Analisis Manajerial Kinerja Perusda

24
154 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) DI KALIMANTAN SELATAN UMI NARIMAWATI Jurusan Manajemen Universitas Komputer Indonesia HASBULLAH HASAN Jurusan Manajemen Universitas Komputer Indonesia The same as another regional company, South Kalimantan PDAM’s work perform- ance is still low. Since they still have low income, PDAM cannot provide sufficient contribution to the regional income. That is why studies related to work perform- ance improvement were considered important. From the early investigation, PDAM’s work performance has been affected by managerial factors. Based on the fact, it needs to understand the work performance of PDAM in South Kalimantan, what kind of managerial factors affecting the work performance, and how big the effect is, both simultaneously or partially. This research focuses on strategic man- agement and financial management, especially on managerial factors and their effects on the company’s performance. In solving those problems, the research was carried out on 10 PDAM in South Kalimantan. Strategic management, financial management, managerial factor, company per- formance PENDAHULUAN Pada era otonomi daerah, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ditempatkan pada posisi strategis baik pada perspektif politis, perspektif ekonomi maupun perspektif sosial. Dalam perspektif politis, dimana pen- dapatan daerah yang berasal dari bagian laba perusahaan daerah dapat memberikan indikasi yang sangat kuat atas keinginan pemerintah daerah dalam menggali potensi pendapatan dengan tidak membebani atau membuat masyarakat terbebani. Sebab gejala yang terjadi pada hampir semua pemerintah daerah yang melaksanakan otonomi daerah adalah dengan meningkatkan pendapatan melalui peningkatan tarif. Akibatnya otonomi daerah seharusnya menjadi berkah bagi masyarakat ternyata malah menjadi beban. Dalam perspektif ini peningkatan pendapatan daerah yang elegan adalah me- lalui BUMD. Dalam perspektif ekonomi, pemerintah daerah berupaya untuk memanfaatkan kekayaan daerah yang dipisahkan yang telah Alamat koespondensi pada Umi Narimawati, Jurusan Manajemen Universitas Komputer Indonesia, Jalan Dipati Ukur 114, Bandung 40132. Bidang Manajemen Majalah Ilmiah Unikom, Vol.4, hlm. 154—177

Transcript of Analisis Manajerial Kinerja Perusda

Page 1: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

154

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN DAERAH

AIR MINUM (PDAM) DI KALIMANTAN SELATAN

UMI NARIMAWATI Jurusan Manajemen

Universitas Komputer Indonesia

HASBULLAH HASAN Jurusan Manajemen

Universitas Komputer Indonesia

The same as another regional company, South Kalimantan PDAM’s work perform-ance is still low. Since they still have low income, PDAM cannot provide sufficient contribution to the regional income. That is why studies related to work perform-ance improvement were considered important. From the early investigation, PDAM’s work performance has been affected by managerial factors. Based on the fact, it needs to understand the work performance of PDAM in South Kalimantan, what kind of managerial factors affecting the work performance, and how big the effect is, both simultaneously or partially. This research focuses on strategic man-agement and financial management, especially on managerial factors and their effects on the company’s performance. In solving those problems, the research was carried out on 10 PDAM in South Kalimantan. Strategic management, financial management, managerial factor, company per-formance

PENDAHULUAN

Pada era otonomi daerah, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ditempatkan pada posisi strategis baik pada perspektif politis, perspektif ekonomi maupun perspektif sosial. Dalam perspektif politis, dimana pen-dapatan daerah yang berasal dari bagian laba perusahaan daerah dapat memberikan indikasi yang sangat kuat atas keinginan pemerintah daerah dalam menggali potensi pendapatan dengan tidak membebani atau membuat masyarakat terbebani. Sebab gejala

yang terjadi pada hampir semua pemerintah daerah yang melaksanakan otonomi daerah adalah dengan meningkatkan pendapatan melalui peningkatan tarif. Akibatnya otonomi daerah seharusnya menjadi berkah bagi masyarakat ternyata malah menjadi beban. Dalam perspektif ini peningkatan pendapatan daerah yang elegan adalah me-lalui BUMD. Dalam perspektif ekonomi, pemerintah daerah berupaya untuk memanfaatkan kekayaan daerah yang dipisahkan yang telah

Alamat koespondensi pada Umi Narimawati, Jurusan Manajemen Universitas Komputer Indonesia, Jalan Dipati Ukur 114, Bandung 40132.

Bidang Manajemen

Majalah Ilmiah Unikom, Vol.4, hlm. 154—177

Page 2: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

155

diserahkan kepada BUMD. Pengelolaan sumber daya ekonomi secara ekonomis yang ada pada BUMD dapat meningkatkan �added value� secara optimal. Dalam perspektif sosial, dimana apabila misi ekonomi dan politis tercapai seperti 2 (dua) perspektif di atas, maka BUMD dapat dijadi-kan akselerator pemberdayaan ekonomi rakyat. Di sini BUMD berfungsi atau mem-punyai misi untuk menciptakan kesempatan kerja di daearah. Pemerintah Daerah dalam mendirikan Peru-sahaan Daerah (PD) pada umumnya dilatar-belakangi oleh berbagai pertimbangan. Per-timbangan tersebut antara lain adalah seba-gai agen pembangunan, menciptakan lapan-gan kerja dan sebagai salah satu sumber pen-dapatan daerah. Tetapi dalam kenyataannya, perusahaan daerah yang ada di Indonesia umumnya menjadi beban bagi pemerintah daerah karena selalu mengalami kerugian yang ditandai oleh rendahnya kinerja perusa-haan daerah, termasuk di sini Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Selain itu pe-rusahaan daerah didirikan dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari monopoli, dalam rangka mengambil alih perusahaan asing. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Propinsi Kalimantan Selatan, terdiri dari sepuluh PDAM merupakan salah satu BUMD. Berdasarkan posisi strategis seperti yang tergambar dalam berbagai perspektif,

maka seharusnya PDAM sebagai BUMD tidak lagi hanya sebagi pelengkap bagi pe-merintah daerah yang selalu disubsidi dan diproteksi. Rendahnya kinerja Perusahaan Daerah telah sering diperbincangkan dan diperdebatkan oleh praktisi maupun kalangan akademis, yaitu mengenai bagaimana upaya mening-katkan kinerja Perusahaan Daerah agar dapat menjadi sumber pendapatan bagi Pemerintah Daerah. Namun sampai saat ini hasilnya belum signifikan. Penyebab rendahnya kon-tribusi perusahaan daerah terhadap APBD dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Rendahnya kinerja Perusahaan Daerah 2. Kurangnya kemandirian pihak mana-

jemen 3. Manajemennya kurang profesional 4. Kelebihan karyawan Permasalahan yang telah teridentifikasi seperti di atas juga dialami oleh Perusahaan Daerah di Propinsi Kalimantan Selatan yang dapat dilihat pada Tabel. 1. Berdasarkan Tabel 1. bahwa semua BUMD yang dijadikan sampel awal mengalami kerugian sehingga tidak mungkin bisa mem-berikan konstribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah karena kinerjanya sangat ren-dah. Padahal aset yang dimiliki oleh Perusa-haan Daerah tersebut cukup besar dan berpo-tensi untuk menghasilkan laba. Rendahnya kinerja Perusahaan Daerah ber-

Tabel 1 Bagian Laba BUMD yang Disetorkan Untuk APBD Tingkat I

Propinsi Kalimantan Selatan (dalam milyar)

No. Tahun PAD Bagian Laba BUMD Persentase

1 2 3 4

1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000

Rp. 239,44 Rp. 352,06 Rp. 456,58 Rp. 537,30

Rp. 2,45 Rp. 4,41 Rp. 3,57 Rp. 7,06

1,023 1,252 0,765 0,024

Sumber: Dispenda Propinsi Kalimantan Selatan, 2001

Page 3: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

156

dasarkan acuan dari Menteri Kuangan No-mor 740/KMK/D.0/1989 dan Surat Kepu-tusan Menteri Keuangan Nomor 826/KMK/013/1992 serta Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47/1999 ten-tang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah dapat dilihat dari berbagai aspek seperti pemasaran, operasi atau produksi, sumber daya manusia yang ada maupun keuangan. Berdasarkan berbagai hasil penelitian tadi telah teridentifikasi beberapa masalah dan yang berkaitan dengan masalah kinerja Perusahaan Daerah yang masih be-lum terpecahkan. Inilah yang mendorong Penulis untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan manajemen strate-gis. Digunakannya manajemen strategis ini, berdasarkan pertimbangan yaitu apabila kinerja perusahaan mengalami penurunan terus menerus dan mengancam pencapaian tujuan perusahaan maka diperlukan strategi (Anthony, Dearden, Bedford, 1991 : 109). Begitu juga pendapat Jauch dan Glueck (1996) yaitu apabila tujuan perusahaan tidak tercapai dan kesenjangan sangat lebar (rugi) maka diperlukan strategi juga sesuai dengan model manajemen strategis (Wheelen and Hunger, 2000:9).

Masalah ini penting untuk dipecahkan dalam menyongsong otonomi Daerah, sebab hakekatnya otonomi adalah �Auto Money�. Artinya keberhasilan dalam meningkatkan kinerja Perusahaan Daerah berpengaruh ter-hadap pendapatan daerah yang akhirnya akan sangat mendukung keberhasilan dalam melaksanakan Otonomi Daerah. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melaku-kan penelitian dengan judul �Pengaruh Faktor-Faktor Manajerial terhadap Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum di Propinsi Kalimantan Selatan� TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan uraian pada latar belakang ma-salah penelitian di atas, maka tujuan peneli-tian yang ingin dicapai dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui faktor-faktor manajerial apa

saja yang paling dominan mempengaruhi kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Propinsi Kalimantan Selatan.

2. Mengetahui tingkat kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Propinsi Kalimantan Selatan.

3. Mengetahui pengaruh faktor-faktor manajerial terhadap kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Propinsi Kalimantan Selatan, baik secara simultan maupun parsial.

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Perusahaan Daerah adalah Perusahaan yang dimiliki oleh Pemerintah daerah dan modal-nya berasal dari kekayaan daerah yang telah dipisahkan atau dari APBD yang disisihkan. Berdasarkan undang-undang Nomor 22 Ta-hun 1999 tenang Pemerintahan Daerah, pasal yang berkaitan dengan Perusahaan Daerah adalah pasal 84 yaitu �Daerah dapat memiliki badan usaha milik daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pembentukannya diatur dengan Peraturan Daerah�. Badan Usaha Milik Negara/Daerah di Indo-nesia selama ini disadari masih banyak kele-mahan, baik dalam pengelolaan manajemen maupun kinerja keuangan. Salah satunya disebabkan oleh fungsi sosial yang lebih dominan dibanding pemupukan keuntungan. Akibatnya terjadilah dualisme kepentingan dalam pengambilan keputusan manajemen. Untuk itu, dipandang perlu adanya program restrukturisasi perusahaan, baik dengan me-manfaatkan metode privatisasi, atau sebagai-mana yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 740/KMK.00/1989. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan batasan birokratis dalam perusahaan, sehingga dapat memacu kreativitasnya untuk mewujudkan efisiensi dan produktifitas secara optimal (Sedarmayanti, 1998).

Page 4: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

157

Perusahaan daerah di Indonesia didirikan dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja, memberikan pelayanan kepada masyarakat dan sebagai salah satu sumber penghasilan pemerintah daerah. Dalam mendirikan perusahaan daerah Grey-tak (dalam Devas et al, 1989) mengete-ngahkan tiga syarat yaitu : 1. Barang dan jasa yang dihasilkan harus

laku dijual. 2. Hasil penjualan harus dapat menutupi

biaya yang dikeluarkan. 3. Karyawan perusahaan harus kompeten

dan profesional bukan Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan.

Terdapat beberapa kemungkinan penyebab rendahnya kinerja perusahaan daerah (Devas, 1989), yaitu : 1. Barang dan jasa yang dihasilkan tidak

cocok untuk dikelola sebagai perusahaan karena tidak memenuhi salah satu syarat di atas.

2. Potensi pasarnya terlalu kecil sehingga swasta tidak mau menyediakan barang/jasa tersebut bila ini dilakukan oleh perusahaan daerah sudah pasti rugi

3. Manajemen tidak dikelola secara profe-sional.

4. Kesenjangan antara tujuan mencari laba dengan memberikan pelayanan dengan biaya serendah-rendahnya.

5. Adanya campur tangan birokrasi dan politik terhadap perusahaan daerah

Sedangkan Davey (1988) melihat rendahnya kinerja BUMD disebabkan 1. Pendidikan dan latihan yang diberikan

kepada karyawan lebih banyak berorien-tasi pada bagaimana memberikan pelaya-nan dan tidak dikaitkan pada upaya men-cari laba.

2. Rendahnya produktifitas. 3. Penyesuaian harga jual sering terlambat. 4. Lemahnya upaya menagih piutang. 5. Jumlah karyawan yang ada melebihi ke-

butuhan. 6. Mitra kerja yang tidak kompeten dan

tidak profesional. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Perusahaan Daerah seperti di atas baik dise-babkan oleh kekeliruan pada saat awal pendirian maupun pada saat pengelolaan perusahaan. Analisis terhadap kinerja terse-but dilakukan dengan menggunakan pendekatan ilmu manajemen yang memfo-kuskan pada manajemen strategis. Manajemen strategis menurut Wheelen dan Hunger (2000:3) �strategik management is that set of managerial decisions and actions that determines the long run performance of a corporation". Berdasarkan definisi tersebut bahwa manajemen strategis adalah kumpu-lan keputusan manajemen dan tindakan strategis yang menentukan kinerja dan bersi-fat jangka panjang. Keputusan dan tindakan strategis tersebut menurut Jauch dan Gluech (1996) adalah "keputusan yang mencakup ruang lingkup bisnis, produk dan pasar yang akan dilayani, fungsi yang harus dilaksana-kan dan kebijakan yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan tersebut�. Unsur-unsur yang ada dalam manajemen strategis menurut Wheelen dan Hunger (2000:8) "Strategic management consist of four basic element :environmental scaning, strategy formulation, strategy implementa-tion, evaluation and control", bahwa unsur-unsur dasar manajemen strategis terdiri dari: 1. Environmental Scanning 2. Strategy Formulation 3. Strategy Implementation 4. Evaluation and Control Proses manajemen strategis dimulai dengan melakukan analisis lingkungan. Menurut Wheelen dan Hunger (2000:10-11) ada dua variabel pokok yang terdapat dalam lingkun-gan yaitu lingkungan masyarakat atau sosial dan lingkungan tugas. Dalam lingkungan masyarakat tersebut ditelaah peluang dan tantangan. Begitu pula pada lingkungan tu-gas. Sedangkan pada lingkungan internal dikaji kekuatan dan kelemahan. Proses pada

Page 5: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

158

analisis lingkungan ini menghasilkan misi setelah mempertimbangkan kekuatan perusa-haan dengan tantangan lingkungan dan sete-lah itu baru disusun perumusan strategi.

Penyusunan strategis perusahaan dilihat dari tingkatannya menurut Wheelen dan Hunger (2000:12) "The typical bussiness Firm usu-aly considers three of strategy : Corporate, Bussiness and Functional". Menurut Wheelen dan Hunger bahwa tingkatan strategi perusahaan ada tiga yaitu : 1. Strategi korporasi 2. Strategi bisnis 3. Strategi fungsional Strategi korporasi menjalankan pola kepu-tusan mengenai jenis usaha yang dijalankan, arus sumber keuangan dan sumber daya lain-nya yang keluar dan masuk ke divisi-divisi, hubungan perusahaan dengan kelompok kunci dan cara perusahaan meningkatkan return on investement atas investasi. Strate-gis korporasi ini dapat berupa stabilitas, per-tumbuhan atau penciutan. Strategi bisnis biasanya muncul pada tingkat divisi dan dititikberatkan pada peningkatan posisi bersaing dari produk perusahaan dalam industri atau pangsa pasar tertentu. Divisi dapat diorganisasikan sebagai unit usaha strategis. Manajemen puncak biasanya memberlakukan unit bisnis strategis sebagai unit yang semi otonom yang berwenang me-netapkan strateginya sendiri namun masih dalam tujuan dan strategi korporasi. strategi bisnis unit harus mengintegrasikan berbagai kegiatan fungsional agar tujuan divisi terca-pai. Strategi fungsional adalah memaksimalkan produktifitas sumber daya yang dimiliki. Dalam batas-batas strategi korporasi dan strategi bisnis departemen fungsional me-nentukan strateginya yang mengintegrasikan berbagai kegiatan dan kompetensi untuk meningkatkan kinerja (pemasaran, produksi, personalia, keuangan, penelitian dan pengembangan). Setelah strategi dirumuskan

maka langkah selanjutnya adalah implemen-tasi strategi yaitu proses untuk melaksanakan rencana dalam kegiatan nyata dalam mengusahakan sedapat mungkin agar strategi yang diinginkan dapat direalisasikan. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah menyusun program, anggaran dan prosedur. Langkah selanjutnya adalah pengendalian dan evaluasi yaitu proses membandingkan antara strategi yang diinginkan dengan strategi yang dilaksanakan dengan cara mengukur kinerja perusahaan dan apabila terdapat perbedaan dilakukan tindakan yang diarahkan agar strategi dilaksanakan sesuai dengan yang diinginkan. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusa-haan daerah, termasuk di dalamnya adalah PDAM adalah : 1. Intervensi Birokrasi dan Politis 2. Otonomi Manajemen 3. Profesionalisme Manajemen 4. Mekanisme pengambilan Keputusan 5. Pemanfaatan Aset 6. Mitra Kerja 7. Karyawan 8. Efisiensi 9. Mekanisme Pengawasan dan Pengenda-

lian 10. Budaya Perusahaan Campur tangan Pemerintah daerah dan De-wan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam peru-sahaan daerah mulai dilakukan pada saat disusunnya peraturan daerah tentang perusa-haan daerah. Setelah ditetapkannya pera-turan daerah tersebut, maka pada tahap pemilihan Badan Pengawas dan Dewan Di-reksi, campur tangan pemerintah daerah dila-kukan secara langsung. Sedangkan campur tangan DPRD dilakukan secara tidak lang-sung, yaitu dengan menentukan sikap setuju atau tidak setuju terhadap usulan yang diaju-kan oleh Pemerintah Daerah. Kemudian campur tangan Pemerintah Dearah dilakukan lagi pada saat disusunnya rencana kerja dan Anggaran Perusahaan Daerah (RKAPD), dimana RKAPD tersebut harus mendapat

Page 6: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

159

persetujuan dari Dewan Pengawas (Kepala Daerah, beberapa Kepala Dinas dan pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Dearah). Otonomi Manajemen atau kemandirian pi-hak manajemen dalam melaksanakan pera-turan daerah, keputusan Kepala daerah dan RKAPD dapat dilihat dari tingkat kemandir-ian dalam pengambilan keputusan oleh pihak direksi. Disamping itu kewenangan yang dilakukan pada dewan direksi apakah sangat luas dan jelas atau ambivalen. Profesional-sime manajemen tergambar pada kemam-puan atau kompetensi dewan direksi yang ditunjuk. Latar belakang pendidikan, pelatihan dan pengalaman para anggota de-wan direksi apakah sudah sesuai dengan organisasi Perusahaan Daerah. Disamping itu, reputasi dewan direksi dalam dunia bis-nis juga merupakan indikator profesional-isme. Mekanisme pengambilan keputusan dalam Perusahaan daerah tergambar pada besar dan kecilnya serta luas dan sempitnya kewe-nangan yang diberikan pada dewan direksi. Proses pengambilan keputusan yang panjang dan berbelit-belit seperti dalam dunia bi-rokrasi kadang-kadang terbawa pada Perusa-haan Daerah. Pemanfaatan aset Perusahaan

Dearah umumnya masih belum optimal. Cukup banyak tanah, bangunan dan pera-latan-peralatan lainnya sebagai kekayaan daerah yang dipisahkan tidak produktif dalam penggunaannya. Kadang-kadang ka-pasitas produksi banyak yang tidak terpakai. Mitra kerja baik sebagai pemasok, rekanan, dan sebagai pelanggan Perusahaan Daerah umumnya lebih banyak merugikan Perusa-haan Daearah. Keberadaan mitra kerja ini umumnya muncul karena KKN, dimana cara kerja mereka tidak profesional. Jumlah kar-yawan dan kualifikasinya banyak yang mele-bihi kebutuhan, sehingga biaya tenaga kerja membengkak sedangkan tingkat produkti-fitas menurun. Kondisi ini disebabkan oleh pengangkatan karyawan dilakukan bukan karena kebutuhan, tetapi banyaknya titipan. Efisiensi Perusahaan daerah sangat rendah. Hal ini disebabkan tidak ada standar biaya yang baku baik pada biaya produksi, biaya pemasaran maupun pada biaya umum. Pen-gawasan pada Perushaan Daerah secara tek-nis dilakukan oleh badan pengawas dan se-cara politis oleh DPRD. Karena umumnya badan pengawas adalah pejabat Pemerintah Daerah yang memiliki tugas pokok sehingga waktu yang diperuntukkan di Perusahaan

FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL Intervensi Birokrasi dan Politis (X1)

Otonomi Manajemen (X2)

Profesionalismen Manajemen (X3)

Mekanisme pengambilan Keputusan (X4)

Pemanfaatan Aset (X5)

Mitra Kerja (X6)

Karyawan (X7)

Efisiensi (X8)

Mekanisme Pengawasan dan Pengendalian (X9)

Budaya Perusahaan (X10)

LABA SETELAH PAJAK (Y1)

TINGKAT KEBO-CORAN AIR (Y2)

KINERJA

Gambar 1 Hubungan Faktor manajerial dan Kinerja

Page 7: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

160

daerah sangat sempit. Budaya Perusahaan daerah belum terbentuk sebagai organisasi yang berorientasi pada profit. Perusahaan daerah misinya lebih banyak memberikan lapangan kerja, memberikan pelayanan den-gan biaya serendah-rendahnya. Keberanian untuk melakukan perubahan-perubahan dan mengambil resiko sangat rendah. Perusahaan daerah memiliki budaya yang lebih memen-tingkan rasa aman. Lebih jelasnya kerangka pemikiran tersebut dapat dituangkan dalam sebuah paradigma penelitian yang disajikan pada Gambar 1. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran di atas, dan untuk menjawab identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: �Faktor-faktor manajerial baik secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap kinerja Perusa-haan Daerah Air Minum (PDAM) di Pro-pinsi Kalimantan Selatan.� TINJAUAN PUSTAKA Pemerintahan Daerah dan Perusahaan Daerah Ada beberapa tujuan dibentuknya pemerin-tahan daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) yaitu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pemerintahan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyara-kat daerah. Dalam mencapai tujuan tersebut, langkah pertama adalah dibentuknya institusi yang mewakili dan menampung aspirasi masyarakat dan berupaya untuk menyalur-kannya secara proporsional dan profesional. Kemudian langkah kedua dibentuknya insti-tusi yang akan melaksanakan apa yang di-inginkan dan dibutuhkan oleh masyarakat daerah. Institusi-institusi tersebut menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1995 ten-tang pemerintahan daerah, terdiri dari badan legislatif daerah dan badan eksekutif daerah

(pasal 14 ayat 1). Badan legislatif daarah memiliki alat keleng-kapan yang terdiri dari unsur pimpinan, ko-misi-komisi, dan panitia-panitia (pasal 17 ayat 2). Sedangkan badan eksekutif daerah terdiri dari kepala daerah dibantu oleh wakil kepala daerah dan perangkat daerah (sekretariat daerah, dinas daerah, lembaga teknis daerah dan perangkat daerah kewilayahan untuk kabupaten atau kota. Pemerintah daerah dalam mendirikan peru-sahaan daerah umumnya dilatarbelakangi oleh beberapa misi yaitu untuk menampung kelebihan anggaran, untuk memupuk penda-patan, memperluas lapangan kerja, hasil dari pengambilalihan perusahaan milik swasta pada era awal kemerdekaan sebagai hibah dari pemerintah pusat. Manajemen Keuangan Daerah Keuangan daerah adalah bagian dari ke-uangan negara. Ilmu keuangan negara meru-pakan bagian dari ilmu ekonomi khususnya ilmu ekonomi makro, dimana menggunakan model Y = C + I + G + (X-Im). Berdasarkan model tersebut keuangan negara masuk dalam simbol G atau government. Secara terminologi ilmu keuangan negara adalah ilmu yang mempelajari dan menelaah, meng-kaji aktifitas pemerintah dalam bidang eko-nomi keuangan yaitu berkaitan dengan pe-nerimaan dan pengeluaran beserta penga-ruhnya terhadap perekonomian negara. Pengaruh tersebut terutama pada partum-buhan stabilitas dan pemerataan ekonomi dalam suatu negara. Keuangan adalah segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang baik berupa uang, barang, jasa dan uang itu sendiri dan segala sesuatu yang dapat menjadi kekayaan (Departemen Keuangan, 1991). Keuangan negara adalah segala hak dan kewajiban ne-gara yang berkaitan dengan keuangan yang tergambar dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kekayaan negara yang

Page 8: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

161

dipisahkan, yang ada pada badan usaha milik negara. Apabila dihubungkan dengan mana-jemen keuangan dalam konsep ekonomi, dimana definisinya adalah proses perenca-naan, pelaksanaan pengawasan dan pengen-dalian keuangan dengan tujuan utama untuk meningkatkan value perusahaan atau or-ganisasi. Peningkatan nilai tersebut dilaku-kan dengan merumuskan dan menetapkan kebijakan investasi, kebijakan sumber pem-biayaan dan kebijakan laba ditahan (Weston & Copeland, 1999). Peranan Strategis Perusahaan Daerah Salah satu sumber pendapatan daerah adalah perusahaan daerah (pasal 79 Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang pe-merintahan daerah). Keberadaan perusahaan daerah sebagaimana pasal 84 �daerah dapat memiliki badan usaha milik daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang no-mor 5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah. Menurut undang-undang tentang perusahaan daerah tersebut. Perusahaan daerah adalah perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dan modalnya berasal dari kekayaan daerah yang telah dipisahkan dari pembentukannya berdasarkan peraturan daerah. Berdasarkan data terakhir dari Departemen Dalam Negeri (2002) bahwa di seluruh Indonesia ada sebanyak 1174 buah perusa-haan daerah, dari jumlah tersebut sebanyak 294 buah adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Kontribusi perusahaan-perusahaan daerah tersebut untuk kabupaten dan kota di seluruh Indonesia tahun 1998 sebesar 2,48%, tahun 1995 sebesar 2,65% dan tahun 2000 sebesar 2,68%. Jadi kalau dirata-rata kontribusi perusahaan daerah sebesar 2,60% dari total pendapatan daerah dalam APBD. Kecilnya kontribusi perusahaan daerah membuka peluang dan tantangan dimasa

depan. Begitu pula pada PDAM , air mi-num sebagai hasil produksi PDAM meru-pakan komoditi yang dibutuhkan oleh masyarakat secara mutlak untuk menjalani kelangsungan hidupnya. Pengelolaan dan penyediaan air bersih dan air minum ini sebagai suatu entitas bisnis cukup banyak diminati oleh investor swasta. Hal ini apabila disinergikan dengan PDAM yang sudah ada dapat merupakan potensi mitra usaha bisnis bagi PDAM. Disamping itu pengelolaan air bersih dan air minum bagi masyarakat ba-nyak sangat didukung oleh lembaga ke-uangan internasional. Paradigma “Market Base” Berdasarkan posisi strategis BUMD seperti apa yang diungkapkan Topan Satir maka pemerintah daerah harus merubah paradigma lama dalam manajemen pemerintahan daerah yang lebih mengandalkan sumber daya alam dan peraturan daerah (Resources Base) ke paradigma baru yaitu �Market Base�. Dalam paradigma baru tersebut menurut Sucherly (2001) pemerintah daerah harus sudah merubah dari mengandalkan sumber daya alam dan peraturan daerah kepada kekayaan daerah dan sumber daya manusia aparatur daerah. Dalam Resources Base dimana pemerintah daerah melakukan ek-ploitasi sumber daya alam yang ada di daerah melalui pembuatan peraturan daerah. Sedangkan pada Market Base mengandalkan kekayaan daerah dan aparatur daerah sebagai modal dasar. Konsep �Market Base� diterapkan terlebih dahulu pada BUMD sebagai uji coba sebe-lum diimplementasikan pada pemerintah daerah. Manajemen Strategis Manajemen strategis adalah sejumlah kepu-tusan dan tindakan yang mengarah pada suatu strategi atau sejumlah strategi yang efektif untuk membantu pencapaian tujuan dan sarana organisasi (Glueck & Jauch,

Page 9: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

162

demi sedikit persediaan barang meningkat dan perisahaan harus secara cepat menyikapi pengaruh ekonomi makro ini dengan mengu-rangi kapasitas produksi. Kekuatan-kekuatan diatas bersifat umum namun berpengaruh pada keputusan manajemen. Faktor-faktor Manajerial yang Mem-pengaruhi Kinerja Perusahaan Daerah Berdasarkan laporan Departemen Dalam Negeri pada Direktorat Pembangunan Daerah (2001) bahwa rata-rata kontribusi Badan Usaha Milik Daerah terhadap total pendapatan dalam APBD kabupaten dan kota hanya sebesar 2,60%. Rendahnya kontribusi tersebut karena bagian laba yang diserahkan kepada pemerintah daerah kecil sekali, dan pada umumnya selalu mengalami kerugian terutama Perusahaan Daerah air minum. Berdasarkan hasil penelitian Devas (1989) ada lima penyebab rendahnya kinerja perusahaan daerah yaitu barang dan jasa yang dihasilkan tidak cocok dikelola secara bisnis, pangsa pasar perusahaan terlalu kecil, pihak manajemen yang tidak profesional, kontradiksi dalam misi perusahaan dan intervensi birokrasi yang terlalu kuat terha-dap pihak manajemen. Sedangkan Davey (1988) mengemukakan rendahnya kinerja perusahaan daerah dise-babkan oleh pendidikan dan pelatihan terha-dap karyawan lebih bersifat birokratis, ren-dahnya tingkat produktifitas karyawan, penetapan harga jual dibawah biaya pro-duksi, lemahnya penagihan piutang, kele-bihan karyawan dan mitra kerja yang tidak profesional. Kemudian menurut A.B. Susanto dalam lo-kakarya Strategi peningkatan BUMD yang dilaksanakan oleh Asosiasi Manajer Indone-sia komisariat Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan april 2001 menginventarisir be-berapa penyakit BUMD yaitu inefisiensi, portofolio yang kurang tepat, pemaanfaatan asset yang tidak optimal, kurang memper-hatikan kepuasan pelanggan dan reputasi

1996). Sedangkan Wheeler Hunger (2000) mendefinisikan manajemen strategis sebagai kumpulan keputusan dan tindakan-tindakan manajerial yang menentukan kinerja or-ganisasi dan bersifat jangka panjang. Kepu-tusan dan tindakan-tindakan strategis terse-but meliputi ruang lingkup bisnis, produk danpasar yang akan dilayani, fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan dan kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk melaksana-kan keputusan strategis tersebut. Menurut Wheeler dan Hunger (2000) ada empat komponen dalam manajemen strategis yaitu Penelaahan lingkungan strategis, For-mulasi stategis, Implementasi strategis, Evaluasi dan Pengendalian strategis. Menurut Wheeler dan Hunger (2000) �Proses manajemen strategis dimulai dari penelaahan lingkungan strategis dan pada lingkungan tersebut terdapat dua lingkungan yaitu lingkungan masyarakat dan lingkungan tugas yang merupakan faktor eksternal apa-bila dihubungkan dengan organisasi atau perusahaan�. Pada lingkungan strategis ter-dapat kekuatan-kekuatan sosial budaya, politik dan hukum, teknologi an kekuatan ekonomi. Kekuatan-kekuatan yang ada dalam lingkungan masyarakat ini tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan dalam jangka pendek dan bahkan kekuatan tersebut dapat mempengaruhi perubahan sosial budaya masyarakat yang tercermin dalam perubahan sosial seperti status sosial yang terlihat wu-judnya dalam gaya hidup. Kekuatan politik dan hukum yang tercermin dalam kebijakan politik dengan peraturan perundang-undangan yang membatasi ruang gerak peru-sahaan. Kekuatan teknologi tercermin pada perkembangan teknologi dimana teknologi lama menjadi kuno dan tidak produktif apa-bila telah ditemukan teknologi baru dan modern. Begitu seterusnya sehingga perusa-haan yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi akan ter-gilas oleh perubahan. kekuatan ekonomi yang tercermin pada perkembangan ekonomi makro. Pada konjungtur ekonomi sedikit

Page 10: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

163

Badan Pengawas dijabat oleh Kepala Daerah sebagai pemilik modal dan anggotanya dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah. Anggota Badan Pengawas tersebut minimal 3 orang dan maksimal 5 orang dan biasanya adalah pejabat yang berada di sekitar Kepala Daerah yang meli-puti berbagai instansi yang multidimensi. Dengan banyaknya organisasi Pemerintah Daerah yang ikut membina dan mengawasi Perusahaan Daerah melalui institusi Badan Pengawas berakibat negatif terhadap kinerja Perusahaan Daerah. Sehingga tingkat keter-gantungan Perusahaan Daerah terhadap pe-tunjuk, subsidi dan fasilitas lainnya dari Pe-merintah Daerah semakin kuat. Kinerja yang rendah tersebut mendorong Pemerintah Daerah melalui Badan Pengawas melakukan intervensi ke pihak manajemen Direksi Perusahaan Daerah menjadi terikat, patuh dan tumbuh terhadap birokrasi dan politisi daripada tumbuh pada prinsip bisnis (LAM-RI, 2001). Otonomi Manajemen Perusahaan Daerah Otonomi manajemen tersebut dapat dilihat pada tingkat kemandirian Direksi dalam pengambilan keputusan strategis sebagai-mana dikatakan bahwa dampak dari kuatnya intervensi birokrasi dan DPRD adalah kurang intensifnya dan keberanian Direksi dalam pengambilan keputusan yang bersifat kebijakan, sedangkan yang bersifat opera-sional yang sekalipun mungkin kewe-nangannya tersebut ada pada direksi juga dimasuki oleh birokrasi dan DPRD. Padahal kewenangan tersebut cukup luas dan jelas., tetapi karena tingkat ketergantungan yang tinggi maka keberanian dalam pengambilan keputusan yang operasional tetap selalu minta petunjuk. Otonomi manajemen ini dapat dilihat pada tingkat kemandirian pihak manjemen dalam pengambilan keputusan, besarnya dan kejelasan kewenanagan yang diberikan.

bisnis yang jelek. Intervensi Birokrasi dan Politis Campur tangan birokrasi dan politisi terha-dap pihak manajemen Perusahaan Daerah tidak terlepas dari kepemilikan dalam Peru-sahaan Daerah dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Berkaitan dengan intervensi birokrasi dan politis, Prabowo Soenirman (2003) menyata-kan bahwa BUMD sebagai salah satu badan usaha, selama ini masih terpaku pada satu sektor saja. Dalam melakukan pengem-bangan usaha masih banyak intervensi dari pemerintah, hal ini yang menghambat dalam melakukan ekspansi usaha. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, modal Perusahaan Daerah berasal dari kekayaan daerah yang telah dipisahkan dan berdasar-kan Undang-Undang no 22 Tahun 1995 ten-tang Pemerintahan Daerah, bahwa pemben-tukannya diatur melalui Peraturan Daerah. Berdasarkan landasan formal tersebut maka pemilik Perusahaan Daerah adalah Pemerin-tah Daerah dan pembentukannya serta pengaturan tentang pengelolaannya dilaku-kan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebab Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari DPRD sehingga pengelolaan Perusahaan Daerah dalam prakteknya bersifat birokratis dimana kebijakan pengembangannya sangat ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai pemilik modal. Akibatnya kuatnya intervensi birokrasi dan DPRD tidak terhindarkan. Be-gitu juga keputusan berada di Badan Penga-was Perusahaan Daerah yang tugas pokok dan fungsinya sama dengan Dewan Ko-misaris pada Perseroan Terbatas. Berdasarkan Undang-Undang diatas bahwa Badan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah dengan terlebih dahulu mendapat pertimbangan DPRD. Ketua

Page 11: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

164

menjadi lambat dan kehilangan kesem-patan/peluang bisnis. (Prabowo Soenirman, 2003). Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pro-duk yang diberikan Perusahaan Daerah su-dah sangat jauh sekali dengan apa yang mereka terima. Begitu pula tuntutan Stake-holders Perusahaan Daerah dengan menem-pati posisi strategis di era otonomi sekarang sudah sangat besar sekali gaungnya. Tun-tutan-tuntutan tersebut mengharuskan Peru-sahaan Daerah untuk memperpendek dan mempercepat mekanisme pengambilan keputusan agar tidak digilas oleh semakin ketatnya persaingan bisnis di era liberalisasi perdagangan dan investasi sekarang ini. Pemanfaatan Aset Perusahaan Daerah Aset Perusahaan Daerah umumnya berasal dari kekayaan daerah yang telah dipisahkan atau bisa pula yang berasala dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Propinsi bagi Perusa-haan Daerah Kabupaten dan Kotamadya. Dalam perkembangannya cukup banyak aset yang dimiliki Perusahaan Daerah belum dimanfaatkan karena tidak tersedianya dana opertasional untuk memanfaatkan aset terse-but. Tetapi kebanyakan yang dialami oleh Perusahaan Daerah adalah pembangunan sarana dan prasarana produksi tetapi oleh kreditor tidak dituntaskan pembangunannya sehingga tidak dapat dimanfaatkan karena belum selesai. Padahal akad kredit sudah dimulai dengan bunga pinjaman sudah harus diperhitungkan. Kondisi ini hampir dialami oleh semua Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia. Mitra Kerja Perusahaan Daerah Mitra kerja Perusahaan Daerah ini bisa seba-gai rekanan, pemasok material maupun seba-gai mitra kerja sama operasi. Sebagai rekanan dalam pembangunan suatu instalasi umumnya dilaksanakan oleh rekanan yang keahlian utmanaya bukan pada bidang yang dikerjakannya di Perusahaan Daerah se-

Profesionalisme Pihak Manajemen Profesionalisme manajemen dapat dilihat dari kinerja Direksi dalam memimpin Peru-sahaan. Hal ini dapat dilihat dari gaya mana-jemen para Direksi dalam menjalankan peru-sahaan yang tergambar pada latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja serta repu-tasi bisnis. Semua itu dapat dilihat dari kom-petensi direksi dengan dunia usaha. Dalam menjalankan bisnis, suatu BUMD sagat memerlukan sumber daya yang profe-sional. Tetapi kenyataannya masih banyak BUMD yang sebagian pengawainya masih mantan birokrat. Hal ini sangat mempenga-ruhi kinerja BUMD tersebut. (Prabowo Soe-nirman (2003). Oleh sebab itu agar BUMD menjadi sebuah bisnis yang mampu bersaing dan menghasilkan keunggulan, baik berupa comparative advance maupun competitor advance. Kompetensi terhadap kriteria pemimpin menjadi bagian yang perlu diper-hatikan, sehingga BUMD tetap eksis dan dapat bersaing di era globalisasi. Tjahya Supriatna (2002) disebut orang yang menjalankan BUMD dengan menganut �Bisnis Birokrasi� karena Direksi dan mayo-ritas karyawan pada saat awal pembentukan BUMD mayoritas Pegawai Negeri Sipil Pe-merintah Daerah. Akibatnya dalam banyak kasus pihak manajemen Perusahaan Daerah kurang profesional untuk merubah pola bi-rokrasi yang ada dalam Perusahaan Daerah, menurut Sadu Wasistiono (2002) perlu waktu minimal 10 tahun untuk merubahnya. Mekanisme Pengambilan Keputusan dalam Perusahaan Daerah Beradasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT), kinerja BUMD harus sudah menjadi Perse-roan Terbatas, tetapi kenyataannya dalam praktek sehari-hari pengelolaan BUMD ma-sih merupakan lembaga birokrasi. Hal ini akan mengakibatkan terjadi perpanjangan alur dalam mengambil keputusan sehingga

Page 12: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

165

fisiensi terjadi karena tidak adanya rencana produksi yang jelas, tidak ada standar input maupun standar output. Pengawasan dan Pengendalian Pada Perusahaan Daerah Dasar dari pengawasan dan pengendalian pada perusahaan daerah pertama adalah Peraturan Daerah yang mengatur dan me-netapkan tentang pembentukan Perusahaan Daerah. Peraturan Daerah ini bersumber dan mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan Peraturan lainnya yang berkaitan dengan Perusahaan Daerah, Rencana Strategis Peru-sahaan, Rencana Kerja dan Anggaran Peru-sahaan. Gerak usaha BUMD sangat terbatas dan masih banyak intervensi dari pemerintah. Sebagai contoh BUMD selalu dihadapkan dengan pemeriksaan seperti BPKP dan BPK yang rutin setiap 3 atau 5 bulan sekali dan inspektorat (sekarang Bawasda) yang rutin setiap akhir tahun. Hal ini yang menyebab-kan banyak waktu yang tersita untuk me-layani tim pemeriksaan tersebut, sehingga banyak pekerjaan yang tidak selesai tepat waktu. (Soenirman, 2003). Kelembagaan yang melakukan pengawasan secara eksternal terhadap Perusahaan Daerah adalah DPRD dan Badan Pengawas Daerah. Sedangkan secara internal adalah Badan Pengawas, Dewan Direksi dan Satuan Pengawasan Internal. Pengawasan oleh Badan Pengawas Perusa-haan Daerah lebih ditekankan pada penga-was strategis melalui evaluasi terhadap Ren-cana Strategis Perusahaan. Apakah strategi yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan dan memberikan efek terhadap pencapaian misi Perusahaan Daerah. Sedangkan penga-was yang dilakukan oleh Direksi dan Satuan Pengawas Internal lebih difokuskan pada strategi bisnis dan strategi fungsional me-lalui pengawasan langsung maupun tidak

hingga kualitas pekerja tidak sesuai dengan standar. Sebagai pemasok bahan dan material umum-nya menetapkan harga diatas harga pasar. Hal ini tidak bisa dihindari karena Perusa-haan Daerah belum mampu membeli secara tunai sehingga harganya termasuk tingkat bunga kredit. Sebagai mitra usaha dimana Perusahaan Daerah ditempatkan pada Sleeping Partner, aset daerah digunakan dengan batas waktu yang tidak ditentukan secara jelas dan Peru-sahaan Daerah memperoleh fee yang sangat tidak layak apabila dibandingkan dengan aset yang digunakan oleh mitra usaha tadi. Karyawan Perusahaan Daerah Pada umunya Perusahaan Daerah memiliki jumlah karyawan yang cukup besar apabila dibandingkan dengan kebutuhan riil. Hal ini terjadi karena praktik pengelolaan Perusa-haan Daerah bersifat birokratis. Cukup ba-nyak titipan karyawan yang dimasukkan ke Perusahaan Daerah baik di birokrasi maupun politisi DPRD. Disamping itu pada setiap pergantian keanggotaan Badan Pengawas dan Direksi dimana masing-masing pihak selalu memasukkan pegawai baru tanpa melihat apakah masih diperlukan oleh Peru-sahaan Daerah baik dalam jumlah maupun kualifikasi. Hal ini gampang terjadi karena kewenangan mengangkat karyawan baru ada pada Direksi. Tingkat Efisien pada Perusahaan Daerah Efisiensi dan perusahaan daerah berkaitan dengan biaya produksi atau input untuk menghasilkan barang dan jasa atau output. Tingkat efisiensi dapat dilihat pada perband-ingan terbaik antara input dengan output. Operasionalisasi dapat diukur dari target input dibandingkan dengan realisasi input. Dengan jumlah dan kualitas output yang telah ditetapkan sejauhmana realisasi input berada sama atau di bawah target input. Ine-

Page 13: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

166

ligus memperoleh keuntungan; kedua Peru-sahaan Daerah yang misinya hanya untuk memberikan pelayanan publik; ketiga Peru-sahaan Daerah yang misinya untuk mem-peroleh keuntungan sebagaimana Perusa-haan Swasta biasa. Dengan mengacu pada kebijakan pemerin-tah pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Departemen Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Direktur Bina Usaha Daerah, merumuskan strategi peningkatan kinerja Perusahaan Daerah yaitu restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi. Kinerja Perusahaan Menurut Gary Siegel dan Helene Ra-manauskas-Marconi dalam bukunya Behav-ior Accounting, menyebutkan bahwa kinerja dipergunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai efekti-fitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sa-saran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Stooner dan Freeman (1992) mendefinisikan kinerja, baik organizational performance maupun managerial perform-ance sebagai berikut : Organizational performance is the meas-ure of how well organization do their jobs. Managerial performance is the measure of how efficient and effective a manager is, how well she or he determine and achieves ap-propriate objectives. Komponen organisasi yang terdiri dari indi-vidu, kelompok dan organisasi tentunya mempunyai kepentingan masing-masing. Kepentingan ketiga komponen ini sering-kali bertentangan dan rawan terhadap kon-flik. Konflik akan sangat merugikan or-ganisasi dalam mencapai hasil yang di-inginkan. Konflik yang tidak teratasi akan menimbulkan konfrontasi, perkelahian dan

langsung setiap hari. Lembaga-lembaga yang melakukan penga-wasan terhadap Perusahaan Daerah tadi baik secara parsial maupun secara keseluruhan belum dapat memberikan dampak yang sig-nifikan terhadap kinerja Perusahaan Daerah. Hal ini disebabkan masing-masing orang yang ada pada lembaga pengawas tadi memiliki kepentingan dan persepsi yang berbeda. Sehingga dengan banyaknya or-ganisasi pengawasan tadi menurut LAN RI (2002) mengakibatkan timbulnya sikap opurtinistik yang ada pada Perusahaan Daerah maka pengawasan dan pengendalian yang dilakukan menjadi tidak lebih efektif. Budaya Perusahaan Daerah Menurut Prabowo Soenirman (2003) selama ini belum ada peraturan perudang-undangan yang khusus memisahkan antara birokrasi pemerintah dan pengelola manajemen BUMD sehingga pengelolaan BUMD dalam prakteknya mirip dengan pengelolaan bi-rokrasi. Akibatnya BUMD kurang memiliki kreati-fitas dan inovasi dalam mengemban misinya. Status quo semacam ini masih terbawa sam-pai sekarang dimana BUMD pada umumnya kurang menyenangi adanya perubahan, lebih mementingkan rasa aman sebagai sifat dasar opurtunistik dan tentu saja tidak berani mengambil resiko walaupun kecil. Nilai dan keyakinan yang seperti di atas tercermin pada perilaku individu yang ada pada BUMD dimana menurut Departemen Dalam Negeri (2002) budaya birokrasi pada Perusa-haan Daerah lebih dominan daripada budaya bisnis. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan Daerah Menurut kenyataan empiris ada tiga kategori Perusahaan Daerah dilihat dari misinya yaitu pertama, Perusahaan Daerah yang mi-sinya untuk memberikan pelayanan publik seka-

Page 14: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

167

dalam jangka waktu tertentu. Informasi kinerja yang dapat dihasilkan meliputi kinerja ekonomis dan kinerja manajemen. Pada banyak sektor pemerintah, ukuran laba sebagai pengukuran kinerja hampir tidak ada. Disamping itu kinerja keuangan dan dampak jasa yang diberikan sulit untuk dinilai, namun demikian sangatlah penting untuk meyakinkan bahwa sumber daya telah dialokasikan secara efektif kepada masyara-kat disamping hasil kegiatan ataupun dam-paknya telah berhasil guna dan berdaya guna. Bagi organisasi, yang terpenting adalah penyajian informasi institusi secara menyeluruh (komprehensif) yang tidak par-sial. Dengan informasi kinerja integral ini diharapkan bermanfaat bagi pengguna (users) dalam mengambil setiap keputusan yang diperlukan. Setiap pilihan yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi pada dasarnya bersifat unik (khas). Sekali menetapkan suatu pilihan, konsekuensi dan akibat yang didukungnya beragam dan harus tetap dihadapi (sort-out) dengan segenap daya dan upaya, bukan un-tuk dihindari. Agar konsekuensi dan akibat yang timbul dapat diprediksi dengan baik, suatu bentuk perencanaan yang tergabung dalam manajemen strategis adalah niscaya bagi organisasi untuk mengadakannya. Pe-laksanaan kegiatan dalam program dan kebi-jaksanaan organisasi merupakan komitmen organisasi untuk mencapai visi dan misi yang ditetapkan sebelumnya. Kinerja merupakan tingkat efisiensi dan efektifitas serta inovasi dalam pencapaian tujuan oleh pihak manajemen dan divisi-divisi yang ada dalam organisasi. Dari sudut pandangan organisasi yang berorientasi pada peningkatan laba (profit oriented organiza-tion) kinerja dibagi dalam dua bentuk. Yang pertama adalah kinerja ekonomis, yaitu kinerja yang ditekankan pada seberapa jauh organisasi sebagai lembaga ekonomi mampu menghasilkan laba yang telah ditetapkan agar dapat dicapai vis dan misis organisasi. Yang kedua yaitu kinerja manajemen.

frustasi semua pihak dan menimbulkan kerugian pada organisasi. Kemampuan untuk mengelola konflik ini akan memberi kekua-tan besar bagi organisasi dalam berinteraksi untuk melaksanakan operasi kesehariannya. Persaingan dan konflik terjadi karena mem-punyai tujuan yang sama latar belakang he-terogen, sikap, perasaan yang sensitif, perbe-daan pendapat dan perbedaan kepentingan. Persaingan yang sehat akan membuat kar-yawan menjadi kreatif, dinamis dan ber-lomba-lomba untuk mencapai presatasi kerja yang optimal. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pen-capaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional yang diam-bil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu organisasi, maka akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan ting-kat keberhasilan (persentase pencapaian misi) instansi, untuk memutuskan suatu tin-dakan, dan lain-lain. Kinerja merupakan gambaran mengenai se-jauh mana keberhasilan/kegagalan pelak-sanaan tugas pokok dan fungsi instansi. Pengukuran kinerja ini sangat penting bagi organisasi yang berorientasikan hasil untuk mengukur kinerjanya sendiri dan melihat tingkat kinerja yang telah dicapai atau hasil-hasil yang diperoleh. Pengukuran kinerja ini, dapat dilakukan dengan baik jika ada satuan pengukuran kinerja yang sahih. Cara-cara pengukuran yang tepat akan sangat tergan-tung pada sistem informasi yang ada untuk pengumpulan data yang tepat dan akurat. Informasi kinerja merupakan suatu alat bagi manajemen untuk menilai dan melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau

Page 15: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

168

judkan peningkatan kualitas dan kinerja yang berkelanjutan (Fitzsimmon & Fitzsim-mon, 1994). Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa perusahaan secara tidak langsung dipenga-ruhi oleh isu-isu manajerial seperti struktur organisasional, filosofi, dan budaya perusa-haan (Scheneider, 1986; Bower & Schenei-der, 1988; Groonroos, 1984; Lovelock, 1988; Hesket, 1987, Berry & Parasuraman, 1988). Berdasarkan hasil penelitian Devas (1989) ada lima penyebab rendahnya kinerja peru-sahaan daerah yaitu barang dan jasa yang dihasilkan tidak cocok dikelola secar bisnis, pangsa pasar perusahaan terlalu kecil, manajemen yang tidak profesional, kon-tradiksi dalam misi perusahaan dan interv-vensi birokras yang terlalu kuat terhadap pihak manajemen. Sedangkan Davey (1988) rendahnya kinerja perusahaan daerah dise-babkan oleh pendidikan dan pelatihan terha-dap karyawan lebih bersifat birokratis, ren-dahnya tingkat produktifitas karyawan, penetapan harga jual dibawah biaya pro-duksi, lemahnya penagihan piutang, kelebi-han karyawan dan mitra kerja yang tidak profesional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Steven Davidson (1992) pada Government of Hongkong menyebutkan bahwa kinerja di-pandang sebagai: Performance measurement a means not an end It’s difficult but not possible Don’t let the best be the enemy of the good But clear about the end point A journey not a destination Performance measures only as good as the use made of them Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin besarnya komitmen komponen or-ganisasi untuk memperbaiki cara ber-interaksi dalam mencapai kinerja individu dan akhirnya kinerja organisasi. Pandangan

Kinerja ini memperlihatkan kemampuan manajemen dalam menyelenggarakan proses perencanaan, pengendalian dan pengor-ganisasian terhadap kegiatan keseharian or-ganisasi dalam suatu kerangka besar penca-paian visi organisasi. Kinerja manajemen pada dasarnya menilai kemampuan setiap individu dan kolektif individu diorganisasi untuk melaksanakan peran yang dimainkan dalam kegiatan kese-harian organisasi. Dengan kinerja ini moti-vasi organisasi akan dirangsang kearah pen-capaian visi dan misi organisasi. Dengan kinerja manajemen diharapkan organisasi dapat (1) mengelola operasi organisasi se-cara efektif dan efisien; (2) membantu pen-gambilan keputusan yang bersangkutan den-gan operasionalisasi kegiatan organisasi; (3) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan organisasi; (4) menyediakan umpan balik; dan (5) menyediakan dasar bagi implementasi merit sistem. Pengaruh Faktor-Faktor Manajerial terhadap Kinerja Perusahaan Badan Usaha Milik Negara/Daerah di Indo-nesia selama ini disadari masih banyak kele-mahan, baik dalam pengelolaan manajemen maupun kinerja keuangan. Salah satunya disebabkan oleh fungsi sosial yang lebih dominan dibanding pemupukan keuntungan. Akibatnya terjadilah dualisme kepentingan dalam pengambilan keputusan manajemen. Untuk itu, dipandang perlu adanya program restrukturisasi perusahaan, baik dengan me-manfaatkan metode privatisasi, atau sebagai-mana yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 740/KMK.00/1989. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan batasan birokratis dalam perusahaan, sehingga dapat memacu kreativitasnya untuk mewujudkan efisiensi dan produktifitas secara optimal (Sedarmayanti, 1998). Keberhasilan pertumbuhan sektor jasa akan tergantung pada inovasi kewirausahaan dan kemampuan manajemen yang akan mewu-

Page 16: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

169

gendalian, dan Budaya Perusahaan. Variabel terikat adalah kinerja perusahaan. Adapun yang menjadi ukuran dari kinerja perusahaan adalah laba sebelum pajak dan tingkat kebo-coran air. Variabel-variabel tersebut diteliti pada seluruh Perusahaan Daerah Air Minum di seluruh kabupaten Propinsi Kalimantan Selatan. Dalam penelitian ini, guna memperoleh respon mengenai variabel-variabel bebas, yang dijadikan responden adalah pihak-pihak manajemen dan karyawan PDAM Propinsi Kalimantan Selatan yang memiliki kapabilitas untuk memberikan penilaian mengenai variabel-variabel bebas yang diteliti. Variabel terikat akan dinilai ber-dasarkan laporan keuangan dan kinerja. Penelitian ini dilakukan pada sepuluh (10) Perusahaan Daerah Air Minum yang tersebar di Propinsi Kalimantan Selatan, yaitu: (1) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Hulu Sungai Selatan; (2) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kapuas; (3) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Hulu Sungai Utara; (4) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Banjarmasin; (5) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Barito Utara; (6) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Baru; (7) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Batang; (8) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Hulu Sungai Tengah; (9) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tanah Laut; dan (10) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tabalong. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu ekonomi terutama dari ilmu manajemen yang memfokuskan pada bidang manajemen strategis dan manajemen keuangan, secara lebih khusus pada aspek faktor-faktor mana-jerial dan pengaruhnya terhadap kinerja PDAM di Propinsi Kalimantan Selatan. Pengamatan dilakukan pada karyawan, dan pihak-pihak manajemen yang terdiri dari dewan pengawas dan para direksi (direktur

mereka pada kinerja organisasi adalah hal yang harus dilalui dalam rangka mencapai hal yang lebih besar yakni visi organisasi. Akan tetapi visi organisasi akan mustahil untuk dicapai apabila tidak dicapai keberha-silan-keberhasilan kecil dan jangka pendek berupa pencapaian kinerja tahunan or-ganisasi dalam suatu kerangka implementasi perencanaan strategis. Didasari atas uraian tersebut dapat disimpul-kan bahwa jika menggunakan pendekatan pengukuran kinerja secara tradisional (pendekatan pengukuran kinerja dengan menggunakan ukuran tunggal) maka deter-minan kinerja perusahaan adalah ukuran-ukuran keuangan seperti Return on Invest-ment (ROI), Residual Income, ataupun Eco-nomic Value Added (EVA), kemudian pen-jualan, net income, ROI atau earning per share untuk corporate officer dan laba kotor, produktifitas mesin dan pekerja, atau varian antara kinerja aktual dengan anggaran untuk plant and product line manager. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor manajerial baik secara langsung mau-pun tidak langsung turut mempengaruhi kinerja.

OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Penelitian ini menganalisis tentang: Analisis Faktor-Faktor Manajerial yang berpengaruh terhadap Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan kepada pihak manajemen perusahaan tentang faktor-faktor manajerial yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja perusahaan. Variabel bebas adalah faktor-faktor mana-jerial yang terdiri dari sepuluh variabel yaitu: Intervensi Birokrasi dan Politis, Otonomi Manajemen, Profesionalisme Manajemen, Mekanisme Pengambilan Keputusan, Pe-manfaatan Aset, Mitra Kerja, Karyawan, Efisiensi, Mekanisme Pengawasan dan Pen-

Page 17: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

170

individu yang menurut pertimbangan peneliti dapat didekati dan memahami betul kondisi PDAM di kabupaten dimana individu bekerja. Peneliti mengambil empat (4) re-sponden di setiap PDAM yang ada di Pro-pinsi Kalimantan Selatan. Dengan demikian jumlah responden untuk menilai variabel-variabel bebas secara keseluruhan untuk 10 kabupaten adalah sebanyak 40 responden. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer mengenai variabel-variabel bebas diperoleh dari karyawan, pihak manajemen dan badan pengawas PDAM Kalimantan Selatan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden yang dapat mewakili populasi. Kuesioner tersebut disusun ber-dasarkan skala ordinal yang berpedoman pada Likert Summated Rating. Uji Validitas dan Reliabilitas Ketepatan pengujian suatu hipotesa tentang hubungan variabel penelitian sangat tergan-tung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. Data penelitian dalam proses pengumpulannya seringkali menuntut pembiayaan, waktu dan tenaga yang besar. Pengambilan data tidak akan mencapai tu-juannya apabila alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian tersebut tidak memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur mengukur apa yang ingin diu-kur. Sedangkan reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsis-ten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Singarimbun, 1995). Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran. Untuk menguji validitas item, pada penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut :

utama, operasi, dan umum), para kepala unit PDAM di Propinsi Kalimantan Selatan. Desain penelitian yang digunakan adalah metode survai, di mana informasi dari se-bagian populasi (sampel responden) men-genai variabel-variabel bebas dikumpulkan langsung di tempat kejadian secara empirik, dengan tujuan untuk mengetahui pendapat dari sebagian populasi yang bersangkutan terhadap objek penelitian. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor manajerial terhadap kinerja PDAM, maka diperlukan operasionalisasi variabel. Opera-sionalisasi variabel dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh melalui pengukuran variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (variabel X) adalah faktor-faktor manajerial yang terdiri dari sepuluh variabel yaitu: Intervensi Birokrasi dan Politis (X1), Otonomi Manajemen (X2), Profesionalismen Manajemen (X3), Mekanisme pengambilan Keputusan (X4), Pemanfaatan Aset (X5), Mitra Kerja (X6), Karyawan (X7), Efisiensi (X8), Mekanisme Pengawasan dan Pengen-dalian (X9), dan Budaya Perusahaan (X10). Sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja perusahaan (Y), yang diukur melalui Laba Setelah Pajak (Y1) dan Tingkat Kebocoran Air (Y2). Metode Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel dari populasi untuk variabel-variabel bebas yang digunakan adalah Purposive Sampling, yaitu suatu tek-nik di mana sampel dipilih dengan mengam-bil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri khusus yang di-miliki oleh sampel itu (Suratno & Arsyad, 1996). Responden dipilih berdasarkan kapa-bilasnya dalam menilai variabel-variabel bebas yang diteliti. Alasan peneliti menggunakan teknik sam-pling ini adalah agar relevan dengan ran-cangan penelitian. Peneliti memilih individu-

Page 18: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

171

setiap PDAM, setiap item, maupun untuk keseluruhan item variabel. Nilai PDAM diperoleh dengan mengambil nilai median dari empat (4) responden yang mewakilinya. Batasan untuk setiap kategori diuraikan se-bagai berikut: Minimal - < Kuartil I Rendah Kuartil I- < Median Kurang Median - < Kuartil III Cukup Kuartil III - Maksimal Tinggi Sedangkan tingkat kinerja perusahaan akan dinilai melalui besarnya laba sebelum pajak dan tingkat kebocoran air yang dikategori-kan menjadi empat (4) kategori sesuai SK Menteri Keuangan No. 826/KMK/0.13/1992 tentang penilaian kinerja BUMN, yaitu: Se-hat Sekali, Sehat, Kurang Sehat, atau Tidak Sehat. Untuk memperoleh nilai variabel kinerja relatif antar kabupaten digunakan kategorisasi berdasarkan pada rentang nilai masing-masing indikator (Sudjana, 1996). Agar selaras dengan skor pada skala Likert untuk variabel bebas, nilai setiap indikator akan dibagi menjadi 5 kelas kategori, dengan nilai terendah 1 dan tertinggi 5. Skor relatif ini digunakan untuk mengukur perbandingan relatif performan kinerja PDAM antar kabu-paten untuk setiap indikator. Kinerja dari seluruh indikator merupakan nilai total dari skor ordinal setiap indikator. Perbedaan skor total kinerja menunjukkan perbedaan relatif kinerja dari seluruh indikator PDAM antar kabupaten. Rancangan Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini akan dilakukan uji hi-potesis, yaitu seberapa besar pengaruh fak-tor-faktor manajerial terhadap kinerja PDAM Propinsi Kalimantan Selatan. De-ngan memperhatikan karakteristik variabel yang akan diuji, pengujian terhadap hipotesis dilakukan dalam dua tahap, yaitu: 1. Secara simultan Hipotesis statistik pada pengujian secara simultan ini adalah : H0 : PYX1 = PYX� = 0 H1 : Sekurang-kurangnya ada sebuah PYXi ≠

(Singarimbun, 1995) X : skor interval item Y : skor interval total item rYX : angka korelasi yang menunjukkan

validitas item Sedangkan untuk menguji keandalan (Reliabilitas) keseluruhan item, pada peneli-tian ini digunakan rumus sebagai berikut:

(Singarimbun, 1995) rtot : angka reliabilitas keseluruhan item rtt : angka korelasi belahan ganjil dan

belahan genap Metode Analisis Dalam menganalisis dan menginterpretasi-kan data, digunakan metode analisis deskrip-tif untuk variabel kualitatif, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor manajerial apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja PDAM, dan mengetahui faktor manajerial mana yang paling dominan mempengaruhi kinerja PDAM. Untuk memperkuat analisis kualita-tif tersebut di atas, digunakan juga analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif ini untuk menguji hipotesis atau untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor mana-jerial terhadap kinerja PDAM di Propinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis). Variabel-variabel bebas akan dinilai ber-dasarkan jawaban responden yang diperoleh dari kuesioner. Teknik kategorisasi yang digunakan adalah teknik kuartil dengan em-pat kategori penilaian, yaitu Tinggi, Cukup, Kurang, atau Rendah (Al Rasyid, 1994). Penilaian dilakukan baik untuk respon setiap responden mengenai suatu variabel bebas,

( )( )})(}{)({ 2222 ∑∑∑∑

∑ ∑∑−−

−=

YYnXXn

YXXYnrYX

tt

tttot r

rr+

=1

.2

Page 19: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

172

baik terhadap Laba Sebelum Pajak, Tingkat Kebocoran Air, dan Kinerja. Dari analisis regresi bertahap diperoleh hasil reduksi variabel-variabel bebas yang ber-pengaruh, baik untuk model pengaruh terha-dap Laba Sebelum Pajak (Y1), Tingkat Ke-bocoran Air (Y2), atau Kinerja (Y). Variabel-variabel hasil reduksi tersebut adalah sebagai berikut: • Variabel Mekanisme Pengambilan Kepu-

tusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) untuk model pengaruh terhadap Laba Sebelum Pajak (Y1);

• Variabel Mekanisme Pengambilan Kepu-tusan (X4), Mitra Kerja (X6), Karyawan (X7), dan Budaya Perusahaan (X10) un-tuk model pengaruh terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2); dan

• Variabel Mekanisme Pengambilan Kepu-tusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) untuk model pengaruh terhadap Kinerja (Y).

Pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan dan Mitra Kerja terhadap Laba Setelah Pajak Secara ringkas, dari analisis jalur diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4)

dan Mitra Kerja (X6) berpengaruh secara simultan terhadap Laba Sebelum Pajak (Y1) pada taraf kesalahan 10% (Fhitung = 9,0836 > F0,10(2,7) = 3,2574 dengan pe-luang kesalahan [p-value] = 0,0113). Koefisien determinasi multipel R2

Y1.X4X6 = 0,7219 (Pengaruh Mekanisme Pengam-bilan Keputusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) secara simultan terhadap Laba Sebe-lum Pajak (Y1) sebesar 72,19%). Penga-ruh faktor-faktor lain di luar Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) terhadap Laba Sebelum Pajak (Y1) sebesar 27,81% (nilai kuadrat dari pY1ε1 = 0,5274).

2. Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) berpengaruh secara parsial terhadap Laba

0 Hipotesis statistik di atas diuji dengan uji F dengan rumus sebagai berikut:

Pengujian di atas mengikuti sebaran F de-ngan db1 = k; db2 = n�k-1 dan taraf kesa-lahan a = 0,05 (k: jumlah variabel eksogenus hasil reduksi; n: jumlah data). Penentuan signifikansinya dilihat melalui nilai peluang kesalahan yang diperoleh (p-value) atau ta-bel-F. Bila p-value < a atau Fhitung > Ftabel maka hipotesis-nol ditolak. Sebaliknya, bila p-value ³ a atau Fhitung ≤ Ftabel maka hipote-sis-nol diterima. 2. Secara parsial Hipotesis statistik pada pengujian secara partial ini adalah : H0: pYXi = 0 H1: pYXi ¹ 0 Hipotesis statistik di atas diuji dengan uji F dengan rumus sebagai berikut:

i = {1, 2, �, 10}

Pengujian di atas mengikuti sebaran t-student dengan db = n-k-1 dan taraf kesala-han dua sisi a = 0,05. Penentuan signifi-kansinya dilihat melalui nilai peluang ke-salahan yang diperoleh (p-value) atau tabel-t. Bila p-value < a atau thitung > ttabel atau thitung < -ttabel maka hipotesis-nol ditolak. Sebali-knya, bila p-value ³ a atau -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka hipotesis-nol diterima. HASIL PENELITIAN Hipotesis penelitian diuji dengan analisis regresi linear berganda dengan metode ber-tahap (stepwise) yang dilanjutkan dengan analisis jalur. Variabel-variabel yang dilibat-kan dalam analisis jalur didasarkan pada hasil reduksi analisis regresi bertahap. Hasil analisis regresi bertahap dan analisis jalur,

)1()1(2

.......

2......

XY

XY

RkRknF

−−−

=

1)1( 2

......

−−−

=

knCRR

ptiiXY

YXiYXi

Page 20: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

173

langsung maupun pengaruh total, pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) lebih dominan. Pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan, Mitra Kerja, Karyawan, dan Budaya Perusahaan terhadap Tingkat Kebocoran Air Secara ringkas, dari analisis jalur diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Mekanisme Pengambilan Keputusan

(X4), Mitra Kerja (X6), Karyawan (X7), dan Budaya Perusahaan (X10) berpenga-ruh secara simultan terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) pada taraf kesalahan 10% (Fhitung = 15,8323 > F0,10(4,5) = 3,5202 dengan peluang kesalahan [p-value] = 0,0048). Koefisien determinasi multipel R2

Y2.X4X6X7X10 = 0,9268 (Pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4), Mitra Kerja (X6), Kar-yawan (X7), dan Budaya Perusahaan (X10) secara simultan terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) sebesar 92,68%). Pengaruh faktor-faktor lain di luar Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4), Mitra Kerja (X6), Karyawan (X7), dan Budaya Perusahaan (X10) terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) sebesar 7,32% (nilai kuadrat dari pY2ε2 = 0,2705).

2. Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) pada taraf kesalahan 10% (thitung = -5,9987 < -t0,05(5) = -2,0150 dengan peluang kesala-han [p-value] = 0,0018). Koefisien jalur pY2X4 = -0,9409 (pengaruh Mekanisme

Setelah Pajak (Y1) pada taraf kesalahan 10% (thitung = 3,9143 > t0,05(7) = 1,8946 dengan peluang kesalahan [p-value] = 0,0058). Koefisien jalur pY1X4 = 0,8212 (pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) secara parsial terhadap Laba Sebelum Pajak (Y1) kuat (antara 0,70 � 0,90), Guilford (1956:145)). Arah pengaruh sesuai tanda koefisien jalur adalah positif, yang berarti secara parsial, PDAM dengan Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) yang lebih baik cenderung memiliki Laba Setelah Pajak (Y1) yang relatif lebih tinggi.

3. Mitra Kerja (X6) berpengaruh secara par-sial terhadap Laba Setelah Pajak (Y1) pada taraf kesalahan 10% (thitung = 2,8233 > t0,05(7) = 1,8946 dengan peluang kesala-han [p-value] = 0,0257). Koefisien jalur pY1X6 = 0,5923 (pengaruh Mitra Kerja (X6) secara parsial terhadap Laba Setelah Pajak (Y1) sedang (antara 0,40 � 0,70), Guilford (1956:145)). Arah pengaruh sesuai tanda koefisien jalur adalah positif, yang berarti secara parsial, PDAM de-ngan Mitra Kerja (X6) yang lebih baik cenderung memiliki Laba Setelah Pajak (Y1) yang relatif lebih tinggi.

4. Diagram jalur pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) terhadap Laba Setelah Pajak (Y1) dapat disimak pada Tabel 2.

5. Besar pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) terhadap Laba Setelah Pajak (Y1), baik pengaruh langsung maupun tidak lang-sung, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tampak dari Tabel 2 bahwa baik pengaruh

X4 67.43% + - -15.17% - -15.17% - 52.27% +X6 35.08% + -15.17% - - -15.17% - 19.92% +

Pengaruh variabel X4 dan X6 terhadap Y1 72.19% +Pengaruh variabel lain ε1 terhadap Y1 27.81%

Total 100.00%

PengaruhTotal

PengaruhLangsung

Pengaruh tidak langsung, melaluiX4 X6 SubTotal

Tabel 2 Distribusi Pengaruh terhadap Laba Setelah Pajak

Page 21: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

174

Karyawan (X7) secara parsial terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) lemah (antara 0,20 � 0,40), Guilford (1956:145)). Arah pengaruh sesuai tanda koefisien jalur adalah negatif, yang ber-arti secara parsial, PDAM dengan Kary-awan (X7) yang lebih baik cenderung memiliki Tingkat Kebocoran Air (Y2) yang relatif lebih rendah.

5. Budaya Perusahaan (X10) berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Kebo-coran Air (Y2) pada taraf kesalahan 10% (thitung = -2,8358 < -t0,05(5) = -2,0150 den-gan peluang kesalahan [p-value] = 0,0364). Koefisien jalur pY2X10 = -0,4260 (pengaruh Budaya Perusahaan (X10) se-cara parsial terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) sedang (antara 0,40 � 0,70), Guilford (1956:145)). Arah pengaruh sesuai tanda koefisien jalur adalah nega-tif, yang berarti secara parsial, PDAM dengan Budaya Perusahaan (X10) yang lebih baik cenderung memiliki Tingkat Kebocoran Air (Y2) yang relatif lebih rendah.

6. Diagram jalur pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4), Mitra Kerja (X6), Karyawan (X7), dan Budaya Perusahaan (X10) terhadap Tingkat Kebo-coran Air (Y2) adalah sebagaimana terli-hat pada Gambar 2.

Pengambilan Keputusan (X4) secara par-sial terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) sangat kuat (antara 0,90 � 1,00), Guilford (1956:145)). Arah pengaruh sesuai tanda koefisien jalur adalah negatif, yang ber-arti secara parsial, PDAM dengan Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) yang lebih baik cenderung memiliki Tingkat Kebocoran Air (Y2) yang relatif lebih rendah.

3. Mitra Kerja (X6) berpengaruh secara par-sial terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) pada taraf kesalahan 10% (thitung = -3,1113 < -t0,05(5) = -2,0150 dengan pe-luang kesalahan [p-value] = 0,0265). Koefisien jalur pY2X6 = -0,4151 (pengaruh Mitra Kerja (X6) secara parsial terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) sedang (antara 0,40 � 0,70), Guilford (1956:145)). Arah pengaruh sesuai tanda koefisien jalur adalah negatif, yang ber-arti secara parsial, PDAM dengan Mitra Kerja (X6) yang lebih baik cenderung memiliki Tingkat Kebocoran Air (Y2) yang relatif lebih rendah.

4. Karyawan (X7) berpengaruh secara par-sial terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2) pada taraf kesalahan 10% (thitung = -2,0272 < -t0,05(5) = -2,0150 dengan pe-luang kesalahan [p-value] = 0,0985). Koefisien jalur pY2X7 = -0,2731 (pengaruh

pY2X7 = -0,2731

pY2X4 = -0,9409

pY2X6 = -0,4151

Y2

X4

rX6X4 = -0,3118

X6

X7

rX7X4 = 0,4032

rX7X6 = -0,1914

ε2

pY2ε2 = 0,2705

pY2X10 = -0,4260 X10

rX10X6 = 0,3860

rX10X7 = -0,0963

rX10X4 = -0,5254

Gambar 2 Diagram Jalur pengaruh mekanisme pengambilan keputusan, mitra kerja, karyawan dan bu-

daya perusahaan terhadap kinerja.

Page 22: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

175

kesalahan 10% (Fhitung = 7,5415 > F0,10(2,7) = 3,2574 dengan peluang kesalahan [p-value] = 0,0179). Koefisien determi-nasi multipel R2

Y.X4X6 = 0,6830 (Pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) secara simultan terhadap Kinerja (Y) sebesar 68,30%). Pengaruh faktor-faktor lain di luar Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) terhadap Kinerja (Y) sebesar 31,70% (nilai kuadrat dari pYε = 0,5630).

2. Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) berpengaruh secara parsial terhadap Kinerja (Y) pada taraf kesalahan 10% (thitung = 3,5918 > t0,05(7) = 1,8946 dengan peluang kesalahan [p-value] = 0,0058). Koefisien jalur pYX4 = 0,8044 (pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) secara parsial terhadap Kinerja (Y) kuat (antara 0,70 � 0,90), Guilford (1956)). Arah pengaruh sesuai tanda koefisien jalur adalah positif, yang berarti secara parsial, PDAM dengan Mekanisme Pen-gambilan Keputusan (X4) yang lebih baik cenderung memiliki Kinerja (Y) yang relatif lebih tinggi.

3. Mitra Kerja (X6) berpengaruh secara par-sial terhadap Kinerja (Y) pada taraf ke-salahan 10% (thitung = 2,5234 > t0,05(7) = 1,8946 dengan peluang kesalahan [p-value] = 0,0396). Koefisien jalur pYX6 = 0,5652 (pengaruh Mitra Kerja (X6) secara parsial terhadap Kinerja (Y) sedang (antara 0,40 � 0,70), Guilford (1956)). Arah pengaruh sesuai tanda koefisien jalur adalah positif, yang berarti secara parsial, PDAM dengan Mitra Kerja (X6)

7. Besar pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4), Mitra Kerja (X6), Kar-yawan (X7), dan Budaya Perusahaan (X10) terhadap Tingkat Kebocoran Air (Y2), baik pengaruh langsung maupun tidak langsung, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tampak bahwa baik pengaruh langsung maupun pengaruh total, pengaruh Meka-nisme Pengambilan Keputusan (X4) lebih dominan.

Berdasarkan hasil analisis jalur di atas, dapat dijelaskan bahwa Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4), Mitra Kerja (X6), Karyawan (X7), dan Budaya Organisasi (X10) meru-pakan faktor yang dominan menentukan tinggi-rendahnya Tingkat Kebocoran Air (Y2). Dengan demikian, upaya penurunan tingkat kebocoran air pada PDAM di Pro-pinsi Kalimantan Selatan dapat diprioritas-kan pada program-program perbaikan mekanisme pengambilan keputusan, opti-malisasi kemitraan kerja, peningkatan kuali-tas karyawan, dan perbaikan budaya perusa-haan. Pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan dan Mitra Kerja terhadap Kinerja Secara ringkas, dari analisis jalur diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4)

dan Mitra Kerja (X6) berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja (Y) pada taraf

X4 88.53% - - -12.18% + 10.36% - -21.06% + -22.88% + 65.65% -X6 17.23% - -12.18% + - -2.17% + 6.83% - -7.52% + 9.71% -X7 7.46% - 10.36% - -2.17% + - -1.12% + 7.07% - 14.53% -

X10 18.15% - -21.06% + 6.83% - -1.12% + - -15.35% + 2.80% -Pengaruh variabel X4, X6, X7, dan X10 terhadap Y2 92.68% -

Pengaruh variabel lain ε2 terhadap Y2 7.32%Total 100.00%

PengaruhTotal

PengaruhLangsung

Pengaruh tidak langsung, melaluiX4 X6 X10 SubTotalX7

Tabel 3 Distribusi Pengaruh terhadap Laba Setelah Pajak

Page 23: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL

176

pakan faktor yang dominan menentukan tinggi-rendahnya Kinerja (Y). Dengan demikian, upaya peningkatan kinerja pada PDAM di Propinsi Kalimantan Selatan dapat diprioritaskan pada program-program per-baikan mekanisme pengambilan keputusan serta optimalisasi kemitraan kerja. DAFTAR PUSTAKA Anthony, R.M., Dearden, J. & Bedford,

N.M. (1984). Mangement Control Sys-tem. Illinois: Richard D. Irwin.

Anthony, .R.N. & Govindarajan. (1995). Management Control Systems. New York: Prentice Hall.

Anthony, W.R. (1985). Fundametal of Man-agement Accounting. Richard D. Irwin.

Arsyad, A., Azis, I.J., Basri, F.H. (ed).

yang lebih baik cenderung memiliki Kinerja (Y) yang relatif lebih tinggi.

4. Diagram jalur pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) terhadap Kinerja (Y) adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 3

5. Besar pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) terhadap Kinerja (Y), baik pengaruh langsung maupun tidak langsung, dapat dilihat pada Tabel 4.

Dari tabel tersebut dapat dilihat pula bahwa baik pengaruh langsung maupun pengaruh total, pengaruh Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) lebih dominan. Berdasarkan hasil analisis jalur di atas, dapat dijelaskan bahwa Mekanisme Pengambilan Keputusan (X4) dan Mitra Kerja (X6) meru-

pYX6 = 0,5652

pYX4 = 0,8044

Y

X4

X6

rX6X4 = -0,3118

ε

pYε = 0,5630

Gambar 3 Diagram Jalur Pengaruh Mekanisme

Pengambilan Keputusan dan Mitra Kerja terhadap Kinerja

X4 64.71% + - -14.18% - -14.18% - 50.54% +X6 31.94% + -14.18% - - -14.18% - 17.76% +

Pengaruh variabel X4 dan X6 terhadap Y 68.30% +Pengaruh variabel lain ε terhadap Y 31.70%

Total 100.00%

PengaruhTotal

PengaruhLangsung

Pengaruh tidak langsung, melaluiX4 X6 SubTotal

Tabel 4 Distribusi Pengaruh terhadap Laba Setelah Pajak

Page 24: Analisis Manajerial Kinerja Perusda

UMI NARIMAWATI & HASBULLAH HASAN

177

(1992). Prospek Ekonomi dan Sumber Pembiayaan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Atkinson, A.A. Banker, Kaplan, & Young. (1997). Management Accounting. New York: Prentice Hall.

Atmadilaga, D. (1994). Membuat dan Mengevaluasi Skripsi, Tesis, Disertasi Berdasarkan Filsafat Ilmu. Bandung: STIP Press.

Chun, H.K. (1998). Distribution Center Per-formance Assesment. Phd Dissertation, Oregon State University.

Davey, K. (1988). Pembiayaan Pemerintah Daerah, Praktek-Praktek Internasional dan Relevansinya dengan Dunia Ketiga. Jakarta: U-I Press.

Devas, N., et al. (1989). Keuangan Pemerin-tah Daerah di Indonesia. Jakarta: UI-Press.

Direktorat Jenderal PUOD Depdagri. (2002). Program and Financial Planning Analy-sis Control-Koordinasi. Jakarta.

Dispenda Propinsi Kalimantan Selatan. (2001). Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Kalimantan Selatan.

Hitt, M.A., Duane, R., & Hoskisson, R.E. (1997), Manajemen Strategis Menyong-song Era Persaingan dan Globalisasi . Jakarta: Erlangga.

Howell, R.A., Brown, Sovcy, & Seed. (1987). Management in The New Manu-facturing Environment. National Asso-ciation of Accounting.

Intruksi Presiden RI no. 7 tahun 1999, tentang Akuntanbilitas. Jakarta.

Jauch, L.R. & Glueck, W.F. (1996). Mana-jemen Strategis dan Kebijakan Perusa-haan. Jakarta: Erlangga.

Keputusan Menteri Dalam negeri No. 47 tahun 1999 Tentang Kinerja BUMD. Jakarta

Kotler, P. (2000). Marketing Management, The Millenium Editions. New Jersey: Prentice Hall.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi sektor Publik. Yogyakarta: BPFE UGM.

Sedamayanti. (1998). LAN Perwakilan Jawa

Barat. Jurnal Wacana Kinerja, Juni 1998.

Singarimbun, M. (1995). Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES.

Siegel, G & Ramanauskas, H. (1999). Be-havioral Accounting. Cambridge: Harverd Business Scholl Press.

Soenirman, P. (2003). MoHA – IPAC Inter-national Workshop Badan Usaha Miliki Daerah. Jakarta.

Staven, D. (1999). Using Performance Measures to Manage “For Result by Re-sult”.

Stooner, E. & Freeman, R. (1992). Manage-ment. New York: Prentice-Hall.

Stout, L.D. (1993). Performance Measure-ment Guide. New Jersey: Prentice-Hall.

Sucherly. (2001). Service Marketing Man-agement, Makalah Pelatihan �Capability Development Program� Jawa Barat.

Sudjana. (1996). Metode Statistika. Band-ung: Tarsito.

Wasistiono, S. (1997). Hubungan antara Penyempurnaan Kinerja Perusahaan Daerah dengan Peningkatan PADS. Jati-nangor: STPDN.

Weston, F. & Copeland, T.E. (1996). Mana-gerial Finance (9th ed). New York: The Dryden Press.

Wheelen, T. & Hunger, J.D. (2000), Strate-gic Management and Business Policy Entening 21 St Century Global Society (7th ed). New Jersey: Prentice Hall.