Analisis Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil Terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan (Snse)
Transcript of Analisis Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil Terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan (Snse)
PROPOSAL SKRIPSI
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK (STIS) JAKARTA
Usulan Topik:
Analisis Dampak Volatilitas Devaluasi Riil Terhadap Kinerja Sektor
Industri Pengolahan, Pertumbuhan PDB dan Distribusi Pendapatan di
Indonesia
Keterangan Penulis:
Nama : Hilda Aprina
NIM : 09.6000
Tingkat : IV SE 1
Usulan Dosbing :
I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sejak awal tahun 1990 perhatian pemerintah mulai diarahkan pada sektor
industri dan jasa seiring dengan terjadinya transformasi ekonomi di Negara agraris
menjadi Negara industri. Sehingga peran sektor pertanian mulai menurun dalam
struktur perekonomian, dimana kontribusi sektor industri pengolahan (23.5%) lebih
tinggi dari sektor pertanian (16.5%) selama periode tahun 1990 -1996 (Badan Pusat
Statisti, 2000).
Berawal dari transformasi ekonomi hingga saat ini, sektor industri pengolahan
tetap memegang peranan penting terhadap perekonomian Indonesia. Selama periode
2004-2009 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap pembentukkan PDB adalah
berkisar 26.16 persen hingga 28.37 persen. Pangsa sektor industri tersebut jauh
berada di atas sektor-sektor lainnya termasuk sektor pertanian, yang memiliki pangsa
sekitar 16.00 persen (Badan Pusat Statistik,2010a).
Disamping berkontribusi dalam pembentukan PDB, peranan sektor industri
juga ditunjukkan dalam hal penciptaan devisa negara. Data yang ada menunjukan
bahwa sektor industri memiliki kontribusi besar dalam menghasilkan devisa bagi
negara melalui nilai ekspornya. Selama periode 2007-Mei 2010, kontribusi ekspor
dari sektor industri berkisar antara 73.69 persen sampai dengan 81.41 persen
(Kementerian Perindustrian, 2011). Hal tersebut menunjukan bahwa sektor industri
memberikan kontribusi yang paling dominan dibandingkan sektor lainnya untuk
kelompok ekspor non-migas.
Peranan yang sangat dominan dari sektor industri dalam pembentukan PDB
dan dalam penciptaan devisa negara menunjukan bahwa untuk saat ini sektor industri
dapat dipandang sebagai ”mesin pertumbuhan” utama dalam perekonomian
Indonesia. Nanga (2001) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi didefinisikan
sebagai peningkatan kemampuan suatu perekonomian dalam memproduksi barang-
barang dan jasa-jasa.
Lebih lanjut, kontribusi sektor industri dalam perekonomian adalah dalam
penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data BPS (2009a) diketahui bahwa pangsa
sektor industri dalam menyerap tenaga kerja adalah sebesar 12.24 persen pada
periode Agustus 2008. Dengan pangsa tersebut sektor industri menduduki peringkat
kedua dalam penyerapan tenaga kerja setelah sektor pertanian. Pangsa sektor
pertanian dalam penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 20.69 persen.
Dengan peran yang sangat penting tersebut maka berbagai perubahan yang
terjadi dalam perekonomian nasional ataupun global yang menyebabkan penurunan
kinerja sektor industri juga akan menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian
Indonesia. Dukungan dari pemerintah terhadap industri pengolahanpun menjadi
landasan bahwa, sangat penting untuk menjaga stabilitas pertumbuhan sektor ini. Hal
ini tercermin pada Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 yang menyatakan
bahwa sasaran pembangunan industri manufaktur pada akhir Pembangunan Jangka
Panjang tahap II (PJP II) adalah terwujudnya sektor industri yang kuat dan maju
sehingga mampu menunjang terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal.
Dinamika perekonomian seringkali menyebabkan perubahan yang signifikan
pada berbagai variabel ekonomi. Perubahan variable ekonomi tersebut pada akhirnya
akan mempengaruhi kinerja sektoral dan perekonomian secara keseluruahan. Mankiw
(2003) menjelaskan bahwa dalam perekonomian kerapkali terjadi fluktuasi dalam
jangka pendek. Fluktuasi tersebut akan mempengaruhi keseimbangan pendapatan
nasional, kesempatan kerja dan tingkat harga.
Fenomena yang sempat mempengaruhi perekonomian nasional adalah krisis
keuangan di Amerika Serikat yang kemudian berkembang menjadi krisis keuangan
global. Krisis di AS akan berpengaruh terhadap Indonesia paling tidak melalui dua
jalur atau transmisi yaitu perdagangan atau ekspor-impor dan pasar keuangan.
Menurunnya daya beli masyarakat AS akibat krisis menyebabkan terjadinya
penurunan permintaan (impor) terhadap sejumlah produk industri pengolahan,
termasuk yang berasal dari Indonesia. Dari jalur keuangan, krisis global akan
menyebabkan Indonesia berpotensi mengalami penurunan capital inflows, terutama
dari investasi portofolio (Bank Indonesia, 2009). Implikasi dari kondisi Kuatnya
dampak krisis telah menyebabkan Bank Dunia dan IMF mengoreksi proyeksi tingkat
pertumbuhan ekonomi berbagai negara dan dunia. Perekonomian AS, misalnya,
diprediksi akan melemah menjadi tumbuh sebesar 1.30 persen pada 2008 dari
sebelumnya sebesar 2.70 persen pada 2007. Demikian pula, negara-negara di
kawasan Eropa, diprediksi akan melemah dari 2.60 persen pada 2007 menjadi 1.40
persen pada 2008. Adapun laju pertumbuhan Indonesia diperkirakan turun dari 6.50
persen 2007 menjadi sekitar 6.00 persen pada 2008 (Bank Indonesia, 2009).
Implikasi dari kondisi tersebut menyebabkan fluktuasi pada berbagai variabel
ekonomi Salah satunya nilai tukar.
Perkembangan yang juga terjadi dalam perekonomian pada periode terakhir
ini adalah penguatan nilai tukar rupiah. Penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi
mendorong Pemerintah untuk merubah asumsi rupiah. Pemerintah berencana
mengubah asumsi rupiah dari Rp 9 250 menjadi Rp 9 000 per dollar AS.
Perkembangan nilai tukar rupiah selama periode 1 Januari 2011 sampai dengan 15
April 2011 ditunjukan pada Gambar 3. Selama periode tersebut nilai tukar rupiah
cenderung menguat dari Rp 9 133/US$ menjadi Rp 8 684/US$. Volatilitas rupiah
yang terjadi di pasar uang merupakan dinamika perekonomian yang juga akan
berpengaruh terhadap sektor industri pengolahan. Penguatan rupiah yang terlalu
tinggi akan dapat menurunkan daya saing ekspor industri.
Dalam perspektif makroekonomi, peningkatan suku bunga akan cenderung
menurunkan volume produksi industri pengolahan. Perubahan tersebut secara agregat
akan menyebabkan turunnya total produksi, pendapatan nasional, dan mendorong
meningkatnya pengangguran. Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat dipahami
bahwa Volatilitas suku bunga akan berpengaruh terhadap kinerja perekonomian
secara keseluruhan dan kinerja sektor-sektor perekonomian. Oleh karena itu,
penelitian ini akan mengkaji bagaimana dampak volatilitas suku bunga terhadap
kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi.
1.2 Identifikasi Masalah
Secara umum sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan positif di
sepanjang tahun 2004-2007. Namun demikian laju pertumbuhan tersebut cenderung
mengalami perlambatan. Pada tahun 2007 pertumbuhan sektor industri pengolahan
non migas mencapai 5,15 persen, tetapi tahun 2008 pertumbuhannya turun menjadi
sebesar 4,05 persen. Bahkan pada tahun 2009, pertumbuhannya merosot hingga
mencapai angka 2,56 persen. Pertumbuhan sektor industri secara keseluruhan
menurun dari 4,67 persen pada tahun 2007 menjadi 3.66 persen tahun 2008 dan 2,21
persen pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik 2012).
Perlambatan dan turunnya kontribusi sektor industri yang terjadi pada tahun
2008 dan 2009 diduga disebabkan krisis ekonomi di AS di tahun tersebut. Nicholson
(1997) menjelaskan bahwa peningkatan harga input produksi, yang menyebabkan
peningkatan biaya produksi yang dihadapi perusahaan, akan cenderung mendorong
perusahaan untuk mengurangi output. Lebih lanjut, penurunan output tersebut akan
diikuti dengan penurunan permintaan input (misalnya: tenaga kerja), yang merupakan
derived demand.
Laporan Bank Indonesia (2009) menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia
tahun 2008 secara umum mencatat perkembangan yang cukup baik di tengah
terjadinya gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan
tumbuh mencapai 6.01 persen atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun
sebelumnya sebesar 6.30 persen. Perlambatan pada seluruh sektor mulai terjadi di
triwulan IV-2008, terutama sektor-sektor tradable seiring dengan anjloknya
permintaan dunia. Pada triwulan IV-2008, krisis global yang semakin dalam telah
memberi tekanan pada pasar tenaga kerja di Indonesia. Tekanan krisis global telah
mengakibatkan beberapa perusahaan melakukan penyesuaian pada operasi kerjanya,
efisiensi usaha, dan penutupan beberapa pabrik. Hal ini menyebabkan terjadinya
peningkatan rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) beberapa perusahaan.
Penurunan ekspor produk industri Indonesia ke AS dan negara-negara lain yang juga
terkena dampak krisis telah menyulitkan sektor industri dalam negeri menjual
produknya.
Lebih lanjut, Bank Indonesia (2009) menyebutkan bahwa dampak krisis
global juga tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah yang ditandai oleh
tekanan depresiasi yang tinggi dan volatilitas yang meningkat, terutama sejak
Oktober 2008. Rupiah tertekan hingga sempat mencapai Rp 12 150 per dolar AS di
November 2008 disertai melonjaknya volatilitas yang mencapai 4.67 persen. Secara
rata-rata, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 5.40 persen dari Rp 9 140 (tahun
2007) menjadi Rp 9 757 (tahun 2008).
Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan daya tahan yang kuat
di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, tercermin pada kinerja
pertumbuhan yang bahkan lebih baik dan kestabilan makroekonomi yang tetap
terjaga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,5%, angka tertinggi dalam
sepuluh tahun terakhir, disertai dengan pencapaian inflasi pada level yang rendah
sebesar 3,79%. Di sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga meski
sempat terjadi tekanan di pasar keuangan pada semester II tahun 2011 sebagai
dampak memburuknya krisis yang terjadi di kawasan Eropa dan Amerika Serikat
(AS) (Bank Indonesia, 2011).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa dinamika
perekonomian kerapkali menyebabkan perubahan yang signifikan pada berbagai
variabel ekonomi. Semakin sering dan semakin tinggi besaran perubahan yang terjadi
mencerminkan tingkat volatilitas suatu variabel yang semakin besar. Secara umum
volatilitas menunjukan besarnya fluktuasi (varians) dari data deret waktu. Volatilitas
yang terjadi pada berbagai variabel ekonomi tersebut akan berpengaruh terhadap
kondisi makroekonomi dan kinerja sektor-sektor perekonomian, khususnya sektor
industri. Bagaimana dampak volatilitas devaluasi riil terhadap sektor industri dan
kondisi makroekonomi Indonesia menjadi pertanyaan utama yang akan dikaji dalam
penelitian ini.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Menganalisis tingkat volatilitas devaluasi riil.
2. Menganalisis perkembangan output, ekspor, impor, dan penyerapan tenaga
kerja pada sektor industri pengolahan serta pertumbuhan PDB dan distribusi
pendapatan di Indonesia sebagai dampak volatilitas devaluasi riil.
3. Merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mendorong kinerja sektor industri
pengolahan dan makroekonomi Indonesia dalam merespon volatilitas
devaluasi riil.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat diadakannya penelitian ini adalah :
1. Bagi pemerintah, dapat memberikan gambaran mengenai dampak volatilitas
kurs terhadap kinerja sektor industri pengolahan serta kinerja makroekonomi
Indonesia.
2. Bagi kementrian industri maupun kementrian keuangan dapat mengambil
kebijakan yang tepat dalam menghadapi volatilias kurs.
3. Bagi ilmu pengetahuan, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khusunya
bagi peneliti, dan bahan acuan penelitian-penelitian terkait selanjutnya.
II Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu
2.1 Landasan Teori
Volatilitas Nilai Kurs
Kurs (Nilai Tukar Mata Uang) Menurut Sadono Sukirno (2004: 397) kurs
adalah perbandingan nilai mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya.
Dampak pergerakan nilai tukar mata uang terhadap perilaku economic agent
(eksportir dan impor) dapat dijelaskan melalui besarnya biaya dan harga yang muncul
dari volatilitas nilai tukar. Dalam hal ini menurut Baldwin dan Meir (1989), biaya
yang dibutuhkan oleh economic agent untuk masuk ke pasar tersebut merupakan sunk
cost. Adanya volatilitas nilai tukar, tidak serta merta menyebabkan economic agent
langsung ke luar dari pasar. Economic agent akan menunggu saat yang tepat dimana
marjin keuntungan yang diperolehnya belum pada kondisi negatif (rugi). Selanjutnya
menurut Baldwin dan Krugman tersebut pada kondisi terjadinya volatilitas tersebut,
terdapat hubungan asimetris antara nilai tukar yang trigger entry and exit into the
export market.
Industri Pengolahan
Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga
menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi
barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir
(Badan Pusat Statistik, 2004). Dalam beberapa literature dijelaskan bahwa industri
pengolahan diartikan sebagai aktivitas ekonomi yang mengubah barang dasar yang
bernilai rendah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang memiliki nilai
ekonomi tinggi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Studi terkait volatilitas variabel ekonomi telah dilakukan antara lain oleh
Rahutami (2008). Rahutami (2008) melakukan studi terkait dengan volatilitas nilai
tukar. Studi yang dilakukan bertujuan untuk mengamati daya dukung ekonomi
makro, terutama berkaitan dengan kondisi volatilitas nilai tukar di ASEAN.
Studi terbaru yang dilakukan terkait dengan kinerja industri di Indonesia
adalah yang dilakukan oleh Oktaviani, et al (2007) yang meneliti tentang analisis
kinerja, keragaan ekonomi dan prospek industri pengolahan. Penelitian yang
dilakukan menggunakan beberapa model ekonometrika yaitu model panel, VAR dan
analisis trend.
Hasil yang diperoleh dari penelitian Alla Asmara (2011) menunjukkan bahwa
sejumlah variabel ekonomi yang dianalisis menunjukkan tingkat volatilitas yang
bervariasi antar waktu (time varying). Volatilitas harga minyak dunia menunjukkan
kecenderungan yang terus meningkat. Sementara itu, volatilitas harga ekspor industri
menunjukkan pola yang beragam. Harga ekspor industri besi baja menunjukkan
tingkat volatilitas yang lebih besar dibandingkan harga ekspor industri lainnya. Untuk
variabel suku bunga riil, tingkat volatilitas yang dicapai relatif berfluktuasi pada nilai
rataan volatilitasnya. Shock volatilitas suatu variabel ekonomi cenderung
menyebabkan penurunan kinerja sektor industri pengolahan.
III Sumber Data dan Metode Analisis
3.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah berupa data sekunder. Untuk
analisis volatilitas, data utama yang digunakan adalah data time series bulanan untuk
empat variabel yang dianalisis yaitu: harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku
bunga riil dan devaluasi riil. Untuk data harga ekspor industri yang digunakan adalah
periode Januari 2000-Desember 2011. Kedua data tersebut bersumber dari
International Monetary Fund (IMF). Untuk devaluasi riil yang digunakan adalah
periode Januari 2000-Desember 2011, bersumber dari Bank Indonesia dan
International Financial Statistic (IFS). Sementara itu, data utama yang digunakan
untuk analisis CGE adalah Tabel Input Output Indonesia tahun 2008 dan Sistem
Neraca Sosial Ekonomi tahun 2005. Kedua jenis data tersebut diperoleh dari Badan
Pusat Statistik.
3.2 Metode Analisis
Model ARCH-GARCH
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif, model ARCH/GARCH, analisis angka pengganda SNSE, analisis
keterkaitan, Multiplier Product Matrix (MPM), analisis jalur struktural (Structural
Path Analysis/ SPA), dan analisis ketimpangan pendapatan dengan Theil Index.
Analisis Deskriptif digunakan mengetahui gambaran umum perkembangan
sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia, model ARCH/GARCH
untuk melihat volatilitas devaluasi riil, analisis keterkaitan digunakan untuk melihat
pengaruh 21 sektor yang digunakan dalam penelitian terhadap makroekonomi
Indonesia, analisis angka pengganda digunakan untuk mengetahui sejauh mana
dampak volatilitas devaluasi riil terhadap nilai tambah, ekspor, impor, pendapatan
rumah tangga, pendapatan pemerintah, dan pendapatan sektor industri pengolahan,
MPM digunakan untuk melihat terjadinya perubahan struktur perekonomian, SPA
digunakan untuk mengidentifikasi alur-alur asal pengaruh dipancarkan, dari satu
sektor asal ke sektor-sektor tujuan, dan Theil Index digunakan untuk melihat
perubahan ketimpangan pendapatan sebagai akibat dari kebijakan.