ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf ·...

142
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN PROGRAM SISTEM RESI GUDANG (Studi Kasus di Koperasi Niaga Mukti, Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) Oleh: HAFIDH FADHILLAH PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf ·...

Page 1: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN

KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN PROGRAM

SISTEM RESI GUDANG

(Studi Kasus di Koperasi Niaga Mukti, Desa Jambudipa, Kecamatan

Warungkondang, Kabupaten Cianjur)

Oleh:

HAFIDH FADHILLAH

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM

MEMANFAATKAN PROGRAM SISTEM RESI GUDANG

(Studi Kasus di Koperasi Niaga Mukti, Desa Jambudipa, Kecamatan

Warungkondang, Kabupaten Cianjur)

Oleh:

HAFIDH FADHILLAH

135040101111207

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 3: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN
Page 4: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN
Page 5: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan

hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini

tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan

rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, Juli 2017

Hafidh Fadhillah

Page 6: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 7 Februari 1995 sebagai putra

kedua dari empat bersaudara dari Bapak Poniman dan Ibu Mutmainah (Almh).

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Sumberjaya 03 Bekasi pada

tahun 2001 sampai tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan ke SMP

Putradarma Islamic School Bekasi pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 sampai tahun 2013 penulis melanjutkan sekolah di SMA Pusaka

Nusantara 2 Bekasi. Pada tahun 2013, penulis melanjutkan studi Strata-1 pada

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang,

melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Page 7: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

“You Achieve Success Step by Step, Not with Big Jump”

-Lyn St. James-

NO SACRIFICE, NO VICTORY!

-Transformers: The Last Knight-

Hello future, I know definitely need more sacrifices than this.

But, right now I’m going to dedicate a bit of the result of my struggle

during college to the people around me, especially for :

-Ayah dan mamah tercinta yang telah mendidikku dengan penuh kesabaran-

“mom...dad, thank you for everything and it’s a little dedication I can give.

Hopefully I can give you a much better and more valuable one from this!”

-Kakak dan adikku tersayang-

“Thank you for supporting and entertaining all this time, so it always makes me

miss the atmosphere at home and soon I'll be back home and get together with you

again!”

-Sahabat dan teman-teman seperjuangan yang selalu mendukung

kegiatan kuliah, penelitian hingga skripsi ini bisa selesai dengan baik-

“Thank you for your support, suggestions and your time who have been willing to

listen to my moan all this time, especially during the compiling of my minor thesis.

This is a dedication from me and hopefully we can be successful together!”

-Hafidh Fadhillah-

Page 8: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

i

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap kinerja

pengelolaan program Sistem Resi Gudang (SRG) di Kabupaten Cianjur serta

memberikan masukan kepada petani padi dalam upaya peningkatan pendapatan

dengan memanfaatkan program Sistem Resi Gudang. Penelitian ini menggunakan

gap analysis, analisis usahatani, dan analisis regresi logistik. Hasil penelitian

menunjukan bahwa kinerja pengelolaan program SRG di Kabupaten Cianjur

masih terkendala masalah sosialisasi program dan pengawasan dari Bappebti

(Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi). Petani yang memanfaatkan

program SRG memiliki pendapatan usahatani lebih tinggi daripada petani

konvensional. Keputusan petani untuk memanfaatkan program SRG dapat

meningkatkan pendapatan usahatani padi, namun kenyataannya tidak semua

petani padi memanfaatkan program SRG. Hasil penelitian menunjukan bahwa

faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan petani padi adalah luas

lahan, produksi gabah, pendapatan usahatani, dan kepemilikan profesi di bidang

non usahatani.

Kata kunci: Petani padi, program SRG, kinerja pengelolaan, pendapatan

usahatani, keputusan

ABSTRACT

This research aims to give an assessment of the performance management of

Warehouse Receipt Program (WRS) in Cianjur regency and give a suggestion to

paddy farmers in an effort to increase revenue by utilizing Warehouse Receipt

program. This research uses gap analysis, farming analysis, and logistic

regression analysis. The results showed that the performance of WRS program

management in Cianjur regency is still facing problems of program socialization

and supervision from CoFTRA (Commodity Futures Trade Regulatory Agency).

Farmers who utilize the WRS program have higher farm incomes than

conventional farmers. Farmer’s decisions to utilize the WRS program can

increase farm incomes, but in reality not all paddy farmers use the WRS program.

The results showed that factors affecting decision making of paddy farmers are

land area, grain production, farm income, and ownership of profession non-

farming.

Keywords: Paddy farmers, WRS program, performance management, farm

income, decision

Page 9: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala

yang telah memberikan segala rahmat, nikmat dan karunia-Nya kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Analisis Faktor-

Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan Petani Padi dalam

Memanfaatkan Program Sistem Resi Gudang (Studi Kasus di Koperasi Niaga

Mukti, Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur)”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu, membimbing, serta memberikan arahan dan motivasi

dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua atas segala doa, motivasi, dan kesabarannya dalam mengajarkan serta

membimbing penulis hingga seperti saat ini. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Wisynu Ari Gutama, SP., M.MA selaku dosen pembimbing utama

atas segala bimbingan, motivasi, dan kesabarannya kepada penulis. Tidak lupa

juga penulis ucapkan terima kasih kepada kepala dan staf Badan Pengawas

Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia dan Pengelola Gudang Koperasi Niaga Mukti yang telah memberikan

informasi dan arahan kepada penulis mengenai program Sistem Resi Gudang.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat

penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik

di masa yang akan datang. Penulis berharap dengan adanya penelitian yang akan

dilakukan dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat dijadikan sumber

informasi dan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait.

Malang, Juli 2017

Penulis

Page 10: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

iii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .............................................................................................. i

SUMMARY ................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8

2.1 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 8

2.2 Tinjauan tentang Gabah .................................................................... 11

2.2.1 Standar Mutu Gabah ................................................................ 11

2.2.2 Pasca Panen Gabah .................................................................. 15

2.3 Sejarah dan Implementasi Sistem Resi Gudang di Dunia ................. 18

2.3.1 Amerika Serikat ....................................................................... 18

2.3.2 Amerika Latin .......................................................................... 18

2.3.3 Eropa Timur dan Rusia ............................................................ 20

2.3.4 Afrika ....................................................................................... 21

2.3.5 India ......................................................................................... 22

2.3.6 Zambia...................................................................................... 23

2.4 Sistem Resi Gudang di Indonesia ..................................................... 24

2.4.1 Pengertian Sistem Resi Gudang ............................................... 24

2.4.2 Himpunan Peraturan Sistem Resi Gudang ............................... 25

2.4.3 Kelembagaan Sistem Resi Gudang .......................................... 27

2.4.4 Alur Skema Sistem Resi Gudang ............................................. 31

2.4.5 Skema Pembiayaan Sistem Resi Gudang ................................. 33

2.4.6 Manfaat Sistem Resi Gudang ................................................... 34

2.5 Kinerja Pengelolaan Progam ............................................................. 37

2.6 Efektivitas Program ........................................................................... 39

2.7 Pengambilan Keputusan .................................................................... 40

Page 11: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

iv

2.7.1 Pengertian Pengambilan Keputusan ......................................... 40

2.7.2 Dasar-dasar Pengambilan Keputusan ....................................... 42

2.7.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan .... 44

2.7.4 Proses Pengambilan Keputusan (Decision Making Process)... 45

III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN .............................................. 46

3.1 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 46

3.2 Hipotesis ............................................................................................ 49

3.3 Batasan Masalah................................................................................ 49

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................................ 50

IV. METODE PENELITIAN ..................................................................... 53

4.1 Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian.............................. 53

4.2 Metode Penentuan Responden .......................................................... 53

4.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 54

4.4 Metode Analisis Data ........................................................................ 56

4.4.1 Analisis Gap ............................................................................. 56

4.4.2 Analisis Pendapatan Petani ...................................................... 59

4.4.3 Analisis Regresi Logistik ......................................................... 63

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 65

5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 65

5.1.1 Letak Geografis ........................................................................ 65

5.1.2 Keadaan Penduduk ................................................................... 66

5.2 Karakteristik Petani Responden ........................................................ 73

5.3 Pemasaran Gabah di Kabupaten Cianjur........................................... 77

5.4 Profil Koperasi Niaga Mukti ............................................................. 79

5.5 Hasil dan Pembahasan....................................................................... 81

5.5.1 Kinerja Pengelolaan Program Sistem Resi Gudang ................ 81

5.5.2 Efektivitas Program SRG dalam Meningkatkan Pendapatan

Usahatani Padi ........................................................................ 93

5.5.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan .... 113

VI. PENUTUP .............................................................................................. 121

6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 121

6.2 Saran .................................................................................................. 122

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 124

LAMPIRAN ................................................................................................. 128

Page 12: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

v

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1 Rekapitulasi Transaksi Program SRG di Kab. Cianjur Tahun 2011-

2016 ................................................................................................... 3

2 Perbandingan Total Produksi Gabah dengan Total Gabah yang

Disimpan di Gudang SRG Kabupaten Cianjur ................................. 5

3 Persyaratan Kuantitatif Gabah ......................................................... 11

4 Pedoman Pelaksanaan Program Sistem Resi Gudang ....................... 58

5 Penjelasan Degree of Fit ................................................................... 58

6 Jumlah Penduduk Menurut Umur di Kab. Cianjur Tahun 2015 ....... 67

7 Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Jambudipa Tahun 2015 . 68

8 Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Cianjur Tahun 2015 ......... 69

9 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten

Cianjur Tahun 2015........................................................................... 70

10 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa

Jambudipa Tahun 2015 ..................................................................... 71

11 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2015 ............ 72

12 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Jambudipa

Tahun 2015 ....................................................................................... 73

13 Jumlah Petani Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..................... 74

14 Jumlah Petani Responden Berdasarkan Umur .................................. 74

15 Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............ 75

16 Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kepemilikan Profesi Non

Usahatani ........................................................................................... 76

17 Hasil Analisis Kesenjangan dalam Pengelolaan Gudang SRG di

Kabupaten Cianjur ............................................................................ 82

18 Jenis Pupuk, Harga Pupuk, dan Rata-rata Penggunaan Pupuk Pada

Petani Padi Konvensional dan Petani SRG ....................................... 98

Page 13: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

vi

19 Rata-rata Biaya Variabel per Hektar Pada Petani Konvensional dan

Petani SRG ........................................................................................ 107

20 Rata-rata Biaya Tetap per Hektar Pada Petani Konvensional dan

Petani SRG ........................................................................................ 108

21 Rata-rata Penerimaan Usahatani Padi per Hektar Pada Petani

Konvensional dan Petani SRG .......................................................... 110

22 Pendapatan Rata-rata per Hektar Usahatani Padi Pada Petani

Konvensional dan Petani SRG .......................................................... 111

23 Hasil Uji Beda Rata-rata (Independent Sample T-Test) Pendapatan

Usahatani Padi ................................................................................... 113

24 Hasil Uji Regresi Logistik Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Pengambilan Keputusan Petani Memanfaatkan Program SRG ........ 113

25 Klasifikasi Gudang Komoditas Pertanian ......................................... 139

26 Biaya Variabel Usahatani Padi Petani Konvensional ....................... 151

27 Biaya Tetap Usahatani Padi Petani Konvensional ............................ 154

28 Penerimaan Usahatani Padi Petani Konvensional............................. 158

29 Pendapatan Usahatani Padi Petani Konvensional ............................. 161

30 Biaya Variabel (Variable Cost) Usahatani Padi Petani SRG ............ 164

31 Biaya Tetap (Fix Cost) Usahatani Padi Petani SRG ......................... 166

32 Penerimaan Usahatani Padi Petani SRG ........................................... 168

33 Pendapatan Awal Usahatani Padi Petani SRG .................................. 172

34 Pendapatan Akhir Usahatani Padi Petani SRG ................................. 174

35 Selisih Pendapatan Rata-rata per Hektar Sebelum dan Sesudah

Memanfaatkan Program SRG ........................................................... 176

Page 14: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1 Alur Penerbitan Resi Gudang............................................................ 31

2 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................ 48

3 Rantai Pemasaran Gabah I di Kabupaten Cianjur ............................. 77

4 Rantai Pemasaran Gabah II di Kabupaten Cianjur ........................... 78

5 Struktur Organisasi Koperasi Niaga Mukti ....................................... 79

Page 15: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1 Rekapitulasi Jumlah Komoditas SRG Tahun 2008 – 2016 ............... 129

2 Rekapitulasi Transaksi Sistem Resi Gudang Tahun 2008 – 2016 .... 129

3 Produksi Padi Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun

2011-2015 (dalam ton) ...................................................................... 130

4 Contoh Form Resi Gudang Koperasi Niaga Mukti .......................... 132

5 Jumlah Penduduk di Kabupaten Cianjur Tahun 2013 Hingga 2015 . 133

6 Jumlah Desa/Kelurahan, RW, dan RT per Kecamatan di

Kabupaten Cianjur Tahun 2015 ........................................................ 134

7 Luas Lahan Menurut Penggunaan Setiap Kecamatan Tahun 2015 .. 135

8 Gudang Komoditas Pertanian SNI 7331:2016 .................................. 136

9 Kuesioner Analisis Kesenjangan Berdasarkan Persepsi Petani SRG 143

10 Hasil Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) ..................................... 145

11 Analisis Usahatani Padi Konvensional ............................................. 151

12 Analisis Usahatani Padi Petani SRG ................................................. 164

13 Data Uji Regresi Logistik.................................................................. 177

14 Hasil Analisis Regresi Logistik Menggunakan SPSS ....................... 180

Page 16: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada perdagangan komoditas padi di Indonesia, pengolahan padi menjadi

gabah merupakan tahap yang penting untuk menjaga kualitas gabah yang

dihasilkan. Kualitas gabah diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu gabah

kering panen (GKP), gabah kering simpan (GKS), dan gabah kering giling (GKG)

(BPS, 2015a). Tahun 2015, Indonesia mampu memproduksi padi dalam bentuk

gabah kering giling (GKG) sebanyak 75,36 juta ton. Pencapaian produksi padi

tersebut menunjukkan kenaikan sebanyak 4,52 juta ton atau 6,37 persen lebih

tinggi dari tahun 2014. Peningkatan produksi padi di Pulau Jawa sebanyak 2,31

juta ton gabah kering giling dan di luar Pulau Jawa sebanyak 2,21 juta ton gabah

kering giling (BPS, 2016).

Salah satu wilayah produksi padi di Pulau Jawa adalah Provinsi Jawa Barat.

Pada tahun 2015, Provinsi Jawa Barat mampu memproduksi padi sebanyak

11.373.144 ton gabah kering giling dan menjadi daerah penghasil padi terbesar

kedua setelah Jawa Timur dengan total produksi mencapai 13.154.967 ton gabah

kering giling. Sentra produksi padi di Jawa Barat salah satunya adalah Kabupaten

Cianjur. Pada tahun 2013, produksi padi di Kabupaten Cianjur mencapai 801.622

ton gabah kering giling. Sementara itu, pada tahun 2014 dan 2015, produksi padi

dalam bentuk gabah kering giling masing-masing sebanyak 768.125 ton dan

772.706 ton (BPS, 2016).

Upaya pengembangan pada sektor pertanian di Kabupaten Cianjur terus

dilakukan. Upaya pengembangan yang dilakukan antara lain: memberikan subsidi

benih, pupuk, dan traktor kepada petani, penyediaan lahan bagi petani untuk

pengembangan dan pelestarian padi pandanwangi, pembelian gabah petani oleh

pihak yang ditunjuk oleh pemerintah daerah dan lain sebagainya. Namun, petani

sebagai pelaku usaha pertanian masih sulit mendapatkan pembiayaan untuk

kebutuhan hidup dan keberlanjutan usahataninya. Sulitnya pembiayaan

disebabkan karena harga jual gabah yang rendah saat musim panen. Sementara

itu, akses petani dalam memperoleh pembiayaan untuk kesinambungan kegiatan

Page 17: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

2

usahataninya pada lembaga keuangan perbankan dan non-bank terkadang masih

memberatkan petani karena terkait dengan agunan (fixed asset) yang harus

dijaminkan oleh petani untuk memperoleh pinjaman modal, sehingga banyak

petani yang memilih untuk langsung menjual hasil panennya dalam bentuk gabah

kering panen dengan harga yang rendah kepada tengkulak.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI mengeluarkan kebijakan

program Sistem Resi Gudang (SRG) yang didasarkan pada Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2011 (Bappebti, 2016a). Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa

program Sistem Resi Gudang (SRG) adalah kegiatan yang berkaitan dengan

penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. Resi

gudang adalah surat atau dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan

di gudang SRG.

Tujuan utama dari program Sistem Resi Gudang adalah membantu petani

dalam mengatasi persoalan pemasaran komoditas dan menciptakan daya saing

harga serta memperoleh kemudahan akses pembiayaan melalui lembaga

keuangan, baik perbankan ataupun lembaga keuangan non-bank. Selain itu,

program Sistem Resi Gudang bertujuan untuk membantu petani memperoleh

harga jual komoditas yang optimal dengan mekanisme tunda jual. Mekanisme

tunda jual yang diterapkan dalam program Sistem Resi Gudang adalah ketika

musim panen dan harga komoditas di pasar rendah, maka petani dapat menyimpan

komoditas di gudang SRG, kemudian menjualnya ketika harga tinggi. Melalui

mekanisme tunda jual maka juga akan menjaga kestabilan stok komoditi di pasar.

Menurut Coulter dan Onumah (2002) sebagai tujuan jangka panjang, program

SRG dapat berkontribusi meningkatkan pendapatan usahatani pedesaan dengan

mengembangkan perdagangan komoditas pertanian dan meningkatkan akses

pinjaman bagi petani.

Program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Cianjur mulai diterapkan tahun

2011 yang dikelola oleh PT. Pertani. Pada tahun 2013, pengelola gudang SRG

digantikan oleh Koperasi Niaga Mukti. Adanya kebijakan terkait program SRG di

Kabupaten Cianjur sangat berpengaruh terhadap kegiatan usahatani padi yang

Page 18: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

3

dilakukan oleh petani. Petani dapat memanfaatkan semua fasilitas yang ada di

gudang SRG, terutama untuk kegiatan pasca panen padi. Fasilitas yang tersedia di

gudang SRG antara lain: dryer, lantai jemur, rice milling unit, color sorter, truk,

dan sarana pendukung lainnya. Fasilitas tersebut dapat mendukung kegiatan pasca

panen yang tepat, sehingga dapat menjaga kualitas komoditas dan memberikan

nilai tambah pada komoditas yang disimpan.

Selain mendapatkan kemudahan akses untuk kegiatan pasca panen, petani

juga dapat memperoleh harga komoditas yang optimal dengan menerapkan

mekanisme tunda jual dan mendapatkan pembiayaan melalui jaminan resi gudang.

Kondisi tersebut menjadi hal yang potensial dalam mendukung peningkatan

partisipasi petani untuk memanfaatkan program SRG. Hingga tahun 2016, jumlah

transaksi pada program SRG di Kabupaten Cianjur mengalami fluktuasi, baik dari

jumlah gabah yang disimpan ataupun juga jumlah resi gudang yang diterbitkan

oleh pengelola gudang. Rekapitulasi transaksi program SRG di Kabupaten Cianjur

dari tahun 2011 hingga 2016 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Transaksi Program SRG di Kab. Cianjur Tahun 2011 – 2016

Tahun Jumlah Resi

Gudang %

Volume

(Ton)

Nilai Barang

(Rp)

Pembiayaan

(Rp)

2011 17 5,69 261 1.530.732.000 1.017.520.000

2012 57 19,06 1.557,245 8.913.329.000 5.712.678.200

2013 41 13,71 1.311,025 78.770.042.500 5.395.490.000

2014 83 27,76 2.133,612 13.461.505.800 9.405.077.000

2015 66 22,07 1.647,565 10.287.047.500 7.165.233.000

2016 35 11,71 753,33 4.672.804.000 3.249.650.000

Total 299 100,00 7.663,777 117.635.460.800 31.945.648.200

Sumber: Bappebti, 2016b

Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa pada tahun 2012

jumlah resi gudang yang diterbitkan mengalami kenaikan sebesar 13,37 persen

dari tahun 2011 dan tahun 2014 kenaikan jumlah resi gudang sebesar 14,05 persen

dari tahun 2013. Sementara itu, pada tahun 2013, 2015, dan 2016 terjadi

penurunan jumlah resi gudang. Pada tahun 2013, penurunan jumlah resi gudang

sebesar 5,35 persen dari tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2015 dan 2016,

penurunan jumlah resi gudang masing-masing sebesar 5,69 persen dari tahun

2014 dan 10,36 persen dari tahun 2015.

Page 19: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

4

Penurunan jumlah resi gudang yang terjadi disebabkan karena kurangnya

partisipasi petani untuk memanfaatkan program SRG. Keputusan petani untuk

memanfaatkan program SRG atau tidak memanfaatkan program SRG tergantung

pada kesadaran dan kebutuhan petani untuk dapat meningkatkan pendapatan

usahataninya, terutama pada saat musim panen. Semakin banyak petani yang

memanfaatkan program SRG, maka pendapatan yang diterima petani akan

semakin meningkat serta dapat memperoleh akses pasar yang mudah dan efisien.

Namun jika partisipasi petani untuk memanfaatkan program SRG rendah, maka

pendapatan yang diterima petani cenderung lebih rendah dibandingkan dengan

petani yang memanfaatkan program SRG.

Pengambilan keputusan petani untuk memanfaatkan program SRG di

Kabupaten Cianjur masih belum diketahui dan diidentifikasi secara jelas. Maka

dari itu, peneliti merasa perlu melakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor-

faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan petani dalam memanfaatkan

program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Cianjur, sehingga dengan

dilakukannya penelitian ini, peneliti berharap petani dapat mengetahui efektivitas

program SRG dalam meningkatkan pendapatan usahatani. Selain itu, peneliti

berharap pemerintah dan stakeholder yang terkait dapat mengetahui secara jelas

kinerja dari pengelolaan program SRG di Kabupaten Cianjur dan mengetahui

faktor-faktor yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan petani dalam

memafaatkan program SRG.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2007,

penerapan awal program Sistem Resi Gudang hanya mencakup 8 komoditas.

Kemudian pada tahun 2013 bertambah menjadi 10 komoditas dan pada tahun

2016 menjadi 14 komoditas. Hal tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor: 35/M-Dag/Per/5/2016 tentang barang yang dapat disimpan

di gudang dalam penyelenggaraan program Sistem Resi Gudang, meliputi: gabah,

beras, teh, jagung, kakao, lada, kopi, karet, rumput laut, rotan, garam, timah,

Page 20: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

5

gambir dan kopra. (Bappebti, 2016b). Namun, hingga tahun 2016, jumlah

komoditas yang telah disimpan di gudang SRG baru mencakup 7 komoditas saja.

Komoditas gabah menjadi komoditas yang paling mendominasi dalam

penyelenggaraan Sistem Resi Gudang (data disajikan dalam lampiran). Pada tahun

2008 hingga 2016, jumlah resi gudang yang diterbitkan mencapai 2.106 buah

dengan volume gabah sebanyak 71.711,36 ton. Sedangkan untuk nilai barang

yang disimpan mencapai Rp 371.191.096.736 dengan nilai pembiayaan komoditas

mencapai Rp 224.509.512.230.

Pengelolaan program SRG pada komoditas gabah yang dikelola oleh

Koperasi Niaga Mukti di Kabupaten Cianjur sudah cukup baik dibandingkan

dengan daerah lainnya, namun partisipasi petani dalam memanfaatkan program

SRG masih rendah. Hingga tahun 2016, total gabah yang disimpan sebanyak

7.663,777 ton dan resi gudang yang diterbitkan mencapai 299 buah. Sementara

itu, penurunan jumlah resi gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang terjadi

pada tahun 2013, 2015, dan 2016. Pada tahun 2013, penurunan jumlah resi

gudang sebanyak 16 lembar (5,35%) dari tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2015

dan 2016, penurunan jumlah resi gudang masing-masing sebanyak 17 lembar

(5,69%) dari tahun 2014 dan 31 lembar (10,36%) dari tahun 2015.

Berdasarkan jumlah transaksi dari program SRG di Kabupaten Cianjur,

pencapaian program tersebut masih sangat kecil bila dibandingkan dengan total

produksi padi di Kabupaten Cianjur. Perbandingan total produksi padi dengan

total gabah yang disimpan di gudang SRG tahun 2011 hingga 2013 dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Total Produksi Gabah dengan Total Gabah yang Disimpan

Di Gudang SRG Kabupaten Cianjur

Tahun Total Produksi

(Ton)

Total Gabah SRG

(Ton)

Persentase

(%)

2011 790.824 261 0,03

2012 868.538 1.557,245 0,18

2013 1.548.194 1.311,025 0,08

Total 3.207.556 3.129,267 0,09

Sumber: Kabupaten Cianjur dalam Angka 2014 dan Bappebti, 2016b

Page 21: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

6

Berdasarkan data pada Tabel 2, produksi gabah di Kabupaten Cianjur dari tahun

2011 hingga 2013 mencapai 3.207.556, sedangkan total gabah yang disimpan di

gudang SRG hanya 3.129,267 ton. Perbandingan antara total produksi padi dengan

total gabah yang disimpan digudang SRG hanya 0,09 persen. Hal ini menjadi menarik

untuk diteliti karena meskipun Kabupaten Cianjur sangat potensial untuk

pengembangan program SRG, namun kuantitas gabah yang disimpan oleh petani di

gudang SRG masih sangat sedikit karena partisipasi dan minat petani yang masih

rendah.

Partisipasi petani dalam memanfaatkan program SRG merupakan sebuah

pilihan yang didasarkan pada kesadaran dan kebutuhan petani. Pilihan petani

untuk memanfaatkan program SRG sebagai alternatif pembiayaan dan

peningkatan pendapatan usahatani didasarkan pada keputusan individu petani.

Menurut Hadisapoetro, 1970 (dalam Mardikanto, 2007) petani sebagai manajer

mempunyai kewajiban untuk mengambil keputusan yang menguasai dan

mengatur penggunaan sumber-sumber produktif yang ada di usahataninya secara

efektif, sehingga dapat menghasilkan benda dan pendapatan seperti yang

direncanakan. Pengambilan keputusan biasanya berkaitan dengan suatu atau

serangkaian jalannya tindakan dari sejumlah alternatif yang akan menuju

pencapaian beberapa tujuan petani (Makeham dan Malcolm, 1991 dalam

Apriliana dan Mustadjab, 2016). Keputusan yang diambil petani didasarkan pada

faktor-faktor seperti jumlah anggota keluarga, kelompok tani, umur, pendidikan,

pendapatan, dan luas lahan usahatani (Soekartawi, 1988 dalam Apriliana dan

Mustadjab, 2016).

Keputusan petani padi untuk memanfaatkan program SRG di Kabupaten

Cianjur tergantung pada kesadaran dan kebutuhan petani dalam mendapatkan

harga komoditas yang optimal dan mendapatkan pembiayaan dengan jaminan resi

gudang. Semakin banyak petani yang memanfaatkan program SRG, maka

semakin mudah memengaruhi petani lain untuk dapat ikut memanfaatkan program

SRG. Sehingga nantinya program SRG di Kabupaten Cianjur dapat dimanfaatkan

secara masif oleh para petani.

Page 22: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

7

Sejak program SRG di Kabupaten Cianjur beroperasi, sudah ada penelitian

yang membahas mengenai implementasi program SRG. Namun hingga saat ini

belum ada penelitian yang menjelaskan mengenai kinerja pengelolaan gudang

SRG, efektivitas program SRG dalam meningkatkan pendapatan petani, dan

faktor-faktor yang memengaruhi petani dalam memanfaatkan program SRG.

Berdasarkan uraian tersebut, dirasa perlu untuk diadakan penelitian mengenai

faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam memanfaatkan program

SRG di Kabupaten Cianjur. Sehingga masalah penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja pengelolaan program Sistem Resi Gudang pada Koperasi

Niaga Mukti di Kabupaten Cianjur?

2. Bagaimana efektivitas dari program Sistem Resi Gudang dalam meningkatkan

pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur?

3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pengambilan keputusan petani padi

dalam memanfaatkan program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Cianjur?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis kinerja pengelolaan program Sistem Resi Gudang di Kabupaten

Cianjur yang dikelola oleh Koperasi Niaga Mukti.

2. Menganalisis efektivitas program Sistem Resi Gudang dalam meningkatkan

pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur.

Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan

petani padi dalam memanfaatkan program Sistem Resi Gudang di

Kabupaten Cianjur.

Page 23: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan telaah penelitian terdahulu yang dilakukan, terdapat beberapa

penelitian yang telah dilakukan terkait dengan Sistem Resi Gudang di Indonesia.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Widiyani (2014). Penelitian yang

dilakukan berjudul Analisis Program Sistem Resi Gudang di Kabupaten

Indramayu. Penelitian tersebut menganalisis perkembangan dan efektivitas

program SRG pada komoditas gabah, menganalisis perkembangan prediksi harga

gabah periode April 2014 hingga Maret 2015 dan menganalisis volume gabah

yang dapat disimpan di gudang SRG Indramayu untuk beberapa bulan. Penelitian

dilakukan dengan menggunakan beberapa metode analisis, antara lain: analisis

deskriptif, gap analysis, analisis ARMA-ARIMA. Hasil dari penelitian tersebut

menjelaskan bahwa implementasi program SRG di Kabupaten Indramayu

mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga 2013, namun masih belum efektif

karena terdapat beberapa kendala dari aspek pengujian mutu barang, pengambilan

barang yang disimpan, status peserta, kapasitas gudang, dan sosialisasi. Selain itu,

terjadi fluktuasi harga gabah pada bulan April 2014 hingga Maret 2015 sesuai dengan

musim panen dan panceklik.

Kedua, penelitian dilakukan oleh Hadian dkk (2014) yang diselenggarakan

secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian

Perdagangan RI yang berjudul Analasis Sistem Resi Gudang Komoditi Lada di

Provinsi Lampung dan Bangka Belitung. Penelitian tersebut menggunakan

beberapa metode analisis, antara lain: analisis deskriptif, analisis harga, analisis

pelaku pasar, analisis kelembagaan, analisis kebijakan perdagangan komoditi dan

resi gudang serta analisis faktor pendorong (kebijakan) dan penarik (manfaat

secara ekonomis). Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa implementasi

Sistem Resi Gudang untuk komoditi lada terutama di Lampung dan Bangka

Belitung belum siap baik dari sisi pelaku usaha, kelembagaan maupun sarana dan

prasarana yang digunakan. Selain itu, terdapat empat faktor kunci agar

implementasi SRG komoditi lada dapat terwujud, yaitu adanya komitmen kepala

Page 24: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

9

pemerintah daerah, terintegrasinya kelembagaan dalam satu tempat, edukasi dan

sosialisasi, peningkatan produksi dan mutu serta terdapatnya off taker/ buyer/

pasar lelang.

Ketiga, penelitian dilakukan oleh Dewi (2016) yang berjudul Biaya

Transaksi Sistem Resi Gudang Gabah di Kabupaten Cianjur. Penelitian tersebut

bertujuan untuk menganalisis biaya transaksi yang harus dibayarkan petani dalam

melaksanakan Sistem Resi Gudang dan menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi biaya transaksi. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode

analisis data seperti Transactional Cost Analysis (TCA), analisis keuntungan

tunda jual dan pembiayaan pada Sistem Resi Gudang, dan analisis regresi

berganda pada faktor yang memengaruhi biaya transakasi. Hasil dari penelitian

tersebut menjelaskan bahwa biaya transaksi program SRG meliputi tiga aktivitas,

yaitu transaksi keanggotaan kelompok tani, transaksi kepemilikan resi gudang,

dan transkasi pembiayaan berbasis resi gudang. Total besaran biaya transaksi yang

dikeluarkan petani yang tergabung dalam kelompok tani sebesar Rp 787/kg dan

non kelompok tani sebesar Rp 1.111/kg. Selain itu, persentase rata-rata antara

biaya transaksi dengan keuntungan adalah 5,16 persen. Besaran biaya transaksi

yang dihasilkan masih sangat rendah jika dibandingkan dengan keuntungan yang

didapat dari program SRG. Kemudian faktor yang memengaruhi biaya transaksi

negatif secara signifikan adalah keikutsertaan dalam kelompok tani dan jumlah

pinjaman (loan size), sedangkan variabel jangka waktu kredit berpengaruh positif

terhadap biaya transaksi.

Keempat, penelitian dilakukan oleh Ashari dkk (2013) yang berjudul Kajian

Efektivitas Sistem Resi Gudang dalam Stabilisasi Pendapatan Petani. Penelitian

tersebut diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Sosial Ekonomi dan

Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian RI. Metode analisis penelitian

tersebut menggunakan analisis kebijakan dengan melakukan review dan sintesis

terhadap berbagai dokumen dan laporan terkait dengan konsepsi, implementasi,

dampak, dan kendala program SRG di lapangan. Hasil dari penelitian tersebut

menjelaskan bahwa implementai SRG masih sangat rendah, hal itu disebabkan

karena kurangnya sosialisasi kepada stakeholder, terutama kepada petani dan

Page 25: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

10

kelompok tani. Selain sosialisasi, implementasi program SRG masih terkendala

pada aspek teknis, sosial, ekonomi, kelembagaan, dan sumber daya manusia

maupun kebijakan yang juga sangat berpengaruh terhadap kinerja program SRG

dilapangan. Kunci keberhasilan program SRG adalah terletak pada dukungan

pemerintah daerah dalam hal ini mencakup gubernur, bupati/ walikota, dan dinas

terkait dibawahnya. Selain itu, sektor keuangan merupakan „engine‟ untuk

menghidupkan dan menggerakkan program SRG.

Kelima, penelitian dilakukan oleh Azmi (2008) yang berjudul Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Keputusan Petani Mengikuti Program Pengelolaan Hutan

Bersama Masyarakat (PHBM) Serta Pengaruhnya Terhadap Pendapatan dan

Curahan Kerja. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan

mengevaluasi permasalahan yang terjadi dalam impelementasi program PHBM di

desa Babakan Kabupaten Bogor, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi

keputusan petani untuk mengikuti program PHBM, dan mempelajari prospek

pengembangan program PHBM di desa Babakan Kabupaten Bogor. Penelitian

yang dilakukan menggunakan metode analisis data seperti analisis deskriptif,

analisis pendapatan, dan analisis model logistik. Hasil dari penelitian tersebut

menjelaskan bahwa LMDH tidak mampu menggerakkan anggotanya dalam

melaksanakan kewajiban sebagai penggarap dan manajemen dana bagi hasil yang

kurang transparan. Pendapatan dan curahan kerja petani peserta PHBM dan petani

non PHBM tidak berbeda nyata, walaupun manfaat program PHBM tetap

dirasakan oleh para peserta program. Status kepemilikan lahan usahatani pribadi

dan kepemilikan profesi lain di bidang non usahatani akan memperkecil peluang

petani mengikuti program PHBM, sedangkan keikutsertaan dalam penyuluhan

Perum Perhutani akan memperbesar peluang petani mengikuti program PHBM.

Penelitian terdahulu yang telah diuraikan diatas sebagai referensi peneliti

dalam melakukan penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menemukan beberapa

persamaan dengan penelitian terdahulu seperti tujuan dan metode penelitian yang

sama, namun yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu

adalah jenis komoditas dan lokasi penelitian yang dipilih.

Page 26: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

11

2.2 Tinjauan tentang Gabah

2.2.1 Standar Mutu Gabah

Berdasarkan ketentuan dari Badan Standarisasi Nasional (1993), ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian mutu gabah. Penilaian mutu

gabah didasarkan pada prosedur SNI 01-0224-1987, meliputi:

1. Ruang Lingkup

Standar ini meliputi syarat mutu gabah, dasar penentuan tingkat mutu, dan cara

penyebutan tingkat mutu.

2. Deskripsi

Gabah adalah butir padi (Oryza sativa) yang telah terlepas dari malainya.

3. Klasifikasi

Gabah digolongkan ke dalam tiga jenis mutu, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III.

4. Persyaratan Mutu

A. Persyaratan Kualitatif Gabah:

1) Bebas hama dan penyakit.

2) Bebas bau busuk, asam atau bau-bau lainnya.

3) Bebas dari bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida,

dan bahan kimia lainnya.

4) Gabah tidak boleh panas.

B. Persyaratan Kuantitatif Gabah

Tabel 3. Persyaratan kuantitatif gabah

No Komponen Mutu Kualitas

(% maksimum) I II III

1 Kadar air 14,0 14,0 14,0

2 Gabah hampa 1,0 2,0 3,0

3 Butir rusak + butir kuning 2,0 5,0 7,0

4 Butih mengapur + gabah muda 1,0 5,0 10,0

5 Butir merah 1,0 2,0 4,0

6 Benda asing - 0,5 1,0

7 Gabah varietas lain 2,0 5,0 10,0

Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 1993

Page 27: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

12

5. Definisi Istilah-istilah

a. Kadar air

Kadar air adalah jumlah kandungan air dalam butir gabah yang dinyatakan

dalam satuan persen dari berat basah (wet basis).

b. Butir gabah hampa

1) Butir gabah yang tidak berkembang sempurna, tetapi kedua tangkup

sekamnya utuh dan tidak berisi butir beras.

2) Termasuk dalam butir hampa adalah gabah-gabah yang kedua tangkup

sekamnya masih utuh, tetapi butir berasnya tidak ada akibat serangan

hama atau oleh sebab lain.

c. Benda asing

Benda asing adalah segala benda-benda yang tidak tergolong gabah,

misalnya debu, butir-butir tanah, batu-batu kecil, butir-butir pasir,

potongan-potongan logam, potongan-potongan kayu, biji-biji lain, tangkai

padi dan lain-lain.

d. Butir-butir kuning

Butir-butir kuning adalah butir beras pecah kulit (setelah dikupas) yang

berwarna kuning akibat proses perubahan warna yang terjadi selama

perawatan dan penimbunan.

e. Butir rusak

1) Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang menjadi rusak

karena faktor mekanis, fisiologis maupun biologis.

2) Gabah-gabah yang isinya:

- Berwarna putih tetapi ada bintik-bintik warna lain yang terdapat

pada permukaan butir (butir putih rusak).

- Berwarna kuning dan ada bintik-bintik warna lain yang terdapat

pada permukaan butir (butir kuning rusak).

- Putih mengapur dan ada bintik-bintik warna lain yang terdapat

pada permukaan butir (butir kapur rusak).

Page 28: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

13

f. Butir mengapur dan gabah muda

Butir mengapur adalah beras pecah kulit (setelah dikupas) yang warnanya

putih dan keseluruhan butir berasnya rapuh seperti kapur (chalky) akibat

faktor fisiologis. Sedangkan gabah muda adalah butir padi yang belum

masak sempurna yang isinya masih rapuh dan mengapur.

g. Beras merah

Beras merah adalah beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang

berwarna merah karena sifat varietas padi asal.

h. Hama dan/ atau penyakit

Hama dan/ atau penyakit adalah menyangkut ada tidaknya hama dan

penyakit yang hidup (kutu, lalat, dan sebagainya) yang terdapat dalam

contoh gabah yang diperiksa.

i. Bau

Adapun bau yang dapat ditangkap oleh indra penciuman terhadap sampel

gabah yang diperiksa.

j. Gabah varietas lain

Gabah varietas lain ditandai dengan bentuk (perbandingan panjang dan

lebar gabah serta ukurannya berbeda.

k. Persayaratan fakultatif

Persyaratan mutu yang dapat dipakai atau tidak dalam pertimbangan

menentukan tingkat mutu:

1) Bentuk gabah

- Gabah langsing : Gabah yang mempunyai perbandingan

panjang/ lebar di atas 3,0 cm.

- Gabah lonjong : Gabah yang mempunyai perbandingan

panjang/ lebar antara 2,0 – 3,0 cm.

- Gabah bulat : Gabah yang mempunyai perbandingan

panjang/ lebar lebih kecil dari 2,0 cm

2) Varietas padi : Pb 36, Cisadane, Pb 42, dan lain-lain

3) Berat biji : Berat gabah per satuan volume (misal kg/l)

Page 29: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

14

4) Rendemen giling : Berat beras giling berderajat sosoh 90%

yang diperoleh dengan menggiling gabah

pada penggilingan ukuran laboratorium,

dinyatakan dalam persen berat gabah yang

di giling.

5) Butir retak : Butir beras yang rusak tetapi masih utuh

bentuknya.

6. Dasar-dasar Penentuan Tingkat Mutu

a. Kadar air gabah harus ditentukan dengan “Air Oven Method” khusus untuk

gabah ataupun dengan cara lain yang dapat memberikan hasil yang sama.

b. Semua hasil-hasil penentuan ukuran gabah dan butiran beras yang didapat

dengan menggunakan ayakan mekanis atau cara lain harus dikoreksi

dengan menggunakan cara pemungutan dengan tangan.

c. Persentase yang ditentukan atas dasar dan rasio antara panjang dan lebar

dinyatakan sampai satu angka desimal, pembulatan angka lebih kecil dari

0,05 menjadi 0,0 dan 0,05 atau lebih besar menjadi 0,1.

d. Pemeriksaan gabah hampa, gabah muda, dan benda asing dilakukan

dengan alat penguji kotoran (dockage tester) atau ayakan-ayakan

berlubang segi empat panjang (rectangular) atau cara lain yang

memberikan hasil yang sama.

e. Cara pengujian mutu dan pengambilan contoh terdapat dalam “Petunjuk

Pengujian Mutu dan Pengambilan Contoh” yang disajikan tersendiri dalam

pelaksanaan standar (implementasi).

7. Cara Penyebutan Tingkat Mutu

Penyebutan tingkat mutu gabah dengan menggunakan singkatan-singkatan

sebagai berikut:

a. Gabah 1 : G1

b. Gabah 2 : G2

c. Gabah 3 : G3

d. Gabah mutu rendah : Gabah Mutu Rendah (Sample Grade).

Page 30: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

15

2.2.2 Pasca Panen Gabah

Pasca panen merupakan tahap terakhir dalam kegiatan produksi padi. Tahap

pasca panen padi meliputi pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan

pemasaran. Kegiatan pengeringan dan penggilingan adalah faktor penting dalam

menentukan mutu beras yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan dari kegiatan

tersebut akan berdampak pada harga jual beras di pasaran. Maka dari itu, dalam

kegiatan pasca panen perlu mendapatkan perhatian khusus untuk menjaga mutu

beras yang dihasilkan.

1. Proses Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara atau metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air

menggunakan energi panas dimana tujuan utama dari pengeringan adalah untuk

pengawetan dan menjaga kualitas bahan. Dasar proses pengeringan adalah proses

penguapan kandungan air suatu bahan untuk menurunkan persentase kadar air

bahan dari kadar air semula.

Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan gabah kering yang tahan untuk

disimpan maupun untuk digiling dan harus memenuhi persyaratan kualitas gabah

yang akan dipasarkan. Cara yang dilakukan yaitu dengan mengurangi kadar air

pada gabah hingga mencapai kadar air yang dikehendaki. Kadar air maksimum

yang dikehendaki Bulog dalam pembeliannya adalah 14 persen. Sedangkan untuk

gabah yang akan disimpan, kadar air pada gabah sebaiknya 12 persen, karena

kadar air yang semakin kering, maka hama dan serangga tidak dapat berkembang

baik dalam gabah (Kartasapoetra, 1994).

Secara biologis gabah yang baru dipanen masih melakukan proses respirasi

yang akan menghasilkan uap air dan panas serta proses biokimiawi berjalan

sangat cepat. Jika proses tersebut tidak segera dikendalikan, maka akan

berpengaruh pada gabah (menjadi rusak dan beras hasil penggilingan bermutu

rendah). Cara pengeringan untuk menurunkan kadar air gabah yang baru dipanen

dilakukan dengan cara penjemuran maupun menggunakan mesin pengering

buatan (Hasbi, 2012).

Page 31: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

16

Kadar air gabah merupakan salah satu sifat terpenting untuk menentukan

kualitas gabah dan keamanan untuk untuk disimpan atau dapat digiling dengan

hasil rendemen maksimum. Secara matematis kadar air dasar basah dinyatakan

dalam persamaan:

K a- b

a …………………………………( )

Keterangan:

KA : Kadar air dasar/basis basah (%)

Wa : Berat awal (kg)

Wb : Berat akhir (kg)

Berdasarkan tingkat kekeringan gabah dapat diklasifikasikan menjadi tiga

jenis, antara lain:

a. Gabah Kering Panen (GKP)

Gabah yang mengandung kadar air lebih dari 18 persen tetapi sampai 25

persen.

b. Gabah Kering Simpan (GKS)

Gabah yang memiliki kandungan kadar air antara 14 persen sampai 18

persen.

c. Gabah Kering Giling (GKG)

Gabah yang memiliki kandungan kadar air maksimal 14 persen.

2. Proses Penggilingan

Penggilingan padi merupakan tahapan lanjutan setelah pengeringan.

Penggilingan bertujuan untuk memisahkan antara kulit gabah dengan endosperm

(bagian beras warna putih) dan akan menghasilkan produk sampingan (by

product) berupa dedak dan menir. Penggilingan padi ini biasanya menggunakan

huller. Penggilingan padi yang ada di masyarakat umumnya menggunakan mesin

dua tahap, yaitu mesin pecah kulit (husker) dan mesin penyosoh beras (polisher).

Mesin pecah kulit digunakan untuk mengupas gabah dari kulitnya dan akan

menghasilkan beras pecah kulit yang selanjutnya akan dilakukan penyosohan

(pembersihan/ pemurnian) beras dengan mesin penyosoh dan menjadi beras putih

(Umar, 2011).

Page 32: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

17

Bila ditinjau dari konstruksinya, mesin penggilingan padi dapat

dikelompokan menjadi tiga, yaitu penggilingan padi skala kecil (PPK),

penggilingan padi sedang atau Rice Milling Unit (RMU) dan penggilingan padi

besar atau Rice Milling Plant (RMP). Perbedaan yang mendasar antara ketiganya

adalah pada ukuran, kapasitas, dan aliran bahan dalam proses penggilingan yang

dilakukan. Mesin penggilingan padi yang lengkap terkadang dilengkapi dengan

pembersih gabah sebelum masuk mesin pemecah kulit dan pengumpul dedak

sebagai hasil sampingan dari proses penyosohan (Hadiutomo, 2012).

3. Proses Penyimpanan

Beras yang dihasilkan dari proses penggilingan dapat langsung dipasarkan

ataupun disimpan. Dalam penyimpanan gabah, kadar air gabah harus benar-benar

kering, karena bila kadar air gabah tidak kering akan rentan terhadap hama

gudang karena hama gudang menyukai tempat lembab. Sebagai upaya untuk

menghidari serangan hama gudang, ruangan dalam gudang harus tetap kering dan

dilengkapi dengan ventilasi udara (Soemartono, 1992).

4. Pemasaran

Pemasaran merupakan tahap terakhir dari kegiatan pasca panen padi. Pada

umumnya, pemasaran dilakukan oleh petani dengan cara menjual langsung

gabahnya ke pengepul atau tengkulak. Hal tersebut tentu akan merugikan petani

dan menyebabkan rantai pemasaran yang panjang dan inefisien. Menurut Badan

Pusat Statistik (2015b) rantai pemasaran beras dari petani hingga sampai di tangan

konsumen harus melewati tujuh hingga sembilan tangan, yaitu petani,

penggilingan, distributor, pedagang pengepul, sub-distributor, agen, sub-agen,

pedagang grosir, pasar swalayan, dan rumah tangga. Akibatnya, disparitas harga

padi di tangan petani dan beras di tangan konsumen terpaut sangat jauh. Kondisi

seperti ini tentu akan menyebabkan keuntungan lebih besar yang dinikmati para

tengkulak, sementara petani yang telah memproduksi beras justru mendapat

keuntungan sedikit bahkan terkadang merugi.

Page 33: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

18

2.3 Sejarah dan Implementasi Sistem Resi Gudang di Dunia

2.3.1 Amerika Serikat

Sistem Resi Gudang telah digunakan sejak peradaban Mesopotamia.

Perkembangan di wilayah Mid-West Amerika Serikat merupakan awal dari

penyebaran penggunaan SRG di dunia modern. Pembukaan lahan dan penanaman

padang rumput serta pembangunan jalur kereta dan navigasi uap, berdampak pada

banyaknya aliran gandum dari wilayah Mid-West ke Pantai Timur dan Eropa.

Kemudian penemuan telegraf berhasil mempercepat komunikasi ke tingkatan

yang lebih besar (Riana, 2010).

Kota Chicago berperan penting dalam pengembangan SRG di Amerika.

Selama tahun 1830 hingga 1850, Kota Chicago telah berubah dari wilayah

pedesaan perdagangan bulu binatang menjadi metropolis perdagangan komoditas.

Wirausaha membangun elevator bertenaga uap, bangunan bertingkat banyak

untuk menerima petani dan pemasok gandum yang lain dan menyimpannya dalam

jumlah yang besar, menjual yang lebih dahulu dan mengirim diawal dan

mengeluarkan resi gudang atas persediaan yang dapat diperjualbelikan. The

Chicago Board of Trade (CBOT) membentuk sistem perdagangan komoditas,

khususnya sistem perdagangan gandum dengan kualitas yang lebih baik. Sejak

akhir 1860-an, negara bagian Illinois membuat undang-undang untuk mengatur

elevator khususnya pada publikasi statistik dan untuk mencegah penyimpangan

penyelenggaraan Sistem Resi Gudang.

2.3.2 Amerika Latin

Kebutuhan jasa pergudangan juga muncul pada abad ke-19 di Argentina dan

ekonomi di Brazil yang dihasilkan dari ekspor produk pertanian. Namun,

pendekatan dengan peraturan gudang jauh berbeda dari model di Amerika Serikat.

Negara-negara Amerika Latin mengikuti pendekatan khusus dengan membuat

undang-undang umum pergudangan yang dibuat oleh Departemen Perdagangan

atau otoritas perbankan. Undang-undang dibuat untuk mengatur Perusahaan

Pergudangan Umum (Almacenes Generales de Deposito/ Armazens Gerais) yang

hampir sama dengan pegadaian raksasa, dapat bebas untuk menyimpan semua

Page 34: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

19

jenis komoditas (pertanian dan non-pertanian), dan menjamin deposan dengan resi

gudang yang dapat digunakan oleh deposan untuk memperoleh kredit

pembiayaan. Tidak seperti elevator di Amerika Serikat, mereka biasanya tidak

diizinkan untuk memperdagangkan komoditas yang bersangkutan karena hal ini

dianggap menciptakan konflik kepentingan.

Di beberapa negara, bank adalah pemilik utama dari entitas. Situasi ini

terjadi di Kolombia dimana hanya ada lima perusahaan umum pergudangan yang

berlisensi, empat diantaranya milik bank dan yang satu milik negara. Setiap

perusahaan memiliki gudang dan silo sendiri. Bisnis yang paling menguntungkan

adalah bidang pergudangan, yaitu dengan menyediakan layanan pergudangan

untuk kepentingan pengguna jasa untuk mendapatkan pembiayaan. Kepemilikan

gudang dan entitas oleh bank telah mencegah kegagalan penyelenggaraan jasa resi

gudang dan berhasil meyakinkan deposan bahwa mereka akan dilindungi dari

penipuan. Di beberapa negara Amerika Latin lainnya, pengguna jasa pergudangan

dan deposan telah mengalami kerugian akibat penipuan.

Jasa umum pergudangan diatur oleh Departemen Perindustrian, Perdagangan

dan Pariwisata di bawah UU tahun 1903. Pada tahun 1997 ada sekitar 6.400

gudang gandum yang terdaftar dengan kapasitas statis hampir 60 juta ton (Leão de

Sousa dan Marques, 1998 dalam Riana, 2010). Namun, kualitas jasa pergudangan

buruk untuk seluruh komoditas pertanian kecuali kopi. Banyak perusahaan

pergudangan dibentuk dengan tergesa-gesa yang bertujuan untuk mengatur

intervensi pemerintah dalam persediaan yang besar, dimana fasilitas penyimpanan

kerap dirancang dengan buruk dan pengaturan pengawasan publik tidak efektif

dalam menghadapi praktik yang tidak profesional dan penipuan.

Reformasi pada tahun 1990-an mulai mengubah situasi. Pengadaan

pemerintah (public procurement) dikurangi, sektor pergudangan dilakukan oleh

swasta dan sistem resi gudang tidak memiliki kredibilitas dimata perbankan.

Rezim fiskal dan persyaratan hukum bahwa pergudangan memiliki status non-

perdagangan juga mempersulit mereka untuk beroperasi dengan sukses tanpa

kontrak pemerintah. Pada tahun 1998 ada apresiasi luas di kalangan stakeholder

Page 35: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

20

atas kebutuhan untuk reformasi industri dan informasi menunjukkan bahwa

Kolombia telah membuat kemajuan melalui jalan ini.

2.3.3 Eropa Timur dan Rusia

Sejak akhir tahun 1980-an, berbagai pendekatan telah digunakan untuk

menjadikan persediaan sebagai tujuan pinjaman, termasuk pengawasan bank

menggunakan dokumentasi, sistem dan pengaturan pergudangan. Ada dukungan

dari luar yang cukup kuat untuk pengembangan SRG, yaitu dari European Bank

for Reconstruction and Development (EBRD), USAID, CFC dan lain-lain.

Menurut Hollinger et al, 2009 (dalam Riana, 2010) sebuah laporan FAO

menunjukkan bahwa ada 12 negara yang telah berusaha untuk mengembangkan

SRG. Sistem ini paling berkembang penuh di tiga negara, yaitu Hungaria,

Bulgaria, dan Kazakhstan. Semua negara-negara tersebut memiliki hukum resi

gudang khusus untuk gandum, bukan undang-undang yang luas meliputi berbagai

komoditas dan praktik komersial yang berbeda.

Pelaksanaan yang gagal atau hanya berlaku parsial disebabkan hilangnya

konsensus awal antar lembaga pemerintah dan sektor swasta mengenai prioritas

utama dan komponen penting. Di beberapa negara seperti Polandia dan Slovakia,

intervensi Pemerintah dipertahankan pada tingkat tinggi sehingga petani tidak

tertarik untuk menyimpan dengan resi gudang. Di Ukraina, terjadi inskonsistensi

dalam peraturan perundang-undangan dan kelemahan dalam proses perizinan

menyebabkan kurangnya kepercayaan.

Sistem di Bulgaria dikembangkan dengan sangat baik, dimana 47 gudang

publik berlisensi dan kapasitas lebih dari 500.000 ton berlisensi. Pengalaman

menunjukkan arti penting keterlibatan banyak bank pendukung dengan beberapa

fakta berikut:

a. Setelah mereka mengembangkan keahlian dalam pinjaman resi gudang dan

membangun prosedur internal yang efisien, mekanisme ini menjadi sangat

sederhana dengan biaya administrasi yang relatif rendah.

Page 36: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

21

b. Bunga pinjaman turun dari 16 persen pada awal program ketika hanya dua

bank yang memberikan pinjaman menjadi 7-8 persen pada tahun 2008 ketika

kompetisi melibatkan 10 bank.

2.3.4 Afrika

Di Uganda, program SRG diformulasikan ke dalam undang-undang Sistem

Resi Gudang yang telah disahkan parlemen pada 5 April 2006. Namun program

ini sudah dimulai setahun sebelumnya dengan pilot project resi gudang kopi di

dua lokasi yakni, Uganda Barat dan Uganda Timur. Di Uganda Barat, lima

kelompok petani mendepositokan 25 ton kopi robusta mereka di Resi Gudang

Mbarara. Kopi tersebut kemudian dilelang di Komoditi Bursa Uganda. Setelah

UU itu disahkan, resi gudang dilanjutkan dengan komoditi kapas. Pada Februari

2006, sekitar 100.000 kilogram benih kapas didepositkan di Resi Gudang Kasese

dan Bushenyi yang dikelola Persatuan Koperasi Nyakatonsi.

Sebagai upaya untuk mempermudah pelaksanaan SRG, program ini juga

dilengkapi dengan Sistem Informasi Pasar, layanan informasi komoditi, seperti

fluktuasi harga. Informasi ini disebarkan melalui radio, koran gratis dan pesan

singkat telepon seluler. Petani Uganda dimana pun berada bisa mengetahui harga

kopi di pasar internasional dan nasional di lima lokasi berbeda dengan segera.

Berkat fasilitas tersebut, petani bisa mengambil keputusan cepat dengan

mengetahui kondisi harga di pasaran. Sejak diluncurkan, petani semakin

menunjukkan antusiasme mereka terhadap program ini. Terbukti dari semakin

banyaknya organisasi petani yang berpartisipasi pada program ini. Namun tidak

semua program resi gudang di Uganda berhasil. Pilot project resi gudang

komoditi kopi arabika di Uganda Timur seperti Mbale, Sironko, Manafa dan

Kapchorwa berjalan lambat. Penyebabnya adalah iklim kering sempat merusak

hasil panen kopi. Selain itu, pengelola program ini juga harus bersaing dengan

pembeli lokal yang sangat agresif mendekati petani.

Tidak berbeda dengan di Uganda, Tanzania juga memiliki konstitusi khusus

yang mengatur penyelenggaraan SRG. Parlemen Tanzania sudah mengesahkan

UU Resi Gudang sejak 1997 dan Presiden Tanzania mengeluarkan Keputusan

Page 37: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

22

Presiden beberapa bulan kemudian. Tanzania juga sedang membuat aturan

operasional resi gudang lebih rinci lagi, termasuk pengembangan manual

operasional dan pembentukan badan regulator. Kepercayaan petani terhadap

program ini terus meningkat. Deposit hasil panen komoditi kapas terus meningkat.

Pada tahun 2002 hingga 2003, biji kapas yang didepositokan dengan resi gudang

hanya 103.273 kilogram. Tetapi tiga tahun kemudian, angka itu naik 120 persen.

Pada tahun 2005 hingga 2006, jumlah kapas yang didepositokan mencapai 1,2

juta kilogram. Peningkatan juga terlihat dari angka resi gudang kopi dari tahun ke

tahun.

Peningkatan penyelenggaraan SRG ini berbanding lurus dengan peningkatan

kucuran perbankan di sektor pertanian. Pengembangan resi gudang komoditi

kapas disana memang sempat terhambat karena kerap rusak karena minimnya

jumlah mesin pemisah kapas. Dalam menyiasati masalah, Departemen Koperasi

dan Pemasaran mengucurkan dana dengan membuka empat lokasi mesin

pemisahan. Sejak itu, resi gudang telah menghasilkan efisiensi besar-besaran.

Kualitas komoditi pun meningkat. Bahkan berkat program ini pula, kapas petani

Tanzania bisa masuk dengan mudah ke pasar Inggris hanya dengan bantuan

pialang lokal. Petani di Ghana juga merasakan manfaat program resi gudang,

bahkan para petani dapat menjual panen mereka di masa panceklik sekitar 75-270

persen lebih tinggi dari harga panen raya.

2.3.5 India

Salah satu aspek penting dari pasar derivatif komoditas di India adalah SRG.

SRG sebagai solusi alternatif bagi pelaku pasar untuk memperoleh pembiayaan

jangka pendek. Konsep SRG berbasis resi gudang yang dapat digunakan sebagai

jaminan untuk memperoleh pembiayaan. Sistem dibuat lebih mutakhir dengan

mengadopsi langkah-langkah seperti grading untuk komoditas berdasarkan

kualitasnya, me-ranking gudang berdasarkan besarnya, reputasi, dan integritas. Di

India, resi gudang dikeluarkan oleh gudang sentral atau pemerintah yang dapat

diterima sebagai agunan oleh bank sedangkan yang dikeluarkan gudang swasta

tidak dapat diagunkan. Jika petani/pedagang tidak menyimpan barang di gudang

Page 38: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

23

swasta, maka kelangsungan hidup gudang swasta tersebut yang dipertaruhkan.

Oleh karena itu, terdapat peraturan untuk mengembangkan infrastruktur

pergudangan dan mewajibkan perbankan untuk menyetujui SRG dari gudang

swasta agar keberadaannya dapat dipertahankan (Mahanta, 2012 dalam Widiyani,

2014).

2.3.6 Zambia

Menurut Coulter dan Onumah (2002), kesuksesan SRG di Zambia

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung satu sama lain. Faktor-faktor

tersebut adalah jaringan gudang yang terintegrasi secara nasional, sertifikasi dan

sistem inspeksi yang handal, grading kualitas dan kuantitas, dukungan sektor

swasta, dan konsensus dari berbagai pemangku kepentingan. Penjelasan dari

berbagai faktor adalah sebagai berikut:

1. Jaringan Gudang Nasional

Fasilitas pergudangan dapat diakses untuk berbagai macam penyimpan

barang dengan volume yang berbeda-beda. Jaringan gudang yang terintegrasi

dimulai dari daerah perkotaan di sepanjang jalur transportasi utama. Kemudian

akses tersebar di wilayah yang lebih jauh dimana terdapat surplus komoditas.

Komoditas yang dapat dimasukkan dalam SRG adalah jagung, gandum dan

kedelai dan akan dikembangkan untuk komoditas lain termasuk komoditas ekspor.

2. Sertifikasi dan Sistem Inspeksi yang Handal

Zambian Agricultural Commodity Agency (ZACA) berperan menjamin

intregitasnya bahwa tidak ada intervensi dalam mengelola dan menerbitkan

perijinan SRG. Sistem sertifikasi dirancang untuk memotivasi investasi bagi

fasilitas SRG berskala kecil di perdesaan. Tidak ada kompromi dalam kualitas

layanan dan kepercayaan dalam sistem. Lembaga sertifikasi memperoleh subsidi

dari pemerintah pada awal tahun dan selanjutnya menyesuaikan dengan fee yang

diperoleh. Mereka mencapai break event point pada waktu sesingkat mungkin

dengan menambah jumlah gudang dan komoditas yang disimpan.

Page 39: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

24

3. Grading Komoditas dan Berat Standar

Komoditas yang masuk gudang SRG harus memenuhi standar kualitas dan

kuantitas. Pengelola gudang beserta pegawainya dilatih dan akan mendapat

sertifikasi untuk menjamin kualitas dan kuantitas komoditas sesuai standar

komoditas.

4. Dukungan Swasta

Pengelola gudang bersertifikasi baik gudang sendiri maupun sewa, bebas

untuk mengenakan tarif penyimpanan. Pembiayaan Resi Gudang dalam istilah

komersial dan bukan termasuk kredit lunak dari pemerintah atau donatur.

5. Membangun Konsensus Pemangku Kepentingan

Upaya yang cukup keras untuk mendapat komitmen dari berbagai pihak

yang berkepentingan. Skema SRG melibatkan pihak-pihak terutama petani,

pedagang, prosesor, bank, dan pembuat kebijakan.

2.4 Sistem Resi Gudang di Indonesia

2.4.1 Pengertian Sistem Resi Gudang

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan Republik Indonesia membuat

kebijakan yang bertujuan untuk membantu petani saat musim panen. Kebijakan

tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem

Resi Gudang. Sistem Resi Gudang (SRG) adalah kegiatan yang berkaitan dengan

penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang.

Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di

gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. Terdapat dua macam resi

gudang, yaitu resi gudang yang dapat diperdagangkan (negotiable warehouse

receipt) dan resi gudang yang tidak dapat diperdagangkan (non-negotiable

warehouse receipt). Resi gudang yang dapat diperdagangkan adalah resi gudang

yang memuat perintah penyerahan barang kepada siapa saja yang memiliki resi

gudang tersebut atau atas perintah dari pihak tertentu, sedangkan resi gudang yang

tidak dapat diperdagangkan adalah resi gudang yang memuat ketentuan bahwa

barang yang dimaksud hanya dapat diserahkan kepada pihak yang namanya telah

ditetapkan.

Page 40: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

25

Resi gudang juga dapat diterbitkan dalam derivatif resi gudang berupa

warkat yang keduanya diperdagangkan di bursa komoditi. Derivatif resi gudang

adalah turunan resi gudang yang dapat berupa kontrak berjangka resi gudang, opsi

atas resi gudang, indeks atas resi gudang, surat berharga diskonto resi gudang,

unit resi gudang atau derivatif lainnya dari resi gudang sebagai instrumen

keuangan.

2.4.2 Himpunan Peraturan Sistem Resi Gudang

A. Dasar-dasar Hukum

Penyelenggaraan program Sistem Resi Gudang yang ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagai upaya untuk memenuhi

kebutuhan pelaku usaha serta melibatkan banyak kelembagaan didasarkan pada

beberapa peraturan. Adapun dasar hukum yang mengatur tentang Sistem Resi

Gudang di Indonesia antara lain (Bappebti, 2016a):

1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2013.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata

Cara Penetapan Lembaga Pelakasana Penjaminan Resi Gudang.

4. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 35/M-Dag/Per/05/2016 tentang

Barang yang Dapat Disimpan di Gudang dalam Penyelenggaraan Sistem Resi

Gudang.

5. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian

Kualitas Aktiva Bank Umum.

B. Peraturan Tentang Teknis Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

1. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 01/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang

Persyaratan dan Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Pengelola

Gudang.

Page 41: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

26

2. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 02/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang

Persyaratan dan Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Gudang

Dalam Sistem Resi Gudang.

3. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 03/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang

Persyaratan Umum dan Persyaratan Teknis Gudang.

4. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 04/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang

Persyaratan dan Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Lembaga

Penilaian Kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang.

5. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 05/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang

Persyaratan dan Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Pusat

Registrasi.

6. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 06/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang

Penetapan Hari Kerja dalam Sistem Resi Gudang.

7. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 07/BAPPEBTI/PER-SRG/3/2008 tentang

Pedoman Teknis Penerbitan Resi Gudang.

8. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 08/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang

Pedoman Teknis Pengalihan Resi Gudang.

9. Peraturan Kepala Bappebti Nomor 09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang

Pedoman Teknis Penjaminan Resi Gudang.

10. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 10/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang

Pedoman Teknis Penyelesaian Transaksi Resi Gudang.

11. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 11/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 tentang

persyaratan keuangan bagi Pengelola Gudang.

12. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 12/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 tentang

Tata Cara Penyampaian Laporan Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian

Kesesuaian dan Pusat Registrasi.

13. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 13/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 tentang

Tata Cara Pemeriksaan Teknis Kelembagaan dalam Sistem Resi Gudang.

14. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 14/BAPPEBTI/PER-SRG/12/2010 tentang

Jenis Perizinan di Bidang Sistem Resi Gudang, Prosedur Operasi Standar

Page 42: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

27

(Standard Operational Procedur) dan Tingkat Layanan (Service Level

Arrangement).

15. Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 15/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2012 tentang

Persyaratan dan Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Pengelola

Gudang.

Tujuan di susun dan diberlakukannya peraturan tersebut adalah untuk

memberikan kepastian hukum, melindungi masyarakat, dan semua pihak yang

terlibat dalam pelaksanaan Sistem Resi Gudang di Indonesia. Peraturan tersebut

menjawab kebutuhan akan sesuatu instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat oleh masyarakat yang selama ini terkendala untuk memperoleh

pembiayaan usaha.

2.4.3 Kelembagaan Sistem Resi Gudang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006, menyatakan bahwa

kebijakan umum terkait Sistem Resi Gudang ditangani oleh Menteri Perdagangan.

Sedangkan dalam kegiatan operasionalnya, penyelenggaraan Sistem Resi Gudang

dijalankan oleh beberapa lembaga, antara lain: Badan Pengawas, Pengelola

Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK), Pusat Registrasi, dan Lembaga

Jaminan Resi Gudang. Masing-masing lembaga tersebut memiliki tugas dan

fungsi sebagai berikut (Bappebti, 2016c):

1. Badan Pengawas

Badan pengawas Sistem Resi Gudang ditangani oleh Badan Pengawas

Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Bappebti adalah unit organisasi di

bawah Menteri Perdagangan yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan,

pengaturan dan pengawasan terhadapa kegiatan yang berkaitan dengan Sistem

Resi Gudang. Badan pengawas berwenang memberikan persetujuan sebagai

Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, dan Pusat Registrasi. Selain

itu, Badan Pengawas juga berwenang melakukan pemeriksaan terhadap semua

pihak yang diberikan persetujuan, baik secara periodik maupun sewaktu-waktu,

dengan pemberitahuan maupun tanpa pemberitahuan, dan terlebih lagi ketika

mereka diduga melakukan pelanggaran.

Page 43: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

28

Struktur organisasi Bappebti terdiri atas tiga sub bagian, yaitu Sub Bagian

Pembinaan Pelaku Sistem Resi Gudang, Sub Bagian Pengawasan Pengelola

Agunan dan Lembaga Sertifikasi, Sub Bagian Pengawasan Lembaga Penjamin

dan Agen Penjual. Masing-masing sub bagian memiliki tugas dan fungsi yang

berbeda satu dengan yang lain. Sub Bagian Pembinaan Pelaku SRG memiliki

tugas melaksanakan penyiapan bimbingan teknis, penyelenggaraan, pelayanan,

dan pelaku SRG. Sub Bagian Pengawasan Pengelola Agunan dan Lembaga

Sertifikasi memiliki tugas pokok melakukan penyiapan bahan pengawasan,

pemantauan, dan evaluasi pengelola agunan dan lembaga sertifikasi. Lembaga

Penjamin dan Agen Penjual bertugas menyiapkan bahan pengawasan,

pemantauan, dan evaluasi lembaga penjamin dan agen penjual.

2. Pengelola Gudang

Pengelola gudang adalah pihak yang melakukan usaha pergudangan, baik

gudang milik sendiri maupun milik orang lain. Pengelola gudang harus berbentuk

badan usaha yang berbadan hukum dan telah mendapat persetujuan dari Bappebti.

Hingga tahun 2016, Bappebti telah memberikan persetujuan ke sejumlah

pengelola gudang di seluruh Indonesia, antara lain:

a) Koperasi Tani Bidara Tani

b) PT. Bhanda Ghara Reksa (Persero)

c) PT. Petindo Daya Mandiri

d) PT. Pertani (Persero)

e) PT. Sucofindo (Persero)

f) PT. Reksa Guna Interservice

g) PUSKUD Aceh

h) Koperasi Selaras

i) Kospermindo, Makassar

j) Koperasi Niaga Mukti, Cianjur

k) KSU Annisa, Subang

l) PT. Gunung Lintong

m) Koperasi Unit Desa (KUD) Tuntung Pandang

Page 44: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

29

n) PT. Pos Indonesia (Persero)

o) PT. Food Station Tjipinang Jaya

Seluruh pengelola gudang bertugas untuk melakukan kegiatan penyimpanan,

pemeliharaan dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang serta

berhak untuk menerbitkan resi gudang. Pengelola gudang wajib membuat

perjanjian pengelolaan secara tertulis dengan pemilik barang atau kuasanya. Pada

perjanjian pengelolaan minimal memuat persyaratan berupa identitas serta hak

dan kewajiban para pihak, jangka waktu penyimpanan, deskripsi barang, dan

asuransi.

3. Lembaga Penilaian Kesesuaian

Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) adalah lembaga yang telah

terakreditasi dan mendapat persetujuan dari Badan Pengawas. LPK memiliki

tugas untuk melakukan kegiatan menilai dan membuktikan bahwa persyaratan

yang berkaitan dengan produk, proses, sistem dan/atau personil terpenuhi.

Kegiatan penilaian mencakup kegiatan sertifikasi, inspeksi, dan pengujian yang

berkaitan dengan barang, gudang serta pengelola gudang. Penyimpanan barang di

gudang erat kaitannya dengan mutu yang disimpan sehingga perlu disiapkan

sistem penilaian kesesuaian untuk menjaga konsistensi mutu barang yang

disimpan.

Sertifikat yang diterbitkan oleh LPK sekurang-kurangnya memuat identitas

pemilik barang, nomor dan tanggal penerbitan, jenis dan jumlah barang, sifat

barang, metode pengujian mutu barang, tingkat mutu dan kelas barang, jangka

waktu mutu barang dan tanda tangan pihak yang berhak mewakili lembaga. LPK

terdiri atas tiga bagian, antara lain:

A. Inspeksi Gudang:

a) PT. Bhanda Graha Reksa (Persero)

b) PT. Sucofindo (Persero)

c) PT. Sawu Indonesia

B. Uji Mutu Komoditi:

a) PT. Sucofindo (Persero)

Page 45: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

30

b) PT. Beckjorindo Paryaweksana

c) Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (Surabaya, Makassar,

Surakarta, Medan, Banda Aceh, Padang, Palu, Gorontalo, Bengkulu,

Kendari, Palangkaraya)

d) Seluruh Unit Bisnis Jasa Survey dan Pemberantasan Hama (UB-Jastasma)

Perum Bulog

e) Lembaga Sertifikasi Produk (LS-PRO CCQC)

f) Lab. Fakultas Pertanian Universitas Mataram

C. Sertifikat Manajemen Mutu:

a) PT. Sucofindo (Persero)

b) PT. Sawu Indonesia

4. Pusat Registrasi

Pusat Registrasi merupakan badan usaha berbadan hukum yang mendapat

persetujuan dari Badan Pengawas untuk melakukan penata- usahaan resi gudang

dan derivatif resi gudang, meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindah bukuan

kepemilikan, pembebanan, hak jaminan, pelaporan serta penyediaan sistem dan

jaringan informasi. Setiap pihak yang menerbitkan, mengalihkan, dan melakukan

pembebanan hak jaminan atas resi gudang wajib melaporkan tindakannya kepada

Pusat Registrasi. Saat ini Pusat Registrasi ditangani oleh PT. Kliring Berjangka

Indonesia. Adanya Pusat Registrasi memungkinkan pemerintah untuk memantau

pengalihan dan pembebanan hak jaminan atas resi gudang, mencegah munculnya

penjamin ganda (double collateral) dan melakukan pemantauan atas stok nasional

untuk komoditi tertentu melalui Pusat Registrasi.

5. Lembaga Jaminan Resi Gudang (LJRG)

Lembaga Jaminan Resi Gudang adalah lembaga yang akan mengelola Dana

Jaminan Resi Gudang. Lembaga ini berfungsi sebagai lembaga penjaminan seperti

layaknya LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan) bagi perbankan. LPS menjamin

uang yang disimpan di bank sedangkan LJRG menjamin barang/ komoditas yang

disimpan Pengelola Gudang. LJRG akan memberikan perlindungan bagi pemilik

resi gudang khususnya petani, usaha kecil dan menengah serta lembaga keuangan

Page 46: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

31

perbankan atau non-bank terhadap kegagalan, kelalaian atau ketidakmampuan

pengelola gudang dalam melaksanakan kewajibannya menjaga dan menyerahkan

barang sebagaimana tertera dalam resi gudang. Keberadaan LJRG akan

meningkatkan kepercayaan dunia usaha dan masyarakat serta menjaga integritas

Sistem Resi Gudang.

2.4.4 Alur Skema Sistem Resi Gudang

Pada kegiatan pelaksanaan program Sistem Resi Gudang meliputi beberapa

tahapan dan setiap tahapan pada pelaksanaan Sistem Resi Gudang melibatkan

beberapa lembaga. Alur kegiatan pelaksanaan Sistem Resi Gudang dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Penerbitan Resi Gudang

Sumber: Widiyani, 2014

Pelaksanaan Sistem Resi Gudang dimulai dari penyerahan pemilik barang

(petani/kelompok tani/gapoktan/koperasi) kepada pengelola gudang. Penyerahan

barang dapat dilakukan dengan cara pemilik barang datang langsung ke gudang

dengan membawa komoditas yang akan diresigudangkan. Selanjutnya komoditas

yang akan disimpan di uji kualitasnya melalui Lembaga Penilaian Kesesuaian

Asuransi

Gudang

Pengelola

Gudang

LPK

Bappbeti

Pusat Registrasi

Lembaga

Keuangan Peserta SRG

Pasar

(Spot Future)

Pembeli, Pengolah,

Pedagang, Spekulan

Page 47: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

32

(LPK). LPK akan menguji mutu komoditas sebelum disimpan di gudang.

Penilaian kesesuaian komoditas disesuaikan dengan SNI (Standar Nasional

Indonesia). Jika komoditas telah sesuai dengan standar mutu yang berlaku,

kemudian LPK membuat sertifikat untuk komoditas yang berisi informasi tentang

nomor, tanggal terbit, identitas pemilik, metode uji, jenis, sifat, jumlah, mutu,

kelas barang, jangka waktu mutu barang dan tanda tangan pihak yang berwenang.

Selain itu, pengelola gudang juga membuat Perjanjian Pengelolaan Barang dan

mendaftarkan komoditas ke pihak asuransi.

Kemudian pengelola gudang mendaftarkan barang ke pusat registrasi dan

menerima kode registrasi. Selanjutnya pengelola gudang akan menerbitkan resi

gudang yang berisi informasi tentang judul resi gudang, nama pemilik barang,

lokasi gudang, tanggal penerbitan, nomor penerbitan, nomor registrasi, waktu

jatuh tempo, deskripsi barang, biaya simpan, nilai barang serta harga pasar.

Pengelola gudang menyampaikan informasi tersebut ke pusat registrasi. Seluruh

data dan informasi dalam resi gudang ini ditatausahakan oleh pusat registrasi.

Pengelola gudang juga akan memberi tahu semua informasi tersebut ke badan

pengawas.

Setelah semua proses telah dilakukan, resi gudang dapat diterbitkan oleh

pengelola gudang dan selanjutnya resi gudang tersebut dapat dimanfaatkan oleh

pemilik barang. Pemanfaatan resi gudang terdiri dari tiga alternatif. Pertama, resi

gudang dapat segera diuangkan ke lembaga keuangan bank atau non-bank yang

ditunjuk oleh Badan Pengawas. Kedua, resi gudang dapat disimpan sebagai aset

atau surat berharga. Ketiga, resi gudang dapat diperdagangkan atau diperjual-

belikan secara langsung atau melalui Pasar Lelang Komoditi (PLK).

Sebagai upaya untuk menunjang implementasi Sistem Resi Gudang,

Bappebti mengembangkan sistem informasi harga untuk komoditas dalam SRG

yang bertujuan untuk membantu pengambilan keputusan bagi petani, pelaku usaha

dan perbankan. Bagi petani dan pelaku usaha, informasi harga komoditas berperan

penting untuk mengetahui dan memprediksi waktu yang tepat untuk menyimpan

dan menjual, sedangkan bagi lembaga keuangan untuk membantu menentukan

besarnya nilai pinjaman yang dapat diberikan.

Page 48: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

33

Informasi dalam Sistem Resi Gudang dapat terintegrasi di semua pihak yang

terkait, secara online dan real time dimana setiap Pengelola Gudang dilengkapi

dengan perangkat sistem terhubung secara online ke Pusat Registrasi dengan

sistem komputer, baris data lokal, komunikasi melalui dial-up, leased lines, VPN

atau internet. Sementara Pusat Registrasi menyediakan sistem dan jaringan

informasi yang terhubung dengan stakeholders Sistem Resi Gudang meliputi

Badan Pengawas, Pengelola Gudang, LPK, Penguji Mutu, Pihak Asuransi, dan

Lembaga Keuangan untuk mempermudah administrasi Resi Gudang seperti

verifikasi, konfirmasi, registrasi, pengamanan, query, dan early warning system.

2.4.5 Skema Pembiayaan Sistem Resi Gudang

Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006, dokumen resi gudang dapat

dijadikan agunan atau jaminan ke bank atau lembaga keuangan non-bank untuk

memperoleh kredit. Kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan berupa kredit

komersial dan kredit subsidi. Kredit komersial adalah kredit yang diberikan

kepada pemilik barang atau pihak yang menerima pengalihan dari pemilik barang

atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut. Sedangkan kredit subsidi

adalah kredit modal kerja melalui skema Subsidi Sistem Resi Gudang (S-SRG)

yang mendapat subsidi bunga dari pemerintah dengan jaminan resi gudang yang

diberikan bank kepada petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan

koperasi tani. Ketentuan tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan

Nomor: 171/PMK/05/2009 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 66/M-

DAG/PER/12/2009 (Bappebti, 2016a). Skema kredit melalui S-SRG, substansi

penerapannya adalah sebagai berikut:

1. Meliputi komoditas gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, dan rumput

laut.

2. Plafon kredit maksimal sebesar 70 persen dari nilai resi gudang.

3. Jangka waktu kredit maksimum enam bulan dan tidak dapat diperpanjang.

4. Suku bunga kredit 6 persen per tahun atau 0,5 persen per bulan.

5. Tidak dikenakan biaya provisi atau biaya administrasi dan sebagainya.

Page 49: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

34

Pihak penyalur kredit S-SRG terdiri dari bank pemerintah dan bank swasta,

LPDB (Lembaga Pengelola Dana Begulir) Kementerian Koperasi dan UKM,

PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan), dan PT. Kliring Berjangka

Indonesia. Adapun bank milik pemerintah penyalur pembiayaan S-SRG meliputi:

a. Bank Rakyat Indonesia (BRI)

b. Bank Jabar dan Banten (BJB)

c. Bank Jatim

d. Bank Jateng

e. Bank Kalsel

f. Bank Sumatera Utara

g. Bank Lampung

2.4.6 Manfaat Sistem Resi Gudang

Manfaat utama dari program Sistem Resi Gudang adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan petani. Manfaat tersebut dapat tercapai melalui

skema pembiayaan yang disediakan oleh pemerintah yang dapat diakses oleh

petani dengan komoditas hasil pertanian sebagai jaminannya. Melalui program

SRG diharapkan petani dapat meningkatkan produktivitas usahataninya yang

berdampak pada peningkatan daya saing. Penerapan program SRG juga

bermanfaat dalam mengendalikan dan menstabilkan harga komoditas melalui

fasilitas penjualan sepanjang tahun. Selain itu, program SRG dapat menjamin

ketersediaan modal produksi bagi para produsen (petani) karena adanya

pembiayaan dari lembaga keuangan yang berpengaruh pada terjaminnya produksi

dan terkendalinya ketersediaan cadangan komoditas nasional.

Adanya prorgam SRG memberikan keleluasaan dalam penyaluran kredit

bagi dunia perbankan atau memberikan pasar bagi penyaluran kredit perbankan.

Dunia industri juga memperoleh manfaat dari program SRG melalui terjaminnya

ketersediaan bahan baku karena baik produsen maupun sektor komersial terkait

dapat mengubah status ketersediaan bahan mentah dan setengah jadi untuk produk

yang dapat diperjualbelikan secara luas.

Page 50: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

35

Pada sektor pertanian, penerapan program SRG sangat prospektif untuk

meningkatkan pendapatan usahatani. Melalui progam Sistem Resi Gudang akan

diperoleh beberapa manfaat, diantaranya melalui:

1. Mekanisme tunda jual, yaitu saat musim panen petani menyimpan hasil

pertanian di gudang SRG.

2. Penjualan dilakukan pada saat harga komoditas pertanian telah tinggi.

3. Meminimalisir penimbunan barang oleh tengkulak ataupun pedagang

pengumpul, karena dengan resi gudang yang dapat diagunkan petani akan

mendapatkan dana tunai untuk kebutuhan modal usaha maupun untuk

mencukupi kebutuhan rumah tangganya (Ashari dkk, 2013).

Menurut Bank Indonesia, 2008 (dalam Ashari dkk, 2013), pada aspek

ketersediaan dana, secara teori peluang pengembangan SRG sebagai alternatif

pembiayaan pertanian dengan dukungan perbankan sangat terbuka. Hal ini

didasarkan pada argumen sebagai berikut:

1. Secara kumulatif potensi pertanian besar.

2. Jangka waktu kredit SRG relatif pendek

3. Analisis kelayakan nasabah

4. Dilaksanakan oleh Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK),

dan asuransi.

5. Bank hanya setuju dengan dokumen resi gudang.

Menurut Sadaristuwati, 2008 (dalam Ashari dkk, 2013) Resi Gudang

memiliki posisi yang penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pelaku

usaha di sektor pertanian dengan argumentasi sebagai berikut:

1. Resi gudang merupakan salah satu bentuk sistem tunda jual yang menjadi

alternatif dalam meningkatkan nilai tukar petani

2. Di era perdagangan bebas (free trade), resi gudang sangat diperlukan untuk

membentuk petani menjadi petani pengusaha dan petani mandiri.

3. Program SRG bisa memangkas pola perdagangan komoditas pertanian

sehingga petani bisa mendapatkan peningkatan harga jual komoditas.

Page 51: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

36

Selain itu, keberadaan SRG tidak hanya bermanfaat bagi kalangan petani

tetapi juga pelaku ekonomi lainnya seperti perbankan, pelaku usaha, dan

pemerintah. Manfaatnya antara lain:

1. Menciptakan kestabilan dan dapat mengendalikan harga komoditas.

2. Memberikan jaminan modal produksi karena adanya pembiayaan dari

lembaga keuangan.

3. Keleluasaan penyaluran kredit bagi perbankan yang minim risiko.

4. Adanya jaminan ketersediaan barang.

5. Ikut berperan dalam menjaga stok nasional dalam rangka menjaga ketahanan

dan ketersediaan pangan nasional.

6. Distribusi perdagangan komoditas menjadi lebih terpantau.

7. Dapat menjamin ketersediaan bahan baku industri (agroindustri).

8. Mampu melakukan efisiensi baik logistik maupun distribusi.

9. Dapat memberikan kontribusi fiskal kepada pemerintah.

10. Mendorong tumbuhnya industri pergudangan dan bidang usaha yang terkait

dengan SRG lainnya.

Hasil kajian empiris dan ilmiah tentang potensi manfaat progam SRG bagi

petani dijelaskan pada penelitian Kurniawan, 2009 (dalam Ashari dkk, 2013) di

Kabupaten Majalengka tentang program SRG, menyimpulkan bahwa dari hasil

struktur pendapatan usahatani padi, petani yang berpartisipasi pada program SRG

memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan petani konvensional.

Maka dari itu, SRG memiliki kemampuan menghasilkan penerimaan tunai yang

lebih baik. Hasil penelitian Yudho, 2008 (dalam Ashari dkk, 2013) menunjukkan

program SRG cukup efektif dan memberikan manfaat lindung nilai bagi petani.

Biaya untuk resi gudang masih lebih rendah dibandingkan penerimaan yang

diterima dengan memanfaatkan program SRG.

Hasil penelitian Suryani dkk (2014) dan Ashari dkk (2013) menunjukkan

bahwa secara finansial, penyelenggaraan program SRG telah mampu mendorong

peningkatan pendapatan para petani maupun kelompok tani atau gabungan

kelompok tani (gapoktan) yang menjadi peserta SRG. Menurut Suryani dkk

(2014), secara umum esensi penyelenggaraan program SRG adalah untuk

Page 52: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

37

meningkatkan pendapatan petani, sebagai sumber pembiayaan, pemasaran yang

lebih efisien dan modern, peningkatan kualitas produk dan standarisasi serta

revolusi pergudangan.

Manfaat program SRG untuk meningkatkan pendapatan adalah dengan cara

mekanisme tunda jual, pada saat musim panen terjadi over supply sehingga dapat

mencegah rendahnya harga dan tujuan akhirnya adalah pendapatan petani dapat

meningkat. Kemudian yang dimaksud dengan sumber pembiayaan yaitu jika

petani menyimpan hasil usahataninya di gudang SRG dan mendapat resi gudang,

maka resi gudang tersebut dapat diagunkan lembaga keuangan untuk pembiayaan

usahatani dan kebutuhan rumah tangga. Sementara itu, manfaat SRG untuk

menciptakan pemasaran yang lebih efisien dan modern dimaksudkan sebagai

fasilitas bagi sistem pemasaran khususnya melalui sistem lelang.

Melalui Sistem Resi Gudang, barang tidak perlu dibawa atau diangkut oleh

orang pada saat berlangsungnya proses penjualan atau pemasaran. Bahkan dengan

pola ini, proses pemasaran produk dapat dilakukan hingga menuju ke bursa

komoditi. Sedangkan yang dimaksudkan dengan peningkatan kualitas produk dan

standarisasi adalah mendorong dan membiasakan para produsen (petani) untuk

melakukan standarisasi dari produknya pada saat akan dimasukkan ke gudang

SRG, sesuai dengan aturan dan ketentuan yang ada. Hal ini sangat penting untuk

menghadapi persaingan pasar global. Kemudian sistem pergudangan yang

merupakan bagian penting dalam mendukung pola pemasaran modern dan harus

di desain sebagai sarana yang sesuai untuk menyimpan produk atau komoditas

yang diresigudangkan, sehingga dapat mewujudkan revolusi pergudangan.

2.5 Kinerja Pengelolaan Program

Menurut Widodo (2006), kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan

menyempurnakan sesuai tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang

diharapkan. Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan suatu

organisasi (Mahsun, 2006). Sementara Armstrong dan Baron, 1998 (dalam

Page 53: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

38

Wibowo, 2007) menjelaskan bahwa kinerja (performance) adalah tentang

melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja

merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan

strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

Kinerja menjadi aspek yang lebih ditekankan pada tanggung jawab dengan hasil

yang diharapkan.

Penilaian kinerja pada dasarnya digunakan untuk penilaian atas keberhasilan

atau kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan, program dan/atau kebijakan sesuai

dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi

dan misi instansi pemerintah. Pengukuran kinerja mencakup penetapan indikator

kinerja dan penetapan capaian indikator kinerja. Menurut Dwiyanto (2006)

penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting sebagai ukuran

keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Pada birokrasi publik,

informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh

penilaian yang diberikan oleh birokrasi itu memenuhi harapan dan memuaskan

masyarakat. Kemudian menurut Budiyanto (2013) menyatakan bahwa penilaian

kinerja merupakan proses standarisasi pekerjaan dan penilaian pekerjaan yang

telah dilakukan dengan menggunakan parameter standar kerja yang telah

ditetapkan tersebut.

Sementara itu, definisi dari pengelolaan tidak terlepas dari kegiatan pokok

manajemen karena pada dasarnya pengelolaan merupakan bagian dari manajemen.

Pengelolaan merupakan sebuah seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu

yang terkait dengan pecapaian tujuan (Tisnawati dan Saefullah, 2009).

Penyelesaian pada sesuatu hal dapat ditinjau dari tiga faktor, antara lain:

1. Adanya penggunaan sumber daya organisasi, baik sumber daya manusia

maupun faktor-faktor produksi lainya.

2. Proses yang bertahap mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan

dan pelaksanaan hingga pengendalian dan pengawasan.

3. Adanya seni dalam penyelesaian pekerjaan.

Page 54: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

39

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja pengelolaan

program merupakan bentuk penilaian atas keberhasilan ataupun kegagalan suatu

program dengan melihat dinamika dari pengelolaan yang dilakukan.

2.6 Efektivitas Program

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas berawal dari kata

efektif yang berarti memiliki efek (akibat dan pengaruh), dapat membawa hasil,

dan mulai berlaku (peraturan). Efektivitas lebih mengarah pada pencapaian

sasaran atau tujuan sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan. Menurut

Yusuf (2004) efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat

keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai suatu tujuan yang telah

ditetapkan lebih dahulu. Prinsip dari efektivitas adalah kemampuan mencapai

sasaran dan tujuan akhir melalui kerjasama orang-orang dengan memanfaatkan

sumberdaya yang ada dengan seefisien mungkin (Djunaedi, 2003).

Efektivitas pada dasarnya menekankan pada hasil (dampak) yang dicapai

dan menunjukkan pada taraf tercapainya hasil. Efektivitas menunjukkan

keberhasilan dari segi tercapainya tidaknya sasaran atau aturan yang telah

ditetapkan. Efektivitas merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk

mengevaluasi keberhasilan suatu tujuan. Menurut Dunn, 2003 (dalam Widiyani,

2014) menggambarkan kriteria evaluasi kebijakan menjadi enam tipe sebagai

berikut:

1. Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai

hasil yang diharapkan atau mencapai tujuan dari diadakannya suatu tindakan.

Efektivitas yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu

diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya.

2. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk

meningkatkan efektivitas. Efisiensi merupakan hubungan antara efektivitas

dan usaha yang umumnya diukur melalui biaya moneter.

3. Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat

efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan

Page 55: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

40

adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan

antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.

4. Kesamaan (equity) menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara

kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang

berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya dapat

didistribusikan secara adil. Kebijakan yang dirancang untuk mendistribusikan

pendapatan, kesempatan memperoleh pendidikan atau pelayanan publik

biasanya direkomendasikan atas dasar kriteria kesamaan.

5. Responsivitas (responsiveness) berkenaan degan seberapa jauh suatu

kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok

masyarakat tertentu. Kriteria responsiveness menjadi sangat penting dalam

pelaksanaan evaluasi kebijakan, karena walaupun suatu kebijakan telah

memenuhi kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan dan kesamaan, namun jika

belum memenuhi kebutuhan aktual dari kelompok masyarakat yang

semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan, maka kebijakan tersebut

masih dinyatakan gagal.

6. Ketepatan (appropriateness) berkenaan dengan rasionalitas subtantif,

dikarenakan pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan

satuan kriteria individu, namun dua atau lebih kriteria secara bersama-sama.

Ketepatan merujuk kepada nilai atau harga dari tujuan-tujuan suatu kebijakan

atau program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan tersebut.

2.7 Pengambilan Keputusan

2.7.1 Pengertian Pengambilan Keputusan

Keputusan adalah proses pengakhiran dari proses pemikiran tentang sesuatu

yang dianggap sebagai masalah dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu

alternatif pemecahannya. Keputusan merupakan pangkal atau permulaan dari

semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah baik secara individual, maupun

secara berkelompok. Keputusan bersifat futuristik, artinya mengenai hari

kemudian, efeknya akan berlangsung di hari yang akan datang (Atmosudirdjo,

1982 dalam Febriantie, 2012).

Page 56: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

41

Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus

dihadapi dengan tegas. Menurut Dagun (2006) dalam Kamus Besar Ilmu

Pengetahuan, pengambilan keputusan atau kebijakan yang didasarkan atas kriteria

tertentu. Proses ini meliputi dua alternatif atau lebih. Menurut Reason (1990),

pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari

proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan

diantara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan

selalu menghasilkan satu pilihan akhir.

Keputusan merupakan suatu pilihan diantara dua atau lebih tindakan/

perilaku alternatif. Berbagai keputusan selalu mensyaratkan banyak pilihan

perilaku berbeda. Pengambilan keputusan adalah proses integrasi yang digunakan

untuk mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih

perilaku alternatif dan memilih satu diantaranya. Hasil dari proses tersebut adalah

suatu pilihan, secara kognitif menunjukan intensi perilaku. Intensi perilaku atau

rencana keputusan merupakan suatu rencana untuk menjalankan satu perilaku atau

lebih (Peter dan Olson, 2013).

Terry (2010) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai

pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang

mungkin. Sementara itu, Syamsi (2000) menjelaskan bahwa proses pengambilan

keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran,

kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan

diantara sejumlah alternatif.

Menurut Suharnan (2005), pengambilan keputusan adalah proses memilih

atau menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti.

Pembuatan keputusan terjadi di dalam situasi-situasi yang menuntut seseorang

harus membuat prediksi ke depan, memilih salah satu diantara dua pilihan atau

lebih, membuat estimasi (prakiraan) mengenai frekuensi prakiraan yang akan

terjadi. Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan. Menurut Rakmat

(2007), keputusan yang diambil seseorang beraneka ragam, tetapi tanda-tanda

umumnya antara lain: keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual,

keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif, keputusan selalu

Page 57: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

42

melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau

dilupakan.

Menurut Salusu (2004) pengambilan keputusan adalah suatu proses memilih

alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Ketika

keputusan sudah dibuat, sesuatu yang baru mulai terjadi atau dengan kata lain,

keputusan mempercepat mengambil tindakan serta mendorong lahirnya gerakan

dan perubahan. Terdapat dua pendekatan yang mendasari pengambilan keputusan,

yaitu pendekatan yang mendasari hasil dan pendekatan yang berorientasi proses.

Pendekatan yang berorientasi hasil, apabila sesorang dapat memprediksi hasil dari

proses pengambilan keputusan dengan benar maka akan memahami proses

pengambilan keputusan. Hasil dari pengambilan keputusan dan prediksi yang

benar merupakan inti dari pendekatan ini. Pendekatan yang berorientasi proses,

apabila seseorang memahami proses pengambilan keputusan maka dapat

memprediksi hasilnya dengan benar (Zeleny, 2010 dalam Febriantie, 2012).

Petani sebagai individu pembuat keputusan selalu dipengaruhi oleh

ketersediaan sumber daya rumah tangganya dan juga oleh hubungan sosialnya,

yaitu keputusan suatu masyarakat akan memengaruhi keputusan individu.

Disamping itu perilaku budidaya juga saling berhubungan dengan perilaku sosial,

budaya, ekonomi dan perilaku dari kehidupan masyarakat pedesaan. Bentuk

interaksi antar faktor-faktor tersebut pada akhirnya merupakan faktor penentu

dalam pembuatan keputusan oleh petani (Suek, 1994 dalam Theresia dkk, 2016).

2.7.2 Dasar-dasar Pengambilan Keputusan

Terry (2010) menjelaskan bahwa dasar-dasar dari pengambilan keputusan

yang berlaku antara lain:

a. Intuisi

Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat

subjektif, yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan

lain. Sifat subjektif dari keputusan intuisi ini terdapat beberapa keuntungan,

yaitu:

Page 58: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

43

1) Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk

memutuskan.

2) Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat

kemanusiaan.

Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu

yang singkat. Pada masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada

umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan

kepuasan, akan tetapi pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya

karena kesulitan mencari perbandingan dengan kata lain hal ini diakibatkan

pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga

hal-hal lain yang lain sering diabaikan.

b. Pengalaman

Pengalaman dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah.

Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan

praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi

latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu

dalam memudahkan pemecahan masalah.

c. Fakta

Keputusan berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup

merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan

informasi yang cukup itu sangat sulit.

d. Wewenang

Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan menimbulkan

sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik diktatorial. Keputusan

berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati

permasalahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang

jelas.

e. Rasional

Keputusan tang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah-

masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan

rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih

Page 59: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

44

bersifat objektif. Di dalam kehidupan masyarakat, keputusan yang rasional

dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam

batas-batas nilai masyarakat yang diakui saat itu.

2.7.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan

Menurut Terry (2010), faktor-faktor yang memengaruhi dalam pengambilan

keputusan, yaitu:

1. Hal-hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang emosional maupun

yang rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.

2. Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan. Setiap

keputusan jangan berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi harus lebih

mementingkan kepentingan bersama.

3. Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu buatlah alternatif-

alternatif tandingan.

4. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental, dari tindakan ini harus

diubah menjadi tindakan fisik.

5. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama.

6. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil

yang lebih baik.

7. Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui keputusan itu benar

8. Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan

mata rantai berikutnya.

Arroba (1998) menyebutkan lima faktor yang memengaruhi pengambilan

keputusan, antara lain:

1. Informasi yang diketahui perihal masalah yang dihadapi

2. Tingkat pendidikan

3. Personality

4. Coping, dalam hal ini dapat berupa pengalaman hidup yang terkait dengan

pengalaman (proses adaptasi)

5. Culture

Page 60: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

45

Sedangkan menurut Kotler (2009), faktor-faktor yang memengaruhi

pengambilan keputusan antara lain:

1. Faktor budaya, yang meliputi peran budaya, sub budaya, dan kelas sosial

2. Faktor sosial, yang meliputi kelompok acuan, keluarga, peran, dan status

3. Faktor pribadi, yang termasuk usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan

ekonomi, gaya hidup, kepribadiaan dan konsep diri

4. Faktor psikologis, yang meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan,

dan pendirian.

2.7.4 Proses Pengambilan Keputusan (Decision Making Process)

Kotler (2009) menjelaskan proses pengambilan keputusan antara lain:

1. Identifikasi masalah

Dalam hal ini diharapkan mampu mengidentifikasi masalah yang ada di dalam

suatu keadaan.

2. Pengumpulan dan penganalisis data

Pengambilan keputusan diharapkan dapat mengumpulkan dan menganalisis

data yang dapat membantu memecahkan masalah yang ada.

3. Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan

Setelah masalah dirinci dengan tepat dan tersusun baik, maka perlu dipikirkan

cara-cara pemecahannya.

4. Pemilihan salah satu alternatif terbaik

Pemilihan satu alternatif terbaik dilakukan atas dasar pertimbangan yang

matang atau berdasarkan rekomendasi dan perlu waktu yang lama karena hal

ini menentukan alternatif yang dipakai akan berhasil atau sebaliknya.

5. Pelaksanaan keputusan

Dalam pelaksanaan keputusan berarti seseorang pengambil keputusan harus

mampu menerima dampak yang positif atau negatif. Ketika menerima dampak

yang negatif, pengambil keputusan juga harus mempunyai alternatif lain.

6. Pemantauan dan pengevaluasian hasil pelaksanaan

Setelah keputusan dijalankan seharusnya pimpinan dapat mengukur dampak

dari keputusan yang telah dibuat.

Page 61: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

46

III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Permasalahan pertanian di Indonesia yang sering terjadi salah satunya

adalah masalah ketidakmampuan petani dalam memenuhi biaya usahatani dan

masalah harga komoditas yang rendah saat musim panen serta akses untuk

melakukan kegiatan pasca panen yang sulit dan mahal. Pemerintah telah

menerapkan harga dasar gabah, dimana Bulog membeli beras petani dengan harga

yang telah ditentukan untuk mendorong peningkatan produksi, tetapi sangat sulit

untuk menjaga harga jual di tingkat petani sesuai dengan harga dasar dari

pemerintah apabila panen melimpah.

Pada tahun 2006, pemerintah membuat kebijakan tentang program Sistem

Resi Gudang (SRG). Program SRG bertujuan untuk mengatasi permasalahan

pembiayaan petani, memberikan harga jual yang sesuai, memberikan akses untuk

pengolahan pasca panen dan sebagainya. Implementasi program SRG di Indonesia

dimulai tahun 2008 dengan empat kabupaten sebagai daerah percontohan, yaitu

Kabupaten Banyumas, Kabupaten Jombang, Kabupaten Indramayu, dan

Kabupaten Gowa. Sasaran dari program SRG adalah petani, kelompok tani,

gabungan kelompok tani, dan koperasi tani. Komoditas yang dapat mengikuti

program SRG yaitu gabah, beras, jagung, kakao, kopi, teh, rumput laut, lada,

karet, rotan, garam, gambir, kopra, dan timah. Hingga tahun 2016, terdapat 192

gudang yang telah dibangun oleh pemerintah dan swasta yang berada di 25

provinsi dan 105 kabupaten/kota (Bappebti, 2016b).

Kabupaten Cianjur merupakan daerah penghasil padi terbesar kelima di

Jawa Barat (data disajikan di lampiran) dan menjadi daerah kedua terbesar yang

telah menerapkan program SRG sejak tahun 2011. Partisipasi petani dalam

memanfaatkan program SRG masih rendah. Berdasarkan data tahun 2016, total

resi gudang yang diterbitkan sebanyak 299 buah dengan total gabah yang

disimpan berjumlah 7.663,777 ton (Bappebti, 2016b). Total resi gudang yang

diterbitkan dan total gabah yang disimpan masih sangat sedikit bila dibandingkan

dengan total produksi di Kabupaten Cianjur.

Page 62: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

47

Sebagai upaya meningkatkan partisipasi petani dalam memanfaatkan

program SRG dan implementasi program SRG secara masif, maka perlu meninjau

kinerja pengelolaan program SRG dan efektivitas program SRG dalam

meningkatkan pendapatan petani. Pengukuran kinerja pengelolaan program SRG

di Kabupaten Cianjur yang dikelola oleh Koperasi Niaga Mukti mengggunakan

gap analysis, yaitu dengan membandingkan harapan petani sebelum

memanfaatkan program SRG dengan kondisi aktual setelah memanfaatkan

progam SRG. Sementara itu, pengukuran efektivitas program SRG dalam

meningkatkan pendapatan petani akan membantu petani dalam mengambil

keputusan. Pengukuran efektivitas program SRG dalam meningkatkan pendapatan

petani dilakukan menggunakan analasis usahatani dan uji beda rata-rata (t-test),

yaitu dengan membandingkan rata-rata pendapatan antara petani yang

memanfaatkan program SRG dan petani yang tidak memanfaatkan program SRG.

Keberhasilan program SRG perlu didukung dengan adanya partisipasi petani

yang tinggi untuk memanfaatkan program SRG. Dalam hal ini, pengambilan

keputusan petani memegang peran penting. Keputusan petani untuk ikut

memanfaatkan program SRG akan berdampak pada peningkatan pendapatan

petani. Pengambilan keputusan petani didasarkan pada beberapa faktor yang dapat

memengaruhinya, maka perlu adanya penjelasan lebih lanjut mengenai faktor-

faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam memanfaatkan program SRG.

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani menggunakan analisis

regresi logistik.

Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan

dapat berkontribusi dalam pengembangan program SRG di Kabupaten Cianjur

serta dapat menjadi bahan monitoring dan evaluasi bagi stakeholder terkait untuk

dapat memperbaiki, meningkatkan serta mengembangkan program SRG secara

masif di Indonesia. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka alur

kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 63: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

48

Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan:

= Alur berpikir

= Alur analisis

= Alat analisis

Kendala:

Sulitnya pembiayaan usahatani,

harga gabah rendah, kegiatan

pasca panen sulit dan mahal

Solusi pemerintah:

Program Sistem Resi Gudang

Manfaat program SRG:

Kepastian mutu, pembiayaan dengan

jaminan resi gudang, harga jual optimal

melalui mekanisme tunda jual, fasilitas

gudang mendukung kegiatan pasca panen

dan pemasaran terintegrasi pasar lelang

Permasalahan implementasi SRG:

Kuantitas gabah yang disimpan di gudang

SRG masih sedikit dan pastisipasi petani

masih rendah

Analisis regresi logistik Gap analysis

Peningkatan dan pengembangan program

SRG dapat dilakukan secara masif

Kinerja

pengelolaan SRG

Usahatani

padi

Potensi:

Permintaan beras bersifat

kontinu dan Kab. Cianjur

sebagai sentra produksi padi

di Jawa Barat

Efektivitas SRG dalam

meningkatkan

pendapatan petani

Faktor-faktor yang

memengaruhi

keputusan petani

Analisis usahatani dan

uji beda rata-rata

Page 64: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

49

3.2 Hipotesis

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran pada penelitian ini, hipotesis yang

diajukan adalah:

1. Kinerja pengelolaan program SRG yang dikelola oleh Koperasi Niaga Mukti

masih terdapat kesenjangan antara harapan petani dengan pelaksanaan

program SRG.

2. Rata-rata pendapatan petani padi yang memanfaatkan progam SRG lebih

tinggi dibandingkan dengan petani konvensional.

3. Faktor-faktor yang berpengaruh positif dalam pengambilan keputusan petani

untuk memanfaatkan program SRG adalah produksi gabah per musim,

pendapatan usahatani, dan kepemilikan profesi non usahatani.

3.3 Batasan Masalah

Berikut merupakan ruang lingkup penelitian:

1. Penelitian ini dilakukan pada pelaksanaan program SRG komoditas gabah di

Kabupaten Cianjur.

2. Penelitian ini dibatasi pada gudang SRG yang dikelola oleh Koperasi Niaga

Mukti, Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur.

3. Analisis kinerja pengelolaan gudang SRG yang dikelola oleh Koperasi Niaga

Mukti didasarkan pada pengukuran service quality yang dibatasi pada lima

dimensi, yaitu dimensi fisik, dimensi ketepatan, dimensi keterlibatan, dimensi

keterjaminan, dan dimensi empati.

4. Penilaian kinerja pengelolaan program SRG di Kabupaten Cianjur hanya

didasarkan pada persepsi petani yang telah memanfaatkan program SRG.

5. Analisis usahatani yang digunakan hanya meliputi analisis biaya usahatani

padi, penerimaan usahatani padi, dan pendapatan usahatani padi pada periode

musim tanam bulan Oktober 2016 hingga Januari 2017.

Page 65: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

50

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Sistem Resi Gudang (SRG) adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan,

pengalihan, penjamin, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang.

2. Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di

gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang.

3. Gudang SRG adalah ruangan yang tidak bergerak, tidak dapat dipindah-

pindahkan dan memiliki kapasitas tertentu untuk kegiatan penyimpanan dan

pengolahan komoditas yang diresigudangkan.

4. Kinerja pengelolaan program SRG adalah pelaksanaan program SRG yang

diterapkan oleh pengelola gudang.

5. Efektivitas program SRG adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui

dampak yang ditimbulkan dari program SRG dalam meningkatkan pendapatan

petani padi.

6. Keputusan petani adalah suatu pilihan yang ditentukan oleh petani diantara

dua opsi, yaitu memanfaatkan program SRG atau tidak memanfaatkan

program SRG.

7. Sosialisasi program SRG adalah kegiatan yang bertujuan untuk memberikan

informasi dan mengedukasi masyarakat mengenai program SRG yang digagas

oleh pemerintah melalui Kementerian Perdagangan.

8. Dimensi fisik (tangibility) adalah dimensi yang mengacu pada kemudahan

akses ke gudang SRG, sarana dan prasarana gudang SRG. Indikator-indikator

yang digunakan meliputi kemudahan akses (jarak ke gudang SRG), kapasitas

gudang, fasilitas sandar dan bongkar muat, ketersediaan mesin dryer, sarana

instalasi pendukung, dan akses jaringan informasi dan komunikasi. Skala

pengukuran menggunakan skala likert 1-5 (1 = sangat tidak setuju / sangat

tidak mudah; 2 = tidak setuju / tidak mudah; 3 = kurang setuju / cukup mudah;

4 = setuju / mudah; 5 = sangat setuju / sangat mudah).

9. Dimensi ketepatan (reliability) adalah dimensi yang mengacu pada aspek

ketepatan layanan, proses, dan waktu. Indikator-indikator yang digunakan

Page 66: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

51

meliputi layanan uji mutu gabah oleh Ujastasma Bulog Divre Cianjur, kualitas

gabah sesuai dengan SNI, dan lamanya waktu pengujian kualitas gabah. Skala

pengukuran menggunakan skala likert 1-5 (1 = sangat tidak setuju / sangat

tidak mudah; 2 = tidak setuju / tidak mudah; 3 = kurang setuju / cukup mudah;

4 = setuju / mudah; 5 = sangat setuju / sangat mudah).

10. Dimensi keterlibatan (responsiveness) adalah dimensi yang mengacu pada

peran serta dari pihak-pihak yang terkait dan keterlibatan peserta program

SRG. Indikator-indikator yang digunakan meliputi peserta SRG yang terlibat

di dalam program SRG, peran staf Bappebti dalam pengelolaan gudang SRG,

dan peran Bappebti dalam mengawasi pihak yang melanggar peraturan. Skala

pengukuran menggunakan skala likert 1-5 (1 = sangat tidak setuju / sangat

tidak mudah; 2 = tidak setuju / tidak mudah; 3 = kurang setuju / cukup mudah;

4 = setuju / mudah; 5 = sangat setuju / sangat mudah).

11. Dimensi keterjaminan (assurance) adalah dimensi yang mengacu pada

kemampuan pengelola gudang dalam memberikan kemudahan penjaminan

resi gudang dan kemampuan meyakinkan petani untuk bisa mendapatkan

harga yang optimal. Indikator-indikator yang digunakan meliputi keterlibatan

pengelola gudang dalam mencari pembeli, jaminan resi gudang ke bank,

kepastian harga gabah dari Bappebti, dan penentuan harga dapat

menguntungkan petani. Skala pengukuran menggunakan skala likert 1-5 (1 =

sangat tidak setuju / sangat tidak mudah; 2 = tidak setuju / tidak mudah; 3 =

kurang setuju / cukup mudah; 4 = setuju / mudah; 5 = sangat setuju / sangat

mudah).

12. Dimensi empati (empathy) adalah dimensi yang mengacu pada kemampuan

komunikasi untuk melakukan sosialisasi kepada petani. Indikator-indikator

yang digunakan meliputi sosialisasi dari Bappebti, sosialisasi Bappebti

dilakukan saat menjelang musim panen, sosialisasi dari Bappebti terkait

efektivitas program SRG, pengelola gudang melakukan upaya persuasif untuk

menarik minat petani, dan PPL membantu dalam kelancaran program SRG.

Skala pengukuran menggunakan skala likert 1-5 (1 = sangat tidak setuju /

Page 67: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

52

sangat tidak mudah; 2 = tidak setuju / tidak mudah; 3 = kurang setuju / cukup

mudah; 4 = setuju / mudah; 5 = sangat setuju / sangat mudah).

13. Umur adalah umur petani responden dari awal kelahiran sampai pada saat

penelitian dilakukan dan diukur dalam satuan waktu (tahun).

14. Tingkat pendidikan adalah lama waktu pendidikan formal yang diselesaikan

oleh petani responden dan diukur dalam satuan skala.

15. Luas lahan adalah luas area lahan garapan yang digunakan untuk melakukan

usatahani padi oleh petani responden dalam satuan hektar.

16. Produksi gabah per musim adalah hasil panen dari tanaman padi yang

diperoleh dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram.

17. Pendapatan usahatani padi adalah jumlah penerimaan total dikurangi biaya

total yang diperoleh petani dari kegiatan usahataninya dan diukur dengan

satuan rupiah per hektar.

18. Kepemilikan profesi non usahatani padi adalah profesi yang dimiliki dan

dikerjakan oleh petani responden selain kegiatan usahatani padi dan menjadi

sumber pendapatan lain.

19. Keikutsertaan petani dalam kelompok tani adalah petani responden yang

tergabung dalam kelompok tani.

Page 68: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

53

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada program Sistem Resi Gudang di Kabupaten

Cianjur. Lokasi penelitian dilakukan di gudang SRG yang dikelola oleh Koperasi

Niaga Mukti di desa Jambudipa, kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur,

Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan

pertimbangan bahwa penerapan program Sistem Resi Gudang di Kabupaten

Cianjur telah dilaksanakan selama lebih dari enam tahun dan memiliki fasilitas

serta pengelolaan gudang yang baik namun jumlah resi gudang yang diterbitkan

masih sedikit. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Maret hingga 25

April 2017.

4.2 Metode Penentuan Responden

Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode

purposive sampling. Metode purposive sampling merupakan pengambilan sampel

yang dilakukan hanya atas dasar pertimbangan peneliti yang menganggap unsur-

unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil. Melalui

metode tersebut, sampel dipilih secara sengaja dengan kriteria tertentu yang harus

melekat pada sampel.

Jumlah populasi petani padi di Koperasi Niaga Mukti sebanyak 144 orang.

Berdasarkan jumlah populasi petani padi tersebut, kemudian peneliti menentukan

jumlah sampel responden dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

n =

…………………………………(2)

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = error tolerance (batas toleransi kesalahan)

Page 69: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

54

Berdasarkan formulasi diatas, maka jumlah sampel pada penelitian ini dapat

ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:

n =

n =

n = 105,88 ≈ 106

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka jumlah sampel petani padi yang

diambil adalah 106 orang. Kemudian peneliti mengambil sampel petani SRG

dengan kriteria bahwa petani padi telah memanfaatkan program SRG yang

dikelola oleh Koperasi Niaga Mukti, yaitu sebanyak 35 orang. Sementara itu,

sampel petani konvensional yang diambil didasarkan pada kriteria bahwa petani

padi tidak memanfaatkan program SRG, yaitu sebanyak 71 orang.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini mencakup data primer dan data

sekunder.

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari informan

sebagai sumber informasi. Informan pada penelitian ini meliputi pengelola gudang

dan petani responden. Pada pengambilan data primer terdapat beberapa kegiatan

yang peneliti lakukan diantaranya adalah kegiatan wawancara, observasi, dan

dokumentasi secara langsung di lokasi penelitian.

a. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan tanya jawab, baik secara langsung ataupun secara tidak

langsung. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mencari informasi terkait

kegiatan usahatani padi dan pelaksanaan program SRG di Kabupaten

Cianjur. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur,

dimana peneliti membuat beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan

topik penelitian yang disusun dalam bentuk kuesioner. Pertanyaan dalam

Page 70: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

55

kuesioner penelitian ini menggunakan kombinasi sistem pertanyaan

tertutup dan terbuka dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang

lebih mendalam mengenai kegiatan usahatani padi dan program SRG di

Kabupaten Cianjur.

b. Observasi

Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data primer

dimana peneliti mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis

terhadap objek yang diteliti secara langsung. Pada penelitian ini, kegiatan

observasi yang dilakukan dengan mengamati dan mempelajari kegiatan

usahtani padi yang dilakukan oleh petani, pengelolaan gudang SRG, dan

penerapan program SRG yang dilakukan oleh petani.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi

data penelitian. Hasil dari dokumentasi dijadikan sebagai bukti untuk

mendukung pernyataan atau argumen peneliti dalam melakukan penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber secara tidak

langsung. Informasi diperoleh sebagai pendukung data primer yang tidak bisa

diperoleh secara langsung. Data sekunder mencakup data yang diperoleh dari

sumber lain, yang dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan berasal dari

buku, artikel ilmiah, dan instansi yang terkait seperti Badan Pengawas

Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan, Badan Pusat

Statistik Kabupaten Cianjur, dan Badan Penyuluhan Pertanian kecamatan

Warungkondang. Data yang digunakan peraturan pelaksanaan Sistem Resi

Gudang, data gudang SRG dan implementasi SRG di Indonesia, nilai pembiayaan

berbasis resi gudang, alur kegiatan dan peran stakeholder didalam kelembagaan

SRG, dan rekapitulasi resi gudang tahun 2011 – 2016.

Page 71: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

56

4.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis data statistik deskriptif dan analisis data kuantitatif. Metode analisis data

statistik deskriptif digunakan untuk menganalisa data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul. Metode analisis

data statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan implementasi program

SRG dan tingkat kesenjangan dari kinerja pengelolaan program SRG dengan

membandingkan harapan petani dengan kondisi aktual yang ada di lokasi

penelitian.

Sementara itu, metode analisis data kuantitatif digunakan untuk

menganalisis seberapa besar efektivitas program SRG dalam meningkatkan

pendapatan petani padi. Pendapatan petani padi di analisis dengan menggunakan

analisis usahatani, kemudian dapat diketahui rata-rata tingkat pendapatan petani

yang memanfaatkan program SRG dan pendapatan petani yang tidak

memanfaatkan program SRG. Selain itu, metode analisis data kuantitatif

digunakan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi

keputusan petani dalam memanfaatkan progam SRG. Metode analisis yang

digunakan pada penelitian ini antara lain:

4.4.1 Analisis Gap

Analisis gap (gap analysis) atau analisis kesenjangan adalah suatu metode

atau alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja suatu lembaga atau

institusi, dimana metode ini digunakan untuk mengetahui kinerja dari suatu sistem

yang sedang berjalan dengan sistem standar. Tingkat kinerja diketahui dengan

membandingkan antara harapan sebelum pelaksanaan dengan hasil yang dicapai

di dalam pelaksanaan. Analisis kesenjangan bertujuan untuk:

1. Menilai seberapa besar kesenjangan antara suatu standar kinerja yang

diharapkan dengan kinerja aktual.

2. Mengetahui peningkatan kinerja yang diperlukan untuk menutup kesenjangan

tersebut.

Page 72: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

57

3. Menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan terkait dengan prioritas

waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi standar kinerja yang telah

ditetapkan.

Metode analisis kesenjangan ini digunakan untuk menjawab tujuan

penelitian yang pertama, yaitu menganalisis kinerja pengelolaan program SRG di

Kabupaten Cianjur. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan antara

harapan petani terhadap program SRG dengan implementasi program SRG yang

dilakukan oleh Koperasi Niaga Mukti. Tahapan analisis kesenjangan yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi variabel yang di analisis sesuai pedoman pelaksanaan Sistem

Resi Gudang. Pedoman pelaksanaan program SRG dapat dilihat pada Tabel 4.

2. Menetapkan lima dimensi yang akan diujikan, antara lain: fisik (tangibility),

ketepatan (reliability), empati (empathy), keterlibatan (responsivesness), dan

keterjaminan (assurance).

3. Menetapkan indikator pengujian pada setiap variabel yang digunakan dan

menentukan skor penilaian dengan menggunakan skala likert. Indikator

pengujian masing-masing dimensi disajikan di lampiran.

4. Melakukan pengambilan data kepada petani responden melalui wawancara

dan pengamatan.

5. Menghitung nilai rata-rata dari setiap variabel yang di analisis.

6. Menetapkan degree of fit yang terdiri dari kondisi fit, partial, dan gap untuk

mengetahui kinerja program SRG yang dilaksanakan oleh pengelola gudang.

Penjelasan degree of fit dapat dilihat pada Tabel 5.

7. Mendeskripsikan hasil degree of fit dari masing-masing variabel yang di

analisis.

Page 73: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

58

Tabel 4. Pedoman Pelaksanaan Program Sistem Resi Gudang

Keterangan Kondisi yang Diharapkan

Uji mutu gabah Pengukuran mutu gabah sesuai dengan

prosedur SNI 01-0224-1987

Akses pasar dan jaminan resi

gudang

Tersedianya akses pasar yang mudah dan

harga yang optimal serta kemudahan dalam

menjaminkan resi gudang ke bank.

Peserta SRG Petani, kelompok tani, Gapoktan, Koperasi

Fasilitas gudang Fasilitas gudang sesuai dengan SNI 7331:2016

tentang Gudang Komoditas Pertanian

Sosialisasi

Sosialisasi dilakukan setiap wilayah tempat

berdirinya gudang SRG

Sosialisasi dilakukan oleh Bappebti menjelang

musim panen

Pengawasan Bappebti

Badan Pengawas berwenang melaksanakan

pengawasan terhadap setiap pihak yang

diberikan persetujuan apabila melakukan

pelanggaran

Sumber: Bappebti, 2016a

Tabel 5. Penjelasan Degree of Fit

Degree Penjelasan

Fit (G < 0) Peraturan dan pedoman program SRG sepenuhnya telah

diterapkan di dalam pelaksanaan

Gap (G > 0) Peraturan dan pedoman program SRG belum diterapkan

dalam pelaksanaanya

Partial (G = 0)

Peraturan dan pedoman program SRG telah diterapkan dalam

pelaksanaanya, namun masih terdapat beberapa ketidak-

sesuaian dan permasalahan dalam pelaksanaannya.

Sumber: Bappenas, 2009 dalam Sukmawati 2013

Perhitungan rata-rata skor untuk setiap variabel yang di analisis dilakukan

dengan menghitung nilai rata-rata harapan petani (expected service) dan nilai rata-

rata pelayanan yang dirasakan oleh petani SRG (perceived service). Perhitungan

rata-rata skor dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Page 74: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

59

=

n .............................................. (3)

Keterangan:

: Nilai rata-rata

X : Variabel yang diukur

n : Jumlah observasi

Perhitungan pada formulasi (3) dilakukan untuk masing-masing variabel

yang telah dijelaskan diatas. Sementara itu, perhitungan untuk masing-masing

dimensi dihitung dengan menggunakan rumus:

Gi = nilai rata-rata expected service – nilai rata-rata perceived service

Keterangan:

Gi : Nilai kesenjangan

Expected service : Harapan petani SRG

Perceived service : Pelayanan yang diterima oleh petani SRG

4.4.2 Analisis Pendapatan Petani

Analisis pendapatan petani dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata

pendapatan petani yang memanfaatkan program SRG dengan petani yang tidak

memanfaatkan program SRG. Metode untuk mengetahui tingkat pendapatan

petani menggunakan analisis usahatani dan uji beda rata-rata.

A. Analisis Usahatani Padi

1. Biaya Usahatani Padi

Biaya usahatani padi adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh petani

dalam melakukan usahatani padi. Analisis biaya usahatani padi pada penelitian ini

hanya mencakup biaya yang dikeluarkan petani pada periode musim tanam bulan

Oktober 2016 hingga Januari 2017. Perhitungan biaya usahatani padi meliputi

biaya tetap dan biaya variabel. Jika biaya tetap dan biaya variabel dijumlahkan,

maka akan didapatkan total biaya usahatani dengan rumus sebagai berikut:

Page 75: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

60

TC = TFC + TVC …………………………………(4)

Keterangan:

TC : Total keseluruhan biaya usahatani padi (Rp)

TFC : Total biaya tetap usahatani padi (Rp)

TRC : Total biaya variabel usahatani padi (Rp)

2. Penerimaan Usahatani Padi

Penerimaan usahatani padi adalah hasil yang didapatkan petani dari jumlah

gabah yang terjual dikalikan dengan harga yang diterima petani. Penerimaan

usahatani padi dihitung menggunakan rumus:

TR = Q x P…………………………………(5)

Keterangan:

TR : Total penerimaan usahatani padi (Rp)

Q : Kuantitas gabah yang dijual (Kg)

P : Harga jual gabah per kilogram (Rp/kg)

3. Pendapatan Usahatani Padi

Pendapatan usahatani padi adalah hasil yang didapatkan petani dengan

mengurangi total penerimaan usahatani padi dengan total biaya usahatani padi

yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani padi dapat dihitung menggunakan rumus

sebagai berikut:

Π = TR – TC…………………………………(6)

Keterangan:

Π : Pendapatan usahatani padi (Rp)

TR : Total penerimaan usahatani padi (Rp)

TC : Total biaya usahatani padi (Rp)

B. Uji Beda Rata-rata

Uji beda rata-rata atau disebut dengan uji-t (t-test) adalah membandingkan

nilai rata-rata beserta selang kepercayaan tertentu dari dua populasi atau

kelompok. Uji beda rata-rata digunakan untuk mengetahui perbedaan dua sampel

pendapatan petani yang memanfaatkan program SRG dan petani yang tidak

Page 76: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

61

memanfaatkan program SRG. Pada penelitian ini, pengujian beda rata-rata

pendapatan petani menggunakan independent sample t-test (sampel tidak saling

berhubungan). Uji beda rata-rata/ uji-t (t-test) dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Membuat hipotesis statistik yang diajukan, antara lain:

a. H0 : Tidak terdapat perbedaan pendapatan antara petani yang telah

memanfaatkan SRG dengan petani yang tidak memanfaatkan SRG

b. H1 : Terdapat perbedaan pendapatan antara petani yang telah

memanfaatkan SRG dengan petani yang tidak memanfaatkan SRG

2. Menguji nilai varians dari rata-rata pendapatan petani yang memanfaatkan

program SRG dan petani yang tidak memanfaatkan program SRG dengan uji

F menggunakan rumus berikut ini:

Fhitung =

…………………………………(7)

3. Melakukan uji t

a. Jika t hitung > t tabel dengan α = 5% (0,05), maka H1 diterima dan H0

ditolak yang artinya rata-rata tingkat pendapatan petani yang

memanfaatkan program SRG lebih tinggi daripada rata-rata tingkat

pendapatan petani yang tidak memanfaatkan program SRG.

b. Jika t hitung < t tabel dengan α = 5% (0,05), maka H0 diterima dan H1

ditolak yang artinya rata-rata tingkat pendapatan petani yang

memanfaatkan program SRG sama dengan pendapatan petani yang tidak

memanfaatkan program SRG.

4.4.3 Analisis Regresi Logistik

Analisis regresi logistik atau dikenal dengan model logit digunakan untuk

menjawab tujuan penelitian yang ketiga. Analisis regresi logistik bertujuan untuk

menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam

memanfaatkan program SRG. Analisis regresi logistik adalah suatu metode

analisis statistik untuk mendeskripsikan hubungan antara peubah respon

(dependent variable) yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih

peubah penjelas (independent variable) berskala kategori atau interval. Regresi

Page 77: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

62

logistik merupakan regresi non linear yang digunakan untuk menjelaskan

hubungan antara X dan Y yang bersifat tidak linear, ketidaknormalan sebaran Y,

keragaman respon tidak konstan yang tidak dapat dijelaskan dengan model regresi

linear biasa.

Penggunaan regresi logistik dilakukan ketika variabel dependen memiliki

nilai 0 dan 1. Bentuk umum persamaan model logit adalah:

ln (

) = α + β1X1 + β2X2 + … + βnXn + µ……………..... (8)

Pada penelitian ini, nilai biner atau dikotomi yang ada pada variabel

dependen, yaitu nilai 0 untuk petani yang tidak memanfaatkan program SRG dan

nilai 1 untuk petani yang memanfaatkan program SRG. Variabel yang digunakan

untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan petani

memanfaatkan program SRG antara lain: umur, tingkat pendidikan, luas lahan,

produksi gabah per musim, pendapatan usahatani, kepemilikan profesi non

usahatani padi, dan keikutsertaan petani dalam kelompok tani. Model dugaan dari

faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani untuk mengikuti program SRG

adalah:

= β0 + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3 + β4lnX4 + β5lnX5 + β6D1 +

β7D2 + e ………………………….(9)

Keterangan:

a) lnY = li = ln (

) keputusan petani padi memanfaatkan program SRG yang

dinyatakan dengan variabel dummy yang jika petani memanfaatkan program

SRG diberi nilai 1 dan jika petani tidak memanfaatkan program SRG maka

diberi nilai 0, dimana:

li = ln

, jika petani memanfaatkan program SRG

li = ln

, jika petani tidak memanfaatkan program SRG

b) X1 = Umur petani (tahun)

c) X2 = Tingkat pendidikan (skala)

d) X3 = Luas lahan (Ha)

e) X4 = Produksi gabah per musim (Kg)

f) X5 = Pendapatan usahatani (Rp/ha)

Page 78: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

63

g) D1 = Dummy kepemilikan profesi non usahatani

D1 = 0, jika tidak memiliki profesi non usahatani

D1 = 1, jika memiliki profesi non usahatani

h) D2 = Dummy keikutsertaan kelompok tani

D2 = 0, jika petani tidak mengikuti kelompok tani

D2 = 1, jika petani mengikuti kelompok tani

i) e = error term

Pengujian signifikansi model dan parameter dalam analisis regresi logistik

diuraikan sebagai berikut:

1. Uji G (uji seluruh model)

Uji seluruh model disebut juga dengan uji keberartian model, dimana salah

satu alat pengujiannya adalah likelihood ratio test. Likelihood ratio test digunakan

dengan cara membandingkan nilai Ghitung dengan nilai Chi square. Statistik uji

yang digunakan dalam model likelihood ratio test adalah:

Ghitung = 2 (nilai log likelihood – (n1 ln (n1) + n0 ln (n0) – n ln (n)))

Keterangan:

G = Nilai likelihood ratio

n1 = Jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y = 1)

n0 = Jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y = 0)

n = Jumlah total sampel

2. Goodness of Fit (R2)

Uji R2 digunakan untuk mengetahui model regresi logistik yang dibentuk

sesuai dengan data yang ada atau tidak secara siginifikan. Ukuran R2 pada

penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel regressand (Y)

dapat dijelaskan oleh regressor (X). dijelaskan dengan berapa persen variabel

dependen mampu dijelaskan oleh variabel independen yang dimasukkan dalam

model regresi logistik.

Page 79: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

64

3. Uji Signifikansi Tiap Parameter (Uji Wald)

H0 : βj = 0 untuk suatu j tertentu; j = 0, 1, …, p

H1 : βj ≠ 0

Nilai statistik wald merupakan hasil analisa regresi logistik dengan Chi-

square dengan derajat bebas (df) = 1 dan taraf signifikan (α) = 95% atau 0,05.

Variabel independen dilakukan pengujian terhadap parameter (koefisien) yang

ada, kemudian dilihat apakah estimasi parameter dari masing-masing variabel

independen layak dimasukkan ke dalam persamaan atau tidak.

4. Interpretasi Model atau Parameter

Ukuran yang digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan

peubah terikat dalam model logit adalah nilai odds ratio. Nilai tersebut didapat

dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (Li). Odds ratio

didefinisikan sebagai: (

) atau exp (Li), dimana P menyatakan peluang

terjadinya (Y = 1), yaitu bila petani memanfaatkan program SRG dan 1-P

menyatakan peluang tidak terjadinya peristiwa (Y = 0) yaitu bila petani tidak

memanfaatkan program SRG.

5. Uji Tingkat Signifikansi

Pengujian tingkat signifikansi pada penelitian ini digunakan untuk mengkaji

koefisien dari regresi logistik dan untuk melihat angka signifikansi. Pengujian

hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan tingkat signifikansi dengan nilai

α yang ditetapkan, yaitu α = 0,05. Sehingga pengambilan keputusan yang

digunakan adalah nilai signifikansi secara statistik pada masing-masing variabel

independen dengan α sama dengan tingkat signifikansi yang dipakai, yaitu:

a. Jika signifikansi < α, maka variabel independen berpengaruh nyata terhadap

variabel dependen.

b. Jika signifikansi > α, maka variabel independen tidak berpengaruh nyata

terhadap variabel dependen.

Page 80: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

65

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Cianjur secara geografis terletak pada koordinat 1060

42’–1070

25 Bujur Timur dan 60 21’–7

0 25’ Lintang Selatan dengan ketinggian 7 – 2.962 m

dpl dan memiliki kemiringan 0 – 40%. Batas-batas wilayah daerah meliputi:

a) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta

b) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung,

Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Garut

c) Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

d) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.

Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 361.434,98 Ha yang terdiri dari

32 kecamatan yang terbagi menjadi 354 desa dan 6 kelurahan yang mencakup

2.748 RW dan 10.483 RT (data lengkap dapat dilihat pada lampiran). Wilayah

Kabupaten Cianjur terbagi ke dalam tiga bagian yang terdiri dari wilayah Cianjur

Utara, Cianjur Tengah, dan Cianjur Selatan. Wilayah Cianjur Utara yang

merupakan dataran tinggi terletak di kaki gunung Gede dengan titik tertinggi pada

ketinggian 2.962 m dpl. Wilayah Cianjur Utara meliputi daerah Puncak dengan

ketinggian 1.450 m dpl, kecamatan Cipanas dan Pacet dengan ketinggian sekitar

1.110 m dpl serta kecamatan Cianjur dengan ketinggian sekitar 450 m dpl.

Wilayah Cianjur Tengah meliputi daerah perbukitan, dataran rendah

(persawahan), dan daerah perkebunan. Wilayah Cianjur Selatan merupakan

daerah dataran rendah dan terdapat daerah yang dikelilingi perbukitan.

Sementara itu, desa Jambudipa yang dijadikan lokasi penelitian berada di

wilayah Cianjur Utara dengan ketinggian wilayah antara 542 – 648 mdpl dan

tingkat kemiringan berkisar 0 – 7,4% dengan kemiringan rata-rata 4,3%. Secara

umum, desa Jambudipa beriklim tropis lembab dengan suhu udara

Page 81: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

66

minimum rata-rata 21 derajat yang biasanya terjadi pada bulan Maret hingga

April, sedangkan suhu maksimal rata-rata adalah 31 derajat yang biasanya terjadi

pada bulan Oktober hingga November dengan kelembaban nisbi berkisar antara

80-90%. Pada bulan November hingga Maret, angin bertiup ke arah tenggara yang

biasanya berkaitan dengan musim kemarau. Adapun puncak musim kemarau

terjadi pada bulan Agustus, sedangkan puncak musim hujan terjadi pada bulan

Desember hingga Januari.

Lokasi desa Jambudipa berada sekitar ± 9 Km dari pusat Kabupaten Cianjur

dan ± 74 Km dari Kota Bandung. Berdasarkan data RPJMDes Jambudipa (2016),

luas lahan di desa Jambudipa adalah 167,6 hektar. Secara administrasi

pemerintahan, desa Jambudipa merupakan bagian dari 11 desa di kecamatan

Warungkondang. Jumlah dusun yang berada di desa Jambudipa sebanyak 3 dusun

dan mencakup 8 Rukun Warga (RW) dan 40 Rukun Tetangga (RT).

5.1.2 Keadaan Penduduk

1. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan salah satu unsur pada suatu wilayah yang menjadi

penggerak aktivitas dan kelangsungan hidup. Aspek kependudukan menjadi salah

satu faktor penting yang sangat memengaruhi perkembangan di suatu daerah.

Perkembangan dan kondisi penduduk suatu wilayah atau kawasan perencanaan

sangat vital karena merupakan suatu objek sekaligus subjek pembangunan secara

keseluruhan.

Pada tahun 2015, jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur mencapai

2.243.904 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.155.177 jiwa dan

perempuan sebanyak 1.088.727 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar

621 jiwa/Km2. Sementara itu sex ratio di Kabupaten Cianjur sebesar 106,10.

Angka tersebut menunjukan bahwa terdapat 106 penduduk laki-laki pada setiap

100 penduduk perempuan. Jumlah penduduk terbanyak berada di kecamatan

Cianjur yaitu 163.828 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 6.266 jiwa/Km2

dan penduduk yang paling sedikit berada di kecamatan Campakamulya yaitu

24.211 jiwa dengan kepadatan penduduk sebanyak 326 jiwa/Km2.

Page 82: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

67

Sementara itu, berdasarkan data BPS Kabupaten Cianjur (2016), tahun 2015

jumlah penduduk desa Jambudipa sebanyak 8.346 jiwa dengan kepadatan

penduduk sekitar 4.979 jiwa/ Km2. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4.323

jiwa dan perempuan sebanyak 4.023 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga

sebanyak 2.402. Sedangkan tingkat sex ratio adalah sebesar 107. Hal tersebut

menunjukkan bahwa terdapat 107 penduduk laki-laki pada setiap 100 penduduk

perempuan.

2. Keadaan Penduduk Menurut Umur

Keadaan penduduk menurut umur dikelompokkan menjadi tiga kelompok

usia. Usia belum produktif (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), dan usia

non produktif (65 tahun keatas). Jumlah penduduk menurut umur di Kabupaten

Cianjur tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Cianjur Tahun 2015

Kelompok Umur

(tahun)

Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%)

0 – 4 217.238 9,68

5 – 9 215.579 9,61

10 – 14 220.772 9,84

15 – 19 202.040 9,00

20 – 24 180.729 8,05

25 – 29 163.972 7,31

30 – 34 158.508 7,06

35 – 39 168.311 7,50

40 – 44 156.157 6,96

45 – 49 146.901 6,55

50 – 54 122.467 5,46

55 – 59 96.862 4,32

60 – 64 70.343 3,13

65 – 69 49.141 2,19

70 – 74 35.524 1,58

75 + 39.360 1,75

Tahun 2015 2.243.904 100,00

Sumber: Kabupaten Cianjur dalam Angka 2016

Berdasarkan data jumlah penduduk menurut umur di Kabupaten Cianjur

tahun 2015, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah kelompok

Page 83: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

68

umur 10-14 tahun yaitu sebanyak 220.772 jiwa (9,84%). Sedangkan jumlah

penduduk yang paling sedikit adalah kelompok umur 70-74 tahun dengan jumlah

35.524 jiwa (1,58%). Sementara itu, jumlah penduduk usia produktif tahun 2015

sebanyak 1.466.290 jiwa dan jumlah penduduk usia belum produktif dan non

produktif sebanyak 777.614 jiwa.

Jumlah penduduk dari masing-masing kelompok umur dapat diketahui rasio

ketergantungan (dependency ratio). Rasio ketergantungan (dependency ratio)

adalah perbandingan jumlah penduduk tidak produktif (belum produktif dan non

produktif) dengan jumlah penduduk produktif selama setahun. Persentase rasio

ketergantungan di Kabupaten Cianjur tahun 2015 sebesar 53,03%. Hal tersebut

menunjukan bahwa setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 53 penduduk

usia non produktif.

Sementara itu, keadaan penduduk menurut umur di desa Jambudipa tahun

2015 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Jambudipa Tahun 2015

Kelompok Umur

(tahun)

Laki-laki

(jiwa)

Perempuan

(jiwa)

Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%)

0 – 4 624 555 1.179 14,13

5 – 9 590 521 1.111 13,31

10 – 14 563 517 1.080 12,94

15 – 19 469 447 916 10,98

20 – 24 403 373 776 9,30

25 – 29 311 304 615 7,37

30 – 34 263 282 545 6,53

35 – 39 237 229 466 5,58

40 – 44 197 177 374 4,48

45 – 49 182 163 345 4,13

50 – 54 178 138 316 3,79

55 – 59 135 110 245 2,94

60 + 171 207 378 4,53

Total 4.323 4.023 8.346 100,00

Sumber: BPS, Kecamatan Warungkondang dalam Angka 2016

Berdasarkan data pada Tabel 7, struktur usia non produktif (0-14 tahun) di

dominasi kelompok usia 0-4 tahun sebanyak 1.179 jiwa, kelompok usia produktif

(15-64 tahun) di dominasi oleh kelompok usia 15-19 tahun sebanyak 916 jiwa.

Page 84: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

69

3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk menuju

masyarakat yang cerdas dan sejahtera. Pendidikan menjadi salah satu indikator

kemajuan masyarakat. Pemerataan pendidikan di daerah sangat diperlukan untuk

meningkatkan potensi suatu daerah. Tingkat pendidikan di suatu daerah dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kesadaran akan pentingnya pendidikan

dan keadaan sosial ekonomi serta ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan

yang ada. Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Cianjur tahun 2015 dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Cianjur Tahun 2015

No Tingkat Pendidikan Jumlah

(unit)

Persentase

(%)

1 Pendidikan Anak Usia Dini

(TK/RA/KB/TPA) 1.889 46,07

2 Sekolah Dasar (SD) 1.254 30,59

3 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 224 5,46

4 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 270 6,59

5 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 135 3,29

6 Sekolah Menengah Atas (SMA) /

Madrasah Aliyah (MA) 144 3,51

7 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 170 4,15

8 Sekolah Luar Biasa (SLB) 9 0,22

9 Akademi 1 0,02

10 Sekolah Tinggi dan Universitas 4 0,10

Jumlah 4.100 100,00

Sumber: BPS, Kabupaten Cianjur dalam Angka 2016

Berdasarkan data pada Tabel 8, jumlah sarana pendidikan di Kabupaten

Cianjur mencapai 4.100 unit. Jumlah tersebut terbagi menjadi pendidikan negeri

dan swasta. Tingkat pendidikan usia dini memiliki jumlah sarana terbanyak, yaitu

sebanyak 1.889 unit, sedangkan tingkat pendidikan akademi hanya terdapat satu

unit saja. Ketersediaan sarana pendidikan yang baik harus diikuti juga dengan

peningkatan kualitas pendidikan dan partisipasi masyarakat terhadap pentingnya

pendidikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur (2016),

Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Kabupaten Cianjur tahun 2015 pada kategori

usia 7 – 12 tahun berjumlah 99,13%, usia 13 – 15 tahun berjumlah 90,96%, dan

Page 85: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

70

usia 16 – 18 tahun berjumlah 61,36%. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi

penurunan persentase Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada kategori usia 13 – 15

tahun dan usia 16 – 18 tahun. Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa partisipasi

masyarakat untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi masih rendah. Kondisi

tersebut didukung dengan data keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan.

Keadaan penduduk di Kabupaten Cianjur menurut tingkat pendidikan pada tahun

2015 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Cianjur

Tahun 2015

No Tingkat Pendidikan Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%)

1 Tidak / belum pernah sekolah

Tidak / belum tamat SD 112.829 11,75

2 SD / MI 474.019 49,37

3 SMP / MTs 170.374 17,74

4 SMA / MA 142.321 14,82

5 Perguruan Tinggi 60.623 6,31

Jumlah 960.166 100,00

Sumber: BPS, Kabupaten Cianjur dalam Angka 2016

Berdasarkan data pada Tabel 9, keadaan penduduk menurut tingkat

pendidikan di Kabupaten Cianjur tahun 2015 di dominasi pada jenjang sekolah

dasar (SD) dengan jumlah 474.019 jiwa (49,37%), sedangkan penduduk yang

mencapai jenjang pendidikan tingkat perguruan tinggi hanya berjumlah 60.623

jiwa (6,31%). Data tersebut juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan

partisipasi masyarakat terhadap pendidikan dari jenjang sekolah dasar hingga

perguruan tinggi. Penurunan pasrtisipasi masyarakat terhadap pendidikan yang

paling signifikan terjadi pada jenjang sekolah dasar ke sekolah menengah

pertama. Penurunan yang terjadi sebanyak 303.645 jiwa. Sedangkan penurunan

partisipasi masyarakat terhadap pendidikan dari jenjang sekolah menengah atas ke

perguruan tinggi sebesar 81.698 jiwa. Selain itu, jumlah penduduk yang tidak/

belum pernah sekolah dan tidak/ belum tamat SD sebanyak 112.829 jiwa atau

sebesar 11,75%.

Page 86: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

71

Sementara itu, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

Jambudipa (RPJMDes) tahun 2016, potensi sumber daya manusia yang ada di

desa Jambudipa menurut tingkat pendidikan formal dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Jambudipa

Tahun 2015

No Tingkat Pendidikan Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%) Keterangan

1 Tidak tamat SD 652 13,60 Usia 45 tahun keatas

2 Tamat SD 1.882 39,26 -

3 Tamat SLTP 1.150 23,99 Termasuk kejar paket B

4 Tamat SLTA 763 15,92 Termasuk kejar paket C

5 Tamat Perguruan Tinggi 347 7,24 Diploma, S1, dan S2

Total 4794 100,00

Sumber: RPJMDes Jambudipa 2016

Berdasarkan data pada Tabel 10, keadaan penduduk menurut tingkat

pendidikan formal di desa Jambudipa tahun 2015 di dominasi oleh penduduk

tamat SD yaitu sebanyak 1.882 jiwa. Sedangkan tingkat pendidikan yang paling

sedikit adalah tamat perguruan tinggi, yaitu hanya sebanyak 347 jiwa. Selain itu,

jumlah penduduk yang tidak tamat SD sebanyak 652 jiwa dan di dominasi oleh

penduduk dengan usia 45 tahun keatas. Data tersebut juga menunjukkan adanya

penurunan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan formal. Penurunan

partisipasi masyarakat terhadap pendidikan formal yang paling banyak terjadi

pada tingkat pendidikan SD ke SLTP. Penurunan yang terjadi sebanyak 732 jiwa.

Kemudian pada tingkat pendidikan dari SLTA ke Perguran Tinggi terjadi

penurunan sebesar 421 jiwa dan dari SLTP ke SLTA sebanyak 382 jiwa.

4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh sumber daya

yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti keterampilan yang dimiliki,

tingkat pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan modal yang tersedia.

Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kabupaten Cianjur dapat dilihat

pada Tabel 11.

Page 87: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

72

Tabel 11. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan

Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2015

Lapangan Pekerjaan

Utama

Jenis Kelamin Jumlah

Persentase

(%) Laki-laki Perempuan

Pertanian, Kehutanan,

Perburuan, dan Perikanan 226.430 84.177 310.607 35,97

Industri Pengolahan 34.455 43.646 78.101 9,04

Perdagangan Besar, Eceran,

Rumah Makan, dan Hotel 158.062 83.320 241.382 27,95

Jasa Kemasyarakatan 64.033 34.526 98.559 11,41

Lainnya (Pertambangan dan

Penggalian, Listrik, Gas dan

Air, Bangunan, Angkutan,

Pergudangan, dan

Komunikasi, Keuangan,

Asuransi, Usaha Persewaan

Bangunan, Tanah dan Jasa

Perusahaan

128.624 6.319 134.943 15,63

Tahun 2015 611.604 251.988 836.592 100,00

Sumber: BPS, Kabupaten Cianjur dalam Angka 2016

Berdasarakan data pada Tabel 11, mata pencaharian atau lapangan pekerjaan

utama di Kabupaten Cianjur tahun 2015 yang paling banyak adalah sektor

pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan yaitu sebanyak 310.607 jiwa

(35,97%) dan mata pencaharian yang paling sedikit adalah sektor industri

pengolahan yaitu sebanyak 78.101 jiwa (9,04%). Selaras dengan hal tersebut,

mata pencaharian di sektor pertanian juga mendominasi sebagian besar mata

pencaharian penduduk di desa Jambudipa. Berdasarkan data RPJMDes Jambudipa

(2016), pada tahun 2015 keadaan penduduk menurut mata pencaharian di desa

Jambudipa dapat dilihat pada Tabel 12.

Page 88: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

73

Tabel 12. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Jambudipa

Tahun 2015

No Mata Pencaharian Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%)

1 Pertanian 998 53,57

2 Perdagangan 187 10,04

3 Industri 307 16,48

4 Jasa 196 10,52

5 Lain-lain 285 15,30

Jumlah 1.863 100,00

Sumber: RPJMDes Jambudipa 2016

Berdasarkan data pada Tabel 12, mata pencaharian yang paling banyak

adalah sektor pertanian dengan jumlah 998 jiwa (53,57%). Sedangkan mata

pencaharian yang paling sedikit adalah sektor perdagangan dengan jumlah 187

jiwa (10,04%). Sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar

penduduk di desa Jambudipa, dimana terdapat 417 keluarga yang bekerja di sektor

pertanian atau sekitar 17,36 persen dari jumlah kepala keluarga. Kegiatan

pertanian yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat di desa Jambudipa

memberikan kontribusi sebesar 76,31 persen dari total pemanfaatan lahan yang

ada di desa.

5.2 Karakteristik Petani Responden

Keadaan petani responden di lokasi penelitian memiliki karakteristik yang

berbeda-beda. Pada penelitian ini karakteristik petani responden dikategorikan

berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, dan luas lahan.

1. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan jumlah petani berdasakan jenis

kelamin antara petani konvensional dengan petani SRG memiliki jumlah yang

berbeda. Jumlah petani responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada

Tabel 13.

Page 89: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

74

Tabel 13. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Petani Konvensional Petani SRG

Jenis Kelamin Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%) Jenis Kelamin

Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%)

Laki-laki 66 92,96 Laki-laki 19 54,29

Perempuan 5 7,04 Perempuan 16 45,71

Total 71 100,00 Total 35 100,00

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Berdasarkan data pada Tabel 13, jumlah petani berdasarkan jenis kelamin

dikelompokkan menjadi dua, yaitu petani konvensional (non SRG) dan petani

SRG. Secara keseluruhan, jumlah petani responden di dominasi oleh laki-laki.

Dari total petani responden sebanyak 106 orang, terdapat 85 petani berjenis

kelamin laki-laki dan 21 petani berjenis kelamin perempuan. Pada kelompok

petani konvensional terdapat 66 petani laki-laki dan 5 petani perempuan.

Sedangkan pada kelompok petani SRG jumlah petani laki-laki sebanyak 19 orang

dan petani perempuan sebanyak 16 orang.

2. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur

Umur petani responden merupakan usia petani responden pada saat

dilakukan penelitian, yang dinyatakan dalam satuan tahun. Umur petani berkaitan

dengan pengalaman dan kematangan petani dalam melaksanakan usahataninya.

Umur petani akan memengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal

baru dalam menjalankan usahataninya. Ada kecenderungan bahwa petani muda

lebih cepat mengadopsi suatu inovasi karena mereka mempunyai semangat untuk

mengetahui apa yang belum mereka tahu. Jumlah petani responden berdasarkan

umur dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 141. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Umur

Petani Konvensional Petani SRG

Umur

(tahun)

Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%)

Umur

(tahun)

Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%)

< 40 1 1,41 < 40 0 0,00

40 – 49 17 23,94 40 – 49 13 37,14

50 – 59 29 40,85 50 – 59 20 57,14

60 – 69 20 28,17 60 – 69 2 5,71

> 70 4 5,63 > 70 0 0,00

Total 71 100,00 Total 35 100,00

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Page 90: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

75

Berdasarkan data pada Tabel 14, umur yang paling mendominasi di

kelompok petani konvensional dan petani SRG adalah umur 50 hingga 59 tahun.

Pada petani konvensional, jumlah petani kategori umur 50 – 59 tahun ada 29

orang, sedangkan pada petani SRG kategori umur 50 – 59 tahun ada 20 orang.

Karakteristik petani responden berdasarkan umur didominasi oleh petani yang

sudah berusia lanjut. Hal tersebut terjadi karena usahtani padi telah dilakukan

secara turun menurun. Selain itu, regenerasi di bidang pertanian sangat rendah,

sehingga lebih banyak petani yang berusia lanjut yang melakukan usahatani padi.

3. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan proses yang perlu dilalui seseorang dalam rangka

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Proses peningkatan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap ini bisa ditempuh melalui pendidikan

informal, pendidikan formal, dan pendidikan non formal. Tingkat pendidikan akan

memengaruhi pola pikir seseorang dalam menghadapi sesuatu. Tingkat

pendidikan petani responden di desa Jambudiapa dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Petani Konvensional Petani SRG

Tingkat

Pendidikan

Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%)

Tingkat

Pendidikan

Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%)

SD 36 50,70 SD 7 20,00

SLTP 18 25,35 SLTP 8 22,86

SLTA 17 23,94 SLTA 18 51,43

Perguruan

Tinggi 0 0,00

Perguruan

Tinggi 2 5,71

Total 71 100,00 Total 35 100,00

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Berdasarkan data pada Tabel 15, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan

formal pada petani konvensional paling banyak didominasi petani lulusan sekolah

dasar dan tidak ada petani yang lulus dari jenjang perguruan tinggi. Sementara itu,

pada petani SRG tingkat pendidikan yang paling banyak didominasi petani

lulusan sekolah menengah atas. Pada jenjang perguruan tinggi hanya terdapat dua

orang petani.

Page 91: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

76

4. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kepemilikan Profesi di Bidang

Non Usahatani

Pada penelitian ini, petani responden menjadikan usahatani padi sebagai

pekerjaan utama. Namun, terdapat beberapa petani yang memiliki pekerjaan lain

di bidang non usahatani padi. Jumlah petani responden yang memiliki profesi di

bidang non usahatani dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kepemilikan Profesi Non

Usahatani

Petani Konvensional Petani SRG

Keterangan Jumlah

(jiwa)

Persentase

(%) Keterangan

Jumlah

(jiwa)

Persentase

%

Memiliki

profesi non

usahatani

17 23,94

Memiliki

profesi non

usahatani

19 54,29

Tidak memiliki

profesi non

usahatani

54 76,06

Tidak memiliki

profesi non

usahatani

16 45,71

Total 71 100,00 Total 35 100,00

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Berdasarkan data pada Tabel 16, dapat diketahui bahwa petani responden

yang memiliki profesi di bidang non usahatani paling banyak terdapat pada petani

SRG. Jumlah petani SRG yang memiliki profesi di bidang non usahatani sebanyak

19 orang atau 54,29 persen dan yang tidak memiliki profesi di bidang non

usahatani sebanyak 16 orang atau 45,71 persen. Kondisi tersebut berbanding

terbalik dengan petani konvensional. Pada petani konvensional, petani yang

memiliki profesi di bidang non usahatani hanya berjumlah 17 orang atau 23,94

persen, sedangkan petani yang tidak memiliki pekerjaan di bidang non usahatani

sebanyak 54 orang atau 76,06 persen.

Petani responden di lokasi penelitian merupakan petani yang melakukan

usahatani padi sebagai pekerjaan utama. Terdapat beberapa petani yang hanya

melakukan usahatani padi saja, namun ada juga petani yang melakukan usahatani

padi dan memiliki pekerjaan lain selain melakukan usahatani padi. Pekerjaan di

bidang non usahatani yang dimiliki oleh petani responden berbeda-beda, antara

lain: berjualan sembako, ojek, konveksi, penggilingan padi, penggilingan tepung,

Page 92: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

77

ternak ayam, dan lain sebagainya. Pekerjaan di bidang non usahatani biasanya

dilakukan bersama dengan anggota keluarga ataupun memperkejakan orang lain

untuk membantu mengurusi kegiatan non usahatani yang dimilikinya. Meskipun

demikian, petani tetap menjadikan usahatani padi sebagai sumber pendapatan

utama. Pekerjaan di bidang non usahatani dilakukan untuk menunjang kebutuhan

rumah tangga mereka dan sebagai alternatif jika suatu saat usahatani padi yang

dilakukan mengalami gagal panen atau kerugian.

5.3 Pemasaran Gabah di Kabupaten Cianjur

Pemasaran gabah di Kabupaten Cianjur secara umum masih banyak

dilakukan dengan sistem pemasaran langsung. Petani akan langsung menjual hasil

panennya kepada tengkulak atau pengepul. Sebelum atau saat kegiatan panen

sedang berlangsung, tengkulak atau pengepul akan melakukan tawar menawar

dengan petani untuk mendapatkan harga yang sesuai. Setelah petani dan tengkulak

menyetujui harga, maka tengkulak akan membayar langsung secara tunai. Rantai

pemasaran gabah di kabupaten Cianjur terdiri dari beberapa model pemasaran:

a. Rantai Pemasaran Gabah I

Gambar 3. Rantai Pemasaran Gabah I di Kabupaten Cianjur

Petani

Tengkulak

Pedagang Besar

Pasar Beras

Proses penggilingan

gabah

Menjual seluruh hasil

panen

Page 93: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

78

Pola rantai pemasaran di Kabupaten Cianjur yang pertama adalah petani

menjual langsung seluruh gabah hasil panennya kepada tengkulak atau pengepul.

Para tengkulak biasanya sudah memiliki hubungan dengan petani karena sebagai

pembeli gabah tetap bagi petani. Tengkulak akan menjual hasil pembelian gabah

dari petani kepada pedagang besar yang berada di tingkat kecamatan. Pedagang

besar memiliki alat penggilingan padi sehingga gabah dari para tengkulak bisa

langsung digiling dan dijual dalam bentuk beras.

b. Rantai pemasaran gabah II

Gambar 5. Rantai Pemasaran Gabah II di Kabupaten Cianjur

Pola rantai pemasaran di Kabupaten Cianjur yang kedua biasanya dilakukan

oleh petani dengan hasil panen yang banyak. Petani menjual sebagian gabah hasil

usahataninya dan sebagian lagi disimpan sebagai persediaan untuk kebutuhan rumah

tangga petani selama periode musim tanam berlangsung. Penjualan biasanya langsung

ke pedagang besar yang kemudian akan di giling dan akan dijual dalam bentuk beras.

Petani

Disimpan sebagian

Pedagang Besar

Pasar Beras

Proses penggilingan

gabah

Menjual sebagian hasil

panen

Page 94: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

79

5.4 Profil Koperasi Niaga Mukti

Pada tahun 2009 gudang komoditi program Sistem Resi Gudang di

Kabupaten Cianjur mulai didirikan dan di tahun 2011 mulai beroperasi serta telah

menerbitkan resi gudang yang mulai dikelola oleh PT. Pertani. Pada tahun 2013,

program SRG di Kabupaten Cianjur yang semula dikelola PT. Pertani kemudian

digantikan oleh Koperasi Niaga Mukti. Pada tanggal 18 Juni 2013 secara resmi

Koperasi Niaga Mukti menjadi pengelola gudang SRG di Kabupaten Cianjur

menggantikan PT. Pertani. Struktur organisasi Koperasi Niaga Mukti sebagai

pengelola gudang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Organisasi Koperasi Niaga Mukti

Koperasi Niaga Mukti menjadi koperasi yang pertama diberikan untuk

mengelola program SRG oleh Bappebti. Besarnya potensi yang ada di Kabupaten

Cianjur membuat pengelola gudang optimis bisa mengelola gudang SRG dengan

baik. Hal tersebut dibuktikan dengan kinerja pengelola gudang SRG di Kabupaten

Cianjur yang terus meningkat dan bisa memaksimalkan gudang penyimpanan.

Pimpinan Pengelola

Gudang

Mandor TKBM

Kepala Gudang

Petugas Lapangan Administrasi Gudang

Tenaga Keamanan

Tenaga Kebersihan

Page 95: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

80

Kinerja pengelolaan gudang yang dinilai baik oleh Bappebti tidak terlepas

dari peran yang dilakukan oleh para petugas pengelola gudang. Peran yang paling

berpengaruh adalah pada kepala gudang. Kepala gudang dijabat oleh bapak Nana

Sukatna. Beliau juga menjabat sebagai manajer gudang SRG di Kabupaten

Cianjur. Beliau memiliki andil yang cukup besar dalam kemajuan program SRG

di Kabupaten Cianjur. Latar belakang pekerjaan yang dimiliki sebagai petani

menjadi modal besar bagi bapak Nana untuk bisa memberikan pengaruh kepada

petani sekitar untuk bisa memanfaatkan program Sistem Resi Gudang.

Pelakasanaan program SRG di Kabupaten Cianjur yang dianggap berhasil

dibandingkan dengan daerah lain tidak terlepas dari kebijakan yang diberlakukan

oleh pengelola gudang. Pengelola gudang menetapkan Standar Operasional

Prosedur (SOP) dalam mengelola aktivitas pergudangan. Berikut Standar

Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapakan oleh Koperasi Niaga Mukti untuk

pengelolaan gudang SRG:

1. Pengelola gudang wajib membuat laporan bulanan, triwulan, dan tahunan.

2. Laporan bulanan mutasi stock wajib disampaikan kepada pengurus Koperasi

Niaga Mukti paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal periode laporan

berakhir.

3. Setiap menerbitkan resi gudang, pengelola gudang wajib melaporkan

penerbitan resi gudang yang dimaksud.

4. Pengelola gudang boleh mengeluarkan komoditas (gabah) di gudang apabila

resi gudang aslinya sudah diterima oleh pengelola gudang untuk pengeluaran

komoditas (gabah) seluruhnya.

5. Pengelola gudang boleh mengeluarkan komoditas (gabah) sebagian ataupun

dicicil sesuai dengan slip penyetoran ke bank BJB dan sudah dikonfirmasikan

terlebih dahulu oleh pengelola gudang dengan bank BJB

6. Pengurus Koperasi Niaga Mukti melakukan supervisi administrasi pengelola

gudang tiap tiga bulan sekali.

Page 96: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

81

5.5 Hasil dan Pembahasan

5.5.1 Kinerja Pengelolaan Program Sistem Resi Gudang

Program Sistem Resi Gudang (SRG) di Kabupaten Cianjur telah diterapkan

mulai tahun 2011. Pada tahun 2011 gudang SRG di Kabupaten Cianjur dikelola

oleh PT. Pertani dan di tahun 2013 gudang SRG resmi dikelola oleh Koperasi

Niaga Mukti. Pengelolaan gudang SRG yang dikelola oleh Koperasi Niaga Mukti

sudah cukup baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya jumlah resi gudang

yang diterbitkan. Hingga tahun 2016, jumlah resi gudang yang diterbitkan

sebanyak 2.106 buah dengan jumlah gabah sebanyak 71.711,36 ton. Jika

dibandingkan dengan daerah lain yang telah menerapkan program SRG,

Kabupaten Cianjur dianggap telah berhasil dan mampu menerapkan program

tersebut. Namun pada penerapannya, Koperasi Niaga Mukti masih memiliki

beberapa kendala sehingga implementasinya belum sesuai dengan yang

diharapkan.

Pada penelitian ini, peneliti memberikan analisa mengenai kinerja program

SRG yang telah diterapkan di Koperasi Niaga Mukti. Analisis kinerja program

SRG dilakukan dengan cara membandingkan antara harapan petani sebelum

memanfaatkan program SRG dengan kondisi saat ini. Hasil dari analisis tersebut

akan menunjukkan ada tidaknya kesenjangan antara harapan petani dengan

kondisi saat ini. Analisis kinerja program SRG ini dilakukan dengan metode gap

analysis dan menggunakan 6 variabel, yaitu uji mutu gabah, akses pasar dan

jaminan resi gudang, peserta program SRG, fasilitas gudang SRG, sosialisasi, dan

pengawasan Bappbebti. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 17.

Page 97: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

82

Tabel 17. Hasil Analisis Kesenjangan dalam Pengelolaan Gudang SRG di Kabupaten Cianjur

Variabel Kondisi yang diharapkan Kondisi saat ini Degree of fit Keterangan

Uji mutu gabah

Uji mutu gabah mengacu

pada prosedur SNI 01-0224-

1987.

Prosedur pengujian sampel

gabah dan beras sesuai

dengan prosedur SNI 01-

0224-1987

Fit

G = -1,33

Pengujian mutu gabah dilakukan oleh

Ujastasma Bulog Divre Cianjur.

Pengelola gudang hanya akan

menerima gabah sesuai dengan

prosedur SNI 01-0224-1987 sebelum

disimpan di gudang SRG.

Akses pasar dan

jaminan resi gudang

Pengelola gudang memberi-

kan akses pasar komoditas

dan kemudahan menjaminkan

resi gudang sesuai dengan

Peraturan Kepala Bappebti

Nomor 09/BAPPEBTI/PER-

SRG/7/2008 tentang Pedoman

Teknis Penjaminan Resi

Gudang.

Pengelola gudang memberi-

kan akses pemasaran kepada

para petani dan membantu

petani dalam menjaminkan

resi gudang ke bank

Fit

G = -1,75

Pengelola gudang selalu memberikan

kemudahan untuk membantu petani

dalam mengurus peminjaman kredit

dengan jaminan resi gudang dan

memberikan kemudahan dalam

menjual gabah atau beras yang

disimpan di gudang SRG.

Peserta SRG

Peserta SRG meliputi petani,

kelompok tani, gapoktan, dan

koperasi sesuai dengan

Permendag Nomor 66/M-

DAG/PER/12/2009.

Petani, kelompok tani, dan

koperasi

Partial

G = 0

Peserta SRG mencakup petani,

kelompok tani dan koperasi. Namun di

beberapa kondisi, pengelola gudang

bersedia melayani dan menerima gabah

atau beras dari tengkulak atau

pedagang besar untuk di resi

gudangkan di gudang SRG.

Page 98: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

83

Lanjutan Tabel 17. Hasil Analisis Kesenjangan dalam Pengelolaan Gudang SRG di Kabupaten Cianjur

Variabel Kondisi yang diharapkan Kondisi saat ini Degree of fit Keterangan

Fasilitas gudang

SRG

Fasilitas gudang SRG

mengacu pada SNI 7331:

2016.

Fasilitas gudang yang dikelola

oleh koperasi Niaga Mukti

telah sesuai dengan SNI 7331:

2016

Fit

G = -1,67

Fasilitas gudang SRG di Kabupaten

Cianjur merupakan gudang yang telah

sesuai dengan SNI 7331:2016 dan

tergolong ke dalam kelas A.

Sosialisasi

Sosialisasi dilakukan di setiap

wilayah yang terdapat gudang

SRG dan dilakukan men-

jelang musim panen sesuai

dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 36 Tahun 2007

tentang Pelaksanaan Program

Sistem Resi Gudang.

Sosialisasi hanya dilakukan

oleh pengelola gudang

melalui pendekatan kepada

individu petani dan biasanya

dilakukan sebelum musim

panen

Gap

G = 33,20

Sosialisasi secara serentak belum

pernah dilakukan oleh Bappebti

maupun pengelola gudang kepada

petani, kelompok tani, gapoktan, dan

koperasi. Sosialisasi yang dilakukan

terbatas pada pendekatan persuatif ke

masing-masing individu petani dan

biasanya hanya dilakukan oleh manajer

gudang sebelum musim panen tiba.

Pengawasan

Bappebti

Badan pengawas berwenang

untuk melakukan pemeriksa-

an terhadap setiap pihak yang

diberikan persetujuan apabila

di duga melakukan pelanggar-

an sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 36 Tahun

2007 tentang Pelaksanaan

Program Sistem Resi Gudang.

Pengawasan Bappebti tidak

dilakukan secara masif,

namun masih terbatas pada

pengawasan secara admini-

stratif

Gap

G = 10,5

Pengawasan Bappebti hanya mencakup

pada pengawasan secara administratif

dan tidak terlibat dalam pengawasan

langsung di lapang. Kurangnya

sumberdaya manusia menjadi salah

satu kendala dalam pengawasan

implementasi program SRG di lapang.

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Page 99: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

84

Berdasarkan perhitungan analisis kesenjangan (gap analysis) pada Tabel 17,

dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan program SRG di Kabupaten Cianjur

masih terdapat kekurangan dan kendala (tidak sesuai harapan). Penjelasan dari

masing-masing variabel pada hasil analisis kesenjangan (gap analysis) adalah

sebagai berikut:

A. Uji Mutu Gabah

Berdasarkan data pada hasil Tabel 17, variabel uji mutu gabah memiliki nilai

kesenjangan sebesar -1,33 (G < 0). Nilai tersebut dikategorikan ke dalam kondisi

fit, artinya kualitas pengujian mutu gabah yang diharapkan petani lebih rendah

daripada kualitas pelayanan uji mutu gabah yang diterima oleh peserta SRG,

sehingga pengelola gudang SRG yang bekerja sama dengan Ujastasma Bulog

Divre Cianjur dianggap telah berhasil memberikan pelayanan yang baik kepada

peserta SRG dalam melakukan uji mutu gabah.

Mutu gabah merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum barang

masuk gudang karena standar mutu yang dipenuhi akan menentukan ketahanan

gabah selama penyimpanan. Mutu gabah juga digunakan sebagai dasar dalam

menentukan nilai dari resi gudang yang diterbitkan. Selain itu, menurut Mahanta

(2012) kunci kepercayaan pihak bank dalam memberikan kredit kepada peserta

SRG adalah terjaminnya kesesuaian antara kuantitas dan kualitas barang yang

disimpan di gudang dengan keterangan yang tercantum dalam dokumen resi

gudang. Oleh karena itu, tahap pengujian mutu barang merupakan tahapan penting

dalam penyelenggaraan SRG. Risiko yang akan ditanggung oleh pengelola

gudang maupun LPK (Lembaga Penilaian Kesesuaian) apabila terjadi kerusakan

barang adalah mengganti barang dengan kualitas dan jumlah yang sama atau uang

sejumlah harga beli barang sesuai dengan harga pasar.

Pada pelaksanaannya, uji mutu gabah dilakukan oleh Ujastasma Bulog

Divre Cianjur. Uji mutu gabah mengacu pada prosedur SNI 01-0224-1987.

Pengujian mutu gabah dilakukan ketika petani akan menyimpan gabahnya di

gudang SRG. Pengujian dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

Page 100: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

85

1) Petugas mengambil contoh atau sampel gabah dari karung-karung gabah yang

diambil secara acak. Pengambilan sampel minimal sebanyak 10 persen dari

jumlah karung gabah yang akan disimpan.

2) Setiap karung gabah yang dijadikan sampel kemudian isinya diambil secara

acak mulai dari bagian atas, tengah, dan bawah kemudian dicampur rata.

Pengambilan sampel menggunakan alat sample mixer devider. Sampel diambil

sebanyak 0,5 – 1 kg dari masing-masing karung dan kemudian dicampur serta

diaduk merata dengan sampel dari karung yang lain untuk mendapatkan

sampel primer.

3) Sampel gabah yang di uji diperoleh dengan cara membagi sampel gabah

menggunakan sample mixer devider sampai memperoleh sampel uji sebanyak

125 gram.

Kegiatan uji mutu gabah membutuhkan waktu tidak lebih dari satu hari dan

hasil dari uji mutu gabah akan rilis maksimal tiga hari setelah sampel diambil.

Jika hasil sampel gabah sesuai dengan SNI 01-0224-1987, maka petani dapat

melengkapi syarat administrasi lainnya dengan pengelola gudang, namun jika

hasil uji mutu gabah tidak sesuai dengan ketentuan, maka gabah yang disimpan

akan diberi perlakuan hingga mendapatkan kualitas yang sesuai dengan SNI 01-

0224-1987.

Pada pengujian mutu gabah, faktor kadar air gabah menjadi hal yang

penting. Hasil kadar air gabah petani seringkali melebihi batas maksimal,

terutama saat musim hujan. Berdasarkan ketentuan SNI 01-0224-1987 kadar air

gabah maksimal adalah 14 persen, namun kadar air gabah petani bisa mencapai 15

hingga 16 persen. Jika kadar air gabah melebihi batas maksimal (> 14%) biasanya

pengelola gudang memberikan rekomendasi kepada petani untuk memberikan

perlakuan terhadap gabah yang akan disimpan dengan cara dikeringkan melalui

mesin dryer ataupun melalui proses penjemuran dengan sinar matahari. Sementara

itu, jika petani tetap ingin menyimpan gabahnya di gudang SRG, pengelola

gudang akan menerima gabah tersebut namun dengan memberikan pertimbangan

kepada pemilik barang untuk menyimpan dalam waktu yang lebih singkat dan

Page 101: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

86

pengelola gudang tidak berani mengambil risiko apabila terjadi kerusakan pada

gabah akibat kadar air gabah yang tinggi.

B. Akses Pasar dan Jaminan Resi Gudang

Resi gudang merupakan dokumen bukti kepemilikan atas barang yang

disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Berdasarkan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 9 Tahun 2007 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

Bank Umum, resi gudang termasuk ke dalam jenis surat berharga. Resi gudang

banyak dimanfaatkan oleh petani sebagai jaminan ke bank untuk mendapatkan

pinjaman, namun resi gudang dapat juga diperjual-belikan di Pasar Lelang

Komoditi (PLK) untuk meciptakan efisiensi pemasaran.

Pada pelaksanaannya, seluruh petani yang telah memanfaatkan proram SRG

di Kabupaten Cianjur menjadikan resi gudang sebagai jaminan untuk

mendapatkan pinjaman dari bank. Di wilayah Kabupaten Cianjur, bank yang

bekerja sama dengan Bappebti adalah bank BJB. Berdasarkan Peraturan Kepala

Bappebti Nomor: 09/Bappebti/Per-SRG/7/2008 Tentang Pedoman Teknis

Penjaminan Resi Gudang, ada beberapa tahapan dalam menjaminkan resi gudang,

antara lain:

1) Calon penerima hak jaminan menyampaikan permohonan verifikasi resi

gudang yang akan dibebani hak jaminan kepada pusat registrasi.

2) Pusat registrasi melakukan verifikasi mengenai keabsahan resi gudang,

keabsahan pihak pemberi hak jaminan, jangka waktu resi gudang, nilai resi

gudang pada saat diterbitkan, dan telah atau belum dibebaninya hak jaminan

atas resi gudang.

3) Jika disetujui oleh pusat registrasi, maka pusat registasi memberitahukan

bahwa resi gudang tersebut dapat dijaminkan.

4) Pemberi dan penerima hak jaminan menandatangani perjanjian pembebanan

hak jaminan atas resi gudang.

5) Penerima penjaminan memberitahukan terjadinya penjaminan resi gudang

kepada pusat registrasi dan pengelola gudang dan melampirkan dokumen,

Page 102: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

87

seperti: bukti konfirmasi resi gudang dapat dibebani hak jaminan dari pusat

registrasi, fotokopi perjanjian pembebanan hak jaminan atas resi gudang,

fotokopi resi gudang.

6) Pusat registrasi melakukan pemutakhiran status resi gudang dan mencatat

pembebanan hak jaminan ke dalam buku daftar pembebanan hak jaminan

7) Pusat registrasi mengirimkan bukti konfirmasi telah diterima dan telah

dilakukannya pencatatan pemberitahuan pembebanan hak jaminan.

8) Penerima hak jaminan bisa menjaminkan resi gudang ke bank

9) Pihak bank akan memverifikasi dokumen dan melakukan kesesuaian barang

dengan resi gudang.

10) Penerima hak jaminan dan pihak bank melakukan persetujuan

11) Pinjaman diterima oleh pemilik resi gudang dengan pembiayaan maksimal 70

persen dari nilai resi gudang

Di dalam pelaksanannya, petani sebagai pemilik resi gudang terkadang

kesulitan jika melakukan tahapan-tahapan diatas, namun pengelola gudang selalu

membantu pemilik resi gudang untuk menjaminkan resi gudangnya ke bank.

Penjaminan resi gudang di bank biasanya menghabiskan waktu paling lama tiga

hari, tetapi biasanya hanya perlu satu hingga dua hari kerja petani sudah bisa

mendapatkan pembiayaan melalui jaminan resi gudang.

Selain mendapatkan kemudahan dalam menjaminkan resi gudangnya, petani

juga di bantu dalam aspek pemasaran. Sebelum masa penyimpanan di gudang

SRG habis, pengelola gudang akan memberikan rekomendasi kepada petani

mengenai pihak yang bersedia untuk membeli gabahnya, namun biasanya

pengelola gudang sering didatangi langsung oleh pembeli untuk mencari dan

membeli stok gabah yang ada di gudang SRG. Melalui proses tersebut petani bisa

mendapatkan harga yang optimal.

C. Peserta Program SRG

Implementasi program SRG yang terjadi di Kabupaten Cianjur adalah

peserta program SRG meliputi petani, kelompok tani, dan koperasi. Jika peserta

SRG akan menyimpan hasil panennya, maka wajib memiliki surat keterangan

Page 103: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

88

bekerja sebagai petani dari desa setempat. Surat keterangan tersebut berguna

untuk memastikan bahwa peserta SRG yang akan menyimpan gabahnya di

gudang SRG adalah benar-benar berprofesi sebagai petani. Petani yang akan

menyimpan hasil panennya bisa mengatasnamakan diri sendiri ataupun

menyimpan secara kolektif melalui kelompok tani atau koperasi. Petani yang

menyimpan gabahnya dengan mengatasnamakan diri sendiri biasanya memiliki

hasil panen yang besar, karena syarat minimal jumlah gabah yang disimpan

adalah 10 ton. Sementara itu, pada kelompok tani atau koperasi umumnya akan

mengumpulkan hasil panen secara kolektif dari masing-masing anggota kelompok

tani atau koperasi agar dapat memenuhi jumlah minimal penyimpanan di gudang

SRG. Hal tersebut dilakukan karena hasil panen tiap petani yang relatif sedikit.

Ketua kelompok tani atau ketua koperasi bertindak sebagai koordinator dan pihak

yang mewakili anggotanya untuk dapat memperoleh resi gudang.

Selain itu, peserta SRG yang telah memiliki resi gudang berhak

mendapatkan skema subsidi SRG (S-SRG). Adapun persyaratan yang harus

dipenuhi sesuai dengan Permendag Nomor 66/M-DAG/PER/12/2009 Pasal 5

menyebutkan bahwa petani yang akan menerima S-SRG harus berusia minimal 21

tahun dan/ atau sudah menikah yang menyerahkan persyaratan persyaratan kartu

identitas diri dan surat pernyataan bermaterai yang menyatakan sebagai petani dan

diketahui oleh kepala desa atau lurah setempat.

D. Fasilitas Gudang SRG

Fasilitas gudang SRG mengacu pada prosedur SNI 7331:2016 tentang

gudang pertanian (disajikan dalam lampiran) dan didasarkan pada Peraturan

Kepala Bappebti Nomor: 02/Bappebti/Per-SRG/7/2007 Tentang Persyaratan dan

Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Gudang dalam Sistem Resi

Gudang. Gudang SRG di Kabupaten Cianjur yang dikelola oleh Koperasi Niaga

Mukti berlokasi di Jalan Raya Cianjur-Sukabumi. Lokasi tersebut sangat strategis,

mengingat lokasi tersebut merupakan jalur penghubung utama Kabupaten Cianjur

dengan kabupaten lainnya di Jawa Barat.

Page 104: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

89

Luas area gudang SRG mencapai 3.000 m2 serta di dukung dengan fasilitas

yang lengkap dan memadai. Kapasitas gudang SRG mencapai 1.000 ton. Selain

itu tersedia fasilitas pengelola gudang juga menyediakan fasilitas penunjang

seperti fasilitas gudang yang disediakan untuk menunjang aktivitas pergudangan

berupa sarana sandar dan bongkar muat yang luas, pallet, timbangan, sorter,

mesin penggiling beras, dryer, lantai jemur, hydrant, CCTV, alarm, dan lain-lain.

Selain itu, tersedia juga fasilitas pendukung berupa kantor pengelola gudang.

Kantor tersebut dilengkapi dengan sarana yang memadai seperti sarana

komputerisasi, telepon, jaringan internet, dan sebagainya.

Berdasarkan Peraturan Kepala Bappebti Nomor: 02/Bappebti/Per-

SRG/7/2007 Pasal 2 menyebutkan bahwa terdapat tiga klasifikasi gudang tertutup,

yaitu gudang kelas A, gudang kelas B, dan gudang kelas C. Gudang SRG di

Kabupaten Cianjur termasuk kategori gudang kelas A. Gudang kelas A adalah

gudang yang memiliki kualitas terbaik dengan fasilitas dan peralatan lengkap

(kualitas 1). Fasilitas gudang yang lengkap dan memadai membuat petani bersedia

menyimpan gabahnya di gudang SRG dan dapat dimanfaatkan dengan harga yang

lebih murah dibandingkan dengan penyedia jasa pergudangan lainnya.

Meskipun demikian, terdapat beberapa fasilitas gudang yang terbengkalai

dan tidak tepat sasaran. Fasilitas gudang yang terbengkalai (jarang difungsikan)

pada saat penelitian dilakukan adalah mesin dryer. Dryer yang disediakan oleh

pengelola gudang untuk petani tidak terpakai. Kondisi tersebut disebabkan karena

petani biasanya sudah mengirim gabahnya ke gudang dalam bentuk gabah kering

giling, sehingga tidak perlu dikeringkan kembali. Selain itu, ketentuan harga dan

batas minimum kapasitas gabah yang diberlakukan oleh pengelola gudang dirasa

memberatkan petani, sebab petani harus membayar jasa pengeringan gabah

(melalui dryer) secara penuh, meskipun gabah yang dikeringkan hanya sedikit.

Sementara itu, fasilitas yang disediakan oleh pengelola gudang berupa truk

di nilai tidak tepat sasaran. Keberadaan truk di nilai tidak sesuai dengan kondisi

jalan yang ada di desa, karena kondisi jalan desa yang sempit sehingga sulit untuk

dilewati kendaraan besar seperti truk. Pengelola gudang menyediakan dua armada

truk untuk memfasilitasi petani, namun truk tersebut jarang digunakan dan hanya

Page 105: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

90

digunakan saat akan mendistribusikan gabah atau beras ke daerah-daerah dengan

kondisi jalan yang baik (dapat dilewati oleh truk). Maka dari itu, perlu adanya

evaluasi dan perbaikan terkait penyediaan sarana dan prasarana gudang SRG,

sehingga nantinya semua fasilitas yang ada di gudang SRG dapat dimanfaatkan

secara optimal untuk keperluan pelaksanaan program SRG.

E. Sosialisasi Program SRG

Sosialisasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam implementasi

suatu program. Sosialisasi program SRG secara umum dapat dilakukan oleh

pihak-pihak yang terkait, namun yang lebih berwenang dalam melaksanakan

sosialisasi program SRG adalah Bappebti. Bappebti selaku badan pengawas dari

program SRG lebih berwenang dalam melaksanakan sosialisasi, karena

berhubungan langsung dengan pembuat kebijakan (Kementerian Perdagangan).

Permasalahan yang berkaitan dengan sosialisasi program SRG di Kabupaten

Cianjur adalah frekuensi sosialisasi yang masih sangat kurang. Kurangnya

sosialisasi SRG terutama di kecamatan Warungkondang yang mana di kecamatan

tersebut gudang SRG berada. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang

peneliti lakukan, banyak petani yang mengatakan belum pernah sekali pun

sosialisasi program SRG diadakan. Walaupun demikian ada juga petani yang telah

menerima informasi terkait program SRG dari pengelola gudang, namun tidak

memanfaatkan program SRG.

Berdasarkan informasi dari staf Bappebti, pihaknya belum pernah

mengadakan sosialisasi ataupun perkumpulan secara serentak bersama petani-

petani di kecamatan tersebut. Bappebti memberikan kewenangannya kepada

pengelola gudang untuk melakukan sosialisasi program SRG. Hal tersebut

dilakukan karena perlu adanya pendekatan yang berbeda terhadap petani yang

notabene hidup di desa dengan kultur yang sudah ada sejak dahulu. Bappebti

mengatakan bahwa pendekatan melalui aspek penokohan di desa dapat membuat

sosialisasi program dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Aspek

penokohan (influencer) yang dimaksud adalah menjadikan tokoh masyarakat yang

Page 106: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

91

dapat memengaruhi persepsi masyarakat secara luas. Hal itulah yang saat ini

dilakukan oleh pengelola gudang melalui manajer pengelola.

Manajer pengelola merupakan orang yang sudah lama berkecimpung di

bidang pertanian dan telah banyak dikenal masyarakat di beberapa daerah. Teknik

sosialisasi program SRG yang dilakukan adalah dengan pendekatan persuasif ke

masing-masing petani. Sosialisasi program biasa dilakukan pada saat menjelang

panen. Cara tersebut dinilai efektif karena sebelum petani menjual hasil panennya

langsung kepada tengkulak, petani diberi alternatif untuk menyimpan gabahnya

terlebih dahulu untuk mendapatkan harga yang optimal. Namun sosialisasi yang

dilakukan secara persuasif oleh pengelola gudang hanya terfokus di wilayah

kecamatan Cibeber saja. Pada kenyataannya kecamatan lain pun memiliki potensi

yang sama dengan kecamatan Cibeber, bahkan lebih berpotensi dari kecamatan

tersebut. Kecamatan lain yang juga memiliki potensi besar berada di kecamatan

Warungkondang, tepatnya di desa Jambudipa.

Desa Jambudipa merupakan daerah endemik penghasil beras pandanwangi.

Beras pandanwangi merupakan trademark dari kabupaten Cianjur. Desa

Jambudipa sebagai daerah penghasil beras pandanwangi menjadikan desa tersebut

sebagai daerah yang potensial untuk menciptakan harga jual beras yang optimal di

pasar, terlebih lagi beras pandanwangi memiliki banyak kelebihan dibandingkan

dengan beras varietas lainnya. Maka dari itu, pengelola gudang seharusnya bisa

lebih cermat dalam melihat potensi di wilayah sekitar. Perlu adanya sosialisasi

yang bersifat persuasif kepada petani terkait program SRG di desa Jambudipa,

sehingga petani dapat mengetahui mekanisme dari program SRG dan diharapkan

dapat terlibat untuk memanfaatkan program SRG.

F. Pengawasan SRG oleh Bappebti

Bappebti sebagai badan yang diberi kewenangan mengawasi pelaksanaan

program SRG memiliki tugas membina, mengatur, dan mengawasi kegiatan yang

berkaitan dengan SRG. Namun demikian, pengawasaan yang selama ini dilakukan

masih sebatas pengawasan administratif, yang meliputi kelengkapan dokumen dan

kesesuaian data komoditas dengan kondisi yang sebenarnya, pemantauan capaian

Page 107: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

92

pembangunan gudang, capaian nilai resi gudang dan jumlah hari penyelesaian

perizinan pelaku usaha SRG. Selain itu dalam program SRG, Bappebti mengawasi

kesesuaian pelaksanaan kinerja lembaga-lembaga yang terkait dengan SRG

dengan aturan yang ada.

Adapun dalam pelaksanaan penyaluran S-SRG, Bappebti bertindak sebagai

pemantau yang dilakukan dengan pemantauan kinerja lembaga keuangan baik

bank maupun non-bank sebagai lembaga penyalur kredit. Pemantauan dilakukan

dengan pemeriksanaan dokumen, wawancara dengan petugas lembaga keuangan,

serta pemberian peringatan apabila terjadi pelanggaran. Penyaluran S-SRG

menjadi wewenang lembaga keuangan yang telah memperoleh izin dari Bappebti.

Dalam penyaluran S-SRG selama ini, lembaga keuangan tidak melakukan survei

terhadap calon penerima S-SRG melainkan hanya memastikan komoditas yang

disimpan ada dan sesuai dengan yang tertera dalam dokumen resi gudang.

Pengawasan secara langsung terhadap pihak yang benar-benar menerima S-

SRG belum pernah dilakukan di lapang. Keterbatasan sumber daya manusia di

Bappebti menjadi alasan utama. Bappebti sebagai unit eselon I di bawah

Kementerian Perdagangan memiliki tiga peran utama, yaitu mengembangkan

Perdagangan Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang, dan Pasar Lelang.

Adapun kegiatan pengawasan terhadap program SRG diserahkan pada satu bagian

level eselon 3 dengan jumlah pegawai sebanyak ± 12 orang. Oleh karena itu,

sumber daya manusia yang ada masih sangat terbatas untuk menangani program

SRG yang diimplementasikan di seluruh Indonesia.

Pelakasanaan progam SRG yang mulai diberlakukan secara nasional sejak

tahun 2008 oleh Kementerian Perdagangan seharusnya bisa mempersiapkan

segala sesuatunya dengan baik, termasuk dalam hal penyediaan sumber daya

manusia. Permasalahan jumlah sumber daya manusia yang terbatas semestinya

harus bisa diatasi dengan baik, mengingat implementasi progam SRG telah

berlangsung selama sembilan tahun. Jika pemerintah serius untuk

menyejahterakan petani melalui program SRG, maka permasalahan seperti

kurangnya sumber daya manusia harus segera di evaluasi dan ditindaklanjuti

untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Apabila kondisi seperti ini dibiarkan terus

Page 108: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

93

menerus, maka akan memperlambat kinerja program SRG karena minimnya

pengawasan dari Bappebti selaku badan pengawas program SRG.

5.5.2 Efektivitas Program Sistem Resi Gudang dalam Meningkatkan Pendapatan

Usahatani Padi

1. Kondisi Usahatani Padi

Kondisi usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi yang

dilakukan di Kabupaten Cianjur. Usahatani padi merupakan kegiatan yang telah

dilakukan secara turun menurun oleh petani. Berdasarkan hasil wawancara

mendalam, rata-rata pengalaman petani dalam melakukan usahatani padi telah

dilakukan lebih dari 10 tahun. Potensi sumber daya alam yang tersedia dapat

dimanfaatkan oleh petani dengan baik sehingga menciptakan peluang produksi

padi yang lebih optimal. Selain itu, keberadaan beras Cianjur sudah menjadi

trademark tersendiri bagi konsumen di Indonesia, khusunya wilayah Jawa Barat.

Oleh karena itu, banyak petani yang saat ini masih melakukan usahatani padi dan

terus berupaya melestarikan keberadaan varietas lokal untuk meningkatkan nilai

jual beras di pasaran serta untuk menjaga citra beras Cianjur tetap baik di

masyarakat. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu adanya penjelasan lebih lanjut

untuk mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan

output yang dihasilkan dari usahatani padi yang dilakukan oleh petani

konvensional dan petani SRG.

A. Pola Tanam

Padi merupakan komoditas utama yang dibudidayakan oleh petani di desa

Jambudipa, kecamatan Warungkondang, kabupaten Cianjur. Usahatani padi

dilakukan sebanyak tiga kali tanam dan dua kali panen dalam satu tahun. Periode

musim tanam biasa dilakukan pada bulan Januari – April, Juni – September, dan

Oktober – Januari. Sementara itu, pola tanam yang diterapakan secara umum

adalah menggunakan pola tanam monokultur (padi-padi-padi), artinya petani

selama satu tahun hanya menanam padi saja dan hanya ada sedikit jeda waktu

untuk mengistirahatkan tanah. Penerapan pola tanam yang dilakukan sebanyak

Page 109: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

94

tiga kali dalam setahun didasarkan pada keinginan petani untuk terus melakukan

usahatani padi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

B. Sarana Produksi

1) Lahan

Lahan merupakan sumber daya alam yang paling utama dan penting dalam

melakukan kegiatan usahatani. Di Indonesia, kondisi lahan di masing-masing

wilayah memiliki potensi yang berbeda. Potensi lahan di berbagai wilayah

ditentukan berdasarkan jenis tanah yang ada. Di kabupaten Cianjur, jenis tanah di

masing-masing daerah berbeda-beda. Jenis tanah yang ada di kabupaten Cianjur

antara lain tanah alluvial, tanah regosol, tanah andosol, dan tanah latosol.

Masing-masing jenis tanah memiliki potensi yang berbeda-beda.

Berdasarkan RPJMDes Jambudipa (2016) tanah yang ada di desa

Jambudipa, kecamatan Warungkondang berjenis alluvial. Tanah alluvial

merupakan tanah yang berasal dari pengendapan dan banyak terdapat di wilayah

dataran rendah. tanah alluvial memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk

lahan pertanian, khususnya tanaman pangan (padi dan palawija). Pemanfaatan

lahan di desa Jambudipa di dominasi oleh kegiatan pertanian sebesar 76,31% dan

sisanya adalah lahan pemukiman dan kebun. Kondisi tersebut merupakan potensi

yang besar bagi petani untuk terus melakukan kegiatan usahatani padi di desa

tersebut, namun perlu adanya faktor penunjang lain untuk bisa meningkatkan dan

melestarikan potensi sumber daya alam yang ada sehingga bisa melakukan

kegiatan usahatani padi yang berkelanjutan.

Sementara itu, sumber daya lahan yang dimiliki setiap petani berbeda-beda.

Rata-rata kepemilikan lahan petani konvensional di desa Jambudipa adalah 0,6

hektar, sedangkan rata-rata kepemilikan lahan petani SRG adalah 2,3 hektar.

Kondisi tersebut cukup jauh berbeda, karena lahan yang dimiliki petani

konvensional hanya berada di dalam desa Jambudipa saja, sedangkan lahan yang

dimiliki petani SRG tidak berada dalam satu wilayah saja, namun berada di

wilayah yang berbeda-beda. Mayoritas kepemilikan lahan petani di desa

Jambudipa diperoleh dari warisan keluarga. Banyak dari petani yang tetap

Page 110: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

95

menjaga dan melestarikan lahan yang dimilikinya untuk kegiatan usahatani,

khususnya usahatani padi.

2) Air

Air merupakan sumber daya alam yang paling penting untuk kegiatan

usahatani padi. Air berfungsi untuk membantu penyerapan unsur hara dari dalam

tanah oleh akar tanaman dan mengangkut unsur hara ke seluruh organ tanaman.

Selain itu, air juga dapat membantu proses fotosintesis pada tanaman.

Ketersediaan air dalam kegiatan usahtani padi sangat diperlukan untuk menunjang

produktivitas tanaman. Ketersediaan air di lahan persawahan banyak di suplai

melalui saluran irigasi. Saluran irigasi yang ada di desa Jambudipa meliputi air

permukaan yang bersumber dari sungai Cikaroya dan sungai Cipadang, mata air

yang mengalir di bantaran sungai Cikaroya serta air tanah bebas dangkal dan air

tanah bebas dalam.

Usahatani padi di desa Jambudipa menggunakan irigasi setengah teknis,

dimana terdapat sumber mata air yang menjadi saluran primer (sungai Cikaroya

dan sungai Cipadang) yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat, sehingga

dalam pemeliharaan saluran irigasi sepenuhnya melibatkan masyarakat.

Pengelolaan saluran irigasi yang dilakukan swadaya oleh masyarakat tidak

dibebankan biaya-biaya tertentu, tetapi petani hanya perlu membayar dengan

sukarela untuk keperluan pemeliharaan irigasi.

Adanya sumber air yang melimpah di desa Jambudipa menyebabkan lahan

persawahan dapat terus teraliri air sepanjang tahun, meskipun sedang musim

kemarau, sehingga produktivitas tanaman bisa optimal. Selain itu, melimpahnya

sumber air yang ada di desa Jambudipa dimanfaatkan petani untuk melakukan

usahatani padi dengan sistem minapadi. Minapadi adalah suatu konsep usahatani

gabungan (combined farming) yang memanfaatkan genangan air sawah yang

sedang ditanami padi sebagai kolam untuk budidaya ikan tawar (Balitbang

Pertanian, 2016). Pada dasarnya, sistem minapadi memiliki beberapa keunggulan

seperti penerapan Pengendalian Hama Terpadu (HPT) secara alami serta dapat

meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan air. Penerapan sistem minapadi

yang dilakukan oleh petani tidak memiliki tujuan khusus, petani hanya ingin

Page 111: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

96

memanfaatkan genangan air yang ada di sawah. Namun petani beranggapan

bahwa dengan menerapkan sistem minapadi tersebut, petani merasa lebih

bersemangat dalam melakukan usahataninya karena keberadaan ikan di lahan

sawah yang di garapnya.

3) Benih

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992

Tentang Budidaya Tanaman Pasal 1 Ayat 4 menyebutkan bahwa benih tanaman

yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan

untuk memperbanyak dan/ atau mengembangbiakkan tanaman. Benih dapat

diperoleh melalui perkembangbiakkan secara generative maupun vegertatif.

Menurut Haryadi (2006) perkembangbiakkan secara generatif adalah

perkembangbiakkan tanaman melalui proses kawin atau perkembangbiakkan yang

dialami oleh tanaman berbiji melalui penyerbukan. Sementara perkembang-

biakkan secara vegetatif adalah perkembangbiakkan tanpa didahului dengan

peleburan sel kelamin.

Benih pada tanaman padi memiliki berbagai jenis varietas. Menurut Badan

Litbang Pertanian (2012), terdapat lebih dari 200 varietas padi yang ada di

Indonesia. Setiap varietas mempunyai karakteristik yang beragam, seperti umur

pendek, produktivitas tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit tertentu, dan

karakteristik unggul lainnya. Lebih dari 90 persen areal persawahan di Indonesia

telah ditanami Varietas Unggul Baru (VUB) yang dihasilkan oleh Badan Litbang

Pertanian. Beberapa VUB yang telah banyak digunakan oleh petani adalah seperti

IR 64, ciherang, cibogo, cigeulis, dan ciliwung.

Sementara itu, benih padi yang banyak ditanam oleh petani di desa

Jambudipa adalah varietas pandanwangi, ciherang, mikongga, inpari 13, IR 64,

japonica, dan sintanur. Varietas padi tersebut memiliki umur tanaman yang

berbeda-beda. Pada benih padi pandanwangi umur tanaman mencapai 150-165

hari, ciherang 80-96 hari, japonica 110-125 hari, dan benih IR 64, Inpari 13 serta

sintanur mempunyai umur tanaman sekitar 110-115 hari. Benih padi yang ditanam

oleh petani tersebut biasanya diperoleh dari toko pertanian dan bantuan dari

pemerintah ataupun swasta. Pada petani konvensional, rata-rata penggunaan benih

Page 112: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

97

per hektar sebanyak 28,9 kg. Sementara pada petani SRG, rata-rata penggunaan

benih per hektar sebanyak 25,1 kg. Adanya perbedaan jumlah rata-rata

penggunaan benih padi pada petani konvensional dan petani SRG terjadi karena

adanya perbedaan rata-rata luas lahan yang signifikan dan sistem tanam. Sistem

tanam yang banyak dilakukan oleh petani SRG adalah sistem jajar legowo. Sistem

jajar legowo merupakan sistem tanam padi yang dilakukan dengan mengatur jarak

antar tanaman, sehingga tidak memerlukan benih yang banyak dalam

usahataninya.

Meskipun rata-rata penggunaan benih pada petani konvensional lebih

banyak dibandingkan petani SRG, tetapi rata-rata harga benih per hektar pada

petani SRG lebih tinggi dibandingkan petani konvensional. Pada petani

konvensional, rata-rata harga benih adalah Rp 341.851, sedangkan pada petani

SRG rata-rata harga benih sebesar Rp 355.559. Perbedaan rata-rata harga benih

terjadi karena adanya penggunaan varietas benih yang berbeda. Pada petani SRG,

varietas yang banyak ditanam adalah varietas japonica dan sintanur. Varietas

tersebut memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lain

seperti inpari 13, mikongga, dan ciherang.

4) Pupuk

Pupuk merupakan bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara

tanaman yang jika diberikan ke pertanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan

hasil tanaman. Terdapat dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik dan pupuk

anorganik (pupuk buatan). Pupuk organik merupakan pupuk yang tersusun dari

materi mahluk hidup seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia.

Pupuk organik bisa berupa pupuk cair atau padat. Jenis pupuk organik bermacam-

macam, antara lain: pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, dan humus.

Sementara itu, pupuk anorganik merupakan pupuk yang dibuat dengan bahan

kimia yang mengandung unsur hara tertentu. Jenis pupuk anorganik antara lain:

NPK, SP36, ZA, KCL, dan lain-lain.

Pupuk yang digunakan oleh petani responden terdiri dari dua jenis, yaitu

pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yang digunakan adalah

pupuk kandang, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk urea,

Page 113: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

98

SP36, NPK, dan ZA. Pupuk kandang yang digunakan diperoleh dari warga di

wilayah desa Jambudipa yang memiliki hewan ternak seperti ayam, kambing, dan

sapi. Sementara pupuk anorganik (urea, SP36, NPK, dan ZA) diperoleh petani

dengan membelinya di kios pertanian yang berada di wilayah desa Jambudipa.

Penggunaan pupuk organik mulai menjadi perhatian bagi banyak petani di

desa Jambudipa. Petani mulai menyadari bahwa penggunaan pupuk organik akan

dapat menjaga kesuburan tanah. Saat ini petani mulai beralih menggunakan pupuk

organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Jumlah penggunaan

pupuk organik dan anorganik pada petani konvensional dan petani SRG dapat

dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Jenis Pupuk, Harga Pupuk, dan Rata-rata Penggunaan Pupuk Pada

Petani Padi Konvensional dan Petani SRG

No Jenis Pupuk Harga/Kg

(Rp)

Petani Konvensional

(Kg)

Petani SRG

(Kg)

1 Pupuk Kandang 500 127 1.033

2 Urea 1.800 155,21 569,4

3 SP36 2.000 106,41 346

4 NPK 2.300 194,71 378

5 ZA 1.400 7,5 49

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Berdasarkan data pada Tabel 18, data jumlah penggunaan pupuk merupakan

hasil perbandingan antara total pupuk yang digunakan oleh semua petani dibagi

dengan seluruh petani. Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan jumlah

penggunaan pupuk antara petani konvensional dengan petani SRG. Hal itu terjadi

karena adanya perbedaan luas lahan yang dimiliki oleh petani konvensional dan

petani SRG. Semakin luas lahan garapan petani, maka kebutuhan pupuk akan

semakin banyak juga.

Pada petani konvensional, jumlah pupuk yang paling banyak digunakan

adalah pupuk NPK, yaitu sebesar 194,71 Kg. Jumlah penggunaan pupuk NPK

yang lebih banyak daripada pupuk lainnya adalah karena pupuk NPK dapat

memacu perkembangan tanaman dan memacu proses pembungaan dan

pembuahan padi. Sementara itu, pupuk yang paling sedikit digunakan oleh petani

konvensional adalah pupuk ZA, yaitu 7,5 kg. pupuk ZA tidak banyak digunakan

Page 114: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

99

oleh petani karena kandungan unsur hara dan fungsi dari pupuk ZA hampir sama

dengan pupuk penggunaan pupuk NPK, yaitu mengandung unsur hara N yang

berfungsi untuk pembentukan butir hijau pada daun dan mempercepat

pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.

Pada petani SRG, pupuk yang paling banyak digunakan adalah pupuk

kandang, yaitu 1.033 Kg. Menurut petani, pupuk kandang berfungsi untuk

menjaga kesuburan tanah dan dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah.

Sementara itu untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, petani menggunakan

pupuk urea. Selain dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, pupuk urea juga

berfungsi untuk mempercepat tanaman tumbuh tinggi serta memiliki bulir padi

yang banyak dan berisi.

Kebutuhan pupuk masing-masing petani telah diatur melalui Rencana

Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). RDKK merupakan data yang berisi

kebutuhan pupuk per petani. Di dalam RDKK tercantum jenis pupuk, kebutuhan

pupuk yang telah disesuaikan dengan luas lahan masing-masing petani. RDKK

disusun berdasarkan kelompok tani yang ada di desa Jambudipa. Menurut

penyuluh lapang desa Jambudipa, tujuan dari dibuatnya RDKK adalah untuk

mengestimasi kebutuhan pupuk per petani yang selanjutnya akan diserahkan ke

Dinas Pertanian untuk mendapatkan subsidi pupuk. Subsidi pupuk bisa didapatkan

oleh petani jika petani telah tergabung ke dalam kelompok tani dan telah tercatat

di RDKK. Pupuk bersubsidi di distribusikan ke kios-kios pertanian yang berada di

wilayah kecamatan Warungkondang dan telah mendapat izin dari Dinas Pertanian

Kabupaten Cianjur.

Adanya program pupuk bersubsidi yang dilakukan oleh pemerintah tidak

sepenuhnya dapat diterima dengan baik oleh petani. Petani mengatakan bahwa

program pupuk bersubsidi di daerahnya tidak menjadi perhatian penting, tetapi

petani menginginkan program subsidi harga gabah. Petani beranggapan bahwa

penggunaan pupuk di desa Jambudipa sudah bukan menjadi keharusan lagi,

namun petani sangat mengharapkan adanya program dari pemerintah yang bisa

menjamin harga gabah di tingkat petani, sehingga dalam melakukan usahatani

padi petani bisa merasa terjamin dan bisa menyejahterakan petani.

Page 115: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

100

5) Pestisida

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992

Tentang Budidaya Tanaman Pasal 1 Ayat 11 menyebutkan bahwa pestisida adalah

zat atau senyawa kimia, zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain serta

organisme renik atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan

tanaman. Pestisida yang digunakan oleh petani tergantung dari individu petani dan

kondisi tanaman padi di lahan. Jika ditemukan banyak hama di areal persawahan,

maka petani akan menggunakan pestisida untuk membasmi hama tersebut. Namun

secara umum petani sudah mulai mengurangi penggunaan pestisida karena untuk

mencegah pencemaran lingkungan dan mencoba beralih ke pertanian organik.

Meskipun penggunaan pestisida perlahan dikurangi oleh petani, namun

petani tetap menyediakan pestisida dirumahnya. Hal tersebut dilakuan untuk

antisipasi jika tiba-tiba padi diserang hama. Pestisida yang digunakan ada dua

jenis, yaitu pestisida padat (powder) dan cair. Merek pestisida padat yang

digunakan petani adalah furadan/kurater dan bentan. Sedangkan merek pestisida

cair yang digunakan adalah virtako, akodan, greta, dan score (ZPT).

Kegiatan penyemprotan pestisida dilakukan pada pagi hari. Intensitas

penyemprotan pestisida oleh petani dilakukan sesuai dengan keadaan di lahan.

Jika petani menganggap tanaman padinya perlu diberi pestisida, maka

penyemprotan bisa dilakukan hingga empat kali dalam satu masa tanam. Jumlah

rata-rata pestisida yang digunakan oleh petani konvensional per hektar lahan

sebanyak 0,35 liter pestisida cair dan 8,12 kilogram pestisida padat (powder).

Sementara jumlah rata-rata pestisida yang digunakan oleh petani SRG per hektar

lahan sebanyak 0,97 liter pestisida cair dan 18 kilogram pestisida padat (powder).

6) Alat-alat Pertanian

Alat pertanian merupakan peralatan yang digunakan oleh petani dalam

melakukan kegiatan usahatani padi di lahan. Jenis alat pertanian yang digunakan

dalam kegiatan usahatani padi adalah cangkul, sabit, knapsack sprayer, dan

traktor. Cangkul digunakan untuk menggemburkan tanah dan membuat galengan

(pembatas), sabit digunakan untuk menyiangi tanaman dan panen padi, knapsack

Page 116: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

101

sprayer digunakan sebagai media untuk menyemprotkan pestisida ke tanaman,

dan traktor digunakan untuk membajak sawah.

Alat pertanian yang digunakan petani merupakan barang milik pribadi, tetapi

alat pertanian berupa traktor biasa digunakan petani dengan cara menyewa.

Peralatan pertanian milik pribadi dihitung biaya penyusutannya dan jika petani

menyewa traktor, maka dihitung biaya sewanya. Rata-rata biaya penyusutan alat

pertanian pada petani konvensional sebesar Rp 124.064 dan rata-rata biaya sewa

sebesar Rp 1.017.731. Sementara itu, rata-rata biaya penyusutan alat pertanian

pada petani SRG sebesar Rp 192.914 dan rata-rata biaya sewa sebesar

Rp 851.732. Berdasarkan data rata-rata biaya penyusutan dan biaya sewa, terjadi

perbedaan jumlah biaya per hektar antara petani konvensional dengan petani SRG.

Pada petani SRG, biaya penyusutan memiliki jumlah yang lebih tinggi

dibandingkan dengan petani konvensional, tetapi biaya sewa pada petani SRG

lebih rendah dibandingkan dengan petani konvensional. Hal tersebut terjadi

karena kepemilikan traktor secara pribadi pada petani SRG lebih banyak

dibandingkan dengan petani konvensional sehingga menaikkan rata-rata biaya

penyusutan.

7) Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang utama dalam

kegiatan usahatani. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi

yang dilakukan di lokasi penelitian terdiri ata tenaga kerja laki-laki dan tenaga

kerja perempuan. Tenaga kerja yang digunakan oleh petani responden terbagi

menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar

keluarga. Penggunaan tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga maupun

tenaga kerja luar keluarga digunakan dalam kegiatan usahatani mulai dari

pengolahan lahan, pembibitan dan penanaman, pemupukan, penyiangan,

penyemprotan dan pemanenan. Masing-masing kegiatan usahatani padi

mempunyai biaya tenaga kerja yang berbeda-beda.

Pada jenis kegiatan pengolahan lahan, petani menggunakan traktor dan

dikerjakan oleh tenaga kerja dari luar keluarga. Tenaga kerja yang melakukan

kegiatan pengolahan lahan sepenuhnya dilakukan oleh laki-laki. Kegiatan

Page 117: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

102

pengolahan lahan dilakukan selama 4-6 jam per hari. Biaya tenaga kerja pada

kegiatan pengolahan lahan sebesar Rp 45.000. Pemberian upah tenaga kerja

dibayarkan secara tunai oleh petani setelah kegiatan pengolahan lahannya selesai

dikerjakan. Sementara pada kegiatan pembibitan dan penanaman mayoritas

dilakukan oleh tenga kerja perempuan yang berasal dari luar keluarga. Biaya

tenaga kerja perempuan sebesar Rp 33.000 dan tenaga kerja laki-laki sebesar

Rp 45.000. Pembayaran upah tenaga kerja dilakukan setelah proses penanaman

padi selesai. Pemberian upah tenaga kerja dibayarkan secara tunai oleh petani.

Pada kegiatan pemupukan, petani dengan luas lahan kecil (< 0,5 hektar)

biasanya tidak menggunakan tenaga kerja tambahan, sedangkan pada petani yang

luas lahannya lebih dari 0,5 hektar, biasanya akan menggunakan tambahan tenga

kerja, baik dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Kegiatan pemupukan

dilakukan sebanyak 3-4 kali. Biaya tenaga kerja pada kegiatan pemupukan sebesar

Rp 40.000 untuk tenaga kerja laki-laki dan Rp 30.000 untuk tenaga kerja

perempuan. Pemberian upah tenaga kerja dibayarkan secara tunai oleh petani

setiap satu kali kegiatan pemupukan selesai. Sementara pada kegiatan penyiangan,

petani tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Kegiatan ini biasa dilakukan

oleh petani sendiri dan jika lahan garapannya luas, maka petani menggunakan

tenaga kerja tambahan. Biaya tenaga kerja pada kegiatan penyiangan ini sebesar

Rp 40.000 untuk tenaga kerja laki-laki dan Rp 30.000 untuk tenaga kerja

perempuan.

Pada kegiatan penyemprotan, petani menyesuaikan dengan kondisi yang

terjadi di lahan. Jika di lahan terjadi serangan hama yang cukup banyak, maka

petani memerlukan kegiatan penyemprotan pestisida, sehingga akan

menggunakan tenaga kerja tambahan. Biaya tenaga kerja kegiatan penyemprotan

pestisida sebesar Rp 40.000 untuk tenaga kerja laki-laki dan Rp 30.000 untuk

tenaga kerja perempuan. Pembayaran dilakukan secara tunai setelah tenaga kerja

selesai melakukan kegiatan penyemprotan. Sementara itu, pada kegiatan

pemanenan, petani menggunakan tenaga keja tambahan. Kegiatan pemanenan

membutuhkan waktu sekitar 2-4 hari untuk luas lahan satu hektar, tetapi

tergantung dari jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Biaya tenaga kerja pada

Page 118: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

103

kegiatan pemanenan adalah sebesar Rp 45.000 untuk tenaga kerja laki-laki dan

Rp 35.000 untuk tenaga kerja perempuan. Pembayaran upah tenaga kerja

dilakukan setelah petani selesai melakukan pemanenan.

Permasalahan yang saat ini terjadi di lokasi penelitian adalah terbatasnya

jumlah tenaga kerja yang ada di desa dan tidak ada regenerasi petani. Menurut

informasi dari petani responden, kurangnya tenaga kerja baik laki-laki ataupun

perempuan disebabkan adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih

mengutamakan kemudahan dan praktis. Banyak penduduk usia produktif yang

lebih memilih pekerjaan lain selain bekerja sebagai petani. Keputusan untuk

beralih profesi banyak dilakukan oleh warga di lokasi penelitian. Banyak warga

yang memutuskan untuk mencari pekerjaan lain diluar usahatani, seperti menjadi

tukang ojek, bekerja di pabrik, dan berdagang. Minat masyarakat untuk bekerja di

sektor pertanian, khususnya usahatani padi ini menjadi masalah yang cukup

serius. Kondisi yang saat ini terjadi sudah mulai dirasakan oleh petani, dimana

petani mulai kesulitan mencari tenaga kerja untuk kegiatan usahatani padi. Dalam

melakukan usahatani padi, khusunya kegiatan penanaman, petani perlu bergantian

dalam menggunakan tenaga kerja, sehingga terjadi penundaan waktu tanam padi

yang menyebabkan perbedaan masa tanam antar petani.

C. Teknik Budidaya

Teknik budidaya merupakan faktor penting dalam usahatani untuk

menentukan jumlah input dan output yang optimal. Pada usahatani padi, teknik

budidaya meliputi pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemupukan,

penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman serta pemanenan.

1) Pengolahan lahan

Tahap pengolahan lahan dilakukan untuk mengubah sifat fisik tanah. Hal ini

dilakukan agar jerami dan gulma yang ada di lahan sawah terdekomposisi oleh

tanah sehingga bisa mengembalikan unsur hara dalam tanah. Pengolahan lahan

dilakukan dengan menggunakan traktor dan cangkul. Penggunaan traktor untuk

membajak sawah dianggap lebih efisien karena dapat mempercepat proses

pengolahan tanah dengan jangkauan lahan yang luas serta dapat menggali tanah

lebih dalam. Sedangakan cangkul digunakan untuk memperbaiki dan mengatur

Page 119: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

104

galengan (pematang sawah) dan saluran drainase. Perbaikan dan pengaturan

pematang sawah bertujuan untuk mempermudah aliran air irigasi, sehingga air

dapat masuk ke areal sawah dengan volume air yang sesuai kebutuhan.

2) Pembibitan

Padi merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang umumnya ditanam

dengan menggunakan bahan tanam berupa bibit. Bibit merupakan fase

pertumbuhan yang penting dan perlu mendapat perhatian. Kesalahan dalam

penggunaan bibit akan membawa dampak terhadap ketidakseragaman

pertumbuhan tanaman dan akan berdampak terhadap penurunan kualitas serta

hasil panen yang diperoleh.

Usaha mendapatkan bibit tanaman padi yang baik dapat dilakukan melalui

kegiatan pembibitan yang memenuhi standar baku teknis. Ada dua model

pembibitan padi yang umum dikembangkan oleh masyarakat yaitu pembibitan

basah dan pembibitan kering. Secara garis besar prinsip kedua model pembibitan

tersebut sama, hanya penggunaan jumlah air dalam media tanam pembibitan yang

dibedakan. Pada wilayah yang tersedia banyak air umumnya menggunakan sistem

pembibitan basah dan langsung dilakukan di sawah, sedangkan wilayah yang

ketersediaan airnya terbatas banyak menggunakan pembibitan.

Pembibitan di lokasi penelitian yang dilakukan oleh petani adalah dengan

menggunakan model pembibitan basah. Pembibitan basah dipilih karena

ketersediaan air di desa mencukupi. Selain itu, model pembibitan basah juga

menghasilkan bibit yang lebih bagus. Proses pembibitan diawali dengan persiapan

benih yang akan digunakan. Benih yang akan digunakan di seleksi terlebih dahulu

dengan cara di rendam. Jika ada benih yang mengampung ke permukaan air, itu

menunjukkan bahwa benih tersebut tidak bagus dan tidak layak untuk dijadikan

bibit. Kemudian membuat media persemaian benih. Media persemaian yang

digunakan adalah tanah yang paling subur, sudah bersih dari jerami, dan rumput.

Pembuatan media persemaian dilakukan 3-7 sebelum menebar benih padi.

Ukuran media persemaian adalah 1/20 dari luas area sawah yang akan ditanami.

Setelah media persemaian siap, kemudian menebar benih. Benih ditebarkan di

media persemaian yang telah disiapkan. Setelah benih ditebarkan, kemudian akan

Page 120: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

105

tumbuh menjadi bibit. Bibit siap dicabut saat berumur 20-35 hari. Setelah dicabut,

bibit di ikat menjadi ikatan besar dan kemudian siap untuk di tanam di lahan.

3) Penanaman

Penanaman padi yang dilakukan oleh petani responden ditanam dengan

jarak yang tertentu. Jarak tanam antar tanaman padi adalah 20 x 20 cm. Sebelum

dilakukan penanaman, lahan sawah diberi pestisida untuk membasmi mollusca

yang ada di sekitar sawah. Pemberian pestisida dilakukan tiga hari sebelum tanam.

Pada saat penanaman, bibit padi ditancapkan ke dalam tanah yang sudah diberi

garis dan tergenangi air sedalam 10-15 cm hingga akar tanaman padi masuk ke

dalam tanah.

4) Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan penambahan beberapa unsur hara ke dalam

tanah untuk mempertahankan kesuburan tanah yang ditujukan untuk mencapai

produksi yang maksimal. Pada kegiatan usahatani padi di lokasi penelitian,

pemupukan dilakukan dengan tujuan agar ketersediaan unsur hara tanah dapat

tercukupi, sehingga tanaman padi dapat tumbuh dan menghasilkan output yang

optimal. Pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu musim tanam, yaitu

pemupukan diawal tanam, 14 hari setelah tanam, dan 40 haris setelah tanam.

5) Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit pada kegiatan usahatani padi merupakan

salah satu komponen penting yang menentukan keberhasilan usahatani padi.

Kegiatan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani responden

adalah dengan menyemprotkan pestisida ke tanaman padi yang bertujuan untuk

mencegah dan membasmu hama dan penyakit pada tanaman. Selain dengan

penyemprotan pestisida, cara lain yang dilakukan petani dalam mengatasi

permasalahan hama dan penyakit adalah dengan membuat formulasi bahan alami

untuk membasmi hama dan penyakit. Bahan alami yang digunakan adalah seperti

kunyit, bawang putih, batang serai, dan merica. Menurut petani formulasi

menggunakan bahan-bahan alami tersebut dapat membasmi hama seperti ulat

daun, kutu, dan wereng.

Page 121: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

106

6) Pemanenan

Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat padi sudah cukup umur untuk di

panen. Setiap varietas mempunyai waktu panen yang berbeda-beda. Secara visual,

padi yang siap di panen daunnya sudah mulai kecokelatan dan malai padi sudah

banyak yang berisi. Waktu panen yang dipilih oleh petani biasanya saat siang hari,

karena pada waktu tersebut hasil panen akan tersinari matahari dengan baik

sehingga akan membantu mengurangi kadar air pada gabah. Petani menghindari

waktu panen saat sedang hujan, karena kondisi tersebut menyebabkan kadar air

gabah meningkat.

Cara pemanenan yang dilakukan oleh petani responden adalah dengan

memotong padi dengan menggunakan sabit. Pemotongan padi dilakukan cara

potong bawah. Cara tersebut dilakukan karena setelah padi dipotong, padi

kemudian dirontokkan dengan menggunakan mesin perontok atau dengan cara di

gebot (banting). Perontokan padi dilakukan dengan tujuan untuk melepaskan

gabah dari malainya. Penggunaan mesin perontok dilakukan agar persentase

rendemen padi rendah. Selain itu persentase padi yang tidak rontok lebih rendah

bila dibandingkan dengan menggunakan sistem gebot atau dibanting, sehingga

hasil gabah yang didapat juga lebih banyak.

2. Analisis Biaya Usahatani Padi

Analisis biaya usahtani padi dalam penelitian ini meliputi biaya variabel

(variable cost) dan biaya tetap (fix cost). Berikut adalah penjelasan mengenai

biaya usahatani padi pada petani konvensional dan petani SRG:

1) Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang berubah (fluktuatif) secara

proporsional dengan kuantitas barang yang akan di produksi. Jika kuantitas barang

bertambah, maka biaya variabel akan ikut bertambah sebesar perubahan kuantitas

dikalikan dengan variabel per satuan. Pada penelitian ini, biaya varibel yang

dikeluarkan oleh petani konvensional meliputi biaya irigasi, benih, pupuk,

pestisida, tenaga kerja, dan sewa traktor. Sementara itu pada petani SRG biaya

variabel yang dikeluarkan meliputi biaya irigasi, benih, pupuk, pestisida, tenaga

Page 122: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

107

kerja, sewa traktor, tarif jasa SRG, dan bunga bank. Perhitungan rata-rata biaya

variabel pada petani konvensional dan petani SRG dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Rata-rata Biaya Variabel per Hektar Pada Petani Konvensional dan

Petani SRG

No

Biaya Variabel

Keterangan Petani Konvensional

(Rp)

Petani SRG

(Rp)

1 Irigasi 36.441 36.059

2 Benih 341.851 355.599

3 Pupuk 1.479.706 1.338.122

4 Pestisida 219.759 175.236

5 Tenaga kerja 3.746.803 3.362.376

6 Sewa traktor 1.017.731 851.732

7 Jasa SRG 0 1.623.000

8 Bunga bank (1,5%) 0 319.835

Total 6.842.291 8.061.959

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Berdasarkan data pada Tabel 19, dapat diketahui bahwa pada petani

konvensional dan petani SRG biaya variabel yang paling besar adalah biaya

tenaga kerja. Biaya tenaga kerja memiliki jumlah yang besar diantara biaya

variabel yang lain karena tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang

paling penting dalam kegiatan usahatani padi. Dalam kegiatan usahatani padi,

petani membutuhkan tenaga kerja yang cukup untuk menunjang kegiatan

usahataninya. Semua kegiatan dalam usahatani padi membutuhkan tambahan

kerja, sehingga petani perlu mengeluarkan biaya lebih untuk memperkerjakan

orang lain. Menurut informasi dari petani, tingginya biaya tenaga kerja

disebabkan karena semakin sulitnya tenaga kerja di bidang pertanian, terutama

dalam usahatani padi. Selain itu, upah tenaga kerja selalu mengalami kenaikan.

Kondisi tersebut menuntut petani untuk selalu mengeluarkan biaya lebih besar

untuk membayar tenaga kerja.

Sementara itu, berdasarkan data pada Tabel 19, rata-rata biaya variabel per

hektar yang paling besar adalah biaya variabel pada petani SRG. Hal tersebut

terjadi karena adanya beban biaya yang harus dikeluarkan. Biaya tersebut meliputi

biaya jasa SRG dan bunga bank. Biaya jasa SRG merupakan biaya yang harus

dikeluarkan oleh petani SRG ketika menyimpan gabahnya di gudang SRG. Biaya

Page 123: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

108

yang dibebankan adalah sebesar Rp 125/Kg. Biaya tersebut merupakan biaya yang

telah ditetapkan oleh pengelola gudang. Dengan jumlah biaya yang harus

dikeluarkan oleh petani tersebut, petani merasa biaya tersebut cukuop terjangkau,

karena bisa mendapatkan semua fasilitas yang disediakan oleh pengelola gudang.

Sementara itu, biaya bunga bank merupakan biaya yang dibebankan kepada

petani SRG ketika menjaminkan resi gudangnya untuk mendapatkan pembiayaan

dari bank. Bunga bank yang dibebankan kepada petani adalah sebesar 0,5 persen

per bulan. Pada analisis biaya variabel ini, peneliti mengasumsikan beban bunga

sebesar 1,5 persen, karena petani yang telah memanfaatkan SRG minimal

menyimpan gabahnya selama tiga bulan. Biaya bunga bank dikeluarkan 1,5

persen dari pembiayaan yang didapatkan oleh petani. Biaya bunga bank

dibayarkan petani saat resi gudang yang dijaminkan telah jatuh tempo atau ketika

gabah yang disimpan di gudang akan dikeluarkan atau diambil oleh pemilik resi

gudang.

2) Biaya Tetap (Fix Cost)

Biaya tetap merupakan biaya yang tidak mengalami perubahan ketika ada

peningkatan atau penurunan jumlah barang yang diproduksi. Pada penelitian ini,

biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani responden meliputi biaya sewa lahan,

pajak lahan, dan biaya penyusutan peralatan. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh

masing-masing petani berbeda-beda, tergantung pada jenis dan jumlah input yang

digunakan. Rata-rata biaya tetap petani konvensional dan petani SRG per hektar

dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Rata-rata Biaya Tetap per Hektar Pada Petani Konvensional dan Petani

SRG

No

Biaya Tetap

Keterangan Petani Konvensional

(Rp)

Petani SRG

(Rp)

1 Sewa lahan (Ha/musim) 6.017.241 5.976.476

2 Pajak lahan (Ha/musim) 48.820 36.617

3 Penyusutan peralatan 124.064 192.914

Total 6.190.125 6.206.007

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Page 124: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

109

Berdasarkan data pada Tabel 20, biaya sewa lahan menjadi biaya tetap yang

paling besar. Biaya sewa lahan yang dibebankan petani merupakan biaya sewa

lahan per hektar per musim tanam. Seluruh lahan yang dimiliki petani baik

menyewa ataupun milik sendiri diasumsikan menjadi lahan sewa, sehingga

seluruh petani dibebankan biaya sewa lahan. Hal ini dilakukan untuk

mendapatkan perhitungan analisis usahatani padi yang proporsional.

Sementara itu, biaya pajak lahan yang dibebankan kepada petani jumlahnya

disesuaikan dengan luas lahan dan didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

yang berlaku di Kabupaten Cianjur. Biaya pajak lahan dibebankan per musim

tanam. Rata-rata biaya pajak lahan pada petani konvensional yaitu Rp 48.820,

sedangkan rata-rata biaya pajak lahan pada petani SRG sebesar Rp 36.617.

Pada biaya penyusutan peralatan yang dibebankan petani konvensional

sebesar Rp 124.064 dan petani SRG sebesar Rp 192.914. Biaya penyusutan yang

dibebankan oleh petani SRG lebih besar dibandingkan dengan petani

konvensional. Hal itu terjadi karena pada petani SRG jumlah lahan yang dimiliki

lebih luas dibandingkan luas lahan petani konvensional, sehingga membutuhkan

peralatan yang lebih banyak. Selain itu, kepemilikan traktor pribadi pada petani

SRG cukup banyak dibandingkan dengan petani konvensional. Kepemilikan

traktor secara pribadi oleh petani dianggap lebih efisien dibandingkan dengan

menyewa traktor. Petani menganggap bahwa dengan membeli traktor sendiri akan

menghemat pengeluaran dan dapat dijadikan sebuah investasi karena harga traktor

yang stabil.

3) Analisis Penerimaan Usahatani Padi

Penerimaan usahatani padi merupakan hasil perkalian antara jumlah

produksi yang dihasilkan dengan harga jual gabah yang diterima petani. Adanya

jumlah gabah yang diproduksi dan harga jual gabah yang berbeda akan

memengaruhi penerimaan yang didapatkan petani. Perbedaan jumlah produksi

dapat disebabkan karena adanya perbedaan luas lahan dan varietas yang

digunakan. sedangkan perbedaan harga jual gabah disebabkan karena kualitas

gabah dan bentuk gabah yang dijual. Perbedaan penerimaan rata-rata usahatani

padi per hektar dapat dilihat pada Tabel 21.

Page 125: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

110

Tabel 21. Rata-rata Penerimaan Usahatani Padi per Hektar Pada Petani

Konvensional dan Petani SRG

Kategori Petani Penerimaan (Rp)

Petani SRG 30.460.508

Petani Konvensional 24.766.568

Selisih Penerimaan 5.693941

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Berdasarkan data pada Tabel 21, rata-rata total penerimaan usahatani padi

pada petani SRG lebih tinggi dibandingkan dengan petani konvensional. Hal itu

terjadi karena pada petani SRG menyimpan dan menjual gabahnya dalam bentuk

gabah kering giling (GKG). Penjualan gabah dalam bentuk GKG lebih

menguntungkan petani karena kadar air dalam gabah kering giling lebih rendah

dan telah siap untuk di giling menjadi beras. Selain itu, petani yang memanfaatkan

program SRG mendapatkan harga jual gabah yang lebih tinggi dibandingkan

dengan petani yang langsung menjual ke pengepul atau tengkulak.

Pada petani konvensional, penerimaan yang didapatkan lebih rendah

dibandingkan denga petani SRG. hal tersebut terjadi karena petani konvensional

menjual gabahnya dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Penjualan gabah

dalam bentuk GKP tidak memberikan nilai tambah karena gabah masih perlu di

proses lagi sebelum diolah menjadi beras. Selain itu, pada petani konvensional

sistem pemasaran yang dilakukan adalah dengan menjual langsung gabah yang

dihasilkan kepada pengepul atau tengkulak. Hal tersebut dilakukan karena petani

menganggap bahwa dengan cara seperti itu akan memudahkan petani dalam

menjual hasil panennya dan tidak memerlukan biaya-biaya tambahan serta dapat

langsung menerima uang hasil penjualan.

4) Analisis Pendapatan Usahatani Padi

Analisis pendapatan usahatani padi dilakukan dengan menggunakan

perhitungan total rata-rata penerimaan dan total rata-rata biaya usahatani padi per

hektar per musim tanam. Perbedaan pendapatan rata-rata usahatani padi pada

petani konvensional dan petani SRG dapat dilihat pada Tabel 22.

Page 126: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

111

Tabel 22. Pendapatan Rata-rata per Hektar Usahatani Padi Pada Petani

Konvensional dan Petani SRG

Komponen Petani Konvensional Petani SRG

Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)

A. Total Biaya 13.032.416 14.267.965

B. Total Penerimaan 24.766.568 30.460.508

C. Pendapatan (B – A) 11.734.152 16.192.543

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Berdasarkan data pada Tabel 22, petani SRG memiliki pendapatan lebih

tinggi dibandingkan petani konvensional. Selisih pendapatan antara petani SRG

dengan petani konvensional sebesar Rp 4.458.391 atau 27,53 persen dari total

pendapatan petani SRG. Pendapatan petani melalui Sistem Resi Gudang dapat

meningkatkan harga jual gabah di tingkat petani. Melalui mekanisme tunda jual,

petani mendapatkan margin harga yang lebih tinggi daripada langsung dijual ke

pengepul atau tengkulak. Selain itu, melalui Sistem Resi Gudang, calon pembeli

merasa yakin terhadap kualitas gabah yang ada di gudang SRG, karena sebelum

petani menyimpan gabahnya di gudang SRG, gabah terlebih dahulu dilakukan

pengujian mutu gabah. Hal tersebut yang menjadi nilai tambah bagi petani karena

calon pembeli akan memberikan harga yang lebih baik, sehingga berpengaruh

pada pendapatan petani.

5) Analisis R/C Ratio Usahatani Padi

Analisis R/C ratio usahatani merupakan pengukuran efisiensi suatu

usahatani dengan perbandingan antara penerimaan usahatani dengan total biaya.

Nilai R/C dapat diketahui apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak

menguntungkan. Jika nilai R/C > 1 maka suatu usaha dapat dikatakan layak dan

menguntungkan, namun jika nilai R/C < 1, maka suatu usaha tidak layak dan tidak

menguntungkan.

Pada analisis R/C ratio usahatani padi yang dilakukan oleh petani

konvensional memiliki nilai R/C adalah 1,90. Nilai R/C sebesar 1,90

menunjukkan bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan

penerimaan sebesar Rp 1,90. Sedangkan pada petani SRG nilai R/C adalah 2,14.

Nilai R/C ratio sebesar 2,14 menunjukkan bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp

Page 127: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

112

1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,14. Berdasarkan nilai R/C ratio

yang didapatkan oleh petani konvensional dan petani SRG menunjukkan bahwa

kegiatan usahatani padi sama-sama memberikan keuantungan. Namun, pada

petani SRG nilai R/C ratio yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan dengan

petani konvensional. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani padi

dengan memanfaatkan Sistem Resi Gudang lebih menguntungkan dibandingkan

dengan usahatani tanpa melalui Sistem Resi Gudang (konvensional).

Nilai R/C ratio yang didapatkan petani SRG lebih tinggi karena penerimaan

usahatani padi yang diperoleh petani SRG juga tinggi. Penerimaan usahatani padi

pada petani SRG lebih tinggi karena dalam mekanisme Sistem Resi Gudang

menerapkan sistem tunda jual, dimana melalui mekanisme tersebut harga yang

diterima petani menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan menjual gabah

langsung kepada pengepul atau tengkulak. Meskipun demikian, penerimaan dan

pendapatan yang didapatkan petani SRG lebih tinggi, tetapi masih banyak petani

konvensional yang masih menjual hasil panennya secara langsung kepada

pengepul atau tengkulak. Kurangnya minat masyarakat terhadap Sistem Resi

Gudang salah satunya disebabkan karena petani masih belum melakukan

usahatani yang berorientasi bisnis (business oriented). Kehadiran program SRG

merupakan sebuah alternatif kepada petani untuk dapat memberikan nilai tambah

pada gabah yang diproduksi, sehingga dengan adanya pemberian nilai tambah

maka akan meningkatkan harga jual gabah ditingkat petani.

3. Uji Beda Rata-rata

Analisis uji beda rata-rata digunakan untuk mengetahui perbedaan dua

sampel pendapatan petani yang memanfaatkan program SRG dan petani yang

tidak memanfaatkan program SRG. Pengujian beda rata-rata pendapatan petani

menggunakan independent sample t-test. Hasil uji beda rata-rata (independent

sample t-test) dapat dilihat pada Tabel 23.

Page 128: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

113

Tabel 23. Hasil Uji Beda Rata-rata (Independent Sample T-Test) Pada Pendapatan

Usahatani Padi

Pendapatan

Levene’s Test

for Equality

of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig (2-

tailed)

Mean

defference

Std. Error

Difference

Equal

variance

assumed 4,276 0,041 7,443 104 0,000 4387968,809 589542,147

Equal

variance not

assumed

8,890 101,876 0,000 4387968,809 493589,478

Sumber: Data primer (diolah), 2017

Berdasarkan data pada Tabel 23, dapat diketahui bahwa nilai t hitung lebih

besar dari nilai t tabel df 104 (7,443 > 1,6596) dan nilai sig (2-tailed) sebesar

0,000 lebih kecil dari nilai probabilitas (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa

H1 diterima dan H0 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

pendapatan antara petani SRG dengan petani konvensional.

5.5.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan

Hasil analisis faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan

petani dalam memanfaatkan program SRG dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Hasil Uji Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi

Pengambilan Keputusan Petani Memanfaatkan Program SRG

Variabel Koefisien SE Wald Sig. Exp (B)

Umur (X1) 0,532 735 0,525 0,469 1,703

Tingkat Pendidikan (X2) -16,792 2267,280 2,655 0,994 5,317

Luas Lahan (X3) 3,367* 15,482 3,947 0,018 28,994

Produksi Gabah (X4) 5,908* 15,990 4,060 0,038 2,020

Pendapatan Usahatani (X5) 1,020* 0,700 4,126 0,014 2,774

Profesi Non Usahatani (D1) 18,553* 2271,735 4,000 0,048 25,476

Keikutsertaan Kelompok

Tani (D2) 17,667 2271,733 0,312 0,994 23,893

Constant 6,043 984,457 0,317 0,995 21,254

Chi Square (X2

hitung) = 5,941

-2 Log Likelihood block 0 = 40,504

-2 Log Likelihood block 1 = 19,464

Nagelkerke R Square = 0,927

Keterangan:

*) nyata pada α = 0,05 X2

tabel pada df 1 (α = 0,05) = 3,841

Page 129: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

114

Hasil lengkap uji regresi logistik mengenai faktor-faktor yang memengaruhi

keputusan petani dalam meanfaatkan program SRG disajikan di lampiran.

Semenetara itu, langkah-langkah pengujian kelayakan model dalam uji regresi

logistik adalah sebagai berikut:

1) Uji G (Uji Seluruh Model)

Berdasarkan hasil uji G dapat diketahui bahwa variabel bebas (independen)

meliputi umur, tingkat pendidikan, luas lahan, produksi gabah, pendapatan

usahatani dan dummy profesi non usahatani serta dummy keikutsertaan petani

dalam kelompok tani dapat dimasukkan kedalam model. Hal tersebut dibuktikan

pada Tabel 24 bahwa nilai X2 hitung (5,941) lebih besar dari nilai X

2 tabel (3,841)

pada α = 5% (5,941 > 3,841) , sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya

semua variabel dapat dimasukkan ke dalam model.

2) Uji Log Likelihood

Pada Tabel 24 diketahui bahwa nilai log likelihood (block number = 0)

sebesar 40,504 lebih besar daripada nilai log likelihood (block number = 1)

sebesar 19,464. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model

yang digunakan pada analisis regresi logistik sudah baik dan layak untuk

digunakan.

3) Uji Goodness of Fit

Cara untuk mengetahui ukuran ketepatan model regresi logistik yang dipakai

dapat menggunakan uji Goodness of Fit yang dinyatakan dengan persentase

perubahan variabel yang dijelaskan oleh variabel independen yang dimasukkan ke

dalam model regresi logistik. Nilai tersebut menunjukkan persentase variabel

independen yang dimasukkan ke dalam model dapat menjelaskan variabel

dependen, yaitu keputusan petani padi dalam memanfaatkan program Sistem Resi

Gudang.

Berdasarkan data pada Tabel 24, diketahui bahwa nilai Nagelkerke R square

adalah 0,927. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kemampuan variabel independen

dalam menjelaskan variabel dependen adalah sebesar 0,927 (92,7%) dan sebanyak

7,3% dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Page 130: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

115

Berdasarkan hasil dari ketiga uji model yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa model regresi logistik pada penelitian ini sudah baik dan

layak untuk digunakan. Pada Tabel 24 menunjukkan variabel yang berpengaruh

nyata positif pada keputusan petani padi dalam memanfaatkan program SRG,

yaitu luas lahan (X3), produksi gabah (X4), pendapatan usahatani (X5), dan profesi

non usahatani (D1). Berikut merupakan uraian hasil dan pembahasan dari masing-

masing variabel indpenden yang digunakan.

1. Pengaruh Umur Terhadap Keputusan Petani Memanfaatkan Program SRG

Berdasarkan data pada Tabel 24, dapat diketahui bahwa variabel umur tidak

tampak pengaruhnya terhadap keputusan petani dalam memanfaatkan program

Sistem Resi Gudang. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,469 dan nilai

statistik wald variabel umur < X2

tabel df 1 (0,525 < 3,841). Sementara itu, nilai

exp (B) sebesar 1,703 dapat diartikan bahwa peluang petani padi untuk

memanfaatkan program SRG adalah 1,703 lebih kecil dibandingkan petani padi

konvensional.

Pada penerapan program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Cianjur, umur

petani bukan menjadi suatu hal yang utama. Semua petani padi dari kalangan

umur berapa pun dapat memanfaatkan program SRG. Tidak ada kecenderungan

umur tertentu pada petani SRG ataupun petani padi konvensional. Petani padi

dengan tingkat umur yang berbeda-beda tetap memilih sistem penjualan gabah

yang menurut mereka lebih menguntungkan, karena mayoritas petani padi di

daerah penelitian sudah dari sejak kecil ikut terlibat dalam kegiatan usahatani dan

memiliki pengalaman usahatani yang hampir sama, sehingga dalam analisis ini,

faktor umur tidak memengaruhi keputusan petani dalam memanfaatkan program

Sistem Resi Gudang.

2. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Keputusan Petani Memanfaatkan

Program SRG

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik Tabel 24, dapat diketahui bahwa

variabel tingkat pendidikan tidak tampak pengaruhnya terhadap keputusan petani

dalam memanfaatkan program Sistem Resi Gudang. Hal ini dapat dilihat dari nilai

Page 131: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

116

signifikansi sebesar 0,994 dan nilai statistik wald variabel umur < X2

tabel df 1

(2,655 < 3,841). Sementara itu, nilai exp (B) sebesar 5,317 dapat diartikan bahwa

peluang petani padi untuk memanfaatkan program SRG adalah 5,317 lebih kecil

dibandingkan petani padi konvensional.

Petani yang memanfaatkan program Sistem Resi Gudang memiliki tingkat

pendidikan yang berbeda-beda. Namun faktor tingkat pendidikan bukan menjadi

pertimbangan petani responden dalam memanfaatkan program SRG. Meskipun

demikian, pendidikan merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena jika petani

memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka akan memengaruhi pola pikir

petani di dalam mengambil keputusan. Menurut Arroba (1998), terdapat lima

faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan, salah satunya adalah tingkat

pendidikan. Sedangkan menurut Kotler (2009), tingkat pendidikan akan

memengaruhi faktor psikologis seseorang yang berkaitan dengan pengetahuan,

motivasi, persepsi, keyakinan, dan pendirian.

3. Pengaruh Luas Lahan Terhadap Keputusan Petani Memanfaatkan Program

SRG

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik pada Tabel 24, dapat diketahui

bahwa variabel luas lahan berpengaruh positif nyata terhadap keputusan petani

padi dalam memanfaatkan program Sistem Resi Gudang. Hal ini dibuktikan

dengan nilai signifikansi sebesar 0,018 dengan nilai statistik wald lebih besar

daripada X2

tabel df 1 (3,947 > 3,841). Sementara itu, nilai exp (B) sebesar 28,994

dapat diartikan bahwa peluang petani padi untuk memanfaatkan program SRG

adalah 28,994 lebih besar dibandingkan petani padi konvensional.

Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan berpengaruh terhadap keputusan

petani padi dalam memanfaatkan program SRG. Semakin luas lahan garapan

petani untuk usahatani padi, maka semakin besar peluang petani untuk

memanfaatkan program SRG. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani padi

pada petani SRG dan petani konvensional menjadi pertimbangan yang penting,

karena luas lahan garapan petani akan sangat berpengaruh terhadap hasil panen

Page 132: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

117

yang didapatkan. Semakin luas lahan garapan petani, maka akan berpengaruh

terhadap hasil produksi usahatani padi.

4. Pengaruh Produksi Gabah Terhadap Keputusan Petani Memanfaatkan

Program SRG

Berdasarkan data hasil analisis regresi logistik pada Tabel 24, diketahui

bahwa variabel produksi gabah berpengaruh positif nyata terhadap keputusan

petani memanfaatkan program Sistem Resi Gudang. Hal ini dibuktikan dengan

nilai signifikansi sebesar 0,038 dengan nilai statistik wald lebih besar daripada X2

tabel df 1 (0,4,060 > 3,841). Sementara itu, nilai exp (B) = 2,020 dapat diartikan

bahwa peluang petani padi untuk memanfaatkan program SRG adalah 2,020 lebih

besar dibandingkan petani padi konvensional.

Pada pelaksanaan program SRG di Kabupaten Cianjur, produksi gabah

merupakan hal utama yang menjadi pertimbangan petani untuk memanfaatkan

program SRG. Jumlah gabah yang menjadi syarat untuk dapat disimpan di gudang

SRG adalah sebanyak 10 ton, sehingga untuk dapat merealisasikan hal tersebut,

petani mempertimbangkan hal itu untuk dapat memanfaatkan program SRG.

Petani padi dengan produksi gabah yang tinggi akan berpeluang lebih besar untuk

memanfaatkan progam SRG dibandingkan petani yang memiliki produksi gabah

yang sedikit. Akan tetapi, petani dengan hasil produksi gabah yang sedikit juga

dapat memanfaatkan program SRG melalui kelompok tani atau koperasi yang ada

di desa. Penyimpanan gabah dapat dilakukan secara kolektif melalui kelompok

tani atau koperasi, sehingga bisa memenuhi syarat penyimpanan gabah di gudang.

5. Pengaruh Pendapatan Usahatani Terhadap Keputusan Petani Memanfaatkan

Program SRG

Berdasarkan data hasil analisis regresi logistik pada Tabel 24, diketahui

bahwa variabel pendapatan usahatani berpengaruh nyata positif terhadap

keputusan petani padi memanfaatkan program Sistem Resi Gudang. Hal ini

dibuktikan dengan nilai signifikasi sebesar 0,014 dan nilai koefisien sebesar 1,020

serta nilai statistik wald lebih besar daripada X2

tabel df 1 (4,126 > 3,841).

Sementara itu, nilai exp (B) sebesar 2,774 dapat diartikan bahwa peluang petani

Page 133: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

118

padi untuk memanfaatkan program SRG adalah 2,774 lebih besar dibandingkan

petani padi konvensional.

Pelaksanaan program SRG di Kabupaten Cianjur efektif meningkatkan

pendapatan petani padi. Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis usahatani,

selisih pendapatan antara petani SRG dengan petani konvensional adalah

Rp 4.458.391. Pendapatan petani SRG lebih tinggi terjadi karena adanya

pemberian nilai tambah pada gabah yang dijual. Petani SRG menyimpan dan

menjual gabah dalam bentuk gabah kering giling (GKG). Gabah kering giling

memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual gabah

kering panen. Selain itu, penerapan mekanisme tunda jual pada program SRG

dapat meningkatkan harga jual gabah yang disimpan. Melalui mekanisme tunda

jual akan memberikan margin harga pada gabah yang dijual.

Sementara itu, selama proses penyimpanan berlangsung, petani SRG juga

akan memperoleh pembiayaan dari bank sebagai jaminan dari resi gudang yang

dimiliki petani. Pembiayaan tersebut diberikan oleh pihak bank maksimal 70

persen dari nilai resi gudang yang dijaminkan. Pembiayaan tersebut digunakan

oleh petani untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/ atau untuk membeli gabah

petani padi lainnya yang kemudian disimpan lagi di gudang SRG. Cara tersebut

sering dilakukan petani untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.

6. Pengaruh Kepemilikan Profesi di Bidang Non Usahatani Terhadap Keputusan

Petani Memanfaatkan Program SRG

Berdasarkan data hasil analisis regresi logistik pada Tabel 24, diketahui

bahwa dummy kepemilikan profesi di bidang non usahatani berpengaruh positif

nyata terhadap keputusan petani untuk memanfaatkan program SRG. Hal tersebut

dibuktikan dari nilai signifikansi dummy profesi non usahatani sebesar 0,048 dan

nilai koefisien sebesar 18,553 serta nilai statistik wald lebih besar daripada X2

tabel df 1 (4,000 > 3,841). Sementara itu, nilai exp (B) sebesar 25,476 dapat

diartikan bahwa peluang petani padi untuk memanfaatkan program SRG adalah

25,476 lebih besar dibandingkan petani padi konvensional.

Page 134: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

119

Kepemilikan profesi di bidang non usahatani merupakan hal yang penting

dalam pengambilan keputusan petani untuk memanfaatkan program SRG. Pada

penerapan program SRG di Kabupaten Cianjur, banyak petani SRG yang

memiliki profesi di bidang non usahatani. Seperti yang telah dijelaskan pada

subbab karakteristik petani berdasarkan kepemilikan profesi di bidang non

usahatani, terdapat 54,29 persen petani SRG yang memilki profesi di bidang non

usahatani, sedangkan pada petani konvensional hanya 23,94 persen saja petani

yang memiliki profesi di bidang non usahatani.

Petani padi yang memiliki profesi di bidang non usahatani lebih berpeluang

untuk memanfaatkan program SRG karena dengan memiliki profesi di bidang non

usahatani, maka petani memiliki sumber pendapatan lain untuk menopang

kebutuhan rumah tangganya selama proses penyimpanan gabah berlangsung.

Banyak petani padi yang belum mau untuk memanfaatkan program SRG karena

tidak memiliki sumber pendapatan lain selain usahatani padi, sehingga untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya petani akan lebih memilih menjual langsung

gabahnya ke tengkulak atau pengepul dan akan langsung mendapatkan uang

sesuai harga yang telah disepakati.

7. Pengaruh Kelompok Tani Terhadap Keputusan Petani Memanfaatkan Program

SRG

Berdasarkan data hasil analisis regresi logistik pada Tabel 24, diketahui

bahwa dummy keikutsertaan petani dalam kelompok tani tidak tampak

pengaruhnya terhadap keputusan petani untuk memanfaatkan program SRG. Hal

tersebut dibuktikan dari nilai signifikansi dummy keikutsertaan petani dalam

kelompok tani lebih besar dari 0,05 yaitu 0,994 dan nilai koefisien sebesar 17,667

serta nilai statistik wald lebih kecil daripada X2

tabel df 1 (0,000 < 3,841).

Sementara itu, nilai exp (B) sebesar 23,893 dapat diartikan bahwa peluang petani

padi untuk memanfaatkan program SRG adalah 23,893 lebih kecil dibandingkan

petani padi konvensional.

Keberadaan kelompok tani di desa Jambudipa tidak berperan secara optimal.

Fungsi kelompok tani yang seharusnya dapat menjadi media aspirasi petani dan

Page 135: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

120

sarana edukasi bagi petani secara massal tidak berjalan dengan baik. Peran

kelompok tani di desa Jambudipa hanya sebatas pada teknik budidaya padi saja

yang melibatkan penyuluh lapang. Eksistensi kelompok tani hanya dimanfaatkan

oleh para petani sebagai media untuk mendapatkan bantuan atau subsidi dari

program pemerintah yang sedang berjalan. Keterlibatan para petani di dalam

kelompok tani juga sangat rendah. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya petani

yang aktif dalam mengurus kelompok tani. Menurut informasi dari penyuluh

lapang di desa Jambudipa, pada kegiatan kelompok tani seringkali hanya dihadiri

oleh petani yang memiliki jabatan di dalam kelompok tani tersebut, seperti ketua

kelompok tani, sekretaris, dan bendahara. Peran kelompok tani yang belum

optimal dan keterlibatan petani dalam kelompok tani yang masih rendah

menyebabkan realisasi program SRG cenderung stagnan dan sulit untuk

memanfaatkan program SRG secara kolefktif.

Page 136: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

121

VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dijelaskan dalam penelitian ini,

maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Pada implementasi program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Cianjur,

kinerja pengelolaan program SRG masih belum sepenuhnya berjalan dengan

optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil dari gap analysis atau analisis

kesenjangan yang menunjukkan bahwa terdapat variabel bernilai fit, tetapi ada

juga variabel yang bernilai partial dan gap. Variabel yang memiliki nilai fit,

meliputi uji mutu gabah, akses pasar dan jaminan resi gudang, dan fasilitas

gudang SRG. Sementara itu, variabel yang memiliki nilai partial adalah

peserta SRG, sedangkan variabel yang memiliki nilai gap adalah sosialisasi

program SRG, dan pengawasan Bappebti. Walaupun demikian, Koperasi

Niaga Mukti sebagai pengelola gudang SRG di Kabupaten Cianjur terus

berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada petani yang ingin

memanfaatkan program SRG.

2. Pelaksanaan program SRG di Kabupaten Cianjur terbukti efektif dalam

meningkatkan pendapatan petani padi. Petani yang memanfaatkan program

Sistem Resi Gudang memiliki pendapatan yang lebih tinggi daripada petani

konvensional. Selisih pendapatan rata-rata per hektar antara petani SRG

dengan petani konvensional, yaitu Rp 4.458.391.

3. Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam pengambilan

keputusan petani padi dalam memanfaatkan program Sistem Resi Gudang di

Kabupaten Cianjur meliputi:

a. Luas lahan

Luas lahan yang digunakan untuk usahatani padi pada petani SRG dan

petani konvensional menjadi pertimbangan yang penting, karena luas

lahan garapan petani akan sangat berpengaruh terhadap hasil panen yang

Page 137: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

122

didapatkan. Semakin luas lahan garapan petani, maka akan berpengaruh

terhadap hasil produksi usahatani padi.

b. Produksi gabah

Petani padi dengan produksi gabah yang tinggi akan berpeluang lebih

besar untuk memanfaatkan progam SRG dibandingkan petani yang

memiliki produksi gabah yang sedikit. Akan tetapi, petani dengan hasil

produksi gabah yang sedikit juga dapat memanfaatkan program SRG

melalui kelompok tani atau koperasi yang ada di desa. Penyimpanan gabah

dapat dilakukan secara kolektif melalui kelompok tani atau koperasi,

sehingga bisa memenuhi syarat penyimpanan gabah di gudang SRG.

c. Pendapatan usahatani

Peluang petani padi untuk memanfaatkan program SRG lebih besar

dibandingkan petani padi konvensional. Petani SRG memiliki pendapatan

usahatani lebih tinggi daripada petani konvensional dengan selisih

pendapatan sebesar Rp 4.458.391.

d. Kepemilikan profesi non usahatani

Petani padi yang memiliki profesi di bidang non usahatani lebih

berpeluang untuk memanfaatkan program SRG karena dengan memiliki

profesi di bidang non usahatani, maka petani memiliki sumber pendapatan

lain untuk menopang kebutuhan rumah tangganya selama proses

penyimpanan gabah berlangsung.

6.2 Saran

Pada pelaksanaan program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Cianjur,

pemerintah daerah, dalam hal ini adalah pemerintah Kabupaten Cianjur

hendaknya ikut terlibat dalam mensosialisasikan program SRG. Keterlibatan

pemerintah daerah yang perlu dilakukan adalah mencari dan menentukan tokoh

masyarakat (influencer) yang berasal dari daerah sekitar yang mampu

memberikan motivasi dan pengaruh kepada petani untuk dapat memanfaatkan

program Sistem Resi Gudang. Selain itu, pemerintah Kabupaten Cianjur melalui

Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan perlu dilibatkan juga

Page 138: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

123

dalam melakukan pengawasan pelaksanaan program SRG. Pengawasan bertujuan

untuk mengawasi pihak yang melanggar aturan di dalam pelaksanaan program

SRG. Meskipun pengawasan dilakukan oleh dinas terkait, namun tetap harus

melakukan koordinasi dengan Bappebti sebagai institusi resmi yang mengawasi

pelaksanaan program Sistem Resi Gudang.

Sementara itu, upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan partisipasi

petani untuk memanfaatkan program SRG adalah dengan memberikan keringanan

jumlah minimum gabah yang akan disimpan dan memberikan subsidi biaya jasa

SRG. Keringanan jumlah minimum gabah menjadi hal yang perlu diperhatikan,

karena selama ini petani merasa tidak mampu untuk menyimpan gabahnya di

gudang SRG karena jumlah minimum gabah yang dapat disimpan adalah 10 ton.

Hal tersebut tentu sulit dicapai oleh para petani karena mayoritas petani hanya

dapat memproduksi gabah kurang dari 10 ton. Selain itu, pemberian subsidi biaya

jasa SRG kepada petani perlu dilakukan. Pemberian subsidi biaya jasa SRG ini

bertujuan untuk meringankan beban petani. Adanya subsidi biaya jasa SRG

diharapkan mampu menarik minat petani untuk memanfaatkan program SRG dan

dapat merasakan dampak yang positif, seperti kemudahan akses pasar dan

mendapatkan harga jual yang optimal setelah memanfaatkan program SRG.

Page 139: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

124

DAFTAR PUSTAKA

Apriliana, A.M., dan Mustadjab, M. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Petani dalam Menggunakan

Benih Hibrida Pada Usahatani Jagung (Studi Kasus di Desa Patokpicis,

Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang). Jurnal Habitat. Volume 27 No.1 :

7-13.

Arroba, T. 1998. Decision Making by Chinese – US Journal of Social Psychology.

Ashari., Ariningsih, E., Supriyatna, Y., Adawiyah, C.R., dan Suharyono, S. 2013.

Kajian Effektivitas Sistem Resi Gudang dalam Stabilisasi Pendapatan

Petani. Laporan Kegiatan Kajian Isu-isu Aktual Kebijakan Pembangunan

Pertanian 2013. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Azmi, Zainul. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani

Mengikuti Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Serta

Pengaruhnya Terhadap Pendapatan dan Curahan Kerja. Tesis. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Badan Litbang Pertanian. 2012. Varietas Unggul Baru. Departemen Pertanian.

Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Cianjur dalam Angka 2014. Cianjur: BPS

Kabupaten Cianjur.

Badan Pusat Statistik. 2015a. Produktivitas Gabah Indonesia. Subdirektorat

Statistik Perdagangan Dalam Negeri. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2015b. Distribusi Perdagangan Komoditas Beras

Indonesia. Subdirektorat Statistik Perdagangan Dalam Negeri. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Cianjur dalam Angka 2016. Cianjur: BPS

Kabupaten Cianjur.

Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Padi Indonesia Tahun 2013-2015.

Subdirektorat Statistik Perdagangan Dalam Negeri. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Padi Menurut Kabupaten/Kota di Jawa

Barat Tahun 2010-2015. Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat.

Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Mutu Gabah SNI 01-0224-1987.

BSN: Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2016. Ketentuan Gudang Komoditas Pertanian

Nomor 7331:2016. BSN: Jakarta.

Page 140: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

125

Bappebti. 2016a. Himpunan Peraturan di Bidang Sistem Resi Gudang. Jilid 1.

Jakarta: Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.

Bappebti. 2016b. Laporan Rekapitulasi Transaksi Sistem Resi Gudang Tahun

2016. Biro Pasar Fisik dan Jasa. Jakarta.

Bappebti. 2016c. Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa. Biro Pasar Fisik

dan Jasa. Jakarta.

Budiyanto, E. 2013. Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Coulter, J. dan Onumah, G. 2002. The Role of Warehouse Receipt Systems in

Enhanced Commodity Marketing and Rural Livelihoods in Africa. Food

Policy Journal. Vol. 27 No. 1 : 319-337.

Dagun, M. Save. 2006. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga

Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN).

Dewi, M. 2016. Biaya Transaksi Sistem Resi Gudang Gabah. Tesis. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Djunaedi. 2003. Efektivitas Komunikasi di dalam Program Imbal Swadaya di

Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dwiyanto, A. 2006. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.

Yogyakarta: UGM Press.

Febriantie, C. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani

Dalam Adopsi Tumpangsari Tanaman Salak dengan Cabai di Desa

Mranggen Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang. Skripsi.

Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Hadian, Y.N., Mutakin, F., Utama, R., Hartini, S., dan Nasrun. 2014. Analisis

Implementasi Sistem Resi Gudang Komoditi Lada. Jakarta: Pusat

Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan

Republik Indonesia.

Hadiutomo, K. 2012. Mekanisasi Pertanian. Bogor: IPB Press.

Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: UGM Press.

Hasbi. 2012. Perbaikan Teknologi Pasca Panen Padi di Lahan Suboptimal. Jurnal

Lahan Suboptimal. Vol. 1 No. 2 : 186 - 196.

Kartasapoetra, G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Bina Aksara.

Kotler, Phillip. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi ketigabelas. Jilid 2. Jakarta:

Erlangga.

Page 141: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

126

Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE

Yogyakarta.

Mardikanto, T. 2007. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: Universitas

Sebelas Maret.

Peter, P. dan Olson, C.J. 2013. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Buku

1 Edisi 9. Jakarta: Salemba Empat.

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.

Reason, James. 1990. Human Error. Ashgate. ISBN 1-84014-104-2.

Riana, D. 2010. Penggunaan Sistem Resi Gudang Sebagai Jaminan Bagi

Perbankan di Indonesia. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.

RPJMDes. 2016. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Jambudipa

2016 – 2022. Sekertariat Desa Jambudipa: Kabupaten Cianjur.

Salusu. 2004. Pengambilan Keputusan Stratejik. Edisi 7. Jakarta: Grasindo.

Soemartono, B. 1992. Bercocok Tanam Padi. Jakarta: CV.Yasaguna.

Suharnan. 2005. Psikologi Kognintif. Surabaya: Srikandi.

Sukmawati, A. 2013. Analisis Implementasi Kebijakan Penyusunan Rencana

Kerja dan Anggaran di Kementerian Pertanian Dalam Rangka

Meningkatkan Kinerja Sektor Pertanian. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Suryani, E., Erwidodo., dan Anugrah, I.S. 2014. Sistem Resi Gudang di

Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan. Analisis Kebijakan Pertanian.

Vol 12 No. 1 : 69-86.

Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta: PT.

Bumi Aksara.

Terry, R. George. 2010. Dasar-dasar Manajemen. Edisi kesebelas. Jakarta: PT.

Bumi Aksara.

Theresia, V., Fariyanti, A., dan Tinaprilla, N. 2016. Pengambilan Keputusan

Terhadap Penggunaan Benih Bawang Merah Lokal dan Impor di Cirebon,

Jawa Barat. Jurnal Agraris. Vol. 2 No. 1 : 50-60.

Tisnawati, E. dan Saefullah, K. 2009. Pengantar Manajemen. Jakarta:

Kencana Perdana Media Group.

Umar, S. 2011. Pengaruh Sistem Penggilingan Padi Terhadap Kualitas Gilingan

di Sentra Produksi Beras Lahan Pasang Surut. Jurnal Teknologi

Pertanian. Vol. 7 No. 1 : 9-17.

Page 142: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI …repository.ub.ac.id/5101/1/Hafidh Fadhillah.pdf · ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI PADI DALAM MEMANFAATKAN

127

Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Widiyani, M. 2014. Analisis Program Sistem Resi Gudang di Kabupaten

Indramayu. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widodo, J. 2006. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Jakarta:

Bayumedia Publishing.

Yusuf, H. 2004. Efektivitas Komunikasi Pemuka Pendapat dalam Penyelesaian

Konflik Masyarakat di Maluku Utara. Tesis. Program Studi Komunikasi

Pembangunan Pertanian dan pedesaan. Sekolah Pasca Sarjana Institut

Pertanian Bogor. Bogor.