ANALISIS MANAJEMEN RISIKO RANTAI ... - repository.ipb.ac.id · Analisis Manajemen Risiko Rantai...
Transcript of ANALISIS MANAJEMEN RISIKO RANTAI ... - repository.ipb.ac.id · Analisis Manajemen Risiko Rantai...
ANALISIS MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOKAN MINYAK AKAR WANGI BERBASIS
INDUSTRI KECIL MENENGAH(Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT
ANALISIS MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOKAN MINYAK AKAR WANGI BERBASIS
INDUSTRI KECIL MENENGAH(Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)
Oleh
RENI MEI FARIDA
H24070102
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ANALISIS MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOKAN MINYAK AKAR WANGI BERBASIS
(Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
RENI MEI FARIDA. Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Berbasis Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut). Dibimbing oleh HETI MULYATI dan ALIM SETIAWAN S.
Manajemen risiko rantai pasokan dalam industri kecil menengah (IKM) minyak akar wangi sangat diperlukan untuk mendapatkan keunggulan bersaing. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyulingan minyak akar wangiadalah kegiatan operasional, pemasaran minyak akar wangi, dan keuangan. Aspek tersebut menjadi fokus penilaian risiko penyulingan minyak akar wangi. Aspek tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas, jumlah produksi, dan harga jual minyak akar wangi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui manajemen rantai pasokan minyak akar wangi, menganalisis manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyuling, dan membuat rancangan awal sistem penunjang keputusan risiko rantai pasokan.
Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan yaitu identifikasi rantai pasokan, identifikasi risiko, dan penilaian risiko. Penilaian risiko menggunakan teknik non numeric Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM), Ordered Weighteded Averaging (OWA) dan basis aturan. Jenis data adalah data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, kuesioner, dan studi literatur. Sampel dipilih secara probability dan non probability. Sampel probability diambil dengan teknik stratified sampling dengan membagi populasi berdasarkan wilayah dan jenis anggota rantai pasokan. Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel non probability adalah purposive sampling dan snowball sampling dengan mempertimbangkan status usaha dan keberlanjutan usaha. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis risiko.
Rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari 5 (lima) anggota yaitu petani, pengumpul akar wangi, penyuling, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir. Anggota rantai pasokan dapat diklasifikasikan dalam petani, petani/penyuling (petani sekaligus penyuling atau sebaliknya), penyuling, penyuling/pengumpul minyak akar wangi (penyuling sekaligus pengumpul minyak akar wangi atau sebaliknya), pengumpul akar wangi, dan petani/penyuling/pengumpul akar wangi atau minyak akar wangi. Aliran barang dalam rantai pasokan minyak akar wangi yaitu akar wangi dari petani dijual ke pengumpul akar wangi atau penyuling untuk disuling menjadi minyak akar wangi. Selanjutnya, minyak akar wangi dijual ke pengumpul minyak atau eksportir minyak akar wangi. Aliran uang berlangsung dari eksportir ke pengumpul minyak akar wangi atau penyuling, dari penyuling ke petani. Aliran informasi berlangsung dua arah melalui jaringan telekomunikasi atau diskusi kelompok.
Risiko rantai pasokan disusun berdasarkan hirarki dengan dua level yaitu: aktivitas risiko dan pemicu risiko (peubah risiko). Hasil penilaian risiko menunjukkan bahwa risiko operasional tinggi (4), risiko pemasaran tinggi (4), dan risiko keuangan tinggi (4). Peubah yang sangat berpengaruh dalam risiko operasional adalah risiko tekanan penyulingan sangat tinggi (5). Berdasarkan hasil
agregasi risiko operasional, pemasaran, dan keuangan didapatkan nilai risiko penyulingan adalah tinggi (4).
Penanganan risiko operasional berdasarkan tingkat risiko tinggi (4) dan sangat tinggi (5) adalah menjaga kualitas minyak akar wangi melalui pengadaan alat yang sesuai standar dan pengawasan ketat pada kondisi temperatur dan tekanan. Selain hal tersebut perlu adanya pembinaan dalam pengoperasian alat yang sesuai standar. Penanganan risiko pemasaran berdasarkan tingkat risiko tinggi (4) adalah kontrak kerjasama antara penyuling dan pengumpul/eksportir minyak akar wangi dalam pemasaran minyak akar wangi. Penanganan risiko keuangan berdasarkan tingkat risiko tinggi (4) adalah kontrak kerjasama antara penyuling dan pengumpul/eksportir minyak akar wangi berupa pinjaman modal, mengelola keuangan dengan cara mempersiapkan cadangan keuangan, dan memaksimalkan penyulingan saat panen raya.
Judul Skripsi : Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Berbasis Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)
Nama : Reni Mei Farida
NIM : H24070102
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Heti Mulyati, S.TP, MT Alim Setiawan S, S.TP, M.Si
NIP. 19770812 200501 2 001 NIP. 19820227 200912 1 001
Mengetahui
Ketua Departemen,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc
NIP. 196101231986011002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Reni Mei Farida dilahirkan di Blitar pada tanggal 08 M e i 1987 yang
merupakan anak tunggal dari pasangan Dwi Irianto dan Sutriningsih. Penulis
memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Minggirsari dari tahun
1994-2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri
1 Blitar tahun 2000-2003. Sejak tahun 2003-2006 menyelesaikan pendidikan
di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Blitar. P a d a t ahun 2006-2007, penulis
melanjutkan program Diploma 1 Pendidikan Aplikasi Bisnis dan Teknologi
Universitas Negeri Malang. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) dengan memilih Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB).
Selama masa studi penulis aktif di organisasi diantaranya Korps
Suka Rela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) Unit 1 IPB periode
2007/2009 dan berbagai kegiatan kepanitiaan. Penulis juga menjadi Asisten
Dosen mata kuliah Manajemen Keuangan dan Manajemen Produksi Operasi
tahun ajaran 2010/2011.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke-hadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis dalam menyusun
skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Manajemen risiko perlu diterapkan dalam setiap usaha, demikian halnya
dengan usaha minyak akar wangi. Minyak akar wangi yang berorientasi pasar
ekspor harus mempunyai keunggulan kompetitif dan mampu mempertahankan
eksistensinya dalam industri ekspor. Penelitian ini berjudul “Analisis
Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Berbasis Industri
Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)”.
Tidak ada kesempurnaan pada manusia. Penulis menyadari bahwa
penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat diharapkan penulis. Akhir kata, semoga penelitian ini berkontribusi
terhadap ilmu pengetahuan, khususnya Manajemen Produksi dan Operasi,
Manajemen Rantai Pasokan, dan Manajemen Risiko.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak masukan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Heti Mulyati, S.TP, MT, dan Bapak Alim Setiawan S, S.TP, M.Si
sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan, membagi ilmu, motivasi dan pengarahan
kepada penulis.
2. Bapak Ir. Pramono D Fewidarto, MS. yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk menjadi penguji dan memberi masukan dalam ujian sidang
skripsi ini.
3. Orang tuaku yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan yang
tak terbatas.
4. Saudara-saudaraku Eko Susilo, Wahyudi Dwi Susanto, Mera Anjayanti, dan
Margo Widodo yang tidak pernah berhenti memberikan semangat kepada
penulis.
5. Ketua Departemen Manajemen dan seluruh dosen Departemen Manajemen,
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat
bagi penulis.
6. Staf Departemen Manajemen atas bantuan selama penulis menyelesaikan
Perkuliahan.
7. Bapak H. Ede Kadarusman dan Bapak H. Abdullah selaku Ketua dan Wakil
Ketua Sentra Akar Wangi Kabupaten Garut, Bapak H. Ajah, Bapak Wawan,
Bapak Risham dan seluruh anggota rantai pasokan minyak akar wangi yang
tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu proses pengumpulan
data.
8. Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang dan
Linmas); Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi; dan Dinas
Perkebunan Kabupaten Garut, yang telah mengijinkan penulis untuk
melakukan penelitian di Kabupaten Garut.
v
9. Rekan-rekan satu bimbingan: Intania Sudarwati, Mursaliena Noorlaela, Izni
Sorfina, Irma Oktavia, Agung Cahya Nugraha, dan Nola, untuk kerjasama
dan motivasi selama proses bimbingan dan penyusunan skripsi.
10. Sahabat-sahabatku Puji Widiastuti, Jeanne Mita Rumbayan, Eka Intina W,
Anne E, Setya Putri Larasati, Shoni Riyanti, Karlina, Trismawati Wahid,
Dewi Kurniati, Yanti Ambarwati A, Gustyanita Pratiwi, Slamet Riyadi,
Ronni Jaya Winangun, Wage Ratna Rohaeni, Sumiati, Karlina Syahrudin,
Armita, Peni Lestari, Tri Handayani, Riana Ekawati, Eka Ratnawati, Eka
Astriani, dan teman-teman riskiers Ekawati Nursiam, Lina Yanti, Afdoliatus
S, dan Evi yang selalu memberi dukungan dan nasihat kepada penulis.
11. Sahabat-sahabat terbaik Manajemen Angkatan 44 yang selalu bersama-sama
membuat kenangan dan persahabatan yang indah serta ilmu kehidupan yang
diberikan.
12. Semua pihak, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
vi
DAFTAR ISI
HalamanRINGKASAN
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv
UCAPAN TERIMAKASIH....................................................................................... v
DAFTAR ISI............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 11.2. Permasalahan................................................................................................. 31.3. Tujuan ........................................................................................................... 41.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 41.5. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Rantai Pasokan .......................................................................... 62.1.1 Definisi Rantai Pasokan................................................................... 62.1.2 Definisi Manajemen Rantai Pasokan............................................... 7
2.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan............................................................... 72.3. Analisis Manajemen Risiko ........................................................................ 10
2.4. Landasan Matematik Penilaian Risiko........................................................ 132.5. Penelitian Terdahulu ................................................................................... 15
III.METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual................................................................. 173.2. Tahapan Penelitian ...................................................................................... 193.3. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 213.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ........................................................ 21
3.5. Teknik Pengambilan Sampel....................................................................... 26 3.6. Pengolahan dan Analisis Data..................................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Rantai Pasok Minyak Akar Wangi................................ 314.1.1 Karakteristik Tanaman Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi .... 314.1.2 Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi ........................ 354.1.3 Aktivitas Petani Akar Wangi ........................................................ 394.1.4 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi ................................................ 444.1.5 Aktivitas Penyuling Akar Wangi .................................................. 464.1.6 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi .................................. 51
vii
4.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling. 534.2.1 Identifikasi Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada
Penyuling ....................................................................................... 534.2.2 Pengukuran dan Pemetaan Risiko Operasional Rantai Pasokan
Minyak Akar Wangi Pada Penyuling ........................................... 564.2.3 Penilaian Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada
Penyuling ....................................................................................... 614.3. Rancangan Sistem Penunjang Keputusan Risiko Rantai Pasokan Minyak
Akar Wangi Pada Penyuling ....................................................................... 664.4. Implikasi Manajerial .................................................................................. 70
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 72
1. Kesimpulan ..................................................................................................... 722. Saran ............................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 74
LAMPIRAN ............................................................................................................. 76
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Metode pengumpulan data .................................................................................. 252. Jumlah responden penelitian ............................................................................... 273. Skala penilaian risiko .......................................................................................... 284. Sentra produksi akar wangi di Indonesia ............................................................ 335. Luas lahan dan produksi akar wangi tahun 2009 ................................................ 336. Perbandingan mutu minyak akar wangi penyulingan rakyat dengan standar
mutu nasional dan internasional.......................................................................... 357. Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah risiko................................................63
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Rantai pasokan ...................................................................................................... 62. Ketidakpastian permintaan dan pasokan............................................................. 103. Diagram pemetaan risiko .................................................................................... 124. Kerangka pemikiran konseptual.......................................................................... 185. Tahapan penelitian .............................................................................................. 196. Diagram alir penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi....................... 307. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi.................................................... 368. Luas lahan budidaya petani akar wangi. ............................................................. 409. Lama usaha budidaya petani akar wangi ............................................................ 4010. Jumlah penyuling sesuai bentuk usaha ............................................................... 4611. Tahapan penyulingan sesuai standar GMP ......................................................... 4812. Peta risiko operasional rantai pasokan minyak akar wangi ................................ 5713. Struktur hirarki penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada
penyuling............................................................................................................. 62
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Data hasil penilaian pakar .................................................................................... 762. Data responden identifikasi risiko........................................................................ 773. Agregasi dampak risiko........................................................................................ 794. Agregasi frekuensi risiko ..................................................................................... 805. Agregasi risiko operasional.................................................................................. 816. Agregasi risiko pemasaran ................................................................................... 827. Agregasi risiko keuangan dan risiko keseluruhan................................................ 83
xi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang bernilai
ekonomi tinggi yang dihasilkan dari akar wangi (Vetiveria zizanioides).
Minyak akar wangi banyak digunakan sebagai campuran pembuat parfum,
kosmetik, pewangi sabun dan obat-obatan serta dapat digunakan sebagai
pembasmi dan pencegah serangga (Sabini dalam Indrawanto, 2009).
Tanaman akar wangi hanya dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan
tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan
akar wangi adalah tanah yang tidak gembur atau tanah yang berpasir seperti
tanah yang mengandung abu vulkanik.
Indonesia sebagai salah satu penghasil minyak akar wangi mampu
menyumbang 28 persen pasokan minyak akar wangi dunia (Mulyati dkk,
2009). Sentra akar wangi di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat
yang tersebar di lima kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong,
Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Hasil minyak akar wangi dari Kabupaten
Garut sekitar 90 persen diekspor ke beberapa negara. Negara – negara tujuan
ekspor terutama yaitu Swiss, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat
(Rahmawati, 2010).
Minyak akar wangi Kabupaten Garut dihasilkan oleh industri berskala
kecil menengah (IKM) dengan menggunakan alat suling yang masih
sederhana. Penyulingan akar wangi dilakukan di setiap daerah sentra akar
wangi, kecuali di Kecamatan Pasir Wangi. Sistem penyulingan yang
digunakan adalah sistem kukus dan uap terpisah/boiler, dimana sistem kukus
paling banyak digunakan. Penggunaan alat suling yang masih sederhana
tersebut tidak mampu memenuhi kualitas dan kuantitas yang diperlukan pasar
dunia. Kualitas yang rendah tersebut membuat harga jual minyak akar wangi
Indonesia jauh dibawah harga minyak akar wangi Haiti yang mampu
menembus harga jual Rp 1.800.000 per kg. Sedangkan Indonesia hanya
mampu menjual dengan harga Rp 1.100.000 per kg. Penyuling mampu
memproduksi 3-4 kg minyak dari 1,5 ton akar wangi dalam satu kali
2
penyulingan. Selama satu tahun Indonesia mampu memproduksi rata-rata 50
ton minyak akar wangi, jumlah tersebut sangat jauh dari permintaan dunia
yang diperkirakan meningkat sebesar 250-300 ton (Tempointeraktif, 2010).
Permintaan minyak akar wangi dunia yang diperkirakan terus
meningkat harus diimbangi dengan peningkatan produksi dan kualitas minyak
akar wangi. Oleh karena itu, IKM akar wangi perlu dikembangkan lebih
lanjut melalui kerjasama dengan pemangku kepentingan khususnya petani
sebagai produsen, penyuling sebagai pengolah, koperasi atau badan swasta
sebagai pendamping, dan eksportir yang membeli minyak akarwangi dari
koperasi atau badan swasta yang kemudian dijual kepada pemakai akhir di
luar negeri (Indrawanto, 2009). Kerja sama tersebut membentuk sebuah rantai
yang dikenal sebagai rantai pasokan industri minyak akar wangi.
Rantai pasokan ini membutuhkan manajemen yang baik agar tercipta
rantai pasokan yang optimal. Rantai pasokan memberikan peluang besar
untuk mengurangi biaya dan meningkatkan keuntungan. Manajemen rantai
pasokan adalah integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan,
pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman
ke pelanggan (Heizer dan Render, 2010).
Proses rantai pasokan tidak menutup kemungkinan adanya risiko yang
dapat mempengaruhi aktivitas rantai pasok, sehingga aktivitas rantai
pasokantidak berjalan semestinya. Dalam rangka melakukan identifikasi dan
mengantisipasi risiko yang timbul pada aktivitas rantai pasokan diperlukan
suatu manajemen risiko yang baik dalam rantai pasok. Penerapan manajemen
risiko yang baik merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan
eksistensi sebuah usaha dalam industri.
Risiko yang perlu dikaji dalam IKM minyak akar wangi adalah risiko
operasional, risiko pemasaran, dan keuangan. Risiko operasional yang dikaji
khususnya berkaitan dengan penurunan kualitas minyak akar wangi. Kualitas
adalah komponen penting dalam ekspor komoditas minyak akar wangi.
Kualitas minyak akar wangi sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku dan
proses penyulingan. Industri yang dijalankan masih dalam skala kecil
3
sehingga sebagian besar penyulingan masih menggunakan alat yang masih
sederhana yang belum mampu menghasilkan minyak dengan kualitas tinggi.
Selain risiko operasional, IKM akar wangi juga mempunyai
kemungkinan risiko pemasaran dan keuangan. Walaupun pasar akar wangi
terbuka lebar, namun kondisi krisis global akan sangat berpengaruh dalam
memasarkan minyak akar wangi yang berorientasi ekspor. Kebutuhan
keuangan dalam usaha minyak akar wangi juga perlu diperhatikan, karena
modal yang dibutuhkan untuk penyulingan akar wangi besar.
1.2. Permasalahan
Permintaan minyak akar wangi dunia yang belum terpenuhi menuntut
perkembangan kualitas dan kuantitas minyak akar wangi yang terus menerus.
Peningkatan permintaan minyak akar wangi tidak hanya dalam segi kuantitas
namun kualitas juga perlu diperhatikan. Kerjasama antar anggota rantai
pasokan merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung
pengembangan industri minyak akar wangi. Rantai pasokan yang tidak terlalu
panjang dan tidak adanya dominansi peranan akan membuat industri berjalan
lancar dan menguntungkan semua pihak.
Rantai pasokan yang efektif akan mengoptimalkan fungsi pemasaran
minyak akar wangi. Pasar minyak akar wangi yang masih terbuka lebar masih
memungkinkan terjadinya risiko pemasaran, menurunnya permintaan akibat
kualitas tidak sesuai standar mungkin saja terjadi. Apabila standar kualitas
sudah dapat dipenuhi, maka Indonesia mampu menjual minyak akar wangi
dengan standar harga yang tinggi.
Pengembangan IKM dapat dilakukan dengan meningkatkan rendemen
dan kualitas minyak akar wangi. Peningkatan rendemen dan kualitas minyak
akar wangi sangat dipengaruhi oleh proses penyulingan akar wangi. Proses
penyulingan yang baik adalah menggunakan standar Good Manufacturing
Process (GMP). Pada kasus IKM minyak akar wangi di Garut banyak
penyuling yang tidak melakukan penyulingan dengan standar GMP, sehingga
kemungkinan risiko penurunan kualitas sangat tinggi.
Proses penyulingan harus didukung sistem keuangan yang baik
sehingga proses penyulingan dapat terus menerus dilakukan tanpa terkendala
4
modal atau biaya operasional yang meningkat. Apabila kualitas dan sistem
keuangan sudah terkelola dengan baik maka risiko rantai pasokan minyak
akar wangi dapat diantisipasi agar tidak terjadi kerugian yang besar.
Risiko rantai pasokan dapat diukur pada setiap aktivitas rantai
pasokan. Aktivitas rantai pasokan minyak akar wangi meliputi pertanian,
pengumpulan bahan baku, penyulingan, pengumpulan minyak akar wangi,
dan ekspor minyak akar wangi. Pada penelitian ini akan dikaji risiko rantai
pasokan pada aktivitas penyulingan, yang meliputi risiko operasional, risiko
pemasaran, dan risiko keuangan.
Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang perlu dikaji
adalah:
1. Bagaimana rantai pasokan minyak akar wangi?
2. Bagaimana manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi khusunya
pada aktivitas penyulingan?
3. Bagaimana rancangan awal sistem penunjang keputusan manajemen risiko
rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan dalam
bentuk rule base?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis rantai pasokan minyak akar wangi.
2. Menganalisis manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada
aktivitas penyulingan.
3. Membuat rancangan awal sistem penunjang keputusan untuk manajemen
risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan dalam
bentuk rule base.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:
1. Menjadi bahan referensi untuk para peneliti dan civitas akademika untuk
penelitian manajemen rantai pasokan dan manajemen risiko selanjutnya.
2. Menjadi acuan bagi pemangku kepentingan yang terkait dengan
pengembangan usaha minyak akar wangi.
5
3. Menjadi acuan bagi pemangku kepentingan yang terkait dalam mengelola
risiko usaha minyak akar wangi khususnya dan minyak atsiri umumnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah manajemen rantai pasokan dan
penilaian risiko pada industri minyak akar wangi. Batasan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Pelaku usaha minyak akar wangi yang diteliti adalah Kecamatan
Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles.
2. Anggota rantai pasokan meliputi petani, pengumpul akar wangi,
penyuling, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir.
3. Manajemen risiko difokuskan pada risiko operasional yang berkaitan
dengan kualitas minyak akar wangi, risiko pemasaran, dan risiko
keuangan.
4. Risiko operasional dibatasi pada risiko internal (proses), risiko sumber
daya manusia, dan risiko sistem.
5. Penilaian risiko didasarkan pada aktivitas penyulingan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Rantai Pasokan 2.1.1 Definisi Rantai Pasokan
Pujawan (2005) mendefinisikan rantai pasokan adalah jaringan
perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk
menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
akhir. Siagian (2007) meyatakan bahwa rantai pasokan mencakup
keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur,
distributor, dan konsumen. Interaksi ini juga berkaitan dengan
transportasi, informasi, penjadwalan, transfer kredit maupun tunai, serta
transfer bahan baku antara pihak-pihak yang terlibat. Rantai pasokan
menurut Siagian (2007) digambarkan pada Gambar 1:
Gambar 1. Rantai pasokan (Siagian 2007)
Menurut Chopra dalam Tunggal (2009), rantai pasokan terdiri
dari semua tahapan yang terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pemenuhan permintaan pelanggan. Menurut Aitken
dalam Tunggal (2009), rantai pasokan merupakan sebuah jaringan yang
terhubung dan organisasi independen yang bekerja sama untuk
mengontrol, mengelola, dan meningkatkan aliran material dan
informasi dari pemasok ke pengguna akhir.
- Informasi penjadwalan- Arus kas- Arus pesanan
Pemasok Persediaan Perusahaan Distribusi Konsumen
- Arus kredit- Arus bahan baku
7
2.1.2 Definisi Manajemen Rantai Pasokan
Jonnsson (2008) mendefinisikan manajemen rantai pasokan
meliputi perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang terlibat
dalam konversi sumber dan pengadaan, dan semua kegiatan
pengelolaan logistik. Manajemen rantai pasokan juga meliputi
koordinasi dan kolaborasi dengan mitra saluran, yang dapat berupa
pemasok, perantara, pihak ketiga penyedia layanan, dan pelanggan.
Menurut Stanford Supply Chain Forum (1999) yang dicetuskan
oleh Kepala Forum Hau Lee dalam Tunggal (2009), manajemen rantai
pasokan berhubungan erat dengan aliran manajemen bahan, informasi
dan finansial dalam suatu jaringan yang terdiri dari pemasok,
perusahaan, distributor, dan pelanggan. Menurut Marimin dan
Maghfiroh (2010) sistem manajemen rantai pasokan dapat didefinisikan
sebagai satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup
keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada
pelanggan.
Menurut Pujawan (2005) manajemen rantai pasokan adalah
metode atau pendekatan integratif untuk mengelola aliran produk,
informasi, dan uang secara terintegrasi yang melibatkan pihak-pihak
mulai dari hulu ke hilir yang terdiri dari supplier, pabrik, jaringan
distribusi maupun jasa-jasa logistik. Siagian (2007) menyatakan ruang
lingkup Manajemen Rantai Pasokan meliputi:
1. Rantai pasokan mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi
barang mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran ke tangan
konsumen termasuk aliran informasinya. Bahan baku dan aliran
informasi adalah rangkaian dari rantai pasokan.
2. Rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan
barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya.
2.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan
Risiko dapat didefinisikan sebagai ketidakpastian tentang suatu
keadaan yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang diambil
berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini (Fahmi, 2010). Menurut
8
Djohanputro (2004), risiko bisa diartikan sebagai ketidakpastian yang telah
diketahui tingkat probabilitas kejadiannya. Risiko adalah ketidakpastian yang
bisa dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan.
Menurut Kountur (2008), risiko merupakan kemungkinan kejadian yang
merugikan.
Risiko rantai pasokan dapat didefinisikan sebagai kerugian yang
dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan penyebabnya, dan
sisi akibatnya dalam rantai pasokan sebuah perusahaan dan lingkungannya.
Jika salah satu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka akan
berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam
jaringan rantai pasokannya (Marimin dan Maghfiroh, 2010).
Manajemen risiko rantai pasokan adalah kerjasama dengan mitra
kerja rantai pasokan dengan menerapkan alat-alat yang diperlukan dalam
proses manajemen risiko sehingga mampu mengatasi risiko dan
ketidakpastian yang muncul dari aktivitas atau sumber-sumber logistik
(Norrman dan Jansson dalam Hadiguna, 2010). Menurut Cavinato dalam
Hadiguna (2010), pada dasarnya terdapat lima aliran yang bisa dianalisa
dalam manajemen risiko rantai pasok, yaitu: risiko operasional, risiko
finasial, risiko informasi, risiko relasional, dan risiko inovasional. Manajemen
risiko rantai pasokan pada umumnya fokus pada risiko operasional. Misalnya,
risiko dalam penerimaan pesanan, risiko dalam pembelian barang, risiko
dalam persediaan, risiko dalam produksi, risiko dalam perencanaan, risiko
dalam hubungan antara agen serta prinsipal dan beberapa kejadian lain yang
sangat banyak dalam sebuah proses bisnis suatu perusahaan.
Menurut Hadiguna (2010), risiko rantai pasokan merupakan
kemungkinan dan efek dari ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan.
Selanjutnya, konsekuensi risiko dapat diasosiasikan dengan keluaran spesifik
rantai pasokan seperti biaya atau kualitas. Risiko rantai pasokan terdiri dari
perbedaan dalam hal informasi, aliran bahan dan produk, yang berasal dari
pemasok awal sampai dengan pengiriman kepada pengguna akhir (Gaonkar
dan Viswanadham dalam Hadiguna, 2010).
9
Menurut Pujawan (2005), ketidakpastian suatu rantai pasokan
diklasifikasikan menjadi berdasarkan sumber utamanya, yaitu:
1. Ketidakpastian permintaan
Sebuah ritel tidak akan mempunyai informasi yang pasti berapa suatu
produk tertentu akan terjual pada minggu atau hari tertentu.
Ketidakpastian tersebut disebabkan oleh kesalahan administrasi
persediaan, syarat jumlah pengiriman minimum, dan keharusan ritel
untuk mengakomodasikan ketidakpastian pelanggan mereka.
2. Ketidakpastian dari pemasok
Ketidakpastian dari pemasok dapat berupa ketidakpastian pada waktu
tunggu pengiriman, harga bahan baku atau komponen, ketidakpastian
kualitas, serta kuantitas material yang dikirim.
3. Ketidakpastian internal
Ketidakpastian internal dapat terjadi akibat kerusakan mesin, kinerja
mesin yang tidak sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, serta
ketidakpastian waktu maupun kualitas produksi.
Menurut Austin dalam Hadiguna (2010), risiko kualitas dapat
diminimisasi dengan memenuhi spesifikasi bahan baku yang diisyaratkan
melalui pengembangan standar spesifikasi bahan baku yang dibutuhkan,
penentuan kapasitas produksi bahan baku dan penyediaan insentif bagi
produsen yang mampu memenuhi standar produksi dan pengiriman. Tingkat
risiko rantai pasokan agroindustri akan tergantung dari jenis komoditasnya.
Komoditas yang mempunyai diversifikasi yang sangat tinggi akan berisiko
tinggi dari sisi pasokan dan sebaliknya (Zsidin, 2003). Menurut Lee dalam
Hadiguna (2010), ketidakpastian dalam rantai pasokan bersumber dari dua
sisi yaitu permintaan dan pasokan. Hubungan antara ketidakpastian
permintaan dan pasokan dapat dilihat pada Gambar 2.
10
Ketidakpastian PermintaanRendah
(Produk fungsional)Tinggi
(Produk inovatif)
Ara
h S
trat
egi p
engu
rang
anke
tida
kpas
tian
Pas
okan
Ket
idak
past
ian
Pas
okan Rendah
(Proses stabil)
Tinggi(Proses
berkembang)
Pangan, pakaian, pertanian, minyak dan
gas
Pembangkit listrik hidro, pangan dan
pertanian
Telekomunikasi, semikonduktor,
komputer canggih
Pakaian, Komputer
Arah strategi pengurangan ketidakpastian permintaan
Gambar 2. Ketidakpastian permintaan dan pasokan (Lee dalam Hadiguna 2010)
Proses manajemen risiko rantai pasokan adalah mengidentifikasikan
sumber-sumber risiko. Menurut Norrman dan Jansson dalam Hadiguna
(2010), langkah-langkah dalam penanganan risiko yaitu identifikasi dan
analisis risiko untuk mencari deviasi dari sebuah kejadian kemudian mencari
konsekuensi dari deviasi tersebut termasuk penyebab deviasinya. Kedua,
penilaian risiko adalah melakukan penilaian risiko untuk membuat prioritas
dari daftar risiko tersebut sehingga dapat diketahui risiko yang lebih prioritas.
Penilaian risiko umumnya dilakukan dengan cara melakukan sebuah
perhitungan terhadap kerugian yang muncul sebagai konsekuensi terjadinya
risiko tersebut. Ketiga, mengelola risiko dengan cara berupa transfer risiko,
menanggung bersama risiko, didiamkan saja, dihapus kegiatannya. Keempat,
pemantauan risiko yaitu mengikuti pelaksanaan penanganan risiko apakah
sudah sesuai dengan biaya yang diperkirakan, jadwal yang direncanakan
sehingga diyakini penanganan sudah sesuai rencana.
2.3. Analisis Manajemen Risiko
Menurut Djohanputro (2004) siklus manajemen risiko terdiri dari
lima tahapan yaitu identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko,
model pengelolaan risiko, monitor, dan pengendalian.
11
1. Identifikasi Risiko
Pada tahap ini analisis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko
yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi
seluruh risiko. Risiko ada yang dominan dan ada risiko yang minor.
Langkah pertama adalah dengan melakukan analisis kepada pihak
berkepentingan yaitu pemegang saham, kreditur, pemasok, karyawan,
pemain lain dalam industri, pemerintah, manajemen itu sendiri,
masyarakat, dan pihak lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan.
Langkah kedua, analis dapat menggunakan 7S dari McKenzie yaitu shared
value, strategy, structure, staff, skills, system, dan style.
Pada tahap pertaman ini dapat diidentifikasi nilai kerugian (loss
exposures). Metode untuk mengidentifikasi risiko beragam, misalnya
menggunakan checklist untuk hal-hal yang dapat diidentifikasi dapat
menimbulkan risiko. Identifikasi risiko dapat juga dilakukan dengan
analisis kinerja keuangan perusahaan, focus group discussion dengan para
manajer, survey terhadap karyawan, diskusi dengan perusahaan asuransi
dan konsultan manajemen risiko (Mulyati dkk, 2009).
2. Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko mengacu kepada dua hal yaitu kuantitas dan
kualitas risiko. Kuantitas terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur
yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan
suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, maka
semakin tinggi pula risikonya. Data historis merupakan salah satu sumber
identifikasi risiko sekaligus sumber untuk mengukur besarnya risiko.
Kemungkinan terjadinya risiko dapat ditentukan walaupun tidak ada data
historis dari masa sebelumnya. Metode yang digunakan untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya risiko adalah dengan metode aproksimasi.
Menurut Kountur (2008), pengumpulan informasi pada metode
aproksimasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: Expert Opinion,
Concensus, atau Delphy.
Expert Opinion adalah cara pengumpulan informasi dimana
seseorang dianggap yang dianggap ahli diwawancarai untuk mendapatkan
12
informasi tentang berapa besar probabilitas dan berapa besar dampak yang
terjadi dari suatu risiko. Concensus adalah cara dimana beberapa orang
dikumpulkan untuk diminta pendapatnya tentang besarnya probabilitas dan
dampak dari suatu daftar risiko. Beberapa orang tersebut harus membuat
kesepakatan besarnya risiko yang akan digunakan dalam membuat peta
risiko dan status risiko. Delphy adalah suatu cara dimana beberapa orang
yang dianggap ahli untuk memberikan pendapat. Hal tersebut dilakukan
dengan jalan mengirimkan formulir atau pertanyaan untuk diisi secara
tertulis dan dijawab dengan tertulis. Masing-masing ahli tidak boleh saling
mengetahui. Selanjutnya pendapat mereka disebarkan ke ahli yang lain
untuk diberi pendapat revisi (Kountur, 2008).
3. Pemetaan Risiko
Sebuah manajemen akan mampu menilai risiko dengan adanya
pengelompokan terhadap risiko. Pemetaan risiko pada prinsipnya
merupakan penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu
sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter dari masing-masing
risiko dan menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing
risiko (Djohanputro, 2004). Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 3.
Risiko II Risiko IRisiko berbahaya yang jarang terjadi
Mengancam pencapaian tujuan perusahaan
Risiko IV Risiko IIIRisiko tidak berbahaya
Risiko yang terjadi secara rutin
Gambar 3. Diagram Pemetaan Risiko (Djohanputro, 2004)
Tahap pemetaan menurut Scandizzo (2005) adalah 1) identifikasi
kegiatan kunci, 2) analisis pemicu risiko (people, process, system dan
external); 3) analisis faktor-faktor risiko (kuantitas, kualitas, kondisi kritis,
failure); 4) identifikasi risiko; 5) identifikasi dan analisis kerugian; dan 6)
identifikasi dan analisis Key Risk Indicators (KRIs).
ProbabilitasRendah Tinggi
Tin
ggi
Ren
dah
13
Berdasarkan peta risiko maka dapat diketahui strategi penanganan
risiko. Dua strategi penanganan risiko adalah preventif dan mitigasi.
Preventif dilakukan apabila probabilitas besar dan mitigasi dilakukan
dengan tujuan memperkecil dampak risiko. Tindakan preventif dapat
dilakukan dengan membuat atau memperbaiki prosedur, mengembangkan
sumber daya mausia, dan memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.
Beberapa cara mitigasi adalah dengan diversifikasi, penggabungan, dan
pengalihan risiko (Kountur, 2008).
4. Model Pengelolaan Risiko
Pengelolaan risiko bisa dilakukan secara konvensional, penetapan modal
risiko dan struktur organisasi pengelolaan risiko.
5. Monitoring dan Pengendalian Risiko
Monitoring dan pengendalian risiko bertujuan untuk memastikan
bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana,
cukup efektif, dan untuk memantau perkembangan terhadap
kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini
berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis merubah prioritas
risiko.
2.4 Landasan Matematik Penilaian Risiko
Proses pengambilan keputusan yang melibatkan pendapat berbagai
pakar menjadi sangat rumit jika setiap pendapat didasarkan pada kriteria
jamak (Hadiguna, 2010). Pengambilan keputusan tersebut dikenal dengan
istilah Multi-Expert (Person) Multi Criteria Decision Making atau ME-
MCDM. Teknik ME-MCDM akan didukung oleh proses agregasi rating dan
preferensi serta penggabungan pendapat dari setiap pakar sehingga
penyelesaian yang dihasilkan adalah yang paling diterima oleh kelompok
secara keseluruhan (Hadiguna, 2010).
Operasi agregasi kriteria adalah metode Order Weighted Average
(OWA). Operator OWA merupakan operator yang dapat dengan mudah
menyesuaikan atau mengagregasikan operator “dan” dan operator “atau”
dalam persoalan ME-MCDM (Yager, 1988). Operasi agregasi kriteria
dirumuskan oleh Yager dalam Santoso (2005) yaitu:
14
Pik = Min [Neg I(qj) ˅ Pik(qj)]....................................................................(1)
dimana:
Pik = Nilai agregasi risiko dari penilai
I(qj) = Nilai kemungkinan terjadinya risiko
Neg I(qj) = Nilai negasi I(qj)
Pik(qj) = nilai tingkat kekerasan risiko dari pendapat penilai
˅ = notasi maksimum
Formulasi tersebut menunjukkan bahwa kriteria yang tingkat
kepentingannya rendah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap skor
keseluruhan. Formulasi agregasi tersebut memenuhi kondisi Pareto
optimalitas, kebebasan terhadap alternatif tidak relevan, asosiasi yang positif
bagi skor individual terhadap skor keseluruhan, non-dictatorship dan simetri
yang harus dipenuhi untuk agregasi kriteria jamak (Hadiguna, 2010).
Bobot faktor nilai pengambil keputusan (pakar) dengan formula:
QA (k) =Sb(k)
b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r ]................................................................................(2)
dimana:
QA = bobot rata-rata penilai pada skala k
q = jumlah skala penilaian risiko
r = jumlah penilai (pakar)
Agregasi keputusan ahli dengan menggunakan operator Ordered Weighted
Averaging (OWA) dirumuskan sebagai berikut:
Pi = Max j...r [Qj ∧ Bj]....................................................................................(3)
dimana:
Pi = Nilai agregasi risiko
Qj = bobot kelompok penilai
Bj = pengurutan nilai dari besar ke kecil
∧ = notasi minimum
15
2.5 Penelitian Terdahulu
Mulyati dkk (2009) meneliti “Rancang Bangun Sistem Manajemen
Rantai Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia”.
Hasil penelitian ini adalah teridentifikasi peta potensi minyak akar wangi di
Indonesia, gambaran rantai pasokan minyak akar wangi berbasis IKM di
Indonesia, dan teridentifikasi faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi usaha minyak akar wangi. Potensi pengembangan minyak
atsiri masih terbuka karena tanah dan iklim Indonesia cocok untuk
pengembangan atsiri, didukung oleh ketersediaan areal potensial, terbukanya
peluang pasar baik lokal maupun ekspor, serta adanya dukungan lembaga
penelitian yang menyiapkan teknologi untuk peningkatan mutu. Gambaran
rantai pasokan minyak akar wangi tidak berbeda jauh secara umum dengan
rantai pasokan minyak atsiri. Penelitian ini menjadi bahan masukan untuk
mengkaji manajemen rantai pasokan minyak akar wangi dan risiko minyak
akar wangi.
Hadiguna (2010) meneliti “Perancangan Sistem Penunjang
Keputusan Rantai Pasokan dan Penilaian Risiko Mutu Pada Agroindustri
Minyak Sawit Kasar”. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan cara
penilaian risiko operasional, merumuskan model matematik manajemen
panen-angkut-olah dan menghasilkan rancang bangun sistem penunjang
keputusan yang berfungsi untuk pengelolaan risiko penurunan dan optimasi
rantai pasokan minyak sawit kasar. Rancangan sistem penunjang keputusan
yang dihasilkan bernama SIRPO yang berguna untuk menganalisis risiko
penurunan mutu dan optimasi rantai pasok. SPK dirancang dengan dengan
mengintegrasikan teknik optimasi dan mekanisme protokol atau rule base
sehingga mampu memberikan keluaran sesuai kebutuhan pengambil
keputusan. Rancangan ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan pengelolaan
mutu dan optimasi rantai pasok. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penilaian risiko mutu menggunakan teknik Non-Numeric Multi-Expert
Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) dengan agregasi penilaian
menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA).
16
Santoso (2005) meneliti “Rekayasa Model Manajemen Risiko Untuk
Pengembangan Agroindustri Buah-buahan Secara Berkelanjutan”. Penelitian
ini membahas secara komprehensif manajemen risiko agroindustri buah-
buahan khususnya mangga dengan mengkombinasikan berbagai teknik
pengambilan keputusan kriteria majemuk. Hasil penelitian ini adalah sistem
penunjang keputusan M-RISK, yang terdiri dari lima model utama yang
membatu pengambil keputusan dalam pengembangan agroindustri buah-
buahan.Model M-RISK dapat digunakan untuk menentukan prioritas produk
agroindustri unggulan, menganalisis risiko dan merumuskan strategi
manajemen risiko pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran produk
agroindustri, merumuskan manajemen kelembagaan dan menganalisis
kelayakan usaha agroindustri dengan berbagai skenario. Risiko yang tertinggi
dari penelitian tersebut adalah aspek pengadaan bahan baku. Kaitan penelitian
ini adalah sebagai referensi proses manajemen risiko dan teknik yang
digunakan.
Kusnandar dan Marimin (2003) meneliti “Pengembangan Produk
Agroindustri Jamu dan Analisis Struktur Kelembagaannya”. Penelitian
tersebut menghasilkan bahwa produk jamu serbuk merupakan alternatif
terbaik dengan kategori tinggi (T) dengan pendekatan fuzzy non numeric
decision making. Kaitannya dengan penelitian ini adalah sebagai referensi
metode agregasi OWA dan pengambilan keputusan dengan pendekatan fuzzy
non numeric.
Santoso dan Marimin (2001) meneliti “Produk Olahan Apel
Unggulan Menggunakan Teknik Fuzzy Non Numerik dan Analisis Struktur
Serta Pola Pembinaan Kelembagaannya”. Hasil penelitian tersebut adalah
kategori tinggi (T) untuk dodol apel, sari buah dan keripik kategori sedang
(M), dan ketegori rendah (R) untuk produk lainnya. Kaitan penelitian ini
adalah sebagai referensi penentuan keputusan menggunakan pendekatan fuzzy
non numeric.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Permintaan minyak akar wangi dunia diperkirakan terus meningkat.
Hal tersebut merupakan salah satu kesempatan bagi Indonesia untuk
mengembangkan industri minyak akar wangi. Pengembangan industri
minyak akar wangi harus didukung oleh suatu sistem yang mampu
mengoptimalkan produktivitasnya. Sistem tersebut adalah manajemen rantai
pasokan yang terdiri dari petani, pengumpul akar wangi, penyuling,
pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir.
Sistem rantai pasokan yang panjang tidak menguntungkan bagi
usaha. Selain itu, peranan anggota rantai pasokan yang tidak seimbang juga
menyebabkan tidak optimalnya suatu produksi, sehingga hanya dapat
menguntungkan pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini eksportir sangat
dominan dalam menentukan harga minyak akar wangi.
Manajemen rantai pasokan minyak akar wangi tidak menutup
kemungkinan adanya ketidakpastian kualitas dan kuantitas, penjualan, dan
permodalan usaha. Ketidakpastian tersebut dapat menjadi risiko yang
mengakibatkan kerugian usaha. Risiko yang dikaji adalah risiko
operasional, risiko pemasaran, dan risiko keuangan. Risiko tersebut dinilai
dan dibentuk rancangan sistem penunjang keputusan risiko rantai pasokan
minyak akar wangi.
Risiko perlu dikelola untuk keberlanjutan suatu usaha. Risiko yang
dikelola dengan baik akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi usaha.
Keunggulan kompetitif yang dimaksud adalah keunggulan dalam hal mutu
dan biaya. Keunggulan kompetitif mampu menciptakan ketahanan dan
keberlanjutan usaha. Ketahanan usaha minyak akar wangi tersebut menjadi
rumusan kerangka pemikiran penelitian ini. Diagram kerangka pemikiran
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
18
Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual
Rancangan Model Sistem Penunjang Keputusan
Permintaan minyak akar wangi yang terus meningkat
Pengembangan industri minyak akar wangi
Kesempatan pasar yang luas
Ketidakpastian kualitas dan kuantitas, penjualan, permodalan usaha
Manajemen risiko operasional, pemasaran, dan keuangan
Manajemen rantai pasokan minyak akar wangi
Risiko rantai pasokan minyak akar wangi
Keunggulan kompetitif
Ketahanan Usaha
19
3.2. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian merupakan rincian dari langkah-langkah yang
dilakukan berdasarkan dari awal sampai akhir penelitian. Tahapan
Penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tahapan penelitian
Kesimpulan dan saran
Analisis rantai pasokan minyak
akar wangi
Analisis deskriptif
Identifikasi rantai pasokan
Input data identifikasi rantai pasok
Pra
Pen
elit
ian
Identifikasi risiko dan penanganan risiko
operasional, pemsaran, dan keuangan
Pengukuran probabilitas dan dampak risiko
Pemetaan risiko
Analisis deskriptif risiko
Input data identifikasi risiko
Analisis risiko
Studi pustaka
Ijin dan penjajakan penelitian
Proposal penelitian
Pengumpulan data
Rancangan awal sistem penunjang keputusan
1.Penilaian pakar (Non Numeric MCDM)
2. Teknik Agregasi OWA
3. Pembuatan rule base
20
Berdasarkan Gambar 5. tahapan penelitian secara rinci terdiri dari:
1. Studi pustaka dilakukan sebagai landasan sistem nyata yang dipelajari.
Pustaka yang dipelajari adalah pustaka yang berhubungan dengan
manajemen rantai pasokan dan manajemen risiko rantai pasokan.
Pustaka lain yang dipelajari adalah metode yang bisa digunakan dalam
menyelesaikan model risiko rantai pasokan.
2. Pembuatan proposal penelitian yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian dan rancangan pengumpulan data.
Rancangan pengumpulan data meliputi 1) identifikasi kebutuhan data,
2) metode pengumpulan data, 3) metode pengambilan sampel, dan 4)
pemilihan teknik analisis pengolahan data.
3. Pra survey yang dilakukan melalui wawancara dengan ketua sentra akar
wangi sebagai tahap awal penjajakan penelitian. Penjajakan dilakukan
untuk memperoleh gambaran umum rantai pasokan dan risiko akar
wangi serta kondisi geografis objek penelitian. Pengajuan ijin penelitian
ke Badan Kesatuan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat
(Kesbag dan Linmas) Kabupaten Garut dan kantor desa Sukakarya
tempat responden petani dan penyuling.
4. Pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer
melalui wawancara dengan anggota rantai pasokan (petani, pengumpul
minyak akar wangi, penyuling, dan pengumpul minyak akar wangi)
minyak akar wangi dalam bentuk kuesioner untuk mengidentifikasi
rantai pasokan minyak akar wangi. Wawancara dengan penyuling
minyak akar wangi untuk mengidentifikasi risiko operasional,
pemasaran, dan keuangan serta penanganannya pada aktivitas
penyulingan. Pengumpulan data sekunder ke Dinas Perindustrian,
Perdagangan, dan Koperasi dan Dinas Perkebunan Kabupaten Garut.
5. Input data ke program Statistical Product and Service Solutions (SPSS)
versi 16.0.
6. Pengolahan data primer dan sekunder untuk identifikasi rantai pasokan
dengan analisis deskriptif.
21
7. Pengolahan data primer identifikasi risiko penyuling dengan analisis
deskriptif berdasarkan proses manajemen risiko (identifikasi risiko,
pengukuran risiko, pemetaan risiko, dan penanganan risiko).
8. Merumuskan faktor-faktor risiko dan peubah penentu yang dibutuhkan
dalam penilaian risiko rantai pasok. Prosedur yang dilakukan melalui
wawancara dan studi pustaka hasil-hasil penelitian terkait. Faktor risiko
yang diperoleh akan distrukturisasi secara hirarki sehingga
mendeskripsikan keterkaitan antar faktor.
9. Merumuskan basis aturan untuk menterjemahkan hasil penilaian risiko
sehingga rekomendasi dapat dikeluarkan oleh model pengambil
keputusan. Rekomendasi merupakan akuisisi pengetahuan para ahli
yang terdiri dari akademisi dan pelaku usaha (penyuling).
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Garut, dengan objek penelitian
adalah industri kecil menengah (IKM) minyak akar wangi. Pemilihan lokasi
ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan IKM akar wangi
merupakan salah satu minyak atsiri yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
IKM akar wangi bersentra di Kabupaten Garut yang tersebar di lima
kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, Leles, dan
Pasir Wangi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011.
3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi, kuesioner, dan
wawancara langsung dengan anggota rantai pasokan minyak akar wangi.
Data sekunder berupa studi literatur dan data lain yang berkaitan dengan
topik penelitian ini yang diperoleh dari jurnal, surat kabar, Dinas
Perkebunan Garut, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi
Kabupaten Garut.
22
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Observasi, yaitu pengamatan langsung obyek penelitian dengan tujuan
untuk memahami kondisi rantai pasokan yang sebenarnya. Obyek yang
diamati adalah lahan akar wangi, akar wangi, kondisi penyulingan, dan
proses penyulingan.
2. Wawancara, dilakukan kepada petani akar wangi, pengumpul akar wangi.
penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan akademisi.
Wawancara mengenai aktivitas masing-masing anggota rantai pasokan
dengan alat bantu kuesioner.
3. Kuesioner, berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada pihak-pihak
terkait dengan topik penelitian, yaitu kepada petani akar wangi,
pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar
wangi, dan akademisi. Kuesioner dibagi menjadi tiga jenis, yaitu i)
kuesioner untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi. ii)
kuesioner untuk megidentifikasi risiko rantai pasokan pada penyuling,
dan iii) kuesioner untuk penilaian risiko rantai pasokan.
i) Kuesioner Identifikasi Rantai Pasokan
Kuesioner untuk petani berisi daftar pertanyaan mengenai identitas
usaha, aspek budidaya dan pasca panen, aspek pemasaran, aspek
keuangan, dan aspek kemitraan.
Identitas usaha petani bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik
dari petani yaitu status usaha petani, kegiatan petani, jumlah
produksi, kepemilikan lahan, dan awal mulai usaha bertani akar
wangi. Aspek budidaya dan pasca panen berisi daftar pertanyaan
mengenai pola tanam akar wangi, proses budidaya akar wangi yang
sesuai Good Agricultural Process (GAP) dari pembibitan sampai
panen, masa tanam, kebutuhan input pertanian dan pemasok,
permasalahan dan kendala budidaya akar wangi serta solusi yang
diterapkan.
Aspek pemasaran pada petani akar wangi berisi pertanyaan
mengenai cara penjualan, kerjasama penjualan yang dilakukan,
23
wilayah penjualan, harga jual, mekanisme pembayaran, dan
permasalahan serta solusinya. Aspek keuangan bertujuan untuk
mengetahui permodalan dalam budidaya akar wangi, investasi yang
dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya.
Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan
pihak-pihak yang menjadi mitra usaha petani.
Kuesioner untuk penyuling berisi pertanyaan mengenai identitas
usaha, aspek penyulingan akar wangi, aspek pemasaran, aspek
keuangan, dan aspek kemitraan. Identitas usaha penyuling bertujuan
untuk mengidentifikasi karakteristik dari penyuling yaitu status dan
bentuk usaha penyuling, kegiatan penyuling, jumlah produksi
minyak akar wangi, dan awal mulai usaha penyulingan akar wangi.
Aspek penyulingan akar wangi berisi daftar pertanyaan mengenai
karakteristik input penyulingan akar wangi, proses penyulingan akar
wangi, dan output yang dihasilkan. Jenis kendala dan permasalahan
selama proses penyulingan akar wangi serta solusi yang diterapkan.
Aspek pemasaran pada penyuling berisi pertanyaan mengenai cara
penjualan minyak akar wangi, kerjasama penjualan yang dilakukan,
wilayah penjualan minyak akar wangi, harga jual minyak akar
wangi, mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya.
Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam
proses penyulingan akar wangi, investasi yang dibutuhkan, dan
masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya. Aspek kemitraan
bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan pihak-pihak yang
menjadi mitra usaha penyuling.
Kuesioner untuk pengumpul akar wangi dan pengumpul minyak akar
wangi berisi garis besar pertanyaan yang sama yaitu identitas usaha,
aspek pemasaran, aspek keuangan, dan aspek kemitraan. Idetitas
usaha untuk pengumpul akar wangi/minyak akar wangi berisis
pertanyaan mengenai karakteristik pengumpul akar wangi/ minyak
akar wangi, status usaha, bentuk usaha, sistem pemesanan,
mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya. Aspek
24
Pemasaran berisi pertanyaan mengenai cara penjualan akar
wangi/minyak akar wangi, kerjasama penjualan yang dilakukan,
wilayah penjualan akar wangi/minyak akar wangi, harga jual akar
wangi/minyak akar wangi, dan permasalahan serta solusinya.
Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam
proses pengumpulan akar wangi/minyak akar wangi, investasi yang
dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya.
Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan
pihak-pihak yang menjadi mitra usaha pengumpul akar
wangi/minyak akar wangi.
ii) Kuesioner Identifikasi Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi
Kuesioner identifikasi risiko ditujukan untuk penyuling minyak akar
wangi yang terdiri dari 3 (tiga) risiko utama yaitu operasional,
pemasaran, dan keuangan. Masing-masing risiko terdapat variabel
atau pemicu risiko. Risiko operasional terdiri dari 3 (tiga) pemicu
utama yaitu internal, Sumber Daya Manusia (SDM), dan sistem.
Masing-masing variabel dan pemicu risiko tersebut diberi penilaian
oleh responden berdasarkan frekuensi dan dampak dengan skala ST
(5), T (4), S (3), R (2), dan SR (1). Kuesioner berikutnya berisi
upaya penanganan risiko, pihak-pihak yang dapat membantu serta
peran yang diharapkan dari pihak-pihak tersebut untuk menangani
risiko.
iii) Kuesioner Penilaian Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi
Kuesioner penilaian rantai pasokan berisi daftar pertanyaan hasil
reduksi dari kuesioner identifikasi rantai pasokan yang telah
disetujui oleh pakar. Kuesioner ini ditujukan kepada pakar untuk
mengetahui nilai agregasi risiko operasional, pemasaran, keuangan,
dan risiko penyulingan. Penilaian pakar didasarkan pada tingkat
frekuensi dan dampak risiko sesuai skala ST (5), T (4), S (3), R (2),
dan SR (1). Jenis dan metode pengumpulan data secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 1.
25
Tabel 1. Jenis dan metode pengumpulan data
No Tujuan Jenis Data Metode Pengumpulan
Data
Sumber Data Alat Analisis
1 Menganalisis rantai pasokan minyak akar wangi
Primer Sekunder
Wawancara dan KuesionerStudi Literatur
Anggota rantai pasokan minyak akar wangiBahan Pustaka,
surat kabar, Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Garut.
Analisis Deskriptif
2 Menganalisis manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan
Primer Sekunder
Wawancara dan Kuesioner Studi Literatur
Anggota rantai pasokan minyak akar wangi (penyuling).Bahan Pustaka,
surat kabar, Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian Garut. Pakar akademisi
dan pelaku usaha (penyuling)
Analisis risikoAnalisis
DeskriptifME-
MCDM Teknik
Agregasi OWA
3 Membuat rancangan awal sistem penunjangkeputusan untuk manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan
Primer Sekunder
Wawancara Pakar akademisi dan pelaku usaha (penyuling)Hasil dari
tujuan 2
Rule Basedengan Logika IF-THEN
26
3.5. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel berdasarkan probability sampling dan
non probability sampling. Pengambilan sampel non probability dilakukan
secara purposive sampling dan snowball sampling. Pengambilan sampel
probability dilakukan secara stratified random sampling. Stratified random
sampling merupakan pengambilan sampel dengan membagi populasi
menjadi subpopulasi. Populasi penelitian ini adalah pelaku industri minyak
akar wangi dan wilayah Kabupaten Garut. Pelaku industri minyak akar
wangi dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu petani, penyuling,
pengumpul akar wangi, dan pengumpul minyak akar wangi. Wilayah
industri minyak akar wangi Kabupaten Garut dikelompokkan ke dalam
empat kelompok kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong,
Cilawu, dan Leles. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel
yang disesuaikan oleh tujuan atau maksud peneliti dengan
mempertimbangkan kriteria tertentu. Kriteria dari sampel yang dipilih
adalah lokasi usaha, status usaha, dan keberlanjutan usaha pelaku industri
minyak akar wangi. Snowball sampling dilakukan dengan mencari referensi
responden berikutnya dari responden pertama. Hal tersebut terus dilakukan
sehingga jumlah responden semakin banyak.
Responden identifikasi rantai pasokan minyak akar wangi terdiri
dari petani, penyuling, pemgumpul akar wangi, dan pengumpul minyak akar
wangi. Responden penyuling juga menunjukkan sebagai responden
identifikasi risiko rantai pasokan minyak akar wangi. Responden ahli terdiri
dari satu orang ahli akademisi, dua orang pelaku usaha yaitu penyuling dan
pengumpul minyak akar wangi. Jumlah populasi petani tidak teridentifikasi
secara jelas sehingga jumlah pengambilan sampel disesuaikan dengan
kecukupan data sampel homogen. Hasil responden untuk identifikasi rantai
pasokan minyak akar wangi dapat dilihat pada Tabel 2.
27
Tabel 2. Jumlah responden penelitian
No Kecamatan Responden untuk Identifikasi Rantai Pasok Responden untuk Penilaian Risiko
Rantai Pasok
Petani Penyuling Pengumpul Akar Wangi
Pengumpul Minyak
Akar Wangi
Penyuling Ahli
1 Samarang 10 5 2 - 5 12 Bayongbong 7 4 1 1 4 -
3 Cilawu 7 2 - - 2 -
4 Leles 1 1 - - 1 -
5 Garut Kota - - - 1 - 1
6 Dramaga - - - - - 1Total 25 12 3 2 12 3
3.6. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software
Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 dan Excel 2007.
Sedangkan analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif
Analisis ini merupakan metode statistik yang digunakan untuk
menggambarkan data yang telah dikumpulkan. Analisis data secara
deskriptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik responden, dan
keadaan umum rantai pasokan minyak akar wangi. Selain itu analisis
deskriptif juga menggambarkan aspek-aspek risiko minyak akar wangi.
Data disajikan dalam bentuk tabulasi, charts dan diagram.
2. Analisis risiko
Analisis risiko secara deskriptif berdasarkan analisis manajemen
risiko yaitu identifikasi risiko dengan teknik Non-Numeric Multi-Expert
Multi Criteria Decision Making. Pengukuran risiko rata-rata skor
pendapat responden menggunakan modus yang selanjutnya dipetakan
pada peta risiko. Selanjutnya analisis risiko untuk mendapatkan model
risiko menggunakan teknik ME-MCDM untuk penilaian risiko dari
responden ahli. Teknik agregasi risiko menggunakan metode Ordered
Weighted Averaging (OWA). Hasil penilaian risiko akan menjadi
masukan dalam penentuan rekomendasi. Tingkatan risiko tersebut
dihubungkan dengan basis pengetahuan menggunakan basis aturan.
28
Formulasi hubungan ini menggunakan logika IF-THEN dengan format
umum sebagai berikut IF (tingkat risiko) THEN (rekomendasi 1,
rekomendasi 2,...).
Metode penilaian risiko merujuk pada Santoso (2005). Jika
dampak risiko sangat tinggi dan kemungkinan risiko sangat tinggi maka
tingkat risiko pada suatu bagian akan menjadi sangat tinggi. Skala
penilaian penurunan mutu ditentukan berdasarkan lima tingkatan yaitu
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Skala penilaian
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Skala penilaian risiko
No Arti Nilai Nilai1 Berisiko sangat tinggi ST2 Berisiko tinggi T3 Berisiko sedang S4 Berisiko rendah R5 Berisiko sangat rendah SR
3. Tahapan penilaian Risiko
Tahapan penilaian risiko diawali dengan penilaian risiko oleh
pakar. Setelah penilaian pakar tentukan Bj sebagai urutan nilai terbesar
hingga terkecil. Jumlah pakar yang ditetapkan dalam penilaian adalah
tiga orang dengan batasan risiko merujuk formulasi Yager dalam
Hadiguna (2010) sebagai berikut:
QA(p) = Int [1+4/3k], dimana k = 1,2,3...................................................(4)
Perbandingan secara bebas dilakukan antara nilai aktual dengan
preferensi pengambil keputusan dengan cara menghitung nilai tingkat
kepentingan setiap peubah penentu menggunakan rumus 3 yaitu: Pi =
Max j...r [Qj ∧ Bj]. Nilai agregasi risiko merupakan hubungan antara
kemungkinan terjadinya risiko dan dampak risiko.
Tujuan sebuah manajemen risiko rantai pasokan minyak akar
wangi adalah mendapatkan tindakan manajerial untuk mengatasi dampak
risiko tersebut. Tindakan manajerial diperoleh melalui pengetahuan para
praktisi di lapang. Rangkuman tindakan manajerial tersebut dapat diolah
menjadi basis pengetahuan. Hubungan antara tingkat risiko dan
29
kumpulan tindakan-tindakan manajerial akan menghasilkan tindakan-
tindakan manajerial yang sesuai dengan tingkat risiko. Agregasi
tingkatan risiko yang diperoleh akan dihubungkan dengan basis
pengetahuan menggunakan rule base. Prosedur penilaian risiko
dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
1. Memasukan hasil penilaian kemungkinan risiko dan dampak risiko
untuk setiap elemen. Penilaian berdasarkan skala penilaian Tabel 3.
Data penilaian diperoleh berdasarkan pendapat tiga orang ahli.
2. Melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai risiko dari setiap
faktor risiko untuk setipa pengambil keputusan ke-j (Vij) pada semua
variabel (peubah) risiko. Rumus yang digunakan dalam perhitungan
Yager dalam Santoso (2005) adalah: Pik = Min [Neg I(qj) V Pjk(qj)].
3. Menentukan bobot faktor nilai pengambil keputusan (pakar) dengan
formula: b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r ]
4. Menentukan nilai gabungan dari seluruh nilai pakar dengan metode
OWA: Pi = Max j...r [Qj ∧ Bj].
5. Melakukan proses perhitungan dari 2 sampai 4 dilakukan secara
berulang sampai didapat agregasi secara total.
Prosedur yang dijelaskan diatas dapat dilihat pada Gambar 6.
Output dari penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi berupa
tingkat risiko dan rekomendasi penanganan risiko. Tingkat rsisiko
tersebut akan dijadikan parameter risiko rantai pasokan minyak akar
wangi pada penyulingan.
30
Gambar 6. Diagram alir penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi
Urutkan hasil penilaian para ahli secara descending
Operasi fungsi agregasi untuk semua i dan j yang sama untuk k = 1,2,3.Dapatkan QA (k) =Sb(k) ; b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r ]Pi = Max j...r [Qj ∧ Bj]
Dapatkan skor risiko untuk semua i
Penentuan skor untuk risiko rantai pasokan dan risiko keseluruhan
Aturan pemberian rekomendasi penanganan risiko:Jika (ST) maka (A1,A2...An)Jika (T) maka (A1,A2...An)Jika (S) maka (A1,A2...An)Jika (R) maka (A1,A2...An)Jika (SR) maka (A1,A2...An)
Akuisisi pengetahuan:Penilaian ahli ke-k terhadap setiap faktor peubah risiko kegiatan ke-i dan risiko rantai pasokan-j
Jumlah dan nama faktor-faktor peubah kegiatan ke-i dari risiko
rantai pasokan-j
Hitung nilai risiko dari setiap faktor:Pik = Min [Neg I(qj) ˅ Pik(qj)]
Tingkat dampak risiko
Skor kegiatan risiko rantai pasokan Skor risiko keseluruhan
Basis pengetahuan penanganan
risiko
Mulai
Rekomendasi untuk risiko rantai pasokan dan risiko keseluruhan
Selesai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi
4.1.1 Karakteristik Tanaman Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi
1. Karakteristik Tanaman Akar Wangi
Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides) termasuk famili
Graminieae atau rumput-rumputan. Tanaman akar wangi memiliki
bau yang sangat wangi, berumpun lebat, akar tinggal bercabang
banyak, berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua.
Tangkai daun tersembul dari akar tinggal yang dapat mencapai 2
(dua) meter. Daun akar wangi berwarna kelabu, tampak kaku,
panjangnya mencapai 100 cm dan tidak mengandung minyak. Daun
akar wangi banyak digunakan sebagai bahan baku kerajinan.
Bunganya berwarna hijau atau ungu pada pucuk tangkai daun
(Mulyati dkk, 2009).
Berdasarkan hasil survey akar wangi mempunyai tiga
tingkatan kualitas yaitu kualitas 1, kualitas 2, dan kualitas 3.
Tingkatan kualitas tersebut didasarkan pada umur tanaman,
karakteristik fisik akar, dan lokasi penanaman akar wangi. Akar
wangi kualitas 1 adalah akar wangi yang berusia lebih dari 12 bulan,
berukuran panjang dan keras, pahit jika digigit, bertekstur licin dan
berwarna kuning khas. Lokasi yang menghasilkan akar wangi
kualitas 1 adalah Pasir wangi, Cikurai, dan Samarang. Wilayah lain
lebih banyak menghasilkan akar wangi kualitas 2 dan 3. Akar wangi
kualitas 2 dan 3 mempunyai karakteristik berbeda dengan
karakteristik akar wangi kualitas 1. Warna akar wangi kualitas 2 dan
3 cenderung agak kemerahan, tekstur tidak terlalu licin. Warna akar
wangi bergantung pada jenis tanah, sedangkan panjang akar
bergantung pada usia tanaman.
Pola tanam akar wangi umumnya monokultur dan tumpang
sari. Tanaman akar wangi dapat tumbuh dengan baik pada
ketinggian antara 700‐1600 meter di atas permukaan laut. Curah
32
hujan yang cocok berkisar antara 1500-2500 mm setiap tahun,
dengan suhu lingkungan 17-27°C, dan dengan derajat keasaman
tanah (pH) sekitar 6-7 (Garutkab, 2009).
Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah
yang tidak padat (gembur) atau tanah yang berpasir seperti tanah
yang mengandung abu vulkanik. Pada tanah yang demikian akar
wangi akan tumbuh dengan baik dan akar akan mudah dicabut pada
waktu panen, sehingga tidak meninggalkan sisa‐sisa akar di dalam
tanah. Akar wangi akan tumbuh dengan baik jika dilakukan
pemangkasan daun pada bulan kelima penanaman. Pemangkasan
dapat meningkatkan hasil sampai sekitar 10 persen (Garutkab, 2009).
Akar wangi merupakan tanaman yang tidak berhama dan
penyakit, sehingga tidak membutuhkan obat tanaman. Hama yang
sering ada berupa hama hidup yaitu kuuk atau beberapa binatang
hutan seperti ayam alas dan babi hutan yang merusak tanaman.
Sebagian besar petani tidak melakukan penanganan khusus dalam
menghadapi kuuk atau binatang hutan. Mereka hanya melakukan
pengawasan yang terus menerus untuk mengurangi kerusakan akibat
binatang hutan tersebut.
Pemanenan akar wangi dapat dilakukan setelah tanaman
berumur 8 (delapan) bulan pada musim kemarau. Namun, sebagian
besar petani akar wangi memanen setelah tanaman berumur 12
bulan. Akar wangi akan menghasilkan minyak dengan kuantitas dan
kualitas optimum apabila dipanen setelah tanaman berusia 15 bulan
dan maksimum tanaman berusia 18 bulan. Cara panen akar wangi
adalah dengan mencangkul tanah di sekeliling rumpun tanaman agar
longgar sehingga semua akar bisa diambil dan tidak ada yang putus.
Oleh karena itu, dibutuhkan alat bantu panen berupa traktor yang
dapat mencangkul lebih dalam, sehingga memudahkan pekerja
dalam memanen akar wangi. Sentra produksi bahan baku akar wangi
di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
33
Tabel 4. Sentra produksi akar wangi di Indonesia
No Propinsi Jumlah Kabupaten Luas (Ha)1 Jawa Barat 1 25002 Jawa Tengah 2 293 DI Yogyakarta 3 11
Jumlah 6 2540
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Mulyati dkk, (2009)
Tabel 4 memperlihatkan bahwa terdapat tiga propinsi yang
menjadi sentra produksi akar wangi. Luas daerah Jawa Tengah dan
DI Yogyakarta tidak seluas daerah Jawa Barat. Hal ini dikarenakan
sentra produksi akar wangi terletak di Kabupaten Garut Jawa Barat
telah ditetapkan untuk mempertahankan luas wilayah budidaya akar
wangi. Kabupaten Garut mampu memasok 90 persen lebih dari total
produksi minyak akar wangi Indonesia, yaitu sekitar 60-75 ton per
tahun (Sinar Tani, 2009).
Budidaya komoditas akar wangi di Kabupaten Garut
berdasarkan keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor: 520/SK.
196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996, yang menetapkan luas areal
perkebunan akar wangi dan pengembangannya oleh masyarakat
seluas 2.400 Ha. Selama setahun tercatat 2.318 Ha luas garapan
perkebunan akar wangi yang memproduksi minyak sebanyak 75 ton,
dengan rincian pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas lahan dan produksi akar wangi tahun 2009
Kecamatan Luas Lahan (Ha) Hasil (Ton)Cilawu 240,00 8,00
Bayongbong 112,00 3,70Samarang 1.141,00 37,40Pasirwangi 75,00 2,50
Leles 750,00 23,40Jumlah 2.318,00 75,00
Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Garut (2010)
34
2. Karakteristik Minyak Akar Wangi
Tahap setelah pemanenan adalah proses penyulingan akar
wangi untuk memperoleh minyak akar wangi kasar. Proses
penyiapan penyulingan akar wangi dimulai dengan pembersihan dan
pencucian akar wangi untuk menghilangkan tanah yang menempel
pada akar wangi. Apabila sebagian tanah ikut dalam proses
penyulingan maka dapat menurunkan rendemen dan mutu minyak
akar wangi. Setelah itu dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk
menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan
lebih mudah dan singkat. Pengeringan akar wangi sebaiknya
dilakukan selama 12 jam di bawah sinar matahari langsung atau pada
kadar air 15 persen sampai 25 persen. Sebelum penyulingan
sebaiknya akar wangi dirajang terlebih dahulu untuk memudahkan
penguapan akar wangi. Akar wangi yang sudah dikeringkan dan
dirajang dimasukkan dalam ketel yang tertutup rapat.
Prinsip kerja penyulingan tidak langsung adalah ketel
penyulingan diisi air sampai batas saringan. Akar wangi diletakkan
di atas saringan, sehingga tidak berhubungan langsung dengan air
yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Pada fase
ini terjadi penguapan dalam ketel. Uap air yang bercampur dengan
partikel minyak akan dialirkan ke alat pendingin melalui pipa. Alat
pendingin yang dimaksud merupakan bak penampungan air dingin
yang permanen. Pada alat pendingin tersebut terjadi pengembunan
dan uap air yang bercampur minyak akan mencair kembali. Proses
selanjutnya adalah uap air yang mencair tersebut dialirkan ke alat
pemisah minyak akar wangi dan air. Berat jenis air lebih ringan
dibanding dengan akar wangi. Sehingga air akan berada di atas dan
minyak berada pada lapisan bawah. Selanjutnya minyak dialirkan
melalui lubang bawah alat pemisah ke alat pengumpul minyak.
Sebagian besar penyuling tidak menerapkan penyulingan
dengan ketentuan yang baku (good manufacturing process).
Pencucian akar wangi hanya dilakukan apabila musim hujan karena
35
terlalu banyak tanah yang menempel. Penjemuran hanya dilakukan
pada pagi hari dan tidak ada proses perajangan. Semua itu dilakukan
untuk mempercepat proses produksi dan menghemat biaya
operasional. Pemisahan air dan minyak menggunakan kertas saring
yang tidak tembus air. Sehingga ketika disaring air akan berada di
atas dan minyak mengalir ke dalam wadah penampungan.
Kesadaran dan kemauan yang rendah untuk memproses
dengan ketentuan yang baku membuat mutu dan rendemen minyak
tidak optimal. Gambaran mutu hasil penyulingan rakyat
dibandingkan dengan beberapa standar mutu nasional dan
internasional dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perbandingan mutu minyak akarwangi penyulingan rakyat dengan standar mutu Nasional dan Internasional
Parameter Penyulingan Rakyat
Standar MutuIndonesia Reunion Haiti
Warna Coklat tua/gelap
Kuning muda-coklat
kemerahan
Coklat-merah kecoklatan
Coklat-merah kecoklatan
Bobot Jenis 20/20°C
0.9882-0.9870 0.980-1.003 0.9900-1.1015 0.9860-0.9980
Indeks Bias pada 20°C
1.5178-15221 1.520-1.530 1.5220-1.5300 1.521-1.526
Bilangan asam 26.82-51.17 10-35 Maks 35 Maks 14Kelarutan dalam etanol 80% pada 20°C
1 : 1 1 : 1 Maks 1 : 2 Maks 1 : 2
Bilangan ester 3.17-17.82 5-26 5-16 5-16Vetiverol total (asetilasi)
- Min 50 - -
Kadar vetiverol 4.44-6.31 - - -Sumber: Tutuarima (2009)
4.1.2 Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi
Rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari rangkaian
kegiatan produktif yang terhubung antara aktivitas nilai yang satu
dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai pasokan juga
merupakan rantai keterkaitan dalam suatu kegiatan usaha sejak bahan
baku tanaman akar wangi sampai dengan konsumen industri, yaitu
industri pangan, kosmetik, parfum, toileteries, dan lain-lain. Rantai
pasokan minyak akar wangi di Indonesia sampai dengan eksportir.
36
Selanjutnya eksportir mengekspor minyak akar wangi ke negara
Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan
India (Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Perkoperasian Kabupaten
Garut, 2011)
Anggota utama rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari
petani akar wangi sebagai pemasok bahan baku, pengumpul akar wangi,
penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir
minyak akar wangi. Setiap anggota rantai pasokan melakukan aktivitas
berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan minyak
akar wangi yang berkualitas. Pola aliran rantai pasokan minyak akar
wangi dapat dilihat pada Gambar 7.
Cakupan rantai pasokan minyak akar wangi Indonesia
Gambar 7. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi
Aliran rantai pasokan minyak akar wangi dimulai dari petani
sebagai penghasil akar wangi atau bahan baku minyak akar wangi.
Hasil panen dari petani akan dibeli oleh pengumpul akar wangi yang
kemudian dijual ke penyuling atau disuling sendiri dengan menyewa
alat suling. Hasil panen bisa dibeli langsung oleh penyuling. Harga akar
wangi dari petani sebesar Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kg. Harga akar
wangi dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas akar wangi. Selain itu,
37
kualitas akar wangi juga dipengaruhi oleh cuaca, karena cuaca hujan
terus maka terdapat akar wangi yang dijual di bawah harga standar
yaitu mencapai Rp 1.200 per kg.
Petani langsung mengantarkan akar wangi ke penyuling atau
pengumpul akar wangi. Selain itu, ada penyuling yang langsung
membeli akar wangi yang masih berada di lahan. Alat transportasi yang
digunakan oleh petani untuk mengantarkan akar wangi kepada
penyuling adalah truk pribadi atau truk sewa.
Penyuling melakukan penyulingan untuk menghasilkan minyak
akar wangi yang dijual langsung ke pengumpul minyak akar wangi atau
eksportir minyak akar wangi yang berada di luar wilayah Garut.
Eksportir paling banyak berada di Bogor dan Jakarta. Eksportir
mengekspor minyak akar wangi ke beberapa negara yaitu Jepang,
Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India.
Harga beli oleh pengumpul atau eksportir minyak akar wangi sebesar
Rp 1.000.000 sampai Rp 1.400.000 per kg bergantung pada kualitas
yang dihasilkan. Semakin baik kualitas minyak akar wangi, maka
semakin mahal harga minyak akar wangi tersebut.
Aliran finansial pada rantai pasokan minyak akar wangi terjadi
dari pengekspor minyak akar wangi ke pengumpul minyak atau
langsung ke penyuling. Selanjutnya, aliran finansial dari penyuling ke
pengumpul akar wangi atau langsung ke petani. Eksportir membayar
minyak akar wangi dengan cara transfer setelah minyak dikirim dalam
jangka waktu 1 (satu) sampai 2 (dua) hari. Sistem pembayaran
penyuling atau pengumpul minyak akar wangi adalah sistem tunai
setelah minyak dikirim.
Sebagian besar eksportir atau pengumpul minyak memberikan
pinjaman modal sebelum penyulingan kepada penyuling sehingga
pemodal akan menerima bayaran berupa minyak setelah minyak
terkumpul selama lebih kurang 10 hari. Eksportir melakukan pinjaman
modal sekaligus pembinaan dimaksudkan untuk memperoleh mutu atau
jaminan mutu minyak yang lebih baik. Oleh karena adanya keterikatan
38
antara pemberi modal (eksportir atau pengumpul minyak akar wangi)
dan penyuling, maka harga beli pemberi modal adalah di bawah harga
standar dengan selisih Rp 25.000 –Rp 75.000 per kg.
Hal tersebut juga dilakukan penyuling kepada petani, yaitu
penyuling memberikan pinjaman modal kepada petani untuk melakukan
budidaya akar wangi. Salah satu kasus dijumpai penyuling yang
memberikan bantuan modal (bibit, pupuk, dan biaya panen) kepada
petani yang membutuhkan, walaupun tidak bersifat rutin. Petani
mempunyai keterikatan untuk menjual hasil produksinya kepada
penyuling yang bersangkutan karena pemberian bantuan tersebut.
Sistem komunikasi sudah terintegrasi dengan baik antara
anggota primer dalam rantai pasokan akar wangi. Aliran informasi
terjadi dari pengekspor minyak akar wangi dan pengumpul minyak akar
wangi atau langsung ke penyuling akar wangi. Selanjutnya dari
penyuling ke pengumpul akar wangi atau langsung ke petani akar
wangi. Komunikasi mempunyai arus dua arah. Komunikasi antara
pengekspor dengan penyuling menggunakan telepon berupa informasi
harga yang berlaku dan tanggal pengiriman minyak akar wangi.
Komunikasi antara penyuling dengan petani akar wangi berupa
informasi harga akar wangi, tanggal panen, dan kapasitas pengiriman
akar wangi kepada penyuling.
Komunikasi antara penyuling, pengumpul akar wangi, dan
petani akar wangi juga dilakukan melalui rapat atau musyawarah. Rapat
atau musyawarah tersebut tidak dilakukan secara rutin dan berlangsung
informal. Masalah yang dibahas adalah masalah mengenai perijinan
bahan bakar, bantuan modal, penggunaan pupuk, pemilihan bibit dan
masalah lain yang perlu dibahas untuk mencapai kesepakatan. Perijinan
bahan bakar yang dimaksud adalah perijinan penggunaan oli bekas.
Rapat atau musyawarah tidak dilakukan dengan kelompok besar saja
namun dengan kelompok-kelompok kecil antara penyuling dan petani
binaan.
39
4.1.3 Aktivitas Petani Akar Wangi
Petani akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan
Bayongbong, Samarang, Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Karakteristik
petani akar wangi dibagi menjadi 2 (dua) yaitu petani individu dan
petani kelompok. Petani ada yang bertindak sebagai penyuling yang
disebut petani/penyuling dan petani murni. Rata-rata petani hanya
bekerja sebagai petani saja, walaupun tidak hanya akar wangi yang
diusahakan. Ada beberapa petani yang juga melakukan budidaya
sayuran berupa kol, tomat, kentang, kubis, cabai, dan singkong.
Petani individu relatif lebih sedikit dibandingkan petani yang
berkelompok, petani kelompok sebesar 72 persen dan petani individu
sebesar 28 persen. Bentuk usaha dari 72 persen petani kelompok
tersebut adalah Persekutuan Komanditer (CV) sebesar 32 persen dan
40 persen tidak berbadan hukum. Jumlah kelompok tani yang tidak
berbadan hukum lebih besar daripada kelompok tani dengan bentuk
CV, hal tersebut menunjukkan bahwa struktur kelembagaan petani
masih belum tersusun secara rapi.
Menurut data Dinas Perkebunan (2010), kegiatan
pengembangan akar wangi melibatkan 1.203 orang sebagai pemilik
(Kepala Keluarga) dan 52.717 orang tenaga kerja. Mereka tergabung
dalam 33 kelompok tani yang tersebar di Kecamatan Samarang
sebanyak 9 (sembilan) kelompok tani, di Leles terdapat 12 kelompok
tani, di Cilawu terdapat 10 kelompok tani dan di Bayongbong terdapat
2 (dua) kelompok tani.
Jumlah anggota kelompok tani paling banyak adalah Sinar
Wangi yaitu sebanyak 200 anggota. Satu kelompok tani diketuai oleh
seorang penyuling yang berperan sebagai pemberi modal dan pembina
teknik budidaya bagi anggotanya. Anggota kelompok tani menyediakan
sarana produksi tanaman seperti pupuk, bibit, dan tenaga kerja.
Kesepakatan antara petani dan penyuling adalah petani harus menjual
hasilnya kepada pemberi modal (penyuling). Namun, ada beberapa
penyuling yang memberi kebebasan kepada anggotanya untuk menjual
hasil panen kepada penyuling atau pengumpul lain, dengan ketentuan
petani dapat membayar pinjaman modal yang diberikan.
Status kepemilikan lahan
persen), sewa (4 persen), milik sendiri dan sewa (8 persen). Luas lahan
budidaya yang dimiliki petani bervariasi, 40 persen petani memiliki
luas lahan budidaya dibawah 5 Ha, 36 persen memiliki lahan budidaya
5 sampai 10
10 Ha (Gambar 8). Hal tersebut mengindikasikan bahwa rata
adalah petani berskala kecil. Satu hektar lahan rata
memproduksi 10
sebesar 3 (tiga) ton. Oleh karena itu satu hektar lahan memerlukan
panen lebih dari 3 (tiga) kali.
Gambar 8.
Rata
lebih dari 10 tahun. Lama usaha petani dapat dilihat secara rinci pada
Gambar 9. Para petani umumnya melakukan budidaya akar wangi
berdasarkan warisan dari orang tua mereka secara turun menurun.
Gambar 9. Lama usaha budidaya petani akar wangi (
Budidaya tanaman akar wangi dapat dilakukan dengan sistem
monokultur dan tumpang sari. Petani yang melakukan sistem tumpang
sari sebesar 84 persen dan 16 persen dengan sistem
hasil panen kepada penyuling atau pengumpul lain, dengan ketentuan
petani dapat membayar pinjaman modal yang diberikan.
Status kepemilikan lahan budidaya ada yang milik sendiri (88
persen), sewa (4 persen), milik sendiri dan sewa (8 persen). Luas lahan
budidaya yang dimiliki petani bervariasi, 40 persen petani memiliki
luas lahan budidaya dibawah 5 Ha, 36 persen memiliki lahan budidaya
5 sampai 10 Ha, dan hanya 24 persen yang memiliki luas lahan di atas
10 Ha (Gambar 8). Hal tersebut mengindikasikan bahwa rata
adalah petani berskala kecil. Satu hektar lahan rata
memproduksi 10 – 21 ton akar wangi dengan kapasitas satu kali pan
sebesar 3 (tiga) ton. Oleh karena itu satu hektar lahan memerlukan
panen lebih dari 3 (tiga) kali.
Gambar 8. Luas lahan budidaya petani akar wangi (Sumber: Data Primer, diolah)
Rata-rata petani menjalankan usaha budidaya akar wangi sudah
lebih dari 10 tahun. Lama usaha petani dapat dilihat secara rinci pada
Gambar 9. Para petani umumnya melakukan budidaya akar wangi
berdasarkan warisan dari orang tua mereka secara turun menurun.
Gambar 9. Lama usaha budidaya petani akar wangi (Primer, diolah)
Budidaya tanaman akar wangi dapat dilakukan dengan sistem
monokultur dan tumpang sari. Petani yang melakukan sistem tumpang
sari sebesar 84 persen dan 16 persen dengan sistem
40%36%24% <5 Ha
5 - 10 Ha
>10 Ha
12%
40%
32%12% 4%
< 10 tahun
10 - 20 tahun
20 - 30 tahun
30 - 40 tahun
> 40 tahun
40
hasil panen kepada penyuling atau pengumpul lain, dengan ketentuan
petani dapat membayar pinjaman modal yang diberikan.
budidaya ada yang milik sendiri (88
persen), sewa (4 persen), milik sendiri dan sewa (8 persen). Luas lahan
budidaya yang dimiliki petani bervariasi, 40 persen petani memiliki
luas lahan budidaya dibawah 5 Ha, 36 persen memiliki lahan budidaya
Ha, dan hanya 24 persen yang memiliki luas lahan di atas
10 Ha (Gambar 8). Hal tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata petani
adalah petani berskala kecil. Satu hektar lahan rata-rata mampu
21 ton akar wangi dengan kapasitas satu kali panen
sebesar 3 (tiga) ton. Oleh karena itu satu hektar lahan memerlukan
etani akar wangi (Sumber: Data
rata petani menjalankan usaha budidaya akar wangi sudah
lebih dari 10 tahun. Lama usaha petani dapat dilihat secara rinci pada
Gambar 9. Para petani umumnya melakukan budidaya akar wangi
berdasarkan warisan dari orang tua mereka secara turun menurun.
Gambar 9. Lama usaha budidaya petani akar wangi (Sumber: Data
Budidaya tanaman akar wangi dapat dilakukan dengan sistem
monokultur dan tumpang sari. Petani yang melakukan sistem tumpang
sari sebesar 84 persen dan 16 persen dengan sistem monokultur.
20 tahun
30 tahun
40 tahun
41
Budidaya akar wangi dimulai dengan pembibitan. Bibit akar wangi
diperoleh dengan cara memisahkan daun dan akar, setelah itu diambil
bonggol akarnya untuk ditanam. Bibit yang ditanam (bonggolnya)
adalah akar yang berasal dari tanaman yang tidak berbunga dengan
jarak tanaman biasanya antara 0,5m x 0,75m sehingga untuk 1 Ha lahan
diperlukan bibit sebanyak ± 10.000 rumpun. Setelah penyiapan bibit
maka dilanjutkan pencangkulan dengan proses manual.
Proses selanjutnya adalah proses penanaman. Setelah 5 bulan
penanaman sebaiknya dilkukan pemangkasan daun. Hal tersebut akan
meningkatkan pertumbuhan akar. Penyiangan dapat dilakukan sebanyak
3 kali selama musim tanam. Masa penyiangan pertama dilakukan pada
saat akar berusia antara 1-2 bulan. Masa penyiangan kedua dilakukan
antara usia 3-4 bulan dan masa penyiangan ketiga dilakukan antara usia
4-6 bulan. Penyiangan bertujuan untuk menghilangkan tanaman-
tanaman penganggu yang dapat mengurangi nutrisi bagi akar.
Penyiangan sangat berpengaruh pada jumlah rendemen minyak akar
wangi.
Pemupukan dilakukan hanya sekali dalam satu musim tanam.
Pemupukan dilakukan saat akar berusia 2-4 bulan. Walaupun demikian,
ada petani yang tidak melakukan pemupukan. Hal tersebut dikarenakan
tidak sesuainya harga beli dan biaya operasional yang dikeluarkan
dengan harga jual akar wangi. Menurut sebagian besar petani akar
wangi, tanaman akar wangi tetap tumbuh dengan baik walaupun tidak
diberi pupuk, terutama untuk sistem tanam monokultur. Sedangakan,
sistem tanam tumpang sari pemupukan diutamakan untuk tanaman
tumpangnya daripada tanaman akar wangi. Petani akar wangi
menggunakan pupuk organik dan anorganik. Jenis pupuk anorganik
yang digunakan adalah ZA, TSP, NPK, KCL, kecuali pupuk UREA.
Sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang.
Setelah tanaman berusia 12 bulan maka tanaman siap dipanen.
Sebagian besar petani memanfaatkan tenaga kerja lebih untuk proses
pemupukan, penyiangan dan panen. Tenaga kerja yang digunakan
42
biasanya adalah tenaga kerja harian atau borongan. Tenaga kerja harian
dibayar sebesar Rp 15.000 – Rp 20.000 per hari untuk tenaga kerja
wanita dan Rp 25.000 – Rp 35.000 per hari untuk tenaga kerja laki-laki.
Besar pembayaran untuk sistem borongan adalah Rp 150.000 – Rp
200.000 untuk satu pemborong dengan jumlah tenaga kerja tidak
ditentukan.
Setelah panen petani menjual akar wangi langsung kepada
penyuling atau kepada pengumpul akar wangi yang berada di daerah
sekitarnya. Petani terkadang mengantarkan hasil panen kepada pembeli
atau pembeli datang langsung ke petani atau ke lahan langsung. Apabila
petani tersebut tergabung dalam kelompok tani maka hasil tersebut
dikumpulkan terlebih dahulu di koperasi Usaha Rakyat (USAR).
Petani individu menjual bahan baku akar wangi kepada
penyuling atau pengumpul yang membeli dengan harga tinggi
dibandingkan pembeli lain. Petani yang mempunyai kelompok tani
akan menjual hasil panen ke penyuling yang memberikan modal
pinjaman untuk budidayanya. Sedangkan petani yang berperan sebagai
penyuling juga akan menyuling hasil panen mereka sendiri selain
membeli dari petani lain untuk disuling.
Menurut survey ada petani yang juga melakukan penyulingan
langsung walaupun tidak mempunyai alat suling. Petani tersebut
terkadang menyuling bahan baku dengan menumpang di tempat
penyulingan milik pengusaha penyuling dengan ketentuan bahwa
produk yang dihasilkan dijual ke pemilik alat suling. Selanjutnya
minyak akar wangi tersebut dijual lagi ke pengumpul minyak atau
eksportir.
Pemasaran akar wangi tidak mempunyai kendala yang
signifikan, karena semua hasil panen pasti terserap pasar. Kerjasama
antara petani, pengumpul, dan penyuling sangat berpengaruh dalam
pemasaran tersebut. Akar wangi dijual dengan harga berat basah yaitu
berkisar antara Rp 1.200 – Rp 3.000 per kg. Sebagian besar petani
menjual akar wanginya pada harga Rp 2.000 per kg.
43
Modal petani kebanyakan adalah modal sendiri atau modal
pinjaman dari saudara. Selain itu, sebagian besar petani yang tergabung
dalam kelompok tani mendapat pinjaman modal dari ketua
kelompoknya. Modal yang dibutuhkan dalam budidaya akar wangi
selama satu periode penanaman kurang dari Rp 25.000.000 per hektar.
Kendala modal yang sering dihadapi oleh petani adalah lamanya masa
tanam, sehingga perputaran modalnya terlalu lama. Hal tersebut
membuat sebagian petani yang bermodal kecil menjual akar wangi
dengan sistem ijon saat tanaman berumur 8 bulan. Walaupun demikian
tanaman akar wangi tetap dipanen setelah berumur 12 bulan.
Petani jarang yang melakukan pinjaman kredit ke bank atau
lembaga keuangan lain. Hanya beberapa yang memanfaatkan
kesempatan tersebut. Persyaratan yang rumit dirasa memberatkan
petani dalam memperoleh pinjaman modal dari bank. Persyaratan
tersebut adalah bunga pinjaman yang harus dibayar dan sistem
administrasi yang rumit (misalnya harus menggunakan agunan
pinjaman). Menurut survey 84 persen petani mengharap bantuan dari
pemerintah, 8 (delapan) persen dari pihak perbankan, 8 (delapan)
persen yang lain mengharap bantuan dari kelompok tani dan sistem
bagi hasil dengan investor akar wangi.
Petani akar wangi yang melakukan kemitraan sebesar 76 persen
dan 24 persen lainnya tidak melakukan kemitraan. Mitra petani antara
lain adalah kelompok tani, penyuling, pengumpul bahan baku, dinas
perkebunan, dinas perindustrian, perdagangan, dan koperasi Kabupaten
Garut. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara lain pembelian bibit,
pelatihan budidaya akar wangi, pemberian modal, dan pemasaran akar
wangi. Selama bermitra, petani memperoleh manfaat lebih. Salah satu
contohnya adalah adanya pembinaan budidaya tanaman akar wangi
yang mampu meningkatkan hasil budidaya.
Permasalahan yang sering muncul adalah ketersediaan bibit
yang tidak konsisten dan mutu bibit tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Permasalahan lain yang muncul adalah cuaca yang tidak
44
menentu yang mengakibatkan rendemen minyak akar wangi berkurang.
Cuaca yang tidak baik untuk tanaman akar wangi adalah ketika curah
hujan meningkat, sehingga kandungan air pada akar berlebih. Selain itu,
kosongnya pupuk dan keterampilan pekerja yang rendah juga menjadi
kendala dalam budidaya akar wangi.
Harapan petani berdasarkan hasil survey adalah meluasnya
pangsa pasar minyak akar wangi Indonesia di dunia dengan
meningkatkan kualitas dan kuantitas. Pangsa pasar diharapkan meluas
ke Indonesia. Peningkatan posisi harga, sehingga kesejahteraan petani
meningkat. Oleh karena itu, sangat diharapkan peran pemerintah yang
tepat guna dalam memberikan bantuan baik fasilitas maupun
permodalan.
4.1.4 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi
Pengumpul akar wangi berperan sebagai pengumpul akar wangi
dari para petani. Pengumpul tidak mempunyai kelompok pengumpul
secara terpisah. Ada pengumpul yang berperan sekaligus menjadi petani
atau penyuling, sehingga mereka tergabung dalam kelompok petani
atau penyulingan. Antar pengumpul individu (hanya berperan sebagai
pengumpul) cenderung bekerja sendiri dan bersaing antar pengumpul.
Pengumpul menjalankan usaha rata-rata selama lebih dari 5
(lima) tahun. Usaha yang dijalankan merupakan usaha yang tidak
berbadan hukum. Jumlah pengumpul tidak banyak untuk setiap
wilayah, hanya ada satu atau dua pengumpul dalam satu wilayah desa
atau kecamatan. Sebagian besar pengumpul mempunyai usaha lain
berupa budidaya sayuran atau mempunyai toko kelontong.
Pengumpul akar wangi membeli akar wangi langsung dari
petani setelah panen. Pengumpul akan menjual akar wangi kepada
penyuling atau pengumpul yang melakukan penyulingan. Pengumpul
mendapat modal dari penyuling untuk mencari akar wangi. Para
pengumpul terkadang mencari akar wangi sampai ke luar wilayah untuk
memenuhi kekurangan pasokan akar wangi. Pengumpul akar wangi
terkadang juga melakukan penyulingan sendiri dengan menyewa alat
45
suling kepada penyuling dan membayarnya berupa minyak akar wangi
kasar.
Rata-rata pengumpul akar wangi mampu mengumpulkan 4-5 ton
per hari dengan harga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kg. Sistem pemesanan
dilakukan secara langsung dengan mekanisme bayar cash and carry.
Penjualan akar wangi tidak ada kesulitan, karena 100 persen akar wangi
pasti terjual walaupun kualitas akar wangi berbeda-beda. Kualitas baik
akan dihargai lebih tinggi daripada kualitas tidak baik.
Permodalan pengumpul selama ini diperoleh dari modal sendiri
dan pinjaman dari penyuling. Penyuling memberi modal kepada
pengumpul untuk mengumpulkan akar wangi ke beberapa daerah.
Modal yang dibutuhkan dalam investasi awal usaha adalah kurang dari
Rp. 25.000.000 untuk pengumpul berskala kecil dan Rp 25.000.000 –
Rp 50.000.000 untuk pengumpul berskala besar. Menurut survey 100
persen pengumpul tidak melakukan pinjaman kredit, persyaratan kredit
yang rumit menjadi kendala peminjaman modal. Salah satu cara
mengatasi permodalan adalah bermitra dengan penyuling. Bantuan
modal dari penyuling lebih mudah daripada harus meminjam di bank.
Walaupun bentuk utama kegiatan kemitraan adalah pemasaran bahan
baku akar wangi.
Selain modal dan pemasaran, informasi juga tersampaikan
secara baik melalui kemitraan. Para pengumpul yang mempunyai
peranan lain (sebagai petani dan penyuling) selalu mengetahui
informasi budidaya dan penyulingan terutama tentang bahan bakar.
Informasi tersebut diperoleh melalui kegiatan rapat atau musyawarah.
Kendala yang dialami pengumpul adalah ketersediaan akar
wangi yang tidak konsisten dan mutu yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan, dan kendala permodalan. Kendala tersebut mengakibatkan
harga jual yang berbeda-beda. Keadaan cuaca sangat mempengaruhi
kualitas akar wangi yang dihasilkan. Harapan ke depan para pengumpul
adalah semoga industri minyak akar wangi lebih baik.
4.1.5 Aktivitas Penyuling Akar Wangi
Produk minyak akar wangi berupa minyak akar wangi kasar.
Penyuling akar wangi tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan
Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles.
dalam kelompok penyuling Usaha Raky
dan 25 persen merupakan penyuling individu
merupakan k
tahun 2010 yang berlokasi di Kecamatan Samarang. Koperasi USAR
diharapkan mampu meningkatkan indust
Bentuk usaha penyuling akar wangi adalah tidak berbadan
hukum, Persekutuan Komanditer (CV), dan koperasi. Presentase jumlah
penyuling sesuai bentuk usaha dapat dilihat pada Gambar 10. Lama
penyuling menjalankan usaha lebih 20 tahun se
persen penyuling menjalankan usaha 10
penyuling menjalankan usaha kurang dari 10 tahun.
Gambar 10. Jumlah
Penyuling ada yang bertindak sebagai petani yang disebut
petani/penyuling. Penyuling yang tidak menanam akar wangi
memenuhi kebutuhan akar wangi dengan membeli langsung dari
petani/kelompok tani dan pengumpul akar wangi. Rata
diberi pinjaman
syarat mereka harus membayar pinjaman modal dengan minyak.
Pengiriman minyak dilakukan setelah minyak terkumpul selama 10 hari
dengan jumlah rata
bulan Juli
banyak dengan jumlah 50 kg selama satu minggu.
Aktivitas Penyuling Akar Wangi
Produk minyak akar wangi berupa minyak akar wangi kasar.
Penyuling akar wangi tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan
Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Penyuling yang tergabung
kelompok penyuling Usaha Rakyat (USAR) sebanyak 75 persen
dan 25 persen merupakan penyuling individu. Usaha Rakyat (USAR)
merupakan koperasi penyuling akar wangi Garut yang baru berdiri
tahun 2010 yang berlokasi di Kecamatan Samarang. Koperasi USAR
diharapkan mampu meningkatkan industri minyak akar wangi.
Bentuk usaha penyuling akar wangi adalah tidak berbadan
hukum, Persekutuan Komanditer (CV), dan koperasi. Presentase jumlah
penyuling sesuai bentuk usaha dapat dilihat pada Gambar 10. Lama
penyuling menjalankan usaha lebih 20 tahun sebesar 75 persen, 16,67
persen penyuling menjalankan usaha 10 – 20 tahun, dan 8,3 persen
penyuling menjalankan usaha kurang dari 10 tahun.
Gambar 10. Jumlah penyuling sesuai bentuk usaha (SPrimer, diolah)
Penyuling ada yang bertindak sebagai petani yang disebut
petani/penyuling. Penyuling yang tidak menanam akar wangi
memenuhi kebutuhan akar wangi dengan membeli langsung dari
petani/kelompok tani dan pengumpul akar wangi. Rata
diberi pinjaman modal oleh eksportir atau pengumpul minyak dengan
syarat mereka harus membayar pinjaman modal dengan minyak.
Pengiriman minyak dilakukan setelah minyak terkumpul selama 10 hari
dengan jumlah rata-rata sebanyak 40 kg. Saat musim kemarau, sekitar
– September penyuling dapat memproduksi minyak lebih
banyak dengan jumlah 50 kg selama satu minggu.
66,70%
8,30%25,00% Tidak Berbadan Hukum
Persekutuan KomanditerKoperasi
46
Produk minyak akar wangi berupa minyak akar wangi kasar.
Penyuling akar wangi tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan
Penyuling yang tergabung
ebanyak 75 persen
Usaha Rakyat (USAR)
penyuling akar wangi Garut yang baru berdiri
tahun 2010 yang berlokasi di Kecamatan Samarang. Koperasi USAR
ri minyak akar wangi.
Bentuk usaha penyuling akar wangi adalah tidak berbadan
hukum, Persekutuan Komanditer (CV), dan koperasi. Presentase jumlah
penyuling sesuai bentuk usaha dapat dilihat pada Gambar 10. Lama
besar 75 persen, 16,67
20 tahun, dan 8,3 persen
penyuling sesuai bentuk usaha (Sumber: Data
Penyuling ada yang bertindak sebagai petani yang disebut
petani/penyuling. Penyuling yang tidak menanam akar wangi
memenuhi kebutuhan akar wangi dengan membeli langsung dari
petani/kelompok tani dan pengumpul akar wangi. Rata-rata penyuling
modal oleh eksportir atau pengumpul minyak dengan
syarat mereka harus membayar pinjaman modal dengan minyak.
Pengiriman minyak dilakukan setelah minyak terkumpul selama 10 hari
rata sebanyak 40 kg. Saat musim kemarau, sekitar
September penyuling dapat memproduksi minyak lebih
Tidak Berbadan HukumPersekutuan Komanditer
47
Penyulingan dilakukan menggunakan ketel stainless steel
dengan sistem kukus atau uap langsung sebesar 50 persen. Penyulingan
yang menggunakan sistem boiler atau sistem uap terpisah sebesar 33,4
persen dan 8,3 persen menggunakan sistem rebus, dan 8,3 yang lain
menggunaknan sistem uap langsung dan sistem boiler. Bahan bakar
yang digunakan saat ini didominasi oleh minyak solar dan oli bekas.
Walaupun demikian masih ada yang menggunakan kayu bakar.
Pemakaian solar lebih ramah lingkungan daripada pemakaian
oli, namun harga beli solar lebih mahal. Harga solar Rp 4.500 per liter,
sedangkan oli bekas sekitar Rp 2.200 – Rp 2.500 per liter. Sebelumnya,
penyuling menggunakan minyak tanah untuk proses penyulingan,
namun kenaikan harga minyak tanah membuat biaya operasional
meningkat dan mereka beralih ke bahan bakar lain. Keadaan lebih
diperburuk lagi karena kelangkaan bahan bakar, sehingga banyak usaha
penyulingan yang tidak berproduksi.
Tahun 2011 sedang dilakukan perijinan untuk menggunakan oli
bekas sebagai bahan bakar minyak akar wangi. Hal tersebut dilakukan
untuk mengurangi biaya operasional terkait dengan penggunaan solar
yang lebih mahal. Walupun demikian, mutu minyak akar wangi yang
dihasilkan dengan pembakaran solar lebih baik daripada penggunaan oli
bekas. Pasokan bahan bakar berasal dari dalam Garut dan luar Garut.
Pemasok tersebut merupakan pemasok dengan skala usaha kecil (58,3
persen), skala menengah (16,7 persen), dan skala besar (25 persen).
Mutu minyak akar wangi ditentukan oleh temperatur dan
tekanan yang digunakan. Tekanan yang rendah membuat mutu minyak
lebih bagus dibanding tekanan tinggi yang dapat membuat minyak
gosong. Kasus IKM akar wangi di Garut yang terjadi adalah penyuling
menaikkan tekanan pada 5 bar yang sebelumnya dijaga pada 3 bar
dengan suhu sekitar 140°C-160°C pada sistem kukus. Hal tersebut
dilakukan untuk menghemat waktu pengukusan sekitar 5 jam, sehingga
bahan bakar dapat dihemat. Namun, mutu minyak akar wangi yang
dihasilkan tidak sesuai standar. Sistem yang mampu menjaga mutu
48
adalah sistem uap terpisah atau boiler. Sistem uap terpisah
menggunakan suhu dan tekanan yang relatif lebih rendah daripada
sistem kukus yaitu 120°C dengan tekanan 2-3 bar selama 20 jam.
Proses penyulingan yang sesuai standar menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian dapat dilihat pada
Gambar 11.
Gambar 11. Tahapan penyulingan sesuai standar GMP (Balitbang Deptan, 2011)
Sistem boiler memerlukan waktu lebih lama, sehingga
kebutuhan biaya operasionalnya juga lebih besar. Harga jual minyaknya
pun lebih tinggi dibandingkan sistem kukus. Sebagian besar penyuling
tetap melakukan proses suling dengan sistem kukus karena margin
minyak premium (sistem boiler) dan minyak reguler (sistem kukus)
tidak berbeda jauh tetapi biaya operasionalnya berbeda jauh.Penyuling
membutuhkan waktu 12 jam dalam satu kali proses penyulingan yaitu
Penyulingan uap
Akar wangi (panen)
Pencucian akar
Penyulingan
Pemisahan minyak dengan “oil separator”
Pengisian Ketel (Kepadatan: 0,09-0,1)
Perajangan (15-20 cm)
Pengeringan (2 hari) Ka: 25-30%
Penampungan minyak
Pengemasan
Dibersihkan dari tanah dan kotoran lainnya
Laju dest: 0,6-0,7 kg uap/jam. kg bahan
Jirigen atau botol gelas berwarna gelap
49
10 jam untuk pengukusan dan 2 jam untuk memasukkan dan
membongkar akar wangi dalam tungku. Sehingga, satu alat suling
mampu menyuling maksimal sebanyak dua kali sehari. Kapasitas
tungku per penyulingan sebesar 1,2-2 ton. Minyak akar wangi yang
dihasilkan sebesar 4-8 kg per satu suling dalam kondisi akar wangi
yang bagus. Pada saat penelitian rendemen rata-rata yang dihasilkan
adalah 0,4 - 0,5 persen.
Penyuling akar wangi tidak mempunyai kesulitan dalam
memasarkan minyak akar wangi. Pemasaran dilakukan dalam wilayah
Garut, yaitu 75 persen penyuling menjual minyak di wilayah Garut dan
25 persen menjual kepada eksportir di Jakarta atau Bogor. Penyuling
yang menjual ke agen pengumpul sebesar 50 persen, sedangkan 50
persen yang lain menjual ke eksportir dan kadang-kadang menjual ke
pengumpul. Penyuling melakukan penjualan minyak secara individu ke
pengumpul atau eksportir. Pengumpul biasanya mendatangi tempat
penyulingan atau penyuling mengirim langsung minyak ke pengumpul
atau eksportir tersebut.
Modal awal penyulingan minyak akar wangi yang dibutuhkan
adalah lebih dari Rp 100.000.000. Permodalan yang besar tersebut
membuat beberapa penyuling tidak mampu untuk memenuhi
permodalan awal penyulingan. Presentase penggunaan modal adalah 50
persen penyuling menggunakan modal sendiri untuk penyulingan. Lima
puluh persen penyuling yang lain menggunakan modal dari eksportir,
pengumpul minyak, atau gabungan modal pengumpul dan modal
sendiri. Hanya sedikit penyuling yang menggunakan jasa kredit
lembaga keuangan untuk pemenuhan modal. Penyuling yang
menggunakan jasa kredit Bank Umum sebesar 8,33 persen, 16,67
persen jasa kredit dari Kementrian UKM dan 75 persen tidak
menggunkan jasa kredit. Permasalahan kredit yang dirasakan penyuling
sama dengan permasalahan kredit para petani akar wangi, yaitu
persyaratan bunga pinjaman yang berat dan administrasi yang rumit.
50
Kerjasama terbentuk antara petani, penyuling, dan pengumpul
atau eksportir. Kerjasama yang lain adalah antara penyuling dan
pemasok bahan bakar serta penyuling dan pemasok alat atau mesin
penyulingan. Kerjasama yang dibentuk antara penyuling dan pemasok
bahan bakar berupa dagang umum dengan hubungan jangka pendek.
Sedangkan kerjasama antara penyuling, petani, dan pengumpul atau
eksportir merupakan hubungan sub kontrak jangka panjang. Kerjasama
yang dibentuk memudahkan penyuling untuk melakukan usaha
penyulingan.
Penyuling yang bermitra akan mempunyai informasi yang lebih
efektif. Informasi tersebut berupa proses penyulingan, harga dan mutu
minyak akar wangi atau bahan bakar, dan pemasok atau agen
pengumpul akar wangi dan minyak akar wangi. Selain dengan bermitra
informasi dapat diperoleh melalui internet, buku dan Dinas
Perindustrian Perdagangan dan Koperasi.
Permasalahan yang dihadapi oleh penyuling adalah ketersediaan
bahan baku yang tidak konsisten, mutu bahan baku yang tidak sesuai
standar, alat suling yang tidak sesuai standar dan modal yang tidak
mencukupi. Alat pemisah air dan minyak yang masih sederhana,
sehingga membuat rendahnya rendemen akibat tingginya penyusutan.
Kasus penjualan produk minyak akar wangi mempunyai beberapa
keragaman. Penyuling dengan modal besar dapat menjual minyak akar
wangi kepada pengumpul atau eksportir yang memberi harga yang lebih
menguntungkan. Hal tersebut tidak berlaku bagi sebagian besar
penyuling yang kesulitan modal. Mereka bergantung pada pinjaman
modal dari pengumpul atau eksportir sehingga harus mengembalikan
pinjaman modal tersebut berupa minyak. Minyak akar wangi di Garut
mempunyai kasus yaitu terdapat satu pengumpul yang dominan
sehingga hampir seluruh penyuling memiliki hubungan keterkaitan
dengan pedagang pengumpul tersebut. Konsekuensi dari hal tersebut
adalah harga minyak akar wangi dibeli oleh pedagang yang
bersangkutan dengan harga relatif lebih murah dari harga yang berlaku.
51
4.1.6 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi
Pengumpul minyak akar wangi berperan sebagai pengumpul
minyak akar wangi dan menjualnya ke eksportir. Jumlah pengumpul
minyak di daerah Garut tidak banyak hanya ada 2 (dua) yang
merupakan perwakilan dari eksportir di Jakarta dan Bogor. Salah satu
pengumpul minyak akar wangi adalah perwakilan eksportir PT. Djasula
Wangi Jakarta. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan ekspor
impor minyak atsiri yang didirikan pada tahun 1962.
Bentuk usaha pengumpul minyak berupa Perseroan Terbatas
(PT) dan tidak berbadan hukum. Pengumpul yang berbentuk PT tidak
diijinkan melakukan penyulingan. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari monopoli usaha, karena melihat modal sebuah PT yang
besar.
Berdasarkan survey, pengumpul minyak akar wangi di Garut
berjumlah dua pengumpul minyak berskala besar yang mempunyai
karakteristik berbeda. Salah satu pengumpul minyak akar wangi selalu
memperhatikan mutu minyak yang dibeli, sedangkan pengumpul yang
lainnya tidak memperhatikan mutu minyak akar wangi. Adanya satu
pengumpul minyak akar wangi yang mau menerima minyak akar wangi
tanpa memperhatikan mutu minyak menyebabkan para penyuling
beranggapan bahwa semua minyak akar wangi pasti terjual walaupun
mutunya rendah. Keadaan yang demikian membuat daya saing
Indonesia dalam ekspor minyak akar wangi menurun. Harga jual
minyak akar wangi Indonesia tidak mampu bersaing dengan harga
minyak akar wangi yang berkualitas bagus.
Lama usaha yang dijalankan adalah lebih dari 10 tahun. Usaha
pengumpulan minyak membutuhkan modal yang besar yaitu lebih dari
Rp 100.000.000. Eksportir atau pengumpul minyak akar wangi
terkadang memberi modal terlebih dahulu kepada penyuling atau
petani/penyuling. Pengumpul minyak mendapatkan modal tersebut dari
eksportir.
52
Pasokan minyak akar wangi berasal dari penyuling yang
tersebar di Garut. Mekanisme pembayaran berupa cash and carry dan
modal di awal. Pengumpul minyak mampu mengumpulkan 100 – 400
kg minyak akar wangi dalam satu minggu saat panen raya (Juli –
September). Sedangkan saat musim paceklik yang terjadi pada bulan
Maret – Juni hanya mampu mengumpulkan rata-rata 200 kg dalam
waktu 10 hari. Pengumpulan minyak dilakukan sesuai kontrak yang
terikat dengan pemberian modal terlebih dahulu.
Ikatan keluarga dan jarak penyulingan yang berdekatan juga
mempengaruhi proses pengumpulan minyak akar wangi. Penyuling
tersebut akan mengumpulkan minyak melalui satu perwakilan tanpa ada
ikatan kontrak. Minyak akar wangi yang terkumpul tersebut langsung
dikirim ke eksportir yang berada di luar wilayah Garut yaitu Jakarta dan
Bogor.
Harga ekspor minyak tidak diketahui secara pasti oleh para
pengumpul. Pengumpul berperan sebagai penerima harga dari eksportir.
Sistem pembayaran eksportir ke pengumpul berupa sistem pembayaran
langsung, maksimal dua hari setelah pengiriman melalui transfer.
Permasalahan yang sering muncul adalah ketersediaan minyak
yang tidak konsisten dan mutu minyak akar wangi tidak sesuai yang
diharapkan. Kalau mutu tidak sesuai, maka minyak tidak akan diterima
oleh eksportir. Oleh karena itu dibutuhkan pengalaman untuk menguji
standar mutu sebelum diuji oleh laboratorium eksportir.
Bantuan modal dan pembelian minyak merupakan salah satu
bentuk kemitraan yang dibentuk oleh penyuling, pengumpul, dan
eksportir minyak akar wangi. Kemitraan tersebut sangat bermanfaat
bagi usaha minyak akar wangi yaitu kepastian pemasaran dan informasi
penting. Informasi penting tersebut berupa pemasok minyak akar
wangi, pengembangan mutu minyak akar wangi, dan proses
penyulingan yang baik. Menurut survey, harapan para pengumpul
minyak akar wangi adalah keberlanjutan industri minyak akar wangi,
dan peningkatan mutu melalui pembinaan dari pemerintah.
53
4.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling
4.2.1 Identifikasi Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling
1. Risiko Operasional
Operasional merupakan kegiatan yang mempengaruhi mutu
yang dihasilkan selama proses penyulingan. Risiko operasional yang
dikaji terdiri dari risiko proses selama penyulingan, risiko sumber
daya manusia, dan risiko sistem. Identifikasi risiko operasional
meliputi:
A. Risiko Proses Penyulingan
Risiko proses penyulingan minyak akar wangi yang dapat
diidentifikasi adalah:
1. Kelangkaan bahan baku yaitu bahan baku akar wangi sulit
diperoleh karena beberapa faktor antara lain faktor cuaca,
gagal panen.
2. Bahan baku terlambat, keterlambatan bahan baku terkait
dengan waktu dan jumlah pengiriman.
3. Mutu bahan baku tidak sesuai, hal ini dikarenkan mutu akar
wangi berbeda-beda setiap wilayah dan mempunyai tiga
tingkatan mutu yaitu mutu 1, 2, dan 3. Minyak akar wangi
mutu 1 akan menghasilkan mutu minyak yang paling baik
dan jumlah rendemen lebih banyak daripada yang lain.
4. Kelangkaan bahan bakar akibat krisis dan pasokan berkurang.
5. Kondisi temperatur terlalu tinggi (lebih dari 120°) dapat
mengakibatkan minyak gosong, sehingga mutu minyak akar
wangi menurun.
6. Kondisi tekanan terlalu tinggi (lebih dari 5 bar) dapat
mengakibatkan minyak gosong, sehingga mutu minyak akar
wangi menurun. Selain itu, tekanan terlalu tinggi dapat
mengakibatkan ledakan dan kebakaran.
7. Waktu memasukkan akar wangi dan mengeluarkannya lebih
dari 2 (dua) jam sehingga akan mempengaruhi waktu siklus
proses penyulingan.
54
8. Waktu perebusan akar wangi terlalu lama sehingga akan
mempengaruhi waktu siklus penyulingan
9. Belum menjalankan proses penyulingan sesuai Good
Manufacturing Process (GMP) akan mempengaruhi mutu
minyak yang dihasilkan.
10. Mutu minyak akar wangi tidak sesuai standar merupakan
output yang menentukan harga jual minyak akar wangi.
11. Jumlah produksi tidak sesuai target merupakan output yang
menentukan jumlah penerimaan penyuling.
12. Penggunaan alat penyulingan tidak sesuai standar akan
mengakibatkan mutu minyak akar wangi yang dihasilkan
tidak sesuai standar.
B. Risiko Sumber Daya Manusia
Risiko Sumber Daya Manusia yang diidentifikasi adalah:
1. Ketidakterampilan pekerja dalam memasukkan dan
membongkar akar wangi sangat berpengaruh terhadap waktu
siklus penyulingan berikutnya dan kondisi selama proses
penyulingan berlangsung.
2. Ketidakterampilan pekerja dalam mengatur temperatur dan
tekanan. Kondisi temperatur dan tekanan harus selalu
dikontrol agar tetap stabil, sehingga diperlukan pekerja yang
terampil.
3. Kesalahan pekerja (human error), kesalahan-kesalahan
mungkin terjadi selama proses pencucian, pengeringan dan
pengaturan tekanan dan temperatur.
4. Pekerja tidak menggunakan alat pengaman diri selama proses
penyulingan. Proses penyulingan yang mempunyai
kemungkinan risiko seperti kebakaran, kondisi tempat
penyulingan yang bertemperatur tinggi mungkin dapat
membahayakan keselamatan pekerja.
5. Kinerja karyawan rendah sangat berpengaruh terhadap waktu
siklus penyulingan berikutnya.
55
C. Risiko Sistem
Risiko sistem yang diidentifikasi adalah:
1. Teknologi alat penyulingan tidak sesuai standar akan
menurunkan mutu minyak akar wangi.
2. Distorsi informasi sangat berpengaruh dalam mendukung
proses penyulingan.
2. Risiko Pemasaran
Risiko pemasaran merupakan risiko yang berhubungan
dengan penjualan minyak akar wangi kepada pengumpul atau
eksportir minyak akar wangi. Identifikasi risiko pemasaran adalah:
1. Jumlah permintaan minyak akar wangi turun. Jumlah permintaan
dikhawatirkan menurun akibat mutu yang tidak sesuai standar.
2. Harga minyak akar wangi turun akibat mutu yang dihasilkan tidak
sesuai standar.
3. Pembayaran tidak sesuai kontrak antara penyuling dan
pengumpul atau eksportir minyak akar wangi. Kontrak yang
terjadi merupakan kontrak terikat dengan pemberian modal
terlebih dahulu dan membayar modal dengan minyak akar wangi.
4. Pengembalian minyak akar wangi akibat mutu tidak sesuai
standar.
5. Konsumen beralih ke produsen lain untuk mencari mutu yang
sesuai standar.
6. Gagal dalam pengiriman produk akibat mutu tidak sesuai standar
atau faktor eksternal seperti ketersediaan alat transportasi dan
cuaca.
7. Fluktuasi harga minyak akar wangi karena pengaruh krisis global.
3. Risiko Keuangan
Risiko keuangan sangat berkaitan dengan modal usaha.
Risiko keuangan yang diidentifikasi adalah:
1. Biaya operasional meningkat akibat kenaikan harga input (bahan
baku akar wangi, bahan bakar, dan peralatan).
56
2. Permodalan tidak mencukupi untuk proses penyulingan, modal
penyulingan cukup tinggi dan penjualan minyak dilakukan setelah
minyak terkumpul. Sehingga, selama proses pengumpulan
membutuhkan modal untuk terus menyuling.
3. Penerimaan menurun akibat penjualan menurun. Jumlah
rendemen yang tidak dapat dipastikan membuat penerimaan
penyuling juga tidak pasti. Sehingga, ketika jumlah rendemen
tinggi maka penerimaan penyuling akan tinggi, demikian
sebaliknya.
4. Peningkatan pajak/retribusi dari pemda. Pajak dan retribusi
mungkin sangat mempengaruhi keuangan penyuing terkait
dengan peningkatan biaya selain operasional. Namun, penyuling
belum melaksanakan manajemen keuangan yang tersusun secara
rapi, sehingga kebutuhan biaya kurang terdefinisi dengan pasti.
5. Penerimaan kerugian akibat mutu tidak sesuai standar. Mutu yang
tidak sesuai standar merupakan akan menrunkan harga minyak
akar wangi sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi
penyuling.
Risiko-risiko tersebut terkait dengan aliran barang, finansial,
dan informasi. Apabila terjadi salah satu risiko pada aliran tersebut
maka dapat mengganggu kinerja rantai pasokan minyak akar wangi
secara keseluruhan.
4.2.2 Pengukuran dan Pemetaan Risiko Operasional Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling
Proses pengukuran risiko dilakukan dengan menentukan
frekuensi dan dampak dari masing-masing peubah risiko. Pengukuran
risiko berdasarkan nilai modus frekuensi dan dampak risiko dari
responden. Masing-masing nilai modus peubah risiko dipetakan pada
peta risiko yang terdiri dari empat kuadran. Kuadran Risiko I
merupakan kuadran risiko dengan frekuensi tinggi dan dampak tinggi.
Kuadran Risiko II merupakan kuadran risiko dengan frekuensi rendah
dan dampak tinggi. Kuadran III merupakan kuadran risiko dengan
57
frekuensi tinggi dan dampak rendah. Kuadran IV merupakan kuadran
risiko frekuensi rendah dan dampak rendah. Peta risiko operasional
ditunjukkan oleh Gambar 12.
Keterangan:
1. Kelangkaan bahan baku2. Bahan baku terlambat3. Mutu bahan baku tidak
sesuai4. Kelangkaan bahan bakar5. Kondisi temperatur terlalu
tinggi6. Kondisi tekanan terlalu
tinggi7. Waktu memasukkan akar
wangi dan mengeluarkan dari ketel terlalu lama
8. Waktu perebusan akar wangi terlalu lama
9. Belum menjalankan proses penyulingan yang sesuai
GMP (Good Manufacturing Process)
10. Mutu minyak akar wangi tidak sesuai standar
11. Jumlah produksi tidak sesuai standar
12. Menggunakan alat penyulingan tidak sesuai standar
13. Ketidakterampilan pekerja dalam memasukkan dan membongkar akar wangi
14. Ketidakterampilan pekerja dalam mengatur temperatur dan tekanan selama penyulingan
15. Ketidakterampilan pekerja dalam mengekstraksi minyak dan air (jika dilakukan dengan manual)
16. Kesalahan pekerja (Human Error)
17. Pekerja tidak menggunakan alat pengaman diri dalam proses penyulingan
18. Kinerja/produktivitas karyawan rendah
19. Penerapan teknologi tidak sesuai standar
20. Distorsi informasi (tidak ada akses untuk memperoleh informasi)
Gambar 12. Peta risiko operasional rantai pasokan minyak akar wangi
Pengukuran dilakukan terhadap risiko operasional, pemasaran,
dan keuangan. Sedangkan pemetaan dilakukan pada risiko operasional
untuk mengetahui posisi pada kuadran dan tindakan yang harus
dilakukan. Hal tersebut dilakukan karena faktor-faktor yang memicu
risiko operasional cukup banyak dibandingkan dengan risiko
pemasaran dan keuangan. Risiko yang berada pada garis tengah
58
(tingkat sedang) dapat diklasifikasikan pada kuadran tertentu
bergantung kondisi saat penelitian dan prioritas penanganan risiko.
Risiko pada kuadran I memerlukan perhatian khusus, namun
pihak manajemen tidak mampu mengendalikan beberapa risiko secara
operasional karena keterbatasan sumberdaya. Hal tersebut
dikarenakan risiko tingkat frekuensi yang tinggi dan dampak yang
tinggi. Sehingga, suatu usaha yang mempunyai kriteria risiko tersebut
akan mempunyai tingkat kerugian yang tinggi. Risiko kelangkaan
bahan baku merupakan risiko yang tidak dapat dikontrol oleh
penyuling. Kelangkaan bahan baku saat penelitian berlangsung
(existing) dikarenakan faktor cuaca yang tidak baik. Sehingga, petani
akar wangi menunda pemanenan yang membuat beberapa penyuling
tidak aktif menyuling. Faktor cuaca tersebut juga mengakibatkan mutu
bahan baku tidak baik dan jumlah rendemen minyak turun. Jumlah
rendemen turun sekitar 50 persen apabila akar wangi dipanen saat
musim hujan. Oleh karena itu, solusi yang dilakukan adalah berhenti
produksi.
Teknologi yang belum sesuai standar menunjukkan bahwa
penggunaan alat suling juga tidak sesuai standar. Sistem yang lebih
baik yang mampu menghasilkan kualitas minyak lebih baik adalah
sistem uap terpisah dengan alat boiler. Harga alat suling yang mahal
membuat penyuling belum mampu untuk membeli alat suling yang
baru dan penyuling belum mampu mengoperasikan alat tersebut.
Sehingga, penyuling masih mempertahankan alat yang ada. Apabila
penyuling mampu menyediakan alat suling yang sesuai standar, maka
risiko tersebut dapat digeser ke kuadaran II.
Kuadran II merupakan kuadran yang beranggotakan risiko
yang mampu dikelola penyuling dengan baik. Risiko input
penyulingan pada kuadran II berupa bahan baku terlambat dan
kelangkaan bahan bakar. Antisipasi agar bahan baku terlambat adalah
mencari bahan baku yang mempunyai jarak lebih dekat penyulingan
dan mempunyai alat transportasi yang mendukung pengangkutan akar
59
wangi. Sedangkan kelangkaan bahan bakar dapat diantisipasi melalui
kemitraan dengan pemasok.
Risiko yang berkaitan dengan proses seperti, kondisi tekanan
dan temperatur dapat dikelola dengan menjaga kestabilannya pada
ukuran tertentu. Kestabilan temperatur dan tekanan akan
meningkatkan kualitas minyak akar wangi. Mutu minyak akar wangi
dapat dikelola dengan menjaga temperatur dan tekanan. Peningkatan
kinerja karyawan dan keterampilan dapat dilakukan dengan
pengawasan ekstra dan pembinaan mengenai proses penyulingan dan
pengoperasian alat penyulingan.
Risiko yang diidentifikasi pada kuadran III adalah penyuling
belum menjalankan proses penyulingan sesuai Good Manufacturing
Process (GMP) dengan frekuensi dan dampak sedang. Penyuling akar
wangi menghilangkan sebagian proses penyulingan seperti
pencacahan akar wangi menjadi bagian yang sama. Hasil survey
menunjukkan ada sebagian penyuling yang tidak melakukan
pencucian akar wangi. Proses-proses tersebut membutuhkan waktu
dan biaya yang lebih banyak. Dampak risiko cenderung sedang ke
rendah, sedangkan frekuensinya tinggi. Risiko ini dapat digeser ke
kuadran IV dengan menerapkan GMP setiap penyulingan. Risiko yang
mempunyai frekuensi dan dampak sedang yang lain adalah distorsi
informasi. Tidak ada akses untuk memperoleh informasi menjadi
sebuah risiko yang memerlukan penanganan khusus.
Risiko pada kuadran IV yang dapat diidentifikasi adalah risiko
yang terkait dengan waktu pekerja dan perebusan akar wangi, pekerja
sudah terbiasa dengan pekerjaannya dan mempunyai kontrol waktu
dalam bekerja. Waktu perebusan tidak berpengaruh signifikan karena
waktu perebusan mempunyai standar waktu minimal. Perebusan akar
wangi yang terlalu lama pun tidak akan menghasilkan minyak akar
wangi lagi akibat kandungan minyak akar wangi sudah habis disuling.
Risiko yang lain adalah ketidakterampilan pekerja dalam memasukkan
dan membongkar akar wangi, dan ketidakterampilan pekerja dalam
60
mengekstraksi minyak dan air (jika dilakukan dengan manual). Hal-
hal tersebut jarang terjadi dan tidak berpengaruh signifikan terhadap
penurunan kualitas minyak akar wangi.
Risiko rantai pasokan penyulingan yang diukur adalah risiko
pemasaran dan risiko keuangan. Hasil perhitungan risiko pemasaran
berdasarkan modus jawaban responden adalah frekuensi risiko sangat
rendah dan dampak risiko tinggi adalah 1) jumlah permintaan turun,
2) harga minyak akar wangi turun, 3) pembayaran tidak sesuai
kontrak, 4) pengembalian minyak akar wangi, 5) gagal dalam
pengiriman produk, dan 6) fluktuasi harga minyak akar wangi karena
krisis global. Risiko tersebut dapat disimpulkan hampir tidak pernah
terjadi, namun jika terjadi maka dampaknya sangat merugikan.
Risiko pemasaran yang mempunyai frekuensi sangat rendah
dan berdampak sedang adalah konsumen beralih ke produsen lain.
Penyuling mampu mengatasi dengan menjual minyak akar wangi ke
pengumpul lain yang mau menerima minyak akar wangi dengan
semua tingkat kualitas. Hasil survey frekuensi risiko pemasaran yang
sangat rendah menunjukkan bahwa pasar minyak akar wangi jelas dan
masih terbuka lebar untuk dikembangkan.
Risiko keuangan yang mempunyai frekuensi dan dampak
tinggi adalah biaya operasional meningkat dan tingkat penerimaan
menurun akibat penjualan menurun. Risiko ini sangat berpengaruh
terhadap proses penyulingan. Frekuensi tinggi disebabkan harga bahan
bakar yang terus menigkat dan ketidakpastian kualitas bahan baku
yang menyebabkan rendahnya harga jual. Salah satu cara yang
dilakukan penyuling minyak akar wangi Garut adalah mengganti
bahan bakar solar dengan bahan bakar oli bekas. Harga oli bekas lebih
murah, namun hasil pembakarannya kurang bagus, sehingga kualitas
minyak akar wangi juga menurun.
Risiko keuangan yang mempunyai frekuensi rendah dan
berdampak tinggi berdasarkan nilai modus adalah permodalan tidak
mencukupi untuk proses penyulingan. Modal penyuling sering tidak
61
cukup namun hal tersebut dapat diantisipasi dengan meminjam modal
kepada pengumpul atau eksportir minyak akar wangi. Sebagian
penyuling melakukan manajemen keuangan dengan menyiapkan
cadangan modal yang dapat digunakan untuk menutup kebutuhan
biaya operasional atau kebutuhan diluar operasional penyulingan.
Misalnya, biaya keluarga karyawan yang sakit dan peningkatan
pajak/retribusi dari Pemda. Peningkatan pajak/retribusi dari Pemda
terjadi secara kontinu.
Risiko menerima kerugian akibat mutu tidak standar juga
mempunyai frekuensi rendah dan dampak tinggi. Risiko tersebut
berfrekuensi rendah karena harga minyak yang cenderung meningkat.
Walaupun harga minyak akar wangi Indonesia dibawah harga minyak
akar wangi dari Haiti. Haiti mampu menjual minyak akar wangi
dengan harga Rp. 1.800.000 per kg dan Indonesia mampu menjual
minyak akar wangi dengan harga Rp. 1.100.000 per kg. Risiko yang
selalu terjadi adalah risiko peningkatan pajak/retribusi daerah. Namun
risiko tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap penyulingan
karena dampaknya rendah dan penyuling mampu mengatasinya.
Kondisi-kondisi risiko tersebut dapat berubah. Risiko tersebut
bergantung pada perubahan waktu dan kondisi-kondisi eksternal.
Risiko yang dianalisis merupakan risiko berdasarkan hasil survey
responden dengan kondisi penyulingan saat penelitian berlangsung
(existing).
4.2.3 Penilaian Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling
1. Strukturisasi Risiko Rantai Pasokan
Penilaian risiko didasarkan pada penilaian pakar sesuai
peubah risiko yang sudah diidentifikasi. Peubah risiko yang sudah
diidentifikasi tersebut direduksi untuk memudahkan penilaian.
Reduksi peubah risiko dilakukan berdasarkan persetujuan pakar.
Peubah risiko operasional diakuisisi dengan pola pemikiran input,
proses, dan output, serta pendukung kegiatan operasional. Hubungan
antara risiko dan peubah dapat digambarkan dalam bentuk struktur
62
hirarki untuk memudahkan penilaian risiko dan pengagregasian
risiko. Struktur hirarki penilaian risiko dapat dilihat pada Gambar 13.
Simbol KR menunjukkan Key Risk Indicators dengan nomor n.
Gambar 13. Struktur hirarki penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyuling
Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi pada Penyuling
Operasional Pemasaran Keuangan
Kelangkaan Bahan Baku (KR1)
Mutu bahan baku tidak sesuai (KR2)
Kelangkaan Bahan Bakar (KR3)
Kondisi Suhu Penyulingan Terlalu
Tinggi (KR4)
Kondisi Tekanan PenyulinganTerlalu
Tinggi (KR5)
Teknologi alat penyulingan tidak
sesuai standar (KR7)
Ketidakterampilan Pekerja (KR8)
Distorsi Informasi (KR10)
Harga minyak akar wangi turun
(KR13)
Pembayaran tidak sesuai kontrak
(KR14)
Belum menjalankan proses penyulingan sesuai GMP (KR6)
Pengembalian minyak akar wangi
(KR15)
Konsumen beralih ke produsen lain
(KR16)
Gagal dalam pengiriman
produk (KR17)
Fluktuasi harga minyak akar wangi karena
pengaruh krisis global(KR18)
Biaya Operasional Meningkat
(KR19)
Permodalan tidak mencukupi
untuk proses penyulingan
(KR20)
Penerimaan menurun (KR21)
Mutu minyak tidak sesuai standar (KR11)
Jumlah produksi tidak sesuai target
(KR12)
Kinerja karyawan rendah (KR9)
63
3. Hasil Penilaian Risiko
Penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi
dimaksudkan untuk mengetahui nilai risiko setiap peubah risiko.
Hasil penilaian dampak setiap peubah risiko pakar dapat dilihat pada
Tabel 7. Risiko yang perlu mendapat perhatian lebih adalah kondisi
tekanan terlalu tinggi. Hal tersebut dikarenakan dampak yang
ditimbulkan sangat tinggi, kondisi tekanan terlalu tinggi akan
menurunkan kualitas minyak, kebakaran, dan ledakan ketel.
Tabel 7. Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah risiko
KodePeubah Penentu/Faktor-Faktor
Peubah Risiko
Tingkat Dampak Risiko
Tingkat Frekuensi
RisikoOperasional
KR1 Kelangkaan bahan baku 4 2KR2 Mutu bahan baku tidak sesuai 4 3KR3 Kelangkaan bahan bakar 4 3
KR4Kondisi temperatur penyulingan terlalu tinggi
4 4
KR5Kondisi tekanan penyulingan terlalu tinggi
5 4
KR6Belum menjalankan proses penyulingan sesuai GMP
4 3
KR7Teknologi alat penyulingan tidak sesuai standar
4 3
KR8 Ketidakterampilan pekerja 4 2KR9 Kinerja karyawan rendah 3 2KR10 Distorsi Informasi 4 2KR11 Mutu minyak tidak sesuai standar 4 4KR12 Jumlah produksi tidak sesuai target 4 4
PemasaranKR13 Harga minyak akar wangi turun 4 4KR14 Pembayaran tidak sesuai kontrak 3 1KR15 Pengembalian minyak akar wangi 4 1KR16 Konsumen beralih ke produsen lain 4 2KR17 Gagal dalam pengiriman produk 4 2
KR18Fluktuasi harga minyak akar wangi karena pengaruh krisis global
4 3
KeuanganKR19 Biaya Operasional Meningkat 4 3
KR20Permodalan tidak mencukupi untuk proses penyulingan
4 4
KR21 Penerimaan menurun 4 4Keterangan: 5 (Sangat Tinggi), 4 (Tinggi), 3 (Sedang), 2 (Rendah), 1 (Sangat
Rendah).
64
Kelangkaan bahan baku mempunyai dampak risiko yang
tinggi, bahan baku yang dimaksud adalah akar wangi. Apabila terjadi
kelangkaan bahan baku maka penyuling tidak dapat melakukan
penyulingan secara kontinu. Kelangkaan bahan baku terjadi saat
penelitian berlangsung (existing), kelangkaan tersebut diakibatkan
oleh cuaca yang tidak sesuai dengan perkiraan. Permasalahan cuaca
juga mengakibatkan rendahnya mutu akar wangi. Akar wangi
mempunyai tiga tingkatan kualitas, selain itu adanya musim hujan
terus menerus maka rendemen minyak juga berkurang.
Input proses penyulingan yang berisiko tinggi adalah
kelangkaan bahan bakar. Apabila terjadi kelangkaan bahan bakar
maka proses punyulingan tidak dapat dilaksanakan. Kelangkaan
bahan bakar paling parah adalah adanya program konversi minyak
tanah ke gas. Penyuling yang menggunakan bahan bakar minyak
tanah mengganti bahan bakar menjadi solar atau oli bekas.
Selama proses penyulingan, kondisi temperatur terlalu tinggi
perlu mendapat perhatian lebih. Kondisi temperatur yang tinggi
mengakibatkan tingkat kegosongan minyak yang tinggi. Hal tersebut
terjadi karena tidak didukung oleh teknologi yang sesuai standar.
Proses penyulingan yang tidak sesuai standar mengakibatkan
rendahnya mutu minyak dan berkurangnya rendemen.
Kegiatan operasional penyuling didukung oleh karyawan dan
informasi yang berhubungan dengan penyulingan. Karyawan yang
tidak terampil dalam mengatur suhu dan tekanan mempunyai tingkat
risiko tinggi. Walaupun demikian kinerja karyawan mempunyai
tingkat risiko sedang. Kesalahan informasi atau adanya distorsi
informasi mempunayai dampak risiko yang tinggi pula.
Output berupa minyak akar wangi kasar yang mempunyai
peubah risiko yaitu mutu dan jumlah rendemen minyak akar wangi.
Mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai standar mempunyai
dampak risiko tinggi. Jumlah rendemen yang tidak sesuai target juga
65
mempunyai risiko tinggi. Risiko pada output tersebut dikarenakan
input dan proses penyulingan yang kurang tepat.
Peubah risiko pemasaran yang mempunyai tingkat risiko
tinggi adalah harga minyak akar wangi turun. Penurunan harga
minyak akar wangi mengakibatkan kerugian keuangan. Penurunan
harga tersebut terjadi akibat penurunan mutu atau adanya keterikatan
kontrak modal yang terikat. Sehingga penyuling yang mempunyai
hutang modal akan menerima harga yang lebih rendah. Namun
demikian, risiko pembayaran tidak sesuai kontrak mempunyai
tingkat risiko sedang.
Peubah risiko pemasaran lain yang mempunyai tingkat risiko
tinggi adalah pengembalian minyak akar wangi, beralihnya
konsumen minyak akar wangi ke produsen lain, dan gagal dalam
pengiriman produk. Ketiga peubah tersebut akan mengakibatkan
total kerugian yang beasr. Fluktuasi harga minyak akar wangi akibat
krisis global mempunyai tingkat risiko yang tinggi. Peningkatan
harga tinggi yang tidak diimbangi oleh peningkatan permintaan luar
negeri akan mengakibatkan ekspor minyak akar wangi mengalami
kendala. Hal ini dikarenakan Indonesia belum mampu mengolah
minyak akar wangi menjadi produk jadi.
Risiko keuangan penyulingan mempunyai tiga peubah utama
yaitu peningkatan biaya operasional, kecukupan modal, dan
penerimaan yang menurun. Tiga peubah tersebut mempunyai tingkat
risiko yang tinggi. Biaya operasional meningkat dan modal yang
tidak cukup akan mengakibatkan berhentinya proses penyulingan
sehingga penerimaan penyuling menurun.
Risiko pada setiap kegiatan dalam penyulingan menunjukkan
bahwa kegiatan operasional, pemasaran , dan keuangan mempunyai
risiko tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam kegiatan
penyulingan integrasi antara operasional, pemasaran, dan keuangan
sangat diperlukan. Setiap kegiatan rantai pasokan harus didukung
oleh bagian satu dan yang lain. Sehingga, semua anggota atau
66
aktivitas rantai pasokan harus saling mendukung agar tercipta rantai
pasokan yang efisien. Hasil agregasi risiko keseluruhan
menunjukkan bahwa risiko penyulingan adalah tinggi. Risiko tingkat
tinggi membutuhkan pengelolaan atau manajemen risiko yang baik.
Manajemen risiko yang baik tersebut dimaksudkan untuk menjaga
keberlanjutan usaha penyulingan akar wangi.
4.3. Rancangan Sistem Penunjang Keputusan Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling
Rancangan model keputusan dalam penelitian ini untuk membantu
pengambil keputusan dalam memgelola risiko rantai pasokan minyak akar
wangi pada aktivitas penyuling. Model diposisikan sebagai media yang
membantu pengambil keputusan dalam menganalisis sitem nyata sehingga
langkah-langkah yang efektif dan terukur dapat dilakukan. Model disusun
berdasar basis aturan. Basis aturan tersebut disusun berdasar hasil agregasi
dan penanganan risiko yang diakuisisi pakar.
Hasil agregasi risiko keseluruhan menunjukkan bahwa risiko rantai
pasokan minyak akar wangi adalah tinggi. Hasil penilaian tersebut
berdasarkan hubungan antara nilai kemungkinan terjadinya risiko dan
dampak risiko. Setelah identifikasi para penyuling diminta untuk
mengumpulkan alternatif tindakan yang patut dilakukan sehingga
kemungkinan risiko terjadi dapat dikurangi. Hasil alternatif tindakan tersebut
diakuisisi oleh para ahli dan disimpan dalam basis pengetahuan model. Hasil
akuisisi tersebut harus konsisten dengan berbagai keadaan yang mungkin
terjadi. Hasil akuisisi pengetahuan ini disebut rekomendasi penanganan
penyuling.
Rekomendasi yang diakuisisi dari penyuling masih dimungkinkan
untuk diperkaya dan memodifikasi basis pengetahuan dan basis aturan untuk
mendapatkan rekomendasi yang lebih baik dan rasional. Mekanisme inferensi
yang digunakan adalah if nilai agregasi then rekomendasi. Aturan-aturan yang
dibentuk sesuai dengan penanganan hasil akuisisi pakar adalah sebagai
berikut:
67
Aturan 1
Jika Risiko Operasional Penyulingan Sangat Tinggi, maka penanganan risiko
risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Pengadaan alat suling dengan teknologi yang sesuai standar.
Menjaga kestabilan temperatur dan tekanan dengan pengawasan yang
lebih ketat.
Memperluas kepemilikan lahan atau memesan bahan baku akar wangi
lebih awal.
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani,
pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pencampuran bahan baku dengan kualitas yang berbeda-beda.
Pembinaan pekerja dalam pengoperasian alat suling dan pengawasan
pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 2
Jika Risiko Operasional Penyulingan Tinggi, maka penanganan risiko rantai
pasokan minyak akar wangi adalah:
Menjaga kestabilan temperatur dan tekanan dengan pengawasan yang
ketat.
Memperluas kepemilikan lahan atau memesan bahan baku akar wangi
lebih awal.
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani,
pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pencampuran bahan baku dengan kualitas yang berbeda-beda.
Pembinaan pekerja dalam pengoperasian alat suling dan pengawasan
pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 3
Jika Risiko Operasional Penyulingan Sedang, maka penanganan risiko rantai
pasokan minyak akar wangi adalah:
Menjaga kestabilan temperatur dan tekanan dengan pengawasan ekstra.
Memperluas kepemilikan lahan atau memesan bahan baku akar wangi
lebih awal.
68
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani,
pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pencampuran bahan baku dengan kualitas yang berbeda-beda.
Pembinaan pekerja dalam pengoperasian alat suling dan pengawasan
pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 4
Jika Risiko Operasional Penyulingan Rendah, maka penanganan risiko rantai
pasokan minyak akar wangi adalah:
Memperluas kepemilikan lahan atau memesan bahan baku akar wangi
lebih awal.
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani,
pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pencampuran bahan baku dengan kualitas yang berbeda-beda.
Pembinaan pekerja dalam pengoperasian alat suling dan pengawasan
pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 5
Jika Risiko Operasional Penyuling Sangat Rendah, maka penanganan risiko
rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani,
pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pengawasan pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 6
Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Sangat Tinggi, maka penanganan
risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan kontrak dengan pengumpul minyak.
Mempertahankan mutu produksi.
Melakukan pengiriman dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Promosi ekspor oleh pemerintah.
Aturan 7
Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Tinggi, maka penanganan risiko
rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan kontrak dengan pengumpul minyak.
69
Mempertahankan mutu produksi.
Melakukan pengiriman dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Aturan 8
Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Sedang, maka penanganan risiko
rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Mempertahankan mutu produksi.
Melakukan pengiriman dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Aturan 9
Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Rendah, maka penanganan risiko
rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan pengiriman dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Aturan 10
Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Sangat Rendah, maka
penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Menambah informasi pemasaran secara umum.
Aturan 11
Jika Risiko Keuangan Sangat Tinggi, maka penanganan risiko rantai pasokan
minyak akar wangi adalah:
Menyiapkan cadangan keuangan.
Subsidi bahan bakar.
Melakukan kerja sama dengan pengumpul atau eksportir dalam bentuk
kontrak pemberian modal atau mengajukan kredit pada lembaga
keuangan.
Meningkatkan penyulingan saat musim kemarau.
Pinjaman bunga rendah atau sistem syariah.
Aturan 12
Jika Risiko Keuangan Tinggi, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak
akar wangi adalah:
Menyiapkan cadangan keuangan.
Subsidi bahan bakar.
70
Melakukan kerja sama dengan pengumpul atau eksportir dalam bentuk
kontrak pemberian modal atau mengajukan kredit pada lembaga
keuangan.
Meningkatkan penyulingan saat panen raya.
Pinjaman bunga rendah atau sistem syariah.
Aturan 13
Jika Risiko Keuangan Sedang, maka penanganan risiko rantai pasokan
minyak akar wangi adalah:
Menyiapkan cadangan keuangan.
Subsidi bahan bakar.
Meningkatkan penyulingan saat panen raya.
Pinjaman bungan rendah atau sistem syariah.
Aturan 14
Jika Risiko Keuangan Rendah, maka penanganan risiko rantai pasokan
minyak akar wangi adalah:
Meningkatkan penyulingan saat panen raya.
Pinjaman bunga rendah atau sistem syariah.
Aturan 15
Jika Risiko Keuangan Sangat Rendah, maka penanganan risiko rantai
pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan penanganan keuangan dengan baik.
Meningkatkan penyulingan saat panen raya.
4.4. Implikasi Manajerial
Implikasi manajerial dari manajemen risiko rantai pasokan minyak
akar wangi adalah pentingnya peningkatan koordinasi yang efektif antara
kegiatan operasional, pemasaran, dan keuangan pada penyuling. Kerjasama
dilakukan antara petani, penyuling, pengumpul akar wangi, pengumpul
minyak akar wangi, dan eksportir. Selain hal itu dukungan pemerintah sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan industri minyak akar wangi melalui bantuan
peralatan budidaya dan penyulingan. Peningkatan industri melalui pembinaan
pengoperasian alat dan proses penyulingan serta proses budidaya. Hal
71
tersebut dapat mengurangi adanya risiko pada rantai pasokan minyak akar
wangi. Adanya proses penilaian risiko yang menghasilkan tingkatan risiko
dan penanganannya dapat dijadikan kontrol proses rantai pasokan minyak
akar wangi. Sehingga penilaian risiko menjadi ukuran yang berguna dalam
meningkatkan efektivitas manajemen risiko rantai pasokan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut beranggotakan
petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, dan
pengumpul minyak akar wangi atau eksportir. Akar wangi yang telah
dipanen oleh petani dibeli oleh pengumpul akar wangi atau penyuling, dan
ada juga petani yang melakukan penyulingan sendiri. Minyak akar wangi
yang dihasilkan oleh penyuling langsung dijual dan dikirim kepada
pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke eksportir. Harga akar
wangi ditentukan oleh penyuling atau kesepakatan petani dan penyuling.
Sedangkan harga minyak akar wangi ditentukan oleh pengumpul minyak
akar wangi atau eksportir. Harga akar wangi atau minyak akar wangi
bergantung pada tingkatan kualitasnya. Semakin tinggi kualitas maka
harganya semakin tinggi. Aliran informasi berupa komunikasi personal
dan kelompok antar anggota rantai pasokan yang berlangsung secara dua
arah.
b. Sumber-sumber risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyuling
diidentifikasi berdasarkan kegiatan operasional, pemasaran, dan keuangan.
Hasil penilaian risiko adalah kegiatan operasional, pemasaran, dan
keuangan berisiko tinggi. Penanganan risiko operasional adalah pengadaan
alat yang sesuai standar, mengontrol kestabilan temperatur dan tekanan,
pembinaan dalam pengoperasian alat, dan kerjasama dengan pemasok
bahan baku akar wangi atau bahan bakar. Penanganan risiko pemasaran
adalah melakukan kontrak kerjasama dengan pengumpul minyak akar
wangi, menjaga kualitas minyak akar wangi, dan mengirim jumlah minyak
akar wangi sesuai permintaan. Penanganan risiko keuangan adalah
melakukan kontrak kerjasama dengan pengumpul minyak akar wangi atau
eksportir berupa pinjaman modal, mengelola keuangan dengan baik
dengan mempersiapkan cadangan keuangan. Penanganan yang lain untuk
risiko keuangan adalah memaksimalkan penyulingan saat panen raya.
73
c. Penelitian ini menghasilkan rancangan awal sistem penunjang keputusan
dalam bentuk rule base penanganan risiko.
2. Saran
Beberapa saran berkaitan dengan aktivitas rantai pasokan dan
manajemen risiko rantai pasokan adalah:
a. Sebaiknya dilakukan pemberdayaan fungsi lembaga koperasi USAR lebih
efektif, agar mampu meningkatkan bargaining power minyak akar wangi.
b. Kualitas minyak akar wangi ditentukan oleh sistem yang digunakan,
kondisi temperatur, dan kondisi tekanan. Selain itu kondisi-kondisi
eksternal sangat mempengaruhi dalam risiko rantai pasokan secara umum.
Oleh karena itu, perlu dikaji manajemen risiko rantai pasokan akar wangi
yang dipengaruhi oleh faktor eksternal.
c. Penelitian lanjutan berupa pemodelan komputasi sebagai tindak lanjut
rancangan sistem penunjang keputusan risiko rantai pasokan minyak akar
wangi.
74
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Deptan. 2011. Tahapan Penyulingan Sesuai Standar GMP. Arsip Penyuling, Garut.
Djohanputro, B. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. PPM, Jakarta.
Fahmi, I. 2010. Manajemen Risiko: Teori, Kasus, dan Solusi. Alfabeta, Bandung.
Garutkab. 2009. Peluang Investasi Minyak Akar Wangi. http://www.garutkab.co.id. [4 Mei 2011]
Hadiguna, R.A. 2010. Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasokan dan Penilaian Risiko Mutu pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Heizer J, dan B. Render. 2010. Manajemen Operasi. Salemba Empat, Jakarta.
Indrawanto, C. 2009. Kajian Pengembangan Industri Akar Wangi (Vetiveria zizanoides L.) Menggunakan Interpretative Structural Modelling. Informatika Pertanian 18 (1): 1-18. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.
Jonnson, P. 2008. Logistic and Supply Chain Management.McGraw-Hill Higher Education, United Kingdom.
Kountur, R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. PPM, Jakarta.
Kusnandar dan Marimin. 2003. Pengembangan Produk Agroindustri Jamu dan Analisis Struktur Kelembagaannya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 14(1): 40-45, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Marimin dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor.
Mulyati H, dkk. 2009. Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya, Surabaya.
Rahmawati, W.T. 2010. Peluang Bisnis Minyak Akar Wangi.http//:www.lifestyle.kontan.co.id. [4 Mei 2011]
Santoso, I. 2005. Rekayasa Model Manajemen Risiko untuk Pengembangan Agroindustri Buah-buahan secara Berkelanjutan. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Santoso, I dan Marimin. 2001. Penentuan Produk Olahan Apel Unggulan Menggunakan Teknik Fuzzy Non Numerik dan Analisis Struktur Serta Pola Pembinaan Kelembagaannya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 12(2): 163-170. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
75
Scandizzo, S. 2005. Risk Mapping and Key Risk Indicators in Operational Risk Management. Economic Notes by Banca Monte dei Paschi di Siena SpA 34(2): 231-256. Blackwell Publishing Ltd, United Kingdom.
Siagian, Y.M. 2007. Aplikasi Suplply Chain Management Dalam Dunia Bisnis. Gramedia, Jakarta.
Sinar Tani. 2009. Akar Wangi Sebagai Penghasil Minyak Atsiri.http://www.sinartani.com. [20 Juni 2011]
Tempointeraktif. 2010. Permintaan Minyak Akar Wangi Meningkat, Pengusaha Kewalahan. http//:www.tempointeraktif.com. [20 Juni 2011]
Tunggal, A.W. 2009. Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan). Havarindo, Jakarta.
Tutuarima, T. 2009. Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap. Tesis pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yager, R.R. 1988. On Ordered Weighted Aggregation Operators in Multicriteria Decision Making. IEEE Transaction on Systems, Man, and Cybernatics 18(1): 183-190. Iona Collage, New York.
Zsidisin, G.A. 2003. Managerial Perception of Supply Risk. Journal of Supply Chain Management 3: 14-24. Institut for Supply Chain Management Inc, Michigan.
77
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Data Hasil Penilaian Pakar
RisikoKode
VariabelFrekuensi Dampak
Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3
Operasional
KR1 SR T R ST T T
KR2 S T S T T T
KR3 S R T T T T
KR4 T T T ST T T
KR5 T T T ST ST ST
KR6 S S S ST S T
KR7 S T R ST T T
KR8 SR R R ST T T
KR9 R S SR T S S
KR10 R S R T S T
KR11 T T T ST S ST
KR12 T T T ST ST T
Pemasaran
KR13 S T T T ST T
KR14 SR SR SR T S S
KR15 SR SR SR T SR T
KR16 SR R SR T S T
KR17 R SR R T S T
KR18 S S T T S T
Keuangan
KR19 S T S T T T
KR20 T ST T T T T
KR21 T T S T T T
RisikoFrekuensi Risiko
Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3
Operasional S S S
Pemasaran R R R
Keuangan T T S
77
Lampiran 2. Data Responden Identifikasi Risiko1. Risiko Operasional
No FrekuensiModus
DampakModus
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12
1 3 4 5 4 4 5 3 1 1 4 3 4 4 4 4 4 5 5 4 3 4 3 4 4 4 4
2 1 3 4 3 3 3 1 1 2 3 1 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 2 3 3 4 3
3 1 4 5 4 4 4 4 1 3 4 1 4 4 3 4 4 3 3 3 4 1 4 4 4 4 4
4 1 2 5 3 3 3 1 1 2 1 4 5 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 3 4 3 3 3 2 2 4 5 1 3 3 3 5 4 3 5 5 3 4 4 5 4 4 3 4
6 3 4 3 3 3 2 2 4 5 1 3 3 3 5 5 3 5 5 3 4 4 5 5 4 3 5
7 1 3 3 4 4 2 1 1 1 3 1 3 1 3 3 3 3 3 4 3 1 2 3 3 3 3
8 1 2 1 3 3 2 1 1 3 3 1 1 1 3 4 1 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3
9 1 3 4 3 3 2 1 3 3 3 1 4 3 4 3 4 3 3 3 1 3 3 3 4 4 3
10 1 4 1 3 3 3 1 1 4 3 1 3 1 4 3 1 3 3 4 3 1 4 3 4 4 4
11 1 4 4 5 5 4 4 4 5 4 1 4 4 4 5 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 4
12 1 2 4 3 3 3 3 4 4 2 1 4 4 4 5 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4
13 1 3 1 4 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 3 3 1 1 1 3 1 1 1
14 1 2 3 3 3 3 1 2 2 1 2 2 2 4 4 2 5 4 5 4 2 5 3 4 2 4
15 1 3 3 1 1 3 1 2 2 1 2 2 1 1 3 2 1 3 4 1 2 2 3 1 2 1
16 1 3 4 4 4 3 1 3 1 1 1 2 1 4 3 4 3 4 4 4 2 1 3 3 4 4
17 1 4 1 4 4 4 1 1 5 1 3 1 1 4 4 1 3 3 3 4 1 3 3 3 1 3
18 1 3 3 2 2 3 1 3 1 1 1 3 1 4 3 3 3 3 3 4 2 1 3 3 3 3
19 2 4 3 3 3 3 2 3 5 1 3 3 3 4 4 3 4 4 3 4 3 5 1 4 3 4
20 1 3 3 2 3 3 1 3 1 3 1 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 1 3 3 3 3
77
78
Lanjutan lampiran 22. Risiko Pemasaran
No Frekuensi Modus DampakModusB1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12
1 1 3 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 4 3 5 4 4 3 4 5 1 3 4 4 4
2 1 4 1 2 2 4 1 1 2 3 1 1 1 4 5 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4
3 1 1 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 1 3 3 4 4 4 4 3 4 1 3 4 3 4
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 4 1 5 5 5 4 4 4 1 3 3 4 4
5 1 2 2 3 3 1 1 2 1 3 1 1 1 3 3 3 3 3 5 4 3 1 3 4 4 3
6 1 1 1 2 2 1 1 1 1 3 1 1 1 3 3 4 4 4 4 4 4 1 3 3 4 4
7 1 3 1 4 4 2 1 1 3 3 2 2 1 1 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4
3. Risiko Keuangan
No FrekuensiModus
DampakModus
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12
1 4 4 1 2 2 3 4 1 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 3 3 4 4 4
2 2 5 4 2 2 3 2 4 4 3 4 2 2 3 4 4 2 2 3 3 4 4 3 4 3 3
3 1 4 3 4 4 2 1 3 4 3 1 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4
4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3
5 3 5 1 2 2 1 3 1 1 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 1 3 4 4 4
78
79
Lampiran 3. Agregasi Dampak Risiko
Operasional Pemasaran KeuanganKR1 KR2 KR3 KR4 KR5 KR6 KR7 KR8 KR9 KR10 KR11 KR12 KR13 KR14 KR15 KR16 KR17 KR18 KR19 KR20 KR21
Pakar 1 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4Pakar 2 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 5 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4Pakar 3 4 4 4 4 5 3 4 4 3 3 3 4 4 3 1 3 3 3 4 4 4
Bobot Pakar = int[1+4/3k]1 2,33 22 3,67 43 5 5
Agregasi Nilai2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 25 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4
min 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 4 4 4 5 4 4 4 3 4 5 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4
min 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 54 4 4 4 5 3 4 4 3 3 3 4 4 3 1 3 3 3 4 4 4
min 4 4 4 4 5 3 4 4 3 3 3 4 4 3 1 3 3 3 4 4 4
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 24 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 44 4 4 4 5 3 4 4 3 3 3 4 4 3 1 3 3 3 4 4 4
Agregasi Dampak 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 79
80
Lampiran 4. Agregasi Frekuensi Risiko
Operasional Pemasaran KeuanganKR1 KR2 KR3 KR4 KR5 KR6 KR7 KR8 KR9 KR10 KR11 KR12 KR13 KR14 KR15 KR16 KR17 KR18 KR19 KR20 KR21
Pakar 1 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 4 4 4 1 1 2 2 4 4 5 4Pakar 2 2 3 3 4 4 3 3 1 2 2 4 4 4 1 1 1 2 3 3 4 4Pakar 3 1 3 2 4 4 3 2 1 1 2 4 4 3 1 1 1 1 3 3 4 3
Bobot Pakar
12,3
3 2
23,6
7 43 5 5
Agregasi Nilai
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 24 4 4 4 4 3 4 2 3 3 4 4 4 1 1 2 2 4 4 5 4
Min 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 42 3 3 4 4 3 3 1 2 2 4 4 4 1 1 1 2 3 3 4 4
Min 2 3 3 4 4 3 3 1 2 2 4 4 4 1 1 1 2 3 3 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 51 3 2 4 4 3 2 1 1 2 4 4 3 1 1 1 1 3 3 4 3
Min 1 3 2 4 4 3 2 1 1 2 4 4 3 1 1 1 1 3 3 4 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 22 3 3 4 4 3 3 1 2 2 4 4 4 1 1 1 2 3 3 4 41 3 2 4 4 3 2 1 1 2 4 4 3 1 1 1 1 3 3 4 3
Agregasi frekuensi 2 3 3 4 4 3 3 2 2 2 4 4 4 1 1 2 2 3 3 4 4
80
81
Lampiran 5. Agregasi Risiko Operasional
kode Frekuensi Dampak Negasi Frekuensi
Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 P1 P2 P3
KR1 1 4 2 5 4 4 5 2 4
KR2 3 4 3 4 4 4 3 2 3
KR3 3 2 4 4 4 4 3 4 2
KR4 4 4 4 5 4 4 2 2 2
KR5 4 4 4 5 5 5 2 2 2
KR6 3 3 3 5 3 4 3 3 3
KR7 3 4 2 5 4 4 3 2 4
KR8 1 2 2 5 4 4 5 4 4
KR9 2 3 1 4 3 3 4 3 5
KR10 2 3 2 4 3 4 4 3 4
KR11 4 4 4 5 3 5 2 2 2
KR12 4 4 4 5 5 4 2 2 2
DP=dampak pakarNF=Negasi Frekuensi Pakar
DP1 NF1 Maks1 DP2 NF2 Mak2 DP3 NF3 Mak3
5 5 5 4 2 4 4 4 4
4 3 4 4 2 4 4 3 4
4 3 4 4 4 4 4 2 4
5 2 5 4 2 4 4 2 4
5 2 5 5 2 5 5 2 5
5 3 5 3 3 3 4 3 4
5 3 5 4 2 4 4 4 4
5 5 5 4 4 4 4 4 4
4 4 4 3 3 3 3 5 5
4 4 4 3 3 3 4 4 4
5 2 5 3 2 3 5 2 5
5 2 5 5 2 5 4 2 4
min 4 min 3 min 4
Urutan B Bobot Pakar
4 2 2
4 4 4
3 5 3
Agregasi Max 4
82
Lampiran 6. Agregasi Risiko Pemasaran
kode Frekuensi Dampak Negasi Frekuensi
Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 P1 P2 P3
KR13 3 4 4 4 5 4 3 2 2
KR14 1 1 1 4 3 3 5 5 5
KR15 1 1 1 4 1 4 5 5 5
KR16 1 2 1 4 3 4 5 4 5
KR17 2 1 2 4 3 4 4 5 4
KR18 3 3 4 4 3 4 3 3 2
DP1 NF1 Maks1 DP2 NF2 Mak2 DP3 NF3 Mak3
4 3 4 5 2 5 4 2 4
4 5 5 3 5 5 3 5 5
4 5 5 1 5 5 4 5 5
4 5 5 3 4 4 4 5 5
4 4 4 3 5 5 4 4 4
4 3 4 3 3 3 4 2 4
Min 4 Min 3 Min 4
Urutan B Bobot Pakar
4 2 2
4 4 4
3 5 3
Agregasi Max 4
83
Lampiran 7. Agregasi Risiko Keuangan dan Risiko Keseluruhan
kode
Frekuensi Dampak Negasi Frekuensi
Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Pakar 1 Pakar 2 Pakar
KR19 3 4 3 4 4 4 3 2 3
KR20 4 5 4 4 4 4 2 1 2
KR21 4 4 3 4 4 4 2 2 3
DP1 NF1 Maks1 DP2 NF2 Mak2 DP3 NF3 Mak3
4 3 4 4 2 4 4 3 4
4 2 4 4 1 4 4 2 4
4 2 4 4 2 4 4 3 4
Min 4 Min 4 Min 4
Urutan B Bobot Pakar
4 2 2
4 4 4
4 5 4
Max 4
Agregasi Risiko Keseluruhan
risiko Frekuensi Negasi Frekuensi
Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Pakar 1 Pakar 2 Pakar 2
Operasional 4 3 3 3 3 3 3
Pemasaran 4 2 2 2 4 4 4
Keuangan 4 4 4 3 2 2 3
risiko NF1 Maks1 risiko NF2 Maks2 risiko NF3 Maks3
4 3 4 4 3 4 4 3 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 2 4 4 2 4 4 3 4
min 4 min 4 min 4
Urutan B Bobot Pakar
4 2 2
4 4 4
4 5 4
Agregasi max 4