Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

14
Tugas UTS — Analisis Kasus Pidana “Pembunuhan” 3 Votes Kasus 20/03/2010 00:46 | Buser File Liputan6.com, Batam: Sebuah kotak kayu berisi jasad manusia ditemukan di kawasan Batam Center, Kelurahan Baloi Permai, Batam Kota, Kepulauan Riau, 3 Maret silam. Penemuan ini dilaporkan warga ke kantor kepolisian terdekat. Saat kotak yang panjangnya 1,5 meter dibuka, jasad laki-laki itu berada dalam posisi telungkup dan tak bisa dikenali. Tim forensik Kepolsian Kota Besar Barelang dan aparat Kepolisian Sektor Batam Kota menduga korban tewas akibat tindak kekerasan. Menurut Kepala Forensik Poltabes dokter Novita, di bagian kepala korban ada beberapa bagian tulang hilang. Selain itu,di dada juga terdapat irisan yang bentuknya persegi. “Di dalamnya kita tak temukan sisa jaringan organ dalam,” kata Novita. “Di betis juga terdapat irisan.” Sehari kemudian, identitas jenazah itu dikenali bernama Fahmi Iswandi (30). Kasus ini terungkap setelah aparat Polsekta Batam Kota melakukan evakuasi. Saat itu, kepala Polsekta Batam Kota, AKP Suka Irawanto, mencurigai seseorang yang berada di antara kerumunan warga yaitu Harun. Setelah ditangkap Harun mengakui telah membunuh teman sejak kecilnya,Fahmi, karena Fahmi mengaku punya ilmu kebal. Nah untuk membuktikan kekebalan Fahmi, Harun melakukan uji coba dengan memukul kepala Fahmi dengan martil. Pembunuhan dilakukan jam dua belas malam. Waktu itu Harun membangunkan Fahmi yang sedang tidur dan mengajak Fahmi katanya untuk mengintip orang yang sedang pacaran di semak-semak belakang tempat tinggal mereka, kawasan perumahan liar depan SLTP 12, kawasan Legenda Malaka, Kota Batam. “Dia

description

hukum pidana pembunuhan

Transcript of Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

Page 1: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

Tugas UTS — Analisis Kasus Pidana “Pembunuhan”   –  

 

3 Votes

Kasus20/03/2010 00:46 | Buser File

Liputan6.com, Batam: Sebuah kotak kayu berisi jasad manusia ditemukan di kawasan Batam

Center, Kelurahan Baloi Permai, Batam Kota, Kepulauan Riau, 3 Maret silam. Penemuan ini dilaporkan

warga ke kantor kepolisian terdekat. Saat kotak yang panjangnya 1,5 meter dibuka, jasad laki-laki itu

berada dalam posisi telungkup dan tak bisa dikenali. Tim forensik Kepolsian Kota Besar Barelang dan

aparat Kepolisian Sektor Batam Kota menduga korban tewas akibat tindak kekerasan.

Menurut Kepala Forensik Poltabes dokter Novita, di bagian kepala korban ada beberapa bagian tulang

hilang. Selain itu,di dada juga terdapat irisan yang bentuknya persegi. “Di dalamnya kita tak temukan

sisa jaringan organ dalam,” kata Novita. “Di betis juga terdapat irisan.” Sehari kemudian, identitas

jenazah itu dikenali bernama Fahmi Iswandi (30).

Kasus ini terungkap setelah aparat Polsekta Batam Kota melakukan evakuasi. Saat itu, kepala Polsekta

Batam Kota, AKP Suka Irawanto, mencurigai seseorang yang berada di antara kerumunan warga yaitu

Harun.

Setelah ditangkap Harun mengakui telah membunuh teman sejak kecilnya,Fahmi, karena Fahmi

mengaku punya ilmu kebal. Nah untuk membuktikan kekebalan Fahmi, Harun melakukan uji coba

dengan memukul kepala Fahmi dengan martil. Pembunuhan dilakukan jam dua belas malam. Waktu

itu Harun membangunkan Fahmi yang sedang tidur dan mengajak Fahmi katanya untuk mengintip

orang yang sedang pacaran di semak-semak belakang tempat tinggal mereka, kawasan perumahan

liar depan SLTP 12, kawasan Legenda Malaka, Kota Batam. “Dia bangun dan ikut saya. Saat itu dia

cuma pake celana pendek, nggak pake baju”, ujar Harun.

Harun mengajak Fahmi ke semak-semak. Fahmi beberapa kali bertanya tentang posisi orang yang

sedang pacaran. Harun pura-pura mundur. Dengan posisi itu, Harun yang sebelumnya sudah

Page 2: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

mempersiapkan martil, leluasa memukuli kepala Fahmi. “Dia langsung jatuh, sempat teriak sekali,

darahnya kena muka saya. Terus saya pergi cuci muka dulu”, ungkap Harun. Setelah cuci muka, Harun

kembali dan memukuli kepala Fahmi sebanyak tiga kali

Harun mengaku menghabisi nyawa korban, Oktober 2009 silam. Setelah membunuh, tersangka

kemudian mengambil organ tubuh bagian dalam Fahmi untuk dimakan. Selama beberapa bulan

hingga ditemukan 3 Maret 2010, pelaku menyimpan mayat korban.

Organ tubuh tersebut dimakannya setiap malam Jumat yang menurut Harun berguna untuk

meningkatkan ilmu kebal serta kesaktian. “Saya pukul pakai martil sekali, lalu saya sembunyi di

sumur, saya tunggu setengah jam dia diam saja, terus saya belah perutnya, dan saya ambil hati dan

jantung untuk saya makan” kata Harun.

Kepolisian Daerah Kepulauan Riau kemudian menghadirkan tenaga psikiater untuk memeriksa

kejiwaan Harun. Pada awalnya, polisi meragukan kejiwaan tersangka. Dari hasil pemeriksaan, Harun

memakan organ tubuh Fahmi dalam kondisi sehat alias normal. Atas perbuatannya itu, Harun dijerat

pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun.

Sementara jenazah Fahmi dimakamkan di kampung halamannya di Desa Pagerbarang, Tegal, Jawa

Tengah, 10 Maret lalu. Korban yang menyandang gelar sarjana muda kesehatan ini dikenal sebagai

pribadi yang baik serta supel kepada tetangga. Keluarga mengaku ikhlas dan berharap tersangka

mendapat hukuman yang setimpal.(BOG)

Sumber : Liputan6.com dengan penambahan dari indonesiaheadline.com dan klip21.com

Analisis Kasus1. Unsur – unsur

Berdasarkan kasus, pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Pasal 340 KUHP : “ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang

lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun “

Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tersebut adalah :

1. Barangsiapa, adalah subyek hukum dimana subyek hukum yang dapat dimintai

pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah Naturlijk person, yaitu manusia. Menurut

doktrin, tindak pidana melekat pada pelakunya

Manusia yang dapat dimintai pertanggung jawaban adalah siapa saja oleh orang dengan pengecualian

yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III, yaitu :

Page 3: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

1. alasan pembenar : daya paksa (pasal 48 KUHP), bela paksa (pasal 49 ayat (1) KUHP),

melaksanakan ketentuan UU (pasal 50 KUHP), dan perintah jabatan sah (pasal 51 ayat (2) KUHP)

2. alasan pemaaf : ketidakmampuan bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), Daya paksa dalam arti

sempit (Pasal 48 KUHP), Bela paksa lampau batas (pasal 49 ayat (2) KUHP), dan perintah jabatan tidak

sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP)

Dalam kasus, yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah Harun, sebab dia merupakan pelaku

tunggal dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Fahmi, dan Harun tidak memenuhi

pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III KUHP tersebut

1. Sengaja, Adalah pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat tertentu

yang telah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif)

Dalam kasus, Pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk memukulkan martil ke kepala Harun

agar Harun mati sebab didorong oleh motif ingin mengetahui kebenaran pengakuan Harun yang

menyatakan dirinya memiliki ilmu kebal dimana tindak pidana tersebut telah diatur dalam pasal 340

KUHP tentang pembunuhan berencana

1. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan

tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis terlebih dahulu lalu baru

diikuti dengan tindakannya.

Dalam kasus, tidak dijelaskan mengenai waktu perencanaan dengan waktu tindakan, namun

dijelaskan bahwa sebelumnya pelaku mempersiapkan alat yaitu martil terlebih dahulu yang

menunjukkan adanya niat pelaku untuk merampas nyawa korban. Selain itu berdasarkan kronologis

kejadian sejak korban dibangunkan dari tidur hingga korban dikelabui untuk mengikuti pelaku ke

semak-semak untuk kemudian dibunuh, merupakan kronologis yang terjadi akibat sebelumnya telah

dipikirkan terlebih dahulu

1. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP

“ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-

undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”

Berdasarkan pasal tersebut, Tidak ada suatu tindak pidana yang dapat dipidana tanpa ada peraturan

tertulis yang mengaturnya terlebih dahulu. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut mengandung asas-asas

hukum pidana, yaitu :

1. Asas legalitas

Bahwa harus ada peraturan tertulis yang mengatur tindakan tersebut

1. Asas larangan berlaku surut

Page 4: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

maka seseorang dalam melakukan suatu tindakan tidak perlu merasa terikat pada undang-undang

yang tidak diancam pidana walaupun kelak ditentukan sebagai tindak pidana sebab tidak ada undang

undang yang berlaku surut atau mundur waktunya.

1. Asas larangan analogi

Bahwa dilarang dalam menyelesaikan suatu perkara yang sebenarnya tidak terdapat perumusannya

dalam ketentuan tertulis dengan menggunakan pasal yang mirip dengan kejahatan itu

Berdasarkan kasus pembunuhan diatas, maka tersangka dapat dikenakan hukuman sebab telah ada

peraturan tertulis yang mengatur larangan pembunuhan sebelum tindak pidana dilakukan, yaitu pasal

340 KUHP tentang pembunuhan berencana

Pasal 340 KUHP : “ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang

lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun “

1. Berdasarkan tempus dan locus delicti

1. Tempus adalah waktu terjadinya tindak pidana. Tujuan ditentukannya tempus adalah agar

pada saat terjadinya tindak pidana dapat ditentukan:

Sudah ada atau belum peraturan yang mengaturnya (Pasal. 1 ayat (1) KUHP)

Apabila ada perubahan peraturan, UU mana yang berlaku (Pasal 1 ayat (2) KUHP)

Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atau tidak (Pasal 44 KUHP)

Sudah berumur 16 tahun atau belum (Pasal 45 KUHP)

Batas waktu pengajuan delik aduan (Pasal 74 KUHP)

Batas waktu menarik kembali aduan (Pasal 75 KUHP)

Daluarsa (Pasal 79 KUHP)

Cara menentukan tempus adalah :

1. Teori perbuatan materiil

Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan.

Berdasarkan kasus, maka yang ditentukan adalah waktu tindakan pembunuhan dilakukan, yaitu

Oktober 2009

1. Teori bekerjanya alat

Page 5: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus,

pembunuhan dilakukan dengan menggunakan martil, yaitu alat yang tidak bekerja, sehingga tidak

ditemukan waktu berdasarkan bekerjanya alat.

1. Teori munculnya akibat

Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang

muncul adalah matinya korban yaitu pada tanggal Oktober 2009

1. Teori gabungan

Merupakan gabungan tanggal dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada waktu yang

sama, yaitu Oktober 2009

1. Locus adalah lokasi tindak pidana terjadi. Penentuan locus bertujuan untuk menentukan :

Apakah hukum pidana Indonesia berlaku dalam tindak pidana tersebut (Pasal 2-8 KUHP)

Kompetensi relatif pengadilan yang berhak mengadili perkara tersebut, terbagi atas :

~ Kompetensi absolut

Untuk menentukan pengadilan apa yang berhak mengadili perkara tersebut. Dalam kasus adalah

pengadilan Umum

~ Kompetensi relatif

Untuk menentukan pengadilan mana yang berhak mengadili perkara tersebut. Untuk lebih lengkapnya

penentuan pengadilan ini ditentukan dengan menggunakan teori locus.

Cara menentukan locus adalah :

1. Teori perbuatan materiil

Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan.

Berdasarkan kasus, maka yang lokasi terjadinya pembunuhan adalah di Kota Batam

1. Teori bekerjanya alat

Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus,

pembunuhan dilakukan dengan menggunakan martil, yaitu alat yang tidak bekerja, sehingga tidak

ditemukan lokasi berdasarkan bekerjanya alat.

1. Teori munculnya akibat

Page 6: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang

muncul adalah matinya korban yaitu di Kota Batam

1. Teori gabungan

Merupakan gabungan lokasi dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada tempat yang

sama, yaitu di Kota Batam

1. Berdasarkan prinsip KUHP

1. Prinsip Teritorialitas berdasarkan Pasal 2 KUHP dan diperluas dengan Pasal 3 KUHP

Pasal 2 KUHP : “Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang

melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia”

Menentukan wilayah dengan hubungannya dengan berlakunya aturan pidana dalam perundang-

undangan Indonesia terkait dengan batas-batas atau yuridiksi wilayah tindak pidana terjadi

Yang termasuk didalamnya adalah :

Wilayah Indonesia sebagai wilayah berlakunya hukum pidana Indonesia

Wilayah Indonesia sebagai pelaku tindak pidana terjadi

Wilayah Indonesia sebagai tempat tindak pidana terjadi

Kemudian mengenai perluasannya yaitu Pasal 3 KUHP

Pasal 3 KUHP: “Aturan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar

Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia

Dalam pasal ini yang dimaksud dengan wilayah Indonesia adalah :

Daratan (dari Sabang sampai Merauke)

Perairan Indonesia yaitu laut wilayah Indonesia dan perairan pedalaman Indonesia

Udara

Kapal laut berbendera Indonesia (Tidak harus milik Indonesia) yang termasuk didalamnya

adalah kapal dagang di laut bebas dan kapal perang Indonesia dimanapun

Pesawat Indonesia berdasarkan Pasal 95 KUHP

Berdasarkan Kasus, tindak pidana yang terjadi adalah di Kota Batam yang merupakan daratan

Indonesia sehingga memiliki syarat untuk disebut wilayah Indonesia, sehingga hukum pidana

Indonesia dapat diberlakukan

Page 7: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

1. Prinsip Nasionalitas Aktif berdasarkan Pasal 5-7 KUHP

Berdasarkan asas bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur sendiri warga

negaranya. Ciri utamanya adalah Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa mempersoalkan dimana orang

tersebut berada baik di dalam maupun diluar wilayah Indonesia.

Pasal 5 ayat (1) Mengatur kejahatan terhadap keamanan negara dan martabat presiden dan wakil

presiden dan tidak dipersoalkan apakah di negara berrsangkutan (luar negri itu) termasuk tindak

pidana atau tidak

Pasal 5 ayat (2) mengharuskan bahwa di negara tersebut (luar negri) harus merupakan tindak pidana

Pasal 6 mengatur bahwa tindak pidana mati tidak dapat dijatuhkan bila di Negara dimana tindakan

tersebut dilakukan tidak dipidana mati

Pasal 7 mengenai perluasan asas personalitas

Berdasarkan kasus, karena kasus yang terjadi adalah pembunuhan dan bukan termasuk dalam

kejahatan yang disebutkan dalam pasal 5-7, makasa prinsip ini tidak digunakan.

1. Prinsip Nasionalitas Pasif berdasarkan Pasal 4 KUHP

Berdasarkan asas setiap negara berdaulat wajib menjaga kepentingan hukum negaranya atau

kepentingan nasionalnya. Dalam prinsip ini, yang diatur adalah kepentingan hukum suatu negara

dilanggar oleh seseorang yang berada di luar negaranya. Ciri utamanya adalah setiap orang di luar

Indonesia melakukan tindak pidana yang diatur dalam pasal 4 KUHP tersebut

Berdasarkan kasus, karena pelaku berada dalam wilayah Indonesia sehingga prinsip nasionalitas pasif

tidak digunakan.

1. Prinsip Universalitas

Asas ini dipergunakan untuk melindungi seluruh masyarakat dunia, seperti UU antiterorisme

Berdasarkan kasus, pembunuhan yang terjadi merupakan pembunuhan biasa yang sudah diatur dalam

pasal 340 KUHP sehingga tidak perlu dipergunakan prinsip universalitas

1. Jenis-jenis delik

1. Delik Kejahatan

Adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP

Kasus pembunuhan berencana tersebut diatur dalam pasal 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP

tentang kejahatan, sehingga kasus tersebut digolongkan dalam delik kejahatan

Page 8: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

1. Delik Materil

Adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan

akibatnya.

Kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan, dimana selesainya tindak pidana setelah sudah

dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan akibatnya yaitu hilangnya nyawa

seseorang.

1. Delik Komisionis

Adalah tindakan aktif (active handeling) yang dilarang untuk pelanggarannya diancam pidana

Kasus tersebut merupakan delik yang dilarang dilakukan, sebagaimana tertera dalam Pasal 340 KUHP

tentang pembunuhan dengan dipikirkan lebih dulu. Pembunuhan berencana ini merupakan perbuatan

yang dilarang dilakukan

1. Delik dolus (sengaja)

Adalah suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh

pemenuhan nafsu (motif).

Dalam kasus pembunuhan tersebut, pelaku sudah menyiapkan martil dan memukulkannya dengan

sengaja untuk mengetahui apakah korban kebal atau tidak dan menyebabkan korban tewas.

1. Delik Biasa

Adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau karena tertangkap

tangan

Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut

kembali dimana bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat menyelesaikan delik tersebut,

serta delik laporan pembunuhan ini tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan / berdamai.

1. Delik dikualivisir

Adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana.

Kasus pembunuhan tersebut dilakukan dengan perencanaan sehingga termasuk dalam delik yang

memberatkan. Selain itu tindakan yang dilakukan tersangka setelah membunuh adalah memakan

organ dalam tubuh korban, dimana menurut KUHP Federasi Rusia, bahwa pembunuhan dengan tujuan

memperoleh organ atau jaringan tubuh, termasuk kedalam pemberatan pidana delik pembunuhan,

dapat dinyatakan berlaku di Indonesia, sebab gejala pembunuhan kejam seperti itu terjadi juga di

Indonesia (menurut pendapat Prof.Dr.Andi Hamzah dalam buku delik-delik tertentu (special delicten) di

dalam KUHP).

Page 9: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

1. Delik Selesai

Adalah delik tersebut sudah selesai ketika delik itu terjadi

Kasus pembunuhan tersebut, dilaksanakan seketika yaitu memukul dengan martil dan langsung

selesai, tidak berlangsung terus menerus

1. Delik Communa

Adalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan

Kasus penganiayaan tersebut, sebagaimana yang tertera pada Pasal 340 KUHP, dapat dilakukan oleh

siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut

berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan

1. Delik Mandiri

Adalah delik yang dilakukan hanya satu kali saja

Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.

1. Delik tunggal

Adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian (lawan dari delik

berangkai)

Kasus tersebut adalah pembunuhan yang tidak dilakukan berulang-ulang

1. Ajaran Kausalitas

Teori kausalitas hanya dapat diterapkan pada jenis delik tertentu saja, yaitu :

1. Delik Materil

2. Delik Omisi tidak murni

3. Delik yang diperberat/dikualivisir

Kasus pembunuhan ini merupakan delik dikualivisir, sehingga dapat dirumuskan kausanya. Menurut

teori Von Buri (teori sama nilai atau ekuivalensi), semua faktor yang perlu atau turut serta

menyebabkan suatu akibat dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang menjadi

syarat mutlak terjadinya akibat, harus diberi nilai sama.

Berdasarkan teori tersebut, kausa yang menimbulkan akibat adalah :

1. Pengakuan korban bahwa ia memiliki ilmu kebal yang menyebabkan pelaku ingin mengujinya.

Page 10: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

2. Korban mengikuti pelaku ke semak-semak belakang rumah

3. Dipukul menggunakan martil oleh pelaku

Teori Von Buri memerlukan suatu restriksi (pembatasan). Dari semua faktor yang bernilai sama,

diambil satu yang dianggap paling bernilai. Faktor paling bernilai itu diterima sebagai kausa. Teori

yang bermaksud menghapuskan kekurangan Von Buri dapat dibagi dalam dua golongan :

1. Teori yang mengindividualisasikan

Dari semua faktor yang oleh Von Buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang dianggap paling

berpengaruh atas terjadinya akibat atau terjadinya delik. Teori yang terkenal dalam golongan ini

adalah teori Birkmeyer. Berdasarkan teori Birkmeyer, kausa dalam kasus adalah dipukul menggunakan

martil oleh pelaku sebab faktor inilah yang paling besar pengaruhnya untuk mengakibatkan kematian.

1. Teori yang merata-samakan

Dari semua faktor yang oleh Von buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang menurut pengalaman,

boleh dianggap umumnya menjadi kausa. Teori yang menganut golongan ini adalah :

1. Teori Von Kries (subjective pragnose)

Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah faktor yang adequate (sesuai, seimbang) dengan

terjadinya akibat yang bersangkutan dan sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat delik bahwa

akan mengakibatkan delik.

Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah dipukul menggunakan martil oleh pelaku sebab pelaku

mengetahui bahwa pemukulan dengan martil dapat mengakibatkan matinya korban.

1. Teori Rumelin (objectivenachtraglicher pragnose)

Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah ditinjau dari sudut objektif (yaitu faktor yang setelah

terselesainya delik umum diterima), harus ada untuk terjadinya akibat perbuatan tersebut. Jadi yang

menjadi faktor adalah faktor yang kemudian, yang setelah terjadinya delik (akibat) yang

bersangkutan, setelah terselesainya delik, umum yang diterima sebagai faktor yang menyebabkan

terjadinya delik tersebut.

Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah pelaku ingin memiliki kekebalan dengan memakan organ

tubuh bagian dalam korban setiap malam jumat.

1. Melawan hukum

Bersifat melawan hukum (wederechtelijk) berarti bertentangan dengan hukum, tidak sesuai dengan

hukum, dimana yang dimaksud hukum adalah hukum positif. Menurut KUHP, melawan hukum dikenal

dengan istilah secara tanpa hak, secara bertentangan dengan kewajibannya, serta bertentangan

Page 11: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

dengan kewajiban orang lain menurut undang-undang, secara bertentangan dengan kewajiban umum.

Jika suatu perbuatan sudah memenuhi unsure-unsur dalam KUHP, perbuatan tersebut pasti melawan

hukum

Aliran melawan hukum (onrechtmatigheid) adalah :

1. Aliran Formil

Melawan hukum itu sebagai konstitutif elemen tiap peristiwa pidana. Sehingga apabila suatu kelakuan

memenuhi unsur dalam ketentuan pidana yang bersangkutan (secara formil), baik kata melawan

hukum ditulis (harus dibuktikan) maupun tidak tertulis (tidak perlu dibuktikan) dalam undang-undang,

maka kelakuan tersebut sah dikatakan sebagai tindak pidana. Disebut melawan hukum positif tertulis

Berdasarkan kasus, yang dipergunakan adalah Pasal 340 KUHP :

“ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam,

karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun “

Dalam kasus, ternyata memenuhi semua unsur yang terdapat dalam pasal (dibuktikan dalam bagian

I), maka dinyatakan sah sebagai tindak pidana. Dalam pasal 340 KUHP tidak terdapat unsur melawan

hukum sehingga tidak perlu dibuktikan secara terperinci, namun dengan terpenuhinya semua unsur

dalam pasal, maka dapat perbuatan tersebut dikatakan “melawan hukum”

1. Aliran Materil

Melawan hukum sebagai suatu anisir yang tidak hanya melawan hukum tertulis, tetapi juga sebagai

suatu anisir yang melawan hukum yang tidak tertulis, yaitu yang melawan asas-asas hukum umum

Dalam kasus, pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku juga tidak dapat diterima oleh umum (hukum

tidak tertulis), sehingga terpenuhilah unsur melawan hukum.

1. Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana

Terdapat adagium yang terkenal mengenai kesalahan yaitu “Geen straf zonder schuld” (tiada suatu

hukuman tanpa kesalahan atau tiada pemidanaan tanpa adanya kesalahan). Kesalahan dalam arti luas

adalah dolus/kesengajaan dan culpa/kelalaian

1. Kesengajaan/Dolus

Adalah kehendak untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif).

Untuk mewujudkan tindakannya, ada tiga tahapan yaitu adanya motif, adanya kehendak, dan adanya

tindakan.

Kesengajaan terbagi atas :

Page 12: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

1. Kesengajaan dengan dasar mengetahui, termasuk delik formil

2. Kesengajaan dengan dasar menghendaki, termasuk delik materil

Kasus pembunuhan tersebut masuk kedalam kesengajaan dengan dasar menghendaki, sebab

menghendaki akibat yang terjadi dari tindakan membunuh tersebut, yaitu matinya korban.

Gradasi kesengajaan yaitu :

1. Kesengajaan dengan maksud, adalah terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah

perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku

2. Kesengajaan dengan kesadaran tujuan yang pasti mengenai tujuan/keharusan/akibat

perbuatan

3. Kesengajaan dengan menyadari kemungkinan (kesengajaan bersyarat)

Kasus pembunuhan tersebut termasuk dalam kesengajaan dengan maksud, karena terjadinya

tindakan yaitu pemukulan dengan martil, atau akibat tertentu yaitu kematian yang direncanakan oleh

pelaku guna dimakan organ tubuh bagian dalamnya untuk kekebalan, adalah perwujudan dari maksud

atau tujuan dan pengetahuan pelaku.

Pembagian dolus dihubungkan dengan sasaran, yaitu :

1. Dolus Determinatus, adalah kehendak dan keinsyafan untuk melakukan suatu tindakan yang

menimbulkan suatu akibat

2. Dolus Indeterminatus, adalah kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat pada

sembarang sasaran (tidak ditentukan)

3. Dolus Alternativus, kehendak berupa pilihan

4. Dolus Deneralus, sasaran jamak

5. Dolus Inderectus, akibat timbul sebenarnya bukan kehendak dan tujuan pelaku

6. Dolus Premiditatus, kesengajaan yang direncanakan terlebih dahulu

Kasus pembunuhan tersebut masuk pada Dolus determinatus sebab pelaku dengan kehendaknya dan

keinsyafannya melakukan pemukulan martil agar korban tewas.

1. Kealpaan/Culpa

Adalah kesalahan sebagai akibat kurang hati-hati atau tidak sengaja. Dalam kasus pembunuhan

tersebut telah dibuktikan bahwa kesalahan timbul akibat kesengajaan atau dolus, sehingga bukan

merupakan kealpaan atau culpa

1. Pogging

Page 13: Analisi Kasus Pidana Pembunuhan

Adalah perluasan tindak pidana karena membahayakan suatu kepentingan meskipun tindakan

tersebut tidak memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan atau dirumuskan

Dasar pogging dapat dipidana adalah Pasal 53 KUHP, dimana salah satu ayatnya berbunyi

Ayat (1) : Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya

pemulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena

kehendaknya sendiri.

Maka dapat disimpulkan syarat-syarat poging sesuai pasal 53 ayat 1 KUHP adalah :

1. Niat

2. Permulaan pelaksanaan tindakan

3. Tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku

Untuk niat, terdapat dua teori mengenai niat yaitu :

1. Teori Percobaan Subjektif

Seseorang yang telah memiliki niat untuk melakukan tindak pidana atau menyatakan niatnya dalam

tindakan permulaan sudah harus dipidana meskipun belum terjadi suatu kerugian kepentingan hukum

sesuai dengan pasal yang dipidana.

1. Teori Percobaan Objektif

Bertolak pangkal kepada tindakan dari petindak yang telah membahayakan suatu kepentingan hukum

yang dilindungi oleh undang-undang. Beberapa penulis Belanda berpendapat bahwa KUHP menganut

teori objektif.

Berdasarkan kasus, tidak terjadi poging karena tindak pidana telah memenuhi seluruh unsur yang ada.

Seandainya pada saat pelaku hendak memukulkan martil ke kepala korban, ada warga sekitar yang

melihatnya dan menggagalkannya, maka terjadilah poging (tidak selesainya delik bukan karena

kehendak pelaku). Ancaman hukumannya-pun dikurangi sepertiganya sesuai dengan pasal 53 KUHP.