ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN …digilib.unila.ac.id/33268/3/3. Skripsi Tanpa...
Transcript of ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN …digilib.unila.ac.id/33268/3/3. Skripsi Tanpa...
ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA
DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDI DAYA LELE DI
KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
(Skripsi)
Oleh
Faakhira Nadia Syakina
1414131059
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
b
ABSTRACT
ANALYSIS OF INCOME, HOUSEHOLD WELFARE AND BUSINESS
DEVELOPMENT STRATEGY OF CULTIVATION OF CATFISH
CULTIVATION ENLARGEMENT IN NATAR SUB DISTRICT, SOUTH
LAMPUNG REGENCY
By
Faakhira Nadia Syakina
This research aimed to analyze the contribution of catfish cultivation enlargement
to household income, the welfare of catfish cultivators household, and the strategy
catfish cultivation business development. This research data was collected in Sub
District of Natar of South Lampung regency. Respondents in this research were
30 cultivators of catfish enlargement, chosen by porpose for they have been
actively running their business and 4 expert people in catfish cultivation.
Collected household income was included cultivation income of catfish, off farm
income, and non farm. The level of household welfare was analyzed by three
kriterias namely Sajogyo, Badan Pusat Statistik (BPS) and Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Analysis of development strategy
using SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) and Quantitative
Strategy Planning (QSP) matrix. The research result showed that average income
of catfish cultivators business contributed 44.27 percent of the total household
income of Rp52,340,376.00 per year. The household welfare level based on
Sajogyo category showed that 20 percent of household were in the near-poor
category, 50 percent in moderate and 30 percent in decent living class. Whereas,
based on BPS and BKKBN category showed that 20 percent of households were
in the less prosperous and 80 percent were prosperous. This cultivation business
development strategies were using subsistence and alternative feed, post harvest
product creation, polculture cultivation, reconstruction of cultivation group
management, and application of Cara Budi Daya Ikan yang Baik (CBIB) and Cara
Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB).
Key words: catfish, development strategy, income, welfare.
c
ABSTRAK
ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DAN
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDI DAYA LELE DI
KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
Faakhira Nadia Syakina
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya kontribusi pendapatan usaha
budi daya lele terhadap pendapatan rumah tangga, tingkat kesejahteraan rumah
tangga pembudidaya, serta strategi pengembangan usaha budi daya lele.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
Responden penelitian ini adalah pembudidaya lele berjumlah 30 orang yang
dipilih secara sengaja berdasarkan keaktivan dalam menjalankan usahanya dan 4
responden ahli di bidang budi daya ikan lele. Analisis tingkat kesejahteraan
menggunakan kriteria Sajogyo, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Analisis strategi
pengembangan menggunakan matriks SWOT (streaghts, weaknesses,
opportunities, threats) dan Quantitative Strategy Planning (QSP). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan usaha budi daya lele
berkontribusi sebesar 44,27 persen dari total pendapatan rumah tangga sebesar
Rp52.340.376,00 per tahun. Berdasarkan analisis tingkat kesejahteraan dengan
kriteria Sajogyo diketahui bahwa 20 persen keluarga pembudidaya berada dalam
golongan nyaris miskin, 50 persen di golongan cukup, dan 30 persen di golongan
hidup layak. Berdasarkan kriteria BPS dan BKKBN menunjukkan bahwa 20
persen rumah tangga berada dalam golongan belum sejahtera dan 80 persen
masuk golongan sejahtera. Strategi pengembangan usaha budi daya lele adalah
inovasi penggunaan pakan pellet subsisten dan alternatif, menciptakan produk
pasca panen, budi daya ikan polikultur, rekonstruksi manajemen kelompok budi
daya, serta penerapan Cara Budi Daya Ikan yang Baik (CBIB) dan (Cara
Pembenihan Ikan yang Baik) CPIB.
Keywords : Ikan lele, kesejahteraan, pendapatan, strategi pengembangan.
d
ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DAN
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDI DAYA LELE DI
KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
FAAKHIRA NADIA SYAKINA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERISTAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
e
Judul : ANALISIS PENDAPATAN, KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN USAHA BUDI DAYALELE DI
KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN
Nama : Faakhira Nadia Syakina
NPM : 1414131059
Program Studi : Agribisnis
Jurusan : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M. Sc. Dr.Ir. Muhammad Irfan Affandi, M.Si
NIP 19610622 198503 2 004 NIP 19640724 198902 1 002
2. Ketua Jurusan Agribisnis
Dr.Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P.
NIP 19630203 198902 2 001
f
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M.Sc. ____________
Sekertaris : Dr. Ir. Muhammad Irfan Affandi, M.Si. ____________
Penguji
Bukan Pembimbing: Dr. Ir. Raden Hanung Ismono, M.P. ____________
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si.
NIP 19611020 198603 1 002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 15 Agustus 2018
g
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Natar pada tanggal 30 November
1996. Penulis adalah putri kedua dari Bapak
Drs. M.Zubir dan Ibu Dra. Betnawati, M.Pd. Riwayat
pendidikan yang telah penulis tempuh adalah Taman
Kanak-kanak (TK) Pematang Kiwah Natar pada tahun
2000 – 2001, Sekolah Dasar (SD) Negeri 7 Merak Batin
pada tahun 2002 – 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Natar pada
tahun 2008 – 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Natar pada
tahun 2011 – 2014. Pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan Perguruan
Tinggi di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui
jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Bidang Pengembangan
Karir dan Profesi (I) Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian
(HIMASEPERTA). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun
2017 di Desa Rama Gunawan Kecamatan Seputih Raman. Penulis melaksanakan
Praktik Umum di PT.Central Pertiwi Bahari Tanjung Bintang bagian marketing
export.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah
Ekonomi Makro, Pengembangan Masyarakat, Manajemen Sumber Daya Manusia,
h
dan Manajemen Agribisnis. Penulis pernah menjadi asisten penelitian Pravalensi
Kegemukan dan Tingkat Resiko Penyakit Kardiovaskuler pada Anak SD
di Daerah Pedesaan Sekitar Bandar Lampung. Penulis juga pernah menjadi
asisten pelaksana pada kegiatan pengabdian masyarakat Kemristekdikti IbM
Kelayakan Usaha Mikro Emping Melinjo di Desa Sukamaju Kecamatan Teluk
Betung Timur Kota Bandar Lampung pada tahun 2017. Selain itu, penulis juga
pernah menjadi surveyor konsumen Bank Indonesia untuk periode Oktober –
Desember 2017.
i
SANWACANA
Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT. yang senantiasa mencurahkan
rahmat-Nya dan atas perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Analisis Pendapatan, Kesejahteraan Rumah Tangga dan Strategi
Pengembangan Usaha Budi Daya Lele di Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan. Skripsi ini terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.
Sebagai wujud rasa syukur dan hormat, penulis menyampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak berikut ini :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung atas kebijakan yang telah diberikan.
2. Ibu Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P., selaku Ketua Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas kebijakan dan kemudahan yang
telah diberikan.
3. Ibu Dr.Ir.Yaktiworo Indriani, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Pertama yang
dengan penuh kesabaran mencurahkan ilmu dan nasihat yang berharga, serta
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Muhammad Irfan Affandi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing
Kedua yang dengan penuh kesabaran mencurahkan ilmu dan nasihat yang
berharga, serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. Raden Hanung Ismono, M.P., selaku Dosen Penguji atas saran
serta masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi.
j
6. Ibu Ir. Rabiatul Adawiyah M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik (PA)
atas arahan dan nasehat yang diberikan selama penulis menyelesaikan kuliah.
7. Bapak dan Ibu dosen Universitas Lampung yang telah membekali penulis
berbagai ilmu pengetahuan yang sangat berharga.
8. Seluruh karyawan Agribisnis Univeristas Lampung (Mba Ayi, Mba Tunjung,
Mba Iin, Mas Boim, dan Mas Buchori) atas segala bantuan yang diberikan.
9. Mama Betnawati dan Papa almarhum M.Zubir tercinta yang selalu
memberikan semangat, doa, dan kasih sayang, serta menjadi harapan hidup
penulis. Kakak dan Adik tersayang yang selalu membantu, mendukung, dan
menghibur penulis dalam berbagai situasi.
10. Sahabat terbaik, Cindy Puri Andini yang telah mendukung penulis dalam
menghadapi berbagai situasi dan selalu menjadi orang yang dapat diandalkan.
11. Sahabat yang selalu dapat diandalkan, the one call away, Dian Wicaksono
yang menjadi penunjuk arah dan mendampingi penulis selama pra survai dan
turun lapang.
12. Pangestu Family (Aji, Ajeng, Ekawati, Fabiola, Cindy, Dayu, Danang, Dian,
Bagoes, Ade, dan Abu) atas segala pertolongan, semangat, dan dukungan.
13. Sahabat yang menemani disaat fase pertumbuhan, perkembangan, dan
pendewasaan (Shelviana Agustin, S.Kom., Reza Desmayanti, S.M., Nova
Ariska, S.Si., Dian Wicaksono, dan Alfalah).
14. Yohana, S.P., Aurora S.P., Dwi Febrina, S.P., Ayu Nirmala, S.P., Dwi Novita,
S.P., Yudi, S.P., Lena, Elisa, Siska, Lutfi, Pingky, Measi, Dewi, Dita, Satria,
Karina, Inggit, Icha, Devira, Wayan, Elok, Uuk, Grace, Fanda, Alvita, Dian
Widya, Rana, Kiki, Firdaus, Rosita, Septi, Yani, Nadia, Defline, Mamat,
k
Sofyan, Koko, Rangga, Febrina, Novia, Rosi, Hafia, Yolanda dan seluruh
rekan Agribisnis 2014 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
15. Senior yang membantu selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi (Kak
Dwi, Kak Tsu, Kak Citra, Kak Ghesa, Kak Boim, Kak Suf, Kak Vanna, Kak
Hesti, Kak Tero, Kak Dilla, Kak Muher, Kak Pram, Kak Lutfi, Kak Gita, dan
Kak Riski. Adik-adik tingkat 2015 yang telah memberikan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini (Devi, Mubarok, Dewi, Brigita, dan Novia).
16. Keluarga besar HIMASEPERTA Universitas Lampung, tempat menempa diri.
17. Almamater tercinta dan semua pihak yang telah membantu penuli dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Bandar Lampung, 06 Agustus 2018
Penulis,
Faakhira Nadia Syakina
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI……………………………………………………………….............i
DAFTAR TABEL………………………………………………………………...iii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….....vi
I. PENDAHULUAN …………………………………………………………...1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 7 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ………………..9
2.1. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 9
2.1.1 Komoditas Ikan Lele .............................................................................. 9
2.1.2 Konsep Usahatani dan Rumah Tangga Petani ...................................... 16 2.1.3 Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga................................................. 22 2.1.4 Strategi Pengembangan Usaha ............................................................. 31
2.1.5 Lingkungan Eksternal dan Internal ....................................................... 35 2.1.6 Analisis SWOT ..................................................................................... 38
2.1.7 Quantitive Strategic Planning Matrix (QSPM) .................................... 40 2.1.8 Focus Group Discussion (FGD) ........................................................... 41 2.2. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................. 42
2.3. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 44
III. METODE PENELITIAN …………………………………………………...48
3.1 Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ................................. 48
3.2 Konsep Dasar dan Definisi Operasional ............................................... 49
3.3 Metode Sampling dan Pengumpulan Data ........................................... 52 3.4 Metode Analisis Data ........................................................................... 55 3.4.1 Analisis Biaya Usaha Budi Daya dan Break Even Point (BEP) .......... 55 3.4.2 Analisis Pendapatan Usaha Budi Daya dan Rumah Tangga ................ 57 3.4.3 Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga .................................. 59
3.4.4 Analisis Strategi Pengembangan .......................................................... 61
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………..72
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan ………………………72 4.1.1 Keadaan Geografi Kabupaten Lampung Selatan ……………………..72 4.1.2 Keadaan Demografi Kabupaten Lampung Selatan …………………...73
4.1.3 Gambaran Umum Perikanan Kabupaten Lampung Selatan …………..75 4.2 Gambaran Umum Kecamatan Natar …………………………………...76
ii
4.2.1 Keadaan Geografi Kecamatan Natar ………………………………….76
4.2.2 Keadaan Demografis Kecamatan Natar ………………………………76 4.2.3 Gambaran Umum Perikanan di Kecamatan Natar ……………………77 4.3 Karakteristik Responden ……………………………………………….78 4.3.1 Umur dan Tingkat Pendidikan Pembudidaya Lele …………………...79 4.3.2 Pengalaman Budi Daya Lele …………………………………………80
4.3.3 Luas dan Jenis Kolam Budi Daya Lele ………………………………81 4.3.4 Pekerjaan dan Tanggungan Keluarga Pembudidaya Lele ……………82 4.4 Usaha Budi Daya Ikan Lele ……………………………………………84 4.4.1 Persiapan Kolam Ikan Lele …………………………………………...84 4.4.2 Penebaran Benih ……………………………………………………...85
4.4.3 Pemberian Pakan ……………………………………………………..86 4.4.4 Penggunaan Pupuk …………………………………………………...88 4.4.5 Penggunaan Obat-obatan ……………………………………………..89
4.4.6 Penggunaan Tenaga Kerja…………………………………………….90 4.4.7 Penyusutan Peralatan………………………………………………….91 4.4.8 Produksi Usaha Budi Daya Ikan Lele ………………………………...92 4.5 Analisis Biaya Usaha Budi Daya Lele dan Break Even Point (BEP) ….93
4.6 Analisis Pendapatan Usaha Budi Daya dan Rumah Tangga …………...95 4.6.1 Pendapatan dan Profitabilitas Usaha Budi Daya Lele ………………..95
4.6.2 Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya …………………………...97 4.7 Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya ………..99
4.7.1 Kriteria Sajogyo ………………………………………………………99 4.7.2 Kriteria Badan Pusat Statistik (BPS) ………………………………. 110
4.7.2 Kriteria BKKBN……………………………………………………. 114 4.8 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal ………………………….119 4.8.1 Faktor Internal …………………………………………………….. 119
4.8.2 Faktor Eksternal ……………………………………………………..130 4.8.4 Matriks IE (Internal – Eksternal) ……………………………………137 4.9 Matriks SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) ……………138
4.10 Tahap Keputusan ……………………………………………………...139
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………150
5.1. Kesimpulan …………………………………………………………...150
5.2. Saran ………………………………………………………………….151
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….152
LAMPIRAN …………..……………………………………………………….159
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Produksi budi daya tawar menurut jenis ikan di Provinsi
Lampung tahun 2016................................................................................. 2
Tabel 2. Produksi ikan lele menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung ........... 3
Tabel 3. Produksi ikan lele menurut kecamatan di Lampung Selatan tahun 2016 . 4
Tabel 4. Kriteria Tingkat Kesejahteraan Badan Pusat Statistik (2014) ................ 26
Tabel 5. Indikator kesejahteraan BKKBN ............................................................ 29
Tabel 6. Kelompok budi daya ikan lele di Kecamatan Natar tahun 2017............. 53
Tabel 7. Matriks penilaian bobot faktor internal usaha budi daya ........................ 64
Tabel 8. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) .............................................. 65
Tabel 9. Matriks penilaian bobot eksternal usaha budi daya lele ......................... 66
Tabel 10. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) ......................................... 67
Tabel 11. Matriks Quantitive Strategic Planning (QSP) ...................................... 71
Tabel 12. Sebaran umur menurut kelompok umur dan jenis kelamin
di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015 ......................................... 74
Tabel 13. Produksi ikan menurut jenis produksi di Kabupaten Lampung Selatan 75
Tabel 14. Sebaran umur menurut kelompok umur dan jenis kelamin
di Kabupaten Lampung Selatan ............................................................ 77
Tabel 15. Produksi perikanan budi daya di Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan ................................................................................... 78
Tabel 16. Sebaran pembudidaya lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan menurut usia dan tingkat pendidikan ..... 79
Tabel 17. Sebaran pembudidaya lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan menurut lama budi daya......................... 80
Tabel 18. Luas dan jenis kolam lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan ................................................................ 81
Tabel 19. Sebaran pembudidaya lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan jumlah tanggungan
dan pekerjaan keluarga ......................................................................... 83
iv
Tabel 20. Sebaran pembudidaya lele lokasi penelitian di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan kepadatan tebar ................. 85
Tabel 21. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usaha budi daya lele
di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ............................... 90
Tabel 22. Rata-rata nilai penyusutan peralatan budi daya lele di Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan ...................................................... 91
Tabel 23. Produksi dan produktivitas usaha budi daya lele lokasi penelitian
di Kecamatan Natar Kabupatan Lampung Selatan ............................... 92
Tabel 24. Penerimaan, struktur biaya, dan Break Even Poin (BEP) ..................... 94
Tabel 25. Pendapatan dan R/C rasio usaha budi daya lele .................................... 96
Tabel 26. Komposisi pengeluaran rumah tangga pembudidaya lele di
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ................................. 100
Tabel 27. Perbandingan antara kriteria Sajogyo dan BPS .................................. 116
Tabel 28. Perbandingan antara kriteria BKKBN dan BPS ................................. 116
Tabel 29. Perbandingan antara kriteria BKKBN dan Sajogyo ........................... 117
Tabel 30. Hasil analisis lingkungan internal ....................................................... 128
Tabel 31. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) usaha budi daya lele
di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ............................. 129
Tabel 32. Hasil analisis lingkungan eksternal ..................................................... 135
Tabel 33. Matriks External Factor Evaluation (EFE) usaha budi daya lele ....... 136
Tabel 34. Alternatif strategi usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 139
Tabel 35. Pakan alternatif untuk usaha budi daya lele ........................................ 143
Tabel 36. Identitas responden usaha budi daya lele Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 160
Tabel 37. Identitas keluarga pembudidaya lele .................................................. 162
Tabel 38. Pekerjaan dan penghasilan di luar pertanian ....................................... 166
Tabel 39. Kepemilikan kolam ............................................................................. 168
Tabel 40. Kepemilikan lahan .............................................................................. 170
Tabel 41. Biaya benih ......................................................................................... 174
Tabel 42. Biaya pakan pellet musim tebar I ........................................................ 176
Tabel 43. Biaya pakan alternatif musim tebar I .................................................. 178
Tabel 44. Biaya pupuk musim tebar I ................................................................. 180
Tabel 45. Biaya antibiotik musim tebar I ............................................................ 182
Tabel 46. Biaya pakan pellet musim tebar II ...................................................... 186
v
Tabel 47. Biaya pakan alternatif musim tebar II ................................................. 188
Tabel 48. Biaya pupuk musim tebar II ................................................................ 190
Tabel 49. Biaya antibiotik musim tebar II .......................................................... 192
Tabel 50. Biaya pakan pellet musim tebar III ..................................................... 196
Tabel 51. Biaya pakan alternatif musim tebar III ............................................... 198
Tabel 52. Biaya pupuk musim tebar III .............................................................. 200
Tabel 53. Biaya antibiotik musim tebar III ......................................................... 202
Tabel 54. Biaya probiotik .................................................................................... 206
Tabel 55. Biaya investasi peralatan budi daya lele ............................................ 208
Tabel 56. Biaya tenaga kerja ............................................................................... 215
Tabel 57. Total biaya tenaga kerja (per musim tebar) ........................................ 223
Tabel 58. Biaya iuaran kelompok budi daya ikan (pokdakan)............................ 225
Tabel 59. Produksi dan penerimaan usaha budi daya lele .................................. 226
Tabel 60. Total biaya produksi usaha budi daya lele .......................................... 232
Tabel 61. Pendapatan usaha budi daya lele ......................................................... 240
Tabel 62. R/C rasio usaha budi daya lele ............................................................ 244
Tabel 63. BEP usaha budi daya lele .................................................................... 246
Tabel 64. Penghasilan rumah tangga pembudidaya lele ..................................... 247
Tabel 65. Pengeluaran rumah tangga dan kriteria kesejahteraan Sajogyo .......... 249
Tabel 66. Kriteria kesejahteraan Badan Pusat Statistik ...................................... 260
Tabel 67. Kriteria kesejahteraan BKKBN .......................................................... 265
Tabel 68. Matriks eksternal usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 267
Tabel 69. Matriks internal usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 269
Tabel 70. Total faktor eksternal usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 271
Tabel 71. Total faktor internal usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan .............................................................. 272
Tabel 72. Matriks QSPM .................................................................................... 273
Tabel 73. Strategi prioritas .................................................................................. 274
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Model Manajemen Strategik (Hunger dan Wheelen, 2003) ............... 32
Gambar 2. Konsep rantai nilai (Tiyanto, 2012) .................................................... 38
Gambar 3. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ....................................... 47
Gambar 4. Matriks IE (Internal-Eksternal) (Tiyanto, 2012) ................................. 68
Gambar 5. Matriks SWOT .................................................................................... 70
Gambar 6. Sumber-sumber pendapatan rumah tangga pembudidaya lele
lokasi di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ................... 98
Gambar 7. Golongan kesejahteraan pembudidaya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan menurut kriteria Sajogyo ................... 109
Gambar 8. Tahapan keluarga pembudidaya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan menurut indikator BKKBN................ 114
Gambar 9. Rantai nilai usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan ............................................................ 122
Gambar 10. Matriks IE usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan .......................................................... 137
Gambar 11. Matriks SWOT usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan ......................................................... 140
Gambar 12. Rencana aksi strategi pengembangan usaha budi daya lele
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ............................. 148
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Subsektor perikanan merupakan salah satu bidang industri potensial yang
memiliki kontribusi besar dalam peningkatkan perekonomian nasional. Subsektor
perikanan terbagi dalam dua jenis usaha yaitu perikanan tangkap dan perikanan
budi daya . Perikanan tangkap terdiri dari perikanan laut dan perairan umum.
Perikanan budi daya terdiri dari budi daya laut, tambak, kolam, karamba, jaring
apung, jaring tancap, dan sawah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
(2018), pada tahun 2017 subsektor perikanan berkontribusi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 2,27% untuk harga konstan dan 2,56%
dan untuk harga berlaku. Cukup besarnya kontribusi subsektor perikanan
terhadap PDB Nasional tidak terlepas dari produksi perikanan budi daya yang
tinggi. Produksi usaha perikanan tangkap tahun 2015 adalah 6.678 juta ton,
sedangkan untuk usaha perikanan budi daya adalah 15.634 juta ton. Angka
produksi tersebut mengalami peningkatan konsisten sejak tahun 2002. Pada tahun
2017 nilai ekspor perikanan budi daya mencapai 207,8 juta USD, naik sebesar
20,37% di tahun sebelumnya. Kinerja ekspor yang baik dapat mendongkrak nilai
PDB Nasional.
Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi
besar dalam subsektor perikanan baik dari perikanan tangkap maupun budi daya.
Potensi ini menjadikan subsektor perikanan sebagai salah satu subsektor strategis
2
dalam peningkatkan perekonomian dan lapangan pekerjaan di Provinsi Lampung.
Selain itu potensi yang besar tersebut didukung oleh areal perikanan budi daya
yang luas. Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung
(2015a) luas areal perikanan budi daya adalah 55.823,16 hektar dan produksi
perikanan budi daya di dominasi oleh budi daya air tawar. Menurut data Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2015b) sebesar 46,9% produksi
perikanan budi daya berasal dari budi daya air tawar.
Banyak jenis ikan air tawar yang umum dikonsumsi masyarakat diantaranya
adalah ikan lele, ikan mas, ikan gurame, ikan mujair, ikan nila, dan lain-lain.
Produksi ikan tawar kolam menurut jenis ikan di Provinsi Lampung tahun 2016
tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi budi daya tawar menurut jenis ikan di Provinsi Lampung
tahun 2016
No Jenis Ikan Produksi (ton) Persentase (%)
1 Lele (Catfish) 32.018,43 48,14
2 Patin (Catfish) 10.718,91 16,12
3 Mas (Common carp) 9.101,27 13,68
4 Gurami (Giant guoramy) 5.811,80 8,74
5 Nila (Nile tilapia) 8.276,63 12,44
6 Mujair (Tillapia sp.) 150,70 0,23
7 Tawes (Java barb) 76,90 0,12
8 Tambakan (Kissing guoramy) 8,85 0,01
9 Nilem (Nilam carp) 31,60 0,05
10 Ikan lainnya (others) 310,88 0,47
Jumlah 66.505,97 100,00
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2017a)
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah produksi ikan budi daya di
Provinsi Lampung tahun 2016 didominasi oleh ikan lele. Hingga saat ini ikan lele
masih menjadi komoditas andalan budi daya air tawar di Provinsi Lampung. Ikan
lele menyumbang angka tertinggi sebesar 48,14%. Tingginya angka produksi
3
ikan lele di Provinsi Lampung berbanding lurus dengan kenaikan produksi di
tahun 2015 – 2016. Data produksi ikan lele di Provinsi Lampung ditunjukan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Produksi ikan lele menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung
No Kabupaten/Kota 2015 (ton) 2016 (ton) %
1 Lampung Selatan 1.201,28 9.491,64 790,13
2 Lampung Tengah 3.971,11 8.002,75 201,52
3 Pringsewu 4.361,56 4.522,26 103,68
4 Mesuji 1.243.30 2.323,66 186,86
5 Lampung Timur 1.964,02 2.045,89 104,17
6 Metro 1.096,34 1.376,84 125,59
7 Bandar Lampung 1.018,16 1.018,39 100,02
8 Tanggamus 822,00 826,00 100,49
9 Tulang Bawang Barat 407,31 714,62 175,45
10 Lampung Utara 430,37 508,99 118,27
11 Pesawaran 456,00 496,00 108,77
12 Way Kanan 411,29 417,39 101,48
13 Lampung Barat 177,50 150,00 -15,49
14 Tulang Bawang 55,00 88,50 160,91
15 Pesisir Barat 35,50 35,50 0,00
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2017b)
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Selatan adalah
daerah penghasil lele terbesar di Provinsi Lampung pada tahun 2016. Produksi
ikan lele di Lampung Selatan mengalami peningkatan sangat tinggi yaitu sebesar
790,13% pada periode tahun 2015 - 2016. Persentase peningkatan tersebut
merupakan angka peningkatan produksi lele tertinggi di Provinsi Lampung.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan peningkatan produksi tersebut di
antaranya adalah minat masyarakat untuk mengonsumsi ikan lele, faktor cuaca
dan lingkungan yang mendukung, kemajuan informasi dan teknologi, bantuan
pemerintah, dan sebagainya. Terdapat beberapa kecamatan yang memberi
sumbangan besar terhadap perolehan angka produksi tersebut diantaranya adalah
Kecamatan Tanjung Bintang, Katibung, Palas, Jatiagung, Sidomulyo, dan Natar.
4
Beberapa kecamatan tersebut menghasilkan ratusan hingga jutaan ton ikan lele
pada tahun 2016. Produksi ikan lele menurut kecamatan di Lampung Selatan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi ikan lele menurut kecamatan di Lampung Selatan tahun 2016
No Kecamatan Produksi (kg) Persentase (%)
1 Tanjung Bintang 5.576.800,00 60,47
2 Katibung 2.193.500,00 23,79
3 Palas 670.012,02 7,27
4 Jatiagung 142.032,00 1,54
5 Sidomulyo 133.165,00 1,44
6 Natar 101.212,00 1,10
7 Merbau Mataram 93.960,00 1,02
8 Way Panji 73.955,00 0,80
9 Candipuro 60.775,00 0,66
10 Tanjung Sari 60.360,00 0,65
11 Ketapang 46.400,00 0,50
12 Kalianda 38.984,95 0,42
13 Sragi 11.650,00 0,13
14 Rajabasa 9.700,00 0,11
15 Penengahan 7.137,00 0,08
16 Bakauheni 2.250,00 0,02
Jumlah 100
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Selatan (2017a)
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa Kecamatan Natar menempati urutan ke
enam dalam produksi ikan lele. Walaupun besarnya produksi ikan lele di
Kecamatan Natar cukup tinggi jika dibanding kecamatan lainnya, akan tetapi
angka produksi tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan produksi di
Kecamatan Tanjung Bintang. Jumlah produksi di kedua daerah tersebut sangat
bertolak belakang jika dilihat dari kesamaan lokasinya yang dekat dengan Kota
Bandar Lampung. Menurut Pemerintah Kota Bandar Lampung (2017),
Kecamatan Natar adalah daerah di Kabupaten Lampung Selatan yang berbatasan
langsung di sebelah utara Kota Bandar Lampung dan Kecamatan Tanjung Bintang
berbatasan langsung di sebelah Timur Kota Bandar Lampung. Kota Bandar
5
Lampung adalah pusat perekonomian di Provinsi Lampung, di mana daerah
tersebut tersedia berbagai sarana yang dibutuhkan untuk produksi usaha budi daya
lele, lokasi pusat pasar, banyak industri/rumah makan yang menggunakan ikan
lele sebagai bahan baku, dan sebagainya.
Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Selatan (2017b)
jumlah pembudidaya ikan lele menurun sebesar 52% pada tahun 2017. Alasan
pembudidaya mulai meninggalkan usaha tersebut adalah besarnya biaya produksi
dan pendapatan usaha budi daya yang rendah.
Keberhasilan usaha budi daya dapat ditunjukkan dari besarnya penerimaan yang
diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Perbandingan besarnya jumlah biaya yang
dikeluarkan pembudidaya dalam melakukan usaha budi daya lele dengan besarnya
penerimaan dibutuhkan untuk menilai keberhasilan serta efektifitas usaha budi
daya lele. Semakin rendah biaya produksi yang dikeluarkan maka akan semakin
tinggi selisih penerimaan yang didapat dan sebaliknya. Kendala yang sering
dihadapi dalam usaha peningkatan produksi dan pendapatan pembudidaya yakni
keterbatasan pembudidaya dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi yang ada
sehingga pencapaian produktifitas belum optimal. Ketidakefisienan penggunaan
faktor-faktor produksi juga dapat mengakibatkan penggunaan biaya produksi yang
tidak efisien dan rendahnya pendapatan.
Semakin rendah kontribusi pendapatan usaha budi daya lele terhadap pendapatan
rumah tangga, maka akan semakin rendah pula kemampuan usaha budi daya ini
untuk menopang kesejahteraan pembudidaya. Hal tersebut selanjutnya akan
bepengaruh terhadap taraf hidup pembudidaya, di mana semakin rendahnya
6
pendapatan rumah tangga maka akan semakin dekat rumah tangga tersebut
dengan kemiskinan. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu atau
kelompok untuk memenuhi kebutuhannya dan salah satu sumber pemenuhan
kebutuhan. Pada dasarnya peneriman usaha budi daya bukan hanya dialokasikan
pada usaha itu sendiri, tetapi juga pada kebutuhan rumah tangga pangan dan
nonpangan. Kebutuhan pangan dan nonpangan tersebut menjadi indikator
kesejahteraan diantaranya adalah pendidikan, perumahan, kesehatan dan gizi, pola
konsumsi, sosial, dan lain-lain.
Keberhasilan usahatani dicerminkan oleh tingkat produksi dan keuntungan yang
dihasilkan. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal yang terdiri dari
peluang dan acaman di lingkungan usahatan, faktor internal yang terdiri dari
kekuatan dan kelemahan dalam usahatani itu sendiri.
Dari hasil prasurvai, diketahui terdapat banyak peluang dalam usaha budi daya
ikan lele di Kecamatan Natar. Peluang tersebut berupa dukungan pemerintah,
kemajuan teknologi, perilaku masyarakat dan kondisi wilayah yang mendukung.
Namun terdapat pula banyak ancaman seperti dampak kenaikan pengaruh produk
substitusi, ketidaktersediaan transportasi umum, dampak limbah air, iklim dan
cuaca, serta pembudidaya mudah memasuki pasar. Dilihat dari sisi internal, usaha
budi daya ikan lele di Kecamatan Natar ini juga memiliki kelemahan yaitu
manajemen kelompok budi daya yang kurang baik, ketergantungan terhadap
tengkulak. Ketersediaan air, kegiatan pasca panen, dan rendahnya kapasitas
produksi juga menjadi kendala dalam usaha ini. Namun usaha budi daya ini juga
memiliki kekuatan seperti kepemilikan lahan, pembudidaya yang terampil, lokasi
7
usaha strategis, dan produk yang dihasilkan berkualitas. Selain itu, tingkat
kesejahteraan pembudidaya yang baik dapat menjadi kekuatan karena semakin
baik tingkat kesejahteraan maka akan semakin mudah juga pembudidaya dalam
alokasi modal untuk meningkatkan produksi.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan usaha
budi daya lele di Kecamatan Natar adalah merumuskan strategi pengembangan
usaha yang kemudian akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
pembudidaya. Strategi pengembangan dilakukan dengan merumuskan faktor
internal dan eksternal dalam usahatani, kemudian memilih alternatif terbaik dari
variabel strategis internal dan eksternal. Apabila alternatif strategi tersebut
diterapkan dan dimanajemen dengan baik maka akan dapat meningkatkan usaha
budi daya dan berpengaruh positif terhadap tingkat produksi, pendapatan, serta
kesejahteraan pembudidaya lele.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah yang diperoleh adalah sebagai
berikut.
1. Berapakah kontribusi pendapatan usaha budi daya lele terhadap pendapatan
rumah tangga pembudidaya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan ?
2. Bagaimanakah tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya lele di
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ?
3. Bagaimanakah strategi pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan ?
8
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis besarnya kontribusi pendapatan usaha budi daya lele terhadap
pendapatan rumah tangga pembudidaya lele di Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan.
2. Menganalisis tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya lele di
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
3. Menyusun strategi pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk berbagai pihak diantaranya adalah
sebagai berikut.
1. Pemerintah Provinsi Lampung, untuk merumuskan kebijakan ekonomi,
khususnya pada subsektor perikanan.
2. Pembudidaya, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan
usahatani agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.
3. Peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk penelitian di bidang sejenis.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1 Komoditas Ikan Lele
Ikan lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang terdapat di hampir seluruh
wilayah Indonesia. Klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut: kingdom
Animalia, sub-kingdom Metazoa, filum Chordata, sub-filum Vertebrata, kelas
Pisces, sub-kelas Teleostei, ordo Ostariophysi, sub-ordo Siluroidea, famili
Clariidae, genus Clarias dan spesies Clarias sp (Kordi, 2010).
Ikan lele adalah salah satu jenis ikan yang digemari masyarakat dan tingkat
konsumsinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut menjadi
perangsang bagi petani untuk membudidayakan lele secara intensif. Seiring
dengan semakin tingginya permintaan ikan lele, peluang bisnis budi daya ini
semakin terbuka. Budi daya ikan lele menjadi rantai awal dalam bisnis komoditas
lele dan mempunyai peluang cukup besar untuk mendukung pemerintah dalam
program membuka lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan.
Habitat ikan lele adalah semua perairan air tawar dan tidak pernah ditemukan di
air asin atau payau. Ikan lele dapat ditemukan di sungai yang alirannya tidak
terlalu deras atau perairan yang tenang seperti danau, waduk, rawa, dan lain-lain.
Ikan lele mempunyai organ insang tambahan yang memungkinkan untuk
10
mengambil oksigen di luar air. Hal ini menyebabkan ikan lele tahan di air yang
sedikit oksigen. Selain itu ikan lele juga relatif tahan terhadap pencemaran bahan-
bahan organik hingga ikan ini mampu bertahan hidup di air yang kotor seperti
selokan. Ikan lele hidup di dataran rendah hingga dataran yang tidak terlalu
tinggi. Suhu minimal yang baik untuk pertumbuhan lele adalah 20oC dengan
ketinggian maksimal 700 m dpl (Suyanto, 2008).
Pada umumnya ikan lele akan mencapai fase dewasa pada umur 6 – 8 bulan
dengan berat sekitar 100 gram. Saat musim kawin, lele akan membuat lubang
sedalam 20 – 30 cm di bawah permukaan air yang nantinya digunakan untuk
meletakkan telur-telurnya. Telur-telur hasil pembuahan akan dijaga oleh
induknya hingga menetas hingga mampu berenang yang berlangsung selama 7 –
10 hari. Dalam sekali pemijahan seekor lele betina dapat menghasilkan 1.000 –
1.500 butir telur. Pemijahan akan lebih sering dilakukan di habitat yang memiliki
aliran air yang lancar, khususnya pada sore hari di musim hujan (Fatimah dan
Madasari, 2015).
Ikan lele (Clarias sp.) adalah salah satu hasil perikanan budi daya yang kaya akan
gizi. Ikan lele merupakan jenis ikan air tawar yang dapat hidup di tempat-tempat
ekstrem seperti rawa, kolam ikan yang keruh, dan tempat berlumpur yang
kekurangan oksigen. Ikan lele kaya akan kandungan fosfor. Nilai fosfor pada
ikan lele lebih tinggi dari pada nilai fosfor telur ayam. Keunggulan lain dari ikan
lele adalah kaya akan leusin dan lisin (Natakesuma dkk., 2015).
Ikan lele adalah golongan pangan sumber protein hewani yang rendah lemak.
Dalam 40 gram ikan lele terkandung 7 gram protein, 2 gram lemak, dan 50 gram
11
kalori. Protein berguna untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh,
penyedia asam amino, pengangkut bahan makanan dalam tubuh dan sebagainya.
Lemak merupakan pembawa vitamin A,D,E, K yang larut dalam lemak. Di dalam
pangan lemak juga terdapat dalam bentuk gliserol yang bergabung dengan tiga
asam lemak sehingga disebut sebagai trigliserol. Jadi ikan lele mengandung
banyak manfaat yang dibutuhkan oleh tubuh (Indriani, 2015).
A. Teknis Budi Daya Ikan Lele
Ukuran kolam sebagai pedoman, setiap 1 m³ air dapat menampung 30-50 ekor lele
berukuran sekitar 10 cm. Bila kedalaman kolam 1-1,5 m, maka setiap 1 m² kolam
dapat digunakan untuk memelihara paling sedikit 30 ekor lele. Dinding kolam
sebaiknya dibuat tegak lurus, karena lele memiliki patil yang dapat digunakan
untuk merangkak dengan berpijak pada dinding yang agak miring. Dasar kolam
sebaiknya dibuat agak miring ke arah pintu pengeluaran air, agar pengeringan
kolam tidak mengalami kesulitan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2002).
Budi daya lele bisa dilakukan di berbagai tempat, umumnya dipelihara di kolam
dengan berbagai bentuk seperti kolam tanah, terpal, beton, sawah, dan sebagainya.
Kolam beton bisa dibangun dengan syarat adanya lahan yang cukup. Berikut
adalah jenis-jenis kolam untuk budi daya ikan lele.
a. Kolam Terpal
Kolam terpal adalah kolam yang dasar dan sisinya dibuat dari terpal. Keuntungan
dari penggunaan kolam terpal ini diantaranya adalah; (a) dapat diterapkan di lahan
yang terbatas; (b) dapat diterapkan di lahan yang porous atau tanah berpasir; (c)
dapat diterapkan di daerah yang sulit air; (d) pembuatannya praktis;
12
(e) waktu produksi lebih singkat; (f) pembuatan lebih mudah. Ukuran kolam
terpal disesuaikan dengan ukuran terpal misalnya 2x3x1 meter, 4x5x1 meter,
6x4x1 meter, atau 4x8x1 meter (Kordi, 2010).
b. Kolam Tanah
Kolam tanah adalah kolam yang paling ideal untuk budi daya lele karena di kolam
ini tersedia plankton sebagai pakan alami lele. Pembuatan kolam tanah harus
dilakukan di tanah yang tidak porous (dapat menahan air) seperti daerah
persawahan. Pembuatan kolam tanah tidak membutuhkan banyak biaya dan
sangat efisien. Bentuk kolam tanah pada umumnya berbentuk persegi panjang
dengan menyesuaikan luas lahan yang ada. Kedalaman kolam sekitar satu meter
dari permukaan tanah. Ketinggian tanggul atau pematang sekitar 25 – 50 cm dari
permukaan tanah, sedangkan lebar tanggul yang ideal sekitar 100 – 150 cm
(Rukmana dan Yudirachman, 2017).
c. Kolam Beton
Bagian dasar dan pematang kolam dibuat dari beton sehingga kolam ini tidak
mudah rusak. Pematang beton dibuat tegak lurus dengan luas sekitar 100 m2 dan
ketinggian 1 – 1,5 m. Kolam dibuat dengan konstruksi dalam dasar kolam
melandai ke titik pusat pintu pengeluaran dengan kemiringan 5 – 10%. Kolam
beton adalah jenis kolam paling awet digunakan dibanding kolam lainnya sebab
memiliki struktur bangunan yang paling kokoh dan perawatan kolam yang lebih
mudah. Namun kelemahan kolam ini adalah sulitnya perkembangbiakan plankton
yang merupakan bahan pakan alami lele (Basahudin dan Arie, 2014).
13
Budi daya ikan lele baik pembenihan maupun pembesaran harus dilakukan secara
tepat. Berikut adalah langkah-langkah budi daya ikan lele.
a. Persiapan indukan
Langkah pertama yang dilakukan dalam tahap pembenihan adalah menyiapkan
indukan unggul yang merupakan jenis hibrida. Pembenihan untuk ikan jenis
hibrida harus dilakukan dengan hati-hati agar benih yang dihasilkan sesuai
harapan. Ciri-ciri indukan yang baik adalah berat badan berkisar antara 100 – 200
gram, panjang badan 20 – 50 cm, bentuk badan tidak simetris, tidak cacat, umur
induk jantan diatas tujuh bulan, dan umur induk betina diatas satu tahun.
b. Pemijahan
Induk ikan lele yang telah matang gonad dimasukkan ke dalam kolam pemijahan
yang telah disiapkan. Di dalam kolam disediakan kakaban sebagai tempat
menempelnya telur. Setelah telur memenuhi kakaban, pindahkan kakaban pada
kolam penetasan. Kolam harus sering dikontrol hingga penetasan telur.
c. Pendederan
Pemeliharaan benih ikan lele di kolam pendederan berlangsung selama 28 – 30
hari untuk memperoleh benih berukuran 5 – 8 cm. Sebelum digunakan, kolam
pendederan sebaiknya diberi kapur pertanian dengan dosis 20 – 250 kg/100 m2
untuk kolam baru dan 10 – 15 kg/100 m2 untuk kolam lama. Kolam pendederan
sebaiknya mendapat cukup sinar matahari langsung, terhindar dari angina
kencang, pH 6,5 – 8,0 dengan suhu 20 – 30oC.
d. Penyiapan tempat pembesaran ikan
Kolam tempat pembesaran ikan dapat berupa kolam tanah, kolam terpal dan
kolam beton dengan ukuran minimal 1 x 1 m, serta kedalaman 1 m. Dalam kolam
14
dipasang pipa agar air yang masuk ke dalam kolam tidak jatuh di permukaan air,
tapi keluar dari dalam air.
e. Penebaran benih dan pemberian pakan
Padat penebaran benih ikan lele berukuran 5 – 8 cm di dalam kolam berkisar
antara 5 – 15 ekor/m2 atau 50 ekor ukuran 5 – 11 cm tiap 1 m2 kolam. Setelah
penebaran, pemberian pakan harus memperhatikan jenis pakan yang diberikan.
Pakan harus baik dan bergizi dengan kandungan protein, lemak, serat kasar,
vitamin, mineral, dan energi. Ikan lele dengan ukuran kurang dari 50 gram diberi
pakan 4 kali sehari, sedangkan ukuran 50 gram sampai dewasa diberi pakan
sebanyak 3 kali sehari (Rukmana dan Yudirachman, 2017).
B. Jenis Ikan Lele Unggul
Dalam budi daya ikan lele, dibutuhkan lele jenis unggul agar hasil yang diberikan
maksimal. Berikut adalah beberapa ikan lele jenis unggul yang biasa digunakan.
a. Ikan Lele Lokal
Ikan lele lokal memiliki ciri yang mudah dikenal yaitu berkumis, tak bersisik, dan
bertubuh licin. Sirip pektoral terdapat jari-jari sirip keras atau duri tajam (patil)
yang runcing dan dapat digunakan untuk berjalan di darat. Warna ikan lele lokal
bervariasi yaitu hitam, hijau, cokelat gelap, kuning (albino), merah, atau loreng
kuning hitam.
b. Ikan Lele Dumbo
Ikan lele memiliki ukuran tubuh tubuh yang relative besar dan laju
pertumbuhannya cepat. Ikan lele dapat mencapai bobot 60 kilogram dengan
panjang 150 cm. Bentuk badan ikan lele dumbo bulat memanjang, kepala besar
15
gepeng, dan bertulang keras. Warna ikan lele dumbo bervariasi, dari kekuningan
hingga abu-abu dengan bercak kehijauan. Bagian perut ikan ini berwarna putih.
c. Ikan Lele Sangkuriang
Ikan lele sangkuriang merupakan hasil silang dari ikan lele dumbo. Ikan ini
memiliki bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik.
Bentuk kepala gepeng, mulut relatif lebar, dan memiliki empat pasang sungut.
Ikan lele ini memiliki tiga sirip tunggal dibagian punggung, ekor, dan dubur.
Sementara itu sirip yang berpasangan ada dua, yaitu sirip dada dan sirip perut.
d. Ikan Lele Phyton
Ikan lele ini merupakan hasil persilangan antara ikan lele dumbo betina eks
Thailand dengan ikan lele lokal jantan. Ikan lele phyton memiliki ciri fisik yang
hampir sama dengan ikan lele dumbo. Keunggulan ikan lele ini yaitu
kelangsungan hidup 84 – 93%, pertumbuhan 7 ekor/kg dengan lama pemeliharaan
tiga bulan, serta adaptasi dan ketahanan lingkungan yang baik.
e. Ikan Lele Sangkuriang 2
Ikan lele ini merupakan hasil persilangan antara ikan lele sangkuriang betina
dengan ikan lele Afrika populasi Thailand jantan. Keunggulan ikan lele
sangkuriang 2 ini adalah bobot mencapai 134,94 g/ekor dan hidup 95,67% selama
pemeliharaan tiga bulan. Pertumbuhan harian rata-rata pembesaran 1,41 g/hari
dengan bobot daging 44,14% (Rukmana dan Yudirachman, 2017).
f. Ikan Lele Mutiara
Ikan ini adalah salah satu strain ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) yang
memiliki keunggulan yaitu performa pertumbuhan, efisiensi pakan, keseragaman
ukuran, serta ketahanan terhadap penyakit dan lingkungan. Pengggunaan benih
16
ikan lele mutiara dalam kegiatan budi daya dapat menghasilkan produktifitas yang
lebih tinggi. Hal ini akan berbanding lurus dengan permintaan benihnya semakin
meningkat (Iswando, Suprapto, Marnis dan Imron, 2016).
2.1.2 Konsep Usahatani dan Rumah Tangga Petani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan
dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya
sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu
pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani
menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-
faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut
memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2015).
A. Biaya Usahatani
Dalam usahatani terdapat dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang
dibayarkan dan biaya tidak tunai atau diperhitungkan. Biaya tunai atau biaya
yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga
kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pakan,
obat-obatan, biaya iuran pemakaian air dan irigasi dan lain- lain. Biaya yang
diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja
petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selain itu, biaya yang
diperhitungkan digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari penggunaan
suatu peralatan (Shinta, 2011).
17
Di dalam suatu usaha tentu termasuk usahatani memerlukan memerlukan berbagai
macam biaya. Adapun biaya-biaya tersebut adalah sebagai berikut.
a. Lahan, yang dihitung sebagai biaya lahan yakni nilai yang dikorbankan
karena lahan digunakan dalam usaha.
b. Tenaga kerja, dalam menghitung biaya tenaga kerja harus dibedakan antara
tenaga kerja terdidik dan tenaga kerja tidak terdidik. Selain itu tenaga kerja
dapat dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, tenaga kerja hewan, dan
tenaga kerja mesin. Dalam usahatani, biaya untuk tenaga kerja biasanya
dibayar harian atau borongan.
c. Biaya peralatan dan bahan, yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya
pembelian peralatan pertanian atau faktor produksi lainnya seperti pupuk,
pestisida, benih, dan lain-lain.
d. Biaya pinjaman, petani banyak mengambil pinjaman untuk berusahatani.
Hutang tersebut harus diperhitungkan dalam biaya untuk menyisihkan
sebagian dari laba yang diperoleh.
e. Biaya operasional, biaya ini adalah biaya untuk kebutuhan rutin selama
proses usahatani.
f. Biaya penyusutan, biaya penyusutan peralatan dan bangunan perlu
diperhitungkan karena barang-barang tersebut memiliki umur ekonomis yang
membutuhkan pergantian apabila barang-barang tersebut tidak layak
digunakan.
g. Biaya tak terduga dan biaya yang tidak dapat dinyatakan dengan jelas
(Sanusi, 2000).
18
Menurut Sugiarto, Herlambang, Brastoro dkk. (2007) perhitungan biaya total dan
biaya per unit dalam satu kali produksi secara sistematis adalah sebagai berikut.
TC = TFC + TVC ……………………………………………….(1)
AC = ………………………………………………………….(2)
AFC = ……………………………………………………….(3)
AVC = ………………………………………………………(4)
Keterangan : TC = Total biaya produksi (Rp)
TFC = Total biaya tetap (Rp)
TVC = Total biaya variabel (Rp)
AC = Biaya total rata-rata (Rp/unit output)
AFC = Biaya tetap rata-rata (Rp/unit output)
AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/unit output)
Q = Output
Menurut Sumodiningrat dan Iswara (1993) dalam Suripatty (2011) persentase dari
setiap struktur biaya dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut.
P = ……………………………………………..(5)
Keterangan : P = Nilai dari struktur biaya produksi (%)
NTFC = Nilai dari tiap komponen biaya tetap (Rp)
NTVC = Nilai dari tiap komponen biaya variabel (Rp)
NTC = Nilai dari total biaya produksi (Rp)
B. Penerimaan, Pendapatan, dan Titik Impas Usahatani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi keseluruhan
dengan harga jual. Jika sebidang tanah ditanami berbagai macam tanaman atau
monokultur beberapa macam tanaman, maka analisis yang digunakan adalah
analisis keseluruhan usahatani. Jika hanya satu jenis tanaman yang diteliti maka
analisis yang digunakan disebut analisis parsial usahatani. Pendapatan usahatani
19
adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya usahatani yang digunakan
(Rahim dan Hastuti, 2008).
Pendapatan merupakan nilai sejumlah uang yang diterima pembudidaya/petani.
Nilai yang diperoleh merupakan hasil pengurangan antara penerimaan dengan
total biaya yang dikeluarkan. Penerimaan adalah nilai dari perkalian harga dan
kuantitas produksi. Menurut Soekartawi (1995), penerimaan diperoleh dari
perkalian antara produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani dengan harga.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.
Secara sistematis pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut.
P = TR – TC = (Y.Py) – (∑ Xi.Pxi + BTT) ..………………….(6)
Dimana, P = Pendapatan usahatani
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Xi = Faktor produksi variabel ke-i
Pxi = Harga produksi variabel ke-i
Y = Produksi
Py = Harga produksi
BTT = Biaya tetap total
Menurut Rahim dkk. (2008) salah satu cara mengetahui profitabilitas usahatani
yaitu dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya (return and cost ratio).
R/C rasio dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. R/C
rasio dapat diukur atas biaya tunai dan biaya total. Nilai R/C rasio atas biaya
tunai didapat dengan membandingkan antara penerimaan total dan biaya tunai
dalam periode tertentu, sedangkan R/C rasio atas biaya total didapat dengan
membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode.
R/C = TR/TC …………………………………………………...(7)
Keterangan : R/C = Nisbah penerimaan dan biaya
20
TR = Penerimaan total (Rp)
TC = Biaya Total
Analisis R/C rasio banyak digunakan sebagai salah satu alat untu menganalisis
profitabilitas usahatani. Penelitian Putri, Sayekti dan Rosanti (2014)
menggunakan analisis ini untuk menganalisis pendapatan dan strategi
pengembangan budidaya rumput laut di Pulau Pahawang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa nilai R/C rasio usaha budi daya rumput laut lebih dari 1 yaitu
sebesar 6,60. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budi daya rumput laut di Pulau
Pahawang layak untuk diusahakan.
Titik impas atau Break Even Point (BEP) adalah titik balik pokok dimana
penerimaan total sama dengan biaya total,untuk mengetahui hubungan antar
struktur biaya dan skala usaha pada usaha jangka pendek. Rumus titik impas atau
Break Even Point menurut Suratiyah (2015) adalah sebagai berikut.
BEP penerimaan (Rp) = …..………………………………………. (9)
BEP unit (kg) = ….……..….…………………. (10)
Menurut Supriyono (2001) BEP harga per unit dapat dihitung berdasarkan biaya
yang dikeluarkan. Secara sistematis adalah sebagai berikut.
BEP harga (Rp/kg) = …………………………………………… (11)
Dimana, S = Penerimaan (Rp)
VC = Biaya biaya variabel (Rp)
FC = Biaya tetap (Rp)
TC = Biaya total (Rp)
Y = Produksi (kg)
Px = Harga produk x (Rp)
21
C. Pendapatan Rumah Tangga Petani
Rumah tangga petani di pedesaan biasa memperoleh pendapatan dari pekerjaan
utamanya sebagai petani dan pekerjaan sampingan dari anggota keluarga.
Besarnya pengeluaran rumah tangga petani ditentukan oleh besarnya pendapatan.
Salah satu tujuan pembangunan pertanian adalah untuk meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan petani. Hal ini dapat tercapai apabila pendapatannya
ditingkatkan dari sumber pendapatannya, baik dari pertanian maupun non
pertanian. Sumber pendapatan masyarakat petani pedesaan berasal dari berbagai
kegiatan yang secara garis besar terdiri dari usahatani, industri, pengrajin, jasa
angkutan, dan sebagainya. Hasil pendapatan yang dibelanjakan atau dikeluarkan
untuk rumah tangga petani biasanya untuk usaha pertanian. Besarnya pengeluaran
rumah tangga petani untuk konsumsi dipengaruhi oleh besarnya pendapatan
(Rahim dan Hastuti, 2008).
Menurut Sajogyo (1997) pendapatan rumah tangga petani berasal dari usahatani
dan luar usahatani. Pendapatan rumah tangga didapat dengan cara menjumlahkan
pendapatan keluarga yang berasal dari usahatani dan pendapatan keluarga yang
berasal dari luar usahatani. Pendapatan rumah tangga secara sistematis adalah
sebagai berikut.
Prt = P usahatani + P non usahatani…………………………………………….(12)
Dimana :
Prt = Pendapatan rumah tangga
P usahatani = Pendapatan dari usahatani
P non usahatani= Pendapatan dari luar usahatani
22
Tingkat produksi yang semakin besar diharapkan memperoleh pendapatan yang
lebih besar juga oleh petani sebagai unit pelaksana. Petani mencurahkan modal
tenaga dan faktor produksi sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang
diharapkan. Suatu usahatani dapat dikatakan berhasil apabila hasil dari usahatani
tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat yang
digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi lainnya (Suratiyah, 2015).
Menurut Bahua (2014), kontribusi pendapatan usahatani merupakan persentase
besarnya pendapatan yang berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga.
Kontribusi pendapatan yang diberikan oleh sektor pertanian berpengaruh terhadap
pembangunan ekonomi nasional. Semakin besar kontribusi yang diberikan maka
pembangunan nasional semakin meningkat. Kontribusi pendapatan usahatani
terhadap pendapatan rumah tangga diperoleh dari persentase perbandingan antara
pendapatan usahatani dengan pendapatan total rumah tangga.
2.1.3 Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
Menurut Cahyat dkk. (2007) kemiskinan adalah suatu situasi di mana seseorang
atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar,
sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari
kerentanan. Dari definisi tersebut dapat diambil tiga tingkatan kondisi yaitu
kesejahteraan subjektif, kesejahteraan inti, dan lingkungan pendukung. Perasaan
kesejahteraan subjektif adalah kumpulan perasaan seseorang; bisa berupa
perasaan sejahtera, rasa bahagia, rasa dihormati, rasa diakui, rasa miskin, rasa
serba kekurangan, dan perasaan-perasaan sejenisnya. Kesejahteraan inti terdiri
23
dari kebutuhan dasar yang bersifat material (kebendaan) maupun bukan material,
yang mencakup aspek gizi dan kesehatan, pengetahuan, dan kekayaan materi.
Lingkungan pendukung (konteks) adalah lingkungan kehidupan yang
mempengaruhi kesejahteraan inti. Misalnya, ada dua anak dengan usia dan
tingkat kecerdasan yang sama tetapi tinggal terpisah pada lingkungan yang
berbeda (misalnya di dua daerah yang berbeda).
Ada beberapa macam kriteria untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga
seperti kriteria kemiskinan menurut Sajogyo, Badan Pusat Statistik, dan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
A. Kriteria Kesejahteraan Sajogyo
Pada umumnya masyarakat pedesaan akan lebih mengutamakan kebutuhan
makanan dibandingkan kebutuhan untuk non-makanan. Apabila terjadi perubahan
pada harga makanan, maka alokasi pendapatan untuk non-makanan akan berubah.
Tingkat kesejahteraan dipengaruhi oleh tingkat pengeluaran konsumsi makanan
dan konsumsi non-makanan.
Pengukuran kesejahteraan dilakukan dengan mengonversi pengeluaran rumah
tangga menjadi satuan kilogram beras menurut harga yang berlaku. Garis
kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan daerah pedesaan dan perkotaan.
Adapun ukuran kemiskinan adalah sebagai berikut.
a. Rumah tangga sangat miskin, < 180 kg (desa), < 270 kg (kota) setara
beras per kapita per tahun.
b. Rumah tangga miskin, 181 – 240 kg (desa), 271 – 360 kg (kota) setara
beras per kapita per tahun.
24
c. Rumah tangga nyaris miskin, 241 – 320 kg (desa), 361 – 480 kg (kota)
setara beras per kapita per tahun. (Sajogyo, 1997).
B. Kriteria Kesejahteraan Badan Pusat Statistik
Kesejahteraan rakyat dapat diukur melalui berbagai aspek diantaranya adalah
sebagai berikut.
a. Kependudukan
Peningkatan jumlah penduduk sering tidak sebanding dengan peningkatan
perekonomian dan ketersediaan sumber daya alam. Peningkatan jumlah
penduduk akan berdampak pada munculnya permasalahan dalam hal
kependudukan. Semakin banyak jumlah penduduk, maka akan berpengaruh
dalam penentuan kebijakan. Hal ini karena semakin banyak yang perlu
dipertimbangkan dalam hal penyediaan berbagai sarana dan prasarana atau
fasilitas umum agar kesejahteraan penduduk terjamin.
b. Kesehatan dan Gizi
Salah satu indikator penting dalam menggambarkan mutu pembangunan manusia
suatu wilayah adalah tingkat kualitas kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan
masyarakat suatu wilayah, maka akan semakin mendukung proses dan dinamika
pembangunan ekonomi suatu wilayah menjadi semakin baik.
c. Pendidikan
Upaya pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu
merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan
sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk
25
mendukung keberlangsungan pembangunan. Maju tidaknya suatu bangsa terletak
pada tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
d. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan salah satu masalah terbesar yang menjadi perhatian
pemerintah, dimana masalah ini harus diselesaikan dengan berbagai pendekatan.
Hal ini bertujuan agar masalah tersebut tidak meluas yang berdampak pada
penurunan kesejahteraan dan keamanan masyarakat.
e. Taraf dan Pola Konsumsi
Pola konsumsi penduduk juga merupakan salah satu indikator sosial ekonomi
masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan. Pola konsumsi
sangat besar pengaruhnya terhadap pengeluaran rumah tangga. Tingkat
pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang menggambarkan
tingkat kesejahteraan masyarakat.
f. Perumahan dan Lingkungan
Rumah adalah salah satu kebutuhan primer yang menjadi salah satu indikator
penentu kesejahteraan masyarakat. Rumah selain sebagai tempat tinggal, juga
dapat menunjukkan status sosial seseorang. Semakin baik kondisi rumah maka
akan semakin tinggi status sosial di masyarakat. Kualitas lingkungan rumah
tinggal mempengaruhi status kesehatan penghuninya.
g. Sosial dan lain-lain
Indikator sosial lainnya yaitu persentase rumah tangga menguasai media
informasi, melakukan perjalanan wisata, dan sebagainya (BPS, 2014).
26
Tabel 4. Kriteria Tingkat Kesejahteraan Badan Pusat Statistik (2014)
No Indikator Kelas Skor
1 Kependudukan
- Jumlah anggota keluarga yang ikut tinggal :
a. ≤ 4 orang (3) b. 5 orang (2) c. ≥ 5 orang (1)
- Jumlah orang luar yang ikut tinggal :
a. ≤ 1 orang (3) b. 2 orang (2) c. ≥ 2 orang (1)
- Berapa tanggungan dalam keluarga :
a. ≤ 4 orang (3) b. 5 orang (2) c. ≥ 5 orang (1)
- Jumlah anggota keluarga laki-laki
a. ≥5 orang (3) b. 4orang (2) c. ≤ 3orang (1)
- Jumlah anggota keluarga perempuan
a.≥5 orang (3) b. 4orang (2) c. ≤ 3orang (1)
Baik
(12-15)
Cukup
(8-11)
Kurang
(4-7)
3
2
1
2 Kesehatan dan gizi
- Anggota keluarga mengalami keluhan kesehatan :
a. tidak (3) b. kadang-kadang (2) c. ya (1)
- Keluhan kesehatan menurunkan aktivitas sehari-hari:
a. tidak (3) b. kadang-kadang (2) c. ya (1)
- Keluarga setiap bulannya menyediakan dana untuk
kesehatan :
a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak pernah (1)
- Sarana kesehatan yang biasa digunakan :
a. rumah sakit (3) b. puskesmas (2) c. posyandu (1)
- Tenaga kesehatan yang biasa digunakan keluarga :
a. dokter (3) b. bidan (2) c. dukun (1)
- Tempat persalinan bayi yang biasa digunakan:
a. bidan (3) b. dukun (2) c. rumah (1)
- Tempat keluarga memperoleh obat :
a. puskesmas (3) b. dukun (2) c. obat warung (1)
- Biaya berobat yang digunakan:
a. terjangkau (3) b. cukup terjangkau (2) c. sulit
terjangkau (1)
- Jenis berobat yang dipilih oleh keluarga
a.modern (3) b.tradisional (2) c.lain-lain (1)
Baik
(23-27)
Cukup
(18-22)
Kurang
(13-17)
3
2
1
3 Pendidikan
- Anggota keluarga berusia 10 tahun ke atas lancar
membaca dan menulis :
a. lancar (3) b. kurang lancar (2) c. tidak lancar (1)
Baik
(15-18)
Cukup
(10-14)
Kurang
(6-9)
3
2
1
27
Tabel 4. Lanjutan
No Indikator Kelas Skor
3 - Pendapat mengenai pendidikan putra-putri :
a. penting (3) b. kurang penting (2) c. tidak penting (1)
- Kesanggupan mengenai pendidikan :
a. sanggup (3) b. kurang sanggup (2) c. tidak sanggup
(1)
- Lama menamatkan sekolah :
a. ≥9 tahun (3) b. 9 tahun (2) c. ≤9 tahun
- Rata-rata jenjang pendidikan anak :
a. ≥ SMP (3) b. SD (2) c. tidak tamat SD (1)
- Perlu pendidikan luar sekolah :
a. perlu (3) b. kurang perlu (2) c.tidak perlu (1)
4 Ketenagakerjaan
- Jumlah anggota keluarga berusia 15 tahun ke atas
yang bekerja :
a. 3 orang (3) b. 2 orang (2) c. 1 orang (1)
- Jumlah orang yang belum bekerja dalam keluarga :
a. tidak ada (3) b. 1 orang (2) c. 2 orang (1)
- Jumlah jam dalam seminggu untuk melakukan
pekerjaaan :
a. > 35 jam (3) b. 31-3 jam (2) c. < 30 jam (1)
- Selain berusaha anggota keluarga melakukan
pekerjaan tambahan :
a. ya (3) b. sedang mencari (2) c. tidak ada (1)
- Jumlah jam dalam melakukan pekerjaan tambahan :
a. ≥ 7 jam (3) b. 5-6 jam (2) c. tidak tentu (1)
- Pendapat mengenai pekerjaan memerlukan keahlian :
a. ya (3) b. kurang perlu (2) c. tidak (1)
- Pendapat tentang upah yang diterima :
a. sesuai (3) b. belum sesuai (2) c. tidak sesuai (1)
Produktif
(21-27)
Cukup
produktif
(14-20)
Tidak
produktif
(7-13)
3
2
1
5 Taraf Dan Pola Kosumsi
- Keluarga mengkonsumsi beras sebagai bahan
makanan pokok :
a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1)
- Kecukupan pendapatan keluarga per bulan untuk
konsumsi pangan dan non pangan :
a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak cukup (1)
- Keluarga menyisakan dana untuk kebutuhan sandang
dan perumahan :
a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1)
Baik
(10-12)
Cukup
(7-9)
Kurang
(4-6)
3
2
1
28
Tabel 4. Lanjutan
No Indikator Kelas Skor
- Pendapatan perbulan dapat ditabung / untuk modal :
a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1)
6 Perumahan dan lingkungan
- Status rumah tempat tinggal :
a. milik sendiri (3) b. menyewa (2) c.menumpang (1)
- Status tanah tempat tinggal :
a. milik sendiri (3) b. menyewa(2) c. menumpang (1)
- Jenis perumahan : a. permanen (3)
b. semi permanen (2) c. tidak perlu (1)
- Jenis atap yang digunakan : a. genteng (3)
b. seng/asbes (2) c. rumbia/alang-alang (1)
- Jenis dinding rumah :
a. semen (3) b. papan (2) c. geribik (1)
- Jenis lantai yang digunakan :
a. semen (3) b. kayu/papan (2) c. tanah (1)
- Rata-rata luas lantai mencukupi setiap anggota
keluarga : a. ya (3) b. belum (2) c. tidak (1)
Jenis penerangan yang digunakan :
a. listrik (3) b. patromak (2) c. lampu teplok (1)
- Bahan bakar yang digunakan :
a. gas elpiji (3) b. minyak tanah (2) c. kayu (1)
- Jenis sumber air minum dalam keluarga :
a. PAM/ledeng (3) b. sumur (2) c. sungai (1)
- Penggunaan air minum dalam keluarga :
a. matang (3) b. mentah (2) c.isi ulang (1)
- Kepemilikan WC :
a. ya (3) b. belum (2) c. tidak (1)
- Jarak WC dengan sumber air :
a. > 10 m (3) b. 5-10 m (2) c. < 5 m (1)
- Jenis WC yang digunakan :
a. WC jongkok (3) b. WC cemplung (2) c. sungai (1)
- Tempat pembuangan sampah :
a. lubang sampah (3) b. pekerjaan (2) c.sungai (1)
Baik
(37-45)
Cukup
(26-36)
Kurang
(15-25)
3
2
1
7 Sosial dan lain-lain
- Akses tempat wisata :
a. mudah dan sering (3) b. mudah tapi tidak sering (2)
c. tidak pernah (1)
- Berpergian atau berwisata sejauh 100 kilometer
dalam waktu 6 bulan
Baik
(12-15)
Cukup
(8-11)
Kurang
(4-7)
3
2
1
29
Tabel 4. Lanjutan
No Indikator Kelas Skor
a. Sering >2 kali (3) b. tidak sering <2 kali (2) c. tidak
pernah (1)
- Kemampuan dalam menggunakan komputer
a. Paham sekali (3) b. paham (2) c. tidak paham (1)
- Biaya untuk hiburan dan olahraga :
a. mudah (3) b. cukup (2) c. sulit (1)
- Penggunaan teknologi telpon seluler:
a. Smartphone (3) b. telpon seluler biasa (2)
c. tidak mempunyai (1)
Sumber : Badan Pusat Statistik (2014)
Mengukur kesejahteraan dengan kriteria Badan Pusat Statistik digunakan dengan
menghitung skor berdasarkan kategori-kategori yang telah ditentukan dari ketujuh
aspek kesejahteraan. Jumlah skor tersebut kemudian dibagi menjadi dua
klasifikasi. Klasifikasi kesejahteraan yang digunakan terdiri dari dua klasifikasi,
yaitu rumah tangga dalam kategori sejahtera dan belum sejahtera.
C. Kriteria Kesejahteraan BKKBN
Analisis kesejahteraan BKKBN dilakukan dengan menilai terpenuhi atau tidaknya
21 indikator kesejahteraan. Jumlah indikator yang terpenuhi menjadi acuan
penggolongan kesejahteraan keluarga berdasarkan tahapan keluarga.
Tabel 5. Indikator kesejahteraan BKKBN
No Indikator Tahapan
1 (a) Anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
(b) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda (di rumah,
berpergian, sekolah/kantor).
(c) Rumah yang ditempati mempunyai atap, lantai, dan dinding
yang baik.
(d) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
(e) Bila pasangan usia subur ingin ber-KB pergi ke sarana
pelayanan kontrasepsi.
Keluarga
Sejahtera I
30
Tabel 5. Lanjutan
No Indikator Tahapan
(f) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
2 (a) Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
(b) Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan
daging/ikan/telur.
(c) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel
pakaian baru dalam setahun.
(d) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni
rumah.
(e) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga
dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
(f) Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk
memperoleh penghasilan.
(g) Seluruh anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca tulisan.
(h) Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan
alat/obat kontrasepsi.
Keluarga
Sejahtera II
3 (a) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.
(b) Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang
atau barang.
(c) Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu
sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
(d) Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat
tinggal.
(e) Memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/
radio/tv/internet.
Keluarga
Sejahtera
III
4 (a) Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan
sumbangan materil untuk kegiatan sosial.
(b) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan
sosial/yayasan/ institusi masyarakat
Keluarga
Sejahtera
III Plus
Sumber : BKKBN (2011)
Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan dibagi dalam beberapa
tahapan. Tahapan keluarga sejahtera tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya
indikator-indikator tersebut.
31
a. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS)
Keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu dari enam indikator Keluarga
Sejahtera (KS) I atau disebut kebutuhan dasar keluarga.
b. Tahapan Keluarga Sejahtera (KS) I
Keluarga yang dapat memenuhi enam indikator Keluarga Sejahtera (KS) I, tetapi
tidak memenuhi delapan indikator Keluarga Sejahtera (KS) II.
c. Tahapan Keluarga Sejahtera (KS) II
Keluarga yang mampu memenuhi enam indikator tahapan KS I dan delapan dan
indikator KS II, tetapi tidak memenuhi lima indikator KS III.
d. Tingkat Keluarga Sejahtera (KS) III
Keluarga yang mampu memenuhi enam indikator tahapan KS I, delapan indikator
KS II, dan lima indikator KS III
e. Tingkat Keluarga Sejahtera (KS) III Plus
Keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari enam indikator tahapan KS I,
delapan indikator KS II, lima indikator KS III, serta dua indikator tahapan KS III
Plus (BKKBN, 2011).
2.1.4 Strategi Pengembangan Usaha
Strategi adalah berbagai cara yang dilakukan bukan hanya untuk mencapai tujuan
melainkan mencakup pula penentuan tujuan itu sendiri. Strategi dapat dikatakan
juga sebagai sebuah pola yang terdiri dari strategi yang direncanakan maupun
strategi yang pada awalnya tidak dimaksudkan oleh unit bisnis. Manajemen
strategis berkenaan dengan pengelolaan berbagai keputusan strategis, yakni
berbagai keputusan manajerial yang akan mempengaruhi keberadaan unit bisnis
dalam jangka panjang (Solihin, 2012).
32
Perumusan strategi mencakup kegiatan mengembangkan visi dan misi suatu unit
usaha, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal unit usaha, menentukan
kekuatan dan kelemahan internal unit usaha, menetapkan tujuan jangka panjang
unit usaha, membuat sejumlah strategi alternatif untuk unit usaha, dan memilih
strategi tertentu untuk digunakan (David, 2004).
Menurut Hunger dan Wheelen (2003) manajemen strategik adalah serangkaian
keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam
jangka panjang untuk pengembangan suatu badan usaha. Model manajemen
strategik ada beberapa tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Model Manajemen Strategik (Hunger dan Wheelen, 2003)
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa manajemen strategik terdiri dari beberapa
tahap. Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari pengamatan lingkungan, perumusan
strategi, implementasi strategi, dan evaluasi dan pengendalian.
Pengamatan
Lingkungan
Perumusan
Strategi
Implementasi
Strategi
Evaluasi dan
Pengendalian
EKSTERNAL
- Lingkungan
Sosial
- Lingkungan
Tugas
INTERNAL
- Struktur
Organisasi
- Budaya
- Sumber Daya
Misi
Tujuan
Strategi
Kebijakan
Program
Anggaran
Prosedur
Kinerja
33
1. Pengamatan Lingkungan
Pengamatan lingkungan terdiri dari analisis eksternal dan internal. Analisis
eksternal terdiri dari dua bagian yaitu lingkungan kerja dan lingkungan sosial.
Lingkungan terdiri dari variabel-variabel yang berada di luar organisasi. Analisis
internal terdiri dari variabel-variabel yang ada di dalam organisasi yang terdiri
dari struktur, budaya organisasi, dan sumber daya organisasi. Lingkungan internal
yang di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek
dari manajemen puncak.
2. Perumusan Strategi
Perumusan strategi adalah pengembangan dan pendalaman rencana jangka
panjang untuk membagun manajemen yang efektif dari peluang dan ancaman
lingkungan. Hal tersebut ditimbang dari kekuatan dan kelemahan organisasi.
a. Misi
Setiap organisasi memiliki misi yang berbeda-beda. Misi adalah langkah-
langkah yang disusun dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Tujuan
Tujuan adalah hasil akhir dari perencanaan. Pencapaian tujuan adalah hasil
dari penyelesaian misi. Tujuan akan dicapai apabila misi perusahaan dilakukan
dengan baik. Penyelesaian misi juga berpengaruh pada kapan tujuan dicapai.
c. Strategi
Perencanaan komprehensif tentang bagaimana akan mencapai misi dan tujuan
merupakan bagian dari strategi perusahaan. Strategi akan memaksimalkan
keunggulan kompetitif perusahaan.
34
d. Kebijakan
Kebijakan adalah pedoman luas yang menghubungkan perumusan strategi dan
implementasi. Kebijakan adalah rangkaian konsep yang dijadikan pedoman
dari pelaksanaan kegiatan suatu organisasi.
3. Implementasi Strategi
Implementasi adalah tindakan yang mewujudkan strategi dan kebijakan dalam
organisasi melalui pengembangan program, anggaran, dan prosedur.
a. Program
Program adalah serangkaian prosedur untuk menyelesaikan suatu masalah.
Program melibatkan restrukturisasi perusahaan, perubahan budaya internal atau
permulaan dari usaha penelitian baru.
b. Anggaran
Anggaran adalah program yang disusun secara sistematis dalam bentuk satuan
uang. Anggaran dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan
mengendalikan.
c. Prosedur
Prosedur adalah sistem yang terdiri dari langkah dan teknik yang berurutan.
Prosedur menggambarkan secara rinci bagaimana suatu tugas atau pekerjaan
diselesaikan.
4. Evaluasi dan Pengendalian
Evaluasi dan pengendalian adalah proses yang memonitor hasil kinerja
perusahaan dan membandingkan kinerja sesungguhnya dengan kinerja yang
diinginkan. Hasil penilaian kinerja digunakan untuk tindakan perbaikan dan
35
pemecahan masalah. Elemen ini dapat menunjukkan secara tepat kelemahan-
kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan mendorong proses
keseluruhan untuk dimulai kembali.
2.1.5 Lingkungan Eksternal dan Internal
A. Lingkungan Eksternal
Pengenalan lingkungan eksternal sangat penting dalam perumusan strategi
pengembangan karena sebagai berikut.
a. Jumlah faktor-faktor yang berpengaruh tidak pernah konstan melainkan selalu
berubah.
b. Intensitas dampaknya beraneka ragam.
c. Ada faktor-faktor eksternal yang merupakan ‘kejutan’ yang tidak dapat
diperhitungkan sebelumnya betapa pun cermatnya analisis ‘SWOT’
dilakukan.
d. Kondisi eksternal itu berada di luar kemampuan organisasi untuk
mengendalikannya.
Akan tetapi pasti berpengaruh pada pilihan para pengambil keputusan strategik
tentang arah yang hendak ditempuh, tindakan yang seharusnya diambil. Pada
akhirnya mempunyai dampak pada struktur organisasi yang tepat digunakan serta
proses manajerial dan operasional yang terjadi dalam organisasi (Siagian, 2005).
Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang terdiri dari kekuatan dan ancaman
dimana perusahaan tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadapnya sehingga
perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi
36
kinerja perusahaan di dalamnya. Lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi
sosial dan budaya, pesaing, bahan baku, iklim dan cuaca, serta kebijakan
pemerintah.
a. Ekonomi, sosial, dan budaya
Merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli dan pola konsumsi
konsumen. Status sosial dan budaya masyarakat berpengaruh terhadap besarnya
pengeluaran masyarakat. Daya beli diukur dari tingkat pendapatan masyarakat
dan perkembangan tingkat harga-harga umum.
b. Ilmu pengetahuan dan teknlogi
Ilmu pengetahuan yang diiringi dengan kemampuan teknologi akan
mempermudah dalam menghasilkan suatu produk secara efektif dan efisien dalam
suatu usaha.
c. Pesaing
Pesaing adalah pihak yang menawarkan kepada pasar produk sejenis atau sama
dengan produk yang dikeluarkan oleh perusahaan atau produk subtitusinya di
wilayah tertentu.
d. Iklim dan cuaca
Iklim dan cuaca dapat berpengaruh terhadap harga pembelian bahan baku. Hal ini
akan mempengaruhi biaya produksi dalam perusahaan.
e. Kebijakan pemerintah
Kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga yang mengawasi perusahaan seperti
badan pemerintah akan mempengaruhi dan membatasi ruang gerak organisasi dan
individu dalam masyarakat (David, 2004).
37
B. Lingkungan Internal
Di dalam lingkungan internal terdapat variabel-variabel strategis yang terdiri dari
kekuatan dan kelemahan organisasi. Analisis lingkungan internal bertujuan untuk
mengidentifikasi sejumlah kekuatan dan kelemahan yang terdapat pada sumber
daya dan proses bisnis internal yang dimiliki perusahaan. Kekuatan dari sumber
daya dan proses bisnis internal perusahaan adalah kemampuan yang menciptakan
distinctive competencies sehingga perusahaan akan memperoleh keunggulan
kompetitif (Solihin, 2012).
Menurut Sawitri, Indriyani dan Agus (2013) terdapat tiga analisis yang dapat
digunakan manajer strategis untuk mengamati dan menganalisis variabel internal
yaitu analisis PIMS (Profit Impact of Market Strategy), analisis rantai nilai (value
chain analysis) dan analisis fungsional.
a. Analisis PIMS (Profit Impact of Market Strategy)
Terdapat beberapa hasil penelitian dengan analisis PIMS yang menyatakan bahwa
pangsa pasar yang besar akan menghasilkan profitabilitas yang besar. Faktor
terpenting yang mempengaruhi kinerja unit bisnis secara relatif terhadap
pesaingnya adalah kualitas produk atau jasanya.
b. Analisis rantai nilai (value chain analysis)
Konsep rantai nilai merupakan konsep yang sangat penting bagi bisnis hal ini
karena dapat mempengaruhi biaya dan kinerja secara menyeluruh. Konsep rantai
nilai pada kegiatan bisnis ditunjukkan pada Gambar 2.
38
Gambar 2. Konsep rantai nilai (Tiyanto, 2012)
Dalam Gambar 2 segitiga kecil disebut M1 dan segitiga besar disebut M2. Pada
Gambar 2 dapat ditunjukkan bahwa perolehan profit margin pada M1 sangat
minimal. Hal ini karena seluruh kegiatan yang dilakukan dari
pemasaran/penjualan, logistik dalam dan luar, operasi, dan layanan setelah
penjualan dilakukan oleh unit usaha sendiri. Profit margin pada M2 perolehan
margin lebih besar karena aktivitas yang dilakukan unit usaha dipadukan dengan
sumber daya manusia, teknologi, infrastruktur, dan procurement (Tiyanto, 2012).
c. Analisis fungsional
Dalam menganalisis kondisi internal adalah melalui analisis fungsional yang
merupakan cara yang paling sederhana. H.I Ansoff seorang pejabat manajemen
strategis mengemukakan bahwa keahlian dan sumber daya perusahaan dapat
diatur dalam profil kompetensi sesuai fungsi bisnis seperti perusahaan, pemasaran,
manajemen SDM, desain, penelitian dan pengembangan, operasi, sistem informasi
manajemen, serta penjualan dan distribusi (Sawitri dkk., 2013).
2.1.6 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah analisis yang mengidentifikasi berbagai faktor strategis
yang terdiri dari faktor eksternal dan internal. Analisis situasi merupakan awal
39
proses perumusan strategi. Selain itu, analisis situasi juga mengharuskan para
manajer strategis untuk menemukan kesesuaian startegis antara kekuatan internal
(strengthts) dan peluang eksternal (opportunities), serta memperhatikan
kelemahan internal (weaknesses) dan ancaman eksternal (threats) (Hunger dan
Wheelen, 2003).
Analisis SWOT adalah analisis yang mengindentifikasi faktor-faktor strategi
secara sistematis dan menggambarkan kecocokan paling baik di antara mereka.
Dasar dari analisis ini adalah asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan
memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan peluang dan ancaman.
Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini akan memberikan dampak
besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil.
Komponen dasar dari analisis SWOT adalah sebagai berikut.
a. Kekuatan (Strength) adalah kompensasi khusus yang memberikan
keunggulan kompetitif bagi unit usaha di pasar.
b. Kelemahan (Weakness) keterbatasan sumber daya yang menghambat kinerja
efektif unit usaha.
c. Peluang (Opportunity) adalah karakteristik penting yang menguntungkan
lingkungan unit usaha.
d. Ancaman (Threat) adalah karakteristik penting yang tidak menguntungkan
lingkungan unit usaha (Solihin, 2012).
Dalam penelitian Purba, Affandi, dan Nugraha (2016) tentang strategi
pengembangan koperasi dalam pembiayaan agribisnis, analisis SWOT digunakan
untuk menyusun strategi unit usaha dan mendapatkan berbagai alternatif yang
40
dapat dipilih unit dalam mengembangkan usahanya. Terdapat beberapa tahap
dalam penyusunan strategi pengembangan dalam penelitian tersebut. Tahap
pertama adalah menentukan faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan
eksternal unit usaha. Tahap kedua adalah pemberian bobot serta perankingan
masing-masing komponen dengan matriks IFAS (Internal Factors Analysis
Summary) dan EFAS (Eksternal Factors Analysis Summary). Tahap ketiga,
menyilangkan empat komponen dari hasil perankingan matriks IFAS dan EFAS
yaitu SO, ST, WO dan WT.
2.1.7 Quantitive Strategic Planning Matrix (QSPM)
Tahap keputusan adalah analisis dan intuisi yang menjadi dasar dalam pembuatan
keputusan-keputusan strategi. QSPM membuat peringkat strategi untuk
memperoleh daftar prioritas yang secara objektif menunjukkan strategi alternatif
yang paling baik. QSPM adalah alat yang membuat para perencana strategi
menilai secara objektif strategi alternatif terbaik untuk dijalankan dan memerlukan
nilai intuitif terbaik (Tiyanto, 2012).
Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merupakan teknik yang dapat
menetapkan strategi alternatif yang diprioritaskan secara objektif. Teknik analisis
QSPM memerlukan good intuitive judgement. QSPM menggunakan input dari
analisis matriks EFE (peluang dan ancaman) SWOT dan hasil pencocokan dari
matriks IFE (kekuatan dan kelemahan) SWOT (Purwadari, 2015).
41
2.1.8 Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion atau diskusi kelompok terarah adalah kegiatan
pengumpulan data melalui wawancara kelompok dan pembahasan dalam
kelompok yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif sosial. FGD
merupakan sebuah proses pengumpulan data yang dilakukan untuk tujuan
menghasilkan pemecahan masalah secara langsung ataupun untuk mencapai
konsesus. FGD merupakan diskusi terarah yang terdapat fokus masalah atau topik
yang jelas untuk didiskusikan dan dibahas bersama. FGD memiliki untuk
menggali dan memperoleh beragam informasi tentang masalah atau topik tertentu
yang sangat mungkin dipandang secara berbeda-beda dengan penjelasan yang
berbeda pula (Indrizal, 2014).
Menurut Fardiah (2005), dalam konteks pembangunan partisipatif FGD dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut.
a. Penjajangan kebutuhan dan masalah
Penjajangan kebutuhan sering disebut sebagai pengenalan masalah yang diikuti
dengan pengkajian potensi yang ada di masyarakat.
b. Analisis masalah
Langkah dapat dilakukan dengan analisis SWOT sebagai salah satu cara untuk
mengenali masalah dari berbagai sudut pandang.
c. Perencanaan kegiatan
Hasil kajian masalah, kebutuhan, dan potensi masyarakat dijadikan bahan untuk
menyusun rencana kegiatan yang sederhana, jelas, dan realistis.
42
d. Pelaksanaan kegiatan
Sebaik-baiknya perencanaan, hanya akan berarti apabila dilaksanakan.
Pelaksanaan kegiatan sebaiknya diorganisir dan dipimpin oleh anggota
masyarakat.
e. Pemantauan
Pelaksanaan kegiatan harus dipantau sejak awal untuk mengetahui apakah
perencanaan dilakukan dengan baik dan hambatan apa saja yang ada dalam
kegiatan.
f. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana telah mencapai tujuan program
yang telah disepakati bersama oleh masyarakat.
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan
referensi. Adapun penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.
Dewi dan Mulyono (2015) melakukan penelitian tentang analisis produksi usaha
budi daya lele di Kecamatan Kalasan. Pada penelitian ini diketahui bahwa rerata
produktivitas pada usaha budi daya ini adalah 9,53 kg/m2 dengan kepadatan tebar
100 – 200 ekor/m2. Faktor yang mempengaruhi produktivitas pada usaha budi
daya ini adalah dosis pakan dan pupuk, jumlah dan pengalaman tenaga kerja, serta
padat tebar.
Pada penelitian analisis kinerja produksi pembesaran lele sangkuriang oleh
Harianto (2016), diketahui bahwa usaha budi daya tersebut merupakan usaha yang
potensial. Kinerja produksi pada usaha budi daya ini menunjukkan hasil yang
43
baik dengan nilai R/C rasio lebih besar dari pada satu yang membuktikan bahwa
usaha ini layak dijalankan. Nilai BEP pada usaha ini adalah Rp4.121.656,37 atau
94,97 kg per musim tebar. Penerimaan usaha budi daya ini adalah sebesar
Rp28.042.432,00 dengan produksi 1.752 kg.
Usaha budi daya pembesaran lele merupakan usaha budi daya yang berpotensi dan
layak diperhitungkan. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Febriyanti (2013)
tentang pendapatan pembudidaya lele di Kabupaten Boyolali. Nilai profitabilitas
R/C rasio pada usaha budi daya ini adalah sebesar 1,28. Artinya setiap Rp 1,00
yang dikeluarkan pembudidaya untuk usaha ini, maka akan memperoleh
keuntungan sebesar Rp1,28.
Analisis biaya produksi budi daya ikan patin di Kecamatan Kota Gajah pada
penelitian Susanti, Lestari, dan Kasymir (2017) menunjukkan bahwa biaya
terbesar adalah biaya pakan yaitu 67,69% dari total biaya produksi tunai. Selisih
antara biaya produksi tunai dan produksi total adalah Rp67.103.527,77 per musim
tebar.
Penelitian yang dilakukan oleh Fadilah, Abidin dan Kalsum (2014) tentang
pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga nelayan obor di Kota Bandar
Lampung. Pengukuran tingkat kesejahteraan menggunakan kriteria Sajogyo
(1997). Hasil dari penelitian ini adalah pendapatan rumah tangga nelayan obor
bersumber dari kegiatan penangkapan ikan serta aktivitas di luar kegiatan
perikanan serta anggota keluarga lain yang bekerja. Tingkat kesejahteraan rumah
tangga nelayan obor sebagian besar masuk dalam kriteria cukup (74,42%), nyaris
miskin (9,3%), dan hidup layak (16,28%).
44
Pada penelitian Sari, Haryono, dan Rosanti (2014) diketahui bahwa 71% petani
jagung di Kecamatan Natar merupakan golongan rumah tangga sejahtera
berdasarkan indikator BPS. Pendapatan rumah tangga petani jagung di
Kecamatan Natar sebagian besar berasal dari usaha budi daya jagung yaitu sebesar
87%.
Hasil penelitian Purwono, Sugyaningsih, dan Wibowo (2011) tentang strategi
pengembangan budi daya ikan lele di Kecamatam Ciampea Kabupaten Bogor
menunjukkan bahwa usaha budi daya lele berada di divisi V. Strategi
pengembangan udaha budi daya lele yang dianjurkan pada penelitian ini adalah
penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Berdasarkan analisis pada penelitian Jatnika, Sumantadinata dan Pandjaitan
(2014) diperoleh bahwa usaha budi daya lele di Kabupaten Gunung Kidul berada
di divisi V. Hal ini membuktikan bahwa usaha budi daya tersebut layak untuk
dikembangkan. Strategi yang digunakan pada penelitian ini adalah peningkaan
produktivitas dan penetrasi pasar.
2.3. Kerangka Pemikiran
Lele adalah salah satu komoditas unggul perikanan budi daya Provinsi Lampung.
Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada usaha budi daya ikan
lele. Lampung Selatan adalah daerah penghasil lele terbesar di Lampung pada
tahun 2016.
Kecamatan Natar menempati urutan ke enam dalam produksi ikan lele di
Kabupatan Lampung Selatan. Walaupun besarnya produksi ikan lele di
45
Kecamatan Natar cukup tinggi jika dibanding kecamatan lainnya, akan tetapi
angka produksi tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan produksi di
Kecamatan Tanjung Bintang. Jumlah produksi di kedua daerah tersebut sangat
bertolak belakang jika dilihat dari lokasinya yang dekat dengan Kota Bandar
Lampung. Menurut Pemerintah Kota Bandar Lampung (2017), Kecamatan Natar
adalah daerah di Kabupaten Lampung Selatan yang berbatasan langsung di
sebelah utara Kota Bandar Lampung dan Kecamatan Tanjung Bintang berbatasan
langsung di sebelah Timur Kota Bandar Lampung. Kota Bandar Lampung adalah
pusat perekonomian di Provinsi Lampung, dimana di daerah tersebut tersedia
berbagai sarana yang dibutuhkan untuk produksi usaha budi daya lele, lokasi
pusat pasar, dan banyak industri/rumah makan yang menggunakan ikan lele
sebagai bahan baku.
Kecamatan Natar adalah salah satu daerah di Provinsi Lampung yang mengalami
penurunan signifikan jumlah pembudidaya lele. Menurut data Dinas Kelautan dan
Perikanan Lampung Selatan wilayah Kecamatan Natar jumlah pembudidaya ikan
lele mengalami penurunan sebesar 52% pada tahun 2017, sebelumnya jumlah
pembudidaya ikan lele pada tahun 2016 adalah 196 orang. Salah satu penyebab
penurunan ini adalah kerugian akibat gagal panen. Penelitian ini mencoba untuk
mengkaji tingkat pendapatan usaha budi daya lele dan tingkat kesejahteraan
pembudidaya lele. Selain itu penelitian ini juga mencoba untuk merumuskan
strategi pengembangan usaha budi daya lele. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi referensi dalam upaya pengetasan kemiskinan dan peningkatan taraf
hidup petani, khususnya pembudidaya lele. Kerangka pemikiran analisis
pendapatan, kesejahteraan rumah tangga pembudidaya, dan strategi
46
pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan disajikan pada Gambar 3.
47
Produksi x Harga
Gambar 3. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian
Penerimaan
Biaya Produksi:
- Sewa lahan
- Benih - Pakan
- Obat-obatan
- Tenaga Kerja
- Listrik, BBM dan air
Pendapatan Usaha Budi Daya
Lele: R/C ratio (layak/tidak)
Pembudidaya Lele
Pendapatan Non
Usahatani
Pendapatan Rumah Tangga
Tingkat Kesejahteraan :
- Sajogyo (1997)
- BPS (2014)
- BKKBN (2011)
Usaha Budi Daya Lele Usaha di Luar Pertanian Usahatani Selain Lele
Pendapatan Usahatani
Selain Lele
Pengeluaran
Rumah Tangga :
- Pangan
- Non Pangan
- Tabungan
- Sosial
Strategi Pengembangan Usaha Budi Daya Ikan Lele
Lingkungan internal :
- Produksi dan biaya - Tingkat kesejahteraan - Manajemen usaha budi daya - Kualitas SDM
Lingkungan eksternal :
- Ekonomi, sosial, dan budaya - Pemasaran - Pesaing - IPTEK - Infrastruktur - Iklim dan cuaca - Kebijakan pemerintah
Kekuatan Kelemahan
IFE
Peluang Ancaman
EFE Analisis SWOT dan QSPM
48
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian adalah kegiatan yang bertujuan untuk menemukan, menggambarkan,
mengembangkan, menjelaskan, atau menguji kebenaran ilmu pengetahuan.
Menemukan berarti betujuan untuk mendapatkan ide-ide baru atau memperdalam
mengenai suatu gejala. Menggambarkan berarti memberikan gambaran yang jelas
atau untuk menguraikan tentang sifat-sifat suatu fenomena. Mengembangkan
berarti melakukan pengembangan pengetahuan yang ada dengan memperluas dan
menggali lebih dalam apa yang sudah ada. Menjelaskan berarti memberikan
penjelasan (eksplanasi) mengenai pengujian hipotesis tentang adanya hubungan
sebab-akibat antara variabel yang diteliti. Menguji berarti melakukan pengujian
(verifikasi) mengenai kebenaran suatu pengetahuan (Silaen dan Widiyono, 2013).
Metode penelitian atau metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah yang
berulang dalam mengetahui ilmu atau suatu makna. Jadi metode penelitian adalah
cara sistematis untuk menyusun ilmu pengetahuan (Lubis, 2018).
Penelitian usaha budi daya lele dilakukan di Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survai yang dilakukan dengan pengamatan dan wawancara langsung dengan
responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang berisi
daftar pertanyaan.
49
3.2 Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Petani adalah individu yang berusaha dalam bidang pertanian (pangan dan
holtikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan) dengan
mengharapkan hasil yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan
kesejahteraan hidupnya. Petani perikanan atau pembudidaya ikan adalah individu
yang melakukan usaha budi daya ikan dengan mengharapkan hasil untuk
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidupnya.
Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan untuk usahatani guna memproduksi
tanaman pertanian, hewan ternak, maupun perikanan. Kolam ikan adalah lahan
yang digunakan untuk budi daya ikan baik berbentuk permanen atau semi
permanen dan dapat dinyatakan dalam satuan meter persegi (m2).
Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan langsung pada proses produksi seperti
biaya sewa lahan, biaya saprodi, biaya tenaga kerja, biaya peralatan dan
sebagainya. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan
langsung dalam kegiatan usahatani namun diperhitungkan dalam komponen biaya,
seperti biaya penyusutan peralatan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.
Pendapatan tunai usahatani adalah penerimaan yang diperoleh petani setelah
dikurangi biaya tunai produksi. Pendapatan diperhitungkan adalah penerimaan
yang diperoleh petani setelah dikurangi biaya produksi yang diperhitungkan.
Pendapatan usaha budi daya ikan dapat dinyatakan dalam satuan rupiah per
musim panen atau rupiah per tahun.
50
Harga produksi ikan adalah harga yang diperoleh pembudidaya atas penjualan per
satuan hasil produksi ikan. Harga produksi dapat dinyatakan dalam satuan rupiah
per kilogram (Rp/kg).
Penerimaan usahatani adalah sejumlah uang yang diterima oleh petani yang
diperoleh dari jumlah produksi dikali dengan harga produksi. Penerimaan rumah
tangga adalah penjumlahan dari penerimaan usahatani dan non usahatani.
Penerimaan dapat dinyatakan dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).
Kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat.
Kebutuhan tersebut meliputi sandang, pangan, papan, sosial, spiritual, kesehatan,
keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman.
Garis kemiskinan Sajogyo adalah patokan kemiskinan yang diukur berdasarkan
harga beras. Nilai kemiskinan diperoleh dengan mengonversi pengeluaran rumah
tangga menjadi satuan kilogram beras menurut harga yang berlaku atau
pengeluaran rumah tangga setara dengan beras per kapita per tahun. Klasifikasi
kemiskinan digolongkan menjadi golongan paling miskin, miskin sekali, miskin,
nyaris miskin, cukup, dan hidup layak. Tingkat kemiskinan dibagi menjadi
daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Pengeluaran rumah tangga sangat miskin
di daerah pedesaan kurang dari 180 kilogram dan 270 kilogram di daerah
perkotaan. Pengeluaran rumah tangga miskin antara 181 hingga 240 kilogram
untuk daerah pedesaan dan 271 hingga 360 kilogram untuk daerah perkotaan.
Pengeluaran rumah tangga nyaris miskin antara 241 hingga 320 kilogram untuk
daerah pedesaan dan 361 hingga 480 untuk daerah perkotaan.
51
Kesejahteraan Badan Pusat Statistik diperoleh dari penilaian beberapa variabel.
Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah kependudukan, kesehatan dan gizi,
pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan
lingkungan, sosial dan lain-lain.
Keluarga sejahtera menurut BKKBN adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan
atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan
materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan
yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan
masyarakat dan lingkungan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52
tahun 2009). Tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi 5 (lima)
tahapan, yaitu keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II,
keluarga sejahtera III, dan keluarga sejahtera III plus.
Strategi pengembangan agribisnis adalah rangkaian kegiatan dalam pengambilan
keputusan dengan menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang strategis.
Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap pengembangan usaha budi daya lele.
Analisis faktor internal adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui
faktor kekuatan (strengths) yang dapat dimanfaatkan atau ditingkatkan dan faktor
kelemahan (weaknesses) yang harus diatasi atau diminimalisir.
Kekuatan merupakan keunggulan-keunggulan yang dimiliki usahatani dalam
pengembangan usaha budi daya lele. Kelemahan merupakan keterbatasan yang
dimiliki usahatani dalam pengembangan usaha budi daya lele.
52
Analisis faktor eksternal adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui
peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Peluang merupakan situasi yang
dapat memberikan keuntungan bagi usaha budi daya lele. Ancaman merupakan
situasi yang tidak menguntungkan bagi usaha budi daya lele.
Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) adalah suatu
analisis untuk menentukan alternatif strategi, merupakan sebuah matriks yang
bertujuan untuk memaksimalkan faktor yang bersifat positif (kekuatan dan
peluang), meminimalisir faktor yang bersifat negatif (kelemahan dan ancaman).
QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrix) adalah alat yang digunakan
untuk menetapkan pilihan paling menarik diantara strategi-strategi alternatif
berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal. Analisis QSPM adalah tahap
akhir yang digunakan untuk menentukan prioritas strategi.
SNI (Standar Nasional Indonesia) Perikanan adalah suatu ukuran standarisasi
yang bertujuan untuk melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja, dan
masyarakat dari keamanan, kesehatan, keselamatan, dan fungsi lingkungan.
CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) adalah cara memelihara ikan dalam
lingkungan yang menjamin keamanan pangan dengan memperharikan sanitasi,
pakan, obat-obatan, serta bahan biologis. CBIB didasari oleh Surat Keputusan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 02/MEN/2007.
3.3 Metode Sampling dan Pengumpulan Data
Penelitian lapangan dilaksanakan di Kecamatan Natar sebagai lokasi yang dipilih
secara sengaja (purposive). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
53
Kecamatan Natar adalah daerah di Lampung Selatan yang berbatasan langsung
dengan Kota Bandar Lampung yang merupakan lokasi pusat pasar di Provinsi
Lampung. Akan tetapi angka produksi lele di Kecamatan Natar jauh di bawah
Kecamatan Tanjung Bintang yang juga berbatasan langsung dengan Kota Bandar
Lampung. Selain itu, jumlah pembudidaya lele menurun secara drastis sebesar
52% pada tahun 2017 yang menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi di
daerah tersebut.
Metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling.
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu pengumpulan dan perumusan data.
Tahap pertama yaitu pengumpulan data terkait dengan pendapatan dan
kesejahteraan pembudidaya lele di Kecamatan Natar. Dalam penelitian ini tidak
semua kelompok budi daya dijadikan sampel penelitian. Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa tidak semua kelompok budi daya ikan (pokdakan) lele di
Kecamatan Natar aktif secara konsisten dan kontinyu melakukan budi daya
sepanjang tahun. Daftar kelompok budi daya ikan (pokdakan) lele di Kecamatan
Natar tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Kelompok budi daya ikan lele di Kecamatan Natar tahun 2017
No Nama Kelompok Jumlah Anggota
(orang)
Lokasi (desa) Status
1 Mitra Sejati 10 Merak Batin Pasif
2 Tunas Harapan 12 Tanjung Sari Aktif
3 Bina Karya Mandiri 13 Rulung Sari Pasif
4 Tunas Jaya 12 Krawang Sari Pasif
5 Cipta Mina Lestari 10 Pancasila Aktif
6 Citra Mina Lestari 10 Sukadamai Aktif
7 Minasari 10 Sidosari Pasif
8 Mina Latin 10 Bumi Sari Pasif
9 Maju Makmur 12 Purwosari Pasif
Jumlah 102
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Selatan (2017b)
54
Berdasarkan pertimbangan bahwa sampel yang diteliti adalah pembudidaya lele
yang aktif secara konsisten dan kontinyu memproduksi sepanjang tahun maka
dipilih seluruh anggota dari tiga pokdakan. Pokdakan tersebut adalah Tunas
Harapan, Cipta Mina Lestari, dan Citra Mina Lestari. Adapun anggota pokdakan
yang dijadikan responden yaitu Tunas Harapan 12 orang, Cipta Mina Lestari 10
orang, dan Citra Mina Lestari 8 orang.
Data untuk penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan
dan wawancara langsung terhadap responden yang telah dipilih sebelumnya
dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuisioner. Data primer
yang dikumpulkan berupa data identitas pribadi, luas kolam usaha, biaya yang
meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan, produksi dan penerimaan dalam
usaha budi daya lele dalam satu kali produksi, hasil produksi fisik dan nilai
produksi dari usaha budi daya lele serta data penggunaan input usahatani seperti
benih, pakan obat-obatan, dan tenaga kerja. Wawancara dilakukan pada
responden baik satu per satu maupun secara berkelompok, dan mengadakan
pengamatan secara langsung keadaan usaha budi daya yang dimiliki responden.
Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh
dari berbagai instansi atau lembaga yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Tahap ke dua yaitu perumusan strategi pengembangan usaha budi daya lele di
Kecamatan Natar yang dilakukan dengan Focus Group Discussion. Perumusan
strategi ini dilakukan dengan melihat dan menyesuaikan kebutuhan dan kondisi
lingkungan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
55
Selatan. Peserta diskusi FGD terdiri dari 4 orang diantaranya adalah seorang dua
orang ketua kelompok budi daya perikanan (pokdakan) lele di Kecamatan Natar,
Penyuluh Perikanan Lapang (PPL) untuk wilayah Kecamatan Natar, dan
perwakilan dari Universitas Lampung selaku ahli budi daya ikan.
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui biaya dan pendapatan usaha budi
daya lele, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, serta perumusan strategi
pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar. Analisis deskriptif
kualitatif digunakan untuk menggambarkan objek penelitian pada saat ini yang
meliputi tingkat kesejahteraan pembudidaya lele di Kecamatan Natar.
3.4.1 Analisis Biaya Usaha Budi Daya dan Break Even Point (BEP)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
usaha budi daya lele. Analisis ini menggunakan dua macam biaya yaitu biaya
tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai meliputi biaya pembelian
peralatan, biaya benih, biaya pakan, biaya obat-obatan, energi, upah tenaga kerja
luar keluarga, dan pajak lahan. Biaya yang diperhitungkan yang meliputi biaya
sewa lahan milik sendiri, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya penyusutan
peralatan.
a. Biaya Penyusutan
Menurut Darmansyah (2012), biaya penyusutan dalam unit usaha dibedakan
menjadi dua yaitu penyusutan bangunan dan penyusutan peralatan.
56
Penelitian ini menggunakan metode perhitungan penyusutan garis lurus. Adapun
cara menghitung biaya penyusutan yaitu dengan metode garis lurus.
Penyusutan = …………………………………………. (13)
Dimana : NE = nilai ekonomis (Rp)
NS = nilai sisa (Rp)
UE = umur ekonomis (th)
Menghitung penyusutan investasi untuk bangunan kolam dan mesin menggunakan
pendekatan anuitas dengan mempertimbangkan tingkat bunga yaitu sebagai
berikut.
Penyusutan = (NE – NS) x (i (1+i)n) / (1+i)n - 1) …………….……… (14)
Keterangan: i = tingkat bunga modal (%)
n = umur ekonomis (tahun)
b. Biaya Total dan Biaya per Unit
Menurut Sugiarto dkk. (2007) perhitungan biaya total dan biaya per unit dalam
satu kali produksi secara sistematis adalah sebagai berikut.
TC = TFC + TVC ……………………………………………… (1)
AC = ………………………………………………………… (2)
AFC = ……………………………………………………… (3)
AVC = ……………………………………………………... (4)
Keterangan : TC = Total biaya produksi (Rp)
TFC = Total biaya tetap (Rp)
TVC = Total biaya variabel (Rp)
AC = Biaya total rata-rata (Rp/unit output)
AFC = Biaya tetap rata-rata (Rp/unit output)
AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/unit output)
Q = Output
57
c. Persentase Struktur Biaya
Persentase dari setiap struktur biaya dapat dicari menggunakan rumus sebagai
berikut.
P = ……………………………………. (5)
Keterangan : P = Nilai dari struktur biaya produksi (%)
NTFC = Nilai dari tiap komponen biaya tetap (Rp)
NTVC = Nilai dari tiap komponen biaya variabel (Rp)
NTC = Nilai dari total biaya produksi (Rp)
d. Analisis Break Even Point (BEP)
Analisis titik impas atau Break Even Point adalah analisis untuk mengetahui titik
impas dari kegiatan usaha. Secara sistematis rumus BEP adalah sebagai berikut.
BEP (Rp) = …………………...……………………………. (9)
BEP (kg) = …………....…….……………. (10)
BEP harga (Rp/kg) = …………………………………………… (11)
Dimana, S = Penerimaan (Rp)
VC = Biaya biaya variabel (Rp)
FC = Biaya tetap (Rp)
TC = Biaya total (Rp)
Y = Produksi (kg)
Px = Harga produk x (Rp)
3.4.2 Analisis Pendapatan Usaha Budi Daya dan Rumah Tangga
Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya pendapatan usaha budi daya
terhadap biaya produksi dan pendapatan rumah tangga terhadap pengeluaran
rumah tangga. Pendapatan usahatani adalah besarnya penerimaan dikurangi
dengan biaya produksi, baik biaya tunai maupun biaya diperhitungkan.
58
a. Analisis Pendapatan Usahatani
Adapun rumus menghitung pendapatan adalah sebagai berikut.
P = TR – TC = (Y.Py) – (∑ Xi.Pxi + BTT) ………………………….…(6)
Dimana, P = Pendapatan
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Xi = Faktor produksi variabel ke-i
Pxi = Harga produksi variabel ke-i
Y = Produksi
Py = Harga produksi
BTT = Biaya tetap total
b. Analisis Profitabilitas
Analisis profitabilitas dihitung dengan perbandingan antara penerimaan dan biaya
(R/C). Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin efisien usahatani tersebut dan
sebaliknya semakin kecil R/C rasio maka semakin tidak efisien usahatani tersebut.
Adapun rumus untuk menghitung profitabilitas adalah sebagai berikut.
R/C = ……………………………………………………………………..... (7)
Dimana : TR = Total Penerimaan (produksi (Kg) x harga (Rp))
TC = Total Biaya (Rp) R/C > 1 , maka usahatani layak dijalankan
R/C < 1 , maka usahatani tidak layak dijalankan.
d. Analisis Pendapatan Rumah Tangga
Pedapatan rumah tangga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh anggota
keluarga baik bersumber dari pertanian (usahatani dan non usahatani) maupun non
pertanian. Adapun pendapatan rumah tangga secara sistematis adalah sebagai
berikut.
PRT = (Pusaha budi daya + Pnon usaha budi daya) + Pnon pertanian …………….... (12)
Dimana, PRT = Pendapatan rumah tangga
59
f. Analisis kontribusi pendapatan usaha budi daya terhadap pendapatan rumah
tangga
Kontribusi pendapatan usaha budi daya terhadap pendapatan rumah tangga dapat
diperoleh dari perbandingan persentase antara pendapatan usaha budi daya lele
dengan total pendapatan rumah tangga.
3.4.3 Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
a. Analisis Kesejahteraan Sajogyo (1997)
Dalam perhitungan tingkat kesejahteraan menurut Sajogyo (1997) maka terlebih
dahulu dihitung total pengeluaran rumah tangga harian, mingguan, bulanan, dan
tahunan. Secara sistematis pengeluaran (C) perhitungan tingkat kesejahteraan
dapat ditulis sebagai berikut.
C / kapita / tahun (Rp) = ..................................... (15)
C / kapita / setara beras (kg) = ( : harga beras……... (16)
1. Paling miskin jika pengeluaran/kapita/tahun lebih rendah dari 180 kg setara
nilai beras/tahun.
2. Miskin sekali, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 181 – 240 kg setara
nilai beras/tahun.
3. Miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 241 – 320 kg setara nilai
beras/tahun.
4. Nyaris miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 321 – 480 kg setara
nilai beras/tahun.
60
5. Cukup, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 481 – 960 kg setara nilai
beras/tahun.
6. Hidup layak, apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih tinggi dari 960 kg
setara nilai beras/tahun.
b. Analisis Kesejahteraan Badan Pusat Statistik (2014)
Analisis kesejahteraan menurut BPS (2014) dilakukan dengan mengukur beberapa
indikator yaitu kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan,
taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, sosial dan lain-lain.
Indikator-indikator tersebut digolongkan dalam kelas dan skor yang ditunjukkan
pada Tabel 4.
Masing-masing klasifikasi ditentukan dengan cara mengurangkan jumlah skor
tertinggi dengan jumlah skor terendah. Klasifikasi kesejahteraan yang digunakan
terdiri dari dua klasifikasi, yaitu rumah tangga dalam kategori sejahtera dan belum
sejahtera.
Penentuan range skor adalah sebagai berikut.
RS = ………………………...…………………………… (17)
Dimana : RS = Range skor
SkT = Skor tertinggi (7 x 3 = 21)
SkR = Skor terendah (7 x 1 = 7)
JKl = Jumlah klasifikasi yang digunakan (2)
Skor antara 7 – 14 = Rumah tangga pembudidaya lele belum sejahtera.
Skor antara 15 - 21 = Rumah tangga pembudidaya lele sudah sejahtera.
61
c. Analisis Kesejahteraan BKKBN (2011)
Tingkat kesejahteraan menurut BKKBN diukur berdasarkan pemenuhan 21
indikator kesejahteraan yang dijelaskan pada Tabel 5. Berdasarkan pemenuhan
tersebut, tingkat kesejahteraan dibagi menjadi lima tahapan keluarga.
1. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS)
Yaitu keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu dari enam indikator
Keluarga Sejahtera (KS) I atau disebut kebutuhan dasar keluarga.
2. Tahapan Keluarga Sejahtera (KS) I
Yaitu keluarga yang dapat memenuhi enam indikator Keluarga Sejahtera (KS) I,
tetapi tidak memenuhi delapan indikator Keluarga Sejahtera (KS) II.
3. Tahapan Keluarga Sejahtera (KS) II
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi enam indikator tahapan KS I dan delapan
dan indikator KS II, tetapi tidak memenuhi lima indikator KS III.
4. Tingkat Keluarga Sejahtera (KS) III
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi enam indikator tahapan KS I, delapan
indikator KS II, dan lima indikator KS III.
5. Tingkat Keluarga Sejahtera (KS) III Plus
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari enam indikator tahapan
KS I, delapan indikator KS II, lima indikator KS III, serta dua indikator tahapan
KS III Plus (BKKBN, 2011).
3.4.4 Analisis Strategi Pengembangan
Untuk merumuskan strategi pengembangan hal yang harus memperhatikan adalah
faktor-faktor strategis lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
62
Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah analisis deskriptif kualitatif.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai
berikut.
a. Tahap pengumpulan data
Tahap ini terdiri dari pengumpulan, pengelompokkan dan pra analisis data-data
eksternal dan internal. Hal ini merupakan tindakan awal dalam upaya
pengembangan usaha budi daya lele di masa mendatang. Dalam hal ini model
yang digunakan adalah matriks faktor strategi internal dan eksternal.
1. Analisis Faktor Internal
Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor kekuatan yang dapat
dimanfaatkan dan kelemahan yang harus diatasi. Menurut Rangkuti (2006)
faktor kekuatan dan kelemahan dapat disusun dalam suatu matriks yang disebut
IFE (Internal Factor Evaluation) yang disusun untuk merumuskan faktor
strategis internal yang terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut.
(a) Menentukan faktor internal yang dijadikan kekuatan dan kelemahan
usaha budi daya lele pada kolom 1 sebagai berikut.
(1) Produksi, bagaimana pembudidaya lele dapat mempertahankan kuantitas
dan kualitas produksinya yaitu berupa volume panen sesuai target dan
ikan lele yang sehat. Untuk mengetahui tingkat produktivitas dan
kualitas produksi usaha budi daya pembesaran lele, maka hasil penelitian
dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Cara
Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).
(2) Lokasi usaha, di mana usaha budi daya sebaiknya memiliki akses
transportasi yang memadai dan dekat dengan penyedia sarana produksi.
63
(3) Manajemen dan pendanaan, bagaimana pokdakan lele ini mengelola
usahanya dan ketersediaan modal untuk mendukung kegiatan usaha.
(4) Sumber daya manusia, hal ini tentang bagaimana kualitas pembudidaya
lele dalam menjalankan usahanya.
(5) Pendapatan usaha budi daya lele, besarnya pendapatan usaha budi daya
lele dapat menunjukkan tingkat efisiensi usaha budi daya dalam
menggelola modal.
(6) Pendapatan rumah tangga, tinggi rendahnya pendapatan rumah tangga
akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga termasuk alokasi
pengeluaran terhadap usaha budi daya lele.
(7) Tingkat kesejahteraan rumah tangga, variabel-variabel kesejahteraan
seperti pengeluaran, pendidikan, sosial, pola konsumsi, kesehatan, dan
sebagainya dapat mempengaruhi kinerja usaha budi daya lele.
(b) Memberikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari
1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-
faktor tersebut terhadap posisi strategis usaha budi daya lele.
Menurut Kinnear dan Taylor (2002), Paired Comparison digunakan untuk
menentukan nilai bobot pada faktor-faktor internal. Penilaian bobot dilakukan
dengan cara mengajukan identifikasi faktor internal kepada responden ahli.
i. Bobot 0, jika indikator horizontal kurang penting dari pada indikator vertikal.
ii. Bobot 1, jika indikator horizontal sama pentingnya dengan indikator vertikal.
iii. Bobot 2, jika indikator horizontal lebih penting dari indikator vertikal.
64
Tabel 7. Matriks penilaian bobot faktor internal usaha budi daya
Faktor Internal A B …. N Nilai (X) Bobot (Yi)
A Xa
B Xb
... …
N Xn
Nilai (X) Xa Xb …. Xn ∑Xn
Total 1,00
Sumber : Kinnear dan Taylor (2002)
Rumus penentuan bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap
variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel yaitu sebagai berikut.
ai = ……………………………………………………... (17)
∑ t=1
Dimana, a = bobot variabel ke-I xi = nilai variabel ke-i
i = 1,2,3,…,n n = jumlah variabel
(c) Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 1 (poor) – 4 (outstanding) berdasarkan
pengaruh faktor tersebut terhadap usaha budi daya. Pemberian nilai rating
untuk faktor kekuatan dimulai dari 4 untuk rating terbesar dan 1 untuk rating
terkecil. Sebaliknya, untuk kelemahan pemberian rating dimulai dari 4 untuk
rating terkecil dan 1 untuk rating terbesar.
(d) Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan yang bervariasi nilainya untuk masing-masing faktor.
(e) Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi usaha budi daya ini. Nilai total menunjukkan
bagaimana usaha budi daya bereaksi terhadap faktor strategis internalnya.
65
Tabel 8. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor
A. Kekuatan
1. ………………
2. ………………
3. ………………
4. ………………
5. ………………
B. Kelemahan
1. ………………
2. ………………
3. ……………….
4. ………………
5. ………………
Total (A+B) 1,00
Sumber : Rangkuti (2006)
2. Analisis Faktor Eksternal
Menurut Rangkuti (2006) terdapat beberapa tahap untuk analisis eksternal yaitu
sebagai berikut.
(a) Menyusun faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman
usaha budi daya lele pada kolom 1.
(1) Ekonomi, sosial, dan budaya
Jumlah penduduk, kondisi ekonomi, budaya, dan kebiasaan masyarakat di
sekitar usaha budi daya lele dapat mempengaruhi produksi.
(2) Pesaing
Keadaan perekonomian yang semakin terbuka mendorong persaingan antar
usaha sejenis yang akan mempengaruhi penjualan.
(3) Informasi dan teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan usaha budiaya dalam
menghasilkan suatu produk secara efektif dan efisien.
66
(4) Iklim dan cuaca
Iklim dan cuaca dapat mempengaruhi kegiatan produksi usaha budi daya
lele karena dapat mempengaruhi kualitas kolam dan lele.
(5) Pemasaran, dimana lokasi usaha dekat dengan pasar atau memiliki akses
transportasi yang memadai untuk menjangkau pasar.
(6) Infrastruktur, dimana infrastruktur yang baik dapat meningkatkan efisiensi
usaha budi daya lele.
(7) Kebijakan pemerintah
Kepedulian pemerintah dalam bentuk binaan dan bantuan kepada
pokdakan lele dapat membantu meningkatkan taraf usaha.
(b) Memberikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2. Sama seperti
pemberian bobot pada faktor internal, faktor internal juga menggunakan
metode Paired Comparison dan rumus perhitungan bobot yang sama. Matriks
penilaian bobot faktor eksternal tersaji pada Tabel 9.
Tabel 9. Matriks penilaian bobot eksternal usaha budi daya lele
Faktor Eksternal A B …. N Nilai (X) Bobot (Yi)
A Xa
B Xb
... …
N Xn
Nilai (X) Xa Xb …. Xn ∑Xn
Total 1,00
Sumber : Kinnear dan Taylor (2002)
(c) Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 1 (poor) – 4 (outstanding) berdasarkan pengaruh
faktor tersebut terhadap usaha budi daya. Pemberian nilai rating untuk faktor
67
peluang dimulai dari 4 untuk rating terbesar dan 1 untuk rating terkecil.
Sebaliknya, untuk ancaman pemberian rating dimulai dari 4 untuk rating
terkecil dan 1 untuk rating terbesar.
(d) Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan yang bervariasi nilainya untuk masing-masing faktor.
(e) Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi usaha budi daya ini. Nilai total menunjukkan
bagaimana usaha budi daya bereaksi terhadap faktor strategis eksternalnya.
Tabel 10. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation)
Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor
A. Peluang
1. ………………
2. ………………
3. ………………
4. ………………
5. ……………….
B. Ancaman
1. ………………
2. ………………
3. ………………
4. ……………....
5. ………………
Total (A+B) 1,00
Sumber : Rangkuti (2006)
b. Tahap Analisis
Setelah didapatkan faktor eksternal dan internal usaha budi daya lele, tahap
selanjutnya adalah menyusun perumusan strategi dalam model kuantitatif. Model
kuantitatif yang digunakan adalah matriks IE dan matriks SWOT.
68
1. Matriks IE (Internal-Eksternal)
Dasar dari matriks IE adalah total skor IFE yang diberi bobot pada sumbu x dan
total skor EFE yang diberi bobot pada sumbu y.
Kuat 3,0-4,0 Sedang 2,0-2,99 Lemah 1,0-1,99
3,0 2,0 1,0
4,0
Tinggi
3,0-4,0
3,0
Sedang
2,0-2,99
2,0
Rendah
1,0-1,99
1,0
Gambar 4. Matriks IE (Internal-Eksternal) (Tiyanto, 2012)
Matriks IE dapat dibagi menjadi 9 sel usaha strategi yang masuk ke dalam tiga
bagian utama yang memiliki dampak strategi berbeda.
(a) Divisi I, II, IV yang disebut tumbuh dan membangun. Strategi intensif
(intensif dan pengembangan pasar, atau pengembangan produk) dan atau
integratif.
(b) Divisi III, V, VII adalah posisi yang paling baik dikelola dengan strategi
pertahankan atau pelihara. Pada umumnya strategi yang digunakan adalah
penetrasi pasar dan pengembangan produk.
(c) Divisi VI, VIII, IX paling baik dikelola dengan strategi panen dengan
penyelamatan usaha atau menutup usaha.
I II III
IV V VI
VII VIII IX
69
2. Matriks SWOT
Apabila kegiatan usaha budi daya lele yang dihasilkan menguntungkan diukur
dengan R/C maka dilakukan analisis SWOT untuk pengembangan budi daya lele
di Kecamatan Natar sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
pembudidaya. Analisis lingkungan internal meliputi sumber daya manusia,
infrastruktur usaha, manejemen, keuangan dan permodalan, dan pemasaran.
Analisis lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi, sosial, keadaan alam,
teknologi dan pesaing.
Matriks SWOT digunakan untuk menyusun strategi unit usaha. Terdapat
beberapa tahapan dalam membentuk matrik SWOT yaitu sebagai berikut.
(a) Menentukan faktor-faktor peluang dan ancaman usaha budi daya lele.
(b) Menentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan usaha budi daya lele.
(c) Merumuskan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
strategi S-O. Menempatkan seluruh hasil strategi SO dalam sel yang
ditentukan.
(d) Merumuskan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan strategi W-O. Menempatkan seluruh hasil strategi W-O dalam
sel yang ditentukan.
(e) Merumuskan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan
strategi S-T. Menempatkan seluruh hasil strategi ST dalam sel yang
ditentukan. Matriks SWOT tersaji pada Gambar 5.
70
Gambar 5. Matriks SWOT
Sumber : Tiyanto (2012)
c. Tahap Pengambilan Keputusan
Setelah matriks SWOT terbentuk, langkah selanjutnya adalah menyusun prioritas
yang diimplementasikan dengan menggunakan Quantitive Strategi Planning
Matrix (QSPM). QSPM adalah teknik yang secara objektif dapat menetapkan
strategi alternatif yang diprioritaskan. Langkah-langkah dalam menentukan
strategi prioritas dengan QSPM adalah sebagai berikut.
1. Membuat daftar faktor kekuatan dan kelemahan (internal), serta peluang dan
ancaman (eksternal) di sebelah kiri dari kolom matriks QSP.
2. Memberikan bobot untuk faktor internal dan eksternal. Pemberian nilai harus
identik dengan nilai yang diberikan pada matriks IFE dan EFE.
3. Mengidentifikasi strategi alternatif yang layak diimplementasikan dari matriks
IE dan SWOT.
SWOT Strengths (S) 5-10 faktor
kekuatan
Weakness (W) 5-10 faktor
kelemahan
Opportunities (O)
5-10 faktor peluang
Strategi (SO)
Menggunakan
kekuatan untuk
mengambil
peluang
Strategi (WT)
Meminimalkan
kelemahan untuk
menghindari
ancaman
Strategi (WO)
Mengeluarkan
kelemahan untuk
mengambil adanya
peluang
Strategi (ST)
Menggunakan
kekuatan untuk
menghindari
ancaman
Threats (T)
5-10 ancaman
71
4. Menentukan Nilai Daya tarik / Attractiveness Score (AS) yang
diidentifikasikan sebagai angka yang menunjukkan daya tarik relatif dari
masing-masing strategi. AS ditentukan dengan memilah faktor-faktor internal
dan eksternal dengan menyesuaikan apakah faktor-faktor tersebut
mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat. Cakupan nilai AS adalah; 1=tidak
menarik, 2=agak menarik, 3=menarik, dan 4=sangat menarik. Jika faktor-
faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap pilihan strategi maka jangan beri
nilai AS pada strategi tersebut.
5. Menghitung Total Nilai Daya Tarik / Total Attractiveness Score (TAS)
TAS diperoleh dari hasil perkalian bobot dengan nilai AS di masing-masing
baris. TAS menunjukkan daya tarik relatif dari masing-masing strategi
alternatif dengan hanya mempertimbangkan pengaruh dari faktor keberhasilan
krisis internal dan eksternal yang berdekatan. Semakin tinggi nilai TAS maka
semakin menarik alternatif strategi. Matriks QSPM ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Matriks Quantitive Strategic Planning (QSP)
Faktor-faktor Kunci Bobot
Alternatif Strategi
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3
AS TAS AS TAS AS TAS Faktor kunci internal Faktor kunci eksternal
Jumlah
Sumber : David (2004)
Metode Focus Group Discussion (FGD) digunakan untuk membantu penentuan
AS (Attractive Score) dengan melakukan diskusi kelompok terfokus. FGD
digunakan untuk menarik kesimpulan AS yang dibatasi oleh subjektifitas peneliti.
150
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pendapatan total rata-rata rumah tangga pembudidaya lele di Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan adalah Rp52.340.376,00 per tahun.
Pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan usaha budi daya lele 44,27% dan
55,73% di luar usaha budi daya lele (20,51% pendapatan pertanian di luar lele
dan 35,22% di luar pertanian). Hal ini berarti usaha budi daya lele telah
mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan rumah tangga pembudidaya.
2. Berdasarkan analisis tingkat kesejahteraan dengan kriteria Sajogyo diketahui
bahwa 20% rumah tangga pembudidaya berada dalam golongan nyaris
miskin, 50% rumah tangga di golongan cukup, dan 30% rumah tangga di
golongan hidup layak. Kriteria BPS menunjukkan bahwa 20% pembudidaya
merupakan golongan rumah tangga belum sejahtera dan 80% golongan
keluarga sejahtera. Kriteria BKKBN menunjukkan bahwa keluarga
pembudidaya terdiri dari 20% golongan pra sejahtera, 50% golongan
sejahtera I, 16,67% golongan sejahtera II, 10% golongan sejahtera III, dan
3,33% golongan sejahtera III plus. Sehingga secara garis besar keluarga
pembudidaya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan terbagi
atas 20% keluarga pra sejahtera dan 80% keluarga sejahtera.
151
3. Strategi pengembangan usaha budi daya lele di Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan yaitu : (a) Inovasi penggunaan pellet komersial menjadi
pellet subsisten dan pakan alternatif untuk mengurangi biaya pakan; (b)
Menciptakan produk pasca panen melalui optimalisasi keterampilan
pembudidaya dan pemanfaatan teknologi; (c) Budi daya ikan secara
polikultur; (d) Rekonstruksi hubungan dan kerja sama antar anggota
kelompok budi daya; (e) Penerapan CBIB dan CPIB untuk menghasilkan
produk berkualitas dan memperluas pasar.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan dan Provinsi
Lampung diharapkan dapat memberikan dukungan dan sosialisasi tentang
penerapan CBIB dan CPIB, serta pemanfaatan teknologi untuk
pengembangan usaha pada usaha budi daya lele di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan.
2. Pembudidaya lele di Kecamatan Natar perlu meningkatkan efisiensi produksi,
kualitas produk, kerjasama pokdakan, dan pemanfaatan teknologi dalam
menunjang usaha budi daya lele yang berdaya saing.
3. Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti tentang manajemen pemasaran pada
usaha budi daya lele di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
152
DAFTAR PUSTAKA
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. 2011. Batasan dan Pengertian
MDK. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Jakarta. Diakses pada
tanggal 12 November 2017.
http://aplikasi.bkkbn.go.id/mdk/BatasanMDK.aspx
Badan Pusat Statistik. 2014. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Badan Pusat
Statistik. Jakarta. Diakses pada 10 November 2017. https://www.bps.go.id/
Badan Pusat Statistik. 2017. Jumlah Perahu/Kapal, Luas Usaha Budi daya dan
Produksi menurut Sub Sektor Perikanan, 2002-2015. Badan Pusat Statistik.
Jakarta. Diakses pada 25 Oktober 2017. https://www.bps.go.id/
Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. 2018. Statistik Kesejahteraan Rakyat
Lampung Selatan 2017. Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. Kalianda.
Diakses pada 19 Maret 2018. https://lampungselatankab.bps.go.id/
Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. 2017a. Kependudukan Kabupaten
Lampung Selatan 2015. Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. Kalianda.
Diakses pada 20 Maret 2018. https://lampungselatankab.bps.go.id/
Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. 2017b. Lampung Selatan dalam Angka
2017. Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. Kalianda. Diakses pada 22
Maret 2018. https://lampungselatankab.bps.go.id/
Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. 2017c. Kecamatan Natar dalam Angka
2017. Badan Pusat Statistik Lampung Selatan. Kalianda. Diakses pada
22 Maret 2018. https://lampungselatankab.bps.go.id/
Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01-6484.2-2000 Benih Ikan Lele Dumbo.
Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01-6484.5-2002 Ikan Lele Dumbo.
Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-4087-2006 Pakan Ikan Lele Dumbo.
Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Basahudin, M.S. dan U. Arie. 2014. Pembesaran Lele Secara Cepat Panen 50
Hari. Penebar Swadaya. Jakarta.
153
Budaarsa, K., G. E. Stradivari, I.P.G.A.S Kencana Jaya, I.G. Mahardika,
A.W. Puger, I.M. Suasta, dan I P. Ari Astawa. 2015. Pemanfaatan Ampas
Tahu Untuk Mengganti Sebagian Ransum Komersial Ternak Babi. Jurnal
Ilmiah Peternakan Universitas Udayana. Vol.18 (1) : Diakses pada 09 April
2018. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file.../f1707d9cb0676a364f4d01da
c67c70fc.pdf.
Bahua, M. I. 2014. Kontribusi Pendapatan Agribisnis Kelapa pada Pendapatan
Keluarga Petani Di Kabupaten Gorontalo. Agroekonomika. Vol 3, No 2 :
133-141. http://journal.trunojoyo.ac.id/agriekonomika/article/view/447.
Cahyat, A., C. Gooner dan M. Haug . 2007. Mengkaji Kemiskinan dan
Kesejahteraan Rumah Tangga: Sebuah Panduan dengan Contoh dari Kutai
Barat, Indonesia. CIFOR. Bogor.
www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BCahyat0701I.pdf
Darmansyah, A. 2012. Akuntansi Agribisnis. Alfabeta. Bandung.
David, F.R. 2004. Manajemen Strategis Konsep-Konsep Terjemahan. Gramedia.
Jakarta.
Dewi, D.K. dan J.H. Mulyo.2015. Analisis Produksi Budidaya Ikan Lele (Clarias
gariepinus): Pendekatan Fungsi Produksi Cobb Douglas. Jurnal Perikanan.
Vol.17 (2) : 54 – 60. Diakses pada tanggal 25 April 2018.
https://journal.ugm.ac.id/jfs/article/view/10361.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2015a. Luas Areal Perikanan
Budi daya. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. Bandar
Lampung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2015b. Produksi Perikanan
Budi daya Provinsi Lampung 2012 – 2014. Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2017a. Produksi Ikan Tawar
Kolam Menurut Jenis Ikan Provinsi Lampung. Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2017b. Produksi Ikan Lele
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung 2016. Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Selatan. 2017a. Produksi Ikan
Lele per Kecamatan di Lampung Selatan 2016. Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Lampung Selatan. Kalianda.
154
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Selatan. 2017b. Daftar
Pokdakan Ikan Lele di Kecamatan Natar 2016-2017. Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Lampung Selatan. Kalianda.
Fadilah., Z. Abidin dan U. Kalsum. 2014. Pendapatan dan Kesejahteraan Rumah
Tangga Nelayan Obor Di Kota Bandar Lampung. JIIA. Vol.2 (1) : 71 – 76.
Diakses pada tanggal 20 November 2017.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/563/525.
Fardiah, D. 2005. “Focus Group Discussion” dalam Paradigma Pembangunan
Partisipatif. Jurnal Mediator. Vol.6 (1) : 95-108. Diakses pada tanggal 23
Desember 2017. https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article.
Fatimah, N.I. dan Madasari. 2015. Kiat Sukses Budi Daya Ikan Lele. Bibit
Publisher. Jakarta.
Febriyanti, R.E. 2013. Kontribusi Pengembangan Kawasan Minapolitan Kampung
Lele terhadap Pendapatan Petani Lele di Desa Tegalrejo Sawit Boyolali.
Economics Development Analysis Journal. Diakses pada 25 April 2013.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj/article/view/3208.
Harianto, E. 2016. Kinerja Produksi Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Clarias
gariepinus var sangkuriang Desa Pudak Kecamatan Muaro Kumpeh
Kabupaten Muara Jambi. Jurnal Akuakultur Sungai dan Danau. Vol.01 (1) :
32 – 43. Diakses pada 25 April 2018.
http://jbdp.unbari.ac.id/index.php/AKUAKULTUR/article/view/10/6
Hendra, K dan M.A.E. Yusendra. 2015. Pembuatan Pakan Lele di Usaha Kecil
Menengah Budidaya Ikan Lele Di Desa Marga Agung Kecamatan Jati
Agung Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat. Vol.01 (1) : 17 – 36. Diakses pada tanggal 09 April 2018.
https://jurnal.darmajaya.ac.id/index.php/jbpmd/article/view/383
Hunger, D. dan T. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Indriani, Y. 2015. Gizi dan Pangan. Aura Publishing. Bandar Lampung.
Indrizal, E. 2014. Diskusi Kelompok Terarah. Jurnal Antropologi : Isu-isu
Sosial Budaya. Vol.16 (1) : 75-82. Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/view/12/18
Iswanto, B., R. Suprapto, H. Marnis dan Imron. 2016. Performa Reproduksi Ikan
Lele Mutiara (Clarias Gariepinus). Jurnal Media Akuakultur. Vol.11 (1) :
1 – 9. Diakses pada tanggal 23 Januari 2018.
ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/ma/article/view/1406
155
Jaja, A. Suryani dan K. Sumantadinata. 2013. Usaha Pembesaran dan Pemasaran
Ikan Lele serta Strategi Pengembangannya di UD Sumber Rezeki Parung,
Jawa Barat. Jurnal Manajemen IKM. Vol.8 (01) : 45 – 56. Diakses pada
tanggal 09 April 2018. www.e-jurnal.com/2014/11/usaha-pembesaran-dan-
pemasaran-ikan.html
Jatnika, D., K. Sumantadinata dan N.H. Pandjaitan. 2014. Pengembangan Usaha
Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.) di Lahan Kering di Kabupaten Gunungkidul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Manajemen IKM. Vol.09 (1) :
96 – 105. Diakses pada 26 Mei 2018.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/article/view/8127 .
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2017. Peraturan Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya Nomor 54/PER-DJPB/2017. Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. Diakses pada 26 Mei 2018. http://kkp.go.id.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Peraturan Menteri Kelautan Dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 31/PERMEN-KP/2014. Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Diakses pada 26 Mei 2018.http://kkp.go.id.
Kementerian Kesehatan. 2017. Kemenkes Umumkan Kasus Flu Burung ke 200.
Kementerian Kesehatan. Jakarta. Diakses pada 02 Juni 2018.
http://www.depkes.go.id/article/view/17110800005/kemenkes-umumkan-
kasus-flu-burung-ke-200.html .
Khairuman, K. Amri dan T. Sihombing. 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing
Sutera. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kinnear T.C dan J.R Taylor. 2002. Riset Pemasaran : Pendekatan Terpadu Jilid I.
Erlangga. Jakarta.
Kordi, M.G.H. 2010. Budi Daya Ikan Lele di Kolam Terpal. Lily Publisher.
Yogyakarta.
Lubis, M.S. 2018. Metodologi Penelitian. Deepublish. Yogyakarta.
Pemerintah Kota Bandar Lampung. 2017. Profil Kota Bandar Lampung.
Pemerintah Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung. Diakses pada 01
Desember 2017. https://bandarlampungkota.go.id/
Priardi, C., Hendrik dan F. Nugroho. 2017. Enlargement of The Feasibility
Analysis of African Catfish in The Tarpaulin Pool in the Hangtuah Village
Perhentian Raja District Kampar Regency of Riau Province. Jurnal Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Diakses Pada 17 Mei 2018.
jom.unri.ac.id.
PT Central Proteina Prima. 2016. Hi-Pro-Vite 781 Pakan Ikan Lele. PT Central
Proteina Prima. Jakarta. Diakses pada tanggal 01 April 2018.
156
https://www.cpp.co.id/id/our-business/feed-business/fish/hi-pro-vite-781-
pakan-ikan-lele
PT Matahari Sakti. 2015. Prima Feed – PF 500 – 800 – 1000. PT Matahari Sakti.
Surabaya. Diakses pada tanggal 01 April 2018.
mataharisakti.com/products/prima-feed-pf-500-800-1000
Purba, M.N., M.I. Affandi dan A. Nugraha. 2016. Strategi Pengembangan
Koperasi Kredit (KOPDIT) Mekar Sai Dalam Pembiayaan Agribisnis di
Lampung. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis. Vol.4 (3) : 285 – 293. Diakses pada
tanggal 20 November 2017.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1503/1357
Purwadari, S. 2015. Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
Sebagai Landasan Menentukan Strategi Pemasaran Pada Smk Citra Medika
Sukoharjo. Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta. Vol.1 (3) : 1 – 9.
Diakses pada tanggal 20 November 2017. http://www.poltekindonusa.ac.id/
wp-content/ uploads/2016/05/Vol-1-3-2015-ANALISIS-QUANTITATIVE-
STRATEGIC-PLANNING-MATRIX-QSPM-SEBAGAI-Suci-
Purwandari.pdf
Purwono, J., S. Sugyaningsih dan A.E. Wibowo. 2011. Strategi Pengembangan
Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias Gariepinus Strain
Sangkuriang) (Kasus Ukm Budidaya Lele) Di Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor. Jurnal Agribisnis IPB. Vol.01 (2) : 1 – 11.
http://docplayer.info/amp/43369885-Dosen-mkdu-ipb-3-alumi-departemen-
agribisnis-fakultas-ekonomi-dan-manajemen-ipb-jln-lingkar-kampus-ipb-
dramaga-ipb.html .
Puspasari T., Y. Andriani dan H. Hamdani. 2015. Pemanfaatan Bungkil Kacang
Tanah dalam Pakan Ikan terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Nila (Orechromis
niloticus). Jurnal Perikanan Kelautan. Vol.6 (2) : 91 – 100. Diakses pada 09
April 2018. jurnal.unpad.ac.id/jpk/article/viewFile/8786/4011
Puspowardoyo, H. dan A. Djarijah. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Lele
DumboHemat Air. Kanisius. Yogyakarta.
Putri, D., W.D. Sayekti dan N. Rosanti. 2014. Analisis Pendapatan Dan Strategi
Pengembangan Budi daya Rumput Laut Di Pulau Pahawang Kecamatan
Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis. Vol.2 (1):
56 – 63. Diakses pada tanggal 20 November 2017.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/561/523
Rahim, A. dan D.R.D. Hastuti. 2008. Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
157
Rukmana, R. dan H. Yudirachman. 2017. Sukses Budi Daya Ikan Lele Secara
Intensif. Lily Publisher. Yogyakarta.
Sajogyo, T. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSB-
IPB. Bogor.
Santoso, L. dan H. Agusmansyah. 2011. Pengaruh Substitusi Tepung Kedelai
dengan Tepung Biji Karet pada Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan Ikan
Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Jurnal Berkala Perikanan
Terubuk. Vol.39 (2) : 41 – 50. Diakses pada tanggal 01 April 2018.
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JT/article/view/276
Sanusi, B. 2000. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta.
Sari D.K., D. Haryono dan N. Rosanti. 2014. Analisis Pendapatan Dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung Di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan. JIIA. JIIA Vol.01 (1) : 64-70. Diakses pada
26 April 2018. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view.
Sari, M.A., K. Muniarti dan W.D. Sayekti. 2016. Analisis Permintaan Ikan Lele
(Clarias sp) Oleh Pedagang Pecel Lele Di Kota Bandar Lampung. JIIA.
Diakses pada 30 Mei 2018.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1652/1478 .
Sawitri, P., E. Indriyani dan R. Agus. 2013. Manajemen Strategik. Ebook
Universitas Gunadarma. Jakarta. Halaman 29 – 31. ebook.gunadarma.ac.id
/s2-mm/manajemen-strategi/.
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press. Malang.
Siagian, S.P. 2005. Manajemen Strategik. Bumi Aksara. Jakarta.
Silaen, S dan Widiyono. 2013. Metodologi Penelitian Sosial Untuk Penulisan
Skripsi dan Tesis. In Media. Jakarta.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.
Solihin, I. 2012. Manajemen Strategik. Erlangga. Jakarta.
Sugiarto, T.H., T. Herlambang., Brastoro dkk. 2007. Ekonomi Mikro : Sebuah
Kajian Komprehensif. PT.Gramedia Pustaka Indonesia. Jakarta.
Supriyono, R.A. 2001. Akuntansi Biaya. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
KEP. 02/MEN/2007.
158
Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suripatty, M. P. 2011. Analisis Struktur Biaya Produksi dan Kontribusi
Pendapatan Komoditi Kakao (Theobroma Cacao L) di Desa Latu. Jurnal
Agroforestri. 6 (2): 135-141. Diakses pada tanggal 20 November 2017.
https://jurnalee.files.wordpress.com/2012/12/analisa-struktur-biaya-produksi-
dan-kontribusi-pendapatan-komoditi-kakao.pdf .
Susanti, S., D.A.H. Lestari dan E. Kasymir. 2017. Sistem Agribisnis Ikan Patin
(Pangasius Sp) Kelompok Budidaya Ikan Sekar Mina Di Kawasan
Minapolitan Patin Kecamatan Kota Gajah Lampung Tengah. JIIA. Vol.05 (2)
: 116 – 123. Diakses pada 25 April 2018.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1648/1474
Suyanto, S.R . 2008. Budi Daya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tiyanto, P. 2012. Strategi Manajemen dan Model Bisnis. Edukasi Mitra Grafika.
Palu.
Tjondronegoro, S.M.P. 1991. Dinamika Golongan Lemah Pedesaan Refleksi atas
Karya Tulis dan Pemikiran Prof. Dr. Sajogyo. Teks Pidato Pelepasan Purna
Bhakti Guru Besar IPB 1991. Bogor. Diakses pada 04 April 2018.
repository.ipb.ac.id/handle/123456789/30546
Utomo, N.B.P. dan S.M. Setiawati. 2013. Peran Tepung Ikan dari Berbagai Bahan
Baku Terhadap Pertumbuhan Lele Sangkuriang Clarias sp. Jurnal
Akuakultur Indonesia. Vol.02 (12) : 158 – 168. Diakses pada 09 April 2018.
jurnal.ipb.ac.id/index.php/jai/article/download/9371/PDF