ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

download ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

of 9

Transcript of ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

  • 5/19/2018 ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

    1/9

    ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI

    PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fasciculari s) DI

    KAWASAN PURA PULAKI, BALI

    PROPOSAL PENELITIANDisusun untuk memenuhi tugas akhir matakuliah TABM

    yang diampu oleh Prof.Dr. A. Duran Corebima, M.Si & Prof.Dr. Siti Zubaidah, M. Si

    Oleh :

    Fia Izzatul Muna 100342400939

    GE 2010

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    Mei 2013

  • 5/19/2018 ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

    2/9

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Monyet Ekor Panjang atauMacaca fascicularismemang monyet populer.

    Monyet dengan ekor panjang inilah yang sering kita lihat. Selain populasi monyet

    jenis ini cenderung masih banyak, kemampuannya beradaptasi membuat monyet

    ekor panjang terbiasa dengan kehadiran manusia sehingga banyak dipelihara.

    Bahkan monyet ini populer dipergunakan dalam atraksi topeng monyet.Dalam

    bahasa Inggris,monyet ekor panjang dinamakan Crab-eating MacaqueatauLong-

    tailed Macaque. Sedangkan dalam bahasa latin (nama ilmiah) primata ini

    dinamaiMacaca fascicularisyang bersinonim denganMacaca irus.

    Macaca fascicularis (monyet ekor panjang) merupakan salah satu satwa

    primata yang menyebar secara luas. Di kawasan Asia Tenggara monyet ekor

    panjang ditemukan di Vietnam, Myanmar, Muangthai, Malaysia, Filipina, danIndonesia (Supriatna dan Wahyono, 2000). Monyet ekor panjang di Indonesia

    diperkirakan berasal dari daratan Asia Tenggara dan bermigrasi melebihi satu juta

    tahun yang lalu saat daratan Asia dan lempeng Sunda menyatu (Eudey, 1980;

    Monica, et al., 2012). Monyet ekor panjang menyebar dari barat ke timur dengan

    pulau Jawa sebagai pintu penyebarannya (Fooden, 1995; Monica, et.al, 2012).

    Monyet ekor panjang Bali diyakini migrasi langsung dari Jawa saat kedua

    pulau menyatu pada waktu sebelum dan saat glasiasi maksimum terakhir ( 18

    ribu tahun yang lalu) (Eudey, 1980; Fooden, 1995; Monica, et.al, 2012). Di pulau

    Bali, populasi monyet ekor panjang dapat ditemukan pada 43 lokasi (Fuentes dan

    Garmel, 2005). Populasi monyet ekor Bali telah bertambah menjadi 46lokasi

    (Pusat Kajian Primata, 2007, data tidak dipublikasikan). Di Bali populasimonyet ekor panjang dapat ditemukan di beberapa lokasi diantaranya Alas

    Kedaton, Alas Nenggan, Sangeh, Wanara Wana Padang Tegal Ubud, Pura Luhur

    Uluwatu, dan Pura Pulaki (Fuentes dan Garmel, 2005).

    Pura Pulaki yang berada di kawasan Pulaki desa Banyu Poh kecamatan

    Gerokgak dikenal sebagai tempat wisata monyet yang berada di kabupaten

    Buleleng Bali. Pura Pulaki dengan luas sekitar 5 ha ditempati oleh fauna

    monyet ekor panjang dan merupakan cagar alam untukmelindungi dan

    melestarikan hutan. Menurut survei yang dilakukan oleh Wandia (2007) kawasan

    ini dihuni oleh 68 ekor monyet ekor panjang. Satwa primata ini perlu

    dipertahankan keberadaannya karena telah berkontribusi besar terhadap

    perkembangan ekonomi masyarakat sekitar. Salah satu upaya dalammempertahankan keberadaan monyet ekor panjang adalah dengan mempelajari

    struktur genetiknya dalam suatu populasi.

    Keragaman genetik suatu populasi dapat didekati melalui polimorfisme

    mikrosatelit (Muladno 2000). Mikrosatelit dikenal juga sebagai Simple Sequence

    Repeats (SSRs) atau Simple Tandem Repeats (STRs) merupakan runutan

    nukleotida pendek sederhana (khususnya di-, tri-dan tetranukleotida) yang

    terulang secara berurutan dalam genom eukariot (Avise 1994; Anggraeni, 2009).

    Dalam hubungannya dengan kegunaan mikrosatelit dalam uji paternitas, beberapa

    penelitian primata banyak memanfaatkan mikrosatelit untuk berbagai macam

    tujuan. Kanthaswamy et al. (2006) memilih lokus mikrosatelit dengan motiftetranukleotida dalam pembuatan strategi manajemen genetik standar untuk koloni

    http://alamendah.wordpress.com/2011/03/06/nama-latin-dan-inggris-100-hewan-fauna-indonesia/http://alamendah.wordpress.com/2011/03/06/nama-latin-dan-inggris-100-hewan-fauna-indonesia/http://alamendah.wordpress.com/2011/03/06/nama-latin-dan-inggris-100-hewan-fauna-indonesia/http://alamendah.wordpress.com/2011/03/06/nama-latin-dan-inggris-100-hewan-fauna-indonesia/http://alamendah.wordpress.com/2011/03/06/nama-latin-dan-inggris-100-hewan-fauna-indonesia/
  • 5/19/2018 ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

    3/9

    Macaca mulata di berbagai Pusat Penelitian Primata di Amerika. Meier et al.

    (2000) melakukan penelitian untuk menentukan paternitas karakteristik genetik

    dan sosial yang berkorelasi dengan ukuran kelompok simpanse yang

    dikandangkan. Chambers et al. (2004) menggunakan penanda mikrosatelit

    manusia untuk amplifikasi sampel non-invasive yang berasal dari Hylobates lar.Keane et al. (1997; Anggraeni, 2009) melakukan identifikasi variasi genetik

    dengan menggunakan lokus mikrosatelit untuk tujuan analisis paternitas pada

    Macaca sinicadi Polonnaruwa, Srilanka.

    Berdasarkan informasi diatas, dianggap perlu meneliti analisis DNA

    mikrosatelit untuk identifikasi paternitas pada monyet ekor panjang (Macaca

    fascicularis), yang berada di kawasan Pura Pulaki, Bali. Hasil dari penelitian ini

    diharapkan akan membentuk suatu data paternitas yang baik, sehingga berguna

    dalam penentuan manajemen koloni monyet ekor panjang sebagai upaya dalam

    mempertahankan keberadaan monyet ekor panjang.

    B.

    Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis DNA mikrosatelit

    pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) untuk identifikasi paternitas

    yang pada nantinya berguna dalam manajemen koloni monyet ekor panjang.

    C. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi seputar analisis

    DNA mikrosatelit pada monyet ekor panjang untuk identifikasi paternitas agar

    upaya dalam mempertahankan keberadaan monyet ekor panjang di kawasan Pura

    Pulaki tersebut dapat berlangsung.

  • 5/19/2018 ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

    4/9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. DNA Mikrosatelit

    Salah satu marka molekuler pada tingkat DNA adalah mikrosatelit.

    Mikrosatelit (runutan nukleutida sederhana, di-, tri- atau tetranukleotida, yang

    berulang dalam genom) adalah segmen dari materi genetik (DNA), sehingga

    penggunaannya sebagai marka molekuler akan lebih mencerminkan struktur

    genetik populasi (Whitton et al., 1997; Rumba, 2013). Mikrosatelit pada

    umumnya bersifat netral yaitu tidak menimbulkan kematian pada individu yang

    membawa alelnya (Morin et al., 1997; Rumba, 2013). Genotip individu dalam

    populasi merupakan kombinasi antar alel mikrosatelit tetuanya. Akumulasi tinggi

    suatu alel dalam populasi kemungkinan timbul, salah satunya oleh intesitas kawin

    keluarga (inbreeding) yang tinggi. Melalui pemilihan marka molekuler

    mikrosatelit yang tidak terpaut satu dengan yang lainnya, marka molekulermikrosatelit sangat baik untuk mengkaji berbagai parameter genetik populasi

    seperti diversitas genetik (heterosigositas), kawin acak, dan aliran genetic

    (Rumba, 2013).

    Beberapa karakter mikrosatelit seperti alel mudah dibedakan, memiliki

    tingkat variabilitas yang tinggi, dan mudah didekati melalui teknik PCR

    menjadikannya sebagai penanda molekul yang paling diminati oleh ahli genetika

    untuk mencerminkan struktur genetik suatu populasi (Ellegren et al., 1992;

    Monica, 2012). Tidak semua lokus mikrosatelit baik digunakan untuk

    mengungkapkan keragaman genetik populasi. Meskipun berbagai keunggulan

    yang dimiliki mikrosatelit, lokus mikrosatelit yang bersifat polimorfik yang akan

    dipilih untuk studi genetik populasi. Semenjak berkembangnya Human GenomProject pada tahun 2005, banyak lokus mikrosatelit manusia diujicobakan pada

    Non Human Primata (NHP) (Rogers dan Hixson, 1997; Monica, 2012). Karakter

    mikrosatelit tersebut tidak selalu selaras dengan populasi alamiah karena

    karakteristiknya hanya dilakukan pada hewan NHP di stasiun penangkaran

    (Monica, 2012).

    Mikrosatelit telah digunakan secara luas sebagai penanda dalam dunia

    genetika molekuler. Beberapa karakter mikrosatelit, seperti memiliki variabilitas

    yang tinggi, kemudahan untuk membedakan genotipe melalui ukuran jumlah

    motif dan mudah didekati melalui teknik PCR, menjadikan mikrosatelit sebagai

    penanda molekul yang baik untuk mempelajari struktur genetik suatu populasi

    (Wandia 2003). Selain itu, mikrosatelit dapat digunakan dalam uji paternitas(Smith et al. 2000). Mikrosatelit terdapat melimpah dalam genom dan mudah

    ditemukan, oleh karena itu digunakan dalam pemetaan genom (Weber 1990;

    Anggraeni, 2009). Mikrosatelit juga digunakan sebagai penciri genetik (Lehmann

    et al. 1996) atau dapat digunakan sebagai penanda yang ideal untuk mengukur

    tingkat keragaman populasi karena memiliki jumlah alel yang tinggi, serta

    ekspresi pola pitanya kodominan sehingga dengan mudah dapat membedakan

    individu homozigot. Lokus mikrosatelit dengan motif tetranukleotida akan lebih

    mudah dibedakan jenis alelnya melalui teknik elektroforesis (Valdes et al. 1993;

    Anggraeni, 2009).

  • 5/19/2018 ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

    5/9

    B.Identifikasi Paternitas

    Identifikasi paternitas diketahui melalui alel yang diwariskan dari induk

    kepada anak, yang ditentukan berdasarkan migrasi pita dari setiap lokus

    (Anggraeni, 2009). Tes paternitas dapat dilakukan untuk beberapa alasan, antaralain untuk menentukan siapakah ayah dari seorang bayi yang dikandung oleh

    seorang wanita. Di dalam kasus perkosaan, tes paternitas ini dapat diajukan oleh

    sang wanita (korban), sang lelaki (tertuduh) atau penyidik untuk membuktikan

    bahwa bayi yang dikandung adalah memang benar anak dari sang pemerkosa,

    apalagi apabila terjadi juga dugaan multiple sexual partners (Hernanda, tanpa

    tahun)

    C.Monyet Ekor Panjang (Macaca fasciculari s)

    Salah satu jenis satwa liar yang diekspor Indonesia adalah monyet ekor

    panjang (Macaca fascicularis). Satwa ini banyak dimanfaatkan di bidangkedokteran, biomedis, teknologi antariksa, dan lain-lain. Jumlah monyet ekor

    panjang yang diekspor Indonesia dari tahun 1970-1975 mencapai sekitar 86.332

    ekor. Kemudian pada tahun 1980 diekspor sebanyak 14.519 ekor (Direktorat PPA,

    1981; Santosa, 1996). Monyet ekor panjang merupakan salah satu primata non-

    manusia yang berhasil. Monyet ini tersebar di Asia Tenggara antara 20LU-10LS

    dan antara 920-1280 BT (Wheatley, 1980; Putra, 2006). Penyebarannya di Bali

    juga sangat luas. Berdasar pada hasil survei yang dilakukan oleh Suaryana et al.

    (2001), sedikitnya ada 44 lokasi habitat monyet yang tersebar di seluruh Bali.

    Beberapa lokasi tersebut digunakan sebagai obyek wisata, seperti Sangeh, Ubud,

    Alas Kedaton, Uluwatu, Pulah, dan Bedugul (Putra, 2006).

    Monyet ekor panjang Bali diyakini migrasi langsung dari Jawa saat keduapulau menyatu pada waktu sebelum dan saat glasiasi maksimum terakhir ( 18

    ribu tahun yang lalu) (Eudey, 1980; Fooden, 1995; Monica, et.al, 2012). Di pulau

    Bali, populasi monyet ekor panjang dapat ditemukan pada 43 lokasi (Fuentes dan

    Garmel, 2005). Populasi monyet ekor Bali telah bertambah menjadi 46lokasi

    (Pusat Kajian Primata, 2007, data tidak dipublikasikan). Di Bali populasi

    monyet ekor panjang dapat ditemukan di beberapa lokasi diantaranya Alas

    Kedaton, Alas Nenggan, Sangeh, Wanara Wana Padang Tegal Ubud, Pura Luhur

    Uluwatu, dan Pura Pulaki (Fuentes dan Garmel, 2005).

  • 5/19/2018 ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

    6/9

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A.

    Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dimana seluruh

    proses analisis datanya dilakukan di laboratorium molekuler.

    B.Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2013.

    Tempat pengambilan sampel berada di kawasan Pura Pulaki, Bali dan tempat

    untuk analisis DNA mikrosatelit untuk identifikasi paternitas dilakukan di

    Laboratorium Molekuler Gedung Biologi Universitas Negeri Malang.

    C.

    Instrumen Penelitian

    Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi:

    Sampel darah monyet ekor panjang yang diambil dari 2 titik

    pengamatan (titik A dan B)

    Ketamin HCL 10-15 mg/kg bobot badan

    Nacl 0,2%

    1mM EDTA

    Nacl 0,9%

    STE (Sodium-Tris-EDTA)

    Proteinase K (10 mg/ml)

    10% SDS

    5M Nacl

    Kloroform iso Amil Alkohol

    Fenol

    Etanol Absolut

    TE

    Primer D1S548 dan D3S1768

    D.Prosedur Penelitian

    Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah monyet ekor panjang,

    yang berada di 2 titik pengamatan. Titik A terdiri dari 2 jantan dan 20 betina dantitik B terdiri dari 2 jantan dan 12 betina. Monyet ekor panjang disedasi dengan

    Ketamin HCl 10-15 mg/kg bobot badan, darah diambil melalui vena femoralis

    dengan alat suntik 3,5 ml, kemudian disimpan dalam tabung EDTA

    (Ethylenediaminetetraacetic Acid). Darah disentrifugasi pada kecepatan 3.500

    rpm selama 10 menit dan akan terbentuk tiga lapisan plasma, buffy coat (sel

    darah putih) dan sel darah merah.

    Analisis ragam. Sampel yang digunakan untuk analisis keragaman, berasal dari

    4 jantan dan 32 betina dari titik A dan B.

    Ekstraksi DNA. DNA diekstraksi dari buffy coat, dengan mengacu pada metodepenelitian yang digunakan oleh Kan et al. (1997) dengan beberapa modifikasi.

  • 5/19/2018 ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

    7/9

    Buffy coat yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 ml, kemudian

    dicuci dengan Nacl 0,2% dan 1mM EDTA lalu dikocok hingga tercampur merata

    tanpa ada endapan di dasar tabung lagi. Setelah itu disentrifugasi dengan

    kecepatan 3.500 rpm selama 10 menit. Pencucian dilanjutkan yaitu dengan

    memasukkan NaCl 0,9% dan 1mM EDTA ke dalam tabung dan diputar kembalidengan kecepatan 3.500 rpm selama 10 menit. Sel darah putih yang sudah dicuci,

    ditambah 300 l 1x STE (Sodium Tris-EDTA), 20 l Proteinase K (10 mg/ml)

    dan 40 l 10% SDS (Sodiumdodesilsulfate). Campuran ini dikocok pelan-pelan

    selama 2 jam pada suhu 55C. DNA dimurnikan dengan metode fenol-kloroform,

    yaitu dengan menambahkan 40 l 5M NaCl, 450 l kloroform iso amil alkohol

    (24:1) dan 450 l fenol (saturasi dengan 1M Tris-HCl, pH 8.0), kemudian diputar

    perlahan pada suhu 27C menggunakan rotator selama satu jam. Proses ekstraksi

    dilanjutkan dengan sentrifugasi dengan kecepatan 8.000 rpm selama 10 menit.

    DNA dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 40 l 5M NaCl dan

    800 l etanol absolut yang berfungsi untuk mengendapkan DNA. Campuran

    diinkubasi selama semalam minimal tiga jam pada suhu -20C. Pada endapanyang dihasilkan dilakukan pencucian dengan menambahkan 800 l 70% etanol,

    kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 8.000 rpm selama 10 menit, setelah itu

    etanol dibuang dan diuapkan dengan menggunakan pompa vakum. DNA

    kemudian dilarutkan dengan 80 l 80% larutan penyangga TE (10-2 M Tris, 10-

    3M EDTA pH 8.0).

    Amplifikasi Mikrosatelit. Suhu annealing untuk primer D1S548 dan D3S1768

    sebesar 50 C, suhu annealing untuk primer D5S820 adalah 55 C, dan untuk

    primer D12S1777 sebesar 48 C. Amplifikasi lokus mikrosatelit menggunakan

    empat pasang primer manusia dengan motif tetranukleotida. Primer ini sudah

    digunakan pada penelitian sebelumnya pada monyet ekor panjang (Perwitasari-Farajallah et al. 2004). Reaksi PCR dilakukan menurut Sambrook et al. (1989)

    yang telah dimodifikasi yaitu melakukan pencampuran yang merata dengan

    volume reaksi 25 l, yang terdiri dari campuran Green Master Mix (Promega)

    12,5 l, pasangan primer 1 l (pengenceran 1000 Pmol/ l), air steril 5,5 l dan 5

    l template DNA. Amplifikasi mikrosatelit DNA dilakukan dengan mesin Gene

    Amp PCR System 9700 (Applied Biosystem). Siklus amplifikasi sebanyak 30

    siklus; dengan kondisi : denaturasi selama 40 detik pada suhu 94 C, penempelan

    primer pada suhu 50-55 C selama 50 detik, dan pemanjangan pada suhu 71 C

    selama 60 detik, kemudian diikuti dengan pemanjangan akhir pada suhu 72 C

    selama 5 menit. Untuk penentuan alel, hasil amplifikasi dipisahkan secara

    elektroforesis dengan gel poliakrilamid 15% pada voltase 160 V selama 35 menit.Pita dimunculkan dengan pewarnaan perak dan ukuran alel dihitung dengan

    menggunakan ukuran standar DNA 100 pb (Promega).

    Analisis Paternitas. Sampel yang digunakan untuk analisis, berasal dari titik A

    yaitu 2 jantan dan 10 ekor betina (serta anakannya) dan titik B berasal dari 2

    jantan dan 11 ekor betina (serta anakannya). Betina yang lain tidak dianalisis,

    karena anakan tidak diketahui (sampel tidak ada). Identifikasi paternitas diketahui

    melalui alel yang diwariskan dari induk kepada anak, yang ditentukan berdasarkan

    migrasi pita dari setiap lokus.

  • 5/19/2018 ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

    8/9

    Daftar Rujukan

    Anggraeni, N., Ayuningsih, E.D., Farajallah, D.P., Pamungkas, J. 2009. Analisis

    DNA Mikrosatelit untuk Identifikasi Paternitas pada Beruk (Macaca

    nemestrina) di Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata IPB. JurnalPrimatologi Indonesia, 6 (2): 32-39

    Chambers EK, Reichard UH, Moller A, Nowak K, Vigilant L. 2004. Cross-

    Species Amplification of Human Microsatellite using Noninvasive Samples

    from White-Handed Gibbons (Hylobates lar). American Journal of

    Primatology, 64:19-27

    Fuentes, A., Garmel S. 2005.Dispropotionte participation by age/sex clases in

    aggresive interaction between long-tailed macaque (macaca fascicularis)

    and human tourist at padangtegal monkey forest, Bali, Indonesia: Brief

    Report. America Journal of Primatology, 66: 197-204.

    Hernanda, P.Y. Tanpa tahun.Pap Smear dengan Analisa DNA Fingerprintingnya

    sebagai Alat untuk Tes Paternitas saat Prenatal. Fakultas Kedokteran

    Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya

    Kanthaswamy, S et al. 2006. Microsatellite markers for standardized genetic

    management of captive colonies of rhesus macaques (Macaca mulatta).

    American Journal of Primatology. 68:73-95

    Monica, S.W., Widyastuti, S.K., & Wandia, I.N. 2012. Keragaman Genetik

    Populasi Monyet Ekor Panjang di Pura Pulaki menggunakan Marka

    Molekul Mikrosatelit D13s76. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, 1(1): 37-

    54

    Muladno. 2000. Polimorfisme dan analisis keterpautan mikrosatelit pada genom

    babi. Jurnal Hayati, 7(1): 11-15Putra, 1.G.A., Wandia, I. N., Soma, I.G., Sajuthi, D. 2006. Indeks Massa Tubuh

    dan Morfometri Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Bali. Jurnal

    Veterinus 7(3): 119-124

    Rumba, J. N., Putra, I.G.A.A., & Wanida, I.N. 2013. Karakteristik Lokus

    Mikrosatelit D8S1100 pada Populasi Monyet Ekor Panjang di Bukit

    Gumang, Karangasem, Bali. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, 2(1): 115-

    125

    Santosa, Yanto. 1996. Beberapa Parameter Bio-Ekologi Penting dalam

    Pengusahaan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Jurnal Media

    Konservasi V(1): 25-29

    Smith DG, Kanthasmawy S, Viary J, Cody L. 2000. Additional highlypolymorphic microsatellite (STR) loci for estimating kinship in Rhesus

    Macaques (Macaca mulatta). American Journal of Primatology, 50: 1-7

    Supriatna, J., E.H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia.

    Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

    Wandia, I.N. 2003. Mikrosatelit sebagai Penanda molekul untuk mengukur

    polimorfisme genetik monyet ekor panjang di Sangeh, Bali. J. Vet. Fakultas

    Kedokteran Hewan Universitas Udayana, 4(3):93-100

    Wandia, I.N. 2007. Struktur dan Keragaman Genetik Populasi Lokal Monyet

    Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Jawa Timur, Bali, dan Lombok.

    Disertasi. PRM. IPB. Bogor

  • 5/19/2018 ANALISIS DNA MIKROSATELIT UNTUK IDENTIFIKASI PATERNITAS PADA MONYET EKOR PANJANG.docx

    9/9