Analisis Kependudukan
-
Upload
nimas-dwi-ayu-r -
Category
Documents
-
view
47 -
download
5
Transcript of Analisis Kependudukan
Analisis Kependudukan
Social Determinants of Health yang Mempengaruhi
Fertilitas di Indonesia Masih Tinggi
Disusun oleh :
Teguh Riyadi / 6411413125 / Rombel 004
Nimas Dwi Ayu R / 6411413126 / Rombel 004
Christy Merry Arinta /6411413127 / Rombel 004
IILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
Menurut Prof.Ida Bagoes Mantra (2009) dalam bukunya istilah fertilitas adalah sama
dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan
ada tanda-tanda kehidupan; misal berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya.
Apabila pada waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan disebut dengan lahir mati(still birth)
yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran. Di samping istilah
fertilitas ada juga istilah fekunditas (fecundity) sebagai petunjuk kepada kemampuan fisiologis
dan biologis seorang perempuan untuk menghasilkan anak lahir hidup.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6
juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000, dengan 58% hidup di pulau Jawa,
pulau terpadat di dunia. Artinya, setiap tahun selama periode 2000-2010, jumlah penduduk
bertambah 3,25 juta jiwa. Jika di alokasikan ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk
Indonesia bertambah sebanyak 270.833 jiwa atau sebesar 0,27 juta jiwa.
Berdasarkan jumlah tersebut, maka setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar
9.027 jiwa. Dan setiap jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap
detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa).
Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya (bahkan bisa dikatakan 99,9 persen) disebabkan
oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa
dalam 1 detik di Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa.
Salah satu komponen yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah kelahiran
(fertilitas) yang bersifat menambah jumlah penduduk. Fertilitas adalah kemampuan
menghasilkan keturunan yang dikaitkan dengan kesuburan wanita (fekunditas). Untuk itu
menurut Sugiri Indonesia harus memiliki Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK),
yang meliputi fertilitas, mortalitas dan mobilitas penduduk. Kondisi yang diinginkan adalah
penduduk tumbuh seimbang sebagai prasyarat tercapainya penduduk tanpa pertumbuhan, dimana
tingkat fertilitas , mortalitas semakin menurun, dan persebaran lebih merata. Dalam hal fertilitas
adalah tercapainya kondisi penduduk tumbuh seimbang pada tahun 2015 dan terus berlanjut
hingga tahun 2035. Untuk mencapai Kondisi Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS), diharapkan
angka kelahiran total (TFR) 2,1 per wanita atau net reproduction (NRR) sebesar 1 per wanita
pada tahun 2015. Kesejahteraan keluarga dan masyarakat akan lebih mudah dicapai apabila anak
pada keluarga inti jumlahnya ideal, yaitu “dua anak lebih baik”, dengan cara mengatur jarak
kelahiran dan jumlah anak.
Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat fertlitas masa kini.
Jumlah kelahiran bayi yang besar di masa lalu disertai dengan penurunan kematian bayi akan
menyebabkan bayi-bayi tersebut tetap hidup dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya disaat kematian bayi masih tinggi. Lima belas tahun kemudian
bayi-bayi ini akan membentuk kelompok perempuan usia subur. Meskipun tingkat fertilitas
sudah menurun, kalau jumlah ibunya besar sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi dimasa
lalu serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir masih akan tetap banyak jumlahnya.
Tingkat fertilitas di suatu negara dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti umur, jenis
kelamin, status perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi atau karakteristik lainnya. Menurut
Davis dan Blake faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas adalah variabel antara yaitu variabel
yang secara langsung mempengaruhi dan variabel tak langsung, seperti faktor sosial, ekonomi
dan budaya. Menurut Easterlin tingkat fertilitas sebagiannya ditentukan oleh karakteristik latar
belakang seperti persepsi nilai anak, agama, kondisi pemukiman, pendidikan, status kerja, umur
kawin pertama, pendapatan, kematian bayi/anak. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan
sikap fertilitas yang didasarkan atas karakteristik di atas.
Di Indonesia sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi masih tingginya angka fertilitas
diantaranya adalah pendidikan, agama, persepsi nilai anak, umur kawin pertama, dan unmet
need. Berikut akan dijelaskan masing-masing factor yang mempengaruhi.
1. Pendidikan
Penelitian mengenai kaitan pendidikan wanita dengan kesuburan di beberapa
negara, sudah maupun kurang berkembang, mengungkapkan adanya kaitan yang erat
antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesuburan. Semakin tinggi pendidikan semakin
rendah kesuburan begitupun sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka
semakin besar pula tingkat kesuburannya.
Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan perubahan sikap, perilaku, pandangan,
dan status sosial ekonomi suatu masyarakat. Tingkat pendidikan bila dikaitkan dengan
fertilitas menunjukkan hubungan positif dan signifikan, yaitu semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin sedikit jumlah anak yang dilahirkan. Tinggi rendahnya tingkat
pendidikan akan mempengaruhi umur perkawinan pertama, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi fertilitas. Wanita yang tingkat pendidikannya lebih rendah umumnya
umur perkawinan pertama juga rendah dan pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah
anak yang dilahirkan yang akan lebih banyak.
2. Agama
Agama merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas. Agama
senantiasa mengajarkan kita untuk selalu bertakwa kepada tuhan dengan menjalankan
segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Remaja yang pengetahuan dan
pemahamam terhadap agamanya kurang dapat terjerumus kedalam pergaulan yang salah
misalnya saja pergaulan bebas. Salah satu dampak dari pergaulan bebas tersebut adalah
banyaknya para remaja yang melahirkan dan hal tersebut meningkatkan fertilitas.
3. Persepsi Nilai Anak
Persepsi nilai terhadap anak akan mempengaruhi keputusan orang tua untuk
menentukan jumlah anak yang diinginkan. Banyak manfaat yang bisa diperoleh orang
tua dengan adanya kehadiran anak dalam keluarga, diantaranya adalah manfaat secara
ekonomi, bio-fisiologis, emosional dan spiritual. Persepsi tentang nilai anak dari segi
bio-fisiologis adalah kehadiran anak merupakan sebagai penerus keturunan keluarga dan
dapat membuktikan bahwa seseorang itu subur. Untuk persepsi tentang nilai anak dari
segi emosional yaitu kehadiran anak dapat mendatangkan suatu kebahagiaan dan
kebanggaan tersendiri bagi orang tuanya serta dapat menghilangkan rasa sepi yang
selama ini telah dialami. Persepsi tentang nilai anak jika dilihat dari segi spiritual adalah
anak diharapkan bisa mendoakan orang tua dan menjadi anak yang taat pada agama.
Menurut Robinson (2000) ada tiga macam kegunaan anak, yaitu: 1) sebagai suatu
barang konsumsi, misalnya sebagai sumber hiburan, 2) sebagai suatu sarana produksi,
yakni anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu yang menambah
pendapatan keluarga, 3) sebagai sumber ketenteraman, baik pada hari tua maupun
sebaliknya. Di negara berkembang anak dianggap sebagai barang investasi atau
aktivaekonomi, yaitu orang tua berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak.
Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik
keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua ataupun
membantu keuangan keluarga. Masyarakat di Indonesia sendiri masih beranggapan
bahwa ”banyak anak, banyak rezeki”. Sehingga hal ini dapat menyebabkan tingkat
kelahiran yang tinggi.
4. Umur Kawin Pertama
Angka fertilitas remaja usia 15-19 di Indonesia pada tahun 2012 mengalami
peningkatan. Dari 35 kelahiran per 1000 perempuan dan pada tahun 2011 menjadi 48
kelahiran per 1000 perempuan pada tahun 2012. Sedangkan target nasional untuk
fertilitas pada remaja adalah 30 kelahiran per perempuan. Kejadian tingginya ASFR
pada remaja disebabkan oleh rata- rata Usia kawin Pertama (UKP) yang masih rendah.
Usia Kawin Pertama adalah usia dimana seseorang melakukan hubungan intim
untuk yang pertama kalinya. Rata-rata usia kawin pertama di Indonesia menurut BPS
menunjukkan masih cukup rendah, yaitu dibawah 20 tahun.
Rendahnya UKP bisa disebabkan karena pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi di kalangan remaja masih rendah. Perkawinan di bawah 20 tahun secara
kesehatan reproduksi bisa dikatakan masih terlalu muda, secara mental sosial belum siap
dan secara ekonomi juga biasanya belum mapan. Menurut Riskesdas 2010 perkawinan
yang sangat muda umumnya terjadi pada perempuan di perdesaan, berpendidikan
rendah, berstatus ekonomi termiskin, serta pada kelompok tani, nelayan, dan buruh. Hal
ini menurut data statistik indonesia perempuan dan laki- laki yang memiliki status sosial
ekonomi rendah tidak banyak memiliki alternatif kegiatan lain sehingga menikah muda
dan meninggalkan bangku sekolah.
5. Unmet Need
Peningkatan fertilitas juga dapat dipengaruhi karena faktor kelahiran yang tidak
direncanakan akibat tidak turut serta ber KB atau yang disebut dengan unmet need .
Pengertian dari Unmet Need yaitu persentase wanita kawin yang tidak ingin punya anak
lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara
kontrasepsi. Carrasco (1991) dan Enggleston (2001) menemukan kejadian kehamilan
yang tidak diinginkan lebih banyak terjadi pada pasangan yang mempunyai anak lebih
dari 2 (>2) orang karena tidak menggunakan alat kontrasepsi. Di Indonesia pada tahun
2011 partisipasi pasangan usia subur (PUS) ber KB hanya mencapai 61,4 % , dengan
unmet need sebesar 9,1 persen.
Solusi
Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi Sulbar,
Abdullah Kemma untuk mengatasi tinggat fertilitas indonesia yang terus bertambah
yaitu dengan memaksimalkan program kependudukan dan keluarga berencana.
Menurut Menteri Kesehatan Indonesia untuk mengatasi tingginya fertilitas di kalangan
para remaja ada beberapa hal yang harus dilakukan
1. Ditingkatkannya pendidikan agama dan pendidikan kesehatan reproduksi untuk
melindungi para remaja dari perilaku seks beresiko.
2. Selain itu Kemenkominfo juga ikut andil dengan memastikan tidak ada tayangan
vulgar di TV.
3. Kampanye peningkatan pendewasaan usia pernikahan dan menurunkan angka fertilitas
remaja dengan mencegah perkawinan usia dini.
Menurut Inspektur Utama BKKBN, Miere Selfia Sangian, Program Generasi Berencana
(GenRe) dari BKKBN dapat mengatasi masalah fertilitas remaja di Indonesia. Program
GenRe adalah program yang fokus pada mempersiapkan remaja dalam hal bagaimana
merencanakan masa depan mereka dengan mengoptimalkan potensi dan peluang sebelum
mereka membangun sebuah keluarga. Program GenRe antara lain
1. Merencanakan usia perkawinan
2. Merencanakan masa hamil
3. Merencanakan jarak kehamilan
4. Merencanakan jumlah anak
Peningkatan pemberdayaan petugas dan kader KB di lapangan sebagai ujung tombak
pelayanan kepada masyarakat. Program kependudukan dan keluarga berencana adalah
program strategis pemerintah daerah dengan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk
dengan menekan angka kelahiran demi penikatan taraf hidup masyarakat. (Kepala Bidang
Pelatihan dan Pengembangan BKKBN Jawa Barat, Ida Indrawati)
Penyelenggaran jaminan kesehatan dengan universal coverage melalui BPJS akan
menciptakan permintaan atas layanan kesehatan yang lebih besar. Dengan sistem jaminan
kesehatan tersebut, jumlah masyarakat yang bisa menikmati layanan kesehatan semakin
bertambah. (Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Kesehatan,
Kesimpulan
Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk
disamping migrasi masuk. Tingginya tingkat fertilitas suatu negara dapat meningkatkan
laju pertumbuhan penduduk yang berakibat pada kepadatan penduduk.
Fertilitas remaja dipengaruhi oleh tingkat ekonomi, sosial dan pendidikan. Apabila
tingkat sosial ekonomi dan pendidikan rendah dapat menyebabkan Usia Kawin Pertama
juga rendah. UKP rendah dibawah 20 dapat menyebabkan naiknya tingkat fertilitas
remaja
Banyak faktor yang mempengaruhi fertilitas, diantaranya pendidikan, agama, umur kawin
pertama, persepsi nilai anak, dan unmet need.
Saran
Diharapkan bagi pihak dinas kesehatan perlu mengembangkan program layanan kepada
masyarakat untuk membantu pengaturan fertilitas dalam keluarga, seperti meningkatkan akses
layanan, menyediakan petugas di lapangan yang mudah dihubungi masyarakat. Bagi petugas
kesehatan agar lebih meningkatkan layanan konseling sosialisasi tentang hak reproduksi,
gender ,serta meningkatkan pemahaman dan komunikasi pasangan suami istri tentang
pengaturan fertilitas.
Daftar Pustaka
Mantra, Ida Bagoes. 2009. Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Salut Muhidin.2010. INDONESIA DATA DEMOGRAFI Tantangan dan Peluang di
Menganalisis Kematian Dewasa (Makalah)
Syarief S. Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk, Apa Itu ? Jurnal Keluarga Informasi
Kependudukan dan KB. 2011 Desember 2011;Edisis Khusus(5):12 - 9. ISSN 03049159
Noviananda , Milka .2013. Analisis Kasus Fertilitas (Makalah)
Kurniasari, Sisilia Rindi. 2013. Analisa Kasus 1 Fertilitas (Makalah)
http://sp2010.bps.go.id/index.php