Analisis Kestabilan Antosianin Pada Kelopak Bunga Rosella
Click here to load reader
-
Upload
poppy-nazmi-christanti -
Category
Documents
-
view
751 -
download
1
Transcript of Analisis Kestabilan Antosianin Pada Kelopak Bunga Rosella
ANALISIS KESTABILAN ZAT PEWARNA ALAMI ANTOSIANIN
KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.)
TUGAS PAPER
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Analisis Hasil Pertanian 2
Oleh:
POPPY NAZMI CHRISTANTI
NIM 091710101045
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
Penggunaan bahan tambahan makanan berkaitan erat dengan keamanan
pangan dan mutu pangan yang diproduksi. Di Indonesia produsen makanan,
dalam melakukan bisnisnya masih banyak menggunakan bahan tambahan pangan
(BTP) yang terkadang tidak sesuai dengan prinsip keamanan pangan. Salah satu
BTP yang digunakan adalah zat pewarna makanan.
Zat pewarna alami saat ini masih sulit ditemukan dalam penjualan di
pasar, karena terbatasnya jumlah dan mutu zat pewarna alami tersebut. Sedangkan
yang banyak ditemukan di pasaran adalah zat pewarna sintetis. Padahal pewarna
sintetis pada makanan telah banyak terbukti kurang aman dan berbahaya untuk
kesehatan manusia. Penggunaan pewarna sintetik sebagai pewarna makanan atau
minuman dapat berdampak negatif karena menyebabkan toksik dan cenderung
bersifat karsiogenik. Oleh sebab itu, perlu pengembangan alternatif zat warna
yang aman dikonsumsi yaitu dengan menciptakan inovasi zat pewarna alami dari
tumbuhan.
Jenis zat warna alami yang sering digunakan untuk pewarna makanan
antara lain karotenoid, biksin, karamel, titanium oksida, cochineal, karmin, asam
karminat dan salah satunya adalah antosianin. Antosianin adalah pigmen dari
kelompok flavonoid yang larut dalam air, berwarna merah sampai biru dan
tersebar luas pada tanaman. Terutama terdapat pada buah dan bunga, namun juga
terdapat pada daun. Kadar antosianin cukup tinggi terdapat pada berbagai
tumbuh-tumbuhan seperti misalnya: bilberries (vaccinium myrtillus L), minuman
anggur merah (red wine), anggur, dan rosella (Hibiscus sabdariffa L.) (Jawi dkk.,
2007).
Kelopak bunga rosella merupakan bahan pangan yang dapat digunakan
sebagai pewarna alami. Rosella kaya akan vitamin dan mineral seperti: karoten,
kalsium, fosfor, zat besi, vitamin C, dan vitamin B. Zat-zat tersebut sangat
membantu meningkatkan daya tahan tubuh, melancarkan metabolisme, dan juga
dapat memenuhi kebutuhan zat gizi tubuh.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Antosianin
Antosianin merupakan pigmen yang memberikan warna merah keunguan
pada sayuran, buah-buahan, dan tanaman bunga. Antosianin merupakan senyawa
flavonoid yang dapat melindungi sel dari sinar ultraviolet. Kata antosianin berasal
dari bahasa yunani, yaitu anthos yang berarti bunga dan ky-neos yang berarti ungu
kemerah-merahan (Astawan, 2008).
Pigmen antosianin terdapat dalam cairan sel tumbuhan, senyawa ini
berbentuk glikosida dan menjadi penyebab warna merah, biru, dan violet banyak
buah dan sayuran. Antosianin adalah senyawa polifenol kelompok flavonoid dan
merupakan glikosida dari antosianidin yang terdiri dari 2-phenyl benzopyrilium
(Flavium) tersubstitusi, memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas dan gugus
hidroksil termetilasi yang berada pada posisi atom karbon yang berbeda. Seluruh
senyawa antosianin merupakan senyawa turunan dari kation flavilium, dua puluh
jenis senyawa telah ditemukan. Tetapi hanya enam yang memegang peranan
penting dalam bahan pangan yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin,
petunidin, dan malvidin (Nugrahan, 2007). Antosianin menurut Fennema
(1996)memiliki struktur dasar kation flavilium (AH+), seperti pada gambar
berikut :
Gambar 2.1 Struktur Kation Flavilium R1 dan R2= -H, OH, atau OCH3, R3
= -glikosil, R4= -H atau –glikosil
Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki
kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun dalam basa. Dalam media
asam, antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam vakuola sel dan
berubah menjadi ungu dan biru jika media bertambah basa. Jika bagian gula
dihilangkan dengan cara hidrolisis, tersisa aglukon dan disebut antosianidin.
Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin
dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang paling umum dikenal adalah sianidin
yang berwarna merah lembayung (Deman, 1997).
Gambar 2.2 Struktur Antosianidin (Anonim, 2007)
Antosianin memilki sifat fisik dan sifat kimia, menurut Harborne (1996)
dilihat dari kelarutan antosianin larut dalam pelarut polar seperti metanol, aseton,
atau kloroform, terlebih sering dengan air dan diasamkan dengan asam klorida
atau asam format (Socaciu, 2007). Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50°C
mempunyai berat molekul 207,08 gram/mol dan rumus molekul C15H11O
(Fennema, 1996). Antosianin dilihat dari penampakan berwarna merah, merah
senduduk, ungu dan biru mempunyai panjang gelombang maksimum 515-545 nm,
bergerak dengan eluen BAA (nbutanol-asam asetat-air) pada kertas.
2.2 Warna dan Stabilitas Antosianin
Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada struktur molekul
secara keseluruhan. Substitusi pada struktur antosianin A dan B akan berpengaruh
pada warna antosianin. Pada kondisi asam warna antosianin ditentukan oleh
banyaknya substitusi pada cincin B. Semakin banyak substitusi OH akan
menyebabkan warna semakin biru, sedangkan metoksilasi menyebabkan warna
semakin merah (Arisandi, 2001).
Konsentrasi pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna. Pada
konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi
pekat berwarna merah, dan konsentrasi sedang berwarna ungu. Adanya tannin
akan banyak mengubah warna antosianin. Antosianin merupakan pigmen alami
yang memberi warna merah pada seduhan kelopak bunga rosela dan bersifat
antioksidan.
Menurut Belitz dan Grosch (1999) penambahan gugus hidroksil
menghasilkan pergeseran ke arah warna biru (pelargonidin → sianidin →
delpinidin), dimana pembentukan glikosida dan metilasi menghasilkan pergeseran
ke arah warna merah (pelargonidin → pelargonidin-3-glukosida; sianidin →
peonidin). Degradasi antosianin terjadi tidak hanya selama ekstraksi dari jaringan
tumbuhan tetapi juga selama proses dan penyimpanan jaringan makanan.
Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu, sinar
dan oksigen, serta faktor lainnya seperti ion logam (Niendyah, 2004).
2.3 Kandungan Kimia Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosella adalah
pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan.
Flavonoid rosella terdiri dari flavonols dan pigmen antosianin. Pigmen antosianin
ini yang membentuk warna ungu kemerahan menarik di kelopak bunga maupun
teh hasil seduhan rosella. Antosianin berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini
dapat menyembuhkan penyakit degeneratif. Antosianin pada rosela berada dalam
bentuk glukosida yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside, delphinidin-3-
glucose, dan delphinidin-3-sambubioside. Sementara itu, flavonols terdiri dari
gossypetin, hibiscetine, dan quercetia.
Zat lain yang tak kalah penting terkandung dalam rosela adalah kalsium,
niasin, riboflavin dan besi yang cukup tinggi. Kandungan zat besi pada kelopak
segar rosela dapat mencapai 8,98 mg/100 g, sedangkan pada daun rosela sebesar
5,4 mg/ 100 g. Selain itu, kelopak rosela mengandung 1,12% protein, 12% serat
kasar, 21,89 mg/ 100 g sodium, vitamin C, dan vitamin A.
Selain itu, rosella juga mengandung antioksidan. Kadar antioksidan yang
tinggi pada kelopak rosella dapat menghambat radikal bebas. Semakin pekat
warna merah pada kelopak bunga rosela, rasanya akan semakin asam dan
kandungan anthosianin (sebagai anti oksidan) semakin tinggi. Sayangnya kadar
anti oksidan tersebut menjadi berkurang bila mengalami proses pemanasan dan
pengeringan (dengan drier). Sedangkan kadar anti oksidan berada pada tingkat
tertinggi jika dikonsumsi dalam bentuk kering (Anonim, 2009).
2.4 Kestabilan Antosianin Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
Pada penjelasan sebelumnya kestabilan antosianin dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain pH, suhu, sinar, dan oksigen, serta faktor lainnya
seperti ion logam.
1. Transformasi Struktur dan pH
Faktor pH ternyata tidak hanya mempengaruhi warna antosianin ternyata
juga mempengaruhi stabilitasnya. Antosianin lebih stabil dalam larutan asam
dibanding dalam larutan alkali. Dalam medium cair kemungkinan antosianin
berada dalam empat bentuk struktur yang tergantung pada pH. Struktur tersebut
adalah basa quinoidal (A), kation flavilium (AH+), basa karbinol yang tidak
berwarna (B), dan khalkon tidak berwarna (C) (Arisandi, 2001).
Pada pH rendah (pH 1) warna antosianin adalah merah (AH+), sedangkan
jika pH ditingkatkan terjadi 2 kemungkinan pathway yaitu deprotonisasi
menghasilkan senyawa biru (A) atau terjadi hidrasi menghasilkan karbinol (B)
dan membentuk kesetimbangan menjadi struktur khalkon (C)
2. Suhu
Pemanasan bersifat irreversible dalam mempengaruhi stabilitas pigmen
dimana khalkon yang tidak berwarna tidak dapat kembali menjadi kation
flavilium yang berwarna merah. Dan bila terus dipanaskan akan menjadi pucat
dan coklat.
Pemucatan warna antosianin rosella disebabkan terjadinya dekomposisi antosianin
dari bentuk aglikon menjadi khalkon (tidak berwarna) dan akhirnya membentuk
diketon yang berwarna coklat. Antosianin zat warna ini akan mengalami
kerusakan dengan perlakuan pemanasan. Pemberian belerang cenderung
memucatkan zat warna antosianin. Disamping memberikan penghambatan yang
kuat terhadap pencoklatan oksidatif.
Biasanya masyarakat mengenal rosella kering dalam bentuk teh rosella.
Sedangkan telah diketahui bahwa dengan pengeringan dapat menurunkan nilai
gizi dalam kelopak bunga rosella dan merusak zat antosianinnya. Karena semakin
tinggi suhu maka semakin besar kemungkinan terjadinya degradasi antosianin.
Suhu dan lama pemanasan menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan
dekomposisi pigmen sehingga terjadi pemucatan warna antosianin dan menjadi
coklat.
Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen antosianin rosela kering dari pengeringan
berbeda
Pada tabel diatas diketahui bahwa semakin tinggi suhu pengeringan
rendemen antosianin rosella kering semakin tinggi. Pengeringan suhu 50ºC
selama 30 jam menyebabkan rendemen antosianin turun. Pengeringan suhu 70ºC
selama 20 jam mempunyai rendemen semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin
tinggi suhu dan lama waktu pengeringan, antosianin mudah teroksidasi dan rusak.
Rendemen antosianin rosela kering dari pasaran yang sangat rendah,
kemungkinan terjadi akibat lama dan suhu pengeringan yang tidak terkontrol.
Sedangkan hubungan antara metode pengeringan terhadap rendemen rosela
kering dapat dilihat pada grafik berikut:
Berdasarkan diagram diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan lama
waktu pengeringan, rendemen antosianin semakin tinggi. Pengeringan dengan
sinar matahari selama satu hari mempunyai rendemen antosianin yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari dua hari. Hal ini diduga dengan
semakin lamanya waktu pemanasan maka akan mengakibatkan pigmen antosianin
mengalami perubahan struktur sehingga tidak mampu memberikan efek warna
seperti semula.
3. Sinar
Harbonne (1996) menyatakan bahwa antosianin tidak stabil dalam larutan
netral atau basa dan bahkan dalam larutan asam warnanya dapat memudar
perlahan-lahan akibat terkena cahaya, sehingga larutan sebaiknya disimpan di
suhu dingin dan tempat gelap. Secara umum diketahui bahwa cahaya
mempercepat degradasi antosianin. Antosianin juga tidak stabil ketika terkena
sinar tampak dan ultraviolet dan inti lain dari radiasi ion. Dekomposisi sebagian
besar tampak menjadi fotooksidasi karena asam p-hidroksibenzoat diidentifikasi
sebagai hasil degradasi minor (Arisandi, 2001).
4. Oksigen
Oksidatif mengakibatkan oksigen molekuler pada antosianin rosella.
Oksigen dan suhu dapat bekerjasama mempercepat kerusakan antosianin.
Stabilitas warna antosianin selama pemprosesan ekstrak kelopak bunga rosella
menjadi rusak akibat adanya pengaruh oksigen dan suhu.
5. Kopigmentasi
Kopigmen (penggabungan antosianin dengan antosianin atau komponen
organik lainnya) dapat mempercepat atau memperlambat proses degradasi,
tergantung kondisi lingkungan. Bentuk kompleks turun dengan adanya protein,
tannin, flavonoid lainnya, dan polisakarida. Walaupun sebagian komponen
tersebut tidak berwarna, mereka dapat meningkatkan warna antosianin dengan
pergeseran batokromik, dan meningkatkan penyerapan warna pada panjang
gelombang penyerapan warna maksimum. Kompleks ini cenderung menstabilkan
selama proses dan penyimpanan. Warna stabil dari wine dipercaya hasil dari
senyawa antosianin sendiri (Fennema, 1996).
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu,
sinar dan oksigen, serta faktor lainnya seperti ion logam
2. Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin
dihidrolisis dengan asam
3. Suhu dan lama pemanasan menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan
dekomposisi pigmen sehingga terjadi pemucatan warna antosianin dan
menjadi coklat.
4. Antosianin tidak stabil dalam larutan netral atau basa dan dalam larutan
asam warnanya dapat memudar perlahan-lahan karena terkena cahaya.
3.2 Saran
Perlu adanya pengembangan implementasi zat warna alami dari ekstrak
kelopak bunga rosella untuk mengurangi kecenderungan penggunaan pewarna
sintetis.