ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI … · Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan...

65
ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO BANDA ACEH RATNA MUTIA APRILLA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI … · Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan...

ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT

CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI

LAMPULO BANDA ACEH

RATNA MUTIA APRILLA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Efisiensi Unit

Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo, Banda Aceh

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Ratna Mutia Aprilla

NIM C452110011

RINGKASAN

RATNA MUTIA APRILLA. Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin

di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Banda Aceh. Dibimbing oleh

MUSTARUDDIN, EKO SRI WIYONO dan NIMMI ZULBAINARNI.

Produksi perikanan laut di Kota Banda Aceh yang hampir semuanya (76%)

ditopang oleh produksi dari armada penangkapan pukat cincin selama lima tahun

terakhir (2007-2011), peningkatan produksi ini seiring dengan bertambahnya

jumlah unit penangkapan pukat cincin (DKP Provinsi Aceh 2012). Keberhasilan

penangkapan sangat dipengaruhi oleh tingkat upaya penangkapan yang

dilakukan oleh nelayan pukat cincin dalam penggunaan faktor-faktor produksi.

Nelayan terus meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi tanpa

memperhatikan efisiensi dari penggunaannya. Nelayan dituntut untuk lebih

cermat dan bijak (efisien) dalam penggunaan faktor produksi usaha perikanan

dalam melakukan operasi penangkapan ikan sehingga tetap diperoleh hasil atau

pendapatan yang maksimal.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis produktivitas unit penangkapan

pukat cincin, menganalis faktor-faktor produksi yang berperan terhadap produksi

dan hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin dan

menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat

cincin yang berbasis di PPP Lampulo. Diharapkan melalui penelitian ini dapat

memberikan kontribusi teori produksi dalam aplikasi di sektor perikanan, dapat

memberikan masukan bagi nelayan/pemilik kapal sebagai bahan pertimbangan

terhadap pengelolaan usaha perikanan pukat cincin terkait dengan penggunaan

faktor produksi sehingga adanya efisiensi faktor-faktor produksi pada

pengoperasian pukat cincin.

Faktor produksi yang menunjang hasil tangkapan unit penangkapan pukat

cincin seperti ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring, tinggi jaring,

jumlah awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, jumlah air tawar dan biaya

perbekalan dianalisis menggunakan pendekatan Cobb-Douglas. Perhitungan

produktivitas dengan pendekatan hasil tangkapan pukat cincin selama setahun di

bagi dengan besarnya Gross Tonage dan trip penangkapan.

Hasil penelitian menunjukkan produktivitas per trip tertinggi yaitu 1.86

ton/trip pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT

pada tahun 2011. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil

tangkapan pukat cincin yaitu daya mesin kapal, tinggi jaring, jumlah awak kapal,

jumlah lampu dan perbekalan. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal

menunjukkan penggunaan variabel faktor produksi daya mesin kapal (-0.432),

jumlah awak kapal (-1.116), dan jumlah lampu (-0.184) nilai elastisitas

produksinya sudah negatif (Ep<0) yang menunjukkan penggunaan faktor produksi

sudah tidak efisien, sedangkan faktor produksi dari tinggi jaring (0.467) berada

pada tahap produksi rasional karena berada antara 0<Ep<1 dan faktor produksi

biaya perbekalan (2.181) nilai Ep>1 yang artinya penggunaan faktor produksi

belum efisien. Begitu juga secara efisiensi ekonomis penggunaan variabel faktor

produksi tersebut tidak efisien karena nilai NPMxi/Pxi < 1.

Kata kunci: pukat cincin, faktor produksi, produktivitas, efisiensi.

SUMMARY

RATNA MUTIA APRILLA. Efficiency Analysis of Purse seine Fishing unit in

Coastal Fishing Port Lampulo, Banda Aceh. Under the guidance

MUSTARUDDIN, EKO SRI WIYONO and NIMMI ZULBAINARNI.

The fisheries production in Banda Aceh was dominantly contributed by

purse seines (76%) for the last five years (2007-2011), the increase in production

was due to the increasing number of purse seine fishing unit (DKP Aceh Province

2012). Catches was strongly influenced by the fishermen in using of production

factors. Each purse seine in PPP Lampulo had a diversity of production factors

which would affect to production result. It has caused many of the fishermen

increased the used of production factors without regard to the efficiency of its use.

Therefore, fishermen should be more careful and wise (efficient) in using

production factors for fishing operations to keep the obtained results or maximum

revenue.

The objectives of this study are to analyse of productivity and effeciency

of purse seine units that based in PPP Lampulo. Hopefully, this study can

contribute theory of production in the fisheries sector, to provide input for

fishermen as consideration of the purse seine fishery management. There were

some factors that support the production catches of purse seine fishing unit such

as the size of the vessel, engine power, length of nets, net height, number of crew,

fuel, number of light, the amount of ice, clean water usage and supply costs were

analyzed using the Cobb-Douglas approach. Productivitiy calculation had done by

using the approach of purse seine catches for the year divided by amount of Gross

Tonnage and catching trip.

The results showed the highest productivity per trip was 1.86 tons/trip in

2012 and the highest productivity per GT was 9.97 tons/GT in 2011. Production

factors which significantly affect to catch of purse seine were engine power, net

height, number of crew, number of lights and supply cost. Analysis of the

technical efficiency towards 54 vessel showed that the vessel engines power

production factors (-0.432), the number of crew (-1.116), and number of lights (-

0.148) the value of its production elasticity were inefficient (Ep <0), whereas

purse seine net height (0.467) was at the rational production stage (0<Ep<1) and

factor costs of production supplies (2.181) was efficient (Ep>1) which means

inefficient use of production factor. Economic efficiency for the use of production

factor wass inefficient because the value of NPMxi/PXI<1.

Keywords : Purse seine, production factors, productivity, efficiency.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT

CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI

LAMPULO BANDA ACEH

RATNA MUTIA APRILLA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi

Judul Tesis : Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan

Perikanan Pantai Lampulo Banda Aceh

Nama : Ratna Mutia Aprilla

NIM : C452110011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr Mustaruddin, STP

Ketua

Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Sistem dan Pemodelan

Perikanan Tangkap

Prof Dr Ir Mulyono S.Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 16 Januari 2014 Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Februari

2013 ialah efisiensi unit penangkapan ikan, dengan judul Analisis Efisiensi Unit

Penangkapan Pukat Cincin di PPP Lampulo Banda Aceh.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Mustaruddin STP, Bapak

Dr Eko Sri Wiyono SPi MSi dan Ibu Dr Nimmi Zulbainarni SPi MSi selaku

pembimbing yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, ucapan terima

kasih juga penulis sampaikan kepada staf DKP Provinsi Aceh, staf UPTD PPP

Lampulo yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih

juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, abang, adik, dan seluruh keluarga

atas doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman seperjuangan Pascasarjana

(Magister) PSP 2011 atas kebersamaan dan semangatnya.

Penulis sangat berharap kritik dan saran demi penyempurnaan penulisan

dimasa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Ratna Mutia Aprilla

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR ISTILAH xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

Kerangka Pemikiran 5

2 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 7

Geografis dan Topografis 7

Pelabuhan perikanan Pantai (PPP) Lampulo 8

Fasilitas di PPP Lampulo 8

Nelayan di PPP Lampulo 13

Alat Penangkapan Ikan 14

Armada Penangkapan Ikan 15

Musim dan Daerah Penangkapan Ikan 15

Produksi dan Nilai Produksi 16

3 PODUKTIVITAS UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN

DI PPP LAMPULO 18

Pendahuluan 18

Metode Penelitian 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Bahan dan Alat Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 19

Teknik Pengumpulan Data 19

Analisis Produktivitas Pukat Cincin 19

Hasil Penelitian 20

Unit Penangkapan Pukat Cincin 20

Hasil Tangkapan 22

Produktivitas Unit Penangkapan Pukat Cincin 22

Pembahasan 25

Kesimpulan 27

5 EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI UNIT

PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO 28

Pendahuluan 28

Metode Penelitian 29

Lokasi dan Waktu Penelitian 29

Bahan dan Alat Penelitian 29

Jenis dan Sumber Data 29

Teknik Pengumpulan Data 29

Batasan Variabel 29

Analisis Faktor Produksi 30

Analisis Efisiensi Teknis dan Ekonomi 31

Hasil Penelitian 32

Analisis Faktor Produksi 32

Efisiensi Teknis dan Ekonomi 34

Pembahasan 35

Kesimpulan 39

6 PEMBAHASAN UMUM 40

7 KESIMPULAN DAN SARAN 43

Kesimpulan 43

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 47

RIWAYAT HIDUP 57

DAFTAR TABEL

1.1 Produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh

tahun 2007-2011 2

1.2 Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh

tahun 2007-2011 2

2.1 Jumlah alat tangkap di PPP Lampulo tahun 2007-2011 15

2.2 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan jenis armada

di PPP Lampulo tahun 2011 15

2.3 Produksi ikan di PPP Lampulo pada tahun 2012 16

2.4 Nilai produksi ikan di PPP Lampulo tahun 2012 17

3.1 Hasil tangkapan pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013 23

3.2 Rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas

selama tahun 2010-2012 23

3.3 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan

pukat cincin per trip tahun 2012 24

4.1 Analisis ragam faktor produksi unit penangkapan pukat cincin

di PPP Lampulo 33

4.2 Nilai Koefisien regresi (bi) dan uji t faktor produksi unit

penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo 33

4.3 Efisiensi teknis unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo 34

4.4 Rasio NPM dan BKM dari produksi unit penangkapan

pukat cincin di PPP Lampulo 35

DAFTAR GAMBAR

2.1 Peta lokasi penelitian 8

2.2 Kondisi dermaga di PPP Lampulo 9

2.3 Kondisi kolam pelabuhan di PPP Lampulo 9

2.4 Tempat pelelangan ikan di PPP Lampulo 10

2.5 Bengkel mesin kapal di PPP Lampulo 10

2.6 Docking galangan kapal di PPP Lampulo 11

2.7 Fasilitas SPBU di PPP Lampulo 11

2.8 Gedung pengepakan ikan di PPP Lampulo 12

2.9 Tangki air yang terdapat di PPP Lampulo 12

2.10 Tsunami Warning System (WTS) di PPP Lampulo 13

2.11 Pos jaga di komplek PPP Lampulo 13

2.12 Kegiatan bongkar muat hasil tangkapan yang

dilakukan nelayan di PPP Lampulo 14

3.1 Kapal pukat cincin di PPP Lampulo 20

3.2 Mesin utama (main engine) kapal pukat cincin 20

3.3 Alat navigasi pada kapal pukat cincin di PPP Lampulo 21

3.4 Nelayan sedang menggulung jaring pukat cincin 22

3.5 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan

Pukat cincin harian di PPP Lampulo tahun 2012 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Output SPSS 16.00 dengan menggunakan metode Backwards 47

2 Perhitungan rasio nilai produk marjinal (NPM) dan

biaya korbanan marjinal (BKM) pukat cincin di PPP Lampulo 50

DAFTAR ISTILAH

Daerah penangkapan : Suatu kawasan perairan yang mengandung satu atau

beberapa jenis spesies ikan yang dijadikan sebagai

target tangkapan.

Efisiensi : Kemampuan menggunakan sumberdaya yang benar

dengan memanfaatkan penggunaan faktor produksi

yang sekecil-kecilnya.

Elastisitas produksi : Persentase perubahan dari output sebagai akibat dari

persentase perubahan dari input.

Nahkoda : Orang yang memiliki kemampuan mengoperasikan

armada penangkapan pukat cincin saat melakukan

operasi penangkapan menuju daerah penangkapan.

Penangkapan ikan : Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang

tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat

tangkap pukat cincin, termasuk kegiatan yang

menggunakan kapal untuk memuat, menyimpan,

mendinginkan, dan menangani hasil tangkapan.

Pukat cincin : Alat penangkapan ikan yang dioperasikan dengan

cara melingkarkan jaring pada ikan target kemudian

menarik tali purse line sehingga gerombolan ikan

terkurung.

Produksi : Hasil akhir dari proses aktivitas penangkapan ikan

dengan memanfaatkan beberapa faktor produksi

dalam memperoleh hasil tangkapan ikan.

Produktivitas : Nilai yang mencerminkan upaya penangkapan dari

unit penangkapan pukat cincin dalam memperoleh

hasil tangkapan, yang ditetapkan dengan

mempertimbangkan ukuran kapal yang digunakan dan

trip penangkapan yang dilakukan.

Sumberdaya ikan : Potensi semua jenis ikan yang tersedia di laut.

Tonase kapal : Volume kapal yang dinyatakan dalam gross tonnage

(GT).

Unit penangkapan : Suatu kesatuan dalam kegiatan penangkapan yang

meliputi kapal, alat tangkap, nelayan, dan alat bantu

penangkapan.

Upaya penangkapan : Seluruh kemampuan yang dikerahkan unit

penangkapan pukat cincin untuk memperoleh hasil

tangkapan.

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Provinsi Aceh yang terletak di ujung barat Indonesia mempunyai potensi

perikanan yang melimpah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Perikanan

merupakan salah satu bidang usaha yang diharapkan mampu menjadi penopang

kesejahteraan rakyat Aceh. Secara geografis Provinsi Aceh terletak pada

koordinat 2º-6º LU dan 95º-98º BT, pantai utaranya berbatasan dengan Selat

Benggala, pantai timurnya berbatasan dengan Selat Malaka dan pantai baratnya

berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas wilayah perairan laut yang mengitari

provinsi Aceh adalah sekitar 295370 km² dan terdiri dari perairan kepulauan

seluas 56563 km² dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238807 km² dengan

panjang garis pantai 1660 km (BPS Provinsi Aceh 2011). Letak geografis provinsi

Aceh yang strategis memiliki potensi sumberdaya perikanan yang melimpah

sehingga usaha penangkapan ikan sangat prospektif untuk dikembangkan. Potensi

sumberdaya ikan pelagis di perairan utara Aceh terdiri atas ikan layang

(Decapterus spp), tongkol (Euthynnus spp), sunglir (Elagastis bipinnulatus), teri

(Stolephorus indicus), selar (Selaroides leptolepis), tembang (Sardinella

fimbriata), kembung (Rastrellinger spp), dan cakalang (Katsuwonus pelamis).

Perkiraan potensi maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan pelagis kecil

di perairan utara Aceh diestimasi sebesar 15479 ton setiap tahunnya dengan upaya

penangkapan optimumnya (F-opt) sebesar 4896 trip. Tingkat pemanfaatan potensi

sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh baru mencapai 45.6 persen.

Berdasarkan perkiraan tersebut potensi perikanan di Aceh masih berpeluang untuk

pengembangan (Raihanah 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Chaliluddin (2005) menyatakan bahwa perkiraan potensi sumberdaya ikan

cakalang di perairan utara Aceh sejauh 3 mil dari tepi pantai adalah 58171.77

ton/tahun. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Aceh

umumnya dilakukan dalam skala perikanan rakyat (perikanan tradisional).

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan basis perikanan utama di

Banda Aceh, hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan yang berbasis di PPP

Lampulo adalah sebesar 7903 ton pada tahun 2011 (DKP Provinsi Aceh 2012).

Kegiatan penangkapan ikan di PPP Lampulo saat ini dilakukan dengan berbagai

jenis alat tangkap, seperti pukat cincin, jaring insang hanyut, rawai tetap dan

pancing ulur.

Usaha penangkapan pukat cincin merupakan kegiatan perikanan utama di

PPP Lampulo. Prinsip penangkapan ikan dengan pukat cincin adalah

melingkarkan jaring pada kawanan ikan sehingga terkurung, umumnya jenis ikan

yang ditangkap adalah jenis ikan pelagis dan bergerombol (Ayodhyoa 1981). Dari

data statistik perikanan tangkap Provinsi Aceh, total produksi perikanan laut

menggunakan alat tangkap pukat cincin untuk kota Banda Aceh mengalami

fluktasi dari tahun 2007-2011, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 produksi ikan

menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh tahun 2007–2011.

2

Tabel 1.1 Produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh tahun

2007-2011

Jenis Tahun Rata-

rata

Share

(%) 2007 2008 2009 2010 2011

Produksi Ikan (Ton)

Pukat cincin 3717.50 3594.30 6064.70 7094.90 7320.10 5578.30 76.38

JIH 1021.00 1189.30 975.80 205.80 203.20 699.02 9.57

Rawai tetap 910.10 996.40 813.60 147.30 149.80 603.44 8.26

Pancing ulur 202.40 766.40 489.20 139.20 154.90 350.42 4.80

lainnya 68.50 70.03 73.98 72.70 75.00 1242.14 17.01

Jumlah 5919.00 6616.43 8417.3 7659.90 790300 7303.12 100

Sumber: DKP Provinsi Aceh (2008-2012)

Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 1.1 dapat dinyatakan rata-

rata produksi ikan di Kota Banda Aceh selama lima tahun terakhir sebesar

7303.12 ton, dimana hampir seluruhnya yaitu sebesar 5578.30 ton dihasilkan

oleh alat tangkap pukat cincin. Hal ini terlihat dari kontribusi produksi pukat

cincin sebesar 76.38 persen selama lima tahun terakhir dari total produksi.

Hasil tangkapan pukat cincin yang terus meningkat setiap tahunnya seiring

dengan bertambahnya jumlah unit penangkapan pukat cincin (Tabel 1.2).

Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh mengalami

peningkatan selama lima tahun terakhir, namun pada tahun 2008 terdapat

penurunan sebesar 0.07 persen. Berdasarkan survei awal ke lapangan

penurunan jumlah unit pukat cincin dikarenakan pada tahun tersebut banyak

kapal pukat cincin yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi.

Hal ini juga berpengaruh terhadap hasil tangkapan, dimana pada tahun 2008

terjadi penurunan produksi pukat cincin sebesar 0.03 persen.

Tabel 1.2 Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh

tahun 2007-2011

Tahun Jumlah unit Growth (%)

2007 97 0.08

2008 90 -0.07

2009 101 0.04

2010 110 0.13

2011 115 0.19

Sumber: DKP Provinsi Aceh (2008-2012)

Selama ini produksi perikanan pukat cincin terus meningkat akan tetapi

belum diketahui faktor apa saja yang mempengaruhinya. Hal ini sangat

bergantung pada tingkat upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan

pukat cincin dalam penggunaan faktor-faktor produksi, dimana para nelayan

terus meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut tanpa

memperhatikan tingkat efisiensi dari faktor tersebut. Penggunaan faktor

produksi yang tidak sesuai dapat menjadikan faktor tersebut infisiensi. Usaha

penangkapan ikan memiliki tujuan untuk memaksimumkan keutungan usaha,

3

perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam

berproduksi. Pengkajian efisiensi teknis pada hakikatnya menunjukkan pada

seberapa besar keluaran (output) dapat dihasilkan per unit masukan (input)

tertentu. Jika faktor harga diasumsikan given, efisiensi teknis pada akhirnya

menentukan pendapatan yang diterima para nelayan (Effendi dan Oktariza

2006).

Pencapaian keuntungan maksimum pada usaha perikanan pukat cincin tidak

terlepas dari penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi hasil

tangkapan dan tingkat produktivitasnya. Faktor-faktor produksi tersebut

merupakan suatu kesatuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan usaha

penangkapan, dengan melihat pengaruh dari faktor-faktor produksi yang berperan

maka dapat diketahui penggunaan faktor produksi seefisien mungkin.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin yang berbasis di

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Banda Aceh.

Perumusan Masalah

Perikanan pukat cincin merupakan usaha perikanan yang saat ini sangat

diminati oleh para nelayan yang berbasis di PPP Lampulo dikarenakan para

nelayan beranggapan bahwa usaha perikanan ini memiliki peluang cukup besar

untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada dalam mencapai

keuntungan maksimum. Hal ini terlihat dari meningkatnya unit penangkapan

pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo, namun ada beberapa permasalahan

yang dihadapi oleh nelayan pukat cincin yang berbasis di Lampulo dalam

menjaga produktivitas penangkapan dan meningkatkan efisiensi dari penggunaan

faktor produksi usaha perikanan.

Permasalahan yang dihadapi antara lain daerah operasi penangkapan

bergerak semakin jauh dari pantai, yang tentu saja meningkatkan biaya

operasional penangkapan. Nelayan sangat bergantung pada faktor-faktor produksi

dalam melaksanakan kegiatannya, yang pada beberapa tahun terakhir faktor

produksi mengalami kenaikan harga sehingga dengan hasil tangkapan yang

cenderung tidak pasti, diduga menyebabkan pendapatan para nelayan cenderung

tidak pasti. Pendapatan nelayan di sini sangat ditentukan oleh besar kecilnya

produksi yang dihasilkan mengingat pemberian intensif bagi tenaga kerja

(ABK) tidak berdasarkan pada sistem penggajian melainkan dengan sistem

bagi hasil yang diterapkan. Kenyataan dilapangan menunjukkan nelayan dalam

mendapatkan hasil jualnya relatif sedikit dikarenakan biaya operasional yang

harus dikeluarkan sangat besar sehingga mengurangi pendapatan.

Penggunaan alat tangkap perikanan yang sembarangan dan tidak

memperhatikan aspek biologis ikut berperan dalam penurunan hasil tangkapan

merupakan suatu cerminan permasalahan yang dihadapi nelayan pukat cincin

dalam menjaga produktivitas penangkapan. Perubahan upaya penangkapan yang

dilakukan nelayan pukat cincin seperti memperbesar ukuran kapal berpengaruh

terhadap penanganan dan daya tampung dari kapal. Produktiviitas merupakan

suatu indeks terhadap perubahan kelimpahan dalam perikanan, baik itu terhadap

distribusi, karakteristik gerombolan maupun densitas yang berubah sebagai akibat

4

dari berbagai kelimpahan total. Oleh karena itu produktivitas harus dihitung

sebagai hasil tangkapan per trip atau per ukuran kapal yang digunakan dalam

suatu daerah penangkapan mengingat banyaknya para nelayan pukat cincin di PPP

Lampulo memperbesar ukuran kapal guna meningkatkan produksi ikan.

Pengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi dan pemanfaatan

sumber daya ikan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tangkapan yang

optimum maka perlu diketahui tingkat produktivitas dari alat tangkap pukat cincin

dan di dalam kegiatan pengoperasian pukat cincin perlu di analisis bagaimana

peran dari komponen faktor produksi tersebut terhadap hasil tangkapan serta

penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi yang serasi akan dapat

meningkatkan efisiensi. Setiap armada pukat cincin di PPP Lampulo memiliki

keragaman faktor produksi yang tentunya akan berpengaruh terhadap produksi

yang dihasilkan. Permasalahan-permasalahan dalam usaha perikanan pukat cincin

di PPP Lampulo dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan yang menjadi

pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah produktivitas unit penangkapan pukat cincin yang berbasis

di PPP Lampulo?;

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi unit penangkapan pukat

cincin yang berbasis di PPP Lampulo?;

3. Bagaimanakah tingkat efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit

penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis produktivitas unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di

PPP Lampulo;

2. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berperan terhadap produksi dan

hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin yang

berbasis di PPP Lampulo;

3. Menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan

pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat antara lain

sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi teori produksi dalam aplikasi di sektor perikanan

terhadap pengembangan ilmu dan teknologi perikanan tangkap;

2. Memberikan masukan bagi nelayan/pemilik kapal dalam menggunakan

faktor-faktor produksi yang lebih baik.

3. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah setempat sebagai salah satu

alternatif dalam pengelolaan perikanan pukat cincin di Kota Banda Aceh,

Aceh.

5

Ruang Lingkup Penelitian

Operasi penangkapan ikan menggunakan armada pukat cincin merupakan

suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang tidak terpisahkan,

dimana kegiatan penangkapan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

produksi. Penggunaan komponen faktor produksi secara tepat dapat menghasilkan

hasil tangkapan yang optimum, dengan demikian maka proses dari sistem

pengoperasian pukat cincin untuk memperoleh hasil terbaik dapat diterapkan.

Usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (1) ukuran kapal, (2) daya mesin

kapal, (3) panjang jaring pukat cincin, (4) tinggi jaring pukat cincin, (5) jumlah

awak kapal, (6) BBM, (7) jumlah lampu, (8) jumlah es, (9) air tawar dan (10)

perbekalan. Kombinasi dari keseluruhan faktor produksi tersebut akan digunakan

sebagai dasar untuk mengestimasi efisiensi dari penggunaan faktor-faktor tersebut

terhadap produksi ikan per trip.

Alokasi penggunaan faktor-faktor produksi yang efektif dan efisien

diharapkan akan dapat meningkatkan produksi perikanan pukat cincin di PPP

Lampulo. Hubungan antara faktor produksi dengan nilai produksi diukur dengan

fungsi produksi Cobb-Douglas dan pendugaan (mengestimasi) nilai optimal dari

faktor-faktor produksi yang berperan pada unit penangkapan pukat cincin

dianalisis menggunakan efisiensi teknis dan ekonomis berdasarkan nilai elastisitas

produksi yang dihasilkan dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas.

Produktivitas kapal pukat cincin sendiri dapat dihitung dengan melihat produksi

kapal pukat cincin dalam satu tahun dibagi besarnya Gross Tonage kapal yang

bersangkutan dan jumlah trip penangkapannya.

Kerangka Pemikiran

Memperoleh hasil tangkapan yang banyak dan pendapatan yang tinggi

merupakan tujuan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. Pencapaian

tersebut tidak terlepas dari berbagai macam upaya yang dilakukan nelayan dan

kendala yang dihadapi. Upaya pencarian tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan

pelagis di perairan Utara Aceh dalam jangka panjang untuk memberikan hasil

tangkapan optimum sangat diperlukan dan memungkinkan penggunaan faktor-

faktor produksi yang mempengaruhi hasil tangkapan.

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi nelayan pukat cincin di PPP

Lampulo seperti yang telah dijelaskan pada subbab-subbab sebelumnya dapat

diselesaikan dengan pendekatan analisis produktivitas dalam mengetahui seberapa

besar produksi ikan yang diperoleh secara proporsional dari upaya penangkapan

dan ketersediaan ikan. Penggunaan faktor produksi dalam menghasilkan produksi

memerlukan kerjasama yang baik antara setiap faktor produksi tersebut, hal ini

menunjukkan bagaimana usaha nelayan menggabungkan faktor-faktor produksi

untuk menndapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Faktor-faktor produksi yang

digunakan dalam kegiatan perikanan pukat cincin di PPP Lampulo diidentifikasi

dan kemudian di analisis hubungannya terhadap produksi dan tingkat efisiensi

dari penggunaan faktor produksi tersebut baik secara teknis maupun ekonomis

6

dengan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas. Untuk lebih jelasnya, maka

kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Diagram kerangka pemikiran penelitian.

Efisiensi unit penangkapan pukat cincin di PPP

Lampulo Banda Aceh

Permasalahan dalam usaha perikanan pukat cincin di PPP Lampulo, antara

lain:

1. Upaya penangkapan meningkat dan tidak memperhatikan keberlangsungan

SDI;

2. Daerah operasi penangkapan bergerak semakin jauh dari pantai, sehingga

meningkatkan biaya operasional;

3. Faktor produksi yang pada beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan

harga;

4. Pendapatan nelayan ditentukan oleh besar kecilnya produksi yang

dihasilkan.

Diketahuinya:

1. Nilai produktivitas penangkapan pukat cincin;

2. Faktor produksi yang berperan terhadap produksi penangkapan pukat cincin;

3. Efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin

Solusi?

Faktor Produksi usaha

perikanan pukat cincin

Analisis Produktivitas

Produktivitas per trip

Produktivitas per GT

Produktivitas Penangkapan

Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Efisiensi teknis dan ekonomis

Nilai Elastisitas Produksi (Ep)

Dari Fungsi Produksi Cobb-

Douglas

7

2 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Geografis dan Topografis

Kota Banda Aceh terletak di ujung barat Pulau Sumatera. Perairan Kota

Banda Aceh secara umum dipengaruhi oleh persimpangan dan gerakan arus dari

Samudera Hindia, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang berinteraksi dengan

Pulau Sumatera, Semenanjung Malaka, Kepulauan Andaman dan Nicobar. Posisi

tersebut membuat wilayah ini memiliki potensi kekayaan laut yang

beranekaragam (DKP Provinsi Aceh 2011). Dengan demikian Kota Banda Aceh

sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Aceh memiliki posisi strategis

dalam pemanfaatan sektor perikanan laut.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ProvinsiAceh (2011), secara geografis

Kota Banda Aceh terletak antara 05016’15”-05

036’16” LU dan 95

016’15”-

95022’35” BT dengan batas-batas wilayah Kota Banda Aceh sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka,

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar,

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar,

Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Kota Banda Aceh merupakan daerah dataran rendah dengan topografi landai

yang beriklim panas dengan tekanan udara berkisar antara 1008 atm sampai

dengan 1011.3 atm dan suhu udara sekitar 26.8 0C. Sedangkan kecepatan angin

bertiup antara 4.3 m/s sampai dengan 5.4 m/s. Kota banda aceh merupakan

dataran rawan banjir dari luapan sungai Krueng Aceh dan 70 persen wilayahnya

berada pada ketinggian kurang dari 10 m dari permukaan laut. Ke arah hulu

dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas

permukaan laut dengan tingkat penyebaran salinitas sekitar 34 ppt menjadikan

perairan laut di wilayah ini cukup potensial dalam pengembangan perikanan

tangkap khususnya di Provinsi Aceh.

Wilayah Kota Banda Aceh memiliki lahan yang cukup luas. Menurut BPS

Provinsi Aceh (2011) total luas wilayah Kota Banda Aceh adalah 61.36 km2

yang

terdiri dari 9 kecamatan, 20 kelurahan, dan 70 desa. Kecamatan yang berada di

Kota Banda Aceh adalah Kecamatan Meuraxa, Jaya Baru, Banda Raya,

Baiturrahman, Lueng Bata, Kuta Alam, Kuta Raja, Syiah Kuala, dan Ulee Kareng.

Namun, kecamatan yang memiliki wilayah pantai hanya terdiri dari 2 kecamatan

yaitu Kecamatan Kuta Alam dan Syiah Kuala yang masing-masing memiliki luas

wilayah sebesar 10.05 km2

dan 14.24 km2.

Berdasarkan total luas wilayah tersebut, penggunaan lahan dari keseluruhan

luas wilayah di kota ini dibagi untuk berbagai keperluan seperti 6262 ha untuk

bangunan dan halamannya, 389 ha untuk perkebunan, 403 ha untuk tambak, dan

114 ha dijadikan rawa-rawa (BPS Provinsi Aceh 2011). Namun, setelah tsunami

banyak lahan di Kota Banda Aceh yang dialihkan fungsinya untuk digunakan

sebagai wilayah perumahan. Ini dikarenakan seluruh wilayah yang berjarak 500

meter dari garis pantai yang dulunya merupakan daerah perumahan penduduk

telah dijadikan daerah rawa-rawa yang berfungsi sebagai pelindung atau penahan

dari gelombang pasang.

8

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan Unit Pelaksana

Teknis Dinas (UPTD) di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh yang terletak

di Kota Banda Aceh, membentang ± 258 m memanjang disisi Daerah Aliran

Sungai (DAS) Krueng Aceh pada ordinat 5034"45" LU dan 95

019"30" BT.

Perairan sungai berjarak sekitar 1 km kemuara laut yang dipengaruhi oleh

perubahan pasang surut air laut rata-rata 1.5 m dengan kedalaman perairan

pelabuhan pada surut terendah (LWS) di pinggir dermaga mempunyai kemiringan

300 dan kedalaman ditengah perairan rata-rata 3.5 m, sehingga aman untuk kapal

yang berbobot di bawah 100 GT.

Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian

Fasilitas di PPP Lampulo

PPP Lampulo sebagaimana fungsi suatu pelabuhan perikanan, merupakan

tempat berlabuhnya kapal, bongkar muat ikan serta pasar dan industri perikanan

harus memiliki aspek sarana dan prasarana yang mendukung sebagai suatu

pelabuhan perikanan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor 3/PERMEN-KP/2013 pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas

daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan

sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan

yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang

perikanan (KKP 2013). Berikut beberapa fasilitas yang terdapat di PPP Lampulo;

1. Fasilitas pokok

a. Dermaga

Dermaga yang terdapat di PPP Lampulo adalah dermaga untuk bertambat,

membongkar muatan, dan untuk mengisi bahan perbekalan. Namun, tata letak

dermaga yang terdapat di PPP Lampulo masih kurang baik karena aktivitas

tambat, membongkar muatan/hasil tangkapan, dan untuk mengisi bahan

perbekalan melaut berada dalam satu dermaga yang sama. Hal ini tentunya

9

mengakibatkan ketidakteraturan kapal-kapal yang akan melakukan aktivitas

tersebut. Dermaga dengan panjang 180 m2 ini dapat menampung 10-13 kapal

yang bertambat dalam waktu yang sama (UPTD PPP Lampulo 2011), namun

panjang dermaga ini terlihat masih kurang untuk menampung kapal-kapal yang

akan bertambat dan membongkar muatan di PPP Lampulo. Hal ini terlihat dari

adanya antrian saat banyak kapal yang melakukan pendaratan.

Gambar 2.2 Kondisi dermaga di PPP Lampulo

b. Kolam pelabuhan

Kolam pelabuhan adalah fasilitas utama yang harus tersedia di suatu

pelabuhan perikanan karena fasilitas ini digunakan sebagai alur pelayaran kapal

yang keluar masuk suatu pelabuhan perikanan dan juga sebagai tempat kapal-

kapal untuk tambat labuh. Kolam pelabuhan PPP Lampulo berada di muara

sungai Aceh dengan luas kolam sekitar 76050 m2 (UPTD PPP Lampulo 2011).

Kolam pelabuhan ini dapat menampung kapal yang berukuran kurang dari 5 GT

hingga yang berukuran 60 GT. Sebagian besar kapal yang bertambat dan berlabuh

di kolam pelabuhan PPP Lampulo adalah kapal yang berukuran 20-60 GT dengan

jumlah kapal yang bertambat setiap harinya sebanyak 20 unit (UPTD PPP

Lampulo 2011).

Gambar 2.3 Kondisi kolam pelabuhan di PPP Lampulo

2. Fasilitas fungsional

a. Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Gedung TPI di PPP Lampulo memiliki luas 480 m2 dan terletak di sebelah timur

kompleks PPP Lampulo (UPTD PPP Lampulo 2011). Awalnya, TPI ini dibangun

10

sebagai tempat untuk melaksanakan aktivitas lelang, namun kenyataannya

menunjukkan bahwa gedung TPI ini dialihkan fungsinya sebagai tempat

pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan, sementara itu aktivitas lelang tidak

terjadi di PPP Lampulo. Selain itu, gedung TPI di PPP Lampulo ini menjadi

tempat penyimpanan cool box yang berukuran besar sehingga hampir setengah

dari luas gedung TPI dipenuhi oleh cool box tersebut.

Gambar 2.4 Tempat pelelangan ikan di PPP Lampulo

b. Bengkel

Fasilitas lainnya yang tersedia di PPP Lampulo adalah fasilitas untuk

pemeliharaan dan perbaikan armada seperti bengkel. Bangunan untuk bengkel

dibangun pada tahun 2005 dengan bantuan dari pihak Jepang dimana bangunan

ini difungsikan untuk memperbaiki mesin kapal. Bengkel ini terletak di bagian

belakang kompleks PPP Lampulo dengan luas bangunan 180 m2

(UPTD PPP

Lampulo 2011). Peralatan bengkel yang tersedia cukup lengkap. Namun

diperlukan pemeliharaan yang baik terhadap alat-alat tersebut agar tidak cepat

rusak sehingga bisa digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama.

Gambar 2.5 Bengkel mesin kapal di PPP Lampulo

c. Docking

Docking adalah tempat untuk memperbaiki kapal akibat benturan atau

segala kerusakan yang terjadi di badan kapal. Fasilitas docking terletak di dekat

pintu masuk menuju kolam pelabuhan PPP Lampulo dimana fasilitas ini hanya

11

tersedia 1 unit. Fasilitas ini hanya dapat memperbaiki kapal dengan ukuran

maksimal 10 GT dengan jumlah kapal yang melakukan perbaikan sekitar 1-4

kapal per bulan (UPTD PPP Lampulo 2011).

Gambar 2.6 Docking galangan kapal di PPP Lampulo

d. SPBU Pertamina

Pada awalnya fasilitas SPBU yang tersedia di PPP Lampulo ini dibangun 3

bulan sebelum tsunami dan memiliki kapasitas 10 ton. Pasca tsunami, SPBU

dibangun kembali dan biasanya menjual sekitar 5000 liter solar/hari (UPTD PPP

Lampulo 2011). Penjualan solar hanya kepada nelayan saja. Pelaksana penyaluran

BBM solar adalah pihak investor swasta y ang menyalurkan BBM solar langsung

kepada para nelayan dengan sistem pembayaran tunai. Hal ini dilakukan untuk

menghindari adanya peningkatan harga jual BBM solar jika penyalurannya

melalui pedagang eceran. Saat ini hanya tersedia 1 tangki pengisian solar untuk

seluruh kapal yang akan mengisi perbekalan melaut.

Gambar 2.7 Fasilitas SPBU di PPP Lampulo

e. Gedung Pengepakan

Terdapat 12 unit gedung pengepakan dengan luas total 540 m2, dimana luas

setiap gedung sebesar 5x9 meter (UPTD PPP Lampulo 2011). Gedung

pengepakan ini dikelola oleh PERUM PPS cabang Lampulo yang disewa oleh

pedagang ikan besar (toke). Besarnya sewa yang ditetapkan oleh pihak PERUM

yaitu Rp5 400 000/tahun. Fungsi gedung pengepakan ini adalah untuk

12

mempersiapkan dan mengemas ikan hasil tangkapan untuk dikirimkan ke

konsumen dalam bentuk segar. Pengepakan ikan segar ini menggunakan cool box.

Permintaan ikan segar biasanya berasal dari konsumen lokal, luar kota, bahkan

luar Provinsi Aceh seperti Medan. Jenis hasil tangkapan yang biasanya dikirim

adalah jenis tuna atau cakalang.

Gambar 2.8 Gedung pengepakan ikan di PPP Lampulo

f. Tangki air

Sumber air bersih diperoleh dari tangki air yang terdapat di PPP Lampulo.

Tangki air ini terdiri dari 2 unit dimana 1 unit terletak disamping gedung

pengepakan dan 1 unit lainnya terletak disamping gedung TPI. Tangki air ini

mampu menampung 2000 liter air/hari. Air bersih ini diperlukan untuk kebutuhan

pembersihan dermaga bongkar dan tempat pelelangan ikan serta untuk toilet.

Gambar 2.9 Tangki air yang terdapat di PPP Lampulo

g. Tsunami Warning System (TWS)

Bencana tsunami yang terjadi tahun 2004 silam menjadikan pemerintah

menambah fasilitas Tsunami Warning System (TWS) di setiap daerah yang rawan

tsunami salah satunya adalah di wilayah pelabuhan perikanan. Tsunami Warning

System (TWS) adalah sebuah perangkat yang dapat mendeteksi besar gelombang

sehingga dapat memberikan informasi mengenai gelombang yang berpotensi

menjadi gelombang tsunami. Sistem kerja alat ini adalah ketika terjadi sebuah

gelombang besar dan berpotensi menjadi gelombang tsunami maka alat ini akan

13

berbunyi seperti bunyi sirene (UPTD PPP Lampulo 2011). Dengan adanya alat

ini diharapkan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah rawan tsunami dapat

lebih waspada, jika alat ini sudah berbunyi maka masyarakat diharapkan dapat

mengambil tindakan penyelamatan dengan menghindari daerah dekat pantai dan

melalui jalur penyelamatan yang telah ditetapkan.

Gambar 2.10 Tsunami Warning System (TWS) di PPP Lampulo

h. Pos jaga

Terdapat dua unit pos jaga di PPP Lampulo yang dibangun pasca tsunami,

satu unit terletak di pintu masuk pelabuhan dan satu unit di pintu keluar PPP

Lampulo. Fungsi pos jaga ini adalah sebagai tempat petugas keamanan berjaga,

yaitu untuk mengawasi orang dan kendaraan yang keluar masuk lingkungan PPP

Lampulo.

Gambar 2.11 Pos jaga di komplek PPP Lampulo

Nelayan di PPP Lampulo Dalam menjalankan suatu usaha penangkapan ikan terdapat 3 unsur yang

harus dipenuhi yaitu kapal, alat tangkap, dan nelayan. Nelayan adalah seseorang

yang bekerja setengah hari atau sehari penuh untuk menangkap ikan. Berdasarkan

waktu tersebut nelayan dibagi atas beberapa kategori yaitu:

14

1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk

bekerja menangkap ikan;

2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang pekerjaan utamanya digunakan

untuk menangkap ikan, namun hanya setengah hari, sebagian waktu lainnya

digunakan untuk bekerja yang lain; dan

3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang pekerjaan sampingannya

digunakan untuk menangkap ikan, namun hanya setengah hari, sebagian waktu

lainnya digunakan untuk melakukan pekerjaan utama.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa latar

belakang pendidikan nelayan yang terdapat di PPP Lampulo pada umumnya

adalah lulusan SD atau SLTP dimana menjadi nelayan adalah pekerjaan yang

biasanya merupakan turunan atau warisan dari orangtua atau keluarga. Jumlah

nelayan yang terdapat di PPP Lampulo sekitar 1493 orang yang terdiri atas

nelayan penuh sebanyak 1146 orang, nelayan sambilan utama sebanyak 231

orang, dan nelayan sambilan tambahan sebanyak 116 orang.

Sebagian besar nelayan atau sekitar 80 persen nelayan di PPP Lampulo

termasuk kategori nelayan penuh karena sebagian besar nelayan adalah penduduk

yang bertempat tinggal di wilayah sekitar PPP Lampulo sehingga menjadi nelayan

adalah pekerjaan yang dipilih sebagai pekerjaan utama. Nelayan yang termasuk

nelayan sambilan utama atau sambilan tambahan biasanya mempunyai pekerjaan

lain sebagai tukang becak atau pedagang ikan.

Gambar 2.12 Kegiatan bongkar muat hasil tangkapan yang dilakukan nelayan di

PPP Lampulo

Alat Penangkapan Ikan

Alat penangkapan ikan merupakan salah satu komponen penting bagi

nelayan karena menjadi alat utama untuk menghasilkan produksi perikanan, baik

berupa ikan maupun non ikan. Jenis alat tangkap yang terdapat di PPP Lampulo

hanya ada tiga jenis yaitu pukat cincin, pancing ulur dan pancing rawai. Namun,

yang paling dominan adalah pukat cincin yang terus mengalami peningkatan tiap

tahunnya. Alat tangkap pancing rawai mulai digunakan sejak tahun 2009,

sehingga saat ini jumlahnya belum terlalu banyak. Jumlah alat tangkap menurut

jenisnya di PPP Lampulo tahun 2007–2011 dapat dilihat pada Tabel 3.1 jumlah

alat tangkap di PPP lampulo 2007-2011.

15

Tabel 2.1 Jumlah alat tangkap di PPP Lampulo tahun 2007–2011

Tahun Pukat Cincin Pancing Ulur Rawai Jumlah

2007 97 31 0 130

2008 90 35 0 125

2009 101 47 6 154

2010 110 57 20 187

2011 115 55 40 210

Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)

Armada Penangkapan Ikan

Armada penangkapan ikan yang terdapat di PPP Lampulo adalah perahu

tanpa motor, motor tempel dan kapal motor, namun yang paling dominan adalah

jenis kapal motor. Ukuran kapal motor bervariasi antara 5 GT sampai 60 GT.

Tabel 2.2 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan jenis armada di PPP

Lampulo tahun 2011

Jenis Armada Ukuran Jumlah

Perahu Tanpa Motor Perahu papan kecil 3

Motor Tempel 12

Kapal Motor 5-10 GT 40

11-20 GT 55

21-30 GT 47

31-60 GT 53

Jumlah 210

Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)

Kapal yang memiliki ukuran <10 GT merupakan kapal yang digunakan

untuk mengoperasikan pancing ulur, sedangkan kapal dengan ukuran 10 hingga

30 GT kebanyakan digunakan untuk mengoperasikan pancing rawai dan pukat

cincin trip harian. Kapal dengan ukuran >30 GT digunakan untuk mengoperasikan

pukat cincin trip mingguan. Armada penangkapan ikan yang berlabuh atau

bertambat di PPP Lampulo tidak semuanya berasal dari Banda Aceh, ada yang

berasal dari Aceh Barat dan Aceh Timur. Namun, armada penangkapan yang

paling dominan mendaratkan hasil tangkapannya di PPP lampulo adalah yang

berasal dari Banda Aceh.

Musim dan Daerah Penangkapan Ikan (DPI)

Provinsi Aceh terdapat 2 (dua) musim yaitu musim kemarau yang

berlangsung dari bulan April sampai September dan musim penghujan dari bulan

Oktober sampai Maret dimana keadaan ini selalu bergeser setiap tahunnya.

Periode ini juga berpengaruh terhadap penangkapan ikan yang dikenal dengan

nama Musim Barat (April-September) dan Musim Timur (Oktober-Maret) dimana

Musim puncak terjadi pada bulan Maret-Agustus, musim biasa/sedang terjadi

pada bulan September-Oktober, dan musim paceklik terjadi pada bulan

Desember-Februari. Khusus untuk ikan tuna dan cakalang musim puncak terjadi

2 kali dalam setahun yaitu bulan April dan Oktober, musim sedang pada bulan

Mei-September, musim Paceklik pada bulan Desember-januari.

16

Daerah penangkapan ikan bagi nelayan yang berbasis di PPP Lampulo

adalah di perairan Utara Aceh yaitu di sekitar perairan Sabang dan Meulaboh

dengan jarak penangkapan sekitar 3-100 mil serta perairan Samudra Hindia dan

Selat Malaka dengan jarak tempuh sekitar 15-150 mil. Penangkapan ikan

dilakukan sepanjang tahun, dengan sistem penangkapan trip harian dan trip

mingguan, dimana trip harian perjalanan melaut dilakukan selama sehari, yaitu

pada malam atau pagi hari. Sedangkan untuk trip mingguan bisa mencapai lebih

dari tiga hari melaut. Pencarian DPI oleh nelayan Lampulo didasarkan pada

pengalaman melaut yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah tsunami nelayan di

Lampulo mendapat bantuan dari Livelihood Service Center yang dibawahi oleh

NGO (Non-government Organization) OISCA dari Jepang yaitu berupa 2 unit fish

finder yang diberikan kepada nelayan secara gratis untuk nelayan yang

mengoperasikan alat tangkap dengan menggunakan kapal yang berukuran 20-30

GT. Adanya bantuan fish finder tersebut diharapkan nelayan dapat menemukan

DPI dengan lebih mudah dan juga dapat memperkirakan jumlah ikan yang

menjadi target penangkapan.

Produksi dan Nilai Produksi

Jenis ikan yang didaratkan di PPP Lampulo diantaranya kelompok pelagis

kecil, pelagis besar, dan demersal. Jumlah produksi tiap bulan dan tiap tahunnya

pun selalu berubah-ubah bergantung pada musim ikan, jumlah armada

penangkapan yang melakukan operasi penangkapan dan jumlah trip penangkapan

dilakukan nelayan. Jenis ikan yang dominan didaratkan di PPP Lampulo selama 5

tahun terakhir (2007-2011) adalah ikan cakalang, tongkol, layang, dan tuna. Pada

Tahun 2012, produksi ikan cakalang merupakan yang tertinggi, yaitu mencapai

1856250 kg, lalu disusul dengan ikan tongkol dengan total produksi 829000 kg,

sedangkan produksi yang paling sedikit adalah produksi ikan salam dengan

jumlah produksi sebesar 38800 kg (UPTD PPP Lampulo 2012). Berikut Tabel

yang menyajikan produksi ikan per alat tangkap setiap bulannya pada tahun 2012.

Tabel 2.3 Produksi ikan di PPP Lampulo pada tahun 2012

Bulan

Total Pukat Cincin Pancing Ulur Rawai

(Kg)

Januari 452868 2733 - 455601

Februari 377093 6669 2515 386277

Maret 496001 10852 1890 508743

April 589727 19055 1350 610132

Mei 465361 11983 - 477344

Juni 600936 22718 1035 624689

Juli 352594 28487 1350 382431

Agustus 396144 27159 935 424238

September 678119 38781 - 716900

Oktober 704917 63677 - 768594

November 797082 53883 2061 853026

Desember 585401 27932 1850 615183

Jumlah 6496243 313929 12986 6823158

Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)

17

Nilai produksi mencerminkan harga jual hasil tangkapan yang diperoleh

nelayan, nilai produksi terbesar diperoleh dari alat tangkap pukat cincin, hal ini

dikarenakan hasil tangkapan pukat cincin lebih banyak daripada alat tangkap

lainnya yang terdapat di PPP Lampulo (Tabel 2.3). Beberapa hal yang

mempengaruhi harga jual ikan yaitu kualitas ikan yang didaratkan oleh nelayan

dan jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi.

Tabel 2.4 Nilai produksi ikan di PPP Lampulo Tahun 2012

Bulan Pukat Cincin Pancing Ulur Rawai

Total (Rupiah)

Januari 8 417 550 000 65 230 000 - 8 482 780 000

Februari 8 808 460 000 153 025 000 21 677 500 8 983 162 500

Maret 8 186 880 000 272 015 000 17 437 500 8 476 332 500

April 5 437 980 000 448 175 000 9 450 000 5 895 605 000

Mei 7 070 605 000 301 810 000 - 7 372 415 000

Juni 9 786 415 000 553 125 000 9 315 000 10 348 855 000

Juli 5 832 190 000 672 540 000 12 150 000 6 516 880 000

Agustus 6 199 160 000 678 980 550 8 415 000 6 886 555 550

September 10 903 495 000 955 745 000 - 11 859 240 000

Oktober 9 352 990 000 1 594 100 000 - 10 947 090 000

November 10 330 373 500 1 476 294 000 20 610 000 11 827 277 500

Desember 8 189 490 000 701 640 000 17 575 000 8 908 705 000

Jumlah 98 515 588 500 7 872 679 550 116 630 000 106 504 898 050

Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)

18

2 PRODUKTIVITAS UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN

DI PPP LAMPULO

Pendahuluan

Kegiatan perikanan pukat cincin di Banda Aceh telah cukup lama

berkembang, hal ini terlihat dari jumlah armada pukat cincin di PPP Lampulo

yang terus meningkat setiap tahunnya dan lebih dominan digunakan oleh para

nelayan yaitu sebesar 76.38 persen selama lima tahun terakhir dibandingkan alat

tangkap lainnya (DKP Aceh 2012). Alat tangkap pukat cincin mampu menangkap

ikan-ikan pelagis dalam jumlah yang besar, sehingga para nelayan lebih dominan

menggunakan alat tangkap pukat cincin dan terus meningkatkan upaya dalam

memperoleh hasil tangkapan yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh

para nelayan yaitu dengan memperbesar ukuran kapal yang digunakan. Perubahan

peningkatan upaya penangkapan dengan memperbesar ukuran kapal yang

dilakukan oleh para nelayan perlu diperhatikan, yang diperkirakan akan

berpengaruh terhadap stok ikan-ikan pelagis yang ada. Upaya penangkapan

merupakan salah satu faktor utama untuk menilai kegiatan penangkapan ikan

dalam suatu kawasan perairan. McCluskey dan Lewison (2008) menyatakan

bahwa upaya penangkapan merupakan ukuran untuk menghasilkan sejumlah hasil

tangkapan atau ukuran produktivitas dari unit penangkapan ikan.

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.60/MEN/2010 produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat

kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan yang ditetapkan dengan

mempertimbangkan ukuran kapal, jenis bahan, kekuatan mesin kapal, jenis alat

penangkapan ikan yang digunakan, jumlah trip operasi penangkapan pertahun,

kemampuan tangkap rata-rata per trip dan wilayah penangkapan ikan.

Produktivitas kapal penangkap ikan ditetapkan per Gross Tonnage (GT) per tahun

berdasarkan perhitungan jumlah hasil tangkapan ikan per kapal dalam 1 (satu)

tahun dibagi besarnya GT kapal yang bersangkutan (KKP 2010). Choliq et al.

(1994) dalam Setyorini et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran produktivitas

alat tangkap dapat mencakup produktivitas per unit alat tangkap, produktivitas per

ABK dan produktivitas per trip penangkapan.

Melihat potensi sumberdaya ikan pelagis yang cukup potensial di perairan

Utara Aceh dan terus berkembangnya usaha penangkapan ikan dengan

menggunakan alat tangkap pukat cincin maka perlu dilakukan penelitian tentang

produktivitas penangkapan pukat cincin baik itu ditinjau dari trip penangkapan

yang dilakukan dan ukuran kapal yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini

dimaksudkan untuk mengetahui gambaran perikanan pukat cincin harian di PPP

Lampulo mencakup deskripsi armada, komposisi hasil tangkapan dan

produktivitas penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo berdasarkan trip

penangkapan dan ukuran kapal, seberapa besar pengaruh upaya penangkapan dan

ukuran kapal terhadap produktivitas penangkapan. Informasi tentang produktivitas

unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo sangat diperlukan untuk

memperoleh informasi upaya penangkapan optimum yang berkelanjutan.

Metode Penelitian

19

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo

Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari sampai dengan

Februari 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Objek penelitian ini adalah unit penangkapan pukat cincin harian yang

berbasis di PPP Lampulo. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah buku identifikasi untuk mengidentifikasi jenis ikan yang tertangkap, alat

dokumentasi berupa kamera, alat tulis dan kuisioner.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer berupa komposisi hasil tangkapan dan kondisi perikanan

pukat cincin di PPP Lampulo yang diperoleh berdasarkan observasi dan

wawancara langsung terhadap nelayan dan pelaku usaha perikanan pukat cincin

yang terkait, sedangkan data sekunder berupa data hasil tangkapan dan upaya

penangkapan pukat cincin selama tiga tahun terakhir, upaya disini berupa trip

penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan. Data sekunder diperoleh dari

lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian yaitu UPTD Lampulo dan Dinas

Kelautan dan perikanan Provinsi Aceh.

Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sensus yaitu seluruh

populasi dijadikan sampel (Sugiyono 2007). Sampel yang diambil 54 unit pukat

cincin harian di PPP Lampulo. Metode pengumpulan data adalah dengan sensus,

artinya mengumpulkan data dengan cara mencatat seluruh elemen yang menjadi

objek penelitian.

Analisis Produktivitas Pukat Cincin

Analisis produktivitas pukat cincin dapat dilakukan melalui pendekatan

produksi kapal pukat cincin setiap tripnya dan produksi per ukuran kapal yang

digunakan dalam kurun waktu setahun. Dalam penelitian ini jumlah produksi, trip

penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan selama setahun dihitung rata-

ratanya, serta pada penelitian ini juga dilihat perkembangan produktivitas per trip

setiap bulannya selama setahun terakhir.

Produktivitas dalam trip = 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 produksi

rata −rata trip penangkapan (ton/trip/th)

Produktivitas dalam GT = 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 produksi

rata −rata ukuran kapal penangkapan (ton/GT/th)

20

Hasil Penelitian

Unit Penangkapan Pukat Cincin

Unit penangkapan pukat cincin merupakan kesatuan dari kapal, alat

tangkap, dan nelayan pukat cincin. Dalam analisis produktivitas digunakan data

ukuran kapal, trip penangkapan, dan produksi pukat cincin harian sebagai sampel.

1. Kapal pukat cincin

Kapal pukat cincin di PPP Lampulo merupakan kapal dengan mesin inboard

(kapal motor). Gross Tonnage berkisar antara 13-30 GT, dengan panjang kapal

berkisar antara 13.00-21.06 m, lebar 2.00-4.85 m dan dalamnya 1.00-1.60 m.

Kapal-kapal pukat cincin di Lampulo dibuat di galangan kapal tradisional dengan

jenis kayu yang digunakan adalah kayu Meranti Batu, Alban, Bungor, dan Serkoi.

Jenis kayu tersebut bersifat lebih tahan terhadap pembusukan.

Gambar 3.1 Kapal pukat cincin di PPP Lampulo

Kapal pukat cincin menggunakan mesin utama (main engine) dan mesin

pembantu (auxiliary engine). Mesin utama adalah mesin yang digunakan kapal

untuk melakukan olah gerak atau manuver, sedangkan mesin pembantu digunakan

sebagai sumber tenaga lampu dan mesin penggulung jaring (gardan). Jenis mesin

yang digunakan sebagai mesin utama adalah mesin darat, yaitu mesin truk yang

telah dimodifikasi. Merek mesin yang paling banyak ditemukan adalah

mitsubishi, nissan dan isuzu dengan kapasitas berkisar antara 100-180 HP. Mesin

pembantu berupa generator, sebanyak 1-2 unit generator. Mesin pembantu

digunakan sebagai pembangkit listrik untuk menyalakan lampu pemikat ikan,

mesin pembantu merupakan generator dengan tenaga 15-20 HP (Durand 1994).

Gambar 3.2 Mesin utama (main engine) kapal pukat cincin

21

Kapal pukat cincin di PPP Lampulo sudah dilengkapi dengan alat navigasi

berupa GPS (Global Positioning System) dan fish finder. Penggunaan GPS dan

fish finder ini dapat menentukan kedalaman dan bentuk topografi perairan, dan

mempercepat pengambilan keputusan untuk mengoperasikan pukat cincin,

sehingga dapat menghindari dan mengurangi resiko tersangkutnya pukat cincin

pada karang dan batu. Hal ini secara tidak langsung dapat meminimalisir biaya

kerusakan dan perawatan terhadap pukat cincin yang secara tidak langsung dapat

menigkatkan pendapatan kapal tersebut. Disamping itu, dengan adanya GPS dan

fish finder dapat menentukan daerah penagkapan, sehingga memudahkan

komunikasi antar sesama nelayan dalam memberikan informasi daerah-daerah

yang banyak muncul ikan. Dalam hal navigasi, alat ini sangat membantu kapal

sewaktu memasuki suatu wilayah, kejadian yang sering terjadi nelayan tidak bisa

masuk dan tidak tahu jalan menuju ke tempat pendaratan kapal pada saat listrik

mati. Dengan adanya informasi GPS maka akan terlihat pada peta jalan masuk

menuju tempat pendaratan kapal yang dituju.

Gambar 3.3 Alat navigasi pada kapal pukat cincin di PPP Lampulo

2. Alat tangkap pukat cincin

Secara umum jaring pukat cincin terdiri dari kantong, badan jaring, dan

sayap jaring. Jaring pukat cincin apabila dibentangkan membentuk trapesium. Tali

temali yang ada pada jaring pukat cincin mencakup tali selambar, tali ris atas, tali

ris bawah, tali pelampung, tali pemberat dan tali penarik (purse line). Spesifikasi

alat tangkap pukat cincin harian di PPP Lampulo sebagai berikut:

a. Bahan jaring : umumnya nilon twine dan polyethilen

b. Dimensi utama jaring : Panjang : 700-1300 m

Tinggi : 45-72 m

c. Ukuran mata jaring : Kantong jaring : 1 inci

Badan jaring : 1.5 inci

Sayap jaring : 2 inci

d. Bahan dan jumlah pemberat : Timah hitam 700 buah

e. Bahan dan jumlah pelampung : Sintesis rubber 12 cm ± 2000 buah

f. Bahan dan jumlah cincin : Kuningan ± 150 buah

Ciri khas dari jaring pukat cincin adalah terdapatnya tali penarik (purse line)

dan cincin dengan diameter 12 cm digantungkan pada tali pemberat dengan seutas

tali yang panjangnya 1 m dengan jarak 3 m setiap cincin. Kedalam cincin ini

dimasukkan tali penarik (purse line), hal inilah yang memungkinkan bagian

22

bawah jaring dikerutkan pada saat operasi sehingga membentuk mangkuk dan

mencegah ikan meloloskan diri.

Gambar 3.4 Nelayan sedang menggulung jaring pukat cincin

3. Nelayan pukat cincin

Jumlah nelayan yang ikut dalam sekali trip operasi penangkapan ikan

dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin di setiap kapal berbeda-beda.

Jumlah awak kapal yang ikut dalam sekali trip melaut sangat bervariasi, yaitu

berkisar antara 10-21 orang, dengan sistem pembagian kerja sebagai berikut:

a. Nahkoda: 1 orang, biasanya orang yang dipercaya oleh pemilik kapal yang

bertugas bertugas sebagai penanggung jawab dalam mengoperasikan kapal dan

kelancaran kegiatan penangkapan ikan.

b. Wakil nahkoda: 1 orang, berfungsi menggantikan nahkoda disaat nahkoda

harus melakukan hal lain. Wakil nahkoda juga dapat berfungsi sebagai fishing

master.

c. Juru mesin: terdiri dari 2-3 orang yang paling berpengalaman dalam

memperbaiki kerusakan kapal, biasanya juru mesin pada kapal pukat cincin

tidak memiliki pendidikan formal pada bidangnya, hanya mengandalkan

pengalaman.

d. Juru lampu: terdiri dari 1-2 orang, bertugas mengoperasikan dan merawat

instalasi listrik.

e. Juru pelampung: terdiri dari 3-4 orang yang bertugas mengatur dan merapikan

pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan,

f. Juru pemberat: terdiri dari 3-4 orang yang bertugas mengatur dan merapikan

pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan,

g. Nelayan biasa: terdiri 3-4 orang yang bertugas menarik, merapikan dan

memperbaiki jaring pukat cincin jika ada kerusakan,

h. Juru masak: terdiri dari 1 orang yang bertugas menyiapkan makanan dan

minuman bagi seluruh awak kapal.

Hasil Tangkapan

Target utama pukat cincin adalah kelompok ikan pelagis besar dan pelagis

kecil. Hasil tangkapan yang diperoleh alat tangkap pukat cincin selama bulan

Januari-Februari 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.1, dimana selama bulan

penelitian ada sembilan spesies yang tertangkap oleh armada penangkapan pukat

cincin harian.

23

Tabel 3.1 Hasil tangkapan pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013

No Nama Lokal Komposisi

( Kg ) ( % )

1 Cakalang 235725 49.18

2 Layang 96725 20.18

3 Tongkol komo 20150 4.20

4 Tongkol krai 41775 8.71

5 Tuna (Yellowfin tuna) 29555 6.17

6 Salam 4800 1.00

7 Lemuru 28525 5.95

8 Kembung 3650 0.76

9 Selar 16775 3.50

10 Campuran 1675 0.35

Jumlah 479355 100

Jenis hasil tangkapan pukat cincin yang mendominasi selama bulan

penelitian di PPP Lampulo yaitu ikan cakalang sebesar 49.18 persen, layang

sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17

persen .

Produktivitas Unit Penangkapan Pukat Cincin

Produktivitas unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo dilakukan

dengan pendekatan rata-rata produksi yang dihasilkan unit penangkapan pukat

cincin per upaya penangkapan, dimana upaya disini berupa rata-rata trip yang

dilakukan dalam setahun dan rata-rata ukuran kapal yang digunakan dalam

setahun. Produktivitas pukat cincin dapat dilihat pada Tabel 4.2 rata-rata produksi,

trip, ukuran kapal dan produktivitas selama tahun 2010-2013.

Tabel 3.2 Rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas selama tahun

2010-2012.

Tahun Unit Produksi

Trip Ukuran Kapal Produktivitas Produktivitas

(ton) (GT) (ton/trip/th) (ton/GT/th)

2010 57 239.02 155 24 1.54 9.95

2011 58 241.47 132 24 1.83 9.97

2012 54 238.86 128 24 1.86 9.92

Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)

Produksi unit penangkapan pukat cincin selama tiga tahun terakhir tidak

terlalu jauh berbeda. Sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2, nilai produksi

tertinggi terdapat pada tahun 2011 yaitu sebesar 241.479 ton dengan jumlah unit

pukat cincin 58 unit. Perkembangan produktivitas selama tiga tahun cenderung

meningkat, dimana nilai produktivitas per trip tertinggi sebesar 1.86 ton/trip/tahun

terjadi pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi terjadi pada tahun 2011

dengan nilai 9.97 ton/GT/tahun.

24

Untuk melihat perkembangan produktivitas setiap bulannya maka dalam

penelitian ini akan dihitung berdasarkan produksi yang dihasilkan kapal pukat

cincin setiap bulannya di bagi dengan jumlah trip penangkapan yang dilakukan

dalam bulan tersebut.

Tabel 3.3 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin

tahun 2012

Bulan Produksi

(ton) Trip

Produktivitas

(ton/trip/bln)

Januari 147.29 100 1.37

Februari 148.70 105 1.42

Maret 237.12 136 1.74

April 295.80 147 2.01

Mei 228.77 117 1.96

Juni 243.70 115 2.12

Juli 215.37 116 1.86

Agustus 235.37 133 1.77

September 286.87 159 1.80

Oktober 274.55 157 1.75

November 220.05 128 1.72

Desember 172.78 112 1.54 Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)

Produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin dari waktu ke waktu

cenderung meningkat. Sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1

perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin pada tahun

2012, nilai produktivitas tertinggi yaitu 2.12 ton/trip/bulan terdapat bulan juni dan

nilai produktivitas terendah yaitu 1.37 ton/trip/bulan pada bulan januari.

Gambar 3.5 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin

harian di PPP Lampulo tahun 2012.

1.37 1.42

1.74

2.01 1.96

2.12

1.861.77 1.80 1.75 1.72

1.54

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

2.0

2.2

2.4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

Pro

dukti

vit

as(t

on/t

rip

)

Bulan

25

Pembahasan

Jumlah kapal pukat cincin harian yang terdaftar di PPP Lampulo selama tiga

tahun terakhir mengalami penurunan, dimana pada tahun 2011 jumlah kapal pukat

cincin sebanyak 58 unit kemudian berkurang menjadi 54 unit pada tahun 2012.

Seiring dengan penurunan jumlah kapal pukat cincin harian tersebut, jumlah trip

operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh armada pukat cincin ikut menurun

dari 132 trip pada tahun 2011 menjadi 128 trip pada tahun 2012. Faktor penyebab

penurunan jumlah trip operasi penangkapan pukat cincin harian menurut para

nelayan adalah fasilitas dermaga yang terdapat di PPP Lampulo masih kurang

baik karena aktivitas tambat, membongkar muatan/hasil tangkapan, dan untuk

mengisi bahan perbekalan melaut berada dalam satu dermaga yang sama. Hal ini

tentunya mengakibatkan ketidakteraturan kapal-kapal yang akan melakukan

aktivitas tersebut.

Terjadinya antrian kapal yang panjang menyebabkan waktu untuk

melakukan bongkar muat juga menjadi terhambat dimana ketika kapal yang baru

balik dari operasi penangkapan di sore hari bisa saja waktu untuk bongkar muat

kapal tersebut pada keesokan harinya. Hal ini yang menyebabkan trip

penangkapan juga berkurang, dimana dalam satu bulan operasi armada pukat

cincin seharusnya dapat mencapai 20 hari. Dermaga di PPP Lampulo memiliki

panjang 180 m2 hanya dapat menampung 10-13 kapal yang bertambat dalam

waktu yang sama (UPTD PPP Lampulo 2011).

Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin adalah ikan pelagis

yang bergerombol dan dekat dengan permukaan air laut, selama penelitian

(Januari-Februari 2013) komposisi hasil tangkapan pukat cincin menunjukkan

bahwa ikan cakalang yang paling banyak tertangkap, yaitu sebesar 49.18 persen

dari total hasil tangkapan sebesar 479355 Kg dan diikuti oleh ikan layang sebesar

20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17 persen.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait hasil tangkapan armada

penangkapan pukat cincin di Aceh juga menunjukkan bahwa hasil tangkapan

pukat cincin yang dominan yaitu ikan cakalang seperti penelitian yang telah

dilakukan oleh Hariati (2011), menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan hasil

tangkapan pukat cincin di Banda Aceh terdiri atas ikan cakalang sebesar 51.5

persen, tongkol 31.5 persen, Mandidihang 13.5 persen dan diikuti beberapa jenis

ikan lainnya. Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahdi (2005),

dimana komposisi hasil tangkapan pukat cincin di perairan Banda Aceh pada

tahun 2003 di dominasi oleh cakalang yaitu 24447.11 ton dari total sembilan

spesies ikan yang tertangkap.

Distribusi ikan di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor

internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan. Faktor

lingkungan yaitu berupa parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, densitas,

oksigen terlarut dan kelimpahan makanan. Komponen-komponen ini akan

menentukan keberadaan ikan di lokasi perairan sehingga dapat menjadi petunjuk

penentuan fishing ground yang dituju. Perairan di sekitar pulau Aceh, pulau

Deudab, pulau Bunta, pulau Breuh serta perairan Sabang merupakan perairan

yang paling banyak dijadikan daerah penangkapan oleh nelayan pukat cincin yang

berbasis di PPP Lampulo. Penentuan daerah penangkapan ditentukan oleh pawang

kapal dengan melihat kondisi musim ikan dan keadaan cuaca laut pada saat

26

melaut serta berdasarkan pengalaman nelayan yang diwarisi secara turun temurun

dalam melakukan penangkapan. Jarak tempuh dari pangkalan (fishing base) yaitu

PPP Lampulo ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 25 mil

sampai dengan 150 mil dengan waktu tempuh 2-9 jam pelayaran.

Kondisi perairan yang dapat dijadikan arahan dalam penentuan fishing

ground dari ikan cakalang sebagai jenis ikan dominan yang tertangkap oleh

nelayan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo yaitu perairan lapisan

permukaan dengan suhu 20-30°C dan salinitas 31-330

/00 (Mustaruddin 2011). Ikan

ini biasanya hidup bergerombol dan ada juga tertangkap bersama gerombolan

ikan lain. Lingkungan perairan utara Aceh dan Pulo Aceh diduga merupakan

daerah yang sesuai untuk berkembangnya ikan cakalang. Hal tersebut terlihat dari

hasil penelitian yang telah dilakukan oleh muklis et al. (2009), yang menyatakan

bahwa kondisi perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam berkisar antara 27.00-

30.10°C dan klorofilnya berkisar antara 0.26-0.33 mg/m3. Kisaran suhu dan

salinitas di perairan Pulo Aceh yaitu 27.83-30.16°C dan 30.20-33.750

/00 (Rizwan

et al. 2010).

Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan merupakan nilai yang

mencerminkan produktivitas armada pukat cincin harian yang berbasis di PPP

Lampulo. Nilai produktivitas pada penelitian ini dapat diketahui dengan

menghitung rata-rata hasil tangkapan kapal pukat cincin harian selama setahun

dan upaya penangkapan berupa trip penangkapan dan ukuran kapal yang

digunakan. Upaya penangkapan merupakan aktivitas penangkapan yang dilakukan

pada suatu daerah penangkapan tertentu dalam suatu satuan waktu dengan

menggunakan jenis alat tangkap tertentu, ukuran kapal, memiliki satuan hari

melaut (Iriana et al. 2012).

Perkembangan produktivitas dari tahun 2010-2012 dapat dilihat pada Tabel

4.2, selama tiga tahun terakhir produktivitas per trip unit penangkapan pukat

cincin harian mengalami peningkatan, produktivitas tertinggi yaitu 1.86

ton/trip/tahun pada tahun 2012 dengan jumlah produksi 238.86 ton dan jumlah

trip 128. Seperti yang tertera di Tabel 4.2 jumlah produksi dan jumlah trip

penangkapan pada tahun 2012 merupakan yang terendah daripada dua tahun

sebelumnya. Jumlah trip penangkapan tertinggi yaitu pada tahun 2010 sebesar 155

trip dan jumlah produksi tertinggi yaitu pada tahun 2011 sebesar 241.47 ton.

Besarnya trip penangkapan belum tentu menunjukkan besarnya hasil tangkapan

yang diperoleh pada tahun tersebut. Hal ini tergantung dari efektifitas dari alat

tangkap pukat cincin dalam memperoleh hasil tangkapan, yang ditunjukkan

dengan produktivitasnya. Begitupula sebaliknya, produktivitas tidak hanya diukur

berdasarkan pada jumlah produksinya saja, tetapi tergantung pula pada jumlah trip

penangkapannya (Iriana et al. 2012).

Tingkat produktivitas unit penangkapan pukat cincin setiap bulannya pada

tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.1 dimana trip penangkapan mengalami

fluktuasi. Berfluktuasinya produktivitas pada tahun 2012 sangat dipengaruhi

jumlah operasi penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan dan hasil

tangkapan pukat cincin setiap bulannya di PPP Lampulo. Nilai produktivitas

tertinggi adalah 2.12 ton/trip pada bulan Juni dan nilai produktivitas terendah

adalah 1.37 ton/trip pada bulan Januari. Atmadja dan Nugroho (2001) dalam

Wiyono (2010) menyatakan bahwa nilai produktivitas yang besar

27

menggambarkan stok ikan yang tinggi di suatu perairan. Hal yang serupa juga

dinyatakan oleh Sparre dan Venema (1989), dimana nilai yang mencerminkan

hasil tangkapan per unit upaya penangkapan atau catch per unit effort (CPUE)

merupakan indek kelimpahan stok ikan di perairan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, musim penangkapan ikan dan

biaya perbekalan pada bulan-bulan tertentu mengalami kenaikan sangat

mempengaruhi nelayan tidak melaut. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa

musim ikan atau panen ikan jatuh pada bulan April sampai dengan Juli karena

pada bulan tersebut rata-rata produksi per tripnya jauh di atas rata-rata produksi

per trip selama satu tahun. Sedangkan untuk musim panceklik terjadi pada bulan

Desember hingga Februari yang rata-rata produksi per tripnya jauh di bawah rata-

rata produksi per trip selama setahun.

Produktivitas per GT pada penelitian ini dilakukan dengan perhitungan rata-

rata hasil tangkapan yang diperoleh armada pukat cincin dalam setahun dibagi

dengan rata-rata ukuran kapal pukat cincin yang digunakan oleh para nelayan

dalam setahun. Rata-rata ukuran kapal yang digunakan selama tahun 2010-2012

sama yaitu 24 GT. Produktivitas tertinggi terdapat pada tahun 2011 yaitu sebesar

9.97 ton/GT/tahun. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut armada penangkapan

pukat cincinnya lebih banyak sehingga hasil tangkapan yang diperoleh lebih

banyak dari pada hasil tangkapan pada tahun 2010 dan 2012 (nilai produktivitas

untuk tahun 2010 yaitu 9.95 ton/GT/tahun dan tahun 2012 sebesar 9.92

ton/GT/tahun). Hal ini dapat diduga bahwa kapal pukat cincin harian pada tahun

2011 dapat memanfaatkan secara maksimal kapasitas kapal yang berukuran 24

GT. Besarnya tonnage kapal berhubungan langsung dengan produktivitas dan

produksi tangkapan, maka untuk menduga produksi nelayan, disamping

didasarkan atas teknologi alat tangkap dan jumlah kapal, juga ditentukan oleh

tonnage kapal yang dimiliki (DJPT 2013). Peningkatan produktivitas sangat

terkait dengan kemampuan armada penangkapan, jenis alat tangkap yang

digunakan, daerah penangkapan, dan komponen-komponen yang mendukung

operasi penangkapan.

Kesimpulan

Armada penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo

memiliki Gross tonnage berkisar 13-30 GT dengan kapasitas mesin penggerak

berkisar antara 100-180 HP. Jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah

cakalang yaitu 49.18 persen dari total hasil tangkapan sebesar 479355 Kg pada

bulan penelitian. Trip penangkapan tertinggi diperoleh pada tahun 2010 yaitu

sebanyak 155 trip dari 57 unit penangkapan pukat cincin harian. Hasil tangkapan

terbanyak terdapat pada tahun 2011 yaitu 241.47 ton dari 58 unit penangkapan

pukat cincin. Produktivitas per trip tertinggi yaitu 1.86 ton/trip pada tahun 2012

dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT pada tahun 2011.

28

4 EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN

PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO

Pendahuluan

Setiap bidang usaha pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan hasil yang

optimal, para nelayan akan selalu berusaha untuk meningkatkan hasil tangkapan

dengan tujuan untuk memperbesar pendapatan sehingga dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya. Menurut Satria (2009), nelayan sebagai usahawan harus

pandai memanfaatkan segala faktor-faktor yang berhubungan dengan

penangkapan ikan yang ada dan juga memilih diantara berbagai alternatif dalam

kegiatan ekonomi. Usaha pengembangan penangkapan dapat ditempuh dengan

program intensifikasi di bidang perikanan. Intensifikasi penangkapan secara

umum dapat diartikan sebagai usaha penggunaan lebih banyak faktor yang

mempengaruhi penangkapan seperti kinerja awak kapal serta optimalisasi alat

tangkap dan kapasitas mesin terhadap proses penangkapan untuk mencapai hasil

tangkapan yang lebih besar.

Operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin

merupakan suatu sistem yang tidak terlepas dari penggunaan faktor produksi yang

mempengaruhi produksi yang diperolah. Produksi adalah perubahan dari dua atau

lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output (produk). Menurut

Joesron dan Fathorozi (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas

ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian

ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai

input atau masukan untuk menghasilkan output. Input dari usaha penangkapan

pukat cincin yang berkembang di PPP Lampulo sangat dipengaruhi oleh variabel-

variabel faktor produksi yang mendukung operasi penangkapan. Variabel-variabel

tersebut diantaranya ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring pukat cincin,

tinggi jaring pukat cincin, jumlah awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, air

tawar dan perbekalan.

Penggunaan variabel faktor produksi yang efektif dan efisien diharapkan

akan dapat meningkatkan produksi perikanan tangkap. Pengertian efisiensi itu

sendiri dalam suatu usaha merupakan perbandingan jumlah sumberdaya yang

digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Apabila suatu proses produksi

dengan jumlah input tertentu masih mempunyai peluang untuk memberi hasil

yang lebih tinggi dengan cara yang lain, maka proses produksi tersebut tidak

efisien dan sebaliknya apabila dalam suatu proses produksi tersebut tidak

mempunyai peluang untuk memberikan hasil yang lebih tinggi dengan cara lain,

maka proses produksi tersebut efisien secara ekonomis (Soeharjo 1982).

Berdasarkan survei ke lapangan, unit penangkapan pukat cincin harian yang

berbasis di PPP Lampulo memiliki variabel produksi yang berbeda satu sama lain.

Hal ini terlihat dari beragamnya biaya operasional yang dikeluarkan dalam setiap

trip penangkapan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis faktor

produksi yang berperan terhadap produksi dan hubungannya terhadap produksi

unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo, serta menganalisis

efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin baik

ditinjau dari efisiensi teknis maupun ekonomi.

29

Metode Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo

Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan

Februari 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Objek penelitian ini adalah unit penangkapan pukat cincin harian yang

berbasis di PPP Lampulo. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah alat dokumentasi berupa kamera, alat tulis, kuesioner dan data sheet.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer berupa faktor-faktor produksi unit penangkapan pukat

cincin yaitu ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring, tinggi jaring, jumlah

awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, jumlah air tawar dan biaya

perbekalan yang digunakan setiap satu trip melaut pada unit penangkapan pukat

cincin harian selama bulan penelitian berlangsung. Data sekunder diperoleh dari

lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian yaitu UPTD Lampulo dan Dinas

Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh.

Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sampling jenuh yaitu

seluruh populasi dijadikan sampel (Sugiyono 2007). Sampel yang diambil berupa

data unit penangkapan pukat cincin harian sebanyak 54 unit yang berbasis di PPP

Lampulo selama penelitian. Metode pengumpulan data adalah dengan sensus,

artinya mengumpulkan data dengan cara mencatat seluruh elemen yang menjadi

objek penelitian.

Batasan Variabel

Untuk menghindari salah pengertian, maka variabel-variabel yang dianalisis

perlu diberikan batasan sebagai berikut :

a. Hasil tangkapan (Y), adalah besarnya hasil dari usaha penangkapan yang

diperoleh nelayan berupa ikan (kg).

b. Ukuran kapal (X1), adalah bobot kapal kotor yang dinyatakan dalam Gross

Tonage (GT).

c. Daya mesin kapal (X2), adalah besarnya tenaga/kekuatan mesin (motor)

kapal yang digunakan dikapal dengan fungsi sebagai penggerak kapal,

dinyatakan dalam Horse Power (HP).

d. Panjang jaring pukat cincin (X3), adalah panjang net (jaring), dihitung dari

ujung jaring sebelah kiri sampai ujung jaring sebelah kanan, tidak termasuk

panjang tali pelampung utama. Satuan pengukurannya adalah meter (m).

e. Tinggi jaring pukat cincin (X4), adalah panjang jaring yang dihitung dari

ujung jaring atas sampai ujung jaring bawah, dinyatakan dalam meter (m).

f. Jumlah Awak Kapal (X5), adalah nelayan pekerja dengan tingkat tanggung

jawab rendah dan tidak terikat dengan kontrak kerja (orang).

30

g. BBM (X6), adalah jumlah bahan bakar yang digunakan oleh nelayan pukat

cincin untuk melaut, dinyatakan dalam (liter).

h. Jumlah Lampu (X7), adalah jumlah lampu yang digunakan untuk

mengumpulkan ikan di sekitar daerah penangkapan, dinyatakan dalam

(unit).

i. Jumlah Es (X8), adalah jumlah es yang digunakan dalam penanganan hasil

tangkapan di atas kapal, dinyatakan dalam (balok).

j. Air Tawar (X9), adalah jumlah air bersih yang digunakan oleh para nelayan

dalam sekali trip melaut, dinyatakan dalam (liter).

k. Perbekalan (X10), adalah jumlah perbekalan yang dibawa nelayan selama

berada di laut (per trip) meliputi bekal untuk makan/konsumsi seperti beras,

sayuran, lauk pauk dan lainnya, dinyatakan dalam (Rupiah).

Analisis Faktor Produksi

Analisis faktor produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan

antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut

Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu

terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak

mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu

disederhanakan dalam bentuk suatu model.

Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor produksi dengan produksi dapat

dihitung berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas. Model Cobb-

Douglas/Logaritma adalah sebagai berikut (Soekartawi 1994):

𝑌 = 𝑎𝑋1𝑏1 𝑋2

𝑏2 …𝑋𝑖𝑏𝑖 …… 𝑋𝑛

𝑏𝑛𝑒 Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut di atas, maka

diubah menjadi bentuk linier sebagai berikut:

𝐿𝑛𝑌 = 𝐿𝑛𝑎0 + 𝑏1𝐿𝑛𝑋1 + 𝑏2𝐿𝑛𝑋2 + ⋯ + 𝑏𝑛𝐿𝑛𝑋𝑛 + 𝐿𝑛 𝑒 Dimana: Y = Produksi

X1 ...... Xn = Faktor Produksi

a0 = Titik potong (intercept)

b1 s/d bn = Koefisien regresi dari parameter penduga

e = Galat

Selanjutnya dilakukan pengujian secara statistik terhadap fungsi produksi

Cobb-Douglas tersebut. Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah

pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi.

1. Pengujian terhadap model penduga

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan

sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi serta untuk menguji

pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) secara serempak/simultan terhadap

variabel terikat (Y). Uji statistik yang digunakan adalah uji F dengan rumus

sebagai berikut (Sudjana 2002) :

F = )1/(

/

knJk

kJk

res

reg

Dimana :

regJk

= Jumlah kuadrat regresi

resJk = Jumlah kuadrat residual eror

k = Jumlah variabel bebas

n = Jumlah Sampel

31

Dengan kaedah keputusan :

Bila Fhitung < FTabel (α = 0.05) atau Sig < (α = 0.05), maka tolak Ha

Bila Fhitung > FTabel (α = 0.05) atau Sig > (α = 0.05), maka terima Ha

Dimana hipotesis :

H0 : ai = o ; Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh tidak nyata terhadap

variabel terikat Y

Ha : ai ≠ o ; Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh nyata terhadap

variabel terikat Y

Selanjutnya untuk memperhitungkan pengujian, dihitung besarnya

koefisien determinasi (R2). Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh

keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang terpilih.

Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut (Sudjana 2002) :

R2 =

2

)(

Yi

regJK

Dimana : R2 = Koefisien Determinasi

JK(reg) = Jumlah Kuadrat untuk Regresi

∑Yi2 = Jumlah Kuadrat Total

2. Pengujian untuk masing-masing parameter

Tujuannya adalah untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3,…,

X10) secara individu/parsial terhadap variabel terikat (Y). Uji statistik yang

digunakan adalah Uji t dengan rumus sebagai berikut (Sudjana 2002) :

thitung = i

i

Sa

a

Dimana : ai = Koefisien Regresi Variabel Xi (i = 1, 2, 3,…, 10)

Sai = Standar Error Variabel Xi (i = 1, 2, 3,…, 10)

Dengan kaedah keputusan sebagai berikut :

Bila thitung < t Tabel atau P-value (α = 0.05), maka tolak Ha

Bila thitung > t Tabel atau P-value (α = 0.05), maka terima Ha

Dimana hipotesis :

Ho : ai = o, Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh tidak nyata

terhadap variabel terikat Y

Ha : ai ≠ o, Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh nyata

terhadap variabel terikat

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program spss 16.0 dengan

metode pembuatan model regresi yaitu metode backward, penggunaan metode ini

dikarenakan dalam proses pembentukan modelnya telah mempertimbangkan

semua kriteria signifikansi model, meliputi: uji normalitas, multikolinearitas,

autokorelasi dan heteroskedastisitas.

Analisis Efisiensi Teknis dan Efisiensi Ekonomi

Koefisien-koefisien regresi b1, b2, ...... bn dari fungsi produksi Cobb-Douglas

merupakan elastisitas produksi dari variabel input. Besarnya elastisitas produksi

(Ep) dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi teknis dan efisiensi

ekonomis dari penggunaan input variabel. Tingkat efisiensi teknis dalam

penggunaan input tercapai bila Ep = 1, jika nilai Ep < 1 maka penggunaan input

tersebut tidak efisien dan jika nilai Ep > 1 maka penggunaan input tersebut tidak

efisien. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

32

𝐸𝑝 = 𝛥𝑌

𝛥𝑋𝑖 ×

𝑋𝑖

𝑌

Dimana : Ep = elastisitas produksi

ΔY = perubahan hasil produksi

ΔXi = perubahan faktor produksi ke-i

Y = hasil produksi

Xi = jumlah faktor produksi ke-i

Efisiensi ekonomi dapat tercapai jika dapat memaksimumkan keuntungan

yaitu menyamakan produk marjinal setiap faktor produksi dengan harganya

(Soekartawi 1994). Menurut Nicholson (1995) efisiensi ekonomi tercapai apabila

perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input dengan

harga inputnya = 1. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai

berikut:

𝑏 × 𝑌 × 𝑃𝑦

𝑋 = Px

NPMxi = b×Y×Py

X

BKMxi = Px

NPMxi / BKMxi = 1

Dimana:

Px = Harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKM xi)

Py = Harga produksi

Y = Produksi

X = Jumlah faktor produksi X

b = elastisitas produksi

Dalam banyak hal kenyataan NPMxi/ BKMxi tidak selalu sama dengan 1,

yang sering terjadi adalah sebagai berikut (Soekartawi 1994):

a. NPMxi/ BKMxi > 1 ; artinya penggunaan input X belum efisien, untuk

mencapai efisien input X perlu ditambah.

b. NPMxi/ BKMxi < 1 ; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk

mencapai efisien, maka penggunaan input X perlu dikurangi.

Hasil Penelitian

Analisis Faktor Produksi

Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan pukat cincin sangat dipengaruhi

oleh faktor-faktor produksi usaha perikanan, pada penelitian ini ada 10 variabel

yang diteliti untuk melihat signifikansi penggunaannya pada operasi penangkapan

ikan. Kesepuluh variabel tersebut yaitu; ukuran kapal (X1), dimana ukuran kapal

pukat cincin harian yang berbasis di PPP lampulo berkisar 13-30 GT dengan daya

mesin kapal (X2) 100-180 HP, dimensi jaringnya memiliki panjang (X3) berkisar

700-1300 m dan tinggi (X4) berkisar 45-72 m, serta alat bantu penangkapan

berupa lampu (X7) berkisar 7-20 unit. Jumlah awak kapal (X5) dalam sekali trip

melaut berkisar 10-21 orang dengan penggunaan BBM (X6) berkisar 150-400 L,

air tawar (X9) 500-800 L, jumlah es (X8) berkisar 5-16 batang, dan biaya

33

perbekalan berkisar Rp400 000-Rp780 000. Hasil pengolahan data regresi linier

berganda dengan menggunakan program spss 16.0 dan metode pembuatan model

regresi yaitu metode backward menghasilkan output yang hanya menyisakan

prediktor yang signifikan saja, dimana dari 10 variabel hanya menyisakan 5

varibel yang signifikan saja.

Nilai koefisien determinasi (R2) untuk model fungsi produksi unit

penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo sebesar 0.727, yang berarti

bahwa persentasi sumbangan pengaruh variabel bebas dari daya mesin kapal (X2),

tinggi jaring (X4), jumlah awak kapal (X5), jumlah lampu (X7), dan biaya

perbekalan (X10) sebesar 72.7 persen dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor

lain yang tidak terdapat pada penelitian ini. Faktor lain tersebut misalnya faktor

lingkungan atau kondisi daerah penangkapan seperti cuaca, musim penangkapan,

keadaan sumberdaya dan keadaan perairan.

Tabel 4.1 Analisis ragam faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP

Lampulo

Sumber Db Jumlah Kuadrat Rata-rata

Kuadrat Fhit Ftabel P

Regresi 5 2.480 0.496 13.523 2.055 0.000

Residu 48 0.930 0.019

Total 53 3.409

Berdasarkan Tabel 4.1, nilai Fhit (13.523) lebih besar dari nilai Ftab(2.055)

pada tingkat kepercayaan 95 persen, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh

bersama-sama faktor produksi (yang diilustrasikan dalam model) bersifat

signifikan terhadap naik turunnya hasil tangkapan pukat cincin.

Selanjutnya untuk analisis secara parsial, maka uji t digunakan sebagai

dasar pengambilan keputusan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel

faktor produksi terhadap hasil tangkapan (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Nilai koefisien regresi (bi) dan uji t faktor produksi unit penangkapan

pukat cincin di PPP Lampulo

Sumber Koefisien

regresi

Standar error

coef thit P

Variabel -18.875 3.826 -4.933 0.000

LnX2 -0.432 0.146 -2.967 0.005

LnX4 0.467 0.162 2.882 0.006

LnX5 -1.116 0.315 -3.537 0.001

LnX7 -0.148 0.064 -2.304 0.026

LnX10 2.181 0.348 6.270 0.000

Keterangan: ttabel (0.05) = 2.009

34

Uji statistik dengan uji t-student untuk mengetahui hubungan masing-

masing faktor produksi dengan hasil tangkapan. Hasil pengujian secara parsial ini

memperlihatkan bahwa variabel daya mesin kapal (X2), tinggi jaring pukat cincin

(X4), jumlah awak kapal (X5), jumlah lampu (X7) dan biaya perbekalan (X10)

yang memberikan pengaruh nyata secara langsung terhadap hasil tangkapan pukat

cincin pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Berdasarkan Tabel 5.2 Nilai koefisien regresi (bi) dan uji t fungsi produksi

unit penangkapan pukat cincin maka dapat disusun model pengaruh faktor

produksi terhadap hasil tangkapan nelayan pukat cincin dalam bentuk persamaan

sebagai berikut:

LnY = -18.875 – 0.432 LnX2 + 0.467 LnX4 – 1.116 LnX5 – 0.148 LnX7 + 2.181

LnX10

(R2 = 0.727)

Pada model tersebut terlihat bahwa variabel tinggi jaring (X4) dan biaya

perbekalan (X10) memiliki koefisien regresi yang positif terhadap hasil tangkapan

nelayan pukat cincin harian. Sedangkan tiga variabel lainnya menghasilkan

koefisien regresi yang negatif, yaitu variabel daya mesin kapal (X2), jumlah awak

kapal (X5) dan jumlah lampu (X7). Nilai positif pada koefisien regresi

menunjukkan setiap perubahan 1 satuan dari variabel X akan menaikkan nilai Y

sebesar b1, sedangkan nilai negatif berpengaruh secara berlawanan terhadap Y

dimana setiap kenaikan 1 satuan dari variabel X nilai Y akan turun sebesar b1.

Efisiensi Teknis dan Ekonomi

Koefisien regresi ( b1, b2, ...... bn) dari fungsi produksi Cobb-Douglas

merupakan elastisitas produksi (Ep) yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat

efisiensi teknis variabel input. Dimana tingkat efisiensi teknis dalam penggunaan

input tercapai bila Ep = 1.

Tabel 4.3 Efisiensi teknis unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo

No Variabel Rata-rata Ep

1 Daya mesin kapal 128 HP -0.432

2 Tinggi jaring pukat cincin 62 m 0.467

3 Jumlah Awak Kapal 17 orang -1.116

4 Jumlah Lampu 14 unit -0.148

5 Perbekalan 626 666 Rupiah 2.181

Nilai Return to Scale (RTS) = -0.432 + 0.467 – 0.116 – 0.148 + 2.181

= 0.952

Return to Scale (RTS) perlu diketahui untuk melihat apakah kegiatan dari

suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau

decreasing retrun to scale. Nilai RTS pada usaha penangkapan pukat cincin di

PPP Lampulo yaitu 0.952, hal ini menunjukkan bahwa proses produksi perikanan

pukat cincin harian di PPP Lampulo pada bulan Januari-Februari 2013 berada

pada keadaan decreasing return to scale yang berarti bahwa proporsi

penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksinya. Jika

terjadi penambahan faktor produksi maka produksi yang diperoleh tidak akan

35

meningkat, dengan kata lain telah terjadi penggunaan faktor produksi yang

berlebih pada proses penangkapan ikan oleh armada penangkapan pukat cincin

harian di PPP Lampulo.

Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh nelayan tidak

hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih

utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai

tujuan, pelaku usaha harus mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat

kecukupan (Doll dan Orazem 1987). Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh

tercapainya suatu persamaan, dimana Nilai Produk Marginal akan sama dengan

Biaya Korbanan Marginal atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu.

Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu

sendiri. Untuk menghitung NPM diperlukan besaran Produk Marginal, karena

NPM merupakan hasil kali Harga Produk (Py) dengan Produk Marginal (PM).

Biaya Korbanan Marginal adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk

meningkatkan penggunan faktor-faktor produksi satu saatuan. Untuk melihat

tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat

dari rasio NPM dengan BKM per periode produksi (Tabel 4.4). Pada Tabel 4.4

dapat dilihat kondisi efiisiensi produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP

Lampulo, dimana produksi rata-rata sebesar 716 kilogram per periode produksi

dan harga hasil tangkapan adalah Rp35 000,- per kilogram.

Tabel 4.4 Rasio NPM dan BKM dari produksi unit penangkapan pukat cincin di

PPP Lampulo

Faktor Produksi NPM BKM NPM/BKM

Daya mesin kapal -72869.78 30 000 000 -2.819 x 10-03

Tinggi jaring pukat cincin 183099.68 238 000 000 7.931 x 10-04

Jumlah Awak Kapal - 1207302.35 1 500 000 - 1.09

Jumlah Lampu - 329.36 1 800 000 - 0.147

Perbekalan 84.86 750 000 1.162 x 10-04

Pembahasan

Berdasarkan model regresi pada persamaan fungsi produksi Cobb Douglas,

besaran koefisien regresi merupakan elastisitas produksi dari variabel-variabel

tersebut. Variabel yang nilai koefisiennya bernilai positif menunjukkan hubungan

yang searah antara produksi dengan penggunaan faktor produksi. Koefisien

regresi variabel faktor produksi (Xi) yang memiliki nilai posistif tentunya dengan

penambahan 1 satuan dari variabel faktor produksi (Xi) akan meningkatkan hasil

tangkapan sebesar koefisien regresi variabel faktor produksi tersebut.

Secara serempak kelima variabel faktor produksi berpengaruh nyata

terhadap hasil tangkapan, hal ini terlihat dari nilai Fhit yang diperoleh lebih besar

daripada nilai Ftab. Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh tidak lepas dari

keterkaitan seluruh variabel faktor produksi pada saat melakukan pengoperasian

penangkapan.

36

Dalam penelitian ini koefisien variabel tinggi jaring (X4) dan biaya

perbekalan (X10) memberikan tanda positif. Hal ini dapat diartikan bahwa

penambahan faktor-faktor produksi tersebut akan mampu meningkatkan produksi

yang dihasilkan. Dengan kata lain peningkatan penggunaan tinggi jaring pukat

cincin dengan memperhatikan perilaku dari ikan yang menjadi target penangkapan

dan kondisi perairan akan meningkatkan hasil tangkapan. Minimum lebar dari

jaring dimaksudkan untuk mengikuti kedalaman renang dari gerombolan ikan

tersebut (Sudirman dan Mallawa 2004). Variabel biaya perbekalan (X10) juga

memberikan peningkatan produksi pukat cincin secara signifikan, dengan

dijaminnya persediaan perbekalan tentunya akan memberikan dorongan yang

lebih kepada nahkoda dan ABK nya untuk melakukan upaya penangkapan ikan.

Berdasarkan hasil wawancara, nelayan menyatakan bahwa semakin terjaminnya

semua kebutuhan yang diperlukan kinerja mereka akan lebih optimal sehingga

banyak pemilik kapal yang memberikan bonus dan fasilitas yang baik agar

mereka dapat bekerja dengan baik dan tidak berpindah ke pemilik kapal lainnya.

Tiga variabel lainnya menghasilkan koefisien regresi yang negatif, yaitu

variabel daya mesin kapal (X2), jumlah awak kapal (X5) dan jumlah lampu (X7).

Hal ini diduga bahwa penggunaan dari faktor produksi tersebut dalam melakukan

penangkapan ikan pada musim barat sudah berlebih, dimana penambahan faktor

produksi dari ketiga variabel tersebut akan menurunkan produktivitas

penangkapan. Angin kencang yang menyebabkan nelayan kesulitan dalam

melakukan operasi penangkapan pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil

tangkapan yang diperoleh nelayan sehingga penambahan dari variabel-variabel itu

sendiri tidak akan meningkatkan produksi. Kekuatan mesin yang digunakan harus

disesuaikan dengan ukuran kapalnya, penggunaan daya mesin kapal yang tidak

sesuai dengan ukuran kapal akan menghambat laju gerak dari kapal itu sendiri.

Daya mesin kapal yang digunakan nelayan pukat cincin harian di PPP Lampulo

rata-rata 128 HP perlu disesuaikan kembali dengan ukuran kapalnya, hal ini

terlihat dari koefisien faktor produksi daya mesin kapal yang bernilai negatif pada

model fungsi produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo. Hubungan

besarnya ukuran kapal tidak hanya berkaitan terhadap daya mesin kapal yang

digunakan, akan tetapi juga terhadap kapasitas awak kapal yang ikut serta dalam

setiap trip operasi penangkapan.

Penggunaan jumlah awak kapal setiap trip melaut pada operasi penangkapan

pukat cincin di PPP Lampulo rata-rata berjumlah 17 orang. Penggunaan tenaga

awak kapal diduga sudah optimal sehingga jika terjadi penambahan awak kapal

pada operasi penangkapan tidak akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang

diperoleh. Disini yang harus diperhatikan adalah kualitas dari masing-masing

tenaga kerja (Sismadi 2006). Dalam memperoleh hasil tangkapan, nelayan pukat

cincin menggunakan alat bantu penangkapan berupa lampu. Rata-rata penggunaan

lampu pada setiap kapal pukat cincin sebanyak 14 lampu. Penggunaan alat bantu

penangkapan ini diduga sudah berlebih sehingga apabila terjadi penambahan

lampu sekalipun tidak akan berpengaruh terhadap penambahan jumlah hasil

tangkapan. Hal yang harus diperhatikan disini adalah intensitas daya lampu yang

digunakan, hal demikian diharapkan bahwa penggunaan jumlah lampu dengan

daya lampu yang sesuai dapat meningkatkan fungsi lampu sebagai alat bantu

penangkapan ikan sehingga dapat berjalan dengan efektif.

37

Ditinjau dari segi efisiensi, berdasarkan Tabel 4.3 efisiensi teknis unit

penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo untuk faktor produksi daya mesin

kapal, jumlah awak kapal dan jumlah lampu nilai elastisitas produksinya sudah

negatif (Ep<0) yang menunjukkan penggunaan faktor produksi sudah tidak

efisien. Hal ini berarti bahwa telah terjadi penggunaaan faktor produksi yang

berlebih oleh kapal-kapal pukat cincin di PPP Lampulo dalam operasi

penangkapannya pada musim barat. Penambahan dari penggunaan faktor produksi

tersebut dapat mengakibatkan produksi total menurun, untuk mencapai efisiensi

dari penggunaan faktor produksi tersebut maka perlu adanya pengurangan

penggunaan dari faktor produksi daya mesin kapal, jumlah awak kapal, dan

jumlah lampu sehingga dapat efisen dalam memperoleh hasil tangkapan.

Pengurangan penggunaan daya mesin kapal yang digunakan dapat disesuaikan

dengan ukuran kapalnya, begitu juga dengan jumlah awak kapal dan penggunaan

alat bantu penangkapan berupa lampu dikarenakan pada musim barat hasil

tangkapan yang diperoleh nelayan pukat cincin cenderung lebih sedikit daripada

musim timur sehingga berpengaruh terhadap perolehan pendapatan nelayan,

mengingat pendapatan nelayan sangat bergantung pada biaya operasional

penangkapan dalam sekali trip melaut dan hasil tangkapan yang diperoleh.

Faktor produksi dari tinggi jaring pukat cincin berada pada tahap produksi

rasional karena berada antara 0<Ep<1, yang artinya dengan penggunaan faktor

produksi tinggi jaring sebesar rata-rata 62 m yang digunakan nelayan saat

melakukan operasi penangkapan ikan pada musim barat sudah sesuai dan

seimbang, sehingga dapat memperoleh hasil tangkapan yang maksimal tanpa

harus mengurangi atau menambahkan faktor produksi tersebut. Diduga tinggi

jaring yang digunakan telah sesuai dengan kondisi perairan setempat dan perilaku

dari ikan target, dimana minimum lebar dari jaring dimaksudkan untuk mengikuti

kedalaman renang dari gerombolan ikan tersebut (Sudirman dan Mallawa 2004).

Untuk faktor produksi biaya perbekalan, nilai Ep>1 yang artinya

penggunaan faktor produksi belum efisien, dimana perolehan hasil tangkapan

dapat lebih ditingkatkan dengan adanya penambahan biaya perbekalan. Dengan

kata lain, masih selalu ada kesempatan untuk mengatur kembali kombinasi dan

penggunaaan faktor produksi dari biaya perbekalan sedemikian rupa sehingga

dapat memperoleh hasil tangkapan lebih besar. Dengan adanya perbekalan yang

memadai dapat mendorong kinerja awak kapal semakin optimal, berdasarkan hasil

wawancara nelayan menyatakan bahwa semakin terjaminnya semua kebutuhan

yang diperlukan maka kinerja mereka akan lebih optimal sehingga banyak pemilik

kapal yang memberikan bonus dan fasilitas yang baik agar mereka dapat bekerja

dengan baik dan tidak pindah ke pemilik kapal lainnya.

Koefisien elastisitas menunjukkan produksi berada pada tahap rasional atau

tidak rasional dilihat dari koefisien teknis. Tahap produksi rasional apabila

elastisitas produksi antara 0<Ep<1. Sedangkan apabila elastisitas produksi masih

besar dari satu, maka masih selalu ada kesempatan untuk mengatur kembali

kombinasi dan penggunaaan faktor produksi sedemikian rupa sehingga dengan

jumlah faktor produksi yang sama dapat menghasilkan produksi total lebih besar.

Atau dapat pula dikatakan bahwa produksi yang sama dapat dihasilkan dengan

faktor produksi yang lebih sedikit. Dalam keadaan yang demikian produksi

memang belum efisien sehingga disebut tidak rasional. Sedangkan pada waktu

produksi total mulai menurun, dan produksi marjinal sudah negatif, yang berarti

38

pula elastisitas produksi sudah negatif (Ep<0) atau tahap produksi tidak rasional

karena penambahan penggunaan faktor produksi justru mengakibatkan produksi

total menurun (Prayitno dan Arsyad 1987).

Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi selain

menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel yang bersangkutan, jumlah

dari nilai koefisien regresi variabel tersebut merupakan pendugaan terhadap

keadaan skala usaha proses produksi yang sedang berlangsung. Jumlah elastisitas

produksi dalam model adalah 0.952, hal ini menunjukkan bahwa tingkat skala

usaha berada pada skala deacrising return to scale berarti bahwa proporsi

penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksinya. Jika

terjadi penambahan faktor produksi maka produksi yang diperoleh tidak akan

meningkat, dengan kata lain telah terjadi penggunaan faktor produksi yang

berlebih pada proses penangkapan ikan oleh armada penangkapan pukat cincin

harian di PPP Lampulo.

Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama

dengan nilai produk marginalnya. Jika harga dari setiap faktor produksi ke-i (Pxi)

adalah biaya korbanan marginalnya (BKM) dan produk marginal dikalikan

dengan tingkat harga hasil tangkapan (Y) adalah nilai produk marginal (NPM),

maka kondisi efisiensi ekonomis tercapai pada NPMxi=BKMxi. Penelitian

dilakukan selama bulan Januari-Februari 2013, dimana pada bulan tersebut

merupakan musim barat. Harga ikan dipasaran pada bulan tersebut melambung

tinggi dikarenakan sedikitnya ikan yang tertangkap dan dijual dipasaran. Produksi

rata-rata yang diperoleh nelayan sebesar 716 kg per trip dengan harga jual hasil

tangkapan Rp35 000,- per kilogram, permintaan pasar yang tinggi menyebabkan

harga jual ikan di pasar juga tinggi. Harga jual ikan yang tinggi tidak menjamin

efisiensi ekonomi dari penggunaan faktor produksi usaha perikanan tersebut.

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa penggunaan faktor–faktor

produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo berada dalam kondisi

tidak efisien secara ekonomi, dimana nilai NPM/BKM lebih kecil dari satu. Perlu

adanya peninjauan ulang dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut pada

musim barat sehingga dapat meminimkan biaya operasional penangkapan dan

tercapainya efisiensi ekonomi dari penggunaan faktor produksi tersebut.

Penggunaan kelima faktor produksi tersebut pada level efisiennya tidak dapat

diramalkan secara tepat, dikarenakan secara teori apabila nilai NPM negatif, maka

NPMxi/Pxi negatif sehingga syarat keharusan untuk mencapai level efisien dalam

penggunaan faktor produksi tidak terpenuhi.

Tidak tercapainya efisiensi secara ekonomi dalam penggunaan faktor

produksi tersebut menyebabkan kecenderungan para nelayan pukat cincin harian

di PPP Lampulo tidak melakukan penangkapan. Berdasarkan hasil wawancara,

banyak dari nelayan pukat cincin harian pada musim barat hanya melakukan

perbaikan armada penangkapan dan alat tangkap pukat cincin. Nelayan tidak mau

mengambil resiko melaut dikarenakan angin yang kencang dan gelombang

perairan yang tidak stabil sehingga tidak dapat mencapai daerah penangkapan

ikan yang dituju, mereka hanya melakukan penangkapan tidak jauh dari pantai.

Sebagian dari kapal-kapal pukat cincin yang berukuran besar lebih memilih

bertambat di dermaga menunggu kondisi perairan stabil kembali. Kondisi ini

menuntut nelayan lebih cermat dalam penggunaan faktor produksi usaha

perikanan yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang di peroleh sehingga

39

tercapainya efisiensi secara ekonomi. Hal lainnya yang mempengaruhi tingkat

efisiensi ekonomi disini selain karena ketersediaan sumberdaya ikan yang minim

pada musim barat, juga dikarenakan nelayan tidak dapat menjangkau daerah

penangkapan yang lebih jauh, nelayan hanya melakukan operasi penangkapan

dekat dengan pantai, dan biaya faktor produksi penangkapan yang mengalami

kenaikan harga sehingga menekan biaya operasional penangkapan.

Pencapaian efisiensi secara keseluruhan dapat terjadi apabila kualitas

nelayan dapat ditingkatkan terkait penguasaan teknologi yang mampu

memberikan pedoman yang jelas mengenai keberadaan kelompok ikan diperairan.

Kemampuan pengelolaan biaya operasional penangkapan juga sangat berpengaruh

sehingga mampu mengalokasikan sumberdaya ikan yang ada secara efektif dan

efisien yang akhirnya diperoleh hasil produksi yang maksimal.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian efisiensi unit penangkapan pukat cincin di PPP

Lampulo, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu;

1. Faktor produksi unit penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo yang

berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan pada musim barat yaitu daya

mesin kapal, tinggi jaring,jumlah awak kapal, jumlah lampu dan biaya

perbekalan.

2. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal menunjukkan penggunaan variabel

faktor produksi daya mesin kapal (-0.372), jumlah awak kapal (-1.116), dan

jumlah lampu (-0.184) sudah tidak efisien, faktor produksi tinggi jaring

(0.467) berada pada tahap produksi rasional. Sedangkan penggunaan faktor

produksi biaya perbekalan (2.181) belum efisien. Secara efisiensi ekonomis,

penggunaan variabel faktor produksi usaha perikanan pukat cincin tidak

efisien dimana nilai produk marginal per biaya korbanan marginalnya lebih

dari 1.

40

5 PEMBAHASAN UMUM

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan salah satu

pelabuhan yang memberikan kontribusi terbesar dalam total produksi perikanan

laut untuk wilayah kota Banda Aceh. Salah satu armada penangkapan utama di

PPP Lampulo adalah pukat cincin yang berjumlah 115 unit dengan total

produksinya 7320.10 ton pada tahun 2011 (DKP Aceh 2012). Pukat cincin

merupakan alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dioperasikan

secara aktif dengan cara dilingkarkan di sekeliling kawanan ikan, kemudian

bagian bawahnya dikerutkan dengan cara menarik purse line sehingga jaring

tersebut terbentuk menjadi sebuah cekungan (Baskoro dan Effendi 2005).

Unit penangkapan pukat cincin yang dioperasikan nelayan di PPP Lampulo

terdiri dari beragam faktor produksi, dimana setiap armada pukat cincin memiliki

ukuran kapal, ukuran alat tangkap dan penggunaan teknologi penangkapan ikan

yang berbeda satu sama lainnya sehingga kemampuan untuk memperoleh hasil

tangkapan juga berbeda setiap armadanya. Kemampuan produksi dari armada

pukat cincin merupakan ukuran dari upaya penangkapan, dimana upaya

penangkapan ditentukan oleh dimensi alat tangkap dan kapal, jumlah hari operasi,

dan penggunaan teknologi penangkapan. Dalam upaya mengefektifkan usaha

penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo, maka perlu diimbangi dengan

peningkatan produksi dan produktivitas unit penangkapan pukat cincin harian

yang berbasis di PPP Lampulo. Penggunaan faktor-faktor produksi yang sesuai

diharapkan mampu mempengaruhi produktivitas usaha penangkapan pukat cincin,

hal ini juga harus didukung dengan ketersediaan informasi penggunaan faktor-

faktor produksi yang terbaik. Peningkatkan produktivitas pukat cincin dapat

dilakukan dengan penggunaan faktor produksi secara efisien sehingga tujuan

peningkatan pendapatan nelayan dapat tercapai.

Proses produksi dinyatakan sebagai serangkaian aktivitas yang diperlukan

untuk mengolah atau merubah sekumpulan input menjadi sejumlah output yang

memiliki nilai tambah (Yamit 2005). Hasil tangkapan pukat cincin harian yang

mendominasi selama bulan Januari-Februari 2013 yaitu ikan cakalang sebesar

49.18 persen, layang sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan

tuna sebesar 6.17 persen. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin

adalah ikan pelagis yang selalu bergerombol (Ayodhyoa 1981). Hal ini juga

terlihat pada hasil tangkapan pukat cincin di pantai utara Jawa, dimana hasil

tangkapan dominan yaitu ikan lemuru 17.69 persen, layang 12.05 persen dan

kembung 8.89 persen (Prisanto dan Lilis 2006). Hal ini juga terlihat di sekitar

perairan kabupaten Maluku Tenggara, dimana hasil tangkapan pukat cincin

meliputi ikan pelagis kecil dan besar seperti ikan laying, selar, tongkol dan

cakalang (Picaulima 2012).

Produktivitas berkaitan erat dengan sistem produksi yaitu sistem dimana

terdapatnya keinginan dan upaya untuk selalu meningkatkan kualitas usaha

dengan penggunaaan faktor-faktor produksi yang tersedia. Produktivitas unit

penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo dilakukan dengan pendekatan rata-rata

produksi yang dihasilkan unit penangkapan pukat cincin per upaya penangkapan,

dimana upaya disini berupa rata-rata trip yang dilakukan dalam setahun dan rata-

rata ukuran kapal yang digunakan dalam setahun. Nilai produktivitas dari unit

penangkapan pukat cincin berdasarkan volume produksi per trip pada tahun 2010-

41

2012 mengalami peningkatan yaitu 1.54 ton/trip/th, 1.83 ton/trip/th dan 1.86

ton/trip/th. Sedangkan berdasarkan ukuran GT produktivitasnya cendrung stabil

dari tahun 2010-2012 yaitu 9.95 ton/GT/th, 9.97 ton/GT/th, dan 9.92 ton/GT/th.

Peningkatan produktivitas dapat dipengaruhi oleh kemampuan armada

penangkapan, jenis alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan dan

komponen-komponen yang ada didalamnya. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Zulbainarni (2011), produktivitas pukat cincin di Bali lebih tinggi

daripada pukat cincin di Jawa Timur, perbedaan ini dikarenakan jarak

penangkapan dari fishing base pukat cincin Bali maupun Jawa Timur berbeda dan

juga faktor pendidikan nelayan Bali lebih baik daripada nelayan Jawa Timur

sehingga dalam hal pengoperasian armada pukat cincin diduga lebih baik pula.

Penelitian Perdana (2011), menggambarkan tingkat produktivitas pukat cincin di

PPP Muncar mengalami penurunan pada tahun 2006-2010, penurunan ini

dikarenakan adanya penambahan unit penangkapan pukat cincin setiap tahunnya

di PPP Muncar.

Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara

produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut

Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu

terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak

mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu

disederhanakan dalam bentuk suatu model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

faktor-faktor produksi dari 54 kapal pukat cincin yang dijadikan sampel yaitu;

Gross Tonnage berkisar antara 13-30 GT, panjang kapal berkisar antara 13.00-

21.06 m, lebar 2.00-4.85 m dan dalamnya 1.00-1.60 m. Kapasitas mesin yang

digunakan berkisar antara 100-180 HP, panjang dan tinggi jaring berkisar 700-

1300 m dan 45-72 m, jumlah awak kapal yang ikut dalam sekali trip melaut

sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 10-21 orang, penggunaan BBM berkisar

150-400 L per trip, penggunaan lampu berkisar 7-20 lampu, penggunaan es

berkisar 5-16 batang per trip, penggunaan air tawar berkisar 500-800 L per trip

dan biaya perbekalan berkisar Rp400 000- Rp780 000 per trip.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi unit penangkapan pukat cincin

di PPP Lampulo adalah daya mesin kapal, tinggi jaring pukat cincin, jumlah awak

kapal, jumlah lampu, dan biaya perbekalan. Model fungsi produksi tersebut dapat

di tulis sebagai berikut; LnY = -18.875 – 0.432 LnX2 + 0.467 LnX4 – 1.116

LnX5 – 0.148 LnX7 + 2.181 LnX10. Pada umumya nelayan belum menggunakan

kombinasi input yang sesuai sehingga operasi penangkapan ikan dengan alat

tangkap tidak efisien yang mengakibatkan pendapatan nelayan kurang maksimal.

Alokasi kombinasi faktor-faktor produksi dengan tepat dapat meningkatkan

produktivitas. Penggunaan faktor produksi yang produktif dan efisien diharapkan

dapat meningkatkan produktivitas perikanan yang pada akhirnya dapat

meningkatkan pendapatan nelayan. Adanya efisiensi kegiatan penangkapan ikan

dapat meningkatkan hasil tangkapan yang pada gilirannya pendapatan nelayan

juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Picaulima (2012)

menyatakan bahwa faktor produksi dari luas jaring, lama operasi penangkapan,

biaya eksploitasi dan jumlah ABK memberikan kontribusi bersama-sama sebesar

89.70 persen, sedangkan faktor produksi yang memberikan pengaruh

produktivitas pukat cincin pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah lama

operasi penangkapan dan luas jaring. Seluruh variabel bebas yang dipilih

42

merupakan variabel yang mempengaruhi produksi, oleh karena itu untuk

mendapatkan hasil yang memuaskan unit penangkapan pukat cincin tersebut harus

memiliki faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat.

Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh nelayan tidak

hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih

utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai

tujuan tersebut, Doll dan Orazem (1984) menyatakan bahwa nelayan harus

mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat kecukupan. Syarat keharusan bagi

penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara

faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi,

syarat ini dipenuhi jika nilai elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu

(0<Ep<1). Dari faktor-faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP

Lampulo yang berpengaruh terhadap produksi hanya variabel tinggi jaring pukat

cincin yang nilai elastisitas produksinya berada diantara 0 dan 1. Hal ini berarti

setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan

penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol.

Syarat kecukupan untuk mencapai efisiensi tertinggi atau tingkat produksi

optimal adalah nilai produk marginal (NPM) sama dengan biaya korbanan

marginal (BKM). Untuk mencapai tingkat produksi yang optimum dimana

tercapai efisiensi ekonomis, maka perlu memasukkan variabel harga yaitu harga

faktor produksi dan harga produksi. Ditinjau dari segi efisiensi ekonomi

penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo

sudah tidak efisien, dimana nilai NPM dengan BKM dari faktor produksi tersebut

kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi telah

melampaui batas optimal, maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari

tambahan penerimaannya. Disini sebaiknya para nelayan mengurangi penggunaan

faktor produksi sehingga tercapai kondisi yang efisien. Akan tetapi hal yang perlu

diperhatikan disini proyeksi perbaikan efisiensi terhadap penggunaan faktor

produksi tetap (biaya tetap) tidak dapat dilakukan dengan mudah dan langsung.

Sementara pengurangan atau penambahan faktor produksi lebih mudah dilakukan

pada faktor produksi tidak tetap seperti penggunaan BBM, penggunaan es,

konsumsi dan jumlah ABK.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Musyafak et.al (2009) menyatakan

bahwa efisiensi unit penangkapan pukat cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara

Pekalongan menunjukkan nilai efisien yang berkisar antara 0.71-0.993 dan

efisiensi secara umum dapat ditingkatkan dengan mengurangi faktor-faktor input

dari GT, HP, panjang jaring, jumlah ABK dan lama hari penangkapan. Perbedaan

manajemen usaha penangkapan di setiap daerah menyebabkan perbedaan tingkat

efisiensi dari faktor produksi tersebut juga berbeda. Hal lainnya yang

mempengaruhi tingkat efisiensi disini diduga karena keadaan lingkungan daerah

penangkapan, upaya penangkapan dan faktor sumber daya itu sendiri.

43

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Produktivitas per trip tertinggi yaitu sebesar 1.86 ton/trip pada tahun 2012

dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT pada tahun 2011, hal ini

menunjukkan efektifitas dari upaya penangkapan berupa trip penangkapan

dan ukuran kapal yang dilakukan nelayanpukat cincin harian di PPP Lampulo

dalam memperoleh hasil tangkapan pada tahun tersebut sangat baik.

2. Faktor produksi unit penangkapan pukat cincin harian yang berpengaruh

nyata terhadap hasil tangkapan pada musim barat yaitu daya mesin kapal,

tinggi jaring, awak kapal, jumlah lampu dan perbekalan.

3. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal menunjukkan penggunaan variabel

faktor produksi daya mesin kapal (-0.432), jumlah awak kapal (-1.116), dan

jumlah lampu (-0.184) sudah tidak efisien, faktor produksi tinggi jaring

(0.467) berada pada tahap produksi rasional dimana penggunaannya sudah

sesuai. Sedangkan penggunaan faktor produksi biaya perbekalan (2.181)

belum efisien. Secara efisiensi ekonomis, penggunaan variabel faktor

produksi usaha perikanan pukat cincin harian pada musim barat tidak efisien

(NPMxi/BKMxi<1).

Saran

Dari kesimpulan di atas dapat diajukan saran supaya pengelolaan usaha

perikanan pukat cincin harian di PPP Lampulo lebih optimal yaitu:

1. Kegiatan penangkapan pukat cincin harian perlu disesuaikan dengan

karakteristik kapal yang digunakan agar tepat sasaran dalam memanfaatkan

sumberdaya ikan yang ada.

2. Penggunaan faktor produksi daya mesin kapal, jumlah awak kapal dan jumlah

lampu yang digunakan dalam setiap trip penangkapan perlu dikurangi dari

kondisi saat penelitian sehingga efisiensi penangkapan akan menjadi lebih

baik.

3. Perlu adanya penelitian lanjutan efisiensi unit penangkapan pukat cincin

harian pada musim yang berbeda (musim timur) sehingga perbedaan tingkat

efisiensi penggunaan faktor produksi dapat diketahui.

44

DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri.

Baskoro MS, Effendy A. 2005. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya dengan Metode

Pengoperasian Alat Tangkap Ikan. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan.

Baskoro MS, Taurusman AA, Sudirman. 2011. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya

dengan Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. Bandung (ID): Lubuk

Agung.

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2011. Aceh Dalam Angka. Kerjasama

badan pusat statistik dan badan perencanaan pembangunan daerah Provinsi

Aceh. Aceh (ID): BPS.

Brandt AV. 1984. Fish Catching Methods of the World. England (GB): Fishing

News Books Ltd.

Chaliluddin. 2002. Analisis Pengembangan Perikanan Pukat Cincin Cakalang

(Katsuwonus pelamis) di Perairan Utara Nangroe Aceh Darussalam.

[Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan, Provinsi Aceh. 2008. Statistik Perikanan

Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2009. Statistik Perikanan

Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2010. Statistik Perikanan

Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2011. Statistik Perikanan

Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2012. Statistik Perikanan

Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.

[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2013. Petunjuk Pelaksanaan

Pengukuran Volume Palkah Kapal Perikanan. Direktorat Kapal Perikanan

dan Alat Penangkap Ikan. Jakarta (ID): DJPT.

Doll, Arazem. 1987. Production Economic Theory with Application. Columbus.

Ohio (US): Gird Inc.

Durand. 1994. A Project for Java Sea Pelagie Fishery. Infofish International.

(2):53-57.

Effendi I, Oktariza W. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta (ID):

Penebar Swadaya.

Hariati T, Chodriyah U, Taufik M. 2009. Perikanan Pukat Cincin di Pemangkat,

Kalimantan Barat. Jurnal penelitian Perikanan Indonesia. 15(1): 79-91.

Hariati T. 2011. Status dan Perkembangan Perikanan Pukat Cincin di Banda

Aceh. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 17(3): 157-167.

Iriana D, Kahan AM, Rostika R, Simpati S, Sunarto. Efektivitas alat tangkap ikan

lemuru di kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Depik. 1(3): 131-135.

Joesran, Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta (ID): Salemba Empat.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Keputusan Menteri Kelautan

dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 60/MEN/2010 Tentang

Produktivitas Kapal Penangkap Ikan [Internet]. [diunduh pada 2013 April

15]. Tersedia pada http:// djpsdkp.kkp.go.id.

45

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan Nomor 3/PERMEN-KP/2013 Tentang Kesyahbandaran di

Pelabuhan Perikanan [Internet]. [diunduh pada 2013 April 15]. Tersedia

pada http://infohukum.kkp.go.id..

Lipsey RG, Steiner PO. 1984. Ekonomi Mikro Bahan Kuliah. Jurusan Ilmu-Ilmu

Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

McCluske SM, Lewinson RL. 2008. Quantifying Fishing Effort: a synthesis of

current methods and their applications. Fish and fisheries. (9): 188-200.

Mahdi MR. 2005. Pengembangan Perikanan Pukat Cincin di Lampulo Kota

Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. [Tesis]. Bogor (ID).

Institut Pertanian Bogor.

Muklis, Gaol JL, Simbolon D. 2009. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan

Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Tongkol (Euthynnus affinis) di

Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Kelautan Tropis. 1(1): 24-32.

Mustaruddin. 2011. Arahan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Berdasarkan Aspek

Lingkungan dan Teknis di Kawasan Konservasi Laut. - Buku II New

Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan

Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan. Tri WN, Domu S, Akhmad S,

Shinta Y, editor. Bogor (ID): Departemen Sumber Daya Perikanan.

Musyafak, Abdul R, Agus S. 2009. Kapasitas Penangkapan Kapal Pukat cincin di

Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Jurnal Saintek perikanan.

4(2): 16-23.

Nicholson W. 1995. Teori Mikro Ekonomi, Prinsip Dasar dan Perluasan. Jakarta

(ID): Bina Rupa Aksara.

Nomura M, Yamazaki T. 1975. Fishing Technique, Compilation of Transcript of

Lecture Presented at the Training Departement SEAFDEC. Tokyo (JP):

Japan Inrenational Corperation Agency.

Perdana TW. 2012. Produktivitas Perikanan Lemuru di Pelabuhan Perikanan

Pantai Muncar, Jawa Timur.[Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Picaulima SM. 2012. Analisis Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produktivitas

Perikanan pukat Cincin di Kabupaten Maluku Utara. Journal of Tropical

Fisheries. 7(1): 611-616.

Prayitno H, Arsyad. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. Yogyakarta (ID): PT

Pustaka Litera Antar Nusa.

Prisantoso BI, Lilis S. 2006. Produktivitas Alat Tangkap purse seine untuk Pelagis

Kecil di Pantai Utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 12(1):

33-45.

Raihanah. 2011. Strategi Pengembangan Usaha Perikanan Pelagis Kecil di

Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam. [Disertasi]. Bogor (ID).

Institut Pertanian Bogor.

Rizwan, Purnawan S, Miswar E. 2010. Study of Oceanography and Fisheries in

Pulo Aceh Waters. Jurnal Natural. 10(2): 35-42.

Sadhori NS. 1985. Keterampilan perikanan. Teknik Penangkapan Ikan. Bandung

(ID): Penerbit Angkasa.

Satria A. 2009. Ekologi Politik Nelayan. Bandung (ID): PT LKiS Pelangi Aksara.

46

Setyorini, Suherman A dan Triarso. 2009. Analisis Perbandingan Produktivitas

Usaha Penangkapan Ikan Rawai dasar (Bottom Set Long Line) dan

Cantrang (Boat Seine) di Juwana Kabupaten Pati. Jurnal Saintek

Perikanan. 5(1): 7-14.

Sismadi. 2006. Analisis Efisiensi Penggunaan Input Alat Tangkap Purse Seine di

Kota Pekalongan. [Tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro.

Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. Dengan Pokok Bahasan Analisis

Fungsi Cobb-Douglas. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.

Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Jakarta

(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

Sudirman, Mallawa A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung (ID): Tarsito.

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): CV Alfabeta.

[UPTD] Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pelabuhan Perikanan Lampulo. 2012.

Laporan Tahunan UPTD Pelabuhan Perikanan Lampulo Tahun 2011

[Laporan Tahunan]. Banda Aceh (ID): UPTD.

Wiyono ES. 2010. Komposisi, Diversitas dan Produktivitas Sumberdaya Ikan

Dasar di Perairan Pantai Cirebon, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Kelautan.

15(4):214-220.

Yamit Z. 2005. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Jakarta (ID): Ekonisia.

Zulbainarni N. 2011. Produktivitas Armada Purse seine dalam Pemanfaatan

Sumberdaya Ikan Multispesies di Selat Bali - Buku II New Paradigm in

Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Laut Berkelanjutan. Tri WN, Domu S, Akhmad S, Shinta Y, editor. Bogor

(ID): Depatemen Sumber Daya Perikanan.

47

Lampiran 1 Output SPSS 16.00 dengan menggunakan metode Backwards

Model Summaryg

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .871a .759 .703 .1383077 .759 13.523 10 43 .000

2 .870b .758 .708 .1370330 -.001 .193 1 43 .663

3 .868c .754 .710 .1364836 -.004 .640 1 44 .428

4 .866d .751 .713 .1359113 -.003 .615 1 45 .437

5 .860e .740 .707 .1373652 -.011 2.011 1 46 .163

6 .853f .727 .699 .1391818 -.013 2.278 1 47 .138 1.882

a. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X3, X8, X4, X9, X1, X5

b. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X8, X4, X9, X1, X5

c. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X1, X5

d. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X5

e. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X5

f. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X4, X5

g. Dependent Variable: Y

47

48

ANOVAg

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.587 10 .259 13.523 .000a

Residual .823 43 .019

Total 3.409 53

2 Regression 2.583 9 .287 15.285 .000b

Residual .826 44 .019

Total 3.409 53

3 Regression 2.571 8 .321 17.253 .000c

Residual .838 45 .019

Total 3.409 53

4 Regression 2.560 7 .366 19.796 .000d

Residual .850 46 .018

Total 3.409 53

5 Regression 2.523 6 .420 22.281 .000e

Residual .887 47 .019

Total 3.409 53

6 Regression 2.480 5 .496 25.600 .000f

Residual .930 48 .019

Total 3.409 53

a. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X3, X8, X4, X9, X1, X5

b. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X8, X4, X9, X1, X5

c. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X1, X5

d. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X5

e. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X5

f. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X4, X5

g. Dependent Variable: Y

49

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -16.738 4.039 -4.144 .000

X1 .252 .264 .228 .953 .346

X2 -.372 .151 -.203 -2.469 .018

X3 .101 .230 .055 .439 .663

X4 .457 .221 .258 2.067 .045

X5 -.820 .369 -.641 -2.223 .032

X6 -.194 .111 -.179 -1.751 .087

X7 -.184 .072 -.239 -2.546 .015

X8 -.131 .174 -.158 -.752 .456

X9 -.373 .349 -.192 -1.070 .291

X10 2.122 .355 1.497 5.985 .000

2 (Constant) -16.711 4.001 -4.177 .000

X1 .280 .254 .254 1.100 .277

X2 -.370 .149 -.202 -2.481 .017

X4 .514 .177 .290 2.898 .006

X5 -.860 .354 -.673 -2.431 .019

X6 -.196 .110 -.181 -1.791 .080

X7 -.182 .071 -.237 -2.548 .014

X8 -.138 .172 -.166 -.800 .428

X9 -.353 .343 -.181 -1.029 .309

X10 2.148 .346 1.515 6.201 .000

3 (Constant) -16.285 3.950 -4.123 .000

X1 .111 .141 .101 .784 .437

X2 -.367 .149 -.200 -2.469 .017

X4 .515 .177 .291 2.917 .005

X5 -.818 .349 -.640 -2.348 .023

X6 -.190 .109 -.175 -1.744 .088

X7 -.181 .071 -.237 -2.554 .014

X9 -.469 .309 -.241 -1.519 .136

50

X10 2.174 .343 1.534 6.330 .000

4 (Constant) -16.505 3.923 -4.207 .000

X2 -.394 .144 -.215 -2.746 .009

X4 .562 .165 .317 3.401 .001

X5 -.808 .347 -.632 -2.331 .024

X6 -.147 .094 -.135 -1.568 .124

X7 -.159 .065 -.208 -2.453 .018

X9 -.430 .304 -.221 -1.418 .163

X10 2.169 .342 1.530 6.343 .000

5 (Constant) -17.986 3.822 -4.706 .000

X2 -.419 .144 -.229 -2.911 .005

X4 .504 .162 .284 3.115 .003

X5 -1.014 .318 -.793 -3.184 .003

X6 -.143 .095 -.132 -1.509 .138

X7 -.137 .064 -.179 -2.153 .036

X10 2.134 .345 1.505 6.190 .000

6 (Constant) -18.875 3.826 -4.933 .000

X2 -.432 .146 -.236 -2.967 .005

X4 .467 .162 .264 2.882 .006

X5 -1.116 .315 -.873 -3.537 .001

X7 -.148 .064 -.193 -2.304 .026

X10 2.181 .348 1.538 6.270 .000

a. Dependent Variable: Y

Lampiran 2 Perhitungan rasio nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan

marjinal (BKM) pukat cincin di PPP Lampulo

1. Mesin Kapal (X2) Px (BKM) = Rp30 000 000,-/HP

𝑋 = 128 HP Py = Rp35 000,-/kg

bi = -0.432 Y = 716 kg

NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y

X

= -0.432 x 35 000 x 716

128

= -84577.5

NPM/BKM = - 84.577,5/ 30 000 000

= -2.819 x 10-03

51

2. Tinggi Jaring (X4) Px (BKM) = Rp238 000 000,-/m

𝑋 = 62 m Py = Rp35 000,-/kg

bi = 0.467 Y = 716 kg

NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y

X

= 0.467 x 35 000 x 716

62

= 188758.387

NPM/BKM = 188.758,387/ 238 000 000 = 7,931 x 10-04

3. Jumlah Awak Kapal (X5) Px (BKM) = Rp1 500 000,-/orang

𝑋 = 17 orang Py = Rp35 000,-/kg

bi = -1.116 Y = 716

NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y

X

= -1.116 x 35 000 x 716

17

= - 1645115.29

NPM/BKM = - 1645115.29/ 1 500 000

= - 1.09

4. Jumlah Lampu (X7) Px (BKM) = Rp1 800 000 ,-/unit

𝑋 = 14 unit Py = Rp35 000,-/kg

bi = -0.148 Y = 716

NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y

X

= -0.148 x 35 000 x 716

14

= - 264920

NPM/BKM = - 264920/ 1 800 000

= - 0.147

5. Perbekalan (X10) Px (BKM) = Rp750 000 ,-/Rupiah

𝑋 = 626 666.67rupiah Py = Rp35 000,-/kg

bi = 2.181 Y = 716 kg

NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y

X

= 2.181 x 35 000 x 716

626 666.67

= 87.216

NPM/BKM = 87.216/ 750 000

= 1.162 x 10-04

52

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 22 April 1988 sebagai anak

ke-2 dari pasangan Dr Muhammad Yunus, M Sc dan Dra Rohani. Penulis

menempuh pendidikan sarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Syiah Kuala dan lulus pada tahun 2010.

Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif sebagai anggota HIMIKA

(Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan) Universitas Syiah Kuala.

Penulis diterima di Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan

Tangkap pada Program Magister, Pascasarjana IPB pada tahun 2011 dengan

beasiswa pendidikan pascasarjana calon dosen yang diselenggarakan oleh

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) selama satu tahun terakhir (on

going). Penulis pernah mengikuti berbagai kegiatan yang menunjang potensi

akademik selama menempuh pendidikan, antara lain seminar nasional perikanan

tangkap ke 50 pada tahun 2013, workshop penulisan karya ilmiah internasional,

dan pelatihan naskah untuk jurnal ilmiah oleh devisi penelitian dan publikasi

departemen PSP-FPIK IPB. Pada tahun 2013 penulis melakukan penelitian

dengan judul “Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan

Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Banda Aceh” sebagai syarat untuk memperoleh

gelar magister.