Analisis Baku Mutu Air Laut Untuk Kawasan Wisata Bahari Di Indonesia(1) (2)

download Analisis Baku Mutu Air Laut Untuk Kawasan Wisata Bahari Di Indonesia(1) (2)

of 12

description

biomonitoring

Transcript of Analisis Baku Mutu Air Laut Untuk Kawasan Wisata Bahari Di Indonesia(1) (2)

Bab IPENDAHULUAN

1.1Latar BelakangWisata bahari merupakan salah satu jenis wisata yang berkembang di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki potensi sumber daya pesisir dan lautan yang sangat besar.Secara geografis, Surabaya terletak di tepi selat Madura sehingga berkarakteristik sebagai kota pesisir. Destinasi wisata alam bahari yang ada di kota ini hanyalah pesisir Kenjeran yang letaknya di bagian Timur Laut kota Surabaya. Di kawasan ini terdapat sejumlah objek wisata alam dan buatan yang cukup menarik, di antaranya Pantai Watu-Watu dengan hamparan batu-batu hitam yang cukup besar di tepi pantai, Pantai Kenjeran dengan dermaga panggungnya yang memanjang ke tengah laut, serta Kenjeran Park (Pantai Ria Kenjeran) yang memiliki beragam objek wisata buatan, seperti Water Park, Futsal Indoor, Fitness Center, Sirkuit Motor, Pacuan Kuda, Taman Edukasi, Patung Budha, dan lainnya.Pulau Pasir adalah sebutan untuk hamparan pasir sepanjang 1,5 kilometer dan berada di tengah Selat Madura. Jaraknya dari bibir pantai Kenjeran sekitar 750 meter. Pulau itu terbentuk dari sedimentasi material yang terbawa oleh Sungai Brantas dan mengendap di Selat Madura. Kepala UPTD THP Kenjeran mengatakan bahwa tidak setiap saat bisa mengakses pulau tersebut. Sebab, Pulau pasir baru bisa dikunjungi saat air laut surut. Akan tetapi karena besarnya animo masyarakat akan lokasi wisata Pulau Pasir ini, menjadikan pulau pasir ini lebih banyak terjamah aktivitas manusia. Di hari biasa, jumlah perahu yang disewakan setiap harinya yang berjumlah 73 perahu, jumlah penumpang sebanyak 4 orang per perahu, dan diasumsikan itu berlaku untuk semua perahu, maka paling tidak sebanyak 292 orang berkunjung ke sana setiap harinya. Untuk jumlah pengunjung di hari-hari besar atau hari libur, maka diasumsikan jumlah pengunjung meningkat hingga tiga kali lipat.Di dalam pengembangan kawasan wisata alam diperlukan suatu perencanaan yang baik. Perencanaan wisata alam harus memperhatikan daya dukung lingkungan. Salah satu daya dukung yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan wisata alam adalah daya dukung air khususnya kualitas air. Meningkatnya kepariwisataan akan mengakibatkan kebutuhan sumber daya air menjadi meningkat pula. Kualitas air menurut Douglass (1975) adalah karakteristik bakteriologi, fisik, radiologi dan kimia dari air yang diperlukan oleh manusia dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam rangka pengembangan suatu objek wisata kita perlu menganalisis sumber air yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan wisata tersebut apakah sumber air tersebut telah memenuhi standar atau belum memenuhi standar kualitas air yang baik bagi kesehatan.Pada studi kali ini kami mengangkat bahasan mengenai analisis kelayakan Pulau Pasir Kenjeran Sebagai Kawasan wisata bahari. Analisis ini kami lakukan berdasarkan uji air laut dengan parameter fisika, kimia, logam terlarut, dan biologi. Pada studi ini kami ingin mengkorelasikan kondisi lingkungan Pulau Pasir Kenjeran saat ini dengan Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Tahun 2004 serta kelayakannya sebagai lokasi wisata bahari.

1.2Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:a. Bagaimana kualitas perairan di sekitar Pulau Pasir Kenjeran sebagai kawasan wisata bahari ditinjau dari parameter baku mutu analisa fisika, kimia, logam terlarut, serta aspek biologi?b. Bagaimana tingkat kelayakan Pulau Pasir Kenjeran sebagai kawasan wisata bahari berdasarkan Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Tahun 2004?

1.3Tujuan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:a. Untuk mengetahui dan menganalisis kualitas fisik dan kimia air di sekitar Pulau Pasir Kenjeran.b. Untuk mengetahui tingkat kelayakan Pulau Pasir Kenjeran sebagai kawasan wisata bahari berdasarkan Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Tahun 2004.

1.4Manfaat PenelitianManfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:a. Sebagai bahan kajian mengenai studi kelayakan Pulau Pasir Kenjeran sebagai kawasan wisata bahari. b. Dapat memberikan informasi mengenai kondisi fisik, kimia dan biologi perairan di sekitar Pulau Pasir Kenjeran.c. Dapat digunakan sebagai acuan untuk upaya pengendalian dampak lingkungannya.

1.5Batasan MasalahPenelitian ini dibatasi hal-hal berikut:a. Penelitian Uji Sampling Air Laut dilakukan di Kawasan Kenjeran Pulau Pasir, Surabaya Jawa Timur.b. Kualitas baku mutu diukur berdasarkan parameter baku mutu analisa Fisika, Kimia, Logam terlarut, serta aspek Biologi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Pulau Pasir Kenjeran Pulau Pasir merupakan sebutan untuk hamparan pasir sepanjang 1,5 kilometer dan berada di tengah Selat Madura. Pulau Pasir di Pantai Kenjeran ini merupakan hasil sedimentasi dari material letusan Gunung Kelud yang terbawa oleh Sungai Brantas yang mengalir dari arah Kediri sampai ke Surabaya yang kemudian diendapkan di Selat Madura. Pada saat aliran air sungai Brantas yang membawa material pasir dan lumpur mendekati muara, yaitu laut (Selat Madura) maka kecepatan alirannya menjadi lambat. Akibatnya, terjadi pengendapan sedimen oleh air sungai. Pengendapan sedimen pasir ini terbentuk sepanjang pantai dan berada di dalam laut.Gelombang pantai kenjeran yang kecil, longshore current (arus sepanjang pantai) yang lemah dan sedimentasi yang besar mengakibatkan terjadinya endapan di bawah laut. Pada mulanya endapan yang terbentuk hanya sedikit tapi akibat kiriman material yang terus menerus dari Gunung Kelud, maka akumulasi endapan semakin banyak dan menumpuk yang akhirnya membentuk suatu daratan atau pulau di tengah laut. Yang disebut masyarakat Surabaya dengan Pulau Pasir.2.2Konsep Wisata BahariKonsep wisata bahari didasarkan pada keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Wheat(1994) berpendapat bahwa wisata bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Steele (1993) menggambarkan kegiatan ecotourism bahari sebagai proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka.Prinsip utama ekowisata dapat juga diaplikasikan karena wisata bahari termasuk bagian dari ekowisata ini dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah pada pasal Idan pada pasal II. Ada lima prinsip utama dari ekowisata yang dirumuskan oleh Low Choy dan Heillbronn, diantaranya yaitu:1. Lingkungan, ekotorisme bertumpu pada lingkungan alam,budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu2. Masyarakat, ekotorisme harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung kepada masyarakat.3. Pendidikan dan Pengalaman, ekotorisme harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.4. Berkelanjutan, ekotorisme dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.5. Manajemen, ekotorisme harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasi mendatang.Kelima prinsip utama ini merupakan dasar untuk pelaksanaan kegiatan ecotourism yang berkelanjutan. Skema konsep wisata bahari terlihat pada Gambar2.2

Gambar 2.2 Skema konsep wisata bahariDari Gambar 2.2 terlihat bahwa output langsung yang di peroleh berupa hiburan dan pengetahuan sedangkan output langsung bagi alam yakni adanya insentif yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konsevasi alam. Output tidak langsung yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri setiap orang (wisatawan) untuk memperhatikan sikap hidup sehari-hari agar kegiatan yang dilakukan tidak berdampak buruk pada alam. Wisata bahari menurut Ardika (2000) adalah wisata dan lingkungan yang berdasarkan daya tarik wisata kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Sarwono (2000) wisata bahari adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi alam bahari sebagai daya tarik wisata maupun wadah kegiatan wisata baik yang dilakukan di atas permukaan di wilayah laut yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ekosistemnya yang kaya akan keanekaragaman jenis biota laut. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa wisata bahari adalah segala aktivitas wisata yang menjadikan sumber daya alam laut beserta segala potensinya sebagai suatu daya tarik yang unik untuk dinikmati. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pariwisata bahari Pulau Pasir Kenjeran adalah segala bentuk aktivitas wisata yang menjadikan sumber daya alam laut beserta potensinya sebagai suatu daya tarik wisata.2.3 Baku Mutu Lingkungan HidupBaku mutu lingkungan hidup didefinisikan sebagai ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009), sedangkan baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air . Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya, sehingga dipandang perlu untuk melakukan upaya-upaya melestarikan fungsi air. Upaya yang dilakukan adalah dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis yaitu dengan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjaga agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air (Pemerintah Republik Indonesia, 2001). Beberapa parameter yang mempengaruhi kualitas perairan antara lain suhu, BOD, DO, salinitas, kekeruhan, pH, TSS, Coliform, serta kandungan logam berat.

2.3.1 SuhuHardjojo dan Djokosetiyanto (2005) menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air. Selanjutnya, densitas air dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan air.Suhu air sangat bergantung pada tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air di badan air penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Suhu air yang layak untuk budidaya ikan laut adalah 27 32 0C (Mayunar et al., 1995; Sumaryanto et al., 2001). Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organisme perairan (Brown dan Gratzek, 1980). Selanjutnya Kinne (1972) menyatakan bahwa suhu air berkisar antara 35 40 0C merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, suhu udara rata-rata pada siang hari di berbagai tempat berkisar antara 28,20C sampai 34,6 0C dan pada malam hari suhu berkisar antara 12,8 0C sampai 30 0C. Keadaan suhu tersebut tergantung pada ketinggian tempat dari atas permukaan laut.Suhu air umumnya beberapa derajat lebih rendah dibanding suhu udara disekitarnya. Secara umum, suhu air di perairan Indonesia sangat mendukung bagi pengembangan budidaya perikanan (BPS, 2003; Cholik etal., 2005).2.3.2 BODBOD (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 20 0C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat pada botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 200C selama 5 hari dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1982). Berikut akan disajikan derajat pencemaran suatu badan perairan yang dilihat berdasarkan nilai BOD5 (Tabel 1).Tabel 1. Derajat Pencemaran Berdasarkan Nilai BOD5Kisaran BOD5(mg/l)Kriteria Kualitas Perairan

2,93,0 5,05,1 14,915,0Tidak tercemarTercemar ringanTercemar sedangTercemar berat

Sumber: Lee (1987) dalam Sukardiono (1987). Tabel 1 menyajikan tingkat pencemaran di badan perairan berdasarkan nilai BOD. Kriteria ini merupakan kriteria untuk biota-biota laut.2.3.3 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya dinyatakan dalam mg/l (ppm) (Darsono, 1992).Oksigen bebas dalam air dapat berkurang bila dalam air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang degradable.Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat.Bila oksigen bebas dalam air habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembang adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992). Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut jika dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar.Daya larut O2 dalam air limbah kurang dari 95% dibandingkan dengan daya larut dalam air tawar (Setiaji, 1995).Terbatasnya kelarutan oksigen dalam air menyebabkan kemampuan air untuk membersihkan dirinya juga terbatas, sehingga diperlukan pengolahan air limbah untuk mengurangi bahan-bahan penyebab pencemaran.Oksidasi biologis meningkat bersama meningkatnya suhu perairan sehingga kebutuhan oksigen terlarut juga meningkat (Mahida, 1986). Ibrahim (1982) menyatakan bahwa kelarutan oksigen di perairan bervariasi antara 7-14 ppm.Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari > 20 ppm. Besarnya kadar oksigen di dalam air tergantung juga pada aktivitas fotosintesis organisme di dalam air. Semakin banyak bakteri di dalam air akan mengurangi jumlah oksigen di dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam umumnya < 2 ppm. Kalau kadar DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0 ppm yaitu melalui pemanasan (Setiaji, 1995).2.3.4 SalinitasSalinitas merupakan garam-garam terlarut yang dapat berpengaruh terhadap pengaturan osmosis pada tumbuhan dan hewan, dan zat-zat hara yang terkandung didalamnya mempengaruhi sifat komunitas jazad tersebut. Menurut Nybakken (1992), fluktuasi salinitas dapat disebabkan oleh adanya gradien salinitas pada saat tertentu yang polanya bervariasi bergantung pada topografi estuaria, musim, pasang surut dan jumlah air tawar. Menurut Romimohtarto dan Thayib (1982) dalam Edward dan Tarigan (2003), salinitas di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 30-35 ppt. Untuk daerah pesisir salinitas berkisar antara 32-34 ppt, sedangkan untuk laut terbuka umumnya salinitas berkisar antara 33-37 ppt dengan rata-rata 35 ppt. Salinitas ini juga masih baik untuk kehidupan organisme laut, khususnya ikan.

2.3.5 KekeruhanMahida (1986) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Tingkat kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat kedalaman pencahayaan matahari, semakin keruh suatu badan air maka semakin menghambat sinar matahari masuk ke dalam air. Pengaruh tingkat pencahayaan matahari sangat besar pada metabolisme makhluk hidup dalam air, jika cahaya matahari yang masuk berkurang maka makhluk hidup dalam air terganggu, khususnya makhluk hidup pada kedalaman air tertentu, demikian pula sebaliknya (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005; Alaerts dan Santika, 1987).

2.3.6 Derajat Keasaman (pH)pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air, besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH berkisar antara 0 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH = 7 disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982; Nybakken, 1992). Pescod (1973) menyatakan bahwa toleransi untuk kehidupan akuatik terhadap pH bergantung kepada banyak faktor meliputi suhu, konsentrasi oksigen terlarut, adanya variasi bermcam-macam anion dan kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan basa (7 9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong proses perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diassimilasi oleh fotoplankton (Suseno, 1974). pH air yang tidak optimal berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan, menyebabkan tidak efektifnya pemupukan air di kolam dan meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S. pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan terbalik, semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air mengandung garam CaCO3 (Cholik et al., 2005).2.3.7 TSS (Total Padatan Tersuspensi)Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung yang terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sediment, seperti tanah liat, bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme dan lain sebagainya (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi pula nilai kekeruhan.Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan.Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang tinggi, tetapi tidak berarti kekeruhannya tinggi pula (Effendi, 2003).Padatan tersuspensi perairan yang baik untuk biota laut adalah 20 80 mg/l (KLH, 2004). Padatan tersuspensi menciptakan resiko tinggi terhadap kehidupan dalam air pada aliran air yang menerima tailings di kawasan dataran rendah. Dalam daftar berikut ini, dapat dilihat bahwa padatan tersuspensi dalam jumlah yang berlebih (diukur sebagai total suspended solids TSS) memiliki dampak langsung yang berbahaya terhadap kehidupan dan bisa mengakibatkan kerusakan ekologis yang signifikan melalui beberapa mekanisme berikut ini: 1) Abrasi langsung terhadap insang binatang air atau jaringan tipis dari tumbuhan air; 2) Penyumbatan insang ikan atau selaput pernapasan lainnya; 3) Menghambat tumbuhnya/smotheringtelur atau kurangnya asupan oksigen karena terlapisi oleh padatan; 4) Gangguan terhadap proses makan, termasuk proses mencari mangsa dan menyeleksi makanan (terutama bagi predation dan filter feeding; 5) Gangguan terhadap proses fotosintesis oleh ganggang atau rumput air karena padatan menghalangi sinar yang masuk; 6) Perubahan integritas habitat akibat perubahan ukuran partikel.2.3.8 ColiformBakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan air adalah bakteri Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan sehingga disebut juga Faecal coliform.Faecal coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,50C dan merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003). Alaerts dan Santika (1994) menyatakan bahwa Faecal coliform merupakan bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang paling efisien, karena Faecal coliform hanya dan selalu terdapat dalam tinja manusia. Jika bakteri tersebut terdapat dalam perairan maka dapat dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum.Bakteri coliform lainnya berasal dari hewan dan tanaman mati disebut dengan coliform non fecal.2.3.9 Kandungan Logam BeratLogam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi anorganik yang sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan. Penyebab terjadinya pencemaran logam berat pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri dan pertambangan. Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3dan logam berat bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap kesehatan.