ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id...

82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Oleh: WAHYUNI H 0307089 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Transcript of ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id...

Page 1: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Oleh:

WAHYUNI

H 0307089

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PANGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur ke hadirat Alloh SWT atas segala limpahan,

rahmat, karunia, dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Ketahanan Pangan

Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo” dengan baik. Skripsi ini disusun

guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari

semua pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S., selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial

Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan selaku Pembimbing Utama yang telah begitu sabar memberikan

bimbingan, nasehat, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi penulis.

3. Ibu Umi Barokah, S.P., M.P., selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan masukannya.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Suprapti S.,MP, selaku penguji yang telah memberikan

bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Ir. Suprapto selaku Pembimbing Akademik, terima kasih atas saran,

nasehat dan arahannya selama ini.

6. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P., selaku Ketua Komisi Sarjana

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan bantuan.

9. Kepala Kesbangpolinmas, BAPPEDA, BPS, Dinas Pertanian, KPPKBN

Kabupaten Sukoharjo, Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo,

Page 4: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Kepala Kantor Kecamatan Bulu, Kepala Desa Puron, Kepala Desa

Karangasem, dan Kepala Desa Kedungsono serta semua responden yang telah

memberikan ijin kepada Penulis untuk melakukan penelitian dan membantu

dalam menyediakan data yang dibutuhkan bagi Penulis.

10. Kedua orang tua sekaligus teladanku, Bapak Parno dan Ibu Mulyani, terima

kasih atas segala doa, dukungan moril maupun materiil, motivasi, semangat,

nasihat, cinta dan kasih sayang, sehingga Penulis dapat menjadi pribadi yang

lebih baik, ijinkan aku membanggakan dan membahagiakan kalian.

11. Kakak-kakakku, Agus Priyanto, Hartini dan Poniyem serta tak lupa

keponakanku Kireina Mutia As-Syifa Apriyanto, terima kasih atas segala,

motivasi, dukungan, semangat, semua saran dan doanya.

12. Keluarga besarku, terima kasih atas bantuan, dukungan serta doa restunya.

13. Teman terdekatku, Susilo Hadi, terima kasih atas doa, dukungan, perhatian,

pengertian, semangat, motivasi dan kesabaran yang luar biasa disela kesibukan

dan kelelahanmu.

14. Sahabat-sahabatku, Desi, Herlina, Linda, mb phina, dan Sabila, Terima kasih

atas persahabatan yang sangat berharga, do’a yang sangat bermakna,

dukungan, motivasi, semangat, keceriaan, saran dan bantuannya.

15. Teman-teman “HIBITU” seperjuangan, terima kasih atas persahabatan dan

kebersamaan yang indah dari awal kuliah sampai saat ini.

16. Semua pihak yang telah membantu Penulis dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat dijadikan sebagai

acuan dan tambahan referensi dalam penulisan skripsi di masa yang akan datang.

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

Page 5: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

RINGKASAN .................................................................................................

SUMMARY ......................................................................................................

I

ii

iii

v

vii

ix

x

xi

xii

I. PENDAHULUAN ................................................................................. A. Latar Belakang …………………………...……………………….. B. Rumusan Masalah .............................................................................. C. Tujuan Penelitian ............................................................................... D. Kegunaan Penelitian ..........................................................................

1 1 4 7 7

II. LANDASAN TEORI ............................................................................. A. Penelitian Terdahulu ……………………………………………...... B. Tinjauan Pustaka ................................................................................

1. Pangan ......................................................................................... 2. Pengeluaran Pangan dan Non Pangan ………………………… 3. Proporsi Pengeluaran Pangan ….................................................. 4. Konsumsi Pangan …...………………………………………..... 5. Rumah Tangga Miskin ...………………………………............. 6. Kemiskinan................………………………………………....... 7. Ketahanan Pangan .……………………………………………..

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ………...……………………. D. Asumsi ……...…………………………………………………..….. E. Pembatasan Masalah …...………………………………….............. F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................................

9 9 11 11 11 12 13 14 15 17 20 21 21 22

III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... A. Metode Dasar Penelitian .................................................................... B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ............................................ C. Metode pengambilan Sampel ............................................................ D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data .................................................

1. Jenis Data ..................................................................................... 2. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................

25 25 25 27 28 28 29

Page 6: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

E. Metode Analisis Data …..……………………………..…………… 1. Analisis Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan terhadap Total

Pengeluaran ................................................................................. 2. Analisis Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga

Miskin .......................................................................................... 3. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dari Total

Pengeluaran dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) ............... 4. Analisis Ketahanan Pangan .........................................................

29 29 30 33 33

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN …………………… A. Keadaan Alam ……………………………………………………... B. Keadaan Penduduk …………………………………………………

1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk …………………………... 2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ……... 3. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha Utama ………

C. Keadaan Perekonomian ……………………………………………. D. Keadaan Pertanian …………………………………………………. E. Kondisi Kemiskinan ………………………………………………..

35 35 36 36 37 39 41 42 43

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………….. A. Karakteristik Rumah Tangga Responden …………………………... B. Pendapatan Rumah Tangga Responden …………………………… C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden …………………………… D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran

Total Rumah Tangga ……………………………………………….. E. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga …………….. F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi

dan protein ………………………………………………………….. G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga …………………………………

45 45 47 49 59 61 65 66

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. A. Kesimpulan ………………………………………………………... B. Saran ………………………………………………………………..

69 69 70

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….

71

Page 7: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

No. Judul

Halaman

1. Ketersedian dan Kebutuhan Pangan Berupa Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2006-2010 ……………………..........................

2

2. Data keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I se Eks-Karisidenan Surakarta Tahun 2009 …………………....................

3

3. Data KK Miskin berdasarkan kelompok Keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I di Kabupaten Sukoharjo ........................

5

4. Indeks Ketahanan Pangan Rumah Tangga …………………........ 18 5. Data KK Miskin menurut Desa di Kecamatan Bulu Tahun

2009……………………………………………………………….

26 6. Jumlah Sampel Responden KK Miskin Tiap Kelurahan ………... 27 7. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan

Protein (AKP) Berdasar Umur dan Jenis Kelamin ………………

32 8. Kategori Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Ketahanan

Pangan ………………………………………………………........

34 9. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2006-2010 ……………………………………..

36 10. Jumlah Kelahiran dan Kematian Penduduk di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2006-2010 ……………………………………..

37 11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 ………………….

38 12. Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 ….

40 13. PDRB Kabupaten Sukoharjo Menurut Lapangan Usaha Atas

Harga Berlaku Tahun 2008-2009 (Jutaan Rupiah) ………………

41 14. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Sukoharjo

Tahun 2010 ………………………………………………………

42 15. Jumlah dan Proporsi Kemiskinan menurut BKKBN di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2006-2010 ……………………………………..

43 16. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Sukoharjo ………………………………………………………...

45 17. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Sukoharjo…………………………………………………………

47 18. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Responden Di Kabupaten

Sukoharjo ………………………………………………………...

48 19. Rata-Rata Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 ……………………

49 20. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Responden

di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 …………………

56 21. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Sukoharjo Bulan Desember 2011 ………………………………..

60

Page 8: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

22. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein, AKG yang dianjurkan, dan Tingkat Konsumsi Gizi Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 …………………...

61 23. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah

Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011……………………………………………………………….

63 24. Hasil Analisis Korelasi Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan

dengan Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011 ………………...

65 25. Jumlah Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo

Menurut Kategori Ketahanan Pangan ............................................

67

Page 9: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Judul

Halaman

1. Skema Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah....................... 21

Page 10: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

Halaman

1. Identitas Responden ………………………………………… 74 2. Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Responden ……………. 75 3. Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Responden ………. 76 4. Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Pengeluaran Total

Rumah Tangga Responden …………………………………...

77 5. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Rumah Tangga Responden ... 78 6. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi

Energi dan Protein Rumah Tangga Responden ……………… 79

7. 8.

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden ……………… Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga ………………….

80 81

9. Peta Kabupaten Sukoharjo …………………………………… 82 10. 11.

Peta Komposit Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo …… Kuesioner ……………………………………………………..

83 84

12. Foto Penelitian ……………………………………………….. 90 13. Surat Ijin Penelitian ………………………………………….. 91

Page 11: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

RINGKASAN

Wahyuni, H0307089. 2012. “Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo”. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. dan Umi Barokah S.P., M.P.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran, besarnya konsumsi energi dan protein, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi dan protein, serta kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi.

Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis dan pelaksanaannya menggunakan teknik survei. Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukoharjo. Penentuan sampel kecamatan dan desa dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan proporsi rumah tangga miskin di Kecamatan dan desa tersebut yang terbesar, yaitu Kecamatan Bulu sedangkan untuk desa terpilih yakni Desa Kedungsono, Desa Karangasem dan Desa Puron. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah analisis proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga, tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga, hubungan proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein, dan ketahanan pangan rumah tangga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya rata-rata proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran adalah 75,77%, artinya pengeluaran konsumsi pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 69,17% dan rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 92,02%. Hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein adalah berlawanan, artinya proporsi pengeluaran konsumsi pangan tinggi, maka konsumsi energi dan proteinnya rendah, dan juga sebaliknya. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo terdiri atas kategori rawan pangan sebesar 80% dan rentan pangan 20%.

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa diperlukan bantuan dari berbagai pihak terutama pemerintah untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga agar lebih kontinyu serta penyuluhan pengetahuan mengenai gizi pada rumah tangga.

Page 12: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

AN ANALYSIS OF POOR HOUSEHOLD FOOD SECURITY IN SUKOHARJO REGENCY

SUMMARY

Wahyuni, H0307089. 2012. " An Analysis Of Poor Household Food Security

In Sukoharjo Regency ". Faculty Of Agriculture. University of Sebelas Maret Surakarta. Under the guidance of Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. and Umi Barokah, S.P., M.P.

This research aim to know the level of expenditure proportion consume the food to totalizeing expenditure, level of consumption of energy and protein, relation between the proportion of food expenditure with the consumption of energy and protein, and the condition of peasant resistance of poor household food security in Sukoharjo Regency seen from the indicators of the proportion of food expenditure and energy consumption levels.

The basic method this Research is analytical descriptive and survey method for field implementation. The research conducted in Sukoharjo Regency. Determination of Sampel of subdistrict and village conducted purposive with the poor household proportion consideration is the biggest in the subdistric and village, that is Bulu Subdistrict of while for the countryside of chosen namely Kedungsono Village, Karangasem Village and Puron Vilage. Types and sources of data used consists of primary data and secondary data. The analyse data used by analysis of expenditure proportion consume the food to totalizeing household expenditure, mount the consumption of energy and household protein, relation of expenditure proportion consume the food from totalizeing expenditure with the consumption of energy and protein, and household food security.

The result of research indicate that the level of mean of expenditure proportion consume the food to totalizeing expenditure is 75,77%, meaning that food expenditure are still taking the lion's share of total poor household expenditure in Sukoharjo Regency. Amount of household energy consumption (TKE) is 69,17% and amount of household protein consumption (TKP) is 92,02%. Relation of between expenditure proportion consume the food with the consumption of energy and protein is adversative, its meaning high level of food expenditure proportion, indicate low level of energy and protein consumption, conversely. The condition of poor household food security in Sukoharjo Regency are consisted the category of food insecurity equal to 80% and food disturbed security 20%.

From this research result can be suggested by that needed by aid from various governmental party especially to increase household earnings, so that more kontinyu and also knowledge counselling of concerning gizi to household.

Page 13: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi alam dan

sumber daya manusia yang melimpah dan beragam. Ketersediaan potensi

yang melimpah tersebut merupakan modal awal dan bekal yang potensial

untuk mendukung pembangunan nasional di segala bidang. Hakikat

pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya

dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, termasuk juga

pembangunan di bidang pertanian sebagai upaya untuk mewujudkan

ketahanan pangan nasional. Batasan mengenai ketahanan pangan berdasarkan

Undang-undang No. 7 tahun 1996 diartikan sebagai segala sesuatu yang

berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah

yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,

termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang

digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan

makanan atau minuman.

Ketahanan pangan merupakan salah satu bagian penting dari

pembangunan pertanian di Indonesia dengan mengingat bahwa Indonesia

adalah negara dengan jumlah penduduk yang besar sehingga membutuhkan

ketersediaan pangan dari hasil pertanian yang mencukupi. Akan tetapi,

persediaan pangan yang cukup secara nasional maupun secara regional tidak

menjamin adanya ketahanan pangan rumah tangga atau individu (Ariningsih

dan Rachman, 2008).

Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu daerah penghasil padi

yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, selain itu jumlah

penduduk di Kabupaten Sukoharjo mengalami peningkatan setiap tahunnya,

sehingga kebutuhan akan pangan juga akan meningkat. Akan tetapi hal ini

tidak menjadi masalah karena Kabupaten Sukoharjo mampu memenuhi

kebutuhan konsumsi pangan terutama untuk komoditas beras. Hal ini dapat

1

Page 14: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

dilihat dalam tabel ketersediaan dan kebutuhan pangan berupa komoditas

beras dibawah ini.

Tabel 1. Ketersedian dan Kebutuhan Pangan Berupa Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2006-2010

Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa) Ketersediaan Kebutuhan

(Ton) Surplus Minus

2006 826.289 190.038,92 76.746 113.292,92 2007 831.613 190.174,48 77.240 112.934,48 2008 837.279 198.772,69 77.766 121.006,69 2009 843.127 210.726,38 78.310 132.416,38 2010 846.978 154.040,53 78.667 75.373,53

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010

Tabel 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Sukoharjo mampu memenuhi

kebutuhan pangan penduduknya yang semakin bertambah tiap tahunnya,

bahkan ketersediaan beras di Kabupaten Sukoharjo selalu mengalami surplus

yang rata-rata mengalami peningkatan. Hal ini tentu menunjukkan bahwa

perkembangan produksi padi di Kabupaten Sukoharjo mengalami

peningkatan, akan tetapi pada tahun 2010 mengalami penurunan surplus

hingga lebih dari setengah dari tahun 2009. Hal ini disebabkan karena pada

tahun 2010, banyak tanaman padi yang terserang hama wereng, selain itu

karena faktor iklim yang tidak mendukung. Kondisi ketersediaan pangan

yang surplus menunjukkan bahwa kondisi ketahanan pangan di Kabupaten

Sukoharjo tinggi. Hal tersebut juga menunjukan bahwa secara regional

ketersediaan pangan di Kabupaten Sukoharjo telah mampu memenuhi

kebutuhan per kapita penduduknya.

Tercapainya ketahanan pangan di tingkat wilayah atau regional tidak

menjamin tercapainya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini

ditunjukkan adanya fakta bahwa walaupun di tingkat nasional dan wilayah

(provinsi) memiliki status tahan pangan terjamin, yang berarti secara regional

daerah tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya yang

ditunjukkan dengan jumlah produksi dan ketersediaan pangan yang tinggi.

Namun di wilayah tersebut masih ditemukan rumah tangga rawan pangan

Page 15: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

(Sudaryanto dan Rusastra, 2000; Rachman, 2004 dalam Ilham dan Sinaga

2008).

Rawan pangan merupakan kebalikan dari ketahanan pangan, yaitu

kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah

tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi

pertumbuhan dan kesehatan masyarakat (Ariningsih dan Rachman, 2008).

Masalah kerawanan pangan secara mikro disebabkan karena kemiskinan

(Media Holdings, 2011).

Kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat kaitannya

dengan kemiskinan. Mereka yang dikategorikan rawan pangan adalah rumah

tangga miskin, karena rumah tangga miskin tidak mengkonsumsi pangan yang

cukup. selain karena daya beli yang rendah, pengetahuan tentang gizi juga

rendah, sehingga dalam mengkonsumsi makanan mereka kurang

mempertimbangkan kandungan gizi pada makanan

Kabupaten Sukoharjo yang dianggap mampu untuk memenuhi

kebutuhan pangan regional ternyata masih memiliki penduduk yang dianggap

rawan pangan karena tergolong sebagai rumah tangga miskin. Menurut

BKKBN yang termasuk sebagai rumah tangga miskin adalah keluarga Pra-

Sejahtera (Pra-KS) dan Keluarga Sejahtera I (KS-I). Berikut merupakan data

keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang tergolong sebagai

rumah tangga miskin se Eks-Karisidenan Surakarta.

Tabel 2. Data keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I se Eks-Karisidenan Surakarta Tahun 2009.

No. Kabupaten Jumlah

KK

Keluarga Pra-Sejahtera (PS)

Keluarga Sejahtera I (KS-I)

Jumlah Proporsi(%) Jumlah Proporsi(%) 1. Boyolali 288.367 111.317 38,60 54.157 18,78 2. Klaten 343.396 78.179 22,27 72.994 21,26 3. Sukoharjo 222.450 52.620 23,65 46.232 20,78 4. Karanganyar 241.804 35.140 14,52 23.381 9,67 5. Wonogiri 324.584 70.717 21,79 65.168 20,08 6. Sragen 267.952 108.723 40,58 49.528 18,48 7. Surakarta 119.488 11.952 10,00 24.893 20,83

Sumber: BPS Jateng, 2010

Page 16: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa jumlah KK miskin di Kabupaten

Sukoharjo yang termasuk dalam keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga

Sejahtera I berada pada tingkat ke lima yaitu sebesar 52.620 KK dan 46.232

KK, dengan proporsi Keluarga Pra-Sejahtera sebesar 23,65% dan Keluarga

Sejahtera I sebesar 20,78%, dimana kedua golongan ini berada pada tingkat

ke tiga, untuk keluarga Pra-Sejahtera setelah Kabupaten Sragen dan

Kabupaten Boyolali sedangkan keluarga Sejahtera I setelah Kabupaten Klaten

dan Kota Surakarta.

Berdasarkan data dari BKKBN Kabupaten Sukoharjo tahun 2010

jumlah KK yang termasuk dalam kelompok KPS (Keluarga Pra-Sejahtera)

dan KS-I (Keluarga Sejahtera-I) tidak dibedakan lagi antara alasan ekonomi

dan non ekonomi adalah sebesar 51.180 KK (22,35%) dan 45.598 KK

(19,91%). Dari sisi jumlah KK yang termasuk dalam rumah tangga miskin

kedua kelompok ini sama-sama mengalami penurunan dari tahun 2009, akan

tetapi dari jumlah tersebut terlihat bahwa jumlah KPS dan KS-1 di Kabupaten

Sukoharjo masih terbilang tinggi. Dilihat dari kondisi kemiskinan di

Kabupaten Sukoharjo yang merupakan produsen padi, dihadapkan pada

kenyataan bahwa daerah yang mempunyai basis perekonomian pada sektor

pertanian dan produktivitas pertanian yang lebih baik justru memiliki jumlah

masyarakat miskin yang tinggi. Hal ini ditunjukan pada Tabel 1, dimana

ketersedian pangan berupa beras di Kabupaten Sukoharjo selalu mengalami

surplus tiap tahunnya. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan

penelitian mengenai ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten

Sukoharjo.

B. Rumusan Masalah

Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat,

baik kuantitas maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau daya beli

masyarakat. Kekurangan pangan atau rawan pangan tidak hanya dapat

menimbulkan dampak sosial, ekonomi, bahkan dapat mengancam keamanan

sosial. Rawan pangan merupakan kebalikan dari ketahanan pangan, yaitu

kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh pangan yang cukup dan sesuai

Page 17: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

untuk hidup sehat dan beraktivitas dengan baik untuk sementara waktu dalam

jangka panjang, kondisi ini dapat saja sedang terjadi atau berpotensi untuk

terjadi (Kompas, 2004 dalam Hendra, 2008). Masalah kerawanan pangan

secara mikro disebabkan karena kemiskinan, karena meskipun komoditas

pangan tersedia namun apabila harga terlalu tinggi dan tidak terjangkau daya

beli rumah tangga maka rumah tangga tidak akan dapat mengakses pangan

yang tersedia dengan tingkat pendapatan yang mereka dapatkan.

Kabupaten Sukoharjo yang merupakan salah satu kabupaten sebagai

produsen padi ternyata masih memiliki jumlah KK miskin yang bisa di bilang

tidak sedikit. Berikut merupakan data jumlah KK miskin menurut kelompok

Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I berdasarkan BKKBN di kabupaten

Sukoharjo.

Tabel 3. Data KK Miskin Berdasarkan Kelompok Keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I di Kabupaten Sukoharjo

No Kecamatan Keluarga Pra-

Sejahtera Keluarga Sejahtera I KK Miskin

Jumlah Proporsi(%) Jumlah Proporsi(%) Jumlah Proporsi(%) 1. Bulu 4.503 42,08 3.075 28,73 7.578 70,81 2. Weru 6.593 41,49 3.944 24,82 10.537 66,32 3. Tawangsari 5.670 37,03 2.714 17,72 8.384 54,75 4. Bendosari 6.179 36,67 3.012 17,87 9.191 54,54 5. Mojolaban 7.477 32,32 4.564 19,73 12.041 52,04 6. Polokarto 4.973 23,13 4.029 18,74 9.002 41,91 7. Gatak 3.387 24,18 2.609 18,63 5.996 42,81 8. Nguter 3.424 21,21 1.842 11,41 5.266 32,62 9. Sukoharjo 3.067 14,28 5.848 27,23 8.915 41,51 10. Grogol 3.473 11,27 5.573 18,09 9.046 29,36 11. Baki 1.093 6,91 4.080 25,80 5.173 32,71 12. Kartasura 1.341 4,91 4.308 15,76 5.649 20,67

Sumber : BKKBN Kabupaten Sukoharjo, 2010.

Tabel 3 menunjukkan bahwa Kecamatan Bulu merupakan kecamatan

yang memiliki proporsi jumlah rata-rata KK miskin tertinggi yaitu sebesar

70,81%. Kecamatan Bulu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo yang rata-rata penduduknya bermata pencahariaan sebagai petani.

Pada tahun 2006, tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia sekitar 17,8

persen atau sekitar 40 juta jiwa. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, sekitar

68 persen tinggal di pedesaan, dan umumnya bekerja pada sektor pertanian

atau berbasis pertanian. Data tersebut tidak jauh berbeda dengan data di

Page 18: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

tingkat dunia, yaitu setengah dari kelompok miskin ini adalah petani kecil, dan

seperlima dari kaum miskin tersebut adalah para buruh tani yang tidak mampu

memproduksi bahan pangan untuk kebutuhan keluarganya sendiri (Lamba,

2006).

Kecamatan Bulu sendiri terletak pada ketinggian 118 meter di atas

permukaan laut (dpl), dengan luas wilayah 43,86 km2 atau 4.386 hektar yang

rata-rata lahannya merupakan lahan kering. Penggunaan lahan di Kecamatan

Bulu terbagi menjadi dua yaitu lahan sawah dan lahan kering. Luas yang ada

terdiri dari 1.117 hektar atau 25,47% lahan sawah dan 3.269 hektar atau

75,53% lahan kering. Lahan kering menurut Utomo (2002) dalam Wisnu dkk

(2005) mendifinisikan lahan kering sebagai hamparan lahan yang

didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun

musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Ketahanan pangan

rumah tangga petani di wilayah pertanian lahan kering relatif menyebabkan

kemiskinan.

Upaya mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga bukan

persoalan yang sederhana. Keterbatasan pemenuhan kebutuhan pangan dalam

rumah tangga antara lain disebabkan karena keterbatasan fisik dan ekonomi,

bencana alam serta berbagai faktor sosial masyarakat, terutama untuk rumah

tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo dimana jumlah proporsi terbanyak

berada pada Kecamatan Bulu dengan kondisi geografis daerah tersebut

berdominasi lahan kering dan sebagian masyarakat bermatapencahariaan

sebagai petani. Dimana tingkat pendapatan mereka dari kegiatan pertanian

akan berpengaruh pada akses pangan dan ketahanan pangan rumah tangga.

Menurut Malassis dan Ghersi (1992) dalam Irawan ( 2002) penggunaan nilai

kalori dan nilai protein sudah cukup untuk menggambarkan kecukupan pangan

rumah tangga karena konsumsi kalori terkait erat dengan kemampuan manusia

untuk hidup secara aktif, sedangkan konsumsi protein dibutuhkan untuk

memulihkan sel-sel tubuh yang rusak pada usia dewasa atau untuk menjamin

pertumbuhan normal pada usia muda. Berdasarkan uraian di atas akan

dilakukan penelitian dengan rumusan masalah sebagai berikut :

Page 19: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

1. Berapa besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total

pengeluaran rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo?

2. Berapa besarnya konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin di

Kabupaten Sukoharjo?

3. Bagaimana hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari

total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein rumah tangga

miskin di Kabupaten Sukoharjo?

4. Bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten

Sukoharjo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat

konsumsi energi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap

total pengeluaran rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo.

2. Mengetahui besarnya konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin di

Kabupaten Sukoharjo.

3. Mengetahui hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari

total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein rumah tangga

miskin di Kabupaten Sukoharjo.

4. Mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten

Sukoharjo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat

konsumsi energi.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang

berkaitan dengan topik penelitian dan merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, penelitian ini berguna sebagai

sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam pengambilan

Page 20: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan

pangan di Kabupaten Sukoharjo.

3. Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai wacana dalam menambah

pengetahuan mengenai ketahanan pangan rumah tangga miskin di

Kabupaten Sukoharjo.

4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Page 21: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian Rachman, dkk (2003) yang berjudul Distribusi Provinsi di

Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga menyatakan

bahwa secara nasional pada tahun 1999 lebih dari 30% rumah tangga di

Indonesia tergolong rawan pangan, di daerah kota sekitar 27% dan di

pedesaan sekitar 33%. Dari 26 provinsi di Indonesia 5 provinsi yang memiliki

proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi adalah Jawa Timur, Nusa

Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari sisi

ekonomi rumah tangga rawan pangan diindikasikan oleh pangsa pengeluaran

pangan yang tinggi dan dari tingkat konsumsi energinya kurang. Hal ini

membuktikan bahwa aspek pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap

pangan merupakan faktor penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah

tangga.

Ilham dan Sinaga (2008) dalam penelitiannya yang berjudul

Penggunaan Pangsa Pengeluaran Pangan sebagai Indikator Komposit

Ketahanan Pangan, menyatakan bahwa hubungan antara kedua variabel yaitu

pangsa pengeluaran pangan berlawanan arah dengan konsumsi energi dan

konsumsi protein setiap penduduk. Selain itu mereka juga menyimpulkan

bahwa pangsa pengeluaran pangan layak dijadikan indikator ketahanan

pangan karena mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai ukuran

ketahanan pangan yaitu tingkat konsumsi, keanekaragaman pangan, dan

pendapatan serta memiliki ciri dapat diukur dengan angka, cukup sederhana

untuk memperoleh dan menafsirkannya, objektif, dan responsive terhadap

perubahan-perubahan akibat adanya perubahan kondisi perekonomian,

kebijakan dan program pembangunan.

Alfiasari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Modal Sosial dan

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Tanah Sereal dan

Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Menyatakan bahwa pada tahun 2003

terdapat perbedaan yang mencolok antara desa dan kota, yang mana sebagian

9

Page 22: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

besar wilayah perkotaan (56,2%) tergolong dalam kategori 55-56%

pengeluaran total yang digunakan untuk pangan. Sementara itu, sebagian besar

wilayah pedesaan (63,0%) tergolong dalam kategori 65-75%pengeluaran total

yang digunakan untuk pangan. Apabila diasumsikan bahwa semakin besar

persentase pengeluaran untuk pangan menunjukan semakin rendahnya

kemampuan ekonomi rumah tanggaa, maka kondisi tersebut menegaskan

bahwa kemampuan ekonomi rumah tangga di perkotaan lebih tinggi di

banding wilayah pedesaan.

Dina (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Ketersediaan

Pangan Pokok Dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu

Kabupaten Sukoharjo menyimpulkan bahwa rata-rata Tingkat Konsumsi

Energi (TKE) rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

yaitu 70,08 % dan tergolong tergolong kurang. Sedangkan rata-rata Tingkat

Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga yaitu 95,36 % dan tergolong sedang.

Berdasarkan sebaran kategori TKE, sejumlah 46,67 % rumah tangga termasuk

kategori kurang. Sedangkan berdasarkan sebaran kategori TKP, 43,33 %

rumah tangga termasuk kategori sedang. Sejumlah 60% rumah tangga

termasuk tidak tahan pangan energi dan 53,33 % termasuk rumah tangga tahan

pangan protein. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak rumah tangga yang

tahan pangan protein daripada rumah tangga tahan pangan energi.

Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam

mengenai pola pengeluaran pangan dan pola konsumsi rumah tangga miskin

di Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa

pengeluaran konsumsi merupakan indikator ketahanan pangan, dimana

pengeluaran konsumsi untuk pangan lebih mendominasi. Tinggimya proporsi

pengeluaran konsumsi pangan dapat menunjukan bahwa terjadinya penurunan

kesejahteraan rumah tangga yang akan mempengaruhi ketahanan pangan

rumah tangga.

Page 23: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

B. Tinjauan Pustaka

1. Pangan

Pangan menurut Undang-Undang No.7 Tahun 1996 adalah segala

sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak

diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi

manusia, termasuk bahan tambahan makanan, bahan baku pangan dan

bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan atau

pembuatan makanan dan minuman (BPOM RI, 1996).

Pangan adalah segala bahan yang bila dimakan atau masuk ke dalam

tubuh akan membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan

tenaga atau mengatur semua proses dalam tubuh. Disamping itu makanan

juga mengandung nilai tertentu bagi berbagai kelompok manusia, suku/

bangsa atau perseorangan; yakni unsur kesehatan, memberikan rasa

kenyang dan nilai yang dikaitkan dengan faktor-faktor lain seperti emosi

atau perasaan, tingkat sosial, agama atau kepercayaan dan lain-lain

(Handajani, 1994).

Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohirat, lemak, protein, vitamin,

mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai

kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Penentu

ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional dan lokal dilihat dari

tingkat produksi, permintaan, persediaan dan perdagangan pangan.

Sementara itu penentu utama ditingkat rumah tangga adalah akses fisik

dan ekonomi terhadap pangan, ketersediaan pangan dan resiko yang terkait

dengan akses serta ketersediaan pangan tersebut (Sawit dan Ariani, 1997).

2. Pengeluaran Pangan dan Non Pangan

Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokan ke

dalam dua kategori besar, yaitu kebutuhan akan pangan dan bukan pangan.

Dengan demikian, pada tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan

mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kedua kebutuhan

tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang dibutuhkan seseorang akan

mencapai titik jenuh, sementara kebutuhan bukan pangan termasuk

Page 24: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

kualitas pangan tidak terbatasi dengan cara yang sama. Dengan demikian,

besaran pendapatan (yang diproksi dengan pengeluaran total) yang

dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan

sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Atau

dengan kata lain semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, berarti

semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan. Sebaliknya,

semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut

semakin sejahtera (Purwantini dan Ariani, 2008).

Secara umum kebutuhan konsumsi atau pengeluaran rumah tangga

berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan, dimana kebutuhan

keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas, terlebih dahulu

mementingkan kebutuhan konsumsi pangan. Sehingga dapat dilihat pada

kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah, sebagian besar

pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Namun

demikian seiring dengan pergeseran dan peningkatan pendapatan, proporsi

pola pengeluaran untuk makan akan menurun dan meningkatnya

peneluaran untuk kebutuhan non pangan (Sugiarto, 2008).

3. Proporsi Pengeluaran Pangan

Pengeluaran total dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu

pengeluaran untuk pangan dan barang-barang bukan pangan. Proporsi

antara pengeluaran pangan dan bukan pangan juga digunakan sebagai

indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan

rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran pangan dapat diungkapkan

bahwa semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat

kesejahteraan atau ketahanan rumah tangga semakin rendah atau rentan.

Hukum Engel menyatakan dengan asumsi selera seseorang adalah tetap,

proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan akan semakin kecil

seiring dengan semakin meningkatnya pendapatan

(Ariani dan Purwantini, 2008)

Berdasarkan data pengeluaran keluarga menurut Badan Pusat

Statistik 1997 diungkapkan tentang pola konsumsi keluarga dengan

Page 25: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk pangan dan non

pangan. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser

dari pengeluaran pangan ke pengeluaran non pangan. Pada umumnya

keluarga akan mengalokasikan setiap pendapatannya utuk memenuhi

kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yaitu berupa pangan. Apabila

kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, maka keluarga akan

mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan non pangan

(Yulia dkk, 1999).

4. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah

tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukan bahwa telaahan dan

jumlah pangan yang dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dikonsumsi

berdasarkan kriteria tertentu disebut pola konsumsi pangan

(Hardinsyah dan Martianto, 1992).

Konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Menurut Harper et.al. ada empat factor utama yang

mempengaruhi konsumsi pangan sehari-hari, yaitu :

a. Produksi pangan untuk keperluan rumah tangga

b. Pengeluaran uang untuk pangan rumah tangga

c. Pengetahuan gizi (mempengaruhi point a dan b)

d. Tersedianya pangan (dipengaruhi oleh point a dan b)

(Suhardjo dkk, 1988)

Menurut Handajani (1994), tingkat konsumsi pangan kaitanya

dengan pendapatan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Initial stage, pada tingkat ini makanan yang dibeli semata-mata hanya

untuk mengatasi rasa lapar. Makanan yang dikonsumsi hanya kalori,

dan biasanya hanya berupa bahan-bahan karbohidrat saja. Dalam hal

ini kualitas pangan hampir tidak terpikirkan. Karakteristik tingkat ini,

ada korelasi erat antara pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Jika

pendapatan naik, maka tingkat konsumsi pangan akan naik.

Page 26: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

b. Marginal stage, pada tingkat ini korelasi antara tingkat pendapatan dan

tingkat konsumsi pangan tidak linear, artinya kenaikan pendapatan

tidak memberi reaksi yang proporsional terhadap tingkat konsumsi

pangan.

c. Stable stage, pada tingkat ini kenaikan pendapatan tidak memberikan

respon terhadap kenaikan konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada

kecenderungan mengkonsumsi pangan secara berlebihan, tanpa

mempertimbangkan gizi.

5. Rumah Tangga Miskin

Menurut kegiatan ekonominya, ada rumahtangga miskin yang pasif

dan sebagian ada yang aktif. Anak-anak yang terlantar, kemudian

gelandangan dan pengemis berbeda sekali karakternya dengan petani

misalnya. Komunitas petani seringkali terjebak ke dalam situasi

kemiskinan, meski curahan waktu kerjanya lebih intensif. Komunitas

petani, meski sebagian besar tergolong miskin, memiliki peran strategis

dalam perekonomian regional maupun nasional. Mereka memasok hasil

produksi untuk kebutuhan konsumsi dan bahan baku produksi sektor

manufaktur (Yukha, 2007).

Dimensi pengeluaran untuk kebutuhan pangan diukur berdasarkan

standar minimum kebutuhan makanan yang dibutuhkan individu untuk

hidup sehat yaitu setara dengan 2.100 kkal energy/kapita/hari dan 50 gram

protein/kapita/hari (WNPG, 1978). Berdasarkan standar ini, rumah tangga

miskin adalah rumah tangga yang pengeluaran untuk kebutuhan

pangannya berada dibawah nilai minimum untuk memenuhi kebutuhan

anggota rumah tangganya sesuai dengan standar kebutuhan minimum

tersebut (Aswatini dkk, 2004).

Pada Program Keluarga Sejahtera sesuai Inpres No.3 tahun 1996,

miskin disebut dengan istilah “kurang sejahtera”, yaitu keluarga yang

tergolong Pra Sejahtera dan Sejahtera I. Atas dasar batasan ini, BKKBN

mengkategorikan semua rumahtangga di Indonesia dalam lima kategori

kesejahteraan, yakni:

Page 27: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

a. Keluarga Pra Sejahtera,

b. Keluarga Sejahtera I,

c. Keluarga Sejahtera II,

d. Kelauarga Sejahtera III, dan

e. Keluarga Sejahtera III plus.

Rumah tangga miskin menurut BKKBN berdasarkan indikator

Keluarga Sejahtera I (KS-I) :

a. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.

b. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah,

bekerja/ sekolah dan bepergian

c. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai, dan dinding

yang baik

d. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan

e. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan

kontrasepsi

f. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah

Diluar indikator diatas atau jika suatu rumah tangga yang tidak

memenuhi salah satu indikator Keluarga Sejahtera I diatas maka rumah

tangga tersebut dapat dikatakan sebagai keluarga pra-sejahtera

(BKKBN, 2010).

6. Kemiskinan

BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi

dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak

mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat

desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,

pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan

lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak

kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik,

baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar

masyarakat miskin ini, BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan

Page 28: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach),

pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar

(human capability approach) dan pendekatan objective and subjective

(Sahdan, 2005).

Kemiskinan bisa diartikan sebagai situasi yang serba kekurangan

yang terjadi bukan karena dikehendaki si miskin, melainkan karena tidak

dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Dengan demikian

mengentaskan penduduk miskin itu perlu bantuan pihak luar dari si miskin

itu sendiri. Orang miskin bukanlah orang yang tidak memiliki apapun,

melainkan orang memiliki sesuatu namun sedikit (Shintawati, 2003).

World Bank (2000) menyebutkan bahwa kemiskinan mempunyai

empat dimensi yaitu kurangnya kesempatan (luck of opportunity),

rendahnya kemampuan (low capabilities), rendahnya tigkat ketahanan

(low level of security), dan rendahnya pemberdayaan (empowerment). Ciri

utama yang terlihat dari keempat dimensi kemiskinan tersebut adalah

rendahnya pendapatan dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia akibat

ketidakmampuan orang miskin untuk mengakses kesempatan ekonomi dan

pendidikan yang tersedia. Terkait dengan upaya-upaya penguatan

ketahanan pangan rumah tangga miskin, hal mendasar yang menentukan

tercukupinya pangan di tingkat rumah tangga baik jumlah maupun

mutunya secara aman dan terjangkau adalah bagaimana mengubah

sumberdaya-sumberdaya yang pada rumah tangga miskin dan

lingkungannya menjadi modal-modal ekonomi yang dimanfaatkan untuk

mengakses pangan sesuai dengan norma gizi yang berlaku. Modal

ekonomi disini tentu tidak hanya dalam bentuk uang yang kasat mata

namun juga mencakup modal-modal lain yang ada di dalam masyarakat

yang dalam kondisi tertentu dapat dikonversi dalam bentuk uang.

Keterbatasan modal berupa uang, modal alam, modal fisik, dan juga modal

manusia yang dimiliki rumah tangga miskin khususnya dalam pemenuhan

pangan rumah tangga kiranya membutuhkan pendorong berupa

sumberdaya yang dimiliki dari hubunga-hubungan sosial yang dimiliki

Page 29: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

anggota masyarakat, yang dikenal sebagai modal sosial

(Alfiasari dkk, 2009).

7. Ketahanan Pangan

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan,

pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam

jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian

tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional

harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi-kondisi berikut :

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan

pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang

berasal dari tamanan, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, yang bermanfaat bagi

pertumbuhan dan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, dengan pengertian

bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta

aman menurut kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dengan pengertian

bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan setiap

saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa

pangan mdah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

(Soetrisno, 2005).

Definisi ketahanan pangan menurut undang-undang No.7 Tahun

1996 adalah “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang

tercermin dari tersediannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan dapat dicapai,

apabila ada system pangan nasional yang kuat, yaitu segala sesuatu yang

berhubungan dengan pengetahuan, pembinaan dan pengawasan terhadap

Page 30: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai

dengan siap dikonsumsi manusia (Badan Ketahanan Pangan, 2010).

Ketahanan pangan merupakan terjemahan dari food security,

secara luas diartikan sebagai terjaminnya akses pangan bagi setiap

individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya agar dapat hidup sehat

dan beraktivitas (Ariningsih dan Rachman, 2008).

Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Sinaga (2008), ketahanan

pangan rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator, antara lain: (1)

tingkat kerusakan tanaman, ternak dan perikanan, (2) penurunan produksi

pangan, (3) tingkat ketersediaan pangan di rumah tangga, (4) proporsi

pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan

utama yang umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan

sosial, seperti migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi

pangan berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8)

status gizi. Makin besar angka ketersediaan pangan untuk dikonsumsi,

makin tersedia pangan di tingkat nasional. Aksesibilitas pangan dapat

diproksi dari tingkat konsumsi rumah penduduk yang ada dari data

Susenas. Makin tinggi konsumsi penduduk makin tinggi pula akses

penduduk tersebut terhadap pangan.

Indeks ketahanan pangan ditingkat rumah tangga dikategorikan

seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Indeks Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Kontinyuitas ketersediaan

pangan

Kualitas/keamanan pangan: Konsumsi protein hewani dan/atau nabati

Protein hewani dan nabati/protein hewani saja

Protein nabati saja

Tidak ada konsumsi protein

hewani, dan nabati

Kontinyu Tahan Kurang tahan Tidak tahan Kurang kontinyu

Kurang tahan Tidak tahan Tidak tahan

Tidak kontinyu

Tidak tahan Tidak tahan Tidak tahan

Page 31: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Berdasarkan matrik tersebut, maka rumah tangga dapat dibedakan

menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang memiliki

persedian pangan/makanan pokok secara kontinyu (diukur dari

persediaan makan selama jangka masa satu panen dengan panen

berikutnya dengan frekuensi makan 3 kali atau lebih per hari serta

akses langsung) dan memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan

nabati atau protein hewani saja.

b. Rumah tangga kurang tahan pangan adalah rumah tangga yang

memiliki:

1) Kontinyuitas pangan/makanan pokok kontinyu, tetapi hanya

mempunyai pengeluaran untuk protein nabati saja

2) Kontinyuitas ketersediaan pangan/makanan kurang kontinyu dan

mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan nabati

c. Rumah tangga tidak tahan pangan adalah rumah tangga yang dicirikan

oleh:

1) Kontinyuitas ketersediaan pangan kontinyu, tetapi tidak memiliki

pengeluaran untuk protein hewani maupun nabati

2) Kontinyuitas ketersediaan pangan kontinyu kurang kontinyu dan

hanya memiliki pengeluaran untuk protein hewani atau nabati, atau

tidak untuk kedua-duanya

3) Kontinyuitas ketersediaan pangan tidak kontinyu walaupun

memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan nabati

4) Kontinyuitas ketersediaan pangan tidak kontinyu dan hanya

memiliki pengeluaran untuk protein nabati saja, atau tidak untuk

kedua-duanya

(PPK-LIPI, 2004).

Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional Tahun 1996,

ketahanan pangan rumah tangga didefinisikan dalam beberapa alternatif

rumusan, yaitu (i) kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan

anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu, dan ragam sesuai dengan bu-

Page 32: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

daya setempat dari waktuke waktu agar hidup sehat; (ii) kemampuan

rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari produk

sendiri dan atau membeli dari waktu ke waktu agar dapat hidup; dan (iii)

kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan

anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat (Sudrajat, 2010).

C. Kerangka Berfikir Pendekatan Masalah

Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat,

baik kuantitas maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau daya beli

masyarakat. Kekurangan pangan tidak hanya dapat menimbulkan dampak

sosial, ekonomi, bahkan dapat mengancam keamanan sosial. Persediaan

pangan yang cukup secara nasional tidak menjamin adanya ketahanan pangan

tingkat regional maupun rumah tangga atau individu. Menurut FAO (1997)

dalam Idur (2007), mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi di mana

semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk

memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah

tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Hal ini

berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang memadai,

stabilitas dan akses terhadap pangan-pangan utama. Determinan dari

ketahanan pangan dengan demikian adalah daya beli atau pendapatan yang

memadai untuk memenuhi biaya hidup.

Pada kondisi pendapatan yang terbatas, akan lebih dulu mementingkan

kebutuhan konsumsi pangan selain itu juga akan mempengaruhi jumlah

pangan yang akan di konsumsi. Seiring dengan pergeseran dan peningkatan

pendapatan, proporsi pengeluaran untuk makan akan menurun dan

meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan non pangan. Sisa pendapatan

untuk pengeluaran pangan dan non pangan akan ditabung untuk investasi.

Akan tetapi, pada kelompok masyarakat dengan pandapatan rendah, sebagian

besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga

kemungkinan besar mereka tidak menabung.

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari

cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga

Page 33: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Untuk mengukur derajat ketahanan

pangan tingkat rumah tangga, digunakan dua indikator ketahanan pangan,

yaitu proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi

(Jonsson dan Toole dalam Rachman dan Ariani, 2002).

Adapun skema kerangka teori dan pendekatan masalah dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah

D. Asumsi

Diasumsikan jika energi terpenuhi dari beragam pangan maka zat gizi lain

juga terpenuhi.

E. Pembatasan Masalah

1. Harga barang baik pangan dan bukan pangan berdasarkan harga saat

penelitian dilakukan yaitu pada bulan November-Desember 2011.

2. Pengeluaran pangan dan pengeluaran bukan pangan masing-masing

dikonversikan kedalam rata-rata pengeluaran perbulan.

Pendapatan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo

Total Pengeluaran Rumah Tangga Miskin di Kabupaten

Sukoharjo

Konsumsi Pangan Pengeluaran Pangan

Pengeluaran Bukan Pangan

Tingkat Konsumsi

Protein

Tingkat Konsumsi

Energi

Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Total

Pengeluaran

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di

Kabupaten Sukoharjo

Page 34: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,

bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman

(Undang-Undang No.7 Tahun 1996).

2. Rumah Tangga Miskin menurut BKKBN, Program Keluarga Sejahtera

sesuai Inpres No.3 tahun 1996, miskin disebut dengan istilah “kurang

sejahtera”, yaitu keluarga yang tergolong Pra Sejahtera dan Sejahtera I.

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data dari Kantor

Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sukoharjo.

3. Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan atau minuman yang dimakan

atau diminum oleh penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi

kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan

protein.

4. Konsumsi non pangan adalah sejumlah barang atau jasa yang dikonsumi

oleh rumah tangga miskin yang terdiri dari perumahan, barang dan jasa,

pendidikan, kesehatan, sandang, barang tahan lama, pajak, asuransi dan

kebutuhan sosial.

5. Pengeluaran pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh rumah

tangga untuk memenuhi kebutuhan pangannya dalam satuan rupiah.

Pengeluaran pangan rumah tangga terdiri dari pengeluaran untuk padi-

padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-

kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-

bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, tembakau dan

sirih yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

6. Pengeluaran non pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh

rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan diluar pangannya dalam satuan

rupiah. Pengeluaran non pangan terdiri dari pengeluaran untuk perumahan,

barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan

Page 35: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan

upacara, yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

7. Pengeluaran total rumah tangga adalah sejumlah uang yang dikeluarkan

rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya yang diperoleh dari

penjumlahan pengeluaran pangan dengan pengeluaran non pangan dalam

satuan rupiah per bulan.

8. Proporsi pengeluaran pangan adalah persentase perbandingan antara

jumlah pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total

keseluruhan pengeluaran yang dikeluarkan, yang dinyatakan dalam %.

Proporsi atau pangsa pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran

pangan rumah tangga merupakan indikator ketahanan pangan rumah

tangga yang sangat penting.

9. Konsumsi Energi adalah sejumlah energi pangan yang dinyatakan dalam

kilokalori (kkal) yang dikonsumsi per orang per hari.

10. Konsumsi Protein adalah sejumlah protein pangan yang dinyatakan dalam

gram yang dikonsumsi per orang per hari.

11. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah persentase antara perbandingan

konsumsi energi dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan

dan dinyatakan dalam %.

12. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah persentase antara perbandingan

konsumsi protein dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) yang

dianjurkan dan dinyatakan dalam %.

13. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah sejumlah zat gizi yang diperlukan

oleh seseorang atau rata-rata kelompok orang untuk memenuhi kebutuhan.

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan sesuai dengan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan No.1593/Menkes/SK/IX/2005 yaitu berdasarkan umur

dan jenis kelamin.

14. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) adalah daftar yang

menyajikan komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat gizi

dari bahan makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

Page 36: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

15. Ketahanan Pangan Rumah Tangga adalah kondisi terpenuhinya pangan

bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup

dalam jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau (UU RI No.7 Tahun

1996). Dalam penelitian ini ketahanan pangan tingkat rumah tangga dilihat

dari proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran dan tingkat

konsumsi energi (TKE)

16. Recall adalah suatu metode pengukuran konsumsi makanan dengan

mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode

24 jam yang lalu. Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali

dengan menyatakan dalam bentuk Ukuran Rumah Tangga (URT), dari

URT jumlah pangan dikonversikan kedalam satuan berat (gram) dengan

menggunakan daftar URT yang umum berlaku atau dibuat sendiri pada

saat survey (Suhardjo dkk, 1988).

Page 37: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitis. Menurut Surakhmad (1994), metode deskriptif analitis

adalah suatu metode yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah

yang ada pada masa sekarang. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau sekelompok orang

tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala

atau lebih.

Metode deskriptif menurut Surakhmad (1994) mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Memusatkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada

masalah-masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian

dianalisa (karena itu metode ini sering disebut metode analitik).

Adapun teknik pelaksanaan penelitian yang digunakan adalah dengan

cara survei, penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun

dan Effendi, 1995).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Metode pengambilan daerah sampel dilakukan dengan purposive

sampling, yaitu penentuan daerah sampel yang diambil secara sengaja

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Surakhmad, 1994).

Pemilihan daerah penelitian adalah secara purposive sampling berdasarkan

pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan kecamatan dengan proporsi

jumlah KK miskin tertinggi yakni Kecamatan Bulu seperti yang terlihat pada

Tabel 3.

Penentuan desa dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu

sama dengan pertimbangan pemilihan daerah sampel kecamatan yaitu

25

Page 38: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

proporsi jumlah rumah tangga miskin tertinggi. Berikut merupakan data KK

miskin menurut desa di Kecamatan Bulu tahun 2009.

Tabel 5. Data KK Miskin menurut Desa di Kecamatan Bulu Tahun 2009

No Desa Keluarga Pra-Sejahtera

Keluarga Sejahtera I Jumlah Proporsi

(%) 1. Sanggang 323 152 475 64,54 2. Kamal 212 362 574 74,64 3. Gentan 457 250 707 75,37 4. Kedungsono*) 397 333 730 75,96 5. Tiyaran 424 361 785 75,85 6. Bulu 305 337 642 67,44 7. Kunden 380 179 559 64,11 8. Puron*) 341 261 602 81,02 9. Malangan 418 226 644 60,47 10. Lengking 274 242 516 68,98 11. Ngasinan 477 329 806 75,05 12. Karangasem*) 493 132 625 82,02

Sumber : Kecamatan Bulu dalam Angka 2009/2010. Keterangan : *) : Daerah penelitian

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa desa yang mempunyai

proporsi jumlah KK miskin tertinggi adalah Desa Karangasem yaitu sebesar

82, 02%, kemudian Desa Puron dengan proporsi KK miskin sebesar 81, 02%

dan Desa Kedungsono sebesar 75, 96%. Pemilihan desa dengan melihat

proporsi dari jumlah KK miskin tertinggi adalah untuk menghindari kebiasan

data, karena untuk jumlah KK miskin tinggi belum tentu menggambarkan

keadaan daerah tersebut. Misalkan saja daerah tersebut mepunyai KK miskin

tinggi akan tetapi jumlah penduduk di daerah tersebut juga tinggi, jadi akan

menjadi wajar, berbeda halnya jika daerah tersebut memiliki KK miskin

tinggi akan tetapi jumlah penduduknya sedikit.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih Desa Karangasem,

Desa Puron dan Desa Kedungsono. Pemilihan tiga desa di Kecamatan Bulu

juga mempunyai maksud agar lebih dapat menggambarkan keadaan di

Kabupaten Sukoharjo.

Page 39: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

C. Metode Pengambilan Sampel

Menurut Singarimbun dan Efendi (1995), data yang dianalisis harus

menggunakan jumlah sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti

distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang distribusinya normal

adalah sampel yang jumlahnya minimal 30. Populasi dalam penelitian ini

adalah rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo berdasarkan kriteria data

dari BKKBN.

Penentuan jumlah sampel rumah tangga miskin dari desa terpilih

dilakukan secara proporsional, yaitu penentuan jumlah sampel berdasarkan

jumlah populasinya dengan menggunakan rumus :

Ni = NNk

x 30

Dimana :

Ni : Jumlah rumah tangga miskin sampel

Nk : Jumlah rumah tangga miskin di tiap kelurahan

N : Jumlah rumah tangga miskin diseluruh kelurahan

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel dari setiap kelurahan

adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Jumlah Sampel Responden KK Miskin Tiap Kelurahan

Kelurahan Jumlah KK Miskin Jumlah Sampel (KK) Karangasem 625 10 Puron 605 9 Kedungsono 730 11 Jumlah 1960 30

Sumber: Analisis Data Sekunder

Berdasarkan Tabel 6, maka jumlah responden dari Desa Karangasem

sebanyak 10 orang, dari Desa Puron sebanyak 9 orang, dan untuk Desa

Kedungsono sebanyak 11 orang, sehingga jumlah responden untuk penelitian

ini sebanyak 30 orang.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Simple Random Sampling yang merupakan cara pemilihan sampel

dimana anggota dari populasi dipilih satu persatu secara acak, sehingga semua

anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih.

Page 40: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Pemilihan rumah tangga sampel ditentukan dengan undian, yaitu dengan cara

menuliskan nama masing-masing kepala keluarga yang ada di setiap kelurahan

terpilih pada secarik kertas kemudian menggulungnya dan memasukkannya ke

dalam sebuah kotak. Kotak tersebut kemudian dikocok dan diambil satu

gulungan kertas. Nama kepala keluarga yang terambil akan menjadi responden

yang diteliti. Demikian seterusnya hingga terpenuhi jumlah sampel yang

dikehendaki

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data penelitian yang berasal dari sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan dilakukan

dengan teknik survei menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan

instrumen pengumpulan data dengan cara memberi pertanyaan-

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data primer dalam

penelitian ini meliputi identitas rumah tangga responden, pendapatan

rumah tangga, serta pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pangan

dan non pangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung yang telah tersedia

dalam berbagai bentuk, dan diperoleh dengan cara mengutip laporan

maupun dokumen lain yang sudah ada pada lembaga atau instansi yang

berhubungan dengan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian

ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukoharjo

meliputi data Kabupaten Sukoharjo dalam Angka 2010 dan 2011,

Kecamatan Bulu dalam Angka 2009/2010. Selain itu data juga

diperoleh dari instansi Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo

serta dari Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

Kabupaten Sukoharjo.

Page 41: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek

penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden (rumah tangga

miskin).

b. Wawancara

Teknik wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data

yang digunakan untuk memperoleh data primer melalui tanya jawab

langsung kepada responden (rumah tangga miskin) dengan bantuan

daftar pertanyaan atau kuesioner yang sudah disiapkan sebelumnya

dan catatan sebagai alat bantu sehingga didapatkan gambaran yang

jelas tentang objek yang diteliti.

c. Pencatatan

Pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik dari

responden langsung maupun dari data yang ada pada instansi

pemerintah atau lembaga yang terkait dengan permasalahan dalam

penelitian.

d. Recall

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh

data konsumsi pangan dengan cara mencatat jenis dan jumlah bahan

makanan yang dikonsumsi pada masa lalu (24 jam yang lalu).

E. Metode Analisis Data

1. Analisis Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan terhadap Total

Pengeluaran

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan adalah proporsi pengeluaran

rumah tangga untuk pangan terhadap total pengeluaran. Total pengeluaran

didapatkan dengan menjumlahkan antara besarnya pengeluaran untuk

pangan dan non pangan. Untuk mengetahui proporsi pengeluaran pangan

terhadap total pengeluaran didapatkan dengan perhitungan rumus :

å=

PtKp

Qp x 100 %

Page 42: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Keterangan :

Qp = Proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran (%)

Kp = Pengeluaran pangan (Rupiah)

Pt = Pengeluaran Total (Rupiah)

2. Analisis Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Miskin

Konsumsi dapat diketahui dengan melihat besarnya konsumsi

pangan masing-masing rumah tangga miskin yang kemudian

dikonversikan kedalam bentuk konsumsi energi (kkal/orang/hari) dan

protein (gram/orang/hari). Pengkonversian dilakukan dengan

menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

Penilaian konsumsi pangan rumah tangga dapat dilihat dari dua

sisi, yaitu kualitas dan kuantitas konsumsi pangan. Dalam penelitian ini,

penilaian konsumsi pangan akan dilihat dari aspek kuantitas pangan untuk

menentukan ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Kuantitas konsumsi

pangan dapat diukur dari zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan.

Data konsumsi pangan dapat diperoleh menggunakan recall method

selama 1 x 24 jam (Supariasa, 2002). Dalam metode ini, responden

diminta menceritakan semua pangan yang dimakan dan diminum selama

24 jam yang lalu. Jumlah konsumsi pangan dinyatakan dengan URT

(Ukuran Rumah Tangga) seperti sendok, gelas, potong, dan sebagainya.

URT akan dikonversi ke dalam satuan gram sesuai dengan ukuran yang

berlaku di daerah penelitian.

Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung

sebagai berikut

KGijxBdd

xBPj

Gij j

100100=

Dimana:

Gij : Jumlah energi atau protein yang dikonsumsi dari pangan j (energi

dalam satuan kilokalori dan protein dalam satuan gram)

BPj : Berat pangan j yang dikonsumsi (gram)

Bddj : Bagian yang dapat dimakan dari 100 gram pangan j (%)

Page 43: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

KGij : Kandungan energi atau protein per 100 gram pangan j yang

dikonsumsi (energi dalam satuan kilokalori dan protein dalam

satuan gram)

Sesuai dengan rumus diatas maka untuk menilai konsumsi energi

dapat di gunakan rumus sebagai berikut :

KGejxBdd

xBPj

Gej j

100100=

Sedangkan konsumsi protein dapat dirumuskan sebagai berikut

KGpjxBdd

xBPj

Gpj j

100100=

Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang

dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.

Kedua hal ini digunakan untuk mengetahui apakah konsumsi pangan

sudah cukup memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat (AKG).

Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter

Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP).

TKE= 100% x dianjurkan yang AKE

Energi Konsumsiå

TKP= 100% x dianjurkan yang AKP

Protein Konsumsiå

Dimana :

TKE : Tingkat Konsumsi Energi (%)

TKP : Tingkat Konsumsi Protein (%)

Σ Konsumsi Energi : Jumlah Konsumsi Energi (kkal/orang/hari)

Σ Konsumsi Protein : Jumlah Konsumsi Protein (gram/orang/hari)

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan sesuai dengan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan No.1593/Menkes/SK/IX/2005. yaitu berdasarkan umur

dan jenis kelamin, yang dapat dilihat pada Tabel 7 :

Page 44: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Tabel 7. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasar Umur dan Jenis Kelamin

No. Kelompok Umur Energi (kkal) Protein (gram) 1. Anak

0 - 6 bulan 550 10

7 - 11 bulan 650 16

1 - 3 tahun 1.000 25

4 - 6 tahun 1.550 39

7 - 9 tahun 1.800 45

2. Laki-Laki

10 - 12 tahun 2.050 50

13 - 15 tahun 2.400 60

16 - 18 tahun 2.600 65

19 - 29 tahun 2.550 60

30 - 49 tahun 2.350 60

50 - 64 tahun 2.250 60

65+ tahun 2.050 60

3. Wanita

10 - 12 tahun 2.050 50

13 - 15 tahun 2.350 57

16 - 18 tahun 2.200 55

19 - 29 tahun 1.900 50

30 - 49 tahun 1.800 50

50 - 64 tahun 1.750 50

65+ tahun 1.600 45

4. Hamil (+an)

Trisemester 1 +180 +17

Trisemester 2 +300 +17

Trisemester 3 +300 +17

5. Menyusui (+an)

6 bulan pertama +500 +17

6 bulan kedua +550 +17

Sumber : Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1593 Tahun 2005

Tingkat konsumsi gizi diklasifikasikan berdasarkan pada nilai ragam

kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Buku

Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes (1990) dalam Supariasa (2002)

yaitu:

a. Baik : TKG ≥ 100% AKG

b. Sedang : TKG 80-99%AKG

c. Kurang : TKG 70-80%AKG

d. Defisit : TKG <70 AKG

Page 45: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

3. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dari Total Pengeluaran

dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

Proporsi pengeluaran untuk pangan mempunyai hubungan terhadap

kecukupan energi yang dikonsumsi oleh setiap rumah tangga. Konsumsi

energi akan berbeda pada proporsi pengeluaran yang berbeda. Hal ini

dapat diketahui dengan analisis korelasi menggunakan program SPSS.

Tingkat keeratan hubungan r memiliki nilai -1 hingga 1. Jika r mendekati

1 maka dapat dikatakan bahwa variabel-variabel memiliki hubungan erat.

Tanda positif (+) dan (-) menunjukkan sifat hubungan dimana tanda (+)

menunjukkan hubungan positif yaitu searah sedangakan tanda (-)

menunjukkan hubungan yang negatif atau berlawanan. Alhusin (2003)

mengelompokkan nilai r dalam kategori sebagai berikut :

a. 0 – 0,20 : Korelasi sangat rendah (hampir tidak ada hubungan)

b. 0,21 – 0,40 : Korelasi rendah

c. 0,41 – 0,60 : Korelasi sedang

d. 0,61 – 0,80 : Korelasi cukup tinggi

e. 0,91 – 1,00 : Korelasi tinggi

Untuk menguji probabilitas (tingkat signifikasi) dari hasil koefisien

korelasi menggunakan hipotesis : Ho: probabilitas r > 0,05

Ha: probabilitas r < 0,05

Kriteria pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Ho diterima jika probabilitas r > 0,05, berarti besarnya konsumsi energi

dan protein tidak berhubungan dengan proporsi pengeluaran pangan

rumah tangga miskin (tidak terdapat korelasi).

b. Ho ditolak dan Ha diterima jika probabilitas r < 0,05, berarti besarnya

konsumsi energi dan protein mempunyai hubungan dengan proporsi

pengeluaran pangan rumah tangga miskin (terdapat korelasi).

4. Analisis Ketahanan Pangan

Indikator yang digunakan untuk mengukur derajat ketahanan

pangan tingkat rumah tangga adalah klasifikasi silang dua indikator

ketahanan pangan, yaitu proporsi pengeluaran pangan dan tingkat

Page 46: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

konsumsi energi. Kategori rumah tangga berdasarkan indikator ketahanan

pangan dapat dilihat pada Tabel 8 :

Tabel 8. Kategori Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Ketahanan Pangan

Konsumsi Energi

Proporsi Pengeluaran Pangan

Rendah (< 60% pengeluaran total)

Tinggi (≥ 60% pengeluaran total)

Cukup (> 80% kecukupan energi)

1. Tahan Pangan 2. Rentan Pangan

Kurang (≤ 80% kecukupan energi)

3. Kurang Pangan 4. Rawan Pangan

Page 47: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

VI. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam

Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten di Propinsi

Jawa Tengah yang mempunyai luas 46.666 Ha atau sekitar 1,43% luas

wilayah Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan

Polokarto yaitu 6.218 Ha (13%), sedangkan yang paling kecil adalah

Kecamatan Kartasura seluas 1.923 Ha (4%) dari luas Kabupaten

Sukoharjo. Secara geografis Kabupaten Sukoharjo terletak pada koordinat

sebagai berikut :

Bagian ujung sebelah timur : 110 57’ 33.70”BT

Bagian ujung sebelah barat : 110 42’ 6.79”BT

Bagian ujung sebelah utara : 7 32’ 17.00”LS

Bagian ujung sebelah selatan : 7 49’ 32.00”LS

Kabupaten Sukoharjo terbagi dalam 12 kecamatan, 150 desa dan 17

kelurahan, 2.071 dukuh, 1.474 Rukun Warga (RW) dan 4.517 Rukun

Tetangga (RT). Kecamatan Polokarto merupakan kecamatan dengan

jumlah desa terbanyak yaitu 17 desa dan kecamatan dengan jumlah desa

terkecil adalah Kecamatan Bulu, Kecamatan Tawangsari dan Kecamatan

Kartasura dengan masing-masing jumlah desa sebanyak 12 desa. Adapun

batas wilayah Kabupaten Sukoharjo dibatasi oleh enam kabupaten/ kota,

diantaranya adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar

Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar

Sebelah Selatan : Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunung

Kidul (DIY)

Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten

Kabupaten Sukoharjo memiliki hari hujan tertinggi adalah 21 hari

yaitu pada bulan Januari, sedangkan terendah pada bulan Agustus dan

September yaitu 0 hari. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Sukoharjo

pada tahun 2009 terjadi pada bulan Januari yaitu mencapai tinggi 24 mm,

35

Page 48: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

untuk rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dan

September yaitu 0 mm.

B. Keadaan Penduduk

Gambaran tentang penduduk Kabupaten Sukoharjo dapat diuraikan

dari penjelasan mengenai jumlah dan pertumbuhan penduduk, komposisi

penduduk menurut umur dan jenis kelamin, serta komposisi penduduk

menurut lapangan usaha utama.

1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Data kependudukan merupakan data pokok yang dibutuhkan

baik kalangan pemerintah maupun swasta sebagai bahan untuk

perencanaan dan evaluasi hasil-hasil. Gambaran tentang keadaan

penduduk di Kabupaten Sukoharjo dapat diuraikan dari jumlah dan

pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sukoharjo. Berikut merupakan

data jumlah dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sukoharjo.

Tabel 9. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2006-2010

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%) 2006 826.289 0,62 2007 831.613 0,64 2008 837.279 0,68 2009 843.127 0,70 2010 846.978 0,46

Sumber : Kabupaten Sukoharjo dalam Angka, BPS Tahun 2011

Tabel 9 menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di

Kabupaten Sukoharjo selama lima tahun rata-rata mengalami

peningkatan. Selama kurun waktu 2006 hingga 2010, pertumbuhan

penduduk terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,70%.

Pertumbuhan penduduk yang paling kecil terjadi pada tahun 2010

yaitu sebesar 0,46%. Pertumbuhan ini disebabkan karena adanya

kelahiran, selain itu karena kematian. Sedangkan pada tahun 2010

menunjukan penurunan persentase pertumbuhan penduduk dari 0,70%

menjadi 0,46%, hal ini menunjukan bahwa kinerja dari berbagai pihak

yang mendukung program penekanan jumlah pertumbuhan penduduk

Page 49: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

bekerja dengan maksimal. Berikut merupakan data kelahiran dan

kematian di Kabupaten Sukoharjo selama kurun waktu lima tahun.

Tabel 10. Jumlah Kelahiran dan Kematian Penduduk di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2006-2010

Tahun Kelahiran Kematian

Jumlah % Jumlah % 2006 8.658 0 4.590 0 2007 9.451 8,39 4.867 5,69 2008 10.320 8,42 5.175 5,95 2009 10.490 1,62 5.243 1,30 2010 10.226 -2,58 5.600 6,38

Sumber : Kabupaten Sukoharjo dalam Angka, BPS Tahun 2011

Tabel 10 menunjukkan pada tahun 2010 jumlah kelahiran

mencapai 10.226 jiwa, jumlah ini terbilang tinggi dibanding dengan

tahun 2006 dan 2007 yang mencapai 8.658 jiwa dan 9.451 jiwa. Akan

tetapi tingkat kelahiran di tahun 2010 memiliki tingkat terendah

dibanding dengan tahun-tahun lainnya yaitu mencapai -2,58%, selain

itu tingkat kematian pada tahun ini juga tinggi jika dibanding dengan

tahun-tahun lainnya. Hal ini merupakan salah satu faktor rendahnya

pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2010.

2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Faktor umur dan jenis kelamin secara tidak langsung

mempengaruhi tingkat produktivitas kerja seseorang, sehingga dapat

diketahui jumlah penduduk usia kerja, beban tanggungan, dan struktur

penduduk. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukoharjo,

golongan umur nonproduktif adalah golongan umur antara 0-14 tahun

dan golongan umur lebih dari atau sama dengan 65 tahun. Sedangkan

golongan umur produktif adalah golongan umur 15-64 tahun. Berikut

merupakan data jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan

jenis kelamin di Kabupaten Sukoharjo.

Page 50: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Tabel 11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010

Kelompok umur

Laki-laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (Jiwa)

Presentase (%)

0 – 14 104.422 12,33 99.439 11,74 203.861 24,07 15 – 64 283.359 33,45 290.916 34,35 574.275 67,80

≥ 65 31.657 3,74 37.185 4,39 68.842 8,13 Jumlah 419.438 49,52 427.540 50,48 846.978 100

Sumber : Kabupaten Sukoharjo dalam Angka, BPS Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa kelompok umur produktif

yaitu golongan umur 15-64 tahun mendominasi jumlah penduduk di

Kabupeten Sukoharjo yakni mencapai 574.275 jiwa (67,80%).

Golongan umur produktif merupakan bagian dimana pada rentan umur

ini dianggap mampu untuk melakukan suatu aktivitas yang dapat

menghasilkan pendapatan. Kemudian diikuti oleh golongan umur 0-14

tahun yaitu sebanyak 203.861 jiwa (24,07%) dan terakhir adalah

golongan umur lebih dari sama dengan 65 tahun yaitu sebanyak 68.842

jiwa (8,13%). Angka beban tanggungan di Kabupaten Sukoharjo dapat

dihitung dengan rumus :

ABT = 100% x th)64(15Penduduk

) th 65(Penduduk th)14(0Penduduk -

³+-

= 100% x 574.275

68.842203.861+

= 47,48 %

Angka beban tanggungan penduduk di Kabupaten Sukoharjo

adalah 47,48 %. Artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif

(antara 15-64 tahun) di Kabupaten Sukoharjo menanggung 47 orang

penduduk berusia nonproduktif (usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun ke

atas) di wilayah tersebut.

Menurut jenis kelamin, penduduk perempuan lebih banyak di

banding dengan laki-laki, yaitu 427.540 jiwa (50,48%) untuk

penduduk perempuan dan 419.438 jiwa (49,52%) untuk laki-laki.

Kelompok penduduk untuk usia produktif, penduduk laki-laki lebih

Page 51: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

sedikit dibanding dengan perempuan, yaitu laki-laki sebanyak 283.359

jiwa (33,45%), sedangkan untuk perempuan sebesar 290.916 jiwa

(34,35%). Hal ini menunjukkan bahwa penawaran tenaga kerja wanita

di Kabupaten Sukoharjo lebih besar dibanding dengan tenaga kerja

laki-laki. Dari jumlah penduduk laki-laki dan perempuan, dapat

diketahui angka sex ratio di Kabupaten Sukoharjo. Sex ratio adalah

suatu angka yang menunjukkan perbandingan jumlah penduduk laki-

laki dan perempuan di suatu daerah. Berikut merupakan rumus untuk

mencari sex ratio di Kabupaten Sukoharjo :

Sex Ratio = 100% x perempuanpenduduk Jumlah

laki-lakipenduduk Jumlah

= 100% x 427.540419.438

= 98,10%

Angka sex ratio penduduk di Kabupaten Sukoharjo adalah

sebesar 98,10%. Artinya pada setiap orang penduduk perempuan di

Kabupaten Sukoharjo terdapat 98 orang penduduk laki-laki.

3. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha Utama

Keadaan mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi

oleh sumber daya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti

ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan

modal yang ada. Keadaan penduduk menurut lapangan usaha utama di

Kabupaten Sukoharjo ditunjukkan tabel berikut.

Page 52: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Tabel 12. Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010

No Jenis lapangan Usaha

Laki-laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

Prosentase (%)

1. Pertanian 48.719 27.193 75.912 19,19 2. Pertambangan dan

Galian 0 0 0 0

3. Industri 42.277 61.033 103.310 26,12 4. Listrik Gas dan

Air 1.417 - 1.417 0,36

5. Konstruksi 30.118 707 30.825 7,80 6. Perdagangan 46.681 54.791 101.472 25,66 7. Komunikasi 14.031 3.545 17.576 4,44 8. Keuangan 5.460 2.936 8.396 2,12 9. Jasa 30.799 25.819 56.618 14,31 Total 219.502 176.024 395.526 100,00

Sumber : Kabupaten Sukoharjo dalam Angka, BPS Tahun 2011

Tabel 12 menunjukkan bahwa seperempat lebih penduduk umur

15 tahun ke atas di Kabupaten Sukoharjo bekerja pada lapangan usaha

di bidang industri yaitu sebesar 103.310 jiwa (26,12%), yang di

dominasi oleh penduduk perempuan. Hal ini disebabkan karena

sebagian besar industri yang ada di Kabupaten Sukoharjo adalah

perusahaan yang bergerak di bidang garment dan industri rumah

tangga yang rata-rata mempekerjakan para perempuan, sehingga

perempuan lebih mendominasi dalam bidang ini. Kemudian dikuti oleh

lapangan usaha di bidang perdagangan yaitu sebesar 101.472 jiwa

(25,66%). Sama halnya dengan di bidang industri, untuk bidang

perdagangan lebih di dominasi oleh kaum perempuan yang mencapai

54.791 jiwa. Bidang pertanian menempati urutan ketiga dalam

penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 75.912 jiwa (19,19%). Lain

halnya dengan bidang industri dan perdagangan, di bidang pertanian

ini lebih di dominasi oleh kaum laki-laki yang mencapai 48.719 jiwa.

Rendahnya bidang pertanian menyerap tenaga kerja dibanding dengan

bidang usaha lain disebabkan karena semakin banyaknya lahan

pertanian yang beralih fungsi menjadi non pertanian sehingga

mengakibatkan lahan pertanian menjadi sempit dan banyak masyarakat

yang lebih memilih untuk bekerja di bidang industri dibanding di

Page 53: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

bidang pertanian karena semakin luasnya kawasan industri di

Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan lapangan usaha di bidang

pertambangan dan galian sama sekali tidak ada.

C. Keadaan Perekonomian

Perkembangan perekonomian dapat dilihat salah satunya dari

besarnya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun ke tahun. Untuk

tahun 2008 perekonomian Kabupaten Sukoharjo tumbuh sebesar 4,84%,

lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun 2007 yang tumbuh

sebesar 5,11%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini sejalan dengan

perlambatan perekonomian nasional akibat dampak dari krisis finansial di

akhir tahun 2008. Berikut merupakan PDRB Kabupaten Sukoharjo

menurut lapangan usaha utama atas harga berlaku tahun 2008-2009.

Tabel 13. PDRB Kabupaten Sukoharjo Menurut Lapangan Usaha Atas Harga Berlaku Tahun 2008-2009 (Jutaan Rupiah)

No. Lapangan Usaha Tahun

2008 % 2009 % 1. Pertanian 1.571.001,22 19,54 1.740.526,35 19,51 2. Pertambangan dan Penggalian 64.866,44 0,81 68.794,75 0,77 3. Industri 2.373.783,75 29,52 2.595.982,24 29,10 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 138.731,96 1,73 156.109,68 1,75 5. Bangunan 403 303.76 5,02 463.329,05 5,19 6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran 2.072.979,21 25,78 2.304.657,31 25,84

7. Pengangkutan dan Komunikasi 465.071,20 5,78 507.532,29 5,69 8. Keuangan, Sewa dan Jasa

Perusahaan 279.174,26 3,47 318.237,69 3,57

9. Jasa-jasa 672.364,56 8,36 765.592,54 8,58 PDRB 7.637.972,60 100 8.920.761,90 100

Sumber : Kabupaten Sukoharjo dalam Angka, BPS Tahun 2011

Pembangunan di sektor industri merupakan prioritas utama

pembangunan ekonomi. Sektor industri memegang peranan yang sangat

penting dalam perekonomian Kabupaten Sukoharjo, dengan distribusi

terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo tahun 2008 sebesar 29,10%,

meskipun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Sektor pertanian

sendiri berada pada urutan ketiga setelah sektor perdagangan, hotel dan

restoran yaitu sebesar 19,51%. Kontribusi PDRB dari sektor pertanian pun

turun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 19,54%. Hal ini disebabkan

karena banyaknya lahan pertanian yang dialih fungsikan menjadi sektor

Page 54: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

non pertanian. Kondisi ini terlihat dengan semakin luasnya kawasan

industri di Kabupaten Sukoharjo, selain itu banyak pembangunan untuk

pembuatan perumahan yang banyak diantaranya mengalihfungsikan lahan

pertanian. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

kontribusi dari sektor pertanian terhadap PDRB di Kabupaten Sukoharjo

mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

D. Keadaan Pertanian

Kabupaten Sukoharjo memiliki luas tanah sebesar 46.666 Ha yang

terbagi menjadi 12 Kecamatan, 150 Desa dan 17 Kelurahan, 2.071 Dukuh,

1.474 Rukun Warga (RW) dan 4.517 Rukun Tetangga (RT). Berdasarkan

luas tersebut Kabupaten Sukoharjo terdiri dari 21.287 Ha lahan sawah dan

25.379 Ha lahan bukan sawah. Data lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Tabel 14. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) A. Lahan Sawah

1. Irigasi Teknis 2. Irigasi ½ Teknis 3. Irigasi Sederhana 4. Tadah Hujan

21.287 14.930 1.902 2.021 2.434

45,62 31,99

4,08 4,33 5,22

B. Lahan Bukan Sawah 1. Pekarangan 2. Tegal/ Kebun 3. Ditanami pohon/ hutan rakyat 4. Tambak 5. HN 6. PBS/ PBN 7. Lain-lain

25.379 16.058 4.445 1.058

38 350 708

2.682

54,38 34,41

9,53 2,27 0,08 0,84 1,52 5,75

Jumlah Total 46.666 100

Sumber : Kabupaten Sukoharjo dalam Angka, BPS Tahun 2011

Tabel 14 menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kabupaten

Sukoharjo terbagi menjadi dua yaitu lahan sawah dan lahan bukan sawah,

untuk pembagian lahan sawah yang mempunyai luas sebesar 21.287 Ha

terbagi menjadi empat lahan dengan urutan luas lahan dari yang terbesar

yakni lahan sawah irigasi teknis, sawah irigasi sederhana, sawah tadah

hujan dan sawah irigasi ½ teknis. Penggunaan lahan sawah terbesar adalah

sawah irigasi teknis dengan luas 14.930 Ha (31,99%) dari luas keseluruhan

Page 55: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

wilayah di Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan penggunaan luas lahan

sawah terkecil adalah sawah irigasi ½ teknis dengan luas sebesar 1.902 Ha

(4,08%) dari luas keseluruhan.

Penggunaan lahan bukan sawah di Kabupaten Sukoharjo terbagi

menjadi enam lahan, diantaranya pekarangan, tegal/ kebun, ditanami

pohon/ hutan rakyat, tambak, HN, dan PBS/ PBN. Berdasarkan luas

keseluruhan lahan bukan sawah, pekarangan memiliki luas terbesar di

banding dengan lahan lain yaitu sebesar 16.058 Ha (34,41%). Pekarangan

yang dimiliki biasanya dimanfaatkan pemiliknya untuk ditanami tanaman

buah-buahan seperti mangga, sawo, jambu, dan lain-lain. Selain itu mereka

memanfaatkan lahan yang ada untuk ditanami tanaman sayur-sayuran.

Sedangkan untuk lahan terkecil dari lahan bukan sawah ini adalah tambak.

E. Kondisi Kemiskinan

Menurut BKKBN kriteria keluarga yang dikategorikan sebagai

keluarga miskin adalah Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS) dan Keluarga

Sejahtera I (KS-I). Berikut merupakan data kemiskinan di Kabupaten

Sukoharjo selama kurun waktu lima tahun menurut BKKBN.

Tabel 15. Jumlah dan Proporsi Kemiskinan menurut BKKBN di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2006-2010

Tahun Keluarga Pra-

Sejahtera Keluarga Sejahtera I KK Miskin

Jumlah Proporsi(%) Jumlah Proporsi(%) Jumlah Proporsi(%) 2006 48.930 23,00 47.241 22,21 96.171 45,22 2007 50.373 23,00 45.276 20,92 95.649 44,20 2008 52.060 24,00 46.566 21,21 98.626 44,93 2009 52.620 24,00 46.232 20,78 98.852 44,44 2010 51.180 22,35 45.598 19,91 96.778 42,27

Sumber: BPS Kabupaten Sukoharjo, 2011

Tabel 15 menunjukkan bahwa kondisi kemiskinan di Kabupaten

Sukoharjo menurut data BKKBN selama lima tahun terakhir mengalami

fluktuatif. Proporsi terbesar jumlah kemiskinan terjadi pada tahun 2006

yaitu sebesar 45,22% dengan jumlah sebanyak 96.171 keluarga. Pada

tahun 2010, proporsi kemiskinan di Kabupaten mengalami penurunan

menjadi 42,27% dengan jumlah sebanyak 96.778 keluarga. Meskipun

Page 56: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

jumlah kemiskinan bertambah akan tetapi untuk proporsi kemiskinan pada

tahun ini berkurang, hal ini disebabkan karena semakin banyaknya jumlah

keluarga dari tahun 2006 sampai dengan 2010. Semakin berkurangnya

proporsi kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa

kesejahteraan keluarga di Kabupaten Sukoharjo semakin meningkat.

Page 57: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Rumah Tangga Responden

Karakteristik rumah tangga responden merupakan keadaan yang

menggambarkan kondisi umum, maupun latar belakang rumah tangga

responden. Karakteristik rumah tangga responden meliputi data-data yang

mencakup mengenai identitas responden dan seluruh anggota responden.

Berikut merupakan data mengenai karakteristik rumah tangga responden di

Kabupaten Sukoharjo.

Tabel 16. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo

No. Uraian Rata-rata 1. Umur (tahun) a. Suami

b. Istri 48 35

2. Tingkat Pendidikan (Tahun) a. Suami

b. Istri 6 5

3. Jumlah anggota keluarga (orang) 3

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1)

Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata umur suami 48 tahun

sedangkan untuk istri 35 tahun. Rata-rata umur suami dan istri responden

masih berada pada usia produktif, sehingga mereka masih mampu untuk

melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Sebagian

besar responden bekerja sebagai buruh, baik buruh tani ataupun buruh

bangunan, tergantung ada tidaknya pekerjaan. Selain itu, sebagian istri dari

responden adalah pedagang yang rata-rata merantau.

Pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang sangat

berpengaruh terhadap seseorang untuk menguasai suatu pengetahuan dan

wawasan. Tingkat pendidikan kepala keluarga dan istri responden rata-rata

adalah lulusan Sekolah Dasar (SD), dan termasuk masih rendah. Hal ini akan

mempengaruhi pola pikir serta bagaimana mereka mengambil keputusan.

Baik dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga mereka, yang pada

akhirnya akan berpengaruh pada konsumsi dan pola makan. Rendahnya

45

Page 58: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

tingkat pendidikan mereka salah satunya disebabkan karena faktor ekonomi.

Tingkat pendidikan dari responden yang rata-rata adalah lulusan SD mampu

menggambarkan kondisi tingkat pendidikan rumah tangga miskin di

Kabupaten Sukoharjo, hal ini sesuai dengan data tingkat pendidikan rumah

tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo untuk lulusan SD atau SLTP

mencapai 35,57% dari total rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo.

Besarnya tingkat lulusan SD atau SLTP ini berada pada tingkat dua setelah

tingkat pendidikan tidak tamat SD yakni sebesar 35,68%. Sedangkan sisanya

untuk pendidikan SLTA atau lebih yaitu sebesar 28,76%.

Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat mempengaruhi

bagaimana pola konsumsi pangan suatu rumah tangga, karena biasanya

mereka yang menentukan dan mengolah makanan yang akan disajikan, dan

tentunya disesuaikan dengan pendapatan rumah tangga mereka. Semakin

tinggi tingkat pendidikan seorang ibu akan berpengaruh pada pengetahuan

yang dimiliki sehingga mereka mampu untuk mengambil keputusan untuk

mengolah makanan yang baik untuk keluarganya, karena makanan

merupakan sumber energi untuk anggota keluarganya melakukan aktivitas

dan pada akhirnya akan menentukan produktivitas mereka. Akan tetapi dalam

rumah tangga responden tidak semua keputusan dalam mengolah makanan di

ambil oleh ibu rumah tangga mereka. Hal ini disebabkan sebagian dari istri-

istri responden memiliki pekerjaan di luar wilayah Kabupaten Sukoharjo atau

merantau, selain itu karena status mereka yang sebagian sudah tidak memiliki

pendamping. Sehingga keputusan dalam rumah tangga dalam mengambil

keputusan untuk mengolah makanan di ambil oleh kepala rumah tangga atau

anak perempuan mereka yang dianggap sudah mampu untuk mengolah

makanan. Terkecuali jika istri dari responden pulang dari merantau, mereka

yang akan menentukan jenis konsumsi dan mengolah makanan dalam rumah

tangga mereka.

Rumah tangga terdiri dari kepala keluarga, istri, anak dan anggota

keluarga lain. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi jumlah

pengeluaran baik pengeluaran pangan maupun non pangan. Semakin banyak

Page 59: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

jumlah anggota keluarga maka akan semakin banyak pula pengeluaran untuk

rumah tangga tersebut. Berikut merupakan data distribusi jumlah anggota

rumah tangga responden di Kabupaten Sukoharjo.

Tabel 17. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo

Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah Persentase (%) 1 – 2 9 30 3 – 4 18 60

≥5 3 10 Total 30 100,00

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1)

Jumlah anggota rumah tangga responden paling banyak adalah antara

3 hingga 4 orang yaitu sebesar 60 % atau 18 rumah tangga. Biasanya terdiri

dari ayah sebagai kepala keluarga, ibu, anak dan angota keluarga lain.

Sedangkan 30% lainnya atau sebanyak 9 rumah tangga berjumlah 1 hingga 2

orang anggota rumah tangga, untuk sisanya sebesar 10% atau sebanyak 3

rumah tangga berjumlah lebih dari sama dengan 5 orang.

B. Pendapatan Rumah Tangga Responden

Pendapatan rumah tangga merupakan sejumlah uang yang diperoleh

oleh masing-masing anggota rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan

dalam satu bulan. Rata-rata pendapatan rumah tangga responden adalah

sebesar Rp 1.003.333,33 (lampiran 1). Sumber pendapatan rumah tangga

berasal dari suami sebagai kepala rumah tangga, istri, anak, dan anggota

keluarga lain. Banyak jenis pekerjaan yang dilakukan untuk para kepala

keluarga diantaranya buruh tani, buruh bangunan dan berbagai pekerjaan

serabutan yang mampu untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga.

Sedangkan untuk pekerjaan istri rata-rata adalah pedagang.

Selain pendapatan dari suami dan istri, pendapatan rumah tangga juga

berasal dari anak, baik yang merantau ataupun masih tinggal dalam satu

rumah. Pendapatan lain berasal dari anggota keluarga lain yang tinggal dalam

satu rumah, diantaranya bekerja sebagai buruh. Pendapatan yang diperoleh

rumah tangga ini di dominasi oleh pendapatan dari kepala rumah tangga,

sedangkan ibu dan anak-anak yang sebagian merantau mereka hanya

Page 60: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

mengirimkan uang dalam jangka waktu satu bulan atau ketika kepala rumah

tangga merasa benar-benar membutuhkan uang karena pekerjaan mereka

yang tidak menentu atau mengikuti musim. Berikut merupakan data distribusi

pendapatan rumah tangga responden di Kabupaten Sukoharjo

Tabel 18. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Responden Di Kabupaten Sukoharjo

No. Pendapatan Jumlah Rumah Tangga 1 Rp 100.000 – Rp 500.000 4 2 Rp 600.000 – Rp 1.000.0000 13 3 Rp 1.100.000 – Rp 1.500.000 13

Jumlah 30

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1)

Tabel 18 menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga responden

rata-rata berada pada tingkat pendapatan antara Rp 600.000,00 hingga

Rp 1.000.000,00 dan pada tingkat pendapatan Rp 1.100.000,00 hingga

Rp 1.500.000,00 yaitu sejumlah 13 rumah tangga. Sedangkan sisanya

sebanyak empat rumah tangga mempunyai tingkat pendapatan antara

Rp 100.000,00 hingga Rp 500.000,00. Rendahnya tingkat pendapatan rumah

tangga ini disebabkan karena di dalam rumah tangga tersebut hanya ada satu

orang atau satu anggota rumah tangga, sehingga pendapatan yang diperoleh

juga tidak tinggi.

Tingkat pendapatan suatu rumah tangga akan sangat berpengaruh

terhadap tingkat konsumsi atau tingkat pengeluaran baik pangan ataupun non

pangan suatu rumah tangga. Rumah tangga dengan tingkat pendapatan rendah

akan lebih mengutamakan untuk konsumsi pangan daripada non pangan,

selain itu mereka akan lebih mementingkan kuantitas dari makanan yang

dianggap dapat mengenyangkan daripada kualitas gizi yang terkandung

dalam makanan tersebut. Berbeda halnya untuk rumah tangga dengan

pendapatan tinggi mereka tidak hanya mementingkan kuantitas tetapi kualitas

atau gizi yang terkandung dalam makanannya. Hal ini sesuai dengan Hukum

Engel yang menyatakan dengan asumsi selera seseorang adalah tetap,

proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan akan semakin kecil seiring

dengan semakin meningkatnya pendapatan (Ariani dan Purwantini, 2008).

Page 61: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden

Pengeluaran rumah tangga adalah besarnya jumlah uang yang

dikeluarkan suatu rumah tangga untuk konsumsi. Pengeluaran rumah tangga

terdiri dari dua yaitu pengeluaran pangan dan non pangan. Berikut merupakan

rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga responden selama satu bulan.

Tabel 19. Rata-Rata Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011

No. Pengeluaran Pangan Rata-Rata (Rp/Bln) Proporsi (%) 1. Padi-padian 184.425,00 30,07 2. Umbi-umbian 2.550,00 0,42 3. Ikan 8.233,33 1,31 4. Daging 13.316,67 2,17 5. Telur dan susu 17.133,33 2,79 6. Sayur-sayuran 71.100,00 11,55 7. Kacang-kacangan 57.900,00 9,28 8. Buah-buahan 2.033,33 0,33 9. Minyak dan lemak 42.575,00 6,94 10. Minuman 35.383,33 5,77 11. Bumbu-bumbuan 50.780,00 8,28 12. Konsumsi lain 33.310,00 5,43 13. Makanan dan minuman jadi 33.800,00 5,51 14. Tembakau dan sirih 61.866,67 10,09

Jumlah 613.406,67 100,00

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 2)

Pengeluaran pangan untuk rumah tangga dalam penelitian ini di bagi

menjadi 14 bagian diantaranya padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur

dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak,

minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lain, makanan dan minuman jadi, dan

yang terakhir adalah tembakau dan sirih. Rata-rata pengeluaran untuk

konsumsi pangan selama satu bulan rumah tangga responden adalah sebesar

Rp 613.406,67.

Pengeluaran untuk padi-padian selama satu bulan dalam rumah tangga

responden yaitu sebesar Rp 184.425,00 atau mencapai 30,07% dari total

pengeluaran untuk pangan. Kelompok ini terdiri dari beras, jagung, tepung

beras, tepung terigu dan tepung jagung. Beras sendiri memiliki proporsi

pengeluaran terbesar dibanding jenis komoditi lain dalam kelompok padi-

padian, karena beras merupakan makanan pokok rumah tangga yang harus

Page 62: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

ada setiap harinya sebagai sumber energi anggota rumah tangga untuk

melakukan aktivitas. Kandungan energi dalam 100 kg beras adalah 360 kkal

dan protein sebesar 8,4 gram. Selain itu, sesuai dengan anggapan masyarakat

Jawa yang menganggap jika seseorang belum makan nasi yang berasal dari

beras bisa dianggap bahwa orang tersebut belum makan.

Rumah tangga responden yang merupakan rumah tangga miskin dalam

penelitian ini menjadi Rumah Tangga Sasaran (RTS), dimana mereka

mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk pemenuhan pangan berupa beras

yang dijatah setiap bulannya, istilah lainnya adalah raskin. Setiap rumah

tangga penerima bantuan tidak selalu sama jumlah beras yang diterima,

karena kesepakatan dari masyarakat sekitar untuk membagi rata raskin

kepada setiap keluarga. Akan tetapi, untuk keluarga yang termasuk rumah

tangga miskin atau masuk dalam daftar RTS akan mendapatkan jatah raskin

setiap bulannya, lain halnya dengan keluarga yang tidak termasuk dalam RTS

mereka akan mendapatkan jatah raskin secara bergilir. Hal ini mengakibatkan

jumlah jatah beras yang seharusnya diterima oleh RTS tidak sesuai dengan

jatah yang seharusnya yakni sebesar 15 Kg per bulan. Sementara besarnya

raskin yang diberikan setiap bulannya adalah sebesar 5 Kg dengan harga

Rp 8.500,00, yang berarti setiap satu kilogram beras berharga Rp 1.700,00.

Harga ini lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah yakni

sebesar Rp 1.635,00. Kualitas dari raskin sendiri yang diberikan kepada RTS

setiap bulannya tidak selalu sama, namun lebih sering beras yang diberikan

kualitasnya buruk, yaitu dari kenampakan luar putih kehitaman, ketika

dimasak masih terasa kasar, berwarna kekuningan, dan muda basi. Hal ini

yang mendorong para penerima raskin untuk mencampurnya dengan beras

lain saat mengolah, ada juga yang menggilingnya kembali agar warna dari

beras menjadi lebih putih bersih sebagai campuran beras lain. Bahkan ada

sebagian dari penerima raskin menjualnya kembali karena kualitas beras yang

diberikan dari pemerintah dianggap terlalu buruk. Hasil dari penjualan beras

ini biasanya mereka gunakan untuk membeli bahan makanan lain atau

sebagai pendapatan yang nantinya akan digunakan untuk konsumsi lain.

Page 63: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Kondisi ini menyebabkan distribusi raskin untuk para penerima raskin tidak

tepat, karena jumlah yang harus diberikan tidak sesuai, selain itu harga yang

diberikan tidak sesuai meskipun perbedaan dari harga sangat rendah.

Sedangkan untuk jenis konsumsi lain dalam padi-padian hanya

dianggap sebagai bahan pelengkap bukan sebagai makanan pokok. Seperti

tepung beras dan tepung terigu biasanya mereka gunakan untuk membuat

lauk seperti bakwan, kemudian adonan untuk mengoreng tempe dan lain-lain.

Pengeluaran pangan terbesar kedua adalah sayur-sayuran yaitu sebesar

Rp 71.100,00 atau setara dengan 11,55% dari total pengeluaran pangan. Jenis

konsumsi pangan ini antara lain bayam, kangkung, kubis, kancang panjang,

buncis, tomat, wortel dan lain-lain. Sayur-sayuran merupakan sumber vitamin

dan mineral yang sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia untuk melakukan

aktivitas. Besarnya konsumsi untuk golongan sayur-sayuran ini disebabkan

sebagian besar rumah tangga lebih memilih mengolah sayur sendiri untuk

dikonsumsi dibanding harus membeli makanan jadi. Biasanya dalam sehari

mereka memasak hanya sekali saja. Sayur-sayuran yang mereka olah

biasanya di beli dari tukang sayur keliling, warung-warung atau pasar-pasar

terdekat, bahkan tidak sedikit dari rumah tangga memanfaatkan sayur-sayuran

yang ada di halaman rumah mereka, karena rata-rata dari mereka

memanfaatkan lahan pekarangan mereka untuk ditanami sayur-sayuran. Hal

ini merupakan salah satu alternatif rumah tangga dalam meminimalisir

pengeluaran mereka.

Pengeluaran pangan terbesar ketiga adalah kelompok tembakau dan

sirih yaitu sebesar Rp 61.866,67 atau sebesar 10,09% dari total pengeluaran

pangan. Tingginya pengeluaran pangan dalam kelompok ini disebabkan

hampir setiap kepala rumah tangga mempunyai kebiasaan untuk merokok.

Tidak jarang dalam satu hari mereka mampu menghabiskan satu bungkus

rokok bahkan lebih. Jenis rokok yang dikonsumsi pun beranekaragam

bermula dari harga Rp 3.000,00 hingga Rp 7.500,00. Kebiasaan ini sulit

untuk mereka hentikan meskipun di dalam bungkus rokok tersebut

dicantumkan berbagai resiko yang akan terjadi jika mengkonsumsinya. Hal

Page 64: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

ini disebabkan karena anggapan setiap perokok jika selang waktu terlalu lama

tidak merokok akan terasa masam di lidah dan aneh jika tidak merokok saat

mereka selesai makan, terasa tidak puas jika tidak diakhiri dengan merokok.

Pengeluaran pangan untuk kelompok kacang-kacangan menempati

urutan ke empat setelah kelompok pangan tembakau dan sirih yaitu sebesar

Rp 57.900,00 atau memiliki proporsi sebesar 9,28% dari total pengeluaran

pangan. Kelompok ini terdiri dari kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau,

tahu, dan tempe. Kacang-kacangan merupakan salah satu sumber protein

nabati. Dalam kelompok ini jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi

adalah tahu dan tempe, hasil olahan dari kacang-kacangan. Hampir setiap hari

mereka mengkonsumsi jenis pangan ini, selain karena harganya terjangkau,

jenis pangan ini mudah dalam pengolahannya dan dapat bervariasi. Meskipun

harganya murah, kandungan protein nabati dalam pangan ini tinggi.

Kandungan protein pada 100 gram tempe yaitu 20,8 gram.

Pengeluaran untuk kelompok bumbu-bumbuan yang terdiri dari garam,

merica, ketumbar, terasi, vetsin, kecap, bawang merah, bawang putih, cabai,

dan lain-lain ini menempati urutan ke lima yaitu sebesar Rp 50.780,00 atau

8,28% dari total pengeluaran pangan. Proporsi pengeluaran terbesar dalam

kelompok ini adalah cabai, bawang merah dan bawang putih. Ketiga bumbu

ini merupakan dasar dari suatu masakan terutama bawang merah dan putih,

karena setiap masakan akan menggunakan bumbu ini, sedangkan untuk cabai

rata-rata rumah tangga mengolahnya menjadi sambal dan campuran olahan

makanan lain.

Pengeluaran untuk kelompok pangan minyak dan lemak sebesar

Rp 42.575,00 atau 6,94% dari total pengeluaran pangan. Kelompok ini terdiri

dari minyak goreng dan mentega. Hampir seluruh rumah tangga miskin

responden lebih memilih menggunakan minyak goreng dibanding dengan

mentega untuk menggoreng dan menumis makanan. Minyak goreng yang

mereka konsumsi rata-rata adalah minyak goreng curah. Hal ini disebabkan

karena harga minyak goreng curah lebih murah dibanding dengan minyak

goreng kemasan dan mentega.

Page 65: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Pengeluaran untuk kelompok minuman yang terdiri dari gula, teh, kopi,

dan lain-lain ini sebesar Rp 35.383,33 atau proporsi sebesar 5,77% dari total

pengeluaran pangan rumah tangga responden. Pengeluaran terbesar

digunakan untuk membeli gula, karena gula digunakan sebagai campuran

atau pemanis hampir semua minuman baik teh ataupun kopi. Selain itu gula

juga dimanfaatkan sebagai bumbu dapur agar rasa masakan lebih gurih. Gula

sendiri memiliki sumber karbohidrat yang cukup tinggi.

Pengeluaran kelompok makanan dan minuman jadi rumah tangga

responden sebesar Rp 33.800,00 atau memiliki proporsi sebesar 5,51% dari

total pengeluaran pangan. Kelompok ini terdiri dari roti, biskuit, bakso, dan

lain-lain. Rumah tangga responden yang sering mengkonsumsi makanan dan

minuman jadi rata-rata mempunyai anak yang masih sekolah. Mereka lebih

sering mengkonsumsi roti atau biskuit sebagai camilan setiap harinya.

Sedangkan untuk bakso dan makanan olahan lainnya mereka jarang untuk

mengkonsumsinya karena mereka lebih sering mengolah makanan sendiri

daripada membeli makanan jadi.

Pengeluaran kelompok konsumsi lain seperti kerupuk, karak, mie,

bihun, dan lain-lain ini adalah sebesar Rp 33.310,00 atau 5,43% dari total

pengeluaran pangan. Proporsi terbesar dalam kelompok ini adalah kerupuk,

tidak hanya sebagai teman makan kerupuk juga dijadikan sebagai camilan.

Mie sendiri, terutama mie instan menjadi alternatif pengganti utama nasi

disaat suatu rumah tangga tidak mengolah makanan. Terutama anak-anak

yang terkadang memiliki selera tersendiri pada masakan, jika tidak sesuai

dengan masakan yang dihidangkan mereka lebih memilih untuk memasak

mie instan. Selain mudah memperolehnya, mie instan sangat mudah

pengolahannya sehingga banyak keluarga yang menjadikannya sebagai

substitusi nasi. Hasil analisis data runtut waktu Susenas yang dilakukan oleh

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian serta Badan

Ketahanan Pangan Departemen Pertanian menunjukkan (Ariani, 2008) bahwa

pada tahun 2002, mie merupakan pangan pokok kedua, dan semakin

signifikan pada tahun 2005, bahwa semua masyarakat dikota atau desa dan

Page 66: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

kaya atau miskin hanya mempunyai satu pola pangan pokok yaitu beras dan

mie.

Pengeluaran untuk kelompok telur dan susu sebesar Rp 17.133,33 atau

2,79% dari total pengeluaran pangan rumah tangga. Kelompok pangan ini

terdiri dari telur ayam, telur itik, telur puyuh, dan susu. Pengeluaran terbesar

dalam kelompok pangan ini digunakan untuk membeli telur, terutama telur

ayam dibanding yang lain, karena lebih mudah untuk mendapatkannya

dibandingkan dengan yang lain. Telur itik dan telur puyuh biasanya didapat

sudah dalam bentuk rebusan sehingga harganya lebih mahal, untuk telur asin

harganya Rp 1.500,00 per butir, sedangkan telur puyuh Rp 2.000,00 per

delapan butir. Telur ayam sendiri memiliki kandungan protein hewani yang

sangat tinggi yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan pengganti sel

tubuh yang rusak. Sedangkan untuk konsumsi susu, rata-rata rumah tangga

responden tidak mengkonsumsinya, kecuali rumah tangga yang masih

memiliki bayi.

Rumah tangga responden tidak setiap hari mengkonsumsi daging.

Mereka mengkonsumsi daging hanya tiga atau empat minggu sekali, bahkan

tidak sama sekali dalam sebulan. Hal ini terlihat bahwa pengeluaran pangan

untuk konsumsi daging hanya sebesar Rp 13.316,67 atau 2,17% dari total

pengeluaran pangan. Pengeluaran terbesar dalam kelompok ini digunakan

untuk membeli daging ayam dibanding dengan daging sapi atau kambing. Hal

ini disebabkan karena harga ayam lebih murah dibanding dengan harga

daging lain terutama daging sapi yang mencapai Rp 60.000,00 per Kg. Harga

daging ayam sendiri hanya mencapai Rp 22.000.00 per Kg, sehingga

mengakibatkan rumah tangga responden lebih memilih daging ayam

dibanding dengan daging sapi atau daging kambing.

Rumah tangga responden juga jarang sekali mengkonsumsi ikan, hal ini

ditunjukan dari pengeluaran pangan untuk kelompok ikan hanya sebesar

Rp 8.233,33 atau 1,31% dari total pengeluaran pangan. Kelompok pangan

ikan ini terdiri dari ikan segar dan ikan awetan. Rumah tangga responden

lebih sering untuk mengkonsumsi ikan awetan dibanding dengan ikan segar.

Page 67: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Hal ini disebabkan untuk ikan awetan mampu digunakan dalam jangka waktu

cukup lama, sedangkan untuk ikan segar sebaliknya. Ikan awetan yang

mereka konsumsi biasanya berupa ikan layur dan teri. Sedangkan untuk ikan

segar yang sering dikonsumsi oleh rumah tangga responden adalah ikan jenis

bandeng dan ikan besekan atau ikan asin. Harganya pun beragam, untuk

bandeng dari Rp 2.000,00 hingga Rp 5.000,00 per buah tergantung ukuran

dan jenisnya, untuk ikan besekan antara Rp 1.000,00 hingga Rp 2.000,00

tergantung ukurannya juga.

Pengeluaran pangan untuk kelompok umbi-umbian sebesar

Rp 2.550,00 atau 0,42 % dari total pengeluaran pangan. Hal ini menunjukan

bahwa rumah tangga responden jarang sekali mengkonsumsi umbi-umbian.

Kelompok umbi-umbian ini terdiri dari ketela pohon, ketela rambat, kentang,

dan lain-lain. Proporsi terbesar untuk pengeluaran pada kelompok pangan ini

berada pada kentang. Rata-rata keluarga mengkonsumsi kentang untuk diolah

menjadi lauk. Sedangkan untuk konsumsi ketela pohon dan ketela rambat,

biasanya mereka memperoleh dari kebun mereka sendiri sehingga tidak setiap

hari mereka mengkonsumsinya. Umbi-umbian merupakan makanan lain

sumber karbohidrat. Akan tetapi lebih banyak masyarakat lebih memilih nasi

sebagai sumber karbohidrat untuk pemenuhan energi mereka dalam

beraktivitas, sehingga hal ini yang menyebabkan konsumsi untuk umbi-

umbian rendah.

Pengeluaran pangan untuk kelompok buah-buahan menjadi prioritas

terakhir dalam pemenuhan kebutuhan pangan mereka. Hal ini terbukti bahwa

pengeluaran pangan untuk buah-buahan hanya sebesar Rp 2.033,33 atau

0,33% dari total pengeluaran pangan. Buah-buahan memiliki kandungan gizi

antara lain vitamin, nutrisi, mineral dan lain-lain yang dibutuhkan dalam

tubuh. Meskipun vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang

dibutuhkan dalam jumlah kecil, tetapi harus terpenuhi agar tubuh tidak

mengalami gangguan. Rendahnya konsumsi buah-buahan ini terjadi karena

rumah tangga responden lebih mementingkan pengeluaran untuk konsumsi

energi yang mampu mengenyangkan dibanding vitamin atau kandungan gizi

Page 68: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

lainnya. Mereka biasanya hanya mengkonsumsi buah-buahan yang ada di

kebun atau halaman mereka, sehingga tidak tentu kapan mereka akan

mengkonsumsi buah-buahan tergantung ada tidaknya buah-buahan di

pekarangan mereka.

Pengeluaran non pangan untuk rumah tangga responden dalam

penelitian ini dibagi menjadi delapan kelompok. Antara lain, perumahan,

aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, sandang, barang

tahan lama, pajak dan asuransi, dan keperluan sosial. Berikut merupakan data

rata-rata pengeluaran non pangan rumah tangga responden di Kabupaten

Sukoharjo.

Tabel 20. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011

No. Pengeluaran Non Pangan Rata-Rata (Rp/Bln) Proporsi(%) 1. Perumahan 67.100,00 34,22 2. Aneka barang dan jasa 65.093,33 33,19 3. Biaya pendidikan 15.770,00 8,04 4. Biaya kesehatan 7.716,67 3,93 5. Sandang 7.610,00 3,88 6. Barang tahan lama 1.000,00 0,51 7. Pajak dan asuransi 5.301,67 2,70 8. Keperluan sosial 26.515,00 13,52

Jumlah 196.106,67 100,00

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 3)

Berdasarkan Tabel 20 total rata-rata pengeluaran non pangan rumah

tangga responden di Kabupaten Sukoharjo mencapai Rp 196.106,67.

Pengeluaran terbesar berada pada kelompok perumahan yaitu sebesar

Rp 67.100,00 atau 34,22% dari total pengeluaran non pangan. Kelompok

perumahan ini terdiri dari sewa/ kontrak, listrik, minyak tanah, kayu bakar,

Liquified Petroleum Gas (LPG),dan lain-lain. Hampir seluruh responden

menempati rumah mereka sendiri, dengan kata lain tidak menyewa atau

mengontrak. Konsumsi terbesar dalam kelompok ini berada pada jenis

konsumsi listrik, karena listrik sangat dibutuhkan untuk kegiatan mereka di

malam hari. Sedangkan untuk jenis bahan bakar kayu bakar dan LPG, rata-

rata rumah tangga responden lebih memilih menggunakan kayu bakar untuk

keseharian pokoknya dibanding menggunakan LPG. LPG hanya mereka

Page 69: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

gunakan saat terdesak, misalnya saat mereka ingin membuat mie instan,

ataupun membuat lauk-pauk.

Pengeluaran non pangan terbesar kedua adalah aneka barang dan jasa

yaitu sebesar Rp 65.093,33 atau 33,19% dari total pengeluaran non pangan.

Pengeluaran non pangan aneka barang dan jasa ini terdiri dari sabun mandi,

sabun cuci, pasta gigi, sikat gigi, shampo, ongkos transportasi, bensin,

perawatan kendaraan, komunikasi, dan lain-lain. Konsumsi terbesar untuk

rumah tangga responden adalah untuk kebutuhan mereka sehari-hari yakni

sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, dan shampo. Sedangkan untuk

transportasi, hanya beberapa mereka yang mempunyai kendaraan sepeda

motor. Sebagian besar responden memilih menggunakan alat transportasi

umum atau kendaran sepeda untuk melakukan aktivitas mereka di luar rumah.

Sebagai pendukung komunikasi dengan keluarga mereka yang merantau atau

kegiatan pekerjaan mereka, sebagian dari rumah tangga responden telah

memiliki alat komunikasi berupa handphone.

Pengeluaran non pangan berupa keperluan sosial menempati urutan ke

tiga yaitu sebesar Rp 26.515,00 atau 13,52% dari total pengeluran non

pangan. Kelompok ini terdiri dari perkawinan, kematian, khitanan, perayaan

agama, perayaan adat dan lain-lain. Kondisi desa yang masih kuat tradisi dan

sosialnya membuat sebagian besar pengeluaran digunakan untuk acara

perayaan adat, meskipun sebagian dukuh dari ketiga desa tersebut tidak

mengikutinya lagi. Pengeluaran untuk keperluan sosial ini tidak menentu

jumlahnya setiap bulan, tergantung ada dan tidaknya suatu aktivitas dan

kegiatan di daerah mereka masing-masing. Terutama pengeluaran untuk

perkawinan, sangat tergantung dari jumlah masyarakat yang mengadakan

acara. Rata-rata pengeluaran terbesar untuk acara perkawinan, rumah tangga

responden paling tidak harus menyumbang uang sebesar Rp 20.000,00, akan

lebih besar jumlahnya apabila yang mengadakan acara masih memiliki

hubungan keluarga.

Pengeluaran non pangan untuk kelompok pendidikan menempati urutan

ke empat yaitu sebesar Rp 15.770,00 atau 8,04% dari total pengeluaran non

Page 70: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

pangan. kelompok ini terdiri dari uang pangkal, SPP, pramuka, prakarya,

buku, alat tulis, dan lain-lain. Pengeluaran terbesar dalam kelompok ini

digunakan untuk membeli buku, terutama buku pelajaran dan buku Lembar

Kerja Siswa (LKS). Kecilnya proporsi pengeluaran untuk pendidikan bukan

berarti mereka tidak menganggap pendidikan anak mereka tidak penting, hal

ini disebabkan beberapa sekolah negeri yang ada di Kabupaten Sukoharjo

membebasbiayakan biaya sekolah untuk SPP, terutama untuk tingkat SD dan

SMP yang juga mendapat bantuan dari pemerintah dengan program sembilan

tahun.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan

seseorang. Karena akan sangat berpengaruh pada seseorang untuk melakukan

aktivitas dan berproduksitivitas. Dilihat dari pengeluaran rumah tangga untuk

kesehatan yang hanya sebesar Rp 7.716,67 atau 3,93% dari total pengeluaran

non pangan menunjukan bahwa kepedulian terhadap kesehatan mereka sangat

rendah, rendahnya proporsi pengeluaran untuk kesehatan ini bukan

disebabkan karena mereka tidak memperhatikan kesehatan mereka akan

tetapi karena memang biaya untuk berobat puskesmas gratis atau pada

sebagian bidan negeri, kecuali jika mereka harus disuntik, mereka harus

membayar uang sebesar Rp 3.000,00. Adapula yang cukup dengan membeli

obat di warung untuk mengobati sakit mereka, karena mereka menganggap

itu hanya sakit ringan.

Pengeluaran non pangan untuk sandang memiliki pengeluaran sebesar

Rp 7.610,00 atau sebesar 3,88% dari total pengeluaran non pangan.

Kelompok sandang ini terdiri dari pakaian, alas kaki, tutup kepala, dan lain-

lain. Pengeluaran terbesar digunakan untuk membeli pakaian. Biasanya

mereka membeli pakaian untuk anak-anak mereka menjelang Idul Fitri.

Selain itu mereka juga membeli pakaian dengan cara kredit. Mereka

membayar setiap 5 hari sekali atau mingguan, sesuai dengan hari pasaran

tempat penjual pakaian tersebut berjualan. Penjual tersebut akan berkeliling

untuk menarik uang cicilan dan menawarkan pada setiap keluarga.

Page 71: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Pengeluaran untuk pajak dan asuransi sebesar Rp 5.301,67 atau sebesar

2,70% dari total pengeluaran non pangan. Pajak yang dimaksud dalam hal ini

adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Besarnya PBB tergantung dari luas

dan kelas tanah menurut lokasinya, semakin luas dan semakin dekat dengan

jalan raya akan memiliki nilai PBB yang lebih besar. PBB sendiri biasanya

dibayar setahun sekali, sehingga akan mempunyai nominal yang kecil jika di

hitung per bulan. Selain PBB, pajak yang dimaksud adalah pajak kendaraan

yang biasanya dikeluarkan oleh rumah tangga yang memiliki kendaraan

bermotor. Besarnya pajak kendaraan motor juga tergantung dari tahun

keluaran kendaraan tersebut. Semakin baru kendaraan tersebut maka akan

semakin besar nilai pajak yang akan dikeluarkan. Rendahnya pengeluaran

untuk pajak dan asuransi ini disebabkan karena lokasi tanah rumah tangga

responden jauh dari dari jalan raya dan sebagian besar dari responden tidak

memiliki kendaraan pribadi seperti motor. Mereka menggunakan transportasi

umum untuk melakukan aktivitas mereka, selain itu mereka juga

menggunakan sepeda.

Proporsi pengeluaran terkecil dari pengeluaran non pangan adalah

kelompok barang tahan lama yang terdiri dari alat rumah tangga, alat dapur,

alat hiburan, dan lain-lain yaitu sebesar Rp 1.000,00 atau sebesar 0,51% dari

total pengeluaran non pangan. Sedikitnya proporsi pengeluaran untuk barang

tahan lama adalah karena sifat dari barang itu sendiri yang tahan lama

sehingga ketika rumah tangga tersebut sudah memiliki barang tersebut

mereka tidak memerlukannya lagi, dan akan membeli lagi ketika barang

tersebut rusak dan saat mereka membutuhkannya.

D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan terhadap Total Pengeluaran

Rumah Tangga Responden

Proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran merupakan

persentase besarnya pengeluaran untuk konsumsi pangan dibanding dengan

total pengeluaran rumah tangga yakni pengeluaran pangan dan non pangan.

berikut merupakan tabel proporsi pengeluaran rumah tangga responden di

Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011.

Page 72: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Tabel 21. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011

Pengeluaran Jumlah (Rp/Bulan) Proporsi (%) Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan

613.406,67 196.106,67

75,77 24,23

Total Pengeluaran 809.513,33 100,00

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 4)

Berdasarkan Tabel 21 total pengeluaran rumah tangga responden di

Kabupaten Sukoharjo yang terdiri dari pengeluaran pangan dan non pangan

mencapai Rp 809.513,00. Pengeluaran pangan sendiri sebesar Rp 613.406,67

atau setara dengan proporsi sebesar 75,77% dari total pengeluaran.

Sedangkan untuk konsumsi non pangan sendiri mencapai Rp 196.106,67 atau

setara dengan 24,23% dari total pengeluaran rumah tangga. Besarnya

pengeluaran rumah tangga responden untuk konsumsi pangan berada di atas

rata-rata pengeluaran pangan untuk rumah tangga miskin di Kabupaten

Sukoharjo dalam publikasi umum yang hanya mencapai 64,60% dari

pengeluaran total. Perbedaan ini terjadi karena sampel yang digunakan dalam

penelitian mempunyai jumlah dan karakteristik yang berbeda sehingga

memiliki nilai yang berbeda pula.

Proporsi pengeluaran pangan dan non pangan juga digunakan sebagai

indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan

rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran pangan dapat diungkapkan bahwa

semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan atau

ketahanan rumah tangga semakin rendah atau rentan. Hukum Engel

menyatakan asumsi selera seseorang adalah tetap, proporsi pengeluaran

rumah tangga untuk pangan akan semakin kecil seiring dengan semakin

meningkatnya pendapatan (Ariani dan Purwantini, 2008).

Pengeluaran pangan dalam rumah tangga responden di dominasi oleh

pengeluaran untuk pangan jenis padi-padian terutama beras, karena beras

merupakan makanan pokok masyarakat dan jarang sekali beras ini digantikan

dengan komoditas makanan lain seperti umbi-umbian atau sumber energi

lainnya. Sedangkan pengeluaran untuk konsumsi non pangan terbesar berada

pada perumahan.

Page 73: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Besarnya proporsi pengeluaran pangan dibanding dengan proporsi

pengeluaran non pangan disebabkan karena tingkat pendapatan rumah tangga.

Tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan mereka lebih mengutamakan

konsumsi pangan dibanding dengan non pangan untuk memenuhi kebutuhan

pangan mereka, karena hal ini mampu untuk mengatasi rasa lapar sehingga

kualitas pangan juga jarang diperhatikan.

E. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga)

pada waktu tertentu. Konsumsi pangan yang dinilai adalah konsumsi energi

dan konsumsi protein. Konsumsi gizi rumah tangga diketahui dengan

menghitung konsumsi rumah tangga 24 jam yang lalu istilah lainnya adalah

recall dengan pedoman Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

Selanjutnya, konsumsi gizi ini dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi

(AKG) untuk mengetahui nilai Tingkat konsumsi Gizi (TKG). Besarnya

AKG berbeda-beda untuk setiap individu karena AKG ditentukan

berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rata-rata angka kecukupan gizi, baik

energi dan protein rumah tangga responden diperoleh dengan menjumlahkan

AKG setiap anggota keluarga menurut golongan umur dan jenis kelamin,

kemudian dibagi dengan jumlah total anggota keluarga. Berikut ini

merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga responden

dan tingkat konsumsi gizinya.

Tabel 22. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein, AKG yang dianjurkan, dan Tingkat Konsumsi Gizi Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011

Kandungan Gizi Rata-rata AKG yang dianjurkan TKG (%) Energi (kkal/orang/hari) 1.459,33 2.066,06 69,17 Protein (gram/orang/hari) 50,22 53,74 92,02

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 5)

Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per

orang per hari yang dinyatakan dalam kkal/orang/hari dan konsumsi protein

adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang dinyatakan dalam

gram/orang/hari. Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa rata-rata

Page 74: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

kandungan energi yang di konsumsi oleh rumah tangga responden mencapai

1.459,33 kkal/orang/hari. Sedangkan untuk protein mencapai 50,22

gram/orang/hari. Besarnya rata-rata konsumsi energi dan protein rumah

tangga responden masih berada di bawah angka kecukupan gizi yang

seharusnya mencapai 2.066,06 kkal/orang/hari untuk energi dan 53,74

gram/orang/hari untuk protein.

Sesuai penjelasan diatas diketahuinya jumlah konsumsi rumah tangga

dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan umur dan

jenis kelamin maka akan di dapat nilai Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) untuk

energi dan protein suatu rumah tangga yang dinyatakan dalam bentuk

persentase. Tabel di atas menunjukkan bahwa besarnya Tingkat Konsumsi

Energi (TKE) rumah tangga mencapai 69,17%, sedangkan untuk Tingkat

Konsumsi Protein (TKP) mencapai 92,02%. Besarnya tingkat konsumsi

energi dan tingkat konsumsi protein, apabila di lihat pada nilai ragam

kecukupan gizi terlihat bahwa untuk tingkat konsumsi energi masuk dalam

kategori defisit karena berada pada nilai kurang dari 70% dari angka

kecukupan gizi. Sedangkan untuk tingkat konsumsi protein masuk dalam

kategori sedang karena berada pada nilai antara 80-99% dari angka

kecukupan gizi.

Rendahnya rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga

responden dibanding dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan tingkat

konsumsi energi yang masuk dalam kategori defisit serta untuk tingkat

konsumsi protein masuk dalam kategori sedang, disebabkan karena konsumsi

untuk energi rata-rata rumah tangga hanya dipenuhi dari nasi sebagai

makanan pokok untuk sumber enegi serta kurangnya konsumsi pangan

sumber energi lain. Sedangkan untuk protein, banyak rumah tangga miskin

memenuhi kebutuhan protein hanya dengan tahu dan tempe sebagai sumber

protein nabati, untuk sumber protein hewani rata-rata hanya berasal dari telur

ayam. Hal ini disebabkan karena daya beli meraka yang rendah sehingga

konsumsi pangan sumber protein ini masih berada di bawah Angka

Kecukupan Gizi yang di anjurkan. Tingkat pendapatan merupakan salah satu

Page 75: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

faktor terbesar rumah tangga menentukan keputusan untuk membeli

konsumsi pangan. Pendapatan yang rendah membuat mereka enggan untuk

membeli makanan sumber protein hewani yang lebih mahal seperti daging

sapi, daging ayam dan ikan segar lainnya.

Menurut hasil kajian Ariningsih (2002) menunjukan bahwa pada

rumah tangga berpendapatan rendah di pedesaan konsumsi yang bersumber

dari bahan pangan nabati masih sangat dominan. Ditinjau dari aspek mutu

gizi, ketergantungan yang tinggi terhadap protein nabati kurang baik karena

kurang lengkapnya kandungan asam amino esensial protein nabati. Penduduk

dengan pola konsumsi pangan tinggi serelian dan kurang beragam, serta

konsumsi pangan hewani yang rendah seperti di Indonesia umumnya

mengalami defisit beberapa asam amino dalam menu makanannya. Lima

asam amino esensial yang sering defisit dalam pola konsumsi pangan di

Indonesia adalah lisin, treonin, triptofan, dan asam amino yang mengandung

sulfur, yaitu sistin dan metionin. Hal tersebut menjadi masalah karena

kekuranglengkapan asam amino esensial dalam pangan akan menyebabkan

mutu cerna dan daya manfaat protein yang dikonsumsi menjadi rendah.

Disamping itu, sisa-sisa (racun) dari protein nabati yang dikeluarkan oleh

ginjal lebih banyak daripada protein hewani, sehingga lebih memberatkan

kerja ginjal.

Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga

responden di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 23. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011

Kategori Tingkat Kecukupan Gizi

Energi Protein Jumlah RT % Jumlah RT %

Baik (TKG ≥100% AKG) 2 6,67 10 33,33 Sedang (TKG 80–99% AKG) 4 13,33 11 36,67 Kurang (TKG 70–80% AKG) 6 20,00 2 6,67 Defisit (TKG <70% AKG) 18 60,00 7 23,33 Jumlah 30 100,00 30 100,00

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 5)

Tingkat konsumsi gizi diklasifikasikan berdasarkan pada nilai ragam

kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Buku

Page 76: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes (1990) dalam Supariasa (2002)

yaitu kategori tingkat konsumsi energi dan protein di katakan baik jika tingkat

konsumsi energi dan protein rumah tangga berada pada nilai di atas sama

dengan 100% dari nilai angka kecukupan gizi (TKG ≥100% AKG).

Dikatakan sedang apabila tingkat konsumsi energi dan protei rumah tangga

berada pada nilai antara 80-99% dari nilai angka kecukupan gizi (TKG 80–

99% AKG). Dikatakan kurang apabila tingkat konsumsi energi dan protei

rumah tangga berada pada nilai antara 70-80% dari nilai angka kecukupan

gizi (TKG 70–80% AKG), dan yang terakhir Dikatakan defisit apabila tingkat

konsumsi energi dan protein rumah tangga berada pada nilai di bawah 70%

dari nilai angka kecukupan gizi (TKG <70% AKG).

Tabel 23 menunjukkan bahwa rumah tangga yang berada pada kategori

tingkat kecukupan gizi baik untuk konsumsi energi hanya dua rumah tangga

atau 6,67% dari total keseluruhan responden. Proporsi terbanyak yaitu pada

kategori defisit yaitu sebesar 60% atau sejumlah 18 rumah tangga. Kategori

tingkat kecukupan energi untuk tingkat sedang dan kurang memiliki proporsi

sebesar 13,33% dan 20% yaitu sejmlah empat dan enam rumah tangga dari

total responden.

Jumlah terkecil kategori tingkat kecukupan gizi untuk protein berada

pada kategori kurang yaitu 6,67% atau sebanyak dua responden. Rumah

tangga yang masuk dalam kategori defisit yakni sebesar 20,00% atau

sebanyak tujuh rumah tangga. Sedangkan untuk kategori sedang memiliki

proporsi tersebar yang mencapai 36,67% atau sebanyak 11 rumah tangga,

untuk kategori rumah tangga yang tergolong baik terdapat sebesar 33,33%

atau sejumlah 10 rumah tangga. Secara keseluruhan, konsumsi protein

memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan tingkat konsumsi energi

rumah tangga, hal ini disebabkan karena hampir setiap hari rumah tangga

responden mengkonsumsi tahu-tempe yang merupakan sumber protein. Tidak

hanya untuk lauk, terkadang tempe atau tahu dijadikan camilan. Kondisi ini

disebabkan karena tahu-tempe sendiri merupakan barang yang mudah untuk

Page 77: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

didapat, harganya murah sehingga terjangkau untuk ekonomi rumah tangga

serta mudah untuk mengolahnya.

F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dengan Konsumsi

Energi dan Protein

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan mempunyai hubungan terhadap

konsumsi energi dan protein suatu rumah tangga. Konsumsi energi dan

protein akan berbeda pada proporsi pengeluaran yang berbeda pula. Dari hasil

analisis hubungan korelasi dengan menggunakan program SPSS 16 antara

proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein

rumah tangga, diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 24. Hasil Analisis Korelasi Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dengan Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden di Kabupaten Sukoharjo Bulan Desember 2011

Uji Korelasi Hasil Analisis Korelasi

Nilai Probabilitas α

Koefisien Korelasi

Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi 0,026 0,05 - 0,405

Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Protein 0,047 0,05 - 0,365

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 6)

Hasil analisis pada Tabel 24 menunjukkan bahwa nilai probabilitas

untuk proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi dan protein

adalah 0,026 dan 0,047. Nilai probabilitas antara proporsi pengeluaran

pangan dengan konsumsi energi dan protein lebih kecil dari tingkat kesalahan

yaitu 0,05 (α=0,05). Apabila nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 maka Ho

ditolak, artinya antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan

konsumsi energi dan protein mempunyai hubungan yang signifikan pada

tingkat kepercayaan 95%.

Korelasi antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi

dan protein memiliki hubungan yang rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel

21, dimana nilai koefisien korelasi antara proporsi pengeluaran pangan

dengan konsumsi energi sebesar -0,405, sedangkan untuk protein sebesar -

0,365. Hasil nilai yang negatif pada hubungan proporsi pengeluaran pangan

dengan konsumsi energi dan protein ini menunjukan bahwa antara variabel

Page 78: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

tersebut mempunyai hubungan yang berlawanan, apabila proporsi

pengeluaran pangan bertambah maka konsumsi energi dan protein akan

berkurang begitu pula sebaliknya.

Tingkat proporsi pengeluaran pangan dapat menggambarkan

kesejateraan suatu rumah tangga, dimana suatu rumah tangga memiliki

tingkat pendapatan rendah, sedangkan proporsi pengeluaran pangan tinggi hal

ini menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut rendah.

Pendapatan rumah tangga yang rendah akan lebih memprioritaskan untuk

konsumsi pangan tanpa memperdulikan kandungan zat gizi yang terkandung

dalam makanan tersebut. Sehingga mengakibatkan konsumsi energi dan

protein mereka rendah. Lain halnya dengan kelompok dengan tingkat

pendapatan tinggi, semakin tinggi tingkat pendapatan suatu rumah tangga

maka proporsi pengeluaran pangan rendah, kondisi ini menggambarkan

kesejahteraan rumah tangga tersebut tinggi.

Hal ini sesuai dengan hukum Engel bahwa pendapatan seseorang sangat

menentukan ketahanan pangan. Menurut Engel, proporsi pengeluaran pangan

rumah tangga miskin lebih besar daripada proporsi pengeluaran pangan

rumah tangga kaya. Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total

dapat dijadikan indikator langsung terhadap kesejahteraan rumah tangga

(Deaton dan Muelbauer, dalam Ilham dan Sinaga, 2008).

G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Kemiskinan sangat erat kaitannya dengan ketahanan pangan suatu

rumah tangga. Ketahanan pangan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu

ketersediaan, konsumsi, dan distribusi. Dalam penelitian ini ketahanan

pangan hanya dilihat melalui konsumsi pangan, terutama pada konsumsi

energi. Konsumsi pangan merupakan gambaran dari aspek ketersediaan dan

kemampuan keluarga tersebut untuk membeli dan memperoleh pangan,

sehingga konsumsi pangan merupakan variabel yang mudah digunakan

sebagai indikator ketahanan pangan. selain konsumsi pangan berupa energi,

variabel lain yang diamati untuk dijadikan indikator ketahanan pangan suatu

rumah tangga adalah proporsi pengeluaran untuk pangan. Berikut merupakan

Page 79: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

data mengenai kategori ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten

Sukoharjo.

Tabel 25. Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo Menurut Kategori Ketahanan Pangan

Kategori Ketahanan Pangan Proporsi

Pengeluaran Pangan (%)

Tingkat Konsumsi Energi (%)

Jumlah RT (%)

Tahan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)

0

0 0 0

Rentan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)

77,98 93,98 6 20

Kurang Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)

0 0 0 0

Rawan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)

76,06 65,33 24 80

Jumlah 30 100

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 7 dan 8)

Pada umumnya, rumah tangga yang dikategorikan miskin adalah rumah

tangga yang rawan pangan atau tidak tahan pangan. Berdasarkan tabel di atas

sejumlah 30 responden, tidak ada rumah tangga yang termasuk dalam rumah

tangga tahan pangan dan kurang pangan. Hal ini disebabkan karena sebagian

besar pendapatan yang diperoleh rumah tangga responden digunakan untuk

memenuhi kebutuhan berupa kebutuhan pangan. Rata-rata rumah tangga

responden masuk dalam kategori rumah tangga rawan pangan, yakni sebesar

80,00% atau setara dengan jumlah sebanyak 24 rumah tangga. Sisanya

sejumlah enam rumah tangga responden atau sebesar 20% masuk dalam

kategori rentan pangan.

Page 80: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Status rumah tangga yang termasuk dalam kategori rawan pangan

memiliki proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah

tangga sebesar 76,06% dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) sebesar

65,33%. Tingkat proporsi pengeluaran pangan yang melebihi batas nilai

indikator ketahanan pangan rumah tangga yaitu sebesar lebih dari sama

dengan 60% menunjukan bahwa kesejahteraan rumah tangga tersebut rendah

karena sebagian besar pendapatan yang mereka peroleh, mereka gunakan

untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sedangkan untuk konsumsi energi yang

mereka peroleh berada dibawah batas kecukupan sesuai indikator ketahanan

pangan yakni sebesar kurang dari sama dengan 80%.

Sebanyak enam rumah tangga atau sebesar 20% keseluruhan responden

termasuk dalam rumah tangga rentan pangan, yang memiliki proporsi

pengeluaran pangan sebesar 77,98% dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

sebesar 93,98%. Dikatakan rentan pangan karena rumah tangga tersebut

memiliki pengeluaran pangan melebihi batas indikator ketahanan pangan

rumah tangga yakni sebesar lebih dari sama dengan 60% dari pengeluaran

total. Sedangkan untuk konsumsi energi telah mencapai lebih dari 80% dari

kecukupan gizi. Nilai ini telah memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan.

Terpenuhinya konsumsi gizi sesuai dengan angka kecukupan gizi yang

dianjurkan disebabkan karena ragam pangan yang dikonsumsi berasal dari

jenis pangan sumber energi yang terjangkau untuk dikonsumsi responden,

sehingga kebutuhan energi rumah tangga responden melebihi dari angka

kecukupan yang dianjurkan.

Kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin yang rata-rata masuk

dalam kategori rawan pangan sangat dipengaruhi oleh pendapatan suatu

rumah tangga itu sendiri. Hal ini sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas

makanan yang dikonsumsi. Rendahnya pendapatan yang mereka peroleh

maka akan menyebabkan rumah tangga tersebut lebih mengutamakan

kuantitas suatu makanan di banding dengan kualitas, sehingga akan

mempengaruhi konsumsi gizi, dan akhirnya akan berpengaruh pada

produktivitas mereka.

Page 81: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Analisis Ketahanan Pangan

Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo, maka dapat diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

1. Besarnya rata-rata proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total

pengeluaran adalah 75,77%, artinya sebagian besar pengeluaran konsumsi

rumah tangga miskin di beratkan pada konsumsi pangan.

2. Rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin di Kabupaten

Sukoharjo adalah 1.459,33 kkal/orang/hari dan 50,22 gram/orang/hari dan

masih berada di bawah dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang

dianjurkan. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) sebesar 69,17% dan

termasuk kategori defisit, sedangkan Tingkat Konsumsi Protein (TKP)

sebesar 92,02% dan termasuk kategori sedang.

3. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan

protein mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi

untuk proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi dan protein

adalah -0,405 dan -0,365. Nilai koefisen korelasi bernilai negatif

menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi

pangan dengan konsumsi energi dan protein adalah berlawanan, artinya

proporsi pengeluaran konsumsi pangan tinggi, maka konsumsi energi dan

proteinnya rendah.

4. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo

adalah rumah tangga kategori rawan pangan sebesar 80% dan sisanya 20%

termasuk dalam kategori rentan pangan.

69

Page 82: ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN SUKOHARJO

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo, maka

saran yang dapat peneliti sampaikan adalah :

1. Sebagian besar rumah tangga miskin masuk dalam kategori rumah tangga

rawan pangan, hal ini disebabkan karena faktor tingkat pendapatan

mereka yang rendah serta pendapatan yang tidak kontinyu tiap bulannya,

sehingga diperlukan adanya bantuan dari berbagai pihak terutama

pemerintah untuk peningkatan pendapatan, baik dengan pelatihan

ataupun pemberian keterampilan, karena banyak diantaranya kepala

keluarga rumah tangga miskin berpencahariaan sebagai buruh, sehingga

pendapatan yang diterima tidak tetap tiap bulannya hanya tergantung dari

ada atau tidaknya pekerjaan yang ada.

2. Dilihat dari tingkat rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga

miskin yang masih berada dibawah angka kecukupan gizi, maka

diperlukan pengeanekaragaman konsumsi pangan agar kebutuhan energi

dan protein tercukupi, misalnya rumah tangga dapat

menganekaragamkan konsumsi pangan yang dapat menambah konsumsi

energi maupun konsumsi protein untuk mencapai kebutuhan energi dan

protein yang dianjurkan seperti umbi-umbian sebagai pangan sumber

energi di samping beras.

3. Selain itu juga pengetahuan mengenai pangan dan kandungan gizi, hal ini

dapat dilakukan penyuluhan untuk menambah pengetahuan anggota

rumah tangga mengenai gizi, yang diharapkan dapat mampu

memperbaiki pola pangan yang dibutuhkan dari sisi kuantitas maupun

kualitas.