ANALISIS BIAYA PRODUKSI PADA USAHA SAPI PERAH...

download ANALISIS BIAYA PRODUKSI PADA USAHA SAPI PERAH …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/loksp08-71.pdf · Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan

If you can't read please download the document

Transcript of ANALISIS BIAYA PRODUKSI PADA USAHA SAPI PERAH...

  • Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

    503

    ANALISIS BIAYA PRODUKSI PADA USAHA SAPI PERAH RAKYAT: STUDI KASUS DI DAERAH

    BOGOR DAN SUKABUMI

    (Cost Production Analisys on Dairy Cattle Husbandry: A Case Study in Bogor and Sukabumi Districts)

    I G.M. BUDIARSANA dan E. JUARINI

    Balai Penelititan Ternak, Bogor

    ABSTRACTS

    Dairy cattle enterprises in West Java can be classified as a small husbandry farm. The aimed of the research was to analyze the cost production of dairy cattle enterprises. The research was conducted in 2006 at Bogor and Sukabumi districts involving 15 respondents in each location. The result showed that the average net profit margin of the farmer every month raised Rp. 174.464,- and Rp. 155.518,- respectively for Bogor and Sukabumi districts. The costs that significantly affected the profit margin were the ratio of the lactated to non lactated cows and feed cost. On the other hand the costs that did not significantly affected the profit margin were cost on raising calf and cost of veterinary services. It was concluded that better management were needed in order to increase the profit margin.

    Keyswords: Cost production, dairy cattle and husbandry

    ABSTRAK

    Usaha sapi perah di Jawa Barat dapat diklasifikasikan sebagai usaha peternakan rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peubah-peubah komponen biaya produksi pada usaha peternakan sapi perah. Penelitian dilakukan pada tahun 2006 melibatkan 15 peternak responden di masing-masing Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi perah memberi keuntungan bersih per ekor per bulan per peternak yaitu sebesar Rp. 174.464,- dan Rp. 155.518,- berturut turut untuk Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Peubah-peubah yang berpengaruh positif terhadap perolehan keuntungan yaitu jumlah ternak betina laktasi dan biaya pakan. Peubah yang berpengaruh negatif yaitu jumlah anak sapi yang dipelihara dan biaya obat-obatan. Disimpulkan bahwa untuk meningkatkan keuntungan pada usaha sapi perah perlu upaya perbaikan manajemen produksi yang memadai.

    Kata kunci: Biaya produksi, sapi perah, peternakan rakyat

    PENDAHULUAN

    Populasi ternak sapi perah di Indonesia pada tahun 2006 berjumlah 382.313 ekor dan sekitar 98% (372,941 ekor) terkonsentrasi di P Jawa (DITJENNAK, 2006). Produksi susu baru mencapai 577 ton yang merupakan 42% kebutuhan susu dalam negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa produktivitas ternak sapi perah yang ada di Indonesia masih sangat rendah. SIREGAR et al. (2005), menyatakan bahwa hal tersebut baru mencapai 2500 kg per 305 hari. Pada kondisi pemeliharaan yang agak berbeda (stasiun pembibitan) hal ini mencapai 2500-5000 kg per laktasi (KURNIANTO, 1991;

    GUSHARYANTO, 1994; THALIB et al., 1999; ANGRAENI et al., 2001).

    Rendahnya produktivitas sapi perah ini berpengaruh pada keuntungan usaha yang diperoleh peternak dan pada yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap motivasi peternak dalam usaha ini. Ciri khas usaha peternakan sapi perah yaitu adanya siklus laktasi, sehingga pada saat tertentu sapi perah akan mengalami (masa kering susu) dimana sapi tidak menghasilkan susu. Menjaga keseimbangan antara ternak yang sedang berproduksi dengan ternak yang kering susu menjadi sangat penting, karena hal ini akan

  • Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

    504

    mempengaruhi tingkat keuntungan yang diterima peternak.

    Tingkat keuntungan usaha ini sangat dipengaruhi oleh produktivitas ternak dan biaya produksi. Tingkat produktivitas ternak akan menentukan jumlah penerimaan usaha, sedangkan biaya produksi merupakan nilai yang harus dikeluarkan selama proses produksi. Biaya produksi pada usaha peternakan sapi perah terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap (variable). Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan tanah, bangunan baik kandang maupun gedung untuk fasilitas yang berhubungan dengan peternakan sapi perah, Sedangkan biaya tidak tetap merupakan biaya produksi yang dikeluarkan untuk pakan, tenaga kerja, obat-obatan dan vaksin, pelayanan IB, vaselin untuk pelicin pada saat pemerahan, biaya listrik dan biaya iuran lain-lain. Makalah ini membahas pengaruh berbagai komponen biaya produksi terhadap keuntungan usaha sapi p pada peternakan rakyat.

    MATERI DAN METODE

    Penelitian dilakukan pada akhir tahun 2006 di Kecamatan Cisarua, Bogor dan Kecamatan Sukaraja Sukabumi. Penelitian dilakukan dengan metode survai, melibatkan responden sebanyak 30 peternak (15 peternak masing-masing lokasi) dengan kriteria memelihara ternak sapi perah minimum 1 ekor ternak laktasi. Wawancara terstruktur dilakukan terhadap responden dengan pertanyaan meliputi: pemilikan ternak, struktur populasi, status fisiologis, produksi susu dan komponen biaya produksi hal ini meliputi seluruh biaya kandang sapi, peralatan, pakan (hijauan dan konsentrat) dan kesehatan. Produksi susu diperoleh dari hasil pengamatan pada saat wawancara, didukung oleh catatan produksi yang dimiliki peternak dan catatan produksi yang disetorkan ke koperasi. Perhitungan penerimaan dan pengeluaran usaha ini didasarkan pada harga yang berlaku. Data yang diperoleh dianalisis dan disajikan secara deskriptif melalui pendekatan analisis biaya.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pemilikan sapi dan produksi susu

    Rataan pemilikan sapi, rataan produksi dan rasio sapi laktasi terhadap non laktasi di dua lokasi penelitian yaitu Bogor dan Sukabumi disajikan pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa rataan pemilikan sapi perah di wilayah Bogor lebih besar dibandingkan dengan Sukabumi, masing-masing sebesar 4,9 dan 4,6 ekor/peternak, dengan rataan produksi susu berturut turut adalah 10,51 dan 9,99 liter/ekor/ hari. Tingkat produksi susu pada pengamatan ini berada pada kisaran produksi susu sebagaimana dilaporkan oleh SIREGAR et al. (1992) yaitu sebesar 10,1 liter/hari. Namun lebih rendah dibandingkan dengan hasil temuan terdahulu sebesar 13-14 liter/hari (UMIYASIH et al., 1997). Perbedaan produksi susu ini berkaitan erat dengan periode laktasi. Sapi perah pada laktasi ke I cenderung lebih rendah dari setelah laktasi II, dan setelah periode laktasi IV produksi susu cenderung menurun. Produksi susu hasil pengamatan ini bervariasi dari laktasi I sampai laktasi IV.

    Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rasio antara sapi laktasi dengan sapi non laktasi yaitu masing-masing untuk wilayah Bogor dan Sukabumi sebesar 1:1,03 dan 1:1,12.

    Analisis biaya

    Keuntungan usaha sapi perah dengan memperhitungkan biaya tenaga kerja disajikan secara rinci Tabel 2. Perolehan keuntungan Peternak sapi perah per bulan di lokasi Bogor yaitu sebesar Rp. 174.000,- lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi Sukabumi yang hanya mencapai Rp. 155.000,-. Hasil perhi-tungan tersebut kemungkinan agak berbeda apabila perhitungan dengan menggunakan umur sapi yang homogen. Homogenitas umur sapi mengindikasikan status laktasi sama, dengan demikian produktivitas sapi tidak terlalu berbeda. Pada penelitian ini status fisiologis (status dan masa laktasi) ternak yang digunakan sangat bervariasi sehingga produk-tivitas per ekor sapi sangat bervariasi. Pada minggu ke 1-12 masa laktasi terjadi pening-katan produksi susu selanjutnya produksinya terus menurun mengikuti perkembangan status fisiologisnya. (ANONIMOUS, 2002).

  • Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

    505

    Tabel 1. Rataan pemilikan sapi dan produksi susu/peternak contoh

    Bogor Sukabumi Struktur populasi Rataan STD Rataan STD

    Sapi laktasi (ekor) 2.2 0.70 2.1 0.73 Sapi non laktasi (ekor) 2.1 0.95 1.9 0.77 Sapi muda/anak (ekor) 0.6 0.65 0.8 0.8 Jumlah populasi (ekor/peternak) 4.9 1.49 4.7 1.73 Produksi susu (liter/ekor/hari) 10.51 1.37 9.99 1.13 Rasio sapi laktasi terhadap non Laktasi 1 : 1,03 1 :1,12

    Tabel 2. Tingkat penerimaan, biaya produksi dan keuntungan usaha peternakan sapi perah rakyat di Bogor dan Sukabumi (Rp/peternak/bulan)

    Lokasi pengamatan Parameter

    Bogor % Sukabumi % Penerimaan 1,973,571 1,787,143 Pengeluaran pakan 1,192,179 66 1,112,411 68,2 Obat-obatan dan IB 55,357 3 41,429 2,5 Penyusutan kandang 13,571 0.7 14,214 0.9 Penyusutan peralatan 5,857 0.3 6,429 0.4 Biaya tenaga kerja 532,143 29 457,143 28.0 Jumlah 1,799,107 1,631,625 Rataan net margin (Rp/peternak/bulan) 174,464 155,518

    Biaya pakan

    Biaya pakan pada pengamatan ini berkisar 66-68% dari total biaya produksi yang merupakan pengeluaran terbesar dari usaha sapi perah. Biaya pakan di wilayah Sukabumi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Bogor. Hal ini dipengaruhi oleh jenis rumput yang digunakan. Jenis rumput yang digunakan untuk pakan ternak oleh para peternak di Sukabumi lebih banyak dari jenis rumput Raja (Purporeum purporeophoides). Jenis rumput ini umumnya sengaja ditanam dilahan milik peternak. Sedangkan rumput lapangan umumnya digunakan sebagai tambahan yang diperoleh dari perkebunan teh atau perkebunan kelapa. Sementara itu peternak di Bogor umumnya tidak meng-gunakan rumput gajah namun kebanyakan menggunakan rumput lapangan yang diperoleh dari perkebunan disekitarnya.

    Biaya tenaga kerja

    Hasil wawancara berkaitan dengan biaya tenaga kerja ini menunjukkan bahwa secara

    umum peternak tidak terlalu memperhitungkan biaya tenaga kerja yang telah dikeluarkan untuk kegiatan usaha peternakannya. Komponen biaya tenaga kerja ini merupakan komponen biaya terbesar kedua. Jumlah biaya tenaga kerja pada pengamatan ini yaitu berkisar 28-29% dari total biaya produksi. Perhitungan beban biaya tenaga kerja pada pengamatan ini dengan menggunakan tingkat upah regional yaitu Rp. 450.000-500.000,- berkisar

    Rasio sapi laktasi terhadap non laktasi

    Rataan jumlah ternak laktasi dibandingkan dengan rataan pemilikan sapi per peternak dapat dihitung beban 1 ekor sapi laktasi untuk menanggung biaya pemeliharaan yang harus dilakukan.

    Tabel 3 menggambarkan nilai perolehan keuntungan dari berbagai rasio pemeliharaan sapi laktasi terhadap sapi non laktasi di dua lokasi yaitu Bogor dan Sukabumi. Pada rasio sapi laktasi

  • Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020

    506

    Tabel 3. Rataan perolehan keuntungan usaha peternakan sapi perah rakyat pada berbagai tingkatan rasio sapi laktasi (Rp/peternak/bulan)

    Bogor Sukabumi Rasio sapi laktasi terhadap non laktasi

    n Keuntungan (Rp/peternak/bulan) n Keuntungan

    (Rp/Peternak/bulan)

    Rasio 1 7 356,833.3 7 431,979.2

    Sebaliknya pada rasio 1 rataan perolehan keuntungan menghasilkan nilai positif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa 1 ekor sapi laktasi tidak cukup untuk membiayai lebih dari 1 ekor sapi non laktasi. Hasil perhitungan pada pengamatan ini dengan menggunakan harga susu Rp. 3.000,-/liter yakni harga di tingkat konsumen. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang pernah dilaporkan oleh KUSNADI et al. (1983) yang menyatakan bahwa perimbangan antara sapi perah produktif dengan sapi non produktif dalam komposisi pemeliharaan sapi perah yang ekonomis adalah 1:0,40 artinya satu ekor sapi perah produktif hanya mampu menanggung biaya pemelihara-an sebesar 0,40 ekor sapi perah non produktif.

    KESIMPULAN

    1. Analisis biaya yang memperhitungkan biaya tenaga kerja pada sisi pengeluarannya menunjukkan bahwa rataan keuntungan para peternak sapi perah per bulan di Bogor dan Sukabumi yaitu masing-masing sebesar Rp. 174.000 dan Rp. 155.000,-

    2. Rasio sapi laktasi dibandingkan dengan sapi non laktasi di dua lokasi masih rendah. Pada nilai ratio sapi laktasi