ANALISIS EKUITAS MEREK OBAT FLU MIXAGRIP (Studi Kasus ... · Keberhasilan strategi pemasaran yang...
Transcript of ANALISIS EKUITAS MEREK OBAT FLU MIXAGRIP (Studi Kasus ... · Keberhasilan strategi pemasaran yang...
ANALISIS EKUITAS MEREK OBAT FLU MIXAGRIP (Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor)
HADA SYAAIRILLAH
H24080062
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
RINGKASAN
HADA SYAAIRILLAH. H24080062. Analisis Ekuitas Merek Obat Flu
Mixagrip (Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor). Di bawah
bimbingan ARIF IMAM SUROSO.
Keberhasilan strategi pemasaran yang dilakukan oleh suatu
perusahaan ditentukan oleh kemampuan dalam meramu empat elemen
utama bauran pemasaran (produk, harga, distribusi, dan promosi) dan
menentukan STP (segmenting, targeting, dan positioning), serta
kemampuan dalam membangun ekuitas merek yang kuat. Bertambahnya
nilai karena pemberian merek pada suatu produk disebut dengan ekuitas
merek. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat pula daya
tariknya dimata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut yang
selanjutnya akan menggiring konsumen untuk melakukan pembelian ulang
sehingga mengantarkan perusahaan untuk meraup keuntungan dari waktu ke
waktu.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan
atau kontribusi dimensi-dimensi ekuitas merek (kesadaran merek, kesan
kualitas merek, dan loyalitas merek) dalam membangun ekuitas merek obat
flu Mixagrip. Penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian Bogor dengan
pertimbangan mahasiswa S1 IPB yang mampu merepresentasikan
keragaman konsumen serta kelas ekonomi yang menjadi sasaran utama
pemasaran produk ini. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari sampai
Maret 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 IPB.
Teknik pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah
non-probability sampling melalui pendekatan convinience sampling dengan
jumlah contoh sebesar 190 orang.
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis data Structural Equation Modeling (SEM) dengan metode alternatif
berbasis variance atau Component Based SEM yang disebut Partial
Least Square (PLS) menggunakan software SmartPLS versi 2.0. Hasil
analisis SEM menunjukkan bahwa model hipotesis dianggap sudah mampu
menjelaskan dengan baik fakta empiris yang didapat di lapangan dan
merupakan model yang dapat diterima (close-fit). Dari hasil ini diketahui
bahwa dimensi loyalitas merek memiliki kontribusi paling tinggi, sedangkan
dimensi kesadaran berkontribusi paling rendah berdasarkan nilai faktor
muatan dan t-hitung.
Implikasi manajerial dari penelitian ini adalah: (1) Perusahaan perlu
mempertahankan loyalitas konsumen dengan mengukur dan menjaga
kepuasan konsumen. (2) Perusahaan perlu mempertahankan dan
meningkatkan kesan kualitas merek dengan budaya dan komitmen terhadap
kualitas produk. (3) Perusahaan perlu meningkatkan aspek kesadaran merek
konsumen dengan mempertimbangkan untuk memperluas media periklanan,
seperti: beriklan pada transportasi masal, menjadi sponsor acara/ kegiatan
dengan target konsumen yang sesuai, dan kampanye produk pada sosial
media seperti Facebook dan Twitter.
ABSTRACT
HADA SYAAIRILLAH. H24080062. Analysis of Brand Equity on Cold
Medicines Mixagrip (Case Study Bogor Agricultural University
Undergraduate Student). Under the guidance of ARIF IMAM SUROSO.
Success of marketing strategies is determined by its ability to draw on
the four main elements of the marketing mix (product, price, place, and
promotion) and determine the STP (segmenting, targeting, and positioning),
as well as the ability to build strong brand equity. The Increased in value
because of branding on a product called brand equity. The stronger the
brand equity of a product, effect its appeal in the eyes of consumers to
consume these products which in turn will lead consumers to make repeat
purchases so that drove the company to reap profits from time to time.
This study was conducted to identify how the relationship or
contribution dimensions of brand equity (brand awareness, brand percived
quality, and brand loyalty) in building brand equity on cold medicines
Mixagrip. The research was conducted at the Bogor Agricultural University
in consideration of these BAU’s students are able to represent the diversity
of consumers and economic class, which is the main target of marketing this
product. This study began in February to March 2013. Primary data were
collected through a survey of Mixagrip consumers. The population in this
study were S1 students of Bogor Agricultural University. Sampling
techniques used in this study was non-probability sampling through a
convinience sampling approach with sample of 190 people.
To analyze the data in this study using data analysis techniques
Structural Equation Modeling (SEM) with an alternative method of
variance-based or Component-Based SEM-called Partial Least Square
(PLS) using SmartPLS version 2.0 software. SEM analysis results showed
that the model is able to explain the hypotheses considered by both
empirical facts obtained in the field and is a model that can be accepted
(close-fit). Structural model parameter estimation results indicate that all
dimensions of brand equity has a positive relationship to brand equity. From
the results of SEM is known that the dimensions of brand loyalty has the
highest contribution, while contributing to the low is awareness dimensions
based on loading factor and tests of significance.
Managerial implications of this study are: (1) The company needs to
maintain customer loyalty by measuring and maintaining customer
satisfaction. (2) The company needs to maintain and improve the image
quality of the brand with a culture and a commitment to quality products.
(3) The company needs to increase consumer brand awareness aspect by
expanding the advertising media, such as advertising on mass transportation,
to sponsor events/ activities that fits target consumers and product
campaigns on social media like Facebook and Twitter that involving
celebrities or community leaders.
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
HADA SYAAIRILLAH
H24080062
ANALISIS EKUITAS MEREK OBAT FLU MIXAGRIP
(Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor)
ii
Judul Skripsi : Analisis Ekuitas Merek Obat Flu Mixagrip
(Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor)
Nama : Hada Syaairillah
NIM : H24080062
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc. CS.
NIP 19610618 198601 1 002
Mengetahui
Ketua Departemen,
Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM
NIP 19760623 200604 1 001
Tanggal Lulus :
Judul Skripsi : Analisis Ekuitas Merek Obat Flu Mixagrip
(Studi Kasus Mahasiswa Sl Institut Pertanian Bogor)
Nama : H ada S yaairillah
NIM : H24080062
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
M.Sc. CS.
19610618 1986011 002
Mengetahui
Ketua Depmiemen,
Tanggal Lulus : 1 B FEB 2014
iii
RIWAYAT HIDUP
Hada Syaairillah dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 14
Desember 1989 sebagai anak pertama dari pasangan Prof. Dr. Ir. Ujang
Sumarwan, M.Sc dan Dra. Deni Purnawati. Penulis menempuh pendidikan
formal di SDN Polisi 4 Bogor, SLTPN 2 Bogor, dan SMAN 2 Bogor. Tahun
2008 penulis lulus dari SMAN 2 Bogor kemudian melanjutkan kuliah di
Universitas Negeri yaitu IPB (Institut Pertanian Bogor) melalui jalur USMI
pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama masa perkuliahan penulis pernah mengikuti berbagai
organisasi dan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh lembaga
kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Salah satu
organisasinya yaitu sebagai staff music corner UKM (Unit Kegiatan
Mahasiswa) MAX!! periode 20082009. Selain itu penulis pernah
mengikuti kepanitiaan acara “9th FEMily DAY” pada 23 Mei 2010, “Orange
FEM 2010” pada 57 Agustus 2010, “Stairway To PIMNAS” pada 29
Agustus 2010, “COMIC 2010” pada 17 Oktober 2010, “FEM Art Day” pada
15 November 2010, “COMIC 2011 with MSIG” pada 19 Mei 2011, dan
“Bogor Art Festival” pada 1920 November 2011.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Analisis Ekuitas Merek Obat Flu Mixagrip (Studi Kasus Mahasiswa S1
Institut Pertanian Bogor). Skripsi ini diajukan guna melengkapi syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini membahas mengenai hubungan dimensi-dimensi ekuitas
merek (kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek) dalam
membentuk ekuitas merek Mixagrip serta perumusan 4P (product, price,
place, dan promotion) dan STP (segmenting, targeting, dan positioning).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis memohon maaf atas segala
kekurangan yang terdapat pada skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Oktober 2013
Hada Syaairillah
NIM H24080062
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat tersusun tanpa
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT, atas segala berkah dan karunia-Nya yang selalu
dilimpahkan kepada hambaNya.
2. Orang tua tercinta Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc dan Dra.
Deni Purnawati, adik tersayang Abdurroziq Naufal serta keluarga
besar yang sangat memotivasi dan senantiasa mendoakan sehingga
penulis dapat menyelesaikan program Sarjana ini.
3. Dr. Ir. H. Arif Imam Suroso, M.Sc, CS sebagai dosen pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis.
4. Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM selaku Kepala Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
5. Prof. Dr. Ir. Wilson Halomoan Limbong, MS dan Dr. Ir. Jono M.
Munandar, M.Sc selaku dosen penguji sidang.
6. Fiqi Syarifah, SP yang selalu memberikan semangat dan
motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Manajemen IPB, karena tanpa mereka semua
penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman bimbingan Regita Van Empel dan Sella Ervany
yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk berjuang
hingga skripsi ini terselesaikan.
9. Keluarga besar “The Managers” Manajemen 45 terima kasih atas
kebersamaan selama 3 tahun ini terutama Mahendra Purnama
Yahya, semoga silaturahmi kita tetap terjaga. We Are The Super
Managers.
vi
10. Rekan-rekan @StandUpIndo_BGR dan @GentaSmanda yang
sering menyemangati dan menemani penulis selama masa
penulisan skripsi ini.
11. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
Semua pihak yang telah membantu penulis selama proses
penyelesaian penulisan skripsi. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas
segala kebaikannya.
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak hal yang
telah didapat oleh penulis. Tidak hanya yang berkaitan dengan bidang
penelitian, tapi juga berbagai masukan yang dapat membuat perkembangan
bagi diri penulis. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
2.1 Strategi Bauran Pemasaran ............................................................... 6
2.1.1 Produk ....................................................................................... 6
2.1.2 Distribusi/ Tempat ..................................................................... 7
2.1.3 Harga ......................................................................................... 8
2.1.4 Promosi.................................................................................... 10
2.2 Analisis STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning) .................. 11
2.2.1 Segmentasi Pasar (Market Segmentation) ................................. 12
2.2.2 Sasaran Pasar (Target Market) ................................................. 13
2.2.3 Posisi Pasar (Market Positioning) ............................................. 13
2.3 Merek ............................................................................................. 13
2.4 Ekuitas Merek (Brand Equity) ........................................................ 15
2.4.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness) ...................................... 18
2.4.2 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ...................................... 20
2.4.3 Kesetiaan Merek (Brand Loyalty) ............................................. 22
2.4.4 Asosiasi Merek (Brand Association) ........................................ 26
viii
2.5 Kepuasan Pelanggan ....................................................................... 28
2.6 Loyalitas Pelanggan........................................................................ 32
III. METODE PENELITIAN ................................................................ 34
3.1 Kerangka Penelitian........................................................................ 34
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 36
3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 36
3.4 Metode Pengambilan Sampel.......................................................... 36
3.6 Metode Analisis Data ..................................................................... 37
3.6.1 Metode Analisis Deskriptif....................................................... 37
3.6.2 Structural Equation Modeling (SEM) ....................................... 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 43
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ......................................................... 43
4.1.1 Sejarah Perusahaan .................................................................. 43
4.1.2 Strategi Pemasaran ................................................................... 45
4.2 Demografi Responden .................................................................... 46
4.2.1 Usia dan Jenis Kelamin ............................................................ 47
4.2.2 Fakultas dan Angkatan ............................................................. 48
4.2.3 Sumber dan Jumlah Pendapatan ............................................... 49
4.3 Perilaku Konsumsi ......................................................................... 51
4.3.1 Alasan Responden Mengkonsumsi Obat Flu Mixagrip ............. 51
4.3.2 Kesediaan Responden Membeli Obat Flu Merek Lain .............. 52
4.3.3 Alasan yang Memotivasi Responden Untuk Beralih Merek ...... 53
4.3.4 Intensitas Responden Beralih Ke Merek Lain ........................... 53
4.3.5 Pilihan Obat Flu Responden Jika Mereka Beralih Merek .......... 54
4.4 Persepsi Responden terhadap Dimensi-dimensi Ekuitas Merek ....... 55
4.4.1 Kesadaran Merek ..................................................................... 55
4.4.2 Kesan Kualitas Merek .............................................................. 57
4.4.3 Loyalitas Merek ....................................................................... 58
4.4.4 Ekuitas Merek .......................................................................... 59
4.5 Persamaan Struktural Pengaruh Dimensi Ekuitas Merek terhadap
Ekuitas Merek Mixagrip ........................................................................ 60
4.6 Hubungan antara Ekuitas Merek dengan Indikatornya .................... 62
ix
4.6.1 Hubungan Dimensi Kesadaran Merek dengan Indikatornya...... 63
4.6.2 Hubungan Dimensi Kesan Kualitas Merek dengan Indikatornya
.......................................................................................................... 64
4.6.3 Hubungan Dimensi Loyalitas Merek dengan Indikatornya ....... 64
4.7 Hubungan antara Ekuitas Merek dengan Dimensi Ekuitas Merek ... 65
4.8 Ekuitas Merek Secara Keseluruhan ................................................. 66
4.9 Implikasi Manajerial ....................................................................... 67
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 73
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 73
5.2 Saran .............................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 75
LAMPIRAN ............................................................................................ 78
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Top Brand Index tahun 20102011 .................................................... 2
2. Top Brand Index tahun 20122013 .................................................... 2
3. Sembilan strategi harga-kualitas ........................................................ 9
4. Penentuan dimensi pengukuran kualitas........................................... 31
5. Atribut pembentuk ekuitas merek Mixagrip ..................................... 40
6. Sebaran responden berdasarkan persepsi kesadaran merek ............... 56
7. Sebaran responden berdasarkan persepsi kesan kualitas merek ........ 57
8. Sebaran responden berdasarkan persepsi loyalitas merek ................. 58
9. Sebaran responden berdasarkan persepsi ekuitas merek keseluruhan 59
10. Indeks goodness-of-fit model teori ................................................... 61
11. Faktor muatan dan nilai-t pada hubungan ekuitas merek .................. 62
12. Faktor muatan dan nilai-t dimensi ekuitas merek ............................. 65
13. Ringkasan hasil analisis SEM .......................................................... 69
14. Ringkasan implementasi manajerial ................................................. 72
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Segmentasi, penentuan target, dan penetapan posisi pasar................ 12
2. Elemen-elemen ekuitas merek ......................................................... 16
3. Piramida kesadaran merek ............................................................... 19
4. Piramida brand loyalty .................................................................... 24
5. Nilai-nilai asosiasi merek ................................................................ 26
6. Faktor-faktor pembentuk kepuasan .................................................. 32
7. Kerangka pemikiran ........................................................................ 35
8. Model struktural analisis ekuitas merek Mixagrip ............................ 39
9. Sebaran responden berdasarkan usia ................................................ 47
10. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin.................................. 48
11. Sebaran responden berdasarkan fakultas .......................................... 48
12. Sebaran responden berdasarkan angkatan masuk IPB ...................... 49
13. Sebaran responden berdasarkan sumber pendapatan ........................ 50
14. Sebaran responden berdasarkan jumlah pendapatan ......................... 50
15. Persentase alasan responden mengkonsumsi Mixagrip ..................... 51
16. Persentase kesediaan responden membeli obat flu merek lain .......... 52
17. Persentase alasan responden untuk beralih merek ............................ 53
18. Persentase intensitas responden beralih ke merek lain ...................... 54
19. Persentase pilihan obat flu responden jika mereka beralih merek ..... 54
20. Estimasi loading factor model struktural penelitian ......................... 60
21. Uji signifikansi (T-Hitung) model struktural penelitian .................... 61
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner Penelitian ........................................................................ 80
2. Output SEM .................................................................................... 82
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjaga kesehatan merupakan hal yang penting bagi kita semua,
karena dengan badan yang sehat maka memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Namun, menurut hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2007 menunjukkan
bahwa 30,90% penduduk Indonesia baik di pedesaan maupun perkotaan
mengaku memiliki keluhan sakit selama satu bulan, terhitung dari sebelum
survei dilakukan. Keluhan terbanyak mencakup demam, sakit kepala, batuk,
dan pilek.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, perilaku
pencarian pengobatan masyarakat yang mengeluh sakit sebagian besar
(68,71%) adalah pengobatan sendiri, sedangkan lainnya berobat ke
pengobatan medis atau tradisional. Pengobatan sendiri ini biasanya
ditempuh dengan membeli obat-obatan yang dapat dibeli tanpa resep dokter
yang tersedia baik di apotek hingga warung-warung. Pada umumnya,
masyarakat mengkonsumsi obat-obatan ini dengan alasan yang beragam,
seperti: sakit ringan, murah, hemat waktu, praktis, multifungsi, dan lainnya.
Di Indonesia kini semakin banyak pilihan produk yang ditawarkan
oleh berbagai perusahaan obat, baik yang telah lama dikenal masyarakat
maupun yang baru. Masing-masing perusahaan berusaha untuk
mendiferensiasikan produknya dalam upaya memunculkan keunikan dan
karakteristik, sehingga menimbulkan daya tarik.
Berdasarkan merek obat-obatan yang beredar di pasaran, kita dapat
melihat berbagai macam merek yang menjadi pilihan utama konsumen
melalui Top Brand Index (TBI) dari Top Brand Award. Sebuah penghargaan
terhadap merek-merek yang tergolong sebagai merek yang top. Kriteria top
berdasarkan atas survei yang dilaksanakan oleh Frontier Consulting Group
sejak tahun 2000. Top Brand Survei dilakukan di enam kota, yaitu:
Bandung, Jakarta, Makassar, Medan, Semarang, dan Surabaya. Jumlah
sampel random di masing-masing kota adalah 500 orang. Total responden
2
random yang disurvei adalah 3000 orang. Berikut ini lima posisi teratas
merek-merek obat flu, menurut Top Brand Award pada tahun 20102013
pada Tabel 1.
Dapat terlihat pada Tabel 1 bahwa bermacam-macam merek dari
tahun ke tahun mengalami perubahan posisi, ini menunjukkan bahwa
persaingan antar produk yang ketat dalam memperebutkan pangsa pasar di
Indonesia. Selain itu, tabel di atas mengindikasikan bahwa belum ada
dominasi yang kuat dari merek tertentu, berdasarkan besarnya persentase
TBI. Persentase tertinggi hanya sebesar 17.2%, diraih oleh merek Bodrex
Flu & Batuk.
Menariknya, merek Mixagrip dalam empat tahun terakhir ini berhasil
konsisten dalam urutan lima besar TBI, bahkan pada tahun 2012 berhasil
meraih posisi pertama Top Brand Award. Di tahun 2012 juga, produk
keluaran PT. Kalbe Farma ini sukses mendapatkan nominasi Superbrands.
Sebuah penghargaan yang berdasarkan riset dan penelitian dari Nielsen,
suatu perusahaan yang bergerak dibidang informasi global serta media.
Berdasarkan data AC Nielsen, di tahun 2011 Mixagrip menjadi market
leader dengan menguasai 25% pasar obat flu dan batuk.
Konsistensi dan prestasi Mixagrip inilah yang melatar belakangi
penelitian analisis ekuitas merek obat flu Mixagrip. Merek merupakan nilai
utama pemasaran, jika situasi persaingan meningkat maka peran pemasaran
akan semakin tinggi pula dan pada saat yang bersamaan peran merek akan
menjadi semakin penting (Kertajaya 2002). Dengan demikian, merek saat
Tabel 1. Top Brand Index tahun 20102013
Merek TBI
2010 2011 2012 2013
Bodrex Flu & Batuk
8,30% 9,70% 17,20%
Decolgen 9,10% 10,80% 11,30% 10,40%
Mixagrip 9,40% 11,10% 13,60% 14%
Neozep 10,10% 12,20%
8,20%
Panadol Cold & Flu
8,50% Sanaflu 8,40%
Ultraflu 13% 14,40% 13,20% 13,80% Sumber: http://topbrand-award.com/
3
ini tidak hanya sekedar identitas suatu produk saja, merek memiliki ikatan
emosional yang istimewa antara konsumen dengan produsen.
Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak
mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Disinilah peranan ekuitas
merek yang menjadi salah satu titik pembeda antara satu produk dengan
lainnya. Ekuitas merek adalah kekuatan yang memberikan nilai tambah
kepada konsumen. Dengan ekuitas merek yang kuat maka nilai total produk
akan lebih tinggi dibandingkan nilai sebenarnya secara obyektif (Simamora
2002). Produk yang telah memiliki merek kokoh akan sulit ditiru, karena
persepsi konsumen atas nilai suatu merek tertentu tidak akan mudah
diciptakan. Dengan ekuitas merek yang kuat, maka akan memicu harapan
seorang konsumen untuk mendapatkan nilai tambah dari suatu produk yang
tidak akan didapatkan dari produk lainnya.
Ekuitas merek dapat dikelompokan ke dalam lima kategori yang
meliputi: kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas
merek (Aaker 2007). Kesadaran merek menunjukkan kesanggupan seorang
calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Asosiasi merek
menunjukkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam
kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis,
harga, selebritis, dan lain-lain. Persepsi kualitas mencerminkan pandangan
pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk/ jasa
yang sesuai harapan (Durianto et al. 2001). Ekuitas merek yang tinggi akan
memberikan keunggulan bersaing bagi suatu merek atau produk guna
membentuk minat dalam mereferensi.
Dari uraian di atas, maka mendasari pelaksanaan penelitian analisis
ekuitas merek obat flu Mixagrip. Mengapa konsumen dalam mereferensi
dan mempertimbangkan merek Mixagrip, serta melakukan pembelian
produk tersebut.
4
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang
dikaji pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik demografi responden obat flu Mixagrip di
S1 IPB?
2. Bagaimana kontribusi dimensi-dimensi ekuitas merek obat flu
Mixagrip di S1 IPB?
3. Bagaimana implikasi terhadap bauran pemasaran 4P (Product, Price,
Promotion, dan Place) dan STP (Segmentation, Targeting, dan
Positioning) untuk obat flu merek Mixagrip yang dianalisis?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis karakteristik demografi responden obat flu Mixagrip di
S1 IPB.
2. Menganalisis kontribusi prediktif dimensi-dimensi ekuitas merek
obat flu Mixagrip di S1 IPB.
3. Merumuskan implementasi manajerial terhadap bauran pemasaran
4P (Product, Price, Promotion, dan Place) dan STP (Segmentation,
Targeting, dan Positioning) untuk merek obat flu yang dijual bebas
Mixagrip yang dianalisis.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi perusahaan untuk
menambah informasi mengenai ekuitas merek produknya dan gambaran
perilaku konsumsi dari konsumen Mixagrip. Data serta hasil pengolahan
dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam penentuan strategi
pemasaran perusahaan. Bagi pihak retail, penelitian ini dapat menambah
informasi yang berkaitan dengan nilai merek suatu produk. Merek dengan
ekuitas merek yang tinggi akan dicari dan dibeli konsumen, maka dari itu
para pelaku usaha dapat mereferensi produk-produk tertentu. Selain itu,
penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa sebagai tinjauan pustaka.
5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mahasiswa S1 Institut Pertanian
Bogor dari berbagai fakultas yang pernah mengkonsumsi obat flu Mixagrip
sebagai alternatif dari penyembuhan sakit yang pernah dialami. Penelitian
ini menganalisis ekuitas merek beserta berbagai kompenennya pada obat flu
Mixagrip.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Strategi Bauran Pemasaran
Salah satu unsur strategi pemasaran adalah bauran pemasaran atau
yang dikenal dengan Marketing Mix. Ini adalah kombinasi dari empat
variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran
perusahaan yaitu produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan saluran
distribusi (Swastha 1999).
2.1.1 Produk
Menurut Umar (2003) produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dibeli, digunakan,
atau dikonsumsi yang dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan.
Dalam pengertian luas, produk dapat mencakup apa saja yang bisa
ditawarkan termasuk benda-benda fisik, jasa, atau layanan. Strategi produk
suatu perusahaan dapat dijabarkan lebih lanjut melalui bauran produk.
Bauran produk merupakan kumpulan seluruh lini produk dan jenis produk
yang ditawarkan penjual bagi pembeli yang dapat dideskripsikan menurut
panjang, lebar, dalam, dan konsistensinya. Panjangnya bauran produk
mengacu pada jumlah keseluruhan barang yang dijual oleh suatu perusahaan.
Sedangkan lebarnya bauran produk mengacu pada banyaknya lini produk
yang berbeda yang dijual oleh suatu perusahaan, serta dalamnya bauran
produk mengacu pada banyaknya versi yang ditawarkan untuk setiap produk
dalam lini yang bersangkutan. Konsistensi bauran produk mengacu pada
seberapa erat hubungan berbagai lini produk dengan pengguna akhir,
persyaratan produksi, saluran distribusi, atau cara produk mempunyai
variabel-variabel atribut, merek, kemasan, dan label yang dapat menjadi
penilaian tersendiri bagi konsumen terhadap produk tersebut.
Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau
kombinasi untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau
sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.
Pengemasan adalah aktifitas merancang dan memproduksi wadah atau
7
pembungkus suatu produk. Kemasan bisa mencakup wadah utama dari
produk, kemasan sekunder yang dibuang ketika produk akan digunakan, dan
kemasan pengiriman yang perlu untuk menyimpan, mengenali, dan
mengirimkan produk. Disamping pengemasan, penjual juga harus memberi
label pada produknya. Label berfungsi mengidentifikasi produk atau merek,
menentukan kelas produk, menjelaskan produk, dan mempromosikan
produk melalui gambar yang menarik. Perencanaan produk harus
memikirkan produk pada tiga tingkat (Kotler 2007), yaitu:
a. Produk inti terdiri dari jasa untuk menyelesaikan masalah atau manfaat
inti yang dicari konsumen ketika mereka membeli suatu produk.
b. Produk aktual yaitu bagian dari produk, tingkat mutu, sifat, rancangan,
nama, merek, dan pengemasan serta sifat lain yang digabungkan untuk
memberikan manfaat produk inti.
c. Produk tambahan yaitu tambahan jasa dan manfaat bagi konsumen yang
diberikan di sekitar produk inti dan aktual.
2.1.2 Distribusi/ Tempat
Sebagian besar produsen menggunakan perantara pemasaran untuk
memasarkan produk khususnya barang dengan cara membangun suatu
saluran distribusi, yaitu sekelompok organisasi yang saling tergantung
dalam keterlibatan mereka pada proses yang memungkinkan suatu produk
atau jasa tersedia bagi penggunaan atau konsumsi oleh konsumen atau
pengguna industrial (Umar 2003).
Distribusi adalah kegiatan perusahaan untuk mendistribusikan produk
kepada seluruh tempat penjualan yang dapat dijangkau oleh konsumen
target. Perusahaan berkepentingan bahwa produk yang dijualnya dapat
tersebar disemua tempat dimana konsumen target berada, sebaliknya bagi
konsumen target memiliki kepentingan bahwa mereka dapat dengan mudah
dan nyaman memperoleh produk tersebut dimanapun dan kapanpun mereka
membutuhkan produk tersebut.
Menurut Kotler (2007), saluran pemasaran adalah rangkaian
organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk
8
menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi.
Saluran pemasaran dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan
perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak
atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tersebut berpindah
dari produsen pada konsumen.
2.1.3 Harga
Harga adalah jumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan
manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga
adalah elemen dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan,
sementara elemen lainya menimbulkan biaya. Harga berperan sebagai salah
satu unsur terpenting yang menentukan pangsa pasar dan profitabilitas
perusahaan (Umar 2003).
Penetapan harga merupakan suatu masalah jika perusahaan akan
menetapkan harga untuk pertama kalinya. Ini terjadi ketika perusahaan
mengembangkan atau memperoleh produk baru, ketika akan
memperkenalkan produknya ke saluran distribusi baru atau daerah baru,
ketika akan melakukan penawaran atas suatu perjanjian kerja baru (Kotler
2007). Pendekatan umum dalam penetapan harga ada tiga macam, yaitu:
a. Pendekatan berdasarkan pada biaya yaitu penetapan harga cost-plus dan
penetapan harga titik impas. Penetapan harga cost-plus adalah
penetapan dengan menambahkan angka standar pada biaya produk,
sedangkan penetapan harga titik impas adalah penetapan yang impas
dengan biaya membuat dan memasarkan produk.
b. Pendekatan berdasarkan pada pembeli yaitu penetapan harga
berdasarkan nilai yaitu menetapkan harga berdasarkan pada persepsi
pembeli mengenai nilai dan bukannya pada biaya penjual.
c. Pendekatan berdasarkan pada persaingan yaitu penetapan harga
menurut keadaan dan penetapan harga penawaran tertutup. Penetapan
harga menurut keadaan adalah penetapan harga terutama dengan
mengikuti harga pesaing bukan berdasarkan pada biaya perusahaan atau
permintaan. Penetapan harga penawaran tertutup adalah merupakan
9
penetapan harga dimana perusahaan memasarkan harganya pada
pendapat mereka mengenai bagaimana pesaing menetapkan harga
ketimbang pada biaya atau permintaannya sendiri.
Dalam menetapkan harga, perusahaan dapat membuat strategi yang
berdasarkan segmen harga-kualitas. Adapun berbagai strategi harga kualitas
dapat ditunjukkan pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa strategi premium, strategi
nilai menengah, dan strategi ekonomis dapat hidup bersama dalam pasar
yang sama. Satu perusahaan menawarkan produk bermutu tinggi dengan
harga tinggi, perusahaan lain menawarkan produk bermutu menengah
dengan harga menengah, dan perusahaan lain lagi menawarkan produk
bermutu rendah dengan harga rendah. Ketiga pesaing tersebut dapat hidup
bersama selama pasar terdiri dari tiga kelompok pembeli, yaitu pembeli
yang mementingkan mutu, yang mementingkan harga, dan yang
mementingkan keseimbangan antara keduanya. Strategi nilai-rugi, strategi
nilai-super, dan strategi nilai-baik merupakan cara untuk menyerang posisi
ketiga yang telah disebutkan sebelumnya, dimana produk dengan mutu
tinggi dipasarkan dengan harga lebih rendah. Jika pelanggan yang
mementingkan mutu mempercayai pesaing itu, mereka pasti akan membeli
dari pesaing itu dan dapat menghemat uang.
Strategi terlalu mahal, strategi penipuan, dan strategi palsu
menetapkan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan mutunya.
Pelanggan akan merasa dirugikan dan menceritakan hal-hal buruk mengenai
perusahaan. Pemasar profesional harus menghindari strategi tersebut karena
Tabel 2. Sembilan strategi harga-kualitas
Kualitas Produk Harga
Tinggi Menengah Rendah
Tinggi Strategi premium
Strategi nilai-rugi
Strategi nilai-super
Menengah Strategi
terlalu mahal Strategi
nilai-menengah Strategi nilai-baik
Rendah Strategi penipuan Strategi
ekonomi palsu Strategi
ekonomis
Sumber: Kotler 2007
10
pada era globalisasi seperti sekarang ini konsumen cenderung semakin
cerdas dan kritis.
2.1.4 Promosi
Promosi adalah salah satu kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk
meningkatkan volume penjualan dengan cara mempengaruhi konsumen baik
secara langsung maupun tidak langsung. Strategi promosi adalah tindakan
perencanaan, implementasi, dan pengendalian komunikasi dari organisasi
kepada pelanggan dan audience sasaran lainnya.
Bauran komunikasi pemasaran terdiri dari lima cara komunikasi
utama (Kotler 2007), yaitu:
a. Periklanan, adalah semua penyajian dan promosi tidak langsung atas ide,
barang, atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu.
Dalam periklanan terdapat sifat-sifat yang dapat diperhatikan, antara
lain: presentasi umum, tersebar luas, ekspresi yang lebih kuat, dan tidak
bersifat pribadi.
b. Promosi penjualan, merupakan berbagai insentif jangka pendek untuk
mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa.
Walaupun alat promosi penjualan sangat beragam, semuanya
memberikan tiga manfaat yang berbeda:
1) Komunikasi, promosi penjualan menarik perhatian dan biasanya
memberikan informasi yang dapat mengarahkan konsumen pada
produk bersangkutan.
2) Insentif, promosi penjualan menggabungkan sejumlah kebebasan,
dorongan, atau kontribusi yang memberikan nilai bagi konsumen.
3) Ajakan, promosi penjualan merupakan ajakan untuk melakukan
transaksi.
c. Hubungan masyarakat dan publisitas yaitu berbagai program untuk
mempromosikan serta melindungi citra perusahaan atau masing-masing
produknya. Daya tarik hubungan masyarakat dan publisitas didasarkan
pada tiga sifat khusus, yaitu: kredibilitas yang tinggi, kemampuan
menangkap pembeli yang tidak dibidik sebelumnya, dan dramatisasi.
11
d. Penjualan pribadi, adalah interaksi langsung dengan satu calon pembeli
atau lebih guna melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan
menerima pesanan. Penjualan personal memiliki tiga ciri khusus, yaitu:
konfrontasi personal, memungkinkan timbulnya berbagai jenis
hubungan mulai dari hubungan penjualan sampai hubungan
persahabatan, dan penjualan personal, ialah membuat pembeli merasa
berkewajiban untuk mendengarkan pembicaraan wiraniaga.
e. Pemasaran langsung, yaitu penggunaan surat, telepon, faksimil, surat
elektronik, dan alat penghubung non-personal lainnya untuk
berkomunikasi secara langsung dengan mendapatkan tanggapan
langsung dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu. Pemasaran
langsung dapat bersifat, sebagai berikut:
1) Nonpublik, yaitu pesan biasanya ditujukan kepada orang tertentu.
2) Disesuaikan, yaitu pesan dapat disiapkan untuk menarik orang
yang dituju.
3) Terbaru, yaitu pesan dapat disiapkan dengan sangat cepat.
4) Interaktif, yaitu pesan dapat diubah tergantung pada tanggapan
orang tersebut.
2.2 Analisis STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning)
Setiap perusahaan yang menjual produknya kepada pasar tentu
mengetahui bahwa mereka tidak dapat mencapai seluruh pembeli yang ada
didalam pasar, juga disadari bahwa mereka tidak dapat mencapai seluruh
pembeli dengan cara yang sama. Perusahaan perlu menyesuaikan diri dan
menyusun strategi dengan para pembeli yang berbeda-beda ini. Salah satu
metode untuk menentukan cara mencapai pembeli ini adalah analisis STP.
Pembeli sangatlah banyak, baik dari jumlah, variasi kebutuhan
maupun dalam keputusan untuk membeli. Selain itu, keragaman konsumen
ini dapat dibentuk berdasarkan faktor demografi, geografi, dan psikografi.
Oleh karena itu untuk memenuhi hal tersebut perusahaan perlu mengetahui
Segmenting, Targeting, dan Positioning (STP) dari pasar yang diingikan
seperti yang ditunjukan dalam Gambar 1.
12
Berdasarkan Gambar 1 di atas, dapat terlihat bahwa analisis STP
dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan penentuan segmentasi dan
diakhiri dengan penetapan posisi pasar. Berdasarkan analisis ini diharapkan
perusahaan dapat menciptakan strategi pemasaran yang efisien, sesuai
dengan pasar yang akan dituju.
2.2.1 Segmentasi Pasar (Market Segmentation)
Pasar terbentuk dari kumpulan pembeli yang mempunyai banyak
variasi dalam hal keinginan, sumber daya, lokasi, dan sikap serta perilaku
yang menentukan proses pembelian. Idealnya perusahaan dapat merancang
programn marketing yang berbeda untuk masing-masing tipe pembeli.
Keller (2002) membagi segmentasi pasar atas variabel-variabel yang utama,
antara lain:
a. Geografis, suatu aktifitas pemasaran yang dilakukan dengan membagi-
bagi pasar dalam beberapa unit geografis yang berbeda-beda, seperti:
daerah, populasi, kepadatan, dan iklim.
b. Demografis, suatu aktifitas pemasaran yang dilakukan dengan
membagi-bagi pasar dalam beberapa grup dengan basis-basis variabel,
seperti: usia, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, ukuran
keluarga, siklus hidup keluarga, agama, ras, generasi, kewarganegaraan,
dan kelas sosial.
c. Psikografis, suatu aktifitas pemasaran yang dilakukan dengan membagi
konsumen atas beberapa grup yang berbeda-beda dengan basis variabel
gaya hidup dan kepribadian.
Gambar 1. Segmentasi, penentuan target, dan penetapan posisi pasar
(Kotler, 2007)
Segmenting
Mengidentifikasikan
variabel segmentasi
Mengembangkan
Profil dari segmen
yang dihasilkan
Targeting
Mengembangkan
daya tarik masing-
masing segmen
Positioning
Mengidentifikasi konsep
positioning yang tepat
untuk masing-masing
segmen
Mengembangkan bauran
13
d. Perilaku, suatu aktifitas pemasaran yang dilakukan dengan membagi
konsumen atas grup-grup yang berbeda dengan basis variabel, seperti:
status pengguna, kesetiaan merek, tingkat penggunaan, manfaat yang
dicari, kesempatan penggunaan, kesiapan membeli, dan sikap terhadap
produk menanggung resiko yang terlalu besar.
2.2.2 Sasaran Pasar (Target Market)
Menurut Kotler dan Amstrong (1995) penetapan pasar sasaran yaitu
mengevaluasi keatraktifan setiap segmen kemudian memilih salah satu atau
lebih dari segmen-segmen pasar tersebut untuk dilayani. Pola-pola yang
dapat digunakan oleh suatu perusahaan ketika memasuki pasar sasaran,
yaitu:
a. Memusatkan perhatian pada satu segmen tunggal.
b. Mengkhususkan pada beberapa segmen pilihan yang tidak berhubungan.
c. Memusatkan pada sebuah produk.
d. Memusatkan pada sebuah segmen pasar.
e. Menjangkau keseluruhan pasar.
2.2.3 Posisi Pasar (Market Positioning)
Dengan melakukan segmentasi dan menentukan target pasar dengan
baik maka produsen akan mendapatkan pengertian yang menyeluruh
mengenai kebutuhan, sikap, dan perilaku konsumen. Bila produsen telah
mengerti apa yang diinginkan oleh konsumen maka produsen dapat
menyelaraskan dengan kemampuannya sendiri dan menetapkan posisi
produknya dipasar.
2.3 Merek
Merek merupakan nama, istilah, simbol, desain, atau gabungan
keempatnya, yang mengidentifikasikan produk para penjual dan
membedakannya dari produk pesaing. Menurut Aaker (1997) merek adalah
nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap,
atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang
14
penjual atau kelompok penjual tertentu, serta membedakan dari barang atau
jasa yang dihasilkan para pesaing. Menurut Kotler (2007), pengertian merek
adalah sebagai berikut: “A brand is a name, term, sign, symbol or services
of one seller of groups of seller and differentiate them from those of
competitors”. Jadi merek membedakan penjual, produsen, produk dari
penjual atau produsen serta yang lain. Merek dapat berupa nama, merek
dagang, dan penjual diberi hak eksklusif untuk menggunakan mereknya
selama-lamnya.
Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 menyebutkan,
merek adalah “Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna atau kombinai dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa”. Dalam
menentukan suatu kebijakan merek, perusahaan memerlukan strategi merek.
Menurut Kotler (2007), strategi merek ada lima pilihan, antara lain:
a. Merek Baru (New Brand)
Yaitu menggunakan merek baru untuk kategori produk baru. Strategi
ini paling sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan.
b. Perluasan Lini (Line Extension)
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang
sudah dikenal oleh konsumen untuk memperkenalkan tambahan variasi
seperti rasa baru, warna, ukuran kemasan, dan sebagainya pada suatu
kategori produk dengan menggunakan nama merek yang sama.
c. Perluasan Merek (Brand Extension)
Yaitu menggunakan merek yang sudah ada untuk produk baru, atau
strategi menjadikan semua produk memiliki merek yang sama.
d. Multi Merek (Multibrand)
Yaitu menggunakan merek baru untuk kategori produk lama. Dalam
pendekatan ini produknya sama, tetapi mereknya berbeda sehingga
sebuah perusahaan bisa memiliki beberapa merek untuk produk yang
sama.
15
e. Merek Bersama (Co-Brand)
Yaitu dua atau lebih merek yang terkenal dikombinasikan dalam satu
tawaran. Tiap sponsor merek mengharapkan bahwa merek lain akan
memperkuat preferensi merek atau minat pembeli.
Merek merupakan sarana bagi para perusahaan untuk
mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan yang merupakan hal
sering diperhatikan oleh konsumen dalam pembelian suatu produk. Sekitar
70% pelanggan menggunakan merek sebagai petunjuk dalam membuat
keputusan pembelian (Susanto 2004).
2.4 Ekuitas Merek (Brand Equity)
Ekuitas merek adalah sekumpulan harta dan beban merek yang
terkait dengan sebuah merek, nama, simbol yang dapat menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada
perusahaan dan atau kepada pelanggan perusahaan (Aaker 1997). Aziz dan
Yasin (2010) mengatakan bahwa ekuitas merek mengacu pada nilai hebat
yang melekat pada nama baik merek. Ini ditunjukan ketika konsumen
berharap membayar lebih untuk tingkatan kualitas yang sama karena daya
tarik nama yang ada pada produk. Ekuitas merek diartikan sebagai sikap
memilih konsumen terhadap merek berkenaan dengan keinginan,
pengetahuan dan pilihan antara barang dalam kategori produk, yang
menawarkan tingkatan keuntungan yang diberikan produk yang sama oleh
konsumen (Sumarwan et al. 2008).
Definisi Aaker menyiratkan bahwa ekuitas merek (Brand Equity)
bisa bernilai bagi perusahaan (Company Based Brand Equity) dan bagi
konsumen (Customer Based Brand Equity). Ekuitas merek berdasarkan
konsumen terjadi ketika konsumen mengenali merek dan mendapatkan
kesenangan, kuat, asosiasi merek yang unik di ingatan, pemilihan, tujuan
pembelian, dan perilaku memilih merek yang menunjukan eksistensi ekuitas
merek (Sumarwan et al. 2008). Aaker (1997) mengklasifikasikan elemen-
elemen ekuitas merek ke dalam lima kategori yaitu loyalitas merek (Brand
Loyality), kesadaran merek (Brand Awareness), persepsi kualitas (Perceived
16
Quality), asosiasi merek (Brand Associations), dan asset-aset merek lainnya
(Other Propietary Brand Asset). Kaitan kelima elemen ekuitas merek ini
dapat dilihat pada Gambar 2.
Aaker (1997) kembali menuliskan penjelasan ke lima dimensi ekuitas
merek pada Gambar 2, dengan penjabaran masing-masing elemen sebagai
berikut:
a. Kesadaran Merek (Brand Awareness), adalah kesanggupan seorang
calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu
merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Brand
awareness adalah komponen penting dalam ekuitas merek (Aaker 1997).
Menurut Keller (1993) ingatan merek menunjukan kepada kemampuan
konsumen untuk mendapatkan/ menyebutkan kembali merek dari
ingatan.
b. Asosiasi Merek (Brand Association), adalah segala kesan yang mucul di
benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.
Brand association dipercaya mengandung “Pengertian merek untuk
konsumen”.
c. Persepsi Kualitas (Perceived Quality), adalah persepsi konsumen
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa
layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya. Mengetahui
kualitas bukan kualitas aktual produk tetapi evaluasi subjektif dari
konsumen terhadap produk (Zeithaml 1990).
Gambar 2. Elemen-elemen ekuitas merek (Aaker, 1997)
Brand Loyality
Brand Awareness
Brand Associations
Perceived Quality
Other proprietary brand
assets-patents, trademarks,
and channel relationship
Brand Equity
17
d. Loyalitas Merek (Brand Loyality), adalah kesetiaan yang diberikan
pelanggan kepada suatu merek. Oliver (1997) mendefinisikan loyalitas
merek sebagai komitmen yang dibangun secara, mendalam untuk
kembali membeli ulang produk atau jasa yang diinginkannya atau
menjadi pelanggan secra konsisten dimasa yang akan datang. Ini adalah
komponen utama dari ekuitas merek (Aaker 1997).
e. Aset-Aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets), meliputi
hak paten, trade mark, akses terhadap pasar, akses terhadap teknologi,
akses terhadap sumber daya, dan lainnya.
Empat elemen diluar aset-aset merek lainnya dikenal dengan elemen-
elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang kelima secara
langsung akan dipengaruhi oleh elemen-elemen utama tersebut. Perusahaan
secara langsung maupun tidak langsung akan membangun ekuitas merek
sehingga produk berupa barang atau jasa yang ditawarkan pada konsumen
merupakan pilihan tepat, karena ekuitas merek dapat menambah nilai
(Durianto et al. 2004). Menurut Simamora (2002), ekuitas merek memiliki
potensi untuk menambah nilai dengan lima cara, yaitu:
a. Dapat memperkuat program memikat para konsumen baru atau
merangkul kembali konsumen lama.
b. Empat dimensi ekuitas merek yang terakhir dapat menguatkan loyalitas
merek. Persepsi kualitas, asosiasi merek, dan nama yang terkenal dapat
memberikan alasan untuk membeli dan dapat mempengaruhi kepuasan
penggunaan.
c. Memungkinkan keuntungan yang lebih tinggi dengan menjual produk
pada harga optimum dan mengurangi ketergantungan pada promosi.
d. Dapat memberikan landasan pertumbuhan dengan cara perluasan merek.
e. Dapat memberikan dorongan bagi saluran distribusi.
Perusahaan-perusahaan yang berhasil menciptakan ekuitas merek
yang baik akan memperoleh keuntungan kompetitif. Menurut Kotler (2007),
keuntungan kompetitif dari ekuitas merek yang tinggi adalah:
a. Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena
kesadaran dan kesetiaan merek konsumen yang tinggi.
18
b. Perusahaan akan mempunyai posisi yang lebih kuat dalam negosiasi
dengan distributor dan pengecer karena pelanggan mengharapakan
mereka untuk menjual merek tersebut.
c. Perusahaan dapat mengenakan harga yang lebih tinggi daripada
pesaingnya karena merek tersebut diyakini memiliki mutu yang tinggi.
d. Perusahaan lebih mudah untuk meluncurkan perluasan merek karena
merek tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi.
e. Merek itu melindungi perusahaan dari persaingan harga yang ganas.
Untuk membangun sebuah ekuitas merek, diperlukan elemen-elemen
sebuah merek, seperti nama dan logo yang memiliki asosiasi positif, unik
serta menyenangkan untuk dikenal oleh konsumen. Elemen merek
merupakan informasi visual dan verbal yang dipergunakan untuk
mengidentifikasikan dan membedakan suatu produk, jasa, atau nama
perusahaan. Elemen-elemen merek tersebut adalah nama, logo, simbol,
karakter, slogan, dan kemasan. Kriteria-kriteria yang sebaiknya diterapkan
untuk memilih suatu elemen merek yang baik adalah sebagai berikut:
mudah dikenal dan diingat, memiliki arti yang menyenangkan, menarik,
kredibel, sugestif, dan kaya imaginasi baik visual maupun verbal, harus
dilindungi secara hukum. Sebuah ekuitas yang yang baik akan memberikan
nilai tambah bagi perusahaan dan pelanggan.
2.4.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Merupakan kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi atau
mengenal merek, dimana konsep brand awareness menurut Keller (1993)
terdiri dari pengenalan merek dan ingatan merek. Kesadaran merek
menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat
menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan
kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran juga mempengaruhi
persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset
atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Aaker (1997)
menyebutkan sebagian tingkatan brand awareness, mulai dari pengenalan
19
merek saja sampai pada dominasi, yang menunjukan kondisi dimana merek
dibutuhkan adalah hanya merek yang diingat oleh konsumen.
Kesadaran merek konsumen kemungkinan dapat bernilai tinggi
ketika mereka memiliki asosiasi yang kuat untuk suatu merek dan mereka
mengetahui kualitas merek yang tinggi dan sebaliknya. Kesadaran merek
berada pada rentang antara perasaan yang tak pasti terhadap pengenalan
suatu merek sampai dengan perasaan yakin bahwa produk tersebut
merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan. Rentang ini
dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: brand unaware, brand
recognition, brand recall, dan top of mind. Dapat dilihat pada Gambar 3
merupakan piramida kesadaran merek yang terdiri dari empat tingkatan.
Berdasarkan Gambar 3 di atas, piramida kesadaran merek ini dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Puncak pikiran (Top of Mind) merupakan merek yang disebutkan
pertama kali muncul dalam bentuk konsumen tanpa bantuan.
b. Pengingatan kembali merek (Brand Recall) adalah tingkatan
pengenalan suatu merek yang dapat diingat kembali oleh seseorang
tanpa bantuan (Unaided Recall).
c. Pengenalan merek (Brand Recognition) adalah tingkat minimal
kesadaran merek. Dimana seseorang baru mengenal bila melihat atau
mendengar identitas audio-visual melalui bantuan seperti logo, kemasan,
nama, dan slogan (Aided Recall).
Gambar 3. Piramida kesadaran merek (Aaker,
1997)
Top of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Brand Unaware
20
d. Tidak menyadari merek (Brand Unaware) merupakan tingkatan paling
rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana pembeli tidak
menyadari adanya suatu merek.
Kesadaran merek (Brand Awareness) dihubungkan pada kuatnya
kesan yang tersimpan dalam memori yang direfleksikan pada kemapuan
pelanggan untuk mengingat kembali atau mengenali kembali sebuah merek
di dalam kondisi yang berbeda. Kesadaran merek dapat dikarakteristikkan
menurut kedalaman dan keluasannya. Kedalaman dari kesadaran merek
berhubungan dengan kemungkinan sebuah merek dapat diingat atau dikenali
kembali. Keluasan dari kesadaran merek berhubungan dengan
keanekaragaman situasi pembelian dan konsumsi di mana sebuah merek
diingat (Keller 2002).
2.4.2 Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Yoo
et al. (2000) mendefinisikan kesan kualitas sebagai penilaian subyektif
konsumen terhadap keunggulan dan superioritas produk secara keseluruhan.
Kesan ini memotivasi konsumen untuk membeli. Menurut Aaker (1997)
persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan
maksud yang diharapkan konsumen. Terdapat lima nilai yang dapat
menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas, diantaranya:
a. Alasan untuk Membeli
Konsumen seringkali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan
menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektifitasnya
mengenai kualitas atau informasi itu memang tidak tersedia atau
konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau sumber daya untuk
mendapatkan atau memproses informasi. Apabila kesan kualitas tinggi,
kemungkinan besar periklanan dan promosi yang dilancarkan akan
efektif.
b. Diferensiasi/ Posisi
Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi
persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut super optimum, optimum,
21
bernilai, atau ekonomis. Apakah merek tersebut terbaik atau sekedar
kompetitif terhadap merek-merek lain yang beredar di pasaran.
c. Harga Optimum
Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam
penetapan harga optimum. Harga optimum dapat meningkatkan laba
dan memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut.
Harga optimum juga dapat menguatkan persepsi kualitas, yaitu “anda
mendapatkan yang anda bayar”.
d. Minat Saluran Distribusi
Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu
produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang
menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Saluran distribusi
dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh
konsumen.
e. Perluasan Merek
Sebuah merek yang kuat dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih
jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar
dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun perceived
quality (Aaker 1997):
a. Komitmen Terhadap Kualitas
Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta
memelihara kualitas secara terus-menerus. Upaya memelihara kualitas
bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.
b. Budaya Kualitas
Komitmen kualitas harus terrefleksikan dalam budaya perusahaan
norma perilakunya dan nilai-nilai. Jika perusahaan dihadapkan kualitas
dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.
c. Informasi Masukan dari Pelanggan
Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang
mendefinisikan kualitas. Sering kali para pemimpin keliru dalam
memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya.
22
d. Sasaran atau Standar yang Jelas
Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena secara
kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat.
Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami dan
diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan
tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan
membahayakan perusahaan itu sendiri.
e. Kembangkan Karyawan yang Berinisiatif
Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta
dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan
pemikiran yang kreatif dan inovatif.
2.4.3 Kesetiaan Merek (Brand Loyalty)
Kesetiaan merek adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk
melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik.
Pembelian berulang adalah tindakan pembelian berulang pada suatu produk
atau merek yang lebih dipengaruhi oleh faktor kebiasaan. Pelanggan yang
sangat setia kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan
pembeliaanya ke merek lain apapun yang terjadi pada merek tersebut.
Loyalitas terhadap merek terdiri dari beberapa tingkatan. Tingkat
loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal, yang sama sekali
tidak tertarik pada merek tersebut dan bagi mereka merek apapun dianggap
memadai. Sehingga, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan
pembelian. Mereka lebih memilih apapun yang diobral atau yang
menawarkan kenyamanan. Pembeli tipe ini bisa disebut sebagai para
pembeli harga atau pengalih. Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas
dengan produk atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Pada
dasarnya tidak terdapat kekecewaan yang cukup untuk mendorong mereka
beralih ke merek lain, apalagi bila peralihan tersebut membutuhkan usaha.
Para pembeli tipe ini bisa disebut sebagai para pembeli kebiasaan (Habitual
Buyers). Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka
memikul biaya peralihan (Switching Cost) serta biaya berupa waktu, uang,
23
atau risiko kinerja berkenaan dengan tindakan beralih merek. Atau,
barangkali terdapat suatu risiko di mana merek lain mungkin tidak berfungsi
sebaik merek tersebut dalam konteks penggunaan khusus. Pada tingkat
keempat adalah mereka yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut.
Preferensi mereka mungkin dilandasi oleh suatu asosiasi, seperti simbol,
rangkaian pengalaman dalam menggunakan atau persepsi kualitas yang
tinggi. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka
mempunyai kebanggan menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut
sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya maupun sebagai
ekspresi diri mereka.
Simamora (2002) membagi kesetiaan merek ke dalam lima tingkatan,
sebagai berikut :
a. Switcher adalah golongan yang tidak peduli pada merek, mereka suka
berpindah merek. Motivasi mereka berpindah merek ialah harga yang
rendah karena golongan ini memang sensitif terhadap harga (Price
Sensitive Switcher), adapula yang suka mencari variasi yang disebut
Kotler (2007) sebagai variety-prone switcher dan karena konsumen
tersebut tidak mendapatkan kepuasaan.
b. Habitual Buyer adalah golongan yang setia terhadap suatu merek
dimana dasar kesetiaannya buka kepuasaan atau keakraban dan
kebanggaan. Golongan ini memang puas, setidaknya tidak merasa
dikecewakan oleh merek tersebut. Dan dalam membeli produk
didasarkan pada faktor kebiasaan, bila menemukan merek yang lebih
bagus, maka mereka akan berpindah.
c. Satisfied Buyer adalah golongan konsumen yang merasa puas dengan
suatu merek. Mereka setia tetapi dasar kesetiaanya bukan karena
kebanggaan atau keakraban pada suatu merek tetapi lebih pada
didasarkan perhitungan untung rugi atau biaya peralihan (Switching
Cost).
d. Liking The Brand adalah golongan konsumen yang belum
mengekspresikan kebanggaanya kepada orang lain, kecintaan pada
24
produk baru sebatas pada komitmen terhadap diri sendiri, dan mereka
merasa akrab dengan merek.
e. Commited Buyer adalah konsumen yang merasa bangga dengan merek
tersebut dan mengekspresikan kebanggaannya dalam suatu golongan
loyalitas masih terbuka kemungkinan pada perbedaan derajat kesetiaan.
Kita dapat mengatakan bahwa kesetiaan berada pada suatu kontinum.
Titik paling rendah ialah tidak loyal sama sekali sedangkan titik paling
tinggi adalah loyalitas penuh keseluruhan tingkatan tersebut dalam piramida
kesetiaan merek seperti terlihat pada Gambar 4.
Piramida kesetiaan merek tersebut menunjukan bahwa merek yang
belum memiliki brand equity yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya
berada pada tingkatan switcher. Selanjutnya porsi kedua ditempati oleh
konsumen yang berada pada taraf habitual buyer, hingga porsi terkecil
ditempati oleh commited buyer. Meskipun demikian gambar piramida brand
loyalty yang baik akan memperlihatkan bentuk piramida yang terbalik yang
semakin atas akan semakin lebar.
Sciffman dan Kanuk (2007) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya/ terciptanya loyalitas merek adalah:
a. Perceived Product Puperiority (penerimaan keunggulan produk).
b. Personal Fortitude (keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap
merek tersebut).
Gambar 4. Piramida brand loyalty (Simamora,
2002)
Commited Buyer
Liking The Brand
Satisfied Buyer
Habitual Buyer
Switcher
25
c. Bonding With The Product Or Company (keterikatan dengan produk
atau perusahaan).
d. Kepuasan yang diperoleh konsumen.
Loyalitas merek memiliki beberapa manfaat/ nilai bagi perusahaan.
Manfaat-manfaat tersebut (Durianto et al. 2004), antara lain:
a. Mengurangi biaya pemasaran (Reduced Marketing Cost), akan lebih
murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk
mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika
loyalitas merek meningkat.
b. Meningkatkan perdagangan (Trade Leverage), loyalitas yang kuat
terhadap merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan
memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa
pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan
mereka selama ini.
c. Menarik minat pelanggan baru (Attracting New Customers), semakin
banyak pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek
tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk
mengkonsumsi merek tersebut. Pelanggan yang puas umumnya akan
merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya
sehingga akan menarik pelanggan baru.
d. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan (Provide Time To
Respond Competitive Threats), loyalitas merek akan memberikan waktu
pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah
satu pesaingan mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang
loyal akan memberi waktu pada perusahaan tersebut untuk
memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau
menetralisasikannya.
2.4.4 Asosiasi Merek (Brand Association)
Asosiasi merek adalah persepsi konsumen mengenai beragam atribut
atau citra atau kesan yang dimiliki oleh atau terkait dengan suatu merek
tertentu. Ketika seorang konsumen mengingat suatu merek maka ingatan
26
tersebut akan dikaitkan dengan persepsi mengenai merek tersebut. Beragam
kesan atau citra yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu merek akan
membentuk citra merek (Brand Images). Menurut Aaker (1997) asosiasi
merek adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak
langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek.
Aaker (1997), menyatakan bahwa asosiasi merek (terutama yang
membentuk brand images) menjadi dasar bagi konsumen dalam keputusan
pembeliaan dan loyalitas pada merek tersebut. Suatu merek akan memiliki
banyak sekali asosiasi, citra tersebut akan memberikan nilai positif maupun
negatif terhadap kinerja suatu perusahaan yang memproduksi merek tersebut.
Asosiasi merek ini memiliki lima fungsi yang terkait dengannya, berikut ini
penjabarannya pada Gambar 5.
Dapat terlihat pada Gambar 5 bahwa asosiasi yang dimiliki suatu
merek akan memberikan beberapa fungsi bagi seseorang konsumen, yaitu:
a. Membantu Proses Penyusunan Informasi
Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta
dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan.
b. Diferensiasi/ Posisi
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya
pembedaan suatu merek dari merek lain.
c. Alasan Untuk Membedakan
Asosiasi merek membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat
bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen
untuk membeli dan menggunakan/ konsumsi merek tersebut.
Gambar 5. Nilai-nilai asosiasi merek (Aaker, 1997)
Asosiasi Merek
Membantu Proses Penyusunan Informasi
Diferensiasi/ Posisi
Alasan Membedakan
Menciptakan Sikap/ Perasaan Positif
Landasan Perluasan
27
d. Menciptakan Sikap/ Perasaan Positif
Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada
gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi
tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman
mereka sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi
sesuatu yang lain daripada yang lain.
e. Landasan Perluasan
Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan
dengan menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan sebuah produk
baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk
perluasan tersebut.
Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya
dikaitkan dengan hal berikut ini (Durianto et al. 2004):
a. Atribut Produk
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan
strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan
asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna,
asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian
suatu merek.
b. Atribut Tak Berwujud (intangible atributes)
Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya
persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang
mengiktisarkan serangkaian atribut yang obyektif.
c. Manfaat Bagi Pelanggan
Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi
pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya. Manfaat
inilah yang memberikan pelanggan sebuah ekspektasi terhadap suatu
produk.
d. Harga Relatif
Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan
diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua
dari tingkat harga.
28
e. Penggunaan
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan
suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.
f. Pengguna/ Pelanggan
Mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau
pelanggan dari produk tersebut.
g. Orang Terkenal/ Khalayak
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat
mentransfer asosiasi yang kuat yang dimiliki oleh orang terkenal pada
merek tersebut.
h. Gaya Hidup/ Kepribadian
Asoasiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh
asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan
karakteristik gaya hidup yang hampir sama.
i. Kelas Produk
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.
j. Para Pesaing
Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan
mengungguli pesaing.
k. Negara/ Wilayah Geografis
Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki
hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan.
2.5 Kepuasan Pelanggan
Pada era globalisasi saat ini di mana persaingan dalam dunia industri
semakin kompetitif maka dibutuhkan strategi tertentu bagi suatu perusahaan
untuk dapat menjadi lebih unggul dibandingkan para kompetitornya.
Beberapa tahun terakhir dalam dunia pemasaran terdapat satu topik yang
selalu menjadi perhatian dalam berbagai riset yaitu mengenai pentingnya
kepuasan pelanggan terhadap produk yang dikonsumsinya. Gerson (2001)
mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai persepsi yang dimiliki
pelanggan bahwa harapannya telah terlampaui. Semua upaya yang
29
dilakukan perusahaan untuk mencapai mutu terbaik atau memberikan
pelayanan yang unggul tidak akan bermakna sama sekali jika perusahaan
tersebut tidak mampu atau bahkan tidak berusaha untuk memuaskan
pelanggannya.
Selama mengkonsumsi suatu produk, pelanggan akan memperoleh
pengalaman mengenai kinerja suatu produk, dan ini akan menimbulkan
perasaan puas atau tidak puas. Bila pelanggan diasumsikan pertama kali
mengkonsumsi suatu produk, berdasarkan pengalaman tersebut pelanggan
melakukan evaluasi kinerja produk secara keseluruhan. Penilaian kinerja
suatu produk erat kaitannya dengan tingkat mutu dari produk tersebut.
Persepsi mengenai mutu produk ini dibandingkan dengan harapan
pelanggan terhadap kinerja produk itu.
Berikut ini Dimensi pengukuran kualitas produk berdasarkan Mowen
dan Minor (1998) serta Dutka (1994) secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi Tabel 3 sebagai berikut:
Berdasarkan Tabel 3 dapat terlihat bahwa pemetaan dimensi
performance, reliability, durability, dan aesthetics ini melekat pada produk
itu sendiri. Sedangkan dimensi serviceability melekat pada pelayanan
produk dan dimensi percived quality melekat pada pembelian produk.
Selain itu, Dimensi yang dapat dipergunakan dalam pengukuran
kualitas produk berdasarkan Mowen dan Minor (1998) berdasarkan Gambar
6 dibawah, adalah:
a. Fungsi (Performance)
b. Fitur (Features)
Tabel 3. Pemetaan dimensi pengukuran kualitas
Dimensi Dutka (1994)
Product Service Purchase
Mowen dan Minor (1998)
Performance
Reliability
Durability
Aesthetics
Serviceability
Perceived
Quality
Sumber: Dutka (1994) dan Mowen & Minor (1998)
30
c. Keandalan (Reliability)
d. Usia Produk (Durability)
e. Estetika (Aesthetics)
f. Pelayanan (Serviceability)
g. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Berikut ini penjabaran tujuh dimensi yang dapat dipergunakan dalam
pengukuran kualitas produk yang terpapar dalam proses pembentukan
kepuasan konsumen pada Gambar 6.
Dapat dilihat pada Gambar 6 bahwa proses evaluasi terjadi pada saat
pelanggan membandingkan kinerja sebenarnya (aktual) dengan kinerja yang
diharapkan. Berdasarkan hasil evaluasi jika kinerja tidak sesuai dengan
harapan maka akan muncul perasaan tidak puas (emotional dissatisfaction).
Gambar 6. Faktor-faktor pembentuk kepuasan (Mowen &
Minor, 1998)
Pengalaman
penggunaan produk
sebelumnya
Harapan terhadap
kinerja produk
(expectation)
Evaluasi terhadap kinerja
produk yang
sesungguhnya dirasakan
(performance)
Evaluasi tehadap
kesenjangan (gap) antara
expectation dengan
performance
Kinerja produk
(performance)
tidak memenuhi
harapan
(expectation)
Kinerja produk
(performance)
tidak berbeda
dengan harapan
(expectation)
Kinerja produk
(performance)
melampaui
harapan
(expectation)
Emotional
dissatisfaction
Expectancy
confirmation
Emotional
satisfaction
31
Jika kinerja melebihi harapan, maka akan dihasilkan perasaan puas
(emotional satisfaction) dan jika kinerja tidak berbeda dengan harapan maka
akan dikatakan bahwa harapan telah terkonfirmasi (expectancy
confirmation). Meskipun harapan yang terkonfirmasi adalah pernyataan
yang positif untuk pelanggan, akan tetapi hal tersebut tidak menghasilkan
perasaan puas yang cukup kuat. Kepuasan yang sebenarnya akan dirasakan
pelanggan apabila kinerja produk tersebut telah melebihi harapannya.
Berdasarkan Tjiptono (1997), teknik pengukuran kepuasan pelanggan
dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan atau pernyataan
mengenai seberapa besar mengharapkan suatu atribut tertentu dari seberapa
besar yang dirasakan, responden menilai antara kesesuaian antara apa yang
diharapkan dan apa yang didapatkan dari pelayanan perusahaan.
Parasuraman (1991) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan diukur dari
kesenjangan antara ekspektasi dan persepsi pelanggan. Sebagian besar
selisih ini adalah negatif. Semakin kecil nilai negatifnya maka hasilnya akan
semakin baik. Pada umumnya perusahaan dengan tingkat pelayanan yang
baik, akan memiliki gap yang lebih kecil dari negatif satu (- 1).
Alat ukur kepuasan pelanggan dapat diperoleh melalui pelanggan
secara langsung ataupun dari keluhan pelanggan terhadap perusahaan.
Berdasarkan Dutka (1994), dimensi yang dapat digunakan dalam
pengukuran kepuasan konsumen secara universal adalah:
a. Atributes related to the product, adalah atribut yang berhubungan
dengan produk secara langsung. Atribut tersebut meliputi kesesuaian
antara harga dengan kualitas produk (value-price relationship),
keterandalan produk (product reliability and consistency), manfaat
produk (product benefit), variasi produk (range of product) serta desain
dan fitur yang meliputi produk (product design and features).
b. Attributes related to the service, adalah atribut yang terkait dengan jasa
atau pelayanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya.
Atribut tersebut meliputi jaminan atas produk (guarantee or warranty),
proses pengiriman produk (delivery), penanganan komplain (complaint
32
handling), ataupun kemampuan perusahaan dalam memecahkan
masalah konsumen (resolution of problem).
c. Attributes related to purchase, merupakan semua atribut yang terkait
dengan proses pembelian. Dalam hal ini, kemampuan karyawan dalam
memberikan pelayanan adalah atribut yang dianggap terkait langsung
dengan proses pembelian. Atribut tersebut meliputi kesopanan
karyawan (courtesy), kemampuan penyampaian informasi oleh
karyawan (communication), serta kemudahan pelanggan dalam
mendapatkan pengetahuan tentang produk (ease or convenience
acquisition).
Selain atribut diatas, reputasi dan kompetensi perusahaan (company
reputation and competence) juga dianggap sebagai atribut yang terkait
dengan proses pembelian. Hal ini dikarenakan atribut tersebut mampu
memberikan persepsi kualitas yang mendorong pelanggan dalam melakukan
proses pembelian.
2.6 Loyalitas Pelanggan
Menurut Sumarwan (2004), loyalitas sangat terkait dengan kepuasan
pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan akan dapat mempengaruhi derajat
loyalitasnya. Loyalitas didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk
melakukan pembelian ulang suatu produk dengan merek yang sama.
Loyalitas akan berdampak pada komitmen pelanggan terhadap suatu
produk karena adanya kedekatan emosional dan psikologis. Terdapat dua
pendekatan dalam memahami loyalitas pelanggan yang diungkapkan oleh
Mowen dan Minor (1998), yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan sikap.
Pendekatan perilaku hanya akan menggambarkan perilaku pembelian
berulang (repeat buying) serta kuantitas pembelian akan tetapi tidak dapat
mencerminkan perasaan pelanggan terhadap produk tersebut. Sedangkan
pendekatan sikap akan dapat ditunjukkan dengan adanya penyebaran
informasi positif mengenai produk tersebut yang merupakan cerminan dari
sikap positif terhadap perusahaan.
33
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian Rahmawati (2012) yang berjudul Analisis Ekuitas Merek
Minuman Jus dalam Kemasan Botol Minute Maid di Kota Bogor menelaah
hubungan antara dimensi-dimensi ekuitas merek seperti kesan kualitas,
loyalitas merek, dan asosiasi & kesadaran merek. Penelitian yang dilakukan
melalui survei terhadap 125 orang. Metode survei dilakukan melalui
wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada responden.
Metode analisis data dengan Structural Equation Modelling (SEM)
yang diolah dengan menggunakan software LISREL 8.30. Metode yang
digunakan untuk LISREL pada penelitian ini adalah metode Maximum
Likelihood (ML). Dari LISREL tersebut diperoleh kesimpulan bahwa
dimensi asosiasi & kesadaran merek mempunyai kontribusi yang positif dan
signifikan terhadap ekuitas merek Minute Maid dengan faktor muatan 0,47
dan nilai-t 2,84, kontribusi terbesar kedua pada dimensi kesan kualitas
merek dengan faktor muatan 0,44 dan nilai-t 3,54, sedangkan dimensi
loyalitas merek memiliki kontribusi yang tidak signifikan dengan faktor
muatan 0,12 dan nilai-t 1,49. Dari kesimpulan penelitian ini dapat diketahui
bahwa meskipun harga Minute Maid cenderung mahal, tetapi konsumen
tetap akan memilih Minute Maid.
Pada penelitian ini, saran yang diberikan penulis yaitu perusahaan
sebaiknya lebih memperhatikan periklanan dan promosi dalam pengelolaan
ekuitas merek Minute Maid.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Pasar obat flu merupakan salah satu kategori produk dengan tingkat
persaingan ketat. Banyak perusahaan baru obat flu yang memperebutkan
pangsa pasar karena menurut riset AC Nielson, market size untuk flu sendiri
sekitar 500 milyar rupiah. Selain itu, mahalnya biaya pengobatan dan
perubahan gaya hidup ke arah yang lebih praktis membuka peluang baru
bagi para produsen obat flu yang dijual bebas untuk membuat suatu
diferensiasi produk yang baru. Karena itu, tak heran bila akhir-akhir ini
semakin banyak bermunculan produk-produk obat flu yang dijual bebas
dengan bermacam merek. Beberapa diantaranya, yaitu: Mixagrip, Decolgen,
Ultraflu, Neozep, Sanaflu, Procold, dan Panadol cold & flu.
Ketika jajaran produk, layanan, dan suasana yang nyaris sama
ditawarkan, maka faktor pembedanya hanyalah merek. Merek yang
memiliki ekuitas merek terkuat yang akan memenangkan persaingan.
Perusahaan perlu mengetahui ekuitas merek dari produk obat flu yang
mereka produksi. Karena itu perlu diadakan penelitian mengenai ekuitas
merek obat flu yang dijual bebas.
Adapun elemen-elemen ekuitas merek yang dianalisis dalam
penelitian ini, yaitu: kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas
merek. Kesadaran merek mencakup kesadaran puncak pikiran (top of mind),
pengingatan kembali merek (brand recall), dan pengenalan merek (brand
recognition). Kesan kualitas merek terdiri dari intensitas konsumsi (brand
used most often) dan persepsi kualitas terbaik (best percived quality).
Loyalitas merek terbagi atas pembeli yang komit (comited buyer), pembeli
yang bersifat kebiasaan (habitual buyer), dan pembeli yang akan membeli
lagi (repeat buyer). Ketiga elemen ekuitas merek ini akan dianalisis
menggunakan Structural Equation Model (SEM). Selain itu, pada penelitian
ini akan memaparkan mengenai perilaku konsumsi obat flu responden
menggunakan analisis deskriptif. Aspek-aspek yang terkait antara lain: Obat
35
flu yang sering dikonsumsi, perilaku pembelian, kepuasan responden, dan
lainnya.
Hasil dari penelitian ini akan dirangkum dalam strategi bauran
pemasaran 4P (produk, price, promotion, place) dan STP (Segmenting,
Targeting, dan Positioning). Adapun gambaran dari kerangka pemikiran
operasional secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Kerangka penelitian
Industri Obat Flu yang Dijual Bebas
Obat Flu yang Dijual
Bebas Merek Mixagrip
Strategi Bersaing dengan
Manajemen Merek
Bagaimana Kontribusi Dimensi-dimensi
Ekuitas Merek Terhadap Ekuitas Merek
Kesadaran Merek Kesan Kualitas Merek Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
Structural Equation Modelling (SEM)
Perilaku
Konsumsi
Obat Flu yang
Dijual Bebas
Analisis Deskriptif
Implikasi Terhadap
Bauran Pemasaran
4P dan STP
Saat ini
Mixagrip
menduduki
posisi ke-2
Top Brand
di bawah
Bodrex
36
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian analisis ekuitas merek obat flu Mixagrip, studi kasus
mahasiswa S1 IPB ini dilakukan di Kampus Institut Pertanian Bogor yang
terletak di Darmaga Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Pelaksanaan penelitian
dilakukan pada bulan FebruariMaret 2013.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data pimer diperoleh dari kuisioner dan hasil wawancara
dengan responden. Kuisioner penelitian ini tersaji pada Lampiran 1.
Sedangkan data sekunder diperoleh dan dikumpulkan melalui studi literatur
yang berkaitan dengan objek penelitian seperti buku, majalah, jurnal,
internet dan penelitian terdahulu. Data sekunder berfungsi sebagai
pendukung dari data primer yang telah didapatkan.
3.4 Metode Pengambilan Sampel
Responden dalam penelitian ini adalah konsumen obat flu Mixagrip di
Kampus IPB Darmaga Kabupaten Bogor. Kriteria responden dalam
penelitian ini adalah: mahasiswa, pernah mengkonsumsi obat flu Mixagrip,
dan memutuskan sendiri dalam memilih merek obat flu. Metode
pengambilan contoh dilakukan dengan teknik sampel non probability
sampling melalui pendekatan convenience sampling.
Jumlah contoh dalam penelitian ini menggunakan rule of thumb dari
Structural Equation Modeling (SEM). Menurut Hair et al. (2006), jumlah
sampel yang dibutuhkan untuk setiap estimasi parameter variabel eksogen
dan endogen adalah lima hingga sepuluh observasi. Jumlah variabel
indikator dalam penelitian ini adalah 10 variabel indikator, sehingga untuk
jumlah minimum sampel yang dapat diambil 50100 orang. Pada penelitian
ini responden yang terlibat sebanyak 190 orang.
37
3.6 Metode Analisis Data
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan Structural Equation Model (SEM). Sedangkan data yang
diperoleh dari kuisioner diolah dengan menggunakan alat bantu software
Microsoft Office Excel untuk analisis deskriptif dan coding untuk software
SmartPLS versi 2.0.
3.6.1 Metode Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
jumlah (n) dan persentase. Analisis deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan karakteristik responden dan tingkat kepuasan responden
atas dimensi-dimensi pembentuk kepuasan selain itu analisis deskriptif
bertujuan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi mudah dipahami
dalam bentuk informasi yang lebih ringkas. Penelitian deskriptif meliputi
pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau jawaban pertanyaan mengenai
status terakhir dari subjek penelitian. Tipe yang paling umum dari penilaian
deskriptif ini meliputi sikap atau pendapat individu, organisasi, keadaan
ataupun prosedur (Kuncoro 2003). Hal pertama yang dilakukan adalah
mentabulasi data mengenai responden yang diperoleh seperti jenis pekerjaan,
tingkat usia, penghasilan dan pengeluaran per-bulan untuk konsumsi baik
makanan maupun minuman dan sebagainya. Kemudian, langkah kedua yang
dilakukan adalah menginterprestasikan data yang sudah ditabulasi sehingga
dapat menjelaskan karakteristik responden dalam penelitian ini.
3.6.2 Structural Equation Modeling (SEM)
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis data Structural Equation Modeling (SEM) dengan metode alternatif
berbasis variance atau Component Based SEM yang disebut Partial
Least Square (PLS) menggunakan software SmartPLS versi 2.0.
Metode PLS , menurut Ghozali (2008) mempunyai keunggulan
tersendiri di antaranya: data tidak harus berdistribusi normal
multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval sampai rasio
38
dapat digunakan pada model yang sama), ukuran sampel tidak harus besar
seperti halnya SEM berbasis covariance yang diwakili oleh software AMOS
dan LISREL. Atas keunggulan-keunggulan dari PLS tersebut, maka PLS
disebut sebagai metoda analisis yang powerfull dan sering disebut juga
sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary
Least Squares) regresi dan tidak adanya problem multikolonieritas antar
variabel eksogen. PLS bukan saja dapat digunakan untuk mengkonfirmasi
teori, tetapi dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya
hubungan prediktif antara variabel laten.
Menurut Jogiyanto (2011), metode PLS ini lebih unggul karena dapat
mengatasi masalah indeterminancy, yaitu skor faktor yang berbeda dihitung
dari model faktor tunggal yang dihasilkan dan admissible data, yaitu
ambiguitas data karena adanya varian unik dan varian error. PLS sebagai
model prediksi tidak mengasumsikan distribusi tertentu untuk mengestimasi
parameter dan memprediksi hubungan kausalitas. Karena itu, teknik
parametrik untuk menguji signifikansi parameter tidak diperlukan.
Langkah-langkah analisis menggunakan PLS adalah sebagai berikut
ini :
a. Merancang model Struktural (inner model)
Menggambarkan hubungan prediktif antar variabel laten berdasarkan
pada substantif teori. Pada SEM perancangan model adalah berbasis
teori, akan tetapi pada PLS bisa berupa teori, hasil penelitian empiris,
analogi, hubungan antar variabel pada bidang ilmu yang lain, normatif
(misal peraturan pemerintah, undang-undang, dan lain sebagainya), dan
rasional.
b. Merancang model pengukuran
Mendefinisikan hubungan prediktif antar variabel laten dengan variabel
manifesnya (indikatornya) atau dapat dikatakan bahwa outer model
mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan
variabel latennya. Pada SEM berbasis covariance semua bersifat
refleksif, model pengukuran tidak penting. Pada PLS perancangan outer
model sangat penting: refleksif atau formatif, dasarnya dapat berupa
39
teori, penelitian empiris sebelumnya, atau rasional. Dalam penelitian ini,
semua bersifat reflektif yang relatif sesuai untuk mengukur persepsi
responden, sehingga arah panah antara indikator dengan konstruk laten
adalah menuju indikator.
c. Mengkonstruksi diagram jalur
Mengkonstruksi diagram jalur agar lebih mudah untuk dipahami. Hasil
perancangan inner model dan outer model tersebut, selanjutnya
dinyatakan dalam bentuk diagram jalur sebagaimana terlihat pada
Gambar 8.
d. Konversi diagram jalur ke dalam model persamaan
Spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikatornya, disebut
dengan outer relation atau measurement model, mendefinisikan
karakteristik konstruk dengan variabel manifesnya. Inner model yaitu
spesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model) disebut
juga dengan inner relation, menggambarkan hubungan antara variabel
laten berdasarkan teori substantif. Variabel-variabel yang dianalisis
dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 4.
Gambar 8. Model struktural analisis ekuitas merek obat flu Mixagrip
λ
ξ1
ξ2
ξ3
λ Ekuitas
Merek Y1
η
X5
X6
X7
X8
X9
X1
X2
X3
X4
Kesadaran Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
40
e. Estimasi: Koefisien Jalur, Loading dan Weight
Metode pendugaan parameter (estimasi) terdiri dari:
1) Weight estimate
Digunakan untuk menghitung data variabel laten.
2) Estimasi jalur (path estimate)
Menghubungkan antar variabel laten (koefisien jalur) dan antara
variabel laten dengan indikatornya (loading).
3) Berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta
regresi) untuk indikator dan variabel laten.
4) Metode estimasi PLS: Ordinary Least Squares (OLS) dengan
teknik iterasi, yaitu proses atau metode yang digunakan secara
berulang-ulang.
5) Interaction variable
Pengukuran untuk variabel moderator, dengan teknik:
menstandarkan skor indikator dari variabel laten yang dimoderasi
Tabel 4. Atribut pembentuk ekuitas merek obat flu Mixagrip
Dimensi Ekuitas Variabel Simbol
Kesadaran Merek
(brand awareness) Laten Eksogen ξ1
Kesadaran puncak pikiran pada merek
(top of mind brand) Indikator Laten Eksogen X1
Kesadaran puncak pikiran pada iklan
(top of mind advertising) Indikator Laten Eksogen X2
Pengingatan kembali merek
(brand recall) Indikator Laten Eksogen X3 Pengenalan merek
(brand recognition) Indikator Laten Eksogen X4
Kesan Kualitas Merek
(brand percived quality) Laten Eksogen ξ2
Intensitas konsumsi
(brand used most often) Indikator Laten Eksogen X5
Persepsi kualitas terbaik
(best percived quality) Indikator Laten Eksogen X6
Loyalitas Merek
(brand loyalty) Laten Eksogen ξ3
Pembeli yang komit
(comited buyer) Indikator Laten Eksogen X7 Pembeli yang bersifat kebiasaan
(habitual buyer) Indikator Laten Eksogen X8
Pembeli yang akan membeli lagi
(repeat buyer) Indikator Laten Eksogen X9
Merek yang terbaik
(best brand) Indikator Laten Eksogen Y1
41
dan yang memoderasi, kemudian membuat variabel laten interaksi
dengan cara mengalikan nilai standar indikator yang dimoderasi
dengan yang memoderasi. Dalam penelitian ini tidak menggunakan
variabel moderator, tetapi menggunakan variabel intervening.
f. Evaluasi goodness-of-fit
Evaluasi ini dibagi dua, yaitu outer model dan inner model. Outer
model reflektif terdiri dari:
1) Convergent validity
Pengujian validitas untuk indikator reflektif menggunakan korelasi
antara skor item dengan skor konstruknya. Indikator dinyatakan
valid jika nilai loading factor di atas 0.5 terhadap konstruk yang
dituju. Jika indikator dari variabel laten berkisar antara 3 sampai 7,
nilai 0.5 sampai 0.6 dianggap sudah cukup.
2) Discriminant validity
Metode yang digunakan untuk mengukur nilai discriminant validity
adalah dengan melihat nilai square root of Average Variance
Extracted (AVE). Nilai AVE yang direkomendasikan adalah lebih
besar dari 0.50. Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:
3) Composite realibility
Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai composite realibility
(reliabilitas komposit) dari blok indikator yang mengukur konstruk.
Nilai batas yang diterima untuk tingkat reliabilitas komposit (ρc)
adalah ≥ 0.6, walaupun bukan merupakan standar absolut. Rumus
ρc adalah sebagai berikut:
Setelah model yang diestimasi memenuhi kriteria outer model,
berikutnya dilakukan pengujian goodness of fit untuk inner model
...................... (1)
................. (2)
42
yang diukur menggunakan Q-Square predictive relevance. Rumus
Q-Square sebagai berikut:
Dimana R12, R2
2, …Rp
2adalah R-square variabel endogen dalam
model Interpretasi Q2 sama dengan koefisien determinasi total pada
analisis jalur (mirip dengan R2 pada regresi).
g. Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping)
Setelah keenam langkah dilakukan, langkah selanjutnya adalah menguji
hipotesis yang telah ditentukan. Pengujian hipotesis dilakukan sebagai
berikut :
1) Hipotesis statistik untuk outer model:
H0 : λi = 0 lawan
H1 : λi ≠ 0
2) Hipotesis statistik untuk inner model: variabel laten eksogen
terhadap endogen
Q2= 1-(1-R1
2) (1-R2
2)…(1-Rp
2)
........................ (3)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum dan Sejarah Perusahaan
Kalbe Farma didirikan pada tanggal 10 September 1966 yang diketuai
oleh DR. Noenjamin Setiawan dan F. Bing Aryanto serta didukung oleh
keempat saudara lainnya. Pada awalnya perusahaan ini didirikan di sebuah
garasi daerah Jakarta Utara dan akhirnya memiliki pabrik di Pulomas,
Jakarta Timur pada tahun 1971. Daerah aktifitasnya mulai berkembang, dari
sebelumnya hanya di Jakarta; kini mulai merambah daerah-daerah lain di
Indonesia. Secara bertahap pertumbuhan cabang-cabang ini cukup pesat,
terbukti dalam 10 tahun semenjak berdiri Kalbe telah mencakup wilayah
seluruh Indonesia.
Kalbe Farma memiliki visi, yaitu: menjadi perusahaan produk
kesehatan Indonesia terbaik yang didukung oleh inovasi, merek yang kuat,
dan manajemen yang prima. Selain itu, misi dari Kalbe Farma ialah
meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik. Nilai-nilai
yang dibangun Kalbe Farma dalam menjalankan visi dan misinya, yaitu:
saling percaya sebagai pengikat diantara keluarga besar perusahaan,
kesadaran penuh sebagai dasar setiap tindakan, inovasi sebagai kunci
keberhasilan, bertekad untuk menjadi yang terbaik, dan saling keterkaitan
sebagai panduan hidup.
Periode berikutnya, di tahun 19761985 adalah era dimana
perkembangan fisik masih terus berlangsung dan dilanjutkan dengan
diversifikasi usaha. Pada tahun 1977, Kalbe sudah menjadi salah satu
kekuatan utama pada kategori obat-obatan ethical dan mampu bersaing
engan perusahaan-perusahaan multinasional. Langkah berikutnya adalah
memperkuat diri dibidang OTC (Over The Counter). Untuk itu, pada tahun
1977 didirikan PT. Dankos Laboratories yang lebih memfokuskan diri
dibidang OTC. Pada tahun 1985, Kalbe mengakuisisi PT. Bintang Toedjoe
yang juga kokoh di OTC serta PT. Hexpharm Jaya yang sebagian besar
produknya merupakan pemegang lisensi dari Jepang.
44
Selain diversifikasi dibidang farmasi, Kalbe Farma juga mulai
merambah bidang pengemasan dan makanan kesehatan. Sementara itu,
sesuai dengan regulasi pemerintah pada tahun 1981; bisnis distribusi Kalbe
Farma dialihkan kepada PT. Enseval. Memasuki periode berikutnya tahun
1986 hingga Indonesia mengalami krisis keuangan di tahun 1997, Kalbe
Farma kembali ke bisnis inti (core business). Meski pada awalnya masih
agresif melakukan ekspansi dalam diversifikasi, namun Kalbe Farma
melakukan langkah-langkah konsolidasi dalam rangka kembali ke bisnis inti.
Sayangnya, langkah tersebut belum cukup cepat sehingga Kalbe Farma juga
sempat merasakan imbas krisis keuangan pada tahun 1997.
Manajemen Kalbe Farma memutuskan untuk fokus pada bidang-
bidang yang dipercaya menjadi lokomotif pertumbuhan di era berikutnya,
seperti susu dan nutrisi bayi. Konsekuensinya adalah bisnis-bisnis yang
tidak relevan dijual atau dimitrakan oleh pihak asing, misalnya penjualan
PT. Bukit Manikam Sakti yang bergerak dibidang makanan Arnotts. Bisnis
nutrisi makanan kemudian dikonsolidasi kedalam PT. Sanghiang Perkasa.
Dipihak lain, Kalbe Farma mulai memasuki bisnis menuman energi pada
tahun 1993, dengan produknya Extra Joss.
Pada periode ini juga tercatat beberapa keputusan penting para pendiri
Kalbe Farma untuk masuk menjadi perusahaan profesional. Tujuannya agar
Kalbe Farma tetap berdiri secara kokoh dan terpercaya. Salah satu caranya
adalah dengan menjadi perusahaan publik. Langkah tersebut dimulai ketika
pada awal tahun 1989 PT. Igar Jaya dan PT. Dankos Labrotaries melakukan
penawaran publik (IPO/ initial public offering). Langkah tersebut kemudian
dilanjutkan oleh penawaran publik untuk saham Kalbe sendiri pada tahun
1991 dan Enseval Putera Mega Trading (EPMT) pada tahun 1994.
Puncak dari konsolidasi adalah penggabungan usaha antara Kalbe
Farma dengan Dankos serta Enseval menjadi satu perusahaan pada tanggal
16 Desember 2005 lalu. Tujuannya adalah menjadikan Kalbe Farma sebagai
perusahaan farmasi regional terbesar dikawasan Asia Tenggara sehingga
peluang untuk meningkatkan efisiensi dan efektiftas kedepan menjadi
terbuka lebih lebar. Sementara itu Kalbe Farma juga mengambil ancang-
45
ancang untuk bersaing secara global. Selain menjalin kemitraan strategis
dengan mitra-mitra internasional, semua kegiatan internasional Kalbe Farma
juga dikonsolidasikan kedalam suatu organisasi yaitu Kalbe Group
International Division, yang diharapkan menjadi motor untuk memacu
pertumbuhan bisnis intrenasional. Empat puluh lima tahun sudah Kalbe
Farma menjalani kehidupannya, kehidupan yang didasari visi luhur untuk
mengabdikan ilmu pengetahuan, khusunya dibidang kesehatan untuk
kesejahteraan masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang lebih baik.
Kalbe Farma semakin siap untuk menghadapi berbagai tantangan yang
sudah didepan mata yaitu era pasar bebas.
Bisnis Kalbe Farma kini terbagi dalam tiga bidang besar, yaitu
kesehatan konsumer (consumer health), obat-obatan resep (prescription
pharmaceuticals), serta distribusi dan pengemasan (distribution and
packaging). Consumer Health yang meliputi semua produk OTC, nutrisi
dan minuman energi, memiliki kontribusi sekitar 47% dari pendapatan
Kalbe Farma. Sementara itu ethical memiliki kontribusi sekitar 23%
sedangkan bidang distribusi dan pengemasan 30%.
4.1.1 Strategi Pemasaran
Kalbe Farma hadir di 8 negara dari Asia Tenggara hingga Afrika
Selatan. Melayani konsumen dengan produk berkualitas tinggi, selain di
Indonesia Kalbe Farma secara konsisten berhasil berkembang di negara-
negara seperti: Malaysia, Singapura, Brunei, Kamboja, Vietnam, Myanmar,
Srilanka, dan Afrika Selatan.
Dari sisi produk, Kalbe Farma juga terus mengembangkan lini
produknya hingga menjadi salah satu perusahaan farmasi yang cukup
diperhitungkan di Indonesia, baik untuk kategori obat yang diresepkan
(Ethical) atau obat yang dijual bebas (OTC/ Over The Counter). Ditengah
maraknya persaingan dengan perusahaan sejenis lainnya, Kalbe Farma
melakukan terobosan dengan mendiferensiasi diri dalam beberapa hal.
Untuk produk-produk yang diluncurkan, Kalbe Farma selalu meluncurkan
46
produk-produk yang inovatif dan relatif memiliki diferensiasi dibandingkan
para kompetitor.
Dari sisi pemasaran, pada saat itu Kalbe Farma juga melakukan
terobosan dengan mempelopori pola-pola pemasaran yang dilakukan
perusahaan multinasional, kini dikenal sebagai medical presentative.
Terobosan lain yang memperlihatkan visi kuat Kalbe Farma terhadap
kualitas sekaligus meraih kepercayaan asing, adalah mengembangkan
kerjasama strategis dengan beberapa perusahaan multinasional, khusunya
dari Jepang.
Posisi Kalbe Farma dipasar juga sangat baik. Untuk produk-produk
kesehatan konsumen. Kalbe Farma kini menjadi pemimpin pasar dengan
produk-produk unggulan, seperti: Extra Joss, Promag, Fatigon Group,
Waisan, Entrostop, Komix, Woods, Neo Entrostop, Kalpanax, X-ion,
Mixadin, Mextril, Mixagrip, Neuralgin, Cerebrofit Group, Caxon, Chil Mil,
Milna, Prenagen, Diabetadol, dan lain-lain. Untuk bidang resep, selain
memiliki obat-obatan yang merupakan aliansi strategis dengan perusahaan
multinaisional. Kalbe Farma juga memiliki obat generik bagi masyarakat
luas. Sedangkan dibidang distribusi dan pengemasan, Kalbe Farma
merupakan jaringan distribusi farmasi terbesar di Indonesia, dengan
memiliki pusat distribusi. Produk merek seperti Woods, Procold, Mixagrip,
dan Neuralgin telah berhasil menempatkan dirinya di antara pemimpin pasar
di Malaysia, Singapura, Kamboja, dan Myanmar; serta menyelaraskan
dengan visi & misi perusahaan dalam "Meningkatkan Kesehatan untuk
Kehidupan yang Lebih Baik". Kalbe Farma berkomitmen untuk terus
meningkatkan jumlah produk di pasar saat ini dan terus menciptakan produk
yang inovatif & berkualitas.
4.2 Demografi Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 190 orang, merupakan
mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor dari berbagai fakultas dan angkatan.
Usia contoh dalam penelitian ini tidak ditentukan, tetapi yang dianggap
47
sudah dapat membuat keputusan dalam pembelian. Responden dalam
penelitian ini merupakan konsumen obat flu Mixagrip.
4.2.1 Usia dan Jenis Kelamin
Usia responden penelitian ini 1824 tahun dengan rata-rata usia 20
tahun. Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa usia responden didominasi
oleh kelompok yang berusia 20 tahun, sebesar 53%. Tempat kedua pada
kelompok yang berusia 21 tahun, yaitu sebesar 29%. Sedangkan sisannya
kelompok yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 21 tahun
masing-masing sebesar 14% dan 4%. Hal ini terjadi karena studi kasus
dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 IPB. Komposisi sebaran usia ini
dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah.
Gambar 9 menunjukan bahwa dalam penelitian ini memiliki kelompok
responden yang spesifik, dengan mayoritas rentang umur 2021 tahun.
Kelompok umur ini sudah dapat digolongkan dalam generasi Y dewasa atau
twixter (1928 tahun). Generasi Y dicirikan oleh rasa kemandirian dan
otonomi yang kuat, mereka adalah generasi inovatif dan suka
mengekspresikan diri mereka secara emosional dan intelektual (Quester et
al. 2007). Kelompok ini cenderung mengikuti apa yang sedang trend di
masyarakat. Bagi mereka, nama-nama merek itu penting meskipun mereka
tidak setia kepada merek.
Gambar 9. Sebaran responden berdasarkan usia
14%
53%
29%
4%
<20 Tahun
20 Tahun
21 Tahun
>21 Tahun
Usia:
48
Berdasarkan hasil pengambilan contoh dari 190 orang responden,
dapat diketahui bahwa yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31%
sedangkan sisanya 69% berjenis kelamin perempuan. Perbandingan
komposisi jenis kelamin ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Terkait dengan jenis kelamin ini, Sumarwan (2004) menyatakan
bahwa perempuan menguasai pengambilan keputusan, salah satunya
pengeluaran uang. Dalam keluarga, istri memegang peranan dalam
mengatur belanja rumah tangga.
4.2.2 Fakultas dan Angkatan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, dapat diketahui juga bahwa
fakultas responden yang terbanyak adalah Fakultas Ekonomi dan
Menejemen (FEM) yaitu sebanyak 39%. Responden dari Fakultas Ekologi
Manusia (FEMA) sebanyak 20%, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) sebanyak 20%, Fakultas Pertanian sebanyak
6%, Fakultas Perikanan sebanyak 5%, Fakultas Peternakan sebanyak 4%;
sisanya 3%, 2%, dan 1% yaitu responden dari Fakultas Teknologi Pertanian
(FATETA), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), dan Fakultas Kehutanan.
Untuk lebih jelasnya, komposisi perbandingan fakultas ini dapat dilihat pada
Gambar11 dibawah.
Gambar 10. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin
69%
31%
Wanita Pria
Jenis Kelamin:
49
Kesenjangan fakultas ini terjadi karena metode pengambilan sampel
dalam penelitian adalah convenience sampling. Sehingga, terjadi
kecenderungan penulis untuk menarik responden dari orang-orang terdekat.
Selain itu, faktor lokasi dan waktu pengambilan contoh juga mempengaruhi
sebaran responden.
Dalam penelitian ini, responden didominasi oleh angkatan 47 sebesar
71%. Terbesar kedua yaitu angkatan 46 sebanyak 16%, sedangkan sisanya
12% dan 1% adalah dari angkatan 48 dan 45. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 12.
Sebaran ini terjadi karena mayoritas responden yang terlibat adalah
mahasiswa yang masih aktif kuliah di S1 Institut Pertanian Bogor.
Gambar 11. Sebaran responden berdasarkan fakultas
20%
6%
39%
20%
5% 4%
2% 3% 1%
FMIPA
FAPERTA
FEM
FEMA
FPIK
FAPET
FKH
FATETA
FAHUTAN
Jurusan:
Gambar 12. Sebaran responden berdasarkan angkatan masuk IPB
1% 16%
71%
12%
45
46
47
48
Angkatan:
50
4.2.3 Sumber dan Jumlah Uang Saku
Berdasarkan Gambar 13, diketahui bahwa mayoritas sumber uang
saku responden ini berasal dari orang tua, yaitu sebesar 87%. Sebanyak 9%
pendapatan responden dari beasiswa yang didapatkan. Sisanya, didapatkan
dari pendapatan sendiri dan wali yaitu sebesar 3% dan 1%.
Orang tua merupakan sumber pendapatan mahasiswa yang paling
utama, digunakan untuk biaya kuliah, makan, transportasi, dan biaya untuk
berobat.
Dari hasil pengambilan contoh jumlah uang saku, menunjukan bahwa
lebih dari separuh responden 58% memiliki jumlah uang saku
500.0011.000.000. Kedua terbesar 14% adalah responden dengan uang
saku 1.000.0011.500.000 dan pada urutan ketiga 12% ialah responden
beruang saku >2.000.000. Sisanya mahasiswa yang memiliki uang saku
1.500.0012.000.000 dan <500.000 masing-masing sebesar 11% dan 5%,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Sebaran responden berdasarkan jumlah uang saku
5%
58% 14%
11% 12%
<500.000
500.001 - 1.000.000
1.000.001 - 1.500.000
1.500.001 - 2.000.000
> 2.000.000
Jumlah Uang Saku:
Gambar 13. Sebaran responden berdasarkan sumber uang saku
87%
1% 9% 3%
Orang tua
Wali
Beasiswa
Pendapatan sendiri
Sumber Uang Saku:
51
4.3 Perilaku Konsumsi
Perilaku konsumsi dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan
alasan responden mengkonsumsi obat flu Mixagrip, kesediaan responden
membeli obat flu merek lain jika produk yang biasa mereka konsumsi tidak
tersedia, alasan yang memotivasi responden beralih merek, intensitas
responden beralih ke merek lain, dan pilihan obat flu responden jika mereka
beralih merek.
4.3.1 Alasan Responden Mengkonsumsi Obat Flu Mixagrip
Dapat terlihat pada Gambar 15 bahwa 43% responden mengkonsumsi
Mixagrip karena produknya mudah diperoleh. Pada posisi berikutnya,
masing-masing 16% responden mengkonsumsi karena efektif
menghilangkan flu dan alasan lainnya. Sedangkan alasan mengkonsumsi
karena harganya murah, sebesar 14%. Kemudian, sebesar 6% dan 3%
mengkonsumsi karena termotivasi oleh orang lain dan sudah menjadi
kebiasaan. Alasan kemasan menarik dan citra produk sesuai diri saya sendiri
menempati posisi persentase terkecil, yaitu masing-masing sebesar 1%.
Gambar 15. Persentse alasan responden mengkonsumsi Mixagrip
43%
16%
14%
1%
6%
3%
1% 16% Produknya mudah diperoleh Efektif menghilangkan flu Harganya murah
Kemasan menarik
Termotivasi oleh orang lain Sudah menjadi kebiasaan Citra produk sesuai diri saya Lainnya
Alasan Responden:
52
Berdasarkan Gambar 15 dapat disimpulkan bahwa peran distribusi
produk sangatlah penting, karena alasan produk yang mudah diperoleh
menempati persentase terbesar. Selain itu kinerja dan harga produk juga
perlu diperhatikan, terlihat pada jawaban responden yang menempati
persentase terbesar kedua dan ketiga. Hasil ini dapat dikorelasikan langsung
pada strategi bauran pemasaran yang terdiri atas empat variabel inti, yaitu:
produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan saluran distribusi (Swastha
1997).
4.3.2 Kesediaan Responden Membeli Obat Flu Merek Lain
Pada Gambar 16 menunjukkan 84% responden bersedia membeli
merek obat flu yang lain, jika merek yang sering mereka konsumsi tidak
tersedia. Sedangkan hanya sebesar 16% responden yang tidak bersedia
membeli merek obat flu yang lain.
Jawaban ini mendukung Gambar 15 di atas perihal pentingnya
distribusi produk, karena konsumen target memiliki kepentingan untuk
dapat dengan mudah serta nyaman memperoleh produk tersebut dimanapun
dan kapanpun mereka membutuhkannya.
Selain itu, dari Gambar 16 dapat disimpulkan bahwa mayoritas
responden tergolong dalam tingkatan satisfied buyer pada piramida loyalitas
merek. Golongan ini merupakan konsumen yang merasa puas dengan suatu
merek, namun keputusannya didasarkan pada perhitungan untung rugi atau
switching cost.
Gambar 16. Persentase kesediaan responden membeli merek lain
84%
16%
Ya, bersedia membeli merek obat flu yang lain
Tidak, bersedia membeli merek obat flu yang lain
Kesediaan Membeli Merek Lain:
53
4.3.3 Alasan yang Memotivasi Responden Untuk Beralih Merek
Dapat diketahui bahwa hampir setengah dari seluruh responden
terdorong untuk berganti merek dengan alasan ketersediaan produk, yaitu
sebesar 49%. Alasan merek lain lebih efektif sebanyak 14%, diikuti dengan
alasan coba-coba 13%. Alasan mutunya menurun dan alasan lainnya
masing-masing sebesar 7%. Sedangkan alasan merek lain lebih terkenal
hanya 6%. Pada jumlah yang paling sedikit adalah alasan kenaikan harga
3% dan alasan kemasan merek lain lebih menarik 1%. Komposisi
perbandingan alasan responden untuk beralih merek ini dapat dilihat pada
Gambar 17.
Pada Gambar 17 menjabarkan aspek-aspek yang perlu diperhatikan
agar menjaga loyalitas konsumen. Selain pentingnya faktor distribusi agar
produk selalu tersedia, perusahaan juga perlu memperhatikan faktor kualitas
produk terutama efektifitasnya mengatasi sakit flu sehingga dapat
memenuhi keinginan/ kebutuhan konsumen.
4.3.4 Intensitas Responden Beralih Ke Merek Lain
Berdasarkan hasil penelitian, pada Gambar 18 dapat diketahui bahwa
46% responden jarang beralih merek dan 38% kadang-kadang beralih merek.
Responden yang selalu dan sering beralih merek masing-masing sebesar 1%
dan 9%. Sedangkan responden yang tidak pernah beralih merek sebesar 6%.
Gambar 17. Persentase alasan responden untuk beralih merek
49%
7% 3%
13%
14%
1%
6% 7%
Ketersediaan produk
Mutunya menurun
Kenaikan harga
Coba-coba
Merek lain lebih efektif
Alasan Beralih Merek:
54
Perentase perbandingan intensitas responden beralih merek ini dapat dilihat
pada Gambar 18.
Maka, dapat dilihat bahwa terdapat sedikit sekali responden yang
tergolong dalam switcher dalam piramida loyalitas merek. Golongan ini
menempati tingkatan paling rendah, dimana mereka dapat diidentifikasi
melalui kebiasaannya yang sering berganti-ganti merek. Menurut Kotler
(2007), golongan ini sensitif terhadap harga dan adapula yang suka mencari
variasi.
4.3.5 Pilihan Obat Flu Responden Jika Mereka Beralih Merek
Pada Gambar 19, responden beralih ke merek Decolgen sebesar 33%.
Responden beralih ke merek lainnya sebesar 25%. Sedangkan, responden
beralih ke merek Neozep dan Ultraflu masing-masing sebesar 16% dan 11%.
Adapula responden yang tidak akan beralih merek yaitu sebesar 15%.
Gambar 18. Persentase intensitas responden beralih ke merek lain
6%
46% 38%
9% 1%
Tidak pernah, beralih merek Jarang, beralih merek
Kadang-kadang, beralih merek Sering, beralih merek
Intensitas Beralih Merek:
Gambar 19. Persentase pilihan obat flu responden jika mereka beralih
15%
33% 16%
11%
25%
Mixagrip
Decolgen
Neozep
Ultraflu
Lainnya
Pilihan Merek:
55
Dalam Gambar 19 ini menunjukkan bahwa pembelian yang dilakukan
responden karena manfaat fungsionalnya, yaitu menyembuhkan sakit.
Kebutuhan ini bersifat penting dan sulit ditunda, sehingga konsumen akan
dengan mudahnya beralih produk jika tidak tersedia. Menurut teori
kebutuhan Maslow, sakit tergolong dalam kebutuhan dasar manusia/
fisiologis yang menempati posisi paling rendah dalam model hierarki
kebutuhan. Manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat rendahnya
terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan lainnya yang lebih tinggi
(Sumarwan 2004).
4.4 Persepsi Responden terhadap Dimensi-dimensi Ekuitas Merek
Persepsi dalam penelitian ini dideskripsikan berdasarkan jawaban
responden terhadap pernyataan-pernyataan yang mencerminkan dimensi-
dimensi ekuitas merek serta ekuitas merek secara keseluruhan. Dimensi
ekuitas merek yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan konsep
dimensi ekuitas merek dari Aaker (1997) yang hanya menggunakan tiga
dimensi, yaitu kesadaran merek, kesan kualitas, dan kesetiaan merek.
Responden diminta untuk merespon pernyataan-pernyataan tersebut dengan
memilih salah satu jawaban, yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, netral,
setuju, dan sangat setuju.
4.4.1 Kesadaran Merek
Kesadaran merek menurut Rahmawati (2002) adalah suatu
penerimaan dari pelanggan terhadap suatu merek dalam benaknya yang
mana ditunjukkan dari kemampuan pelanggan dalam mengingat dan
mengenali kembali suatu merek serta mengaitkannya ke dalam kategori
tertentu. Kesadaran merek berada pada rentang antara perasaan yang tidak
pasti terhadap pengenalan suatu merek sampai dengan perasaan yakin akan
produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang
bersangkutan.
Pada pernyataan X1 kesadaran puncak pikiran (top of mind) yaitu
“Mixagrip adalah merek yang pertama kali muncul dalam ingatan saya
56
ketika diminta menyebutkan merek obat flu yang dijual bebas”, sebanyak
44,2% responden menyatakan tidak setuju, sebanyak 32,6% mengatakan
netral, dan sebanyak 16,3% menyatakan setuju. Responden yang
menyatakan sangat tidak setuju hanya mencapai persentase sebesar 4,7%.
Pada pernyataan X2 kesadaran puncak pikiran (top of mind) yaitu “Iklan
Mixagrip adalah yang paling sering saya lihat”, sebanyak 37,4% responden
menyatakan setuju, sebanyak 29,5% mengatakan tidak setuju, dan sebanyak
24,7% menyatakan netral. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju
hanya mencapai persentase 3,2%. Pada pernyataan X3 pengingatan kembali
merek (brand recall) yaitu “Merek obat flu yang dijual bebas lainnya
kurang terkenal dibandingkan dengan Mixagrip”, sebanyak 56,3%
responden menyatakan tidak setuju, sebanyak 30% mengatakan netral, dan
sebanyak 7,9% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat
tidak setuju hanya sebesar 4,2%. Pada pernyataan X4 pengenalan merek
(brand recognition) yaitu “Saya hanya mengingat merek Mixagrip,
sedangkan merek obat lainnya kurang diingat”, sebanyak 64,2% responden
menyatakan tidak setuju, sebanyak 19,5% mengatakan netral, dan sebanyak
8,4% menyatakan sangat tidak setuju. Responden yang menyatakan setuju
hanya sebesar 5,8%. Untuk lebih singkatnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sebaran responden berdasarkan kesadaran merek Mixagrip
Pernyataan Persentase Jawaban (%)
STS TS N S SS
Mixagrip adalah merek yang
pertama kali muncul dalam ingatan
saya ketika diminta menyebutkan
merek obat flu yang dijual bebas
4.7 44.2 32.6 16.3 2.1
Iklan Mixagrip adalah yang paling
sering saya lihat 3.2 29.5 24.7 37.4 5.3
Merek obat flu yang dijual bebas
lainnya kurang terkenal
dibandingkan dengan Mixagrip
4.2 56.3 30.0 7.9 1.6
Saya hanya mengingat merek
Mixagrip, sedangkan merek obat
lainya kurang diingat
8.4 64.2 19.5 5.8 2.1
57
Secara keseluruhan dapat dikatakan persepsi kesadaran merek
responden terhadap Mixagrip kurang baik, dikarenakan banyaknya jawaban
tidak setuju. Namun, pada variabel X2 banyak responden setuju bahwa
mereka sering melihat iklan Mixagrip. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
contoh cukup mengenal produk Mixagrip dan sadar akan keberadaan produk
tersebut di pasaran. Konsumen cenderung membeli merek yang sudah
dikenal karena mereka merasa aman dengan sesuatu yang sudah dikenal.
4.4.2 Kesan Kualitas Merek
Suatu merek produk akan membentuk kesan kualitas dari suatu
produk di mata konsumen. Kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu
produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh
pelanggan (Muafi 2001).
Pada pernyataan X5 intensitas konsumsi (brand used most often) yaitu
“Mixagrip adalah merek obat flu yang sering saya minum”, sebanyak 53,7%
responden menyatakan tidak setuju, sebanyak 20,5% mengatakan sangat
tidak setuju, dan sebanyak 15,8% menyatakan netral. Responden yang
menyatakan setuju hanya sebesar 8,4%. Pada pernyataan X6 persepsi
kualitas terbaik (best percived quality) yaitu “Mixagrip adalah merek obat
flu yang paling berkualitas”, sebanyak 62,1% responden menyatakan netral,
sebanyak 25,8% mengatakan tidak setuju, dan sebanyak 10% menyatakan
setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju hanya sebanyak
1,6%. Untuk lebih ringkasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran responden berdasarkan persepsi kesan kualitas Mixagrip
Pernyataan Persentase Jawaban (%)
STS TS N S SS
Mixagrip adalah merek obat flu yang
sering saya minum 20.5 53.7 15.8 8.4 1.6
Mixagrip adalah merek obat flu yang
paling berkualitas 1.6 25.8 62.1 10.0 .5
58
Secara keseluruhan kesan kualitas Mixagrip dapat dikatakan tidak
baik, karena mayoritas responden menyatakan tidak setuju. Kesan kualitas
akan mempengaruhi keputusan pembelian, karena jika produk tersebut dapat
memenuhi harapan konsumen, tentu konsumen akan melakukan pembelian
ulang dikemudian hari.
4.4.3 Loyalitas Merek
Oliver (1999) mendefinisikan loyalitas merek atau disebut juga
kesetiaan merek sebagai komitmen mendalam yang dipegang untuk
membeli kembali dan berlangganan produk atau layanan yang dipilih secara
konsisten di masa mendatang. Pelanggan yang sudah setia terhadap suatu
merek tidak akan mudah berpindah ke merek lain meskipun ada perubahan
harga. Kesetiaan merek dapat juga dilihat dari kepuasan pelanggan yang
tercipta oleh akumulasi pengalamannya terhadap merek tersebut Aaker
(1997).
Pada pernyataan X7 pembeli yang komit (comited buyer) yaitu “Saya
selalu menyarankan teman/ saudara untuk membeli Mixagrip”, sebanyak
43,7% responden menyatakan netral, sebanyak 42,1% mengatakan tidak
setuju, dan sebanyak 7,9% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan
sangat tidak setuju hanya sebanyak 5,8%. Pada pernyataan X8 pembeli yang
bersifat kebiasaan (habitual buyer) yaitu “Saya membeli Mixagrip berulang
kali karena mutunya yang baik, bukan karena kebiasaan”, sebanyak 44,2%
responden menyatakan netral, sebanyak 28,9% mengatakan tidak setuju, dan
sebanyak 23,2% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat
tidak setuju hanya sebanyak 3,2%. Pada pernyataan X9 pembeli yang akan
membeli lagi (repeat buyer) yaitu “Saya membeli Mixagrip berulang kali
karena mutunya, bukan karena merek tersebut tersedia di warung”,
sebanyak 41,1% responden menyatakan netral, sebanyak 36,8% mengatakan
tidak setuju, dan sebanyak 16,3% menyatakan setuju. Responden yang
menyatakan sangat tidak setuju hanya sebanyak 5,3%. Persentase persepsi
responden terhadap dimensi loyalitas merek ini tersaji pada Tabel 7.
59
Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa loyalitas merek untuk
Mixagrip dapat dikatakan tidak baik, dikarenakan jawaban responden
mayoritas pada tidak setuju. Loyalitas menggambarkan kesetiaan dan
kedekatan konsumen kepada merek. Konsumen yang loyal adalah
konsumen yang memiliki persepsi baik dan ia selalu setia membeli dan
menggunakan merek tersebut.
4.4.4 Ekuitas Merek
Ekuitas merek dapat memberikan nilai tersendiri di mata konsumen,
nilai yang dikandungnya dapat membantu konsumen dalam memproses dan
menyimpan informasi yang terkait dengan merek dari suatu produk. Untuk
mengetahui persepsi responden pada merek Mixagrip, digunakan indikator
Y1 untuk mengetahui merek yang terbaik. Besarnya persentase terlampir
pada Tabel 8.
Pada pernyataan Y1 merek yang terbaik (best brand) yaitu “Mixagrip
adalah merek obat flu yang terbaik”, sebanyak 63,2% responden
menyatakan netral, sebanyak 27,4% mengatakan tidak setuju, dan sebanyak
6,8% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju
hanya sebesar 2,1%.
Tabel 7. Sebaran responden berdasarkan persepsi loyalitas merek Mixagrip
Pernyataan Persentase Jawaban (%)
STS TS N S SS
Saya selalu menyarankan teman/ saudara
untuk membeli Mixagrip 5.8 42.1 43.7 7.9 .5
Saya membeli Mixagrip berulang kali karena
mutunya yang baik, bukan karena kebiasaan 3.2 28.9 44.2 23.2 .5
Saya membeli Mixagrip berulang kali karena
mutunya, bukan karena merek itu yang
tersedia diwarung
5.3 36.8 41.1 16.3 .5
Tabel 8. Sebaran persepsi ekuitas merek keseluruhan responden
Pernyataan Persentase Jawaban (%)
STS TS N S SS
Mixagrip adalah merek obat flu yang
terbaik 2.1 27.4 63.2 6.8 .5
60
4.5 Persamaan Struktural Pengaruh Dimensi Ekuitas Merek terhadap
Ekuitas Merek Mixagrip
Setelah itu dilakukan estimasi parameter dengan menggunakan data
mengenai indikator-indikator laten eksogen. Estimasi parameter ini diolah
dengan analisis Structural Equation Modelling (SEM). Metode yang
digunakan adalah alternatif berbasis variance atau Component Based SEM,
dapat juga disebut Partial Least Square (PLS) dari software SmartPLS versi
2.0. Dari SmartPLS tersebut, diperoleh nilai estimasi parameter atau
koefisien lintas pada Gambar 20 dan statistik ujinya (T-Hitung) pada
Gambar 21. Untuk perhitungan Quality Criteria yang digunakan agar
memperoleh koefisien lintas disajikan pada Lampiran 2.
Gambar 20. Estimasi loading factor model struktural penelitian
61
Analisis SEM menunjukkan bahwa model persamaan struktural ini
teridentifikasi sebagai model yang sudah dapat diterima (fit), karena
memiliki nilai Average Variance Extracted (AVE) lebih besar dari 0,5 dan
Composite Reliability lebih besar dari 0,6. Indeks Goodness-of-fit dari
model struktural selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Indeks Goodness-of-fit model teori
Variabel Laten Eksogen
AVE Com-posite
Reliability
R Square
Cron-bachs Alpha
Commu-nality
Redun-dancy
Kesadaran Merek
0,5125 0,8055
0,6825 0,5125
Kesan Kualitas Merek
0,6615 0,7949
0,5014 0,6615
Loyalitas Merek
0,6555 0,8505
0,7355 0,6555
Ekuitas Merek
1 1 0,3451 1 1 0,0672
Gambar 21. Uji signifikansi (T-Hitung) model struktural penelitian
62
Dari hasil statistik Goodness-of-fit dapat diambil kesimpulan bahwa
model struktural yang dianalisis sebagian besar dapat diterima karena
menunjukkan hasil kriteria kesesuaian yang baik. Selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran. Uji signifikansi (T-Hitung) dilakukan untuk lebih
meyakinkan kesesuaian model, yaitu apakah model tersebut telah mampu
menggambarkan proses pembentukkan ekuitas merek Mixagrip atau belum
berdasarkan data empiris yang diperoleh. Uji signifikansi juga dilakukan
untuk memeriksa validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan dalam
pengukuran ekuitas merek.
4.6 Hubungan antara Ekuitas Merek dengan Indikatornya
Model struktural ini dibangun dengan tiga buah variabel laten
endogen yang menggambarkan dimensi-dimensi ekuitas merek yaitu
kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek terhadap
ekuitas merek Mixagrip secara keseluruhan. Masing-masing variabel laten
tersebut diukur dengan menggunakan sejumlah variabel indikator X1, X2,
X3, dan X4 untuk mengukur varibel kesadaran merek, variabel indikator X5
dan X6 untuk mengukur variabel kesan kualitas merek, dan variabel
indikator X7, X8, dan X9 untuk mengukur variabel loyalitas merek. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Faktor muatan dan nilai-t pada hubungan ekuitas merek
Indikator Loading Factor T-Hitung Keterangan
Kesadaran Merek
X1 0,65 8,933 VALID
X2 0,597 6,976 VALID
X3 0,801 15,999 VALID
X4 0,794 15,424 VALID
Kesan Kualitas Merek
X5 0,734 12,204 VALID
X6 0,886 25,306 VALID
Loyalitas Merek
X7 0,742 17,126 VALID
X8 0,841 21,094 VALID
X9 0,842 29,874 VALID
63
Untuk mengetahui indikator-indikator mana yang membentuk paling
kuat pada dimensi-dimensi ekuitas merek terhadap ekuitas merek Mixagrip,
dapat dilihat pada Tabel 10 di atas. Tabel tersebut menunjukkan seberapa
besar indikator-indikator dimensi ekuitas merek dalam membentuk peubah
laten endogen mediasi maupun peubah laten akhir yang dilihat dari nilai
koefisiennya atau nilai faktor muatannya.
4.6.1 Hubungan Dimensi Kesadaran Merek dengan Indikatornya
Variabel dimensi kesadaran merek diukur oleh empat indikator,
yaitu X1 (Mixagrip adalah merek yang pertama kali muncul dalam ingatan),
X2 (Iklan Mixagrip paling sering dilihat), X3 (Merek obat flu lainnya
kurang terkenal), dan X4 (Hanya mengingat merek Mixagrip). Pada Tabel
4.6 di atas menunjukkan bahwa variabel indikator X3 mempunyai
kontribusi yang tertinggi dalam membentuk dimensi kesadaran merek
dengan faktor muatan sebesar 0,801 satuan, kontribusi terbesar kedua ada
pada variabel X4 dengan kesadaran merek memberikan kontribusi sebesar
0,794 satuan. Kontribusi terbesar ketiga ada pada variabel X1 dengan
kontribusi sebesar 0,650 satuan dan pada posisi terkecil ada pada variabel
X2 dengan kesadaran merek memberikan kontribusi sebesar 0,597 satuan.
Dilihat dari besarnya pengaruh kesadaran merek terhadap ekuitas merek
yang sebesar 0,101 satuan dan uji t sebesar 1,485 maka memberikan
kesimpulan tidak signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dapat membedakan
Mixagrip dengan merek lainnya dengan nilai faktor muatan terbesar. Pada
piramida tingkatan kesadaran merek yang dibuat oleh Aaker (1997), dapat
disimpulkan bahwa responden termasuk kedalam kategori pengingatan
kembali merek (Brand Recall) yaitu produk yang dapat disebutkan atau
diingat konsumen tanpa harus dilakukan pengingatan kembali, diistilahkan
pengingatan kembali tanpa bantuan (Unaided Recall). Responden secara
cepat dapat mengenali dan mengingat Mixagrip sebagai obat flu yang dijual
bebas.
64
4.6.2 Hubungan Dimensi Kesan Kualitas Merek dengan Indikatornya
Dimensi kesan kualitas dalam penelitian ini diukur oleh dua indikator,
yaitu X5 (Mixagrip sering saya minum) dan X6 (Mixagrip adalah merek
yang paling berkualitas). Berdasarkan nilai faktor muatan yang dihasilkan
dari estimasi SmartPLS seperti pada Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa
variabel indikator X6 mempunyai kontribusi yang tertinggi dalam
membentuk dimensi kesan kualitas dengan nilai faktor muatan sebesar
0,886 satuan, dan untuk kontribusi terbesar selanjutnya ada pada variabel
X5 dengan kesan kualitas merek memberkan kontribusi sebesar 0,734
satuan. Dilihat dari besarnya pengaruh kesan kualitas merek terhadap
ekuitas merek sebesar 0,282 satuan dan besarnya uji t 2,905 memiliki
kesimpulan signifikan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Durianto et al. (2004)
yang menyatakan bahwa kesan kualitas harus diikuti dengan peningkatan
yang nyata dari produknya. Kualitas yang tinggi akan membuat konsumen
merasa puas dan berperan dalam keputusan konsumen dalam pembelian
berikutnya.
4.6.3 Hubungan Dimensi Loyalitas Merek dengan Indikatornya
Dimensi loyalitas merek diukur oleh tiga indikator yaitu X7 (Selalu
menyarankan membeli Mixagrip), X8 (Membeli karena mutu, bukan
kebiasaan), X9 (Membeli karena mutu, bukan karena tersedia). Berdasarkan
nilai faktor muatan yang dihasilkan dari estimasi SmartPLS yang dapat
dilihat pada Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa variabel indikator X9
mempunyai kontribusi tertinggi dalam membentuk dimensi loyalitas merek
dengan faktor muatan 0,842 satuan. Kontribusi terbesar kedua ada pada
variabel X8 dengan loyalitas merek memberikan kontribusi sebesar 0,841
satuan dan pada posisi terkecil ada pada variabel X7 dengan loyalitas merek
memberikan kontribusi sebesar 0,742 satuan. Dilihat dari besarnya pengaruh
loyalitas merek terhadap ekuitas merek sebesar 0,302 satuan, dan uji t
sebesar 3,902 maka memiliki kesimpulan signifikan.
65
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dimensi loyalitas merek paling
besar dibentuk oleh indikator X9, hal ini menunjukkan bahwa konsumen
cukup loyal dengan Mixagrip karena melakukan pembelian berulang karena
mutu yang dimiliki produk tersebut, bukan karena produk tersebut tersedia.
Chauduri (2001) menyatakan bahwa pelanggan yang loyal pada suatu merek
akan mengarah pada pembelian yang berkelanjutan dan bahkan mau
membayar lebih karena mereka memperoleh nilai unik yang tidak
ditemukan pada merek lain.
4.7 Hubungan antara Ekuitas Merek dengan Dimensi Ekuitas Merek
Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa kesadaran merek,
kesan kualitas merek, dan loyalitas merek adalah dimensi yang signifikan
dari ekuitas merek. Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa ekuitas merek
dipengaruhi dimensi kesadaran merek sebesar 0,101, dimensi kesan kualitas
merek sebesar 0,282, dan dimensi loyalitas merek sebesar 0,302. Setelah di
uji-t parameter untuk koefisien lintas peubah laten mediasi endogen kesan
kualitas merek dan loyalitas merek memiliki nilai T-hitung lebih besar dari
1,96 yang berarti nyata pada tingkat signifikan lima persen, sedangkan
koefisien lintas peubah laten mediasi endogen kesadaran merek memiliki
nilai T-hitung yang kurang dari T-tabel, yang berarti dimensi ekuitas merek
tersebut tidak berpengaruh secara nyata terhadap pembentukan ekuitas
merek Mixagrip. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.
Ekuitas merek secara keseluruhan terkait secara positif dengan semua
dimensi ekuitas merek yang artinya semakin tinggi kesadaran merek, kesan
kualitas merek, dan loyalitas merek akan meningkatkan pula ekuitas merek
Mixagrip sebagai obat flu yang dijual bebas sebesar nilai faktor muatannya.
Sedangkan untuk kesadaran merek tidak mempengaruhi ekuitas merek
Tabel 11. Faktor muatan dan nilai-t dimensi ekuitas merek
Dimensi Ekuitas Merek Faktor Muatan Nilai-t
Kesadaran Merek 0,101 1,485
Kesan Kualitas Merek 0,282 2,905
Loyalitas Merek 0,302 3.902
66
Mixagrip karena nilai koefisien lintasnya kurang dari T-tabel yaitu 1,485
atau dapat dikatakan memiliki pengaruh atau kontribusi yang kecil.
4.8 Ekuitas Merek Secara Keseluruhan
Ekuitas merek Mixagrip secara keseluruhan dibentuk oleh variabel
indikator X6 (Mixagrip adalah merek obat flu yang paling berkualitas) yang
memiliki kontribusi tertinggi dalam pembentukan dimensi ekuitas merek.
Hal ini membuktikan bahwa meskipun responden mayoritas tidak setuju
bahwa mereka hanya mengingat merek Mixagrip, sedangkan merek obat flu
lainnya kurang diingat yang dapat dilihat pada Tabel 5 di atas tentang
kesadaran merek yaitu indikator X4. Hal ini mengindikasikan bahwa
meskipun responden tidak menempatkan merek Mixagrip sebagai kesadaran
puncak mereka, namun responden memiliki persepsi bahwa Mixagrip
adalah merek obat flu yang paling berkualitas.
Secara struktural, pembentukan ekuitas merek Mixagrip dapat
dianalisis berdasarkan hasil SEM yang telah dilakukan. Pada kasus ini,
ekuitas merek Mixagrip secara positif dan signifikan dikontribusikan oleh
dimensi kesan kualitas merek dan loyalitas merek. Dimensi loyalitas merek
memiliki nilai faktor muatan yang lebih besar dibanding dimensi kesan
kualitas merek, yaitu 0,302 untuk loyalitas merek dan 0,282 untuk kesan
kualitas merek.
Durianto et al. (2004) menyatakan bahwa persepsi terhadap kualitas
keseluruhan dari suatu produk atau jasa tersebut akan berpengaruh secara
langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka
terhadap merek. Lebih lanjut, Aaker (1997) mengemukakan bahwa merek
yang memiliki persepsi kualitas yang tinggi akan memberikan nilai bagi
merek tersebut diantaranya yaitu alasan untuk membeli, diferensiasi atau
posisi, harga premium, perluasan saluran distribusi, dan perluasan merek.
Menurut Sumarwan (2004), loyalitas sangat terkait dengan kepuasan
pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan akan dapat mempengaruhi derajat
loyalitasnya. Loyalitas akan berdampak pada komitmen pelanggan terhadap
suatu produk karena adanya kedekatan emosional dan psikologis.
67
Berdasarkan nilai faktor muatan terkecil yaitu 0,101 dengan nilai-t
sebesar 1,485 terlihat bahwa ekuitas merek Mixagrip secara tidak signifikan
dipengaruhi oleh dimensi kesadaran merek, walaupun pada beberapa kasus
diketahui bahwa ekuitas merek dipengaruhi oleh kesadaran merek, tetapi
untuk kasus Mixagrip ini, dimensi kesadaran merek ternyata tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan ekuitas merek.
4.9 Implikasi Manajerial
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi kesan kualitas merek
dan loyalitas merek memberikan kontribusi yang besar terhadap
pembentukan ekuitas merek Mixagrip dengan faktor muatan sebesar 0,282
dan 0,302, sedangkan nilai-t masing-masing sebesar 2,905 dan 3,902. Hal
ini menunjukkan bahwa Mixagrip telah mampu menciptakan kesan dan
loyalitas konsumen yang berdampak pada ekuitas merek. Oleh karena itu,
PT. Kalbe Farma,Tbk sebagai produsen obat-obatan perlu melakukan usaha-
usaha yang dapat berguna untuk membentuk loyalitas dan persepsi positif
konsumen terhadap merek.
Menurut hasil penelitian, dimensi kesan kualitas merek Mixagrip
menempati posisi kedua terbesar dalam kontribusinya membangun ekuitas
merek Mixagrip. Berdasarkan Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa kesan
kualitas Mixagrip dapat dikatakan tidak baik, dimana masih ada ruang untuk
peningkatan kesan kualitas merek Mixagrip. Aaker (1997) menjelaskan
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun persepsi kualitas,
yaitu: komitmen terhadap kualitas dengan memelihara secara terus-menerus,
budaya kualitas perusahaan yang tercermin pada norma perilaku serta nilai-
nilainya, standar kualitas yang berdasarkan informasi dan masukan dari
pelanggan, sasaran kualitas yang jelas dan terperinci, dan keterlibatan
karyawan untuk berinisiatif dalam mencari solusi masalah yang dihadapi.
Menurut Aaker (1997) persepsi kualitas merupakan persepsi
konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau
jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan konsumen.
Terdapat lima keuntungan dari kesan kualitas ini, yaitu: alasan untuk
68
membeli, diferensiasi, harga optimum, minat alasan untuk membeli, dan
perluasan merek.
Berdasarkan hasil penelitian, dimensi loyalitas merek memberikan
pengaruh terbesar dalam membentuk ekuitas merek Mixagrip. Dapat dilihat
pada Tabel 7 di atas bahwa persepsi loyalitas merek pada Mixagrip dapat
dikatakan tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi loyalitas merek
perlu menjadi fokus utama oleh perusahaan. Aaker (1997) mengemukakan
beberapa cara yang harus dilakukan terkait dengan loyalitas merek, yaitu:
memperlakukan pelanggan dengan baik, berhubungan dekat dengan
pelanggan, dan mengukur serta menjaga kepuasan pelanggan.
Menurut Sumarwan (2004), loyalitas sangat terkait dengan kepuasan
pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan akan dapat mempengaruhi derajat
loyalitasnya. Loyalitas didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk
melakukan pembelian ulang suatu produk dengan merek yang sama.
Loyalitas akan berdampak pada komitmen pelanggan terhadap suatu produk
karena adanya kedekatan emosional dan psikologis.
Dari hasil penelitian, dimensi kesadaran merek memiliki kontribusi
terkecil dalam pembentukan ekuitas merek Mixagrip (Tabel 11). Selain itu,
persepsi konsumen terhadap kesadaran merek ini dapat dikatakan kurang
baik (Tabel 5). Karenanya maka kesadaran merek Mixagrip ini tidak perlu
menjadi sorotan utama. Sebaiknya perusahaan fokus pada dimensi kesan
kualitas merek dan loyalitas merek yang merupakan dua dimensi paling
signifikan dalam pembentukan ekuitas merek Mixagrip. Selain itu,
pentingnya fokus pada dua dimensi ini dikarenakan persepsi responden yang
tidak baik terhadapnya.
Apabila perusahaan tetap ingin memperbaiki persepsi pada dimensi
kesadaran merek ini, maka perusahaan dapat mempertimbangkan untuk
memperluas media periklanan, tidak hanya pada media televisi atau cetak.
Beberapa ajuan untuk media periklanan, yaitu: iklan pada transportasi
massal, menjadi sponsor pada kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan target
konsumen, memberikan sampel gratis, promosi dengan mengadakan
kegiatan yang menarik positif, dan mengkampanyekan produk pada sosial
69
media seperti Facebook, Twitter, dan Instagram yang melibatkan tokoh atau
artis. Hasil analisis SEM ini telah dirangkum pada Tabel 12.
Sejalan dengan perkembangan dunia bisnis bauran pemasaran
semakin penting, yang meliputi: produk (product), harga (price), lokasi
(place), dan promosi (promotion). Deri keempat bauran tersebut dan
menggunakan pertimbangan hasil analisis deskriptif serta analisis SEM,
maka diusulkan masukan untuk pihak PT. Kalbe Farma, Tbk. Implementasi
manajerial secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 13.
Ditinjau dari aspek produk dalam bauran pemasaran, persepsi
responden terhadap kualitas produk Mixagrip cukup rendah. Hal ini
berdasarkan jawaban responden pada pernyataan X6 (Mixagrip adalah
merek obat flu paling berkualitas), dengan hasil 25,8% tidak setuju (Tabel
6). Jawaban ini diperkuat oleh hasil pernyataan X8 (Saya membeli Mixagrip
karena mutunya yang baik, bukan karena kebiasaan), dengan hasil 28,9%
tidak setuju (Tabel 7). Berdasarkan hasil analisis deskriptif apabila
responden beralih produk, mayoritas (32%) memilih merek Decolgen
Tabel 12. Ringkasan Hasil Analisis SEM
Hasil Implikasi Manajerial
Dimensi loyalitas merek memberikan pengaruh terbesar, dengan faktor muatan 0,302 dan nilai-t 3,902.
Perusahaan perlu fokus dalam peningkatan dimensi ini. Beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu: memperlakukan pelanggan dengan baik, berhubungan dekat dengan pelanggan, dan mengukur serta menjaga kepuasan pelanggan.
Dimensi kesan kualitas merek memberikan pengaruh terbesar kedua, dengan nilai faktor muatan 0,282 dan nilai-t 2,905.
Perusahaan perlu meningkatkan aspek dimensi ini. Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dimensi kesan kualitas merek, yaitu: komitmen terhadap kualitas dengan memelihara secara terus menerus, budaya kualitas perusahaan yang tercermin pada norma perilaku serta nilai-nilainya, standar kualitas yang berdasarkan informasi dan masukan dari pelanggan, sasaran kualitas yang jelas dan terperinci, dan keterlibatan karyawan untuk berinisiatif dalam mencari solusi masalah yang dihadapi.
Dimensi kesadaran merek memberikan pengaruh terkecil, dengan nilai faktor muatan 0,101 dan nilai-t 1,485.
Perusahaan tidak perlu fokus pada dimensi ini, karena tidak signifikan pada pembentukan ekuitas merek Mixagrip. Namun, apabila perusahaan ingin meningkatkan dimensi ini dapat mempertimbangkan untuk perluasan media periklanan. Tidak hanya media televisi dan cetak.
70
(Gambar 19). Implikasi manajerial yang diusulkan untuk pemasaran produk
Mixagrip adalah dengan mengkaji ulang konten informasi pada iklan
Mixagrip agar konsumen lebih sadar tentang kualitas produk ini serta
meningkatkan promosi baik pada media cetak, televisi, maupun sosial media.
Aspek harga merupakan bagian dari bauran pemasaran dimana terkait
dengan penetapan harga. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa harga
menjadi pertimbangan dalam pemilihan alternatif produk. Ketika konsumen
memilih harga sebagai kriteria pemilihan dari suatu produk, maka informasi
harga benar-benar sangat diperlukan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif
pada Gambar 14, mayoritas responden (58%) memiliki uang saku
Rp500.000Rp1.000.000. Oleh karenanya, implikasi manajerial yang
diusulkan adalah menjaga harga produk agar tetap terjangkau. Tantangan
yang terkait dengan aspek produk adalah, bagaimana meningkatkan kualitas
produk, tanpa menaikan harga produk.
Aspek lokasi dalam bauran pemasaran terkait dengan variabel
indikator X9 (Saya membeli Mixagrip berulang kali karena mutunya, bukan
karena merek itu yang tersedia di warung) yang menunjukkan hasil 36,8%
tidak setuju (Tabel 7). Dapat disimpulkan bahwa Mixagrip telah memiliki
keunggulan kompetitif dalam distribusi produk, responden dengan
mudahnya dapat memperoleh produk tersebut. Hal ini diperkuat oleh hasil
analisis deskriptif pada Gambar 15, dimana responden sebesar 43%
menyatakan bahwa alasan mereka mengkonsumsi Mixagrip karena
produknya mudah didapat. Implikasi manajerial yang diusulkan adalah
dengan mempertahankan rantai distribusi dan menjaga kerjasama yang baik
dengan pihak-pihak retail seperti mini market dan warung-warung.
Kerjasama ini dapat dijaga dengan program reward atau bonus dari
perusahaan. Aspek ini sangat perlu dijaga, karena berdasarkan hasil analisis
deskriptif pada Gambar 16 menunjukkan bahwa 85% responden
menyatakan bersedia beralih merek jika produk yang biasa dibeli tidak
tersedia. Selain itu, hasil analisis deskriptif juga menunjukkan bahwa 49%
responden menyatakan bahwa alasan mereka beralih merek yaitu karena
ketersediaan produk (Gambar 17).
71
Aspek promosi dalam bauran pemasaran terkait dengan variabel
indikator X1, X2, X3, dan X4 seputar kesadaran merek Mixagrip (Tabel 5).
Pada indikator X1 (Mixagrip adalah merek yang pertama kali muncul dalam
ingatan saya) menunjukkan 44,2% responden tidak setuju, X3 (Merek obat
flu lainnya kurang terkenal dibandingkan dengan Mixagrip) menunjukkan
56,3% responden tidak setuju, dan X4 (Saya hanya ingat merek obat flu
Mixagrip, sedangkan yang lainnya kurang diingat) menunjukkan 64,2%
responden tidak setuju. Hanya indikator X2 (Iklan Mixagrip adalah yang
paling sering saya lihat) menunjukkan 37,4% responden setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa kesadaran merek Mixagrip dalam persepsi responden
kurang baik, walaupun responden cukup mengenal produk Mixagrip dan
sadar akan keberadaan produk tersebut namun dapat disimpulkan bahwa
promosi yang telah dilakukan perusahaan kurang efektif sehingga produk
Mixagrip belum mencapai posisi top of mind.
Maka, implikasi manajerial yang diusulkan adalah dengan
meningkatkan intensitas iklan yang sudah ada dan memperluas media
periklanan seperti sponsorship pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan kesehatan, presentasi di sekolah, kampus, hingga komunitas
masyarakat, dan penyajian display yang menarik dan informatif pada
tempat-tempat dijualnya produk ini.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, sebaiknya segmentasi Mixagrip
mempertimbangkan karakteristik responden atas penghasilan dan tingkat
pengeluarannya. Untuk mendukung keberadaan Mixagrip banyak menyebar
dipasar-pasar eceran dibandingkan pedagang besar. Strategi targeting
sebagai masukan pihak menejemen dalam keberlanjutan perusahaan adalah
dengan menjual produk yang harganya terjangkau oleh konsumen menengah
kebawah dan diimbangi adanya promosi baik melalui media cetak, televisi,
maupun sosial media dengan tetap memperhatikan aspek biaya. Sebagai
implikasi manajerial pada strategi positioning, Mixagrip menjual produk
berkualitas serta harga yang terjangkau oleh target potensialnya. Produk
yang mudah didapatkan dengan manfaat efektif menyembuhkan flu. Untuk
lebih ringkasnya dapat dilihat pada Tabel 13.
72
Tabel 13. Ringkasan implementasi manajerial
Strategi Hasil Penelitian
Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Produk (product)
Pada pernyataan X6 dan X8 pada Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa jawaban terbanyak adalah tidak setuju terhadap kualiatas produk Mixagrip. Persepsi kualitas ini perlu ditingkatkan guna memberikan alasan membeli untuk konsumen dan diferensiasi/ posisi produk dengan merek lain. Implikasi manajerial yang diusulkan adalah dengan mengkaji ulang konten informasi pada iklan Mixagrip dan meningkatkan promosi baik pada media cetak televisi, maupun sosial media.
Harga (price)
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Gambar 14, mayoritas responden beruang saku Rp500.000-Rp1.000.000. Implikasi manajerial yang diusulkan adalah menjaga harga produk agar tetap terjangkau, namun kualitas produk perlu ditingkatkan.
Lokasi (place)
Pada pernyataan X9 pada Tabel 7 menunjukkan bahwa mayoritas responden mengkonsumsi Mixagrip karena merek tersebut tersedia di warung. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis deskriptif pada Gambar 15 dimana responden sebesar 43% menyatakan bahwa alasan mereka mengkonsumsi Mixagrip karena produknya mudah didapat. Keunggulan kompetitif pada aspkek distribusi ini perlu dijaga, karena pada analisis deskriptif Gambar 16 menunjukkan bahwa 85% responden bersedia beralih merek jika produk tersebut tidak tersedia. Implikasi manajerial yang diusulkan adalah dengan mempertahankan kerjasama yang baik dengan para pihak retail seperti mini market dan warung. Kerjasama ini dapat dijaga dengan program reward atau bonus dari pihak perusahaan.
Promosi (promotion)
Berdasarkan pernyataan X1, X3, dan X4 pada Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kesadaran merek responden terhadap Mixagrip kurang baik, dengan mayoritas jawaban tidak setuju pada setiap indikator. Walaupun responden cukup mengenal produk Mixagrip dan sadar terhadap keberadaan merek ini (Indikator X2, Tabel 5), namun dapat disimpulkan bahwa promosi yang telah dilakukan perusahaan kurang efektif sehingga merek ini belum mencapai posisi top of mind. Maka, implikasi manajerial yang diusulkan adalah dengan meningkatkan intensitas iklan serta memperluas media periklanan dengan sponsorship, presentasi, dan penyajian display yang menarik serta informatif pada tempat-tempat dijualnya produk ini.
Strategi Pemasaran Segmenting Berdasarkan hasil anailisis deskriptif, sebaiknya segmentasi
Mixagrip mempertimbangkan karakteristik responden atas penghasilan dan tingkat pengeluarannya.
Targeting Menjual produk dengan harga yang terjangkau oleh konsumen menengah kebawah dan diimbangi adanya promosi baik melalui media cetak, televisi, maupun sosial media dengan tetap memperhatikan aspek biaya.
Positioning Produk yang terjangkau dengan kualitas yang terbaik. Produk yang mudah didapatkan dengan manfaat efektif menyembuhkan flu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat diketahui bagaimana pola perilaku konsumsi
responden. Alasan responden mengkonsumsi obat flu Mixagrip, karena
produknya yang mudah didapat dan mayoritas menyatakan bersedia
membeli merek lain jika merek yang biasa mereka beli tidak tersedia.
Ekuitas merek pada penelitian ini dijabarkan dalam tiga dimensi,
yaitu: kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek.
Kotribusi terbesar kedua dipengaruhi oleh dimensi kesan kualitas. Dimensi
loyalitas merek memiliki kontribusi paling signifikan.
Secara keseluruhan, ekuitas merek Mixagrip dibentuk oleh variabel
indikator X6 yang menyatakan bahwa Mixagrip adalah merek obat flu yang
paling berkualitas. Namun, pada indikator X4 banyak contoh menyatakan
tidak setuju bahwa mereka hanya mengingat merek Mixagrip. Hal ini
mengindikasikan bahwa meskipun responden tidak menempatkan merek
Mixagrip pada kesadaran puncak, tapi responden memiliki persepsi bahwa
Mixagrip adalah obat flu paling berkualitas.
Implikasi manajerial yang disarankan adalah (1) pada unsur produk,
dengan mengkaji ulang konten informasi pada iklan Mixagrip dan
meningkatkan promosi. (2) unsur harga, dengan menjaga harga produk agar
tetap terjangkau namun kualitas produk perlu ditingkatkan. (3) unsur lokasi,
dengan mempertahankan kerjasama yang baik dengan para pihak retail yang
dapat ditempuh melalui program reward. (4) unsur promosi, dengan
meningkatkan intensitas iklan serta memperluas media.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, sebaiknya segmentasi Mixagrip
mempertimbangkan karakteristik responden atas penghasilan dan tingkat
pengeluarannya. Strategi targeting adalah dengan menjual produk yang
harganya terjangkau dan diimbangi adanya promosi yang baik. Sebagai
implikasi manajerial pada strategi positioning Mixagrip menjual produk
yang terjangkau dengan kualitas terbaik.
74
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian, maka saran yang penulis dapat berikan adalah
sebagai berikut:
a. Pihak perusahaan perlu memprioritaskan untuk peningkatan aspek
dimensi loyalitas merek dan kesan kualitas merek. Karena dua dimensi
ini yang memberikan kontribusi signifikan pada pembentukan ekuitas
merek Mixagrip dan dua dimensi ini pula yang memiliki persepsi tidak
baik di mata responden. Hal ini dilakukan agar konsumen tidak
berpindah ke produk lain yang sejenis. Selain itu, dengan perbaikan ini
diharapkan menarik konsumen pesaing.
b. Dimensi-dimensi ekuitas merek yang diidentifikasi dalam penelitian ini
diasumsikan hanya memiliki hubungan individual dalam membentuk
ekuitas merek, sedangkan pada keadaan sebenarnya bisa saja terdapat
interaksi antara dimensi ekuitas merek serta hubungan antara dimensi
bauran pemasaran. Penelitian selanjutnya sebaiknya menganalisis
hubungan tersebut sehingga pembentukan ekuitas merek dapat dikaji
lebih dalam lagi.
c. Contoh yang digunakan hanya pada kelompok konsumen dan pada
wilayah tertentu, sehingga pada penelitian selanjutnya sebaiknya lokasi
pengambilan contoh juga lebih diperluas lagi agar dapat menghasilkan
informasi yang lebih baik lagi dalam pengelolaan ekuitas merek.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker D. 1997. Manajemen Ekuitas Merek. Ananda A, penerjemah. Jakarta
(ID): Spektrum Mitra Utama. Terjemahan dari: Managing Brand Equity
Capitalizing on The Value Of a Brand Name.
Aaker D, Kumar V, Day GS. 2007. Marketing Research. New York (US): J
Wiley.
Aziz N, Yasin NM. 2010. Analiyzing The Brand Equity and Resonance of
Banking Services: Malaysian Consumer Perspective. International
Journal of Marketing Studies [Internet]. [diunduh 2013 Nov 11]; 2(2):
180-189. Tersedia pada: http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijms/
article /view/8124.
Chaudhuri A. 1999. Does Brand Loyalty Mediate Brand Equity Outcomes.
Journal of Marketing Theory and Practice [Internet]. [diunduh 2013 Nov
11]; 7(2): 136. Tersedia pada: http://www.jstor.org/discover/10.2307/
23232640?uid=3738224&uid=2&uid=4&sid=21103406852723.
Durianto D, Darmadi, Sugiarto, Lie D, Budiman J. 2004. Brand Equity Ten.
Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Durianto D, Sugiarto, Sitinjak T. 2001. Strategi Menaklukan Pasar Melalui
Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Dutka A. 1994. AMA Hand Book for Customer Satisfaction. Illinois (US):
NTC Business Book.
Gerson RF. 2001. Mengukur Kepuasan Pelanggan. Jakarta (ID): PPM.
Ghozali I. 2008. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan
Program Amos 16.0. Semarang (ID): UNDIP Pr.
Hair J, Black WC, Babin BJ, Anderson RE, Tatham RL. 2006. Multivariate
Data Analysis. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.
Hartono J. 2011. Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modeling
Berbasis Varian dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta (ID): STIM YKPN
Pr.
[KF] Kalbe Farma. 2013. Sekilas Kalbe. Tentang Kami [Internet]. [diunduh
2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://id.kalbe.co.id/TentangKami.
Keller KL. 1993. Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer-
Based Brand Equity. Journal of Marketing [Internet]. [diunduh 2013 Nov
11]; 57(1): 1-22. Tersedia pada: http://www.jstor.org/discover/
10.2307/1252054?uid=3738224&uid=2&uid=4&sid=21103407068053.
Keller KL. 2002. Strategic Brand Management. Building, Measuring, and
Managing Brand Equity. London (UK): Pretice-Hall International.
Kertajaya H. 2002. Hermawan Kertajaya on Marketing. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.
Kotler P. 2007. Manajemen Pemasaran. Teguh H, Ronny, Molan B,
penerjemah. Jakarta (ID): Indeks Kelompok Gramedia. Terjemahan dari:
Marketing Management. Ed ke-11.
Kotler P, Amstrong G. 1995. Dasar-Dasar Pemasaran. Sihombing D,
penerjemah. Jakarta (ID): Intermedia. Terjemahan dari: Principles of
Marketing. Ed ke-6.
76
Kuncoro M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta (ID):
Erlangga. Ed ke-1.
Mowen JC, Minor M. 1998. Consumer Behavior. New Jersey (US): Prentice
Hall. Ed ke-5.
Muafi EI. 2001. Mengelola Ekuitas Merek. Upaya Memenangkan
Persaingan di Era Global. Jurnal EKOBIS. 2(3).
Oliver RL. 1997. Satisfaction. A Behavioral Perspective on The Customer.
New York (US): McGraw Hill.
Oliver RL. 1999. Whence Consumer Loyalty. Journal of Marketing. 63.
Parasuraman A, Zeithaml V, Berry L. 1991. Refinement and Reassessment
of The SERVQUAL Scale. Journal of Retailing. 67.
Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2001 tentang Merek. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Quester, Pascale G, Karunaratna A, Lim AL. 1998. The Product
Involvement/ Brand Loyalty Link: An Empirical Examination. Adelaide
(AU): University of Adelaide Pr.
Rahmawati. 2002 Okt. Create A Value of Brand with Personality.
Usahawan.
Rahmawati M. 2012. Analisis Ekuitas Merek Minuman Jus dalam Kemasan
Botol Minute Maid di Kota Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sciffman LG, Kanuk LL. 2007. Consumer Behavior. New Jersey (US):
Prentice Hall. Ed ke-9.
Simamora B. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.
Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen. Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Sumarwan U, Djunaedi A, Aviliani, Singgih R, Suyono JA, Budidarmo RR,
Rambe S. 2008. Pemasaran Strategic: Strategi untuk Pertumbuhan
Perusahaan dalam Penciptaan Nilai bagi Pemegang Saham. Bogor (ID):
Inti Prima.
Supardi S, Susyanty AL. 2010. Penggunaan Obat Tradisional dalam Upaya
Pengobatan Sendiri di Indonesia: Analisis Data SUSENAS Tahun 2007.
Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan
Kesehatan Jakarta.
Susanto. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Swastha DH. 1999. Azas-Azas Marketing. Yogyakarta (ID): Liberty.
[TB] Top Brand. 2010. Top Brand Survey Result 2010. Survey Result
[Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://topbrand-
award.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-result-2010.
[TB] Top Brand. 2011. Top Brand Survey Result 2011. Survey Result
[Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://topbrand-
award.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-result-2011.
[TB] Top Brand. 2012. Top Brand Survey Result 2012. Survey Result
[Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://topbrand-
award.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-result-2012.
77
[TB] Top Brand. 2013. Top Brand Survey Result 2013. Survey Result
[Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://topbrand-
award.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-index-2013.
Tjiptono F. 1997. Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta (ID): Andi.
Umar H. 2003. Metode Riset Bisnis: Panduan Mahasiswa untuk
Melaksanakan Riset Dilengkapi Contoh Proposal dan Hasil Riset Bidang
Manajemen dan Akuntansi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Widodo L. 2012. Mixagrip Kuasai Pasar 25% Obat Flu. Suara Merdeka
[Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://suaramerdeka.
com/v1/index.php/read/news/2012/06/09/120818.
Yoo B, Donthu N, Lee S. 2000. An Examination of Selected Marketing Mix
Elements and Brand Equity. Journal of The Academy of Marketing
Science. 28(2).
Zeithaml VA, Parasuraman A, Berry LL. 1990. Delivering Quality Service.
Balancing Customer Perceptions and Expectations. Detroit (US): Free
Press.
LAMPIRAN
79
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS EKUITAS MEREK
PADA OBAT FLU YANG DIJUAL BEBAS MIXAGRIP
Hari/ Tanggal: Nomor: Kuisioner ini merupakan suatu instrumen penelitian yang dilakukan oleh Hada
Syaairillah mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor untuk memenuhi tugas penyelesaian skripsi program sarjana. Jawaban
Anda semata-mata hanya untuk keperluan penelitian dan dijamin kerahasiaannya.
Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
Petunjuk Pengisian Kuisioner
Kuisioner ini terdiri atas pertanyaan yang sifatnya terbuka dan tertutup, Anda
diminta untuk menjawab pertanyaan dalam kuisioner ini sesuai dengan yang Anda alami
sebenarnya. Untuk setiap pertanyaan pilihan, Anda diminta memberikan tanda silang (X)
pada jawaban yang diinginkan.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Jenis Kelamin :
Fakultas/ Angkatan :
Nomor Telepon :
Alamat Bogor :
Usia :
Sumber Pendapatan :
a. Orang tua
b. Wali
c. Beasiswa
d. Pendapatan sendiri
e. Lainnya, sebutkan ..........
Pendapatan Perbulan :
a. < Rp500.000
b. Rp500.001 - Rp1.000.000
c. Rp1.000.001 - Rp1.500.000
d. Rp1.500.001 - Rp2.000.000
e. > Rp2.000.000
PENYARINGAN
1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat flu yang dijual bebas Mixagrip?
a. Ya (lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya)
b. Tidak (berhenti hingga disini dan tidak perlu menjawab pertanyaan
selanjutnya)
2. Apakah Anda sendiri yang memutuskan untuk memilih obat flu yang dikonsumsi?
a. Ya (lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya)
b. Tidak (berhenti hingga disini dan tidak perlu menjawab pertanyaan
selanjutnya)
PERTANYAAN 1. Mixagrip adalah merek yang
pertama kali muncul dalam
ingatan saya ketika diminta
menyebutkan merek obat flu
yang dijual bebas
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Netral
d. Setuju
e. Sangat setuju
2. Iklan Mixagrip adalah yang
paling sering saya lihat a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Netral
d. Setuju
e. Sangat setuju
3. Merek obat flu yang dijual bebas lainnya kurang terkenal
dibandingkan dengan Mixagrip
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Netral
d. Setuju
e. Sangat setuju
4. Saya hanya mengingat merek
Mixagrip, sedangkan merek
obat flu lainnya kurang diingat
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju c. Netral
d. Setuju
e. Sangat setuju
5. Mixagrip adalah merek obat flu
yang sering saya minum
80
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Netral
d. Setuju
e. Sangat setuju
6. Mixagrip adalah merek obat flu
yang paling berkualitas
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju c. Netral
d. Setuju
e. Sangat setuju
7. Saya selalu menyarankan
teman/ saudara untuk membeli
Mixagrip
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Netral
d. Setuju
e. Sangat setuju 8. Saya membeli Mixagrip karena
mutunya yang baik, bukan
karena kebiasaan
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Netral
d. Setuju
e. Sangat setuju
9. Saya membeli Mixagrip
berulang kali karena mutunya,
bukan karena merek itu yang tersedia di warung
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Netral
d. Setuju
e. Sangat setuju
10. Mixagrip adalah merek obat flu
yang terbaik
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Netral
d. Setuju e. Sangat setuju
11. Apakah alasan Anda dalam
mengkonsumsi obat flu
Mixagrip?
a. Produknya mudah
diperoleh
b. Efektif menghilangkan flu
c. Harganya murah
d. Kemasan menarik
e. Termotivasi oleh orang lain f. Sudah menjadi kebiasaan
g. Citra produk yang sesuai
dengan diri saya
h. Lainnya ..........
12. Apakah Anda bersedia membeli
merek obat flu yang lain, jika
merek yang sering Anda
konsumsi tidak tersedia?
a. Ya
b. Tidak
13. Seberapa sering anda berganti/ beralih ke merek lain?
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Kadang-kadang
d. Sering
e. Selalu
14. Biasanya Anda akan beralih ke
merek apa?
a. Mixagrip
b. Decolgen
c. Neozep d. Ultraflu
e. Lainnya ..........
15. Alasan apa yang mendorong
Anda untuk beralih merek?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Ketersediaan produk
b. Mutunya menurun
c. Kenaikan harga
d. Coba-coba
e. Merek lain lebih efektif
f. Merek lain memiliki
kemasan yang lebih menarik
g. Merek lain lebih terkenal
h. Lainnya ..........
TERIMAKASIH ATAS WAKTU DAN KERJASAMA ANDA
Lanjutan Lampiran 1
81
Lampiran 2 Output SEM
Loading Factor
T-Hitung
82
Lanjutan Lampiran 2
Total Effects (Mean, STDEV, T-Values)
Hipotesis Pegaruh
Original Sample
(O)
Sample Mean
(M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error
(STERR)
T Statistics (|O/STERR
|) Ketrangan
Kesadaran Merek -> Ekuitas Merek
0,101 0,107 0,068 0,068 1,485 Tidak
Significant
Kesan Kualitas Merek -> Ekuitas Merek
0,282 0,285 0,097 0,097 2,905 Significant
Loyalitas Merek -> Ekuitas Merek
0,302 0,301 0,077 0,077 3,902 Significant
Outer Weights (Mean, STDEV, T-Values)
Original Sample
(O)
Sample Mean
(M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error
(STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
X1 <- Kesadaran Merek
0,306978 0,300346 0,070693 0,070693 4,342426
X2 <- Kesadaran Merek
0,252875 0,253146 0,073446 0,073446 3,442989
X3 <- Kesadaran Merek
0,390577 0,391553 0,062646 0,062646 6,2347
X4 <- Kesadaran Merek
0,424258 0,417285 0,069482 0,069482 6,105988
X5 <- Kesan Kualitas Merek
0,49305 0,483971 0,066298 0,066298 7,436861
X6 <- Kesan Kualitas Merek
0,720524 0,726383 0,055883 0,055883 12,89349
X7 <- Loyalitas Merek
0,384439 0,384041 0,050307 0,050307 7,641868
X8 <- Loyalitas Merek
0,404934 0,406575 0,044509 0,044509 9,097846
X9 <- Loyalitas Merek
0,444488 0,446622 0,039724 0,039724 11,1895
Y <- Ekuitas Merek
1 1 0
83
Lanjutan Lampiran 2
Outer Loadings (Mean, STDEV, T-Values)
Original Sample
(O)
Sample Mean
(M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error
(STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
X1 <- Kesadaran Merek
0,650195 0,640183 0,072787 0,072787 8,932866
X2 <- Kesadaran Merek
0,596778 0,598627 0,085544 0,085544 6,976305
X3 <- Kesadaran Merek
0,800979 0,800618 0,050065 0,050065 15,99867
X4 <- Kesadaran Merek
0,793505 0,788427 0,051446 0,051446 15,42416
X5 <- Kesan Kualitas Merek
0,734148 0,725627 0,060156 0,060156 12,20405
X6 <- Kesan Kualitas Merek
0,885506 0,88745 0,034992 0,034992 25,3059
X7 <- Loyalitas Merek 0,741935 0,736185 0,043322 0,043322 17,12615
X8 <- Loyalitas Merek 0,841443 0,837059 0,039891 0,039891 21,09369
X9 <- Loyalitas Merek 0,841511 0,838028 0,028168 0,028168 29,87439
Y <- Ekuitas Merek 1 1 0
Outer Model T-Statistic
Indikator Loading Factor
T-Hitung Keterangan
Kesadaran Merek
X1 0,65 8,933 VALID
X2 0,597 6,976 VALID
X3 0,801 15,999 VALID
X4 0,794 15,424 VALID
Kesan Kualitas Merek
X5 0,734 12,204 VALID
X6 0,886 25,306 VALID
Loyalitas Merek
X7 0,742 17,126 VALID
X8 0,841 21,094 VALID
X9 0,842 29,874 VALID
84
Lanjutan Lampiran 2
Uji Kebaikan Model
AVE Composite Reliability
R Square
Cronbachs Alpha
Communality Redundancy
Kesadaran Merek
0,512529
0,805474
0,682511 0,512529
Kesan Kualitas Merek
0,661547
0,794888
0,50144 0,661547
Loyalitas Merek
0,655545
0,850528
0,735504 0,655545
Ekuitas Merek
1 1 0,3450
65 1 1 0,067246
Keterangan: Nilai AVE > 0,5 maka sudah Fit; Composite Reliability > 0,6 maka sudah Fit
Latent Variable Correlations
Kesadaran
Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
Kesadaran Merek
1
Kesan Kualitas Merek
0,547741 1
Loyalitas Merek
0,43016 0,631824 1
Ekuitas Merek
0,384665 0,527476 0,522938 1
Cross Loadings
Kesadaran
Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
X1 0,650195 0,419444 0,415839 0,240631
X2 0,596778 0,371834 0,32583 0,198221
X3 0,800979 0,385479 0,270565 0,306161
X4 0,793505 0,411059 0,269733 0,332563
X5 0,47402 0,734148 0,576947 0,341188
X6 0,435829 0,885506 0,482093 0,498599
X7 0,389735 0,573431 0,741935 0,394707
X8 0,302796 0,440858 0,841443 0,415749
X9 0,354831 0,523874 0,841511 0,45636
Y 0,384665 0,527476 0,522938 1
85
Lanjutan Lampiran 2
Total Effects
Kesadaran
Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
Kesadaran Merek
0,100551
Kesan Kualitas Merek
0,28183
Loyalitas Merek
0,301619
Ekuitas Merek
Calculation Results Stop Criterion Changes
X1 X2 X3 X4 X5
Iteration 0
1 1 1 1 1
Iteration 1
0,307 0,2529 0,3906 0,4243 0,4931
Iteration 2
0,307 0,2529 0,3906 0,4243 0,4931
X6 X7 X8 X9 Y
Iteration 0
1 1 1 1 1
Iteration 1
0,7205 0,3844 0,4049 0,4445 1
Iteration 2
0,7205 0,3844 0,4049 0,4445 1
Outer Model (Weights or Loadings)
Kesadaran
Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
X1 0,650195
X2 0,596778
X3 0,800979
X4 0,793505
X5
0,734148
X6
0,885506
X7
0,741935
X8
0,841443
X9
0,841511
Y 1
86
Lanjutan Lampiran 2
Path Coefficients
Kesadaran
Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
Kesadaran Merek
0,100551
Kesan Kualitas Merek
0,28183
Loyalitas Merek
0,301619
Ekuitas Merek
Index Values Results Measurement Model (restandardised)
Kesadaran
Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
X1 0,741446
X2 0,5996
X3 1,046799
X4 1,010851
X5
0,813844
X6
1,382788
X7
0,998166
X8
1,038736
X9
1,025655
Y 1,598672
Path Coefficients
Kesadaran
Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
Kesadaran Merek
0,213766
Kesan Kualitas Merek
0,387244
Loyalitas Merek
0,577807
Ekuitas Merek
87
Lanjutan Lampiran 2
Measurement Model
Kesadaran
Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
X1 0,218156
X2 0,176421
X3 0,308
X4 0,297423
X5
0,370496
X6
0,629504
X7
0,325926
X8
0,339173
X9
0,334901
Y 1
Index Values for Latent Variables
LV Index Values
Kesadaran Merek
2,572346
Kesan Kualitas Merek
2,579255
Loyalitas Merek
2,716233
Ekuitas Merek
2,763158