ANALISIS DESKRIPTIF KONDISI FISIS ATMOSFER TERKAIT...

11
211 Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 22 Juli 2017 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor ANALISIS DESKRIPTIF KONDISI FISIS ATMOSFER TERKAIT HUJAN EKSTREM DI SIBOLGA (STUDI KASUS 6 MARET 2016) PRABU ADITYA S * , BELLA SUCI NIATI, ARDILIA O.Y. PUTRI Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jl. Perhubungan I,NO.5,Komplek Meteorologi dan Geofisika,Pondok Betung,Bintaro,Tangerang Selatan Abstrak.Hujan ekstrem telah terjadi di Sibolga yang terletak pada koordinat 01°33'15"LU dan 098°53'26" BT pada hari Minggu tanggal 6 Maret 2016. Menurut data observasi stasiun Meteorologi Pinangsori Sibolga tercatat intensitas curah hujan sebesar 190 mm selama 24 jam. Hal ini mengindikasikan adanya gangguan fisis atmosfer yang menyebabkan kejadian hujan ekstrem tersebut terjadi. Untuk itu, penulis meninjau kondisi fisis atmosfer serta gangguan cuaca secara deskriptif untuk dapat menjelaskan penyebab hujan ekstrem tersebut terjadi. Analisis ini menggunakan data ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecast) dan citra satelit serta data observasi Stasiun Meteorologi Pinangsori Sibolga tanggal 6 Maret 2016 untuk verifikasi kejadian. Dari penelitian ini, menunjukan bahwa kejadian hujan lebat di Sibolga ini dipengaruhi beberapa faktor seperti nilai kelembapan (RH) yang tinggi, suhu permukaan laut (SPL) yang menghangat di sekitar Sibolga serta adanya gerakan udara ke atas (updraft) yang memicu pertumbuhan awan-awan konvektif dan menyebabkan hujan ekstrem. Kata kunci : Hujan ekstrem, ECMWF, citra satelit, kondisi fisis atmosfer Abstract. Extreme rain has occurred in Sibolga located at coordinates 01°33'15"LU and 098°53'26"BT on Sunday, March 6 th , 2016. According to observation data of Pinangsori Sibolga Meteorological station recorded rainfall intensity of 190 mm for 24 hours . This indicates the existence of atmospheric physical disturbances that cause the occurrence of extreme rain. Hence, the authors review the condition of atmospheric physics and weather disorder descriptively to be able to explain the cause of the extreme rain. This analysis uses ECMWF (European Center for Medium-Range Weather Forecast) data and satellite imagery and observation data of Pinangsori Sibolga Meteorological Station on March 6 th , 2016 for the event verification. From this research, it shows that the occurrence of heavy rain in Sibolga is influenced by several factors such as high relative humidity (RH) value, sea surface temperature (SPL) warmed up around Sibolga as well as an upward updraft Triggering the growth of convective clouds and causing extreme rain. Keywords: Extreme rain, ECMWF, satellite imagery, atmospheric physical conditions 1. Pendahuluan Wilayah Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di atas wilayah tropis yang berpotensi besar terjadinya cuaca ekstrem yang dapat menyebabkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Indonesia sendiri terletak di wilayah ekuator yang secara astronomis terbentang dari 6 0 LU 11 0 08’LS dan dari 95 0 BT -141 0 45’BT . Salah satu cuaca ekstrim di Indonesia yaitu hujan lebat yang dapat menyebabkan banjir. Hal ini sering terjadi di Indonesia tiap tahunnya yang * email : [email protected]

Transcript of ANALISIS DESKRIPTIF KONDISI FISIS ATMOSFER TERKAIT...

211

Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya

Sabtu, 22 Juli 2017

Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor

ANALISIS DESKRIPTIF KONDISI FISIS ATMOSFER TERKAIT HUJAN EKSTREM DI SIBOLGA

(STUDI KASUS 6 MARET 2016)

PRABU ADITYA S*, BELLA SUCI NIATI, ARDILIA O.Y. PUTRI

Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Jl. Perhubungan I,NO.5,Komplek Meteorologi dan Geofisika,Pondok Betung,Bintaro,Tangerang Selatan

Abstrak.Hujan ekstrem telah terjadi di Sibolga yang terletak pada koordinat 01°33'15"LU dan 098°53'26" BT pada hari Minggu tanggal 6 Maret 2016. Menurut data observasi stasiun Meteorologi Pinangsori Sibolga tercatat intensitas curah hujan sebesar 190 mm selama 24 jam. Hal ini mengindikasikan adanya gangguan fisis atmosfer yang menyebabkan kejadian hujan ekstrem tersebut terjadi. Untuk itu, penulis meninjau kondisi fisis atmosfer serta gangguan cuaca secara deskriptif untuk dapat menjelaskan penyebab hujan ekstrem tersebut terjadi. Analisis ini menggunakan data ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecast) dan citra satelit serta data observasi Stasiun Meteorologi Pinangsori Sibolga tanggal 6 Maret 2016 untuk verifikasi kejadian. Dari penelitian ini, menunjukan bahwa kejadian hujan lebat di Sibolga ini dipengaruhi beberapa faktor seperti nilai kelembapan (RH) yang tinggi, suhu permukaan laut (SPL) yang menghangat di sekitar Sibolga serta adanya gerakan udara ke atas (updraft) yang memicu pertumbuhan awan-awan konvektif dan menyebabkan hujan ekstrem. Kata kunci : Hujan ekstrem, ECMWF, citra satelit, kondisi fisis atmosfer

Abstract. Extreme rain has occurred in Sibolga located at coordinates 01°33'15"LU and 098°53'26"BT on Sunday, March 6th, 2016. According to observation data of Pinangsori Sibolga Meteorological station recorded rainfall intensity of 190 mm for 24 hours . This indicates the existence of atmospheric physical disturbances that cause the occurrence of extreme rain. Hence, the authors review the condition of atmospheric physics and weather disorder descriptively to be able to explain the cause of the extreme rain. This analysis uses ECMWF (European Center for Medium-Range Weather Forecast) data and satellite imagery and observation data of Pinangsori Sibolga Meteorological Station on March 6th, 2016 for the event verification. From this research, it shows that the occurrence of heavy rain in Sibolga is influenced by several factors such as high relative humidity (RH) value, sea surface temperature (SPL) warmed up around Sibolga as well as an upward updraft Triggering the growth of convective clouds and causing extreme rain.

Keywords: Extreme rain, ECMWF, satellite imagery, atmospheric physical conditions

1. Pendahuluan

Wilayah Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di atas wilayah tropis yang berpotensi besar terjadinya cuaca ekstrem yang dapat menyebabkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Indonesia sendiri terletak di wilayah ekuator yang secara astronomis terbentang dari 60LU – 11008’LS dan dari 950BT -141045’BT . Salah satu cuaca ekstrim di Indonesia yaitu hujan lebat yang dapat menyebabkan banjir. Hal ini sering terjadi di Indonesia tiap tahunnya yang

* email : [email protected]

212 Prabu Aditya dkk

dapat menyebabkan dampak bagi kehidupan masyarakat di Indonesia di berbagai sektor.

Hujan adalah tetes-tetes air yang keluar dari awan dan sampai ke permukaan, sedangkan curah hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar dengan asumsi tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. (Zakir dkk,2010).

Telah terjadi hujan lebat di wilayah Sibolga pada tanggal 06 Maret 2016 dengan curah hujan lebih dari 100 mm. Menurut hasil observasi di Stasiun Meteorologi Pinangsori Sibolga telah tercatat bahwa curah hujan pada tanggal 06 Maret 2016 tersebut sebanyak 190 mm selama 24 jam. Menurut BMKG[1], kriteria curah hujan di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kriteria Intensitas Curah Hujan di Indonesia

Kategori Keterangan

Ringan 1-5 mm/jam atau 5-20 mm/hari

Sedang 5-10 mm/jam atau 20-50 mm/hari

Lebat 10-20 mm/jam atau 50-100 mm/hari

Sangat Lebat >20 mm/jam atau >100 mm/hari

Maka dari kriteria di atas,hujan di wilayah Sibolga dapat dikategorikan sebagai hujan ekstrem (sangat lebat) . Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui kondisi fisis atmosfer saat terjadi hujan lebat di wilayah Sibolga dengan melakukan analisis terhadap parameter – parameter cuaca, untuk mengetahui penyebab hujan ekstrem tersebut terjadi.

2. Metode Penelitian

Data pada penelitian ini menggunakan data reanalysis ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecast). Data ECMWF yang diambil untuk penelitian ini adalah data kelembapan udara relatif (RH), vortisitas relatif, vertical velocity, data angin u dan v untuk pembuatan peta streamline. Tidak hanya itu, data penelitian ini juga menggunakan data citra satelit Himawari 8 kanal IR untuk mengetahui kondisi real time persebaran awan pada saat kejadian hujan ekstrem. Untuk data suhu permukaan laut dan anomalinya pada tanggal 6 Maret 2016 diambil dari website (http://polar.ncep.noaa.gov/sst/ophi/archive/20160306/), serta data observasi Stasiun Meteorologi Pinangsori untuk verifikasi kejadian hujan ekstrem. Data yang berasal dari ECMWF tersebut diolah menggunakan software GrADS.Hasil olahan dari software GraDS berupa gambar-gambar dengan gradasi warna yang menunjukkan nilai suatu data yang berbeda-beda sesuai legenda yang ada. Kemudian hasil olahan gambar-gambar tersebut diinterpretasikan secara deskriptif baik lokasi serta waktu kejadiannya untuk menelusuri penyebab kejadian hujan ekstrem tanggal 6 Maret 2016 di Sibolga tersebut bisa terjadi.

ISSN : 2477-0477 213

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Analisis Data Curah Hujan

Berikut ini ditampilkan data observasi per 3 jam stasiun meteorologi Pinangsori Sibolga tanggal 6 Maret 2016.

Gambar 1. Data observasi per 3 jam stasiun meteorologi Pinangsori Sibolga tanggal 6 Maret 2016

Dari data diatas, dapat dilihat kejadian hujan mulai terjadi antara jam 06.00-09.00 UTC yaitu sebesar 40 mm, kemudian terjadi hujan sebesar 87 mm diantara jam 09.00-12.00 UTC,dan terjadi hujan sebesar 63 mm pada periode antara 12.00-15.00 UTC.Sehingga total curah hujan yang terukur pada saat itu yaitu 190 mm.

3.2 Analisis Suhu Permukaan Laut

Pada hasil pengolahan data dari (http://polar.ncep.noaa.gov/sst/ophi/archive/ 20160306/) ditampilkan data SPL dan anomalinya tanggal 06 Maret 2016 di wilayah Samudera Hindia sampai Indonesia.

Gambar 2. Suhu permukaan laut(SPL) dan Anomali suhu permukaan laut(SPL) 6 Maret 2016

Berdasarkan kedua gambar diatas diketahui bahwa pada wilayah Indonesia, suhu Permukaan laut di wilayah tersebut berkisar dari 260C sampai diatas 320C,sementara untuk anomalinya, suhunya menghangat antara 1,25-2,250C dari

214 Prabu Aditya dkk

rata-rata suhu permukaan laut normalnya.Tingginya suhu permukaan laut dan anomalinya ini menyebabkan penguapan yang tinggi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya awan-awan konvektif yang berpotensi menghasilkan hujan yang lebat.

3.3 Analisis Streamline

Berikut ditampilkan peta streamline angin 850 mb tanggal 6 Maret 2016 yang

dihasilkan dari data reanalysis ECMWF.

Gambar 3. Peta Streamline 6 Maret 2016 pada lapisan 850 mb

Berdasarkan peta streamline 850 mb pada tanggal 6 Maret 2016 terjadi pergerakan massa udara yang secara umum bergerak dari timur ke barat. Dari data tersebut mengindikasikan bahwa kecepatan angin dan adanya daerah belokan angin (shearline) berpengaruh penting dalam terjadinya hujan ekstrem di Sibolga. Pada tanggal 6 Maret 2016 terdapat trend pelemahan kecepatan angin terutama pada pukul 12.00 UTC. Pelemahan kecepatan angin tersebut menandakan bahwa kecepatan angin horizontal berubah arah menjadi vertikal sehingga memicu adanya konvergensi. Konvergensi adalah salah satu mekanisme pengangkatan

ISSN : 2477-0477 215

massa udara dari permukaan menuju lapisan kondensasi hingga terjadi proses pembentukan awan. Selain itu adanya daerah belokan angin (shearline) pada Sumatera Utara dan Sumatera Barat terutama pada jam 06.00 dan 18.00 UTC turut berpengaruh pada pengumpulan massa udara dalam pembentukan awan.

3.4 Analisis kelembapan udara relatif (RH)

Pada hasil pengolahan data reanalysis kelembapan udara ECMWF ditampilkan pada tanggal 06 Maret 2016 pada lapisan 1000-100 mb di wilayah Sibolga

Gambar 4. Kelembapan Relatif Lapisan 1000-100 mb Tanggal 06 Maret 2016 Sibolga

Kelembapan udara relatif pada lapisan 1000-800 mb sekitar 85-95%. Hanya pada pukul 03.00-09.00 UTC kelembapan udaranya menurun menjadi sekitar 65-85% di lapisan 1000-900 mb. Sementara pada lapisan 800-400 mb kelembapan udara relatif bernilai 55-90% dan pada lapisan 300-100 mb kelembapan udara relatifnya mencapai keadaan supersaturasi yaitu keadaan dimana kelembapannya lebih dari 100%. Dengan demikian, kondisi kelembapan udara relatif (RH) pada saat kejadian hujan lebat di wilayah Sibolga pada tanggal 6 Maret 2016 dikatakan cukup jenuh dimana ketersediaan uap air yang besar mengakibatkan terjadinya hujan lebat di wilayah itu.

3.5 Analisis vertical velocity

Pada hasil pengolahan data reanalysis vertical velocity ECMWF ditampilkan pada tanggal 06 Maret 2016 pada lapisan 1000-100 mb.

Gambar 5. Vertical Velocity lapisan 1000-100 mb Tanggal 06 Maret 2016 Sibolga

216 Prabu Aditya dkk

Pada pukul 00.00-03.00 UTC terlihat pada lapisan 1000-800 mb, kecepatan vertikalnya menurun menuju nilai negatif hingga -0.05. Hal ini menandakan adanya gerakan udara ke atas yang membawa massa udara sehingga terjadinya konvergensi yang memicu adanya awan konvektif. Pada saat pukul 03.00-09.00 UTC dilapisan sekitar 1000-850 mb kecepatan vertikal semakin kecil bernilai negatif. Hal ini menggambarkan adanya gerakan udara vertikal ke atas yang membawa massa udara lembab dari bawah menuju lapisan atas sehingga berpotensi menghasilkan awan konvektif yang menjulang tinggi. Pada pukul 09.00-18.00 UTC, kecepatan vertikal mulai menunjukkan nilai positif pada lapisan 1000-500 mb. Dan pada jam 18.00-23.59 UTC kecepatan vertikal menunjukkan trend positif yang semakin kuat hingga lapisan 100 mb. Hal ini menggambarkan adanya gerakan udara ke bawah yang mengindikasi meluruhnya awan-awan konvektif penyebab hujan lebat yang terjadi.

3.6 Analisis Vortisitas

Pada hasil pengolahan data reanalysis vortisitas relatif ECMWF ditampilkan pada tanggal 06 Maret 2016 pada lapisan 850 mb,700 mb,500 mb pada pukul 06.00 UTC,12.00 UTC,dan 18.00 UTC.

ISSN : 2477-0477 217

Gambar 6. Vortisitas tanggal 6 Maret 2016 pada lapisan 850 mb,700 mb, 500 mb

Berdasarkan hasil analisis vortisitas tanggal 6 Maret 2016 pukul 06.00 UTC, 12.00 UTC, dan 18.00 UTC pada lapisan 850 mb,700 mb, serta 500 mb di Sibolga, terlihat bahwa pada jam 06.00 UTC yaitu pada awal mula kejadian hujan, nilai vortisitas bernilai negatif pada lapisan 850 mb dan 700 mb yaitu bernilai -10x10-6 s-1 sampai -20x10-6 s-1 tetapi pada lapisan 500 mb nilainya positif yaitu bernilai 0 hingga 20x10-6 s-1 . Kemudian pada pukul 12.00 UTC nilai vortisitas pada ketiga lapisan bernilai negative dengan kisaran nilai -10x10-6 s-1 sampai -20x10-6 s-1 . Dan pada pukul 18.00 UTC , nilai vortisitas pada lapisan 850 mb, dan 700 mb bernilai negatif berkisar -10x10-6s-1 sampai -20x10-6s-1 tetapi pada lapisan 500 mb bernilai positif 10x10-6s-1. Untuk bumi bagian utara (BBU) nilai vortisitas yang negatif menunjukkan udara cenderung bergerak ke bawah yang mendukung terjadinya hujan lebat.Sehingga, secara umum nilai vortisitas yang berasal dari data reanalysis ECMWF ini dapat menjelaskan penyebab terjadinya hujan lebat di Sibolga tanggal 6 Maret 2016.

3.7 Analisis Citra Satelit

Gambar 7. Time series suhu puncak awan di Sibolga 6 Maret 2016

218 Prabu Aditya dkk

Berdasarkan analisis time series citra satelit Himawari 8 kanal IR dapat dilihat bahwa terjadi penurunan suhu puncak awan mulai dari jam 06.00 UTC dari yang bernilai positif menjadi diatas -40.0⁰C pada pukul 08.00 UTC. Selanjutnya terjadi fluktuasi nilai suhu puncak awan sampai jam 09.00 UTC, setelah itu suhu puncak awan kembali mengalami penurunan sampai titik yang paling rendah yaitu -63.0⁰C pada jam 10.40 UTC. Hal tersebut mengindikasikan adanya tutupan awan konvektif yang berpotensi menyebabkan hujan lebat pada saat itu. Kemudian suhu puncak awan mengalami peningkatan kembali sampai pukul 17.00 UTC, selanjutnya berfluktuasi turun sampai pukul 23.00 UTC.

ISSN : 2477-0477 219

Gambar 8. Gugusan awan per jam tanggal 6 Maret 2016 Kanal IR Himawari 8

Dari gambar gugusan awan diatas dapat dilihat bahwa pada jam 06.00 UTC gugusan awan belum menyelubungi wilayah Sibolga, kemudian gugusan awan putih tebal mulai berada di atas wilayah Sibolga pada jam 08.00 UTC dan awan tersebut semakin tebal hingga jam 13.00 UTC. Selanjutnya ketebalan awan mulai menipis diatas wilayah Sibolga sampai jam 18.00 UTC.Semakin putih warna dari gugusan awan menandakan gugusan awan tersebut memiliki kandungan uap air yang semakin banyak. Hal ini yang menyebabkan intensitas curah hujan pada suatu wilayah semakin lebat.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada data curah hujan tanggal 6 Maret 2016, didapat total curah hujan yang

terukur pada saat itu yaitu 190 mm. Berdasarkan kriteria intensitas curah hujan BMKG, hujan di wilayah Sibolga dapat dikategorikan sebagai hujan ekstrem (sangat lebat).

2. Suhu permukaan laut pada saat hujan lebat, suhunya menghangat antara 1,25-2,250C dari rata-rata suhu permukaan laut normalnya yang mengakibatkan penguapan tinggi dan dapat menyebabkan terbentuknya awan-awan konvektif yang berpotensi menghasilkan hujan yang lebat.

3. Pola angin streamline mengindikasikan kecepatan angin dan adanya daerah belokan angin (shearline) sehingga memicu terjadinya konvergensi yang berpengaruh penting dalam terjadinya hujan ekstrim di Sibolga.

4. Kelembapan udara relatif pada lapisan 1000-800 mb sekitar 85-95%, pada lapisan 800-400 mb kelembapan udara relatif bernilai 55-90% dan pada lapisan 300-100 mb kelembapan udara relatifnya mencapai keadaan supersaturasi yaitu keadaan dimana kelembapannya lebih dari 100 % sehingga mendukung untuk terjadinya pertumbuhan awan.

5. Nilai kecepatan vertikal menunjukkan nilai negatif pada tanggal 6 Maret 2016. Hal ini menunjukkan adanya gerakan udara ke atas yang membawa massa udara sehingga terjadinya konvergensi yang memicu adanya awan konvektif.

6. Nilai vortisitas menunjukkan nilai negatif terjadi pada tanggal 06 Maret 2016. Untuk bumi bagian utara (BBU) nilai vortisitas yang negatif menunjukkan udara cenderung bergerak ke bawah yang mendukung terjadinya hujan lebat.

7. Berdasarkan data satelit Himawari 8 kanal IR, warna dari gugusan awan semakin putih menutupi Sibolga yang menandakan gugusan awan tersebut

220 Prabu Aditya dkk

memiliki kandungan uap air yang semakin banyak. Hal ini yang menyebabkan intensitas curah hujannya semakin lebat.

8. Kejadian hujan di wilayah Sibolga dipengaruhi faktor regional berupa SST yang meningkat, kelembapan relatif yang tinggi, adanya daerah belokan angin(shearline), nilai kecepatan vertikal dan vortisitas semua bernilai negatif sehingga membuat potensi besar untuk pembentukan awan yang tebal dan luas dan menyebabkan hujan lebat.

Ucapan terima kasih

Terima kasih penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha kuasa karena berkat ridho-Nya lah kami bisa menyelesaikan tulisan ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada orang tua, dosen, serta senior-senior yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materi sehingga tulisan ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk lebih mengenal penyebab terjadinya kejadian hujan ekstrem.

Daftar Pustaka

1. BMKG.2010. Peraturan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Nomor: KEP.009 Tahun 2010 tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan Desiminasi Informasi Cuaca Ekstrim, BMKG,Jakarta.

2. Ginting,nia Klaudia.2015.Estimasi Curah Hujan dari Citra Satelit dengan Menggunakan Sataid dan Auto Estimator di Wilayah Sibolga(Bulan Desember 2012 dan April 2014). Skripsi pada Jurusan Meteorologi STMKG Tangerang Selatan:tidak diterbitkan.

3. Paays,Wilhelmina.2014.Kajian Kondisi Fisis Atmosfer Pada Saat Kejadian Hujan Ekstrim di Ambon(Studi Kasus 24 dan 29 Juli 2013).Skripsi pada Jurusan Meteorologi STMKG Tangerang Selatan:tidak diterbitkan.

4. Purbasari,Galuh.2015.Kajian Hujan Lebat di Baubau(Studi Kasus 13 Maret 2011,8 Juni 2012,8 Desember 2014) . Skripsi pada Jurusan Meteorologi STMKG Tangerang Selatan:tidak diterbitkan.

5. Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah, M. K., 2010, Perspektif Operasional Cuaca Tropis, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.