Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis Rapat Sifat Rapat
ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM · PDF fileanalisis hukum kedudukan rapat umum . pemegang...
Transcript of ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM · PDF fileanalisis hukum kedudukan rapat umum . pemegang...
ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS
DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR
TESIS
Oleh
LAURA GINTING
057011044/MKn
S
EK O L A
H
PA
SC A S A R JANA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS
DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR
T E S I S
Oleh
LAURA GINTING
057011044/MKn
S
EK O L A
H
PA
SC A S A R JANA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS
DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LAURA GINTING
057011044/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR
Nama Mahasiswa : LAURA GINTING Nomor Pokok : 057011044 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) Ketua
(Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum) Anggota
(Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal Lulus : 30 Januari 2008
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Telah Diuji Pada Tanggal: 30 Januari 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N.
Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum.
2. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.
3. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn.
4. Syafnil Gani, S.H., M.Hum.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRAK Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang dan/atau anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). RUPS merupakan tempat berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan, yang pelaksanaannya mengacu pada anggaran dasar selama belum diatur dalam UUPT. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang pengaturan RUPS di dalam anggaran dasar, dan pengaturan serta kedudukan RUPS tersebut di dalam UUPT.
Penelitian ini bersifat dekriptif analitis dengan pendekatan secara yuridis normatif dari ketentuan Anggaran Dasar dan Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam kaitannya dengan pengaturan RUPS.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: anggaran dasar suatu perseroan adalah menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah mendasar dapat dituangkan secara jelas dan lengkap Anggaran Dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua pemegang saham, dewan direksi dan dewan komisaris dalam pelaksanaan RUPS, dan kekuatan mengikat itu tidak dapat dikesampingkan oleh siapa pun juga, sekali pun diambil keputusan oleh RUPS dengan suara bulat. RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT, dan RUPS mengangkat Direksi dan Komisaris. Kemudian keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi Perseroan, yaitu perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi Perseroan, hak kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/ penggunaan keuntungan yang dibuat Perseroan sepenuhnya menjadi wewenang RUPS.
Disarankan agar para pihak yang terikat dalam perjanjian pada perseroan wajib mengetahui status pendirian dari suatu perseroan terbatas yang termuat dalam Anggaran Dasar, sehingga dalam pelaksanaan RUPS jelas terlihat kewenangan-kewenangan dari Direksi dalam pengelolaan perusahaan dan kewajiban untuk melakukan RUPS. Kata kunci: Rapat Umum Pemegang Saham; Perseroan Terbatas; Anggaran Dasar.
iLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRACT Shareholder Meeting (RUPS) is the liability limited organ of corporate having
authority which do not be passed to Board of Directors or Board of Commissioner in authority which is determined in statutes and/or law as arranged in Section 1 Number 4 UU No.40 Year 2007 about Limited Liability Corporate (UUPT). RUPS represent place gather all shareholder to study everything related to corporation, which is its execution relate at statutes during not yet been arranged in UUPT. Therefore, conducted by research about arrangement of RUPS in statutes, and arrangement RUPS in UUPT.
This research have the character of analytical descriptive with approach by juridical normative of the Limited Liability Corporate Laws in its bearing with arrangement of RUPS.
Pursuant to result of research known that: statutes of the Limited Liability Corporate is to specify assumed things need and which not yet been arranged in existing regulation. Therefore, in compiling bill of establishment or statutes have to be drawn up as well as possible so that the problem of base can be poured clearly and complete Association of representing positive law of obligatory all stockholder, board of directors council and board of commissioner in execution of RUPS, and strength fasten that cannot be overruled by whom also, once is even also taken by decision by unanimous RUPS. RUPS have authority to decide something that concerning corporate organization chart, that is change of statutes, merger, forge, dissociation, corporate liquidation and disbandment, obligation rights all shareholders, expenditure of new share and division/usage of made by advantage the limited liability corporate.
It is suggested that by the parties which tied in agreement at the limited liability corporate is obliged to know founding status from the limited liability corporate which included in statutes, so that in execution of seen clear RUPS of authority of board of directors in management of obligation and company to conduct RUPS. Keywords: Shareholder Meeting; The Limited Liability Corporate; Statute.
iiLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Pertama dan terutama, dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrah-Nya, diselesaikan tesis ini,
bukan hanya karena kepintaran ataupun kemampuan saya, melainkan dengan segala
keterbatasan yang dimiliki, tetapi karena limpahan karunia-Nya sehingga menambah
keyakinan dan kekuatan dalam penyelesaian tesis ini.
Judul tesis ini “ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM
PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS DILIHAT DARI
ANGGARAN DASAR” yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan,
dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada
yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N.,
Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Ibu Dr. Sunarmi, S.H.,
M.Hum., atas kesediaannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk serta arahan
demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada para dosen penguji di luar komisi
pembimbing, yaitu yang terhormat dan amat terpelajar Ibu Chairani Bustami, S.H.,
Sp.N., M.Kn., dan Bapak Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum., yang telah
berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif demi penyempurnaan
iiiLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian
tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris serta seluruh Staf atas
bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat menyelesaikan
studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program
Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
beserta seluruh Staf atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas
sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.)
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.)
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu dengan
sepenuh hati dan memberi senyuman yang terbaik kepada penulis, terutama saran
guna memperlancar manajemen administrasi yang dibutuhkan.
5. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan (Ridho, T.M. Ali Bahar, Edi
Syahputra, Novi) dan khususnya rekan-rekan sekelas di Grup A-2005 maupun
rekan-rekan seangkatan umumnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu
ivLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
yang selalu memberikan bantuan semangat, dorongan, dan motivasi kepada
penulis dalam rangka penyelesaian studi Program Magister Kenotariatan (M.Kn).
6. Kepada sahabat-sahabat karibku Miar Simarmata, S.H., C.N., Midah, S.H., Tuti
Las Suriani, dan Rudi Hartono. yang telah memberikan dorongan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Teristimewa dengan tulus hati penulis ucapkan terima kasih kepada kepada
kedua orang tua yang selalu mengasihiku, Ayahanda Almarhum Comat Ginting dan
Ibunda yang tercinta Tringani Tarigan, S.H., Sp.N., yang selalu memberikan
limpahan kasih sayang, cinta kasih dalam memberikan semangat bagi penulis untuk
berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis. Juga, kepada kakanda
Ngobarita Ginting, Sertamin Ginting, abangda Elieser Dolson Ginting, dan adinda
Frans Cory Meilando, S.H., yang memberikan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan studi ini.
Ucapan terima kasih yang tulus kepada suami tercinta Harry Immanuel, S.H.,
dan anak-anakku tersayang Fernando Edwin Parla dan Meika yang menjadi
motivasi penulis untuk menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan
(M.Kn) ini.
Akhir kata kepada semua sahabat, saudara/i, dan rekan-rekan yang tidak dapat
disebutkan satu per satu, terima kasih buat semua doa, kebaikan, ketulusan, dan
dukungan kepada penulis selama proses penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, Maret 2008 Penulis,
Laura Ginting
vLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Laura Ginting
Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 29 Juni 1977
Status : Menikah
Alamat : Jl. Gatot Subroto No.38
Agama : Kristen Protestan
II. Orang Tua
Nama Ayah : Alm. Comat Ginting
Nama Ibu : Tringani Tarigan, S.H., Sp.N.
III. Pendidikan
1. SD Swasta Masehi
2. SMP Swasta Methodis I Medan
3. SMA Negeri 13 Medan
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Panca Budi Medan
5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn)
Sekolah Pascasarjana USU Medan.
Medan, Maret 2008
Penulis,
Laura Ginting
viLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ........................................................................................................ i ABSTRACT ..................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 7
E. Keaslian Penelitian ................................................................... 8
F. Kerangka Teori dan Konsepsi .................................................. 9
1. Kerangka Teori .................................................................. 9
2. Konsepsi ............................................................................. 13
G. Metode Penelitian .................................................................... 14
1. Sifat Penelitian ................................................................... 14
2. Metode Penelitian .............................................................. 15
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 15
4. Alat Pengumpulan Data ..................................................... 16
5. Analisis Data ...................................................................... 17
BAB II PENGATURAN RUPS DI DALAM ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS ......................................................... 18
A. Rapat Umum Pemegang Saham ............................................... 18
viiLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
1. Kekuasaan dan Kewenangan RUPS .................................. 20
2. Pemanggilan RUPS ............................................................ 22
3. Hak Suara .......................................................................... 25
4. Korum RUPS .................................................................... 26
B. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas ...................................... 28
BAB III PENGATURAN RUPS DI DALAM KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS .................. 32
A. Perseroan Terbatas .................................................................... 32
B. Pendirian Perseroan Terbatas ................................................... 39
C. Prinsip Hukum Perseroan Terbatas........................................... 45
D. Pengaturan RUPS dalam UUPT ............................................... 52
BAB IV KEDUDUKAN HUKUM RUPS DI DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS ...................................... 57
A. Organ Perseroan Terbatas ....................................................... 57
B. Kewajiban Pelaksanaan RUPS.................................................. 93
C. Keputusan RUPS....................................................................... 102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 107
A. Kesimpulan .............................................................................. 107
B. Saran ......................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 109
viiiLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Struktur Dewan Direktur (Board of Directors) dalam Sistem Satu Dewan Direktur (One Tier System) ................................................. 65
2. Struktur Dewan Direktur (Board of Directors) dalam Sistem Dua Badan Terpisah (Two Tiers System) ............................................... 66
3. Struktur Organ Perseroan Terbatas di Indonesia ............................ 67
ixLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISTILAH
Artificial person : Manusia semu Beneficiary : Pihak yang memberikan kepercayaan yang
harus dipegang untuk kepentingannya Best interest : Yang terbaik bagi perseroan Business Judgment Rule : Peraturan Pertimbangan Bisnis Chairman : Presiden komisaris Conflict of interest : Konflik kepentingan Constituences : Pihak berkepentingan Corporate opportunity : Kesempatan perseroan Decision market : Pengambil keputusan Derivative action : Gugatan derivatif dalam perseroan terbatas Directory : Pedoman Disclosure : Keterbukaan informasi Doctrinal research : Penelitian doktrinal Dubius : Penafsiran mendua Due care : Kehati-hatian Exclusive authorities : Wewenang eksklusif Fiduciary duty : Tugas dan kedudukan yang dipercayakan
(pemegang amanah) For cause or no cause : Dengan atau tanpa menunjukkan alasan
pemberhentian Fraud : Penipuan Guardian : Perwalian Insider trading : Orang dalam Law as it is decided by the judge through judicial process
: Hukum yang yang muncul dari proses pengadilan
Law as it written in the book : Hukum sebagaimana yang tertulis Lawyer : Penasehat hukum Legal entity : Badan Hukum Liability of Promotors : Tanggung jawab promotor perseroan Library research : Penelitian kepustakaan Limited liability : Tanggung jawab terbatas Limited Liability Company : Perseroan Terbatas Mandatory : Kewajiban Mandatory element : Unsur wajib Naamloze Vennootschap : Perseroan Terbatas Non executive : Tidak mempunyai otoritas manajemen Operational definition : Konsepsi Personal standi in judicio : Subjek hukum mandiri
xLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
Piercing the Corporate Veil : Penyingkapan tirai perusahaan Primary right : Hak utama Proper purpose : Tujuan yang layak Rational basis : Dasar-dasar yang rasional Reasonable belief : Cara yang layak dipercayai Self dealing : Transaksi dengan perseroan Sense of business : Pertimbangan bisnis Shadow director : Direktur bayangan Stakeholder : Pihak yang berkepentingan The Act of Australia Company Act : Hukum Perusahaan Australia Top management : Dewan Direksi Ultra vires : Tindakan di luar kewenangan
xiLaura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan. Misalnya dalam kegiatan ekonomi perusahaan hak seseorang sebagai pelaku ekonomi dalam menjalankan perusahaan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat. Karena pada akhir-akhir ini telah muncul pemikiran-pemikiran mengenai sifat dan hakikat hukum perusahaan yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan. Hal yang menjadi pemikiran dalam hukum perusahaan adalah kondisi perusahaan yang berbentuk badan hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company .1
Di Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan
hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company (selanjutnya disingkat
PT). Pembaharuan hukum perusahaan menurut UUPT ditujukan untuk memberi
jawaban atas tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan PT sebagai
salah satu bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi.2 Karena itu UUPT ditujukan
untuk memberi perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan
para pihak ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Salah satu
1 Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magíster Ilmu Hukum USU, 2003 ,
h 1-2 2 Perusahaan adalah bentuk yang sangat fleksible dari alat untuk melakukan kegiatan bisnis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas bisnis, bentuk perusahaan memungkinkan untuk melakukan berbagai ukuran dan jenis usaha dibandingkan dengan bentuk lainnya. Perusahaan dapat digunakan untuk untuk mengakomodasikan kegiataan usaha dari yang terkecil yaitu bisnis perorangan (one-person business) sampai yang terbesar yaitu bisnis multinasional. Selain itu perusahaan juga dapat digunakan untuk kegiatan non profit yang bertujuan usaha tidak untuk membuat keuntungan. Lihat Paul L. Davies, Gower and Davies’ Principles of Modern Company Law, Thomson Sweet &Maxwell, 2003, h 1
1 Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
2
permasalahan yang penting dalam kaitannya dengan aktivitas perusahaan terbatas
tersebut adalah mengenai kedudukan hukum RUPS pada perseroan terbatas.
Pasal 1 ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa organ perseroan adalah rapat
umum pemegang saham (RUPS), direksi, dan komisaris. Kemudian dalam Pasal 1
Ayat (3) dinyatakan bahwa RUPS adalah organ perseroan pemegang kekuasaan
tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diarahkan
kepada direksi atau komisaris. RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi
perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun
atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.3
Salah satu pemikiran yang muncul dalam UUPT dalam hal RUPS adalah
Pertama, bahwa RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada
direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UUPT dan atau anggaran
dasar perseroan. Kedua, bahwa RUPS berhak memperoleh keterangan yang berkaitan
dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris.
RUPS merupakan tempat berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Forum ini yang memutuskan hal-hal yang penting dari suatu perusahaan, termasuk pengangkatan atau pemberhentian komisaris dan direktur, mengesahkan neraca rugi laba, memutuskan pembagian dividen, mengubah anggaran dasar, menyetujui atau tidak menyetujui merjer, akuisisi dan konsolidasi, bahkan membubarkan perusahaan. Dalam RUPS juga mempunyai hak untuk memperoleh segala keterangan dari pengurus perseroan dalam hal ini direksi dan komisaris yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.4
3 Ibid, h. 259 4 Hal ini dapat dicontohkan jika terdapat keraguan laporan tahunan, maka sebelum sampai
mengambil keputusan sah tidaknya laporan tersebut, RUPS berhak menanyakan kepada direksi dan komisaris tentang kebenaran laporan itu.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
3
Dapat diketahui bahwa RUPS terbagi dalam dua macam. Pertama, RUPS
tahunan, yang diselenggarakan setahun sekali menurut waktu dan tempat yang
ditentukan dalam anggaran dasar. Kedua, RUPS luar biasa, yang diselenggarakan
sewaktu-waktu, atas permintaan pemegang saham, komisaris, direktur, bahkan juga
atas perintah pengadilan.
Perseroan terbatas adalah wadah kerja sama dari pada pemilik modal atau
pemegang saham yang dijelmakan dalam RUPS. Artinya bahwa RUPS sebagai organ
perseroan terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak
dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan
dalam UUPT maupun anggaran dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang
eksklusif (exclusive authorities) RUPS.5
Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat
ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam
anggaran dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan
disetujui oleh Menteri Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran
dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT.6
UUPT yang telah ada jika dibandingkan dengan peraturan yang lama isinya
cukup maju, ketentuan-ketentuan dalam UUPT dapat dikatakan lengkap dan
5 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni,
2004), hal. 128 Lihat juga dalam Pasal 63 UUPT yang menyatakan : 1. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam
batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini data atau anggaran dasar. 2. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari
direksi atau komisaris 6 Ibid., h. 130
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
4
terperinci. Di dalamnya dikenal perbedaan perseroan tertutup dengan perseroan
terbuka, diatur tentang bagaimana perlindungan modal dan kekayaan perusahaan,
juga tentang penggunaan laba, pengambilalihan perseroan, juga bagaimana jika
perseroan melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun sebagaimana diketahui
bahwa sampai saat ini UUPT lebih terkonsentrasi pada pembahasan mengenai
Anggaran Dasar, RUPS dan cara pendirian PT. Masalah yang paling signifikan yang
tidak tergambar dalam UUPT ini adalah pertanggungjawaban pengurus apakah itu
pertanggungjawab secara perdata maupun pertanggungjawaban secara pidana.
Dalam UUPT terdapat pengaturan yang berkenaan dengan organ perseroan.
Adapun yang menjadi organ perseroan tersebut yaitu Pertama rapat umum pemegang
saham, Kedua, direksi dan Ketiga, komisaris. Rapat umum pemegang saham
(selanjutnya disingkat dengan RUPS) adalah organ perseroan yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak
diserahkan oleh direksi dan komisaris.7 RUPS adalah rapat yang diselenggarakan
oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan
perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar.8
Salah satu pemikiran yang muncul dalam UUPT dalam hal RUPS adalah
Pertama, bahwa RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada
direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UUPT dan atau anggaran
7 I. G, Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, 2002). h. 257 8 Ibid, h. 259
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
5
dasar perseroan. Kedua, bahwa RUPS berhak memperoleh keterangan yang berkaitan
dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris.
Perseroan Terbatas (United Company by “Shares, Naamloze Vennooschap”) adalah “asosiasi modal” yang oleh Undang-undang diberi status badan hukum. Hakim Agung John Marshal dari Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat mendefinisikan PT sebagai keberadaan semu, tidak terlihat, tidak berbentuk nyata dan hanya ada dalam pertimbangan hukum. Selanjutnya lebih jelas MA ini mendefinisikan PT sebagai “asosiasi” sejumlah individu yang bersatu untuk maksud tertentu dan oleh Undang-Undang diperbolehkan menggunakan modal bersama tersebut dan mengganti anggota yang terdapat dalam asosiasi tanpa harus membubarkan asosiasi tersebut.9
Dalam hal ini, PT merupakan kreasi hukum dan subyek hukum mandiri. PT sebagai subyek hukum mandiri keberadaannya tidak tergantung dari keberadaan para pemegang saham. Sekalipun terjadi pergantian tersebut tidak mengubah keberadaan PT selaku “personal standi in judicio” (subyek hukum mandiri). Di sinilah letak perbedaan hakiki antara PT sebagai asosiasi modal dengan persekutuan perdata, seperti Firma dan CV sebagai asosiasi perorangan. “Keberadaan dan Kemandirian Perseroan Terbatas sebagai Badan Usaha Tunggal dan Sebagai Anggota Group” yaitu berbentuk perseroan yang berdiri untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal terbagi atas saham-saham, dalam hal ini para pemegang saham (pesero) hanya bertanggung-jawab untuk perikatan-perikatan PT sebesar jumlah saham yang mereka miliki. Selanjutnya PT sekaligus adalah wadah yang di dalamnya diwujudkan kerjasama para pemegang saham (asosiasi saham).10
Berdasarkan hal tersebut maka organ yang terdapat dalam PT harus dapat
memiliki kewajiban masing-masing dalam menjalankan PT. Artinya dapat
dicontohkan dimana dalam pemikiran UUPT ini sebagai penyelenggara RUPS adalah
direksi. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan
berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Namun jika direksi berhalangan atau
antara direksi dengan perseroan terjadi suatu pertentangan maka yang
9 Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. h. 2-3 10 Ibid, h. 5
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
6
menyelenggarakan RUPS adalah komisaris. Kemudian juga akan timbul pertanyaan
bagaimana jika komisaris juga tidak dapat menyelenggarakan RUPS, padahal RUPS
tahunan wajib diselenggarakan?
Untuk mengatasi tersebut, UUPT memberikan kewenangan kepada pemegang
saham untuk menyelenggarakan RUPS atau dapat juga dilakukan atas satu pemegang
saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan
yang bersangkutan.11 Tetapi prosedurnya harus meminta bantuan Pengadilan Negeri
terlebih dahulu yaitu dengan cara pemegang saham mengajukan permohonan kepada
Ketua Pengadilan Negeri agar mereka diberikan izin untuk melakukan pemanggilan
RUPS.12
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul “analisis Hukum
kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari
Anggaran Dasar ” sebagai judul dalam penulisan tesis ini. Hal ini dikarenakan bahwa baik
RUPS maupun Anggaran Dasar memilki wewenang eklusif di dalam Perseroan Terbatas.
Perlu ditegaskan di sini, bahwa penelitian ini telah selesai dilaksanakan
sebelum keluarnya undang-undang baru tentang perseroan terbatas yaitu Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun begitu penelitian
ini telah diupayakan disesuaikan dengan undang-undang terbaru tersebut.
11 I.G. Rai Widjaja, Loc.cit. 12 Pasal 67 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Ketua Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk : a. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila direksi
atau komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan. b. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila direksi atau komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
7
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dan
dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaturan RUPS di dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas?
2. Bagaimanakah pengaturan serta kedudukan hukum RUPS di dalam ketentuan
Undang-Undang Perseroan Terbatas?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan
ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah:
1. Untuk dapat mengetahui dan memahami pengaturan RUPS di dalam Anggaran
Dasar Perseroan Terbatas.
2. Untuk dapat mengetahui dan memahami pengaturan serta kedudukan hukum
RUPS di dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
ilmu pengetahuan, khususnya hukum perusahaan di Indonesia. Penelitian ini juga
diharapkan bisa memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan
mengenai perusahaan khususnya dalam kedudukan hukum Rapat Umum Pemegang
Saham pada perseroan.
Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada kalangan pelaku ekonomi yaitu
praktisi yang bergerak di bidang usaha yang berbadan hukum perseroan terbatas, agar
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
8
dapat lebih mengetahui dan memahami tentang kedudukan Rapat Umum Pemegang
Saham pada Perseroan Terbatas.
E. Keaslian Penulisan
Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, maupun data yang ada
dan penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan pada khususnya pada Program Studi
Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan
bahwa belum ada penelitan sebelumnya dengan judul “Analisis Hukum Kedudukan
Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran
Dasar”. Namun ada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh saudari
Ervina, mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana,
USU dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Mengenai Keabsahan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) Yang Diselenggarakan Berdasarkan Penetapan Izin
Ketua Pengadilan Negeri” Tahun 2007 dengan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Faktor apa yang menyebabkan diajukannya gugatan oleh pemegang saham yang
keberatan terhadap RUPS yang telah dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin
Pengadilan Negeri?
b. Apabila suatu RUPS yang telah dilaksanakan melalui penetapan izin Pengadilan
Negeri berdasarkan permintaan pemegang saham, ternyata adanya perbuatan
melawan hukum dalam mengajukan permohonan penetapan tersebut,
bagaimanakah akibat hukum dalam keadaan tersebut diatas?
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
9
c. Apa yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri Medan dalam menolak
gugatan pemegang saham yang keberatan tentang putusan – putusan yang
dihasilkan dalam RUPS yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin
Pengadilan Negeri Medan?
Penelitian ini apabila dikonfrontatir dengan penelitian – penelitian terdahulu, maka
baik judul, rumusan masalah, maupun substansi pembahasan serta pengkajian
hukumnya sangat berbeda samasekali oleh karena itu judul penelitian ini belum
pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, dengan demikian, penelitian ini dapat
dipertanggung jawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi13, dan sutu teori harus diuji dengan menghadapkan pada
fakta–fakta yang dapat menunjukkan ketidak kebenarannya14. Kerangka teori adalah
kerangka pemikiran atau butir–butir pendapat, teori thesis mengenai sesuatu kasus
atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.
13 J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu – ilmu Sosial, Asas – asas. (Penyunting : M. Hisyam).
(Jakarta : FE UI, 1996), h. 203 lihat M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian. (Bandung : CV Mandar Maju, 1994), h.27 menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan. Tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
14 Ibid, h. 16
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
10
Untuk mengetahui tentang analisis hukum kedudukan rapat umum pemegang
saham pada perseroan terbatas dilihat dari anggaran dasar didasarkan kepada teori yang
saling berkaitan, artinya teori yang belakangan merupakan reaksi atau perbaikan dari
teori sebelumnya.
Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini berawal pada hak
perorangan yang lahir dari perjanjian dalam mendirikan Badan Hukum yang
berbentuk Perusahan Terbatas. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1995
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut
Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan mewakili persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi
(orang perorangan), dan subjek hukum berupa badan hukum. Undang-undang
perseroan terbatas mendefenisikan perseroan terbatas sebagai badan hukum yang
didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal
tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan didalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya15.
Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum
yang berbeda satu dengan lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap
15 Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, seri hukum bisnis,“perseroan terbatas”, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 7
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
11
keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum. Salah satu ciri khas
yang membedakan sujek hukum pribadi dengan subjek hukum berupa badan hukum
adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya menentukan saat
lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing subjek hukum tersebut.
Pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum telah ada bahkan pada saat
pribadi orang perseorangan tersebut berada dalam kandungan16. Sedangkan pada
badan hukum, keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia
memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang yang memberikan hak-hak,
kewajian dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-
hak, kewajiban dan harta kekayaan pendiri, pemegang saham, maupun para
pengurusnya.
Undang–undang perseroan terbatas secara tegas menyatakan bahwa perseroan
adalah badan hukum.17 Ini berarti perseroan terbatas memiliki syarat keilmuan
sebagai pendukung kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri
terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya.
Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum yang
ditentukan dalam UUPT. Unsur-unsur tersebut adalah:
a. organisasi yang teratur
Oragisasi yang teratur ini dapt dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri
atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. Keteraturan
16 Pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 17 Pasal 1 butir 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
12
organisasi perusahaan dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Angaran Dasar
Perseroan, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan
Komisaris, Keputusan Direksi dan Peraturan-Peraturan Perusahaan lainnya yang
dikeluarkan dari waktu ke waktu.
b. harta kekayaan sendiri
Harta kekayaan sendiri ini berupa modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai
nominal saham yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk
lain18
c. melakukan hubungan hukum sendiri
Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum denga
pihak ketiga yang diwakili oleh pengrus yang disebut Direksi dan Komisaris.
Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik didalam maupun diluar
pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya tersebut, direksi berada dalam
pengawasan dewan komisaris, yang dalam hal-hal tertentu membantu direksi
dalam menjalankan tugasnya tersebut.
d. mempunyai tujuan hukum sendiri
Tujuan tersebut ditentukan dalam angggaran dasar perseroan. Karena perseroan
menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh
keuntungan.
18 Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
13
Perseroan terbatas dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahwa perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian. Perjanjian pendirian perseroan terbatas yang dilakukan oleh para pendiri dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan akta pendirian. Akta pendirian ini pada dasarnya mengatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam mengelola dan menjalankan perseroan terbatas tersebut. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut yang merupakan isi perjanjian selanjutnya disebut dengan anggaran dasar perseroan19.
Pendirian perseroan sebagai suatu bentuk perjanjian wajib memiliki objek
tertentu. Objek tersebut dicerminkan dalam bentuk pendirian perseroan dengan tujuan
untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu yang halal. Perseroan tidak dapat
didirikan dan dijalankan jika ia tidak memiliki tujuan dan kegiatan usaha yang jelas.
2. Konsepsi
Konsep adalah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari asbtrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut dengan operational definition20. Pentingnya definisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai21. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan Analisis
Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat
Dari Anggaran Dasar harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara
19 Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 20 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), h. 10
21 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, (Medan : PPs – USU, 2002), h. 35
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
14
operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan :
1. Rapat umum pemegang saham (selanjutnya disingkat dengan RUPS) adalah
organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan
memegang segala wewenang yang tidak diserahkan oleh direksi dan komisaris.
2. RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan
setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan
pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
3. Direksi adalah pengurus perseroan yang bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar.
4. Komisaris merupakan pengurus perseroan yang mempunyai tugas melakukan
pengawasan dan memberi nasehat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.
Dalam menjalankan tugasnya tersebut komisaris juga dibatasi oleh anggaran
dasar. Komisaris diharapkan bukan hanya dapat memberikan koreksi kepada
direksi, melainkan diharapkan pula untuk memberikan jalan keluar jika terdapat
kelemahan-kelemahan yang dialami direksi.
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat Deskriptif Analistis, artinya bahwa penelitian ini
termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
15
tepat serta menganalisis peraturan perundang-undang yang berkaitan dengan analisa
hukum kedudukan rapat umum pemegang saham pada perseroan terbatas dilihat dari
anggaran dasar. Bersifat deskriptif analistis dalam penelitian ini oleh karena
penelitian ini akan menggambarkan dan melukiskan azas-azas atau peraturan-
peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif terutama untuk mengkaji
peraturan Perundang-undangan dan Putusan Pengadilan. Metode penelitian hukum
normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin
menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal
research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it
written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through
judicial process.22
3. Teknik Pengumpulan Data
Sebagai Penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk
mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang
22 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,
disampaikan pada dialog Interaktif Tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, h. 2.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
16
dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya
ilmiah lainnya. Penelitian kepustakaan (library research) dalam penelitian ini
ditekankan pada pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun
bahan-bahan berupa :
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Hukum
Perusahaan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan
dengan obyek penelitian adalah merupakan bahan hukum primer.
b. Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,
berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah
atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini adalah merupakan bahan
hukum sekunder.
c. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris,
Indonesia, Belanda dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam
maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun common law yang
bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder.
4. Alat Pengumpulan Data
Seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan
dengan mempergunakan studi dokumen atau studi kepustakaan sebagai alat
pengumpul data. Penelitian Pustaka dimaksud merupakan penelitian bahan hukum
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
17
primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum
perusahaan, khususnya mengenai analisis hukum kedudukan rapat umum pemegang
saham pada perseroan terbatas di lihat dari anggaran dasar.
Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan
atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan
pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah
ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah
dipilih.
5. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya
dianalisis dengan mempergunakan metode analisis kualitatif yang didukung oleh
logika berpikir secara deduktif. Dipilihnya metode analisis deduktif adalah agar
gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara
mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan yang lainnya.
Setelah data dikumpulkan, data tersebut kemudian diabstraksi untuk
menentukan konsep-konsep yang lebih umum. Konsep yang lebih umum sebagai
hasil abstraksi merupakan jawaban-jawaban dari permasalahan yang dalam
pendiskripsiannya didukung oleh argumentasi-argumentasi yang diperoleh dari data-
data sekunder yang sudah ada. Dengan demikian data yang dikumpulkan, termasuk
kaidah-kaidah hukum merupakan data berkarakter khusus sedangkan hasil abstraksi
dari data tersebut adalah konsep yang bersifat lebih umum, sesuai dengan pendekatan
logika deduktif.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB II
PENGATURAN RUPS DI DALAM ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS
A. Rapat Umum Pemegang Saham
Secara teoritis Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ tertinggi
dalam suatu perseroan terbatas dan memegang segala wewenang yang tidak
diserahkan kepada organ perusahaan lainnya.23 RUPS merupakan tempat
berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang
berhubungan dengan perseroan. Forum ini yang memutuskan hal-hal yang penting
dari suatu perusahaan, termasuk (tetapi tidak terbatas hanya kepada) pengangkatan
atau pemberhentian komisaris dan direktur, mengesahkan neraca rugi laba,
memutuskan pembagian dividen, mengubah anggaran dasar, menyetujui atau tidak
menyetujui merjer, akuisisi dan konsolidasi, bahkan membubarkan perusahaan.
Dalam RUPS juga mempunyai hak untuk memperoleh segala keterangan dari
pengurus perseroan dalam hal ini direksi dan komisaris yang berkaitan dengan
kepentingan perseroan.24
Dapat diketahui bahwa RUPS terbagi dalam dua macam. Pertama, RUPS
tahunan, yang diselenggarakan setahun sekali menurut waktu dan tempat yang
ditentukan dalam anggaran dasar. Kedua, RUPS luar biasa, yang diselenggarakan
23 Misal dalam Pasal 63 ayat (2) ditetapkan, RUPS berhak memperoleh segala Keterangan
yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. Artinya kewenangan RUPS tersebut tidak mungkin dilimpahkan kepada organ-organ lainnya.
24 Hal ini dapat dicontohkan jika terdapat keraguan laporan tahunan, maka sebelum sampai mengambil keputusan sah tidaknya laporan tersebut, RUPS berhak menanyakan kepada direksi dan komisaris tentang kebenaran laporan itu.
18 Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
19
seaktu-waktu, atas permintaan pemegang saham, komisaris, direktur, bahkan juga
atas perintah pengadilan.
Oleh karena, RUPS sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
perseroan terbatas, maka RUPS sangat penting kehadiran dan kedudukannya. Dengan
demikian penyelenggaraan RUPS merupakan sesuatu keharusan dan wajib dilakukan.
Selain itu juga bahwa segala putusan-putusan yang dibuat oleh RUPS wajib untuk
ditaati dan dilaksanakan oleh direksi atau komisaris perseroan terbatas.
Setiap organ dalam perseroan terbatas diberi kebebasan bergerak untuk
melakukan tindakan dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan dengan dasar dan
tujuan untuk kepentingan perseroan terbatas.
Selanjutnya, Pasal 64 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan
Pasal 76 UU No.1 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menentukan tempat
RUPS. Ayat (1) menyebutkan, bahwa RUPS diadakan di tempat kedudukan
perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan
lain dalam Anggaran Dasar. Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
terletak di wilayah Negara Republik Indonesia [ayat (2)]. Jadi RUPS tidak dapat
dilakukan di luar wilayah Negara Republik Indonesia, walaupun, umpamanya,
perseroan terbatas yang bersangkutan 100% sahamnya dimiliki oleh investor asing.
UUPT tidak mencantumkan acara rapat dalam RUPS tahunan dan RUPS lainnya
yang diselenggarakan sewaktu-waktu secara spesifik. Dengan demikian boleh saja
acara rapat mengenai, umpamanya, perubahan Anggaran Dasar, mengalihkan atau
menjadikan jaminan harta perusahaan, atau merjer, akuisisi dan konsolidasi
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
20
diputuskan dalam rapat tahunan, asal korum dan pemungutan suara dilakukan sesuai
dengan apa yang dicantumkan dalam UUPT.
1. Kekuasan dan Kewenangan RUPS
Berdasarkan uraian diatas bahwa perseroan terbatas merupakan kumpulan
atau asosiasi modal, yang oleh UUPT diberi status sebagai badan hukum. Dengan
demikian pada hakikatnya perseroan terbatas itu adalah wadah kerja sama dari pada
pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam RUPS. Artinya bahwa
RUPS sebagai organ perseroan terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang
tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam
batas yang ditentukan dalam UUPT maupun anggaran dasarnya. Inilah yang
dinamakan dengan wewenang eksklusif (exclusive authorities) RUPS.25
Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat
ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam
anggaran dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan
disetujui oleh Menteri Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran
dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT.26
Adapun kewenangan RUPS yang dinyatakan dalam UUPT dapat dilihat
dalam Pasal-Pasal yang mengatur tentang, yaitu :
25 Racmadi Usman, Op.Cit, h. 128 Lihat juga dalam Pasal 63 UUPT yang menyatakan :
1. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini data atau anggaran dasar.
2. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi atau komisaris
26 Ibid., hal. 130
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
21
a. Penetapan perubahan anggaran dasar.27
b. Pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan perseroan terbatas atau
pengalihannya.28
c. Penetapan dan penambahan dan pengurangan modal perseroan terbatas.29
d. Persetujuan laporan dan pengesahan perhitungan tahunan.30
e. Penetapan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk
cadangan perseroan terbatas.31
f. Pengangkatan, pemberhentian dan pembagian tugas wewenang Direksi dan
Komisaris perseroan terbatas.32
g. Persetujuan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan
terbatas.33
h. Penetapan pembubaran perseroan terbatas.34
Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam bentuk jumlah suara yang
dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat digunakan untuk
berbagai maksud dan tujuan diantaranya ialah menyutujui atau menolak, yaitu :35
27 Pasal 14 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 19 UU No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 28 Pasal 31 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 38 UU No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 29 Pasal 34 dan Pasal 37 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 41 dan
Pasal 44 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 30 Pasal 60 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 66 UU No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 31 Pasal 61 dan Pasal 62 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 70 dan
Pasal 71 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 32 Pasal 81, 91, 92, 95 dan Pasal 101 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan
Pasal 94, 105, 111, 113 dan 118 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 33 Pasal 103 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 122 UU No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 34 Pasal 114 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 127 UU No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 35 Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 131
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
22
a. Rencana perubahan anggaran dasar.
b. Rencana penjualan aset dan pemberian jaminan hutang
c. Pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan/atau komisaris
d. Laporan Keuangan yang disampaikan oleh direksi
e. Pertanggungjawaban direksi
f. Rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
g. Rencana pembubaran perseroan
2. Pemanggilan RUPS
Pada dasarnya, penyelenggaraan RUPS dilaksanakan oleh direksi, baik RUPS
tahunan maupun RUPS lainnya untuk kepentingan perseroan terbatas. Baik RUPS
tahunan maupun RUPS lainnya dapat dipanggil oleh direksi, komisaris, pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas yang mewakili 1/10 bagian dari jumlah
seluruh saham, atau pun Ketua Pengadilan Negeri.
Kewajiban pelaksanaan RUPS oleh direksi tidak hanya dianut oleh UUPT
Indonesia namun sebahagian besar UUPT di berbagai negara juga mengatur hal yang
sama dengan UUPT di Indonesia. Hal ini dapat dillihat dalam The Act of Australia
Company Law 1992. Dimana dalam UUPT Australia tersebut juga menyebutkan
mengenai kewajiban pelaksanaan RUPS oleh direksi. Pengaturan hal ini dinyatakan
dalam dalam Pasal 245 Ayat (1). Section 245 (1) The Act of Asutralia Corporation
Law menytakan bahwa :36
36 Phillip Lipton, Understanding Company Law (Sydney: The Law Book Company Limited,
1993), h. 419
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
23
All companies must hold an annual general meeting at least once in every calender year and within five months after the end of the company’s finacial year. In the case of an exempt proprietary company, it must be held within six months after the end of the financial year : s.245(1). The first annual general meeting, however, may be held at any time within 18 months after incorporation, as long as it is within five months (or in the case of an exemptproprietary company, within six months) after the end of the company’s financial year
UUPT Australia juga mengatur tentang adanya permohonan dari pemegang
saham untuk pelaksanaan RUPS sendiri dengan melalui mekanisme Penetapan
Pengadilan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1311 UUPT Australia. The meaning of
Section 1311 are default in holdingan annual general meeting is an offence by the
company and any defaulting under s.1311. The court may also order that a general
meeting be convened on the application of any member37
Penyelenggaraan RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada
prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah direksi, kecuali direksi
berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, maka
pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Penyelenggaraan RUPS tersebut menurut
Pasal 79 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu)
orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu
persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran
dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau Dewan Komisaris. Jadi
prakarsa menyelenggarakan RUPS di sini datang dari pemegang saham. Bahkan
menurut Pasal 80 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 bahwa dalam hal Direksi atau
Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang
37 Ibid, h 420
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
24
ditentukan maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada
pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
Ketentuan ini merupakan kontrol dari pemegang saham yang diberikan oleh
undang-undang atas pengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan
komisaris melalui ketua pengadilan negeri yang berwenang memberi izin. Ketua
pengadilan negeri dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir dalam
RUPS tersebut bahkan dapat juga menentukan bentuk, isi, dan jangka waktu
pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-
undang perseroan terbatas dan anggaran dasar.38
Selanjutnya dengan mengacu pada Pasal 82 UUPT No.40 Tahun 2007, guna
kepentingan penyelenggaraan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada para
pemegang saham, dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.
(3) Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.
(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan
38 Agus Budiarto, op. cit., h. 59.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
25
ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 UUPT No.40
Tahun 2007, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan
pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan pengumuman tersebut
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
pemanggilan RUPS.
3. Hak Suara
Pasal 84 UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan setiap saham yang
dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Hak
suara sebagaimana dimaksud tidak berlaku untuk:
a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan; b. sahan Induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara
langsung atau tidak langsung; atau c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara
langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
Pemegang saham baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa
berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah
saham yang dimilikinya, tetapi tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa
hak suara. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham
berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak
memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah
saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda (Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3)).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
26
Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari
pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa
yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. Ketua rapat berhak
menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan
UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 85 ayat (4), (5), dan (6)).
4. Kuorum RUPS
Korum yang harus dicapai bagi sahnya suatu RUPS berdasarkan UUPT ini
berbeda-beda, tergantung kepada materi atau masalah yang akan diputuskan. Begitu
juga besarnya pemegang saham yang harus memberikan persetujuan agar putusan
rapat menjadi sah berbeda-beda menurut materi atau masalah yang diputuskan.
Secara umum menurut Pasal 86 UUPT No.40 Tahun 2007 dan Anggaran
Dasar PT dapat menetapkan bahwa:
(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu suara) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
27
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Selanjutnya keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari
jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali UUPT dan Anggaran Dasar menentukan
bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar
(Pasal 87).
RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran
dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum tidak tercapai, maka dapat
dilaksanakan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga yang dilakukan dengan permohonan
kepada ketua pengadilan negeri (Pasal 88).
Selanjutnya RUPS untuk menyetujui penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan
pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
28
dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan
adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara
yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar
(Pasal 89).
Dalam hal setiap kuorum tidak tercapai, maka dapat dilakukan RUPS kedua
bahkan RUPS ketiga dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana
berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 86 ayat (5), (6), (7), (8) dan ayat (9) pada
setiap jenis RUPS secara mutatis mutandis.
Pada dasarnya Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari
jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar
menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang
lebih besar (Pasal 87 UUPT No.40 Tahun 2007).
B. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
Anggaran Dasar suatu PT merupakan hukum positif bagi PT, dan apabila di
langgar akan mengakibatkan transaksi yang dibuat menjadi batal. Dalam hal
pengaturan mengenai perseroan terbatas dalam perundang-undangan masih belum
sempurna maka hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam peraturan perundang-
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
29
undangan, dibenarkan kepada PT untuk mengatur sendiri Anggaran Dasarnya hal-hal
yang masih dianggap perlu namun tidak hal-hal yang diatur tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain
bahwa hal-hal yang diatur dalam Anggaran Dasar PT terdapat suatu keleluasan bagi
PT untuk menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam
peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau anggaran
dasar PT, harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah-
masalah yang perlu dan dianggap mendasar dapat dituangkan secara jelas dan
lengkap dalam anggaran dasar PT.
Dalam prateknya apabila hendak mendirikan sebuah PT para pendiri cukup
mengutarakan keinginannya kepada notaris, dan selanjutnya notarislah yang akan
merumuskan atau memformulasikan semua keinginannya dan kemudian dituangkan
dalam akta. Sehubungan dengan hal ini, biasanya notaris telah menyiapkan suatu
konsep yang sebahagian sudah baku dan kemudian ditambah serta diubah sesuai
dengan kebutuhan yang dihadapi, baik mengenai hal-hal khusus yang merupakan
kehendak para pendiri yang juga ingin dimasukkan di dalam anggaran dasar
perseroan. Hal-hal yang dikehendaki oleh para pendiri yang masih dimungkinkan
atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian
dirumuskan oleh notaris menjadi suatu naskah yang secara hukum adalah benar dan
sah.
Dalam Proses Pendidrian Perseroan hal yang subtansi untuk dijadikan
perhatian adalah anggaran dasar perseroan, dimana anggaran dasar pada awalnya
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
30
merupakan suatu akte pendirian yang disepakati oleh para pendiri, untuk itu maka
dapat disimpulkan bahwa:
a. Anggaran dasar merupakan bagian dari akta pendirian perseroan terbatas;
b. Sebagai bagian dari akta pendirian, yang menentukan setiap hak dan kewajiban
dari pihak-pihak dalam anggaran dasar, baik perseroan itu sendiri, pemegang
saham, pengurus (Direksi maupun Komisaris) perseroan;
c. Anggaran dasar perseroan baru berlaku bagi pihak ketiga setelah akta pendirian
perseroan disetujui oleh menteri kehakiman.
Kenyataan bahwa anggaran dasar merupakan aturan main dalam perseroan
diperkuat oleh ketentuan pasal 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang
menyatakan:”terbadap perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar
perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya”, termasuk didalamnya asas
itikad baik, asas kepantasan, dan asas kepatutan dalam menjalankan perseroan.
Selanjutnya Anggaran Dasar sebagai Undang-undang dalam perseroan,
sebagaimana dijelaskan berikut ini:
Sebelum akta pendirian perseroan memperoleh pengesahan dari menteri
kehakiman, anggaran dasar perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga, dan hanya
mengikat para pendiri yang mengadakan perjanjian untuk mendirikan perseroan
terbatas tersebut.
Dengan diperolehnya pengesahan dari menteri kehakiman yang berarti
berlakunya anggaran dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua pihak, baik
pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan dengan perseoan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
31
maka praktis anggaran dasar perseroan telah menjadi “Undang-undang” bagi semua
pihak, dan bukan hanya menjadi “undang-undang” bagi para pembuatnya. Walaupun
demikian secara hirarkis anggaran dasar tidak dapat menyimpang dari ketentuan
peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang membentuknya. Demikian lah
rumus Pasal 25 ayat (1) undang-undang perseroan terbatas (akta pendirian perseoan
yang telah disahkan oleh atau anggaran dasar yang perubahannya telah disetujui
sebelum undang-undang ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang lain) yang secara implisit membatalkan setiap ketentuan
dalam anggaran dasar yang bertentangan dengan undang-undang perseroan terbatas
Ini berarti anggaran dasar merupakan aturan main perseroan, yang tidak hanya
mengikat para pihak yang mengadakannya, tapi juga pihak ketiga lainnya yang
berhubungan hukum dengan perseroan, termasuk didalamnya para pemegang saham,
pengurus (direksi dan komisaris) perseroan.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB III
PENGATURAN RUPS DI DALAM KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
A. Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas (PT) adalah suatu badan hukum yang terpisah dengan
individu yang memilikinya (pemegang saham) atau pengurusnya (komisaris dan
direksi). Sebagai badan hukum perseroan terbatas memiliki hak dan kewajiban
sendiri. Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri
setelah persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dipenuhi. Proses pendirian
dimulai dengan membuat akta pendirian PT yang dilakukan dengan akta otentik.
Setelah akta pendirian PT selesai dibuat maka selanjutnya adalah mengajukan
permohonan ke Menteri Hukum dan HAM untuk memperoleh pengesahan, agar PT
memperoleh status badan hukum. Dalam akta pendirian pada umumnya memuat
anggaran dasar, yang mengatur hal-hal antara lain, Pertama, nama perusahaan.
Kedua, tujuan perusahaan. Ketiga, kegiatan usaha. Keempat, lokasi kantor pusat.
Kelima, jumlah direksi dan komisaris. Dan Keenam, struktur permodalan.
Perseroan terbatas atau Naamloze Vennootschap adalah sesuatu perseroan
yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat andil atau sero, yang lazimnya
disediakan untuk orang yang hentak turut. Perkataan “terbatas” ditujukan pada
tanggung jawab atau resiko dari para pesero atau pemegang andil, yang hanya
terbatas pada harga surat andil atau sero yang mereka ambil.39
39 Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, h. 202 – 203.
32 Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
33
H.M.N. Purwosutjipto berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah
persekutuan yang berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak disebut
“persekutuan” tetapi “perseroan”, sebab modal badan hukum itu terdiri dari sero –
sero atau saham – saham. Istilah “terbatas” tertuju pada tanggung jawab persero atau
pemegang saham yang luasnya terbatas pada nilai nominal semua saham yang
dimilikinya.40
Ali Rido berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah suatu bentuk
perusahaan yang berbentuk badan hukum yang menjalankan perusahaan, didirikan
dengan suatu perbuatan hukum bersama oleh beberapa orang dengan modal tertentu
yang terbagi atas saham – saham di mana para anggota dapat memiliki satu atau lebih
saham dan bertanggung jawab terbatas samapai bagian saham yang dimiliki.41
Agus Budiarto berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah suatu badan
usaha yang mempunyai unsur – unsur :
a. adanya kekayaan yang terpisah;
b. adanya pemegang saham;
c. adanya pengurus.42
I.G. Rai Widjaya berpendapat bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan
hukum (legal intity), yaitu badan hukum “mandiri” (persona standi in judicio) yang
40 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan,
Jakarta, 1991, h. 90. 41 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
Koperasi, Yayasan, Wakaf, PT. Alumni, Bandung, 1983, h.214. 42 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, h. 26.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
34
memiliki sifat dan cirri khusus yang berbeda dari bentuk usaha yang lain, yang
dikenal sebagai karakteristik suatu PT yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai asosiasi modal; 2. Kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang Pemegang
Saham; 3. Pemegang Saham :
a. bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung jawab terbatas (limited liability;
b. tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan (PT) melebihi nilai saham yang telah diambilnya;
c. tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan;
4. Adanya pemisahan fungsi antara Pemegang Saham dan Pengurus atau Direksi;
5. Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas; 6. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau
RUPS.43 Disamping itu, ada juga yang memberikan arti pereroan terbatas sebagai suatu
asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di Negara tertentu) yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang–orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus menerus, dan sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas bewenang untuk menerima, memegang atau mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan – kewenangan lainya yang diberikan oleh hukum yang berlaku.44
Pengertian Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 UU No.40 Tahun 2007 adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
43 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Undang – undang dan Peraturan Pelaksanaan di Bidang Usaha, Kesaint Blane,,Jakrta, 2003, h. 142 – 143.
44 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Inc, New York, USA, 1984, h. 100.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
35
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan rumusan–rumusan dapatlah disimpulkan bahwa unsur–unsur
perseroan terbatas adalah sebagai berikut :
1. Perseroan terbatas adalah badan hukum; 2. Selalu menjalankan perusahaan; 3. Didirikan dengan suatu perbuatan hukum oleh beberapa orang; 4. Modal terdiri atas/dibagi dalam saham – saham; 5. Para pesero bertanggung jawab terbatas; 6. Adanya pengurus.45
Anggaran dasar juga dapat mengatur hal-hal berikut:46
a. Preemptive rights, pemegang saham memiliki hak untuk membeli terlebih dahulu
atas saham yang dikeluarkan perusahaan berikutnya.
b. Hak untuk menilai, komisaris dapat menilai tambahan dana yang disetor
pemegang saham
c. Aturan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka timbul pertanyaan apakah secara
hukum perusahaan telah berdiri ? dan apabila belum konsekuensi hukum apa yang
terjadi?. Apabila salah satu persyaratan formal pendirian tidak dipenuhi atau tidak
45 Bandingkan dengan Munir Fuady, Ibid.., h. 3 – 4, dikatakan “Setidak – tidaknya ada 15 (lima belas) elemen yuridis dari suatu perseroan terbatas. Ke -15 elemem yuridis dari perseroan terbatas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dasarnya adalah perjanjian; 2. Adanya para pendiri; 3. Pendiri/pemegang saham bernaung di bawah suatu nama bersama; 4. Merupakan asosiasi dari pemegang saham atau hanya seorang pemegang saham; 5. Merupakan badan hukum atau manusia semu atau badan intelektual; 6. Diciptakan oleh hukum; 7. Mempunyai kegiatan usaha; 8. Berwenang melakukan kegiatan usaha; 9. Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh perundang – undangan yang berlaku; 10. Adanya modal dasar (dan juga modal ditempatkan dan modal setor); 11. Modal perseroan dibagi ke dalam saham – saham; 12. Eksistensinya terus berlangsung, meskipun pemegang sahamnya silih berganti; 13. Berwenang menerima, mengalihkan dan memegang aset – asetnya; 14. Dapat menggugat dan digugat di pengadilan; 15. Mempunyai oran perusahaan.”
46 Pasal 12 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
36
lengkap akibat apa yang ditimbulkannya?. Pertanyaan ini muncul ketika pihak di luar
perusahaan (misalnya kreditur) ingin menembus tirai perusahaan (corporate shield)
dan meminta tanggungjawab pribadi pemegang saham atas kewajiban perseroan.
Terdapat dua konsep berkenaan dengan masalah ini yaitu:47
a. Perseroan de jure. Suatu perseroan yang telah melengkapi seluruh ketentuan
formal untuk pendirian secara hukum telah menjadi badan hukum. Hal-hal apa
saja yang dikategorikan sebagai kewajiban (mandatory) dan hal yang bagaimana
dikategorikan sebagai pedoman (directory) tergantung aturan yang ditetapkan
oleh peraturan perundang-undangan.
b. Perseroan de facto. Teori ini mengajarkan bahwa meskipun suatu perseroan
belum memenuhi seluruh kewajiban untuk mendapatkan status de jure, perseroan
tersebut dapat dianggap telah cukup untuk mendapatkan status sebagai badan
hukum apabila berhadapan dengan pihak ketiga (kecuali pemerintah). Untuk
mendapatkan status de facto suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Pertama, iktikad baik untuk memenuhi persyaratan perundangundangan.
Kedua, iktikad baik dalam menjalankan perseroan seakan-akan perseroan telah
berdiri. Misalnya suatu perseroan belum memenuhi seal sebagaimana yang
ditentukan oleh undang-undang atau tidak memberikan alamat yang benar.
Apabila suatu perseroan telah mendapatkan status de facto maka semua pihak
harus memperlakukannya sebagai badan hukum. Hanya saja pemerintah tetap
berwenang menyatakan perseroan tersebut tidak sah.
47 I.G. Rai Widjaja, Log.Cit
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
37
Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab terpisah
dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum memiliki utang dan kewajiban
lainnya atas namanya sendiri dan bukan tanggung jawab pemegang saham.
Sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan kewajiban para
pemegang saham. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila telah terjadi suatu situasi
yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Situasi tersebut adalah.48 Pertama,
terdapatnya fraud atau ketidakadilan bagi pihak ketiga (misalnya kreditur) dalam
pengelolaan perusahaan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perusahaan
sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk tujuan pribadi.
Misalnya tidak melaksanakan pembukuan dengan baik, tidak melaksanakan Rapat
Umum Pemegang saham sebagaimana telah ditentukan dan pengelolaan keuangan
secara sembrono. Ketiga, perseroan kekurangan modal dibandingkan dengan utang
dan kewajiban lainnya sehingga secara rasional risiko menjadi tinggi.Keempat, situasi
lainnya yang menimbulkan ketidakadilan (fair) apabila perseroan tetap diakui sebagai
badan hukum.
Di dalam beberapa teori hukum dan teori-teori bisnis yang berkenaan dengan
perseroan sepakat bahwa suatu perseroan haruslah memiliki tujuan. Akan tetapi tidak
tercapai kesepakatan tentang bagaimana persisnya tujuan tersebut. Teori bisnis
cenderung menjelaskan tujuan sebagai strategi. Strategi adalah penentuan tujuan
dasar jangka panjang dari perseroan, langkah tindakan dan alokasi sumber daya yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Strategi menyangkut hal-hal berikut:49
48 Ibid, hal. 45 49 Ibid, hal. 51
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
38
a. Pemilihan target pasar, definisi produk-produk dasar untuk menjawab permintaan pasar dan penentuan sistem ditribusi.
b. Pencocokan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan sumber daya dan kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kesempatan pasar. Setelah dilakukan pilihan pasar disusun perencanaan alokasi sumber daya dan kemampuan.
c. Pemilihan keinginan dan nilai yang dibutuhkan dan d. Penentuan segmen sesuai dengan pandangan pengurus.
Sementara itu teori hukum lebih tertarik pada tujuan apa yang sesuai dengan
ketentuan dalam anggaran dasar perseroan dan peratutan perundang-undangan yang
berlaku. Alasannya adalah anggaran dasar adalah kontrak antara pendiri dengan
pemerintah. Pada awalnya masalahnya adalah apakah perusahaan telah melampaui
kewenangan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Masalahnya kemudian
berkembang menjadi apakah perseroan masih dalam batas tujuan sebagaimana yang
telah ditetapkan. Terkait erat dan masalah tujuan adalah masalah kewenangan. Dalam
hukum perusahaan seringkali ditetapkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oelh
suatu perseroan. Jika perusahaan melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan atau
kewenangan maka secara hukum perusahaan telah ultra vires (diluar kewenangan
perseroan).
Dalam kaitannya dengan tujuan terdapat dua konsep.50
Pertama, kewenangan yang secara tegas ditentukan. Perseroan memiliki kewenangan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh hukum perusahaan dan anggaran dasar. Kewenangan umum menentukan misalnya perusahaan dapat bertindak di dalam dan diluar pengadilan, mimiliki kekayaan serta berutang dan meminjamkan uang. Kedua, kewenangan terbatas menyangkut pengalihan aset perusahaan yang umumnya harus dengan persetujuan RUPS. Disamping kedua kewenangan tersebut perusahaan juga memiliki kewenangan yang tersirat (implied power). Perusahaan dapat melakukan segala tindakan yang dianggap perlu untuk kepentingan perusahaan kecuali hukum secara tegas melarang perbuatan tersebut.
50 Ibid
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
39
Setiap tindakan di luar kewenangan perusahaan adalah ultra vires. Suatu
perbuatan atau tindakan dikatakan ultra vires apabila melampaui kewenangan
perusahaan, baik kewenangan yang secara tegas maupun implisit atau dilakukan
tanpa ijin RUPS. Oleh karena itu, terdapat tiga konsekwensi hukum apabila terjadi
ultra vires. Pertama, ganti rugi, Kedua, pidana dan ketiga perjanjian. Umumnya ultra
vires tidak dapat digunakan sebagai pembelaan atas tuntutan ganti rugi terhadap
perusahaan akibat tindakan salah seorang karyawannya yang bertindak dalam
cakupan pekerjaannya. Demikian pula halnya dalam hal terjadi dakwaan pidana.
Sementara itu, dalam situasi tertentu tradisi common law membolehkan diajukannya
gugatan ultra vires atas dasar kontrak yang dilakukan perusahaan. Meskipun hal ini
tidak begitu diinginkan karena dapat mengganggu transaksi komersial. Penggunaan
alasan ultra vires dibatasi. Gugatan ultra vires misalnya tidak dapat dilakukan apabila
kontrak sudah dijalankan. Namun demikian perusahaan atau pemegang saham
melalui gugatan derivatif dapat menggugat direksi dengan dasar direksi telah
bertindak melampaui kewenangan. Sedangkan tindakan illegal bukan merupakan
ultra vires dan perusahaan bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
B. Pendirian Perseroan Terbatas
Undang-undang memungkinkan perseroan untuk mengambil alih kegiatan dan
pertanggung jawaban dari:
1. Perseroan dalam rencana (atas segala kegiatan dan pertanggung jawaban dari
badan usaha lainnya,baik itu orang-orang perorangan, persekutuan perdata,
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
40
persekutuan dengan firma, persekutuan komanditer dan bentuk2 usaha lainnya,
baik yang telah berbadan hukum maupun yang belum/tidak berbadan hukum,
yang hendak mengubah bentuk usahanya manjadi perseroan terbatas);
2. Perseroan dalam masa pendirian (perseroan terbatas yang telah didirikan namun
belum memperoleh pengesahan sebagai badan hukum yang oleh menteri
kehakiman).
Seperti yang diketahui bahwa suatu perseroan terbatas baru dapat dikatakan
ada demi hukum, dengan pengertian telah memiliki hak-hak, kewajiban-kewajiban
dan harta kekayaan tersendiri, dan karenanya berhak dan berwewenang untuk
bertindak dalam hukum, jika perseoan tersebut telah memperoleh pengesahan dari
menteri kehakiman. Sebelum pengesahan diperoleh perseroan hanyalah merupakan
suatu persekutuan di antara para pendiri (dengan firma) dengan para pengurus.
Dalam hal ini setiap perbuatan hukum yang dilakukan dengan mengatas namakan
perseroan belum mengikat perseroan secara hukum, melainkan hanya mengikat
pengurus dan atau pendiri perseroan yang melakukan perbuatan hukum tersebut.
Undang-undang mewajibkan diadakannya pengukuhan oleh perseroan atas setiap dan
seluruh perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pengurus dan atau pendiri
perseroan sebelum perseroan memperoleh pengesahan, segera setelah perseroan
memperoleh pengesahan. Perbuatan hukum yang tidak dikukuhkan akan menjadi
tanggung jawab pribadi sepenuhnnya dari masing-masing pengurus dan atau pendiri
yang melakukannya.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
41
Pasal 12 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menyatakan bahwa: “Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham
dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan,
harus dicantumkan dalam akta pendirian”
Ketentuan ini pada prinsipnya mengakomodasikan kepentingan para pendiri
mengenai besarnya penyertaan dari semua pihak dalam perseroan. Perbuatan hukum
ini biasanya disertai atau diikuti dengan dokumen tertulis berupa perjannjian kerja
sama usaha, atau yang lebih popular dengan nama “joint venture Agreement”, yang
antara lain memuat keterangan mengenai kesepakatan atau persetujuan dari para
pendiri untuk melakukan penyetoran saham selain dengan/dalam bentuk uang tunai
(seperti dijelaskan dalam penjelasan Pasal 12 ayat (1) tersebut)
Selanjutnya ketentuan Pasal 12 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 mensyaratkan
bahwa “Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta
pendirian”. Dengan pengertian bahwa dokumen yang memuat perbuatan hukum yang
terkait dengan pendirian tersebut harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan
akta pendirian. Ketentuan ini memperjelas akan hak dan kewajiban serta komitmen
dari masing-masing pendiri terhadap perseroan, segera setelah perseroan tersebut
didirikan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Dalam hal ketentuan dalam kedua ayat (1) dan (2 ) Pasal 12 tersebut tidak
dipenuhi, maka perbuatan hukum tersebut tidak menerbitkan hak dan kewajiban bagi
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
42
perseroan (Pasal 12 ayat (3) UU No.40 Tahun 2007). Ini berarti, selama perbuatan
hukum tersebut tidak dicantumkan dalam akta pendirian dan dokumen pendukung
tidak dilampirkan, maka perbuatan hukum tersebut tidak mengikat perseroan, kecuali
jika perbuatan hukum tersebut kemudian dikukuhkan menurut ketentuan dalam Pasal
13 UU No. 40 Tahun 2007 tersebut. Artinya pengurus perseroan berhak untuk tidak
menerima segala macam penyetoran saham dari pemegang saham selain dengan uang
tunai jika menurut penilaiaannya hal tersebut dapat merugikan perseroan, kecuali jika
penyertaan yang demikian telah disebutkan secara tegas dalam dokumen yang
menyertai akta pendirian/anggaran dasar perseroan.
Pasal 13 UU No.40 Tahun 2007, memungkinkan memungkinkan setiap
perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri untuk kepentingan perseroan
sebelum perseroan disahkan, mengikat perseroan setelah perseroan tersebut disahkan
menjadikan badan hukum apabila :
a. perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh
pendiri atau orang lain yang di tugaskan pendiri dengan pihak ketiga.
b. Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban
yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan
pendiri, walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan; atau
c. Perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan
atas nama perseroan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
43
Seperti yang telah disebut terdahulu dalam bagian Pendahuluan ketentua ini
mempertegas kembali tata cara yang harus ditempuh oleh para pengurus maupun
pendiri perseroan untuk mengalihkan kepada perseroan, segala hak dan atau
tanggung jawab yang terbit dari perbuatan hukum para pengurus maupun pendiri
perseroan yang dilakukan setelah perseroan didirikan namun belum disahkan menjadi
badan hukum; yaitu dengan cara mewajibkan perseroan melakukan pengukuhan
secara tegas atas pengambilalihan hak serta tanggung jawab tersebut (penjelasan
Pasal 13 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007).
Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13
tidak diterima, tidak diambil alih, atau tidak dikukuhkan oleh perseroan, maka
masing-masing pengurus atau pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut
bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul dari perbuatan
hukum tersebut. Pada dasarnya pengukuhan hanya dapat dilakukan dalam suatu rapat
umum pemegang saham perseroan, namun dengan mengingat bahwa pada umumnya
Rapat Umum Pemegang Saham sulit atau tidah dapat dilselenggarakan segera setelah
perseroan disahkan, maka undang-undang membuka kemungkinan bahwa
pengukuhan tersebut dapat dilakukan oleh seluruh pendiri, pemegang saham dan
pengurus perseroan secara bersama-sama tanpa melalui suatu rapat umum pemegang
saham. Sebelum pengukuhan dilakukan, baik karena perseroan tidak jadi didirikan
atau disahkan ataupun karena perseroan tidak berkehendak untuk melakukan
pengukuhan, maka perseroan sama sekali tidak terikat pada perbuatan-perbuatan
hukum yang tidak dikukuhkan tersebut.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
44
3. Perbuatan Hukum Lainnya Yang Dilakukan Oleh Pendiri Sebelum Perseroan
Terbatas Di Dirikan.
Jika di lihat kedua ketentuan dalam Pasal 12 dan 13 UU No. 40 Tahun 2007
memang tidak secara tegas ditemui adanya ketentuan yang mengatur mengenai
pengambil alihan oleh perseroan atas perbuatan hukum lainnya (selain yang disebut
dalam Pasal 12) yang dilakukan oleh pendiri perseroan sebelum perseroan didirikan,
pada saat didirikan maupun pada saat perseroan memperoleh pengesahan dari pihak
yang berwenang. Walaupun demikian jika di simak ketentuan yang termuat dalam :
a. Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas
b. Pasal 13 ayat (1) huruf b Undang-Undang Perseroan Terbatas
c. Pasal 122 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai sifat pengalihan
demi hukum atasa semua aktiva dan pasiva, yang meliputi perbuatan-perbuatan
hukum, haka-hak, kewajiban-kewajiban, dan harta kekayaan, dari perseroan yang
menggabungkan diri maupunmeleburkan diri kepada perseroan hasil
penggabungang maupun peleburan;
Maka dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya Undang-Undang
Perseroan Terbatas tidak melarang atau katakanlah memungkinkan dilakukannya
pengalihan secara hukum dari semua perbuatan hukum para pendiri perseroan kepada
perseroan pada saat perseroan tersebut didirikan atau sebelum perseroan memperoleh
pengesahan dari pejabat yang berwenang. Tentunya pengalihan tersebut baru dapat
dilangsungkan jika tidak terdapat keberatan-keberatan dari pihak ketiga yang
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
45
berkepentingan, seperti halnya yang dipersyaratkan dalam ketentuan-ketentuan
mengenai penggabungan dan peleburan yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas dan bahwa pengalihan tersebut juga secara tegas telah diterima dan
dikukuhkan oleh perseroan sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 UU
No.40 Tahun 2007 tersebut.
C. Prinsip Hukum Perseroan Terbatas
Dalam hukum perseroan terdapat beberapa prinsip yang harus dipedomani
sebagi doktrin. Beberapa doktrin dalam hukum perseroan adalah sebagai berikut:
1. Doktrin Penyingkapan Tirai Perusahaan (Piercing The Corporate Veil)
Secara harafiah, istilah “Piercing The Corporate Veil” berarti
mengoyak/menyingkapi tirai/kerudung perusahaan. Dalam ilmu hukum
perusahaan, istilah Piercing The Corporate Veil merupakan suatu doktrin atau
teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke
pundak orang atau perusahaan lain, atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh
suatu perusahaan pelaku (badan hukum), tanpa melihat kepada fakta bahwa
perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh perseoan pelaku tersebut. Dalam
hal seperti ini pengadilan akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan
tersebut dan membebankan tanggung jawab kepada pihak “organizers” dan
“Managers” dari perseroan tersebut dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab
terbatas dari perseroan sebagai badan hukum yang biasanya dinikmati mereka.
Dalam melakukan hal tersebut, biasanya dikatakan bahwa pengadilan telah
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
46
mengoyak/menyingkapi tirai/kerudung perusahaan (to Pierce The Corporate
Veil).51 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terbatas
pemegang saham (juga pengurus/direksi dan komisaris) dapat menjadi tidak
terbatas dalam hal – hal tertentu.52
2. Doktrin Fiduciary Duty terhadap Direksi
Prinsip Fiduciary Duty berlaku bagi direksi dalam menjalankan tugasnya, baik
dalam menjalankan fungsinya sebgai manajemen maupun sebagai reprensasi dari
perseroan. Istilah Fiduciary Duty berasal dari kara “Fiduciary” dan “ Duty”.
Istilah “Duty” banyak dipakai di mana – mana yang berarti “tugas”. Istilah
“Fiduciary” (bahasa Inggris) berasal dari bahasa latin “Fiduciarius” dengan akar
kata “Fiducia” yang berarti “kepercayaan” (“trust”) atau dengan kata kerja
“Fidere” yang berarti “mempercayai” (“to trust”). Sehingga dengan istilah
“Fiduciary” diartikan sebagai “memegang suatu dalam kepercayaan” atau
“seseorang yang memgang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang
lain”. Dengan demikian, dalam bahasa Inggris, orang yang memegang sesuatu
51 Munir Fuady, Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam
Hukum Indonesia, Indoneisa, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h.8., dikutip dari Jack P. Friedman, Dictionary of Business Terms, Baron’s Educational Sevices Inc., New York, USA, 1987, h.432.
52 Chatammarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perusahaan dan Soal – soal Aktual Hukum Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, h.8. Selanjutnya lihat Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, west Publishing Co, St.Paul, 1990, h.8.1147, dikatakan, “Piercing corporate veil: Judicial process whereby court will disregard usual immunity of corporate officers or entities from liability of wrongful corporate activities; e.g. when incorporation exists for sole purpose of perpetrating fraud. The doctrine which holds that the corporate structure with its attendant limited liability of stockholders may be disregarded and personal liability imposed on stockholders, officers and directors in the case of fraud or other wrongful acts done in name of corporation. The court, however, may look beyond the corporate from only for the fraud or wrong or the remedying of injustice.”
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
47
secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah
“trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingannya tersebut disebut
dengan istilah “beneficiary”.53 Dengan demikian, yang dimaksud dengan
Fiduciary Duty adalah suatu tugas dari seseorang yang disebut dengan “trustee”
yang terbit dari suatu hubungan hukum antara trustee tersebut dengan pihak lain
yang disebut dengan beneficiary, dimana pihak beneficiary memiliki kepercayaan
yang tinggi kepada pihak trustee, dan sebaliknya pihak trustee juga mempunyai
kewajiban yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin
dengan itikad baik yang tinggi, fair dan penuh tanggung jawab dalam
menjalankan tugasnya atau untuk mengelola harta/asset milik beneficiary dan
untuk kepentingan beneficiary, baik yang terbit dari hubungan hukum atau
jabatannya selaku trustee (secara teknikal), atau dari jabatan – jabatan lain seperti
lawyer (dengan kliennya), perwalian (guardian), executor, broker, kurator,
pejabat public, atau direktur dari suatu perusahaan.
Beberapa pedoman dasar bagi direksi dalam menjalankan fiduaciary duty
terhadap perseroan yang dipimpinnya adalah sebagai berikut:54
a. Fiduaciary duty merupakan unsure wajib (mandatory element) dalam hukum perseroan.
b. Dalam menjalankan tugasnya, seorang direksi tidak hanya harus memenuhi unsure itikad baik, tetapi juga harus memenuhi unsur “tujuan yang layak” (proper purpose).
53 Munir Fuady, Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam
Hukum Indonesia, op.cit., h.33, dikutip dari Noah Webster, Webster’s New Universal Unabridged Dictionary, Simon & Schuster, New York, USA, 1979, h.681.
54 Ibid., h.61 – 62.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
48
c. Pada prisipnya direktur dibebani prinsip fiduaciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugas fiduaciary duty.
d. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan.
e. Sungguhpun menyandang tugas sebagai direktur, direktur tetap bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan ketakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya.
f. Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan, pihak pengadilan tidak boleh ikut campur mempertimbangkan sense of business dari pihak direksi.
g. Dalam hal – hal dimana terdapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau setidak – tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan tugasnya. Pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakukan prinsip keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest.
Disamping itu, teori fiduaciary duty dari direksi perseroan akan sangat terasa
eksistensinya takkala direksi melakukan hal – hal sebagai berikut:
a. Transaksi dengan perseroan (self dealing)
b. Transaksi kesempatan perseroan (corporate opportunity)
c. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest)
d. Transaksi orang dalam (insider trading).55
3. Doktrin Gugatan Derivatif Dalam Perseroan Terbatas (Derivative Action)
Derivative Action merupakan suatu gugatan yang berdasarkan atas hak utama
(primary right) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas
nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam
perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu gugatan
yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dan atas nama perseroan.
55 Ibid., h. 62.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
49
Dikatakan derivative (turunan) karena gugatan tersebut diajukan oleh pemegang
saham untuk dan atas nama perseroan, gugatan mana sebenarnya berasal
(diturunkan dari) gugatan yang seharusnya dilakukan oleh perseroan. Dengan
bahasa sederhana, dapat dikatakan bahwa gugatan derivative adalah suatu gugatan
perdata yang diajukan oleh 1 (satu) atau lebih pemegang saham yang bertindak
untuk dan atas nama perseroan (jadi bukan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham), gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya direksi) karena
telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk
kepentingan procedural, pihak perseroan kadang – kadang menjadi pihak
tergugat.
4. Doktrin Pelampauan Kewenangan Perseroan (Ultra Vires Doctrine)
Terminologi pelampauan kewenangan perseroan (ultra vires) dipakai khususnya
terhadap tindakan perseroan yang melebihi kekuasaanya sebagaimana diberikan
oleh anggaran dasarnya atau oleh peraturan yang melandasi pembentukan
perseroan tersebut. Berbagai pihak yang berkepentingan agar tindakan ultra vires
dilarang oleh hukum adalah sebagai berikut:
a. Pihak Pemegang Saham
b. Pihak Kreditur
c. Pihak Pekerja
d. Pihak Constituences (berkepentingan) lainya.56
56 Ibid., h. 112.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
50
5. Doktrin Tanggung Jawab Promotor Perseroan (Liability of Promotors)
Yang dimaskud dengan promotor adalah orang yang mendirikan, mengorganisir
dan membiayai suatu perseroan, tidak termasuk pihak profesional yang membantu
pembentukan perseroan seperti lawyer atau notaries. Secara umum dapat
dikatakan promotor adalah setiap mereka yang melakukan formalitas yang
diperlukan terhadap registrasi perseroan, mendapatkan direksi (dan komisaris)
serta pemegang saham untuk perseroan baru, mendapatkan aset bisnis untuk
digunakan oleh perseroan, melakukan negosiasi kontrak untuk dan atas nama
perseroan baru, dan melakukan pekerjaan – pekerjaan lain yang serupa
dengan itu.
Adapun yang merupakan ruang lingkup tugas dari promotor adalah:
a. Kewajiban Pengurus Pendirian Perseroan
b. Kewajiban Pendanaan
c. Kewajiban Pengaturan Binis
d. Kewajiban tentang Pendirian Perseroan57
6. Doktrin Putusan Bisnis (Business Judgement Rule)
Doktrin Putusan Bisnis (Business Judgement Rule) merupakan suatu doktrin yang
mengajarkan bahwa suatu putusan direksi mengenai aktivitas perseroan tidak
boleh diganggu gugat oleh siapapun, meskipun putusan tersebut kemudian
ternyata salah atau merugikan perseroan, sepanjang putusan tersebut memenuhi
syarat sebagai berikut:
57 Ibid., h. 156.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
51
a. Putusan sesuai hukum yang berlaku
b. Dilakukan dengan itikad baik
c. Dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose)
d. Putusan tersebut mempunyai dasar – dasar yang rasional (rational basis)
e. Dilakukan dengan kehati – hatian (due care) seperti dilakukan oleh orang
yang cukup hati – hati pada posisi yang serupa.
f. Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya (reasonable belief)
sebagai yang terbaik (best interest) bagi perseroan.58
7. Doktrin Transaksi Untuk Diri Sendiri (self Dealing)
Transaksi utnuk diri sendiri (self dealing transaction) merupakan perwujudan dari
transaksi yang melekat kepentingan (interested transaction) oleh direksi suatu
perseroan yang merupakan suatu transaksi yang dilakukan oleh direksi (langsung
atau tidak langsung) dengan perseroan itu sendiri. Terhadap transaksi self dealing,
direksi diwajibkan untuk melakukan keterbukaan serta dapat membuktikan bahwa
transaksi tersebut berjalan fair dan businesslike.
8. Doktrin Oportunitas Perseroan (Corporate Opportunity)
Pada prinsipnya oportunitas perseroan (Corporate Opportunity) merupakan suatu
doktrin yang mengajarkan bahwa seorang direktur, komisaris atau pegawai
perseroan lainya ataupun pemegang saham utama, tidak diperkenankan
mengambil keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut
58 Ibid., h. 198.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
52
sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perusahaan
dalam menjalankan bisnisnya itu.59 Jadi sebenarnya yang hendak dicegah oleh
doktrin oportunitas perseroan adalah jangan sampai pihak direksi atau pejabat
lainya dalam perusahaan mangambil keuntungan atau manfaat pribadi dari bisnis
perseroan atau bisnis yang seharusnya menjadi hak perseroan.
D. Pengaturan RUPS dalam UUPT
1. Hakikat dan Wewenang
Di atas telah dikemukakan bahwa Perseroan adalah hakikatnya adalah dan
hukum hukum/subjek hukum mandiri dan wadah perwujudan kerjasama para
pemegang saham (persekutuan modal). Kenyataan tersebut berakibat bahwa demi
kelangsungan keberadaannya Perseroan mutlak membutuhkan organ, yang terdiri dari
RUPS, Direksi dan Komisaris (Pasal 1 angka 4 UUPT). Kemudian dengan RUPS
para pemilik modal sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya untuk
menentukan Direksi yang akan dipercayakan dalam pengurusan Perseroan,
sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 kemudian dalam Pasal 92 dan
Pasal 97 UUPT bahwa Direksi ditugaskan mengurus dan mewakili Perseroan,
kemudian dalam Pasal 1 angka 6 dan Pasal 108 UUPT menetukan Dewan Komisaris
ditugaskan untuk melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Direksi.
Memperhatikan keadaan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa keputusan-
keputusan yang menyangkut struktur organisasi Perseroan (misalnya perubahan
59 Ibid., h. 224.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
53
anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi
Perseroan), hak kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan
pembagian/penggunaan keuntungan yang dibuat Perseroan sepenuhnya termasuk
wewenang RUPS. Sebaliknya, apa saja yang tercakup dalam kegiatan perseroan.
Perseroan yang dibuat untuk mencapai maksud dan tujuan perseroan sepenuhnya
menjadi wewenang Direksi dan Dewan Komisaris. Oleh karena itu pengangkatan dan
pemberhentian karyawan Perseroan, membuka cabang dan melakukan aktivitas lain
berkenaan dengan organisasi Perseroan selaku badan usaha berada dalam wewenang
Direksi dan Dewan Komisaris.
Pemisahan jelas antara fungsi pemegang saham dan fungsi Direksi (artinya
antara pemilikan modal (ownership) dan pengurusnya (power), sesungguhnya
merupakan ciri khas Perseroan dan membedakannya secara hakiki dan Persekutuan
Perdata, Firma dan CV. RUPS selaku wadah di mana para pemegang saham
berwenang menjalankan hak-hak mereka dapat disebut sebagai pengejawantahan
pluralitas (para pemegang saham) dan oleh karena itu adalah pembela kepentingan
para pemegang saham.60
Sering dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam
Perseroan, maka menilai benar tidaknya pernyataan tersebut perlu dibedakan antara
di satu pihak kewenangan yang oleh UUPT yang secara de jure diberikan kepada
60 Fred B.G. Tumbuan, “Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang-
Undang Tentang Perseroan Terbatas”, disampaikan pada Acara “Sosioalisasi Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas” yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 22 Agustus 2007 di Jakarta, h. 8
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
54
pemegang saham dan di lain pihak kekuasaan yang secara de facto dijalankan oleh
RUPS dalam Perseroan. Dengan lain kata, perlu dibedakan antara kewenangan RUPS
yang secara eksklusip diberikan oleh UUPT dengan yang diatur dalam anggaran
dasar Perseroan.
Pasal 69 UUPT No.40 Tahun 2007, menentukan bahwa persetujuan laporan
keuangan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan
Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS. Keputusan atas pengesahan laporan
keuangan dan persetujuan laporan tahunan ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam
UUPT dan atau anggaran dasar. Dalam hal laporan keuangan yang disediakan
ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris secara tanggung jawab renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang
dirugikan. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung
jawab dimaksud apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Kemudian RUPS juga mengangkat anggota Direksi, serta menentukan
pembatasan-pembatasan tertentu bagi Direksi yang memerlukan persetujuan RUPS
sebagaimana diatur dalam Pasal 94, 102 dan Pasal 104.
Dari ketentuan pasal-pasal tersebut terlihat kewenangan dan kekuasaan RUPS
dalam perseroan, sekalipun demikian kewenangan yang dimiliki RUPS, dalam
kegiatan-kegiatan perseroan yang tercakup dalam bidang pengurusan dan perwakilan
perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
55
2. Pengaturan oligarkis dan hak suara
Pengaturan oligarkis adalah pembagian saham dalam saham prioritas dan
saham biasa. Yang dimaksud dengan saham prioritas adalah jenis saham yang
lazimnya memberi kepada pemegangnya kekuasaan tertentu berkenaan dengan hal
ihwal Perseroan, seperti misalnya membuat pencalonan yang mengikat dalam hal
pengangkatan anggota Direksi dan Dewan Komisaris. Perlu diperhatikan bahwa
saham preferen tidak sama dengan saham prioritas. Saham preferen adalah saham
yang memberi kepada pemiliknya hak untuk didahulukan berkenaan dengan
pembagian laba dan atau suplus likuidasi (Pasal 53)
Berkaitan dengan pengaturan oligarkis tersebut perlu diperhatikan bahwa
UUPT tidak membenarkan adanya ketentuan dalam anggaran dasar Perseroan yang
mensyaratkan bahwa anggota Direksi dan atau Dewan Komisaris hanya dapat
diberhentikan apabila hal itu disetujui oleh jenis saham tertentu (saham prioritas).
Pengaturan demikian memberikan hak veto kepada jenis saham tertentu, hal mana
bertentangan dengan hak RUPS untuk sewaktu-waktu memberhentikan mereka (Pasal
105 dan Pasal 119).
Pengaturan hak suara melalui suatu perjanjian antara para pemegang saham
(voting agreement) pada dasarnya dapat dibenarkan. Mengingat bahwa hak suara
diberikan kepada pemegang saham oleh UUPT agar pemegang saham dapat menjaga
kepentingannya sebagaimana yang kehendaki, sehingga pemegang saham pada
dasarnya bebas mengikat dirinya berkenaan dengan cara pelaksanaan hak suara yang
dimiliki dalam suatu perjanjian hak suara.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
56
Sekalipun kelihatannya perjanjian semacam ini membatasi kebebasan
pemegang saham, akan tetapi sesungguhnya kebebasan itu tetap ada. Pemegang
saham yang telah membuat perjanjian hak suara tetap bebas mengeluarkan suaranya
sebagaimana yang dikehendaki. Juga apabila dalam mengeluarkan suaranya tidak
sesuai dengan perjanjian hak suara, suaranya tetap sah sekalipun pemegang saham
telah melanggar perjanjian yang bersangkutan dan oleh karena itu cidera janji. Ini
penting diperhatikan, teristimewa dalam hal pemberian kuasa. Tidak jarang dalam hal
gadai saham, kepada pemegang gadai diberikan kuasa mutlak untuk mengeluarkan
suara atas saham-saham yang digadainya. Seyogianya diketahui bahwa kuasa
dimaksud tidak mempunyai “privatieve werking” artinya tidak dapat meniadakan hak
suara pemberi gadai (Pasal 60 ayat (4). Oleh karena itu pemberi gadai senantiasa
dapat hadir sendiri pada RUPS dan kehadirannya tersebut dengan sendirinya karena
hukum akan membatalkan hak pemegang gadai untuk mengeluarkan suara.
Kenyataan ini bersumber pada ketentuan bahwa hanya pemegang saham mempunyai
hak suara dan oleh karena itu hak suara tidak dapat dialihkan terlepas dari pemilikan
saham, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 60 ayat (1), Pasal 52 ayat (1)a, dan
Pasal 85 ayat (5).61
61 Ibid., h. 9-10.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB IV
KEDUDUKAN HUKUM RUPS DI DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
A. Organ Perseroan Terbatas
Perseroan Tebatas sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi memiliki organ-
organ spesifik. Organ pertama disebut Rapat Umum Pemegang (RUPS), yang secara
umum bertugas untuk menentukan segala kebijaksanaan umum perseroan. Organ
kedua adalah Direksi yang bertugas menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
telah ditetapkan RUPS. Organ ketiga adalah Komisaris yang bertugas sebagai
pengawas untuk dan atas nama pemegang saham.62
Menurut Pasal 1 angka 3 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah
dengan Pasal 1 angka 4 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
dinyatakan: Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah
Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi
atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini
dan/atau anggaran dasar.
Selanjutnya Pasal 1 angka 4 UUPT mengatur bahwa yang dimaksud dengan
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh untuk pengurusan
62 Anisitus Amanat, Pembahasan Undang – undang Perseroan Terbatas 1995 dan
Penerapannya dalam Akta Notaris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, h.103, dikutip dari Erman Rajagukguk, Indonesianisasi Saham, Bina Aksara, Jakarta, 1985, h.35-36.
57 Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
58
perseroan63 untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
Adapun beberapa karakteristik pokok dari direksi perseroan adalah sebagai
berikut:
1. Direksi haruslah orang perorangan. 2. Direksi bertugas untuk mewakili perseroan dan melaksanakan, mengurus dan
mengarahkan kegiatan dari perseroan. 3. Direksi bertanggung jawab untuk melaksanakan pengontrolan terhadap
pegawai perseroan 4. Direksi diangkat atau dipilih berdasarkan hukum yang berlaku. Dalam hal ini
Direksi diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), tetapi untuk pertama kalinya Direksi diangkat oleh pendiri dan disebutkan dalam akta pendirian perusahaan.
5. Direksi merupakan organ perseroan, di samping organ perseroan lainya berupa Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
6. Kepengurusan dilaksanakan untuk kepentingan dan tujuan perseroan. 7. Direksi mewakili dan bertindak untuk dan atas nama perseroan. 8. Direksi mewakili dan bertindak di dalam maupun di luar pengadilan. 9. Direksi melaksanakan tugasnya sesuai dengan perundang – undagan yang
berlaku dan ketentuan dalam anggaran dasar dari perseroan tersebut.64 Menurut sifatnya, Direktur perseroan dapat diklasifikasikan atas 4 (empat),
yaitu sebagai berikut :
1. Direktur biasa, yakni Direktur yang dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau oleh anggaran dasar. Inilah Direktur yang paling lazim dan banyak sekali terdapat dalam praktek.
2. Direktur de facto, yaitu Direktur yang tidak dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau anggaran dasar.
63 Lihat Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, op.cit., h.51, dikatakan, “Karena
direksi merupakan organ yang mengurus kegiatan perseroan (karena itu disebut juga dengan istilah “pengurus”), maka setiap perseroan terbatas “wajib” memiliki direksi, minimal 1 (satu) orang. Akan tetapi, beberapa jenis perseroan wajib memiliki minimal 2 (dua) orang direksi yakni perseroan – perseroan sebagai berikut: Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat; Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang; Perseroan terbuka.”
64 Ibid., h. 50 – 51.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
59
3. Direktur substitusi atau Direktur alternative, yaitu Direktur penggangti yang sifatnya sementara atau yang ditugaskan khusus untuk perbuatan tertentu.
4. Direktur bayangan (shadow director), yaitu Direktur yang bertugas hanya menjadi pajangan belaka, dimana setiap pekerjaan dilakukan atas suruhan pihak lain, atau bahkan pihak lain yang melakukan tugas – tugas Direksi. Misalnya Direksi yang diangkat dengan perjanjian trustee, yang dalam hal ini lebih tepat disebut sebagai “Direktur boneka”.65
Keempat jenis direktur pambagian direktur tersebut di atas tidaklah dapat
diidentifikasi secara yuridis namun seringkali ditemukan dalam kenyataannya. Secara
yuridis yang diketahui dan diakui hanyalah satu jenis direktur saja yakni direktur
biasa sebagaimana dijelaskan diatas.
Sedangkan Pasal 1 angka 5 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah
dengan Pasal 1 angka 6 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
memberikan pengertian Komisaris sebagai organ yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi
dalam menjalankan perseroan.66 Berdasarkan Pasal 96 UU No.1 Tahun 1995
sebagaimana telah diubah dengan Pasal 110 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007,
menyatakan yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang
perserorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5
(lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
1. dinyatakan pailit;
65 Ibid., h. 51 – 52. 66 Selanjutnya lihat juga Ibid., h. 106, dikatakan, “Setiap perusahaan wajib memiliki seorang
komisaris. Bahkan terhadap perusahaan terbatas tertentu wajib memiliki sedikit – dikitnya 2 (dua) orang komisaris, yang dalam hal ini akan menjadi suatu majelis (dewan), yaitu terhadap perusahaan terbatas sebagi berikut: (1) Perusahaan yang mengerahkan dana masyarkat; (2) Perusahaan yang menerbitkan surat hutang; (3) Perusahaan terbuka.”
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
60
2. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau
3. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Ketentuan persyaratan tersebut tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang
berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundangan-
undangan (ayat 2). Pemenuhan persyaratan dimaksud dibuktikan dengan surat yang
disimpan oleh perseroan (ayat 3).
Beberapa prinsip yuridis yang berlaku untuk komisaris adalah sebagai
berikut:67
1.. Komisaris Merupakan Badan Pengawas
Komisaris dimaksudkan sebagai badan pengawas (badan supervisi), baik
mengawasi tindakan direksi. Yang mempunyai konsekuensi juga sebagai
pengawas perseroan secara umu.
2. Komisaris Merupakan Badan Independen68
Sama dengan direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada
prinsipnya komisaris merupakan badan yang independent, tidak tunduk pada
kekuasaan siapapun, dan harus melihat semata-mata kepentingan peseroan,
67 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, op,cit., h. 110 – 112 68 Selanjutnya lihat juga Ibid., h.107, dikatakan, “Meskipun kedudukan komisaris adalah
mandiri dan terlepas dari kekuasaan direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), tetapi tidak ada larangan jika yang menduduki jabatan komisaris adalah pihak pemegang saham itu sendiri. Hanya untuk perusahaan terbuka, perundang – undangan di bidang pasar modal mengharuskan perusahaan untuk memiliki yang namanya “komisaris independent” yakni yang tidak terafiliasi dengan pihak direksi maupun pemegang saham.”
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
61
meskipun sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) dapat mengangkat dan memberhentikan komisaris.
3. Komisaris tidak mempunyai Otoritas Manajemen (Non – executive)
Meskipun ada ditemukan yang namanya komisaris “pengambil keputusan”
(decision maker), tetapi pada prinsipnya badan komisaris tidak memiliki otoritas
manajemen (non executive). Yang diberikan tugas manajemen.eksekutif adalah
direksi.
4. Komisaris Tidak Biasa Memberikan Instruksi kepada Direksi
Meskipun tugas utama dari komisaris adalah untuk melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas – tugas direksi, tetapi komisaris tidak berwenang
untuk memberikan instruksi – instruksi langsung kepada direksi. Sebab, jika
kewenangan ini diberikan kepada komisaris, posisinya akan berubah wajah, dari
badan pengawas menjadi badan eksekutif. Karena itu, fungsi pengawasan dari
komisaris dilakukan dengan jalan sebagi berikut :
a. Menyetujui tindakan – tindakan tertentu yang diambil direksi.
b. Memberhentikan direksi untuk sementara.
c. Memberi nasehat kepada direksi, diminta atau tidak, dalam rangka
pelaksanaan fungsi pengawasan.
5. Komisaris Tidak Bisa Diinstruksikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).
Sebagai konsekuensi dari kedudukan komisaris yang independen, maka komisaris
tidak bisa diinstruksikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), meskipun
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
62
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki kekuasaan tertinggi dalam
suatu perseroan. Dan, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dapat memberhentikan komisaris, dengan atau tanpa
menunjukkan alasan pemberhentian (for cause or no cause).
Meskipun komisaris pada prinsipnya menjalankan fungsi pengawasan
terhadap direksi dan jalannya perseroan, tetapi tingkat pengawasan yang
dilakukannya berbeda – beda. Dilihat dari level pengawasan sebagai berikut:69
1. Komisaris Minimum
Yang dimaksud dengan komisaris minimum adalah bahwa komisaris tersebut
dipergunakan karena disyaratkan oleh undang–undang dan anggaran dasar dari
perseroan, padahal dia tidak melakukan apa–apa untuk perseroan. Jadi,
keberadaan komisaris seperti ini hanya untuk memenuhi syarat yuridis formal.
2. Komisaris Kosmetik
Yang dimaksud dengan komisaris kosmetik adalah komisaris yang hanya
bertugas untuk melegitimasi segala putusan dari direksi. Jadi, fungsinya hanya
sekedar stempel saja.
3. Komisaris Pajangan
Yang dimaksud dengan komisaris pajangan adalah memasang orang – orang yang
seram/ditakuti, disegani sebagai komisaris untuk menakut – nakuti jika ada pihak-
pihak tertentu yang ingin memprotes kebijaksanaan perseroan. Pihak komisaris
seperti ini sama sekali tidak bekerja dan sama sekali tidak mengawasi jalannya
perseroan.
69 Ibid., h. 115 – 116.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
63
4. Komisaris Oversight
Yang dimaksud dengan komisaris Oversight adalah komisaris yang berfungsi
semata–mata mengawasi kegiatan dan kebijaksanaan dari direksi dan perseroan.
Sebetulnya, inilah fungsi yang sebenarnya dari komisaris menurut Undang –
undang Perseroan Terbatas.
5. Komisaris Independen
Yang dimaksud dengan komisaris independent adalah komisaris yang tidak ada
hubungan keluarga atau hubungan bisnis dengan direksi maupun pemegang
saham. Karena tidak ada hubungan seperti itu, maka komisaris independent ini
diharapkan dapat bertindak objektif dan dapat melihat persoalan perseroan secara
lebih jernih. Beberapa jenis perseroan mensyaratkan adanya komisaris
independent ini, misalnya untuk perseroan terbatas terbuka.
6. Komisaris Pengambil Keputusan
Yang dimaksud dengan komisaris pengambil keputusan (decision maker) adalah
konsep komosaris di mana di samping dia mengawasi hal – hal tertentu, terutama
dalam hal – hal penting, diajak pula untuk mengambil keputusan (misalnya
dengan format surat persetujuan komisaris) untuk kegiatan–kegiatan tertentu dari
perseroan. Kegiatan– kegiatan penting tersebut misalnya:
a. Mengambil loan dari bank
b. Meminjamkan aset perseroan
c. Menjual aset – aset penting dari perseroan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
64
d. Merger, akuisisi atau konsolidasi
e. Go public
f. Likuidasi
g. Mengeluarkan dana melebihi jumlah tertentu
h. Memberhentikan direksi untuk sementara waktu
i. Mengubah anggaran dasar
Dari uraian–uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu perseroan terbatas
memiliki tiga organ yakni Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris.
Namun sebenarnya, hal ini adalah sangat dipengaruhi oleh struktur kepengurusan
(board structure) yang dianut oleh suatu negara.
Secara global, board structure dapat dibagi atas dua bagian besar yakni One Tier Board System dan Two Tiers Board System. One Tier Board System banyak dianut oleh negara yang cendrung mengikuti hukum Anglo – Saxon (common law) dan Two Tiers Board System banyak diterapkan oleh negara – negara Eropa (Continental Europe) dan negara – negara lain yang menganut Civil Law termasuk Indonesia. Struktur kepengurusan (board structure) yang dianut oleh suatu negara sangat dipengaruhi oleh beragam faktor. Selain model system yang dianut oleh suatu negara, faktor budaya nasional serta sosial politik juga menjadi suatu kekuatan yang menentukan bagaimana bentuk dan proses struktur kepengurusan secara menyeluruh dapat diterapkan. Sebagai contoh, meskipun Inggris dan Amerika Serikat menganut system hukum common law dengan basis yang sama yaitu one tier board system, namun posisi Chairman dan CEO (Chief Executive Officer) di perusahaan – perusahaan Inggris hampir selalu terpisah, sedangkan di Amerika Serikat mayoritas menganut CEO duality (CEO dan Chairman oleh individu yang sama).70
Dalam One Tier Board System perusahaan hanya memiliki satu Dewan
Direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus
senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen yang bekerja dengan prinsip
70 Antonius Alijoyo dan Subarto Zaini, op.cit., h.10.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
65
paruh waktu (non Direktur Eksekutif) yang umumnya diangkat karena kebijakannya,
pengalaman dan relasinya.
General Marketing of the Shareholders
(GMoS) Board of Directors
Sumber: Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan
Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate) Jilid II, FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia).
Gambar 1. Struktur Dewan Direktur (Board of Directory) dalam One Tier
System.
Dalam Two Tiers Board System perusahaan mempunyai dua badan terpisah,
yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi)
yang mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengaruh dan pengawasan
Dewan Komisaris. Dalam sistem ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap
waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan Komisaris). Dewan Direksi juga
memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan menjawab hal – hal yang
diajukan oleh Dewan Komisaris, sehingga Dewan Komisaris terutama bertanggung
jawab untuk megawasi tugas – tugas manajemen. Dalam hal ini Dewan Komisaris
tidak boleh melibatkan diri dalam tugas – tugas manajemen dan tidak boleh mewakili
Executive Diector
Non Executive Diector
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
66
perusahaan dalam transaksi – transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan
Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
General Marketing of the Shareholders (GMoS)
Board of Commissioners (BoC)
Board of Directors (BoD)
Sumber: Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid II, FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia).
Gambar 2. Struktur Board of Directors dalam Two Tiers System
Akan tetapi dalam sistem hukum dewasa ini terjadi perbedaan-perbedaan
yang cukup penting termasuk didalamnya hak dan kewajiban Dewan Komisaris
dimana dalam keadaan umum tidak termasuk dalam kewenangan Dewan Komisaris
untuk menunjuk dan memberhentikan direksi.
Sebagaimana halnya Belanda yang menganut Two Tiers Board System,
Indonesia seperti terlihat dalam UUPT juga pada dasarnya mengadopsi Two Tiers
Board System namun dengan modifikasi dimana baik dewan komisaris maupun
dewan direksi bertanggung jawab langsung kepada RUPS sehingga keberadaan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
67
dewan komisaris di Indonesia tidak sekuat organ Supervisory Board yang terdapat
dalam Two Tiers System model Eropa Kontinental atau Board of Director dalam One
Tier Board System model Anglo – Saxon.
General Marketing of the Shareholders
(GMoS)
Dewan Komisaris
Dewan Direksi
Supervisi/ Pengawasan
Sumber: Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid II, FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia).
Gambar 3. Struktur Organ Perseroan Terbatas di Indonesia
Dari perbandingan gambar di atas terlihat jelas bahwa sistem organ perseroan
dengan adanya organ pengawas/Komisaris adalah sistem dua tingkat (Two – tier
Board System). Sedangkan organ perseroan tanpa adanya organ pengawas/Komisaris
adalah system satu tingkat (One Board System).71
Sistem Two Tiers Board System memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
One Tier Board System:
71 Hardijan Rulsi, op.cit.,h.114.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
68
1. Pengaruh pemegang saham dalam two – tier board system dapat dijalankan melalui dewan komisaris sehingga tidak harus menganggu (interfence) aktifitas normal manajemen, dan memungkinkan pemegang saham meningkatkan pengaruhnya tanpa harus menunggu terjadinya skandal publik atau ketidaksepakatan publik. Dalam hal ini persepsi manajemen mengenai pangaruh pemegang saham tidak harus menunggu saat – saat krisis. Sebaliknya, two – tier board system memungkinkan tekanan terhadap manajemn untuk menghasilkan kinerja yang baik.
2. Dewan Direksi (top management) dapat mempertahankan tingkat independendi yang lebih besar pada aras operasional. Pemisahan antara para amatir dan para profesional dalam pengelolaan, atau lebih halusnya antara dewan komisaris dan dewan eksekutif, merupakan hal yang cukup penting. Ini sulit dilakukan dalam model single – board system, karena dalam model ini seseorang dapat menjalankan salah satu atau kedua peran itu sekaligus.
3. Dewan direksi, karena pengaruh pemegang saham yang kuat melalui dewan komisaris, harus memperhatikan dengan serius pandangan para pemegang saham.
4. Memungkinkan masuknya lebih banyak komisaris independent, tanpa harus menunggu kerja normal perusahaan.
5. Tidak mungkin bagi seseorang untuk berperan sebagai presiden komisaris sekaligus presiden direktur sebuah perusahaan, dan kedua dewan tersebut tidak saling mendominasi Chaiman (presiden komisaris) dan Chief Executive (CEO) mungkin dijabat oleh satu orang.72
Perseroan terbatas mempunyai alat yang disebut organ perseroan, gunanya
untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan
tujuannya. Organ perseroan terdiri dari tiga macam, yaitu :
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
2. Direksi
3. Komisaris
72 I Nyoman Tjager, et. al., Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2003, h.31, dikutip dari Tricker, International Corporate Governance : Text, Readings and Cases, Prentice Hall and Simon Schuster Asia, Pte., Ltd., Singapore, 1994, h.78.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
69
Berdasarkan teori organisme dari Otto von Gireke, pengurus adalah organ
atau alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia mempunyai organ-
organ seperti kaki, tangan, panca indera dan karena setiap gerakan organ-organ itu
dikehendaki atau diperintahkan oleh otak manusia, berarti setiap gerakan atau
aktivitas pengurus badan hukum dikehendaki atau diperintah oleh badan hukum
sendiri, sehingga pengurus adalah personafikasi dari badan hukum itu sendiri.
Sebaliknya menurut Paul scholten dan Bregstein, pengurus mewakili badan hukum.
Berdasarkan analog pendapat Gierke dan Paul Schoulten maupun Brengstein tersebut,
direksi bertindak mewakili perseroan sebagai badan hukum. Hakikat dari perwakilan
bahwa seseorang melakukan melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan orang
lain atas tanggung jawab dari orang itu.73
Ketiga organ dan PT tersebut memiliki tugas dan wewenang yang berbeda
satu sama lain di dalam UUPT. Namun, perbedaan dimaksud memiliki fungsi yang
terkait dengan tujuan untuk menjalankan PT dengan sebaik-baiknya. Direksi
kedudukannya sebagai eksekutif dalam perseroan, tindakannya dibatasi oleh
anggaran dasar perseroan. Apabila dalam pengurusan perseroan bertindak melampui
wewenangnya, maka berdasarkan Pasal 85 ayat (1) maka direksi yang demikian
bertanggung jawab penuh secara pribadi.
Sedangkan komisaris merupakan organ yang mempunyai tugas melakukan
pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.
Dalam menjalankan tugasnya tersebut komisaris juga dibatasi oleh anggaran dasar.
73 Rachmadi Usman, Op. Cit, h. 164
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
70
Komisaris yang melakukan kesalahan dapat digugat ke Pengadilan oleh pemegang
saham atas nama perseroan.74
1. Direksi
a. Tugas dan Wewenang Direksi
Direksi sebagai organ PT adalah mewakili kepentingan PT selaku subjek
hukum mandiri. Karena keberadaan PT adalah sebab keberadaannya Direksi.75
Karena apabila tidak ada PT, Direksi juga tidak akan pernah ada. Ini menjadi alasan
bahwa Direksi harus selamanya mengabdi kepada kepentingan PT. Dengan perkataan
lain, Direksi wajib mengabdi kepada kepentingan semua pemegang saham tetapi
bukan mengabdi kepada kepentingan satu atau beberapa pemegang saham saja untuk
keuntungan perusahaan. Artinya Direksi bukan wakil pemegang saham. Tetapi
merupakan wakil PT selaku Personal Standi In Judicio.76
Menurut Pasal 79 ayat 1 UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatasa
sebagamana telah diubah dengan Pasal 92 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 UUPT
pengurusan PT dipercayakan kepada Direksi, dengan tugas dan wewenang direksi
sebagai berikut:77
74 Gatot Supramono, Op. Cit, h 4 75 Direksi adalah organ/badan yang mewakili kepentingan perseroan dengan menjalankan
pe.rseroan untuk memgimpin dan mengemudikan perseroan dalam melakukan usaha-usahanya sesuai dengan kehendak RUPS.
76 Bismar Nasution, Op.Cit, h. 17. 77 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD )Pengumuman PT oleh Direksi
diatur dalam Pasal 44 ayat 1 yang menyatakan bahwa tiap-tiap Perseroan Terbatas harus diurus oleh beberapa pengur.us, kawan-kawan peserta atau lain-l.ainnya yang semua itu harus diangkat oleh para pesero, dengan atau tidak dengan mendapat upah dan dengan atau tidak dengan diawasi oleh beberapa komisaris.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
71
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar
(3) Direksi Perseroan terdiri dari 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih (4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau
mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
(6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.
Kemudian Pasal 93 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan:
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Deawn Komisaris yagn dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c. dihukum karena melakukan tindak pidana yagn merugikan keuangan
negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. (2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi
kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)_ dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.
Pasal 93 di atas, menetapkan bahwa peraturan tentang pembagian tugas dan
wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis penghasilan direksi ditetapkan
oleh RUPS. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS
dilakukan oleh komisaris atas nama RUPS. Lebih jelasnya dinyatakan, bahwa Direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
72
perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Atas
pengurusan Direksi ini dapat memberi kesimpulan bahwa Direksi ditugaskan dan
berwenang untuk hal-hal sebagai berikut mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan
PT, mengurus kekayaan PT, serta mewakili PT di dalam dan di luar Pengadilan.
Selanjutnya Pasal 97 UU No.40 Tahun 2007, dinyatakan:
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggaota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang berasngkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung jawab bagi setiap anggota Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalainnya; b. telah melaukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan keugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut. (6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.
Ketentuan Pasa1 97 di atas ini secara jelas memberikan hak derivatif
(derivative right) kepada pemegang saham, yang selama ini tidak diatur dalam
K.U.H.D. Dengan perkataan lain undang-undang perseroan terbatas memberikan hak
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
73
kepada pemegang saham minoritas untuk mewakili kepentingan perseroan mengaju-
kan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang merugikan
Perseroan dengan memenuhi persyaratan untuk itu.
Tugas Direksi dalam mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan usaha PT
diatas tidak dapat dipisahkan karena pengurusan kekayaan PT harus menunjang
terlaksananya kegiatan usaha PT tersebut. Oleh karena itu direksi mempunyai 2 (dua)
tugas yaitu, pengelolaan dan perwakilan PT, Untuk pelaksanaan kedua tugas Direksi
itu perlu menjadi perhatian bahwa pengelolaan PT pada hakekatnya adalah tugas dari
semua anggota Direksi tanpa kecuali. Hal ini dapat diartikan dari ketentuan hukum
Perseroan. Tugas dan wewenang Direksi ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 85 UU
No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 97 UU No.40 Tahun 2007
yang jelas diuraikan di muka.
b. Tanggung jawab Direksi
Perlu diperhatikan bahwa terjadi perubahan yang sangat mendasar antar
K.U.H.D dan UUPT mengenai tanggung jawab Direksi terhadap tugas dan
wewenangnya dalam mengelola PT. Karena K.U.H.D menetapkan hahwa tanggung
jawab pribadi Direksi adalah secara tanggung renteng, sebagaimana yang diatur
dalam pasal 45 ayat 2 K.U.H.D78. Sedangkan dalam UUPT tanggung jawab tersebut
adalah secara terbatas, kecuali Direksi tersebut bertindak dengan tidak beritikad baik.
78 Pasal 45 ayat 2 K.U.H.D menyatakan bahwa sementara itu, apabila mereka melanggar
sesuatiu ketentuan dalam akta, atau tentang perubahan yang kemudian di dalamnya mengenai syarat syarat pendirian, maka atas kerugian yang karenanya telah diderita oleh pihak ketiga, mereka itu pun masing-masing dengan diri sendiri bertanggung jawab untuk seluruhnya.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
74
Ditelusuri lebih jauh mengenai tanggung jawab pribadi Direksi secara
tanggung renteng ini adalah bersumber dari pada kenyataan, bahwa pertama, PT
adalah subjek hukum mandiri. Kedua, PT sebagai. ciptaan hukum mutlak
memerlukan Direksi yang ditugaskan untuk mengelola dan mewakilinya. Berarti
tanggung jawab Direksi dalam mengelola PT adalah akibat dari tugas dan, wewenang
yang dipercayakan padanya. Jadi selama Direksi menjalankan kewajibannya dalam
batas-batas kewenangan dalam menjalankan tugasnya itu dibebankan kepada PT.
Prinsip ini berlaku di berbagai negara, Seperti di Amerika Serikat dan Indonesia.
Jika Direksi dalam menjalankan tugasnya berada di luar batas-batas
kewenangannya (melanggar ketentuan Anggaran Dasar), maka semua anggota
Direksi bertanggung jawab secara pribadi. Dalam hal. ini PT tidak ikut bertanggung
jawab, oleh karena Direksi yang melanggar.
Di Amerika Serikat Direksi juga akan bertanggung jawab secara pribadi jika
dia mengeluarkan saham sebagai saham yang disetor penuh padahal secara faktual,
saham tersebut belum disetor sama sekali.79 Tanggung jawab Direksi secara pribadi
tidaklah terjadi hanya karena kedudukannya sebagai Direksi. Tetapi untuk
dibebankan tanggung jawab, Direksi tersebut harus telah melakukan hal-hal sebagai
berikut ini terhadap tindakan perusahaan, yaitu:80
1. Direksi mengizinkan perbuatan tersebut
2. Direksi meratifikasi perbuatan
3. Ikut berpartisipasi dengan cara apapun dalam perbuatan tersebut
79 Munir Fuady, Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994, hal, 58 80 Ibid.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
75
UUPT secara detail juga mengatur Direksi dalam melaksanakan tugas dan
wewenang serta tanggung jawabnya. Pasal 66 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan,
bahwa Direksi menyampaikan laporan tahuna kepada RUPS setelah ditelaah oleh
Dewan Komisaris dalam jangka waktu lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku
Perseroan berakhir. Laporan tahunan harus memuat sekurang-kurangnya:
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku
yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan
laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan
perubahan ekuitas, sreta catatan atas laporan keuangan tersebut;
b. laporan mengenai kegiatan Perseroan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan
usaha Perseroan;
e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan
bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud di atas, disusun berdasarkan standar
akuntansi keuangan. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan
bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 66 ayat (3) dan ayat (4) UU No.40
Tahun 2007).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
76
Selanjutnya dalam Pasal 67 UU No.40 Tahun 2007 dinyatakan:
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani
oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat
pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak
tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham.
(2) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang
bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut
dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan
tahunan.
(3) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak
memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi
laporan tahunan.
Pasal 68 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan:
(1) Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik
untuk diaudit apabila:
a. Kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana
masyarakat;
b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
d. Perseroan merupakan persero;
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
77
e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah
nilai paling sedikit Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
f. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Dalanm hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi,
laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPs
diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar.
(5) Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS.
(6) Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan:
(1) Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesaan laporan keuangan serta laporan
tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan atas pengesahan laporan keuangan dan persetujuan laporan tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam
Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar
(3) Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau
menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung
renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
78
(4) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut
bukan karena kesalahannya.
Pasal 92 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan:
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan
dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar;
(3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.
(4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau
mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2
(dua) orang anggota Direksi.
(5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian
tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan
berdasarkan keputusan RUPS.
(6) Dalam hal RUPS sebagaimana pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas
dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.
Selanjutnya undang-undang perseroan terbatas menegaskan, Direksi mewakili
Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam hal anggota Direksi
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
79
terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap
anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Kewenangan Direksi
untuk mewakili Perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.
Keputusan RUPS tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan
atau anggaran dasar Perseroan (Pasal 98 UU No.40 Tahun 2007).
Pasal 99 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan:
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:
a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang
bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan.
(2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak
mewakili Perseroan adalah:
a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan;
b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan
kepentingan dengan Perseroan; atau
c. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau
Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
Selanjutnya Pasal 100 UU No.40 Tahun 2007 menyebutkan:
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
80
(1) Direksi Wajib:
a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah
rapat Direksi;
b. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan
dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Dokumen Perusahaan; dan
c. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan
lainnya.
(2) Seluruh daftar, risalah dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan
Perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada
pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah
RUPS sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta
mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain.
Pasal 101 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan, bahwa Anggota Direksi wajib
melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya
pada perseroan terebut dan perseroan lain.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
81
Selanjutnya Undang-undang juga mengatur tentang kewajiban Direksi dalam
hubungannya dengan peralihan dan penjamin kekayaan perseroan, sebagaimana
diatur dalam Pasal 102 UU No. 40 Tahun 2007, yaitu:
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau
b. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih
Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain
maupun tidak.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi
pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam
anggaran dasar Perseroan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan
pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi
sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS,
tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut
beritikad baik.
(5) Ketentuan kourum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan
RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi
keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
82
Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan
perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama porseroan melakukan
perbuatan hukum tertentu (Pasal 103). Sedangkan Pasal 104 mengatur tanggung
jawab Direksi sehubungan dengan kepailitan akibat kesalahan atau kelalaian Direksi,
sebagai berikut:
(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri
kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentagn
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena
kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi
secara tanggung jawab renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang
tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota
Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan;
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
83
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku
juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan
pihak ketiga.
Merupakan ketentuan umum bahwa sepanjang beritikad baik anggota direksi
(direktur) dari suatu perseroan yang mengalami kerugian pada dasarnya tidak dapat
dimintai pertanggungjawabannya secara finansial. Hal ini berkenaan dengan asas
bahwa suatu perseroan debitor adalah suatu subjek hukum yang terpisah dari pada
pengurusnya. Semua utang-utang perseroan dilunasi dari hasil penjualan harta
kekayaan perseroan itu sendiri, bukan dari harta kekayaan pengurusnya.
Seperti halnya terhadap harta kekayaan pemegang saham, harta kekayaan
pengurus tidak dapat dijangkau secara hukum oleh para Kreditor untuk dijadikan
sumber pelunasan utang-utang perseroan tersebut. Namun prinsip tersebut bukan
tanpa pengecualian. Dalam hal-hal tertentu anggota Direksi (Direktur) dan komisaris
suatu perseroan dapat harus bertanggung jawab secara pribadi apabila karena
kesalahannya perseroan mengalami kerugian.
Dalam teori perseroan terbatas yang mutakhir mengenai kewajiban Pengurus
perseroan, dianut pendapat bahwa Pengurus perseroan memiliki 2 (dua) macam
kewajiban, yaitu kewajiban yang secara tegas ditentukan oleh undang-undang
(statutory duties) dan fiduciary duties. Di samping memiliki fiduciary duties, dalam
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
84
comman law seorang Direktur juga “owes a duty of care to the company not to act
negligently in managing is affairs”.81 Beberapa kewajiban yana harus diperhatikan
oleh direksi adalah :82
1. Kewajiban untuk secara optimal memupuk keuntungan bagi perseroan dan tidak
mengambil keuntungan pribadi dari transaksi yang dibuat oleh perusahaan dengan
pihak lain. Direksi tidak boleh membuat apa yang dimaksud secret profits and
benefits from office. Dalam kaitan ini harus dihindari terjadinya conflict of
interest.
2. Direksi harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya (
proper purpose), yaitu for the benefit of the company and not to further thier own
interest.
3. Direksi suatu perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya termasuk pula
memperhatikan kepentingan pegawainya.
4. Direksi suatu perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya juga harus
memperhatikan kepentingan para pemegang saham.
5. Direksi suatu perseroan harus memperhatikan kepentingan para kreditor.
Apakah yang dimaksudkan oleh Pasal 85 UU No.1 Tahun 1995 maupun
dalam perubahannya yaitu Pasal 104 UU No.40 Tahun 2007 dengan “itikad baik dan
penuh tanggung jawab” tersebut?. Oleh karena UUPT tidak memberikan jawaban
lebih jauh mengenai maksud atau kandungan dari konsep “itikad baik dan
81 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002),
h.. 425 82 Ibid, h. 428
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
85
bertanggung jawab penuh” itu, maka perlu dilakukan kajian mengenai konsep
tersebut. Kajiannya dapat dilakukan dengan menggali pustaka hukum dan putusan-
putusan pengadilan mengenai prinsip yang serupa yang dianut di negara-negara lain.
Karena yurispudensi Indonesia belum menampilkan doktrin mengenai apa yang
dimaksudkan dengan “itikad baik dan penuh tanggung jawab” yang dimaksud dalam
UUPT sedangkan pustaka hukum Indonesia belum banyak pula yang
mengungkapkan doktrin-doktrin mengenai asas tersebut, maka pengkajiannya harus
dilakukan dengan menggali pustaka-pustaka hukum dan yurispudensi pengadilan luar
negeri.
2. Komisaris
a. Tugas dan Wewenang Komisaris
Ketentuan-ketentuan mengenai komisaris pada UU No.40 Tahun 2007 diatur
dalam Pasal 108 s/d Pasal 121. Menurut undang-undang perseroan terbatas
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan atau khusus serta memberikan nasehat kepada Direksi dalam menjalankan
perseroan. Selanjutnya UUPT menetapkan persyatan untuk dapat diangkat menjadi
Komisaris yaitu orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum
dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang
pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. Komisaris diangkat dan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
86
diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk jangka waktu
tertentu. Tata cara pengangkatan Komisaris ditentukan dalam Anggaran Dasar
perseroan. Tata cara pengangkatan tersebut tidak boleh mengurangi hak pemegang
saham dalam mencalonkan Komisaris.
Jumlah Komisaris yang harus dimiliki oleh perseroan tidak diatur oleh UUPT.
Hanya saja untuk perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dan perusahaan yang
telah go public UUPT mensyaratkan perusahaan tersebut memiliki minimal dua
Komisaris. Dengan pengaturan seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa untuk
perusahaan yang tidak bergerak di bidang keuangan dan bukan perusahaan publik,
jumlah Komisaris dapat satu orang atau lebih sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Mengenai wewenang dan kewajiban komisaris, UUPT tidak mengatur secara rinci.
Tugas dan wewenang Komisaris diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan masing-
masing perusahaan. Setelah krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997,
berkembang pemikiran untuk mewajibkan perusahaan memiliki komisaris
independen (outside director). Meskipun pada dasarnya semua Komisaris bersifat
independen. Artinya dalam menjalankan tugasnya Komisaris harus melakukannya
untuk kepentingan terbaik perusahaan. Dalam praktik, tidak jarang Komisaris
menjalankan tugas bukan untuk kepentingan perusahaan, khususnya Komisaris yang
sekaligus pemegang saham. Untuk mencegah hal tersebut dibutuhkan kehadiran
Komisaris independen yang tujuannya memberikan keseimbangan antarakepentingan
pemegang saham mayoritas, pemegang saham minoritas dan para stakeholder.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
87
Komisaris terdiri dari dua golongan.83 Pertama, komisaris orang dalam.
Kedua, komisaris yang berasal dari luar atau sering pula disebut dengan komisaris
independen. Peranan komisaris dalam pengelolaan perusahaan dibatasi oleh hak-hak
tertentu pemegang saham meskipun pemegang saham tidak memiliki kewenangan
langsung terhadap pengelolaan perusahaan. Misalnya resolusi oleh pemegang saham
atas masalah yang berada di bawah kewenagan komisaris adalah batal demi hukum.
Pemegang saham sebagai pemilik memiliki kontrol tidak langsung terhadap
perusahaan karena mereka berwenang memberhentikan dan mengganti komisaris.
Apabila komisaris sekaligus juga pemegang saham sebagaimana yang umum terjadi
pada perusahaan tertutup, maka komisaris dan pemegang saham adalah mitra
(partner). Konsekwensinya adalah perjanjian yang dibuat oleh pemegang saham juga
mengikat perusahaan dan tindakan yang dilakukan komisaris juga dianggap sebagai
perbuatan perusahaan. Perubahan-perubahan penting yang menyangkut perusahaan
harus mendapat persetujuan pemegang saham. Merger, penjualan asset perusahaan
yang signifikan, pembubaran perusahaan misalnya harus disetujui oleh pemegang
saham. Perubahan anggaran dasar, bahkan perubahan yang diwajibkan oleh hukum
juga memerlukan persetujuan pemegang saham.
Keputusan yang dikeluarkan oleh Komisaris agar mengikat perusahaan
haruslah keputusan yang diambil atas nama dewan komisaris dalam suatu rapat resmi.
Rapat tersebut harus memenuhi qourom sebagaimana yang telah ditentukan dalam
anggaran dasar dan undang-undang.
83 Pasal 108 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
88
Dalam hal kompensasi bagi komisaris meskipun tidak diatur dalam anggaran
dasar atau undang-undang, komisaris dapat menerima penghasilan atas jasa yang
mereka berikan kepada perusahaan. Komisaris juga dapat menagih kepada
perusahaan biaya-biaya yang dikeluarkannya dalam rangka menjalankan tugas.
Umumnya komisaris juga meminta diberikan perlindungan hukum (indemnification)
atas setiap gugatan terhadap dirinya yang timbul dalam rangka menjalankan tugas.
Apabila komisaris digugat oleh pihak ketiga, maka biaya-biaya perkara ditanggung
oleh perusahaan. Namun demikian, apabila komisaris digugat oleh pemegang saham
(gugatan derivatif), umumnya komisaris tidak mendapatkan indemnification. Untuk
mengurangi risiko, perusahaan juga dapat mengasuransikan komisaris atas setiap
kerugian yang diakibatkan oleh gugatan dari pihak ketiga, selain gugatan derivatif.84
Dalam kaitannya dengan pemberian kompensasi kepada komisaris perlu diperhatikan
prinsip no-profit rule. Menurut prinsip ini pemegang fiducia tidak dibenarkan
mengambil keuntungan dari kedudukannya tersebut. Prinsip ini utamanya berkaitan
dengan keuntungan yang didapat secara gelap.
b. Tanggung jawab Komisaris
Komisaris perusahaan dan pengelola perusahaan adalah pemegang amanah
(fiduciaries) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.85
Pertanyaan yang muncul adalah kepada siapa komisaris harus melaksanakan
84 Pasal 114 ayat (6) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menetapkan: “atas
nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.”
85 Pasal 108 UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
89
kewajiban fiducianya dan kewajiban-kewajiban apa yang diembannya sebagai
fiduciary ? Pada dasarnya prinsip fiduciary tidak lazim dalam suatu hubungan yang
terjadi karena kontrak. Para pihak yang bertransaksi dapat bernegosiasi secara ketat
dan menuliskan kesepakatan hasil negosiasi tersebut dalam suatu kontrak, terlepas
dari besar kecilnya kewajiban yang harus diemban oleh salah satu pihak. Suatu
kontrak yang dapat ditulis secara sangat detail, tidak memerlukan adanya prinsip
fiduciary duties. Sementara itu, perusahaan dapat diperlakukan sebagai suatu
kumpulan kontrak yang rumit, sehingga timbul pertanyaan mengapa ada fiduciary
duties dalam perusahaan. Jawaban atas pertanyaan ini dimulai dari anggapan bahwa
manusia tidak dapat melihat masa depan secara baik untuk mampu menyelesaikan
hal-hal yang menjadi masalah dikemudian hari. Hak beberapa pihak tertentu
mungkin dapat dibuat secara spesifik, misalnya hak para supplier, hak pekerja dan
hak kreditur. Para pekerja dan kreditur harus memperhatikan hak-hak mereka yang
tertuang dalam suatu kontrak. Namun demikian, kontrak suatu perusahaan
menyisakan ketidakpastian kepada pemegang saham. Pemegang saham menerima
sangat sedikit janji-janji yang tertulis secara eksplisit dalam kontrak. Oleh karena itu,
pemegang saham memperoleh hak suara dan perlindungan berdasarkan prinsip
fiduciary. Janji yang tertuang dalam kontrak hanya menyatakan bahwa pengelola
perusahaan akan bekerja keras dan jujur. Ringkasnya, kontrak perusahaan
menetapkan pengelola perusahaan sebagai agen dari pemegang saham, namun tidak
secara spesifik mengatur kewajiban agen tersebut. Hal ini menyebabkan pengelola
perusahaan harus bersumpah mereka akan melakukan pekerjaannya secara hati-hati
dan jujur.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
90
Komisaris memiliki posisi fiducia kepada perusahaan dan manajemen dalam
pengurusan perusahaan. Artinya komisaris memiliki hubungan fiducia dengan
perusahaan. Prinsip-prinsp hubungan fiducia tersebut adalah: Pertama, komisaris
terikat dengan aturan fairness, moralitas,kejujuran dan iktikad baik dalam
berhubungan dengan pengurusan perusahaan. Kedua, komisaris dalam melakukan
pengurusan harus secara reasonable care, prudence dan diligence. Ketiga, business
judgement. Dalam kaitan dengan business judgement tidak terdapat ukuran yang
akurat pada praktil di pengadilan tentang standard negligence (kesembronoan) yang
dapat diterapkan kepada komisaris. Apakah komisaris sesungguhnya terlibat dalam
kepengurusan perusahaan? Atau keterlibatan mereka sangat terbatas. Kalau demikian
maka kesembronoan, yaitu kegagalan menjalankan reasonable care, merupakan
kegagalan melaksanakan kehati-hatian sebagai komisaris, bukan kegagalan berhati-
hati sebagaimana apabila mereka bertindak untuk kepentingan pribadi. Keengganan
pengadilan mewajibkan komisaris bertanggung jawab dalam pengurusan perusahaan
akibat adanya ketidakpastian ukuran kehati-hatian yang dapat dipergunakan
menyebabkan pengadilan menetapkan business judment rule. Prinsip ini mengatakan
apabila melibatkan business judment maka komisaris telah memenuhi
tanggungjawabnya menjalankan tugas secara berhati-hati dengan syarat mereka
melaksanakan tugasnya dengan jujur dan membuat keputusan yang tidak bias. Untuk
dapat meminta pertanggung jawaban komisaris, harus dapat dibuktikan bahwa
komisaris telah gagal menjalankan reasonable care dan akibatnya perusahaan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
91
menderita kerugian secara langsung. Dalam hal seperti ini maka Komisaris dapat
diminta bertanggung jawab pribadi atau secara keseluruhan.86
Beberapa alasan dapat digunakan sebagai bantahan oleh komisaris yang
diminta bertanggung jawab atas kerugian yang diderita perusahaan. Pertama,
business judgement. Kedua, telah melaksanakan reasonable care. Pengadilan
menerapkan standard due care yang lebih longgar kepada komisaris dibandingkan
dengan yang diterapkan kepada direksi. Standard of care yang dipergunakan untuk
komisaris adalah: Pertama, percaya atas laporan eksekutif perusahaan. Komisaris
tidak perlu melakukan investigasi sendiri tentang kebenaran laporan yang diberikan
oleh direksi atau eksekutif perusahaan. Kedua, keputusan diambil atas dasar nasehat
yang diberikan pihak yang memiliki kompetensi untuk memberikan nasehat seperti
penasehat hukum, akuntan atau penasehat lainnya. Ketiga, beragam situasi lainnya
juga dipertimbangkan. Misalnya usia, kesehatan.87
Sementara itu, dua prinsip fiducia yang berkaitan dengan self dealing yaitu
no-conflict rule dan no-profit rule. Masing-masing prinsip ini berhubungan dengan
aspek yang berbeda dari self dealing. Prinsip no-conflict rule intinya melarang
komisaris melakukan transaksi yang memiliki benturan kepentingan antara
86 Bandingkan dengan Pasal 114 ayat (5) UU No.40 Tahun 2007 “anggota dewan komisaris
tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan; dan c. Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
87 Sutan Remy sjahdeini, Op.Cit, hal. 430
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
92
kepentingan pribadi dan kepentingan perusahaan. Menghindari benturan tersebut
adalah suatu isi penting dari kewajiban fiducia. Prinsip no-profit rule, melarang
komisaris mengambil keuntungan pribadi dari posisinya sebagai komisaris.88
Komisaris memiliki kewajiban loyal (duty of loyalty) kepada perusahaan.
Artinya komisaris harus mendahulukan kepentingan perusahaan di atas kepentingan
sendiri. Permasalahan timbul apabila komisaris juga terlibat usaha lainnya.
Kesulitan terjadi dalam menetapkan yang dapat menghindari terjadinya benturan
kepentingan.
Duty of loyalty kepada perusahaan mencegah komisaris mengambil
kesempatan menguntungkan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan. Dalam
penggunaan properti misalnya komisaris secara tegas dilarang menggunakan aset
perusahaan dalam membangun usahanya pribadi. Komisaris juga tidak diperkenankan
memanfaatkan properti atau keuntungan lainnya untuk kepentingan pribadi apabila
perusahaan berkepentingan atau perusahaan memiliki keinginan (expectancy) atas
properti tersebut. Sebagai contoh, apabila perusahaan telah menyewa suatu properti
maka komisaris tidak boleh membeli properti tersebut untuk dirinya. Suatu
perusahaan dikatakan memiliki ekspektasi apabila secara rasional dapat dilihat bahwa
perusahaan memiliki kepentingan atas properti tersebut. Dalam hal suatu kesempatan
terkait erat dengan bisnis perusahaan maka itu juga berarti suatu ekspektasi.
88 Munir Fuady, Op.Cit, hal.25
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
93
B. Kewajiban Pelaksanaan RUPS
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa RUPS adalah organ
tertinggi dalam suatu perseroan terbatas dimana forum ini memutuskan hal-hal yang
penting dari suatu perusahaan, sehingga pelaksanaannya atau penyelenggaraannya
sangat penting untuk dilaksanakan. Dapat dipahami bahwa RUPS merupakan media
bagi seluruh pemegang saham dan pengurus perseroan untuk mengevaluasi dan
membawa perseroan tersebut berjalan dengan baik serta mewujudkan peningkatan
yang berkelanjutan. Filosofi dalam perseroan terbatas juga menyatakan bahwa
dengan penuh itikad yang baik maka pemegang saham dan pengurus perseroan
bertindak untuk kepentingan perseroan.
Pelaksanaan RUPS dalam perseroan merupakan kewajiban bagi pengurus
dalam hal ini direksi. Kewajiban ini merupakan amanah yang diberikan undang-
undang kepada direksi untuk melaksanakan RUPS. Selain itu juga bahwa RUPS
dapat dilaksanakan atas pemanggilan oleh komisaris, begitu juga dengan pemegang
saham. Hal ini dinyatakan dalam UUPT No.40 Tahun 2007, Direksi
menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan didahului pemanggilan
RUPS (Pasal 79 ayat 1). Selain atas pemanggilan Direksi tersebut, penyelenggaraan
RUPS dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham
yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yanag
lebih kecil (ayat 2 butir a), dan juga dapat dilaksanakan atas permintaan Dewan
Komisaris (ayat 2 butir b).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
94
Permintaan dari pemegang saham untuk penyelenggaraan RUPS harus
diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya, dan pemegang
saham harus menyampaikan tembusannya kepada Dewan Komisaris (Pasal 79
ayat (3) dan ayat (4)). Yang dimaksud dengan alasan yang menjadi dasar permintaan
diadakan RUPS, antara lain karena Direksi tidak mengadakan RUPS tahunan sesuai
dengan batas waktu yang telah ditentukan atau masa jabatan anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris akan berakhir.
Selanjutnya kewajiban mengadakan RUPS dapat terlihat dengan adanya
kewajiban untuk melakukan pemanggilan RUPS, yang dinyatakan dalam Pasal 79
UUPT No.40 Tahun 2007, bahwa Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS
dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal
permintaan penyelenggaraan RUPS diterima (ayat 5). Dalam hal Direksi tidak
melakukan pemanggilan RUPS dimaksud, maka permintaan penyelenggaraan
RUPS diajukan kembali kepada Dewan Komisaris; atau Dewan Komisaris
melakukan pemanggilan sendiri RUPS (ayat 6) dalam jangka waktu paling lambat
15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS
diterima (ayat 7).
Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan
RUPS dalam jangka waktu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 79 ayat (5) dan
ayat (7) di atas, maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS
dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
95
izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut (Pasal 80
ayat 1).
Dengan demikian bahwa pelaksanaan RUPS merupakan kewajiban bagi
perseroan yang dilaksanakan oleh organ perseroan terbatas tersebut. Sehingga dalam
hal tidak dilaksanakannya RUPS oleh pengurus harus mempunyai alasan hukum yang
rasional bukan merupakan kesengajaan. Jika dengan sengaja RUPS tidak
dilaksanakan oleh pengurus maka pengurus tersebut dapat diminta
pertanggungjawabannya. Petanggungjawaban yang dimaksud adalah kapasitas
pengurus dalam perseroan yang pada dasarnya dilandasi oleh dua prinsip yang
penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan
oleh perseroan kepadanya (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada
kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of care). Kedua prinsip ini
menuntut pengurus untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik
semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan, yang dituangkan dalam
RUPS tersebut.
Hubungan kerja antara pengurus yang diwakilkan kepada direktur dan
perseroan yang memberikan pekerjaan adalah hubungan yang berdasarkan
kepercayaan (fiduciary duty). Direktur dalam melakukan tugasnya harus
menggunakan wewenang yang dimilikinya untuk tujuan yang patut. Pengurus tidak
dapat atau tidak boleh memperoleh keuntungan untuk dirinya pribadi, bila
keuntungan ini diperoleh karena kedudukannya sebagai direktur perseroan tersebut.
Oleh karena itu berdasarkan prinsip kepercayaan ini, maka direktur harus berbuat
bonafide untuk kepentingan perseroan secara keseluruhan. Direktur tidak boleh
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
96
memperoleh keuntungan pribadi karena posisi yang dijabatnya. Di antara tindakan
direktur yang dapat merugikan perseroan adalah transaksi self dealing dan ajaran
corporate opportunity.
Dengan demikian dari pembahasan di atas dapat dipahami bahwa RUPS
merupakan suatu kewajiban untuk dilaksanakan, dengan tidak dilaksanakannya
RUPS tersebut akan memberikan akibat bagi pengurusan perseroan tersebut.
Sebagai contoh kasus dapat dilihat dari kasus PT. FAGUCO berikut ini.
Dalam kasus ini, bahwa Penggugat adalah Direktur Utama PT. Fajar Agung
dahulu bernama PT. Fadjar Agung Company (PT. FAGUCO) sekaligus pemegang
200 lembar saham sebagaimana tertuang dalam Akta Berita Acara Rapat PT. Fadjar
Agung Company No.7 tanggal 18 September 2001, yang dibuat oleh Jose Rizal
Firdaus, SH dengan pengganti dari Notaris Darwin Zainuddin, SH.
Bahwa pada tanggal 23 Januari 2003 PT. Fadjar Agung Company telah
berubah nama menjadi PT. Fajar Agung sesuai dengan Akta No.255 tanggal 23
Januari 2003 yang diperbuat oleh Ruslan, SH., sebagai pengganti dari Notaris Idham,
SH., yang berkedudukan di Medan.
Sesuai Akta Berita Acara Rapat PT. FAGUCO Nomor 7 tanggal 18
September 2001, modal PT. FAGUCO sebesar Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta
rupiah) yang terbagi atas 1.500 (seribu lima ratus) saham dengan nilai nominal
Rp. 400.000,- (empat ratus ribu) per lembar saham yang dipegang oleh beberapa
pemegang saham dengan komposisi sebagai berikut:
a. Ahli waris Alm. H. Adnan Matkudin sebanyak 700 (tujuh ratus) saham;
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
97
b. Ahli waris Alm. Hj. Badi’ah sebanyak 100 (seratus) saham;
c. O.K. Eddyarsyah, SE., sebanyak 300 (tiga ratus) saham;
d. Ny. Hj. Elliswita sebanyak 100 (seratus) saham;
e. Ny. Hj. Amnah sebanyak 100 (seratus) saham;
f. H. Muhammad Natsir Adnan, SH., sebanyak 200 (dua ratus) saham;
Kasus ini berawal dari Penggguat sangat berkeberatan dengan tindakan
Tergugat yang telah mengajukan permohonan izin ke Pengadilan Negeri Medan
untuk melaksanakan RUPSLB, dan kemudian oleh Pengadilan Negeri Medan telah
mengabulkan permohonan Tergugat dengan menerbitkan Penetapan
No.38/Pdt.P.2004/PN.Mdn tertanggal 07 April 2004. Dan pada tanggal 24 Mei 2004
bertempat di Medan Club Jalan Kartini No.36 Medan, Tergugat telah melaksanakan
RUPSLB yang didasari dengan Penetapan Pengadilan Negeri Medan
No.38/Pdt.P/2004/PN-Mdn tanggal 07 April 2004. Menurut Penggugat bahwa
pelaksanaan RUPSLB tanggal 24 Mei 2004 tersebut telah bertentangan dengan
ketentuan Akta Berita Acara No.7 tertanggal 18 September 2001 jo UU No.1 Tahun
1995, dan di samping itu penyelenggaraan RUPSLB dimaksud untuk memenuhi
kuorum. Oleh karena pelaksanaan RUPSLB tanggal 24 Mei 2004 bertentangan
dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka selayaknya Majelis Hakim untuk
menyatakan tidak sah menurut hukum RUPSLB yang dilaksanakan pada tanggal 24
Mei 2004 tersebut demikian juga RUPSLB lanjutan yang akan dilaksanakan oleh
Tergugat.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
98
Dalam kasus PT. FAGUCO ini diketahui bahwa direktur utama PT. Faguco
antara tahun 1998 sampai dengan pertengahan tahun 2004 tidak berjalan
sebagaimana suatu perseroan terbatas yang sehat dan memenuhi segala kewajiban
dan tata cara yang diatur dalam anggaran dasar maupun berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini antara lain tidak dilaksanakannya
RUPS tahunan sebagaimana yang diamanatkan dalam anggaran dasar maupun
tentang Undang-undang perseroan terbatas. Oleh sebab itu selama kurun waktu
tersebut tidak pernah ada laporan pertanggungjawaban direksi maupun komisaris
atas jalannya perusahaan, sehingga tidak pernah dilakukan pembagian keuntungan
kepada para pemegang saham. Di samping itu juga direksi PT. FAGUCO telah
menjalankan kekuasaanya secara sewenang-wenang, seolah-olah perseroan
dilakukan oleh pribadinya 100%. Salah satu bentuk kesewenangan tersebut adalah
dengan memberhentikan secara sepihak salah seorang direktur tanpa memenuhi
prosedur yang berlaku bagi suatu keputusan pemberhentian seorang direktur
dalam perseroan terbatas.
Para pemegang saham PT. FAGUCO telah bekali-kali meminta agar
diselenggarakannya RUPS kepada direktur utama yang bersangkuta. Namun
direktur utama tersebut tidak melakukan pemanggilan untuk RUPS. Sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undang yang berlaku maka beberapa pemegang
saham mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri di Medan untuk
menyelenggarakan sendiri RUPS yang dimaksud dan permohonan tersebut
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
99
dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Medan dengan Penetapan Pengadilan Negeri
Medan Nomor 38/Pdt.G/2004/PN.Mdn tanggal 7 April 2004.
Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Medan tersebut maka
diselenggarakan RUPS Luar Biasa PT. FAGUCO dan selanjutkan dengan RUPS
lainnya. Dalam acara RUPS Luar Biasa tersebut para pemegang saham sepakat
dengan mufakat untuk meminta laporan pertanggungjawaban atas penyelenggaran
perusahaan dan keuangan perusahan kepada direktur utama. Namun direktur
utama tersebut tidak mau menghadiri RUPS Luar Biasa tersebut dan tidak
melaporkan pertanggungjawabannya sebagai pengemban fiduciary duty.
Bahwa kemudian dalam RUPS Luar Biasa tersebut memutuskan dengan
kesepakatan dan mufakat dari pemegang saham untuk memberhentikan direktur
Utama yang dimaksud dan membentuk manajemen baru PT. FAGUCO alasan
pembenar untuk memberhentikan direktur utama tersebut adalah agar tidak ada
RUPS yang lain atau dualisme RUPS. Dualisme RUPS dimaksud adalah apabila
tidak adanya pemberhentian direktur maka direktur tersebut akan melaksanakan
RUPS lainnya karena kapasitasnya sebagai direktur dapat melaksanakan RUPS.
Sehingga pada akhirnya nanti akan terdapat dua RUPS yang berbeda. Dalam hal
ini juga RUPS mengamanatkan untuk membuat laporan kepada pihak yang
berwajib atas ketidakterlaksanakannya semua kewajiban direksi maupun
komisaris untuk membuat dan menyampaikan laporan atas perjalanan perusahaan
selam kurun waktu tersebut.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
100
Bahwa hasil RUPS Luar biasa tersebut telah dilaporkan dan disahkan
dengan Surat Penerimaan Laporan Akta Perubahan Anggaran dasar PT. FAGUCO
yang diterbitkan oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Nomor
C-18966 HT.01.04.TH.2004 tertanggal 29 Juli 2004.
Dalam kasus tersebut dapat dilihat bahwa Pengadilan berpendapat untuk
mengizinkan pemanggilan sendiri pelaksanaan RUPS berdasarkan Penetapan yang
dikeluarkan oleh Pengadilan tersebut. Kemudian implikasi dari kasus di atas maka
timbul permasalahan hukum yang kongruen pada diri direktur utama tersebut yaitu
dengan membuat laporan pengaduan ke pihak berwajib dan memohon kepada pihak
kepolisian yang berkompetensi berkenan untuk melakukan penyidikan. Hal ini berarti
pertanggungjawaban yang diminta adalah pertanggungjawaban secara hukum
pidana.pertanggungjawaban pidana ini dialaskan pada dasar hukum dengan tidak
mengenyampingkan asas praduga tak bersalah maka patut diduga selama menjabat
menjadi direktur utama terdapat dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan
dan/atau penggelapan terhadap atas harta milik PT. FAGUCO.
Pengadilan yang berkompetensi dalam menangani kasus tersebut berpendapat
dengan menghukum direktur utama. Hal ini juga dikuatkan dengan Keputusan tingkat
banding Pengadilan Tinggi. Hal yang perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah
pemberhentian direktur utama tersebut secara administratif dengan melalui
mekanisme RUPS Luar biasa. Bahwa kemudian dalam kesepakatan yang dituangkan
dalam RUPS luar biasa tersebut menyepakati dan mufakat untuk menempuh
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
101
mekanisme hukum pidana sebagai implikasi dari permintaan pertanggungjawaban
yang tidak dapat dipertanggungjawabjan oleh direktur utama sebagai pengurus
perseroan merupakan kesepakatan dan keputusan dari RUPS Luar biasa tersebut.
Doktrin piercing corporate veil berdampak pada pertanggungjawaban sampai ke
pribadi dari seorang direktur utama perseroan terbatas.
Jika dilihat dari UUPT maka aspek pertanggungjawaban pidana seorang
direktur tidak diatur. Namun indikasi yang diamanatkan dalam Pasal 85 Ayat (1)
dimana direktur dituntut serta wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Dalam Pasal 85 ayat (2)
dinyatakan bahwa direktur tersebut bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan Pasal
85 Ayat (1). Yang menjadi pertanyaan apakah yang dimaksud oleh Pasal 85 Ayat (1)
dengan ”itikad baik dan penuh tanggungjawab” tersebut? UUPT tidak memberikan
tolak ukur mengenai hal ini, oleh karena itu maka perlu diciptakan tolak ukur yang
dapat dijadikan pegangan buat masyarakat dan hakim. Tolak ukur ini disebut ”standar
kehati-hatian (standard of care). Sebagai contoh dari standar kehati-hatian tersebut
adalah ”bahwa pengurus perseroan dalam hal ini direksi dengan sengaja atau karena
kelalainnya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau
tindakan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan dan/
atau bahwa direksi dengan sengaja atau kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
102
tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan
keuntungan perseroan”89
Dengan tolak ukur tersebut unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh direktur utama pada kasus di atas adalah karena lalainya atau kesengajaannya
yang berindikasi pada unsur perbuatan melawan hukum pidana yaitu penggelapan
dalam jabatan dan penggelapan harta milik PT. FAGUCO.
C. Keputusan RUPS
Pasal 87 UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan, Keputusan RUPS diambil
berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan
musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan adalah sah jika
disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan,
kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan
adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
Yang dimaksud dengan musyawarah untuk mufakat adalah hasil
kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam
RUPS. Sedangkan yang dimaksud dengan disetujui lebih dari ½ (satu perdua)
bagian adalah bahwa usul dalam mata acara rapat harus disetujui lebih dari ½
(satu perdua) jumlah suara yang dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon
dan tidak ada yang memperoleh suara lebih dari ½ (satu perdua) bagian,
pemungutan suara atas 2 (dua) usul atau calon yang mendapatkan suara terbanyak
89 Sutan Remy Sjahdeini, Tanggung jawab direksi, komisaris, dan pemegang saham terhadap perseroan yang pailit, Makalah disajikan pad Lokakarya Hukum Kepailitan yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia, sabtu, 224 Oktober 1998, di Hotel Sahid jaya, Jakarta. hal. 9-10
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
103
harus diulang sehingga salah satu usul atau calon mendapatkan suara lebih dari ½
(satu perdua) bagian.
Mengenai jumlah suara yang dikeluarkan ini juga berbeda-beda
berdasarkan materi keputusan rapat tersebut, misalnya RUPS untuk mengubah
anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan
RUPS yang lebih besar (Pasal 88 ayat (1)). Sedangkan RUPS untuk menyetujui
penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan
permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu
berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat
paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui
paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan,
kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar (Pasal 89 ayat (1)).
Pasal 77 ayat (4) menyatakan setiap penyelenggaraan RUPS harus
dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta
RUPS. Kemudian dipertegas lagi dalam Pasal 90 setiap penyelenggaraan RUPS,
risalah RUPS wajib dibuat dan ditandantangani oleh ketua rapat dan paling sedikit
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
104
1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
Penandatanganan oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang
saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk menjamin
kepastian dan kebenaran isi risalah RUPS tersebut (ayat 1). Namun, tanda tangan
ini tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris
(ayat 2).
Dalam prakteknya risalah rapat tersebut dibuat dengan akta notaris,
mengingat Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum
lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum.
Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh
pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang menyelenggarakan
RUPS untuk kepentingan perseroan sekaligus bagi pihak ketiga secara keseluruhan.
Pada dasarnya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak
terkandung maksud tertentu yaitu mengharapkan terjadinya suatu akibat hukum yang
dikehendaki. Dahulu orang dalam melakukan perbuatan hukum cukup dengan adanya
kata sepakat dari kedua belah pihak secara lisan, dengan dilandasi atas saling percaya
mempercayai berbeda halnya dengan zaman sekarang, di mana orang (pihak-pihak)
biasanya lebih cenderung melakukan perbuatan hukum tersebut dengan
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
105
merealisasikannya dalam bentuk perjanjian secara tertulis atau lebih dikenal dengan
sebutan akta otentik,90 demikian halnya dengan risalah keputusan RUPS tersebut.
Selain dari penyelenggaraan RUPS di atas, dapat juga dilakukan melalui
media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang
memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung
serta berpartisipasi dalam rapat (Pasal 77 ayat 1). Penyelenggaraan RUPS tersebut
juga dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta
RUPS (ayat 4). Yang dimaksud dengan “disetujui dan ditandangani” adalah disetujui
dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik (penjelasan Pasal 4)
Selanjutnya dalam Pasal 91 UUPT No.40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa
pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS
dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis
dengan menandantangani usul yang bersangkutan.
Pengambilan keputusan di luar RUPS dalam praktek dikenal dengan usul
keputusan yang diedarkan (circular resolution). Pengambilan keputusan seperti ini
dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara
mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang
saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham.
Keputusan ini merupakan keputusan yang mengikat yaitu keputusan yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS (Pasal 91).
90 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Penerbit
Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 42.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
106
Dengan demikian dapat dipahami UUPT menentukan bahwa keputusan RUPS
diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, namun jika tidak tercapai, maka
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dan jumlah suara yang
dikeluarkan, dan hasil keputusan harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui oleh
semua peserta RUPS.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Anggaran dasar suatu perseroan adalah menetapkan hal-hal yang dianggap perlu
dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam
menyusun akta pendirian atau anggaran dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-
baiknya sehingga masalah mendasar dapat dituangkan secara jelas dan lengkap
Anggaran Dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua pemegang
saham, dewan direksi dan dewan komisaris dalam pelaksanaan RUPS, dan
kekuatan mengikat itu tidak dapat dikesampingkan oleh siapa pun juga, sekali pun
diambil keputusan oleh RUPS dengan suara bulat.
2. RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT,
dan RUPS mengangkat Direksi dan Komisaris. Kemudian keputusan-keputusan
yang menyangkut struktur organisasi Perseroan, yaitu perubahan anggaran dasar,
penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi Perseroan, hak
kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/
penggunaan keuntungan yang dibuat Perseroan sepenuhnya menjadi
wewenang RUPS.
107 Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
108
B. Saran
Adapun hal-hal yang dapat disarankan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Para pihak yang terikat dalam perjanjian pada perseroan wajib mengetahui status
pendirian dari suatu perseroan terbatas yang termuat dalam Anggaran Dasar,
sehingga dalam pelaksanaan RUPS jelas terlihat kewenangan-kewenangan dari
Direksi dalam pengelolaan perusahaan dan kewajiban untuk melakukan RUPS.
2. UUPT menyatakan setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan
ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham
yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. Tanda tangan dimaksud tidak
disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris. Dari
pernyataan ini masih memberikan opsi bahwa pembuatan risalah rapat tidak harus
dibuat di hadapan Notaris. Maka disarankan perlu adanya ketegasan dalam UUPT
bahwa risalah rapat RUPS tersebut wajib dilaksanakan di hadapan Notaris, karena
notaris adalah pejabat umum pembuat akta otentik.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
109
DAFTAR PUSTAKA
Ais, Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung :Penerbit PT. Citra Aditya, Bakti, 2000).
------------------------, Pengaruh Doktrin piercing The Corporate Veil dalam Hakum Perseroan Indonesia " Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 6 Tahun 2003.
-----------------------, Penerobosan Kadar Perusahaan dan Soal – soal Aktual Huku Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.
Amanat, Anisitus, Pembahasan Undang – Undang Perseroan Terbatas 1995 dan Penerapannya dalam Akta Notaris, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996.
Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
Djaidir, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Disajikan dalam Seminar Sehari Mengenai Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Kantor Wilayah BRI Sumatera Utara, Medan, 21 Juni 1997.
Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksisten.sinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002).
----------------, Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994).
---------------, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1999).
--------------, Perseroan Terbatas - paradigma Baru, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003).
FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia), Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid I, 2001.
-------, (Forum for Corporate Governance in Indonesia), Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance), Jilid II, tanpa tempat, tanpa tahun.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
110
Fuady, Munir, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
----------------, Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2002.
----------------, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
---------------, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, CV. Utomo, Bandung, 2005.
Ismail, Chairuddin, Direksi dan Komisaris dalam Perbuatan Melawan Hukum Oleh Perseroan terbatas, (Jakarta: Merlyn Lestari, 2005)
Keenan, Denis & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students, Financial Times, Pitman Publishing, 1999
Kesowo, Bambang, Kedudukan Direksi : Suatu Tinjauan Berdasarkcm Konsep Fiduciary Duties, Makalah dalam Panel Diskusi Hubungan Antara Pemegaag Saham, Direksi dan Komisaris : Hak, Wewenang dan Tanggung Jawabnya, Jakarta, 12 Juni 1995
Lipton, Philip dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992.
Lipton, Phillip, Understanding Company Law (Sydney: The Law Book Company Limited, 1993)
Nasution, Bismar, Diktat Hukum Pasar Modal : Good Corporate Governance, Perlindungan Lingkungan Hidup dan Insider Trading, Universitas Sumatera Utara, 2002
--------------------, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
-----------------, KeterbukaanDalam Pasar Modal, (Jakarta:Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, 2001)
-------------------, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog Interaktif Tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
111
------------------, Kejahatan Korporasi dan Pertanggung Jawabannya, Makalah pada Ceramah di Jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Tanjung Morawa, tanggal 27 April 2006
Nasution, Bismar dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2005).
Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri dan Pertcmggurtgjawaban Terbatas dari Perseroan Terbatas, (Surabaya: Airlangga University Pres, 1983).
Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Jakarta, 1991.
Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003).
Rido, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, PT. Alumni, Bandung, 1983.
Rusli, Hardijan, Pereroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997.
Ryan, Christopher L., Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990.
Seligman, Joel, Corporations Cases and Materials, Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995.
Sjahdeini, Sutan Remmy, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001).
------------------, Tanggung jawab direksi, komisaris, dan pemegang saham terhadap perseroan yang pailit, Makalah disajikan pad Lokakarya Hukum Kepailitan yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia, sabtu, 224 Oktober 1998, di Hotel Sahid jaya, Jakarta
----------------, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Ju1i 2001.
------------------, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002).
Subekti, Pokok – pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1987.
Supramono, Gatot, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta : Djambatan, 1996).
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008
112
Tjager, I Nyoman, et, al., Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta 2003.
Tumbuan, Fred BG, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris serta RUPS Perseroan Terbatas menrurut Undang-undang No. l Tahun 1995, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2001-2002.
Usman, Marzuki, Djoko Koesnadi, Arys Ilyas, Hasan Zein M., I Gede Putu Ary Suta, I Nyoman Tjager, Srihandoko, ABC Pasal Modal Indonesia, Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia/Institut Bankir Indonesia & Ikatan Sarjana Ekonomi DKI Jaya, 1990.
Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004).
Widjaya, I. G, Rai, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, 2002).
---------------------, Hukum Perusahaan – Undang – undang dan Peraturan Pelaksanaan di Bidang Usaha, Kesaint Blanc, Jakarta, 2003.
Winardi, Asas-asas Manajemen, (Bandung: Alumni, 1983).
Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
Laura Ginting: Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar, 2008. USU e-Repository © 2008