ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA...

52
1 ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA KHUSUS SAPI INDUKAN WAJIB BUNTING I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan terhadap daging sapi terus meningkat. Produksi dalam negeri baru mampu memenuhi sekitar 65%. Selebihnya dipenuhi dari produk impor berupa daging sapi beku 20% dan sapi bakalan yang digemukkan di dalam negeri 15% (Ilham et al. 2015). Lonjakan tajam terhadap permintaan daging sapi di berbagai wilayah terjadi menjelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri, yang menyebabkan kenaikan harga daging sapi dan bereskalasi terhadap kenaikan harga pangan lain sehingga mempengaruhi inflasi. Untuk memenuhi kekurangan pasokan, upaya peningkatan populasi dan produktivitas telah dilakukan Pemerintah melalui Kementerian Pertanian, yaitu Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDSK). Berdasarkan 13 kegiatan pada Program PSDSK, kegiatan optimasi inseminasi buatan (IB) dan intensifikasi kawin alam (INKA), penyediaan dan pengembangan pakan dan air, penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung dan berpotensi memiliki dampak kuat untuk meningkatkan pasokan daging sapi (Ashari et al. 2012). Untuk mempercepat target pemenuhan populasi sapi potong dalam negeri, Kementerian Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 48/Permentan /OT.010/12/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen Pemerintah dalam mencapai swasembada daging sapi yang ditargetkan Presiden Joko Widodo pada tahun 2026 serta mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan bahan pangan asal hewan, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat. Target tersebut dituangkan dalam Grand Design Lumbung Pangan Dunia (Kementerian Pertanian, 2016). Permasalahannya, tidak semua konsep yang mendasari suatu program didukung dasar teori dan data yang baik. Disamping itu program yang ada, cenderung dilengkapi dengan pedoman yang bersifat umum, padahal dalam

Transcript of ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA...

Page 1: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

1

ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA KHUSUS SAPI INDUKAN WAJIB BUNTING

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permintaan terhadap daging sapi terus meningkat. Produksi dalam negeri

baru mampu memenuhi sekitar 65%. Selebihnya dipenuhi dari produk impor

berupa daging sapi beku 20% dan sapi bakalan yang digemukkan di dalam negeri

15% (Ilham et al. 2015). Lonjakan tajam terhadap permintaan daging sapi di

berbagai wilayah terjadi menjelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri, yang

menyebabkan kenaikan harga daging sapi dan bereskalasi terhadap kenaikan

harga pangan lain sehingga mempengaruhi inflasi.

Untuk memenuhi kekurangan pasokan, upaya peningkatan populasi dan

produktivitas telah dilakukan Pemerintah melalui Kementerian Pertanian, yaitu

Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDSK). Berdasarkan 13 kegiatan

pada Program PSDSK, kegiatan optimasi inseminasi buatan (IB) dan intensifikasi

kawin alam (INKA), penyediaan dan pengembangan pakan dan air,

penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan

hewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung dan

berpotensi memiliki dampak kuat untuk meningkatkan pasokan daging sapi

(Ashari et al. 2012).

Untuk mempercepat target pemenuhan populasi sapi potong dalam negeri,

Kementerian Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 48/Permentan

/OT.010/12/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi

dan Kerbau Bunting. Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen Pemerintah

dalam mencapai swasembada daging sapi yang ditargetkan Presiden Joko Widodo

pada tahun 2026 serta mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan

bahan pangan asal hewan, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak

rakyat. Target tersebut dituangkan dalam Grand Design Lumbung Pangan Dunia

(Kementerian Pertanian, 2016).

Permasalahannya, tidak semua konsep yang mendasari suatu program

didukung dasar teori dan data yang baik. Disamping itu program yang ada,

cenderung dilengkapi dengan pedoman yang bersifat umum, padahal dalam

Page 2: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

2

implementasi suatu program dipengaruhi juga oleh kondisi lapangan yang berbeda

menurut daerah. Untuk kasus Program Upsus Siwab yang tersebar di seluruh

provinsi di Indonesia diduga akan menghadapi kondisi yang berbeda, sehingga

implementasi program akan menghadapi berbagai masalah dan kendala.

Berdasarkan itu, kajian yang bersifat evaluasi ini perlu dilakukan. Hasil kajian

diharapkan dapat menjadi umpan balik untuk perbaikan program agar output dan

outcome yang diharapkan dapat dicapai.

1.2. Tujuan

Berdasarkan uraian di atas, tujuan kajian ini ialah merumuskan alternatif

perbaikan konsepsi dan implementasi Program UPSUS SIWAB yang efisien dan

efektif. Secara lebih rinci, tujuan kajian ini ialah:

1. Menelaah secara kritis konsep program upaya khusus sapi indukan wajib

bunting,

2. Mengkaji kinerja implementasi program upaya khusus sapi indukan wajib

bunting,

3. Mengevaluasi perkiraan dampak program upaya khusus sapi induk wajib

bunting.

4. Merumuskan rekomendasi kebijakan pengembangan program upaya khusus

sapi induk wajib bunting ke depan, baik dari sisi konsep maupun strategi

implementasinya.

1.3. Keluaran

Keluaran umum dari kajian ini adalah rumusan kosep perbaikan Program

Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting, secara rinci keluaran yang diharapkan

adalah:

1. Informasi tentang tinjauan kritis konsep Program Upaya Khusus Sapi Induk

Wajib Bunting.

2. Informasi tentang implementasi Program Upaya Khusus Sapi Induk Wajib

Bunting.

3. Informasi tentang perkiraan dampak ekonomi Program Upaya Khusus Sapi

Induk Wajib Bunting.

Page 3: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

3

4. Rekomendasi kebijakan pengembangan program upaya khusus sapi induk

wajib bunting ke depan baik dari sisi konsep maupun strategi

implementasinya.

II. METODOLOGI

2.1. Kerangka Pemikiran

Ada tiga faktor utama yang menentukan keberhasilan tingkat kebuntingan

seekor ternak ruminansia besar, baik sapi potong, sapi perah dan kerbau yang

dikembangbiakkan menggunakan teknologi inseminasi buatan, yaitu: (i) kondisi

tubuh (BCS-Body Condition Score) dan kesehatan sistem reproduksi calon

induk/induk, (ii) ketersediaan dan kualitas semen beku, tenaga pendukung, dan

peralatan serta fasilitas pendukung, dan (iii) kemampuan peternak/petugas

pemelihara ternak mendeteksi berahi dan waktu kawin optimal induk sapi (Parera

et al. 2011) . Pada perkembangbiakan menggunakan cara kawin alam dengan

ternak jantan, kualitas dan ketersediaan sapi/kerbau pejantan menentukan

keberhasilan kebuntingan (Efendy dan Mariyono, 2013).

Berdasarkan tiga faktor tersebut, dituangkan konsep operasional dalam

bentuk pedoman ataupun petunjuk. Hal ini perlu dilakukan, sehingga apa yang

diimplementasikan di lapangan sudah dalam satu persepsi yang sama bagi para

pihak yang terlibat program. Petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis bisa saja

dilakukan oleh Tim Upsus Siwab di daerah dalam upaya memperkecil kendala

akibat variasi kondisi lapangan yang ada. Agar terjadi persepsi yang sama

diperlukan kegiatan sosialisasi dan pendampingan yang efektif.

Upaya perbaikan tahap berikutnya adalah sistem pelaporan dan kegiatan

evaluasi. Hasil kedua kegiatan ini dapat dijadikan bahan masukan untuk terus

memperbaiki konsep dan pedoman Program Upsus Siwab kearah pencapaian

output dan outcome yang sudah ditetapkan. Alur pikir kajian ini dijasikan pada

Gambar 2.1.

2.2. Lokasi dan Resonden

Penentuan lokasi dilakukan berdasarkan pola pemeliharaan, dan ternak

yang diusahakan. Provinsi Jawa Tengah mewakili provinsi pola pemeliharaan sapi

intensif. Provinsi Aceh mewakili provinsi pola pemeliharaan sapi ekstensif. Provinsi

Page 4: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

4

Jawa Barat mewakili pola pemeliharaan sapi perah intensif, dan Banten mewakili

provinsi pola pemeliharaan kerbau ekstensif.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Siklus Kerja dan Faktor-faktor yang Menentukan

Keberhasilan Program Upsus Siwab 2017

Penentuan lokasi kabupaten contoh didiskusikan dengan pihak dinas yang

membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi contoh dengan

pola pemeliharaan di atas. Untuk lokasi Jawa Barat di Kabupaten Bandung Barat,

KONSEP PROGRAM UPSUS

SIWAB

IMPLEMENTASI PROGRAM

KELUARAN & DAMPAK

PROGRAM Langsung:

Produksi 2,1 juta

ekor pedet

umur 2 bulan

senilai Rp8,4 T

Tak Langsung:

-Pola kerja terukur

-Sistem pelaporan membaik

-Organisasi Pel. IB membaik

-Mengedukasi peternak

-Pemetaan distribusi semen

-Kesempatan kerja petugas

Grand Design:

1. Operasionalisasi Upsus Siwab

2. Penetapan Status Reproduksi

& Penanganan Gangrep

3. Penyediaan semen beku,

tenaga teknis, sarana IB dan

Pelaksanaan IB

4. Distr & ketersediaan semen

beku, N2Cair dan kontainer

5. Pemenuhan HPT & konsentrat

6. Pengendalian pemotongan

betina produktif

7. Sistem Monev & Pelaporan

KONSEP OPERASIONAL

1. Pedoman Pelaksana

2. Pedoman Teknis

3. Petunjuk Pelaksana

4. Petunjuk Teknis

POKJA PUSAT

KONSEP TEORITIS

1. Kondisi Ternak

Betina sasaran

2. Kondisi Ternak

Pejantan atau

Petugas dan

fasilitas Inseminasi

Buatan

3. Kemampuan

Peternak

Page 5: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

5

Di Jawa Tengah Kabupaten Semarang, lokasi Aceh di Kabupaten Aceh Besar, dan

lokasi Banten di Kabupaten Lebak. Jenis dan jumlah responden yang

diwawancarai pada kajian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jenis dan Jumlah Responden pada Kajian ini

No Jenis Responden Pusat Daerah Jumlah

Aceh Jateng Jabar Banten

1 Pokja UPSUS SIWAB 2 - - - - 2

2 Dinas Provinsi - 4 6 1 5 16

3 BIB/BPTP/BPTU/UPTD - 5 3 3 1 12

4 Dinas Kabupaten - 4 5 4 4 17

5 Puskeswan/Inseminator/PKB - 5 3 3 3 14

6 Peternak - 6 3 2 5 16

7 KPSBU Lembang - - - 2 - 2

Jumlah 2 24 20 15 18 79

2.3. Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh melalui wawancara kepada pejabat dan petugas terkait lingkup pusat,

provinsi, kabupaten, dan kecamatan. Selain itu data primer diperoleh juga melalui

wawancara terhadap pengurus kelompok tani ternak (KTT).

Data sekunder yang digunakan bersumber dari dokumen terkait pada

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, dinas yang membidangi fungsi

peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten contoh. Untuk

mendalami konsep Program UPSUS SIWAB akan lakukan tinjau ulang terhadap

dokumen: (i) Pedoman Pelaksanaan UPSUS SIWAB Januari 2017 (Revisi I); (ii)

Rencana Kerja Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting, 06 Januari 2017; dan

(iii) Laporan Perkembangan Inseminasi Buatan, Kebuntingan dan Kelahiran 2017.

Dokumen lain yang akan dijadikan sumber informasi adalah: (i) Peraturan

Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.010/12/2016 tentang Upaya Khusus

Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting; (ii) Kepmentan Nomor

656/Kpts/OT.050/10/2016, tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan

Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting; (iii) Keputusan Menteri Pertanian

Page 6: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

6

Nomor 8932/Kpts/OT.050/F/12/2016, tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus

Siwab; (iv) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8933/Kpts/OT.050/F/12/2016,

tentang Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan

Kerbau Bunting; dan (v) Surat Edaran Menteri Pertanian

No.185/PK.210/M/12/2016 kepada para Gubernur dan Bupati tentang Dukungan

Upsus Siwab 2017. 2.4. Metode Analisis

Untuk menjawab tujuan pertama, yaitu “menelaah secara kritis berbagai

konsep pada program upaya khusus sapi indukan wajib bunting” dilakukan

kegiatan: (i) menginventarisasi konsep-konsep dan data dukung yang digunakan

dalam Program Upsus Siwab, (ii) melakukan telaah kritis atas konsep yang

digunakan dikaitkan dengan output dan outcome yang ingin dicapai. Data dan

informsi dianalisis dengan pendekatan deskriptif.

Untuk menjawab tujuan kedua, yaitu “mengkaji implementasi upaya khusus

sapi indukan wajib bunting” dilakukan kegiatan: (i) menginventarisasi dokumen

yang mendukung Program Upsus Siwab, seperti grand design dan arahan kerja

Upsus Siwab; (ii) memilah faktor-faktor kritis untuk dijadikan bahan evaluasi

implementasi di lapangan, (iii) melakukan evaluasi implementasi faktor-faktor

kritis di lapangan. Data dan informasi dikumpulkan melalui telaah dokumen,

wawancara dan observasi lapangan, kemudian diolah dengan cara mengkomparasi

antara pedoman yang ada dengan implementasi di lapang. Sebagai contoh untuk

mengevaluasi 15 kegiatan yang disajikan pada dokumen rencana kerja, Tim

Kajian akan melihat enam kegiatan yang dinilai merupakan titik-titik yang dianggap

kritis mendukung keberhasilan program. Instrumen yang diperlukan menggunakan

Tabel 2.2.

Untuk menjawab tujuan ketiga, yaitu: “memperkirakan dampak program

upaya khusus sapi induk wajib bunting’”, kegiatan yang dilakukan: (i)

mengevaluasi laporan harian dan laporan dari lokasi kajian tentang realisasi

akseptor, tingkat kebuntingan, tingkat kelahiran, dan angka kematian hingga

umur pedet 2 bulan hasil Upsus (ii) berdasarkan angka tersebut diperkirakan

potensi nilai ekonomi dari program.

Page 7: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

7

Selain itu akan dilihat juga manfaat non ekonomi atas keberadaan Program

Upsus Siwab 2017. Diduga dengan adanya program ini, akan diperoleh berbagai

manfaat non ekonomi yang positif.

Tabel 2.2. Instrumen Evaluasi Implementasi Rencana Kerja Upsus Siwab di Lokasi Kajian, 2017

No No. Kegtn.

Nama Kegiatan Volume Jadwal (bulan) Ket

Target Realisasi Target Realisasi

1 3 Pendistribusian Semen Beku, N2 Cair

1-4 Cek Vol ?

1-4?

2 4 Bimtek Pelaporan Inseminator Upsus Siwab

4.800 orang di 16 provinsi

cek 1-2 Cek -

3 5 Pelatihan Petugas Baru Inseminator

di 11 UPT Bitpro jumlah peserta 1.392

org: calon PKB, ATR,

Insenminator)

cek 2-4 Cek -

4 8 Pembentukan Tim Upsus Siwab Prop,Kab/Kota

- - 1 Cek SK Tim

-

5 9 Sosialisasi Upsus Siwab Provinsi

- - 1 Cek: lokasi dan frekuensi,

pelaku sosialisasi

-

6 10 Sosialisasi Upsus Siwab tingkat Kabupaten

- - 1 Cek: lokasi dan frekuensi,

pelaku sosialisasi

-

Page 8: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Telaah Konsep Program Upsus Siwab

3.1.1. Konsep Teoritis

Dalam kajian ini konsep dibagi dua, yaitu konsep teoritis dan konsep

operasional. Secara konsep teoritis, kebuntingan adalah suatu periode sejak

terjadinya fertilisasi sampai terjadi kelahiran (Frandson, 1992). Fertilisasi adalah

peleburan antara sperma dan ovum (Wonokerto D. 2013). Artinya, keberhasilan

kebuntingan sangat ditentukan oleh fertilitas sperma dan ovum serta saluran

reproduksi yang mendukung meleburnya dan melekat pada dinding uterus.

Kurang berhasilnya IB yang ditunjukkan oleh jumlah kali kawin untuk

menjadi bunting (S/C) masih tinggi disebabkan oleh: (1) petani terlambat

mendeteksi saat berahi atau terlambat melaporkan berahi sapinya ke petugas IB,

(2) adanya gangguan pada alat reproduksi induk sapi, (3) inseminator kurang

terampil, (4) fasilitas pelayanan inseminasi terbatas, dan (5) kurang lancarnya

transportasi (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, 2006). Hingga saat ini masih

sering dijumpai adanya kasus gangguan reproduksi yang ditandai dengan

rendahnya fertilitas induk, dan berakibat penurunan angka kebuntingan dan

jumlah kelahiran pedet (Balai Veteriner Bukit Tinggi, 2014).

Gangguan reproduksi pada sapi potong dan kerbau secara garis besar

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) cacat anatomi saluran

reproduksi, (2) gangguan fungsional, (3) infeksi organ reproduksi, dan (4)

kesalahan manajemen (Ratnawati et al. 2007). Secara umum gangguan

reproduksi dapat disembukan dengan perbaikan pakan, pengobatan dengan

antibiotik, pemberian hormon, pemberian vitamin dan mineral, vaksinasi, sanitasi

dan kombinasi diantaranya. Khususnya gangguan reproduksi yang disebabkan

cacat anatomi karena bawaan, cenderung menyebabkan sapi infertil.

Fakta emprik menunjukkan bahwa sapi-sapi induk yang diberi pakan baik

hanya membutuhkan 1,5 kali kawin (S/C) untuk menjadi bunting, sedangkan sapi-

Page 9: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

9

sapi yang diberi pakan kurang baik membutuhkan 4,1 kali kawin untuk menjadi

bunting (Talib et al. 2001). Yusran et al. (2001), permasalahan yang menekan

kinerja hasil IB sapi potong di Jatim antara lain kondisi sapi-sapi induk yang kurus

atau skor kondisi tubuhnya rendah. Nurjanah et al. (2014), faktor-faktor yang

memengaruhi dan berasosiasi positif antara lain adalah frekuensi pemberian

hijauan, jumlah pemberian hijauan, dan pemberian konsentrat. Untuk menaikkan

angka kebuntingan disarankan memberikan hijauan 4 kali sehari dengan jumlah

pemberian 35 kg/ekor/hari dan melakukan pemberian konsentrat.

Keberhasilan kebuntingan sapi ditentukan oleh ketersediaan sapi pejantan

untuk mengawini sapi induk secara alami atau sebagai donor semen untuk

inseminasi buatan. Pada kasus kawin alam, seekor sapi pejantan diharapkan dapat

melayani kawanan sapi induk hingga 60 ekor atau lebih, sedangkan jika digunakan

untuk IB bisa lebih banyak (Ball and Peters, 2004). Kesuburan atau kapasitas

reproduksi sapi pejantan merupakan faktor penting dalam menentukan kinerja

reproduksi, yaitu persediaan spermatozoa normal sangat penting dan hasrat

seksual (libido). Di Indonesia, sapi pejantan yang dihasilkan pusat pembibitan dan

memiliki sertifikat masih terbatas. Oleh karena itu, sapi-sapi yang dipelihara

secara ekstensif dan sebagian semi intensif menggunakan kawin alam umumnya

terjadi inbreeding, sehingga sapi-sapi turunan semakin kecil bentuk tubuhnya.

Sapi-sapi jantan yang secara eksterior baik banyak digunakan untuk sapi bakalan

pada usaha penggemukan untuk kemudian dipotong.

Sementara itu, produksi semen bersertifikat sudah cukup tersedia, bahkan

Indonesia sudah melakukan ekspor semen beku. Semen beku yang diproduksi

oleh Balai Inseminasi Buatan (BIB) Nasional dan beberapa Balai Inseminasi Buatan

Daerah (BIBD) sudah memiliki sertifikasi standar mutu ISO 12075 menyangkut

laboratorium mutu dan ISO 9001 mencakup laboratorium, Sumberdaya Manusia,

manajemen, fasilitas, dll. Dalam program Siwab, pengadaan semen beku sudah

menggunakan e-katalog. Saat ini dua BIB Nasional dan satu BIBD sudah

mengaplikasikan cara tersebut. Keharusan menggunakan e-katalog mendorong

BIBD untuk meningkatkan mutu produknya dan melengkapi syarat untuk dapat e-

katalog.

Page 10: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

10

Perkawinan menggunakan IB membutuhkan persiapan yang lebih

kompleks. Setidaknya ada lima hal yang perlu diperhatikan: (1) ketersediaan dan

kualitas semen; (2) penanganan semen saat distribusi dan penggunaan; (3)

keterampilan petugas; (4) kemampuan petani mendeteksi sapi berahi dan

melaporkannya ke petugas; dan (5) kondisi induk sapi.

Sebagai suatu upaya khusus, jika kemampuan petani mendeteksi berahi

masih kurang, diharapkan petugas teknis dapat melakukan kegiatan proaktif

membantu petani menjelaskan tanda-tanda sapi induk yang sedang berahi.

Kegiatan sinkronisasi berahi merupakan salah satu upaya khusus yang dilakukan

dalam Program UPSUS Siwab. Pada daerah-daerah terpencil, umumnya pada pola

pemeliharaan sapi masih semi intensif dan ekstensif fasilitas transportasi petugas

sangat menetukan keberhasilan UPSUS Siwab.

Pelaksanaan UPSUS SIWAB 2017 dilengkapi dengan satu pedoman

pelaksanaan dan enam pedoman teknis. Berdasarkan konsep teoritis dan

dukungan data empirik yang telah diutarakan di atas, semua aspek yang

mendukung terjadinya proses kebuntingan sapi sudah dielaborasi dengan baik

pada empat dari enam pedoman teknis yang dibuat, yaitu: (1) Penetapan Status

Reproduksi dan Penanganan Gangguan Reproduksi; (2) Penyediaan Semen Beku,

Tenaga Teknis, dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB; (3) Distribusi dan

Ketersediaan Semen Beku, N2 Cair, dan Kontainer; dan (4) Pemenuhan Hijauan

Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat.

3.1.2. Konsep Operasional

Pada kajian ini yang dimaksud konsep operasional adalah konsep-konsep

dasar yang digunakan dan dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab

2017. Berdasarkan konsep-kosep tersebut dituangkan kegiatan-kegiatan teknis

yang ditulis dalam enam pedoman teknis.

Hasil evaluasi pada Pedoman Operasionalisasi Upsus Siwab, ada beberapa

hal yang perlu dikritisi, yaitu: (1) perhitungan struktur populasi sapi dan kerbau;

(2) pengelompokan target akseptor berdasarkan pola pemeliharaan intensif, semi

intensif dan ekstensif; (3) penetapan target akseptor dan target bunting tiap

daerah; (4) target penanganan gangrep dan pemberian pakan konsentrat dan

pakan hijauan.

Page 11: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

11

3.1.2.1. Struktur Populasi Sapi dan Kerbau

Perhitungan perkiraan populasi berbasis hasil Sensus Pertanian 2013. Umur

sapi/kerbau betina dewasa berkisar antara 2 – 8 tahun. Jumlahnya dapat dilihat

pada Tabel 3.1. Pada Pedoman Upsus Siawab, potensi akseptor sebanyak 4 juta

ekor berbasis pada populasi sapi potong dan sapi perah betina dewasa, yaitu 5,9

juta ekor atau 70% dari populasi betina dewasa.

Tabel 3.1. Perkiraan Populasi dan Akseptor Program Siwab di Indonesia, 2017

Jenis Ternak Populasi (ekor)

Total Betina Dewasa Target Akseptor

1. Sapi potong 13.597.154 5.622.835 -

2. Sapi perah 472.000 296.086 -

3. Kerbau 1.127.000 452.622 -

Jumlah potensi akseptor (1 + 2) 5.918.921 4.000.000 (70%)

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2017

Potensi akseptor tersebut belum memasukkan populasi kerbau betina

dewasa. Itu berarti ada cadangan akseptor sebanyak 452 ribu ekor lagi. Di

lapangan (Aceh, Banten dan Jateng) terlihat bahwa kerbau juga dilibatkan dalam

program Upsus Siwab. Walaupun pada banyak daerah pemeliharaan kerbau

umumnya masih semi intensif dan ekstensif, akan tetapi potensi ini dapat

dijadikan bahan untuk mencapai target keluaran program dan sekaligus

melakukan introduksi teknologi IB pada peternak kerbau.

3.1.2.2. Pengelompokan Akseptor berdasarkan Pola Pemeliharaan

Pada buku Pedoman Pelaksana Upsus Siwab Ditjen PKH Kementerian

Pertanian, jumlah akseptor dikelompokkan menurut pola pemeliharaan.

Berdasarkan pola pemeliharaan, jumlah akseptor sebanyak 4 juta dipilah menjadi:

(1) pola pemeliharaan intensif sebanyak 2,9 juta ekor di Jawa, Bali dan Lampung;

(2) pola pemeliharaan semi intensif sebanyak 0,8 juta ekor di Sulsel, Sumatera

dan Kalimantan; pola pemeliharaan ekstensif sebanyak 0,3 juta ekor di NTT, NTB,

Papua, Maluku, Sulawesi, Aceh dan Kaltara.

Teknik perkawinan yang dilakukan untuk pola intensif menggunakan IB,

semi intensif IB dan intensifikasi kawin alam (INKA), serta untuk pola ekstensif

menggunakan INKA. Pola demikian dianggap wajar, karena terkait dengan mudah

tidaknya melakukan kegiatan IB. Pada pola ekstensif sangat sulit melakukan

Page 12: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

12

perkawinan sapi dengan teknik IB. Namun dalam operasionalnya perkawinan sapi

pada berbagai pola tersebut menggunakan teknik IB. Hal ini tentu akan

menghadapi kesulitan. Ternak sapi dan kerbau yang dipelihara secara ekstensif

tidak memiliki tali dan sangat jarang pulang ke kandang.

Di Aceh, sekitar 70% sapi dan kerbau dipelihara secara ekstensif. Sekitar

50% dari jumlah itu, sapi dilepas pagi hari ke padang gembala dan sore masuk

kandang paddock dan 50% lainya dilepas diperbukitan siang dan malam. Sapi

pada pola ekstensif mencari makan di sekitar pemukiman atau persawahan saat

lahan sawah tidak ditanami (bera), dalam istilah setempat disebut “luah blang”.

Pada saat lahan sawah ditanami padi, ternak sapi dan kerbau di lepas kembali di

perbukitan hingga kaki gunung. Pola yang sama dijumpai juga di NTT dan P.

Sumbawa-NTB dan beberapa bagian daerah lain di berbagai provinsi di luar Jawa.

Jika tidak ada upaya khusus, sapi diusahakan pola ekstensif sulit mencapai target

kebuntingan jika dikawinkan dengan cara IB, karena waktu bera hanya sekitar 3

bulan. Salah satu upaya khusus yang dilakukan adalah melakukan penyerentakan

berahi dengan bantuan hormon.

3.1.2.3. Penetapan Target Akseptor dan Persentase Kebuntingan

Secara nasional ditetapkan jumlah sapi bunting sekitar 73% dari jumlah

akseptor. Kemudian angka tersebut ditetapkan menurut provinsi dan

kabupaten/kota. Menurut pihak dinas di lokasi kajian, angka tersebut ditetapkan

dari unsur Ditjen PKH. Hal yang tidak relevan adalah menyamakan target tingkat

kebuntingan provinsi sama dengan semua kabupaten/kota. Padahal potensi SDM,

fasilitas, kondisi geografis, pola pengusahaan sapi antar kabupaten/kota

beragam.

Penentuan target tersebut perlu ditinjau ulang dan sebaiknya melibatkan

berbagai pihak terkait serta memperhatikan kondisi sebelumnya. Target antar

kabupaten dalam satu provinsi sangat memungkinkan bervariasi. Bahkan pada

kondisi tertentu, pada kabupaten yang berada di daerah dengan pola

pengusahaan intensif memungkinkan memberikan target yang lebih tinggi dari

yang dicantumkan dalam pedoman, dimana Jawa Timur target angka kebuntingan

84% dan Jawa Tengah 83%. Menurut Dyer (2012), Untuk memenuhi biaya

produksi maka rata-rata calf crop harus lebih dari 85%, karenanya pada daerah

Page 13: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

13

yang sudah baik, target sapi induk yang bunting dari akseptor yang ada

seharusnya lebih 85%.

3.1.2.4. Penetapan Target Pelayanan Gangrep dan Pakan Konsentrat

Kegiatan penanganan gangguan reproduksi sebelum ada UPSUS SIWAB

2017 di beberapa daerah merupakan kegiatan rutin pada Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Provinsi. Pada UPSUS SIWAB 2017 target penanganan gangrep

nasional hanya 300 ribu ekor dibandingkan jumlah akseptor 4 juta ekor. Ternak

yang terkena gangrep selanjutnya mendapat perlakuan pemberian pakan

konsentrat. Rincian jumlah akseptor, target penanganan gangrep dan pemberian

pakan konsentrat secara nasional dan lokasi kajian dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Proporsi Target Akseptor yang Mendapat Penanganan Ganguan Repoduksi dan Pemberian Pakan Konsentrat

Provinsi dan

Kabupaten

Target

Akseptor

(ekor)

Penanganan Gangguan

Reproduksi

Pemberian Pakan Konsentrat

(ekor) (%) (ekor) (%)

Indonesia 4.000.000 300.000 7,50 22.500 7,50

Aceh 105.867 6.509 6,15 0,00 0,00

Aceh Besar 16.226 909 5,60 0,00 0,00

Banten 8.208 456 5,56 0,00 0,00

Lebak 644 126 19,57 0,00 0,00

Jawa Barat 166.094 4.362 2,63 300 6,88

Bandung Barat 17.834 403 2,26 0,00 0,00

Jawa Tengah 514.984 47.010 9,13 3.200 15,50

Semarang 27.354 3.180 11,63 0,0 0,00

Sumber: Ditjen PKH (2017) dan data primer

Berdasarkan Tabel 3.2. proporsi target jumlah sapi yang mendapat

penanganan gangrep tidak ada rujukannya dan besarannya juga bervariasi.

Demikian juga, dari daerah yang ada penanganan gangrepnya tidak semua

mendapat pakan konsentrat, seperti Provinsi Aceh dan Banten serta Kabupaten

Bandung Barat dan Kabupaten Semarang.

3.1.2.5. Perkiraan Dampak Ekonomi

Pada Rakernas UPSUS SIWAB yang diselenggarakan 6 Januari 2017

dikatakan bahwa dari 3 juta ekor bunting akan lahir 70% atau 2,1 juta ekor.

Setelah pedet berumur 2 bulan nilai pedet Rp8,4 T atau Rp4 juta per ekor. Pada

kenyataannya di lapang, peternak paling cepat menjual pedet setelah lepas sapih

Page 14: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

14

yaitu berumur 5 – 7 bulan. Kalaupun dijual saat berumur dua bulan sekaligus

dijual dengan induknya.

Pada umur sekitar 6 bulan, harga jual pedet lebih besar dari Rp4 juta per

ekor. Jika asumsi angka kematian 3%, biaya produksi pedet sampai umur 6 bulan

juga nol. Maka nilai pedet yang dihasilkan jauh lebih besar dari Rp8,4 T. Jika rata-

rata harga jual pedet pada umur 6 bulan Rp5,5 juta maka nilai pedet menjadi

Rp11,2 T.

3.2. Kinerja Implementasi Upsus Siwab

Kinerja implementasi Upsus Siwab ditelaah dari kegiatan-kegiatan untuk

mencapai outcome program, yaitu terlayani perkawinan sapi/kerbau dengan

teknik IB pada 4 juta ekor dan terjadi kebuntingan 3 juta ekor selama tahun 2017.

Enam kegiatan yang akan ditelaah adalah: (1) Penetapan Status Reproduksi &

Penanganan Gangrep; (2) Penyediaan semen beku dan Pelaksanaan IB; (3)

Distribusi & ketersediaan semen beku, N2Cair dan kontainer; (4) Pemenuhan HPT

& konsentrat; (5) Pengendalian pemotongan betina produktif; dan (6) Sistem

Monev & Pelaporan. Pada masing-masing kegiatan terdiri dari beberapa sub

kegiatan. Selain itu ditelaah juga adakah pengaruh faktor lain terhadap

pencapaian outcome.

3.2.1. Penetapan Status Reproduksi & Penanganan Gangrep

3.2.1.1. Organisasi dan SDM

Menurut Pedoman kegiatan penanganan gangrep dilakukan oleh Tim

Operasional Teknis terdiri dari petugas teknis provinsi, kabupaten/kota dan

Puskeswan yang mencakup profesi dokter hewan, ATR, dan PKb. Fakta pada

empat lokasi kajian ada tiga pola pelaksanaan kegiatan: (1) pihak Dinas

Peternakan Kabupaten harus turun bersama dengan pihak B/BVet sumber dana

dari B/BVet; (2) dilakukan secara series yaitu awalnya B/BVet melaksanakan

setelah itu pihak Dinas Peternakan Kabupaten melakukan secara terpisah, sumber

dana dari masing-masing pihak; dan (3) dilakukan oleh pihak Dinas Peternakan

Kabupaten, pihak B/Bvet hanya memantau, sumber dana dari B/BVet. Pola (3)

kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat dibandingkan pola (2) dan pola (1).

Pada pola (1) Tim gangrep Kabupaten harus turun bersama dengan B/BVET, jika

Page 15: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

15

tidak maka tidak bisa dilaporkan ke Isikhnas sehingga tidak ada penggantian obat

dan insentif.

Dalam melaksanakan semua kegiatan UPSUS SIWAB di kabupaten/kota

dikoordinasi oleh penanggung jawab UPSUS SIWAB. Namun faktanya untuk kasus

penerbitan Surat Keterangan Status Reproduksi (SKSR) dilakukan oleh dua bidang

yang berbeda. Bahkan tidak dilakukan diagnosa karena tidak melibatkan tenaga

dokter hewan. Selain itu dijumpai pengisian SKSR tidak dilakukan dengan benar.

Hal itu dapat dilihat dari: (1) SKSR diterbitkan ditandatangani petugas pemeriksa

dan diketahui oleh medis reproduksi, namun tidak ditetapkan statusnya, kasus

pada 5 Januari 2017; (2) SKSR diterbitkan ditandatangani petugas pemeriksa dan

diketahui oleh medis reproduksi, namun petunjuk pengisian harus memilih salah

satu pilihan, nyatanya dipilih dua, kasus 1 Maret 2017; dan (3) SKSR diterbitkan

ditandatangani petugas pemeriksa, diketahui oleh medis reproduksi dan distempel

resmi, namun isinya satu ekor sapi yang diperiksa memiliki BCS atau Skor Kondisi

Tubuh-SKT dua sekaligus yaitu ≥ 2 dan < 2, kasus 20 April 2017.

Padahal tahap awal kegiatan gangrep adalah memeriksa induk sapi kondisi

tubuhnya (BCS) < 2 atau ≥ 2. Sapi yang memiliki BCS < 2 harus diperbaiki

dengan pemberian pakan berkualitas hingga mencapai BCS ≥ 2 baru dilakukan

penanganan gangrep. Untuk sapi yang memiliki BCS ≥ 2, diperiksa dan diterbitkan

SKSR dengan kemungkinan hasilnya: (1) bunting, (2) tidak bunting status normal,

(3) tidak bunting terkena kasus gangrep, dan (4) tidak bunting status gangrep

permanen.

3.2.1.2. Kasus Gangrep

Pada empat lokasi kajian, kasus hypofungsi ovary relatif tinggi, yaitu

Kabupaten Aceh Besar, Lebak dan Semarang. Di Aceh Besar dan Banten sebagian

besar sapi dan kerbau diusahakan dengan pola semi intensif dan ekstensif (Tabel

3.3.). Ternak menghandalkan pakan dari padang gembala. Kondisi padang

gembala dengan kuantitas dan kualitas hijauan terbatas menyebabkan peluang

hypofungsi ovary tinggi. Fakta ini menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas

pakan baik hijauan pakan ternak dan konsentrat pada pola semi intensif dan

ekstensif perlu ditingkatkan.

Page 16: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

16

Di Kabupaten Bandung Barat, sebagian besar sapi yang diusahakan adalah

sapi perah dengan pola intensif. Kasus gangrep hypofungsi ovari tidak dijumpai,

karena pada sapi perah pakan yang diberikan sudah cukup baik. Namun kasus

yang dijumpai (retensio plasenta dan endometritis) lebih disebabkan oleh karena

sapi yang kurang bergerak karena terus dikurung di kandang. Kepemilikan lahan

peternak yang terbatas menyebabkan tidak ada area untuk melakukan exercise

pada sapi.

Tabel 3.3. Tiga Urutan Tertinggi Kasus Gangguan Reproduksi pada Lokasi Kajian,

2017

Daerah Tiga Urutan Kasus Tertinggi

1 2 3

Aceh Hypofungsi Ovari (60%)

CLP-Corpus Luteum Persistent (40%)

-

Aceh Besar Hypofungsi Ovari CLP Pyometra

Bandung Barat Retensio Plasenta (35%)

Endometritis (23%) Abortus (17%)

Jawa Tengah Hypofungsi Ovari Silent Heat CLP

Kab. Semarang Silent Heat (42%) Hypofungsi Ovari (36%)

Kawin berulang (8%)

Lebak Hypofungsi Ovari (59%)

Silent Heat (16%) CLP (4%)

3.2.1.3. Masalah lain

Untuk dapat melaksanakan kegiatan penanangan gangguan reproduksi

diperlukan tenaga petugas PKb. Petugas PKb merupakan salah satu tenaga teknis

di lapangan selain tenaga inseminator dan asisten teknik reproduksi (ATR).

Seorang tenaga PKb umumnya juga tenaga inseminator. Tetapi tidak semua

tenaga inseminator merupakan petugas PKb. Saat ini, jumlah tenaga PKb di

berbagai daerah masih terbatas. Kondisi ini tentunya mempengaruhi kegiatan

pemeriksaan kebuntingan sapi saat identifikasi status reproduksi awal dan

pemeriksaan kebuntingan setelah 3 bulan di IB, terutama pada wilayah kerja yang

memiliki akseptor yang banyak dan luas.

Pada saat sebelum ada UPSUS SIWAB, pada beberapa daerah, kegiatan

mengumpulkan ternak milik peternak didukung dana stimulan. Pada UPSUS

SIWAB, tidak ada stimulan bagi peternak atau pamong desa dalam kegiatan

pengumpulan sapi milik peternak, maka petugas harus melayani peternak dengan

cara door to door, itupun belum tentu berjumpa peternak.

Page 17: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

17

Kasus di Aceh, obat-batan untuk penaganan gangrep tidak sesuai dengan

kasus penyakit yang ditemui. Oleh karena itu, untuk menanganinya digunakan

obat yang bersumber dari dana APBD. Namun obat-obatan yang ada tersebut

belum diregristrasi di iSIKHNAS, sehingga tidak bisa dicatat dalam iSIKHNAS.

Harapannya agar sistem obat hewan yang ada semua terdaftar dalam iSIKHNAS.

3.2.2. Penyediaan Semen Beku dan Pelaksanaan IB

3.2.2.1. Penyediaan Semen Beku

Tahun 2017 produsen semen beku untuk mendukung kegiatan UPSUS

SIWAB sudah mampu dipenuhi yaitu sekitar 8 juta dosis. BIB Lembang

berkontribusi 5,15 juta dosis dan selebihnyua bersumber dari BBIB Singosari dan

BIBD Kalimantan Selatan. Masalahnya pada tahun 2018, sapi pejantan yang ada di

BIB Lembang 70% sudah berumur tua. BIB Lembang sudah mengajukan

pengadaan sapi pejantan untuk tahun 2018. Jika semua pengadaan sapi pejantan

dipenuhi, produksi semen pertama baru ada bulan Juni 2018. Selama Januari

sampai Mei ada senjang waktu belum menghasilkan produksi. Oleh katena itu,

diperlukan penguatan BIBD baik melalui ISO, Sertifikasi dan e-katalog. Saat studi

ini dilakukan Juni 2017, BIBD Ungaran sudah mengusulkan untuk bisa ikut e-

katalog dan sudah memiliki dua jenis ISO, dan SNI.

Pemintan peternak terhadap semen sapi exotic untuk dikawinkan pada sapi

indukan sangat tinggi. Untuk sapi lokal, hanya semen sapi Bali yang diminati

peternak. Selama ini produsen semen sapi Bali hanya BBIB Singosari dan BIBD

Kalimantan Selatan yang telah terlibat dalam penyediaan semen untuk UPSUS

SIWAB. Solusi yang dapat dilakukan adalah memberdayakan BIBD lokal seperti

BIBD Baturiti Bali dan jika memungkinkan secara kesehatan ternak, memberi

amanah kepada BIB Lembang untuk memproduksi semen beku sapi Bali.

Di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, realisasi distribusi semen beku yang

menggunakan dana APBN dilakukan pada Bulan April dan masih sesuai rencana,

hanya saja saat kajian dilakukan, semen beku yang digunakan masih

menggunakan semen beku pinjaman dari pihak tertentu. Hingga bulan September

2017, di Kabupaten Lebak realisasi semen beku dan N2 Cair dari TP Provinsi

belum ada. Kerbau banyak yang bunting dari kawin alam, dari sekitar 20 kali PKb,

sekitar 10 ekor kerbau yang bunting akibat kawin alam. Walaupun di Banten ada 3

Page 18: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

18

ras kerbau, yaitu Majapahit, Rajagaluh dan Brahma, saat kerbaunya akan di IB

peternak tidak memilih semen beku apa yang digunakan. Justeru menurut

peternak, anak kerbau hasil IB menggunakan semen kerbau dari Lembang

hasilnya lebih baik dari kerbau lokal yang ada. Selama ini tidak dijumpai masalah

terkait penyediaan semen beku.

Dalam Upsus Siwab, pengadaan semen beku sudah menggunakan e-

katalog. Saat ini dua BIB Nasional dan satu BIBD sudah mengaplikasikan cara

tersebut. Keharusan menggunakan e-katalog mendorong BIBD untuk

meningkatkan mutu produknya dan melengkapi syarat untuk dapat e-katalog.

3.2.2.2. Pelaksanaan IB

Salah satu klaster UPSUS SIWAB di lokasi dengan pengusahaan sapi secara

ekstensif. Peternak di daerah ini memelihara sapi dengan cara dilepas di lahan

penggembalaan. Oleh karena itu, kegiatan IB di daerah ekstensif harus terencana,

terjadwal dan memperhatikan kondisi sosial budaya setempat.

Teknologi sinkronisasi berahi diperlukan untuk kawasan ekstensif. Hal itu

disebabkan sapi hanya sewaktu-waktu saja berkumpul dekat pada pemukiman

masyarakat. Kasus di Aceh, sapi yang digembala di kawasan hutan dan perbukitan

akan kembali ke persawahan dekat pemukiman saat sawah di kawasan tersebut

masa bera atau dalam istilah lokal disebut luah blang. Masa luah blang hanya

sekitar 3 bulan, setelah itu sapi akan digiring kembali oleh peternak ke kawasan

penggembalan di kawasan. Jika waktu seperti ini dapat dimanfaatkan, dapat

terjadi percepatan pencapaian output dan outcome UPSUS SIWAB dengan tetap

menggarap pola semi intensif dan intensif berjalan seperti biasa. Kasus yang

hampir sama terjadi juga di Kabupaten Lebak Provinsi Banten untuk ternak

kerbau.

Kendala pelaksanaan IB di Kabupaten Lebak Banten: (1) adanya trauma

peternak di masa lalu akibat saat petugas melakukan PKb hasilnya negatif,

padahal sebenarnya bunting muda kurang satu bulan melalui kawin alam, saat

petugas melakukan sinkronisasi, kebuntingan yang sudah terjadi akibat kawin

alam tersebut mengalami keguguran; (2) peternak belum sadar lapor saat

ternaknya mengalami berahi, sehingga laporan IB sering telat; dan (3) banyak

peternak kerbau memelihara milik orang lain (penggaduh) dengan pola bagi hasil

Page 19: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

19

anak yang lahir, karenanya keputusan melakukan IB atau hal lain harus izin

pemilik, untuk menghindari risiko peternak mengandalkan kawin alam, apalagi ada

mithos kerbau bisa bunting tanpa proses kawin.

Adanya syarat skor kondisi tubuh (SKT/BCS) harus baik, baru bisa

dilakukan inseminasi buatan, tidak selalu benar. Jika pada musim penghujan

kondisi baik, pada musim kemarau (Mei-September) saat kualitas penggembalaan

dan hijauan pakan terbatas maka kondisi BCS menjadi kurang. Jika mengikuti

syarat BCS maka target yang diharapkan tidak tercapai. Nyatanya saat musim

kemarau dan nilai BCS < 2 sapi bisa dikawinkan. Artinya BCS < 2 tidak selalu

menyebabkan gangguan reproduksi.

Eforia kegiatan UPSUS SIWAB menyebabkan pencapaian target IB dan

kebuntingan sapi menjadi hal utama. Akibatnya Program UPSUS SIWAB bisa

berbenturan dengan program kawasan perbibitan yang dilakukan sebelumnya.

Pemeritah sudah mengembangkan sapi Jawa Brebes (Jabres) di sekitar Brebes,

dan sapi PO Kebumen di Kebumen, sapi Angus di Sragen, dan kerbau Simeuleu

sebagai plasma nutfah di Simeuleu Aceh. Namun saat ini sapi Jabres dan sapi

Angus Sragen belum ada semen bekunya. Sapi PO Kebumen belum cukup semen

bekunya karena selama ini sebagian peternak melakukan kawin alam pada sapi

indukannya. Adanya UPSUS SIWAB dengan keharusan menggunakan kawin IB

memungkinkan sapi-sapi dan kerbau tadi tidak di IB menggunakan semen sesuai

rasnya. Akibatnya kegiatan kawasan sapi bibit yang sudah dilakukan bisa menjadi

terganggu. Sisi positifnya, adanya UPSUS SIWAB kegiatan IB gratis telah

mendorong 6 kabupaten di Jawa Tengah mengusulkan ikut Siwab kerbau yaitu:

Purbalingga, Purworejo, Brebes, Jepara, Semarang dan Temanggung.

3.2.3. Distribusi & Ketersediaan Semen Beku, N2Cair dan Kontainer

Di Jawa Barat, semua pengadaan semen beku sudah selesai dilakukan.

Sebagian sudah didistribusikan dan sisanya akan diistribusikan hingga akhir tahun

sesuai permintaan masing-masing kabupaten/kota. Semen beku tersebut disimpan

di Depo milik Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat.

Kegiatan pengadaan dan distribusi N2 Cair membutuhkan biaya tinggi

karena saat transportasi banyak terjadi penguapan. Keberadaan distributor N2

Cair terbatas, sehingga pembeli harus mengikuti kemauan penjual. Pihak

Page 20: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

20

distributor tidak menyediakan depo di kabupaten/kota karena konsumennya

terbatas. Pembeli yang membutuhkan N2 Cair harus membeli ke provinsi. Selain

itu keberadaan kontainer di provinsi kapasitasnya hanya 300 liter, sedangkan

kontainer di kabupaten dengan kapasitas sekitar 35 liter fungsinya sebagai tempat

penyimpanan semen dan juga digunakan saat pendistribusian semen kepada

petugas lapangan. Proses pengiriman dengan ukuran kontainer kecil

menyebabkan banyak susut.

Dinas di Kabupaten/kota tidak bisa mengakomodir fasilitas kontainer atau

depo untuk kebutuhan selama setahun. Kontainer yang ada dengan kapasitas 35

liter jumlahnya terbatas, sehingga frekuensi pengambilan ke provinsi relatif tinggi.

Anggaran APBD kabupaten tidak mendukung, dana yang ada dari APBN atau

APBD provinsi. Jadi pihak kabupaten/kota mengharapkan dana dari provinsi, pada

sisi lain pihak provinsi tidak bisa membantu semua kabupaten/kota selama

setahun.

Di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, N2 Cair yang dibutuhkan pada bulan

Maret pengadaannya dilakukan dengan membeli sendiri, sedangkan pengadaan

dengan dana UPSUS SIWAB baru direalisasikan bulan April 2017. Target volume

pengadaan N2 cair selama setahun 7.500 liter. Pada Bulan April dan Mei realisasi

masing-masing 650 liter. Jika rata-rata realisasi 650 liter/bulan maka akhir tahun

hanya tergunakan 6.050 liter. Ini berarti pada akhir tahun ada sisa dana setara

dengan 1.450 liter N2 cair.

Kebutuhan semen beku Provinsi Aceh diperkirakan 210.000 dosis dari

target akseptor 105.000 ekor dengan asumsi S/C = 2. Pengadaan semen beku

melalui anggaran UPSUS SIWAB baru akan datang tanggal 19 Juli 2017 sekitar

48.000 straw dari pengadaan 111.000 straw sapi melalui e-katalog dari BBIB

Lembang dan 15.000 straw sapi bali dari BBIB Singosari. Pengadaan semen beku

dengan anggaran APBD (A) sekitar 24.000 straw dan APBD(K) sekitar 3.000 straw.

Straw yang sudah dan sedang diadakan berjumlah 153.900 straw atau 73,29%

untuk mencapai akseptor sasaran 105.000 ekor dengan S/C =2.

Di Aceh Besar, pengadaan barang termasuk semen beku belum seluruhnya

berjalan, maka kegiatan dan laporan UPSUS SIWAB yang ada merupakan hasil

kegiatan dari dukungan anggaran APBD(K), kecuali pengadaan N2 cairnya. Di

Page 21: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

21

Aceh untuk mendapatkan N2 Cair harus membeli ke Medan Sumatera Utara.

Keterbatasan pemilikan kontainer, sehingga saat melakukan pembelian ke Medan

harus menggunakan kontainer yang ada yang berfungsi untuk membeli ke Medan

dan juga digunakan saat distribusi ke kabupaten/kota. Akibatnya kontainer

menjadi cepat bocor dan rusak.

Hingga 13 Juli 2013, di Kabupaten Aceh Besar belum ada pengadaan

kontainer, sementara ini hanya mengguakan kontainer lama. Jumlah yang ada

masih sangat minim, walaupun setiap tahun melakukan pengadaan. Harusnya tiap

Pos IB ada dua unit kontainer satu unuk cadangan N2 Cair satu untuk depo straw.

Rencana ini belum tercapai, akibatnya banyak N2 Cair yang menguap dan

biayanya menjadi mahal. Bahkan ada kecamatan yang tidak memiliki kontainer

sendiri, sehingga harus menggunakan dari wilayah lain.

Di Banten, semen sapi bersumber dari BIB Lembang dan semen kerbau

bersumber dari BIBD Kalimantan Selatan. Sejauh ini selalu tersedia dan tidak

menghadapi masalah. Ketersediaan kontainer dan N2 Cair untuk mendukung

kegiatan IB pada UPSUS SIWAB cukup.

3.2.4. Pemenuhan HPT & Konsentrat

Ketersediaan pakan dari sisi kuantitas dan kualitas sangat diperlukan dalam

usaha peternakan sapi dan kerbau karena mempengaruhi kinerja produksi dan

reproduksi. Hal ini disadari dan sudah dilakukan berbagai upaya agar setidaknya

peternak memiliki sumber HPT untuk usaha ternaknya. Pemerintah telah

melakukan penyebaran bibit HPT untuk peternak baik secara gratis maupun

menjual kepada yang membutuhkan. Instansi terkait dalam penyediaan bibit dan

benih HPT adalah UPT pusat BPTU-HPT dan UPTD yang ada di berbagai provinsi.

Sementara itu, untuk pakan konsentrat peternak melakukan penyediaan secara

mandiri baik melalui koperasi ataupun perorangan. Pemerintah hanya

mendampingi jika peternak membutuhkan formla pakan konsentrat sesuai dengan

potensi bahan baku pakan yang ada di sekitar peternak.

3.2.4.1. Hijauan Pakan Ternak

Dalam UPSUS SIWAB pemenuhan HPT dinilai tidak efektif. Di Aceh bibit

HPT sudah disiapkan oleh BPTU-HPT Aceh, namun hingga per 14 Juli 2017 belum

ada permintaan dari pihak kabupaten/kota di seluruh wilayah Aceh. Di Kabupaten

Page 22: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

22

Bandung Barat Jwa Barat, hingga per 9 Mei 2017 belum ada realisasi pengadaan

HPT. Faktor penghambat penanaman HPT di Jabar adalah lahan untuk HPT

bersaing dengan tanaman pangan.

Di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, sebagai cotnoh pada 1 kecamatan

hanya 4 KTT yang dapat HPT dari 110 KTT yang ada di kecamatan itu. Empat

KTT yang mendapat bibit HPT adalah KTT yang berada di daerah yang padat

populasi sapi. Secara umum, lahan untuk tanam HPT sangat terbatas, karena

terdesak dengan lahan untuk tanam jagung, akibatnya banyak menggunakan

lahan tidak produktif dan bukan merupakan lahan hamparan. Tiap KTT mendapat

bibit untuk ditanam pada 1 Ha lahan berupa rumput odot (gajah mini), king grass,

dan indegovera (leguminosa pohon). Pada April 2017 telah dilakukan identifikasi

KTT yang akan mendapat bantuan HPT, namun hingga awal Juni 2017 belum ada

KTT sudah melakukan penanaman.

Di Kabupaten Lebak Banten, realisasi pengadaan bibit HPT sudah dilakukan

hingga Juni 2017. Hanya saja sering tidak sinkron antara kegiatan pengadaan bibit

dan benih HPT dengan musim hujan, sehingga hasilnya kurang efektif. Permintaan

peternak terhadap bibit HPT ada, namun dana olah tanah yang diberikan hanya

stimulan dan tidak ada dukungan biaya pompanisasi untuk air dan pupuk.

Pengadaan pompa dan alat olah tanah tidak bisa dilakukan, terkait belanja modal.

Padahal pada kasus pajale hal itu dapat dilakukan. Umumya peternak meminta

bibit odot (gajah mini) dalam luasan besar karena palatabilitas (daya suka) tinggi,

tetapi yang ada rumput Taiwan Grass dan Indegovera dari kegiatan Gerbang

Patas (gerakan mengembangkan pakan ternak berkualitas) untuk mendukung

UPSUS SIWAB. Pihak Perhutani dan PTPN 8 bersedia bekerja sama untuk

menyediakan lahan tempat penanaman HPT dengan peternak tanpa biaya

(pernyataan Menteri BUMN), namun unuk landclearing lahan diperlukan

keberadaan alat olah tanah/traktor.

3.2.4.2. Pakan Konsentrat

Seperti diutarakan sebelumnya pada subbab gangguan reproduksi, ada

ketidakkonsistenan dalam pemberian konsentrat. Konsentrat diberikan pada sapi

yang mengalami gangguan reproduksi akibat kekurangan nutrisi dengan bukti

Page 23: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

23

SKSR BCS < 2. Namun tidak semua daerah dimana ada kasus sapi mengalami

gangguan reproduksi mendapat pakan konsentrat.

Selain itu, ada perbedaan yang sangat prinsip, terkait unit layanannya yang

dapat diberikan konsentrat dan dapat layanan gangguan reproduksi dalam UPSUS

SIWAB. Sapi indukan yang mendapatkan bantuan pakan konsentrat berbasis

kelompok tani ternak (KTT), karena sebagai syarat suatu hibah dari pemerintah

kepada petani berupa pakan. Sementara itu, layanan gangrep unit layanannya

adalah ternak yang terkena gangrep. Akibatnya, jika kasus gangrep terjadi pada

sapi peternak bukan anggota KTT, maka sapi tersebut tidak bisa mendapat

bantuan pakan konsentrat. Kalaupun bisa, harus berbasis KTT lain, yang belum

tentu diijinkan oleh pengurus dan anggota KTT tersebut. Hal ini, sangat sulit

dilakukan karena: (1) lokasi yang berjauhan sehingga sulit melakukan

pengendalian apakah jumlah pakan konsentrat yang diberikan ditujukan untuk

ternak sasaran; (2) menimbulkan kecemburuan antar anggota dalam KTT yang

tidak mendapat, apalagi terhadap peternak yang bukan anggota KTT tetapi

dititipkan administrasi pada KTT yang ditunjuk.

Pada usaha pembiakan/pembibitan sapi yang sudah biasa memberikan

pakan konsentrat pada sapi indukannya, tanpa dibantupun pakan konsentrat

secara rutin atau berkala saat-saat tertentu tetap diberikan. Sementara itu, pada

peternak yang tidak biasa memberikan pakan konsentrat karena alasan ekonomi

lemah, pemberian konsentrat tidak akan sinambung. Jika bantuan berakhir

pemberian pakan konsentrat menjadi terhenti dan kasus kekurangan gizi akan

berulang.

3.2.4.3. Titik Kritis Kegiatan Pengadaan dan Distribusi Pakan

Hasil kajian di lapang ditemukan beberapa titik kritis dalam kegiatan dan

pengadaan pakan dalam rangka mendukung Kegiatan UPSUS SIWAB:

1. Keterlambatan penyusunan dokumen perencanaan, seperti penyusunan TOR,

RAB, Pedoman Teknis. Hasil diskusi dengan Direktorat Pakan Ditjen PKH

diperoleh informasi bahwa penyusunan dokumen perencanaan baru

dilaksanakan pada riwulan-4 tahun 2016 atau sudah pada akhir tahun 2016.

Page 24: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

24

2. Keterlambatan pelaksanaan sosialisasi Pedoman Kegiatan, sosialisasi yang

semestinya dilaksanakan pada awal tahun anggaran mengalami

keterlambatan.

3. Keterlambatan identifikasi ternak yang mengalami gangrep hypofungsi ovari

akibat mal-nutrisi dan keterlambatan keluarnya SKSR oleh Tim Kesehatan

Hewan, Kesmavet, Bibit dan Produksi. Hal ini disebabkan keterlambatan Tim

Teknis Pakan dalam berkoordinasi dengan Tim Keswan, Kesmavet, Bibit dan

Produksi dalam melakukan identifikasi status reproduksi, kondisi ini ditemukan

baik di Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan Aceh.

4. Keterlambatan penetapan lokasi penerima bantuan bibit HPT, meskipun sudah

dilakukan komunikasi intensif (via telpon dan surat) antara Direktorat Pakan

kepada 33 Satker dalam alokasi penetapan lokasi. Keterlambatan ini

menyebabkan beberapa kabupaten, seperti Pati, Wonogiri, dan wilayah

selatan lainnya di Jawa Tengah tidak mau menerima bantuan bibit HPT karena

menganggap sudah memasuki musim kemarau.

5. Kegagalan proses pengadaan pengadaan benih/bibit HPT dan sarana produksi

lainnya, sehingga diperlukan Pengawalan oleh Tim teknis Pakan agar Tim

pengadaan di Satker Kabupaten dapat melakukan tugasnya dengan cepat dan

cermat. Pada lokasi-lokasi tertentu, penyerahan/distribusi benih/bibit HPT dan

agroinput lainnya tidak sesuai dengan jumlah, waktu, dan sasaran yang di

rencanakan. Kondisi ini terutama disebabkan ketatnya persyaratan yang

ditetapkan dari pusat, tingkat kesiapan Satker di kabupaten/kota, serta

kurang memenuhi kaidah kepraktisan dan keefektifan.

6. Proses distribusi pakan konsentrat tidak diatur bertahap dan disesuaikan

dengan ketersediaan gudang penyimpanan, sehingga dapat mengurangi

terjadinya kerusakan pakan pada saat penyimpanan. Bantuan pengadaan

pakan dan distribusi pakan tidak memenuhi kaidah kepraktisan dan

keefektifan.

7. Terlambatnya penyediaan benih/bibit HPT sehingga berimplikasi pada

penanaman HPT tidak tepat waktu sesuai dengan kondisi musim. Hal ini

disebabkan keterlambatan dalam penandatanganan kontrak, penyedia

benih/bibit HPT yang ditunjuk tidak semua dapat melaksanakan kewajibannya

Page 25: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

25

sesuai kontrak, jenis dan kualitas bibit HPT tidak sepenuhnya memenuhi

persyaratan teknis, dan terjadinya kesalahan teknis dalam penanaman HPT.

Seperti ketentuan sebelum penanaman HPT harus dilakukan pengolahan lahan

dan pemupukan dasar.

8. Pemberian air minum tidak dilakukan secara ad libitum, karena terbatasnya

sumber air. Langkah yang dapat dilakukan adalah mencari sumber air

potensial dan melakukan tatakelola air yang baik, sehingga air bisa diakses

ternak dan kebun HPT. Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan program

perlu adanya pendampingan dari Perguruan Tinggi di masing-masing

kabupaten.

3.2.5. Pengendalian Pemotongan Sapi Betina Produktif

Kegiatan ini sudah mulai dilakukan sejak Program PSDS/K 2010-2014.

Namun secara umum, walaupun dalam UPSUS SIWAB merupakan salah satu

kegiatan, pengendalian pemotongan sapi betina produkstif masih sulit dilakukan.

Di Aceh Besar dan Provinsi Aceh umumnya, belum ada upaya khusus untuk

melakukan kegiatan ini, sifatnya masih pada taraf himbauan. Di Kabupaten Gayo

Lues, umumnya ternak betina produkif dipotong di RPH 2-3 hari sekali. Jumlah

sapi jantan sedikit, jika tidak boleh potong betina apakah pemerintah bisa

mengganti dengan ternak jantan.

Di Banten sekitar 95% sapi yang dipotong merupakan produksi feedlot

yang menggunakan bakalan impor. Kerbau hanya dipotong di Lebak, Pandegelang

dan Malimping jumlahnya sangat kecil. Di Kota Serang Kerjasama dengan

kepolisian sudah berjalan rutin, sebelum UPSUS SIWAB pun kegiatan ini sudah

dilakukan, namun di Rangkasbitung kabupaten Lebak sosialisasi larangan

pemotongan ternak betina produktif ke pejagal belum melibatkan TNI dan Polri. Di

RPH Pemerintah dipasang spanduk himbauan dan larangan untuk tidak memotong

sapi/kerbau betina produktif. Oleh karenanya pemotongan betina produktif tidak

ada masalah. Kalaupun ada pemotongan kerbau betina (sangat jarang), dilakukan

saat ada anggota masyarakat melakukan hajatan atau hari taya dilakukan di

lingkungan pemukiman.

Di Jabar kegiatan ini sudah melibatkan TNI/Polri tapi belum berjalan massif,

sedangkan di Jateng umumnya masih sulit dilakukan, kecuali di Kabupaten

Page 26: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

26

Semarang. Kegiatan pengendalian pemotongan sapi betina produktif di Kabupaten

Semarang sudah dilakukan sebelum ada UPSUS SIWAB. Para pejagal berhasil

diajak melalui proses panjang (2009-2015). Tahap awal dimulai dari sosialisasi

dan himbauan terus menerus ke pejagal, pemasangan spanduk di RPH, terakhir

dilakukan pendekatan hukum dengan menurunkan Tim Yustisia melibatkan Polres

dan Polsek serta Satpol PP Kabupaten Semarang.

3.2.6. Sistem Monev & Pelaporan

Pelaporan pelaksanaan SIWAB utamanya dilakukan oleh pelaksana SIWAB

di lapangan bersama dengan para petugas teknis, seperti: inseminator, PKb, ATR

dan paramedik. Sistem pelaporan perkembangan ternak sapi perah, sudah

berjalan dengan baik, sebelum ada progam UPSUS SIWAB. Pada sapi perah data

tentang perkembangan ternak sangat dibutuhkan untuk perencanaan terkait

dengan pengembangan IB, Kebuntingan, kelahiran, penyakit, pakan dan obat-

obatan dll.

Pelaporan Program Siwab menggunakan iSKHNAS bertujuan untuk

memastikan tingkat keberhasilan program. Sistem yang dianut dalam iSIKHNAS

adalah : (a) menempatkan orang-orang yang bekerja paling dekat dengan hewan

dan para pemiliknya - mereka yang terlibat dalam pelaporan data - pada inti

sistem - dan mereka selayaknya dihargai karena partisipasinya dalam system, (b)

menyempurnakan, mendukung, dan mempermudah pekerjaan orang-orang yang

melaporkan dan bekerja bagi sistem, (c) tidak menambah beban p ekerjaan

normal pengguna manapun, dan sebaliknya, membawa manfaat langsung dan

nyata bagi pekerjaan mereka. (d) memberikan lebih dari yang diambilnya dari

pengguna untuk memastikan setiap pengguna memperoleh manfaat dari sistem

dan (e) memberikan layanan setiap saat kepada berbagai penggunanya dan

layanan ini haruslah tanggap terhadap berubahnya kebutuhan pengguna (WIKI-

iSIKHNAS, 2016).

Setelah ada Program SIWAB, selain digunakan seperti sebelumnya,

iSIKHNAS digunakan untuk memonitoring dan evaluasi UPSUS SIWAB. Oleh

karenanya, ada beberapa perubahan dan tambahan yang dimasukan ke dalam

program iSIKHNAS. Pada UPSUS SIWAB informasi dari iSIKHNAS ini bukan saja

Page 27: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

27

untuk memantau kegiatan, tetapi juga digunakan untuk alat yang syah dalam

pembayaran kegiatan di lapangan, seperti upah layanan IB, PKb, Gangrep.

Gambar 3.1. Alur Data dan Informasi dalam Sistem iSIKHNAS, sebelum SIWAB

Setelah ada UPSUS SIWAB 2017, di dalam dokumen Sistem Monev dan

Pelaporan iSIKHNAS lebih dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan

penggunaan data dan informasi. Pada prinsipnya monev dan pelaporan meliputi

unsur-unsur : (a) terpantaunya perkembangan program dan kegiatan secara real

time disetiap jenjang, (b) diupayakan kendala dan permasalahan lapangan dapat

diselesaikan di lapangan dan atau sesuai dengan jenjang pada saat permaslahan

teridentifikasi, dan (c) hasil monev Upsus Siwab ini dipastikan harus diketahui oleh

personil dan/atau penanggungjawab di setiap jenjang sesuai tanggungjawab

penugasan dan wilayah kerja di simpul-simpul operasional kelembagaan Upsus

Siwab secara real time.

Pada garis besarnya kegiatan monev ini ada dua yakni : (a) Monitoring dan

Evaluasi dan (b) pelaporan. Monitoring, evaluasi dan pelaporan sebenarnya ada

Page 28: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

28

pada setiap jenis kegiatan yang tertuang dalan Pedum UPSUS SIWAB, misalnya

pada kegiatan pelaksanaan IB, PKb, Ganrep, pengadaan Semen beku dan N2cair,

serta pengadaan pakan konsentrat dan HPT. Untuk kegiatan monitoring dan

evaluasi lebih diarahkan untuk memonitor kegiatan yang sifatnya harian, sehingga

dapat dicapai prinsip monev tersebut yakni: terpantaunya perkembangan program

dan kegiatan secara real time di setiap jenjang, diupayakan agar kendala dan

permasalahan lapangan dapat diselesaikan di lapangan dan atau sesuai dengan

jenjang pada saat permasalahan teridentifikasi, dan tersampaikannya hasil monev

Upsus Siwab kepada para pemangku dan personil dan/atau penanggungjawab di

setiap jenjang. Arus informasi dari hasil monev dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Alur Informasi Kinerja psus Siwab, 2017

Waktu pelaporan dilaksanakan secara bulanan dan dikoordinasikan oleh

penanggunjawab Upsus Siwab di kabupaten/kota. Laporan bulanan yang dikirim

oleh Kabupaten/Kota sebagai bahan analisis tingkat perkembangan atau capaian

Upsus Siwab di kabupaten, provinsi dan nasional untuk mencari bahan

rekomendasi perbaikan Upsus Siwab dalam peningkatan kebuntingan hewan,

dengan menggunakan indikator-indikator kegiatan teknis untuk mengukur

keberhasilan Upsus Siwab. Dengan demikian alur data dan informasi sistem

pelaporan adalah seperti tertera pada Gambar 3.3.

Sistem SIWAB

081290090009

Inseminator

Jmlh akseptor di IB

Jmlh kebuntingan

Jumlh kelahiran

Tim Pokja Pusat

PUSDATIN

Tim Supervisi &

Pendampingan

Tim Pokja Prov.

Tim Pokja

Kab./Kota

Page 29: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

29

Gambar 3.3. Alur Pelaporan Capaian Kinerja Kegiatan Upsus Siwab (Sumber: Pedum SIWAB, 2017)

Hasil penelitian di di Provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten

menunjukkan bahwa penerapan sistem monev dan pelaporan Upsus Siwab bukan

merupakan kegiatan mudah, sehingga pedoman umum sistem monev dan

pelaporan memerlukan penyesuaian-penyesuaian. Penggunaan alat bantu berupa

iSIKHNAS juga tidak dengan serta merta dapat langsung digunakan, diperlukan

tambahan menu yang adapat mengakomodir kebutuhan informasi yang

dibutuhkan pada program Upsus Siwab, yang terkait dengan jenis informasi atau

data, maupun menyangkut kegunaan iSIKHANS itu sendiri. Para pelaksana Upsus

Siwab di daerah menggunakan iSIKHNAS sebagai alat untuk menyampaikan

informasi dalam rangka akselerasi pencapaian target Upsus Siwab dan

perbaikannya, juga data yang dilaporkan melalui iSIKHNAS digunakan untuk dasar

pembayaran kegiatan yang dilakukan di daerah, misalnya untuk pembayaran jasa

Ketua

Pelaksana

Direktur

Jenderal PKH

Provinsi

Petugas

Kab./Kota

Sekretariat Pojka

Dir.

BITPRO

Dir.

Pakan Dir.

Keswan

Dir.

Kesmavet

Dir.

PPHNA

SET.

DITJEN

Page 30: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

30

layanan kegiatan IB, PKb dan Ganrep. Semua kegiatan ini bukan merupakan

belanja barang dan jasa akan tetapi biaya operasional kegiatan.

Keberhasilan dan kecepatan sistem monev dan pelaporan antar provinsi

lokasi penelitian sangat beragam. Keberagaman kecepatan penerapan sistem

monev dan pelaporan dipengaruhi oleh: (a) tingkat perkembangan sistem

pemeliharaan ternak sapi itu sendiri, semakin modern sistem pemeliharaan ternak

semakin baik dan cepat penerapan sistem monev dan pelaporan, (b) aksesibilitas

provinsi terhadap pusat sebagai pusat informasi dan berjenjang ke bawahnya;

artinya semakin dekat ibukota provinsi dengan pusat, atau ibukota kabupaten

dengan pusat provinsi, atau kecamatan dengan pusat kabupaten, maka semakin

lancar penerapan sistem monev dan pelaporan.

Sebagai salah satu contoh, di Provinsi Jawa Barat, karena sistem

pemeliharaan ternak sapi lebih didominasi oleh sapi perah yang dikelola secara

profesional oleh koperasi susu, maka sistem monev dan pelaporan menggunakan

iSIKHNAS jauh lebih cepat, karena data dan infomasi dari laporan ini juga sangat

dibutuhkan oleh koperasi untuk perencanaan sistem pengembangan ternak sapi,

mulai dari IB, PKb, Gangrep, kebutuhan pakan dll. Pada provinsi yang

pengembangan ternak masih cenderung ekstensif sistem pemeliharaannya dan

wilayahnya didominasi oleh wilayah yang remote, maka kendala sistem pelaporan

sangat merat. Di Provinsi Aceh dan provinsi lain yang relatif remote, pelaporan

pada awalnya yaitu bulan Januari, Februari, dan Maret masih dilakukan secara

manual (tidak menggunakan sistem ISIKHNAS). Informasi yang dilaporkan adalah

jumlah ternak yang di IB berikut atributnya, dan kegiatan PKb. Laporan ini

disampaikan dalam bentuk hard copy yang diinput dengan menggunakan excel.

Alur laporan manual ini dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Seperti diutarakan di awal, sistem pelaporan Upsus SIWAB juga berfungsi

untuk mengkalkulasi pembayaran jasa tenaga petugas lapang oleh KPA TP di

tingkat provinsi, seperti petugas IB, PKb, ATR, medik dan paramedik (untuk

kegiatan Gangrep). Pelaporan dengan cara manual ini membutuhkan waktu relatif

lama, karena harus mencermati dan merekap satu persatu. Cara ini dilakukan

karena para petugas belum menerima arahan atau sosialisasi tentang sistem

pelaporan yang menggunakan elektronik seperti iSIKHNAS. Pada pertengahan

Page 31: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

31

Laporan Petugas Lapang

Rekap Di Kabupaten

Rekap Provinsi NAD

REKAP Pusat

Pembayaran petugas berdasarkan laporan

Penyerahan uang petugas berdasarkan

laporan yg masuk

Keterangan : _______ = Informasi = Pembayaran

Maret 2017, baru dilakukan sosialisasi aplikasi ISIKHNAS kepada mereka, dan

mulai bulan April 2017 sistem laporan baru menggunakan ISIKHNAS.

Gambar 3.4. Arus Informasi pada Sistem Pelaporan dengan Cara Manual, 2017

Penggunaan iSIKHNAS berbeda dengan sistem manual, terutama dalam hal

: (a) kecepatan sampainya informasi tidak secara berjenjang, begitu dientry oleh

para petugas di lapangan informasi tersebut langsung sampai di kangtor pusat

Jakarta (Ditjen PKH), (b) setiap pemangku kepentingan pada level daerah

kabupaten dan provinsi dapat secara langsung mengetahui informasi tersebut,

dan (c) instnasi level kabupaten dapat merekap informasi ini untuk kepentingan

evaluasi perkembangan kagiatan, dan level provinsi dapat langsung merekap

untuk kepentingan pembayaran tenaga lapang dan level nasional dapat merekap

untuk mengetahui perkembangan nasional. Jenis informasi yang dilaporkan pada

ISIKHNAS terkait dengan kegiatan SIWAB hampir sama yakni: jumlah sapi diIB,

jumlah sapi yang bunting, jum lah sapi yang diperiksa kebuntingannya (PKB),

jumlah sapi yang mendapat layanan Gangrep dan jumlah sapi yang melahirkanr.

Arus informasi dari pelapor sampai dengan di Pusat dengan iSIKHNAS dapat

dilihat pada Gambar 3.5.

Di balik kecepatan dan kecanggihan sistem pelaporan dengan

menggunakan iSIKHNAS, pada awalnya mengalami hambatan-hambatan yang

kerap terjadi, seperti : (a) jaringan/sinyal internet dan atau telpon celuler

Page 32: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

32

Laporan Petugas Lapang

Rekap Di Kabupaten

Rekap Provinsi

REKAP Pusat

Pembayaran petugas berdasarkan laporan

Penyerahan uang petugas berdasarkan

laporan yg masuk

Keterangan : _______ = Informasi = Pembayaran

terhambat, (b) terbatasnya akses saluran di pusat sehingga tidak ada kejelasan

notifikasi diterima atau ditolaknya upload, kemudian petugas biasanya melakukan

upload ulang sehingga terjadi penumpukan, (c) ketersediaan fasilitas Hand Phone

(HP) para petugas masih terbatas, (d) penguasaan dan adaptasi terhadap

higthtech rendah karena usia para petugas, dan (e) dukungan biaya puklsa tidak

ada. Akibatnya sesekali menyebabkan terjadi dispute data yang berimplikasi

terhadap sistem pembayaran honor para petugas yang tidak sesuai dengan

volume fisik yang dikerjakan.

Gambar 3.5. Arus Informasi pada Sistem Pelaporan dengan iSIKHNAS, 2017

Namun dalam waktu berjalan, ada beberapa perbaikan dan peningkatan

performa internet dan programnya, seperti : (a) pihak pusat melakukan kerjasama

dengan berbagai provider, sehingga tidak tergantung kepada satu provider pada

wilayah yang tidak terjangkau oleh provider tertentu, (b) pihak pusat menambah

saluran akses untuk Upload, dan menambah kapasitas internet, sehingga tidak

terjadi penumpukan Upload, (c) pihak pusat menyediakan alternatf aplikasi bagi

yang tidak memiliki fasilitas android yakni dengan SMS atau dengan aplikasi Hang

Out. Namun ada beberapa yang patut dipikirkan oleh pihak pusat yakni adalah

keseragaman kapasitas infrastruktur (HP) yang berbasis ANDROID, di daerah hal

ini masih menjadi permasalahan yang dihadapi, di samping peningkatan

Page 33: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

33

ketrampilan para petugas yang sudah usia lanjut dalam penggunaan High Tech

ini.

3.2.7. Faktor lain

3.2.7.1. Petunjuk Pelaksana dan Petunjuk Teknis

Untuk mendapatkan persepsi yang sama pada kegiatan Upsus Siwab

diterbitkan Buku Pedoman Pelaksana Upsus Siwab. Umumnya buku pedoman

yang diterbitkan pihak pusat masih bersifat umum. Implementasi program di

lapangan sering menghadapi kondisi-kondisi lokal yang perlu modifikasi. Oleh

karenanya, pedoman yang masih bersifat umum dapat dimodifikasi sesuai kondisi

lapangan dengan tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Untuk itu, pihak dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan

hewan di provinsi, sebagai penanggung jawab kegiatan dengan pola pendanaan

TP Provinsi, dapat membuat Petunjuk Pelaksana demi kelancaran dan

keberhasilan Program Upsus Siwab di berbagai daerah. Bahkan jika antar

kabupaten/kota memiliki variasi yang besar, memungkinkan pihak kabupaten/kota

menerbitkan Petunjuk Teknis untuk memudahkan implementasi Program Upsus

Siwab.

Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh telah membuat Buku

Juklak. Namun isinya belum mengakomodir kondisi spesifik Aceh, lebih cenderung

menuangkan apa yang ada dalam pedoman umum menjadi Juklak. Hal itu

dilakukan, karena pihak provinsi beharap kegiatan berjalan dulu. Jika sudah

berjalan baik, kemungkinan akan ada kontens Juklak yang spesifik Aceh. Di

Kabupaten Aceh Besar, sampai 13 Juli 2017 pihak Dinas Pertanian dan Peternakan

Kabupaten Aceh Besar belum memuat Juknis Siwab. Untuk membuat itu perlu

data dukung dari kondisi lapangan di kecamatan. Seharusnya hal itu dilakukan,

namun belum ada respon dari provinsi. Sementara itu, juklak dari provinsi masih

bersifat umum sehingga masih mengambang.

Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten telah membuat Buku

Juklak UPSUS SIWAB. Berdasarkan Juklak provinsi, Pihak Dinas Peternakan

Kabulaten Lebak membuat Buku Petunjuk Tekis (Juknis) yang dirinci menjadi lebih

detail dibandingkan Juklak yang ada. Juknis yang ada didukung oleh dokumen-

dokumen terkait revisi kegiatan yang terjadi.

Page 34: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

34

Di Jawa Barat, Juklak sudah dibuat, namun adanya perubahan-perubahan

berimplikasi terjadi juga revisi Juklak. Secara umum, isi juklah sama dengan

pedoman dari pusat. Ada beberapa pengaturan lebih lanjut sesuai kondisi Jawa

Barat. Pihak pusat menetapkan target akseptor berdasarkan hasil data sensus,

sehingga lokasi Upsus Siwab pada 18 kabupaten/kota. Namun setelah sensus

terjadi pengembangan kabupaten/kota di Jawa Barat, akan tetapi lokasi Upsus

Siwab hanya dilakukan pada 23 kabupaten/kota. Pihak Dinas Perikanan dan

Peternakan Kabupaten Bandung Barat selama ini melakukan kegiatan Upsus Siwab

berpedoman pada Pedoman Umumn dari Ditjen PKH. Disebabkan adanya revisi,

Pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan belum menerbitkan Juklak,

sehingga Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bandung Barat juga belum

menerbitkan juknis.

Untuk mendukung kegiatan Upsus Siwab di daerah Jawa Tengah, pihak

Dinas PKH Jateng sudah membuat Juklak bahkan sudah mengalami dua kali revisi.

Juklak dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: (1) SDM, sarana dan prasarana;

Monev; dan Optimalisasi reproduksi; (2) Gangrep dan Pakan ; dan (3)

Pengendalian pemotongan sapi betina produktif.

Untuk mengimplementasikan Program Upsus Siwab, Pihak Dinas Pertanian,

Perikanan dan Pangan Kabupaten Semarang telah menerbitkan Buku Petunjuk

Teknis pada tahap awal. Namun Pedoman dari pusat sudah mengalami revisi

pertama dan kedua. Sejalan dengan revisi pusat, Juknis di Kabupaten Semarang

belum dilakukan revisi. Isi Juknis relatif sama dengan Juklak Provinsi Jateng dan

Pedoman dari pusat. Beberapa perubahan yang dilakukan terkait kegiatan IB.

Pihak Kabupaten menetapkan jika seekor sapi yang ikut Program Siwab dilakukan

IB hingga dua kali tidak dikenakan biaya, namun untuk IB yang ketiga dikenakan

biaya. Kebijakan ini dilakukan mengingat jatah semen di Kabupaten Semarang

hanya 1,6 unit per ekor (S/C: 1,6). Jika seandainya kinerja S/C bernilai 2, maka

jatah semen menjadi tidak cukup, namun karena kegiatan IB baru dimulai 1 Maret

hingga 15 Desember 2017 maka diperkirakan akan cukup. Walaupun IB dimulai

Maret, laporan untuk Bulan Januari dan Februari tetap ada dari kegiatan yang

sudah ada selama ini dengan biaya petani.

3.2.7.2. Permasalahan Sarana dan Prasarana mendukung UPSUS SIWAB

Page 35: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

35

Pada implementasi Program Upsus SIWAB, keberadaan sarana dan

prasarana sangat memegang peran penting dalam pencapaian outcome program

upsus SIWAB. Ada beberapa responden mengungkapkan bahwa keterbasan

sarana sangat menghambat tercapainya target Program Upsus SIWAB.

Keberadaan sarana yang dibutuhkan pada program ini dinilai belum terakomodir

dalam pengadaan DIPAnya.

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan bervariasi dan berbesa antar lokasi,

namun pada intinya sarana tersebut bervariasi terkait dengan kegiatan SIWAB,

seperti :

1. Sarana yang terkait dengan kegiatan IB adalah: kontainer, N2Cair, kandang

jepit, alat transportasi. Untuk kontainer, N2Cair dan kandang jepit terlihat

sudah ada komponen pengadaan dalam DIPA TP Provinsi, namun untuk

beberapa provinsi masih dikeluhkan akan kekurangannya. Sementara itu,

untuk alat transportasi para petugas IB berupa sepeda motor, terutama pada

provinsi yang wilayahnya cukup luas dan kabupatennya remote tidak ada

komponen pengadaan barang pada DIPA TP provinsi.

2. Sarana yang terkait dengan pengadaan dan pengolahan pakan. Pada kegiatan

SIWAB ada komponen pengadaan HPT karena pakan merupakan komponen

penting dalam pengembangan ternak, sehingga ada alokasi komponen

pengadaan pakan baik konsentrat maupun HPT. Dalam pelaksanaannya,

terutama untuk HPT banyak terkendala, terutama terkait dengan

kompatibilitas musim dengan turunnya anggaran DIPA, disisi lain lain

komponen anggarannya boleh dikatakan kurang lengkap atau sasarannya

hanya sampai pengadaan bibit HPT, bukan sampai keberadaan HPT ditingkat

petani. Semestinya karena risiko inkompatibilitas musim dengan turunnya

anggaran sangat tinggi, maka perlu dilengkapi dengan komponen pendukung,

seperti pengadaan irigasi pompa (pompa air) untuk menjamin

keberlangsungan atau keberhasilan pegadaan hijauan pakan ternak. Disi lain,

bagi daerah yang sudah tumbuh kesadaran untuk menanam HPT dan atau

ada daerah yang memiliki limbah industri pertanian, mereka kesulitan untuk

melakukan pengolahan karena ketrampilan dan alat pengolah yang tidak

tersedia. Oleh karena itu, sarana dan prasaran serta kegiatan yang dibutuhkan

Page 36: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

36

terkait degnan pengadaan pakan ternak adalah: irigasi pompa (pompa), alat

pengolah pakan (chopper, mixer,dll) serta bimtek tentang cara pengolahan

pakan.

3. Sarana yang terkait dengan sistem pelaporan, dalam pelaksanaan SIWAB

sistem pelaporan merupakan bagian kegiatan penting juga, karena dari hari ke

hari senantiasa dipantau tentang keberhasilan kegiatan SIWAB. Faktanya di

lapangan, terkadang hal ini menjadi hambatan. Ada empat faktor yang

menjadi hambatan dalam sistem pelaporan yakni : (a) ketersedaian sarana

handphone, (c) sinyal internet, dan (d) technological literate para petugas

yang sebagian masih rendah atau isitilah awamnya adalah “Gaptek”, dan (d)

insentif untuk petugas pelapor/atau perekap laporan (disebut “admin”) masih

belum memadai.

Salah satu informasi penting yang diperoleh dari kajian ini adalah adanya

persepsi bahwa pengadaan barang melalui belanja modal tidak mungkin

dilaksanakan dan dipergunakan oleh peternak dan petugas non PNS di lapangan,

sehingga harapan untuk memperoleh fasilitas sarana untuk mendukung

keberhasilan SIWAB menjadi sirna. Namun, hasil review legislasi mengenai

kemungkinan pengadaan sarana dan prasana yang penggunanya dilakukan oleh

petani/peternak dan petugas non PNS dalam mencapai tujuan program SIWAB

sangat memungkinkan untuk diadakan. Pada PP No. 27 Tahun 2014, adalah

memungkinkan Barang Milik Negara (BMN) digunakan dan atau dihibahkan

kepada masyarakat/kelompok masyarakat/lembaga swasta/pendidikan dll. Diduga

hal ini yang menjadi landasan pada penyerahan bantuan hibah traktor/pompa

kepada petani/kelompok tani pada program UPSUS PAJALE.

Pada Bab IX, PP No.27 Tahun 2014, tentang “Pemindahtangan” Barang

Milik Negara. Pada bagian kesatu Umum Pasal 54 ayat 1 dan 2 menyebutkan

bahwa barang negara/daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas

pemerintah negara/daerah dapat dipindahtangankan dengan cara: penjualan,

tukar-menukar, hibah dan penyertaan modal pemerintah pusat/daerah.

Selanjutnya pada bagian kelima tentang “hibah” Pasal 68 ayat 1 dan 2

menyatakan hibah barang milik negara bisa dilakukan untuk kepentingan sosial,

budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan non komersial dan penyelenggaran

Page 37: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

37

pemerintahan pusat/daerah. Dan pada Pasal 69 barang yang dipindahtangankan

dapat berupa: (a) tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengelola barang.

(b) tanah dan/atau bangunan dan yang ada pada pengguna barang, dan (c)

selain tanah dan/atau bangunan.

Menurut Pasal 69 ayat 5 bahwa yang melaksanakan hibah adalah: (a)

pengelola barang, untuk barang milik negara yang berada pada pengelola parang,

(b) pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang, untuk

barang milik negara yang berada pada pengguna barang dan (c) pengguna

barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk barang

Milik Daerah.

Cara menyerahkan barang, sesuai dengan Pasal 70 ayat 2 bahwa hibah

barang milik Negara dilaksanakan dengan cara: (a) pengguna barang mengajukan

usul Hibah kepada pengelola barang disertai dengan pertimbangan, kelengkapan

data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang, (b) pengelola

barang meneliti dan mengkaji usul hibah barang milik Negara berdasarkan

pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, (c) apabila

memenuhui syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui usul hibah yang

diajukan oleh pengguna barang sesuai batas kewenangannya, (d) pengguna

barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan pengelola

barang, dan (e) pelaksanaan serah terima yang dihibahkan harus dituangkan

dalam berita acara serah terima barang.

3.2.7.3. Pengaruh Peleburan Satker di Daerah

a. Tinjauan Legislasi Terkait SOTK

Sejalan dengan perubahan lingkungan strategis yang menyebabkan posisi

Negara Indonesia tidak beranjak dengan cepat dalam pencapaian pembangunan

ekonomi, maka Indonesia bertekad untuk melakukan perubahan mendasar dalam

pengelolaan dan penyelenggaraan Negara. Harapannya, sumberdaya yang ada,

kondisi lingkungan strategis yang dinamis dengan perubahan mendasar tersebut

dapat dicapai suatu output pembangunan dan kondisi Negara Indonesia yang

melompat dari bussines as usual ke hasil pembangunan yang spektakuler agar

dapat mencapai kesejajaran dengan negara-negara lain di dunia. Perubahan

Page 38: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

38

mendasar tersebut di canangkan dalam PERPRES No. 18 Tahun 2010 yaitu

mencanangkan tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

Di dalam Perpres tersebut, perubahan terjadi pada bidang politik, hukum,

ekonomi dan birokrasi. Proses perubahan birokrasi harus dilaksanakan secara

cermat dengan terobosan baru (innovation breakthrough), berpikir di luar

kebiasaan (out of the boxes), perubahan paradigm (a new paradigm shift) dan di

luar kebiasaan (business not as usual). Perubahan ini akan terkait erat dengan

masalah menyelenggaran pemerintahan yang overlapping antar fungsi-fungsi

pemerintah, terkait dengan masalah jutaan pegawai, sehingga langkah-langkah

birokrasi harus bertahap, konkrit, dan sungguh-sungguh.

Tujuan utama dari perubahan birokrasi adalah terciptanya penyelenggaraan

Negara yang efisien, pemerintah yang baik baik, bersih dan bebas korupsi serta

SDM yang professional yang berbasis kompetensi, transparansi. Untuk mencapai

tujuan tersebut, sejalan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014,

mengamanatkan terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Pusat dan Daerah

untuk melakukan perubahan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Dalam

pelaksanaannya perubahan SOTK menjadi beragam antar daerah, karena

disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah terkait dengan masalah urusan

pemerintah yang bersifat wajib dan urusan yang bersifat pilihan. Bagi Pemerintah

Daerah Urusan Pilihan bisa menjadi wajib manakala memiliki potensi sektor

tertentu, maka penyelenggaran sektor tertentu tersebut bisa menjadi urusan

Pemerintah Daerah yang wajib.

Namun dalam Pasal Pasal 12 UU No. 23 Tahun 2014 bahwa urusan wajib

bagi pemerintah daerah yang tidak terkait pelayanan dasar adalah “Pangan”,

sementara dalam berdasarkan UU tersebut di atur bahwa dalam pemberian

nomenklatur Dinas dan Badan salah satu bidang yang ditetapkan adalah Bidang

“Pertanian” yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan darat, kelautan

dan perikanan, perkebunan dan kehutanan. Perumpunan urusan yang di bawahi

dalam bentuk badan, kantor, inspektorat dan rumah sakit salah satunya adalah

urusan “bidang ketahanan pangan”.

Dengan demikian pakta di daerah, pemberian dan penggabungan

nomenklatur perkantoran/dinas menjadi rancu dan beragam antar daerah. Ada

Page 39: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

39

yang menggabungkan Dinas Pertanian dan Peternakan, ada juga yang

menggabungkan Dinas Pangan dan Peternakan, disisi lain ada juga Dinas

Perikanan terpisah atau bergabung dengan Ketahanan Pangan.

b. Pelaksanaan SIWAB dalam Kondisi Perubahan SOTK

Perubahan SOTK adalah suatu perubahan yang sudah menjadi

keniscayaan, sesuai dengan Perpres 18 Tahun 2010 Tentang Grand Design

Reformasi Birokrasi dan UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Namun demikian program-program teknis yang dirancang dari pusat memiliki

format yang sama (Uniform) untuk semua daerah, kecuali sasaran yang

disesuaikan dengan kondisi daerah. Di sisi lain implikasi dari peraturan perubahan

SOTK di daerah berbeda-beda antar daerah, sangat terngantung kepada : (a)

share terhadap pendapatan daerah, semakin tinggi suatu sektor atau subsektor

terhadap share pendapatan daerah maka akan semakin memiliki posisi tawar

untuk lembaganya tetap eksis, (b) eksperties kepala lembaga atau satker,

misalnya jika pimpinan Dinas Pertanian dan Peternakan dipimpin oleh ekpsperties

peternakan, maka paling tidak subsektor peternakan di daerah tersebut masih

diperhatikan.

Perubahan satker yang terkait dengan peternakan di daerah sangat

beragam ada yang masih memiliki Dinas Peternakan, ada yang bergabung di

bawah tanaman Pangan dan ada juga yang bergabung dengan Badan Ketahan

Pangan. Masalahnya bagainama mensikapi hal tersebut, ditengah-tengah beban

pekerjaan yang semakin berat disatu sisi kapasitas dan jumlah SDM semakin

terbatas dengan adanya SOTK. Pelajaran yang dapat diambil dari kasus hasil

kunjungan ke Ogan Komering Ilir yang merupakan kegiatan monev dari Ditjen

PKH bahwa untuk mensiasati permasalahan SOTK adalah mengoptimalkan peran

kelembagaan non struktural yang terkait dengan kegiatan struktural.

Misalnya sebagai pelajaran (Leason Learn) hasil evalusi SIWAB di Sumatera

Selatan adalah sebagai berikut :

“Evaluasi kegiatan SIWAB di Sumatera Selatan dilaksanakan dengan cara

dialog dan diskusi antara tim dengan para pemangku kegiatan SIWAB di Provinsi

Sumatera Selatan dan dua contoh kabupaten yang mewakili pelaksanaan SIWAB

relatif berhasil (proporsi realisasinya lebih tinggi, bisa mencapai 100%) dan

Page 40: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

40

kabupaten yang kurang berhasil (proporsi realisasinya relatif rendah, kurang dari

20%).

Fakta yang dihadapi oleh provinsi Sumatera Selatan adalah bahwa realisasi

IB antar kabupaten cukup variasi antara 5 -113%, kegiatan PKb dan penyerapan

anggaran juga masih rendah. Faktor-faktor yang menyebabkan kondisi ini adalah :

a. Sebagai konsekuensi logis dari perubahan SOTK menyebabkan terjadinya down

grade eselon dari Kepala Dinas menjadi Kepala Bidang, sehingga menyebabkan

tertumpuknya beban kerja, karena beban kerja sebelumnya ditangani oleh

sekitar 3-4 Bidang menjadi hanya oleh 2 bidang, dengan demikian beban kerja

Kepala Bidang menjadi sebagai: Kepala Adminsitratur, sebagai PPK dan

bertanggungjawab pengawasan kegiatan.

b. Lambatnya penyerapan anggaran, tampak lebih banyak disebabkan oleh

pertama terpusatnya mekanisme pengadaan barang dan jasa oleh lembaga

pengadaan daerah (ULP Pemerintah Daerah) dan kedua diduga adanya “gagal

paham” tentang penerapan peraturan bahwa pihak ketiga dari pengadaan

barang harus memiliki ISO tertentu, padahal di dalam aturan Perpres tidak

disebutkan secara ekplisit tentang persyaratan tersebut. Hanya saja adanya ISO

tertentu adalah menjadi syarat kualitas untuk masuk ke dalam e-katalog produk

tertentu, misalnya: semen beku atau produk barang dan jasa lainnya.

c. Adanya ketimpangan SDM pelaksana SIWAB seperti untuk petugas IB, PKb dan

ATR dengan jumlah akseptor IB dan luas wilayah, sehingga terjadi variasi yang

tinggi dalam pencapaian realisasi IB, PKb dan ATR,

Rekomendasi penanganan dan pemecahan masalah level Provinsi tersebut

adalah :

a. Perubahan SOTK adalah keniscayaan (given), maka disarankan upaya yang

dilakukan adalah mengoptimalkan SDM yang ada dengan cara melakukan

delegasi dan pembagian tugas kepada staf yang lebih rendah dengan

melakukan memberian arahan-arahan dan membuat petunjuk pelaksanaan

(guidances) yang lebih rinci dan jelas. Sebagai salah satu contoh sistem

delegasi dan pembagian tugas yang efektif di Kabupaten OKI adalah

membentuk dan memanfaatkan organisasi “Paguyuban Inseminator” yang

digerakan secara prinsip KOPERASI, sehingga pelaksanaan tugas-tugas yang

Page 41: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

41

terkait dengan SIWAB, khususnya adalah pelaksanaan IB. PKb dan ATR sangat

membantu para pelaksana Dinas Kabupaten OKI dan hasilnya untuk di OKI

sangat nyata baik.

b. Melakukan rechecking terhadap peraturan-peraturan yang diterapkan di ULP

tentang pensyaratan harus adanya ISO tertentu pada calon peserta lelang

dengan cross-cheking terhadap Perpres terbaru No. 4 Tahun 2015 sebagai

Revisi dari Perpres 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa dan

juga disandingkan dengan pencermatan peraturan yang mengatur tentang

persyaratan untuk masuk e-kalatog.

c. Melakukan optimalisasi pelatihan SDM sesuai dengan kebutuhan dan lokasi dan

melakukan akselerasi pemberian sertifikat teknis melalui bimtek terutama

kepada para calon teknisi yang mandiri atau non PNS di wilayah masing-

masing, di samping itu juga menyeimbangkan fokus kegiatan antara PAJALE

dan SIWAB melalui koordinasi dan rapat teknis terutama pada level

manajemen, untuk level teknis diyakini akan berbeda petugas PAJALE dan

SIWAB.

d. Penyebaran jumlah SDM dan kapasitasnya yang tidak merata antar daerah

tingkat Kabupaten, maka disarankan untuk melaksanakan langkah-langkah

praktis dan strategis yakni dengan cara mengalokasikan kesempatan dan

anggaran untuk rekruitmen dan peningkatan kapasitas SDM melalui BIMTEK

tidak hanya berdasarkan sebaran akseptor sapi/kerbau akan tetapi juga

dipertimbangkan kondisi geografis masing-masing kabupaten, dan juga

mempertimbangkan variasi kelemahan atau kebutuhan jenis BIMTEK menurut

variasi permasalahan di Kabupaten.

3.2.8. Perkiraan Dampak Ekonomi Program Upsus Siwab

Program Upsus Siwab tentu diharapkan memberikan dampak positif

terhadap perekonomian nasional. Dampak tersebut dapat berupa dampak

langsung dan tidak langsung. Selain itu, program ini juga dapat memberikan

dampak positif dari aspek non ekonomi.

3.2.8.1. Dampak Ekonomi Langsung

Kegiatan Upsus Siwab diharapkan mampu mengefektifkan mesin produksi

biologis berupa induk sapi untuk menghasilkan anak sapi (pedet). Perbaikan mesin

Page 42: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

42

biologis yang dilakukan secara teknis dan manajemen dapat meningkatkan

produktivitas sapi induk, antara lain dengan mengurangi gangguan reproduksi,

mengurangi S/C, meningkatkan angka kebuntingan, meningkatkan angka

kelahiran sapi hidup dan memperpendek jarak melahirkan induk sapi. Dampak

ekonomi dari perbaikan tersebut adalah produksi pedet per tahun akan

meningkat. Berdasarkan informasi dari peternak dan pedagang sapi dapat

diketahui pada umur berapa sapi yang dimilikinya dijual dan berapa harga pasar

pada saat umur jual tersebut.

Berdasarkan data real time tentang jumlah sapi yang dikawinkan, jumlah

sapi bunting dan jumlah sapi melahirkan dapat diketahui produksi pedet akibat

Program Upsus Siwab. Untuk mendekati fakta yang ada, data tersebut perlu

dikoreksi, karena sebagian sapi yang lahir dimana kebuntingannya sudah terjadi

sebelum dicanangkan Upsus Siwab berajalan dan ada ada juga sapi induk yang

melahirkan bukan merupakan sapi yang tersentuh kegiatan Upsus Siwab.

Di Provinsi Aceh, sejauh ini keberadaan program Upsus Siwab belum

terlihat dampaknya tehadap perekonomian pedesaan. Namun secara perhitungan

akan berdampak positif bagi peternak peserta kegiatan Upsus Siwab dari nilai jual

sapi yang dihasilkan. Dalam jangka panjang jika populasi meningkat maka

permintaan terhadap pakan konsentrat meningkat maka akan membangkitkan

industri pakan. Petugas IB sejak tahun 2016 ke awal 2017 hingga akhir 2017

diperkirakan jumlahnya akan meningkat. Petugas baru tersebut awalnya berlatih

dari teman inseminator, ada juga yang dilatih melalui program pemerintah namun

jumlahnya terbatas. Profesi inseminator dapat dijadikan peluang lapangan kerja.

Di Provinsi Banten dan beberapa daerah lain, sebelum Upsus Swab untuk

jasa layanan IB sebesar Rp100.000 – Rp150.000. Setelah ada Upsus Siwab

menjadi Rp30.000 per kali layanan. Hal ini tentu mengurangi pendapatan petugas

IB. Di kabupaten Lebak, sampai saat ini kegiatan Upsus Siwab belum memberikan

dampak ekonomi. Hal itu dapat terjadi karena masih rendahnya kegiatan IB akibat

populasi sapi dan kerbau yang rendah dan pola pengusahaan yang ekstensif.

Di Jawa Barat kegiatan IB sudah merupakan kegiatan rutin. Sebelum ada

Upsus Siwab, sapi sudah dikawinkan dengan IB dan akan bunting juga. Hanya

saja dengan Upsus Siwab diyakini akan menambah dan mempercepat akseptor

Page 43: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

43

yang belum teridentifikasi menjadi teridentifikasi. Secara logika dengan

percepatan tersebut ada peningkatan pelayanan IB sehingga angka kebuntingan

dan kelahiran meningkat dan memberi dampak ekonomi bagi peternak serta

daerah. Adanya kegiatan Upsus Siwab dapat menyebabkan jarak beranak makin

pendek dan angka kebuntingan lebih tinggi. Kondisi demikian memberikan

dampak ekonomi pada usaha peternakan. Namun hal itu saat ini belum dapat

terlihat, kesempata kerja bagi petugas teknis baru juga tidak ada, karena kegiatan

Bimtek dilakukan untuk tenaga yang sudah ada.

Di Provinsi Jawa Tengah, minat peternak mengikuti kegiatan Upsus Siwab

sangat tinggi karena kegiatan IB, PKb, penanganan gangrep dan pakan diberikan

secara gratis. Bahkan ternak kerbau yang biasanya menggunakan kawin alam,

peternak meninginkan kerbau miliknya untuk di kawinkan dengan cara IB.

Dampaknya, sebelum ada Upsus Siwab jumlah inseminator di Jawa Tengah 830

orang, setelah ada program meningkat menjadi 907 orang. Ini berati ada

peningkatan kesempatan kerja baru.

Penerimaan petugas IB di Jawa Tengah saat swadaya sebesar

Rp50.000/aplikasi, setelah dikurangi biaya straw dan operasional lainya diperkiran

penerimaan bersih Rp35.000/aplikasi. Saat program Siwab petugas diberi insetif

Rp30.000/aplikasi. Bagi tenaga inseminator yang tidak dapat izin, dengan kegiatan

IB kepada sapi peternak, maka peternak mengalihkan mengawinkan sapi melalui

IB ke kegiatan Siwab. Akibatnya ruang gerak petugas yang tidak terdaftar makin

terbatas. Pada mereka diberikan kesempatan untuk bergabung ke petugas yang

mendapat legalitas dari pemerintah kabupaten/kota.

3.2.8.2. Dampak Ekonomi Tak Langsung

Program Upsus Siwab berpotensi menciptakan bisnis baru atau setidaknya

meningkatkan pergerakan ekonomi mendukung kegiatan yang terkait dengan

program. Selain itu, Upsus Siwab memberi manfaat non ekonomi. Diduga dengan

adanya program ini, manfaat yang dapat diperoleh adalah: (i) membangun pola

kerja maksimal dan terukur pada kegiatan IB, PKb, penanganan gangrep dan

tingkat kelahiran serta pertumbuhan populasi ternak sapi dan kerbau; (ii)

memperbaiki sistem pelaporan pelaksanaan IB, PKb, gangrep, kelahiran dan

pertumbuhan serta sebaran populasi; (iii) memperbaiki unit organisasi pelaksana

Page 44: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

44

teknis di lapangan baik dalam wadah Puskeswan; (iv) mengedukasi peternak

terkait kegiatan IB: pengamatan sapi berahi, pelaporan kepada petugas,

pemberian pakan pada induk sapi, dan pencatatan; dan (v) pemetaan distribusi

semen berdasarkan ras sapi.

Keberadaan Upsus Siwab di Aceh dan daerah lain membutuhkan banyak

input dibandingkan kondisi sebelumnya. Namun di Aceh, penyedia jasa dan

barang baru tidak terlihat muncul, hanya saja terjadi peningatan volume kegiatan

dari penyedia jasa dan barang tersebut. Seperti distribusi barang dilakukan melalui

jasa ekspedisi yang sudah ada, namun kegiatannya meningkat. Di Jawa Barat,

sebagai daerah pola pengusahaan intensif dengan ketersediaan lahan untuk HPT

terbatas, belum muncul usaha baru seperti bisnis pakan hijauan dan konsentrat.

Apalagi pakan konsentrat yang diberikan pada sapi yang mengalami gangrep

hanya ditargetkan untuk 300 ekor masih relatif kecil.

Seperti di lokasi lain, di Jawa Tengah dan khususnya di Kabupaten

Semarang, bisnis baru di pedesaan belum terlihat muncul, namun dengan adanya

berbagai pengadaan barang mendukung program Upsus Siwab melibatkan banyak

pihak ketiga. Produk utama yang banyak diperdagangkan melalui pihak ketiga

adalah pengadaan semen, N2 cair, pakan, sarana dan prasarana inseminasi

buatan.

Page 45: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

45

IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Berdasarkan uraian yang telah diutarakan sebelumnya, dapat ditarik

beberapa butir kesimpulan dan implikasi kebijakan sebagai berikut.

4.1. Kesimpulan

4.1.1. Konsep Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting

Pedoman Pelaksanaan kegiatan UPSUS SIWAB 2017 telah dilakukan

berdasarkan konsep teoritis untuk mendukung terjadinya proses kebuntingan sapi

melalui kegiatan: (1) Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan

Reproduksi; (2) Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis, dan Sarana IB serta

Pelaksanaan IB; (3) Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, N2 Cair, dan

Kontainer; dan (4) Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat.

Konsep operasional yang merupakan pedoman kerja di lapangan dengan

beragam variasi dinilai masih belum sepenuhnya didukung dengan kondisi nyata.

Akibatnya beberapa pedoman dan petunjuk mengalami revisi di tingkat pusat dan

berimplikasi pada revisi di berbagai daerah yang menyebabkan beberapa kegiatan

mengalami keterlambatan.

4.1.2. Kinerja Implementasi Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting

Implementasi Kegiatan Upsus Siwab berbasis konsep operasional yang

belum sepenuhnya didukung kondisi lapangan menyebabkan beberapa kegiatan

mengalami ketidaksesuaian dan memerlukan revisi. Hal itu hampir terjadi pada

semua kegiatan. Namun demikian, dinamika kegiatan yang dicirikan dengan

berbagai revisi terus mendorong pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana

pencapaian output dan outcome Upsus Siwab 2017.

Kinerja implementasi Upsus Siwab tidak hanya dipengaruhi faktor teknis,

tetapi juga faktor administrasi keuangan dan organisasi. Dalam pembuatan Juklak

dan Juknis di tingkat provinsi dan kabupaten masih ada juklah yang hanya

merujuk pada pedoman umum dan masih ada yang belum membuat Juknis.

Pertimbangan itu dilakukan karena masih terjadi perubahan (revisi) dan

mempelajari kegiatan sambil berjalan untuk mendapatkan hal-hal yang

menggambarkan spesifik lokasi. Pada sisi lain, ada lokasi sudah membuat Juklak

dan Juknis dengan memasukkan kondisi spesifik lokasi.

Page 46: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

46

Keberadaan sarana yang dibutuhkan pada Upsus Siwab dinilai belum

terakomodir dalam pengadaan DIPA. Hal ini diduga disebabkan masih ada

persepsi bahwa pengadaan barang melalui belanja modal tidak mungkin

dilaksanakan dan dipergunakan oleh peternak dan petugas non PNS di lapangan.

Padahal hal itu secara peraturan masih memungkinkan seperti yang dilakukan

pada UPSUS PAJALE.

Pelaksanaan Upsus Siwab dalam Kondisi Perubahan SOTK dampak berbeda

sesuai perubahan yang terjadi. Namun pada dasarnya, Program-program teknis

yang dirancang dari pusat memiliki format yang sama (Uniform) untuk semua

daerah, kecuali sasaran yang disesuaikan dengan kondisi daerah. Perubahan

satker yang terkait dengan peternakan di daerah sangat beragam ada yang masih

memiliki Dinas Peternakan, dan ada yang bergabung. Akibatnya beban pekerjaan

yang semakin berat disatu sisi kapasitas dan jumlah SDM semakin terbatas,

sehingga akan berdampak pada kecepatan pelaksanaan Upsus Siwab.

4.1.3. Perkiraan Dampak Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting

Kegiatan Upsus Siwab diharapkan dapat meningkatkan kinerja reproduksi

sapi indukan sehingga produktivitasnya meningkat dan secara ekonomi akan

menguntungkan petani, namun dalam kajian ini belum dapat dilihat secara nyata.

Sejauh ini, keberadaan Upsus Siwab juga memperlihatkan dampaknya terhadap

perekonomian pedesaan.

Pada beberapa daerah, dampak yang sudah terlihat adalah meningkatkan

kesempatan kerja bagi petugas inseminator. Namun pada daerah tertentu, tidak

melibatkan petugas baru tetapi hanya melakukan kegiatan Bimtek untuk tenaga

yang sudah ada. Selain itu, terjadi peningkatan kegiatan dari penyedia jasa dan

sara mendukung Upsus Siwab, seperti: distribusi barang dilakukan melalui jasa

ekspedisi yang sudah ada, namun kegiatannya meningkat.

Bagi petugas teknis Upsus Siwab memberi dampak yang bervariasi untuk

tiap daerah terhadap pendapatan. Ada petugas yang mengalami penurunan,

tetap, dan ada juga yang mengalami peningkatan pendapatan.

Selain dampak ekonomi, dampak non ekonomi Upsus Siwab adalah: (i)

membangun pola kerja maksimal dan terukur pada kegiatan IB, PKb, penanganan

gangrep dan tingkat kelahiran serta pertumbuhan populasi ternak sapi dan

Page 47: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

47

kerbau; (ii) memperbaiki sistem pelaporan pelaksanaan IB, PKb, gangrep,

kelahiran dan pertumbuhan serta sebaran populasi; (iii) memperbaiki unit

organisasi pelaksana teknis di lapangan baik dalam wadah Puskeswan; (iv)

mengedukasi peternak terkait kegiatan IB: pengamatan sapi berahi, pelaporan

kepada petugas, pemberian pakan pada induk sapi, dan pencatatan; dan (v)

pemetaan distribusi semen berdasarkan ras sapi.

4.2. Implikasi Kebijakan

4.2.1. Konsep Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting

Selama ini peningkatan populasi kerbau di Indonesia relatif lambat.

Kegiatan UPSUS SIWAB yang dimulai tahun 2017 dapat dijadikan peluang bagi

Ditjen PKH dan Dinas yang wilayahnya masih berpotensi, seperti Aceh dan banten,

meningkatkan populasi kerbau untuk melakukan akselerasi introduksi kegiatan IB

pada ternak kerbau. Selain itu, keterlibatan ternak kerbau dalam kegiatan UPSUS

SIWAB dapat mendukung capaian target output dan outcome UPSUS SIWAB.

Penetapan sapi indukan yang bunting dari akseptor yang dikawinkan

dengan cara iseminasi buatan sebaiknya tidak dilakukan secara top down dan

seragam antar kabupaten dalam satu provinsi seperti yang dilakukan pada Pedum.

Faktanya, tiap kabupaten memiliki potensi SDM dan kondisi geografis yang

beragam. Oleh karenanya target pencapaian outcome berupa sapi bunting pada

tiap kabupaten/kota dalam satu provinsi, disesuaikan dengan potensi SDM dan

geografis masing-masing daerah. Disamping itu, perlu juga arah kebijakan untuk

mempercepat pencapaian kebuntingan yang tinggi.

Selama ini kelembagaan petugas IB berupa paguyuban atau asosiasi

inseminator sudah terbentuk di berbagai daerah. Sebaiknya dalam merancang

konsep operasional kegiatan UPSUS SIWAB melibatkan dan memberdayaan

kelembagaan ini, karena pada berbagai daerah dimana tenaga inseminator

merupakan tenaga swadaya (private) profesional. Kebijakan-kebijakan dalam

kegiatan UPSUS SIWAB, seperti penentuan besaran insentif IB dan PKb pada

berbagai pola pengusahaan (daerah intensif, semi intensif dan ekstensif)

menjaring informasi dari paguyuban atau asosiasi inseminator.

Pendanaan kegiatan UPSUS SIWAB 2017 merupakan dana APBN TP-

Provinsi. Karena kegiatan ini dilakukan pada seluruh kabupaten/kota maka

Page 48: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

48

administrasi keuangan terkonsentrasi di provinsi. Hal itu dikeluhkan pihak Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan (yang membidangi) provinsi sangat

memberatkan. Jika memungkin sebagian dana, utamanya dana operasional

petugas yang merupakan petugas kabupaten/kota direlokasi ke Dinas Peternakan

dan Kesehatan Hewan (yang membidangi) kabupaten/kota.

4.2.2. Kinerja Implementasi Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting

Kegiatan penanganan gangguan reproduksi, inseminasi buatan dan

pemeriksaan kebuntingan pada sapi indukan membutuhkan layanan jasa tenaga

ahli dari inseminator, pemeriksa kebuntingan, paramedik reproduksi dan medik

reproduksi. Sejauh ini, kegiatan tersebut belum bisa dilakukan secara langsung

oleh peternak. Kalaupun ada, seperti kasus di Kabupaten Lebak Provinsi Banten,

ketua kelompok tani ternak sudah dilatih melakukan inseminasi buatan, namun

dalam prakteknya masih didampingi oleh petugas inseminator ahli. Berdasarkan

fakta itu, dua kegiatan ini masih merupakan kegiatan utama dalam UPSUS SIWAB

dan sebaiknya terus dilanjutkan dengan meningkatkan dukungan fasilitas teknis,

Bimtek SDM dan kelembagaan petugas teknis, serta insentif petugas.

Penyediaan dan distribusi pakan HPT dan konsentrat tidak membutuhkan

keahlian khusus seperti halnya kegiatan penanganan gangguan reproduksi, IB dan

PKb. Petugas dapat memberikan bimbingan teknis tentang cara penanaman HPT

atau formula pakan konsentrat. Berbekal bimbingan petugas dan pengetahuan

yang ada selama ini, peternak dapat menyediakan sendiri secara langsung, sesuai

kebutuhan. Selain petugas teknis di lapangan, UPT, UPTD dan BPTP dapat

mendukung peternak dalam pendampingan dan penyediaan benih/bibit HPT dan

teknologi.

Pada kondisi normal, kegiatan Bimtek IB, PKb, dan ATR dilakukan pada UPT

yang memiliki tupoksi tersebut, seperti B/BIB Nasional dan BIBD. Pada kondisi

khusus untuk mendukung UPSUS SIWAB, percepatan Bimtek kegiatan IB, PKb dan

ATR secara teknis dapat dilakukan oleh UPT non-tupoksi, seperti BPTU-HPT. UPT

non-tupoksi tersebut memiliki tenaga dan fasilitas yang mendukung. Untuk

mendukung aspek legalitasnya, kegiatan Bimtek di lokasi UPT non-tupoksi tetap

melibatkan pengawasan dari UPT yang memiliki tupoksi Bimtek.

Page 49: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

49

Pada berbagai daerah dimana pemotongan sapi betina produktif sudah

berlangsung lama dengan berbagai alasan sangat sulit dikendalikan. Dinas

Peternakan Kabupaten Semarang Jawa Tengah saat ini sudah berhasil melakukan

pengendalian pemotongan sapi betina produktif. Upaya tersebut dilakukan sudah

sejak lama sebelum UPSUS SIWAB dan dilakukan secara bertahap dengan cara

persuasif dengan minimal sentuhan aparat telah dapat menurunkan pemotongan

sapi betina produktif. Namun demikian perlu pengamatan lebih jauh, apakah

keberhasilan tersebut hanya mengalihkan pemotongan dari rumah potong hewan

(RPH) yang diawasi petugas ke tempat pemotongan hewan (TPH)m yang tidak

diawasi petugas. Berarti syarat harus keberhasilan pengendalian pemotongan sapi

betina produktif adalah melarang keberadaan TPH.

Perlu perbaikan mendukung sistem iSIKHNAS, yakni adalah keseragaman

kapasitas infrastruktur (HP) yang berbasis ANDROID, peningkatan ketrampilan

para petugas yang sudah usia lanjut dalam penggunaan High Tech ini, perbaikan

tampilan iSKHNAS sehingga mudah pemanfaatannya misal untuk melihat nilai S/C

dan data real time tiap saat tanpa tambahan olah data secara manual dan

menambah kapasitas.

Untuk mendukung pengadaan sarana dan prasarana Upsus Siwab yang

selama ini belum diakomodasi dana DIPA, perlu melakukan pendalaman

pemahaman terkait pengadaan barang melalui belanja modal yang dapat

digunakan oleh peternak dan petugas non PNS di lapangan. Hal itu dapat

dipelajari dari UPSUS PAJALE.

Perubahan SOTK diikuti dengan mengoptimalkan SDM yang ada dengan

cara melakukan delegasi dan pembagian tugas kepada staf di lapangan

(Puskeswan) dan melibatkan Asosiasi Inseminator. Selanjutnya kepada mereka

diberikan arahan dan petunjuk pelaksanaan (guidances) yang lebih rinci dan jelas.

4.2.3. Perkiraan Dampak Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting

Sebelum UPSUS SIWAB dideklarasi tahun 2017, Ditjen PKH memiliki

berbagai kegiatan, diantaranya pengembangan ternak lokal. Agar upaya yang

sudah dilakukan tersebut sinergis dengan UPSUS SIWAB yang menggunakan

perkawinan cara IB dengan semen beku dari ras tertentu, maka sebaiknya instansi

yang memproduksi semen beku dapat memanfaatkan peluang pasar ini dengan

Page 50: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

50

memproduksi semen sapi dan kerbau lolal tersebut untuk kebutuhan daerah

sumber bibit ternak lokal.

Demikian juga dengan kegiatan penjaringan sapi bibit dan calon pejantan

melalui uji performans, sebaiknya disinergiskan dengan hasil kelahiran pedet dari

UPSUS SIWAB. Diharapkan calon induk dan calon pejantan yang terjaring secara

teknis dapat dijadikan bibit dasar untuk dikembangkan pada kelompok tani ternak

dan balai pembibitan yang berada pada UPT pusat dan daerah.

Beberapa BIBD sudah memiliki ISO dan e-katalog. Momen UPSUS SIWAB

ini hendaknya dijadikan dorongan bagi BIBD meningkatkan kualitas semen beku

yang diproduksi sesuai SNI, ISO dan didaftarkan pada e-katalog sehingga bisa

berkontribusi sebagai penyedia semen beku yang dibutuhkan oleh berbagai

daerah dan daerah-daerah khusus utamanya untuk memproduksi semen sapi dan

kerbau lokal.

Page 51: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

51

DAFTAR PUSTAKA Ashari, N Ilham, S Nuryanti. 2012. Dinamika Program Swasembada Daging Sapi:

Reorientasi Konsepsi dan Implementasi. AKP, 10(2): 181-198.

Balai Veteriner Bukittinggi. 2014. Penanggulangan Penyakit Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Laporan Pelaksanaan Kegiatan. Balai Veteriner Bukittinggi, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Bukit

Tinggi.

Ball PJH, AR Peters. 2004. Reproduction in Cattle. Third Edition. Balckwell Publishing, United Kingdom.

Balai Veteriner Bukittinggi. 2014. Penanggulangan Penyakit Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Laporan Pelaksanaan Kegiatan. Balai Veteriner Bukittinggi, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Bukit

Tinggi.

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2006. Profil Peternakan Sapi Potong dan Sapi Perah Jawa Timur. Kerjasama Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

dengan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Surabaya.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Operasionalisasi Upsus Siwab. Ditjen PKH, Kementerian Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Sistem Monev dan

Pelaporan UPSUS SIWAB 2017. Jakarta.

Dyer TG. 2012. Reproductive Management of Commercial Beef Cows. UGA Cooperative Extension Bulletin 864: 1-7. http://

extension.uga.edu/publiccations/files/pdf. (Diunduh 22 Maret 2017).

Frandson. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Ilham N, Saptana, A Purwoto, Y Supriyatna, T Nurasa. 2015. Kajian Pengembangan Industri Peternakan Mendukung Peningkatan Produksi Daging. Pusat Sosial ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang

Pertanian Kementerian Pertanian, Bogor.

Kementerian Pertanian. 2016. Grand Design Lumbung Pangan Dunia (Roadmap Pengembangan Komoditas Strategis 2016-2045). Kementerian Pertanian,

Jakarta.

Nurjanah T, M Hartono, S Suharyati. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Kebuntingan (Conception Rate) pada Sapi Potong setelah Dilakukan Sinkronisasi Estrus di Kabupaten Pringsewu. Jurnal Ilmiah Peternakan

Terpadu (JIPT), 2 (1): 12-18.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2014. WWW.djpb.kemenkumham.go.id

Ratnawati D, WC Pratiwi, L Affandy S. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan

Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengmbangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Page 52: ANALISIS KONSEP DAN STARATEGI IMPLEMENTASI UPAYA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-siwab.pdfhewan, dan penyelamatan sapi betina produktif berpengaruh langsung

52

Roceyana. 2011. Produktivitas Indukan Sapi Simmental pada Umur yang Berbeda dengan Pemeliharaan Intensif (Studi Kasus di Peternakan Roni, Harau Kabupaten 50 Kota. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Talib C, A Bamualim, A Pohan. 2001. Pengaruh Perbaikan Pakan pada Pola Sekresi Hormon Progesteron Induk Sapi Bali Bibit dalam Periode Postpartum. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner di Bogor 17-

18 September 2001. Puslitbang Peternakan Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Wonokerto D. 2013. Pengertian Fertilisasi.

http://istilaharti.blogspot.co.id/2013/07/pengertian-fertilisasi.html. Diunduh 09 Agustus 2017

WIKI-iSIKHNAS. 2016. http://wiki.isikhnas.com/w/What_makes_it_special%3F/id

(Diunduh 23 Oktober 2017).

Yusran MA, L Affandy, Suyamto. 2001. Pengkajian Keragaan, Permasalahan dan Alternatif Solusi Program IB Sapi Potong di Jawa Timur. Prosiding Seminar

Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner di Bogor 17-18 September 2001. Puslitbang Peternakan Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.