ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI...

193
i LAPORAN AKHIR PENELITIAN KERJASAMA ANTAR PERGURUAN TINGGI (PKPT) ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS UDARA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SPASIAL Tahun ke-1 (satu) dari rencana 2 (dua) tahun TIM PENGUSUL DAN MITRA : Ketua TPP : Kris Suryowati, S.Si (NIDN : 0026067102) Anggota TPP: Rokhana Dwi Bekti,S.Si.,M.Si (NIDN : 0306038601) Ketua TPM: Dr. techn. Rohmatul Fajriyah, M.Si (NIDN : 0512017201) Anggota TPM: Eko Siswoyo, ST, MSc.ES, MSc, Ph.D (NIDN : 0522077601) INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA NOVEMBER 2018 Kode/Nama Rumpun Ilmu : 122/Statistika Bidang Fokus : Kebencanaan

Transcript of ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI...

Page 1: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

i

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN KERJASAMA ANTAR PERGURUAN TINGGI (PKPT)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KUALITAS UDARA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MENGGUNAKAN METODE SPASIAL

Tahun ke-1 (satu) dari rencana 2 (dua) tahun

TIM PENGUSUL DAN MITRA :

Ketua TPP :

Kris Suryowati, S.Si (NIDN : 0026067102)

Anggota TPP:

Rokhana Dwi Bekti,S.Si.,M.Si (NIDN : 0306038601)

Ketua TPM:

Dr. techn. Rohmatul Fajriyah, M.Si (NIDN : 0512017201)

Anggota TPM:

Eko Siswoyo, ST, MSc.ES, MSc, Ph.D (NIDN : 0522077601)

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND

YOGYAKARTA

NOVEMBER 2018

Kode/Nama Rumpun Ilmu : 122/Statistika

Bidang Fokus : Kebencanaan

Page 2: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

ii

Page 3: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

iii

RINGKASAN

Analisis kualitas udara menjadi penting di Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY) mengingat perkembangan kegiatan penduduk, transportasi, pariwisata, dan

industri di wilayah ini semakin meningkat. Sementara itu, tercemarnya udara

menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat. Oleh karena itu penelitian ini

melakukan analisis factor yang mempengaruhi kualitas udara di DIY serta

dampaknya terhadap kesehatan masyarakat sekitar. Metode yang digunakan adalah

analisis pemodelan spasial meliputi SAR, SEM, SDM dan GWOLR. Penelitian

diawali dengan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara di DIY

dengan GWOLR, berdasarkan data BLH DIY 2017 dan menganalisis faktor yang

mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul

2014. Pada data primer sampel yang diambil yaitu data komponen kualitas udara

pada 17 kecamatan di Kabupaten Bantul dikarenakan Bantul tingkat kepadatan

penduduk setiap tahun meningkat, terjadinya alih fungsi lahan jga dibantul terdapat

home industri yang meningkat cukup pesat.

Berdasarkan hasil analisis pada model GWOLR menggunakan pembobot

fixed kernel bi-square dan bandwidth 0.28951, variabel yang berpengaruh signifikan

disetiap lokasi berbeda, misal pada lokasi Ruko Janti variabel yang berpengaruh

signifikan yaitu O3, Kebisingan, Suhu udara, dan Tekanan dalam hal ini apabila

odds rasionya mengalami kenaikan maka maka tingkat probabilitas ISPU semakin

naik. Dan Berdasarkan analisis dengan menggunakan pembobot Rook Contiguity,

pada uji Morans’I menunjukan adanya autokorelasi spasial pada variabel kepadatan

penduduk. Analisis spasial dengan model SAR, SEM dan SDM, diperoleh nilai AIC

untuk model SAR 43,564, nilai AIC model SEM 43,215 dan nilai AIC model SDM

adalah 33,058, sehingga model SDM memberikan model yang lebih baik untuk

menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran udara di Kabutaten

bantul yaitu jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi, lag kepadatan

penduduk, lag jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi dan lag variabel

variabel dependen. Dengan demikian semakin tinggi kepadatan penduduk dan

jumlah industri maka jumlah desa tercemar semakin tinggi.

Kata kunci : Kualitas udara, SAR, SEM, SDM, GWOLR

Page 4: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta karuni, sehingga tim peneliti dapat

menyusun laporan kemajuan Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi

(PKPT) Kemenristek Dikti pendanaan tahun 2018 dengan judul “Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Kualitas Udara di Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan

Metode Spasial ” tepat pada waktunya. Penelitian ini untuk menunjang salah satu

kegiatan tridarma perguruan tinggi, guna pengembangan ilmu dan teknologi

khususnya di Jurusan Statistika Fakultas Sains Terapan, Institut Sains & Teknologi

AKPRIND Yogyakarta.

Dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan laporan ini tidak lepas dari

tantangan dan hambatan yang penulis temukan, berkat kerjasama Tim Peneliti yang

terdiri dari Dosen Jurusan Statistika IST AKPRIND Yogyakarta dan peneliti Mitra

dari Program Studi Statistika UII dan Jurusan Teknik Lingkungan UII, yang dibantu

oleh mahasiswa Jurusan Statistika sehingga penelitian ini terselesaikan dengan baik

dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan

terimakasih kepada ,

1. Kemenristek Dikti atas bantuan dana yang diberikan demi pelaksanaan

penelitian PKPT

2. Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah, M.T selaku Rektor Institut Sains & Teknologi

AKPRIND Bapak Dr. Ir. Sudarsono, M.T selaku Kepala LPPM Institut Sains &

Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

3. Ibu Dra. Noeryanti, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains Terapan Institut Sains &

Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

4. Program Studi Statistika dan Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Islam

Indonesia sebagai tim peneliti Mitra

5. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tak langsung

yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan

kesalahan yang ada karena keterbatasan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang

bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk mencapai

Page 5: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

v

kesempurnaan, semoga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan khususnya bagi

pengemban tugas demi peningkatan kualitas udara di DIY dan sebagai acuan bagi

peneliti selanjutnya, serta menambah wacana pengetahuan bagi pembaca serta dapat

dijadikan referensi peneliti lanjutan.

November 2018

Tim Penulis

Page 6: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

vi

DAFTAR ISI

Hal Judul

Hal Pengesahan

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv

DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xi

BAB I ......................................................................................................................... 12

PENDAHULUAN ..................................................................................................... 12

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................. 12

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................ 14

1.3 Objek Penelitian .............................................................................................. 14

BAB II ........................................................................................................................ 15

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 15

2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 15

2.2 Regresi Linier .................................................................................................. 15

2.3. Regresi Spasial ................................................................................................ 16

2.3.1 Matriks Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices) ........................................ 17

2.3.2. Efek Spasial .......................................................................................................... 18

2.3.3 Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) ................................................ 18

2.3.4 Model Spatial Autoregresive (SAR) ................................................................ 19

2.3.5 Spatial Error Method (SEM) .................................................................................. 20

2.3.6 Spasial Durbin Model SDM .................................................................................. 20

2.4. Kualitas Udara dan Pencemarannya ............................................................... 21

BAB III ...................................................................................................................... 24

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................................................. 24

3.1. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 24

3.2 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 24

BAB IV ...................................................................................................................... 25

METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................... 25

4.1 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 25

4.2 Lokasi Penelitian dan Sumber Data ................................................................. 26

Page 7: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

vii

4.3 Variabel Penelitian ........................................................................................... 29

4.4 Metode analisis ................................................................................................ 30

BAB V ....................................................................................................................... 31

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ............................................................... 31

5.1 Analisis faktor-faktor yang mempengaruh kualitas udara di DIY

menggunakan metode spasial Geografically Weighted Ordinary Logistic

Regression (GWOLR), berdasarkan data DLH Propinsi DIY tahun 2017 ........... 31

5.1.1 Gambaran Umum Kualitas Udara ......................................................................... 32

5.1.2 . Eksplorasi Data Spasial ....................................................................................... 34

5.1.3 Analisis Regresi Logistik Ordinal ........................................................................... 47

5.1.4. Pengujian Efek Spasial ......................................................................................... 52

5.1.5. Model Geographically Weighted Ordinary Logistic Regression ........................... 53

5.1.6 Perbandingan Model Indeks Standar Pencemaran Udara dengan Regresi Logistik

Ordinal dan GWOLR ...................................................................................................... 68

5.2 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran udara di Kabupaten

Bantul dengan aplikasi model regresi spasial berbasis area, berdasarkan data BPS

(2015) Bantul dalam Angka dan BPS (2014), Statistik Potensi Desa Kab. Bantul

............................................................................................................................... 69

5.2.1 Gambaran Pencemaran Udara di Kab. Bantul ...................................................... 69

5.2.2 Peta Tematik Kejadian Pencemaran Udara .......................................................... 70

5.2.3 Pola Spasial ........................................................................................................... 71

5.2.4 Pemodelan Regresi Linear Berganda .................................................................... 77

5.2.5 Pengujian Efek Spasial .......................................................................................... 81

5.2.6 Pemodelan Spasial Berbasis Area ......................................................................... 89

5.2.7 Perbandingan Model Spasial Dengan Kriteria Nilai AIC ........................................ 96

5.3. Analisis kualitas udara berdasarkan komponen kualitas udara Kabupaten

Bantul dengan menerapkan metode spasial ........................................................... 98

5.3.1 Gambaran Umum ISPU, Suhu, Kelembaban, dan Kecepatan Angin ..................... 98

5.3.2 Pemodelan Regresi Linear Berganda .................................................................. 102

5.3.3 Pengujian Efek Spasial ........................................................................................ 103

5.2.5 Perbandingan Model Spasial Dengan Kriteria Nilai AIC ...................................... 108

5.3. Luaran yang dicapai ..................................................................................... 109

BAB VI .................................................................................................................... 115

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ............................................................... 115

Page 8: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

viii

BAB VII ................................................................................................................... 116

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 116

7.1. Kesimpulan .................................................................................................. 116

7.2. Saran ............................................................................................................. 119

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 120

LAMPIRAN ............................................................................................................. 122

Page 9: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 4 Tabel Lokasi .............................................................................................. 28

Tabel 5. 1 Analisis Deskriptif komponen kualitas udara tahun 2017 ..................................... 32

Tabel 5. 2 Analisis Deskriptive variabel respon ..................................................................... 34

Tabel 5. 3 Nilai statistik uji G2 model regresi logistik ordinal ................................................. 49

Tabel 5. 4 Uji parsial regresi logistik ordinal .......................................................................... 49

Tabel 5. 5 nilai odds ratio dari variabel signifikan ................................................................. 50

Tabel 5. 6 Ketepatan Klasifikasi Regresi logistik Ordinal........................................................ 51

Tabel 5. 7 Koefisien Korelasi antar Variabel Prediktor .......................................................... 52

Tabel 5. 8 Uji Moran’s I ......................................................................................................... 53

Tabel 5. 9 Pembobot lokasi depan Ruko Janti ....................................................................... 56

Tabel 5. 10 nilai Zhitung GWOLR ............................................................................................... 63

Tabel 5. 11 variabel-variabel Signifikan di setiap titik lokasi pada Model GWOLR ................ 65

Tabel 5. 12 nilai odds ratio variabel signifikan pada titik lokasi Depan Ruko Janti ............... 66

Tabel 5. 13 Ketepatan Klasifikasi Regresi logistik Ordinal...................................................... 67

Tabel 5. 14 nilai perbandingan model .................................................................................. 68

Tabel 5. 15 Analisis Deskriptif Statistik ................................................................................ 69

Tabel 5. 16 Output Regresi Metode OLS ............................................................................... 77

Tabel 5. 17 Output Shapiro Wilk .......................................................................................... 78

Tabel 5. 18 Output Variance Inflation Factor (VIF) ................................................................ 78

Tabel 5. 19 Output Breusch-Pagan ........................................................................................ 79

Tabel 5. 20 Output Durbin-Watson ....................................................................................... 79

Tabel 5. 21 Hasil Estimasi Parameter Signifikan .................................................................... 81

Tabel 5. 22 Hubungan Ketetanggaan Tiap Kecamatan di Kab. Bantul ................................... 82

Tabel 5. 23 Hasil Uji Morans’I ................................................................................................ 85

Tabel 5. 24 OutputLagrange Multiplier ................................................................................. 89

Tabel 5. 25 Estimasi Parameter Model SAR ......................................................................... 90

Tabel 5. 26 Output Model SAR yang Signifikan .................................................................... 90

Tabel 5. 27 Output Model SEM ............................................................................................ 91

Tabel 5. 28 Output Model SEM yang Signifikan ................................................................... 92

Tabel 5. 29 Output Spatial Durbin Model ............................................................................ 92

Tabel 5. 30 Output Spatial Durbin ModelTanpa X3 ............................................................. 95

Tabel 5. 31 Perbandingan Nilai AIC ...................................................................................... 97

Tabel 5. 32 Karakteristik Variabel komponen kualitas udara ................................................ 98

Page 10: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 5 Diagram alur proses penelitian. ............................................................ 26

Gambar 4. 6 Peta Lokasi Penelitian ........................................................................... 27

Gambar 4. 7 Peta lokasi pengambilan sampel Kabupaten Bantul. ............................ 27

Gambar 5. 1 Grafik ISPU PM 10 ............................................................................................. 33

Gambar 5. 2 Eksplorasi Pola Spasial ISPU di Provinsi DIY ...................................................... 35

Gambar 5. 3 Eksplorasi Pola Spasial Ozon (O3) di Provinsi DIY ............................................. 37

Gambar 5. 4 Eksplorasi Pola Spasial Hidrocarbon (HC) di Provinsi DIY .................................. 39

Gambar 5. 5 Eksplorasi Pola Spasial Kebisingan di Provinsi DIY ............................................ 41

Gambar 5. 6 Eksplorasi Pola Spasial Suhu udara di Provinsi DIY ........................................... 43

Gambar 5. 7 Eksplorasi Pola Spasial Kecepatan Angin di Provinsi DIY ................................... 44

Gambar 5. 8 Eksplorasi Pola Spasial Tekanan di Provinsi DIY ................................................ 46

Gambar 5. 9 sintak R GWOLR ................................................................................................ 58

Gambar 5. 10 Penaksiran Parameter model GWOLR setiap lokasi ........................................ 59

Gambar 5. 11 nilai ln likelihood uji G ..................................................................................... 61

Gambar 5. 12 Pola Spasial Signifikansi Variabel .................................................................... 65

Gambar 5. 13 Peta Tematik Presentase Jumlah Desa Tercemar Tahun 2011 dan 2014 ........ 71

Gambar 5. 14 Pola spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Pencemaran Udara ....................... 72

Gambar 5. 15 Pola Spasial Kepadatan Penduduk di Kab. Bantul ......................................... 74

Gambar 5. 16 Pola Spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Prasarana Transportasi Darat ......... 75

Gambar 5. 17 Pola Spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Tempat Pembuangan Sampah ........ 76

Gambar 5. 18 Morans’I Scatterplot ................................................................................... 87

Gambar 5. 19 Morans’I Scatterplot ................................................................................. 87

Gambar 5. 20 Morans’I Scatterplot Gambar 5. 21 Morans’I Scatterplot ................. 87

Gambar 5. 22 Pola Spasial ISPU PM 10.................................................................................. 99

Gambar 5. 23 Pola Spasial ISPU SO2 ..................................................................................... 99

Gambar 5. 24 Pola Spasial ISPU O3 ..................................................................................... 100

Gambar 5. 25Pola Spasial Suhu Udara ................................................................................ 100

Gambar 5. 26 Pola Spasial Kelembaban .............................................................................. 101

Gambar 5. 27 Pola Spasial Kecepatan Angin ....................................................................... 101

Gambar 5. 28 Output Regresi Metode OLS pada ISPU PM10 ............................................ 102

Gambar 5. 29 Output Regresi Metode OLS pada ISPU SO2 ............................................... 102

Gambar 5. 30 Output Regresi Metode OLS pada ISPU O3 ................................................. 102

Gambar 5. 31 Hasil uji asumsi klasik .................................................................................... 103

Gambar 5. 32 Hasil Uji Morans’I ......................................................................................... 104

Gambar 5. 33 Output Lagrange Multiplier ......................................................................... 104

Gambar 5. 34 Estimasi Parameter Model SAR data ISPU PM10 ........................................ 105

Gambar 5. 35 Estimasi Parameter Model SAR data ISPU SO2 ........................................... 105

Gambar 5. 36 Estimasi Parameter Model SAR data ISPU O3 ............................................. 105

Tabel 5. 37 Output Spatial Durbin Model data ISPU O3 ................................................... 108

Gambar 5. 38 Perbandingan Model Spasial ....................................................................... 109

Page 11: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Sekunder ................................................................................................ 123

Lampiran 2 Output Perhitungan ....................................................................................... 129

Lampiran 3. Hasil luaran .................................................................................................... 140

Lampiran 4. Usulan Penelitian Lanjutan tahun ke 2 ................................................178

Lampiran 5. Deskripsi Ketua Dan Anggota Peneliti ......................................................... 1865

Lampiran 6. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja ................................................... 186

Lampiran 7 Kontrak Penelitian ......................................................................188

Page 12: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat, akan berakibat

meningkatnya berbagai aktifitas industri, perkembangan teknologi, dan sebagainya.

Oleh karena itu berbagai aktifitas penduduk dilakukan untuk meningkatkan kualitas

hidup dan kesejahteraan. Namun demikian, aktifitas yang tidak sesuai peraturan akan

berdampak pada kualitas kesehatan dan lingkungan hidup khususnya udara dan air.

Buku Statistik Lingkungan Hidup di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

2015/2016 menyebutkan bahwa permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi di

DIY antara lain menurunnya proporsi luas lahan pertanian, tidak sinkronnya mutu

dan luas hutan, kandungan kualitas udara, pencemaran air, dan pendangkalan sungai.

Pada sisi lain, selama kurun waktu 2011-2014, terjadi peningkatan pencemaran

lingkungan hidup di DIY, yaitu hingga diatas 250 persen dan pencemaran yang

paling banyak terjadi pada tahun 2014 berupa pencemaran udara, yaitu terjadi di 415

desa/kelurahan, sedangkan pencemaran air terjadi di 44 desa/kelurahan dan

pencemaran tanah terjadi di 4 desa/kelurahan. Berdasarkan data Potensi Desa

(Podes), tingat pencemaran udara tahun 2014 meningkat dibandingkat tahun 2011

yang hanya ada di 127 desa/kelurahan (BPS, 2016).

Peningkatan pencemaran udara di DIY dimungkinkan terjadi dikarenakan

meningkatnya kepadatan penduduk dalam hal ini DIY sebagai kota pelajar dan kota

pariwisata. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kegiatan transportasi dan alih

fungsi lahan. Kegiatan transportasi yang terus meningkat merupakan akibat dari

bertambahnya jumlah pelajar dan berkembangnya pariwisata di DIY. Saat ini banyak

tempat wisata alam yang baru dibuka, seperti di Kabupaten Gunung Kidul, Bantul

dan Kulon Progo. Hal ini menyebabkan kunjungan wisata juga terus meningkat.

Selanjutnya kegiatan industri juga meningkat. Udara akan tercemar dari emisi gas

buang dari bahan bakar transportasi maupun industry tersebut. Sementara itu, efek

dari polusi udara bagi manusia diantaranya dapat menyebabkan dan memicu

penyakit pernafasan, iritasi mata, dan tenggorokan. Sementara gas karbondioksida

Page 13: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

13

yang dihasilkan dari pembakaran bensin diidentifikasi sebagai penyebab utama

dalam pemanasan global.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini melakukan

identifikasi kualitas udara di DIY. Identifkasi ini berupa pola penyebaran polusi

udara serta analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara juga faktor-

faktor penyebab peningkatan polusi udara. Metode analisis faktor yang berpengaruh

dilakukan secara deterministik dan probabilistik. Metode probabilistik yang

digunakan adalah analisis spasial, yaitu pemodelan Spatial Autoregressive (SAR),

Spatial Error Model (SEM), SDM dan GWOLR. Metode ini penting digunakan

untuk menganalisis statistik dengan pendekatan wilayah atau keterkaitan antar

wilayah. Karakteristik kualitas udara dibeberapa lokasi saling berhubungan secara

spasial. Hal ini ditunjukkan oleh bergantungnya kualitas udara antar lokasi. Apabila

salah satu lokasi memiliki udara yang tercemar maka lokasi lain yang berdekatan

akan ikut tercemar pula. Hal ini sesuai dengan hukum pertama tentang geografi

dikemukakan oleh Tobler, menyatakan bahwa segala sesuatu saling berhubungan

satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh

daripada sesuatu yang jauh (Anselin, 1988).

Penelitian ini dilakukan selama 2 tahun, dimana tahun pertama adalah analisis

pencemaran udara dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Sementara itu,

pada tahun kedua adalah analisis pencemaran air tanah yang selanjutnya melihat

dampak pencemaran pada kegiatan pertanian. Hasil penelitian diharapkan dapat

mengidentifikasi pola pencemaran di setiap wilayah dan faktor-faktor penyebabnya.

Pada tahun pertama, pada analisis pencemaran udara dan dampaknya

terhadap kesehatan masyarakat metode yang digunakan adalah metode spasial SAR,

SEM, SDM dan GWOLR. Hasil ini selanjutnya dirumuskan untuk mendapatkan

langkah-langkah pencegahannya. Perumusan pencegahan akan menjadi pengetahuan

ke masyakat dalam menjaga kesehatan kuaitas udara dan rekomendasi pemerintah

dalam melaksanakan kebijakan.

Tim Peneliti Pengusul (TPP) membutuhkan keahlian dalam hal analisis

statistik mendalam dan kimia lingkungan dari Tim Peneliti Mitra (TPM). Oleh

karena itu TPP memilih TPM dari Universitas Islam Indonesia (UII) yang memiliki 2

keahlian tersebut. Dalam pelaksanannya TPP bertugas dalam mengumpulkan data

Page 14: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

14

dan analisis statistik pencemaran udara, sedangkan TPM bertugas dalam penguraian

metode spasial secara konsep dasar serta menjadi tempat uji kimia data sampel udara

di labolatorium.

Penelitian ini adalah termasuk rumpun ilmu statistika. Berdasarkan renstra

penelitian IST AKPRIND Yogyakarta, penelitian ini masuk pada bidang unggulan

teknologi tepat guna berwawasan lingkungan serta topik unggulan rekayasa

teknologi industri. Teknologi tepat guna yang dimaksud adalah hasil pemodelan yang

didapat mampu memprediksi kualitas udara dan dampaknya secara tepat dan akurat

sesuai kaidah ilmiah statistik dan aspek spasial atau geostatistik. Sehingga hasilnya

dapat memberikan informasi penting dalam mengurangi dampak kebencanaan,

khususya bencana akibat kualitas udara yang buruk.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini dirumuskan masalah penelitian tahun pertama adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran kualitas udara disetiap daerah di DIY?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas udara melalui analisis pemodelan

spasial?

3. Bagaimana prediksi kualitas udara melalui analisis pemodelan spasial?

4. Bagaimana dampak kualitas udara yang buruk terhadap kesehatan masyarakat?

5. Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pendidikan ke

masyakat dalam menjaga kesehatan kuaitas udara?

1.3 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah parameter kualitas udara meliputi

komponen kualitas berdasarkan ISPU di DIY, dan lokasi geografis serta kondisi

sosial ekonomi disetiap kecamatan di DIY.

Page 15: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Peneliti telah melakukan beberapa penelitian mengenai analisis spasial,

diantaranya Bekti, dkk (2014) dan Tanty, Bekti, Herlina, dan Nurlelasari (2014) yang

melakukan pemetaan kualitas air tanah di Jabodetabek menggunakan metode

autokorelasi spasial. Kasus penelitian tersebut adalah menganalisis dampak kegiatan

industry dan padatnya pemukiman terhadap kualitas lingkungan, khususnya pada

kualitas air penduduk. Metode yang digunakan adalah metode spasial, namun belum

menggunakan metode pemodelan untuk mengetahui factor-faktor yang

mempengaruhi. Oleh karena itu penelitian ini melakukan analisis kualitas

lingkungan, khususnya kualitas udara, hingga mendapatkan factor-faktor yang

mempengaruhi melalui pemodelan spasial. Pentingnya dilakukan penelitian ini

adalah untuk mendukung peningkatan kualitas kesehatan penduduk, seperti yang

dilakukan oleh Prasetyo, Suryowati, dan Bekti (2016).

Peneliti TPM telah melakukan peneitian di bidang statistika, diantaranya

tentang “Pengembangan Metode Komputasi Background Correction Pada Pres-

processing Data Gen Mikroarray”, “Modifikasi Spesi kimia air penyuling untuk

meningkatkan kualitas minyak atsiri nilam”. Di bidang lingkungan, diantaranya

“Pengembangan Metode Enkapsulasi Lumpur PDAM sebagai Adsorben yang Murah

dan Ramah Lingkungan untuk Menurunkan Logam Berat dan Warna di Dalam Air”

2.2 Regresi Linier

Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel

independen dapat dinyatakan dalam model regresi linier (Draper dan Smith, 1992,

serta suryowati, 2016). Hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut.

0 1 1 2 2Y X X X (2.1)

dengan

Y : Variabel dependen,

i : Koefisien regresi untuk i=0, 1,2,…,p,

Page 16: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

16

Xi : Variabel independen untuk i=1,2,…,p,

: Nilai error regresi untuk 2~ (0, )N .

Model tersebut dapat pula ditulis dalam bentuk matriks yaitu

Y X (2.2)

dengan

Y : vektor variabel dependen,

X : matriks variabel independen,

β : vektor koefisien parameter regresi,

ε : vektor error regresi.

(Myers, 1990 dan Suryowati, 2016)

Dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) , rumus penaksir

parameter:

( ) (2.3)

dengan

: vektor dari parameter yang ditaksir yang berukuran (p+1) x 1

2.3. Regresi Spasial

Analisis spasial digunakan untuk memasukkan pola spasial dalam penelitian.

Menurut Zhang, dkk (2010), pola spasial dapat dideteksi dengan Exploratory Spatial

Data Analysis (ESDA). ESDA memiliki tujuan utama untuk mendeteksi pola spasial

mengingat keterkaitan spasial mungkin terjadi pada data geografis (Setiani 2014).

Anselin(1993) dalam Setiani (2014) menyarankan bahwa ESDA harus berfokus pada

aspek spasial yang berupa keterkaitan spasial dan heterogenitas spasial. Kedua aspek

ini disebut juga dengan efek kewilayahan. Keterkaitan spasial atau sering disebut

autokorelasi spasial terjadi karena adanya interaksi antar wilayah. Interaksi ini

direpresentasikan dengan nilai observasi pada wilayah tertentu yang dipengaruhi oleh

nilai observasi pada wilayah lain. Sedangkan heterogenitas spasial berkaitan dengan

ketidakstabilan hubungan antar wilayah yang diakibatkan oleh efek random dari

setiap wilayah yang sulit diukur. Oleh karena itu, setiap wilayah akan memiliki

model hubungan antar wilayah yang berbeda-beda. Heterogenitas spasial sangat

Page 17: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

17

penting untuk dipertimbangkan dalam suatu kajian spasial karena beberapa alasan

berikut :

a. Unit geografis sangat berpengaruh pada struktur hubungan/heterogenitas antar

wilayah.

b. Heterogenitas spasial sering terjadi bersamaan dengan autokorelasi spasial

c. Pada data cross-section, heterogenitas spasial dan autokorelasi spasial sering

terlihat sama (cenderung sulit dibedakan).

Menurut Wang dkk (2012) dalam Rahayu (2014) pada sampling spasial

sangat penting untuk mempertimbangkan adanya autokorelasi dan heterogenitas dari

populasi yang akan digunakan. Autokorelasi spasial melanggar asumsi independensi.

Sementara heterogenitas dari bidang acak geografis terdiri atas global varians

(varians antar wilayah) dan struktur spasial dari variansi tersebut (autokorelasi

spasial populasi). Selain itu, Anselin (1988) dikutip dari Rati (2013) juga

menjelaskan bahwa di dalam suatu observasi yang mengandung informasi ruang atau

spasial, maka analisis data tidak akan akurat jika hanya menggunakan analisis regresi

sederhana. Jika menggunakan analisis regresi sederhana maka akan terjadi

pelanggaran asumsi seperti nilai sisa berkorelasi dengan yang lain dan varian tidak

konstans. Jika informasi ruang atau spasial diabaikan pada data yang memiliki

informasi ruang atau spasial dalam analisis, maka koefisien regresi akan bias atau

tidak konsisten, R2 berlebihan, dan kesimpulan yang ditarik tidak tepat karena model

tidak akuarat.

2.3.1 Matriks Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices)

Spatial Weight Matrices atau Matriks Keterkaitan Spasial, dapat pula disebut

matriks W dibuat dengan teknik pembobotan, sehingga juga disebut matriks

pembobot spasial. Anselin mengusulkan tiga pendekatan untuk mendefinisikan

matriks W yaitu contiguity, distance, dan general (Rati, 2013). Matriks W dengan

pendekatan contiguity menggunakan interaksi spasial antar wilayah yang

bertetangga, yaitu interaksi yang memiliki persentuhan batas wilayah (common

boundary). Matriks W yang terbentuk selalu simetris dan diagonal utama selalu

bernilai 0 seperti jika Wmn diberi nilai 1, maka Wmn bernilai 1 juga. Secara umum

Page 18: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

18

terdapat beberapa tipe interaksi dalam penentuan matriks W yaitu Rook countiguity,

Bishop contiguity dan Queen contiguity.

2.3.2. Efek Spasial

Efek spasial dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu spatial dependence

dan spatial heterogenity. Spatial dependence terjadi akibat adanya ketergantungan

antar wilayah. Sedangkan spatial heterogenity terjadi akibat adanya keragaman antar

wilayah. (Almudita, 2012). Spatial Heterogenity atau spasial heterogenitas adalah

efek yang menunjukkan adanya keragaman antar lokasi atau adanya struktur dan

parameter hubungan yang berbeda pada setiap lokasi. Efek spasial ini dapat

diselesaikan dengan melakukan pengujian Breusch-Pagan test (BP test). Spatial

Dependence atau (ketergantungan spasial terjadi akibat adanya dependensi dalam

data wilayah. Uji yang digunakan untuk mengetahui spatial dependence di dalam

error suatu model adalah dengan menggunakan statistik Moran’s I dan

Langrange Multiplier (LM) (Anselin, 1988). Uji Lagrange Multiplier (LM)

digunakan untuk dependensi spasial yaitu ketergantungan lag dan error spasial

karena adanya korelasi antara wilayah.

2.3.3 Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA)

Model umum regresi spasial disebut Spatial Autoregressive Moving Average

(SARMA). Model ini dalam bentuk matriks (Lesage, 1998 dan Anselin, 2004) dapat

disajikan sebagai berikut:

Y = ρ Wy + Xβ + u dengan u = λ Wu + ε

ε ~N (0, σ2 I) (2.4)

dengan

Y : vektor variabel dependen dengan ukuran n x 1

X : matriks variabel independen dengan ukuran n x (k+1)

β : vektor koefisien parameter regresi dengan ukuran (k+1) x 1

ρ : parameter koefisien spasial lag variabel

: parameter koefisien spasial lag error

u,ɛ : vektor error dengan ukuran n x 1

Page 19: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

19

W : matriks pembobot dengan ukuran n x n

K : jumlah daerah yang diamati atau lokasi yang diamati

Model SARMA memiliki ≠ 0, ≠ 0. Apabila = 0, = 0 maka persamaan

menjadi Y = X + . Persamaan ini disebut model spasial Ordinary Least Square

(OLS). Persamaan (2.17) diatas dapat pula dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:

uXyWI

uXWyy

)(

1)(

WIu

Wuy

(2.5)

Persamaan 2.17 dapat disubstuti dengan persamaan 2.18, sehingga diperoleh

1)()(

WIXyWI

uXWyy (2.6)

maka diperoleh persamaan regresi spasial (Anselin, 1998) untuk SARMA, yaitu

yWIXXX TT )()(ˆ 1 (2.7)

2.3.4 Model Spatial Autoregresive (SAR)

Model Spatial Autoregresive adalah model regresi linier yang pada peubah

responnya terdapat korelasi spasial (Anselin, 1988). Model SAR merupakan model

yang terbentuk dari kombinasi antara model regresi linier sederhana dengan lag

spasial variabel independen dengan menggunakan data cross section. Model SAR

(Anselin, 1988) terbentuk apabila nilai ρ≠0 dan =0, sehingga diperoleh bentuk

umum sebagai berikut.:

ρ Wy + Xβ + ε ε ~N (0, σ2 I) , (2.8)

Parameter lag spasial (ρ) menunjukkan tingkat korelasi pengaruh spasial dari

suatu wilayah terhadap wilayah lain disekitarnya menurut (Ward dan Kristian, 2007).

Pada persamaan (2.21) ɛi diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik, identik,

dengan nilai tengah nol dan ragam σ2, ɛi merupakan sisaan pada lokasi ke i.

Page 20: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

20

2.3.5 Spatial Error Method (SEM)

Model Spatial Error Method (SEM) adalah model regresi linier yang pada

peubah responnya terdapat dependensi error spasial. Model SEM (Anselin, 1988)

terbentuk apabila nilai ρ=0 dan ≠0, sehingga diperoleh persamaan

Y = Xβ + λ Wu + ε

ε ~N (0, σ2 I) (2.9)

Model SEM dengan parameter error spasial () menunjukkan bahwa model ini

adalah model regresi linier yang pada peubah galatnya terdapat korelasi spasial.

2.3.6 Spasial Durbin Model SDM

Metode ini yaitu Regresi Spatial Durbin Model (SDM), metode ini digunakan

untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen

dengan mempertimbangkan keterkaitan antar wilayah dalam artian memperhitungkan

ketergantungan antar pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lain.

Pengamatan yang dikumpulkan bisa berasal dari suatu titik atau area di suatu wilayah

tertentu. Menurut Anselin (2013), LeSage dan Pace (2009) model umum regresi

spasial dapat ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut:

( 2.10)

( ) ( )

( )

dengan u = λW2 + ε ε ~ N(0, 2I)

Keterangan:

y : vektor variabel dependen, ukuran (n x 1)

X : matriks variabel independen, ukuran (n x (k+1))

β : vektor parameter koefisien regresi, berukuran (k+1) x 1

ρ : parameter koefisien lag variabel dependen

λ : parameter koefisien lag pada error

u : vektor error berukuran (n x 1)

ε : vektor error berukuran (n x 1)

W1,W2 : Matriks pembobot, berukuran (n x n)

Page 21: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

21

Pada persamaan (2.9.), jika nilai ρ ≠ 0 atau λ = 0 maka menjadi Spatial

Autoregressive Model (SAR) seperti pada persamaan (2.10) yang mengasumsikan

bahwa proses autoregressive hanya pada variabel dependen

y = ρW1y + Xβ + ε (2.11)

( ) ( )

dan ε ~ N(0,2I)

Model SAR dalam bentuk matriks 𝒚 = 𝝆𝑾1y + 𝜷 + 𝜺 (2.12)

dengan

[

] [

] [

] [

] [

] [

]

Spasial durbin model (SDM) merupakan kasus khusus dari SAR yaitu dengan

menambahkan pengaruh lag pada variabel independen sehingga ditambahkan spasial

lag pada model. Pembobotan dilakukan pada variabel independen maupun dependen.

Bentuk model SDM adalah sebagai berikut (Anselin, 1988)& (Rokhana, 2017):

𝑾 𝜷 𝜷 𝑾 𝜷 𝜺 (2.13)

Memenihi 𝜺 ( ) dan 𝜷

[ ]

𝜷

[ ]

Estimasi Parameter Spatial Durbin Model Maximum Likelihood Estimation, dengan

persamaan sebagai berikut:

(2.14)

( ) dengan ( )

(2.15)

Estimasi adalah: �� ( ) ( 𝑾 )𝒚 dengan Z =[I X W1X] (2.16)

DenganZ =[I X W1X] (Anselin,1988)

2.4. Kualitas Udara dan Pencemarannya

Udara merupakan salah satu elemen penunjang kehidupan manusia dan

aktifitasnya di muka bumi. Pentingnya peran udara bagi kehidupan membuat

masyarakat harus menjaganya agar udara kita tidak tercemar. Namun dengan

meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah

mengalami perubahan dan munculnya berbagai pencemaran. Pencemaran udara bisa

Page 22: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

22

berdampak pada kelangsungan hidup di ekosistem. Pencemaran udara timbul akibat

adanya sumber-sumber pencemaran, baik yang bersifat alami ataupun karena

kegiatan manusia. Beberapa pengertian gangguan fisik seperti pencemaran suara,

pencemaran panas, pencemaran radiasi dan pencemaran cahaya di anggap sebagai

bagian dari pencemaran udara. Adapun karena sifat alami udara yang bisa menyebar

tanpa batasan ruang. Sementara itu, Gusnita (2012) menyatakan bahwa Pencemaran

udara bersumber dari asap cerobong industri dan gas buangan dari kendaraan

bermotor, selain itu dapat juga bersumber dari buangan rumah tangga (domestik).

Di dalam udara terkandung berbagai macam campuran gas. Dalam udara

normal terdapat berbagai campuran gas diantaranya nitrogen (N2) : 78% oksigen

(O2) : 20% argon Ar : 0,93% karbondioksida CO2 : 0,03% dan sisanya terdiri dari

neon (Ne), helium (He), metan (CH4) dan Hidrogen (H2). Gas-gas tesebut dapat

berubah komposisi apabilah terjadi penambahan gas-gas lain yang dapat melewati

batas nilai yang sudah ditetapakan, maka dapat dikatakan udara tersebut sudah

tercemar (Mutmainah, 2015)

Salah satu zat pencemar udara yaitu logam berat Timbal (Pb) dihasilkan dari

pembakaran yang kurang sempurna pada mesin kendaraan. Logam Pb di alam tidak

dapat didegradasi atau dihancurkan dan disebut juga sebagai non essential trace

element yang paling tinggi kadarnya, sehingga ia sangat berbahaya jika terakumulasi

pada tubuh dalam jumlah yang banyak. Logam Pb yang mencemari udara terdapat

dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk gas dan partikel – partikel (Gusnita, 2012).

Semakin padatnya lalu lintas oleh kendaraan bermotor juga membuat bahan

pencemar yang terbuang dalam bentuk partikel dan gas. Partikel pencemar antara

lain debu, timbal (Pb), partikel debu karet, dan partikel asbes. Adapun pencemar gas

yang kerap terhirup warga yang banyak beraktivitas di jalan adalah karbon

monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2). Bahaya-bahaya

dari pencemaran tersebut diantaranya menimbulkan dampak terhadap manusia dan

hewan, kerusakan pada tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama

polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistim pernapasan. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau

lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1–2

ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap

Page 23: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

23

orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernapasan

kardiovaskular (Zakaria, 2009).

Beberapa penelitian juga telah melakukan analisis factor-faktor yang

mempengaruhi kualitas udara. Aisyiah, Sutikno, dan Latra (2014) yang melakukan

penelitian tentang kondisi udara ambien konsentrasi partikel debu (PM10) di Kota

Surabaya pada tahun 2010. Hasil menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 satuan

pada persentase kelembaban, suhu, dan kecepatan angin dapat meningkatkan

konsentrasi partikel debu sebesar 4.19, 8.76, dan 2.82 mg/m3. Selanjutnya Winarko

(2015) menyatakan bahwa udara, kecepatan angin, kelembapan udara, dan kepadatan

lalu lintas, luas hutan kota kepadatan penduduk dan pusat bisnis berpengaruh

terhadap Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

Page 24: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

24

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyelesaiakan permasalahan yang dihadapi yaitu

Tujuan dalam penelitian selama tahun pertama adalah:

1. Mendapatkan gambaran kualitas udara disetiap daerah di DIY.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara melalui analisis

pemodelan spasial

3. Mendapatkan prediksi kualitas udara melalui analisis pemodelan spasial

4. Mengetahui dampak kualitas udara yang buruk terhadap kesehatan masyarakat

5. Mendapatkan perumusan langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk

meningkatkan pendidikan ke masyakat dalam menjaga kesehatan kualitas udara

3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pada tahun yaitu

1. Dapat mengetahui kualitas udara di DIY

2. Meningkatkan kualitas udara khususnya pada daerah –daerah yang mengalami

pencemaran udara

3. Mencegah dampak menurunnya kualitas udara untuk meningkatan kesehatan

masyarakat

4. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat pentingnya menjaga kualias udara

di sekitarnya.

Page 25: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

25

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Prosedur Penelitian

Langkah-langkah penelitian tahun pertama secara umum disajikan pada Gambar 4.1,

meliputi

1. Persiapan dan observasi awal dilakukan bersama oleh TPP dan TPM.

Kegiatan ini dilakukan melalui penelusuran referensi dan kondisi wilayah

penelitian, sehingga dapat menentukan sampling pengambilan data.

2. Pengumpulan data dilakukan dengan data primer dan sekunder. Kegiatan ini

dilakukan oleh TPP. Namun untuk data primer kualitas udara adalah bersama

TPM. Data primer kualitas udara tersebut selanjutnya di uji di labolatorium

TPP.

3. Analisis data dilakukan bersama oleh TPP dan TPM. Analisis ini meliputi

pemetaan kualitas udara, pemodelan spasial, pemetaan, dan analisis data

tingkat lanjut.

4. Pembuatan pemetaan kualitas udara

Page 26: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

26

Gambar 4. 1 Diagram alur proses penelitian.

4.2 Lokasi Penelitian dan Sumber Data

Lokasi penelitian adalah di 5 kabupaten dan kota Propinsi DIY (lihat Gambar

4.1). Survei pengambilan sampel udara dilakukan di 17 Kecamatan di Kabupaten

Bantul dengan lama waktu pengambilan pada setiap kecamatan yaitu 1 x 24 jam.

Pengujian kadar kimia udara akan dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan,

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (UII).

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling purposive proporsional,

yaitu mengambil sejumlah sampel udara di setiap kecamatan di Kabupaten Bantul.

Sampel yang diambil yaitu komponen kualitas udara meliputi suhu udara,

kelembaban udara, kecepatan angin, CO, SO2, NO2, O3 , TSP, PM 10 dan Pb,

sehingga terdapat 170 sampel. (lihat Tabel 4.1).

Data Primer : Survei kandungan

kimia pada sampel udara

Persiapan

Kadar kimia udara

Data Sekunder :

KLH, BPS, Dinkes,

dan lain-lain

Analisis data

Model SAR Model SEM

Analisis kandungan di

labolatorium

Analisis gambaran kualitas

udara disetiap daerah di DIY,

pemetaan, pemodelan, dan

faktor-faktor yang

Pemodelan Spasial

Kesimpulan Tahun 1

Pengumpulan

data

Proses output

Keterangan :

Page 27: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

27

Sumber : http://dppka.jogjaprov.go.id/peta-diy.html

Gambar 4. 2 Peta Lokasi Penelitian

Lokasi tempat pengambilan sampel, pada 17 kecamatan di kabupaten Bantul dengan

peta disajikan pada gambar 4.3 berikut.

Gambar 4. 3 Peta lokasi pengambilan sampel Kabupaten Bantul.

Page 28: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

28

Tabel 4. 1 Tabel Lokasi

No KECAMATAN Bujur lintang Alamat

1 Kasihan 110.32349 -7.82897 Jl. Sungapan No.4, Tamantirto,

Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa

Yogyakarta 55184

2 Banguntapan 110.40781 -7.82900 Jl. Ringroad Selatan No.66,

Plumbon, Banguntapan, Bantul,

Daerah Istimewa Yogyakarta 55198

3 Sedayu 110.25864 -7.82426 Jalan Payaman, Ngentak, Argorejo,

Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa

Yogyakarta 55752

4 Piyungan 110.46207 -7.84332 Unnamed Road, Jombor, Srimulyo,

Piyungan, Bantul Regency, Special

Region of Yogyakarta 55792

5 Sewon 110.35684 -7.85749 Jl. Parangtritis No.138, Cabean,

Panggungharjo, Sewon, Bantul,

Daerah Istimewa Yogyakarta 55188

6 Pajangan 110.28775 -7.87087 Unnamed Road, Kabrokan Wetan,

Sendangsari, Pajangan, Bantul

Regency, Special Region of

Yogyakarta 55751

7 Pleret 110.41365 -7.87699 Jl. Segoroyoso, Segoroyoso, Pleret,

Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

55791

8 Bantul 110.33340 -7.89548 Gg. Pemuda, Bantul, Kec. Bantul,

Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

55711

9 Dlingo 110.45757 -7.92063 Unnamed Road, Dlingo, Bantul

Regency, Special Region of

Yogyakarta 55783

10 Jetis 110.36689 -7.90964 Gg. Kerukunan, Sumberagung, Jetis,

Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Page 29: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

29

55781

11 Pandak 110.28896 -7.92467 Unnamed Road, Triharjo, Pandak,

Bantul Regency, Special Region of

Yogyakarta 55761

12 Imogiri 110.39685 -7.93862 Unnamed Road, Mojo Legi,

Karangtengah, Imogiri, Bantul

Regency, Special Region of

Yogyakarta 55782

13 Bambanglipuro 110.31458 -7.94460 Jalan Pasar Grogol, Mulyodadi,

Bambang Lipuro, Bantul, Daerah

Istimewa Yogyakarta 55764

14 Srandakan 110.24086 -7.96209 Jl. Poncosari, Banaran, Poncosari,

Srandakan, Bantul, Daerah Istimewa

Yogyakarta 55762

15 Pundong 110.34298 -7.96828 Unnamed Road, Setegan,

Srihardono, Pundong, Bantul

Regency, Special Region of

Yogyakarta 55771

16 Sanden 110.26651 -7.98100 Jl. Dukuh Utara, Merten,

Gadingharjo, Sanden, Bantul, Daerah

Istimewa Yogyakarta 55763

17 Kretek 110.30679 -7.99555 Kali Opak, Special Region of

Yogyakarta

4.3 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan data cross-sectional dengan observasi berupa

kecamatan-kecamatan di DIY. Variabel penelitian yang digunakan terdiri dari

variable dependen dan independen sesuai dengan model SAR persamaan 2.21 dan

model SEM persamaan 2.22. Variabel dependen (Y) adalah tentang kualitas udara,

berdasarkan PP No 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, yaitu:

Sulfur Dioksida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), Oksida

Page 30: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

30

(SO3), Hidro Karbon (HC), Partikel < 10mm (PK10), Debu (TSP), Timah hitam

(Pb), atau Debu Jatuh (Dustfall). Pemilihan variable dependen tersebut sesuai dengan

hasil observasi. Sedangkan variabel independen (X) meliputi: jumlah penduduk (X1),

luas hutan (X2), luas pemukiman (X3), dan jumlah industry (X4)

4.4 Metode analisis

Metode analisis meliputi :

a. Analisis deskriptif, meliputi rata-rata, standard deviasi, nilai minimum dan

maksimum untuk mengetahui kualitas udara

b. Pemetaan kualitas udara

c. Penentuan pembobot spasial

d. Analisis autokorelasi spasial

e. Analisis pemodelan spasial SAR, SEM, dan SDM

f. Pemilihan model terbaik

g. Prediksi kualitas udara

Page 31: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

31

BAB V

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

Pada pembahasan mengenai analisis kualitas udara di Daerah Istimewa

Yogyakarta, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun yang

berakibat meningkatnya sarana tranportasi, pertumbuhan dibidang industri dan juga

banyak alih fungsi lahan. Oleh karena itu penelitian ini diawali dengan menganalisis

kualitas udara berdasarkan data sekunder sebagai berikut

1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruh kualitas udara di DIY menggunakan

metode spasial berdasarkan data DLH Propinsi DIY tahun 2017

Metode spasial yang digunakan yaitu Metode Geografically Weighted Ordinary

Logistic Regression (GWOLR).

2. Penelitian pada salah satu kabupaten di DIY dalam hal ini diambil sampel

Kabupaten Bantul mengingat Kabupaten memiliki 17 kecamatan dan

peningkatan jumlah penduduk pesat, jumlah industri meningkat dan terdapat alih

fungsi lahan serta meningkatnya jumlah tempat-tempat wisata.

Analisis faktor yang mempengaruhi pencemaran udara di Kabupaten Bantul

dengan aplikasi model regresi spasial berbasis area. Dan data yang yang diambil

yaitu data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul (2015), Bantul dalam

Angka dan BPS (2014), Statistik Potensi Desa Kabupaten Bantul tahun 2014.

3. Data primer diambil 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul, dan

sampelnya komponen kualitas udara di 17 kecamatan dengan pengambilan

sampel 1 kali selama 24 jam, dengan hasil data terlampir pada lampiran 1.

Penguraian analisis pada setiap kasus dijabarkan secara lengkap, sebagai berikut.

5.1 Analisis faktor-faktor yang mempengaruh kualitas udara di DIY

menggunakan metode spasial Geografically Weighted Ordinary Logistic

Regression (GWOLR), berdasarkan data DLH Propinsi DIY tahun 2017

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kualitas udara Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari 25 titik lokasi di empat kabupaten dan

Page 32: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

32

satu kota madya tahun 2017. Dengan variabel respon yaitu Indeks Standar

Pencemaran Udara (Y), dengan ozon (X1), hidrocarbon (X2), kebisingan (X3), suhu

udara (X4), kecepatan angin (X5), tekanan (X6) dan data yang digunakan padaa

lampiran 1 (BLH, 2017)

Pembahasan pada penelitian ini terdiri atas 4 bagian utama. Pertama

gambaran variabel-variabel yang mempengaruhi Indeks Standar Kualitas Udara

(ISPU) di Provinsi DIY, dijelaskan menggunakan analisis deskriptif dalam bentuk

tabel untuk mengetahui karakteristik ISPU. Kedua menentukan model GWOLR dan

pemetaan. Ketiga menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan

terhadap ISPU. Keempat dilakukan perbandingan model regresi logistik ordinal dan

model GWOLR. Perhitungan analisis deskriptif, analisis regresi logistik ordinal,

analisis GWOLR, ketepatan klasifikasi regresi logistik ordinal dan ketepatan

klasifikasi GWOLR diperoleh menggunakan bantuan software SPSS 20, R 3.2.5.

Sementara eksplorasi data spasial menggunakan software ArcGis.

5.1.1 Gambaran Umum Kualitas Udara

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran umum kualitas

udara di DIY, dalam hal ini untuk mendeskriptifkan data indeks standar pencemaran

udara di Provinsi DIY tahun 2017 pada lampiran 1 dan faktor-faktor yang diduga

mempengaruhinya. Deskriptif data dilakukan untuk mengetahui kriteria variabel

dependen dan independen yang mempengaruhi Indeks Standar Pencemaran Udara

dan menyajikan dalam bentuk tabel berdasarkan pada lampiran 3 seperti berikut :

Tabel 5. 1 Analisis Deskriptif komponen kualitas udara tahun 2017

Variabel N Min Max Sum Mean Std. Dev

Ozon (X1) 25 14,74 32,42 469,13 18,7652 3,92320

Hidrocarbon (X2) 25 8,97 113,94 494,12 19,7648 20,07088

Kebisingan (X3) 25 66,20 78,80 1830,70 73,2280 3,46957

Suhu_Udara (X4) 25 27,50 35,50 801,40 32,0560 2,19622

Kec_Angin (X5) 25 ,60 2,90 33,40 1,3360 ,68610

Tekanan (X6) 25 723,90 752,30 18509,30 740,3720 6,83395

Tabel 5.1. menunjukkan bahwa ozon memiliki nilai rata-rata sebesar 18,765

ug/m3 dari 25 titik lokasi di provinsi DIY dengan kualitas ozon minimum sebesar

Page 33: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

33

14,74 ug/m3 dan nilai maksimum sebesar 32,42 ug/m

3. Rata-rata kualitas hidrocarbon

sebesar 19,76 ug/m3 dengan nilai minimum sebesar 8,97 ug/m

3 dan nilai maksimum

sebesar 113,94 ug/m3 . Kualitas kebisingan menunjukan nilai rata-rata sebesar 73,228

dBA dengan kebisingan minimum sebesar 66,2 dBA dan nilai maksimum sebesar

78,8 dBA. Rata-rata suhu udara dari 25 titik lokasi di provinsi DIY adalah 32.056 oc

dengan nilai minimum sebanyak 27,5 oc.

Kecepatan angin menunjukan nilai rata-rata sebesar 1,336 m/s dengan

kecepatan angin minimum sebesar 0,6 m/s dan nilai maksimum sebesar 2,9 m/s

untuk 25 titik lokasi di provinsi DIY. Rata-rata Kelembaban sebesar 51,4 %RH

dengan nilai minimum sebanyak 37 %RH dan nilai maksimum sebanyak 71%RH

dari 25 titik lokasi di DIY. Rata-rata tekanan sebesar 740,37 mmhg dengan nilai

minimum sebanyak 723,9 mmhg dan nilai maksimum sebanyak 752,3 mmhg dari 25

titik lokasi di DIY.

Variabel respon (Y) pada penelitian ini indeks standar pencemaran udara,

dengan ISPU data asli dihitung kategorinya seperti pada lampiran 2. Jika ISPU

dibagi sesuai dengan ketentuan BAPEDAL yaitu lima kategori maka terdapat

kategori yang kosong yaitu pada kategori baik, karena pada perhitungan ISPU hasil

yang diproleh yaitu empat buah kategori dan kategori yang dihilangkan yaitu

kategori baik dan disajikan pada gambar 5.2.

Gambar 5. 1 Grafik ISPU PM 10

Dari gambar 5.1 dapat diketahui bahwa indeks standar pencemaran udara di

Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung pada kategori sedang dan sangat tidak sehat,

0

100

200

300

400

500

600

700

I J H A B D C X Y V W S T U G R F E P Q Z AA AB AC AD

Kode Lokasi

ISPU PM 10

Page 34: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

34

dengan ISPU minimum berada dititik lokasi perempatan RSUD Wonosari, dan ISPU

maksimum pada titil lokasi pertigaan Teteg atau simpang tiga Kulon Progo. Pada

penelitian ini menggunakan empat kategori yaitu ketegori yaitu sedang (2), tidak

sehat (3), sangat tidak sehat (4), dan berbahaya(5). Hasil deskriptif dari variabel

respon yang dikategorikan disajikan pada Tabel 5.2

Tabel 5. 2 Analisis Deskriptive variabel respon

Kategori N Percent

Kategori sedang (2) 12 48 %

Kategori Tidak baik (3) 8 32 %

Kategori Sangat tidak sehat (4) 4 16 %

Kategori Berbahaya (5) 1 4 %

Total 25 100 %

Pada penelitian ini variabel respon (Y) adalah Indeks Standar Pencemaran

Udara (ISPU) terdiri dari empat kategori, yaitu kategori sedang dengan range nilai

ISPU 50-100, kategori tidak baik dengan range nilai ISPU 100-199, kategori sanagt

tidak sehat dengan range nilai ISPU 200-299, kategori berbahaya dengan range nilai

ISPU 300-lebih . Berdasarkan Tabel 5.2 terlihat bahwa pada tahun 2017 dari 25 titik

lokasi di DIY, Indeks Standar Pencemaran Udara terdapat 48 % kategori sedang,

terdapat 32% kategori tidak baik, terdapat 16% kategori sangat tidak sehat dan 4%

kategori berbahaya.

5.1.2 . Eksplorasi Data Spasial

Eksplorasi data spasial merupakan pembahasan mengenai deskripsi data

Indeks Standar Pencemaran Udara tahun 2017, dan mengidentifikasi pola yang

terbentuk berdasarkan data pada (Lampiran 1).

a. Eksplorasi Pola Spasial ISPU

Pola spasial Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Provinsi DIY

dikategorikan 1 untuk kategori ISPU baik dengan indeks nilai 1-50, dikategori 2

untuk

Page 35: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

35

kategori ISPU sedang dengan indeks nilai 50-100, dikategori 3 untuk kategori ISPU

tidak baik dengan indeks nilai 101-199, dikategori 4 untuk kategori ISPU sangat

tidak sehat dengan indeks nilai 200-299, dan dikategori 5 untuk kategori ISPU

berbahaya dengan indeks nilai 300-lebih. Eksplorasi data disajikan pada Gambar 5.2

dalam bentuk peta menggunakan software ArcGis seperti berikut.

Gambar 5. 2 Eksplorasi Pola Spasial ISPU di Provinsi DIY

Pada gambar 5.2 titik lokasi Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di

Provinsi DIY tahun 2017 memiliki karakteristik yang beragam dan dikelompokan

berdasarkan warna. Berdasarkan data indeks standar pencemaran udara tahun 2017 di

Provinsi DIY yang termasuk dalam kategori 2 ISPU sedang (50-100) ditandai dengan

warna putih. Kelompok ISPU sedang yang di tandai warna putih mendeskripsikan

bahwa tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia atau

hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika. Titik

lokasi yang memiliki ISPU sedang antara lain Simpang tiga toyan, Terminal Wates,

Simpang Empat Ngeplang, Depan bekas kantor Merapi golf, Depan Hotel Shapir,

Depan Hotel Tentrem, Perempatan Gose, Depan Kecamatan Patuk, Perempatan

Gading, Simpang Empat siyono, Terminal Wonosari, Perempatan RSUD Wonosari.

. Kemudian untuk titik lokasi yang termasuk dalam kategori 3 ISPU tidak baik

(101-199) ditandai dengan warna kuning. Kelompok ISPU tidak sehat yang di tandai

Page 36: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

36

warna kuning mendeskripsikan tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada

manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan

pada tumbuhan ataupun nilai estetika. Titik lokasi yang memiliki ISPU tidak sehat

antara lain Depan GKBI Medari, Perempatan Denggung, Depan UPN Seturan,

Depan Ruko Janti, Depan kampus STTL, Depan toko Besi Dongkelan.

Untuk titik lokasi yang termasuk dalam kategori 4 ISPU sangat tidak sehat

(200-299) ditandai dengan warna biru. Kelompok ISPU sangat tidak sehat yang di

tandai warna merah mendeskripsikan tingkat kualitas udara yang dapat merugikan

kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar. Titik lokasi yang memiliki

ISPU sangat tidak sehat antara lain Depan Mirota Godean, Depan TVRI, Depan

kantor Kec. Jetis, Perempatan Mirota jl. C.Simanjuntak, Perempatan Wojo,

Perempatan Druwo,

Titik lokasi yang termasuk kategori 5 ISPU berbahaya (300-lebih) ditandai

dengan warna merah. Kelompok ISPU berbahaya yang di tandai warna merah

mendeskripsikan tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat

merugikan kesehatan yang serius pada populasi. Titik lokasi yang memiliki ISPU

berbahaya antara lain titik Pertigaan teteg/simpang tiga Kulonprogo.

Gambar 5.2 menyajikan informasi bahwa pola penyebaran ISPU memiliki

pola mengelompok . Hal ini dapat diketahui dari beberapa titik lokasi membentuk

suatu kelompok dan saling berdekatan, cenderung memiliki tingkat ISPU sama.

Sebagai contoh titik lokasi depan kantor kec.Jetis dan depan Mirota Godean. Atau

dilihat dari pola penyebaran ISPU bahwa semakin ke kota Yogyakarta maka ISPU

semakin tinggi, dengan demikian dapat dikatakan ada pengaruh lokasi atau ada efek

spasial.

b. Eksplorasi Pola Spasial Ozon (O3)

Pola penyebaran spasial ozon (O3) di Provinsi DIY disajikan pada Gambar

4.3. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di daerah Provinsi DIY, kualitas ozon

dapat di kelompokan dalam 3 kelompok besar dengan menggunakan software

Arcgis, sehingga didapatkan kelas interval antar kelompok. Dengan pola spasial

kualitas ozon di Provinsi DIY dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu dikategorikan

dengan 14,74 ≤ x ≤ 20,6333 untuk kelompok 1, dikategorikan dengan 20,6334 ≤ x ≤

Page 37: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

37

26,526667 untuk kelompok 2, dikategorikan dengan 26,526668 ≤ x ≤ 32,42 untuk

kelompok 3, dan disajikan pada Gambar 5.3 dalam bentuk peta menggunakan

software ArcGis seperti berikut.

Gambar 5. 3 Eksplorasi Pola Spasial Ozon (O3) di Provinsi DIY

Gambar 5.3 Berdasarkan data kualitas Ozon (O3) di Provinsi DIY tahun

2017 memiliki karakteristik yang beragam dan dikelompokan berdasarkan warna.

Berdasarkan data kualitas Ozon tahun 2017 di 25 titik lokasi Provinsi DIY yang

termasuk dalam kelompok 1 ditandai dengan warna putih, dan mendeskripsikan

bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini, memiliki tingkat kualitas ozon

yang rendah dibandingan titik lokasi lain di provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki

kualitas Ozon rendah antara lain Simpang tiga toyan, Terminal Wates, Simpang

Empat Ngeplang, Depan Mirota Godean, Depan TVRI, Perempatan Mirota jl.

C.Simanjuntak, Depan Hotel Shapir, Depan UPN Seturan, Depan Ruko Janti, Depan

kantor Kec. Jetis, Depan toko Besi Dongkelan, Perempatan Wojo, Depan kampus

STTL, Perempatan Gose, Depan Kecamatan Patuk, Perempatan Gading, Simpang

Empat siyono, Terminal Wonosari, Perempatan RSUD Wonosari.

Page 38: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

38

. Untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 2 ditandai dengan warna

orange dan mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini,

memiliki tingkat kualitas ozon yang sedang dibandingan titik lokasi lain di provinsi

DIY. Titik lokasi yang memiliki kualitas Ozon sedang antara lain Depan GKBI

Medari, Perempatan Denggung, Depan bekas kantor Merapi golf, Depan Hotel

Tentrem, Perempatan Druwo.

Kemudian untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 3 ditandai

dengan warna merah dan mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam

kelompok ini, memiliki tingkat kualitas ozon yang tinggi dibandingan titik lokasi lain

di provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki kualitas Ozon tinggi antara lain

Pertigaan teteg/simpang tiga Kulonprogo.

Gambar 5.3 menyajikan informasi bahwa pola penyebaran kualitas ozon

memiliki pola mengelompok. Hal ini dapat diketahui dari beberapa titik lokasi

membentuk suatu kelompok dan saling berdekatan, cenderung memiliki tingkat

kualitas ozon sama. Sebagai contoh titik lokasi depan kantor kec.Jetis dan depan

TVRI jl. Magelang. Dengan demikian dapat dikatakan ada pengaruh lokasi atau ada

efek spasial.

c. Eksplorasi Pola Spasial Hidrocarbon (HC)

Pola penyebaran spasial Hidrocarbon (HC) di Provinsi DIY disajikan pada

Gambar 5.4. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di daerah Provinsi DIY,

kualitas Hidrocarbon dapat di kelompokan dalam 3 kelompok besar dengan

menggunakan software Arcgis, sehingga didapatkan kelas interval antar kelompok.

Dengan pola spasial kualitas Hidrocarbon di Provinsi DIY dikategorikan menjadi 3

kelompok yaitu dikategorikan dengan 8,97 ≤ x ≤ 43,96 untuk kelompok 1,

dikategorikan 43,96,0001 ≤ x ≤ 78,9500 untuk kelompok 2, dikategorikan 78,95001

≤ x ≤ 113,94 untuk kelompok 3, dan disajikan pada Gambar 5.1.4 dalam bentuk peta

menggunakan software ArcGis seperti berikut.

Page 39: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

39

Gambar 5. 4 Eksplorasi Pola Spasial Hidrocarbon (HC) di Provinsi DIY

Gambar 5.4. Berdasarkan data kualitas Hidrocarbon (HC) di Provinsi DIY

tahun 2017 memiliki karakteristik yang beragam dan dikelompokan berdasarkan

warna. Berdasarkan data kualitas Hidrocarbon tahun 2017 di 25 titik lokasi Provinsi

DIY yang termasuk dalam kelompok 1 ditandai dengan warna putih dan

mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini, memiliki

kualitas hidrocarbon yang rendah dibandingan titik lokasi lain di provinsi DIY. Titik

lokasi yang memiliki kualitas hidrocarbon rendah antara lain Simpang tiga toyan,

Terminal Wates, Pertigaan teteg/simpang tiga Kulonprogo, Simpang Empat

Ngeplang, Depan Mirota Godean, Depan TVRI, Depan GKBI Medari, Perempatan

Denggung, Depan bekas kantor Merapi golf, Depan Hotel Shapir, Depan UPN

Seturan, Depan Ruko Janti, Depan Hotel Tentrem, Depan kantor Kec. Jetis, Depan

toko Besi Dongkelan, Perempatan Wojo, Depan kampus STTL, Perempatan Druwo,

Perempatan Gose, Depan Kecamatan Patuk, Perempatan Gading, Simpang Empat

siyono, Terminal Wonosari, Perempatan RSUD Wonosari.

Titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 2 ditandai dengan warna orange

dan mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini,

Page 40: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

40

memiliki kualitas hidrocarbon yang sedang dibandingan titik lokasi lain di provinsi

DIY. Tidak ada titik lokasi yang memiliki kualitas hidrocarbon sedang.

Kemudian untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 3 ditandai

dengan warna merah dan mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam

kelompok ini, memiliki kualitas ozon hidrocarbon yang tinggi dibandingan titik

lokasi lain di provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki kualitas hidrocarbon tinggi

antara lain Perempatan Mirota jl. C.Simanjuntak.

Gambar 5.4 menyajikan informasi bahwa pola penyebaran kualitas

hidrocarbon memiliki pola mengelompok. Hal ini dapat diketahui dari beberapa titik

lokasi membentuk suatu kelompok dan saling berdekatan, cenderung memiliki

tingkat kualitas hidrocarbon sama. Dengan demikian dapat dikatakan ada pengaruh

lokasi atau ada efek spasial.

d. Eksplorasi Pola Spasial Kebisingan

Pola penyebaran spasial Kebisingan di Provinsi DIY disajikan pada Gambar

5.5. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di daerah Provinsi DIY, kualitas

Kebisingan dapat di kelompokan dalam 3 kelompok besar dengan menggunakan

software Arcgis, sehingga didapatkan kelas interval antar kelompok. Dengan pola

spasial kualitas Kebisingan di Provinsi DIY dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu

dikategorikan dengan 66,2 ≤ x ≤ 71,4 untuk kelompok 1, dikategorikan dengan

71,40001 ≤ x ≤ 75,8 untuk kelompok 2, dikategorikan dengan 75,8001 ≤ x ≤ 78,8

untuk kelompok 3, dan disajikan pada Gambar 5.5 dalam bentuk peta menggunakan

software ArcGis seperti berikut.

Page 41: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

41

Gambar 5. 5 Eksplorasi Pola Spasial Kebisingan di Provinsi DIY

Gambar 5.5. Berdasarkan data kualitas Hidrocarbon (HC) di Provinsi DIY

tahun 2017 memiliki karakteristik yang beragam dan dikelompokan berdasarkan

warna. Berdasarkan data Kebisingan tahun 2017 di 25 titik lokasi Provinsi DIY, yang

termasuk dalam kelompok 1 ditandai dengan warna putih dan mendeskripsikan

bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini, memiliki tingkat kebisingan

yang rendah dibandingan titik lokasi lain di provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki

tingkat kebisingan rendah antara lain Simpang tiga toyan, Terminal Wates, Pertigaan

teteg/simpang tiga Kulonprogo, Depan bekas kantor Merapi golf, Depan UPN

Seturan, Depan kantor Kec. Jetis, Perempatan Gose, Depan Kecamatan Patuk,

Terminal Wonosari, Perempatan RSUD Wonosari.

Untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 2 ditandai dengan warna

orange dan mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini,

memiliki tingkat kebisingan yang sedang dibandingan titik lokasi lain di provinsi

DIY. Titik lokasi yang memiliki tingakat kebisingan sedang antara lain Simpang

Empat Ngeplang, Depan Mirota Godean, Perempatan Denggung, Perempatan Mirota

Page 42: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

42

jl. C.Simanjuntak, Depan Hotel Tentrem, Depan Hotel Shapir, Depan kampus STTL,

Depan toko Besi Dongkelan, Perempatan Gading, Simpang Empat siyono.

Kemudian untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 3 ditandai

dengan warna merah dan mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam

kelompok ini, memiliki tingkat kebisingan yang tinggi dibandingan titik lokasi lain

di provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki tingkat kebisingan tinggi antara lain

Depan GKBI Medari, Depan TVRI, Depan Ruko Janti, Perempatan Druwo,

Perempatan Wojo.

Gambar 5.5 menyajikan informasi bahwa pola penyebaran tingkat kebisingan

memiliki pola mengelompok. Hal ini dapat diketahui dari beberapa titik lokasi

membentuk suatu kelompok dan saling berdekatan, cenderung memiliki tingkat

kebisingan sama. Dengan demikian dapat dikatakan ada pengaruh lokasi atau ada

efek spasial.

e. Eksplorasi Pola Spasial Suhu Udara

Pola penyebaran spasial Suhu Udara di Provinsi DIY disajikan pada Gambar

5.6. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di daerah Provinsi DIY, kualitas suhu

udara dapat di kelompokan dalam 3 kelompok besar dengan menggunakan software

Arcgis, sehingga didapatkan kelas interval antar kelompok. Dengan pola spasial

kualitas suhu udara di Provinsi DIY dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu

dikategorikan 27,5 ≤ x ≤ 30,166667 untuk kelompok 1, dikategorikan 30,166668 ≤

x ≤ 32,833333 untuk kelompok 2, dikategorikan dengan 32,833334 ≤ x ≤ 39,5 untuk

kelompok 3, dan disajikan pada Gambar 5.6 dalam bentuk peta menggunakan

software ArcGis seperti berikut.

Page 43: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

43

Gambar 5. 6 Eksplorasi Pola Spasial Suhu udara di Provinsi DIY

Gambar 5.6. Berdasarkan data kualitas suhu udara di Provinsi DIY tahun

2017 memiliki karakteristik yang beragam dan dikelompokan berdasarkan warna.

Berdasarkan data Suhu udara tahun 2017 di 25 titik lokasi Provinsi DIY, yang

termasuk dalam kelompok 1 ditandai dengan warna putih dan mendeskripsikan

bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini, memiliki tingkat suhu udara

yang rendah dibandingan titik lokasi lain di provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki

tingkat suhu udara rendah antara lain Simpang tiga toyan, Pertigaan teteg/simpang

tiga Kulonprogo, Perempatan Denggung, Perempatan Druwo, Simpang Empat

siyono, Perempatan RSUD Wonosari.

Untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 2 ditandai dengan warna

orange mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini,

memiliki tingkat suhu udara yang sedang dibandingan titik lokasi lain di provinsi

DIY. Titik lokasi yang memiliki tingkat suhu udara sedang antara lain Terminal

Wates, Simpang Empat Ngeplang, Depan Mirota Godean, Depan TVRI, Depan UPN

Seturan, Depan Hotel Shapir, Depan kampus STTL.

Kemudian untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 3 ditandai

dengan warna merah mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam

kelompok ini, memiliki tingkat suhu udara yang tinggi dibandingan titik lokasi lain

di provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki tingkat suhu udara tinggi antara lain

Page 44: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

44

Depan GKBI Medari, Depan bekas kantor Merapi golf, Perempatan Mirota jl.

C.Simanjuntak, Depan Ruko Janti, Depan kantor Kec. Jetis, Depan Hotel Tentrem,

Depan toko Besi Dongkelan, Perempatan Wojo, Perempatan Gose, Terminal

Wonosari, Perempatan Gading, Depan Kecamatan Patuk.

Gambar 5.6 menyajikan informasi bahwa pola penyebaran kualitas suhu

udara memiliki pola mengelompok. Hal ini dapat diketahui dari beberapa titik lokasi

membentuk suatu kelompok dan saling berdekatan. Dengan demikian dapat

dikatakan ada pengaruh lokasi atau ada efek spasial.

f. Eksplorasi Pola Spasial Kecepatan Angin

Pola penyebaran spasial kecepatan angin di Provinsi DIY disajikan pada

Gambar 5.7. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di daerah Provinsi DIY, data

kecepatan angin dapat di kelompokan dalam 3 kelompok besar dengan menggunakan

software Arcgis, sehingga didapatkan kelas interval antar kelompok. Dengan pola

spasial kualitas Kecepatan angin di Provinsi DIY dikategorikan menjadi 3 kelompok

yaitu dikategorikan dengan 0,6 ≤ x ≤ 1,366667 untuk kelompok 1, dikategorikan

1,366668 ≤ x ≤ 2,13333 untuk kelompok 2, dikategorikan dengan 1,133334 ≤ x ≤ 2,9

untuk kelompok 3, dan disajikan pada Gambar 5.1.7 dalam bentuk peta

menggunakan software ArcGis seperti berikut.

Gambar 5. 7 Eksplorasi Pola Spasial Kecepatan Angin di Provinsi DIY

Page 45: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

45

Gambar 5.7. Berdasarkan data Kecepatan Angin di Provinsi DIY tahun 2017

memiliki karakteristik yang beragam dan dikelompokan berdasarkan warna.

Berdasarkan data kecepatan angin tahun 2017 di 25 titik lokasi Provinsi DIY, yang

termasuk dalam kelompok 1 ditandai dengan warna putih mendeskripsikan bahwa

titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini, memiliki kecepatan angin yang

rendah dibandingan titik lokasi lain di provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki

kecepatan angin rendah antara lain yaitu Simpang tiga toyan, Pertigaan

teteg/simpang tiga Kulonprogo, Simpang Empat Ngeplang, Depan Mirota Godean,

Perempatan Denggung, Depan TVRI, Depan bekas kantor Merapi golf, Depan UPN

Seturan, Depan Ruko Janti, Depan kantor Kec. Jetis, Depan Hotel Tentrem,

Perempatan Wojo, Perempatan Druwo, Depan kampus STTL, Perempatan Gose,

Depan Kecamatan Patuk.

Untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 2 ditandai dengan warna

orange mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini,

memiliki kecepatan angin yang sedang dibandingan titik lokasi lain di provinsi DIY.

Titik lokasi yang memiliki kecepatan angin sedang antara lain Depan GKBI Medari,

Depan Hotel Shapir, Depan toko Besi Dongkelan, Perempatan Gading, Terminal

Wonosari.

Kemudian untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 3 ditandai

dengan warna merah mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam

kelompok ini, memiliki kecepatan angin yang tinggi dibandingan titik lokasi lain di

provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki kecepatan angin tinggi antara lain

Terminal Wates, Perempatan Mirota jl. C.Simanjuntak, Simpang Empat siyono,

RSUD Wonosari.

Gambar 5.7 menyajikan informasi bahwa pola penyebaran kecepatan angin

memiliki pola mengelompok. Hal ini dapat diketahui dari beberapa titik lokasi

membentuk suatu kelompok dan saling berdekatan, cenderung memiliki kecepatan

angin sama. Dengan demikian dapat dikatakan ada pengaruh lokasi atau ada efek

spasial.

Page 46: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

46

h. Eksplorasi Pola Spasial Tekanan

Pola penyebaran spasial tekanan di Provinsi DIY disajikan pada Gambar 5.8.

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di daerah Provinsi DIY, data tekanan dapat

di kelompokan dalam 3 kelompok besar dengan menggunakan software Arcgis,

sehingga didapatkan kelas interval antar kelompok. Dengan pola spasial tekanan

udara di Provinsi DIY dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu dikategorikan

723,9 ≤ x ≤ 733,366667 untuk kelompok 1, dikategorikan dengan

733,366668 ≤ x ≤ 742,833333 kelompok 2, dikategorikan dengan 748,833334 ≤ x ≤

752,3 untuk kelompok 3, dan disajikan pada Gambar 5.8 dalam bentuk peta

menggunakan software ArcGis seperti berikut.

Gambar 5. 8 Eksplorasi Pola Spasial Tekanan di Provinsi DIY

Gambar 5.8. Berdasarkan data Tekanan di Provinsi DIY tahun 2017 memiliki

karakteristik yang beragam dan dikelompokan berdasarkan warna. Berdasarkan data

tekanan tahun 2017 di 25 titik lokasi Provinsi DIY, yang termasuk dalam kelompok

1 ditandai dengan warna putih mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk

dalam kelompok ini, memiliki tingkat tekanan yang rendah dibandingan titik lokasi

lain di provinsi DIY. Titik lokasi yang memiliki tekanan rendah antara lain yaitu

Depan GKBI Medari, Perempatan Gose, Depan Kecamatan Patuk.

Page 47: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

47

Untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 2 ditandai dengan warna

orange mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam kelompok ini,

memiliki tekanan yang sedang dibandingan titik lokasi lain di provinsi DIY. Titik

lokasi yang memiliki tekanan sedang antara lain Depan Mirota Godean, Perempatan

Denggung, Depan TVRI, Depan bekas kantor Merapi golf, Perempatan Mirota jl.

C.Simanjuntak, Depan Hotel Shapir, Depan UPN Seturan, Depan Ruko Janti, Depan

kantor Kec. Jetis, Depan Hotel Tentrem, Perempatan Gading, Perempatan RSUD

Wonosari, Simpang Empat siyono, Terminal Wates.

Kemudian untuk titik lokasi yang termasuk dalam kelompok 3 ditandai

dengan warna merah mendeskripsikan bahwa titik lokasi yang termasuk dalam

kelompok ini, memiliki tekanan yang tinggi dibandingan titik lokasi lain di provinsi

DIY. Titik lokasi yang memiliki tekanan tinggi antara lain yaitu Simpang tiga

toyan, Terminal Wates, Pertigaan teteg/simpang tiga Kulonprogo, Simpang Empat

Ngeplang, Depan toko Besi Dongkelan, Perempatan Wojo, Perempatan Druwo,

Depan kampus STTL.

Gambar 5.8 menyajikan informasi bahwa pola penyebaran kecepatan angin

memiliki pola mengelompok. Hal ini dapat diketahui dari beberapa titik lokasi

membentuk suatu kelompok dan saling berdekatan, cenderung memiliki tekanan

sama. Dengan demikian dapat dikatakan ada pengaruh lokasi atau ada efek spasial.

5.1.3 Analisis Regresi Logistik Ordinal

Analisis Regresi Logistik Ordinal dilakukan dengan tujuan untuk menyelidiki

variabel yang berpengaruh terhadap indeks standar pencemaran udara (ISPU). Data

ISPU yang digunakan yaitu data kategori berskala interval, dengan kategori ISPU

yang digunakan lebih dari dua, sehingga bisa dilanjutkan analisis regresi logistik

ordinal. Perhitungan dalam analisis regresi logistik ordinal dilakukan menggunakan

software SPSS 20, selanjutnya akan dibuat model logit regresi logistik ordinal

berdasarkan pendugaan parameternya (Lampiran 5) sebagai berikut :

Logit [ ( )] = 193.740 + 0.363 X1 + 0.059 X2 + 0.502 X3 + 0.000 X4 – 0.756

X5 + 203 X6

Logit [ ( )] = 196.633+ 0.363 X1 + 0.059 X2 + 0.502 X3 + 0.000 X4 – 0.756

X5 + 203 X6

Page 48: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

48

Logit [ ( )] = 196.633+ 0.363 X1 + 0.059 X2 + 0.502 X3 + 0.000 X4 – 0.756

X5 + 203 X6

Tanda negatif pada koefisien variabel kecepatan angin (X5) menunjukkan

bahwa semakin rendah kecepatan angin suatu titik lokasi maka cenderung

berhubungan dengan indeks standar pencemaran udara yang lebih rendah (sedang).

Setiap penurunan kecepatan angin sebesar 0,01 m/s maka akan berpeluang sebesar

0.756 indeks standar pencemaran udara yang rendah. Peningkatan kecenderungan

bahwa setiap titik lokasi mempunyai tingkat ISPU dengan kategori sedang lebih

banyak dibanding kategori tidak sehat, sangat tidak sehat, berbahaya.

Sedangkan tanda positif pada koefisien variabel kualitas ozon (X1)

menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas ozon disuatu titik lokasi maka

cenderung berhubungan kualitas udara atau Indeks Standar Pencemaran Udara

(ISPU) yang lebih tinggi (sangat tidak sehat, berbahaya). Begitu pula dengan

variabel lainnya yaitu hidrocarbon (X2), kebisingan (X3), suhu udara (X4), tekanan

(X6), semakin rendah kualitas maka cenderung berhubungan dengan tingkat kualitas

udara yang lebih tinggi (sangat tidak sehat, berbahaya).

Setelah model diperoleh maka diperlukan uji parameter keseluruhan untuk

melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel

dependen.

1. Uji Parameter Secara Keseluruan

Pengujian secara serentak dilakukan untuk memeriksa peran koefisien β

secara keseluruhan atau bersama-sama. Hipotesis yang digunakan dalam uji serentak

adalah:

H0 : β1 = β2= β3 = β4 = β5= β6= 0 (tidak ada pengaruh signifikan antara ozon,

hidrocarbon, kebisingan, suhu udara, kecepatan angin, tekanan terhadap

Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU))

H0 : βk ≠ 0 (minimal ada satu variabel yang berpengaruh signifikan)

Dengan daerah penolakan H0 apabila nilai G2 > ( )

atau p-value < α, dengan

Taraf signifikansi 10 % dan 5%

Page 49: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

49

Tabel 5. 3 Nilai statistik uji G2 model regresi logistik ordinal

Statistik G2

df P-value

21.929 6 0.001

Berdasarkan output yang ditunjukan pada tabel 5.3 (Lampiran 2) dapat

dilihat bahwa nilai statistik G2 yang dihasilkan adalah sebesar 21.929 dan nilai

( ) = 12,591 dan ( )

= 10,644 , maka nilai statistik G2 > ( )

, dan

G2 > ( )

, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang berarti minimal ada

satu variabel yang berpengaruh signifikan antara ozon, hidrocarbon, kebisingan,

suhu udara, kecepatan angin, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU).

Setelah uji signifikansi keseluruhan model selesai dilakukan, yaitu secara

simultan ada pengaruh, maka selanjutnya perlu dilakukan uji secara parsial untuk

menguji pengaruh dari seluruh variabel independent terhadap variabel dependen.

2. Uji Parameter Secara Individu

Setelah diketahui bahwa secara simultan terdapat pengaruh antara variabel

bebas terhadap Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), selanjutnya dilakukan uji

parsial untuk mengetahui variabel bebas mana yang berpengaruh terhadap ISPU. Uji

yang digunakan adalah uji wald. Hipotesis yang digunakan yaitu :

H0 : βi = 0 (Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel bebas terhadap ISPU)

H1 : βi ≠ 0 (Ada pengaruh signifikan antara setiap variabel bebas terhadap ISPU)

Dengan daerah penolakan H0 apabila nilai Wk > ( ) atau p-value < α, dengan

Taraf signifikansi 10 % dan 5% .

Tabel 5. 4 Uji parsial regresi logistik ordinal

Variabel 𝜷 Std.

Error 𝑾 =(

𝜷

(𝜷 ))

p-value

Ozon (X1) 0.363 0.141 6.674 0.010

Hidrocarbon (X2) 0.059 0.033 3.183 0.074

Kebisingan (X3) 0.502 0.205 5.982 0.014

Suhu Udara (X4) 0.000 0.236 0.000 0.999

Kec. Angin (X5) -0.756 1.096 0.476 0.490

Tekanan (X6) 0.203 0.112 3.292 0.070

Page 50: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

50

Berdasarkan tabel 5.4 variabel yang signifikan pada α=5% adalah Ozon (X1),

Kebisingan (X3), karena nilai Wk > ( ) (3.84) , nilai P-value < α (0.05).

Namun dengan demikian variabel yang signifikan pada α=10% adalah Ozon (X1),

Hidrocarbon (X2), Kebisingan (X3), dan Tekanan (X6) hal ini karena nilai Wk >

( )( ) atau nilai P-value < α (0.1). maka hasil kriteria uji adalah H0 ditolak

yang berati variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel Indeks Standar

Pencemaran Udara (ISPU).

Setelah uji signifikansi secara parsial, yaitu ada variabel yang berpengaruh

signifikan, sehingga perlu dilanjukan interpretasi odds rasio variabel yang signifikan.

3. Odds Ratio

Nilai odds ratio diinterpretasikan sebagai resiko atau kecenderungan ISPU

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi. Karena dalam uji wald dengan α=10,

hanya variabel ozon (X1), hidrocarbon (X2), dan kebisingan (X3) dan Tekanan (X6)

yang mempengaruhi ISPU, sehingga hanya variabel tersebut yang akan dianalisis.

Tabel 5. 5 nilai odds ratio dari variabel signifikan

Variable Odd ratio

𝚿=eβ

Ozon (X1)

Hidrocarbon (X2)

1.43

1.06

Kebisingan (X3) 1.65

Tekanan (X6) 1.22

Dari tabel 5.5 nilai odds ratio Ozon, Hidrocarbon dan kebisingan dan Tekanan

sebesar 1.43, 1.06, 1.65, dan 1.22 . Artinya angka tersebut menunjukkan bahwa :

1. Apabila kualitas ozon disuatu titik lokasi lebih tinggi maka akan berpeluang

ISPU 1.43 kali kualitas ozon disuatu titik lokasi yang rendah, dan akan

menghasilkan ISPU Y=0 yaitu ISPU berbahaya.

2. Apabila hidrocarbon disuatu titik lokasi lebih tinggi maka akan berpeluang

ISPU 1.06 kali hidrocarbon disuatu titik lokasi yang rendah, dan akan

menghasilkan ISPU Y=0 yaitu ISPU berbahaya.

Page 51: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

51

3. Apabila kebisingan disuatu titik lokasi lebih tinggi maka akan berpeluang

ISPU 1.65 kali kebisingan disuatu titik lokasi yang rendah, dan akan

menghasilkan ISPU Y=0 yaitu ISPU berbahaya.

4. Apabila tekanan disuatu titik lokasi lebih tinggi maka akan berpeluang ISPU

1.65 kali tekanan disuatu titik lokasi yang rendah, dan akan menghasilkan

ISPU Y=0 yaitu ISPU berbahaya.

Setelah interpretasi odds ratio variabel yang signifikan, maka selanjutanya

melihat seberapa besar ketepatan klasifikasi dari model.

4. Ketepatan Klasifikasi Regresi Logistik Ordinal

Perhitungan ketepatan hasil klasifikasi Indeks standar Pencemaran Udara di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2017 dengan menggunakan model

regresi logistik ordinal. Dengan hasil perhitungan peluang masing masing kategori

ISPU dapat dilihat pada lampiran 6. dengan ketepatan klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 5. 6 Ketepatan Klasifikasi Regresi logistik Ordinal

Kategori Jumlah Prediksi tiap Kategori Persentase

Ketepatan 2 3 4 5

2 10 2 0 0 83.33%

3 2 6 0 0 75%

4 0 1 3 0 75%

5 0 0 0 1 100%

Untuk ketepatan klasifikasi keseluruhan prediksi diperoleh dari:

= (

) x 100%

= (

) x 100 % = 80%

Berdasarkan perhitungan ketepatan klasifikasi Indeks Standar Pencemaran

Udara pada tabel 5.6 terlihat bahwa persentase ketepatan model regresi logistik

dalam pengklasifikasian adalah sebesar 80%. Angka ini cukup baik karena ketepatan

klasifikasi lebih dari 50%.

Page 52: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

52

5. Uji Multikolonearitas

Sebelum melakukan analisis dengan metode yang akan digunakan yaitu

Geographically Weighted Ordinary Logistic Regression (GWOLR) maka dilakukan

pengujian terhadap data yang digunakan apakah antar variabel prediktor sudah tidak

terjadi multikolinearitas. Berikut ini adalah pengujian multikolinearitas pada variabel

prediktor untuk mengidentifikasi adanya korelasi antar variabel prediktor. Pengujian

multikolinearitas menggunakan kriteria nilai pearson correlation sebagai berikut.

Tabel 5. 7 Koefisien Korelasi antar Variabel Prediktor

X1 X2 X3 X4 X5

X2 -0.197

X3 -0.088 0.131

X4 -0.147 0.266 0.061

X5 -0.201 0.500 -0.145 -0.030

X6 0.027 -0.021 0.157 -0.374 -0.038

Nilai korelasi antara dua variabel prediktor disajikan dalam Tabel 5.7

(Lampiran 4). Dari data tersebut diketahui bahwa tidak terdapat nilai korelasi yang

sangat besar (lebih besar dari 0,95) pada semua variabel. Sehingga dapat dikatakan

bahwa semua variabel tidak terdapat efek multikolinearitas.

5.1.4. Pengujian Efek Spasial

Pada uji kualitas udara dengan metode OLR didapatkan bahwa terdapat kasus

pengaruh kualitas udara. Sementara itu melalui eksplorasi peta dengan pola

penyebaran data didapatkan pola mengelompok sehingga ada pengaruh lokasi.

Dengan demikian dilanjutkan dengan analisis menggunakan metode Geographically

Weighted Ordinary Logistic Regression. Untuk menguji apakah ada pengaruh spasial

maka dilanjukan uji dependensi spasial melalui uji Moran’s I, bertujuan untuk

melihat efek spasial atau pengaruh lokasi pada setiap variabel dengan melihat nilai p-

value dan membandingkan nilainya dengan α (0.05), jika nilai p-value < α (0.05)

maka terdapat efek spasial pada variabel tersebut. Pada pengujian efek spasial

dengan uji Moran’s I pembobot yang digunakan yaitu pembobot distance atau

Page 53: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

53

pembobok jarak, dengan perhitungan

. Pembobot distance terdapat pada

lampiran 8. Pengujian dengan menggunakan software R untuk uji Moran’s I

diproleh hasil yaitu :

Tabel 5. 8 Uji Moran’s I

Variabel Moran’s I P-value

ISPU 0.00885 0.9929

Ozon -1.0697 0.2848

Hidrocarbon -1.7254 0.08446

Kebisingan 2.358 0.01837

Suhu udara 0.80733 0.4195

Kecepatan angin 0.14802 0.8823

Tekanan 2.608 0.009106

Dari Tabel 5.8 (Lampiran 9) dapat dilihat variabel yang mempunyai nilai

p-value <α (0.05) yaitu kebisingan dan tekanan atau pada α (0.1) variabel

hidrocarbon, kebisingan dan tekanan memiliki nilai p-value < α (0.1). Berarti

variabel tersebut memiliki efek spasial dan perlu dilanjutkan dengan analisis

GWOLR. Sebagai contoh pada variabel Kebisingan. Hasil uji Moran memberikan

hasil p-value 0,01837 sehingga H0 ditolak. Pengujian tersebut memberikan

kesimpulan bahwa terdapat autokorelasi spasial pada variabel kebisingan. Berarti

nilai kebisingan antar titik lokasi yang berdekatan di Provinsi DIY saling

mempengaruhi. Jadi pada penelitian ini dapat di lanjutkan dengan analisis GWOLR.

5.1.5. Model Geographically Weighted Ordinary Logistic Regression

1. Bandwidth Optimum dan Pembobot

Untuk membuat model GWOLR maka langkah-langkah untuk membuat

model ini adalah dengan memilih bandwidth (h) optimum setiap titik lokasi

penelitian. Dimana pemilihan bandwidth optimum menggunakan kriteria CV.

Selanjutnya bandwidth optimum yang dihasilkan dapat digunakan untuk mencari

Page 54: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

54

matriks pembobot di setiap titik lokasi, pada penelitian ini menggunakan pembobot

kernel fixed bisquare.

Pada penelitian nilai bandwidth optimum diproleh dengan perhitungan

menggunakan nilai bandwidth konsep GWR. Dari perhitungan pada software R 3.2.5

didapatkan bandwidth optimum dengan menggunakan pembobot kernel fixed

bisquare sebesar 0.28951 (Lampiran 2). Metode fixed kernel Bisquare

memungkinkan nilai bandwidth optimal untuk tiap lokasi adalah sama atau konstan.

Setelah mendapatkan nilai bandwidth yang optimum untuk pembobot fixed kernel bi-

square, langkah selanjutnya adalah membentuk matriks pembobot untuk setiap

lokasi dengan menggunakan nilai bandwidth yang sama.

Misalkan matriks pembobot dilokasi Depan Ruko Janti (u1 v1) adalah w(u1 v1)

akan dicari nilai pembobotnya dengan rumus:

{( ( )

)

(4.1)

Bentuk matriks pembobot setiap titik lokasi yang akan terbentuk adalah:

W(i) =

[

]

Pembentukan matriks pembobot untuk lokasi depan Ruko Janti, dengan langkah-

langkah:

a. Menentukan nilai bandwidth yaitu 0.2895

b. Menghitung jarak euclidien dengan rumus:

√( ) ( )

Dengan dan merupakan longitude dan latitude lokasi depan Ruko Janti

dan dan longitude dan latitude lokasi depan Ruko Janti.

Lokasi

Lokasi I :J

√( ) ( ( ))

0.0505

Lokasi I :H

√( ) ( ( )

Page 55: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

55

Lokasi I : A

√( ) ( ( ) )

c. Membentuk matriks euclidien

Setelah menghitung jarak antar titik lokasi (lampiran 2), nilai tersebut dibuat

dalam bentuk matriks setiap titik lokasi seperti pada lampiran 2.

( )

[

]

d. Membentuk matriks pembobot dengan memberikan bobot pada diagonal-

diagonal matriks menggunakan persamaan 4.1

( ) [ ( )

]

= [ (

) ]

= 1

( ) [ (

)

]

= 0.9400

karena di,j maka ( )

( ) [ (

)

]

= 0.9886

karena di,j maka ( )

( ) [ (

)

]

= 0.3119

Page 56: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

56

karena di,j maka ( )

( ) [ (

)

]

= 0.0322

karena di,j maka ( )

Hasil perhitungan pembobot untuk lokasi depan Ruko Janti sebagai pusat tersaji

dalam Tabel 5.9 (lampiran 2).

Tabel 5. 9 Pembobot lokasi depan Ruko Janti

NO Lokasi 𝑾 NO Lokasi 𝑾

1 Depan Ruko Janti 0 1 14 Depan Mirota Godean 0.0782 0.8596

2 Depan kampus STTL 0.0505 0.9400 15 Depan TVRI 0.0531 0.9338

3 Depan UPN seturan 0.0218 0.9887 16 Depan Hotel Shapir 0.0203 0.9902

4 Simpang Empat

Ngelang 0.1924 0.3119

17 Perempatan Denggung

0.0790 0.8566

5 Simpang tiga Toyan 0.2921 0.0003 18 Depan GKBI medari 0.1259 0.6573

6 Pertigaan

teteg/simpang tiga 0.2619 0.0330

19 Depan bekas kantor Merapi

golf 0.0410 0.9603

7 Terminal Wates 0.2726 0.0129 20 Perempatan Mirota 0.0378 0.9662

8 Depan toko Besi

Dongkelan 0.0733 0.8759

21 Depan Kecamatan Patuk

0.0955 0.7942

9 Perempatan Gose 0.1378 0.5980 22 Perempatan Gading 0.1950 0.2984

10 Perempatan Wojo 0.0648 0.9023 23 Simpang Empat siyono 0.2419 0.0912

11 Perempatan Druwo 0.0694 0.8884 24 Terminal Wonosari 0.2689 0.0189

12 Depan Hotel Tentrem 0.0440 0.9543 25 Perempatan RSUD Wonosari 0.2622 0.0322

13 Depan kantor Kec.

Jetis 0.0491 0.9433

Setelah semua nilai Wij dihitung, kemudian nilai Wij yang diperoleh dibuat

menjadi diagonal matriks untuk lokasi depan Ruko Janti. Nilai Wij yang diperoleh

pada tabel 5.9 disusun menjadi diagonal matriks pembobot. Sehingga terbentuk

matriks untuk pembobot fixed kernel bi-square untuk lokasi depan Ruko Janti

(lampiran 2) :

Page 57: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

57

𝑾( )

[

]

Untuk membentuk matriks pembobot titik lokasi lain, dengan menggunakan

persamaan 4.1 untuk menentukan bobot diagonal (Wij) matriks. Hasil penghitungan

bobot diagonal untuk matriks pembobot fixed kernel bi-square titik lokasi lain

terlampir.

2. Pengujian Parameter Model GWOLR

Pengujian parameter model GWOLR dengan pembobot fixed kernel bisquare

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara di

Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2017 di setiap titik lokasi. Pembentukan model

GWOLR untuk setiap lokasi dengan langkah-langkah sebagai berikut, sebagai contoh

lokasi depan ruko janti :

1. Menginput data yang di perlukan untuk analisis kualitas udara (lampiran 1)

2. Menghitung pembobot setiap lokasi, kemudian disusun menjadi diagonal

matriks pembobot sebesar 25x25 (sebagai contoh lokasi depan ruko janti pada

lampiran 16)

3. Memberikan nilai awal θ, yaitu

(0.01,0.025,0.05,0.001,0.0005,0.0001,0.0025,0.00025,0.00005)

4. Membentuk fungsi θ setiap kategori (lampiran 17)

5. Menghitung nilai ln (L) dari fungsi θ (lampiran 18)

6. Mengitung matriks hessian dan nilai gradien dari fungsi ln (L) setiap titik

lokasi (Lampiran 19)

7. Menginput nilai e sebagai batas error (lampiran 20)

8. Menghitung nilai V(m+1)= Vm – h-1

mGm (lampiran 20)

9. Mengitung ||Vm+1 – Vm|| ≥ e

Jika ya, maka proses iterasi menuju langkah 11, jika tidak, maka proses iterasi

langsung menuju langkah 13

Page 58: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

58

10. Menampilkan hasil iterasi Vm+1

11. Mengubah Vm = Vm+1 dan m=m+1 lalu kembali awal menuju langkah 7.

12. Menampikan hasil iterasi Vm+1

Setelah proses iterasi berhenti maka diproleh nilai estimator parameter model

GWOLR. Berikut ini sintak program yang dibuat pada software R untuk estimator

parameter model GWOLR.

Gambar 5. 9 sintak R GWOLR

Page 59: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

59

Berdasarkan gambar 5.9 sintak program diatas diproleh nilai estimasi

parameter model GWOLR untuk lokasi ke-a yakni ( ), ( ) ( ),

( ), ( ), ( ), ( ), ( ), ( ), ( ).

Hasil panaksiran parameter GWOLR dapat dilihat pada Tabel 5.1.10. Setiap

lokasi memiliki model yang berbeda-beda. Dengan menggunakan software R versi

3.2.5 diperoleh hasil pada output sesuai (Lampiran 21) dan diperoleh hasil dari

model seperti berikut.

Gambar 5. 10 Penaksiran Parameter model GWOLR setiap lokasi

Page 60: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

60

Misalkan pengujian parameter untuk lokasi depan Ruko Janti yang lokasinya pada

koordinat (ui vi). Berdasarkan tabel 5.10, model GWOLR yang terbentuk adalah :

Peluang kategori

( ) = ( )

(

( ) = ( )

(

( )

(

( ) = ( )

(

( )

(

( )

(

( ) = ( )

(

Peluang kategori indeks Standar Pencemaran Udara dipengaruhi oleh nilai

masing masing variabel bebas, sebagai contoh parameter bernilai positif berarti

semakin tinggi kualitas ozon disuatu titik lokasi maka cendrung berhubungan

kualitas udara atau Indeks Standar Pencemaran Udara yang lebih tinggi yaitu sangat

tidak sehat dan berbahaya. Begitu pula dengan variabel lain.

Dan Parameter bernilai negatif berarti semakin rendah tingkat kebisingan

disuatu titik lokasi maka cendrung berhubungan dengan indeks standar pencemaran

udara yang lebih rendah yaitu sedang. Dengan nilai –0.1802 menunjukan bahwa

setiap penurunan tingkat kebisingan sebesar 0.01 dBA maka akan berpeluang 0.1802

indeks standar pencemaran udara rendah. Setelah mendapatkan model selanjutnya uji

secara parsial sebagai berikut.

3. Pengujian Parameter Model GWOLR Secara Serentak

Pengujian parameter model GWOLR secara serentak dilakukan untuk

menguji keberartian koefisien ( ) secara keseluruhan. Dengan hipotesis

adalah sebagai berikut:

Page 61: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

61

H0 : ( ) = ( ) = ( )=.....= ( ) = 0 (tidak ada pengaruh

signifikan antara ozon, hidrocarbon, kebisingan, suhu udara, kecepatan angin,

tekanan terhadap Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU))

H0 : ( ) ≠ 0 (minimal ada satu variabel yang berpengaruh signifikan )

Dengan daerah penolakan H0 apabila nilai G2

> , dengan statistik uji

yang digunakan adalah statistik uji G2 . Dengan nilai G adalah :

= -2[∑ ∑ [∑ ( )

∑ ( )

]

∑ ∑ [

( )]

]

= ( ( ) ( ))

Diproleh nilai ln likelihood dengan menggunakan software R 3.2.5 seperti pada

lampiran di sajikan dalam tabel 5.11 sebagai berikut :

Gambar 5. 11 nilai ln likelihood uji G

No Lokasi ln L( ) Ln L( )

1 I -135.7639 -137.4498

2 J -128.0716 -129.8315

3 H -135.4619 -137.0655

4 A -76.28513 -77.55771

5 B -27.77336 -29.47217

6 D -35.13994 -36.45719

7 C -30.9736 -32.34573

8 X -131.038 -132.7389

9 Y -95.35224 -96.72162

10 V -129.4177 -131.1514

11 W -129.4998 -131.2199

12 S -140.6623 -142.3622

13 T -140.4503 -142.1448

14 U -137.1675 -138.8059

15 G -140.1675 -141.8138

16 R -139.4964 -141.2037

17 F -131.5215 -132.9967

18 E -111.5478 -112.8821

19 P -138.4173 -140.0145

20 Q -140.8314 -142.5181

21 Z -92.8027 -94.23908

Page 62: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

62

22 AA -38.45209 -39.50982

23 AB -34.28943 -34.96728

24 AC -41.27607 -41.92314

25 AD -38.09729 -38.72424

JUMLAH -2519.9567 -2556.1167

Setelah nilai ln Likelihood diproleh maka dicari nilai G2 sebagai berikut :

= ( ( ) ( ))

G2

= - 2 (- 2556.1167 – (- 2519.9567 )

G2 = 72.32006

Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai statistik G2 yang

dihasilkan adalah sebesar 72.32006 dan dibandingkan dengan nilai =10.644

maka nilai statistik G2

> sehingga keputusan tolak H0 yang berarti minimal

ada satu variabel yang berpengaruh signifikan antara ozon, hidrocarbon, kebisingan,

suhu udara, kecepatan angin, tekanan terhadap Indeks Standar Pencemaran Udara

(ISPU).

4. Uji Signifikansi Secara Parsial GWOLR

Uji signifikasi secara parsial untuk menguji variabel independen terhadap

variabel dependen. Dengan menggunakan bantuan software R 3.2.5 maka dapat

diketahui variabel apa saja yang mempunyai pengaruh terhadap ISPU. Dengan

hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : variabel independen tidak signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen

H1 : variabel independen signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen

Dengan kriteria pengujian Tolak H0 jika |Zhit | > atau -|Zhit | > -

. Dengan

Statistik uji yang digunakan adalah Zhit = ( )

( ( )) , pada tingkat signifikan

10%, dengan nilai standar error pada lampiran

Page 63: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

63

Tabel 5. 10 nilai Zhitung GWOLR

LOKASI Z(𝜷 ) Z(𝜷 ) Z(𝜷 ) Z(𝜷 ) Z(𝜷 ) Z(𝜷 )

I 5.813832 -0.469255 -55.378561 13.824083 -0.942439 -145.348617

J -2.836697 -1.623068 -44.060875 3.592966 1.440943 -308.990964

H 8.760370 0.063972 -57.520015 17.563402 -1.999784 -76.278949

A -31.529032 -1.925399 -46.301188 -28.556090 4.333454 -335.785667

B -30.214669 0.206995 -60.245770 2.376744 0.830972 -252.381685

D -31.629744 -0.570953 -63.492255 -13.088232 1.650889 -308.202969

C -31.313916 -0.317621 -63.593185 -8.862460 1.196009 -294.304163

X -16.971651 -1.944234 -34.663854 -9.464100 2.188971 -363.059826

Y -23.842741 -2.306343 -28.653455 -21.866143 3.387392 -388.102290

V -12.018907 -1.866226 -36.101778 -4.297172 1.883854 -361.659438

W -14.267860 -1.924541 -35.244124 -6.656712 2.063359 -363.772026

S -8.915233 -1.176206 -40.394394 1.336841 0.508953 -273.618554

T -10.479447 -1.267257 -39.456419 -0.454742 0.748945 -283.325354

U -17.950276 -1.770962 -37.856076 -10.467588 2.248081 -318.417881

G -8.260484 -1.032498 -41.329608 1.974777 0.376150 -243.933795

R -0.984771 -0.734468 -46.998160 9.106489 -0.511226 -212.552791

F -1.372324 -0.605706 -49.630533 6.366813 0.040895 -123.721073

E -2.455771 -1.352821 -58.458112 -2.802303 3.138278 -55.935606

P 1.914808 -0.228823 -49.119458 12.552617 -1.398818 -139.052265

Q -5.712488 -0.915956 -42.666384 4.916839 -0.065977 -242.015740

Z -6.251496 -3.175381 -41.683614 -10.716789 5.721870 -375.988872

AA -25.887098 -1.242831 -35.899173 -11.488764 1.663992 -230.983197

AB -39.497705 -2.206750 -58.670171 -1.866768 1.293470 -262.974067

AC -41.491704 -0.936722 -59.465943 6.242481 0.306827 -209.540526

AD -38.652460 -0.623349 -59.987776 2.563233 0.208756 -207.204500

Dari tabel 5.10 menunjukkan bahwa pengujian parameter model secara

parsial dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi indeks standar

pencemaran udara(ISPU) untuk tiap titik lokasi di DIY. Dengan menggunakan taraf

signifikansi sebesar 10%, nilai Zhitung yang telah didapatkan untuk masing-masing

parameter di tiap titik lokasi di DIY dibandingkan dengan (

)= 1.645.

Berdasarkan tabel 5.10 untuk titik lokasi I (depan ruko Janti) variabel ozon

(X1), kebisingan (X3), suhu udara (X4), dan tekanan (X6) memiliki nilai Zhitung > Z0.05

Page 64: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

64

maka hasil kriteria uji adalah H0 ditolak yang berati variabel tersebut berpengaruh

signifikan terhadap variabel Y (Indeks Standar Pencemaran Udara) dititik lokasi

depan ruko janti dengan mengunakan pembobot fixed kernel bisquare.

Untuk melihat variabel yang signifikan mempengaruhi ISPU pada disetiap

titik lokasi di provinsi DIY melalui gambar peta sebagai berikut:

Page 65: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

65

Gambar 5. 12 Pola Spasial Signifikansi Variabel

Hasil detailnya dapat dilihat pada (Lampiran 21). Selanjutnya dapat

dilakukan pengelompokan titik lokasi di DIY berdasarkan variabel-variabel yang

signifikan pada tabel berikut.

Tabel 5. 11 variabel-variabel Signifikan di setiap titik lokasi pada Model GWOLR

Nama Titik Lokasi Jumlah Variabel

Signifikan

Depan Ruko Janti, Depan kampus STTL, Depan UPN seturan,

Simpang Empat Ngelang, Simpang tiga Toyan, Pertigaan

teteg/simpang tiga, Terminal Wates, Depan toko Besi

Dongkelan, Perempatan Gose, Perempatan Wojo, Perempatan

Druwo ,Depan Hotel Tentrem, Depan kantor Kec. Jetis,

Depan Mirota Godean, Depan TVRI , Depan GKBI medari,

Depan bekas kantor Merapi golf, Perempatan Mirota, Depan

Kecamatan Patuk, Perempatan Gading, Simpang Empat

siyono, Terminal Wonosari, Perempatan RSUD Wonosari

23

Ozon (X1)

Simpang Empat Ngelang, Depan toko Besi Dongkelan,

Perempatan Gose, Perempatan Wojo, Perempatan Druwo,

Perempatan Mirota Godean, Depan Kecamatan Patuk,

Simpang Empat siyono.

8

Hidrocarbon

(X2)

Depan Ruko Janti, Depan kampus STTL, Depan UPN seturan,

Simpang Empat Ngelang, Simpang tiga Toyan, Pertigaan

teteg/simpang tiga, Terminal Wates, Depan toko Besi

Dongkelan, Perempatan Gose, Perempatan Wojo, Perempatan

Druwo ,Depan Hotel Tentrem, Depan kantor Kec. Jetis,

Depan Mirota Godean, Depan TVRI ,Depan Hotel Shapir,

Perempatan Denggung, Depan GKBI medari, Depan bekas

kantor Merapi golf, Perempatan Mirota, Depan Kecamatan

Patuk, Perempatan Gading, Simpang Empat siyono, Terminal

Wonosari, Perempatan RSUD Wonosari

25

Kebisingan

(X3)

Tekanan (X6)

Page 66: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

66

Depan Ruko Janti, Depan kampus STTL, Depan UPN seturan,

Simpang Empat Ngelang, Simpang tiga Toyan, Pertigaan

teteg/simpang tiga, Terminal Wates, Depan toko Besi

Dongkelan, Perempatan Gose, Perempatan Wojo, Perempatan

Druwo, Depan Mirota Godean, Depan TVRI ,Depan Hotel

Shapir, Perempatan Denggung, Depan GKBI medari, Depan

bekas kantor Merapi golf, Perempatan Mirota, Depan

Kecamatan Patuk, Perempatan Gading, Simpang Empat

siyono, Terminal Wonosari, Perempatan RSUD Wonosari

23

Suhu Udara

(X4)

Depan UPN seturan, Simpang Empat Ngelang, Pertigaan

teteg/simpang tiga, Depan toko Besi Dongkelan, Perempatan

Gose, Perempatan Wojo, Perempatan Druwo, Depan Mirota

Godean, Depan GKBI medari, Depan Kecamatan Patuk,

Perempatan Gading.

11

Kecepatan

Angin (X5)

Berdasarkan Tabel 5.11 dapat dilihat bahwa variabel yang berpengaruh

secara signifikan menggunakan GWOLR pembobot fixed kernel bisquare yaitu di

sebagian besar lokasi adalah kualitas ozon (X1), kebisingan (X3), suhu udara (X4) dan

tekanan (X6) untuk titik lokasi di provinsi DIY.

5. Odds Ratio

Nilai odds ratio diinterpretasikan sebagai resiko atau kecenderungan ISPU

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi. Nilai odds ratio dalam penelitian ini

adalah : ozon (X1), hidrocarbon (X2), kebisingan (X3), suhu udara (X4), kecepatan

angin (X5), tekanan (X6)

Misalkan untuk titik lokasi depan Ruko Janti, dalam uji Z hanya variabel

ozon (X1), kebisingan (X3), suhu udara (X4), tekanan (X6) yang mempengaruhi ISPU,

sehingga hanya variabel tersebut yang akan dianalisis.

Tabel 5. 12 nilai odds ratio variabel signifikan pada titik lokasi Depan Ruko Janti

variabel Odd ratio 𝚿=eβ

Ozon (X1) 1,0798

Kebisingan (X3) 0,8350

Suhu Udara (X4) 1,1087

Tekanan (X6) 0.9533

Page 67: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

67

Dari tabel 5.12 nilai odds ratio ozon, kebisingan, suhu udara dan tekanan

sebesar 1.0798, 0.8350, 1.1087, dan 0.9533 . Artinya angka tersebut menunjukkan

bahwa :

1. Apabila ozon di titik lokasi depan Ruko Janti lebih tinggi maka akan

berpeluang ISPU 1.0798 kali kualitas ozon yang rendah, dan akan

menghasilkan ISPU Y=0 yaitu ISPU berbahaya.

2. Apabila kebisingan di titik lokasi depan Ruko Janti lebih tinggi maka akan

berpeluang ISPU 0.8350 kali kebisingan yang rendah, dan akan menghasilkan

ISPU Y=0 yaitu ISPU berbahaya.

3. Apabila suhu udara di titik lokasi depan Ruko Janti lebih tinggi maka akan

berpeluang ISPU 1.1087 kali suhu udara yang rendah, dan akan

menghasilkan ISPU Y=0 yaitu ISPU berbahaya.

4. Apabila tekanan di titik lokasi depan Ruko Janti lebih tinggi maka akan

berpeluang ISPU 0.9533 kali tekanan yang rendah, dan akan menghasilkan

ISPU Y=0 yaitu ISPU berbahaya.

Nilai odds ratio berbeda beda disetiap lokasi, hal ini berdasarkan tingkat

signifikan seriap lokasi berbeda beda. Artinya bahwa semakin besar nilai O3, HC,

kebisingan, suhu udara, kecepatan angin, Tekanan maka peluang mengalami ISPU

tinggi semakin besar.

6. Ketepatan Klasifikasi GWOLR

Perhitungan ketepatan hasil klasifikasi Indeks standar Pencemaran Udara di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2017 dengan menggunakan model

GWOLR. Dengan hasil perhitungan peluang masing masing kategori ISPU dapat

dilihat pada lampiran 27. dengan ketepatan klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 5. 13 Ketepatan Klasifikasi Regresi logistik Ordinal

Observasi Prediksi Persentase

Ketepatan 2 3 4 5

2 12 0 0 0 100%

3 6 0 2 0 0 %

4 1 0 3 0 75%

5 0 0 0 1 100%

Page 68: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

68

Untuk ketepatan klasifikasi keseluruhan prediksi diperoleh dari:

= (

) x 100%

= (

) x 100 % = 64%

Berdasarkan perhitungan ketepatan klasifikasi Indeks Standar Pencemaran

Udara pada tabel 5.13 terlihat bahwa persentase ketepatan model GWOLR dalam

pengklasifikasian adalah sebesar 64 %. Angka ini cukup baik karena ketepatan

klasifikasi lebih besar dari 50%.

5.1.6 Perbandingan Model Indeks Standar Pencemaran Udara dengan Regresi

Logistik Ordinal dan GWOLR

Perbandingan antara model regresi logistik ordinal dan model Geografically

Weighted Ordinary Logistic Regression untuk mengetahui model yang lebih baik

dalam menggambarkan Indeks Standar Pencemaran Udara di Provinsi DIY tahun

2017. Kriteria kebaikan model yang digunakan adalah dengan membandingkan nilai

ketepatan klasifikasi. Pada penelitian ini model yang terbaik adalah model yang

memiliki nilai ketepatan klasifikasi yang terbesar.

Tabel 5. 14 nilai perbandingan model

Model Ketepatan Klasifikasi

RLO 80 %

GWOLR 64 %

Dari hasil analisis pada Tabel 5.14 dapat dilihat bahwa ketepatan hasil

klasifikasi Indeks standar pencemaran udara di Provinsi DIY tahun 2017 dengan

menggunakan model regresi logistik ordinal dan GWOLR menghasilkan nilai yaitu

sebesar 80% dan 64%. Berdasarkan nilai ketepatan klasifikasi tersebut, regresi

logistik ordinal merupakan model yang terbaik karena memiliki nilai ketepatan

klasifikasi model sebesar 80%.

Namun dengan demikian pada penelitian ini yaitu model GWOLR yang lebih

tepat karena untuk analisis pengaruh lokasi, atau yang ada efek spasial.

Page 69: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

69

5.2 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran udara di

Kabupaten Bantul dengan aplikasi model regresi spasial berbasis area,

berdasarkan data BPS (2015) Bantul dalam Angka dan BPS (2014), Statistik

Potensi Desa Kab. Bantul

Pada bab ini dibahas gambaran pencemaran udara di Kab. Bantul meliputi peta

tematik dan pola spasial, yang didasarkan data pada lampiran 1, selanjutnya

dilakukan analisis pemodelan spasial. Sebelum dilakukan analisis pemodelan spasial

terlebih dahulu dilakukan pemodelan regresi berganda dengan metode Ordinary

Least Square (OLS). Selanjutnya dilakukan pemodelan spasial berbasis area.

Pemodelan spasial yang digunakan adalah Spatial Autoregrresive Model (SAR),

Spatial Error Model (SEM) dan Spatial Durbin Model (SDM). Dari ketiga model

tersebut kemudian dipilih yang terbaik diantara ketiganya dengan kriteria nilai AIC

terkecil.

5.2.1 Gambaran Pencemaran Udara di Kab. Bantul

Gambaran pencemaran udara di Kab. Bantul berdasarkan data lampiran 1

menggunakan analisis deskriptif, peta tematik dan pola spasial yang ditampilkan

dalam bentuk tabel dan peta.

Terdapat empat variabel yang digunakan dan tiga diantaranya merupakan

faktor yang mempengaruhi pencemaran udara yaitu kepadatan penduduk, jumlah

desa menurut jenis prasarana transportasi, jumlah desa menurut jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar, dengan masing-masing variabel

mempunyai nilai rata-rata, standar deviasi, variansi serta nilai minimum dan

maksimum. Berikut tabel 5.15 adalah analisis deskriptif statistik berdasarkan output

software PSPP di lampiran 2 :

Tabel 5. 15 Analisis Deskriptif Statistik

Variabel Mean Std.

Deviasi Variance Minimum Maksimum

Jumlah desa tercemar 4,24 1,95 3,82 0 72

Kepadatan penduduk 2028,47 1174,74 138004 650 34484

Jenis prasarana transportasi 4,41 1,66 2,76 2 75

Jenis tempat pembuangan

sampah 4 1,46 2,13 2 68

Page 70: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

70

Berdasarkan tabel 5.15 menunjukkan bahwa pada variabel jumlah desa

tercemar memiliki nilai minimum 0 yang berarti terdapat kecamatan yang memiliki

desayangtidak terjadi pencemaran udara.Rata-ratasetiapkecamatan memiliki desa

yang mengalami pencemaran udara sebanyak 4 desa yang terdapat di Kecamatan

Kasihan, Sedayu, Sewon, Jetis, Pandak dan Sanden.

Kepadatan penduduk di 17 Kecamatan di Kabupaten Bantulmempunyai rata-

rata kepadatan sebesar 2028 jiwa/km2dengan kepadatan penduduk paling tinggi

sebesar 4755jiwa/km2. Sedangkan variabel prasarana transportasi darat di Kabupaten

Bantul memiliki rata-rata sebesar 4,41 desa,artinya rata-rata setiap kecamatan

memiliki sejumlah 4 desa yang memiliki prasarana transportasi darat berupa

jalanyang dapat dilalui oleh kendaraan. Kecamatan dengan banyak desa menurut

jenis prasarana transportasi tertinggi memiliki nilai 8 desa, yang artinya

terapatkecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi

darat paling banyak adalah 8 desa yaitu desa yang terdapat di Kecamatan

Banguntapan dan Imogiri.

Kemudian untuk variabel jenis pembuangan sampah memiliki rata-rata sebesar

4 desa,artinyadisetiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul memiliki 4 desa

menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar. Jumlah

maksimaldesa menurut jenis pembuanan sampah dalam lubang atau dibakar

sebanyak 8 desa yaitu desa yang terdapat di Kecamatan Imogiri.

5.2.2 Peta Tematik Kejadian Pencemaran Udara

Dalam menggambarkan pencemaran udara di Kab. Bantul, penelitian ini

menggunakan peta tematik. Peta tematik merupakan gambaran visualisasi data yang

disajikan dalam bentuk peta. Berikut adalah gambaran pencemaran udara di Kab.

Bantul tahun 2011 dan 2014 yang didasarkan pada data persentase jumlah desa

tercemardi setiap kecamatan.

Page 71: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

71

Gambar 5. 13 Peta Tematik Presentase Jumlah Desa Tercemar Tahun 2011 dan 2014

Visualisasi data persentase jumlah desa tercemar di setiapkecamatan

ditunjukkan menggunakan peta tematik, yang bertujuan untuk membuat prioritas

kecamatan yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan pencemaran udara.

Berdasarkan gambar 5.13 tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 kejadian

pencemaran udara di Kabupaten Bantul terdapat 7 dari 17 Kecamatan yang

mengalami kejadian pencemaran udara, yakni Kecamatan Sedayu, Kasihan,

Banguntapan, Piyungan, Dlingo, Imogiri dan Sanden. Sedangkan gambar 5.2.2

menunjukkan persentasejumlah desa tercemar pada tahun 2014. Berdasarkan gambar

tersebut dapat diketahui bahwa16 dari 17 kecamatan di Kabupaten Bantul mengalami

terjadinya pencemaran udara.Sejumlah 16 kecamatan tersebut yaitu terdapat di

Kecamatan Sedayu, Kasihan, Sewon, Bantul, Pandak, Srandakan, Sanden, Kretek,

Bambanglipuro, Jetis, Pleret, Banguntapan, Piyungan, Dlingo, Imogiri dan Pundong.

Satu kecamaan yang tidak mengalami pencemaran udara yakni Kecamatan Pajangan.

Berdasarkan perbandingan jumlah desa tercemar dari tahun 2011 dan tahun

2014, diperoleh gambaran bahwa kejadian pencemaran udara di Kabupaten Bantul

mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke 2014. Pada tahun 2011 ada 7 kecamatan

yang mengalami penncemaran, kemudian pada tahun 2014 semua kecamatan

mengalami pencemaran.

5.2.3 Pola Spasial

Pola Spasial digunakan untuk melihat pola persebaran dan hubunganvariabel

antar Kecamatan. Untuk melihat pola spasial variabel peneliti menggunakan software

Page 72: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

72

ArcGIS. Pada pola persebaran antar kecamatan ditunjukkan oleh kategorisasi yang

berupa degradasi warna.

1. Pola spasial Jumlah Desa MenurutJenis Pencemaran Udara di Kab. Bantul

Gambar 5.14 menunjukkan pola spasial kecamatan yang tercemar menurut

Jumlah Desa dengan Jenis Pencemaran Udara di Kabupaten Bantul tahun

2014.Pengelompokan kelas interal dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:

1) Angka 0-3 menunjukkan kecamatan yang memiliki 0-3 desa tercemar

yaitu terdapat di Kecamatan Pajangan dan Srandakan.

2) Angka 4-5 menunjukkan kecamatan yang memiliki 4-5 desa tercemar

yaitu terdapat di Kecamatan Sedayu, Kasihan, Sewon, Piyungan, Pleret,

Bantul, Pleret, Jetis, Pandak, Bamanglipuro, Pundong, Sanden dan

Kretek

3) Angka 6-8 menunjukkan kecamatan yang memiliki 6-8 desa tercemar

yaitu terdapat di Kecamatan Banguntapan, Imogiri dan Dlingo.

Gambar 5. 14 Pola spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Pencemaran Udara

Kecamatan dengan banyak desa yang tercemar ditunjukkan dengan warna

sangat pekat, sedangkan kecamatan yang memiliki lebih sedikit desa yang tercemar

ditunjukkan dengan warna lebih terang. Sebagian besarkecamatan yang memiliki

banyak desa tercemarterletak pada kelas interval 6-8 yaitu berada di Kecamatan

Banguntapan, Imogiri dan Dlingo. Menurut pola spasial,dapat diketahui bahwa

Page 73: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

73

Kecamatan dengan banyak desa tercemar adalah saling mengelompok dan

berdekatan, sebagai contoh adalah Kecamatan Imogiri dan Dlingo. Sementara itu,

Kecamatan yang berada di wilayah timurlebih memiliki banyak desa tercemar

dibandingkan dengan wilayah lainnya.

2. Pola spasial Kepadatan Penduduk di Kab. Bantul

Dari gambar 5.15 menunjukkan pola spasial kecamatan menurut Kepadatan

Penduduk di Kabupaten Bantul tahun 2014.

Pengelompokan kelas interal dibagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut:

1) Angka 650-2018 jiwa/km2menunjukkan kecamatan dengan kepadatan penduduk

lebih rendah yaitu terdapat di Kecamatan Sedayu, Pajangan, Pandak, Srandakan,

Sanden, Kretek, Bambanglipuro, Pundong, Imogiri, Pleret, Dlingo, dan

Piyungan.

2) Angka 2019-3387 jiwa/km2menunjukkan kecamatan yang memiliki kepadatan

penduduk sedang yaitu terdapat di Kecamatan Bantul dan Jetis

3) Angka 2822-4755 jiwa/km2mwnunjukkan kecamatan yang memiliki kepadatan

penduduk paling tinggi yaitu terdapat pada Kecamatan Kasihan, Sewon dan

Banguntapan.

Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggiditunjukkan dengan

warna yang paling pekat, sedangkan kepadatan penduduk lebih rendah. Sebagian

besar kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tinggi terletak pada kelas

interval 3388-4755 jiwa/km2 yaitu berada pada kecamatan Kasihan, Sewon dan

Banguntapan. Menurut pola spasial,dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk yang

tinggi adalah saling mengelompok dan berdekatan. Sementara itu kecamatan yang

berada di wilayah utara memiliki dengan kepadatan penduduk yang tinggi

dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Page 74: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

74

Gambar 5. 15 Pola Spasial Kepadatan Penduduk di Kab. Bantul

3. Pola Spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Prasarana Transportasi Darat

Berupa Jalan

Gambar 5.16 menunjukkan pola spasial Jumlah Desa Menurut Jenis

Prasarana Transportasi Darat di Kabupaten Bantul tahun 2014.

Pengelompokan kelas interal dibagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut

1) Angka 2-4 menunjukkan kecamatan yang memiliki 2-4 desa menurut jenis

psarana transportasi lebih sedikit yaitu terdapat di Kecamatan Sedayu, Pajangan,

Kasihan, Sewon, Pandak, Bambanglipuro, Srandakan, Sanden, Jetis, dan

Piyungan.

2) Angka 5-6menunjukkan kecamatan yang memiliki 5-6 desa menurut jenis

prasarana transportasi sedang yaitu terdapat di Kecamatan Kretek, Bantul,Pleret

dan Dlingo

3) Angka 7-8 menunjukkan kecamatan yang memiliki 7-8 desa menurut prasarana

transportasi paling banyak yaitu terdapat pada Kecamatan Banguntapan dan

Imogiri.

Page 75: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

75

Gambar 5. 16 Pola Spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Prasarana Transportasi Darat

Kecamatan dengan jumlah desa yang memiliki prasarana transportasi darat

paling banyak ditunjukkan warna paling gelap, sedangkan kecamatan dengan jumlah

desa yang memiliki prasarana transportasi untuk kategori sedikitditunjukkan dengan

warna paling terang. Kecamatan dengan jumlah desa yang memiliki banyak

prasarana transportasi darat nerada pada kelas interval 7-8 desa yaitu terdapat di

Kecamatan Banguntapan dan Imogiri.Menurut pola spasial, dapat diketahui bahwa

kecamatan dengan jumlah desa yang memiliki prasarana transportasi paling banyak

memiliki pola random, sebagai contoh adalah Kecamatan Banguntapan dan Imogiri.

Sementara itu, kecamatan yang berada di wilayahutara dan selatan memiliki banyak

desa dengan jenis prasarana transportasi dibandingkan dengan wilayah lainnya.

4) PolaSpasial Jumlah Desa Menurut Jenis Tempat Pembuangan Sampah

Dalam Lubang atau Dibakar

Gambar 5.17 menunjukkan pola spasial jumlah desa menurut jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang atau dibakardi Kabupaten Bantul tahun 2014.

Pengelompokan kelas interal dibagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut

1) Angka 2-4menunjukkan kecamatan yang memiliki 2-4 desa menurut jenis

tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakaryang terdapat di

Page 76: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

76

Kecamatan Sedayu, Kasihan, Pajangan, Srandakan, Sewon, Bantul, Pandak,

Sanden, Bambanglipuro, Jetis, Pleret, Pundong dan Piyungan.

2) Angka 5-6menunjukkan kecamatan yang memiliki 5-6 desa menurut jenis

tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar yang terdapat di

Kecamatan, Banguntapan, Kretek dan Dlingo.

3) Angka 7-8 menunjukkan kecamatan yang memiliki 7-8 desa menurut jenis

tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar paling banyak yaitu

terdapat pada Kecamatan Imogiri.

Gambar 5. 17 Pola Spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Tempat Pembuangan Sampah

Kecamatan yang memiliki banyak desa menurut jenis pembuangan sampah

dalam lubang atau dibakar ditunjukkan dengan warna yang paling pekat, sedangkan

kecamatan dengansedikitdesa yangmemiliki jenis tempat pembuangan sampah dalam

lubang atau dibakar ditunjukkan dengan warna pling terang. Sebagian besar

Kecamatan yang memiliki banyak desa menurut jenis tempat pembuanagn sampah

dalam lubang atau dibakar terletak pada kelas interval 7-8 yaitu berada di Kecamatan

Imogiri. Menurut pola spasial, dapat diketahui bahwa kecamatan dengan banyak desa

menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar adalah saling

mengelompok sebagai contoh adalah Kecamatan Imogiri. Sementara itu, kecamatan

yang berada di wilayah timur lebih memilikibanyak desa menurut jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar.

Page 77: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

77

5.2.4 Pemodelan Regresi Linear Berganda

Pemodelanregresilinear berganda digunakan dengan metode Ordinary Least

Square (OLS).Berikut tabel 5.16 adalah estimasi parameter model regresi linear

berganda metode OLSberdasarkan output software Rpada lampiran 3:

Tabel 5. 16 Output Regresi Metode OLS

Variabel

Konstanta -1,0620 0,7795 -1,362 0,1962

0,0002 0,0003 0,890 0,3898

0,8777 0,3409 2,574 0,0231 *

0,2405 0,3837 0,627 0,5415

= 0,8756

=

)

Berdasarkan tabel 5.16. diperoleh estimasi pemodelan regresi linear

bergandametode OLS sebagai berikut:

(5. 1)

Secara umum, model dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Jika kepadatan penduduk ( )di Kabupaten Bantul naik sebesar

10.000jiwa/km2maka jumlah desa yang tercemar di Kabupaten Bantul naik

sebesar 2desa.

2. Jika jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat berupa

jalan( )naik sebesar satu jenis prasarana transportasi maka dapatjumlah desa

yang tercemar di Kabupaten Bantul naik sebesar 0,8777 desa.

3. Jika jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau

dibakar ( )naik sebesar satu jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang

atau dibakar maka jumlah desa yang tercemar Kabupaten Bantul naik sebesar

0,2405 desa.

Model regresi OLS yang terbentuk nilai R2 sebesar 0,8756 atau 87,56% berarti

ketiga variabel independen menjelaskan pencemaran udara di Kabupaten Bantul

sebesar 87,56% sedangkan sisanya sebesar 12,44% dijelaskan oleh variabel lain

diluar model, selanjutnya melakukan pengujian asumsi klasik model regresi OLS.

Page 78: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

78

1. Pengujian Asumsi Klasik

Pada regresi linear berganda denganmetode OLS diasumsikandiantaranya

normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

1) Normalitas

Pengujian ini menggunakan uji Shapiro Wilk. Tabel 5.17 berikut menunjukkan

hasil uji normalitas berdasarkan output yang dihasilkan software Rseperti pada

lampiran 3:

Tabel 5. 17 Output Shapiro Wilk

Nilai

Shapiro-Wilk test 0,5453

Diperoleh nilai Shapiro-Wilksebesar0,5453 yang kurang dari W(α,n) = 0,892

atau p-value = yangkurang dari α = 0,05maka maka H0 ditolak.

Dengan demikian, residual tidak berdistribusi normal sehingga asumsi tidak

terpenuhi.

Multikolinearitas

Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) .

Jika nilai VIF ≥ 10 maka terjadi multikolinearitas (Imam Ghozali, 2013: 106). Tabel

5.18 berikut menunjukkan uji multikolinearitas berdasarkan output yang dihasilkan

software R seperti pada lampiran 3:

Tabel 5. 18 Output Variance Inflation Factor (VIF)

Variabel VIF

2,4870

8,7740

8,5634

Diperoleh nilai VIF variabel yang kurang dari 10 maka H0 tidak

ditolak. Dengan demikian, tidak terjadi multikolinieritas antar variabel independen

pada model sehingga asumsi terpenuhi.

Page 79: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

79

2) Heteroskedastisitas

Tabel 5.19 berikut menunjukkan uji heteroskedastisitas dengan Breusch-Pagan

test berdasarkan output yang dihasilkan software R seperti pada lampiran

Tabel 5. 19 Output Breusch-Pagan

Nilai

Breusch-Pagan

test

1,9076 0,5918

Diperoleh nilai Breusch-Pagan test sebesar 1,9076 <X2(0,05,3) = 7,815atau p-

value = 0,5918 yang lebih besar dari nilai maka H0 tidak ditolak.

Dengan demikiansehingga diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat gejala

heteroskedastisitas sehingga asumsi kehomogenan variansi terpenuhi.

3) Autokorelasi

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dilakukan menggunakan metode

uji Durbin-Watson. Tabel 5.20 berikut menunjukkan hasil uji autokorelasi

berdasarkan output yang dihasilkan software R seperti pada lampiran 3:

Tabel 5. 20 Output Durbin-Watson

Nilai

Durbin-Watson

Test

1,8244 0,318

Diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,8244. Nilai tersebut dibandingkan

dengan tabel Durbin-Watson. Diketahui nilai dan maka nilai

; . Nilai > maka 𝐻0 tidak

ditolak. Dengan demikian tidak terdapat autokorelasi sehingga asumsi terpenuhi.

2. Pengujian Signifikansi Parameter

Untuk melihat hubungan antar variabel independen terhadap variabel dependen

dilakukan uji signifikansi parameter. Pada pengujian inidilakukan dua jenis

pengujian yaitupengujian signifikansi parameter baik secara bersama-sama dengan

Page 80: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

80

uji F dan secara parsial atau individu dengan uji t. Berdasarkan nilai hasil uji statistik

pada tabel 5.21 sehingga dapat dilakukan pengujian signifikansi parameter sebagai

berikut:

1. Pengujian signifikansi parameter (uji F) diperoleh bahwa nilai

yang lebih dari ( ) = 8,73 dan yang kurang

dari maka 𝐻 ditolak artinya minimal ada satu dari tiga variabel

independen yang memiliki pengaruh terhadap variabel .

2. Pengujian parameter uji t

Pada pengujian ini terdapat 3 variabel independen yang diuji guna mengetahui

pengaruh hubungan terhadap variabel Y. Diperoleh kesimpulan yaitu:

i. Variabel kepadatan penduduk (X1) terhadap variabel

Diperoleh bahwa nilai sebesar 0,890 < ( ) atau

maka 𝐻 tidak ditolak artinya tidak

terdapat pengaruhvariabel kepadatan penduduk terhadap variabel .

ii. Variabel prasarana transportasi (X2) terhadap variabel

Diperoleh nilai sebesar ( ) dan

maka 𝐻 ditolak artinya terdapat

pengaruhvariabel jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi

terhadap variabel .

iii. Variabel jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau

dibakar( ) terhadap variabel

Diperoleh bahwa nilai sebesar 0,627

< ( ) dan maka 𝐻

tidak ditolak artinya tidak terdapat pengaruhvariabel jumlah desa

menurut jenis pembuangan sampah terhadap variabel .

Setelah dilakukan pengujianpengujian signifikansi parameter menggunakan uji t

diperoleh kesimpulan bahwa terdapat satu variabel penelitian signifikan pada taraf

, yakni variabel jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat( ),

sedangkan dua variabel penelitian yakni variabel kepadatan penduduk ( )dan

jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau

dibakar( )tersebut tidak signifikan. Sehingga akan dilakukan estimasi pemodelan

Page 81: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

81

regresi metode OLS terhadap variabel yang signifikan. Berikut tabel hasil estimasi

pemodelan regresi metode OLS parameter signifikan :

Tabel 5. 21 Hasil Estimasi Parameter Signifikan

Variabel

Konstanta -0,6000 0,5185 -1,157 0,265

1,0960 0,1104 9,929

= 0,8679

=

AIC = 41,56525

Dengan demikian diperoleh estimasi pemodelan regresi OLS sebagai berikut:

(5. 2)

Secara umum, model dapat diinterpretasikan bahwa jika jumlah desa menurut

jenis prasarana transportasi darat( )naik sebesar satu jenis prasarana transportasi

darat, dan faktor lain tetap atau konstan maka jumlah desa yang tercemar di

Kabupaten Bantul naik sebesar 1,0960 desa.

Model regresi metode OLS dengan variabel mempunyai nilai sebesar

0,8679 atau yang berarti bahwa variabel dapat menjelaskan jumlah desa

yang tercemar oleh pencemaran udara di Kabupaten Bantul sebesar 86,79%

sedangkan sisanya sebesar 13,21% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

Hasil uji signifikansiparameter diperoleh nilai sebesar

( ) dan maka 𝐻 ditolak

artinya terdapat pengaruh variabel jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi

terhadap variabel .

5.2.5 Pengujian Efek Spasial

Setelah dilakukan pengujian regresi linear berganda menggunakan metode

OLS antara variabel independen( )dan variabel dependen ( )yang diasumsikan

normalitas, heteroskedastisitas, multikolinearitas dan autokorelasi, maka diperoleh

kesimpulan bahwa terdapat asumsi yang tidak terpenuhi, yaitu normalitas. Sehingga

dapat diindikasikan terjadinya pengaruh tata letak geografi atau efek spasial.

Pengujian efek spasial digunakan uji Lagrange Multiplier (LM) danMorans’I.

Page 82: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

82

Sebelum dilakukan pengujian Morans’I terlebih dulu ditentukan matriks pembobot

spasial, yang digunakan untuk mengetahui gambaranketetanggaan yang memiliki

kejadian secara spasial antara wilayah satu dengan lainnya. Dalam penelitian ini

wilayah yang dimaksud adalah 17 kecamatan di Kab. Bantul.

1. Pembobot Spasial Rook Continguity

Sebelum dilakukan analisis pemodelan spasial ditentukan pembobot spasial.

Pembobot spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rook Contiguity yaitu

matriks yangmendefinisikan jika suatu wilayah i bersisian dengan wilayah j maka

akan diberikan nilai pembobot , dan untuk yang tidak bersisian.

Berdasarkan gambar 5.2.1. diperoleh hubungan ketetanggaan tiap kecamatan di

Kabupaten Bantul sebagai berikut:

Tabel 5. 22 Hubungan Ketetanggaan Tiap Kecamatan di Kab. Bantul

No Kecamatan Jumlah

Tetangga Tetangga

1. Kasihan 4 Pajangan, Sewon, Bantul dan Sedayu

2. Banguntapan 3 Piyungan, Pleret dan Sewon

3. Sedayu 2 Pajangan dan Kasihan

4. Piyungan 3 Pleret, Banguntapan dan Dlingo

5. Sewon 6 Kasihan, Pajangan, Bantul, Jetis, Pleret dan

Banguntapan

6. Pajangan 5 Sedayu, Kasihan, Sewon, Bantul dan Pandak

7. Pleret 6 Banguntapan, Sewon, Jetis, Imogiri, Dlingo

dan Piyungan

8. Bantul 6 Sewon, Kasihan, Pajangan, Pandak,

Bambanglipuro dan Jetis

9. Dlingo 3 Piyungan, Pleret dan Imogiri

10. Jetis 6 Sewon, Bantul, Bambanglipuro, Pundong,

Imogiri dan Pleret

11. Pandak 6 Pajangan, Bantul, Bambanglipuro, Kretek,

Sanden dan Srandakan

12. Imogiri 4 Pleret, Jetis, Pundong dan Dlingo

13. Bambanglipuro 5 Bantul, Pandak, Kretek, Pundong dan Jetis

Page 83: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

83

14. Srandakam 2 Pandak dan Sanden

15. Pundong 4 Bamanglipuro, Jetis, Imogiri dan Kretek

16. Sanden 3 Srandakan, Kretek dan Pandak

17. Kretek 4 Sanden, Pandak, Bambanglipuro dan Pundong

Tabel 5.22 menunjukkan bahwa kecamatan dengan jumlah tetangga terbanyak

adalah Kecamatan Sewon, Pleret, Bantul, Jetis, dan Pandak dengan banyak tetangga

sebanyak 6 tetangga yang berarti bahwa pencemaran udara di Kecamatan Bantul

mempengaruhi dan dipengaruhi secara signifikan oleh 6 tetangga yaitu Sewon,

Pleret, Bantul, Jetis dan Pandak. Sedangkan Kecamatan yang mempunyai tetangga

paling sedikit adalah Kecamatan Srandakan dan Sedayu dengan tetangga sebanyak

2 tetangga yang berarti bahwa pencemaran udara di Kecamatan tersebut hanya

dipengaruhi dan mempengaruhi 2 tetangga. Berdasarkan aturan pembobotan spasial

rook continguity maka dapat dibentuk hasil perhitungan matrik ukuran

yang belum distandarisasi sebagai berikut:

[ ]

Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 2.20 matriks pembobot diatas

akan di standarisasi dengan menggunakan row standardization yang didasarkan pada

jumlah tetangga pada satu baris yang sama guna penyetaraan nilai pembobotan,

berikut disajikan matriks pembobot Rook contiguity dalam bentuk standard :

Page 84: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

84

[

]

Dari hasil perhitungan matriks pembobot diatas diketahui terdapat hubungan

ketetanggaan tiap Kecamatan. Selanjutnya dilakukan pengujian efek spasial.

2. Uji Morans’I

Pengujian yang digunakan untuk mengidentifikasi autokorelasi antar lokasi

(Kecamatan) terhadap masing-masing variabel adalah menggunakan uji Moran’s I.

Page 85: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

85

Adapun nilai masing-masing Morans’I pada variabel-variabel penelitian yang

diperoleh menggunakan program R, sehingga diperoleh tabel berikut:

Tabel 5. 23 Hasil Uji Morans’I

Variabel Morans’I ( )

-0,0026 -0,0625 0,4150 0,6781

0,2350 -0,0625 2,0373 0,04162 *

-0,2502 -0,0625 0,2588 0,7958

0,0314 -0,0625 0,6827 0,4948

)

( )

( )

( )

Berdasarkan tabel diatas akan diuji autokorelasi kejadian antar lokasi

menggunakan uji Moran’s I. Sebagai contoh untuk variabel Y. Dengan hipotesis

sebagai berikut:

𝐻 (Tidak terdapat keterkaitan antar wilayah Kecamatan di Kab.Bantul)

𝐻 (Terdapat keterkaitan antar wilayah Kecamatan di Kab. Bantul)

Dengan tingkat signifikansi , dan diperoleh nilai

< atau maka 𝐻 tidak

ditolak. Artinya tidak terdapat autokorelasi spasial pada data jumlah desa menurut

jenis pencemaran udara antar kecamatan di Kabupaten Bantul.Diperoleh nilai

( ) . Artinya terdapat autokorelasi positif atau

dengan kata lain, banyak kecamatan dengan desa yang tercemar yang tinggi akan

berdekatan dengan kecamatan desa yang tercemar yang tinggi juga.

Dengan cara yang sama akan dilakukan pula pengujian hipotesis Morans’I pada

variabel .

1) Variabel

Berdasarkan nilai dan

maka 𝐻 ditolak. Artinya terdapat autokorelasi

spasial atau terdapat keterkaitan pada data kepadatan penduduk di Kabupaten

Bantul.

Page 86: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

86

Diperoleh nilai ( ) . Artinya terdapat

autokorelasi positif atau dengan kata lain, banyak kecamatan dengan kepadatan

penduduk yang tinggi akan berdekatan dengan kecamatan dengan kepadatan

penduduk yang tinggi juga.

2) Variabel

Berdasarkan nilai dan

maka H0 tidak ditolak. Artinya tidak terdapat

autokorelasi spasial atau tidak ada keterkaitan pada data jumlah desa menurut

jenis prasarana transportasi antar kecamatan di Kabupaten Bantul.

Diperoleh nilai ( ) . Artinya ada

autokorelasi positif atau dengan kata lain, banyak kecamatan dengan jumlah

desa menurut jenis prasarana transportasi yang tinggi akan berdekatan dengan

kecamatan dengan jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi yang

tinggi juga.

3) Variabel

Berdasarkan nilai dan

maka H0 tidak ditolak. Artinya tidak terdapat

autokorelasi spasial atau tidak ada keterkaitan pada data jumlah desa menurut

jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar antar kecamatan

di Kabupaten Bantul.

Diperoleh nilai ( ) . Artinya ada

autokorelasi positif atau dengan kata lain, banyak kecamatan dengan jumlah

desa menurut jenis tempat pembuanangan sampah dalam lubang atau dibakar

yang tinggi akan berdekatan dengan kecamatan dengan jumlah desa menurut

jenis tempat pembuanangan sampah dalam lubang atau dibakar yang tinggi

juga.

Untuk melihat hubungan antara nilai amatan pada suatu lokasi (distandarisasi)

dengan rata-rata nilai amatan dari lokasi-lokasi yang bertetanggan dengan lokasi

yang bersangkutan (Lee dan Wong, 2001) digunakanMorans’I Scatterplot. Berikut

adalah output dari Moran’s I scatterplot :

Page 87: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

87

Gambar 5. 20 Morans’I Scatterplot Gambar 5. 21 Morans’I Scatterplot

Gambar 5.18 menunjukkan bahwa pengelompokan pola data variabel dependen

berada pada kuadran I, II,III dan IV. Hal ini berarti bahwa pada kuadran Ikecamatan

yang memiliki jumlah desa tercemar yang tinggi dikelilingi oleh kecamatan yang

memiliki jumlah desa tercemar yang tinggi juga, yaitu Kecamatan Dlingo dan

Imogiri.Pada kuadran II menunjukkan kecamatan yang memiliki jumlah desa

tercemar tinggi dikelilingi oleh kecamatan yang memiliki jumlah desa tercemar

rendah, yaituKecamatan Banguntapan. Pengelompokan di kuadran III kecamatan

yang memiliki jumlah desa tercemaryang rendah dikeilingi olehkecamatan yang

memiliki jumlah desa tercemaryang rendah juga yaitu Kecamatan Sedayu, Kasihan,

Sewon, Bantul, Pandak, Bambanglipuro, Sanden, Kretek, Pundong, Jetis, Pleret dan

0 2 4 6 8

23

45

6

as.vector(Y)

spa

tially

lag

ge

d a

s.ve

cto

r(Y

)

1

5

11

1000 2000 3000 4000

16

00

18

00

20

00

22

00

24

00

26

00

28

00

as.vector(X1)

sp

atia

lly la

gg

ed

as.v

ecto

r(X

1) 1

45

2 3 4 5 6 7 8

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

as.vector(X2)

sp

atia

lly la

gg

ed

as.v

ecto

r(X

2)

1

3

11

2 3 4 5 6 7 8

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

as.vector(X3)

sp

atia

lly la

gg

ed

as.v

ecto

r(X

3)

11

Gambar 5. 18 Morans’I Scatterplot Gambar 5. 19 Morans’I Scatterplot

Page 88: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

88

Piyungan. Sedangkan kuadran IV kecamatan yang memiliki jumlah desa tersemar

tinggi dikelilingi oleh kecamatan yang memiliki desa tercemar yang rendah, yaitu

Kecamatan Banguntapan

Pada gambar Gambar 5.19 menunjukkan bahwa pola data variabel berada

pada kuadran I dan II dan III. Berada di kuadran I berarti bahwa kecamatan yang

memiliki kepadatan penduduk tinggi dikelilingi oleh kecamatan yang memiliki

penduduk yang tinggi juga.Pada kuadran II menunjukkan kecamatan yang memiliki

jumlah penduduk tinggi dikelilingi oleh kecamatan yang memiliki jumlah penduduk

yang rendah.Sedangkan pengelompokan pada kuadran III menunjukkan kecamatan

yang memiliki kepadatan penduduk rendah dikelilingi oleh kecamatan dengan

kepadatan penduduk yang rendah juga.

Gambar 5.20 menunjukkan bahwa pola data variabel berada pada kuadran

I, II, III dan IV. Pada kuadran I kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi tinggi berkelompok dengan kecamatan yang memiliki jumlah

desa menurut jenis prasarana transportasi juga. Kuadran II menunjukkan kecamatan

yang memiliki jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi tinggi berkelompok

dengan kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi

rendah. pada kuadran III kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi rendah berkelompok dengan kecamatan yang memiliki jumlah

desa menurut jenis prasarana transportasi yang rendah.Sedangkan pada kuadran IV

kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi rendah

berkelompok dengan kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi yang tinggi.

Sedangkan pada Gambar 5.21 menunjukkan bahwa pola data variabel yang

berada pada kuadran I, II, III dan IV. Kuadran I menunjukkankecamatan yang

memiliki jumlah desa menurut jenis pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar

yang tinggi dikelilingi oleh kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis

pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar yang tinggi juga. Kuadran II

menunjukkankecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis pembuangan

sampah dalam lubang atau dibakar yang rendah dikelilingi oleh kecamatan yang

memiliki jumlah desa menurut jenis pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar

yang tinggi. Kuadran III menunjukkankecamatan yang memiliki jumlah desa

Page 89: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

89

menurut jenis pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar yang rendahdikelilingi

oleh kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis pembuangan sampah

dalam lubang atau dibakar yang rendah juga. Sedangkan pada kuadran IV

menunjukkankecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis pembuangan

sampah dalam lubang atau dibakar yang tinggi dikelilingi oleh kecamatan yang

memiliki jumlah desa menurut jenis pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar

yang rendah.

3. Uji Lagrange Multiplier (LM)

Uji LM digunakan untuk mengetahui dependensi spasial dalam lag dan error.

Tabel 5.24 berikut menunjukkan uji dependensi spasial menggunakan Lagrange

Multiplier berdasarkan output yang dihasilkan software R seperti pada lampiran 6

sebagai berikut:

Tabel 5. 24 OutputLagrange Multiplier

No Uji dependensi spasial Nilai

1 Lagrange Multiplier lag 0,022 0,882

2 Lagrange Multiplier error 0,004 0,948

Berdasakan Tabel 5.24 diketahui bahwa nilai statistik

( ) dan p-value sebesar maka𝐻 tidak ditolak

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat dependensi spasial dalam lag.

Sedangkan nilai statistik uji ( ) dan p-value adalah

maka𝐻 tidak ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat dependensi spasial pada .

5.2.6 Pemodelan Spasial Berbasis Area

Pada penelitian ini pemodelan spasial digunakan sebab pada asumsi pengujian

regresi metode OLS terdapat beberapa asumsi yang tidak terpenuhi, yaitu normalitas.

Pemodelan regresi spasial yang digunakan adalah SAR, SEM dan SDM. Dariketiga

model tersebut dilakukan perbandingan dengan menggunakan kriteria nilai AIC

Page 90: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

90

yangbertujuan untuk mendapatkan pemodelan yang terbaik pada kasus pencemaran

udara di kabupaten bantul.

1. Pemodelan Spatial Autoregressive Model(SAR)

Berikut adalah estimasi parameter pada model SAR dengan mengunakan

program R (lampiran 8) dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 5. 25 Estimasi Parameter Model SAR

Variabel Koefisien

-1,1021 0,9855 -1,1183 0,2634

0,0002 0,0002 1,0224 0,3066

0,8781 0,2984 2,9421 0,0033*

0,2398 0,3358 0,7141 0,4751

0,0094 0,1674 -0,05611 0,95525

AIC = 46,55

*) signifikan pada

Selanjutnya dilakukan pengujian signifikansi parameter untuk menentuan

variabel independen pada model SAR yang digunakan. Dari tabel 5.25 dapat diambil

keputusan bahwa pada taraf signifikansi 5% variabel independen yang memberikan

pengaruh adalah variabel jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi ( ). Hal

ini ditunjukkan oleh nilai an

maka tolak 𝐻 .Tahapan selanjutnya adalah meregresikan

kembali variabel independen yang signifikan terhadap variabel untuk mendapatkan

model terbaik. Berikut adalah tabel hasil uji SAR dengan variabel yang signifikan

yaitu ( ).

Tabel 5. 26 Output Model SAR yang Signifikan

Variabel

-0,5788 0,8855 -0,6535 0,5134

1,0960 0,1038 10,5582

-0.0050 0,1706 -0,0298 0,9762

AIC = 43.564

Page 91: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

91

Sehingga didapat model spasial dengan variabel signifikan yaitu variabel

jumlah desa menurut jenis pencemaran udara. Berikut persamaan modelnya:

(5. 3)

Secara umum model dapat diintepretasikanyaitu jika jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi ( )pada suatu kecamatannaik satu jenis prasarana

transportasi, dan faktor lain tetap atau konstan maka jumlah desa menurut jenis

pencemaran udara di kabupaten bantulnaik sebesar 1,0960 desa.Model regresi yang

terbentuk mempunyai nilai AIC sebesar 43.564.

Koefisien menunjukkan spasial lag variabel jumlah desa tercemar memiliki

nilai estimasinya adalah -0.0050. Angka ini menunjukkan bahwa kecamatan yang

bertetanggan dengan Kecamatan lain yang memiliki jumlah desa tercemar tinggi

maka akan memiliki jumlah desa tercemar yang rendah. Sebagai contoh kecamatan

Banguntapan.

2. PemodelanSpatial Error Model (SEM)

Estimasi parameter pada model SEM dengan mengunakan program R

(lampiran 2) dapat disajikan pada berikut:

Tabel 5. 27 Output Model SEM

Variabel Koefisien

-1,0482 0,6819 -1,5372 0,1243

0,0002 0,0002 0,9243 0,3553

0,8878 0,3034 2,9262 0,0034*

0,2355 0,3416 0,6895 0,4905

-0,07139 0,3478 -0,2102 0,8335

AIC = 46,522

*) signifikan pada

Dari tabel 5.27 dapat diambil keputusan bahwa pada taraf signifikansi

variabel independen yang memberikan pengaruh terhadap variabel adalah jumlah

desa menurut jenis prasarana transportasi ( ). Hal ini ditunjukkan oleh nilai

dan yakni

tolak 𝐻 . Tahapan selanjutnya adalah meregresikan kembali variabel independen

yang signifikan terhadap variabel untuk mendapatkan model terbaik. Tabel 5.14

Page 92: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

92

berikut adalah hasil output untuk model SAR dengan variabel yang signifikan

menggunakan program R pada lampiran:

Tabel 5. 28 Output Model SEM yang Signifikan

Variabel

-0,6481 0,4707 -1,3768 0,1686

1,1053 0,1022 10,8172

-0,2014 0,3566 -0,5649 0,5538

AIC = 43.215

Sehingga didapat model spasial dengan variabel signifikan yaitu variabel

jumlah desa menurut jenis pencemaran udara. Berikut persamaan modelnya:

(5. 4)

Hasil analisis SEM diperoleh satu variabel yang signifikan, yaitu jumlah desa

menurut jenis prasarana transportasidarat berupa jalan yang dilalui kendaraan( ),

Pada pemodelan SEM diperoleh nilai AIC sebesar 43,215.Secara umum, persamaan

4.4 dapat diinterpretasikan sebagai berikut :Jika jumlahdesa menurut jenis prasarana

transportasi ( )pada suatu desa di kecamatan naik sebesar satu jumlah desa

menurut jenis prasarana transportasi, dan faktor lain tetap atau konstan maka jumlah

desa tercemar naik sebesar 1,1053.

Koefisien menunjukkan spasial lag pada error yang bernilai negatif.

3. Pemodelan Spatial Durbin Model (SDM)

Setelah dilakukan uji efek spasial SAR diperoleh kesimpulan bahwa tidak

terdapat autokorelasi spasial pada lag sehingga dilakukan pengujian menggunakan

model SDM yang bertujuan untuk mendapatkan hasil adanya efek spasial lag pada

variabel .Tabel 5.29 berikut adalah hasil output untuk model SDM

menggunakan program Rpada lampiran 8:

Tabel 5. 29 Output Spatial Durbin Model

Parameter Estimate

(intercept) 1,9903 1,3535 1,4705 0,1414

Page 93: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

93

0,0004 0,0001 2,9378 0,0033*

1,1694 0,2147 5,4459 *

-0,1721 0,2479 -0,6944 0,4874

-0,0021 0,0005 -4,4604 *

1,5129 0,4733 3,1962 0,0013*

-0,9838 0,5682 -1,7316 0,0833

-0,3626 0,2777 -1,3057 0,19164

AIC = 33,058

*) signifikan pada

Berdasarkan tabel 5.29 diperoleh pemodelan SDM adalah sebagai berikut:

∑ ∑ ∑

(4. 5)

Nilai estimasi parameter , , menunjukkan koefisien regresi non

spasial dan nilai estimasi parameter , , menunjukkan parameter lag

spasial pada variabel independen. Nilai estimasi parameter menunjukkan pengaruh

spasial lag variabel dependen.

Estimasi parameter bernilai -0,3626 dan koefisien parameter bernilai negatif

menunjukkan bahwa suatu Kecamatan akan memiliki jumlah desa yang tercemar

yang rendah jika berdekatan dengan Kecamatan yang memiliki jumlah desa tercemar

tinggi.

Estimasi parameter bernilai 0,0004 dan nilai estimasi parameter bernilai

-0,0021. Koefisien parameter lag kepadatan penduduk bernilai negatif, menunjukkan

bahwa Kecamatan yang kepadatan penduduknya rendah dan bersebelahan dengan

Kecamatan yang kepadatan penduduknya rendah akan memiliki kecamatan dengan

jumlah desa yang tercemar tinggi.Sehingga hal ini menunjukkan jika kepadatan

penduduk menurun maka Kecamatan dengan jumlah desa yang tercemar akan

meningkat.

Estimasi parameter bernilai 1,1694 dan nilai estimasi parameter bernilai

1,5129. Koefisien parameter lag jumlah desa menurut prasarana transportasi bernilai

Page 94: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

94

positif, menunjukkan bahwa Kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut

prasarana transportasi tinggi dan bersebelahan dengan Kecamatan yang memiliki

jumlah desa menurut prasarana transportasi tinggi akan memiliki kecamatan dengan

jumlah desa yang tercemar tinggi juga. Sehingga hal ini menunjukkan jika

Kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut prasarana transportasi tinggi maka

akan meningkatkan jumlah desa yang tercemar.

Estimasi parameter bernilai -0,1721 dan nilai estimasi parameter

bernilai -0,9838. Koefisien parameter lag jenis tempat pembuangan sampah dalam

lubang atau dibakar bernilai negatif, menunjukkan bahwa Kecamatan yang memiliki

jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar

rendah dan bersebelahan dengan Kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut

jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar rendah juga. Sehingga

hal ini menunjukkan jika Kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut prasarana

transportasi rendah maka jumlah desa yang tercemar akan meningkat.

Untuk menguji residual dari model durbin spasial apakah berdistribusi normal

atau tidak, dapat menggunakan uji Shapiro Wilk atau nilai p-value. Pada lampiran 8

diperoleh nilai uji Shapiro Wilk sebesar ( ) dan

artinya bahwa residual berdistribusi normal.

Selanjutnya dilakukan uji signifikansi parameter model SDM. Dari tabel 4.15

dapat diambil keputusan bahwa pada taraf signifikansi variabel yang

memberikan pengaruh terhadap variabel adalah variabel kepadatan penduduk ( )

yang ditunjukkan oleh nilai dan

maka 𝐻 ditolak. Kemudian variabel jumlah desa

menurut jenis prasarana transportasi darat ( ) yang ditunjukkan oleh nilai

dan

maka 𝐻 ditolak. Selanjutnya variabel jumlah desa menurut jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar ( )yang ditunjukkan

olehnilai dan

maka 𝐻 tidak ditolak. Kemudian variabel lag kepadatan penduduk yang

ditunjukkan olehnilai dan p-value variabel lag

kepadatan penduduk = maka 𝐻 ditolak. Dan variabel lag

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat yang ditunjukkan

Page 95: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

95

olehnilai p-value variabel lag jumlah desa

menurut jenis prasarana transportasi darat = maka 𝐻 ditolak.

Selanjutnya dilakukan estimasi parameter kembali menggunakan variabel yang

signifikan. Hasil untuk masing-masing parameter signifikan dapat dilihat pada tabel

4.30 berikut:

Tabel 5. 30 Output Spatial Durbin ModelTanpa X3

Parameter

(intercept) 0,0102 0,7469 0,0137 0,9890

0,0004 0,0001 3,8784 0,0001 *

1,0320 0,0642 16,0633 *

-0,0015 0,0005 -5,5194 *

1,0574 0,0002 3,3537 0,0007 *

-0,6608 0,2577 -2,5647 0,0103*

AIC = 33,058

*) signifikan pada

Setelah diperoleh estimasi parameter model SDM yang signifikan adalah maka

didapatkan model sebagai berikut:

∑ ∑

(4.6)

Selanjutnya dilakukan pengujian signifikansi parameter SDM. Berdasarkan

tabel 5.30 diperoleh nilai yang parameternya signifikan pada

1) Variabel Kepadatan Penduduk ( )

Berdasarkan hasil pengujian, dapat diketahui bahwa nilai

dan maka 𝐻

ditolak. Dengan demikian terdapat pengaruh dari variabel kepadatan

pendudukterhadap variabel .

2) Variabel Jumlah Desa Menurut Jenis Prasarana Transportasi Darat ( )

Berdasarkan hasil pengujian, dapat diketahui bahwa nilai

dan maka

𝐻 ditolak. Dengan demikian terdapat pengaruh dari variabel jumlah desa

menurut jenis prasarana transportasi darat terhadap variabel .

Page 96: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

96

3) Variabel Lag Kepadatan Penduduk

Berdasarkan hasil pengujian, dapat diketahui nilai

dan p-value variabel lag kepadatan penduduk =

maka 𝐻 ditolak. Dengan demikian terdapat pengaruh dari variabel

lag kepadatan penduduk terhadap variabel .

4) Variabel Lag Jumlah Desa Menurut Jenis Prasarana Transportasi Darat

Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh bahwa nilai

p-value variabel lag jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi darat = maka 𝐻 ditolak. Dengan demikian

terdapat pengaruh dari variabel lag jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi daratterhadap variabel .

5) KoefisienLag Variabel Dependen()

Berdasarkan hasil pengujian, dapat diketahui bahwa nilai

dan maka

𝐻 ditolak. Dengan demikian terdapat pengaruh spasial lag variabel dependen.

Sehingga dapat disimpulkan adanya pengaruh variable kepadatan penduduk,

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi, lag kepadatan penduduk, lag

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi, dan lag variabel dependen terhadap

jumlah desa yang tercemar. Dengan kata lain terdapat pengaruh spasial lag variabel

dependen dan independen.

5.2.7 Perbandingan Model Spasial Dengan Kriteria Nilai AIC

Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi linier

klasik. Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh tempat atau spasial pada

data yang dianalisis (Anselin, 1988). Berdasarkan hal tersebut peneliti

membandingkan hasil persamaan model regresi yang diperoleh dari model SAR,

SEM dan SDM dengan menggunakan kriteria nilai AIC. Nilai AIC digunakan untuk

menentukan model terbaik. Menurut metode AIC, model regresi terbaik adalah

model regresi yang mempunyai nilai AIC terkecil (Widarjono, 2007). Perbandingan

nilai AIC sebagai berikut :

Page 97: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

97

Tabel 5. 31 Perbandingan Nilai AIC

Model AIC

SAR 43,564

SEM 43,215

SDM 33,058

Tabel 5.31 menunjukkan bahwa model SDM memiliki nilai AIC paling kecil

dibandingkan dengan model SAR dan SEM. Sehingga model SDM lebih baik

digunakan untuk mendugakejadian pencemaran udara di Kabupaten

Bantul.Berdasarkan hasil pengujian signifikansi parameter model menggunakan taraf

signifikansi diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh pada variabel

dependen dan independen. Hal tersebut ditunjukkan oleh parameter , yaitu

lagvariabel dependen yang berpengaruh signifikan. Dan variabel independen yang

berpengaruh terhadap pencemaran udara berdasarkan jumlah desa menurut jenis

pencemaran udara adalah pada model SDM adalah variabel-variabel dengan adanya

pembobot yaitu kepadatan penduduk( ), jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi( ), lag kepadatan penduduk( ) dan lag jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi( ).Model terbaik adalah model SDM, dengan bentuk

persamaan model sebagai berikut:

∑ ∑

Berdasarkan persamaan model SDM dapat diintepretasikan bahwa, koefisien

menunjukkan jika suatu wilayah yang dikelilingi wilayah lain sebanyak wilayah,

maka pengaruh dari masing-masing wilayah yang mengelilinginya dapat diukur

sebesar -0,6608 kali pencemaran udara di sekitarnya. Koefisien variabel kepadatan

penduduk ( ) dengan pembobot spasial terboboti bernilai negatif. Hal ini

menunjukkan bahwa kecamatan yang angka kepadatan penduduk tinggi bersebelahan

dengan kecamatan yang angka kepadatan penduduk rendah. Pengaruh kepadatan

penduduk dengan wilayah lain sebesar -0,0015 kali kepadatan penduduk wilayah

yang mengelilinginya. Apabila terdapat peningkatan kepadatan penduduk sebesar

Page 98: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

98

10.000 jiwa/km2 maka jumlah desa tercemar di Kab. Bantul akan meningkat sebesar

4 desa tercemar. Sedangkan koefisien variabel jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi ( ) dengan pembobot spasial terboboti bernilai positif. Hal ini

menunjukkan bahwa kecamatan dengan jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi tinggi bersebelahan dengan kecamatan yang jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi tinggi. Pengaruh jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi dengan wilayah lain sebesar 1,0574 jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi yang mengelilinginya. Apabila terjadi peningkatan pada jumlah desa

menurut jenis prasarana transportasi sebesar satu satuan maka jumlah desa tercemar

di Kab. Bantul akan naik sebesar 1,0320 1 desa tercemar.

5.3. Analisis kualitas udara berdasarkan komponen kualitas udara

Kabupaten Bantul dengan menerapkan metode spasial

Berdasarkan hasil survey langsung ke lapangan pada 17 keccamatan di

Kabupaten Bantul denga penganbilan data komponen kualitas udara yang dengan

lama survey setiap titik di kecamatan selama 24 jam, sehingga data yang diperoleh

terlampir

5.3.1 Gambaran Umum ISPU, Suhu, Kelembaban, dan Kecepatan Angin

Tabel 5. 32 Karakteristik Variabel komponen kualitas udara

Karakteristik ISPU

PM10

ISPU

SO2

ISPU

O3

Suhu

Udara

Kelembaban

Udara

Kec.

Angin

Minimum 7.770 1.150 1.440 24.900 58.900 1.110

Rata-rata 38.092 16.492 24.994 27.324 72.329 2.986

Maksimum 129.500 33.187 148.480 31.900 93.400 7.080

Standard

deviasi 31.507 10.340 38.942 1.761 9.317 1.634

Page 99: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

99

Gambar 5. 22 Pola Spasial ISPU PM 10

Gambar 5. 23 Pola Spasial ISPU SO2

Page 100: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

100

Gambar 5. 24 Pola Spasial ISPU O3

Gambar 5. 25Pola Spasial Suhu Udara

Page 101: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

101

Gambar 5. 26 Pola Spasial Kelembaban

Gambar 5. 27 Pola Spasial Kecepatan Angin

Page 102: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

102

5.3.2 Pemodelan Regresi Linear Berganda

Pemodelan regresi linear berganda digunakan dengan metode Ordinary Least

Square (OLS). Berikut tabel 5.28 adalah estimasi parameter model regresi linear

berganda metode OLS berdasarkan output software R pada lampiran 3:

Gambar 5. 28 Output Regresi Metode OLS pada ISPU PM10

Variabel

Konstanta -220.670 143.946 -1.533 0.149

Suhu Udara 6.617 4.265 1.551 0.145

Kelembaban 1.369 0.717 1.909 0.079

Kecepatan Angin -7.062 4.471 -1.580 0.138

= 45.29%

= 0.04362

Gambar 5. 29 Output Regresi Metode OLS pada ISPU SO2

Variabel

Konstanta 89.122 60.103 1.483 0.162

Suhu Udara -1.891 1.781 -1.062 0.308

Kelembaban -0.218 0.300 -0.729 0.479

Kecepatan Angin -1.727 1.867 -0.925 0.372

= 11.45%

=

Gambar 5. 30 Output Regresi Metode OLS pada ISPU O3

Variabel

Konstanta 577.062 184.846 3.122 0.008

Suhu Udara -15.081 5.477 -2.753 0.016

Kelembaban -1.659 0.921 -1.801 0.095

Kecepatan Angin -6.710 5.741 -1.169 0.264

= 40.95%

Page 103: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

103

=

)

1. Pengujian Asumsi Klasik

Pada regresi linear berganda dengan metode OLS diasumsikan diantaranya

normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

Gambar 5. 31 Hasil uji asumsi klasik

Model Identik Independen Distribusi Normal

ISPU PM10 Identik Independen Berdistribusi normal

ISPU SO2 Identik Independen Berdistribusi normal

ISPU O3 Tidak Identik Independen Berdistribusi normal

5.3.3 Pengujian Efek Spasial

Setelah dilakukan pengujian regresi linear berganda menggunakan metode

OLS antara variabel independen ( ) dan variabel dependen ( ) yang diasumsikan

normalitas, heteroskedastisitas, multikolinearitas dan autokorelasi, maka diperoleh

kesimpulan bahwa terdapat asumsi yang tidak terpenuhi, yaitu identik pada model

ISPU O3 Sehingga dapat diindikasikan terjadinya pengaruh tata letak geografi atau

efek spasial. Pengujian efek spasial digunakan uji Lagrange Multiplier (LM) dan

Morans’I. Sebelum dilakukan pengujian Morans’I terlebih dulu ditentukan matriks

pembobot spasial, yang digunakan untuk mengetahui gambaran ketetanggaan yang

memiliki kejadian secara spasial antara wilayah satu dengan lainnya. Dalam

penelitian ini wilayah yang dimaksud adalah 17 kecamatan di Kab. Bantul.

1. Pembobot Spasial Rook Continguity

Pembobot ini seperti diTabel 5.22

2. Uji Morans’ I

Pengujian yang digunakan untuk mengidentifikasi autokorelasi antar lokasi

(Kecamatan) terhadap masing-masing variabel adalah menggunakan uji Moran’s I.

Adapun nilai masing-masing Morans’I pada variabel-variabel penelitian yang

diperoleh menggunakan program R pada lampiran 5 disajikan pada tabel berikut:

Page 104: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

104

Gambar 5. 32 Hasil Uji Morans’I

Variabel Morans’I Kesimpulan

ISPU PM10 0.36984291 0.001049* Ada autokorelasi spasial

ISPU SO2 -0.19087836 0.4014 Tidak ada autokorelasi spasial

ISPU O3 0.21417333 0.02244* Ada autokorelasi spasial

Suhu udara 0.2375125 0.03482* Ada autokorelasi spasial

Kelembaban 0.002788917 0.6625 Tidak ada autokorelasi spasial

Kecepatan Angin 0.16166040 0.1219 Tidak ada autokorelasi spasial

3. Uji Lagrange Multiplier (LM)

Uji LM digunakan untuk mengetahui dependensi spasial dalam lag dan error.

Tabel 5.33 berikut menunjukkan uji dependensi spasial menggunakan Lagrange

Multiplier berdasarkan output yang dihasilkan software R seperti pada lampiran 6

sebagai berikut:

Gambar 5. 33 Output Lagrange Multiplier

Model Uji dependensi spasial

ISPU PM10 Lagrange Multiplier lag 0.736

Lagrange Multiplier error 0.247

ISPU SO2 Lagrange Multiplier lag 0.285

Lagrange Multiplier error 0.275

ISPU O3 Lagrange Multiplier lag 0.510

Lagrange Multiplier error 0.739

Kesimpulannya adalah 𝐻 tidak ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat dependensi spasial pada lag dan .

5.3.4 Pemodelan Spasial Berbasis Area

Pada penelitian ini pemodelan spasial digunakan sebab pada asumsi pengujian

regresi metode OLS terdapat beberapa asumsi yang tidak terpenuhi, yaitu tidak

identik, serta adanya autokorelasi spasial pada beberapa variabel. Pemodelan regresi

Page 105: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

105

spasial yang digunakan adalah SAR, SEM dan SDM. Dari ketiga model tersebut

dilakukan perbandingan dengan menggunakan kriteria nilai AIC yang bertujuan

untuk mendapatkan pemodelan yang terbaik pada kualitas udara di kabupaten bantul.

1. Pemodelan Spatial Autoregressive Model (SAR)

Berikut adalah estimasi parameter pada model SAR dengan mengunakan

program R dapat disajikan sebagai berikut:

Gambar 5. 34 Estimasi Parameter Model SAR data ISPU PM10

Variabel Koefisien

-176.350 117.526 -1.501 0.133

Suhu 4.697 3.511 1.338 0.181

Kelembaban 1.217 0.594 2.049 0.040*

Kecepatan -5.615 3.669 -1.530 0.126

0.411 0.2257 1.8189 0.17052

AIC = 164.39

*) signifikan pada

Gambar 5. 35 Estimasi Parameter Model SAR data ISPU SO2

Variabel Koefisien

105.756 48.885 2.163 0.031*

Suhu -2.381 1.437 -1.657 0.098

Kelembaban -0.174 0.242 -0.720 0.472

Kecepatan -1.001 1.507 -0.664 0.507

-0.51309 0.341 -1.5057 0.187

AIC = 134.83

*) signifikan pada

Gambar 5. 36 Estimasi Parameter Model SAR data ISPU O3

Variabel Koefisien

544.062 164.054 3.316 0.001

Suhu -14.233 4.846 -2.937 0.003*

Page 106: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

106

Kelembaban -1.552 0.800 -1.939 0.053

Kecepatan -6.996 4.991 -1.402 0.161

0.135 0.2853 0.473 0.636

AIC = 174.61

*) signifikan pada

2. Pemodelan Spatial Error Model (SEM)

Estimasi parameter pada model SEM dengan mengunakan program R dapat

disajikan pada berikut:

Tabel Output Model SEM data ISPU PM10

Variabel Koefisien

-159.315 127.037 -1.254 0.210

4.435 3.834 1.157 0.247

1.324 0.612 2.163 0.031*

-5.983 3.908 -1.531 0.126

0.3803 0.27091 1.4038 0.5144

AIC = 165.84

*) signifikan pada

Tabel Output Model SEM data ISPU SO 2

Variabel Koefisien

87.439 35.527 2.461 0.014*

-2.551 0.994 -2.566 0.010*

-0.024 0.197 -0.122 0.903

0.165 1.129 0.147 0.884

-0.959 0.29342 -3.268 0.0011*

AIC = 132.37

*) signifikan pada

Page 107: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

107

Tabel Output Model SEM data ISPU O3

Variabel Koefisien

712.641 127.115 5.606 0.000

-18.220 3.603 -5.057 0.000*

-2.432 0.687 -3.539 0.000*

-4.949 4.022 -1.230 0.219

-0.743 0.332 -2.238 0.0252*

AIC = 172.84

*) signifikan pada

3. Pemodelan Spatial Durbin Model (SDM)

Setelah dilakukan uji efek spasial SAR diperoleh kesimpulan bahwa tidak

terdapat autokorelasi spasial pada lag sehingga dilakukan pengujian menggunakan

model SDM yang bertujuan untuk mendapatkan hasil adanya efek spasial lag pada

variabel . Tabel 5.40-5.42 berikut adalah hasil output untuk model SDM

menggunakan program R.

Tabel Output Spatial Durbin Model data ISPU PM10

Parameter Estimate

(intercept) -257.496 256.264 -1.005 0.315

2.283 3.513 0.650 0.516

0.892 0.565 1.580 0.114

-6.892 3.355 -2.054 0.040*

12.836 7.319 1.754 0.079

-2.005 1.506 -1.332 0.183

-5.167 7.915 -0.653 0.514

0.0935 0.320 0.306 0.760

AIC = 165.07

*) signifikan pada

Page 108: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

108

Tabel Output Spatial Durbin Model data ISPU SO2

Parameter Estimate

(intercept) 62.354 76.350 0.817 0.414

-0.479 1.023 -0.468 0.640

0.132 0.163 0.814 0.416

-1.039 1.004 -1.035 0.301

-5.000 2.072 -2.413 0.016*

1.211 0.426 2.841 0.004*

5.477 2.332 2.349 0.019*

-0.541 0.299 -1.809 0.299

AIC = 123.81

*) signifikan pada

Tabel 5. 37 Output Spatial Durbin Model data ISPU O3

Parameter Estimate

(intercept) 1174.452 370.820 3.167 0.002*

-14.087 4.148 -3.396 0.001*

-1.430 0.710 -2.015 0.044*

-9.642 4.112 -2.345 0.019*

-14.360 9.890 -1.452 0.147

-3.431 1.852 -1.853 0.064

7.024 9.470 0.742 0.458

-0.491 0.349 -1.405 0.160

AIC = 172.38

*) signifikan pada

5.2.5 Perbandingan Model Spasial Dengan Kriteria Nilai AIC

Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi linier

klasik. Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh tempat atau spasial pada

data yang dianalisis (Anselin, 1988). Berdasarkan hal tersebut peneliti

membandingkan hasil persamaan model regresi yang diperoleh dari model SAR,

SEM dan SDM dengan menggunakan kriteria nilai AIC. Nilai AIC digunakan untuk

menentukan model terbaik. Menurut metode AIC, model regresi terbaik adalah

Page 109: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

109

model regresi yang mempunyai nilai AIC terkecil (Widarjono, 2007). Perbandingan

nilai AIC sebagai berikut :

Gambar 5. 38 Perbandingan Model Spasial

ISPU Model AIC

PM10 SAR

SEM

SDM

164.49

165.84

165.07

SO2 SAR

SEM

SDM

134.83

132.37

123.81

O3 SAR

SEM

SDM

174.61

174.84

172.38

5.3. Luaran yang dicapai

Sampai dengan akhir penyususnan laporan ini maka diperoleh pencapaian

luaran sebagai berikut dan untuk artikel terlampir

1. Publikasi di seminar Internasional INSPINSA UNDIP 2018 sampai tahap

penerimaan artikel untuk dipresentasikan pada tgl. 26 September 2018

dengan artikel terlampir.

Judul artikel : Modeling of Air Pollutant Standard Index (ISPU) PM10 based on

Spatial Analysis and Geographically Weighted Ordinal Logistic Regression by

Rokhana Dwi Bekti1, Kris Suryowati

2, Wigbertus Ngabu

3, Eko Siswoyo

4,

and Rohmatul Fajriyah5*

,

2. Publikasi pada seminar nasional SNAST AKPRIND 2018 sampai tahap

penerimaan artikel untuk dapat dipresentasikan dan dipublikasi masuk

proseding hasil snast akprind 2015 pada tanggal 15 September 2018

Judul artikel : Metode Spasial Autoregressive Model Untuk Analisis Faktor

Yang Mempengaruhi Pencemaran Udara Di Kabupaten Bantul, DIY, Kris

Suryowati1, Rokhana Dwi Bekti

2, Khaifa Zulfenia

3

Page 110: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

110

3. Publikasi pada seminar nasional Nasional Statistika 2018, Jurusan Matematika

UNTAD Palu, sampai tahap penerimaan artikel untuk dapat presentasikan pada

tanggal 15 September 2018

Judul artikel : Aplikasi metode Spasial Durbin Model pada analisis faktor yang

mempengaruhi Pencemaran udara , Kris Suryowati, Rokhana Dwi Bekti,

Khaifa Zulfenia

4. Publikasi di Jurnal internasional masih tahap sumit di dua jurnal internasional

meliputi dan terbit pada Tahun ke II

a. Air Pollutant Standard Index (ISPU) PM 10 Modeling based on Logistics

and Spatial Analysis , submit di Jurnal Inter. Spatial Analysis (5-11-2018 )

b. Regional Characteristics And Relationship Among Locations In Air

Pollution Using Spatial Durbin Models In Bantul, Indonesia, Submit di

jurnal Sains Malaysiaana (6-11-2018)

Page 111: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

111

Page 112: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

112

5. Buku Ajar dengan judul Pemodelan Spasial dalam tahap penyelesaian

sehingga masih berupa draft

Page 113: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

113

Page 114: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

114

7.

Page 115: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

115

BAB VI

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Setelah berakhirnya penelitian tahun pertama tentang analisis kualiatas udara

di DIY maka tahap berkutnya yaitu melakukan penelitian tentang analisis

pencemaran air tanah karena dampak dari pencemaran udara salah satunya akan

mempengaruhi kualitas air. Selanjutnya menganalisis kualitas air berdasarkan dampak

dari pencemaran udara.

Penelitian ini masuk pada bidang unggulan teknologi tepat guna berwawasan

lingkungan serta topik unggulan rekayasa teknologi industri.

Page 116: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

116

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut

Pada analisis kualitas udara dengan variabel respon indeks standar

pencemaran udara (ISPU) PM 10 di Provinsi DIY tahun 2017 dengan metode

regresi logistik ordinal dan Geographically Weighted Ordinary Logistic Regression

(GWOLR), diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran umum kualitas udara dengan variabel depedent ISPU PM 10

menunjukan bahwa ISPU sedang (51-100) terjadi di 12 titik lokasi, ISPU tidak

sehat (101-199) terjadi di 8 titik lokasi, ISPU sangat tidak sehat (200-299) terjadi

4 titik lokasi dan ISPU berbahaya (300-lebih) terjadi di 1 titik lokasi. Nilai rata-

rata ISPU sabesar 138.79 dengan ISPU terkecil sebesar 52.63 dititik lokasi

perempatan RSUD Wonosari dan nilai ISPU terbesar sebesar 614.61 ditik lokasi

pertigaan Teteg/simpang tiga Kulon Progo.

Pola spasial menunjukan beberapa titik lokasi membentuk suatu kelompok

dan saling berdekatan, cenderung memiliki tingkat ISPU sama, atau dilihat dari

pola penyebaran ISPU bahwa semakin ke kota Yogyakarta maka ISPU semakin

tinggi, dengan demikian dapat dikatakan ada pengaruh lokasi atau ada efek

spasial.

2. Dari hasil analisis regresi logistik ordinal membentuk model estimasi persamaan

regresi secara keseluruan untuk kualitas udara di DIY dengan model logit sebagai

berikut :

Logit [ ( )] = 193.740 + 0.363 X1 + 0.059 X2 + 0.502 X3 + 0.000 X4 –

0.756 X5 + 203 X6

Logit [ ( )] = 196.633+ 0.363 X1 + 0.059 X2 + 0.502 X3 + 0.000 X4 –

0.756 X5 + 203 X6

Logit [ ( )] = 196.633+ 0.363 X1 + 0.059 X2 + 0.502 X3 + 0.000 X4 –

0.756 X5 + 203 X6

Page 117: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

117

Dari hasil analisis GWOLR membentuk model estimasi persamaan regresi

yang berbeda-beda disetiap titik lokasi di Provinsi DIY. Sama seperti pada model

GWOLR titik lokasi depan Ruko Janti berikut :

( ) = ( )

(

( ) = ( )

(

( )

(

( ) = ( )

(

( )

(

( )

(

( ) =

( )

(

3. Pemilihan model terbaik berdasarkan ketepatan klasifikasi terbesar. Dapat di

ketahui bahwa regresi logistik ordinal memiliki ketepatan klasifikasi terbesar

yaitu 80 % dibandingkan dengan ketepatan klasifikasi GWOLR yaitu sebesar

64%. Hal ini menandakan bahwa pada data tersebut model regresi logistik ordinal

lebih baik dibanding model GWOLR. Namun dengan demikian pada penelitian

ini yaitu model GWOLR yang lebih tepat karena untuk analisis pengaruh lokasi,

atau yang ada efek spasial.

4. Berdasarkan hasil analisis GWOLR vareabel yang berpengaruh signifikan

disebagian besar titik lokasi adalah kualitas ozon (X1), kebisingan (X3), suhu

udara (X4), dan tekanan (X6). Dengan jumlah variabel yang berpengaruh dititk

lokasi yaitu Ozon berpengaruh di 23 titik lokasi, Hidrocarbon berpengaruh di 8

titik lokasi, Kebisingan dan tekanan berpengaruh di 25 titik lokasi, suhu udara

berpengaruh di 23 titik lokasi, dan kecepatan angin berpengaruh di 11 titik lokasi.

Dengan nilai Odds ratio disetiap titik lokasi berbeda beda, artinya semakin besar

O3, HC, kebisingan, suhu udara, kecepatan angin, dan tekanan maka akan

bepeluang ISPU yang tinggi.

Page 118: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

118

Analisis hasil berdasarkan data sekunder dari BPS Bantul dapat disimpulkan

sebagai berikut

1. Gambaran pencemaran udara menunjukkan terdapat kecamatan yang memiliki

desa yang tidak terjadi pencemaran udara yang ditunjukkan pada angka

minimal 0. Rata-rata setiap kecamatan memiliki desa yang mengalami

pencemaran udara sebanyak 4 desa yang terdapat di Kecamatan Kasihan,

Sedayu, Sewon, Jetis, Pandak dan Sanden. Dengan peta tematik menunjukkan

16 dari 17 kecamatan di Kab. Bantul mengalami terjadinya pencemaran udara

dan terjadi peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2014 berdasarkan data yg

diperoleh dari BPS Kab. Bantul. Sedangkan pada pola spasial,persebaran

kejadian pencemaran di Kabupaten Bantul adalah saling mengelompok dan

berdekatan, sebagai contoh adalah Kecamatan Imogiri dan Dlingo. Sementara

itu, kecamatan yang berada di wilayah timur lebih memiliki banyak desa

tercemar dibandingkan dengan wilayah lainnya.

2. Berdasarkan analisis spasial uji moran’s I dengan pembobot Rook contiguity

diperoleh hasil terdapat autokorelasi antar wilayah yang ditunjukkan pada

variabel kepadatan penduduk ( ). Sehingga digunakan pemodelan SAR,

SEM, dan SDM. Diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Model SAR, variabel yang berpengaruh terhadap pencemaran udara

adalah jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi ( ). Bentuk

model yang dihasilkan adalah sesuai dengan persamaan (4.3).

b. Model SEM, variabel yang berpengaruh terhadap pencemaran udara

adalah jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi ( ). Bentuk

model yang dihasilkan adalah sesuai dengan persamaan (4.4).

c. Model SDM, variabel yang berpengaruh terhadap pencemaran udara

adalah kepadatan penduduk ( ), Jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi ( ), lag kepadatan penduduk, lag jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi dan lag variabel variabel dependen (). Dengan

kata lain terdapat pengaruh spasial lag variabel dependen dan

independen.Bentuk model yang dihasilkan adalah sesuai dengan

persamaan (4.6).

Page 119: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

119

3. Berdasarkan nilai AIC pada model SAR, SEM, dan SDM, menunjukkan

bahwa nilai AIC terendah adalah pada model SDM (tabel 5.2.17), sehingga

model SDM yang terbaik untuk menduga kejadian pencemaran udara di

Kabupaten Bantul. Persamaan model (4.6) yang dihasilkan dapat

menunjukkan apabila terjadi peningkatan padafaktor yang mempengaruhi

pencemaran udara maka kejadian pencemaran udara berdasarkan data jumlah

desa tercemar di Kab. Bantul akan meningkat sebesar nilai koefisien variabel

pada faktor yang mempengaruhi.

Berdasarkan data primer komponen kualitas udara di kabupaten Bantul

bahwa kabupaten Bantul merupakan salah satu dari kabupaten yang ada di DIY

dengan penturmbuhan penduduk pesat, tingkat industi meningkat, pertumbuhan

bidang sosial cepat, sebagai kota pariwisata dan ada alih fungsi hutan, sehingga

berdasarkan analisis pembahasan diperoleh gambaran tingkat pencemaran udara di

Kab. Bantul. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara, model yang cocok

untuk menentukan kualitas udara di kabupaten Bantul dan selanjutnya diaplikasikan

untuk memprediksi kualitas udara di daerah lain di DIY

7.2. Saran

Dengan adanya peningkatan pencemaran udara yang ada di DIY khususnya

pada daerah yang tingkat pertumbuhan meningkat terus, industri berkembang maju,

transportasi kendaraan terus meningkat, munculnya tempat=tempat wisata yang

baru sehingga banyak dikunjungi orang, sehingga perlu menjaga lingkungan yang

sehat diantaranya dengan

1. Upaya penghijauan dan tamanisasi di daerah pusat perkotaan dan desa yang

ramai dilewati pendudu atau yag tingkat kepadatan penduduk tinggi

2. Dalam rangka mengurangi gas hasil kendaraan bermotor maka diperlukan

masyarakat diberikan kesadaran untuk berkendaraan dengan bahan bakar yang

baik. Menekan laju pertumbuhan kendaraan di daerah. Mengurangi kemacetan

mengingat tempat macet maka gas CO juga meningkat.

3. Pemerintah setempat mengondalikan alih fungsi lahan

Page 120: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

120

DAFTAR PUSTAKA

Anselin, L., 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models. Ist Edn., Kluwer

Academic Publishers, Netherlands, ISBN-10: 9024737354, pp: 304.

Bekti, RD., Tanty, H., Herlina, T., dan Solehudin (2015), Pemetaan Kualitas Air

Tanah Akibat Pencemaran Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Hibah

Pekerti Dikti 2015.

-------- , 2016. Statistik Potensi Desa Provinsi DI Yogyakarta. Jakarta :BPS.

Bekti, R. D., Tanty, H., Herlina, T., & Solihudin. 2014. Spatial Autocorrelation of

Inorganic Compound in Groundwater. OSR Journal of Mathematics (IOSR-

JM). Volume 10, Issue 6 Ver. III (Nov - Dec. 2014), PP 01-05

Draper, N.R. and Smith, H. 1992. Applied Regression Analysis,Second

Edition. John Wiley and sons, Inc. New York.

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS

19 (edisi kelima.) Semarang: Universitas Diponegoro

Gusnita, D. (2012). Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) di Udara dan Upaya

Penghapusan Bensin Bertimbal. Berita Dirgantara, 13(3).

Mutmainna, A. (2015). Analisis Tingkat Pencemaran Udara Pada Kawasan Industri

Di Makassar.

Myers, R.H., 1990, Classical and modern regression with application, second

edition,Boston:PWS-KENT Publishing Company.

Prasetyo, R. D., Suryowati, K., & Bekti, R. D. (2016). Pengelompokkan

Kabupaten/Kota Dijawa Tengah Berdasarkan Variabelindikator Kesehatan

Menggunakan Analisis Cluster. Jurnal Statistika Industri Dan Komputasi,

1(1).

Suryowati K. (2016). Analisis Pseudoinvers dan Aplikasinya Pada Regresi Linear

Berganda. Jurnal Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi

(SNAST) 2016 ISSN :1979 – 911X. Yogyakarta, 26 November 2016 IST

Akprind Yogyakarta.

Page 121: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

121

Suryowati K. (2018). A Comparison of Weights Matrices on Computation of Dengue

Spatial Autocorrelation. Jurnal IOP Conference Series 2018. Yogyakarta. IST

Akprind Yogyakarta

Tanty, H., Bekti, R. D., Herlina, T., & Nurlelasari. (2014, October). MANOVA

statistical analysis of inorganic compounds in groundwater Indonesia. In S. C.

Dass, B. H. Guan, A. H. Bhat, I. Faye, H. Soleimani, & N. Yahya (Eds.), AIP

Conference Proceedings (Vol. 1621, No. 1, pp. 492-497). AIP.

.......... (2013). Laporan Pemantauan Kualitas Udara Tahun 2013. Yogyakarta: BLH

DIY.

........... (1997). Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 Tentang :

Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar

Udara. Indonesia.

........... (2012). Analisis Faktor Risiko Pencemaran Udara Di Kota Palembang

Tahun 2012. Palembang: Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian

Kesehatan RI.

........... (2016, Januari Rabu). Laju Alih Fungsi Lahan di Yogyakarta

Memprihatinkan. Diambil kembali dari http://www.pikiran-rakyat.com:

http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2016/01/27/358736/laju-alih-fungsi-

lahan-di-yogyakarta-memprihatinkan

Page 122: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

122

LAMPIRAN

Daftar Lampiran

1. Lampiran 1 Data Penelitian sekunder dan primaer

2. Lampiran 2 Hasil output dari perhitungan manual

3. Lampiran 3 Hasil luaran

4. Lampiran 4 Biodata Peneliti

5. Lampiran 5 Usulan Penelitian Lanjutan

6. Lampiran surat perjanjian

Page 123: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

123

Lampiran 1 Data Sekunder

Lampiran 1.1.. Data Kualitas udara DIY 2017

LOKASI ID Vi Ui X1 X2 X3 X4 X5 X6 Y

Depan Ruko Janti I -7.78317 110.4116 16.01 22.6 78.6 35.5 1.2 741.2 3

Depan kampus STTL J -7.83283 110.4023 18.9 13.86 75.8 30.5 0.6 743.2 3

Depan UPN seturan H -7.76139 110.4102 15.61 21.59 70.9 32 1.3 738.9 3

Simpang Empat Ngelang A -7.82675 110.2242 14.81 20.66 72.8 32.7 0.9 744 2

Simpang tiga Toyan B -7.85844 110.1293 15.41 10.81 70.7 28 0.7 752.3 2

Pertigaan teteg/simpang tiga D -7.85831 110.1607 32.42 14.77 71.4 30 0.8 750.1 5

Terminal Wates C -7.86458 110.1514 16.68 13.62 66.9 30.5 2.7 750.8 2

Depan toko Besi Dongkelan X -7.82861 110.3541 17.04 12.36 74.6 34 1.8 746.3 3

Perempatan Gose Y -7.89117 110.3259 17.52 9.84 70.4 34.7 1 723.9 2

Perempatan Wojo V -7.83622 110.3743 17.62 16.72 78.8 33.5 1 746.3 4

Perempatan Druwo W -7.83567 110.3662 20.89 8.97 77.4 27.5 1.2 747 4

Depan Hotel Tentrem S -7.78286 110.3676 21.45 13.99 74.7 33.5 0.6 741.9 2

Depan kantor Kec. Jetis T -7.78283 110.3624 16.19 12.65 71.4 35 0.8 741.9 3

Depan Mirota Godean U -7.78056 110.3334 17.15 18.23 74.8 31.3 0.8 741.2 4

Depan TVRI G -7.76486 110.3617 15.77 19.14 77.1 31.7 0.8 739.6 3

Page 124: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

124

Depan Hotel Shapir R -7.78325 110.3913 17.3 11.08 73.8 31.5 1.5 741.9 2

Perempatan Denggung F -7.72203 110.3615 22.86 11.61 74.8 30 1 736.6 3

Depan GKBI medari E -7.6805 110.3386 23.09 14.42 76.7 33 1.8 730.5 3

Depan kantor Merapi golf P -7.75211 110.3848 24.71 12.97 70.6 33.5 1 738.9 2

Perempatan Mirota Q -7.776 110.3745 16.23 113.94 75.2 34.5 2.9 741.2 4

Depan Kecamatan Patuk Z -7.84803 110.4816 19.05 18.94 66.2 33 0.7 727.5 2

Perempatan Gading AA -7.9145 110.5557 18.29 20.23 73.3 33.3 1.6 735.1 2

Simpang Empat siyono AB -7.95025 110.5864 14.74 24.15 75.6 29 2.3 735.8 2

Terminal Wonosari AC -7.97142 110.6036 20.3 19.78 70.1 33.5 1.8 736.6 2

Perempatan RSUD Wonosari AD -7.96236 110.603 19.09 17.19 68.1 29.7 2.6 736.6 2

Sumber : BLH DIY 2017

Keterangan :

Vi = latitude X3 = Kebisingan

Ui = Longitude X4 = Suhu Udara

X1 = Ozon X5 = Kecepatan Angin

X2 = Hidrocarbon X6 = Tekanan

Page 125: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

125

Perhitungan ISPU

Tabel ambang batas Indeks Standar Pencemaran Udara

ISPU

24 jam

PM10

ug/m3

24 Jam

SO2

ug/m3

8 jam CO

ug/m3

1 jam O3

mg/m3

1 jam

NO2

ug/m3

50 50 80 5 120 (2)

100 150 365 10 235 (2)

200 350 800 17 400 1130

300 420 1600 34 800 2260

400 500 2100 46 1000 3000

500 600 2620 57.5 1200 3750

Perhitungan ISPU

II=

(160.11-150) +100 = 105.55 IJ=

(169.28-150) +100 = 109.64

IH=

(186.84-150) +100 = 118.42 IJ=

(145.98-50) +50 = 97.99

ID=

(714.61-500) +400 = 614.6 IV=

(359.38-350) +200 = 213.4

ID=

(90.5-50) +50 = 70.25 IV=

(179.96-150) +100 =

114.98

..... ......

IAC=

(75.86-50) +50 = 62.86 IAD=

(55.27-50) +50 = 52.63

Hasil Perhitungan

Lokasi PM 10 ISPU PM 10 Kategori

I 160.11 105.55 T.Sehat

J 169.28 109.64 T.Sehat

H 186.84 118.42 T.Sehat

A 145.98 97.99 Sedang

B 141.32 95.66 Sedang

D 714.61 614.61 Berbahaya

Page 126: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

126

C 137.4 93.7 Sedang

X 158.93 104.465 T.Sehat

Y 134.12 92.06 Sedang

V 359.38 213.4 Sangat T.Sehat

W 394.33 263.32 Sangat T.Sehat

S 90.5 70.25 Sedang

T 156.87 103.43 T.Sehat

U 393.38 261.97 Sangat T.Sehat

G 179.96 114.98 T.Sehat

R 134.61 92.3 Sedang

F 169.78 109.89 T.Sehat

E 171.65 110.825 T.Sehat

P 111.37 80.68 Sedang

Q 395.56 265.08 Sangat T.Sehat

Z 106.07 78.035 Sedang

AA 125.92 87.95 Sedang

AB 90.25 70.125 Sedang

AC 75.86 62.86 Sedang

AD 55.27 52.63 Sedang

Page 127: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

127

Lampiran 1.2. Data Bantul dalm Angka 2014

Tabel Data Pencemaran Udara dan Faktor Yang Mempengaruhinya

No Kecamatan Jumlah

desa

%

pencemaran

udara

1 Kasihan 4 3768 4 2 4 100

2 Banguntapan 8 4755 8 5 8 100

3 Sedayu 4 1350 4 4 4 100

4 Piyungan 3 1637 3 3 3 100

5 Sewon 4 4133 4 4 4 100

6 Pajangan 0 1052 3 3 3 0

7 Pleret 5 2000 5 4 5 100

8 Bantul 5 2821 5 4 5 100

9 Dlingo 6 650 6 6 6 100

10 Jetis 4 2210 4 4 4 100

11 Pandak 4 2008 4 4 4 100

12 Imogiri 8 1063 8 8 8 100

13 Bambanglipuro 3 1677 3 3 3 100

14 Srandakan 2 1584 2 2 2 100

15 Pundong 3 1360 3 3 3 100

16 Sanden 4 1295 4 4 4 100

17 Kretek 5 1121 5 5 5 100

Sumber: BPS Kab.Bantul dalam buku Podes Kab. Bantul

Keterangan mengenai data dan variabel penelitian:

1) Menggunakan peta administrasi Kabupaten Bantul dalam bentuk file .shp

2) Data jumlah desa menurut jenis pencemaran lingkungan yakni pencemaran udara( )

3) Data kepadatan penduduk jiwa/km2( )

4) Data jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi yakni yang digunakan

prasarana transportasi darat( )

Page 128: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

128

5) Data jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah, yang digunakan adalah

berdasarkan tempat pembuangan dalam lubang atau dibakar ( )

Page 129: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

129

Lampiran 2 Output Perhitungan

> #model sar > model_sar<-lagsarlm(Y1~X1+X2+X3,list=www) > summary(model_sar) Call: lagsarlm(formula = Y1 ~ X1 + X2 + X3, listw = www) Residuals: Min 1Q Median 3Q -35.7828 -10.3295 -3.1811 8.5472 Max 41.7439 Type: lag Coefficients: (asymptotic standard errors) Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) -176.35036 117.52617 -1.5005 0.13348 X1 4.69718 3.51085 1.3379 0.18093 X2 1.21743 0.59417 2.0490 0.04047 X3 -5.61512 3.66931 -1.5303 0.12594 Rho: 0.41054, LR test value: 1.8784, p-value: 0.17052 Asymptotic standard error: 0.2257 z-value: 1.8189, p-value: 0.068921 Wald statistic: 3.3085, p-value: 0.068921 Log likelihood: -76.19362 for lag model ML residual variance (sigma squared): 436.87, (sigma: 20.901) Number of observations: 17 Number of parameters estimated: 6 AIC: 164.39, (AIC for lm: 164.27) LM test for residual autocorrelation test value: 0.0048967, p-value: 0.94421 > #model sem > model_sem<-errorsarlm(Y1~X1+X2+X3,list=www) > summary(model_sem) Call: errorsarlm(formula = Y1 ~ X1 + X2 + X3, listw = www) Residuals: Min 1Q Median -35.13199 -12.27318 0.73105 3Q Max 8.03674 42.01871 Type: error Coefficients: (asymptotic standard errors) Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) -159.31460 127.03694 -1.2541 0.20981 X1 4.43463 3.83385 1.1567 0.24739 X2 1.32428 0.61234 2.1626 0.03057 X3 -5.98285 3.90833 -1.5308 0.12582 Lambda: 0.3803, LR test value: 0.42511, p-value: 0.5144 Asymptotic standard error: 0.27091 z-value: 1.4038, p-value: 0.16038

Page 130: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

130

Wald statistic: 1.9706, p-value: 0.16038 Log likelihood: -76.92024 for error model ML residual variance (sigma squared): 479.28, (sigma: 21.893) Number of observations: 17 Number of parameters estimated: 6 AIC: 165.84, (AIC for lm: 164.27) > > > #model sdm > model_sdm<-lagsarlm(Y1~X1+X2+X3,list=www,type="mixed") > summary(model_sdm) Call: lagsarlm(formula = Y1 ~ X1 + X2 + X3, listw = www, type = "mixed") Residuals: Min 1Q Median -30.60022 -16.10799 0.01136 3Q Max 13.85719 34.63540 Type: mixed Coefficients: (asymptotic standard errors) Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) -257.49606 256.26406 -1.0048 0.31499 X1 2.28290 3.51347 0.6498 0.51585 X2 0.89217 0.56455 1.5803 0.11403 X3 -6.89226 3.35513 -2.0542 0.03995 lag.X1 12.83637 7.31851 1.7540 0.07944 lag.X2 -2.00533 1.50570 -1.3318 0.18292 lag.X3 -5.16700 7.91502 -0.6528 0.51388 Rho: 0.097893, LR test value: 0.056592, p-value: 0.81197 Asymptotic standard error: 0.32009 z-value: 0.30582, p-value: 0.75974 Wald statistic: 0.093529, p-value: 0.75974 Log likelihood: -73.53549 for mixed model ML residual variance (sigma squared): 333.96, (sigma: 18.274) Number of observations: 17 Number of parameters estimated: 9 AIC: 165.07, (AIC for lm: 163.13) LM test for residual autocorrelation test value: 0.79342, p-value: 0.37307

Page 131: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

131

Y2<-peta@data$ISPUSO2 > model_sar<-lagsarlm(Y2~X1+X2+X3,list=www) > summary(model_sar) Call:lagsarlm(formula = Y2 ~ X1 + X2 + X3, listw = www) Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -10.3801 -6.5386 -4.3015 4.9342 16.1014 Type: lag Coefficients: (asymptotic standard errors) Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) 105.75645 48.88463 2.1634 0.03051 X1 -2.38088 1.43712 -1.6567 0.09758 X2 -0.17396 0.24164 -0.7199 0.47158 X3 -1.00073 1.50708 -0.6640 0.50668 Rho: -0.51309, LR test value: 1.7394, p-value: 0.18721 Asymptotic standard error: 0.34077 z-value: -1.5057, p-value: 0.13215 Wald statistic: 2.2671, p-value: 0.13215 Log likelihood: -61.41561 for lag model ML residual variance (sigma squared): 75.803, (sigma: 8.7065) Number of observations: 17 Number of parameters estimated: 6 AIC: 134.83, (AIC for lm: 134.57) LM test for residual autocorrelation test value: 0.46825, p-value: 0.49379

> model_sem<-errorsarlm(Y2~X1+X2+X3,list=www) > summary(model_sem) Call:errorsarlm(formula = Y2 ~ X1 + X2 + X3, listw = www) Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -10.0726 -5.2393 -2.9685 5.0674 14.3492 Type: error Coefficients: (asymptotic standard errors) Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) 87.439034 35.527443 2.4612 0.01385 X1 -2.550500 0.993935 -2.5661 0.01029 X2 -0.024043 0.196794 -0.1222 0.90276 X3 0.165457 1.129356 0.1465 0.88352 Lambda: -0.95904, LR test value: 4.1994, p-value: 0.040438 Asymptotic standard error: 0.29342 z-value: -3.2684, p-value: 0.0010814 Wald statistic: 10.683, p-value: 0.0010814 Log likelihood: -60.18563 for error model ML residual variance (sigma squared): 56.147, (sigma: 7.4932) Number of observations: 17 Number of parameters estimated: 6 AIC: 132.37, (AIC for lm: 134.57)

> model_sdm<-lagsarlm(Y2~X1+X2+X3,list=www,type="mixed")

Page 132: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

132

> summary(model_sdm) Call:lagsarlm(formula = Y2 ~ X1 + X2 + X3, listw = www, type = "mixed") Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -11.99694 -4.54582 0.71543 2.78967 9.18383 Type: mixed Coefficients: (asymptotic standard errors) Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) 62.35445 76.34987 0.8167 0.414104 X1 -0.47880 1.02301 -0.4680 0.639759 X2 0.13233 0.16263 0.8137 0.415834 X3 -1.03881 1.00397 -1.0347 0.300806 lag.X1 -4.99967 2.07209 -2.4129 0.015828 lag.X2 1.21133 0.42637 2.8410 0.004497 lag.X3 5.47710 2.33167 2.3490 0.018824 Rho: -0.54145, LR test value: 3.0913, p-value: 0.078713 Asymptotic standard error: 0.29924 z-value: -1.8094, p-value: 0.070388 Wald statistic: 3.274, p-value: 0.070388 Log likelihood: -52.90704 for mixed model ML residual variance (sigma squared): 27.672, (sigma: 5.2604) Number of observations: 17 Number of parameters estimated: 9 AIC: 123.81, (AIC for lm: 124.91) LM test for residual autocorrelation test value: 0.24436, p-value: 0.62108

Page 133: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

133

> Y3<-peta@data$ISPUO3 > model_sar<-lagsarlm(Y3~X1+X2+X3,list=www) > summary(model_sar) Call:lagsarlm(formula = Y3 ~ X1 + X2 + X3, listw = www) Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -37.1186 -21.6145 -5.9827 13.8045 76.8010 Type: lag Coefficients: (asymptotic standard errors) Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) 544.06239 164.05376 3.3164 0.000912 X1 -14.23292 4.84583 -2.9371 0.003312 X2 -1.55209 0.80048 -1.9389 0.052508 X3 -6.99635 4.99056 -1.4019 0.160940 Rho: 0.13509, LR test value: 0.15431, p-value: 0.69445 Asymptotic standard error: 0.28533 z-value: 0.47347, p-value: 0.63588 Wald statistic: 0.22417, p-value: 0.63588 Log likelihood: -81.30707 for lag model ML residual variance (sigma squared): 831.42, (sigma: 28.834) Number of observations: 17 Number of parameters estimated: 6 AIC: 174.61, (AIC for lm: 172.77) LM test for residual autocorrelation test value: 3.0866, p-value: 0.078941

> model_sem<-errorsarlm(Y3~X1+X2+X3,list=www) > summary(model_sem) Call:errorsarlm(formula = Y3 ~ X1 + X2 + X3, listw = www) Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -40.9905 -16.2299 -4.9369 16.8735 57.3356 Type: error Coefficients: (asymptotic standard errors) Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) 712.64130 127.11527 5.6063 2.067e-08 X1 -18.22006 3.60293 -5.0570 4.259e-07 X2 -2.43175 0.68722 -3.5385 0.0004023 X3 -4.94860 4.02240 -1.2303 0.2185991 Lambda: -0.74306, LR test value: 1.9273, p-value: 0.16506 Asymptotic standard error: 0.33198 z-value: -2.2383, p-value: 0.025204 Wald statistic: 5.0098, p-value: 0.025204 Log likelihood: -80.42059 for error model ML residual variance (sigma squared): 663.81, (sigma: 25.765) Number of observations: 17 Number of parameters estimated: 6 AIC: 172.84, (AIC for lm: 172.77)

> model_sdm<-lagsarlm(Y3~X1+X2+X3,list=www,type="mixed")

Page 134: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

134

> summary(model_sdm) Call:lagsarlm(formula = Y3 ~ X1 + X2 + X3, listw = www, type = "mixed") Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -30.3460 -11.3561 -7.0111 9.0597 57.9063 Type: mixed Coefficients: (asymptotic standard errors) Estimate Std. Error z value Pr(>|z|) (Intercept) 1174.45169 370.82033 3.1672 0.0015393 X1 -14.08710 4.14795 -3.3962 0.0006834 X2 -1.42990 0.70964 -2.0150 0.0439092 X3 -9.64216 4.11187 -2.3450 0.0190293 lag.X1 -14.35958 9.88951 -1.4520 0.1465014 lag.X2 -3.43071 1.85190 -1.8525 0.0639487 lag.X3 7.02426 9.46976 0.7418 0.4582346 Rho: -0.49029, LR test value: 1.3657, p-value: 0.24255 Asymptotic standard error: 0.349 z-value: -1.4049, p-value: 0.16006 Wald statistic: 1.9736, p-value: 0.16006 Log likelihood: -77.18892 for mixed model ML residual variance (sigma squared): 487.34, (sigma: 22.076) Number of observations: 17 Number of parameters estimated: 9 AIC: 172.38, (AIC for lm: 171.74) LM test for residual autocorrelation test value: 2.1712, p-value: 0.14061

Page 135: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

135

> peta<-readShapePoly("E:/KULIAH/SNAST BU KRIS DAN BU ROKHANA/Export_Output_2.shp") Warning message: readShapePoly is deprecated; use rgdal::readOGR or sf::st_read > > Y<-peta@data$ISPUPM10 > Y1<-peta@data$ISPUPM10 > Y2<-peta@data$ISPUSO2 > Y3<-peta@data$ISPUO3 > X1<-peta@data$suhu_udara > X2<-peta@data$kelembaban > X3<-peta@data$kec_angin > #pemodelan ols > model_olsY1<-lm(Y1~X1+X2+X3) > summary(model_olsY1) Call: lm(formula = Y1 ~ X1 + X2 + X3) Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -37.555 -14.256 -1.694 10.653 40.012 Coefficients: Estimate Std. Error t value Pr(>|t|) (Intercept) -220.6702 143.9463 -1.533 0.1492 X1 6.6173 4.2651 1.551 0.1448 X2 1.3694 0.7173 1.909 0.0786 . X3 -7.0621 4.4709 -1.580 0.1382 --- Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Residual standard error: 25.85 on 13 degrees of freedom Multiple R-squared: 0.4529, Adjusted R-squared: 0.3267 F-statistic: 3.588 on 3 and 13 DF, p-value: 0.04362

> model_olsY2<-lm(Y2~X1+X2+X3) > summary(model_olsY2) Call: lm(formula = Y2 ~ X1 + X2 + X3) Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -14.703 -6.917 -3.669 6.182 17.893 Coefficients: Estimate Std. Error t value Pr(>|t|) (Intercept) 89.1217 60.1030 1.483 0.162 X1 -1.8913 1.7808 -1.062 0.308 X2 -0.2184 0.2995 -0.729 0.479 X3 -1.7274 1.8668 -0.925 0.372 Residual standard error: 10.79 on 13 degrees of freedom Multiple R-squared: 0.1145, Adjusted R-squared: -0.08988 F-statistic: 0.5602 on 3 and 13 DF, p-value: 0.6506

> model_olsY3<-lm(Y3~X1+X2+X3) > summary(model_olsY3)

Page 136: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

136

Call: lm(formula = Y3 ~ X1 + X2 + X3) Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -40.013 -23.914 -3.864 14.177 74.883 Coefficients: Estimate Std. Error t value Pr(>|t|) (Intercept) 577.0618 184.8463 3.122 0.0081 ** X1 -15.0807 5.4769 -2.753 0.0164 * X2 -1.6587 0.9211 -1.801 0.0950 . X3 -6.7096 5.7412 -1.169 0.2635 --- Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Residual standard error: 33.2 on 13 degrees of freedom Multiple R-squared: 0.4095, Adjusted R-squared: 0.2732 F-statistic: 3.005 on 3 and 13 DF, p-value: 0.06903

Page 137: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

137

> #pengujian moran > MoranY1<-moran.test(Y1,alternative="two.sided",listw=www) > MoranY1 Moran I test under randomisation data: Y1 weights: www Moran I statistic standard deviate = 3.277, p-value = 0.001049 alternative hypothesis: two.sided sample estimates: Moran I statistic Expectation Variance 0.36984291 -0.06250000 0.01740588

> MoranY2<-moran.test(Y2,alternative="two.sided",listw=www) > MoranY2 Moran I test under randomisation data: Y2 weights: www Moran I statistic standard deviate = -0.83917, p-value = 0.4014 alternative hypothesis: two.sided sample estimates: Moran I statistic Expectation Variance -0.19087836 -0.06250000 0.02340378

> MoranY3<-moran.test(Y3,alternative="two.sided",listw=www) > MoranY3 Moran I test under randomisation data: Y3 weights: www Moran I statistic standard deviate = 2.2828, p-value = 0.02244 alternative hypothesis: two.sided sample estimates: Moran I statistic Expectation Variance 0.21417333 -0.06250000 0.01468945

> MoranX1<-moran.test(X1,alternative="two.sided",listw=www) > MoranX1 Moran I test under randomisation data: X1 weights: www Moran I statistic standard deviate = 2.1104, p-value = 0.03482 alternative hypothesis: two.sided sample estimates: Moran I statistic Expectation Variance 0.2375125 -0.0625000 0.0202092

> MoranX2<-moran.test(X2,alternative="two.sided",listw=www)

Page 138: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

138

> MoranX2 Moran I test under randomisation data: X2 weights: www Moran I statistic standard deviate = 0.43647, p-value = 0.6625 alternative hypothesis: two.sided sample estimates: Moran I statistic Expectation Variance 0.002788917 -0.062500000 0.022375302

> MoranX3<-moran.test(X3,alternative="two.sided",listw=www) > MoranX3 Moran I test under randomisation data: X3 weights: www Moran I statistic standard deviate = 1.547, p-value = 0.1219 alternative hypothesis: two.sided sample estimates: Moran I statistic Expectation Variance 0.16166040 -0.06250000 0.02099731

Page 139: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

139

> ujiLM<-lm.LMtests(model_olsY1,list=www,test=c("LMerr","LMlag")) > summary(ujiLM) Lagrange multiplier diagnostics for spatial dependence data: model: lm(formula = Y1 ~ X1 + X2 + X3) weights: www statistic parameter p.value LMerr 0.11376 1 0.7359 LMlag 1.34312 1 0.2465

> ujiLM<-lm.LMtests(model_olsY2,list=www,test=c("LMerr","LMlag")) > summary(ujiLM) Lagrange multiplier diagnostics for spatial dependence data: model: lm(formula = Y2 ~ X1 + X2 + X3) weights: www statistic parameter p.value LMerr 1.1418 1 0.2853 LMlag 1.1925 1 0.2748

> ujiLM<-lm.LMtests(model_olsY3,list=www,test=c("LMerr","LMlag")) > summary(ujiLM) Lagrange multiplier diagnostics for spatial dependence data: model: lm(formula = Y3 ~ X1 + X2 + X3) weights: www statistic parameter p.value LMerr 0.43348 1 0.5103 LMlag 0.11105 1 0.7390

Page 140: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

140

Lampiran 3. Hasil luaran

APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI KABUPATEN

BANTUL, DIY

Kris Suryowati1, Rokhana Dwi Bekti

2, Khaifa Zulfenia

3

1,2,3Jurusan Statistika, Fakultas Sains Terapan, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

e-mail :[email protected],

[email protected],

[email protected]

“Dasampaikan pada Seminar Statistika , pada 15 Sept 2018, UNTAD Palu “

ABSTRACT

The continuously increasing population will have an impact on increasing industrial activities, technological

developments and so on, thus impacting on the deterioration of the quality of health and the environment,

especially air. Bantul Regency in Special Region of Yogyakarta (DIY), which consists of 17 sub-districts, is

an area that continues to grow and has increased population activities. In 2014, 16 sub-districts had been

contaminated by air quality. To find out things that can affect air pollution in the area, this study conducted

Spatial Autoregressive Models (SAR). This method is used as an alternative OLS method that does not meet

assumptions when used in the case of spatial data. The reason for using SAR is because there is an

autocorrelation in air quality among sub-districts. By OLS regression model, a significant factor influencing

is the number of villages according to the type of transportation infrastructure. However, this model does not

pay attention to the geographical location factor and the residual assumption that normal distribution is not

met. The results of SAR model show that if the population density is high, transportation infrastructure is

high, and the number of landfills in the hole or burned high then the number of villages polluted. also high.

A sub-district will have a high number of polluted villages if it is adjacent to other sub-districts with a high

number of polluted villages. However, the variable that has a significant influence (α = 5%) on air pollution

is number of villages according to the type of transportation infrastructure.

Keywords : air pollutant, regression analysis, Spatial Autoregressive Model

ABSTRAK

Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan aktifitas industri, perkembangan

teknologi, yang berakibat menurunnya kualitas lingkungan hidup khususnya udara sehingga dapat

menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Salah satu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu

Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan, merupakan daerah yang terus berkembang dan aktifitas

penduduk meningkat juga terdapat alih fungsi lahan, pariwisata juga mengalami peningkatan. Berdasarkan

data bahwa pada tahun 2014, dari 17 kecamatan 16 diantaranya telah tercemar kualitas udaranya. Untuk

mengetahui hal yang dapat mempengaruhi pencemaran udara di wilayah Bantul, maka penelitian ini

digunakan analisis regresi Spatial Durbin Models (SDM). Metode ini digunakan sebagai alternatif metode

OLS yang tidak memenuhi asumsi ketika digunakan pada kasus data spasial. Alasan penggunaan SDM

dikarenakan kualitas udara antar wilayah saling berhubungan. Berdasarkan model regresi dengan metode

OLS, faktor yang signifikan berpengaruh adalah jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi, tetapi

model ini tidak memperhatikan faktor lokasi geografis dan asumsi residual tidak terpenuhi distribusi

normal. Melalui model SDM, diperoleh hasil bahwa jika kepadatan penduduk meningkat, prasarana

Page 141: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

141

transportasi meningkat, dan jumlah jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar tinggi

maka jumlah desa yang tercemar udara juga meningkat. Berkaitan dengan letak geografis sehingga

kecamatan yang memiliki jumlah desa tercemar tinggi maka kecamatan-kecamatan lain yang bertetanggan

akan memiliki jumlah desa tercemar yang tinggi juga. Tetapi, variabel yang memberikan pengaruh

signifikan (α=5%) pada pencemaran udara adalah variabel jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi.

Kata kunci : pencemaran udara, analisis regresi, Spatial Durbin Model

1. PENDAHULUAN

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02 tahun 1988,

pencemaran udara adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain ke udara

atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas udara turun hingga

ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukannya. Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya potensi pencemaran udara, diantaranya

dapat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran

sampah, sisa pertanian dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan

debu, gas dan awan panas.

Kabupaten Bantul di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang terdiri dari 17 kecamatan,

merupakan daerah yang terus berkembang dan mengalami peningkatkan aktifitas penduduk. Pertumbuhan

penduduk terus meningkat, dimana laju pertumbuhan penduduknya pada 2000 – 2010 adalah 1,56%.

Sementara itu, dengan luas wilayah 506,85 km2 , kepadatan penduduk Kabupaten Bantul tahun 2016 adalah

1.940 jiwa per km2

(BPS, 2017). Menurut data Buku Potensi Desa, pada tahun 2011 terdapat 7 kecamatan

yang mengalami pencemaran udara kemudian pada tahun 2014 meningkat menjadi 16 kecamatan. Menurut

data pemantauan kualitas udara ambient di Kabupaten Bantul sejak tahun 2004 hingga 2015, parameter

Total Suspenden Particulate (TSP) telah melampaui baku mutu yang dipersyaratkan. Sementara itu,

konsentrasi SO2 dan CO di udara ambien juga terus mengalami peningkatan sejak tahun 2014 hingga 2016.

Peningkatan konsentrasi zat tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan kualitas udara.

Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya pencemaran udara di Kabupaten Bantul. Untuk

mengetahui faktor-faktor dominan, maka penelitian ini melakukan analisis statistik regresi spasial. Analisis

regresi spasial merupakan pengembangan dari metode regresi linier klasik Ordinary Least Square (OLS)

berdasarkan hukum Tobler yang menyatakan“ bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang

lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan mempunyai pengaruh yang lebih daripada sesuatu yang jauh”.

Ini berarti adanya pengaruh tempat atau spasial pada data yang dianalisis.

Metode OLS tidak memperhatikan posisi geografi data yang digunakannya atau tidak memperhatikan

unsur spasial dalam analisisnya. Dalam permodelan, apabila metode OLS digunakan sebagai alat analisis

pada data spasial, maka dapat menyebabkan kesimpulan yang kurang tepat karena asumsi error saling bebas

dan asumsi homogenitas tidak terpenuhi. Begitu juga pada analisis pemodelan pencemaran udara. Kualitas

udara dan pencemarannya juga sangat dipengaruhi oleh faktor posisi geografi. Setiap daerah memiliki

kondisi geografi dan pencemaran udara yang berbeda-beda. Selain itu, pencemaran kualitas udara antar

daerah juga dapat saling berhubungan. Dengan demikian, regresi spasial perlu digunakan.

Page 142: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

142

Salah satu jenis model regresi spasial adalah Spatial Durbin Model (SDM) merupakan

penyempurnaan model SAR dengan memberikan lag pada variabel yang berpengaruh menurut Anselin dan

Rey (2010), SDM adalah model yang mengkombinasikan model SAR dengan lag spasial pada variabel

dependen artinya spasial lag muncul saat nilai observasi variabel dependen pada suatu lokasi berkorelasi

dengan nilai observasi variabel dependen di lokasi sekitarnya. Beberapa penelitian yang menggunakan

metode ini diantaranya Melati dkk (2016) serta Bekti, Nurhadiyanti, Irwansyah. (2014). Penelitian yang

menggunakan metode regresi spasial lainnya diantaranya Saputri dan Suryowati (2018), Suryowati, Bekti,

dan Faradila (2018).

Penelitian ini menggunakan metode regresi spasial SDM untuk mendapatkan faktor-faktor yang

signifikan mempengaruhi pencemaran udara di Kabupaten Bantul. Dengan analisis ini diharapkan dapat

memberikan informasi pencemaran udara dari segi pola dan faktor spasial.

2. METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang didasarkan pada tahun 2014

dengan 17 Kecamatan di Kabupaten Bantul. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kaupaten Bantul.

Variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari variabel dependen (Y) yang berupa jumlah desa

menurut jenis pencemaran lingkungan yakni pencemaran udara. Data ini diperoleh dari Buku Statistik

Potensi Desa Kabupaten Bantul 2014. Sementara itu, variabel independen yang terdiri dari kepadatan

penduduk (X1), prasarana transportasi (X2), dan jenis tempat pembuangan sampah (X3). Kepadatan penduduk

didefinisikan sebagai Jumlah penduduk tiap wilayah (km2). prasarana transportasi didefinisikan sebagai

Jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat berupa jalan yang dilalui oleh kendaraan. Jenis

tempat pembuangan sampah didefinisikan sebagai Jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah

dalam lubang atau dibakar.

Metode analisis yang digunakan adalah regresi Spatial Durbin Model (SDM). Analisis regresi spasial

digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dengan

mempertimbangkan keterkaitan antar wilayah dalam artian memperhitungkan ketergantungan antar

pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lain. Pengamatan yang dikumpulkan bisa berasal dari suatu

titik atau area di suatu wilayah tertentu. Menurut Anselin (2013), LeSage dan Pace (2009) model umum

regresi spasial dapat ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut:

(1)

( ) ( )

( )

dengan u = λW2 + ε ε ~ N(0, 2I)

Keterangan:

y : vektor variabel dependen, ukuran (n x 1)

X : matriks variabel independen, ukuran (n x (k+1))

β : vektor parameter koefisien regresi, berukuran (k+1) x 1

ρ : parameter koefisien lag variabel dependen

λ : parameter koefisien lag pada error

u : vektor error berukuran (n x 1)

ε : vektor error berukuran (n x 1)

Page 143: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

143

W1,W2 : Matriks pembobot, berukuran (n x n)

Pada persamaan (1), jika nilai ρ ≠ 0 atau λ = 0 maka menjadi Spatial Autoregressive Model (SAR)

seperti pada persamaan (2) yang mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada variabel dependen

y = ρW1y + Xβ + ε (2)

( ) ( )

dan ε ~ N(0,2I)

Model SAR dalam bentuk matriks 𝒚 = 𝝆𝑾1y + 𝜷 + 𝜺 (3)

dengan

[

] [

] [

] [

] [

] [

]

Spasial durbin model (SDM) merupakan kasus khusus dari SAR yaitu dengan menambahkan

pengaruh lag pada variabel independen sehingga ditambahkan spasial lag pada model. Pembobotan

dilakukan pada variabel independen maupun dependen. Bentuk model SDM adalah sebagai berikut (Anselin,

1988)& (Rokhana, 2017):

𝑾 𝜷 𝜷 𝑾 𝜷 𝜺 (4)

Memenihi 𝜺 ( ) dan 𝜷

[ ]

𝜷

[ ]

Estimasi Parameter Spatial Durbin Model Maximum Likelihood Estimation, dengan persamaan sebagai

berikut:

(5)

( ) dengan ( )

(6)

Estimasi adalah: �� ( ) ( 𝑾 )𝒚 dengan Z =[I X W1X] (7)

DenganZ =[I X W1X] (Anselin,1988)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1 berikut menunjukkan karakteristik pencemaran udara pada tahun 2011 dan 2014. Pada

tahun 2011 di Kabupaten Bantul terdapat 7 kecamatan yang memiliki desa tercemar udara. Selanjutnya

jumlah desa tercemar semakin meningkat hingga tahun 2014, dimana terdapat 16 kecamatan yang memiliki

desa tercemar udara. Secara rata-rata, terdapat 4 desa tercemar udara (mengalamai pencemaran lingkungan

yakni pencemaran udara) di setiap kecamatan. Dengan demikian dari tahun 2011 menjadi 2014 terdapat

peningkatan pencemaran udara. Tahun 2011 Tahun 2014

Page 144: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

144

Gambar 1. Peta Tematik Presentase Jumlah Desa Tercemar Tahun 2011 dan 2014

Selanjutnya Gambar 1 juga menunjukkan pola spasial Kecamatan yang tercemar menurut Jumlah

Desa dengan Jenis Pencemaran Udara di Kabupaten Bantul tahun 2014. Pengelompokan kelas interal dibagi

menjadi 3 yaitu sebagai berikut:

4) Angka 0-3 menunjukkan Kecamatan yang memiliki 0-3 desa tercemar yaitu terdapat di Kecamatan

Pajangan dan Srandakan.

5) Angka 4-5 menunjukkan Kecamatan yang memiliki 4-5 desa tercemar yaitu terdapat di Kecamatan

Sedayu, Kasihan, Sewon, Piyungan, Pleret, Bantul, Pleret, Jetis, Pandak, Bamanglipuro, Pundong,

Sanden dan Kretek

6) Angka 6-8 menunjukkan Kecamatan yang memiliki 6-8 desa tercemar yaitu terdapat di Kecamatan

Banguntapan, Imogiri dan Dlingo

Menurut pola spasial, dapat diketahui bahwa Kecamatan dengan banyak desa tercemar adalah saling

mengelompok dan berdekatan, sebagai contoh adalah Kecamatan Imogiri dan Dlingo. Sementara itu,

Kecamatan yang berada di wilayah timur lebih memiliki banyak desa tercemar dibandingkan dengan wilayah

lainnya.

Gambar 2. Pola spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Pencemaran Udara

Gambaran pola spasial variabel independen juga dapat dilihat di Gambar 3. Kecamatan yang memiliki

kepadatan penduduk tinggi terletak pada kelas interval 3.388-4.755 jiwa/km2 yaitu berada pada kecamatan

Kasihan, Sewon dan Banguntapan. Ketiga kecamatan cenderung mengelompok dan berada Kab. Bantul

bagian utara. Kecamatan dengan jumlah desa yang memiliki banyak prasarana transportasi, yaitu yang

Page 145: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

145

berupa berupa jalan yang dilalui oleh kendaraan, berada pada kelas interval 7-8 desa yaitu terdapat di

Kecamatan Banguntapan dan Imogiri. Kecamatan yang memiliki banyak desa menurut jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar terletak pada kelas interval 7-8 yaitu berada di Kecamatan

Imogiri.

Kepadatan Penduduk Prasarana Transportasi

Jenis Pembuangan Sampah

Gambar 3. Pola spasial Kepdatan Penduduk, Prasarana Transportasi, dan Jenis Pembuangan Sampah.

3.1 Pemodelan Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)

Pada gambar pola spasial menunjukkan adanya indikasi pengaruh spasial antara kecamatan yang

satu dengan lainnya. Dengan demikian, perlu juga dibuktikan dengan melakukan pengujian efek spasial

guna mengetahui apakah terdapat keterkaitan antar Kecamatan di Kabupaten Bantul. Namun demikian,

sebelum dilakukan pemodelan spasial terlebih dahulu melakukan pemodelan regresi dengan metode OLS

serta menguji asumsi residual normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi

Estimasi parameter model regresi metode Ordinary Least Square (OLS) yang tidak melibatkan efek

spasial disajikan di Tabel 1.

Tabel 1. Output Regresi Metode OLS

Variabel Std. Eror P-value

Konstanta -1,0620 0,7795 -1,362 0,1962

0,0002 0,0003 0,890 0,3898

0,8777 0,3409 2,574 0,0231 *

0,2405 0,3837 0,627 0,5415

Page 146: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

146

R-Square = 0,8756

P-value =

)

Berdasarkan tabel 1 diperoleh estimasi pemodelan regresi OLS sebagai berikut:

(8)

Secara umum, model dapat diinterpretasikan bahwa jika kepadatan penduduk (X1) di Kabupaten

Bantul naik sebesar 10.000 jiwa/km2 maka jumlah desa yang tercemar di Kabupaten Bantul naik sebesar 2

desa. Jika jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat berupa jalan (X2) naik sebesar satu jenis

prasarana transportasi maka dapat jumlah desa yang tercemar di Kabupaten Bantul naik sebesar 0,8777 desa.

Jika jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar (X3) naik sebesar

satu jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar maka jumlah desa yang tercemar

Kabupaten Bantul naik sebesar 0,2405 desa.

Model regresi OLS yang terbentuk mempunyai nilai R2 sebesar 0,8756 atau 87,56% yang berarti

ketiga variabel independen penelitian dapat menjelaskan pencemaran udara di Kabupaten Bantul sebesar

87,56% sedangkan sisanya sebesar 12,44% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil pengujian

asumsi klasik pada model regresi OLS dilakukan dengan uji Shapiro Wilks, Uji Durbin Watson, nilai VIF,

dan Breusch-Pagan. Hasil pengujian menunnjukkan bahwa asumsi yang terpenuhi adalah residual

independen, identik, dan tidak terjadi multikolinearitas. Sementara itu, asumsi residual berdistribusi normal

tidak terpenuhi.

Melalui pengujian pengujian signifikansi parameter menggunakan uji t diperoleh kesimpulan bahwa

terdapat satu variabel penelitian signifikan pada taraf α=5%, yakni variabel jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi darat (X2). Sedangkan kepadatan penduduk (X1) dan jumlah desa menurut jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang/dibakar (X2) tersebut tidak signifikan berpengaruh.

3.2 Uji Efek Spasial

Uji efek spasial dilakukan dengan 2 uji yaitu uji Lagrange Multiplier (LM) dan Moran’s I. Menurut

uji LM di Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat dependensi spasial dalam lag maupun error.

Sedangkan hasil uji Moran’s I di Tabel 3 memberikan kesimpulan bahwa ada autokorelasi spasial yang

signifikan pada α=5% di variabel kepadatan penduduk atau terdapat keterkaitan pada data kepadatan

penduduk di Kabupaten Bantul. Sementara itu, variabel dependen dan independen yang lain tidak memiliki

autokorelasi spasial. Namun demikian, berdasarkan perbandingan nilai E(I) dan Moran’s I, dapat diketahui

bahwa nilai Moran’s I pada variabel dependen (Y) dan jenis tempat pembuanangan sampah (X3) lebih besar

dari E(I). Hal ini menunjukkan ada pola mengelompok antar lokasi pada variabel tersebut.

Tabel 2. Output Lagrange Multiplier

No Uji dependensi spasial Nilai P-value

1 Lagrange Multiplier lag 0,022 0,882

2 Lagrange Multiplier error 0,004 0,948

Page 147: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

147

Tabel 3. Hasil Uji Morans’I

Variabel Morans’I E(I) p-value

Y 0,0760 -0,0625 0,3626

X1 0,2350 -0,0625 0,04162 *

X2 -0,2502 -0,0625 0,7958

X3 0,0314 -0,0625 0,4948

3.3 Hasil Spatial Durbin Model (SDM)

Pada penelitian ini diawali pemodelan spasial SAR, selanjutnya untuk model SDM merupakan

pengembangan model lag vareabel bebas dan tidak bebas karena model SDM merupakan pengembangan

model sar yaitu melibatkan lag digunakan sebab pada Asumsi pengujian regresi metode OLS terdapat

asumsi yang tidak dipenuhi yaitu distribusi normal residual yang tidak terpenuhi. Selanjutnya hasil estimasi

model SAR disajikan di Tabel 4. Model yang didapatkan adalah

321 2398,08781,00002,00094.01021,1ˆ XXXYWY jij

(9)

Tabel 4. Estimasi Parameter Model SAR

Variabel Koefisien Std.error Pr(|Z|)

Konstanta -1,1021 0,9855 -1,1183 0,2634

X1 0,0002 0,0002 1,0224 0,3066

X2 0,8781 0,2984 2,9421 0,0033*

X3 0,2398 0,3358 0,7141 0,4751

0,0094 0,1674 0,0651 0,9553

AIC = 46,55

Dari model dapat diinterpretasikan bahwa jika kepadatan penduduk tinggi, prasarana transportasi

tinggi, dan jumlah jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar tinggi maka jumlah desa

tercemar udara juga tinggi. Koefisien menunjukkan spasial lag variabel jumlah desa tercemar, memiliki

nilai estimasinya adalah 0,0094. Angka ini menunjukkan bahwa kecamatan yang bertetanggan dengan

kecamatan lain yang memiliki jumlah desa tercemar tinggi maka akan memiliki jumlah desa tercemar yang

tinggi. Pada uji signifikansi parameter dengan α=5%, variabel independen yang memberikan pengaruh

adalah variabel jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi (X2). Setelah dilakukan uji efek spasial

SAR diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat autokorelasi spasial pada lag sehingga dilakukan pengujian

menggunakan model SDM yang bertujuan untuk mendapatkan hasil adanya efek spasial lag pada variabel

dependen dan independen.

Hasil perhitungan berdasarkan output untuk model SDM , maka hasil perhitungan parameter

diperoleh pada tabel 5 berikut

Page 148: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

148

Tabel 5 Hasil perhitungan parameter model SDM

Parameter Estimate

(intercept) 1,9903 1,3535 1,4705 0,1414

0,0004 0,0001 2,9378 0,0033*

1,1694 0,2147 5,4459 *

-0,1721 0,2479 -0,6944 0,4874

-0,0021 0,0005 -4,4604 *

1,5129 0,4733 3,1962 0,0013*

-0,9838 0,5682 -1,7316 0,0833

-0,3626 0,2777 -1,3057 0,19164

AIC = 33,058

*) signifikan pada

Persamaan modelnya adalah sebagai berikut,

∑ ∑

Nilai estimasi parameter , , menunjukkan koefisien regresi non spasial dan nilai estimasi

parameter , , menunjukkan parameter lag spasial pada variabel independen. Nilai estimasi

parameter menunjukkan pengaruh spasial lag variabel dependen.

Estimasi parameter bernilai -0,3626 dan koefisien parameter bernilai negatif menunjukkan bahwa

suatu Kecamatan akan memiliki jumlah desa yang tercemar yang rendah jika berdekatan dengan Kecamatan

yang memiliki jumlah desa tercemar tinggi.

Estimasi parameter bernilai 0,0004 dan nilai estimasi parameter bernilai -0,0021. Koefisien

parameter lag kepadatan penduduk bernilai negatif, menunjukkan bahwa Kecamatan yang kepadatan

penduduknya rendah dan bersebelahan dengan Kecamatan yang kepadatan penduduknya rendah akan

memiliki kecamatan dengan jumlah desa yang tercemar tinggi.Sehingga hal ini menunjukkan jika kepadatan

penduduk menurun maka Kecamatan dengan jumlah desa yang tercemar akan meningkat.

Estimasi parameter bernilai 1,1694 dan nilai estimasi parameter bernilai 1,5129. Koefisien

parameter lag jumlah desa menurut prasarana transportasi bernilai positif, menunjukkan bahwa Kecamatan

yang memiliki jumlah desa menurut prasarana transportasi tinggi dan bersebelahan dengan Kecamatan yang

memiliki jumlah desa menurut prasarana transportasi tinggi akan memiliki kecamatan dengan jumlah desa

yang tercemar tinggi juga. Sehingga hal ini menunjukkan jika Kecamatan yang memiliki jumlah desa

menurut prasarana transportasi tinggi maka akan meningkatkan jumlah desa yang tercemar.

Page 149: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

149

Estimasi parameter bernilai -0,1721 dan nilai estimasi parameter bernilai -0,9838. Koefisien

parameter lag jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar bernilai negatif, menunjukkan

bahwa Kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau

dibakar rendah dan bersebelahan dengan Kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar rendah juga. Sehingga hal ini menunjukkan jika Kecamatan

yang memiliki jumlah desa menurut prasarana transportasi rendah maka jumlah desa yang tercemar akan

meningkat.

Berdasarkan uji residual dengan menggunakan uji Shapiro Wilk atau nilai p-value sehingga diperoleh

( ) dan artinya residual

berdistribusi normal.

Selanjutnya dilakukan uji signifikansi parameter model SDM. Dari tabel 5 dengan taraf signifikansi

variabel yang memberikan pengaruh pada pencemaran udara adalah variabel kepadatan penduduk

( ) ditunjukkan nilai dan

. Kemudian variabel jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat ( ) yang ditunjukkan

olehnilai dan

maka 𝐻 ditolak. Selanjutnya variabel jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam

lubang atau dibakar ditunjukkan oleh nilai dan

maka 𝐻 tidak ditolak. Kemudian variabel lag kepadatan penduduk yang

ditunjukkan olehnilai dan p-value variabel lag kepadatan

penduduk maka 𝐻 ditolak. Dan variabel lag jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi darat yang ditunjukkan olehnilai p-value

variabel lag jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat = maka 𝐻

ditolak.

Selanjutnya dilakukan estimasi parameter kembali menggunakan variabel yang signifikan. Hasil

untuk masing-masing parameter signifikan dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6 Output Spatial Durbin Model untuk vareabe sifnifikan

Parameter

(intercept) 0,0102 0,7469 0,0137 0,9890

0,0004 0,0001 3,8784 0,0001 *

1,0320 0,0642 16,0633 *

-0,0015 0,0005

-5,5194 *

1,0574 0,0002 3,3537 0,0007 *

-0,6608 0,2577 -2,5647 0,0103*

AIC = 33,058

*) signifikan pada

Page 150: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

150

Setelah diperoleh estimasi parameter model SDM yang signifikan adalah maka didapatkan model :

∑ ∑

Sehingga dapat disimpulkan adanya pengaruh variabelkepadatan penduduk, jumlah desa menurut

jenis prasarana transportasi, lag kepadatan penduduk, lag jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi,

dan lag variabel dependen terhadap jumlah desa yang tercemar. Dengan kata lain terdapat pengaruh spasial

lag variabel dependen dan independen.

4. KESIMPULAN

Kejadian pencemaran udara di Kabupaten Bantul mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun

2014., yang menunjukkan bahwa kualitas udara di wilayah tersebut kurang baik dan perlu diketahui faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Melalui model regresi OLS, faktor yang signifikan berpengaruh adalah

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi, tetapi model ini memiliki kelemahan yaitu tidak

memperhatikan faktor spasial atau lokasi geografis dan asumsi residual tidak terpenuhi distribusi normal.

Melalui identifikasi pola spasial sehingga dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh / efek spasial

pada kasus penelitian, yaitu adanya pola mengelompok pada data jumlah desa tercemar udara di setiap

kecamatan serta terdapat keterkaitan kepadatan penduduk antar kecamatan. Dengan demikian, sebagai

alternatif OLS adalah model regresi Spatial Durbin Model (SDM). Melalui model ini didapatkan hasil bahwa

jika kepadatan penduduk tinggi, prasarana transportasi tinggi, dan jumlah jenis tempat pembuangan sampah

dalam lubang atau dibakar tinggi maka jumlah desa tercemar udara juga tinggi. Suatu kecamatan akan

memiliki jumlah desa tercemar tinggi jika bertetanggaan dengan kecamatan-kecamatan lain dengan jumlah

desa tercemar tinggi pula. Tetapi vareabel yang memberikan pengaruh signifikan pada pencemaran udara

yaitu kepadatan penduduk, jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi, lag kepadatan penduduk, lag

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian Kerjasama antar Perguruan Tinggi (PKPT)

dari Kemenristek Dikti Pendanaan tahun 2018. Terimakasih kami ucapkan kepada Kemenristek Dikti atas

dana yang diberikan, kepada IST AKPRIND Yogyakarta yang telah memberikan sarana dan prasarana

penelitian, serta Jurusan Statistika dan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai Tim

Peneliti Mitra (TPM).

DAFTAR PUSTAKA

Anselin, L. (2013). Spatial econometrics: methods and models(Vol. 4). Springer Science & Business Media.

Anselin, L&S.J. Rey, 2010. Perspectives on Spatial Data Analysis. Santa Barbara,C, USA.

Bekti RD. (2011). Spatial Durbin Model (SDM) Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Berpengaruh

Terhadap Kejadian Diare di Kabupaten Tuban.Jurnal diterbitkanSurabaya. Institut Teknologi Sepuluh

Nopember.

Page 151: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

151

Bekti, R. D., Nurhadiyanti, G., & Irwansyah, E. (2014, October). Spatial pattern of diarrhea based on

regional economic and environment by spatial autoregressive model. In AIP Conference

Proceedings (Vol. 1621, No. 1, pp. 454-461). AIP.

LeSage, J., & Pace, R. K. (2009). Introduction to spatial econometrics. Chapman and Hall/CRC

Melati, P. M., Ramadhan, F., Nasution, A. Y., Mahardia, N. F. R., Setyaningsih, P. E., & Beksti, R. D.

(2016). Model Regresi Spasial Untuk Analisis Persentase Penduduk Miskin di Propinsi Nanggroe

Aceh Darussalam. Jurnal Statistika Industri dan Komputasi, 1(1).

Saputri, W. A. K., & Suryowati, K. (2018). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

GINI RATIO DI PROVINSI PAPUA DENGAN MODEL SPASIAL DATA PANEL. Jurnal

Statistika Industri dan Komputasi, 3(2).

Suryowati, K., Bekti, R. D., & Faradila, A. (2018, April). A Comparison of Weights Matrices on

Computation of Dengue Spatial Autocorrelation. In IOP Conference Series: Materials Science and

Engineering (Vol. 335, No. 1, p. 012052). IOP Publishing.

-------------------, 2017. Kabupaten Bantul dalam Angka 2017. Jakarta : BPS

------------------,2017, Statistika Potensi Desa Kab. Bantul, BPS, Jakarta

Page 152: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

152

“ naskah fullpaper seminar nasional Statistika di Palu, 15 -16 September 2018 ,

Jurusan Statistika UNTAD dan FORSTAT)

METODE SPASIAL AUTOREGRESSIVE MODEL UNTUK ANALISIS FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI KABUPATEN BANTUL,

DIY

Kris Suryowati1, Rokhana Dwi Bekti

2, Khaifa Zulfenia

3

1,2,3Jurusan Statistika, Fakultas Sains Terapan, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

e-mail :[email protected],

[email protected],

[email protected]

ABSTRACT

The continuously increasing population will have an impact on increasing industrial activities, technological

developments and so on, thus impacting on the deterioration of the quality of health and the environment,

especially air. Bantul Regency in Special Region of Yogyakarta (DIY), which consists of 17 sub-districts, is

an area that continues to grow and has increased population activities. In 2014, 16 sub-districts had been

contaminated by air quality. To find out things that can affect air pollution in the area, this study conducted

Spatial Autoregressive Models (SAR). This method is used as an alternative OLS method that does not meet

assumptions when used in the case of spatial data. The reason for using SAR is because there is an

autocorrelation in air quality among sub-districts. By OLS regression model, a significant factor influencing

is the number of villages according to the type of transportation infrastructure. However, this model does not

pay attention to the geographical location factor and the residual assumption that normal distribution is not

met. The results of SAR model show that if the population density is high, transportation infrastructure is

high, and the number of landfills in the hole or burned high then the number of villages polluted. also high.

A sub-district will have a high number of polluted villages if it is adjacent to other sub-districts with a high

number of polluted villages. However, the variable that has a significant influence (α = 5%) on air pollution

is number of villages according to the type of transportation infrastructure.

Keywords : air pollutant, regression analysis, Spatial Autoregressive Model

INTISARI

Jumlah penduduk yang meningkat terus-menerus akan berdampak pada peningkatan aktifitas

industri, perkembangan teknologi, dan lain sebagainya sehingga berdampak pada menurunnya kualitas

kesehatan dan lingkungan hidup khususnya udara. Kabupaten Bantul di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),

yang terdiri dari 17 kecamatan, merupakan daerah yang terus berkembang dan mengalami peningkatkan

aktifitas penduduk. Pada tahun 2014, dari 17 kecamatan 16 diantaranya telah tercemar kualitas udaranya.

Untuk mengetahui hal yang dapat mempengaruhi pencemaran udara di wilayah tersebut, maka penelitian

ini melakukan analisis regresi Spatial Autoregressive Models (SAR). Metode ini digunakan sebagai

alternatif metode OLS yang tidak memenuhi asumsi ketika digunakan pada kasus data spasial. Alasan

penggunaan SAR adalah karena kualitas udara antar wilayah saling berhubungan. Melalui model regresi

OLS, faktor yang signifikan berpengaruh adalah jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi. Namun

model ini tidak memperhatikan faktor lokasi geografis dan asumsi residual distribusi normal yang tidak

terpenuhi. Melalui model SAR, didapatkan hasil bahwa jika kepadatan penduduk tinggi, prasarana

transportasi tinggi, dan jumlah jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar tinggi maka

jumlah desa tercemar udara juga tinggi. Suatu kecamatan akan memiliki jumlah desa tercemar tinggi jika

bertetanggaan dengan kecamatan-kecamatan lain dengan jumlah desa tercemar tinggi pula. Namun

Page 153: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

153

demikian, variabel yang memberikan pengaruh signifikan (α=5%) pada pencemaran udara adalah variabel

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi.

Kata kunci : pencemaran udara, analisis regresi, Spatial Autoregressive Model

5. PENDAHULUAN

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02 tahun 1988,

pencemaran udara adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain ke udara

atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas udara turun hingga

ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukannya. Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya potensi pencemaran udara, diantaranya

dapat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran

sampah, sisa pertanian dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan

debu, gas dan awan panas.

Kabupaten Bantul di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang terdiri dari 17 kecamatan,

merupakan daerah yang terus berkembang dan mengalami peningkatkan aktifitas penduduk. Pertumbuhan

penduduk terus meningkat, dimana laju pertumbuhan penduduknya pada 2000 – 2010 adalah 1,56%.

Sementara itu, dengan luas wilayah 506,85 km2 , kepadatan penduduk Kabupaten Bantul tahun 2016 adalah

1.940 jiwa per km2

(BPS, 2017). Menurut data Buku Potensi Desa, pada tahun 2011 terdapat 7 kecamatan

yang mengalami pencemaran udara kemudian pada tahun 2014 meningkat menjadi 16 kecamatan. Menurut

data pemantauan kualitas udara ambient di Kabupaten Bantul sejak tahun 2004 hingga 2015, parameter

Total Suspenden Particulate (TSP) telah melampaui baku mutu yang dipersyaratkan. Sementara itu,

konsentrasi SO2 dan CO di udara ambien juga terus mengalami peningkatan sejak tahun 2014 hingga 2016.

Peningkatan konsentrasi zat tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan kualitas udara.

Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya pencemaran udara di Kabupaten Bantul. Untuk

mengetahui faktor-faktor dominan, maka penelitian ini melakukan analisis statistik regresi spasial. Analisis

regresi spasial merupakan pengembangan dari metode regresi linier klasik Ordinary Least Square (OLS)

berdasarkan hukum Tobler yang menyatakan“ bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang

lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan mempunyai pengaruh yang lebih daripada sesuatu yang jauh”.

Ini berarti adanya pengaruh tempat atau spasial pada data yang dianalisis.

Metode OLS tidak memperhatikan posisi geografi data yang digunakannya atau tidak memperhatikan

unsur spasial dalam analisisnya. Dalam permodelan, apabila metode OLS digunakan sebagai alat analisis

pada data spasial, maka dapat menyebabkan kesimpulan yang kurang tepat karena asumsi error saling bebas

dan asumsi homogenitas tidak terpenuhi. Begitu juga pada analisis pemodelan pencemaran udara. Kualitas

udara dan pencemarannya juga sangat dipengaruhi oleh faktor posisi geografi. Setiap daerah memiliki

kondisi geografi dan pencemaran udara yang berbeda-beda. Selain itu, pencemaran kualitas udara antar

daerah juga dapat saling berhubungan. Dengan demikian, regresi spasial perlu digunakan.

Salah satu jenis model regresi spasial adalah Spatial Autoregressive Model (SAR). Menurut Anselin

dan Rey (2010), SAR adalah model yang mengkombinasikan model regresi OLS dengan lag spasial pada

variabel dependen artinya spasial lag muncul saat nilai observasi variabel dependen pada suatu lokasi

berkorelasi dengan nilai observasi variabel dependen di lokasi sekitarnya. Beberapa penelitian yang

Page 154: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

154

menggunakan metode ini diantaranya Melati dkk (2016) serta Bekti, Nurhadiyanti, Irwansyah. (2014).

Penelitian yang menggunakan metode regresi spasial lainnya diantaranya Saputri dan Suryowati (2018),

Suryowati, Bekti, dan Faradila (2018).

Penelitian ini menggunakan metode regresi spasial SAR untuk mendapatkan faktor-faktor yang

signifikan mempengaruhi pencemaran udara di Kabupaten Bantul. Dengan analisis ini diharapkan dapat

memberikan informasi pencemaran udara dari segi pola dan faktor spasial.

6. METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang didasarkan pada tahun 2014

dengan 17 Kecamatan di Kabupaten Bantul. (lihat Gambar 1). Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik

Kaupaten Bantul.

Gambar 1. Peta Wilayah Lokasi Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari variabel dependen (Y) yang berupa jumlah desa

menurut jenis pencemaran lingkungan yakni pencemaran udara. Data ini diperoleh dari Buku Statistik

Potensi Desa Kabupaten Bantul 2014. Sementara itu, variabel independen yang terdiri dari kepadatan

penduduk (X1), prasarana transportasi (X2), dan jenis tempat pembuangan sampah (X3). Kepadatan penduduk

didefinisikan sebagai Jumlah penduduk tiap wilayah (km2). prasarana transportasi didefinisikan sebagai

Jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat berupa jalan yang dilalui oleh kendaraan. Jenis

tempat pembuangan sampah didefinisikan sebagai Jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah

dalam lubang atau dibakar.

Metode analisis yang digunakan adalah regresi Spatial Autoregressive (SAR). Analisis regresi spasial

digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dengan

mempertimbangkan keterkaitan antar wilayah dalam artian memperhitungkan ketergantungan antar

pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lain. Pengamatan yang dikumpulkan bisa berasal dari suatu

titik atau area di suatu wilayah tertentu. Menurut Anselin (2013), LeSage dan Pace (2009) model umum

regresi spasial dapat ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut:

(1)

Page 155: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

155

( ) ( )

( )

dimana u = λW2 + ε ε ~ N(0, 2I)

Keterangan:

y : vektor variabel dependen, ukuran (n x 1)

X : matriks variabel independen, ukuran (n x (k+1))

β : vektor parameter koefisien regresi, berukuran (k+1) x 1

ρ : parameter koefisien lag variabel dependen

λ : parameter koefisien lag pada error

u : vektor error berukuran (n x 1)

ε : vektor error berukuran (n x 1)

W1,W2 : Matriks pembobot, berukuran (n x n)

Pada persamaan (1), jika nilai ρ ≠ 0 atau λ = 0 maka menjadi model dengan Spatial

Autoregressive Model (SAR) seperti pada persamaan (2) yang mengasumsikan bahwa proses autoregressive

hanya pada variabel dependen

y = ρW1y + Xβ + ε (2)

( ) ( )

ε ~ N(0,2I)

Model SAR dalam bentuk matrik:

𝒚 = 𝝆𝑾1y + 𝜷 + 𝜺 (3)

dengan

[

] [

] [

] [

] [

] [

]

7. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2 berikut menunjukkan karakteristik pencemaran udara pada tahun 2011 dan 2014. Dari 17

kecamatan di Kabupaten Bantul pada tahun 2011, terdapat 7 kecamatan yang memiliki desa tercemar udara.

Selanjutnya jumlah desa tercemar semakin meningkat hingga tahun 2014, dimana terdapat 16 kecamatan

yang memiliki desa tercemar udara. Secara rata-rata, terdapat 4 desa tercemar udara (mengalamai

pencemaran lingkungan yakni pencemaran udara) di setiap kecamatan.

Page 156: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

156

Tahun 2011 Tahun 2014

Gambar 2. Peta Tematik Presentase Jumlah Desa Tercemar Tahun 2011 dan 2014

Selanjutnya Gambar 3 juga menunjukkan pola spasial Kecamatan yang tercemar menurut Jumlah

Desa dengan Jenis Pencemaran Udara di Kabupaten Bantul tahun 2014. Pengelompokan kelas interal dibagi

menjadi 3 yaitu sebagai berikut:

7) Angka 0-3 menunjukkan Kecamatan yang memiliki 0-3 desa tercemar yaitu terdapat di Kecamatan

Pajangan dan Srandakan.

8) Angka 4-5 menunjukkan Kecamatan yang memiliki 4-5 desa tercemar yaitu terdapat di Kecamatan

Sedayu, Kasihan, Sewon, Piyungan, Pleret, Bantul, Pleret, Jetis, Pandak, Bamanglipuro, Pundong,

Sanden dan Kretek

9) Angka 6-8 menunjukkan Kecamatan yang memiliki 6-8 desa tercemar yaitu terdapat di Kecamatan

Banguntapan, Imogiri dan Dlingo

Menurut pola spasial, dapat diketahui bahwa Kecamatan dengan banyak desa tercemar adalah saling

mengelompok dan berdekatan, sebagai contoh adalah Kecamatan Imogiri dan Dlingo. Sementara itu,

Kecamatan yang berada di wilayah timur lebih memiliki banyak desa tercemar dibandingkan dengan wilayah

lainnya.

Gambar 3. Pola spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Pencemaran Udara

Page 157: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

157

Gambaran pola spasial variabel independen juga dapat dilihat di Gambar 4. Kecamatan yang memiliki

kepadatan penduduk tinggi terletak pada kelas interval 3.388-4.755 jiwa/km2 yaitu berada pada kecamatan

Kasihan, Sewon dan Banguntapan. Ketiga kecamatan cenderung mengelompok dan berada Kab. Bantul

bagian utara. Kecamatan dengan jumlah desa yang memiliki banyak prasarana transportasi, yaitu yang

berupa berupa jalan yang dilalui oleh kendaraan, berada pada kelas interval 7-8 desa yaitu terdapat di

Kecamatan Banguntapan dan Imogiri. Kecamatan yang memiliki banyak desa menurut jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar terletak pada kelas interval 7-8 yaitu berada di Kecamatan

Imogiri.

Kepadatan Penduduk Prasarana Transportasi

Jenis Pembuangan Sampah

Gambar 4. Pola spasial Kepdatan Penduduk, Prasarana Transportasi, dan Jenis Pembuangan Sampah.

3.1 Pemodelan Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)

Pada gambar pola spasial menunjukkan adanya indikasi pengaruh spasial antara kecamatan yang

satu dengan lainnya. Dengan demikian, perlu juga dibuktikan dengan melakukan pengujian efek spasial

guna mengetahui apakah terdapat keterkaitan antar Kecamatan di Kabupaten Bantul. Namun demikian,

sebelum dilakukan pemodelan spasial terlebih dahulu melakukan pemodelan regresi dengan metode OLS

serta menguji asumsi residual normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi

Estimasi parameter model regresi metode Ordinary Least Square (OLS) yang tidak melibatkan efek

spasial disajikan di Tabel 1.

Page 158: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

158

Tabel 1. Output Regresi Metode OLS

Variabel Std. Eror P-value

Konstanta -1,0620 0,7795 -1,362 0,1962

0,0002 0,0003 0,890 0,3898

0,8777 0,3409 2,574 0,0231 *

0,2405 0,3837 0,627 0,5415

R-Square = 0,8756

P-value =

)

Berdasarkan tabel 1 diperoleh estimasi pemodelan regresi OLS sebagai berikut:

(4)

Secara umum, model dapat diinterpretasikan bahwa jika kepadatan penduduk (X1) di Kabupaten

Bantul naik sebesar 10.000 jiwa/km2 maka jumlah desa yang tercemar di Kabupaten Bantul naik sebesar 2

desa. Jika jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat berupa jalan (X2) naik sebesar satu jenis

prasarana transportasi maka dapat jumlah desa yang tercemar di Kabupaten Bantul naik sebesar 0,8777 desa.

Jika jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar (X3) naik sebesar

satu jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar maka jumlah desa yang tercemar

Kabupaten Bantul naik sebesar 0,2405 desa.

Model regresi OLS yang terbentuk mempunyai nilai R2 sebesar 0,8756 atau 87,56% yang berarti

ketiga variabel independen penelitian dapat menjelaskan pencemaran udara di Kabupaten Bantul sebesar

87,56% sedangkan sisanya sebesar 12,44% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil pengujian

asumsi klasik pada model regresi OLS dilakukan dengan uji Shapiro Wilks, Uji Durbin Watson, nilai VIF,

dan Breusch-Pagan. Hasil pengujian menunnjukkan bahwa asumsi yang terpenuhi adalah residual

independen, identik, dan tidak terjadi multikolinearitas. Sementara itu, asumsi residual berdistribusi normal

tidak terpenuhi.

Melalui pengujian pengujian signifikansi parameter menggunakan uji t diperoleh kesimpulan bahwa

terdapat satu variabel penelitian signifikan pada taraf α=5%, yakni variabel jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi darat (X2). Sedangkan kepadatan penduduk (X1) dan jumlah desa menurut jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang/dibakar (X2) tersebut tidak signifikan berpengaruh.

3.2 Uji Efek Spasial

Uji efek spasial dilakukan dengan 2 uji yaitu uji Lagrange Multiplier (LM) dan Moran’s I. Menurut

uji LM di Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat dependensi spasial dalam lag maupun error.

Sedangkan hasil uji Moran’s I di Tabel 3 memberikan kesimpulan bahwa ada autokorelasi spasial yang

signifikan pada α=5% di variabel kepadatan penduduk atau terdapat keterkaitan pada data kepadatan

Page 159: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

159

penduduk di Kabupaten Bantul. Sementara itu, variabel dependen dan independen yang lain tidak memiliki

autokorelasi spasial. Namun demikian, berdasarkan perbandingan nilai E(I) dan Moran’s I, dapat diketahui

bahwa nilai Moran’s I pada variabel dependen (Y) dan jenis tempat pembuanangan sampah (X3) lebih besar

dari E(I). Hal ini menunjukkan ada pola mengelompok antar lokasi pada variabel tersebut.

Tabel 2. Output Lagrange Multiplier

No Uji dependensi spasial Nilai P-value

1 Lagrange Multiplier lag 0,022 0,882

2 Lagrange Multiplier error 0,004 0,948

Tabel 3. Hasil Uji Morans’I

Variabel Morans’I E(I) p-value

Y 0,0760 -0,0625 0,3626

X1 0,2350 -0,0625 0,04162 *

X2 -0,2502 -0,0625 0,7958

X3 0,0314 -0,0625 0,4948

3.3 Hasil Model Spatial Autoregressive (SAR)

Pada penelitian ini pemodelan spasial SAR digunakan sebab pada asumsi pengujian regresi metode

OLS terdapat asumsi distribusi normal residual yang tidak terpenuhi. Hasil estimasi model SAR disajikan di

Tabel 4. Model yang didapatkan adalah

321 2398,08781,00002,00094.01021,1ˆ XXXYWY jij

(5)

Tabel 4. Estimasi Parameter Model SAR

Variabel Koefisien Std.error Pr(|Z|)

Konstanta -1,1021 0,9855 -1,1183 0,2634

X1 0,0002 0,0002 1,0224 0,3066

X2 0,8781 0,2984 2,9421 0,0033*

X3 0,2398 0,3358 0,7141 0,4751

0,0094 0,1674 0,0651 0,9553

AIC = 46,55

Dari model dapat diinterpretasikan bahwa jika kepadatan penduduk tinggi, prasarana transportasi

tinggi, dan jumlah jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar tinggi maka jumlah desa

tercemar udara juga tinggi. Koefisien menunjukkan spasial lag variabel jumlah desa tercemar, memiliki

nilai estimasinya adalah 0,0094. Angka ini menunjukkan bahwa kecamatan yang bertetanggan dengan

kecamatan lain yang memiliki jumlah desa tercemar tinggi maka akan memiliki jumlah desa tercemar yang

tinggi. Pada uji signifikansi parameter dengan α=5%, variabel independen yang memberikan pengaruh

adalah variabel jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi (X2).

Page 160: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

160

8. KESIMPULAN

Kejadian pencemaran udara di Kabupaten Bantul mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun

2014. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas udara di wilayah ini kurang baik dan perlu diketahui faktor-faktor

yang mempengaruhinya. Melalui model regresi OLS, faktor yang signifikan berpengaruh adalah jumlah desa

menurut jenis prasarana transportasi. Namun demikian model ini memiliki kelemahan, karena tidak

memperhatikan faktor spasial atau lokasi geografis. Kelemahan lain adalah asumsi residual distribusi normal

yang tidak terpenuhi.

Melalui identifikasi pola spasial dapat diketahui bahwa ada efek spasial pada kasus penelitian, yaitu

adanya pola mengelompok pada data jumlah desa tercemar udara di setiap kecamatan serta terdapat

keterkaitan kepadatan penduduk antar kecamatan. Dengan demikian, sebagai alternatif OLS adalah model

regresi Spatial Autoregressive (SAR). Melalui model ini didapatkan hasil bahwa jika kepadatan penduduk

tinggi, prasarana transportasi tinggi, dan jumlah jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar

tinggi maka jumlah desa tercemar udara juga tinggi. Suatu kecamatan akan memiliki jumlah desa tercemar

tinggi jika bertetanggaan dengan kecamatan-kecamatan lain dengan jumlah desa tercemar tinggi pula.

Namun demikian, variabel yang memberikan pengaruh signifikan pada pencemaran udara adalah variabel

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian Kerjasama antar Perguruan Tinggi (PKPT)

dari Kemenristek Dikti Pendanaan tahun 2018. Terimakasih kami ucapkan kepada Kemenristek Dikti atas

dana yang diberikan, kepada IST AKPRIND Yogyakarta yang telah memberikan sarana dan prasarana

penelitian, serta Jurusan Statistika dan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai Tim

Peneliti Mitra (TPM).

DAFTAR PUSTAKA

Anselin, L. (2013). Spatial econometrics: methods and models(Vol. 4). Springer Science & Business Media.

Anselin, L&S.J. Rey, 2010. Perspectives on Spatial Data Analysis. Santa Barbara,C, USA.

Bekti, R. D., Nurhadiyanti, G., & Irwansyah, E. (2014, October). Spatial pattern of diarrhea based on

regional economic and environment by spatial autoregressive model. In AIP Conference

Proceedings (Vol. 1621, No. 1, pp. 454-461). AIP.

LeSage, J., & Pace, R. K. (2009). Introduction to spatial econometrics. Chapman and Hall/CRC

Melati, P. M., Ramadhan, F., Nasution, A. Y., Mahardia, N. F. R., Setyaningsih, P. E., & Beksti, R. D.

(2016). Model Regresi Spasial Untuk Analisis Persentase Penduduk Miskin di Propinsi Nanggroe

Aceh Darussalam. Jurnal Statistika Industri dan Komputasi, 1(1).

Saputri, W. A. K., & Suryowati, K. (2018). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

GINI RATIO DI PROVINSI PAPUA DENGAN MODEL SPASIAL DATA PANEL. Jurnal

Statistika Industri dan Komputasi, 3(2).

Suryowati, K., Bekti, R. D., & Faradila, A. (2018, April). A Comparison of Weights Matrices on

Computation of Dengue Spatial Autocorrelation. In IOP Conference Series: Materials Science and

Engineering (Vol. 335, No. 1, p. 012052). IOP Publishing.

-------------------, 2017. Kabupaten Bantul dalam Angka 2017. Jakarta : BPS

Page 161: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

161

Modelling of Air Pollutant Standard Index (ISPU) PM10

based on Spatial Analysis and Geographically Weighted

Ordinal Logistic Regression

R D Bekti1, K Suryowati

2, W Ngabu

3, E Siswoyo

4, and R Fajriyah

5*,

1,2,3 Department of Statistics, Faculty of Applied Science, Institut Sains &

Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Jl. Bima Sakti No 3, Pengok, Yogyakarta, DIY,

Indonesia 4 Department of Environmental Engineering, Islamic University of Indonesia, Jl.

Kaliurang Km. 14,5 Yogyakarta 55584 5 Department of Statistics, Islamic University of Indonesia, Jl. Kaliurang Km. 14,5

Yogyakarta 55584

E-mail: [email protected], [email protected]

2,

[email protected], [email protected]

4, [email protected]

5

*Corresponding Author

Abstract. The ordinal logistic regression is an extended of regression model to handle outcome variables that has a

dependent variable in the levels form or in ordinal scale. If there is a location or spatial influence on a case study,

it approached by spatial analysis. Geographically Weighted Ordinal Regression (GWOLR) is a spatial methods as

alternative to ordinal logistic regression influenced the geographical location. This method was important to

analyse the factors affecting Air Pollutant Standard Index (ISPU). GWOLR used to obtain factors affecting the

ISPU PM10 in 25 locations in Special Region of Yogyakarta (DIY), Indonesia. The datas are from Environmental

Agency DIY in year 2017. The dependent variable is ISPU PM10 which category are medium, unhealthy, very

unhealthy, and dangerous. The independent variables are Ozone and Hydrocarbon. It was performed with fixed

bi-square weight and bandwidth 0.28951. The factors that influence ISPU PM10 in each location are different.

Ozone and hydrocarbon respectively has a significant effect at 21 and 2 locations. The diversity of these

parameters show that the characteristics of the ISPU and its influencing factors are different at each location.

Based on the comparison method, GWOLR is best because it has spatial influence.

1. Introduction

Population growth will increase various industrial activities, technological

developments, and so on. Various activities are carried out to improve the quality of life

and welfare. However, activities that do not comply with regulations will have an impact

on the quality of health and the environment, especially air and water. The Book of

Environmental Statistics in the Special Region of Yogyakarta (DIY) Province 2015/2016

states that the environmental problems faced in DIY include a decrease in the proportion

of agricultural land area, quality and extent of forest that is out of sync, air quality content,

water pollution, and river siltation. In addition data from Bureau of Statistics Indonesia,

during the period of 2011-2014, there was an increase in environmental pollution in DIY,

which is up to 250 percent. The most frequent pollution in 2014 was air pollution, which

“Naskah Fullpaper untuk Seminar Internasional INSPINSA di UNDIP Semarang

pad tanggal 26 Oktober 2018”

Page 162: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

162

occurred in 415 villages. This number is higher than in 2011 which only occurred in 127

villages.

Increased air pollution in DIY can occur due to increased transportation and

industrial activities. The air will be polluted from exhaust emissions from transportation

fuels and the industry. Meanwhile, the effects of air pollution on humans can cause and

trigger respiratory diseases, eye and throat irritation. While carbon dioxide gas produced

from burning gasoline is identified as the main cause of global warming.

Based on these problems, this study identifies air quality in DIY. The identification

are about patterns of air pollution distribution and analysis of the factors that cause the

increase in pollution. The method of analysis of influential factors is carried out

deterministically and probabilistically. The probabilistic method used is spatial analysis,

namely Geographically Weighted Ordinal Logistic Regression (GWOLR) modeling.

GWOLR is a combination form of the Geographically Weighted Regression

(GWR) and logistic ordinal regression. The GWOLR model is used to model the

relationship between the ordinal scale dependent variables and independent variables

which each regression coefficient depends on the location where the data is observed ([1],

[2]). It’s also development from geographically weighted logistic regression (GWLR) for

two categorical dependent variable ([3]). It can be said that GWOLR is a local form of

logistic regression model where the influence of location is considered. Location is entered

into the model through the weighting function. Weighting is given to each observation.

Research [1] use GWOLR for modelling the incidence rate (IR) of dengue fever of

village in Semarang City, East Java Indonesia. The model parameters obtained by

modified ordinal logistic regression model with add coordinate locations of village. One

village have one model, because it’s the local model. Research [4] use the same method in

geo-referenced life satisfaction survey data in Beijing, China to explore the socio-spatial

variations of life satisfaction and how association of air pollution and life satisfaction. This

research also state that with the method with ordinal response variables are increasingly

explored in a wide range of social science disciplines. Then, the GWOLR off ers a flexible

exploratory tool to explore the spatial aspects of data. About the assumption models, it

able to address the issue of spatial heterogeneity.

This research use GWOLR to estimate model of Air Pollutant Standard Index

(ISPU) PM10 in DIY. Furthermore, this reseacrh also show the characteristics, spatial

pattern of air quality, and factors that influencing the ISPU PM 10

2. Geographically Weighted Ordinary Logistic Regression (GWOLR)

Research [2] state that the GWOLR model is a combination of Geographically

Weighted Regression (GWR) models and ordinal logistic regression models. The GWOLR

model is used to model the relationship between ordinal scale response variables and

predictor variables, which each regression coefficient depend on the location where the

Page 163: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

163

data is observed. In other words, GWOLR is a local form of logistic regression model

where the influence of location is noticed. The geographical location is used in the model

through the weighting function in each observation. Research [5] was use Geographically-

Temporally Weighted Regression to modeling PM10 in Surabaya. GWR model as used by

[6]

Suppose the dependent variable consists of G categories, the ordinal logistic

regression is

βx

x

xx

T

ig

ii

ii

iigYP

gYPgYP

|1

|ln|logit

(1)

Then, the GWOLR model for the i location can be written as follows:

ii

T

iiig

ii

ii

ii

vuvu

gYP

gYPgYP

,,

|1

|ln|logit

βx

x

xx

(2)

where g is the categories (1,2,....., G-1 ). {αg (ui, vi)} is an intercept in locations i with

coordinate longitude and latitude (ui, vi). It needs the conditions α1 (ui, vi) ≤ α2 (ui, vi) ≤ ... ≤

αG-1 (ui, vi). Vector β(ui, vi) = [ β1(ui, vi) β2(ui, vi) ... βp(ui, vi) ]T is a vector regression

coefficient for location i . Matrix x is the independent variable.

[2] state that cumulative probability for the g-category, g = 1,2,...G-1, can be

expressed as

ii

T

iiig

ii

T

iiig

iivuvu

vuvugYP

,,exp1

,,exp|

βx

βxx

(3)

Suppose π*g (xi) = P(Yi ≤ g|xi) express probability the dependent variable at location i

which has categories g in xi, then

ii

T

iiiG

ii

T

iiiG

ii

T

iiig

ii

T

iiig

igvuvu

vuvu

vuvu

vuvu

,,exp1

,,exp

,,exp1

,,exp)(

1

1*

βx

βx

βx

βxx

(4)

The parameter of GWOLR θ(ui, vi) = [ α1 (ui, vi) α2 (ui, vi) ... αG-1 (ui, vi) β1(ui, vi)

β2(ui, vi) ... βp(ui, vi) ]T can be estimate by weighted Maximum Likelihood Estimation

(MLE). Suppose there are n random sample Y1, Y2, ... Yn with the probability g-category is

π*g(xi), then Yi = (yi1, yi2, ... yi,G-1) and multinomial (1; π*1(xi), π*2(xi), ..., π*G-1(xi))

configure likelihood function as follows:

Page 164: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

164

ig

ig

yn

i

G

g ii

T

iiiG

ii

T

iiiG

ii

T

iiig

ii

T

iiig

n

i

G

g

y

ig

vuvu

vuvu

vuvu

vuvu

1 1 1

1

1 1

*

,,exp1

,,exp

,,exp1

,,exp

)(

βx

βx

βx

βx

x

(5)

Suppose the weight for each location (ui, vi) is wj(ui, vi), j,i = 1, 2, ..., n, then the weighted

ln-likelihood function is

),(,,exp1

,,exp

,,exp1

,,expln*

1 1 1

1

iij

n

j

G

g ii

T

iiiG

ii

T

iiiG

ii

T

iiig

ii

T

iiig

jg vuwvuvu

vuvu

vuvu

vuvuyL

βx

βx

βx

βx

(6)

weighted ln-likelihood function for dependent variable that have four categories (G=4)

),(,,exp11

,3,,,exp2,2,,exp2

,,exp,,exp,,expln

,,exp1ln

,,exp,,expln

,,exp1ln,,*

112

32121

3213

132

122

1

132111

iijii

T

jiijj

ii

T

jiiiiiiii

T

jiiii

ii

T

jiiii

T

jiiii

T

jiij

ii

T

jiijj

ii

T

jiiii

T

jiij

n

j

ii

T

jiijjjii

T

jiij

vuwvuvuyy

vuvuvuvuvuvuvu

vuvuvuvuvuvuy

vuvuyy

vuvuvuvuy

vuvuyyyvuvuyL

βx

βxβx

βxβxβx

βx

βxβx

βxβx

(7)

Parameter estimation at the i location are obtained by performing the first partial

derivative of the parameters to be estimated and then equated with zero. The first partial

derivative obtained is a nonlinear function of the parameters to be estimated so that a

numerical method is needed to obtain the parameter estimation. The numerical method that

can be used is the Newton-Raphson iteration method.

[1] were perform parameter estimation of GWOLR based on Newton Rapson and

build R Programming. The method includes iteration process which is a repetition process.

The advantage is that it has quadratic convergence rate thus it is faster to convergence

toward the approached solution than those which have linear convergence rate.

3. Methodology

This research uses secondary data in the Special Province of Yogyakarta, which

consists of 5 regrencies or city districts, namely Gunung Kidul, Kulonprogo, Bantul,

Page 165: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

165

Sleman , and Yogyakarta City. This study covers 25 locations or sample point in the DIY

area (see Figure 1 and Table 1). Secondary data sourced from Environmental Agencies

(BLH) DIY. Air quality data and factors that can influencing it were in 2017

Figure 1. Location of study

Table 1. Names of location

No Code Location No Code Location

1 I In front of Ruko Janti 14 U In front of Mirota Godean

2 J In front of STTL campus 15 G In front of TVRI

3 H In front of UPN seturan 16 R In front of Shapir Hotel

4 A Simpang Empat Ngelang 17 F Crossroad of Denggung

5 B Simpang tiga Toyan 18 E In front of GKBI Medari

6 D Pertigaan teteg/simpang tiga 19 P In front of past Merapi golf Office

7 C Wates Terminal 20 Q Crossroad of Mirota

8 X In front of toko Besi Dongkelan 21 Z In front of Patuk Subdistrict Office

9 Y Crossroad of Gose 22 AA Crossroad of Gading

10 V Crossroad of Wojo 23 AB Simpang Empat siyono

11 W Crossroad of Druwo 24 AC Wonosari Terminal

12 S In front of Tentrem Hotel 25 AD Crossroad of RSUD Wonosari

13 T In front of Jetis Subdistrict office

The dependent variable is Air Pollutant Standard Index (ISPU) PM10 which has 5

categories which is in accordance with BAPEDAL provisions . There were good (0 – 50),

medium (51 – 100), unhealthy (101 – 199), very unhealthy (200 – 299), and dangerous

Page 166: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

166

(more than 300). The independen variable are ozone (O3) and Hydrocarbons (HC). There

were no data included in category good in the data ISPU PM10 in 2017, so this research

use four categories in dependent variable. There were medium (code 2) , unhealthy (code

3), very unhealthy (code 4), and dangerous (code 5) catogories.

The Air Pollution Standard Index (ISPU) is a number, does not have a unit, that

describes the ambient air quality conditions at a location and time based on the impact on

human health, aesthetic values and other living things. It used to indicate the level of

pollutant in the air. In Indonesia ISPU is regulated based on the Badan Pengendalian

Dampak Lingkungan (Bapedal) Number KEP-107/Kabapedal/11/1997. The index is

calculated from the concentrations of the following pollutants: Ozone (O3), Nitrogen

Dioxide (NO2), Sulphur Dioxide (SO2), carbon monoxide (CO), and dust particles (PM10).

They are all major air pollutants that come from human activities.

This research use ISPU PM10 which the measurement is in 24 hours. ISPU PM10

is the air pollution index calculated from particulate (PM10). There are the meaning for

each categories

- good : the level of air quality that has no effect on human or animal health and does

not affect plants, buildings or aesthetic values

- medium : there is a decrease in visibility

- unhealthy : visibility decreases and dust contamination occurs everywhere

- very unhealthy: increased sensitivity in patients with asthma and bronchitis

- dangerous : dangerous which can generally harm serious health in the population

Meanwhile, particulates are solid or liquid in the air and in the form of smoke, dust

and steam with very small diameters (from <1 micron to 500 microns), which can stay in

the atmosphere for a long time. Besides disturbing aesthetics, small particles in the air can

be sucked into the respiratory system and cause respiratory problems and lung damage.

The particulate materials are complex and a mixture of carbon based particles, dust, and

acid aerosols.

Ozone (O3) consists of three oxygen molecules which very dangerous to human

health. It is compounds in the air other than oxygen which have oxidizing properties. The

compounds formed are secondary pollutants produced due to interactions between primary

pollutants and sunlight ([7]). HC is an air pollutant which can be in the form of gas, liquid

or solid. It consist of hydrogen and carbon.It can come from industrial processes that are

Page 167: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

167

emitted into the air. HC is one of motor vehicle exhaust gas which pollutes the atmosphere

([8]).

Research [9] have been correlation analysis between Polycyclic aromatic

hydrocarbons (PAHs), as toxic pollutants from hydrocarbon groups, and PM10 and other

air quality in Xiamen, China. The results shows that there is significant correlation

between PAHs and PM10. Then [10] also investigating correlations and variations of air

pollutant concentrations under conditions of rapid industrialization – Kocaeli using

regression and correlation analysis.

The steps of analysis are build spatoal pattern of ISPU PM 10 and independent

variable, estimate ordinal regression, spatial dependency test, and estimate the GWOLR

model. The estimate GWOLR model refer to [11] and Zuhdi and [12] which use Nowton

Rapson iteration and R software. The general steps for GWOLR are determine location

coordinate, bandwidth, weigthing matrix, parameter estimation, and parameter

significance test.

4. Results

4.1 Spatial Pattern

Characteristics of variables in this research is shown in Table 2. Mean of PM 10 was

198.37 ug/Nm3. There were 13 locations that have value PM 10 which higher than quality

standard 150 ug/Nm3. Ozone and hydrocarbons have mean respectivelly 3.92 ug/Nm

3 and

20.07 ug/Nm3. The value were still under the quality standard.

Table 2. Characteristics of Ozone, Hydrocarbons, and ISPU PM10

Variables Minimum Maximum Mean Standard deviation

PM10 55.27 714.61 198.37 146.26

ISPU PM10 52.63 614.61 138.79 116.86

Ozone (X1) 14.74 32.42 18.77 3.92

Hydrocarbons (X2) 8.97 113.94 19.76 20.07

From 25 locations points in Figure 2, there is 1 location that has dangerous category

ISPU PM10, 4 locations very unhealthy, 8 locations unhealthy, and 12 locations in

medium category. There are 13 locations that have ISPU PM10 in category unhealthy,

very unhealthy, and dangerous. It shows that air quality in DIY is apprehensive and need

attention. The location D, simpang tiga Kulonprogo, has dangerous category of ISPU

PM10.

Page 168: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

168

Figure 2 also presents information that it has a clustered pattern. Several location

points are close together and tend to have the same level of ISPU. As an example, the

location point V, W, U, and Q which close together in City of Yogyakarta and all off them

are have ISPU unhealty. The higher ISPU was located in the central part of DIY or tend

towards the city of Yogyakarta which have higher population density, industry, and

tourism. This cause the high population activity, especially in transportation.

Figure 2. Spatial Pattern of ISPU PM10

Spatial pattern of ozone and hydrocarbons are shown in Figure 3. The higher value

of Ozone was located at DIY in central part to the nort and the highest at D locations

“Simpang Tiga Kulonprogo”. The highest value of Hydrocarbon was located at central of

DIY. The location is Q or crossroad of Mirota.

Spatial pattern in figure 2 and 3 show that there are spatial effect. There are cluster

pattern and dependencies among locations. Moran’s test in Table 3 also give the results of

autocorrelation test which perform dependencies among locations. Hydrocarbon has P

value 0.08 that less than α=10%. It shows that there is spatial autocorrelation hydrocarbon

among locations. It defined as a measure of the similarity hydrocarbon in a space

(distance, time and region). If there is a systematic pattern in the distribution of a variable,

then there is spatial autocorrelation. Spatial autocorrelation indicates that the attribute

value in a particular area is related to the value of the attribute in another area that is

neighboring.

Page 169: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

169

Figure 3. Spatial Pattern of Ozone and Hydrocarbon

Table 3. Moran’s Test

Variable Moran’s I P-value

ISPU PM10 0.009 0.993

Ozone -1.070 0.285

Hydrocarbon -1.725 0.084

4.2 Ordinal Logistic Regression and GWOLR Model

The purpose of this research are estimate model of Air Pollutant Standard Index

(ISPU) PM10 in DIY and factors that influencing it. These analysis performs by ordinal

logistic regression and Geographically Weighted Ordinary Logistic Regression (GWOLR).

Ordinal logistic regression uses to obtain model which do not use spatial factors and which

will be compared with GWOLR. GWOLR will obtain model with spatial factors. Each

location has different model parameter estimates and factors that influence ISPU PM10.

Table 4 shows the estimation parameter from ordinal regression. The logit model are

Logit nHydrocarbo 0.034 + Ozone 0.228 + 4.727)|2(ˆ xYP

Logit nHydrocarbo 0.034 + Ozone 0.228 + 406.6)|3(ˆ xYP

Logit nHydrocarbo 0.034 + Ozone 0.228 + 759.8)|4(ˆ xYP (8)

Based on the significance test simultaneously, use test statistics G2 distributed chi

square, produce G2 = 5.338 which higher than X

2(0,1;2) = 4.605. Thus it can be concluded

that Ho is rejected or there is at least one variable that has significant influencing ISPU

PM10, between ozone or hydrocarbon. Then, a partial significance test is carried out by

Page 170: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

170

Wald test. Ozone significantly affects ISPU PM10 at 5% or 10% significance level,

because Wald value 4.250 is higher than X2(0,1;1) = 2.705.

Table 4. Estimation Parameter of Ordinal Regression

Estimate Std. Error Wald P value Odds Ratio

[ISPU = 2 = medium] 4.727 2.236 4.469 0.035

[ISPU = 3 = unhealthy] 6.406 2.414 7.045 0.008

[ISPU = 4 = very unhealthy] 8.759 2.907 9.078 0.003

Ozone 0.228 0.111 4.250 0.039 1.260

Hydrocarbon 0.034 0.021 2.553 0.110 1.034

The next step is to estimate the GWOLR parameters. It uses the kernel fixed

bisquare weight. The optimum bandwidth value is obtained by Geographically Weighted

Regression (GWR) concept. From the calculation on software R, the optimum bandwidth

is 0.28951. The estimation of the GWOLR model is carried out in each location with the

following steps, for example the I location:

13. Input data

14. Calculate the weight matrix of each location with the size 25 x 25. The kernel fixed

bisquare weight matrix as in Equation (10) and the element matrix as in Equation

(9) ([13])

28951.0untuk,0

28951.0untuk,)28951.0/(1),(

22

ij

ijij

iij

d

ddvuW (9)

032.0...000

...............

0...988.000

0...0940.00

0...001

),( 11 vuW (10)

15. Give the initial value θ, that is (0.01, 0.025, 0.05, 0.001, 0.0005)

16. Determine functions θ for each category of dependent variable

17. Calculate ln (L) from function θ

18. Calculate the hessian matrix and the gradient value from function ln (L) at each

location

19. Input the e value as the error margin

20. Calculate V(m+1)= Vm – h-1

mGm

Page 171: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

171

21. Calculate ||Vm+1 – Vm||

If ||Vm+1 – Vm|| ≥ e then the iteration process goes to step 11, otherwise the

iteration process goes to steps 12.

22. Get and displaying Vm+1

23. Change Vm = Vm+1 and m = m + 1, then back to step 7

24. Get and displaying the results of iteration Vm+1

The result of parameter estimation for all locations are shown in Table 5. Model for I

location which calculated from previous steps are

)002.0077.0742.0exp(1

)002.0077.0742.0exp()(

21

21

1XX

XXxP I

)002.0077.0742.0exp(1

)02.0077.042,.0exp(

)002.0077.0697.0exp(1

)002.0077.0697.0exp()(

21

21

21

21

2XX

XX

XX

XXxP I

)002.0077.0742.0exp(1

)002.0077.0742.0exp(

)002.0077.0697.0exp(1

)002.0077.0697.0exp(

)002.0077.0349.2exp(1

)002.0077.0349.2exp()(

21

21

21

21

21

21

3

XX

XX

XX

XX

XX

XXxP I

)002.0077.0349.2exp(1

)002.0077.0349.2exp(1)(

21

21

4XX

XXxP I

Table 5. Parameter Estimation of GWOLR model

Location )(ˆ

,1 ii vu )(ˆ,2 ii vu )(ˆ

,3 ii vu )(ˆ,1 ii vu )(ˆ

,2 ii vu

I -0.742 -0.697 2.349 0.077 0.002

J 0.518 0.563 3.354 0.015 0.002

H -0.983 -0.938 2.206 0.088 0.002

A 8.531 8.576 10.120 -0.385 -0.002

B 9.011 9.056 9.876 -0.327 0.027

D 9.967 10.011 9.589 -0.401 0.013

C 9.888 9.933 9.039 -0.388 0.018

X 3.642 3.687 6.295 -0.156 -0.002

Y 6.228 6.273 8.828 -0.291 -0.006

V 2.550 2.595 5.268 -0.096 0.000

W 3.062 3.107 5.750 -0.124 -0.001

S 1.935 1.979 4.752 -0.068 0.000

T 2.233 2.278 5.016 -0.084 0.000

U 3.703 3.747 6.297 -0.161 -0.001

Page 172: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

172

G 1.846 1.891 4.675 -0.064 0.000

R 0.481 0.526 3.455 0.011 0.001

F 0.682 0.727 3.665 -0.003 0.001

E 0.734 0.779 3.543 0.001 0.003

P 0.173 0.218 3.240 0.024 0.001

Q 1.362 1.407 4.250 -0.038 0.001

Z 0.387 0.432 2.961 0.033 0.004

AA 9.237 9.281 9.127 -0.373 0.002

AB 10.831 10.875 10.632 -0.460 0.023

AC 11.040 11.085 11.875 -0.478 0.039

AD 10.596 10.641 10.146 -0.459 0.048

Testing the significance of the GWOLR model parameters simultaneously is carried

out with the following hypothesis (Rifada, 2011):

H0 : β1(ui, vi) = β2(ui, vi) = 0

H1 : At least one βk(ui, vi) ≠ 0

With test statistics G2 is 15,396, it’s conclude to reject null hypothesis.

396.15

ˆln

),(

),(

ln225

1

4

1

*25

1

4

1

1

12

i g

igig

i gn

j

iij

n

j

iijjg

ig y

vuw

vuwy

yG x

Table 6 shows the Z value of GWOLR estimation parameter for each locations. It is

use to find out whether ozone and hydrocarbons significantly affect IPSU PM10. The

hypothesis are (Purhadi, Rifada, and Wulandari; 2012)

H0 : βk(ui, vi) = 0

H1 : βk(ui, vi) ≠ 0, k = 1, 2

The conclusion is reject null hypothesis if |Zvalue | > Zα/2 with

),(ˆ/),(ˆiikiikvalue vuSEvuZ and Z10%/2 = 1.645. Through comparison of Zvalue and

Zα/2, Ozone significant at 21 locations and hydrocarbons significant at 2 locations.

Page 173: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

173

Table 6. Zvalue of Estimation Parameter

Location Z(1 ) Z(

2 ) Location Z(1 ) Z(

2 )

I 5.881* 0.258 U -12.734* -0.129

J 1.119 0.212 G -5.010* 0.039

H 6.663* 0.230 R 0.821 0.146

A -26.735* -0.171 F -0.239 0.164

B -20.180* 1.588 E 0.049 0.354

D -24.482* 0.869 P 1.870* 0.147

C -23.401* 1.094 Q -2.938* 0.066

X -12.064* -0.205 Z 2.134* 0.403

Y -19.988* -0.621 AA -21.503* 0.133

V -7.328* -0.058 AB -29.561* 1.094

W -9.492* -0.129 AC -35.006* 1.984*

S -5.319* 0.014 AD -32.783* 2.356*

T -6.583* -0.012

Note : Significant at significance level 10%

Figure 4 also shows the mapping ozone and hydrocarbond which influenced in every

locations. Ozone has significantly affect ISPU PM10 at almost all locations, except 4

locations J, R, F, and E. That four location located at Yogyakarta City and Sleman

Regency, at nortern part of DIY, that have smaller ozone that other locations. Meanwhile,

locations AA, AB, AD, and AC at eastern part of DIY also location A, B, C, and D at

western part of DIY have higher Zvalue ozone than other locations. It was indicated that

ozone has more influential in that location.

Model interpretation can be seen from the odds ratio, exp(βk(ui, vi)), from each

variable and location. As example location A has odd ratio ozone e-0.385

= 0.680. It shows

that these locations have a smaller probability of getting ISPU PM 10 dangerous than other

locations that have lower ozone. The opposite, location I has odd ratio ozone e0.077

= 1.081.

It shows that these locations have a higher probability of getting ISPU PM 10 dangerous

than other locations that have lower ozone

Hydrocarbons significantly affect ISPU PM 10 at AC and AD located at eastern part

of DIY. The odd ratio of hydrocarbons at AC and AD are e0.039

= 1.040 and e0.048

= 1.049

shows that these locations have a higher probability of getting ISPU PM 10 dangerous

than other locations that have lower hydrcarbon.

Based on the results of parameter estimation and significantly test, every locations

has different characteristics in terms of the influence of ozone and hydrocarbon. Ozone has

Page 174: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

174

a significant effect on a location, but not on other locations. Ozone has a bad impact to the

ISPU PM10 on a location, but not in other locations. Similarly for hydrocarbons. By the

GWOLR method, as as spatial analysis, researchers can analyze the characteristics of

ISPU and the factors that influence it in each location. Analysis can be done more sharply

according to location characteristics. It can also analyze how a geographical location and

the relationship between locations affect ISPU. Spatial analysis has important rules.

Figure 4. Significant variable maps at each location

5. Conclussion

Air quality in DIY is apprehensive and need attention because air pollution has

increased every year. In 2011 and 2014, there were 127 and 415 villages that have air

pollution. This is also obtain from ISPU PM10 analysis in this research. From 25

locations, there is 1 location that has dangerous category ISPU PM10, 4 locations very

unhealthy, 8 locations unhealthy, and 12 locations in medium category.

Page 175: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

175

Ozone (O3), Nitrogen Dioxide (NO2), Sulphur Dioxide (SO2), carbon monoxide

(CO), and dust particles (PM10) are major air pollutants that come from human activities.

This research choose ISPU PM10 as dependent variable and Ozone and Hydrocarbon

(HC) as independent variables. Based on ordinal logistic regression, ozone Ozone

significantly affects ISPU PM10. Because there is a spatial effect on variables, GWOLR

modeling is done.

Spatial method has important rules on air quality analysis. By the GWOLR method,

as as spatial analysis, researchers can analyze how a geographical location and the

relationship between locations affect ISPU PM10. In this research, every locations has

different characteristics in terms of the influence of ozone and hydrocarbon. Ozone has a

significant effect at 21 locations and hydrocarbon has a significant effect at 2 locations.

6. References

[1] P. W. Shaifudin Zuhdi, Dewi Retno Sari Saputro, “Parameters Estimation of

Geographically Weighted Ordinal Logistic Regression (GWOLR) Model,” in IOP

Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series, 2017, p. 012064.

[2] P. Rifada, Marisa, “Pemodelan Tingkat Kerawanan Demam Berdarah Dengue di

Kabupaten Lamongan dengan Pendekatan Geographically Weighted Ordinal

Logistic Regression,” in PROSIDING SEMINAR NASIONAL STATISTIKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO 2011, 2011, pp. 978–979.

[3] P. M. Atkinson, S. E. German, D. A. Sear, and M. J. Clark, “Exploring the

Relations Between Riverbank Erosion and Geomorphological Controls Using

Geographically Weighted Logistic Regression,” Geogr. Anal., vol. 35, no. 1, pp.

58–82, 2003.

[4] G. Dong, T. Nakaya, and C. Brunsdon, “Geographically weighted regression

models for ordinal categorical response variables: An application to geo-referenced

life satisfaction data,” Comput. Environ. Urban Syst., vol. 70, no. January, pp. 35–

42, 2018.

[5] K. Aisyiah and I. N. Latra, “Pemodelan Konsentrasi Partikel Debu ( PM 10 ) pada

Pencemaran Udara di Kota Surabaya dengan Metode Geographically-Temporally

Weighted Regression,” J. Sains Dan Seni Pomits, vol. 2, no. 1, pp. 1–6, 2014.

[6] R. D. Bekti, Andiyono, and E. Irwansyah, “Mapping of Illiteracy and Information

and Communication Technology Indicators Using Geographically Weighted

Regression,” J. Math. Stat., vol. 10, no. 2, pp. 130–138, 2014.

Page 176: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

176

[7] M. A. HRP, “HUBUNGAN ANTARA KUALITAS UDARA AMBIEN (O3, SO2,

NO2 DAN PM10) DENGAN KEJADIAN ISPA (INFEKSI SALURAN

PERNAPASAN AKUT) DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2014-2017,” 2018.

[8] Sinolungan J, “Dampak Polusi Partikel Debu Dan Gas Kendaraan Bermotor Pada

Volume Dan Kapasitas Paru.,” Biomedik, vol. 1, no. 2, pp. 65–80, 1992.

[9] X. H. Wang, C. X. Ye, H. L. Yin, M. Z. Zhuang, S. P. Wu, J. L. Mu, and H. S.

Hong, “Contamination of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons Bound to

PM10/PM2.5 in Xiamen, China,” Aerosol Air Qual. Res., vol. 7, no. 2, pp. 260–276,

2007.

[10] Ş. Ç. Doǧruparmak and B. Özbay, “Investigating Correlations and Variations of Air

Pollutant Concentrations under Conditions of Rapid Industrialization - Kocaeli

(1987-2009),” Clean - Soil, Air, Water, vol. 39, no. 7. pp. 597–604, 2011.

[11] S. Zuhdi and D. R. S. Saputro, “R programming for parameters estimation of

geographically weighted ordinal logistic regression (GWOLR) model based on

Newton Raphson,” AIP Conf. Proc., vol. 1827, 2017.

[12] S. Zuhdi, D. Retno, and S. Saputro, “MASALAH NILAI AWAL ITERASI

NEWTON RAPHSON UNTUK ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI

LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS ( RLOTG ),” no. November,

pp. 927–934, 2016.

[13] S. Fotheringham, C. Brunsdon, and M. Charlton, Geographically weighted

regression: The analysis of spatially varying relationships. New York: John Wiley

& Sons, 2003.

Acknowledgments

This research is part of the Hibah Penelitian Kerjasama antar Perguruan Tinggi (PKPT) from

Kemenristek Dikti Funding in 2018. We thank you to Kemenristek Dikti for the funds provided, to

IST AKPRIND Yogyakarta which has provided research facilities and infrastructure, and the

Department of Statistics and Environmental Engineering Indonesian Islamic University (UII) as a

Partner Research Team (TPM).

Page 177: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

177

Lampiran 4: Usulan Penelitian Lanjutan Tahun Ke 2

Judul : ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AIR TANAH

DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE

SPASIAL

RINGKASAN

Kualitas udara akan berdampak pada kualitas air, dalam hal ini yang akan dikaji yaitu

kualitas air tanah. Analisis kualitas air menjadi penting di Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY) mengingat perkembangan kegiatan penduduk, transportasi, pariwisata, dan industri

di wilayah ini semakin meningkat. Sementara itu, tercemarnya air menyebabkan gangguan

kesehatan pada masyarakat. Oleh karena itu penelitian ini melakukan analisis factor yang

mempengaruhi kualitas air di DIY dengan metode spasial SAR, SEM dan SDM.

Karakteristik kualitas air dibeberapa lokasi saling berhubungan secara spasial. Tujuan

adalah nendapatkan gambaran kualitas air disetiap daerah di DIY, Memperoleh faktor-

faktor apa yang mempengaruhi kualitas air, mendapatkan prediksi kualitas air melalui

analisis pemodelan spasial, mengetahui pengaruh pencemaran udara yang berasal dari

kualitas air hujan terhadap kualitas air sumur, serta mendapatkan gambaran tindakan yang

dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat melalui peningkatan kuaitas

air. Target luaran publikasi di jurnal internasional terindeks dan memperoleh hak cipta.

Tingkat kesiapan teknologi TKT 5 : Komponen Teknologi telah divalidasi dalam

lingkungan yang relevan. Penelitian ini dilakukan antara TPP dari Jurusan Statistika, IST

AKPRIND Yogyakarta dengan TPM dari Jurusan Statistika dan Teknik Lingkungan

Universitas Islam Indonesia (UII). TPP telah memiliki ahli bidang analisis statistic, tetapi

fasilitas alat pengambilan dan pengujian sampel air kurang memadai serta software

analisis statistik juga belum memadai. Oleh karena itu TPM berperan untuk menyediakan

hal tersebut. Adapun pertimbangan kesedian menjadi mitra adalah kondisi dan kapasitas

ruang workshop atau laboratorium Jurusan Statistika dan Teknik Lingungan UII yang

memadai.

Kata Kunci : Komponen kualitas air, metode spasial, SAR, SEM, SDM.

LATAR BELAKANG

Berbagai aktifitas penduduk dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan

kesejahteraan, apabila tidak sesuai peraturan akan berdampak pada kualitas lingkungan

hidup khususnya udara dan air. Buku SLH di Propinsi DIY 2015/2016 menyebutkan

permasalahan lingkungan hidup yaitu menurunnya proporsi luas lahan pertanian, tidak

sinkronnya mutu dan luas hutan, kandungan kualitas udara, pencemaran air, dan

pendangkalan sungai. Selain itu, selama kurun waktu 2011-2014, terjadi peningkatan

pencemaran lingkungan hidup di DIY, yaitu hingga diatas 250 persen.

Pada umumnya pencemar udara nerdampak pada kualitas air melalui emisi gas

dari udara dapat terbawa oleh air hujan dan meresap melalui tanah ke badan air. Gas-gas

buang yang mengandung oksida nitrogen dan oksida sulfur (NOx dan SOx) dapat bereaksi

dengan molekul-molekul air di udara membentuk asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat

Page 178: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

178

(HNO3) kemudian turun ke bumi sebagai hujan asam. Melalui sistem rembesan dalam

tanah (ground wafer cycle), hujan asam ini berpengaruh terhadap kualitas air sumur.

Parameter pH (derajat keasaman), daya hantar listrik (DHL), dan Total Dissolved

Solids/total padatan terlarut (TDS) diukur langsung di lapangan, sedangkan pengukuran

konsentrasi N03 (nitrat), S042 (sulfat), logam Fe (besi), dan kesadahan (CaCO3)

dilakukan di laboratorium. (Iryani, 2002)

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini melakukan identifikasi

kualitas air khususnya kualitas air sumur di DIY, berupa pola penyebaran polusi air di

setiap wilayah kabupaten dan kota, serta analisis factor-faktor yang mengakibatkan

meningkatnya polusi tersebut. Metode analisis factor yang berpengaruh dilakukan secara

deterministik dan probabilistik. Metode probabilistic yang digunakan adalah analisis

spasial, yaitu pemodelan Spatial Autoregressive (SAR), Spatial Error Model (SEM) dan

Spasial Durbin Model (SDM). Apabila salah satu lokasi mengalami pencemaran air maka

lokasi lain yang berdekatan akan ikut tercemar pula, hal ini sesuai dengan hukum pertama

tentang geografi dikemukakan oleh Tobler.(Anselin, 1988).

Penelitian tentang kualitas lingkungan telah dilakukan oleh Bekti, Tanty, Herlina,

dan Solehudin (2015), yaitu tentang analisis kualitas air tanah di Jabodetabek

menggunakan metode spasial, penelitian tersebut belum melakukan analisis factor-faktor

penyebab pencemaran. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis spasial hingga detail

faktor penyebab pencemar di setiap wilayah. Pencemaran spesifik pada pencemaran air di

DIY.

Hasil penelitian diharapkan dapat mengidentifikasi pola pencemaran di setiap

wilayah dan factor-faktor penyebabnya. Metode yang digunakan adalah metode spasial

SAR, SEM dan SDM. Hasil ini selanjutnya dirumuskan untuk mendapatkan langkah-

langkah pencegahannya. Perumusan pencegahan akan menjadi pengetahuan ke masyakat

dalam menjaga kesehatan kuaitas air dan rekomendasi pemerintah dalam melaksanakan

kebijakan.

Tujuan dalam penelitian ini adalah mendapatkan gambaran kualitas air disetiap

daerah di DIY, faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas air, dapat memprediksi

kualitas air melalui pemodelan spasial, mengetahui pengaruh pencemaran udara yang

berasal dari kualitas air hujan terhadap kualitas air sumur , mendapatkan perumusan

langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pendidikan masyakat dalam menjaga

kesehatan kuaitas air

TINJAUAN PUSTAKA

Bekti, Tanty, Herlina, dan Solehudin (2014) dan Tanty, Bekti, Herlina, dan

Nurlelasari (2014) yang melakukan pemetaan kualitas air tanah di Jabodetabek

menggunakan metode autokorelasi spasial , peningkatan kualitas kesehatan penduduk,

seperti yang dilakukan oleh Prasetyo, Suryowati, dan Bekti (2016).

Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel

independen dapat dinyatakan dalam model regresi linier (Draper dan Smith, 1992 dan

suryowati, 2015). Bentuk umum regresi linear berganda

Model tersebut dapat pula ditulis dalam bentuk matriks yaitu

β Adapun rumus penaksir parameter kuadrat terkecil (Ordinary Least Square), yaitu

sebagai berikut.

( )

Page 179: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

179

Uji simultan merupakan suatu uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah

semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan kedalam model mempunyai

pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2011), dengan statistika uji yang digunakan adalah Fhitung.

Fhitung

1

)ˆ(

)ˆ(

1

2

1

2

kn

yy

k

yy

n

iii

n

ii

Selain uji simultan secara keseluruhan, juga dilakukan uji parsial untuk mengetahui

sejauh mana masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

H0 : βi = 0

H1 : βi ≠ 0, i = 1, 2, ..., p.

Statistik uji yang digunakan adalah statistik t.

( )

2.3 Regresi Spasial

Analisis spasial digunakan untuk memasukkan pola spasial dalam penelitian.

Menurut Zhang, dkk (2010), pola spasial dapat dideteksi dengan Exploratory Spatial Data

Analysis (ESDA). ESDA memiliki tujuan utama untuk mendeteksi pola spasial mengingat

keterkaitan spasial mungkin terjadi pada data geografis (Setiani 2014).

Anselin(1993) dalam Setiani (2014) menyarankan bahwa ESDA harus berfokus

pada aspek spasial yang berupa keterkaitan spasial dan heterogenitas spasial.

Heterogenitas spasial sangat penting untuk dipertimbangkan dalam suatu kajian spasial

karena unit geografis sangat berpengaruh terhadap struktur hubungan (heterogenitas) antar

wilayah, sering terjadi bersamaan dengan autokorelasi spasial, data cross-section,

heterogenitas spasial dan autokorelasi spasial sering terlihat sama

Menurut Wang dkk (2012) dalam Rahayu (2014) pada sampling spasial sangat

penting untuk mempertimbangkan adanya autokorelasi dan heterogenitas dari populasi

yang akan digunakan.

Rati (2013) dan suryowati,dkk (2018) juga menjelaskan bahwa di dalam suatu

observasi yang mengandung informasi ruang atau spasial, maka analisis data tidak akan

akurat jika hanya menggunakan analisis regresi sederhana. Anselin mengusulkan tiga pendekatan untuk mendefinisikan matriks W yaitu contiguity, distance, dan general (Rati,

2013). Matriks W dengan pendekatan contiguity menggunakan interaksi spasial antar

wilayah yang bertetangga, yaitu interaksi yang memiliki persentuhan batas wilayah

(common boundary). Matriks W yang terbentuk selalu simetris. Secara umum terdapat

beberapa tipe interaksi dalam penentuan matriks W yaitu Rook countiguity, Bishop

contiguity dan Queen contiguity.

Efek spasial dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu spatial dependence dan

spatial heterogenity. Spatial dependence terjadi akibat adanya ketergantungan antar

wilayah. Sedangkan spatial heterogenity terjadi akibat adanya keragaman antar wilayah.

(Almudita, 2012).

Efek spasial ini dapat diselesaikan dengan melakukan pengujian Breusch-Pagan

test (BP test), Anselin (Astuti, dkk., 2013).

Spatial Dependence atau dependensi spasial (ketergantungan spasial) terjadi

akibat adanya dependensi dalam data wilayah. Uji yang digunakan untuk mengetahui

spatial dependence di dalam error suatu model adalah dengan menggunakan statistik

Moran’s I dan Langrange Multiplier (LM) (Anselin, 1988).

Page 180: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

180

Nilai indeks ini berkisar antara −1 dan 1. Menurut Lee dan Wong (2011) Moran’s

Index (I) dapat dihitung dengan formula:

= ∑ ∑ ( )(( )

(∑ ∑ )( )

Nilai ekspektasi dari Moran’s I menurut Lee & Wong, (Rati, 2013) adalah

1

1)( 0

nIIE

Ada atau tidaknya autokorelasi pada data dilihat dengan membandingkan nilai

Moran’s I (I) dengan nilai ekspektasi Moran’s I (I0).

Secara visual, Moran’s I dapat dilihat dengan scatter plot. Lee & Wong

menjelaskan, Moran’s I scatter plot adalah sebuah diagram untuk melihat hubungan

antara nilai amatan pada suatu lokasi (distandarisasi) dengan rata-rata nilai amatan

dari lokasi-lokasi yang bertetanggan dengan lokasi yang bersangkutan (Ratih, 2013).

Model Spatial Autoregresive adalah model regresi linier yang pada peubah

responnya terdapat korelasi spasial (Anselin, 1988). Model SAR merupakan model yang

terbentuk dari kombinasi antara model regresi linier sederhana dengan lag spasial variabel

independen dengan menggunakan data cross section.

Model SAR (Anselin, 1988) terbentuk apabila nilai ρ≠0 dan =0, sehingga

diperoleh bentuk umum sebagai berikut.

Y = ρ Wy + Xβ + ε

ε ~N (0, σ2 I)

Suatu data dikatakan mengikuti model SAR apabila data mengandung dependensi lag

spasial atau hasil pada pengujian LM menunjukkan hanya LMlag > 𝒳( ,1). Model Spatial Error Method (SEM) adalah model regresi linier yang pada peubah

responnya terdapat dependensi error spasial. Model SEM (Anselin, 1988) terbentuk

apabila nilai ρ=0 dan ≠0, sehingga diperoleh persamaan

Y = Xβ + λ Wu + ε

ε ~N (0, σ2 I)

Model SEM dengan parameter error spasial () menunjukkan bahwa model ini adalah model regresi linier yang pada peubah galatnya terdapat korelasi spasial.

Spatial Durbin Model (SDM) digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

dependen dan variabel independen dengan mempertimbangkan keterkaitan antar wilayah.

Pengamatan yang dikumpulkan bisa berasal dari suatu titik atau area di suatu wilayah

tertentu. Menurut Anselin (2013), LeSage dan Pace (2009) model umum regresi spasial

dapat ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut:

( ) ( )

( )

dengan u = λW2 + ε ε ~ N(0, 2I)

Keterangan:

y : vektor variabel dependen, ukuran (n x 1)

X : matriks variabel independen, ukuran (n x (k+1))

β : vektor parameter koefisien regresi, berukuran (k+1) x 1

ρ : parameter koefisien lag variabel dependen

λ : parameter koefisien lag pada error

Page 181: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

181

u : vektor error berukuran (n x 1)

ε : vektor error berukuran (n x 1)

W1,W2 : Matriks pembobot, berukuran (n x n)

Pada persamaan (1), jika nilai ρ ≠ 0 atau λ = 0 maka menjadi Spatial

Autoregressive Model (SAR)

Spasial durbin model (SDM) merupakan kasus khusus dari SAR yaitu dengan

menambahkan pengaruh lag pada variabel independen. Pembobotan dilakukan pada

variabel independen maupun dependen. Bentuk model SDM adalah sebagai berikut

(Anselin, 1988)& (Rokhana, 2017):

𝑾 𝜷 𝜷 𝑾 𝜷 𝜺

Memenihi 𝜺 ( ) dan 𝜷

[ ]

𝜷

[ ]

Estimasi Parameter Spatial Durbin Model Maximum Likelihood Estimation, dengan

persamaan sebagai berikut:

(2.27)

( ) dengan ( )

(2.28)

Estimasi adalah: �� ( ) ( 𝑾 )𝒚 dengan Z =[I X W1X] (2.29) DenganZ =[I X W1X] (Anselin,1988)

Ukuran kebaikan model dapat dilihat dengan membandingkan nilai Akaike

Information Criterion (AIC) dan koefisien determinasi (R2). Sukarna (2006). Koefisien

determinasi ini biasanya digunakan untuk melihat kecocokan model regresi yang

dinotasikan dengan R2 (Walpole & Myers, 1995).

METODE

Langkah-langkah penelitian tahun pertama secara umum disajikan pada Gambar 3.1,

meliputi

1. Persiapan dan observasi awal dilakukan bersama oleh TPP dan TPM. Kegiatan ini

dilakukan melalui penelusuran referensi dan kondisi wilayah penelitian, sehingga

dapat menentukan sampling pengambilan data.

2. Pengumpulan data dilakukan dengan data primer dan sekunder. Kegiatan ini

dilakukan oleh TPP. Namun untuk data primer kualitas air adalah bersama TPM.

Data primer kualitas air tersebut selanjutnya di uji di labolatorium TPP.

3. Analisis data dilakukan bersama oleh TPP dan TPM. Analisis ini meliputi

pemetaan kualitas air, pemodelan spasial, pemetaan, dan analisis data tingkat

lanjut.

4. Pembuatan pemetaan kualitas air

Page 182: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

182

Gambar Diagram alur proses penelitian.

Lokasi Penelitian dan Sumber Data

Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Bantul, DIY (lihat Gambar 4.1). Survei

pengambilan sampel air dilakukan di 17 Kecamatan. Pengujian kadar kimia air akan

dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Universitas Islam Indonesia (UII). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling

purposive proporsional, yaitu mengambil sejumlah sampel air di setiap kecamatan di

Kabupaten Bantul. Sampel yang diambil yaitu komponen kualitas kimia anorganik pada

sumur terbuka milik penduduk. Parameter kimia air anorganik tersebut meliputi

kekeruhan, TDS, Fe, F, Cd, Cl , Mn, NO2, pH, Zn, CN, sulfat, atau Pb. Jumlah sampel

yang diambil di setiap kecamatan dan beberapa lokasi lain dan terdiri dari 20 titil lokasi,

sehingga total.

Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan data cross-sectional dengan observasi berupa

kecamatan-kecamatan di Kecamatan Bantul. Variabel penelitian yang digunakan terdiri

dari variable dependen dan independen sesuai dengan model SAR dan model SEM

Variabel dependen (Y) adalah tentang air sumur, yang meliputi kekeruhan, TDS, Fe, F,

Cd, Cl , Mn, NO2, pH, Zn, CN, sulfat, atau Pb. Sedangkan variabel independen (X)

meliputi: jumlah penduduk (X1), luas hutan (X2), luas pemukiman (X3), jumlah industry

(X4), serta kualitas udara (X5).

Metode analisis meliputi :

Data Primer : Survei kandungan

kimia pada sampel air

Persiapan

Kadar kimia air

Data Sekunder :

KLH, BPS, Dinkes,

dan lain-lain

Analisis data

Model SAR Model SDM

Analisis kandungan di

labolatorium

Analisis gambaran kualitas air

disetiap daerah di DIY,

pemetaan, pemodelan, dan

faktor-faktor yang

Pemodelan Spasial

Kesimpulan Tahun 2

Pengumpulan

data

Proses output

Keterangan :

Model SEM

Page 183: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

183

a. Analisis deskriptif, meliputi rata-rata, standard deviasi, nilai minimum dan

maksimum untuk mengetahui kualitas air.

b. Pemetaan kualitas air

c. Penentuan pembobot spasial

d. Analisis autokorelasi spasial

e. Analisis pemodelan spasial SAR, SEM, dan SDM

f. Pemilihan model terbaik

g. Prediksi kualitas air

.

JADWAL pelaksanaan tahun ke 2

No Nama Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Observasi/Survey pendahuluan (TPP dan TPM)

2. Penentuan jumlah sampling di tiap wilayah

(TPP)

3. Survei untuk pengambilan sampel (TPP)

4. Pengujian kualitas udara di labolatorium (TPM)

5. Pengolahan data dari hasil uji labolatorium

(TPM)

6. Analisa data awal dan pemetaan (TPP)

7. Pengkajian metode dan Analisis spasial (TPP

dan TPM)

8. Publikasi ( TPP dan TPM )

9. Pembuatan laporan akhir (TPP dan TPM)

DAFTAR PUSTAKA

Anselin, L., 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models. Ist Edn., Kluwer

Academic Publishers, Netherlands, ISBN-10: 9024737354, pp: 304.

Bekti, RD., Tanty, H., Herlina, T., dan Solehudin (2015), Pemetaan Kualitas Air Tanah

Akibat Pencemaran Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Hibah Pekerti Dikti 2015.

BPS. 2016. Statistik Potensi Desa Provinsi DI Yogyakarta. Jakarta :BPS.

Bekti, R. D., Tanty, H., Herlina, T., & Solihudin. 2014. Spatial Autocorrelation of

Inorganic Compound in Groundwater. OSR Journal of Mathematics (IOSR-JM).

Volume 10, Issue 6 Ver. III (Nov - Dec. 2014), PP 01-05

Draper, N.R. and Smith, H. 1992. Applied Regression Analysis,Second Edition. John

Wiley and sons, Inc. New York.

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19

(edisi kelima.) Semarang: Universitas Diponegoro

Iryani, A., 2002, Pengaruh Pengaruh pencemaran udara terhadap kualitas air sumur,

Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, Bogor

MUTMAINNA, A. (2015). Analisis Tingkat Pencemaran Udara Pada Kawasan Industri di

Makassar.

Myers, R.H., 1990, Classical and modern regression with application, second

edition,Boston:PWS-KENT Publishing Company.

Prasetyo, R. D., Suryowati, K., & Bekti, R. D. (2016). Pengelompokkan Kabupaten/Kota

Dijawa Tengah Berdasarkan Variabelindikator Kesehatan Menggunakan Analisis Cluster.

Jurnal Statistika Industri Dan Komputasi, 1(1).

Page 184: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

184

Suryowati, K., Bekti, R. D., & Faradila, A. (2018, April). A Comparison of Weights Matrices on

Computation of Dengue Spatial Autocorrelation. In IOP Conference Series: Materials Science and

Engineering (Vol. 335, No. 1, p. 012052). IOP Publishing.

Suryowati, K., 2016, Analisis pseudoinvers dan aplikasinya pada regresi linear

berganda, Proseding SNAST 2016, IST Akprind, Yogyakarta

Tanty, H., Bekti, R. D., Herlina, T., & Nurlelasari. (2014, October). MANOVA statistical

analysis of inorganic compounds in groundwater Indonesia. In S. C. Dass, B. H.

Guan, A. H. Bhat, I. Faye, H. Soleimani, & N. Yahya (Eds.), AIP Conference

Proceedings (Vol. 1621, No. 1, pp. 492-497). AIP.

Walpole, Ronald E., Raymond H Myers.; “Ilmu Peluang Dan Statistika untuk Insinyur

dan Ilmuawan”, edisi ke-4, Penerbit ITB, Bandung, 1995.

.

Page 185: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

185

Lampiran 5 : Deskripsi Ketua dan anggota Peneliti Tim Peneliti

No Nama/NIDN

Jabatan Bidang

Keahlian Instansi Asal

Alokasi

Waktu

(jam/minggu)

1 Kris Suryowati,

S.Si.,M.Si/

0026067102

Ketua

TPP

Matematika

Terapan,

Statistika

Jurusan Statistika,

FST, Institut Sains

& Teknologi

AKPRIND

Yogyakarta dan

10

jam/minggu

2 Rokhana Dwi

Bekti, S.Si, M.si/

0306038601

Anggota

TPP

Statistika Jurusan Statistika,

FST, Institut Sains

& Teknologi

AKPRIND

Yogyakarta dan

10

jam/minggu

3 Rohmatul

Fajriyah, S.Si,

M.Si,

PhD/0512017201

Ketua

TPM

Statistika Jurusan Statistika,

FMIPA, Universitas

Islam Indonesia

(UII)

10

jam/minggu

4 Eko Siswoyo, ST,

MSc.ES, MSc,

Ph.D/0522077601

Anggota

TPM

Teknik

Lingkungan

Jurusan Teknik

Lingkungan, FTSP,

Universitas Islam

Indonesia (UII)

10

jam/minggu

Page 186: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

186

Lampiran 6. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja

Page 187: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

187

Page 188: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

188

Lampiran 7 Kontrak Penelitian

Page 189: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

189

Page 190: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

190

Page 191: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

191

Page 192: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

192

Page 193: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/...mempengaruhi pencemaran udara kabupaten Bantul berdasarkan data BLH Bantul 2014. Pada data

193