ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/68978/11/Naskah...
Transcript of ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/68978/11/Naskah...
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN dan
KOTA Se-JAWA TENGAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Ekonomi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Disusun Oleh :
ARIS SETIYANTO
B 200 140 065
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
1
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN dan
KOTA Se-JAWA TENGAH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja antara pemerintah kabupaten
dengan pemerintah kota di wilayah prosinsi Jawa Tengah dengan menggunakan
rasio Derajat desentralisasi, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio ketergantungan,
dan rasio Kemandirian. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
dengan populasi pemerintahan kabupaten dan pemerintah kota di Jawa Tengah
tahun 2014-2016. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode Pusposive Sampling. Hasil pengujian menunjukkan:Rasio derajat
desentralisasi untuk pemerintah daerah kabupaten dan kota di jawa tengah
mempunyai mempunyai nilai rata-rata prosentasse 16%. Rasio efektivitas
kabupaten dan kota se-Jawa Tengah. Tigkat efektivitas mempunyai kriteria sangat
efektif untuk seluruh kabupaten dan kota di Jawa Tengah hal itu dapat di lihat dari
rata-rata prosentase yang lebih dari 100%. Rasio efisiensi tingkat kabupaten dan
kota di Jawa Tengah tahun 2014-2016 mempunyai rata –rata rasio efisiensi dengan
nilai prosentase 14% termasuk pada kriteria cukup efisien. Rasio Ketergantungan
kabupaten dan kota se-Jawa Tengah Pemerintah rasio ketergantungan pemerintah
daerah kabupaten dan kota di Jawa Tengah mempunyai rata-rata prosentase sebesar
81% dengan kriteria sangat tinggi dengan kriteria kurang. Rasio kemandirian
kabupaten dan kota se-Jawa Tengah rata-rata tahun 2014-2016 sebesar 20% jika
dilihat dari kriteria rasio kemandirian termasuk dalam kriteria sangat rendah dengan
pola hubungan Instruktif.
Kata Kunci : Derajat Desentralisasi, efektivitas, efisiensi, Ketergantungan,
Kemandirian, Kinerja Keuangan
ABSTRACT
This study aims to analyze the performance of district governments with city
governments in the Central Java province, using the ratio of decentralized ratios,
effectiveness ratios, efficiency ratios, dependency ratios, and independence ratios.
The method of this research is a qualitative descriptive method with a population
of regency governments and city governments in Central Java in 2014-2016. The
sampling technique in this study used the Pusposive Sampling method. The test
results show: The degree of decentralization ratio for district and city governments
in Central Java has an average value of 16%. The effectiveness ratio of districts
and cities throughout Central Java. The level of effectiveness has very effective
criteria for all districts and cities in Central Java, which can be seen from the
percentage of more than 100%. The efficiency ratio at the regency and city level in
Central Java in 2014-2016 has an average efficiency ratio with a percentage value
of 14% including the criteria for quite efficient. Dependency Ratio of districts and
2
cities in Central Java Government dependency ratio of district and city
governments in Central Java has an average percentage of 81% with very high
criteria with less criteria. The independence ratio of districts and cities in Central
Java in the average of 2014-2016 was 20% when viewed from the criteria of
independence ratio included in the very low criteria with Instructive relationship
patterns
Keyword : Degree of Decentralization, effectiveness, efficiency, dependency,
independence, financial performance
1. PENDAHULUAN
Sistem Pemerintahan yang baik sangat diperlukan oleh suatu negara dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana pelayanan publik baik ditingkat pusat
maupun ditingkat daerah. good goverment diperlukan perubahan paradigma
pemerintahan yang mendasar dari sistem lama yang serba sentralistis, dimana
pemerintah pusat sangat kuat dalam menentukan kebijakan. Paradigma baru
tersebut menuntut suatu sistem yang mampu mengurangi ketergantungan dan
bahkan menghilangkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah
pusat, serta bisa memberdayakan daerah agar mampu berkompetisi baik secara
regional, nasional maupun internasional. Menanggapi paradigma tersebut,
pemerintah otonomi kepada daerah seluas-luasnya yang bertujuan untuk
memungkinkan daerah mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri agar
berdaya guna dan berhasil guna dalam menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan serta dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Organisasi sektor publik saat ini tengah menghadapi tekanan untuk efesien
dalam memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial, serta dampak negatif atas
aktivitas yang dilakukan.Setiap organisasi pemerintahan pasti menginginkan
tujuannya tercapai secara efektif dan efesien dalam merealisasikan anggaran
pendapatan dan belanja daerahnya (APBD), terlebih lagi dalam situasi globalisasi
seperti masa sekarang ini, untuk itu pemerintah harus menyusun laporan realisasi
anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Diberlakukannya UU No. 23 tahun
2014, kemudian disempurnakan dengan UU No. 9 tahun 2015 serta untuk
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dikeluarkan juga UU
No. 33 tahun 2004. Kedua undang-undang ini erat kaitannya karena secara otomatis
dengan adanya peralihan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah harus diikuti
dengan penyerahan keuangan yang dipercayakan pemerintah pusat untuk bisa
mengolah keuangan di masing-masing daerah. Dalam UU No. 33 tahun 2004
menyatakan bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui
penyediaan sumber-sumber pembiayaan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi,
tugas pembantuan, dan instansi vertikal perlu diatur perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah berupa system keuangan yang diatur berdasarkan
pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat
pemerintahan (Dien et al, 2015),Kedua undang-undang tersebut mengandung
penekanan bahwa adanya proses yang lebih cepat untuk mewujudkan masyarakat
yang semakin sejahtera melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, sehingga diharapkan masyarakat akan terlayani dengan baik oleh
3
pemerintah. Selain itu menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah,
pemerintah daerah diberikan kewenangan penuh untuk menyelenggarakan semua
urusan pemerintahan.
Anggaran Daerah adalah sebuah perencanaan keuangan yang merupakan
pembelanjaan daerah dalam satu periode tahun anggaran. APBD ini dipergunakan
sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan, pengeluaran, pembiayaan,
alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas
pengeluaran, dan ukuran standar evaluasi kinerja serta alat koordinasi semua
aktivitas di berbagai unit kerja (Nita et al,2018).
Anggaran sektor publik harus bersifat partisipatif yang melibatkan
masyarakat dalam perencanaan anggaran agar aspirasi dan kebutuhan publik dapat
diakomodasi dalam anggaran. Anggaran sektor publik merupakan blue print
organisasi tentang rencana programdan kegiatan yang akan dilaksanakan serta masa
depan yang akan diwujudkan.
Julita (2015) mengemukakan anggaran sebagai rencana tertulis mengenai
kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif selama jangka waktu
tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang, tetapi dapat juga dinyatakan
dalam satuan barang. Secara garis besar anggaran merupakan alat manajemen untuk
mencapai tujuan. Sehingga dalam proses penyusunan dibutuhkan data dan
informasi, baik yang bersifat terkendali maupun yang bersifat tak terkendali untuk
dijadikan bahan taksiran. Hal ini disebabkan karena data dan informasi tersebut
akan berpengaruh terhadap keakuratan taksiran dalam proses perencanaan
anggaran.
Belanja daerah merupakan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan
secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok
masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.
Zebua (2014) belanja daerah yang teralokasi secara tepat ke pos-pos belanja yang
dibutuhkan oleh masyarakat akan mendorong pertumbuhan yang positif dalam
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Analisis belanja daerah dilakukan
untuk mengevaluasi apakah pemerintah daerah telah menggunakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara ekonomis, efisien,dan efektif.
Laporan realisasi anggaran merupakan salah satu komponen dalam laporan
keuangan pemerintah yang menyajikan informasi tentang realisasi anggaran dalam
suatu periode tertentu. Laporan Realisasi Anggaran bagian yang sangat penting
dalam suatu perusahaan atau instansi, dimana fungsinya untuk mengetahui keadaan
keuangan suatu perusahaan atau instansi. Laporan realisasi anggaran pendapatan
dan belanja daerah yang telah ditetapkan melalui PERDA setelah sebelumnya
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 bulan setelah
tahun anggaran berakhir, laporan realisasi ini merupakan salah satu alat ukur untuk
melihat implementasi dari kebijakan pelaksanaan pengelolaan keuangan suatu
daerah dalam upaya mewujudkan pelayanan publik yang optimal serta upaya dalam
mendorong pembangunan ekonomi daerah.
Menilai Kinerja Keuangan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan cara
melihat kinerjanya melalui Laporan Realisasi Anggaran. Laporan Realisasi
Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya
dalam suatu periode pelaporan. Laporan Realisasi Anggaran juga menyediakan
4
informasi yang beguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan
diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah daerah dalam periode mendatang
dengan cara menyajikan laporan secara komparatif.Dengan adanya pengukuran,
analisis, dan evaluasi terhadap data yang berkaitan dengan kinerja, pemerintah
dapat segera menentukan berbagai cara untuk mempertahankan atau meningkatkan
efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan dan sekaligus memberikan informasi
obyektif kepada publik mengenai pencapaian hasil yang diperoleh.
Evaluasi kinerja pemerintah daerah berfungsi untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan kegagalan kinerja suatu organisasi. Dan memberikan masukan
untuk mengatasi permasalahan yang ada. Melalui evaluasi kinerja dapat diketahui
bagaimana pencapaian hasil, kemajuan, dan kendala yang dijumpai dalam
pelaksanaan misi dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan Evaluasi
kinerja pemerintah daerah berfungsi untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan
kegagalan kinerja suatu organisasi. Dan memberikan masukan untuk mengatasi
permasalahan yang ada. Melalui evaluasi kinerja dapat diketahui bagaimana
pencapaian hasil, kemajuan, dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan misi
dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan.
Nita,Hajar dan Azis (2018) melakukan analisis perbandingan kemampuan
keuangan daerah Kabupaten Buton Utara dengan menggunakan rasio kemandirian,
rasio efektifitas dan pertumbuhan . Hasil dari penelitian ini adalah Meskipun rasio
kemandirian keuangan pemerintah Kabupaten Buton Utara terus mengalami
peningkatan, namun belum menunjukkan kemandirian yang semakin baik,Secara
rata-rata rasio efektivitas keuangan daerah selama tahun 2010-2015 efektif dengan
persentase sebesar 96,76 % dan rasio laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton
menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif.
Dharmawati dan Irmadariyani (2016) melakukan analisis rasio keuangan
dalam menilai kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi
menggunakan rasio kemandirian dan rasio efektivitas. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa rasio kemandirian pemerintah daerah Banyuwangi cukup
rendah. Dikarenakan pemerintah daerah belum efektif dalam melaksanakan
kemandirian daerahnya. Meskipun begitu, rasio efektivitas pemerintah
Banyuwangi tinggi, terbukti dengan sudah mencapainya PAD melebihi batas yang
ditargetkan pemerintah daerah.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ropa (2016) yang berjudul Analisis Keinerja Kuangan pemerintah
Kabupaten Minahasa Selatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya terletak pada. (1) Objek penelitian, yaitu pemerintahan daerah
kabupaten/Kota Se-Jawa Tengah (2) tahun penelitian, menggunakan tahun
perbandingan anggaran 2014-2016.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian
inimerupakan penelitian yang bertujuan menjelaskan fenomena yang ada dengan
menggunakan angka-angka untuk menggambarkan karakteristik individu
ataukelompok. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis kinerja
5
keuanganpemerintah kabupaten dengan pemerintah kota di Jawa Tengah tahun
2014-2016 dilihat dari derajat desentralisasi,rasio kemandirian, rasio efektifitas,
dan rasioefisiensi, dan rasio ketergantungan. Sampel adalah bagian dari populasi
yang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai obyek penelitian. Sempel dalam
penelitian ini adalah 29 pemerintah kabupaten dan 6 pemerintah kota yang terdapat
di Provinsi Jawa Tengah, berjumlah 105 sampel. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah purposive sampling.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Analisis Derajat Desentralisasi Pemerintah daerah kabupaten
dan kota di Jawa Tengah Tahun 2014-2016
Rasio ini menunjukan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan
daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan
pemerintah daerah dan kota dalam penyelenggaraan desentralisasi. Pada
pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Tengah tahun 2014-2016 menunjukan
kriteria kurang.yang berarti pemerintah kabupaten di Jawa Tengah belum mampu
menyelengaran desentralisasi dengan baik. Hal itu dapat dilihat rata-rata tahun
2014-2016 mempunyai nilai prosentasse 16% dengan kriteria kurang.
Jika dilihat dari table 4.4 kriteria rasio derajat desentralisasi kabupaten dan
kota di jawa tengah masih pada kriteria kurang untuk beberapa pemerintahan
daerah kabupaten maupun kota. Hal itu mempunyai arti bahwa pemerintah daerah
kabupaten ataupun kota masih belum mampu untuk melaksanakan otonomi daerah
dengan baik. Beberapa kabupaten dan kota yang mempunyai kriteria derajat
desentralisasi sangat kurang adalah kabupaten Blora dan kabupaten Klaten,untuk
kriteria rasio derajat desentralisasi sedang adalah pemerintah kota
Magelang,Salatiga,Surakarta,dan Tegal dan untuk kriteria derajat desentralisasi
cukup adalah pemrintah kota Semarang dengan nilai rata-rata sebesar 36%.
3.2 Hasil Analisis Rasio Efektivitas Pemerintah daerah kabupaten dan
kota di Jawa Tengah Tahun 2014-2016
Dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah kabupaten dan kota di Jawa
Tengah memiliki tingkat efektivitas sangat efektif . Hal itu membuktikan bahwa
pemerintah daerah kabupaten dan kota telah mampu merealisasikan pendapatan asli
daerah dari anggaran yang ditargetkan berdasarkan potensi riil daerah.
Rasio efektivitas untuk pemerintah daerah kabupaten dan kota di jawa
tengah jika dilihat dari table 4.5 mempunyai kriteria sangat efektif untuk seluruh
kabupaten dan kota di jawa tengah hal itu dapat di lihat dari rata-rata prosentase
yang lebih dari 100%.
Kota Salatiga mempunyai rasio efektifitas dengan rata-rata tertinggi di
antara pemerintah daerah kabupaten dan kota di Jawa Tengah dengan nilai
prosentase 128% dengan kriteria sangat efektif. Menunjukan bahwa pemerintah
6
kota Salatiga telah berhasil dalam merealisasikan pendapatan asli daerah dengan
apa yang di anggarkan.
3.3 Hasil Analisis Rasio Efesiensi Pemerintah daerah kabupaten dan kota
di Jawa Tengah Tahun 2014-2016
Pemerintah daerah kabupaten dan kota di Jawa Tengah tahun 2014-2016
dilihat dari table 4.6 rata –rata rasio efisiensi termasuk pada kriteria cukup efisien
dengan nilai prosentase 14% . jika nilai semakin besar maka dikatakan semakin
tidak efisien.
Meskipun pada kriteria rasio efisiensi pada beberapa pemerintah kabupaten
dan kota mempunyai kriteria efisiensi untuk pemerintah daerah kabupaten dan kota
antaralain kabupaten, Batang, Blora, Boyolali, Demak, Grobogan, Kebumen,
Pekalongan, Purbalingga, Semarang, dan Wonogiri. Hal itu dapat dilihat dari rata-
rata rasio efisiensi dengan nilai prosentase 5%-10%. Sedangkan untuk kriteri tidak
efisien pada pemrintah daerah kabupaten dan kota adalah pemerintah kota Salatiga
dengan nilai rata-rata sebesar 32%.
3.4 Hasil Analisis Rasio Ketergantungan Pemerintah daerah kabupaten
dan kota di Jawa Tengah Tahun 2014-2016
Rasio ketergantungan ditunjukkan dengan membandingkan pendapatan
transfer dan total pendapatan. Semakin besar tingkat rasio ketergantungan daerah
maka semakin besar pula ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana
eksternal. Rasio ketergantungan pemerintah daerah kabupaten dan kota di Jawa
Tengah mempunyai rata-rata prosentase sebesar 81% dengan kriteria sangat tinggi.
Hal itu menunjukan ketergantungan pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Tengah
tahun 2014-2016 pada transfer dari pemerintah pusat dan provinsi masih cukup
tinggi, hal ini tercermin dari hasil analisis ketergantungan keuangan daerah
terhadap transfer dari pemerintah pusat.
Pada rata-rata prosentase rasio ketergantungan pemerintah kabupaten dan
kota di jawa tengah yang lebih dari 50% hal itu menunjukan bawah pemerintah
daerah kabupaten dan kota masuk pada kriteria sangat tinggi untuk rasio
ketergantungan. Pemerintah kota Semarang mempunyai rara-rata prosentase
terendah dari pemerindah daerah kabupaten maupun kota dengan nilai sebesar 54%
walaupun nilai prosentase rendah kota Semarang mempunyai kriteria rasio
ketergantungan yang sangat tinggi.
3.5 Hasil Analisis Rasio Kemandirian Pemerintah daerah kabupaten dan
kota di Jawa Tengah Tahun 2014-2016
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) ini menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Semakin tinggi rasio
kemandirian keuangan daerah berarti semakin tinggi pula kemandirian keuangan
daerah. Pemerintah Kabupaten dan kota di Jawa Tengah tahun 2014-2016 di lihat
7
dari rata-rata tahun 2014-2016 sebesar 20% jika dilihat dari kriteria rasio
kemandirian (hal 34) termasuk dalam kriteria sangat rendah.Yang berarti bahwa
tingkat ketergantungan kemerintah kabupaten dan kota dalam membiayai kegiatan
pemerintahannya masih sangat bergantung pada pihak ekstern atau Pemerintah
pusat. Pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Tengah pada tahun 2014-2016
memiliki pola hubungan Instruktif, karena peranan pemerintah pusat lebih dominan
daripada kemandirian pemerintah daerah atau daerah otonomi tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah secara finansial.
Rasio kemandirian pada pemerintah kabupaten dan kota yang mempunyai
kriteria rendah adalah pemerintah kota Salatiga dengan nilai prosentase 29%, kota
Surakarta sebesar 32%, dan kota Tegal dengan nilai prosentase sebesar 40%.
Dengan pola hubungan yang konsultatif. Jika dilihat dari table 4.8 pemerintah kota
Semarang masuk pada kriteria sedang untuk rasio kemandirian dengan pola
hubungan yang partisipatif hal itu di karenakan nilai rata-rata rasio kemandirian
sebesar 69%.
4. PENUTUP
a. Kesimpulan
Rasio derajat desentralisasi untuk pemerintah daerah kabupaten dan kota
dijawa tengah mempunyai mempunyai nilai rata-rata prosentasse 16%
dengankriteria kurang. kabupaten dan kota yang mempunyai kriteria
derajatdesentralisasi sangat kurang adalah kabupaten Blora dan
kabupatenKlaten,untuk kriteria rasio derajat desentralisasi sedang adalah
pemerintah kotaMagelang,Salatiga,Surakarta,dan Tegal dan untuk kriteria derajat
desentralisasicukup adalah pemrintah kota Semarang dengan nilai rata-rata sebesar
36%. Untuk rasio efektivitas kabupaten dan kota se-Jawa Tengah.Tigkat efektivitas
mempunyai kriteria sangat efektif untuk seluruh kabupaten dan kota di Jawa Tengah
hal itu dapat di lihat dari rata-rata prosentase yang lebih dari 100%. 3. Untuk rasio
efisiensi tingkat kabupaten dan kota di Jawa Tengah tahun 2014- 2016 mempunyai
rata –rata rasio efisiensi dengan nilai prosentase 14% termasuk pada kriteria cukup
efisien. Pada beberapa pemerintah kabupaten dan kota mempunyai kriteria efisiensi
untuk pemerintah daerah kabupaten dan kota antaralain kabupaten, Batang, Blora,
Boyolali, Demak, Grobogan, Kebumen, Pekalongan, Purbalingga, Semarang, dan
Wonogiri. Hal itu dapat dilihat dari rata-rata rasio efisiensi dengan nilai prosentase
5%-10%. Sedangkan untuk kriteri tidak efisien pada pemrintah daerah kabupaten
dan kota adalah pemerintah kota Salatiga dengan nilai rata-rata sebesar 32%. 4.
Untuk rasio Ketergantungan kabupaten dan kota se-Jawa Tengah Pemerintah Rasio
ketergantungan pemerintah daerah kabupaten dan kota di Jawa Tengah mempunyai
rata-rata prosentase sebesar 81% dengan kriteria sangat tinggi. Rasio
ketergantungan pemerintah kabupaten dan kota di jawa tengah yang lebih dari 50%
hal itu menunjukan bawah pemerintah daerah kabupaten dan kota masuk pada
kriteria sangat tinggi untuk rasio ketergantungan 5. Untuk rasio kemandirian
kabupaten dan kota se-Jawa Tengah rata-rata tahun 2014-2016 sebesar 20% jika
dilihat dari kriteria rasio kemandirian termasuk dalam kriteria sangat rendah.
Pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Tengah pada tahun 2014-2016 memiliki
pola hubungan Instruktif.
8
b. Saran
Setelah mengadakan penelitian di pemerintah kota atau kabupaten di Jawa
Tengah, maka berdasarkan pengamatan penulis menyampaikan saran saran
sebagaiberikut untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah sampel
penelitian, menambah rentan waktu penelitian, data yang di gunakan agar tidak
hanya sebatas data sekunder, tapi juga dapat menggunakan data primer, dan Peneliti
selanjutnya dapat melengkapi rasio keuangan yang digunakanuntuk penelitia
DAFTAR PUSTAKA
Dien, Tinangon dan Walandouw. 2015. “Analisis Laporan Realisasi Anggaran
untuk Menilai Kinerja Keuangan Pada Kantor Dinas Pendapatan Daerah
Kota Bitung”. Jurnal EMBA. Vol.3 No.1 Maret 2015, Hal.534-541.
Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Nita, Ibnu Hajar dan Muh. Irfandy Azis.2018.”Analisis Efektivitas, Kemandirian
dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kabupaten Buton Utara”.Journal of
Economic and Business Vol. 1(2018).STIE Enam Enam Kendari, Indonesia
Zebua, Willman Fogati. 2014. “Pengaruh Alokasi Belanja Modal, Belanja Barang
dan Jasa, Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial Terhadap Kualitas
Pembangunan Manusia (Studi Pada Kabupaten dan Kota Di Wilayah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2013)”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 3,
No.1. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Unisversitas Brawijaya.
Indra Christian Lontaan dan Sonny Pangerapan.2016. “Analisis Belanja Daerah
Pada Pemerintah Kabupaten Minahasa Tahun Anggaran 2012-2014”.Jurnal
EMBA Vol.4 No.1 Maret 2016, Hal. 898-906.Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado
Rosidah Nofi.2017.”Analisis Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur”.jurnal Ilmu dan
Riset Akuntansi Volume 6, Nomor 10(2017).ISSN : 2460-0585.Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) SURABAYA.
Pangkey dan Pinatik. 2015.”Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Anggaran Balanja
Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara”. Jurnal
EMBA. ISSN 2303-1174. Vol.3, No.4, Hal 33-43
Rahman, N. A., Naukoko ,A., dan Londah, A.2014. “Analisis perbandingan
kemampuan keuangan daerah di propinsi Sulawesi Utara (studi pada kota
Manado dan kota Bitung Tahun 2008-2012)”. Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi Vol. 14 No.3
Tamasoleng, adelstin. 2015.”Analisis Efektivitas Pengelolaan Anggaran Di
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro”. Jurnal Riset Bisnis Dan
Manajemen Vol. 3. No. 1. 97-110. Universitas Sam Ratulangi.
9
Ropa Mega Oktavia.2016.”Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten
Minahasa Selatan”.ISSN 2303-1174.
Budiarso et al.2015.”Analisis Efisiensi dan Efektivitas Pengelolaan Keuangan
Daerah pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa”.ISSN 2303-
1174.
Joko Pramono, 2014, Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Surakarta). Among
Makarti, Vol.7 No.13, Juli 2014
Bastian.2010. Akuntansi Sektor Publik.Edisi 3 . Yogyakarta: BPFE.
Mahmudi.2016. Akuntansi Sektor Publik Edisi Revisi. Yogyakarta: UII Pres
Yogyakarta
Republik Indonesia. Undang-Undang No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Jakarta.
Republik Indonesia.UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta
PP No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah. Jakarta
Pemendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Jakarta
Republik Indonesia.Pemendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Jakarta
Retno Dwijayanti dan Rusherlistyanti .2013.Analisis Perbandingan Kinerja
Keuangan Pemerintah Propinsi Seindonesia.Jurnal Ekonomi dan Bisnis.
Volume 12. No 01. Maret 2013.
Saputra et.al.2016.Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam
Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Di Kabupaten
Jembrana tahun 2010-2014.e-Journal Bisma Universitas Pendidikan
Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016).
Rahayu.2016.Analisi Atas Laporan Realisasi Anggaran untuk Mengukur Kinerja
Keuangan Pemerintah Kabupaten Pamekasan.Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan. Universitas Madura. Volume 1 No.01 Mei 2016
Rukayah et.al.2017.Analisis Laporan Realisasi Anggaran Dengan Menggunakan
Rasio Efektivitas dan Rasio Efisiensi Pada Kantor Badan Perijinan Terpadu
10
dan Penanaman Modal Kabupaten Serang.Jurnal Akuntansi.Vol 4 No. 2 Juli
2017.
Sistiana dan Hadi.2014.Derajat Desentralisasi Fiskal Daerah Kabupaten/Kota.
Jurnal Ilmu Administrasi Negara. Volume 12, Nomor 4, Januari 2014 277-
286
Sagay Brian.2013.Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Anggaran
Pendapatan Belanja Kabupaten Minahasa Selatan.ISSN 2303-1174 .
Paat Selly.2013.Perbandingan Kinerja Pengelolaan APBD Antara Pemerintah Kota
Tomohon Dengan Pemerintah Kota Manado,ISSN 2303-1174.
Listiyani dan Dewi.2015.Analisis Laporan Keuangan Dalam Mengukur Kinerja
Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten Sleman.ISSN : 2087-1899.
Kalalo et.al.2014.Pengukuran Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kota
Manado.ISSN 2303-1174.