Analisis Konsentrasi Mikroorganisme Udara Terkait ...

17
Analisis Konsentrasi Mikroorganisme Udara Terkait Keberadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Di Rumah Sakit Studi Kasus: IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta Tiara 1* , Irma Gusniani D. 1 , Evy Novita Z. 1 1 Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia * E-mail: [email protected] Abstrak Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang berfungsi untuk menetralkan kontaminan pada air limbah memiliki potensi sebagai sumber pengemisi bioaerosol ke udara. Undang-Undang RI No.44/2009 mengharuskan tiap rumah sakit untuk memiliki IPAL yang dapat berfungsi dengan baik, sehingga rumah sakit yang memiliki IPAL juga memiliki risiko pencemaran bioaerosol. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas udara mikrobiologis, menganalisis pengaruh faktor teknis IPAL dan parameter fisik lingkungan terhadap konsentrasi bioaerosol, dan menganalisa hubungan konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah yang diolah dengan konsentrasi bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta. Pengambilan sampel udara mikrobiologis dilakukan berpedoman pada standar AIHA menggunakan alat EMS Single Stage Bioaerosol Sampler dengan menggunakan media TSA (Oxoid, 2011) untuk bakteri mesofilik dan MEA (Oxoid, 2011) untuk jamur. Pengambilan sampel udara dilakukan di lima titik secara triplo sementara sampel air limbah diambil dari bak ekualisasi dan bak aerasi. Hasil pengukuran sampel udara menunjukkan bahwa udara di dalam ruang IPAL telah tercemar oleh bioaerosol dengan nilai rerata angka kuman sebesar 17.405 ± 5.116 CFU/m 3 yang melebihi baku mutu yang tertera pada Kepmenkes RI No.1045/2002 yaitu 700 CFU/m 3 . Faktor teknis yang dapat mempengaruhi diantara lain adalah jenis mesin aerator yang digunakan, penggunaan exhaust fan pada sistem ventilasi ruangan, dan variasi debit air limbah yang diolah. Sementara parameter fisik lingkungan seperti temperatur dan kelembaban relatif dapat mempengaruhi kondisi optimum pertumbuhan mikroorgnisme di udara. Hasil pengukuran konsentrasi bakteri mesofilik di udara dan air limbah diuji secara statistik dengan perhitungan statistik parametris korelasi pearson product moment. Uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus yang kuat diantara keduanya dengan nilai korelasi pada bak ekualisasi dan aerasi berturut-turut sebesar +0,808 dan +0,659. Pencegahan pencemaran bioaerosol di IPAL dapat dilakukan dengan menggunakan aerator yang menghasilkan gelembung udara yang lebih kecil dan menutup area bukaan unit yang terbuka sehingga luas paparan air limbah dapat dikurangi. Kata kunci: Bioaerosol, IPAL, Rumah Sakit, Bakteri Mesofilik, Fungi, Air Limbah Analysis Of Microbiological Air Quality In The Presence Of Waste Water Treatment Plant (WWTP) In A Hospital. Case Study: RSUD Budhi Asih Jakarta WWTP Abstract Waste water treatment plant (WWTP) that is made to neutralize contaminants in wastewater has the potential as a source of bioaerosol emission. Undang-Undang RI No.44/2009 states that every hospital must have a functional WWTP, so any hospital that has a WWTP also has a risk of bioaerosol pollution. The purposes of this research is to identifiy the microbiological air quality, analize the effect of technical factors as well as environmental parametres, and analyze the correlation between mesophilic bacteria found in wastewater and the air of WWTP in RSUD Budhi Asih Jakarta. The collection of air samples performed by using AIHA Standard with EMS Single Stage Bioaerosol Sampler and TSA and MEA medium (Oxoid, 2011) as a growth media for mesophilic bacteria and fungi, respectively. Air samples are taken from five points while wastewater samples come from equalization and aeration basin. Air samples measurement show that air quality in WWTP room has been polluted by bioaerosol with bacterial value average worth 17.405 ± 5.116 CFU/m 3 that exceeds the standard stated in Kepmenkes RI No.1045/2002 which is 700 CFU/m 3 . Technical factors that can affect bioaerosol are the Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

Transcript of Analisis Konsentrasi Mikroorganisme Udara Terkait ...

Analisis Konsentrasi Mikroorganisme Udara Terkait Keberadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Di Rumah Sakit

Studi Kasus: IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta

Tiara1*, Irma Gusniani D.1, Evy Novita Z.1

1Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Abstrak

Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang berfungsi untuk menetralkan kontaminan pada air limbah memiliki potensi sebagai sumber pengemisi bioaerosol ke udara. Undang-Undang RI No.44/2009 mengharuskan tiap rumah sakit untuk memiliki IPAL yang dapat berfungsi dengan baik, sehingga rumah sakit yang memiliki IPAL juga memiliki risiko pencemaran bioaerosol. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas udara mikrobiologis, menganalisis pengaruh faktor teknis IPAL dan parameter fisik lingkungan terhadap konsentrasi bioaerosol, dan menganalisa hubungan konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah yang diolah dengan konsentrasi bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta. Pengambilan sampel udara mikrobiologis dilakukan berpedoman pada standar AIHA menggunakan alat EMS Single Stage Bioaerosol Sampler dengan menggunakan media TSA (Oxoid, 2011) untuk bakteri mesofilik dan MEA (Oxoid, 2011) untuk jamur. Pengambilan sampel udara dilakukan di lima titik secara triplo sementara sampel air limbah diambil dari bak ekualisasi dan bak aerasi. Hasil pengukuran sampel udara menunjukkan bahwa udara di dalam ruang IPAL telah tercemar oleh bioaerosol dengan nilai rerata angka kuman sebesar 17.405 ± 5.116 CFU/m3 yang melebihi baku mutu yang tertera pada Kepmenkes RI No.1045/2002 yaitu 700 CFU/m3. Faktor teknis yang dapat mempengaruhi diantara lain adalah jenis mesin aerator yang digunakan, penggunaan exhaust fan pada sistem ventilasi ruangan, dan variasi debit air limbah yang diolah. Sementara parameter fisik lingkungan seperti temperatur dan kelembaban relatif dapat mempengaruhi kondisi optimum pertumbuhan mikroorgnisme di udara. Hasil pengukuran konsentrasi bakteri mesofilik di udara dan air limbah diuji secara statistik dengan perhitungan statistik parametris korelasi pearson product moment. Uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus yang kuat diantara keduanya dengan nilai korelasi pada bak ekualisasi dan aerasi berturut-turut sebesar +0,808 dan +0,659. Pencegahan pencemaran bioaerosol di IPAL dapat dilakukan dengan menggunakan aerator yang menghasilkan gelembung udara yang lebih kecil dan menutup area bukaan unit yang terbuka sehingga luas paparan air limbah dapat dikurangi. Kata kunci: Bioaerosol, IPAL, Rumah Sakit, Bakteri Mesofilik, Fungi, Air Limbah

Analysis Of Microbiological Air Quality In The Presence Of Waste Water Treatment Plant (WWTP) In A Hospital. Case Study: RSUD Budhi Asih Jakarta WWTP

Abstract

Waste water treatment plant (WWTP) that is made to neutralize contaminants in wastewater has the potential as a source of bioaerosol emission. Undang-Undang RI No.44/2009 states that every hospital must have a functional WWTP, so any hospital that has a WWTP also has a risk of bioaerosol pollution. The purposes of this research is to identifiy the microbiological air quality, analize the effect of technical factors as well as environmental parametres, and analyze the correlation between mesophilic bacteria found in wastewater and the air of WWTP in RSUD Budhi Asih Jakarta. The collection of air samples performed by using AIHA Standard with EMS Single Stage Bioaerosol Sampler and TSA and MEA medium (Oxoid, 2011) as a growth media for mesophilic bacteria and fungi, respectively. Air samples are taken from five points while wastewater samples come from equalization and aeration basin. Air samples measurement show that air quality in WWTP room has been polluted by bioaerosol with bacterial value average worth 17.405 ± 5.116 CFU/m3 that exceeds the standard stated in Kepmenkes RI No.1045/2002 which is 700 CFU/m3. Technical factors that can affect bioaerosol are the

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

type of aerator utilized, the use of room ventilation system, and wastewater flow variations. Meanwhile environmental parameters such as room temperature and relative humidity can affect the optimum condition for microbiological growth in air. Mesophilic bacteria concentrations in the air and wastewater is tested statistically by using parametric statistical method which is a pearson product moment correlation. The correlation test shows there is a strong correlation between the two parameters tested, with correlation value in equalization and aeration basin respectively are +0,808 and +0,659. The prevention of bioaerosol pollution in WWTP can be done by using an aerator that produces smaller air bubble and covering the open spaces of WWTP’s units so that the exposure area of wastewater can be minimized. Keywords: Bioaerosol, WWTP, Hospital, Mesophilic Bacteria, Fungi, Wastewater Pendahuluan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah suatu infrastruktur yang menggunakan proses

kimia, biologis dan mekanis yang diterapkan pada air limbah domestik maupun industri untuk

menghilangkan, mengurangi, atau menetralkan kontaminan sebelum dibuang ke badan air

penerima (US EPA, 2004). IPAL yang berfungsi untuk mengendalikan potensi pencemaran

air nyatanya berpotensi menjadi sumber pencemar bioaerosol. Air limbah sejatinya

mengandung patogen dalam jumlah tinggi. Mikroorganisme patogen tersebut dapat berupa

virus, bakteri, protozoa, maupun cacing. Sumber keberadaan mikroorganisme patogen pada

IPAL dapat berasal dari feses manusia, limbah komersial dan rumah sakit, atau limbah yang

dihasilkan oleh hewan (Gerardi dan Zimmerman, 2005; Fracchia et al., 2006). Berbagai

mikroorganisme ini kemudian dapat berpidah ke udara ketika unit operasi dan proses pada

IPAL bekerja mengolah air limbah, terutama pada IPAL yang menerapkan proses aerasi

dengan pengadukan mekanik pada air limbahnya.

Bioaerosol adalah partikel mikrobiologis yang terdapat di udara (Goyer et al, 2001). Potensi

bahaya yang disebabkan oleh bioaerosol bergantung pada tingkat patogenitas dari

mikrooragnisme spesifik yang terkandung di udara dan faktor-faktor lainnya yang

menentukan ketahanan mikroorgnisme di udara seperti kecepatan dan arah angin (Mohr,

2002). Faktor yang mempengaruhi jumlah dan komposisi mikroorganisme di udara terkait

dengan keberadaan IPAL diantaranya adalah luas permukaan air limbah yang terpapar

langsung dengan udara ambien, jenis dan tingkat kontaminasi air limbah, cara pengelolaan air

limbah, dan kondisi cuaca (Michalkiewicz M. et al., 2011).

IPAL adalah suatu sarana yang harus disediakan oleh rumah sakit sesuai dengan Undang-

Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Berbagai kegiatan yang berlangsung

di rumah sakit yaitu kegiatan medis, kegiatan laboratorium, kegiatan riset, serta kegiatan

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

lainnya seperti pembersihan, laundry, dan dapur akan menghasilkan limbah cair. Limbah cair

yang dihasilkan oleh kegiatan di rumah sakit harus terlebih dahulu diolah pada sebuah

instalasi pengolahan air limbah (IPAL) oleh karena kandungan pencemar pada air limbah

dapat mencemari badan air apabila tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu.   Potensi

pencemaran bioaerosol di lokasi IPAL yang telah disebutkan sebelumnya mengindikasikan

bahwa rumah sakit yang memiliki IPAL juga memiliki risiko pencemaran biaerosol.

Penelitian ini dilakukan pada IPAL Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih yang

terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Tujuan dilakukan penelitian ini

diantaranya adalah mengidentifikasi kualitas udara mikrobiologis pada udara IPAL RSUD

Budhi Asih Jakarta, menganalisis pengaruh faktor teknis IPAL terhadap konsentrasi

bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta, mengidentifikasi pengaruh parameter

fisik lingkungan terhadap konsentrasi bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih

Jakarta, dan menganalisa hubungan konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah yang diolah

dengan konsentrasi bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta.

Tinjauan Teoritis

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan

yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (UU No.44 tahun 2009). Limbah

cair rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan

rumah sakit (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2004).

Aerosol adalah materi halus dan terlarut pada udara atau lingkungan gas lainnya dengan

komposisi beragam bergantung pada jenis materi yang terlarut. Bioaerosol adalah aerosol

yang terdiri dari partikel yang berasal dari sumber biologis atau kegiatan yang dapat

mempengaruhi makhluk hidup melalui infektifitas, alergenisitas, keracunan, atau proses

lainnya. Partikel bioaerosol pada dasarnya tidak harus hidup, namun partikel harus berasal

dari kegiatan atau sumber biologis (Hirst, 1995). Partikel bioaerosol dengan rentang ukuran

dari 0,001 µm hingga 100 µm memiliki mekanisme yang berbeda untuk perpindahan di udara,

disposisi di permukaan, dan penyebaran ringan. Karakteristik lain yang berpengaruh terhadap

pergerakan biaoerosol di udara diantaranya adalah densitas, bentuk, dan muatan listrik dari

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

partikel bioaerosol tersebut (Löndahl, 2014). Partikel bioaerosol dapat dihilangkan dari udara

melalui disposisi basah atau kering ke atas sebuah permukaan. Disposisi basah adalah kondisi

ketika partikel tercuci dari atmosfer melalui hujan. Sementara disposisi kering adalah keadaan

dimana partikel bioaerosol jatuh dan menempel di tanah. Partikel bioaerosol yang umumnya

memiliki ukuran lebih dari 0.5 µm biasanya mengendap ke bawah dengan kecepatan yang

setara dengan kuadrat diameter partikel. Oleh karena itu makin besar partikel bioaerosol maka

makin cepat proses disposisi kering yang terjadi (Löndahl, 2014).

Secara global permukaan air yang tebuka merupakan sumber utama dari bioaerosol di

atmosfer. Permukaan air memiliki microlayer yang memiliki ketebalan hingga 100 µm yang

berkontak langsung dengan atmosfer. Pada lapisan microlayer ini terdapat habitat bakteri,

virus, dan berbagai mikroorganisme lain. Selain mikroorganisme, pada lapisan ini juga

terkandung karbohidrat, polisakarida, asam amino, dan protein. Lapisan inilah yang biasanya

menjadi sumber terbentuknya partikel bioaerosol di udara (Jonsson, 2014). Partikel airborne

merupakan partikel mikrooganisme yang langsung terdispersi ke udara, umumnya memiliki

diameter kurang dari 5 µm dan dapat terus berada di udara hingga tujuh hari setelah

aerosolisasi pertama dari permukaan air. Partikel airborne juga dapat menyebar dengan

mudah dan terbawa oleh angin hingga jauh sebelum akhirnya terdisposisi. Sementara droplet

adalah partikel bioaerosol yang menyatu dengan tetesan air dengan diameter lebih dari 5 µm.

Droplet dapat terbentuk oleh proses aerasi melalui pecahnya gelembung udara. Ketika

gelembung udara yang dilapisi air pecah, akan tebenruk droplet dengan ukuran sekitar 1/10

dari diameter gelembung yang pecah tersebut (Brown, 1997).

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pencemaran bioaerosol di IPAL dapat terjadi pada

pekerja IPAL maupun orang lain yang berada di sekitarnya melalui pernapasan. Pernapasan

merupakan rute utama bagi mikroorganisme pada bioaerosol untuk mesuk ke tubuh manusia.

Kebanyakan materi yang terhirup ke tenggorokan atau saluran bronkus dapat masuk ke paru-

paru atau tertelan ke perut melalui mukus yang mengandung mikroorganisme akibat paparan.

Mikrooganisme pada bioaerosol juga dapat mengkontaminasi makanan atau air minum yang

akan akan mengakibatkan infeksi salurana pencernaan. Oleh karena itu sistem pernapasan dan

sistem pencernaan dapat terkena potensi penyakit dari mikroorganisme yang terhirup. Selain

jalur pernapasan, mikroorganisme pada bioaerosol juga dapat memberi dampak kepada

kesehatan manusia melalui kontak dengan kulit. Organisme pembawa penyakit dapat masuk

ke tubuh manusia melalui luka terbuka (Brown, 1997).

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

Metode Penelitian

Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Variabel bebas

pada penelitian ini adalah faktor lingkungan seperti temperatur, kelembaban, dan arah angin;

dan kualitas mikrobiologis air limbah. Variabel terikat pada penelitian ini adalah konsentrasi

mikroorganisme bakteri dan fungi pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta serta

konsentrasi mikroorganisme air limbah pada bak ekualisasi dan unit pengolahan biologis.

Populasi dari penelitian ini adalah mikroorganisme yang terdapat sebagai pencemar

bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta dan air limbah yang diolah pada IPAL

RSUD Budhi Asih Jakarta. Sementara sampel penelitian adalah sampel udara yang

mengandung mikroorganisme pada IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta yang diambil dengan

menggunakan alat impactor dan media pertumbuhan mikroorganisme serta sampel air limbah

yang diambil dari unit bak ekualisasi dan bak aerasi IPAL RSUD Budhi Asih.

Pengukuran konsentrasi mikroorganisme di udara dilakukan pada lima titik sampel dan satu

titik kontrol. Titik pengambilan sampel di dalam ruang IPAL berjumlah sebanyak tiga titik

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 dimana titik A berada di dekat bak ekualisasi, titik

B berada di dekat bak aerasi, titik C berada di titik terjauh dari pintu masuk, titik D berada di

depan pintu masuk ruang IPAL, titik E berada di depan lubang exhaust fan ruang IPAL, dan

titik kontrol berada 150 m dari lokasi IPAL.

Gambar 1. Titik Pengambilan Sampel

Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali pada lima hari yang berbeda ditambah satu kali

pengambilan sampel pendahuluan yang dilakukan sebelum pengambilan sampel penelitian.

Pengambilan sampel udara dilakukan dengan menggunakan alat EMS biosampler.Pada tiap

titik pengambilan sampel diukur 2 parameter mikroorganisme yang berbeda dengan

 

Titik E

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

menggunakan 2 media selektif. Pada tiap jenis media pengambilan data dilakukan sebanyak

tiga kali (triplo) untuk tiap titik sampel. Pengukuran konsentrasi mikroorganisme pada air

limbah dilakukan pada hari yang sama dengan pengambilan sampel udara. Enumerasi bakteri

pada air limbah ditentukan dengan metode spread plate menggunakan media agar TSA.

Identifikasi kualitas udara mikroorganisme dilakukan dengan cara membandingkan hasil

konsentrasi bioaerosol dengan standar baku mutu yang berlaku yaitu Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 1405 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa nilai angka

kuman tidak boleh melebihi 700 CFU/m3. Identifikasi pengaruh faktor lingkungan dan faktor

teknis IPAL seperti luas unit yang langsung terpapar dengan udara ambien terhadap

konsentrasi bioaerosol pada udara IPAL akan dianalisis secara deskriptif menggunakan

statistik inferensial. Konsentrasi bakteri di air limbah akan ditentukan menggunakan metode

spread plate dengan cara total plate count (TPC) yang nantinya dinyatakan dalam satuan

CFU/ml. Selanjutnya analisis statistik dilakukan diantara data konsentrasi mikrobiologis di

udara (bioaerosol) dengan konsentrasi mikrobiologis air limbah. Analisis dilakukan melalui

uji hipotesis korelasi untuk mengetahui mengenai ada atau tidaknya hubungan diantara

keduanya. Uji hipotesis dirumuskan dalam bentuk pernyataan Hipotesis Nol (H0) dan

Hipotesis Alternatif (H1). Perumusan uji hipotesis statistik pada penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat hubungan antara konsentrasi bakteri mesofilik di udara dengan

konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah

H1 : Terdapat hubungan antara konsentrasi bakteri mesofilik di udara dengan konsentrasi

bakteri mesofilik di air limbah.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengambilan sampel menunjukkan nilai konsentrasi bioaerosol yang tinggi di dalam dan

di depan pintu masuk ruang IPAL. Sebaran data bakteri dan fungi di udara ditunjukkan pada

Gambar 2. Data konsentrasi bakteri yang didapat menunjukkan sebaran data yang beragam.

Nilai konsentrasi bakteri yang paling tinggi diantara semua titik terjadi di titik A yang

merupakan lokasi pengambilan sampel 60 cm dari bak ekualisasi dengan nilai 38.160

CFU/m3. Sementara nilai konsentrasi fungi yang paling tinggi terjadi di titik C yang

merupakan titik terjauh dari pintu IPAL dengan nilai 4.720 CFU/m3.

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

Gambar 2. Grafik Sebaran Data (kiri) bakteri mesofilik; (kanan) fungi

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa range nilai konsentrasi bakteri di udara bernilai lebih

tinggi yaitu 53 - 38.160 CFU/m3 apabila dibandingkan dengan range nilai konsentrasi fungi di

udara yaitu 27 - 4.720 CFU/m3. Perbedaan nilai konsentrasi bakteri di dalam dan sekitar

ruangan IPAL apabila dibandingkan dengan konsentrasi bakteri di luar ruangan IPAL (titik E

dan kontrol) menunjukkan perbedaan nilai yang sangat besar. Sementara konsentrasi fungi di

titik yang berada di dalam dan sekitar IPAL dengan titik yang berada di luar ruang IPAL tidak

sebesar perbedaan yang dimiliki oleh konsentrasi bakteri.

Gambar 3. Konsentrasi Bakteri Mesofilik di Udara Berdasarkan Hari Pengambilan Sampel

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

Terlihat pada Gambar 3 bahwa pada hari pertama sampling konsentrasi bakteri mesofilik di

dalam ruangan IPAL pada titik A, B, C, dan D menunjukkan nilai yang relatif paling rendah

dibandingkan dengan hari pengambilan sampel udara lainnya, yaitu sebesar 1.760 CFU/m3

pada titik A yang berjarak 60 cm dari bak ekualisasi, 2.163 CFU/m3 pada titik B yang berada

60 cm dari unit aerasi, dan 4.373 CFU/m3 pada titik C yang berada di titik terjauh dari akses

pintu masuk IPAL. Sementara di titik D yang berada 60 cm dari akses pintu masuk IPAL

yang terbuka konsentrasi bakteri mesofilik di udara bernilai 2.267 CFU/m3. Konsentrasi yang

relatif lebih rendah di hari pertama dibandingkan dengan hari pengambilan sampel udara yang

lainnya kemungkinan besar disebabkan oleh tidak menyalanya mesin pompa air dan aerator di

IPAL sehingga pergolakan air limbah berada pada kondisi minimum atau hampir tidak ada

sama sekali. Konsentrasi bakteri mesofilik di dalam ruang IPAL pada hari sampling kedua,

ketiga dan keempat cenderung stabil berada pada kisaran belasan ribu CFU/m3. Berdasarkan

pengamatan lapangan ketinggian air limbah yang diolah pada ketiga hari tersebut tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan pada bak ekualisasi, namun demikian fluktuasi

konsentrasi bioaerosol diantara ketiganya diduga dapat dipengaruhi oleh kualitas air limbah

yang diolah.

Pada hari kelima pengambilan sampling, terlihat di Gambar 3 bahwa konsentrasi bakteri

mesofilik berada pada nilai yang paling tinggi diantara kelima data sampel bioaerosol udara

yang diambil pada penelitian ini. Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya debit air yang

diolah pada hari yang bersangkutan. Pada hari kelima pengambilan sampel, ketinggian air

limbah di bak ekualisasi menunjukkan peningkatan apabila dibandingkan dengan ketinggian

air limbah pada keempat hari pengambilan sampel yang lain. Oleh karena itu diduga debit air

yang masuk ke IPAL pada hari kelima mengalami peningkatan pula. Nilai konsentrasi bakteri

mesofilik di dalam ruang IPAL pada hari kelima pengambilan sampel adalah 36.240 CFU/m3

pada titik A, 26.160 CFU/m3 pada titik B, dan 31.520 CFU/m3 pada titik C. Sedangkan pada

titik D konsentrasi bakteri mesofilik di udara bernilai 3.480 CFU/m3. Konsentrasi bakteri

mesofilik di titik D lebih kecil apabila dibandingkan dengan konsentrasi bioaerosol yang

terdapat di dalam ruang IPAL. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan desinfektan

yang tinggi di depan akses pintu masuk IPAL. Cairan desinfektan adalah salah satu golongan

antimikroba yang digunakan untuk menghilangkan atau mengontrol pertumbuhan bakteri

pada benda mati,baik bakteri yang bersifat patogen maupun tidak (Muany, 2014). . Cairan

pembersih lantai Wipol memiliki bahan aktif benzalkonium chloride (BAC) 2% dan

ethoxylated alcohol (EA) 4%. Benzalkonium Chloride adalah cairan antiseptik (Dionex,

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

2010) sementara ethoxylated alkohol merupakan cairan surfaktan non ionik yang lazim

digunakan pada produk pembersih rumah tangga seperti detergen atau cairan pembersih lantai

(HERA, 2009).

Gambar 4. Konsentrasi Fungi di Udara Berbanding Hari Pengambilan Sampel

Terlihat pada Gambar 4 bahwa konsentrasi fungi paling rendah terdapat di hari pengambilan

sampel pertama, sama halnya dengan konsentrasi bakteri mesofilik. Nilai yang relatif paling

rendah diantara konsentrasi fungi di hari pengambilan sampel udara lainnya diduga

disebabkan oleh aerator dan pompa air yang tidak berfungsi pada saat pengambilan sampel

udara dilakukan. Didapatkan pada hari pertama konsentrasi fungi bernilai 276 CFU/m3 di titik

A, 409 CFU/m3 di titik B,124 CFU/m3 di titik C, dan 160 CFU/m3 di titik D. Nilai konsentrasi

fungi di udara lebih rendah dibandingkan bakteri. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran

partikel fungi yang lebih besar dengan diameter relatif berkisar pada 1 –100 µm sedangkan

diameter bakteri relatif berkisar pada 0,5 – 1 µm (Srivastava, 2003). Ukuran yang lebih besar

membutuhkan energi yang lebih besar untuk proses dispersi partikel fungi dari air limbah ke

udara. Selain ukuran partikel, prameter fisik ruang IPAL seperti suhu dan kelembaban juga

turut berperan terhadap kondisi optimal keberlangsungan hidup fungi.

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

Gambar 5. Perbandingan Rerata Konsentrasi Angka Kuman di Tiap Titik

Diantara ketiga titik A, B, dan C yang berada di dalam ruang IPAL, dapat dilihat bahwa titik

A memiliki rerata jumlah angka kuman yang paling tinggi yaitu sebesar 18.228 ± 6.292

CFU/m3, diikuti oleh titik C yaitu sebesar 17.454 ± 5.096 CFU/m3, dan terakhir titik B yaitu

16.532 ± 4.240 CFU/m3. Ketiga titik tersebut berada di dalam ruang IPAL sehingga diduga

nilai angka kuman yang tinggi tersebut disebabkan pembentukan partikel bioaerosol dari air

limbah yang diolah. Pengaruh keberadaan IPAL terhadap konsentrasi bioaerosol dapat dilihat

dari perbandingan rerata angka kuman di titik A, B, dan C di dalam ruang IPAL dengan rerata

konsentrasi bioaerosol di titik kontrol yang berada ±150 m dari IPAL yaitu 1.757 ± 614

CFU/m3.

Perbedaan yang besar diantara hasil rerata konsentrasi bioaerosol di dalam ruang IPAL

apabila dibandingkan dengan rerata konsentrasi bioaerosol di udara luar dapat menjadi

indikasi bahwa IPAL RSUD Budhi Asih merupakan salah satu objek yang dapat berperan

sebagai sumber penghasil partikel bioaerosol ke udara. Penelitian yang dilakukan oleh

Sanchez-Monedero et al pada tahun 2008 di sebuah IPAL menyatakan bahwa konsentrasi

bakteri mesofilik di udara memiliki nilai lebih tinggi yang signifikan apabila dibandingkan

dengan konsentrasi bakteri mesofilik di udara pada lokasi kontrol yang tidak terpengaruh oleh

keberadaan IPAL. Nilai konsentrasi angka kuman yang tinggi didapatkan pada ketiga titik A,

B, dan C yang berada tidak jauh dari unit pengolahan biologis. Pada unit pengolahan biologis

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

terjadi proses aerasi air limbah guna memberikan oksigen yang diperlukan mikroorganisme

pembantu sistem pengolahan biologis dalam mengolah zat-zat organik pada air limbah. Proses

aerasi tersebut akan menghasilkan pergolakan dan gelembung udara di permukaan air

sehingga mikroorganisme yang terdapat di air dapat terlempar ke udara dan membentuk

partikel bioaerosol (Londhal, 2014).

Nilai rerata konsentrasi bioaerosol di dalam ruang IPAL terpaut jauh dari nilai rerata

konsentrasi bioaerosol di titik E yang berada 2,25 m dari exhaust fan yang terletak di luar

ruangan (outdoor) dengan nilai 779 ± 196 CFU/m3 meskipun udara yang keluar dari exhaust

berasal dari dalam ruang IPAL. Nilai yang rendah di titik E diduga dipengaruhi oleh tingkat

dispersi partikel bioaerosol yang tinggi oleh karena tiupan angin dari blower exhaust fan.

Dispersi partikel di udara adalah fenomena dilusi, pelarutan, atau penyebaran zat polutan pada

atmosfer sebagaimana dinyatakan oleh Pudyaatmaka (1999). Kecepatan angin dari blower

exhaust fan dapat mempengaruhi dispersi partikel bioaerosol (Linou, 2013).

Seluruh nilai rerata konsentrasi angka kuman di kelima titik sampel melebih standar baku

mutu lingkungan yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1045 Tahun 2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

yaitu 700 CFU/m3. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas udara mikrobiologis di IPAL RSUD

Budhi Asih telah tercemar dan tidak sesuai dengan nilai standar baku mutu lingkungan. Selain

itu, perbedaan yang besar diantara hasil rerata konsentrasi bioaerosol di dalam ruang IPAL

dibandingkan dengan rerata konsentrasi bioaerosol di titik kontrol juga dapat menjadi indikasi

bahwa IPAL merupakan salah satu objek dapat berperan sebagai sumber pengemisi

bioaerosol ke udara.

Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada unit pengolahan biologis maka diperlukan

adanya mesin aerator. Udara untuk unit aerasi pada IPAL RSUD Budhi Asih disediakan

dengan menggunakna 2 unit air blower yang memiliki kapasitas 8,66 m3/menit. Jenis blower

yang digunakan merupakan tipe root blower dengan merk Fu-Tsu (Taiwan). Blower tersebut

kemudian disambungkan dengan rangkaian coarse bubble diffuser yang akan

mendistribusikan udara ke dalam bak-bak aerasi. Pengambilan sampel udara di IPAL

dilakukan ketika pompa air dan aerator sedang menyala kecuali pada pengambilan sampel

pertama dimana pompa yang memompa air dari bak ekualisasi ke unit aerasi dan mesin

aerator sedang tidak dinyalakan. Pergolakan air mempunyai peranan penting dalam

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

pembentukan bioaerosol, terutama dalam hal interaksi mekanik antara permukaan udara dan

air. Tidak menyalanya pompa air dan mesin aerator menyebabkan permukaan air cenderung

tenang sehingga interaksi antara udara dengan permukaan air limbah tidak terjadi secara

maksimal. Interaksi antara udara dengan permukaan air merupakan hal yang krusial dalam

pembentukan partikel bioaerosol, khususnya pada pembentukan droplet (Löndahl, 2014).

Kondisi ruangan IPAL yang tertutup sehingga tidak memungkinkan adanya hembusan angin

menyebabkan sebagian besar pembentukan partikel bioaerosol berasal dari pecahnya

gelembung udara yang muncul akibat adanya pergolakan air akibat bekerjanya mesin pompa

maupun aerator. Oleh karena mesin pompa dan aerator tidak menyala, interaksi mekanik

antara permukaan air dan udara tidak terjadi dengan baik. Hal ini kemudian menyebabkan

pembentukan gelembung udara baru di permukaan air limbah tidak berlangsung. Tidak

terbentuknya gelembung udara baru di permukaan air limbah akan mempengaruhi fenomena

pembentukan droplet yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai partikel bioaerosol.

Konsentrasi bioaerosol di titik A pada saat aerator tidak hidup bernilai pada kisaran 10% dari

nilai rerata konsentrasi bioaerosol ketika aerator dinyalakan. Penurunan konsentrasi yang

terjadi dapat mencapai 90%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fernando

dan Fedorak (2005) yang menyatakan bahwa substitusi penggunaan coarse bubble diffuser ke

fine bubble diffuser yang merupakan jenis aerator yang menghasilkan pergolakan minimum di

permukaan air, yang pada dasarnya mirip dengan kondisi di unit aerasi IPAL RSUD Budhi

Asih ketika aerator tidak dinyalakan, dapat menurunkan konsentrasi mikroorganisme di udara

dengan signifikan.

Selain faktor teknis penggunaan aerator, faktor teknis yang dapat berpengaruh terhadap

konsentrasi bioaerosol adalah keberadaan exhaust fan yang diduga dapat menyebabkan titik

yang berada di dekat kipas penghisap memiliki konsentrasi bioaerosol yang relatif lebih

rendah. Hal tersebut pada penelitian ini ditunjukkan oleh titik B yang memiliki rerata nilai

konsentrasi bioaerosol yang lebih rendah yaitu 16.532 ± 4.231 CFU/m3 apabila dibandingkan

dengan titik A yang bernilai 18.228 ± 6.317 CFU/m3 dan titik C yang bernilai 17.454 ± 5.116

CFU/m3. Faktor teknis lain yang diduga memiliki pengaruh terhadap konsentrasi bioaerosol

adalah debit air limbah yang diolah, dimana peningkatan debit air limbah di hari pengambilan

sampel kelima yang ditunjukkan dengan meningkatnya ketinggian permukaan air di bak

ekualisasi diduga menjadi salah satu faktor teknis yang menyebabkan terjadinya peningkatan

pada konsentrasi bioaerosol di dalam IPAL.

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

Gambar 6. Perbandingan Konsentrasi Bakteri Mesofilik dengan (kiri) temperatur udara

(kanan) kelembaban relatif

Gambar 7. Perbandingan Konsentrasi Fungi dengan (kiri) temperatur udara (kanan)

kelembaban relatif

Sebaran perbandingan data konsentrasi bioaerosol di udara baik bakteri mesofilik maupun

fungi berbanding terhadap parameter fisik lingkungannya dapat dilihat pada Gambar 6 dan

Gambar 7. Parameter lingkungan temperatur yang terukur di dalam ruang (indoor) berada

pada kisaran nilai 26,30C hingga 36,20C sementara temperatur yang terukur di luar ruangan

(outdoor) berada pada kisaran 270C hingga 32,60C. Kisaran temperatur tersebut sebagian

besar melingkupi kisaran temperatur optimum bagi pertumbuhan mikroorgnisme bakteri

mesofilik yaitu 360C hingga 370C maupun fungi yaitu 270C hingga 300C. Parameter

lingkungan kelembaban relatif yang terukur di dalam ruang (indoor) berada pada kisaran nilai

60,1% hingga 87,3% sementara kelembaban relatif yang terukur di luar ruangan (outdoor)

berada pada kisaran 57,9% hingga 83,9%. Kisaran kelembaban tersebut sebagian besar

melingkupi kisaran kelembaban relatif optimum bagi pertumbuhan mikroorgnisme bakteri

mesofilik yaitu 40% hingga 80% maupun fungi yaitu 70% hingga 95%. Parameter fisik

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

lingkungan yang berada pada kondisi optimum pertumbuhan mikroorgnisme maupun

sebaliknya dapat berpengaruh terhadap konsentrasi mikroorganisme di udara.

Perhitungan statistik yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan diantara konsentrasi

bakteri di udara dengan konsentrasi bakteri di air limbah menghasilkan kesimpulan bahwa

terdapat hubungan kuat berbanding lurus diantara keduanya baik pada bak ekualisasi maupun

bak aerasi dengan koefisien korelasi berturut-turut untuk keduanya bernilai r = +0,808 dan r =

+0,659. Selain itu didapatkan nilai koefisien penentu atau r2 sebesar 65,3% untuk bak

ekualisasi dan 43,4% untuk bak aerasi. Perhitungan statistik yang signifikan menunjukkan

bahwa H1 dapat diterima sementara H0 ditolak. Oleh sebab itu kesimpulan dari uji statistik

yang dilakukan ini adalah terdapat hubungan antara konsentrasi bakteri mesofilik di udara

dengan konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah. Sebanyak 65,3% variasi dari nilai

konsentrasi bakteri di udara pada titik A dipengaruhi oleh variasi nilai konsentrasi bakteri air

limbah di bak ekualisasi. Begitu pun halnya 43,4% dari variasi nilai konsentrasi bakteri di

udara pada titik B dapat dijelaskan oleh variasi nilai konsentrasi bakteri air limbah di bak

aerasi.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Kualitas udara di IPAL RSUD Budhi Asih tercemar oleh bioaerosol yang bersumber dari

pengolahan air limbah di dalam IPAL dengan rata-rata konsentrasi angka kuman sebesar

17.405 ± 5.116 CFU/m3 yang melebihi standar baku mutu lingkungan yang tertera pada

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045 Tahun 2002 Tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri yaitu 700 CFU/m3.

Konsentrasi angka kuman di dalam ruang IPAL RSUD Budhi Asih juga melebihi

konsentrasi di titik kontrol yang berada ± 150 m dari lokasi IPAL dan dianggap tidak

terpengaruh oleh keberadaan IPAL.

2. Faktor teknis yang dapat mempengaruhi konsentrasi bioaerosol di udara antara lain

adalah jenis mesin aerator yang digunakan, penggunaan exhaust fan pada sistem ventilasi

ruangan, dan variasi debit air limbah yang diolah.

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

3. Parameter fisik lingkungan yang berada pada kondisi optimum pertumbuhan

mikroorgnisme maupun sebaliknya dapat berpengaruh terhadap konsentrasi

mikroorganisme di udara.

4. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi bakteri

mesofilik di udara dengan konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah dengan koefisien

korelasi pada bak ekualisasi bernilai r = +0,808 sementara bak aerasi bernilai r = +0,659.

Hal ini berarati bahwa terdapat hubungan berbanding lurus yang kuat diantara konsentrasi

bakteri di udara dengan konsentrasi bakteri di air limbah. Sebesar 65,3% variasi dari nilai

konsentrasi bakteri di udara pada titik A dan 43,4% pada titik B dipengaruhi oleh variasi

nilai konsentrasi bakteri air limbah di bak ekualisasi dan bak aerasi.

Saran

Berikut ini merupakan saran yang dapat diberikan guna penelitian lainnya yang lebih baik,

diantaranya adalah:

1. Perlu dilakukan pemeriksaan konsentrasi bioaerosol pada area outdoor di sekitar exhaust

fan dengan beberapa variasi jarak dan arah. Hal ini bertujuan untuk memeriksa apakah

variasi jarak dan arah dari titik exhaust fan memiliki pengaruh terhadap konsentrasi

bioaerosol disekitarnya.

2. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut terkait jenis mikroorganisme yang terdapat di

udara untuk menentukan apakah terdapat bakteri atau jamur patogen yang dapat

mengetahui potensi bahaya kesehatan spesifik yang disebabkan oleh bioarosol di IPAL

RSUD Budhi Asih.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap pengaruh exhaust fan di dalam ruangan

IPAL ketika kipas penghisap berada dalam kondisi tidak menyala sehingga dapat

diketahui pengaruh daripada exhaust fan yang digunakan baik dalam keadaan dimatikan

atau dihidupkan.

4. Upaya pencegahan pencemaran bioaerosol di IPAL RSUD Budhi Asih dapat dilakukan

dengan mengganti aerator di unit aerasi dari jenis coarse bubble diffusor menjadi fine

bubble diffusor yang menghasilkan diameter gelembung yang lebih kecil. Gelembung

yang lebih kecil akan menurunkan pergolakan antara air dan udara di muka air limbah.

Penurunan pergolakan di muka air limbah kemudian diharapkan dapat menurunkan

potensi terbentuknya partikel bioaerosol sehingga konsentrasi mikroorganisme di udara

pun dapat ikut menurun.

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

5. Penggunaan penutup area bukaan unit aerasi dan bak ekualisasi dapat menjadi suatu

solusi untuk mencegah keluarnya partikel bioaerosol dari muka air limbah ke udara

ambien di dalam ruang IPAL RSUD Budhi Asih. Penutup yang dimaksud dapat berupa

penutup berbahan beton, plat besi, stainless steel atau bahan anti karat lainnya yang

memiliki lubang-lubang kecil di permukaannya atau dan dapat dibuka atau ditutup untuk

kepentingan operasional dan perawatan. Dengan upaya penutupan tersebut maka luas

paparan muka air limbah yang menjadi sumber partikel bioaerosol dapat berkurang.

6. Bagi pekerja yang harus beraktifitas di dalam ruang IPAL disarankan untuk sebaiknya

menggunakan alat proteksi diri (APD) yang lengkap untuk pencegahan masuknya

partikel bioaerosol ke dalam tubuh baik melalui sistem pernafasan maupun sistem

pencernaan. Jenis APD yang dianjurkan diantaranya adalah masker N95 atau FFP2 untuk

mencegah inhalasi, kacamata (goggles), pakaian lengkap yang tertutup, serta sarung

tangan yang sesuai untuk menghindari kontak antara mikroorganisme dengan kulit.

Daftar Referensi

American Industrial Hygiene Association (AIHA). 2005. Field Guide for The Determination

of Biological Contaminants in Environmental Sample. Amerika Serikat.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2004. Pedoman Teknis Pengelolaan

Limbah Industri Kecil. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup.

Brown, Nellie J. 1997. Health Hazard Manual: Wastewater Treatment Plant and Sewer

Workers. New York: Cornell University ILR School. Ithaca.

Dionex. 2010. Analysis of Benzalkonium Chloride on the Acclaim Surfactant Column by

High-Performance Liquid Chromatography. Canada. Dionex Corporation.

Fernando, N. L., Fedorak, P. M. 2005. Changes at an Activated Sludge Sewage Treatment

Plant Alter The Numbers of Airborne Aerobic Microorganism. Water Research.

Volume 39, hal 4597-4608.

Fracchia, Letizia, Pietronave, Stefano, Rinaldi, Maurizio, Martinotti, M. G. 2006. Site Related

Airborne Biological Hazard and Seasonal Variations in Two Wastewater Treatment

Plants.Water Research, Volume 40 hal. 1985-1994.

Gerardi, M. H. dan Zimmerman, M. C. 2005. Wastewater Pathogens. New Jersey. WILEY-

INTERSCIENCE.

Goyer, Nicole, Lavoie, Jacques, Loius, Lazure, Marchand, Genevieve. 2001. Bioaerosols in

the Workplace: Evaluation, Control and Prevention Guide. Etudes et Recherches.

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016

Hirst, J. M. 1995. Bioaerosols: Introduction, Retrospect and Prospect dalam Bioaerosols

Handbook (hal. 5-15). New York. Lewis Publishers.

Human and Environmental Risk Assessment on Ingredients of Europian Cleaning Products

(HERA). 2009. Alcohol Ethoxylates. Brussels, Belgia.

Jonsson, Per, Olofsson, Goran, Tjarnhage, Torbjorn. 2014. Bioaerosol Detection

Technologies. New York. Springer-Verlag.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1405 Tahun 2002 Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri

Lianou, M., Chalbot, M-C., Vei, I-C., Kotronarou, A., Kavouras, I. G., Hoek, G., Hameri, K.,

Harrison, R. M. 2013.The Impact of Wind on Particle Mass Concentrations in Four

Europe Urban Areas.Global NEST Journal, Volume 15, hal.188-194.

Löndahl, Jakob. 2014. Physical and Biological Properties of Bioaerosols. Dalam P. Jonsson,

G. Olofsson, & T. Tjarnhange.Bioaerosol Detection Technologies (hal. 33-48). New

York. Springer-Verlag.

Michakiewicz, Michal, Pruss, Alina, Dymaczewski, Zbyslaw, Walkowiak, J. J, Kwasna,

Sylwia. 2011. Microbiological Air Monitoring around Municipal Wastewater Treatment

Plants. Polish Journal of Environmental Studies, Volume 20 hal.1243-1250.

Mohr, A. J. 2002. Fate and Transport of Microorganisms in Air In: Manual of Environmental

Microbiology Second Edition. Washington. ASM Press.

Srivastava, S., Srivastava, P. S. 2003. Understanding Bacteria.New Delhi, Kluwer Academic

Publisher.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

United States Environmental Protection Agency (US EPA). 2004. Primer for Municipal

Wastewater Treatment Systems.

Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016