Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

19
Analisis Akses terhadap Properti Rumah Sakit di Kota Bogor Tahun 2008 Accessibility Analysis to Hospital Property in Bogor City, 2008 Maslani 1 dan Wakhid. Slamet Ciptono 2 Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisinis Universitas Gadjah Mada National Conference on Management Research 2008 RC-CCH PPM School of Management Jakarta & MM Program UNHAS Makassar: 27 November 2008 This research explores accessibility to hospital properties in Bogor City. The first part of the research is aimed to measure the availability of hospital properties and to analyze the spatial accessibility to hospital properties; the second part is aimed to identify the advantage aspects of hospital properties based on consumer/patient preferences. Provider to population (P-to-P) ratio is used to measure the availability of hospital properties. Data needed are hospital beds (classified into the classes) and the population (total and the poor). Joseph and Bantock gravity model is used to measure spatial accessibility each village to hospital properties. Data needed are the same as used by p-to-p ratio plus the distance data. Relative accessibility (RA) is used to measure spatial accessibility each village compared to total villages spatial accessibility. The data is from Joseph and Bantock gravity model calculation. The advantage aspects of hospital properties (that give Askeskin service) based on consumer/patient preferences of access dimensions are analyzed by Likert scale, validity and reliability test, statistical test (Z and t), and the competitive benchmarking analysis. The data is gathered form questionnaire distributed to 3 hospital’s patients in Bogor City. This research’s results show that hospital to total population ratio is 4:500.000 (below Health Affairs Department standard), beds to total population ratio is 104:100.000 (over the standard), and beds to the poor population is 176:100.000 (over the standard). Joseph and Bantock gravity model results that there are 45 villages (66,18 percent) that suffer from spatial accessibility shortage, while for the poor population, there are 35 villages (51,47 percent) that have low spatial accessibility. RA shows that the majority area that have low spatial accessibility are located in Bogor Selatan, both for total population and the poor; while the high spatial accessibility area are located in Bogor Tengah. Generally, using statistical Z test, patients argue that they feel “statisfied enough” to 6 indicators of the hospital property advantages (access dimension). Using statistical t test, the most favourite hospital based on consumer opinion is Hospital PMI. Using competitive benchmarking analysis, the hospital that have the most advantage indicators is also Hospital PMI. Key words: access, spatial access, advantage indicators, hospital 1 Lulusan Magister Ekonomika Pembangunan (MEP)-FEB UGM 2 Dosen MEP Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM 1

description

analisis akses terhadap properti rumah sakit

Transcript of Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

Page 1: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

Analisis Akses terhadap Properti Rumah Sakit di Kota Bogor Tahun 2008

Accessibility Analysis to Hospital Property in Bogor City, 2008

Maslani1 dan Wakhid. Slamet Ciptono 2

Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan

Fakultas Ekonomika dan Bisinis Universitas Gadjah Mada

National Conference on Management Research 2008 RC-CCH PPM School of Management Jakarta & MM Program UNHAS

Makassar: 27 November 2008

This research explores accessibility to hospital properties in Bogor City. The first part of the research is aimed to measure the availability of hospital properties and to analyze the spatial accessibility to hospital properties; the second part is aimed to identify the advantage aspects of hospital properties based on consumer/patient preferences.

Provider to population (P-to-P) ratio is used to measure the availability of hospital properties. Data needed are hospital beds (classified into the classes) and the population (total and the poor). Joseph and Bantock gravity model is used to measure spatial accessibility each village to hospital properties. Data needed are the same as used by p-to-p ratio plus the distance data. Relative accessibility (RA) is used to measure spatial accessibility each village compared to total villages spatial accessibility. The data is from Joseph and Bantock gravity model calculation. The advantage aspects of hospital properties (that give Askeskin service) based on consumer/patient preferences of access dimensions are analyzed by Likert scale, validity and reliability test, statistical test (Z and t), and the competitive benchmarking analysis. The data is gathered form questionnaire distributed to 3 hospital’s patients in Bogor City.

This research’s results show that hospital to total population ratio is 4:500.000 (below Health Affairs Department standard), beds to total population ratio is 104:100.000 (over the standard), and beds to the poor population is 176:100.000 (over the standard). Joseph and Bantock gravity model results that there are 45 villages (66,18 percent) that suffer from spatial accessibility shortage, while for the poor population, there are 35 villages (51,47 percent) that have low spatial accessibility. RA shows that the majority area that have low spatial accessibility are located in Bogor Selatan, both for total population and the poor; while the high spatial accessibility area are located in Bogor Tengah. Generally, using statistical Z test, patients argue that they feel “statisfied enough” to 6 indicators of the hospital property advantages (access dimension). Using statistical t test, the most favourite hospital based on consumer opinion is Hospital PMI. Using competitive benchmarking analysis, the hospital that have the most advantage indicators is also Hospital PMI.

Key words: access, spatial access, advantage indicators, hospital

1 Lulusan Magister Ekonomika Pembangunan (MEP)-FEB UGM 2 Dosen MEP Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM

1

Page 2: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu jenis properti khusus (special purpose

property) (Standar Penilaian Indonesia, 2002:83), yang mempunyai pasar terbatas,

termasuk struktur bangunannya dengan desain fisik yang unik, material konstruksi

khusus, atau tata ruang yang membatasi penggunannya (American Institute of Real

Estate Appraissal/AIREA, 2001:21).

Properti rumah sakit hampir mirip dengan hotel dalam hal short stay rental

market. Pasien potensial memperoleh utilitas dari tempat tidur dan ketersediaannya.

Demand atas tempat tidur rumah sakit dan occupancy-nya tergantung pada pendapatan

konsumen, harga, dan syarat-syarat yang ditetapkan pemberi asuransi (Benjamin, et. al.,

2007: 113, 119).

Kecenderungan rumah sakit sekarang menjadi properti yang diharapkan

menghasilkan pendapatan (income-producing property) walaupun masih memiliki

fungsi sosial. Saat ini makin banyak properti rumah sakit yang dimiliki dan dikelola

oleh pihak swasta. Oleh sebab itu, pengelolaan properti rumah sakit harus ditangani

secara lebih profesional.

Investasi di bidang properti rumah sakit semakin terbuka. Keputusan investasi di

bidang properti rumah sakit merupakan sebuah realty project/program yang mengikuti

pola Life-Cycle Asset Management (lihat gambar 1.1). Keputusan ini harus

mempertimbangkan peluang pangsa pasar—terlihat dari tingkat demand dan supply—

dengan studi kelayakan (feasibility study) terlebih dahulu. Analisis pasar (market

analysis) harus dianalisis dalam studi kelayakan.

Realty project/program juga memiliki aspek intangible, yaitu value in use.

Rumah sakit yang memiliki keunggulan relatif lebih banyak konsumennya. Preferensi

konsumen dalam memilih properti rumah sakit harus diperhatikan oleh manajer properti

tersebut, baik dalam rangka pengambilan keputusan investasi baru maupun

meningkatkan kapasitas realty project/program yang sudah ada.

2

Page 3: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

I : Conceptual stage A : Introduction stage II : Organizational stage B : Growth stage III : Operational stage C : Maturity stage (peak) IV : Completion stage D : Saturation stage

Gambar 1.1 Realty Project/Program and Life-Cycle Asset Management

Menurut Millman (2003), akses adalah derajat kemampuan individu dan

kelompok untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari sistem yang ada; sementara

Komite Pengawasan Akses Pelayanan Kesehatan Amerika dan Andrulls (1998)

menyebutkan bahwa akses adalah pemanfaatan tepat waktu pelayanan kesehatan untuk

mencapai status kesehatan paling baik dan paling memungkinkan (lihat Susilowati,

2006:14).

Kota Bogor dijadikan lokasi penelitian karena Kota Bogor adalah salah satu kota

penyangga Ibukota Jakarta—bukan ibukota provinsi—sehingga diharapkan dapat

mewakili kondisi pelayanan rumah sakit tingkat Kabupaten/Kota di Indonesia. Beberapa

permasalahan yang mendasari penelitian ini diuraikan berikut ini.

1. Kota Bogor berada di bawah rasio standar yang ditetapkan yang bisa berdampak

pada kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat. Rasio rumah sakit terhadap

jumlah penduduk Kota Bogor saat ini adalah 8:905.132 (BPS Kota Bogor: 2006 dan

Dinas Kesehatan Kota Bogor), sedangkan target Departemen Kesehatan adalah

6:500.000.

2. Distribusi properti rumah sakit—yang diukur dari tingkat ketersediaan (availability)

maupun aksesibilitas spasial (spatial accessibility)—tidak merata, terutama bagi

golongan masyarakat miskin di wilayah-wilayah yang tidak terdapat rumah

3

Page 4: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

sakitnya. Jumlah penduduk miskin kota Bogor cukup besar, pada akhir tahun 2007

sekitar 19,22 persen dari total penduduk, yaitu 173.968 jiwa dari total 905.132 jiwa.

3. tingkat hunian tempat tidur pada rumah sakit di Kota Bogor tidak merata, ada rumah

sakit yang bed occupancy rate (BOR)-nya tinggi, ada yang rendah. Hal tersebut

merupakan salah satu indikasi bahwa konsumen memilih rumah sakit berdasarkan

preferensinya; meskipun ada konsumen yang memilih rumah sakit hanya karena

rujukan dokter.

Bagian pertama penelitian ini akan menggali tingkat akses terhadap properti

rumah sakit per kelurahan yang ada di Kota Bogor dengan acuan indikator

“INDONESIA SEHAT 2010” dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Selanjutnya, bagian kedua mengidentifikasi faktor-faktor keunggulan rumah sakit

berdasarkan tingkat kepuasan konsumen yang dipertimbangkan dalam memilih properti

rumah sakit.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengukur tingkat ketersediaan properti rumah sakit di Kota Bogor;

b. untuk menganalisis tingkat aksesibilitas spasial properti rumah sakit di Kota Bogor;

c. untuk mengidentifikasi aspek yang merupakan keunggulan properti rumah

sakit di Kota Bogor berdasarkan preferensi konsumen.

1.3. Tinjauan Pustaka

Penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian ini di antaranya berikut ini.

Tabel 1.1 Daftar Penelitian dengan Model Gravitasi dan Akses terhadap Rumah Sakit

Studi oleh Lokasi Metode Hasil/Temuan Bayuaji (2007)

Kebumen Provider to Population ratio dan model gravitasi DGR

Rasio jumlah tempat tidur terhadap jumlah penduduk Kabupaten Kebumen adalah 42:100.000; aksesibilitas spasial rumah sakit di Kabupaten Kebumen yang tertinggi adalah RSUD Kebumen dan yang terendah RS PKU Muhammadiyah Kutowinangun.

Unal, et. al. (2007)

Indiana

Model gravitasi Joseph and Bantock dan Relative Accessibility

Aksesibilitas terhadap layanan rumah sakit yang tertinggi terdapat di Marion County, Vanderburgh County, Vigo County, Jefferson County, Allen County, Lake County, St. Joseph County,

4

Page 5: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

Studi oleh Lokasi Metode Hasil/Temuan Madison County, Monroe County, dan Porter County. Adapun wilayah yang relatif paling rendah aksesibilitasnya terhadap rumah sakit terletak di bagian selatan Indiana sepanjang Sungai Ohio.

Wang dan Luo (2005)

Illinois Metode a two-step floating catchment area (FCA) dalam lingkungan GIS

Terdapat daerah yang kekurangan tenaga kesehatan sebanyak 518 tracts (17,5 persen tracts) dalam 24.899,6 km2 (17,1 persen area) dengan jumlah penduduk 1.505.369 jiwa (12,1 persen dari total penduduk).

Bagheri, et. al. (2005)

Otago, Selandia Baru

Metode waktu tempuh terpendek ke penyedia layanan terdekat

Aksesibilitas spasial layanan kesehatan di bagian utara dan tengah Otago rendah.

Suryawati, dkk. (2006)

Provinsi Jawa Tengah

Metode confirmatory factor analysis

Teridentifikasinya 8 dimensi pelayanan dengan 52 indikator, yaitu pelayanan pelayanan admisi (6 indikator), dokter (9 dimensi), perawat (9 indikator), makanan (6 indikator), obat-obatan (7 indikator), lingkungan rumah sakit (6 indikator), fasilitas ruang perawatan (4 indikator) dan pelayanan ke luar (5 indikator). Sekitar 68,6 persen sampai 76,24 persen pasien merasa puas dengan pelayanan admisi, dokter, perawat, makanan, obatobatan, fasilitas kamar dan rumah sakit umumnya serta pelayanan menjelang keluar.

Wind dan Spitz (1976)

Amerika Serikat

Analisis konjoin Reputasi dan prestise dokter merupakan faktor terpenting pasien dalam memilih rumah sakit melebihi faktor biaya kamar per hari.

Discrete Choice Experiments

Ryan, et. al. (2001)

Aberdeen, Skotlandia

Pasien lebih menyukai perawat spesialis, berkurangnya rasa sakit, sistem phone-in dan waktu tunggu yang lebih pendek.

1.4 Landasan Teori

1.4.1 Akses terhadap fasilitas kesehatan (rumah sakit)

Terdapat lima jenis hambatan masyarakat dalam mengakses fasilitas layanan

kesehatan menurut Penchansky and Thomas (Bagheri, et. al., 2006; Bagheri, et. al.,

2005; Guagliardo, 2004), yaitu:

1. ketersediaan (availability)

2. aksesibilitas secara fisik (physical accessibility)

3. kemampuan membayar (affordability)

4. akomodasi (accommodation)

5. dapat diterima (acceptability)

5

Page 6: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

Hambatan availability dan physical accessibility bersifat spasial, sedangkan

affordability, accommodation, dan acceptability bersifat nonspasial.

1.4.2 Ukuran aksesibilitas spasial terhadap fasilitas kesehatan (rumah sakit)

Provider-to-population ratios1.4.2.1 . Provider-to-population ratio adalah rasio

jumlah tempat tidur rumah sakit di suatu wilayah dengan jumlah penduduk di wilayah

tersebut (Guagliardo, 2004:4; Unal, et. al., 2007:4).

Pada tahun 2010 rasio jumlah tempat tidur rumah sakit terhadap jumlah penduduk

adalah 75:100.000, sedangkan rasio jumlah rumah sakit terhadap jumlah penduduk

adalah 6:500.000. Rasio ini merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan yang

bermutu dan terjangkau (Departemen Kesehatan RI, 2002:12).

Gravity measures1.4.2.2 . Model-model gravitasi interaksi spasial diambil dari

persamaan Isaac Newton yang digunakan untuk mengukur gaya gravitasi. Selanjutnya

Huff Probability Model (Hanink, 1997: 291) digunakan untuk mengukur pangsa pasar

retailer dan pusat perbelanjaan.

Joseph and Bantock menyempurnakan model gravitasi untuk aksesibilitas

spasial fasilitas layanan kesehatan dengan menambahkan population demand sebagai

faktor penyesuaian.

1.4.3 Teori preferensi konsumen

Preferensi individual atas .alternatif barang-barang konsumsi (Heirshleifer dan

Glazer, 1992:56) digambarkan berikut.

1. Aksioma Perbandingan

Setiap barang A dan B dapat diperbandingkan semacam preferensi oleh individu

yang mengarah pada salah satu dari tiga hal berikut: (a) barang A lebih disukai

daripada barang B; (b) barang B lebih disukai daripada barang A, dan (c) Barang A

dan B sama saja.

2. Aksioma Transitivitas

Apabila ada 3 barang (A, B, dan C), A lebih disukai daripada B dan B lebih disukai

daripada C, maka A lebih disukai daripada C.

Jika kedua aksioma tersebut digabung, akan berbentuk proporsi pengurutan

preferensi yang disebut fungsi preferensi.

1.4.4 Faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen Rumah Sakit

6

Page 7: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pasien datang ke rumah sakit

sangat terkait dengan kepuasan dan preferensi konsumen. Menurut Jumadi (1991)

terdapat 4 aspek terkait dengan kepuasan konsumen, yaitu: 1) aspek kenyamanan, 2)

aspek hubungan pasien dengan staf rumah sakit, 3) aspek kompetensi, dan 4) aspek

biaya (lihat Sabarguna, 2004: 89).

Sukaca (2000) menyebutkan bahwa faktor prioritas dalam memilih rumah sakit

dapat dibagi menjadi: (a) fasilitas, (b) lingkungan, (c) petugas, (d) pelayanan, (e) lokasi,

dan (f) rujukan yang dirinci dalam 25 indikator (lihat Sabarguna, 2005: 35).

Sementara faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam memilih rumah

sakit antara lain (Arifin dan Prasetya, 2006: 3-4): (1) pelayanan dokter (profesional), (2)

keamanan (tingkat kehilangan HP, kendaraan, dan barang lain), (3) lokasi (strategis,

mudah dijangkau), (4) kebersihan (lantai dan lingkungan rumah sakit), (5) menu

makanan (cita rasa makanan pasien), (6) waktu tunggu (menunggu dokter dan

menunggu obat), (7) parkir (luas dan akses mudah), (8) pelayanan UGD (respons

pelayanan), (9) ketersediaan obat (kelengkapan dan ketersediaan obat-obatan), (10) jam

buka (waktu kunjungan sebelum dan sesudah jam kantor).

II. Pertanyaan dan Alat Peneltian

2.1 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Apakah tingkat ketersediaan properti rumah sakit di Kota Bogor telah memenuhi

standar Departemen Kesehatan?

2. Apakah tingkat aksesibilitas spasial properti rumah sakit di Kota Bogor telah

merata?

3. Aspek apa yang merupakan keunggulan properti rumah sakit di Kota Bogor

berdasarkan preferensi konsumen?

2.2 Alat Analisis

2.2.1 provider-to-population ratio (P-to-P ratio)

P-to-P digunakan untuk mengukur tingkat ketersediaan properti rumah

sakit. Rumus provider-to-population ratio (Unal, et. al., 2007) adalah:

Prov

Pop P to P =

7

Page 8: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

P-to-P = provider-to-population ratio

Prov = jumlah tempat tidur rumah sakit di suatu wilayah

Pop = jumlah penduduk di suatu wilayah

2.2.2 Joseph and Bantock gravity model

Model ini dirumuskan (Guagliardo, 2004; Unal et. al., 2007:13).

Vj = dij

β

Pi

i ∑

Ai = dij

β Vj

Sj

j ∑

A = aksesibilitas spasial rumah sakit dari lokasi penduduk di lokasi i terhadap rumah sakit di lokasi j

i

S = kapasitas rumah sakit di lokasi j jP = jumlah penduduk di lokasi i idij = jarak antara penduduk di lokasi i dan rumah sakit di lokasi j β = koefisien gravity decay , dengan nilai 2 (Bintarto, 1983:87).

Kapasitas rumah sakit diukur dengan proxy jumlah tempat tidur, sedangkan

jumlah penduduk diklasifikasikan menurut kelurahan.

2.2.3 Relative Accessibility (RA)

RA dirumuskan berikut:

max Ai - min Ai

Ai - min Ai

RAj = i =1,…, n

i =1,…, n i =1,…, n

RA merupakan bentuk transformasi nilai aksesibilitas yang diperoleh dengan rumus

Model Gravitasi Joseph and Bantock. RA=1 adalah kelurahan dengan tingkat

aksesibilitas spasial tertinggi terhadap properti rumah sakit, sedangkan RA=0

menunjukkan kelurahan dengan tingkat aksesibilitas spasial terendah terhadap

properti rumah sakit (Unal et. al., 2007:14).

2.2.4 Uji validitas dan reliabilitas

Uji validitas dilakukan dengan korelasi korelasi bivariate antara skor

masing-masing butir pertanyaan. Uji signifikansi juga dilakukan lewat uji t (Santoso,

2002:278):

8

Page 9: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

( ) ( )2/1 2 −−=

Nrrthitung

Jika thitung > ttabel maka butir pertanyaan dinyatakan valid.

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Cronbach Alpha.

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ∑−⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

−= 2

2

11 Sx

Sjk

di mana: α : koefisien reliabilitas

k : banyaknya belahan tes 2 Sj : variansi belahan j; (j = 1, 2 ...) 2Sx : variansi skor tes

Bila koefisien Cronbach Alpha mendekati 1, makin tinggi tingkat konsistensi reliabilitas

suatu alat ukur. Menurut Nunally (1967) suatu konstruk atau variabel dikatakan

reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0,6 (lihat Ghozali, 2006:42).

2.2.5 Uji statistik (Z dan t)

Pengujian pada penelitian ini dilakukan dengan model satu sisi. Hal ini

dilakukan untuk meyakinkan bahwa hasil yang akan diperoleh dari pengamatan sampel

yang berupa nilai rata-rata statistik ( X ) tersebut akan memberikan hasil yang lebih

besar dari µ atau lebih kecil dari µ. Untuk jumlah sampel besar (≥ 30) dilakukan

pengujian Z, dengan rumus (Saleh, 2001:198-216):

nSXZ hitung /

μ−=

Sementara untuk jumlah sampel kecil (< 30) dilakukan uji t dengan rumus:

nSXthitung /

μ−=

Kemudian, hasil Zhitung dan t dibandingkan dengan Zhitung tabel dan t tabel. Jika Zhitung

> Ztabel atau thitung > t , maka kesimpulannya menolak H dan sebaliknya. tabel 0

2.2.6 Competitive benchmarking analysis

Tahapan yang perlu dilakukan dalam competitive benchmarking analysis

adalah (Arifin dan Prasetya, 2006: 3):

9

Page 10: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

1. menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pasien datang ke rumah

sakit;

2. menyebarkan kuesioner kepada responden;

3. membuat preferensi hasil kuesioner untuk menentukan bobot nilai faktor (dimensi

akses) yang mempengaruhi keputusan pasien datang ke rumah sakit;

4. melibatkan tenaga ahli dalam memberikan penilaian faktor tersebut untuk

menentukan skor faktor yang mempengaruhi keputusan pasien datang ke rumah

sakit (dimensi akses) yang merupakan keunggulan rumah sakit;

5. mengolah data hasil survai untuk melihat kinerja rumah sakit berdasarkan

dimensi akses; dan

6. memetakan posisi masing-masing rumah sakit berdasarkan faktor yang dinilai.

Adapun kinerja rumah sakit dapat diukur dengan rumus berikut ini.

SW ijijj XK ∑=

K= kinerja/keunggulan rumah sakit

j = rumah sakit ke-j

i = faktor ke-i yang dinilai

W = bobot nilai 1 s.d. n sebanyak jumlah faktor yang dinilai

III. ANALISIS DATA

3.1 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada rumah sakit yang menyelenggarakan minimal 4

layanan kesehatan spesialis dasar, yaitu layanan kandungan dan kebidanan, bedah,

penyakit dalam, dan anak (Departemen Kesehatan, 2003:19, 33).

3.2 Jenis dan sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer meliputi data kapasitas rumah sakit menurut kelas tempat tidur, jarak

tempuh, dan data yang diperoleh melalui kuesioner kepada konsumen di rumah sakit

masing-masing. Data sekunder meliputi data rumah sakit dan lokasinya, data jumlah

penduduk Kota Bogor, data penduduk miskin di Kota Bogor, Peta jaringan jalan Kota

Bogor, dan Peta Kota Bogor, serta jarak tempuh kelurahan-rumah sakit di Kota Bogor.

3.3 Cara memperoleh data

10

Page 11: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

3.3.1 Penelitian akses spasial rumah sakit. Penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan studi kepustakaan dan analisis data. Penelitian ini menggunakan data

populasi seluruh rumah sakit yang menyelenggarakan minimal 4 layanan spesialis

dasar, data jumlah penduduk per kelurahan di Kota Bogor per Desember 2007, dan data

penduduk miskin di Kota Bogor per Desember 2007.

3.3.2 Penelitian preferensi konsumen berdasarkan akses rumah sakit.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan kuesioner. Sifat pertanyaan adalah tertutup

dan disampaikan untuk mengetahui pendapat responden. Alternatif jawaban yang

disediakan menggunakan skala Likert yang terdiri atas 5 pilihan jawaban untuk

penilaian pengamat (dari Dinas Kesehatan), Sangat Baik (SB) dengan nilai skor (5);

sampai Sangat Tidak Baik (STB) dengan nilai skor (1). Adapun skala untuk

konsumen/pasien rawat inap diberi skor 1 (sangat tidak memuaskan) sampai dengan 10

(sangat memuaskan).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pada semua kelas di tiga

rumah sakit yang melayani Askeskin, yaitu RS PMI, RS Salak, dan RS Marzoeki

Mahdi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu sampling

dengan tujuan tertentu, sampel hanya ditujukan pada pasien rawat inap semua kelas

pada 3 rumah sakit. Jumlah observasi sampel diambil sebanyak 45, dengan jumlah 15

unit per rumah sakit. Pertimbangannya adalah data tersebut digunakan untuk analisis

competitive benchmarking rumah sakit dengan jumlah responden masing-masing rumah

sakit sama. Ukuran sampel dengan jumlah lebih dari 30 adalah tepat untuk kebanyakan

penelitian (Sekaran, 2006: 160). Jadi, jumlah keseluruhan unit observasi sampel yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 45 buah sudah memenuhi.

Rasio kapasitas rumah sakit (provider) terhadap jumlah penduduk (population) di 3.4

Kota Bogor

Rasio rumah sakit terhadap jumlah penduduk adalah 4:500.000, sehingga Kota

Bogor memiliki rasio di bawah standar Departemen Kesehatan. Rasio jumlah tempat

tidur terhadap jumlah penduduk Kota Bogor adalah 104:100.000, sehingga saat ini

masih terdapat kelebihan tempat tidur 28 buah.

Rasio jumlah tempat tidur terhadap penduduk miskin Kota Bogor tahun 2008

adalah 176:100.000 atau terdapat kelebihan 101 tempat tidur. Dengan demikian, secara

perhitungan kasar saat ini belum perlu dilakukan penambahan rumah sakit.

11

Page 12: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

3.5 Akses spasial terhadap properti rumah sakit di Kota Bogor

Berdasarkan hasil analisis menggunakan model gravitasi Joseph dan Bantock

maupun Relative Accessibility, aksesibilitas tertinggi secara keseluruhan ditempati oleh

kelurahan yang berlokasi di Bogor Tengah, sedangkan aksesibilitas terendah berada

pada Bogor Selatan dan sebagian Tanah Sereal. Untuk itu, dalam rangka mengantisipasi

kekurangan jumlah tempat tidur rumah sakit di masa yang akan datang, perencanaan

pengembangan realty project/program rumah sakit di Kota Bogor dapat dipilih lokasi

yang rendah aksesibilitas spasialnya tersebut.

3.6 Analisis preferensi konsumen berdasarkan dimensi akses terhadap properti rumah

sakit di Kota Bogor

3.6.1 Uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas menggunakan korelasi bivariate

antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan skor total menunjukkan hasil

signifikan pada tingkat signifikansi 5 persen dan 10 persen, artinya pertanyaan tersebut

valid.

Uji validitas dilakukan juga dengan melihat angka korelasi (corrected item-total

correlation). Selanjutnya angka korelasi r tersebut diuji dengan uji t. Dengan tingkat

signifikansi 5 persen, df=N-2 atau 45-2=43, diperoleh t tabel +1,6811, sedangkan

dengan tingkat signifikansi 10 persen, df=N-2 atau 45-2=43, diperoleh t tabel +1,3016.

Hasil angka korelasi r dan t hitung juga menunjukkan t hitung > t tabel, sehingga

kesimpulannya valid.

Selanjutnya, uji reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai Cronbach Alpha.

Menurut Nunally (1967) suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika nilai

Cronbach Alpha > 0,6 (lihat Ghozali, 2006:42). Hasil perhitungan nilai Cronbach Alpha

sebesar 0,737 > 0,6; kesimpulannya adalah item-item tersebut reliabel.

Uji Statistik Z dan t.3.6.2 Nilai rata-rata matematik tingkat kepuasan konsumen

rumah sakit sebesar 6,6016 yang berarti “cukup memuaskan” ( X > 6,500). Untuk itu,

perlu diuji apakah pasien juga “cukup puas” secara statistik atau tidak.

3.6.2.1. Uji Statistik Z. Untuk sampel 45 buah (N>30), uji Z dengan tingkat

signifikansi 5 persen, uji satu sisi (one-tailed test) diperoleh Z tabel +1,645. Item

yang memiliki Zhitung > Ztabel dan menunjukkan bahwa pasein “cukup puas” atas

indikator keunggulan rumah sakit, di antaranya (1) asuransi kesehatan (dimensi

affordability), (2) kamar dan toilet (dimensi accommodation), (3) lingkungan nyaman

12

Page 13: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

(dimensi accommodation), (4) dokter/perawat profesional (dimensi acceptability), (5)

petugas ramah (dimensi acceptability); (6) reputasi rumah sakit (dimensi acceptability);

dan (7) prosedur mudah (dimensi acceptability).

3.6.2.2 Uji Statistik t. Hasil uji t masing–masing rumah sakit (n=15), uji satu

sisi (one-tailed test) diperoleh t tabel (5 persen, df 14) sebesar +1,7613. Nilai thitung

masing-masing item indikator per rumah sakit berikut ini.

Tabel 3.7 Uji t Item Kepuasan Konsumen Per Rumah Sakit

RS Marzoeki Mahdi No. Item Uraian RS PMI RS Salak

Item_1 Tempat tidur Item_2 Pelayanan lengkap Item_3 Lokasi strategis Item_4 Lokasi dekat dan mudah dijangkau Item_5 Asuransi kesehatan Ho ditolak Item_6 Layanan terjangkau Item_7 Tempat parker Item_8 Kamar dan toilet Ho ditolak Item_9 Lingkungan nyaman Ho ditolak Ho ditolak

Item_10 Menu makanan Item_11 Dokter/perawat professional Ho ditolak Ho ditolak Item_12 Petugas ramah Ho ditolak Ho ditolak Ho ditolak Item_13 Reputasi baik Ho ditolak Ho ditolak Item_14 Prosedur mudah Ho ditolak

Sumber: Hasil Penelitian (diolah)

Konsumen/pasien pada masing-masing rumah sakit di Kota Bogor menyatakan

“cukup puas” atas indikator keunggulan rumah sakit dengan kinerja RS PMI berada

pada urutan teratas.

3.6.3 Competitive Benchmarking Analysis. Dalam tabel 3.8 masing-masing

indikator bisa dibuat benchmark-nya untuk mengidentifikasi rumah sakit mana yang

unggul pada indikator tertentu. Rumah sakit yang lain dapat belajar dari rumah sakit

yang memiliki keunggulan tiap indikator.

Berdasarkan tingkat kendalinya (controllability), keempat belas indikator

tersebut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu controllable, semicontrollable dan

uncontrollable. Indikator yang controllable meliputi (1) pelayanan lengkap, (2) asuransi

kesehatan, (3) layanan terjangkau, (4) tempat parkir, (5) kamar dan toilet, (6)

lingkungan nyaman, (7) menu makanan, (8) dokter/perawat profesional, (9) petugas

ramah, (10) reputasi baik, dan (11) prosedur mudah. Indikator yang bersifat

semicontrollable adalah jumlah tempat tidur. Adapun indikator yang berada di luar

13

Page 14: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

kendali (uncontrollable) masing-masing rumah sakit terdiri dari 2 buah, yaitu: (1) lokasi

yang strategis dan (2) lokasi dekat dan mudah dijangkau.

Tabel 3.8

Hasil Competitive Benchmarking Analysis Terhadap Properti Rumah Sakit FAKTOR YANG DINILAI TERTINGGI

Tempat tidur 0,22951 RS A Pelayanan lengkap 0,07869 RS A RS B Lokasi strategis 0,07869 RS A RS B RS CLokasi dekat dan mudah dijangkau 0,19672 RS A RS B RS CAsuransi kesehatan 0,39344 RS A RS B RS CLayanan terjangkau 0,15738 RS A RS B RS CTempat parkir 0,28852 RS A Kamar dan toilet 0,36721 RS A RS B Lingkungan nyaman 0,40656 RS A Menu makanan 0,24590 RS A RS B Dokter/perawat profesional 0,62295 RS A Petugas ramah 0,62295 RS A RS B RS CReputasi baik 0,35410 RS A RS CProsedur mudah 0,30164 RS A RS B RS C

RS SEBAGAI BENCHMARK

Keterangan: RS A : RS PMI RS B : RS Salak RS C : RS Marzoeki Mahdi Sumber: Hasil Penelitian (diolah)

Dari 3 rumah sakit yang melayani Askeskin, RS PMI (A) memiliki semua

indikator keunggulan. RS Salak (B) memiliki 7 indikator keunggulan, dan RS Marzoeki

Mahdi (C) memiliki 5 indikator keunggulan. Dari keseluruhan aspek (indikator

keunggulan) tersebut, semua rumah sakit harus tetap mempertahankan keunggulan yang

ada dan meningkatkan indikator yang masih memerlukan perbaikan.

Mengingat Kota Bogor memiliki rasio tingkat ketersediaan properti rumah sakit

yang masih memadai, penambahan jumlah tempat tidur tampaknya bukan pilihan yang

tepat saat ini. Untuk itu, bila rumah sakit ingin tetap bertahan di tengah persaingan yang

semakin ketat, faktor intangible realty project/program yang merupakan keunggulan

rumah sakit (minimal sesuai dimensi akses) di atas harus dipertahankan dan

dikembangkan. Hal di tersebut selaras dengan kunci keberhasilan keperawatan

kesehatan di Singapura, yang dikenal dengan 3-C (Koran Sindo, 14 Juni 2008) yaitu

care quality (kualitas perawatan), convenience (kenyamanan), dan cost (biaya).

14

Page 15: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan dipaparkan di bawah ini.

1. Tingkat ketersediaan properti rumah sakit di Kota Bogor tahun 2008 adalah:

a) rasio jumlah rumah sakit terhadap jumlah penduduk sebesar 4:500.000 masih

di bawah standar/target Departemen Kesehatan,

b) rasio jumlah tempat tidur rumah sakit terhadap jumlah penduduk sebesar

104:100.000, melampaui standar/target Departemen Kesehatan,

c) rasio jumlah tempat tidur rumah sakit terhadap jumlah penduduk miskin

sebesar 176:100.000, melampaui standar/target Departemen Kesehatan.

Artinya, saat ini belum diperlukan penambahan jumlah tempat tidur rumah sakit,

baik untuk penduduk secara keseluruhan maupun penduduk miskin. Namun,

dengan asumsi tingkat pertumbuhan penduduk 2,85 persen per tahun, tanpa

penambahan jumlah tempat tidur, Kota Bogor akan kekurangan jumlah tempat tidur

rumah sakit pada tahun 2018. Bahkan, dengan asumsi 20 persen dari pasien RS di

Kota Bogor berasal dari penduduk luar Kota Bogor, kekurangan jumlah tempat

tidur pada tahun 2012.

2. Berdasarkan model gravitasi Joseph dan Bantock, aksesibilitas total penduduk ke-45

kelurahan (66,18 persen) memiliki aksesibilitas spasial yang rendah. Adapun tingkat

aksesibilitas spasial penduduk miskin terhadap properti rumah sakit adalah terdapat

35 kelurahan (51,47 persen) memiliki aksesibilitas spasial yang rendah. Hal ini

digambarkan juga dengan rumus Relative Accessibility (RA) bahwa distribusi

tingkat akses total penduduk secara spasial maupun RA tingkat akses penduduk

miskin secara spasial, akses terendah berada di Bogor Selatan, sedangkan akses

tertinggi ditempati Bogor Tengah.

3. Dengan uji statistik Z, secara umum pasien “cukup puas” terhadap dimensi akses

yang merupakan indikator keunggulan rumah sakit yang melayani Askeskin di Kota

Bogor, yaitu indikator (1) asuransi kesehatan, (2) kamar dan toilet, (3) lingkungan

nyaman, (4) dokter/perawat profesional, (5) petugas ramah, dan (6) reputasi rumah

sakit.

Dengan uji statistik t, pernyataan “cukup puas” pasien masing-masing rumah sakit

yang paling banyak dimiliki RS PMI.

15

Page 16: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

Dengan competitive benchmarking analysis, indikator keunggulan rumah sakit yang

controllable juga paling banyak dimiliki oleh RS PMI.

4.2 Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan berikut

ini.

1. Pemerintah Kota Bogor (Dinas Kesehatan) hendaknya tetap mempertahankan rasio

jumlah tempat tidur rumah sakit terhadap jumlah penduduk dan tetap melakukan

pengawasan agar rumah sakit tetap menjaga kualitas dan kinerjanya, meskipun rasio

tingkat ketersediaan fasilitas rumah sakit telah melampaui target Departemen

Kesehatan, termasuk penyediaan tempat tidur yang melayani penduduk miskin juga

tetap bermutu. Pengawasan rumah sakit dapat dilakukan dengan cara penerapan

standar pelayanan yang dapat mengadopsi dimensi akses yang merupakan indikator

keunggulan rumah sakit dan monitoring secara berkala kepada masing-masing

rumah sakit oleh Dinas Kesehatan.

Pengelola rumah sakit perlu mengembangkan dimensi intangible agar bisa

berkompetisi dengan rumah sakit lain karena rasio jumlah tempat tidur saat ini

masih memadai. Dimensi yang perlu dikembangkan harus ditujukan untuk

meningkatkan kepuasan konsumen dan kepuasan kerja pegawai. Bentuk

peningkatan kepuasan konsumen di antaranya kepedulian sosial kepada masyarakat

sekitar, sedangkan peningkatan kepuasan kerja dapat dilakukan dengan pemberian

insentif bagi pegawai yang berprestasi.

Pemerintah Kota Bogor dan pengelola rumah sakit maupun investor perlu

mengantisipasi kemungkinan penambahan rumah sakit sebanyak 2 buah dan jumlah

tempat tidur 100 buah sebelum tahun 2018.

2. Dalam rangka mengantisipasi kekurangan supply jumlah tempat tidur rumah sakit

sebelum tahun 2018, Pemerintah Kota Bogor maupun calon investor hendaknya

mempertimbangkan wilayah kelurahan yang memiliki aksesibilitas spasial rendah

ketika melakukan pengembangan rumah sakit ke depan sehingga terdapat

pemerataan pelayanan kesehatan. Perencanaan pengembangan realty

project/program rumah sakit di Kota Bogor dapat dipilih lokasi yang rendah

aksesibilitas spasialnya, yaitu wilayah di Kecamatan Bogor Selatan dan Tanah

Sereal, dengan tetap mempertimbangkan tata kota.

16

Page 17: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

3. Berdasarkan competitive benchmarking analysis, masing-masing rumah sakit dapat

belajar dari rumah sakit yang memiliki indikator unggul sebagai benchmark

bagi manajer properti rumah sakit yang lain.

Secara umum, rumah sakit yang lain dapat belajar banyak dari RS PMI. Tindak

lanjut peningkatan indikator keunggulan rumah sakit yang controllable dapat

dilakukan sesuai dimensi akses terkait.

Pengelola rumah sakit juga dapat belajar kunci keberhasilan keperawatan kesehatan

di Singapura, yang dikenal dengan 3-C yaitu care quality (kualitas perawatan),

convenience (kenyamanan), dan cost (biaya).

DAFTAR PUSTAKA

American Institute of Real Estate Appraissal/AIREA, 2001, “The Appraisal of Real

Estate”, 12th Edition, Chicago, Illinois. Arifin, Johar dan Heru Adi Prasetya, 2006, Manajemen Rumah Sakit Modern Berbasis

Komputer, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2005. Profil Kota Bogor 2004. Bogor ------------. 2007. Kota Bogor dalam Angka 2006. Bogor. Bagheri, Nasser, George L. Benwell dan Alec Holt. 2005. “Measuring Spatial

Accessibility to Primary Health Care”, The 17th Annual Colloquium of the Spatial Information Research Centre, University of Otago, Dunedin, New Zealand, 24-25 November 2005, diakses dari (http://eprints.otago.ac.nz/ 349/01/12_bagheri.pdf)

------------. 2006. “Primary Health Care Accessibility for Rural Otago: ‘A Spatial

Analysis’”, Health Care & Informatics Review Online, 1 September 2006. Bayuaji, 2007, “Analisis Aksesibilitas Spasial Rumah Sakit di Kabupaten Kebumen”,

Tesis S2, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Benjamin, John D., Peter Chinloy and Isaac F. Megbolugbe. 2007. “Hospitals: The

Market for Health Care Facilities”, Real Estate Economics, Volume 35:113, 119. Bintarto, R., 1983, Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya, Ghalia Indonesia,

Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2001:

Menuju Indonesia Sehat 2010. Departemen Kesehatan, Jakarta.

17

Page 18: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

------------. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat Dan Kabupaten/Kota Sehat: Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2003. Departemen Kesehatan, Jakarta.

Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis Mutivariate dengan Program SPSS, BP

Universitas Diponegoro, Semarang. Guagliardo, Mark F., 2004, “Spatial Accessibility of Primary Care: Concepts, Methods

and Challenges”, International Journal of Health Geographics, Volume 3, diakses dari (http://www.ij-healthgeographics.com/ content/3/1/3), 2 Januari 2008.

Hanink, Dean M., 1997, Principles and Applications of Economic Geography:

Economy, Policy, Environment. John Wiley & Sons, Inc. Hirshleifer, Jack dan Glazer Amihai, 1992, Price Theory and Application, Fifth Edition,

Prentice Hall, USA. Koran Sindo, 2008, “Soal Perawatan Kesehatan, Tenang, kita punya 3-C”14 Juni 2008. Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI 2002), 2002, Standar Penilai Indonesia (SPI). Kuncoro, Mudrajad, 2003, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi, Bagaimana Meneliti

& Menulis Tesis, Erlangga, Jakarta. Ryan, M., A. Bate, C. J. Eastmond, dan A. Ludbrook, 2001, “Use of Discrete Choice

Experiments to Elicit Preferences”, Quality in Health Care, Volume 10:55-60. Sabarguna, Boy S., 2004, Pemasaran Rumah Sakit. Konsorsium Rumah Sakit Jateng-

DIY, Yogyakarta. ------------ 2005, Analisis Pemasaran Rumah Sakit. Konsorsium Rumah Sakit Jateng-

DIY, Yogyakarta. Saleh, Samsubar, 2001, Statistik Induktif, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Santoso, Singgih, 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat, PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta. Sekaran, Uma, 2006, Research Methods for Business, edisi keempat, Salemba Empat,

Jakarta. Suryawati, C., Dharminto, Zahroh Shaluhiyah, 2006, “Penyusunan Indikator Kepuasan

Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Tengah,”, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Volume 09:177-184.

18

Page 19: Analisis Akses Terhadap Properti Rumah Sakit..Maslaniwakhid Slamet Ciptono

Susilowati, 2006, “Ketidakmerataan Akses Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan di Indonesia”, Disertasi S3, Ilmu Kesehatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Unal, Eda, Susan E. Chen, and Brigitte S. Waldorf, 2007, “Spatial Accessibility Of

Health Care In Indiana”, Dept. of Agricultural Economics Purdue University, Working Paper #07-07 April 2007 di akses dari (http://www. purdue.edu/locate/healthplace), 5 Februari 2008

Wang, Fahui and Wei Luo, 2005, “Assessing Spatial And Nonspatial Factors For

Healthcare Access: Towards An Integrated Approach to Defining Health Professional Shortage Areas”, Health and Place, Volume 11: 131-146, diakses dari (http://www.elsevier.com/locate/healthplace), 5 Februari 2008.

Wind, Yoram and Lawrence K. Spitz, 1976, ”Analytical Approach to Marketing

Decisions in Health-Care Organizations”, Operation Research, 24 (5), 973-990.

19