Panduan Budidaya Ikan Lele, Ikan Nila,Ikan Gurami, dan Ikan Cupang
Analisis Bagian Ikan Yang Dapat Dimakan Dan Analisis Kandunngan Kimia (Amoniak) Pada Daging Ikan
-
Upload
macan-kampus -
Category
Documents
-
view
1.377 -
download
1
Transcript of Analisis Bagian Ikan Yang Dapat Dimakan Dan Analisis Kandunngan Kimia (Amoniak) Pada Daging Ikan
1
2
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat merampungkan Laporan Praktek Pengelolaan Pasca Panen dengan judul
“Analisis Bagian Ikan yang dapat Dimakan dan Analisis Kandunngan Kimia
(Amoniak) pada Daging Ikan” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Orang Tua penulis yang selalu memberikan dukungan baik dalam bentuk moral
maupun moril, demi mencapai cita – cita yang penulis harapkan.
2. Dosen Mata Kuliah Pengelolaan Pasca Panen yang telah banyak memberikan materi
baik secara teoritik maupun Praktik.
3. Teman – teman yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelesaian makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis sadari bahwa dalam laporan ini masih banyak terdapat kejanggalan dan
kekurangan baik dalam segi penulisan maupun penempatan kata-kata, untuk itu penulis
mohon masukan yang sifatnya membangun agar bisa memperbaiki penulisan –
penulisan makalah maupun laporan yang akan datang.
Jember, 20 Mei 2010
Penulis
3
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................3
2.1 Penyebab Kerusakan Ikan .....................................................................................3
2.2 Ciri-Ciri Ikan Segar dan Ikan yang Mulai busuk....................................................3
2.3 Komposisi fisik dan kimiawi ikan .........................................................................4
BAB 3. METODOLOGI...........................................................................................7
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum ...........................................................7
3.2 Alat dan Bahan......................................................................................................7
3.3 langkah Kerja........................................................................................................8
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................10
4.1 Hasil .....................................................................................................................10
4.2 Pembahasan ..........................................................................................................11
BAB V. PENUTUP....................................................................................................15
REFERENSI .............................................................................................................17
4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau ”segar”
adalah saat dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan
pernah menghasilkan mutu yang lebih baik, oleh karena itu cara penanganan pertama
saat panen menjadi sangat penting karena akan berarti ikut mempertahankan mutunya
selama tahapan distribusi, penanganan dan pengolahan selanjutnya sampai siap
dikonsumsi.
Agar dapat melakukan penanganan hasil perikanan secara benar untuk
mempertahankan mutunya perlu diketahui ciri-ciri mutunya (ikan dan hasil perikanan
lainnya) yang baik dan penyebab kerusakaannya sehingga dapat dicari dan dipilih cara
penanganan yang paling efektif dan efisien untuk mencegah atau menghambat aksi
penyebab kerusakan tersebut.
Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan saat dipanen merupakan
ciri atau kriteria mutu(kesegaran)-nya sekaligus merupakan penyebab dominan
kerusakan mutunya dibanding penyebab lainnya seperti kontaminasi dan
benturan/tekanan fisik. Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang
terjadi segera setelah dipanen dapat efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah.
Fakta telah menunjukkan bahwa perlakuan suhu rendah menggunakan es merupakan
salah satu cara yang paling cocok untuk menangani ikan setelah dipanen sampai saat
siap untuk diolah lebih lanjut. Cara ini erelatif murah dan mudah untuk dikerjakan
sesuai dengan kondisi tingkat pengetahuan teknik maupun sosial-ekonomi nelayan,
petani ikan dan pedagang ikan saat ini.
Untuk melakukan penanganan ikan dengan es secara baik dan mencegah
penyebab kerusakan lainnya seperti kontaminasi maupun benturan/tekanan fisik,
diperlukan sarana yang cocok dalam jumlah cukup. Oleh karena itu sarana tersebut
merupakan syarat mutlak yang harus disediakan diatas kapal penangkap ikan dan di
tempat penanganan ikan segar lainnya seperti di dermaga pembongkaran, tempat
pelelangan ikan (TPI) dan gudang pada pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan
perikanan.
5
1.2 Tujuan
Ø Mahasiswa diharapkan mampu menghitung bagian yang dapat dimakan padaikan segar
Ø Mahasiswa diharapkan mampu menginterpretasikan hasil perhitunganberdasarkan jenis ikan
Ø Mahasiswa diharapkan mampu melakukan analisis kesegaran ikan dengan carauji kimia
Ø Mahasiswa diharpkan mampu menginterpretasikan hasil perhitungan berdasrkanjenis ikan
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyebab Kerusakan Ikan
Penyebab utama kerusakan ikan dilihat dari sumbernya meliputi penyebab dari
keadaan ikan itu sendiri pada saat ditangkap dan penyebab dari kondisi diluar tubuh
ikan. Penyebab kerusakan oleh keadaan ikannya sendiri meliputi kondisi fisik dan
komposisi kimiawi ikan, sedangkan kerusakan dari luar tubuh ikan disebabkan oleh
kontaminasi dan tekanan atau benturan fisik yang dialami ikan selama penanganannya
dilakukan.
2.2 Ciri-Ciri Ikan Segar dan Ikan yang Mulai busuk
Ikan segar ciri-cirinya adalah Warna kulit terang dan jernih, kulit masih kuat
membungkus tubuh tidak mudah sobek terutama bagian perut, warna-warna khusus
yang ada masih terlihat jelas, sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas,
mata tampak terang jernih, menonjol dan cembung, insang berwarna merah sampai
merah tua, tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar, daging kenyal bila
ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan, daging melekat kuat pada tulang,
daging perut utuh dan kenyal, didalam air ikan segar akan tenggelam.
Ikan yang mulai busuk ciri- cirinya adalah kulit berwarna suram, pucat, lendir
banyak, mudah sobek, warna khusus sudah mulai hilang, sisik mudah terlepas dari
tubuh, mata tampak suram, tenggelam dan berkerut, insang berwarna coklat suram atau
abu-abu berdempetan, lendir insang keruh dan berbau asam, daging lunak, bagian tubuh
lain mulai berbau busuk, bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan, daging mudah
lepas dari tulang, lembek, isi perut sering keluar, didalam air ikan yang sudah sangat
busuk akan mengapung di permukaan air (Afrianto, dan Liviawaty, 2000).
7
2.3. Komposisi fisik dan kimiawi ikan
Dari bentuk fisiknya bagian tubuh ikan yang dapat dimakan (edible portion)
adalah dagingnya, sedangkan bagian tubuh lainnya seperti kepala, insang, isi perut,
kulit, sirip dan tulang merupakan bagian yang tidak dapat dimakan meskipun pada jenis
ikan tertentu bagian ini merupakan produk perikanan eksklusif yang mahal harganya
setelah mendapatkan perlakuan pengolahan/penanganan khusus. Porsi dari bagian-
bagian tersebut sangat tergantung dari jenis ikan yang berkaitan dengan bentuk
tubuhnya, dimana secara garis besar bentuk tubuh ikan dapat dikelompokkan sebagai
berikut (Zaitsev, et al., 1969) : (1) seperti bentuk torpedo atau cerurtu contoh ikan tuna
(Thunnus spp.), tongkol (Euthynnus spp.), layang (Decapterus spp.), kembung
(Rastrelliger spp.), lemuru (Sardinella longiceps) dsb., (2) bentuk panah atau tombak,
Contoh : ikan julung-julung (Tylosurus spp., Hemir hamphus spp.), ikan layur
(Trichiurus spp.) dsb., (3) bentuk pipih dengan ukuran potongan vertikal yang jauh
lebih panjang dari potongan horisontalnya, contoh ikan kakap (Lates calacarifer),
kerapu (Ephinephelus spp.), bawal (Pampus spp., Formio spp;) dsb., (4) bentuk pipih
mendatar melebar dengan ukuran potongan vertikal yang pendek dibandingkan dari
potongan horisontalnya, contoh ikan sebelah (Psettodidae), ikan lidah (Cynoglossus
spp., Pleuronectus spp.) ikan pari (Trigonidae) dsb., (5) bentuk ular, contoh : ikan
malung (Muraenesox cinereus), belut laut dsb.
Tabel 1. Komposisi fisik beberapa jenis-bentuk ikan
Daging atau otot ikan karena kandungan zat gizinya adalah merupakan bagian
tubuh ikan yang lazim menjadi target untuk dikonsumsi. Komposisi kimiawi daging
ikan segar secara umum terdiri dari 16-24 % protein, 0,5-10,5 % lemak, 1-1,7% mineral
dan 64- 81% air. Komposisi inilah yang menyebabkan daging ikan segar menjadi media
yang baik untuk pertumbuhan mikroba (jasad renik), dimana mikroba mencerna atau
Sumber: Zaitsev et al., 1969
8
mengurai zat gizi tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana dan menyebabkan
daging ikan menjadi rusak atau busuk. Oleh karena itu tujuan utama penanganan ikan
segar adalah mencegah terjadinya hal ini. Komposisi kimiawi daging ikan tergantung
tergantung antara lain kepada jenis ikan, kematangan atau kedewasaan dan musim.
Salah satu bentuk protein daging ikan adalah berupa enzim yang meskipun jumlahnya
hanya sedikit tetapi berperan penting mengurai komposisi daging ikan pada saat ikan
hidup melakukan gerakan di air. Bagian komposisi daging ikan yang berperan dalam
pergerakan otot ikan hidup adalah glikogen otot, suatu bentuk senyawa gula sederhana
yang dikandung otot daging dalam jumlah sedikit sebagai cadangan energi.
Pada ikan hidup hasil uraian glikogen oleh enzim menghasilkan energi untuk
gerakan otot dengan limbah berupa asam laktat, air dan CO2. Limbah ini secara aerob
diproses dan dibuang keluar tubuh ikan melalui respirasi dan urin ikan. Apabila ikan
mati, proses ini terjadi secara anaerob dan kerja enzim menjadi tak terkendali dalam
mengurai glikogen otot yang ada didalam daging menghasilkan energi berupa
ketegangan ototdaging ikan sehingga tubuh ikan menjadi kaku – sulit/tidak dapat dilipat
yang lazim disebut sebagai keadaan rigormortis. Limbahnya terutama asam laktat akan
tertimbun didalam otot daging sehingga menaikkan keasamannya. Lamanya rigormortis
tergantung persediaan glikogen pada otot daging ikan dimana semakin banyak
persediannya (berarti ikan tidak dalam keadaan lelah saat mati) semakin lama ikan
alam kondisi rigormortis. Untuk keperluan handling yang perlu difahami disini adalah
jak ikan mati sampai dengan selesainya keadaan rigormortis proses kerusakan daging
oleh mikroba pembusuk tidak terjadi, karena selama keadaan tersebut tingkat keasaman
daging ikan tidak sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk. etelah proses
rigormortis selesai terjadi penurunan keasaman daging karena menurunnya kadar asam
laktat, sehingga segera mencapai tingkat keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan
mikroba pembusuk.
9
Bagian tubuh ikan hidup yang selalu mengandung mikroba adalah lendir di
ermukaan kulit, insang dan isi perut, dimana setelah ikan mati bagian ini merupakan
pusat konsentrasi mikroba pengurai-pembusuk yang akan menyebar berpenetrasi ke
daging ikan melalui permukaan kulit yang luka, sistim pembuluh darah dan permukaan
bagian dalam dinding perut yang luka untuk mengurai/merubah komposisi kimiawi
daging sehingga ikan menjadi menurun mutunya sampai menjadi busuk. Khusus untuk
isi perut ikan, selain mikroba juga mengandung enzim-enzim pencerna protein, lemak
dsb sehingga harus dijaga jangan sampai pecah selama penanganannya agar enzim-
enzim tersebut tidak merusak dinding perut ikan bagian dalam yang selanjutnya juga
merusak daging ikannya.
10
BAB III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan TempatAdapun kegiatan praktikum Analisis Bagian Ikan yang dapat Dimakan dan
Analisis Kandunngan Kimia (Amoniak) pada Daging Ikan dilaksanakan pada hari
kamis, 6 Mei 2010 bertempat di Laboratorium Analisa Politeknik Negeri Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Alat Bahan
Kompor Gas
Panci
Piring
Pisau
Talenan
Tirisan
Gegep
Timbangan
Stopwatch
Baki
Serbet
plastik
Alat Tulis
Alat bantu lain
Air
Ikan Nila
Ikan Gurame
Ikan Tongkol
Ikan Kuniran
11
3.2.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Alat Bahan
Pisau
Talenan
Tusuk sate / lidi
Baki
4 buah Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Kapas
Pipet 10 ml, 1 ml
Bal pipet
Larutan Eber (HCl, Alkohol, eter)
Ikan Nila
Ikan Gurame
Ikan Tongkol
Ikan Kuniran
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Ø Siapkan alat dan bahan
Ø Timbang ikan berdasarkan jenisnya (Wo)
Ø Ambil air secukupnya, masukkan ke dalam panci untuk merebus ikan
Ø Didihkan air dalam panci
Ø Setelah air mendidih masukkan ikan dan biarkan selama 5 menit
Ø Setelah waktu tercapai keluarkan ikan dengan menggunakan gegep atau
penjepit. Letakkan pada piring plastik dan tiriskan selama 15 menit
Ø Setelah tiris dan dingin lakukan penimbangan ulang (Wt)
Ø Lakukan pemisahan terhadap bahan yang tidak bisa dimakan dari bahan yang
bisa dimakan
Ø Timbang bagian yang dapat dimakan (Wa).
Ø Hitung bagian yang dapat dimakan dengan rumus:
12
Keterangan : Wa % = Bagian yang dapat dimakan (%)
Wa = bagian yang dapat dimakan (gram)
Wt = berat bahan setelah direbus (gram)
3.3.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Ø Siapkan alat dan bahan
Ø Siapkan 4 tabung reaksi untuk 4 jenis ikan
Ø Masukkan larutan eber ke dalam tabung reaksi sekitar 3-5 cm dengan
menggunakan pipet
Ø Amati ikan secara visualisasi sebagai data kontrol. Pengamatan secara visual
pada setiap meliputi: warna mata, sisik, insang, lendir, bau, kondisi dan tekstur
ikan.
Ø Ambil daging ikan dengan memotong bentuk dadu ukuran 1 x 1 cm atau
disesuaikan.
Ø Tancapkan atau tusuk daging ke tusuk sate atau lidi
Ø Masukkan daging ikan ke dalam larutan, sumbat menggunakan kapas
Ø Biarkan selama 5 menit dan amati.
13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Uji Fisik (Secara Visualisasi)
Jenis Ikan
Ikan Gurame Ikan Tongkol Ikan Kuniran Ikan Nila Hitam
Mata
Sisik
Insang
Lendir
Bau
Kondisi
Tekstur
1
3
4
-
4
2
2
3
-
3
2
2
2
1
3
3
2
1
4
3
3
4
4
3
3
4
2
4
Total 16 13 19 24
Rata-Rata 3 2 3 3
Keterangan : 1 = Segar
2 = agak segar
3 = sedang
4 = agak busuk
5 = busuk
Uji Kimia
Jenis Ikan Kondisi
Ikan gurame
Ikan tongkol
Ikan kuniran
Ikan nila hitam
+ (sedikit)
+
+ (sedikit)
+
14
4.1.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Jenis Ikan Wo Panjang Wt Wa Wa (%)
Ikan Nila Hitam
Ikan Kuniran
Ikan Tongkol
Ikan Gurame
270,6 gr
115,1 gr
310,4 gr
379,9 gr
23 cm
19,5 cm
27 cm
28 cm
244,5 gr
109,4 gr
293,6 gr
350,9 gr
140,7 gr
56,5 gr
197,9 gr
189 gr
58 %
52 %
67 %
54 %
4.2 Pembahasan
4.2.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Pada dasarnya semua bagia ikan dapat dimakan selain saluran cernanya seperti
usus, namun pada umumnya bila dilihat dari bentuk fisiknya bagian tubuh ikan yang
dapat dimakan (edible portion) adalah dagingnya, sedangkan bagian tubuh lainnya
seperti kepala, insang, isi perut, kulit, sirip dan tulang merupakan bagian yang tidak
dapat dimakan meskipun pada jenis ikan tertentu bagian ini merupakan produk
perikanan eksklusif yang mahal harganya setelah mendapatkan perlakuan
pengolahan/penanganan khusus.
Dari hasil praktek yag telah didapatkkan, komposisi daging yang dapat dimakan dan
dimanfaatkan tidak lebih dari 67% yang palig banyak diiliki oleh ikan tongkol
sedangkan pada ikan-ikan lainnya seperti ikan gurame, Kuniran dan ikan Nila
komposisi daging yang bias dimakan dibawah 60%.
Hal ini menunjukkan bahwa komposisi daging ikan air laut lebih banyak di banding
dengan ikan air tawar bila ditinjau dari bobot dan kesamaan berat ikan tersebut.
Mutu dan keamanan produk merupakan persyaratan yang tidak dapat ditawar-
tawar lagi di dalam perdagangan produk perikanan saat ini.Persaingan antar produk
di pasaran sangat ditentukan oleh kedua hal tersebut. Tidak jarang, produk perikanan
dapat menyebabkan keracunan dan kematian terhadap konsumen atau ditolak negara
pengimpor karena tidak memenuhi persyaratan keamanannya.
15
Mutu produk ditentukan oleh performance produk secara organoleptik,
kimiawi, fisik dan mikrobiologis. Cara yang paling mudah untuk penentuan mutu
produk adalah secara organoleptik, sedangkan untuk penentuan mutu secara
kimiawi, mikrobiologis dan fisik memerlukan peralatan dan waktu yang relatif
lama untuk memperoleh hasilnya
4.2.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali
dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat diperdagangkan
dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera
mengalami kemunduran mutu.
Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang
mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama
disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri.
Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh
ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan
tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging oleh
oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan
menimbulkan bau tengik (rancid) .
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan
komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia.
Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih
disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks.
Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah
terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga
aktivitas secara bersamaan.
Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal kerusakan
oleh alat tangkap waktu ikan berada di dek, di atas kapal dan selama ikan disimpan di
palka. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan karena penanganan yang
16
kurang baik. Sehingga menyebabkan luka-luka pada badan ikan dan ikan menjadi
lembek. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan mutu ikan meliputi;
1) Cara Penangkapan
Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan sebaginya akan lebih baik
keadaannya bila dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan ill-net dan long-
line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang pertama, ikan yang tertangkap segera
ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-alat yang kedua ikan yang tertangkap dan mati
dibiarkan terendam agak lama di dalam air. Kondisi ini menyebabkan keadaan ikan
sudah tidak segar sewaktu dinaikkan ke atas dek.
2) Reaksi Ikan Menghadapi Kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh tongkol, tenggiri, cucut, dan
lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena alat tangkap. Akibatnya banyak
kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir.
Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk.
Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap
alat tangkap, bahkan kadang-kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi
masih mempunyai banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor
mortis dan lama pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan berlangsung
lambat.
3) Jenis dan Ukuran Ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan
komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan yang
lebih besar.
17
4) Keadaan Fisik Sebelum Mati
Ikan dengan kondisi fisik lemah, misal ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur
lebih cepat membusuk.
5) Keadaan Cuaca
Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, laut yang banyak bergelombang,
mempercepat pembusukan
18
BAB V. PENUTUP
Komponen utama daging ikan (pada saat hewan masih hidup disebut otot) yaitu
air, lemak dan protein. Kadar protein umumnya sekitar 15-20%, sementara kadar lemak
sangat bervariasi antara 0.5% sampai lebih dari 20% tergantung jenis ikan dan kondisi
lingkungan. Pada beberapa jenis ikan, lemak tidak disimpan didalam otot (daging) tetapi
disimpan didalam hati. Air merupakan unsur utama, dengan variasi sekitar 7-80%.
Karbohidrat, mineral, vitamin dan beberapa komponen larut air lainnya terdapat dalam
jumlah sedikit.
Pembusukan berlangsung segera setelah ikan mati. Proses kerusakan ikan segar
merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah sistem internal
yang saling terkait. Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses
degradasi protein yang membentuk berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin,
terjadinya proses ketengikan oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme.
Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan dengan daging
mamalia. Kebusukan ikan mulai terjadi segera setelah proses rigor mortis selesai.
Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya yang rendah
sehingga rigor mortis berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup
tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya jumlah bakteri yang terkandung didalam perut ikan.
Bakteri proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil
metabolisme protein.
Pada ikan hidup, makanan dalam saluran pencernaan diolah menjadi komponen-
komponen sederhana, seperti gula dan asam amino, yang diserap oleh darah. Darah
mengirim komponen-komponen ini kebagian tubuh yang membutuhkan, khususnya
otot. Produksi komponen-komponen ini diinduksi oleh enzim, yang ada didalam saluran
pencernaan maupun yang ada didalam otot. Setelah ikan mati, enzim-enzim ini masih
tetap aktif. Akibatnya, terjadi proses autolisis atau penghancuran diri sendiri yang
akhirnya akan mempengaruhi flavor, tekstur, dan penampakan ikan.
Proses autolisis karena aktivitas enzim ini dapat dilihat pada daging ikan. Secara
fisik daging ikan yang telah mati (pasca mortem) mula-mula akan kehilangan
elastisitasnya (tahap pre-rigor), kemudian terjadi kekakuan daging (tahap
19
rigor-mortis) dan proses autolisis lebih lanjut akan menyebabkan daging menjadi lunak
atau lemas lagi (tahap post-rigor).
Reaksi autolisis bisa berlangsung secara cepat, misalnya pada ikan kecil
berkadar lemak tinggi. Kerusakan awal biasanya terjadi pada bagian perut, karena
aktivitas enzim di dalam saluran pencernaan dan menyebabkan pelunakan dibagian
perut ikan. Sebagai contoh, proses autolisis ikan sarden bisa berlangsung hanya
beberapa jam setelah penangkapan.
20
REFERENSI
------------. 2009. Proses pembusukan ikan didapat dari http://id.shvoong.com/exact-
sciences/1790308-proses-pembusukan-ikan/ [15 Mei 2010]
-------------. 2010. Penggolongan dan klasifikasi ikan. http://o-nlinenews.blogspot.com/p/penggolongan-dan-klasifikasi-ikan_02.html.[Diakses 20 April 2010].
Affuwa. 2007.Jaringan pada Hewan.http://affuwa.wordpress.com. Diakses padatanggal 17 April 2010.
Alawi, H., A. Muchtar, C. P. Pulungan dan Rusliadi, 1990. Beberapa aspek biologi ikanbaung (Mystus nemurus) yang tertangkap disekitar perairan Teratak BuluhSungai Kampar pusat penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 36 hal (tidakditerbitkan).
Damanik, N. 2001. Inventarisasi Ikan ordo Cypriniformes yang terdapat di Waduk
PLTA Koto Panjang Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar
Propinsi Riau. Laporan Praktek Lapang, Fakultas Peikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau. 44 halaman (tidak Diterbitkan).
Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis. 1996/1997. Kebijaksanaan umum tentangperikanan dan kelautan. Bengkalis. 27 hal
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau, 2001. Potensi dan tingkat pemanfaatansumber daya perikanan dan kelautan propinsi Riau. 45 hal (tidak diterbitkan).
Hari Eko Irianto dan Indroyono Soesilo. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan ProdukPerikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan DanPerikanan. Jakarta