikan lele di Kecamatan Natar tahun 2017

No Nama Kelompok Jumlah Anggota

(orang)

Lokasi (desa) Status

1 Mitra Sejati 10 Merak Batin Pasif

2 Tunas Harapan 12 Tanjung Sari Aktif

3 Bina Karya Mandiri 13 Rulung Sari Pasif

4 Tunas Jaya 12 Krawang Sari Pasif

5 Cipta Mina Lestari 10 Pancasila Aktif

6 Citra Mina Lestari 10 Sukadamai Aktif

7 Minasari 10 Sidosari Pasif

8 Mina Latin 10 Bumi Sari Pasif

9 Maju Makmur 12 Purwosari Pasif

Jumlah 102

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Selatan (2017b)

54

Berdasarkan pertimbangan bahwa sampel yang diteliti adalah pembudidaya lele

yang aktif secara konsisten dan kontinyu memproduksi sepanjang tahun maka

dipilih seluruh anggota dari tiga pokdakan. Pokdakan tersebut adalah Tunas

Harapan, Cipta Mina Lestari, dan Citra Mina Lestari. Adapun anggota pokdakan

yang dijadikan responden yaitu Tunas Harapan 12 orang, Cipta Mina Lestari 10

orang, dan Citra Mina Lestari 8 orang.

Data untuk penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, baik secara

kuantitatif maupun secara kualitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan

dan wawancara langsung terhadap responden yang telah dipilih sebelumnya

dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuisioner. Data primer

yang dikumpulkan berupa data identitas pribadi, luas kolam usaha, biaya yang

meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan, produksi dan penerimaan dalam

usaha budi daya lele dalam satu kali produksi, hasil produksi fisik dan nilai

produksi dari usaha budi daya lele serta data penggunaan input usahatani seperti

benih, pakan obat-obatan, dan tenaga kerja. Wawancara dilakukan pada

responden baik satu per satu maupun secara berkelompok, dan mengadakan

pengamatan secara langsung keadaan usaha budi daya yang dimiliki responden.

Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh

dari berbagai instansi atau lembaga yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Tahap ke dua yaitu perumusan strategi pengembangan usaha budi daya lele di

Kecamatan Natar yang dilakukan dengan Focus Group Discussion. Perumusan

strategi ini dilakukan dengan melihat dan menyesuaikan kebutuhan dan kondisi

lingkungan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

55

Selatan. Peserta diskusi FGD terdiri dari 4 orang diantaranya adalah seorang dua

orang ketua kelompok budi daya perikanan (pokdakan) lele di Kecamatan Natar,

Penyuluh Perikanan Lapang (PPL) untuk wilayah Kecamatan Natar, dan

perwakilan dari Universitas Lampung selaku ahli budi daya ikan.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui biaya dan pendapatan usaha budi

daya lele, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, serta perumusan strategi

pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar. Analisis deskriptif

kualitatif digunakan untuk menggambarkan objek penelitian pada saat ini yang

meliputi tingkat kesejahteraan pembudidaya lele di Kecamatan Natar.

3.4.1 Analisis Biaya Usaha Budi Daya dan Break Even Point (BEP)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan dalam

usaha budi daya lele. Analisis ini menggunakan dua macam biaya yaitu biaya

tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai meliputi biaya pembelian

peralatan, biaya benih, biaya pakan, biaya obat-obatan, energi, upah tenaga kerja

luar keluarga, dan pajak lahan. Biaya yang diperhitungkan yang meliputi biaya

sewa lahan milik sendiri, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya penyusutan

peralatan.

a. Biaya Penyusutan

Menurut Darmansyah (2012), biaya penyusutan dalam unit usaha dibedakan

menjadi dua yaitu penyusutan bangunan dan penyusutan peralatan.

56

Penelitian ini menggunakan metode perhitungan penyusutan garis lurus. Adapun

cara menghitung biaya penyusutan yaitu dengan metode garis lurus.

Penyusutan = …………………………………………. (13)

Dimana : NE = nilai ekonomis (Rp)

NS = nilai sisa (Rp)

UE = umur ekonomis (th)

Menghitung penyusutan investasi untuk bangunan kolam dan mesin menggunakan

pendekatan anuitas dengan mempertimbangkan tingkat bunga yaitu sebagai

berikut.

Penyusutan = (NE – NS) x (i (1+i)n) / (1+i)n - 1) …………….……… (14)

Keterangan: i = tingkat bunga modal (%)

n = umur ekonomis (tahun)

b. Biaya Total dan Biaya per Unit

Menurut Sugiarto dkk. (2007) perhitungan biaya total dan biaya per unit dalam

satu kali produksi secara sistematis adalah sebagai berikut.

TC = TFC + TVC ……………………………………………… (1)

AC = ………………………………………………………… (2)

AFC = ……………………………………………………… (3)

AVC = ……………………………………………………... (4)

Keterangan : TC = Total biaya produksi (Rp)

TFC = Total biaya tetap (Rp)

TVC = Total biaya variabel (Rp)

AC = Biaya total rata-rata (Rp/unit output)

AFC = Biaya tetap rata-rata (Rp/unit output)

AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/unit output)

Q = Output

57

c. Persentase Struktur Biaya

Persentase dari setiap struktur biaya dapat dicari menggunakan rumus sebagai

berikut.

P = ……………………………………. (5)

Keterangan : P = Nilai dari struktur biaya produksi (%)

NTFC = Nilai dari tiap komponen biaya tetap (Rp)

NTVC = Nilai dari tiap komponen biaya variabel (Rp)

NTC = Nilai dari total biaya produksi (Rp)

d. Analisis Break Even Point (BEP)

Analisis titik impas atau Break Even Point adalah analisis untuk mengetahui titik

impas dari kegiatan usaha. Secara sistematis rumus BEP adalah sebagai berikut.

BEP (Rp) = …………………...……………………………. (9)

BEP (kg) = …………....…….……………. (10)

BEP harga (Rp/kg) = …………………………………………… (11)

Dimana, S = Penerimaan (Rp)

VC = Biaya biaya variabel (Rp)

FC = Biaya tetap (Rp)

TC = Biaya total (Rp)

Y = Produksi (kg)

Px = Harga produk x (Rp)

3.4.2 Analisis Pendapatan Usaha Budi Daya dan Rumah Tangga

Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya pendapatan usaha budi daya

terhadap biaya produksi dan pendapatan rumah tangga terhadap pengeluaran

rumah tangga. Pendapatan usahatani adalah besarnya penerimaan dikurangi

dengan biaya produksi, baik biaya tunai maupun biaya diperhitungkan.

58

a. Analisis Pendapatan Usahatani

Adapun rumus menghitung pendapatan adalah sebagai berikut.

P = TR – TC = (Y.Py) – (∑ Xi.Pxi + BTT) ………………………….…(6)

Dimana, P = Pendapatan

TR = Total penerimaan

TC = Total biaya

Xi = Faktor produksi variabel ke-i

Pxi = Harga produksi variabel ke-i

Y = Produksi

Py = Harga produksi

BTT = Biaya tetap total

b. Analisis Profitabilitas

Analisis profitabilitas dihitung dengan perbandingan antara penerimaan dan biaya

(R/C). Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin efisien usahatani tersebut dan

sebaliknya semakin kecil R/C rasio maka semakin tidak efisien usahatani tersebut.

Adapun rumus untuk menghitung profitabilitas adalah sebagai berikut.

R/C = ……………………………………………………………………..... (7)

Dimana : TR = Total Penerimaan (produksi (Kg) x harga (Rp))

TC = Total Biaya (Rp) R/C > 1 , maka usahatani layak dijalankan

R/C < 1 , maka usahatani tidak layak dijalankan.

d. Analisis Pendapatan Rumah Tangga

Pedapatan rumah tangga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh anggota

keluarga baik bersumber dari pertanian (usahatani dan non usahatani) maupun non

pertanian. Adapun pendapatan rumah tangga secara sistematis adalah sebagai

berikut.

PRT = (Pusaha budi daya + Pnon usaha budi daya) + Pnon pertanian …………….... (12)

Dimana, PRT = Pendapatan rumah tangga

59

f. Analisis kontribusi pendapatan usaha budi daya terhadap pendapatan rumah

tangga

Kontribusi pendapatan usaha budi daya terhadap pendapatan rumah tangga dapat

diperoleh dari perbandingan persentase antara pendapatan usaha budi daya lele

dengan total pendapatan rumah tangga.

3.4.3 Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

a. Analisis Kesejahteraan Sajogyo (1997)

Dalam perhitungan tingkat kesejahteraan menurut Sajogyo (1997) maka terlebih

dahulu dihitung total pengeluaran rumah tangga harian, mingguan, bulanan, dan

tahunan. Secara sistematis pengeluaran (C) perhitungan tingkat kesejahteraan

dapat ditulis sebagai berikut.

C / kapita / tahun (Rp) = ..................................... (15)

C / kapita / setara beras (kg) = ( : harga beras……... (16)

1. Paling miskin jika pengeluaran/kapita/tahun lebih rendah dari 180 kg setara

nilai beras/tahun.

2. Miskin sekali, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 181 – 240 kg setara

nilai beras/tahun.

3. Miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 241 – 320 kg setara nilai

beras/tahun.

4. Nyaris miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 321 – 480 kg setara

nilai beras/tahun.

60

5. Cukup, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 481 – 960 kg setara nilai

beras/tahun.

6. Hidup layak, apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih tinggi dari 960 kg

setara nilai beras/tahun.

b. Analisis Kesejahteraan Badan Pusat Statistik (2014)

Analisis kesejahteraan menurut BPS (2014) dilakukan dengan mengukur beberapa

indikator yaitu kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan,

taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, sosial dan lain-lain.

Indikator-indikator tersebut digolongkan dalam kelas dan skor yang ditunjukkan

pada Tabel 4.

Masing-masing klasifikasi ditentukan dengan cara mengurangkan jumlah skor

tertinggi dengan jumlah skor terendah. Klasifikasi kesejahteraan yang digunakan

terdiri dari dua klasifikasi, yaitu rumah tangga dalam kategori sejahtera dan belum

sejahtera.

Penentuan range skor adalah sebagai berikut.

RS = ………………………...…………………………… (17)

Dimana : RS = Range skor

SkT = Skor tertinggi (7 x 3 = 21)

SkR = Skor terendah (7 x 1 = 7)

JKl = Jumlah klasifikasi yang digunakan (2)

Skor antara 7 – 14 = Rumah tangga pembudidaya lele belum sejahtera.

Skor antara 15 - 21 = Rumah tangga pembudidaya lele sudah sejahtera.

61

c. Analisis Kesejahteraan BKKBN (2011)

Tingkat kesejahteraan menurut BKKBN diukur berdasarkan pemenuhan 21

indikator kesejahteraan yang dijelaskan pada Tabel 5. Berdasarkan pemenuhan

tersebut, tingkat kesejahteraan dibagi menjadi lima tahapan keluarga.

1. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS)

Yaitu keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu dari enam indikator

Keluarga Sejahtera (KS) I atau disebut kebutuhan dasar keluarga.

2. Tahapan Keluarga Sejahtera (KS) I

Yaitu keluarga yang dapat memenuhi enam indikator Keluarga Sejahtera (KS) I,

tetapi tidak memenuhi delapan indikator Keluarga Sejahtera (KS) II.

3. Tahapan Keluarga Sejahtera (KS) II

Yaitu keluarga yang mampu memenuhi enam indikator tahapan KS I dan delapan

dan indikator KS II, tetapi tidak memenuhi lima indikator KS III.

4. Tingkat Keluarga Sejahtera (KS) III

Yaitu keluarga yang mampu memenuhi enam indikator tahapan KS I, delapan

indikator KS II, dan lima indikator KS III.

5. Tingkat Keluarga Sejahtera (KS) III Plus

Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari enam indikator tahapan

KS I, delapan indikator KS II, lima indikator KS III, serta dua indikator tahapan

KS III Plus (BKKBN, 2011).

3.4.4 Analisis Strategi Pengembangan

Untuk merumuskan strategi pengembangan hal yang harus memperhatikan adalah

faktor-faktor strategis lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.

62

Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah analisis deskriptif kualitatif.

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai

berikut.

a. Tahap pengumpulan data

Tahap ini terdiri dari pengumpulan, pengelompokkan dan pra analisis data-data

eksternal dan internal. Hal ini merupakan tindakan awal dalam upaya

pengembangan usaha budi daya lele di masa mendatang. Dalam hal ini model

yang digunakan adalah matriks faktor strategi internal dan eksternal.

1. Analisis Faktor Internal

Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor kekuatan yang dapat

dimanfaatkan dan kelemahan yang harus diatasi. Menurut Rangkuti (2006)

faktor kekuatan dan kelemahan dapat disusun dalam suatu matriks yang disebut

IFE (Internal Factor Evaluation) yang disusun untuk merumuskan faktor

strategis internal yang terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut.

(a) Menentukan faktor internal yang dijadikan kekuatan dan kelemahan

usaha budi daya lele pada kolom 1 sebagai berikut.

(1) Produksi, bagaimana pembudidaya lele dapat mempertahankan kuantitas

dan kualitas produksinya yaitu berupa volume panen sesuai target dan

ikan lele yang sehat. Untuk mengetahui tingkat produktivitas dan

kualitas produksi usaha budi daya pembesaran lele, maka hasil penelitian

dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Cara

Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).

(2) Lokasi usaha, di mana usaha budi daya sebaiknya memiliki akses

transportasi yang memadai dan dekat dengan penyedia sarana produksi.

63

(3) Manajemen dan pendanaan, bagaimana pokdakan lele ini mengelola

usahanya dan ketersediaan modal untuk mendukung kegiatan usaha.

(4) Sumber daya manusia, hal ini tentang bagaimana kualitas pembudidaya

lele dalam menjalankan usahanya.

(5) Pendapatan usaha budi daya lele, besarnya pendapatan usaha budi daya

lele dapat menunjukkan tingkat efisiensi usaha budi daya dalam

menggelola modal.

(6) Pendapatan rumah tangga, tinggi rendahnya pendapatan rumah tangga

akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga termasuk alokasi

pengeluaran terhadap usaha budi daya lele.

(7) Tingkat kesejahteraan rumah tangga, variabel-variabel kesejahteraan

seperti pengeluaran, pendidikan, sosial, pola konsumsi, kesehatan, dan

sebagainya dapat mempengaruhi kinerja usaha budi daya lele.

(b) Memberikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari

1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-

faktor tersebut terhadap posisi strategis usaha budi daya lele.

Menurut Kinnear dan Taylor (2002), Paired Comparison digunakan untuk

menentukan nilai bobot pada faktor-faktor internal. Penilaian bobot dilakukan

dengan cara mengajukan identifikasi faktor internal kepada responden ahli.

i. Bobot 0, jika indikator horizontal kurang penting dari pada indikator vertikal.

ii. Bobot 1, jika indikator horizontal sama pentingnya dengan indikator vertikal.

iii. Bobot 2, jika indikator horizontal lebih penting dari indikator vertikal.

64

Tabel 7. Matriks penilaian bobot faktor internal usaha budi daya

Faktor Internal A B …. N Nilai (X) Bobot (Yi)

A Xa

B Xb

... …

N Xn

Nilai (X) Xa Xb …. Xn ∑Xn

Total 1,00

Sumber : Kinnear dan Taylor (2002)

Rumus penentuan bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap

variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel yaitu sebagai berikut.

ai = ……………………………………………………... (17)

∑ t=1

Dimana, a = bobot variabel ke-I xi = nilai variabel ke-i

i = 1,2,3,…,n n = jumlah variabel

(c) Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan

memberikan skala mulai dari 1 (poor) – 4 (outstanding) berdasarkan

pengaruh faktor tersebut terhadap usaha budi daya. Pemberian nilai rating

untuk faktor kekuatan dimulai dari 4 untuk rating terbesar dan 1 untuk rating

terkecil. Sebaliknya, untuk kelemahan pemberian rating dimulai dari 4 untuk

rating terkecil dan 1 untuk rating terbesar.

(d) Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk

memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor

pembobotan yang bervariasi nilainya untuk masing-masing faktor.

(e) Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total

skor pembobotan bagi usaha budi daya ini. Nilai total menunjukkan

bagaimana usaha budi daya bereaksi terhadap faktor strategis internalnya.

65

Tabel 8. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)

Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor

A. Kekuatan

1. ………………

2. ………………

3. ………………

4. ………………

5. ………………

B. Kelemahan

1. ………………

2. ………………

3. ……………….

4. ………………

5. ………………

Total (A+B) 1,00

Sumber : Rangkuti (2006)

2. Analisis Faktor Eksternal

Menurut Rangkuti (2006) terdapat beberapa tahap untuk analisis eksternal yaitu

sebagai berikut.

(a) Menyusun faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman

usaha budi daya lele pada kolom 1.

(1) Ekonomi, sosial, dan budaya

Jumlah penduduk, kondisi ekonomi, budaya, dan kebiasaan masyarakat di

sekitar usaha budi daya lele dapat mempengaruhi produksi.

(2) Pesaing

Keadaan perekonomian yang semakin terbuka mendorong persaingan antar

usaha sejenis yang akan mempengaruhi penjualan.

(3) Informasi dan teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan usaha budiaya dalam

menghasilkan suatu produk secara efektif dan efisien.

66

(4) Iklim dan cuaca

Iklim dan cuaca dapat mempengaruhi kegiatan produksi usaha budi daya

lele karena dapat mempengaruhi kualitas kolam dan lele.

(5) Pemasaran, dimana lokasi usaha dekat dengan pasar atau memiliki akses

transportasi yang memadai untuk menjangkau pasar.

(6) Infrastruktur, dimana infrastruktur yang baik dapat meningkatkan efisiensi

usaha budi daya lele.

(7) Kebijakan pemerintah

Kepedulian pemerintah dalam bentuk binaan dan bantuan kepada

pokdakan lele dapat membantu meningkatkan taraf usaha.

(b) Memberikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2. Sama seperti

pemberian bobot pada faktor internal, faktor internal juga menggunakan

metode Paired Comparison dan rumus perhitungan bobot yang sama. Matriks

penilaian bobot faktor eksternal tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9. Matriks penilaian bobot eksternal usaha budi daya lele

Faktor Eksternal A B …. N Nilai (X) Bobot (Yi)

A Xa

B Xb

... …

N Xn

Nilai (X) Xa Xb …. Xn ∑Xn

Total 1,00

Sumber : Kinnear dan Taylor (2002)

(c) Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan

memberikan skala mulai dari 1 (poor) – 4 (outstanding) berdasarkan pengaruh

faktor tersebut terhadap usaha budi daya. Pemberian nilai rating untuk faktor

67

peluang dimulai dari 4 untuk rating terbesar dan 1 untuk rating terkecil.

Sebaliknya, untuk ancaman pemberian rating dimulai dari 4 untuk rating

terkecil dan 1 untuk rating terbesar.

(d) Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk

memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor

pembobotan yang bervariasi nilainya untuk masing-masing faktor.

(e) Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total

skor pembobotan bagi usaha budi daya ini. Nilai total menunjukkan

bagaimana usaha budi daya bereaksi terhadap faktor strategis eksternalnya.

Tabel 10. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation)

Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor

A. Peluang

1. ………………

2. ………………

3. ………………

4. ………………

5. ……………….

B. Ancaman

1. ………………

2. ………………

3. ………………

4. ……………....

5. ………………

Total (A+B) 1,00

Sumber : Rangkuti (2006)

b. Tahap Analisis

Setelah didapatkan faktor eksternal dan internal usaha budi daya lele, tahap

selanjutnya adalah menyusun perumusan strategi dalam model kuantitatif. Model

kuantitatif yang digunakan adalah matriks IE dan matriks SWOT.

68

1. Matriks IE (Internal-Eksternal)

Dasar dari matriks IE adalah total skor IFE yang diberi bobot pada sumbu x dan

total skor EFE yang diberi bobot pada sumbu y.

Kuat 3,0-4,0 Sedang 2,0-2,99 Lemah 1,0-1,99

3,0 2,0 1,0

4,0

Tinggi

3,0-4,0

3,0

Sedang

2,0-2,99

2,0

Rendah

1,0-1,99

1,0

Gambar 4. Matriks IE (Internal-Eksternal) (Tiyanto, 2012)

Matriks IE dapat dibagi menjadi 9 sel usaha strategi yang masuk ke dalam tiga

bagian utama yang memiliki dampak strategi berbeda.

(a) Divisi I, II, IV yang disebut tumbuh dan membangun. Strategi intensif

(intensif dan pengembangan pasar, atau pengembangan produk) dan atau

integratif.

(b) Divisi III, V, VII adalah posisi yang paling baik dikelola dengan strategi

pertahankan atau pelihara. Pada umumnya strategi yang digunakan adalah

penetrasi pasar dan pengembangan produk.

(c) Divisi VI, VIII, IX paling baik dikelola dengan strategi panen dengan

penyelamatan usaha atau menutup usaha.

I II III

IV V VI

VII VIII IX

69

2. Matriks SWOT

Apabila kegiatan usaha budi daya lele yang dihasilkan menguntungkan diukur

dengan R/C maka dilakukan analisis SWOT untuk pengembangan budi daya lele

di Kecamatan Natar sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

pembudidaya. Analisis lingkungan internal meliputi sumber daya manusia,

infrastruktur usaha, manejemen, keuangan dan permodalan, dan pemasaran.

Analisis lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi, sosial, keadaan alam,

teknologi dan pesaing.

Matriks SWOT digunakan untuk menyusun strategi unit usaha. Terdapat

beberapa tahapan dalam membentuk matrik SWOT yaitu sebagai berikut.

(a) Menentukan faktor-faktor peluang dan ancaman usaha budi daya lele.

(b) Menentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan usaha budi daya lele.

(c) Merumuskan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan

strategi S-O. Menempatkan seluruh hasil strategi SO dalam sel yang

ditentukan.

(d) Merumuskan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk

mendapatkan strategi W-O. Menempatkan seluruh hasil strategi W-O dalam

sel yang ditentukan.

(e) Merumuskan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan

strategi S-T. Menempatkan seluruh hasil strategi ST dalam sel yang

ditentukan. Matriks SWOT tersaji pada Gambar 5.

70

Gambar 5. Matriks SWOT

Sumber : Tiyanto (2012)

c. Tahap Pengambilan Keputusan

Setelah matriks SWOT terbentuk, langkah selanjutnya adalah menyusun prioritas

yang diimplementasikan dengan menggunakan Quantitive Strategi Planning

Matrix (QSPM). QSPM adalah teknik yang secara objektif dapat menetapkan

strategi alternatif yang diprioritaskan. Langkah-langkah dalam menentukan

strategi prioritas dengan QSPM adalah sebagai berikut.

1. Membuat daftar faktor kekuatan dan kelemahan (internal), serta peluang dan

ancaman (eksternal) di sebelah kiri dari kolom matriks QSP.

2. Memberikan bobot untuk faktor internal dan eksternal. Pemberian nilai harus

identik dengan nilai yang diberikan pada matriks IFE dan EFE.

3. Mengidentifikasi strategi alternatif yang layak diimplementasikan dari matriks

IE dan SWOT.

SWOT Strengths (S) 5-10 faktor

kekuatan

Weakness (W) 5-10 faktor

kelemahan

Opportunities (O)

5-10 faktor peluang

Strategi (SO)

Menggunakan

kekuatan untuk

mengambil

peluang

Strategi (WT)

Meminimalkan

kelemahan untuk

menghindari

ancaman

Strategi (WO)

Mengeluarkan

kelemahan untuk

mengambil adanya

peluang

Strategi (ST)

Menggunakan

kekuatan untuk

menghindari

ancaman

Threats (T)

5-10 ancaman

71

4. Menentukan Nilai Daya tarik / Attractiveness Score (AS) yang

diidentifikasikan sebagai angka yang menunjukkan daya tarik relatif dari

masing-masing strategi. AS ditentukan dengan memilah faktor-faktor internal

dan eksternal dengan menyesuaikan apakah faktor-faktor tersebut

mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat. Cakupan nilai AS adalah; 1=tidak

menarik, 2=agak menarik, 3=menarik, dan 4=sangat menarik. Jika faktor-

faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap pilihan strategi maka jangan beri

nilai AS pada strategi tersebut.

5. Menghitung Total Nilai Daya Tarik / Total Attractiveness Score (TAS)

TAS diperoleh dari hasil perkalian bobot dengan nilai AS di masing-masing

baris. TAS menunjukkan daya tarik relatif dari masing-masing strategi

alternatif dengan hanya mempertimbangkan pengaruh dari faktor keberhasilan

krisis internal dan eksternal yang berdekatan. Semakin tinggi nilai TAS maka

semakin menarik alternatif strategi. Matriks QSPM ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Matriks Quantitive Strategic Planning (QSP)

Faktor-faktor Kunci Bobot

Alternatif Strategi

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3

AS TAS AS TAS AS TAS Faktor kunci internal Faktor kunci eksternal

Jumlah

Sumber : David (2004)

Metode Focus Group Discussion (FGD) digunakan untuk membantu penentuan

AS (Attractive Score) dengan melakukan diskusi kelompok terfokus. FGD

digunakan untuk menarik kesimpulan AS yang dibatasi oleh subjektifitas peneliti.

150

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pendapatan total rata-rata rumah tangga pembudidaya lele di Kecamatan

Natar Kabupaten Lampung Selatan adalah Rp52.340.376,00 per tahun.

Pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan usaha budi daya lele 44,27% dan

55,73% di luar usaha budi daya lele (20,51% pendapatan pertanian di luar lele

dan 35,22% di luar pertanian). Hal ini berarti usaha budi daya lele telah

mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan rumah tangga pembudidaya.

2. Berdasarkan analisis tingkat kesejahteraan dengan kriteria Sajogyo diketahui

bahwa 20% rumah tangga pembudidaya berada dalam golongan nyaris

miskin, 50% rumah tangga di golongan cukup, dan 30% rumah tangga di

golongan hidup layak. Kriteria BPS menunjukkan bahwa 20% pembudidaya

merupakan golongan rumah tangga belum sejahtera dan 80% golongan

keluarga sejahtera. Kriteria BKKBN menunjukkan bahwa keluarga

pembudidaya terdiri dari 20% golongan pra sejahtera, 50% golongan

sejahtera I, 16,67% golongan sejahtera II, 10% golongan sejahtera III, dan

3,33% golongan sejahtera III plus. Sehingga secara garis besar keluarga

pembudidaya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan terbagi

atas 20% keluarga pra sejahtera dan 80% keluarga sejahtera.

151

3. Strategi pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan yaitu : (a) Inovasi penggunaan pellet komersial menjadi

pellet subsisten dan pakan alternatif untuk mengurangi biaya pakan; (b)

Menciptakan produk pasca panen melalui optimalisasi keterampilan

pembudidaya dan pemanfaatan teknologi; (c) Budi daya ikan secara

polikultur; (d) Rekonstruksi hubungan dan kerja sama antar anggota

kelompok budi daya; (e) Penerapan CBIB dan CPIB untuk menghasilkan

produk berkualitas dan memperluas pasar.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan dan Provinsi

Lampung diharapkan dapat memberikan dukungan dan sosialisasi tentang

penerapan CBIB dan CPIB, serta pemanfaatan teknologi untuk

pengembangan usaha pada usaha budi daya lele di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan.

2. Pembudidaya lele di Kecamatan Natar perlu meningkatkan efisiensi produksi,

kualitas produk, kerjasama pokdakan, dan pemanfaatan teknologi dalam

menunjang usaha budi daya lele yang berdaya saing.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti tentang manajemen pemasaran pada

usaha budi daya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

152

DAFTAR PUSTAKA

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. 2011. Batasan dan Pengertian

MDK. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Jakarta. Diakses pada

tanggal 12 November 2017.

http://aplikasi.bkkbn.go.id/mdk/BatasanMDK.aspx

Badan Pusat Statistik. 2014. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Badan Pusat

Statistik. Jakarta. Diakses pada 10 November 2017. https://www.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik. 2017. Jumlah Perahu/Kapal, Luas Usaha Budi daya dan

Produksi menurut Sub Sektor Perikanan, 2002-2015. Badan Pusat Statistik.

Jakarta. Diakses pada 25 Oktober 2017. https://www.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. 2018. Statistik Kesejahteraan Rakyat

Lampung Selatan 2017. Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. Kalianda.

Diakses pada 19 Maret 2018. https://lampungselatankab.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. 2017a. Kependudukan Kabupaten

Lampung Selatan 2015. Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. Kalianda.

Diakses pada 20 Maret 2018. https://lampungselatankab.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. 2017b. Lampung Selatan dalam Angka

2017. Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. Kalianda. Diakses pada 22

Maret 2018. https://lampungselatankab.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. 2017c. Kecamatan Natar dalam Angka

2017. Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. Kalianda. Diakses pada

22 Maret 2018. https://lampungselatankab.bps.go.id/

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01-6484.2-2000 Benih Ikan Lele Dumbo.

Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01-6484.5-2002 Ikan Lele Dumbo.

Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-4087-2006 Pakan Ikan Lele Dumbo.

Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Basahudin, M.S. dan U. Arie. 2014. Pembesaran Lele Secara Cepat Panen 50

Hari. Penebar Swadaya. Jakarta.

153

Budaarsa, K., G. E. Stradivari, I.P.G.A.S Kencana Jaya, I.G. Mahardika,

A.W. Puger, I.M. Suasta, dan I P. Ari Astawa. 2015. Pemanfaatan Ampas

Tahu Untuk Mengganti Sebagian Ransum Komersial Ternak Babi. Jurnal

Ilmiah Peternakan Universitas Udayana. Vol.18 (1) : Diakses pada 09 April

2018. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file.../f1707d9cb0676a364f4d01da

c67c70fc.pdf.

Bahua, M. I. 2014. Kontribusi Pendapatan Agribisnis Kelapa pada Pendapatan

Keluarga Petani Di Kabupaten Gorontalo. Agroekonomika. Vol 3, No 2 :

133-141. http://journal.trunojoyo.ac.id/agriekonomika/article/view/447.

Cahyat, A., C. Gooner dan M. Haug . 2007. Mengkaji Kemiskinan dan

Kesejahteraan Rumah Tangga: Sebuah Panduan dengan Contoh dari Kutai

Barat, Indonesia. CIFOR. Bogor.

www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BCahyat0701I.pdf

Darmansyah, A. 2012. Akuntansi Agribisnis. Alfabeta. Bandung.

David, F.R. 2004. Manajemen Strategis Konsep-Konsep Terjemahan. Gramedia.

Jakarta.

Dewi, D.K. dan J.H. Mulyo.2015. Analisis Produksi Budidaya Ikan Lele (Clarias

gariepinus): Pendekatan Fungsi Produksi Cobb Douglas. Jurnal Perikanan.

Vol.17 (2) : 54 – 60. Diakses pada tanggal 25 April 2018.

https://journal.ugm.ac.id/jfs/article/view/10361.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2015a. Luas Areal Perikanan

Budi daya. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. Bandar

Lampung.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2015b. Produksi Perikanan

Budi daya Provinsi Lampung 2012 – 2014. Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2017a. Produksi Ikan Tawar

Kolam Menurut Jenis Ikan Provinsi Lampung. Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Lampung.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2017b. Produksi Ikan Lele

Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung 2016. Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Lampung.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Selatan. 2017a. Produksi Ikan

Lele per Kecamatan di Lampung Selatan 2016. Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Lampung Selatan. Kalianda.

154

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Selatan. 2017b. Daftar

Pokdakan Ikan Lele di Kecamatan Natar 2016-2017. Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Lampung Selatan. Kalianda.

Fadilah., Z. Abidin dan U. Kalsum. 2014. Pendapatan dan Kesejahteraan Rumah

Tangga Nelayan Obor Di Kota Bandar Lampung. JIIA. Vol.2 (1) : 71 – 76.

Diakses pada tanggal 20 November 2017.

http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/563/525.

Fardiah, D. 2005. “Focus Group Discussion” dalam Paradigma Pembangunan

Partisipatif. Jurnal Mediator. Vol.6 (1) : 95-108. Diakses pada tanggal 23

Desember 2017. https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article.

Fatimah, N.I. dan Madasari. 2015. Kiat Sukses Budi Daya Ikan Lele. Bibit

Publisher. Jakarta.

Febriyanti, R.E. 2013. Kontribusi Pengembangan Kawasan Minapolitan Kampung

Lele terhadap Pendapatan Petani Lele di Desa Tegalrejo Sawit Boyolali.

Economics Development Analysis Journal. Diakses pada 25 April 2013.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj/article/view/3208.

Harianto, E. 2016. Kinerja Produksi Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Clarias

gariepinus var sangkuriang Desa Pudak Kecamatan Muaro Kumpeh

Kabupaten Muara Jambi. Jurnal Akuakultur Sungai dan Danau. Vol.01 (1) :

32 – 43. Diakses pada 25 April 2018.

http://jbdp.unbari.ac.id/index.php/AKUAKULTUR/article/view/10/6

Hendra, K dan M.A.E. Yusendra. 2015. Pembuatan Pakan Lele di Usaha Kecil

Menengah Budidaya Ikan Lele Di Desa Marga Agung Kecamatan Jati

Agung Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Pengabdian Kepada

Masyarakat. Vol.01 (1) : 17 – 36. Diakses pada tanggal 09 April 2018.

https://jurnal.darmajaya.ac.id/index.php/jbpmd/article/view/383

Hunger, D. dan T. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Penerbit Andi.

Yogyakarta.

Indriani, Y. 2015. Gizi dan Pangan. Aura Publishing. Bandar Lampung.

Indrizal, E. 2014. Diskusi Kelompok Terarah. Jurnal Antropologi : Isu-isu

Sosial Budaya. Vol.16 (1) : 75-82. Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.

http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/view/12/18

Iswanto, B., R. Suprapto, H. Marnis dan Imron. 2016. Performa Reproduksi Ikan

Lele Mutiara (Clarias Gariepinus). Jurnal Media Akuakultur. Vol.11 (1) :

1 – 9. Diakses pada tanggal 23 Januari 2018.

ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/ma/article/view/1406

155

Jaja, A. Suryani dan K. Sumantadinata. 2013. Usaha Pembesaran dan Pemasaran

Ikan Lele serta Strategi Pengembangannya di UD Sumber Rezeki Parung,

Jawa Barat. Jurnal Manajemen IKM. Vol.8 (01) : 45 – 56. Diakses pada

tanggal 09 April 2018. www.e-jurnal.com/2014/11/usaha-pembesaran-dan-

pemasaran-ikan.html

Jatnika, D., K. Sumantadinata dan N.H. Pandjaitan. 2014. Pengembangan Usaha

Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.) di Lahan Kering di Kabupaten Gunungkidul,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Manajemen IKM. Vol.09 (1) :

96 – 105. Diakses pada 26 Mei 2018.

http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/article/view/8127 .

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2017. Peraturan Direktur Jenderal

Perikanan Budidaya Nomor 54/PER-DJPB/2017. Kementerian Kelautan dan

Perikanan. Jakarta. Diakses pada 26 Mei 2018. http://kkp.go.id.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Peraturan Menteri Kelautan Dan

Perikanan Republik Indonesia Nomor 31/PERMEN-KP/2014. Kementerian

Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Diakses pada 26 Mei 2018.http://kkp.go.id.

Kementerian Kesehatan. 2017. Kemenkes Umumkan Kasus Flu Burung ke 200.

Kementerian Kesehatan. Jakarta. Diakses pada 02 Juni 2018.

http://www.depkes.go.id/article/view/17110800005/kemenkes-umumkan-

kasus-flu-burung-ke-200.html .

Khairuman, K. Amri dan T. Sihombing. 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing

Sutera. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kinnear T.C dan J.R Taylor. 2002. Riset Pemasaran : Pendekatan Terpadu Jilid I.

Erlangga. Jakarta.

Kordi, M.G.H. 2010. Budi Daya Ikan Lele di Kolam Terpal. Lily Publisher.

Yogyakarta.

Lubis, M.S. 2018. Metodologi Penelitian. Deepublish. Yogyakarta.

Pemerintah Kota Bandar Lampung. 2017. Profil Kota Bandar Lampung.

Pemerintah Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung. Diakses pada 01

Desember 2017. https://bandarlampungkota.go.id/

Priardi, C., Hendrik dan F. Nugroho. 2017. Enlargement of The Feasibility

Analysis of African Catfish in The Tarpaulin Pool in the Hangtuah Village

Perhentian Raja District Kampar Regency of Riau Province. Jurnal Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Diakses Pada 17 Mei 2018.

jom.unri.ac.id.

PT Central Proteina Prima. 2016. Hi-Pro-Vite 781 Pakan Ikan Lele. PT Central

Proteina Prima. Jakarta. Diakses pada tanggal 01 April 2018.

156

https://www.cpp.co.id/id/our-business/feed-business/fish/hi-pro-vite-781-

pakan-ikan-lele

PT Matahari Sakti. 2015. Prima Feed – PF 500 – 800 – 1000. PT Matahari Sakti.

Surabaya. Diakses pada tanggal 01 April 2018.

mataharisakti.com/products/prima-feed-pf-500-800-1000

Purba, M.N., M.I. Affandi dan A. Nugraha. 2016. Strategi Pengembangan

Koperasi Kredit (KOPDIT) Mekar Sai Dalam Pembiayaan Agribisnis di

Lampung. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis. Vol.4 (3) : 285 – 293. Diakses pada

tanggal 20 November 2017.

http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1503/1357

Purwadari, S. 2015. Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

Sebagai Landasan Menentukan Strategi Pemasaran Pada Smk Citra Medika

Sukoharjo. Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta. Vol.1 (3) : 1 – 9.

Diakses pada tanggal 20 November 2017. http://www.poltekindonusa.ac.id/

wp-content/ uploads/2016/05/Vol-1-3-2015-ANALISIS-QUANTITATIVE-

STRATEGIC-PLANNING-MATRIX-QSPM-SEBAGAI-Suci-

Purwandari.pdf

Purwono, J., S. Sugyaningsih dan A.E. Wibowo. 2011. Strategi Pengembangan

Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias Gariepinus Strain

Sangkuriang) (Kasus Ukm Budidaya Lele) Di Kecamatan Ciampea

Kabupaten Bogor. Jurnal Agribisnis IPB. Vol.01 (2) : 1 – 11.

http://docplayer.info/amp/43369885-Dosen-mkdu-ipb-3-alumi-departemen-

agribisnis-fakultas-ekonomi-dan-manajemen-ipb-jln-lingkar-kampus-ipb-

dramaga-ipb.html .

Puspasari T., Y. Andriani dan H. Hamdani. 2015. Pemanfaatan Bungkil Kacang

Tanah dalam Pakan Ikan terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Nila (Orechromis

niloticus). Jurnal Perikanan Kelautan. Vol.6 (2) : 91 – 100. Diakses pada 09

April 2018. jurnal.unpad.ac.id/jpk/article/viewFile/8786/4011

Puspowardoyo, H. dan A. Djarijah. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Lele

DumboHemat Air. Kanisius. Yogyakarta.

Putri, D., W.D. Sayekti dan N. Rosanti. 2014. Analisis Pendapatan Dan Strategi

Pengembangan Budi daya Rumput Laut Di Pulau Pahawang Kecamatan

Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis. Vol.2 (1):

56 – 63. Diakses pada tanggal 20 November 2017.

http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/561/523

Rahim, A. dan D.R.D. Hastuti. 2008. Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

157

Rukmana, R. dan H. Yudirachman. 2017. Sukses Budi Daya Ikan Lele Secara

Intensif. Lily Publisher. Yogyakarta.

Sajogyo, T. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSB-

IPB. Bogor.

Santoso, L. dan H. Agusmansyah. 2011. Pengaruh Substitusi Tepung Kedelai

dengan Tepung Biji Karet pada Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan Ikan

Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Jurnal Berkala Perikanan

Terubuk. Vol.39 (2) : 41 – 50. Diakses pada tanggal 01 April 2018.

https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JT/article/view/276

Sanusi, B. 2000. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia. Jakarta.

Sari D.K., D. Haryono dan N. Rosanti. 2014. Analisis Pendapatan Dan Tingkat

Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung Di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan. JIIA. JIIA Vol.01 (1) : 64-70. Diakses pada

26 April 2018. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view.

Sari, M.A., K. Muniarti dan W.D. Sayekti. 2016. Analisis Permintaan Ikan Lele

(Clarias sp) Oleh Pedagang Pecel Lele Di Kota Bandar Lampung. JIIA.

Diakses pada 30 Mei 2018.

http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1652/1478 .

Sawitri, P., E. Indriyani dan R. Agus. 2013. Manajemen Strategik. Ebook

Universitas Gunadarma. Jakarta. Halaman 29 – 31. ebook.gunadarma.ac.id

/s2-mm/manajemen-strategi/.

Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press. Malang.

Siagian, S.P. 2005. Manajemen Strategik. Bumi Aksara. Jakarta.

Silaen, S dan Widiyono. 2013. Metodologi Penelitian Sosial Untuk Penulisan

Skripsi dan Tesis. In Media. Jakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.

Solihin, I. 2012. Manajemen Strategik. Erlangga. Jakarta.

Sugiarto, T.H., T. Herlambang., Brastoro dkk. 2007. Ekonomi Mikro : Sebuah

Kajian Komprehensif. PT.Gramedia Pustaka Indonesia. Jakarta.

Supriyono, R.A. 2001. Akuntansi Biaya. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

KEP. 02/MEN/2007.

158

Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suripatty, M. P. 2011. Analisis Struktur Biaya Produksi dan Kontribusi

Pendapatan Komoditi Kakao (Theobroma Cacao L) di Desa Latu. Jurnal

Agroforestri. 6 (2): 135-141. Diakses pada tanggal 20 November 2017.

https://jurnalee.files.wordpress.com/2012/12/analisa-struktur-biaya-produksi-

dan-kontribusi-pendapatan-komoditi-kakao.pdf .

Susanti, S., D.A.H. Lestari dan E. Kasymir. 2017. Sistem Agribisnis Ikan Patin

(Pangasius Sp) Kelompok Budidaya Ikan Sekar Mina Di Kawasan

Minapolitan Patin Kecamatan Kota Gajah Lampung Tengah. JIIA. Vol.05 (2)

: 116 – 123. Diakses pada 25 April 2018.

http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1648/1474

Suyanto, S.R . 2008. Budi Daya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tiyanto, P. 2012. Strategi Manajemen dan Model Bisnis. Edukasi Mitra Grafika.

Palu.

Tjondronegoro, S.M.P. 1991. Dinamika Golongan Lemah Pedesaan Refleksi atas

Karya Tulis dan Pemikiran Prof. Dr. Sajogyo. Teks Pidato Pelepasan Purna

Bhakti Guru Besar IPB 1991. Bogor. Diakses pada 04 April 2018.

repository.ipb.ac.id/handle/123456789/30546

Utomo, N.B.P. dan S.M. Setiawati. 2013. Peran Tepung Ikan dari Berbagai Bahan

Baku Terhadap Pertumbuhan Lele Sangkuriang Clarias sp. Jurnal

Akuakultur Indonesia. Vol.02 (12) : 158 – 168. Diakses pada 09 April 2018.

jurnal.ipb.ac.id/index.php/jai/article/download/9371/PDF