Analisa sifat fisik dan kimia tanin dari ekstrak kulit kayu leda (Eucalyptus Deglupta Blume)
ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT YANG …/Analisa... · ferroelektrik berdasarkan...
Transcript of ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT YANG …/Analisa... · ferroelektrik berdasarkan...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT
YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL
TERHADAP KETEBALAN DAN SIFAT LISTRIK
(KURVA HISTERISIS)
Disusun Oleh :
NIKA ZULIANINGSIH
M 0207047
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Sains Fisika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Januari, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi saya yang
berjudul“ ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT YANG
DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL TERHADAP KETEBALAN
DAN SIFAT LISTRIK (KURVA HISTERISIS)” adalah hasil kerja saya
atasarahan pembimbing dan sepengetahuan saya hingga saat ini, isi skripsi tidak
berisi materi karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
Universitas Sebelas Maret atau Perguruan Tinggi, jika ada maka telah dituliskan
di daftar pustaka skripsi ini dan segalabentuk bantuan dari semua pihak telah
ditulis di bagian ucapan terimakasih. Isi skripsi ini boleh dirujuk atau difotokopi
secara bebas tanpa harus memberitahu penulis.
Surakarta, 3 Januari 2012
Nika Zulianingsih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT
DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL
TERHADAP KETEBALAN DAN SIFAT LISTRIK (KURVA HISTERISIS)
Nika Zulianingsih
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan penumbuhan lapisan tipis BZT
menggunakan metode sol gel diatas substrat Pt/Si yang disiapkan dengan spin
coater. Penumbuhan lapisan tipis ini dilakukan variasi jumlah lapis 1 lapis, 2 lapis
dan 3 lapis pada suhu 8000C, holding time 2, 3, dan 4 jam dengan heating rate
30C/menit. Sampel dikarakterisasi menggunakan peralatan X-ray Diffraction
(XRD) Merk Bruker, Scanning Electron Microscopy (SEM) JEOL JSM6360LA,
Keithley Electrometer.
Hasil karakterisasi XRD dapat dikatakan bahwa penumbuhan lapisan tipis
BZT diatas substrat Pt/Si telah berhasil dilakukan. Hal ini terlihat dengan
munculnya puncak BZT untuk penumbuhan diatas substrat Pt/Si. Hasil
karakterisasi SEM menunjukkan permukaan lapisan tipis BZT telah rata di atas
substrat Pt/Si. Hasil uji sifat listrik menggunakan Keithley Electrometer,
memperlihatkan kurva histerisis yang mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT
bersifat ferroelektrik. Sampel 3 lapis memperlihatkan nilai polarisasi tinggi dan
medan koersif (Ps =9,666 µC/cm2, Pr =8,497 µC/cm
2, Psat=10,783 µC/cm
2
Ec=20,482 kV/m).
Kata Kunci : BZT, sol gel, spin coating, ketebalan,sifat listrik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ANALYSIS OF INFLUENCE OF THIN LAYERS NUMBER
FABRICATED BY SOL GEL METHOD
ON THE THICKNESS AND ELECTRIC PROPERTIES
(HYSTERESIS LOOP)
Nika Zulianingsih
Physics Department, Faculty of Sciences, Sebelas Maret University
ABSTRACT
This research is conducted by growing BZT thin film using sol gel method
on Pt/Si substrates prepared with spin coater. A variation of film is applied in
growing the thin film: 1 layer, 2 layers and 3 layers at a temperature of 8000C,
holding time of 2, 3, and 4 hours with heating rate of 30C/minutes. The sample
was characterized using, X-ray Diffraction (XRD) Bruker Brands, Scanning
Electron Microscopy (SEM) JEOL JSM6360LA, Keithley Electrometer.
The results of XRD characterization shows that the growth of BZT thin
layer on the substrate of Pt/Si been successfully performed. This can be seen from
the BZT peaks for growth on substrates Pt/Si. SEM characterization shows BZT
thin surface layer has been flat on the substrate Pt/Si. Electrical properties of the
test results using Keithley Electrometer, showing hysteresis curve indicating that
the layer is thin BZT ferroelectric. Three layers sample shows high polarization
value and coercive field (Ps = 9,666 µC/cm2, Pr =8,497 µC/cm
2, Psat=10,783
µC/cm2
, Ec=20,482 kV/m).
Keywords: BZT, sol gel, spin coating, thin, nature of electrity
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhir-akhir ini, penelitian tentang penumbuhan lapisan tipis semakin maju
termasuk dalam kegunaanya di bidang elektronika. Lapisan tipis ferroelektrik
merupakan salah satu kandidat yang sangat baik untuk digunakan pada aplikasi
dalam bidang elektronika. Terdapat peningkatan penggunaan ferroelektrik
material yang diaplikasikan dalam berbagai hal diantaranya : penerapan material
ferroelektrik berdasarkan sifat-sifatnya adalah sifat histerisis dan tetapan
dielektrik yang tinggi dapat diterapkan pada sel Dynamic Random Acsess
Memory (DRAM), sifat piezo-elektrik dapat digunakan sebagai mikroaktuator dan
sensor, sifat polaryzability dapat diterapkan sebagai Non Volatile Ferroelectric
Random Acsess Memory atau NVFRAM (Lines,et al., 1979).
Sejak tahun 1989, lapisan tipis ferroelektrik telah mendapat perhatian
khusus dalam aplikasi elektronik (Agus, 2008). Belakangan ini penelitian terhadap
material ferroelektrik banyak menarik perhatian para ahli fisika karena material
ferroelektrik ini sangat menjanjikan terhadap perkembangan divais generasi baru
sehubungan dengan sifat-sifat unik yang dimilikinya. Penggunaan dalam bentuk
lapisan tipis sangat luas, karena sifat-sifat bahan ferroelektrik dapat difabrikasi
sesuai kebutuhan serta mudah diintegrasikan dalam bentuk divais. Penggunaan
lapisan tipis ferrolektrik sebagai memori keuntungannya bila dibandingkan
dengan sistem magnetik. Sistem magnetik hanya mampu menyimpan 105 bit/cm2,
sedangkan memori yang terbuat dari ferroelektrik mampu menyimpan hingga 108
bit/cm2. Keuntungan lain adalah sebagai memori permanen yang mampu menekan
kehilangan informasi selama proses berulang (Azizahwati, 2002).
Material ferroelektrik memiliki sifat mempertahankan polarisasi listrik
secara permanen yang dapat distel diantara dua keadaan stabil oleh medan listrik
eksternal. Perubahan polarisasi ini penting baik dari tinjauan akademik maupun
tinjauan aplikasi karena hali ini memiliki pengaruh luas terhadap sifat- sifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
makroskopik meterial ferroelektrik. Pemberian medan listrik terhadap meterial
ferroelektrik menghasilkan loop histerisis polarisasi-medan listrik (P-E), yang
dikarakterisasi dengan nilai polarisasi spontan (Ps), polarisasi saturasi (Psat),
polarisasi remanen (2Pr), dan medan koersif (Ec).
Beberapa jenis meterial ferroelektrik yang sering dipergunakan antara lain:
Barium Titanat (BT), Barium Strontium Titanat (BST), Lead Zirconium Titanat
(PZT). Barium Zirkonium Titanat (BZT). Lapisan tipis Barium Strontium Titanate
(BST) telah lama dipelajari sebagai salah satu material yang dapat diaplikasikan
untuk Non Volatile Memory Device, Dynamic Random Access Memory (DRAM),
voltage tunable device, Infra Red (IR) dan sensor kelembaban (Seo, et al., 2004).
BaZrTiO3 (BZT) merupakan salah satu komposisi penting untuk dielektrik
dalam Multi Layer Capacitor (MLC) (Daocheng, et al., 2009). Barium zirkonium
titanat Ba(ZryTi1-y)O3 biasanya diperoleh dengan menggantikan iondiposisi B dari
struktur perovskite ABO3 atau Ti dalam senyawa BaTiO3 dengan Zr. Struktur
perovskite memiliki rumus umum ABO3, di mana A adalah logam monovalen
atau divalen dan B adalah tetra atau pentavalent. Struktur tersebut merupakan
sebuah kubus, dengan atom A di sudut-sudut kubus, atom B di diagonal ruang
kubus, dan oksigen oktahedra diatur menempati tiap diagonal bidang kubus (Lines
dan Glass, 1977). Hal ini dimungkinkan karena ion Zr4+
memiliki ukuran ion
yang lebih besar (0,087 nm) dari Ti4+
yang hanya (0,068 nm). Ba(ZryTi1-y)O3
(BZT) adalah alternatif pengganti yang mungkin untuk BST dalam fabrikasi
kapasitor keramik karena Zr4+
secara kimiawi lebih stabil dari Ti4+
(Cavalcante, et
al., 2006).
Metode pembuatan lapisan tipis secara umum dikelompokan menjadi dua
yaitu metode vakum dan non-vakum. Metode vakum terdiri dari Pulsed Laser
Deposition (PLD), Metalorganic Chemical Vapor Deposition (MOCVD),
Chemical Vapor Deposition (CVD). Sedangkan untuk metode non vakum yaitu
Chemical Solution Deposition (CSD) merupakan cara pembuatan lapisan tipis
deengan pendeposisian larutan bahan kimia diatas substrat, kemudian dipreparasi
dengan spin coating pada kecepatan putar tertentu (Schwartz, 1997). Keunggulan
metode Chemical Solution Deposition (CSD) adalah mengontrol stokiometri film
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dengan kualitas yang baik, prosedur yang mudah dan membutuhkan biaya yang
relatif murah dan terjadi pada temperatur rendah (Hikam, dkk., 2008).
Metode Chemical Solution Deposition (CSD) telah lama dikembangkan
untuk penumbuhan perovskite thin film semenjak tahun 1980-an dan
dipublikasikan oleh Fukashima et al (Schwartz, 1997). Pada penelitian ini akan
dipergunakan metode chemical solution deposition berupa sol-gel BZT di atas
substrat Platina/Silikon (Pt/Si) dengan variasi dari jumlah lapisan. Sampel
dikarakterisasi meliputi struktur kristal dengan peralatan X-ray Diffraction
(XRD), ketebalan dengan peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM)
menggunakan JEOL JSM6360LA Analytical Scanning Electron Microscope,
untuk melihat kurva histerisis dengan peralatan Keithley Electrometer.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah pengaruh jumlah lapisan
tipis terhadap ukuran butir dan ketebalan serta parameter-parameter kurva
histerisis (sifat listrik) yaitu baik polarisasi spontan, remanen, saturasi, dan medan
koersif sehingga akan diperoleh sifat-sifat yang sesuai dengan spesifikasi dari
material feroelektrik.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan dari tujuan dan metodologi penelitian dalam skripsi ini, maka
pendekatan sistem yang diambil adalah:
a. Lapisan tipis BZT dibuat dengan metode sol gel yang disiapkan dengan spin
coating dengan kecepatan putar 4000 rpm selama 30 detik.
b. Pembuatan lapisan tipis BZT pada penelitian ini menggunakan molaritas,
volume, suhu annealing, heating rate, waktu tahan (holding time) yang
sama, yaitu: molaritas 0,3M dengan volume 0,0025 L, suhu annealing
8000C, heating rate 3
0C/menit dan waktu tahan (holding time) 2 jam, 3
jam,4 jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1.4. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui pengaruh jumlah lapisan tipis terhadapketebalan lapisan tipis
BZT yang terbentuk.
b. Mengetahui pengaruh jumlah lapisan tipis terhadap parameter- parameter
kurva histerisis (sifat listrik) yaitu baik polarisasi spontan, remanen,
saturasi, dan medan koersif sehingga akan diperoleh sifat-sifat yang sesuai
dengan spesifikasi dari material feroelektrik.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Secara teoritis penelitian ini dapat memeberikan informasi tentang lapisan
tipis BZT beserta sifat listrik dengan metode sol gel.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi acuan dan bermanfaat bagi
jurusan fisika, khususnya bidang minat material untuk pengembangan dan
penelitian bahan lapisan tipis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Feroelektrik
Suatu material dikatakan bersifat ferroelektrik jika didalam suatu bahan
material tersebut mengalami gejala terjadinya perubahan polarisasi listrik secara
spontan pada material tanpa gangguan medan listrik dari luar. Ferroelektrifitas
merupakan fenomena yang ditunjukkan oleh kristal dengan suatu polarisasi
spontan dan efek histerisis yang berkaitan dengan perubahan dielektrik dalam
menanggapi penerapan medan listrik (O’Brien, 2001). Ferroelektrik merupakan
kelompok material dielektrik dengan polarisasi listrik internal yang lebar P (C/m2)
yang dapat diubah menggunakan medan listrik yang sesuai. Polarisasi sendiri
merupakan jumlah seluruh momen dipol tiap sel satuan volume. Momen dipol
dalam hal ini didefinisikan sebagai jarak yang memisahkan antara pusat muatan
positif dengan negatif, besar momen dipol dapat dirumuskan sebagai berikut:
μ= qi ri (2.1)
Dengan μ adalah momen dipol listrik (Coulomb meter ), qi adalah muatan
(Coulomb),ri adalah jarak antar muatan (m )
Nilai Polarisasi listrik (P) dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :
P = (Σ qi ri) /(V) (2.2)
Dengan (Σ qi ri) adalah jumlah momen dipol dan V adalah volume unit sel.
Struktur kristal dikatakan feroelektrik memiliki dua atau lebih orientasi
keadaan tanpa gangguan medan listrik dan orientasi itu bergeser dari suatu
keadaan ke keadaan lainnya dalam suatu medan listrik (Lines,et al.,1979),
polarisasi spontan ini berharga nol (0), disebabkan oleh orientasi dipol yang acak.
Tanpa kehadiran medan listrik, konfigurasi dari kristal ini stabil dengan orientasi
bersifat polar.
Material ferroelektrik dicirikan oleh kemampuan untuk membentuk kurva
histerisis yaitu kurva yang menghubungkan antara medan listrik dan polarisasi.
Kurva hubungan antara polarisasi listrik (P) dan kuat medan listrik (E)
ditunjukkan pada Gambar 2.1. Ketika kuat medan listrik ditambah (OA) maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
polarisasinya akan meningkat terus sampai material mencapai kondisi jenuh
(saturasi) (BC). Ketika medan listrik diturunkan kembali ternyata polarisasinya
tidak kembali ke titik O, tetapi mempunyai pola (CD) dan mempunyai nilai.
ketika medan listrik tereduksi sampai nol, material akan memiliki polarisasi
remanen (PR) seperti pola (OD). Nilai remanen merupakan nilai rapat fluks
magnetik yang tersisa di dalam material setelah medan diturunkan menjadi nol
dan merupakan ukuran kecenderungan pola sifat magnet untuk tetap menyimpang,
walaupun medan penyimpang telah dihilangkan. Nilai polarisasi dari material
dapat dihilangkan dengan menggunakan sejumlah medan listrik pada arah yang
berlawanan (negatif). Harga dari medan listrik untuk mereduksi nilai polarisasi
menjadi nol disebut medan koersif (Ec) pola OF. Jika medan listrik kemudian
dinaikkan kembali, material akan kembali mengalami saturasi, hanya saja bernilai
negatif (FG). Putaran kurva akan lengkap jika, medan listrik dinaikkan lagi dan
pada akhirnya akan didapatkan kurva hubungan polarisasi (P) dengan medan
listrik (E) yang ditunjukkan dengan kurva histerisis pada Gambar 2.4 (How,
2007).
Gambar 2.1.Kurva Histerisis
( How,2007)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2.2. Struktur Perovskite
Struktur perovskite memiliki rumus umum ABO3, di mana A adalah logam
monovalen atau divalen dan B adalah tetra atau pentavalent. Struktur tersebut
merupakan sebuah kubus, dengan atom A di sudut-sudut kubus, atom B di
diagonal ruang kubus, dan oksigen oktahedra diatur menempati tiap diagonal
bidang kubus (Lines,et al.,1979). Istilah perovskite memilki dua pengertian,
pertama perovskite merupakan mineral partikular dengan rumus kimia CaTiO3
(disebut juga calcium titanium oxide). Mineral ini ditemukan di pegunungan Ural
Rusial oleh Gustav Rose pada tahun 1839 dan kemudian dinamakan oleh
mineralogist Rusia, L.A Perovski (1792-1856). Kedua, umumnya mineral-mineral
dengan struktur kristal yang sama sebagai CaTiO3 disebut juga struktur
perovskite. Kelebihan yang dimiliki oleh oksida perovskite adalah sebagian dari
ion-ion oksigen penyusun strukturnya dapat dilepaskan (mengalami reduksi) tanpa
dirinya mengalami perubahan struktur yang berarti. Kekosongan ion oksigen ini
selanjutnya dapat diisi kembali oleh ion oksigen lain melalui reaksi reoksidasi.
Selain itu, perovskite juga memiliki tingkat kestabilan struktur yang relatif tinggi
maka substitusi isomorfis dengan menggunakan kation-kation sejenis atau yang
berukuran sama sangat mungkin dilakukan.
Barium titanat merupakan suatu bahan yang bersifat ferroelektrik dan
mempunyai struktur kristal perovskite (ABO3) yang sampai saat ini banyak diteliti
secara luas. Hal ini menarik karena barium titanat mempunyai struktur kristal
perovskite yang sederhana, sehingga dapat mempermudah pemahaman tentang
material ferroelektrik itu sendiri. BaTiO3 mempunyai struktur kristal yang jauh
lebih sederhana bila dibanding dengan bahan feroelektrik lainnya.Bahan ini
ditinjau dari segi penggunaannya sangat praktis karena memiliki sifat kimia dan
mekanik yang sangat stabil, mempunyai sifat ferroelektrik pada suhu ruang
sampai diatas suhu ruang karena mempunyai suhu Curie (Tc) pada 1200C,
sementara penggunaan dalam aplikasi elektronik suhu Curienya berkisar 600C dan
dibutuhkan permitivitas yang lebar terhadap suhu, oleh karena itu suhu Curie
diturunkan dan permitivitas perlu ditingkatkan (Yunasfi, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Struktur Perovskite BaTiO3 memiliki ion Oksigen (O2-
) yang terletak pada
diagonal bidang dari unit sel, ion Titan (Ti4+
) yang terletak pada diagonal ruang
dari unit sel dan ion Barium (Ba2+
) terletak pada ujung tiap rusuk dari unit sel.
Material ini sangat responsif terhadap medan listrik karena polarisabilitas yang
sangat besar dari divalen oksigennya (Jona and Shirane, 1993). Beberapa material
seperti PZT (Lead zirconate titanite), BST (Barium Stronsium Titanat) dan BZT
(Barium Zirkonium Titanat) masuk ke dalam kelompok barium titanat dan
memiliki struktur yang sama yaitu struktur perovskite dari BaTiO3.
Gambar 2.2.Struktur perovskite BaTiO3
(Jona and Shirane, 1993)
Barium titanat mempunyai struktur kristal perovskiteyang mengacu pada
struktur kristal kalsium titanat (CaTiO3). Struktur perovskite BaTiO3 memiliki ion
Oksigen (O2-
) yang terletak pada diagonal bidang dari unit sel, ion Titan (Ti4+
)
yang terletak pada diagonal ruang dari unit sel dan ion Barium (Ba2+
) terletak
pada ujung tiap rusuk dari unit sel (Jona and Shirane, 1993). Dalam struktur ini
dimungkinkan untuk mensubtitusi sebagian dari kation-kationnya seperti dalam
(BaSr)TiO3, (PbZr)TiO3 dan Ba(ZrTi)O3.
Barium titanat memiliki struktur yang berbeda–beda ketika suhunya
berbeda. Perubahan struktur barium titanat dengan suhu di atas 1200C memiliki
struktur kristal kubik tanpa memiliki polarisasi spontan. Suhu dari 1200C sampai
dengan 50C memiliki struktur kristal tetragonal dan mimiliki polarisasi spontan.
Dari suhu 50C sampai dengan -90
0C memiliki struktur kristal orthorhombik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
mimiliki polarisasi spontan, dan di bawah -900C memiliki struktur kristal
rhombohedral dan memiliki polarisasi spontan (Kenji, 2000). Struktur kristal
hexagonal dan struktur kristal kubik dari barium titanat mempunyai sifat
paraelektrik, sedangkan pada struktur kristal tetragonal, orthorhombik dan
rhombohedral dari barium titanat mempunyai sifat sebagai material ferroelektrik.
Gambar 2.3.Perubahan Struktur Kristal dari Barium Titanat (BaTiO3)
(Kenji, 2000)
2.3. BZT (Barium Zirkonium Titanat)
BZT (Barium Zirkonium Titanat) merupakan salah satu komposisi penting
untuk dielektrik dalam multi layer capacitor (MLC). Peningkatan perbandingan Zr
sampai 25% dalam BZT akan muncul properti relaxor yang kuat dan suhu Curie
(Tc) turun menjadi lebih rendah (Daocheng, 2009). BZT biasanya diperoleh
dengan menggantikan ion di diposisi B dengan Zr dalam senyawa BaTiO3 dari
struktur perovskite ABO3, hal ini dimungkinkan karena ion Zr4+
memiliki ukuran
ion yang lebih besar (0,087 nm) dari Ti4+
yang hanya (0,068 nm). BZT menjadi
alternatif pengganti yang mungkin untuk BST dalam fabrikasi kapasitor keramik
karena Zr4+
secara kimiawi lebih stabil dari Ti4+
(Zhai, 2004). Penggantian ion
homovalent dan heterovalent pada barium atau titaniumpada struktur Barium
Titanat akan memberikan dampak pada sifat yang nampak pada rentan suhu
tertentu. Penambahan Strontium akan menurunkan suhu curie (Tc) yang
berkurang secara linear seiring peningkatan dari komposisi Srontium. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
penambahan ion Zr di tempat Ti mengubah secara kuat karakter respon
dielektriknya mendeketai suhu Curie dari Ba(ZryTi1-y)O3. Ketika kandungan Zr
lebih dari 27% Ba(ZryTi1-y)O3 Tc naik dengan peningkatan frekuensi (Pontes,
2004). Ketika kandungan Zr kurang dari 10% Ba(ZryTi1-y)O3 menunjukkan
perilaku ferroelektrik yang normal dan perubahan dielektrik yang besesuaian
dengan struktur kubik ke tetragonal, tetragonal ke orthorhombik dan
orthorhombik ke rhombohedral telah diamati dengan baik. Lapisan tipis BZT
memiliki keuntungan dalam beberapa aspek seperti diperlukan medan listrik yang
lebih rendah, suhu annealing rendah dan mudah diintegrasikan dengan substrat Pt.
BZT dengan berbagai komposisi Zr telah diteliti. Hal ini diperlukan untuk
mempelajari pengaruh kandungan Zr dalam lapisan tipis Ba(ZryTi1-y)O3 (Gao,
2005).
2.4. Metode Chemical Solution Deposition (CSD)
Metode Chemical Solution Deposition (CSD) merupakan cara pembuatan
lapisan tipis dengan pendeposisian larutan bahan kimia di atas substrat, kemudian
dipreparasi dengan spin coating pada kecepatan putar tertentu. Prinsip umum dari
larutannya haruslah homogen (Schwartz, 1997). Keunggulan dari metode CSD
(Chemical Solution Deposition) adalah dapat mengontrol stokiometri film dengan
kualitas yang baik, prosedur yang mudah, membutuhkan biaya yang relatif murah
dan terjadi pada temperatur rendah (Hikam, dkk., 2008). CSD (Chemical Solution
Deposition) didasarkan metode dekomposisi pada dasarnya dilakukan dengan
beberapa tahap yaitu, persiapan larutan (proses kimia), pelapisan substrat atau
proses deposisi, pemberian panas (proses termalisasi 300-4000C), terakhir
dilakukan proses annealing (600-11000C) (Schwartz, 1997). Metode spin coating
adalah metode percepatan larutan pada substrat yang diputar diperlihatkan pada
Gambar 2.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Gambar 2.4. Metode Spin Coating
(Chuswatun,2006)
Proses spin coating merupakan proses penetesan larutan pada substrat yang
kemudian di putar dengan putaran tertentu dan waktu tertentu. Mula-mula cairan
diteteskan pada substrat dan pembasahan menyeluruh pada permukaan substrat
(tegangan permukaan diminimalisasi dan tidak ada getaran, tidak ada noda dan
pengotor dan sebagainya). Piringan lalu dipercepat dengan kecepatan putar
tertentu dan dalam waktu tertentu sehingga menyebabkan larutan terdistribusi
merata pada substrat untuk memperoleh lapisan yang homogen. Prinsip fisika di
balik spin coating adalah keseimbangan antara gaya viskositas yang dijelaskan
oleh viskositas pelarut dengan gaya sentrifugal yang dikontrol oleh kecepatan
spin. (Chuswatun, 2006).
Gambar 2.5. Skema dari Spin Coating
(Chuswatun, 2006)
Beberapa parameter yang terlibat dalam coating yaitu : viskositas larutan,
kandungan padatan, kecepatan angular dan waktu putar (Hertanto, 2008). Proses
spin coating meliputi penetesan lapisan diatas substrat, percepatan spin coating
dengan kecepatan putar (spin on), perataan (spin off) dan proses pengeringan
(penguapan). Proses Spin coating memuat tahapan seperti dibawah ini :
a. Penetesan larutan diatas substrat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Pada bagian ini larutan dideposisikan di atas substrat, kemudian diputar
dengan kecepatan tinggi. Kemudian lapisan yang telah dibuat akan dikeringkan
sampai pelarut pada lapisan tersebut benar-benar sudah menguap.
Gambar 2.6. Penetesan larutan diatas substrat
(Luurtsema, 1997)
b. Percepatan Spin Coating
Pada tahapan ini, setelah penetesan larutan dilakukan percepatan larutan
dengan kecepatan yang relatif tinggi. Kecepatan yang digunakan mengakibatkan
adanya gaya sentrifugal dan turbulensi cairan. Kecepatan yang digunakan
bergantung pada sifat larutan. Waktu yang digunakan pada percepatan ini
biasanya membutuhkan waktu kira-kira 10 menit.
Gambar 2.7. Percepatan pada Spin Coating
( Luurtsema, 1997)
c. Proses Perataan (spin off)
Setelah melalui proses percepatan maka akan terjadi perataan larutan diatas
substrat. Perataan ini agar lapisan tipis tidak terjadi ketebalan pada salah satu
bagiannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Gambar 2.8. Perataan pada Spin Coating
( Luurtsema, 1997)
d. Proses Pengeringan
Pada tahapan ini pelarut diserap ke atmosfer dan sudah terbentuk lapisan
tipis dengan ketebalan tertentu. Ketebalan pada lapisan ini bergantung pada
kelembaban pada substrat.
Gambar 2.9. Pengeringan Lapisan
( Luurtsema, 1997)
2.5. X-ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi XRD bertujuan untuk menetukan sistem kistal (kubus,
tetragonal, orthorhombic, rombohedral, heksagonal, monoklinik, dan triklinik).
Metode difraksi sinar-X dapat menerangkan parameter kisi, jenis struktur, susunan
atom yang berbeda-beda pada kristal, adanya ketidaksempurnaan pada kristal,
orientasi, butir-butir dan ukuran butir, ukuran dan berat jenis endapan dan distorsi
kisi ( Smallman, 1991).
Hamburan sinar-X dihasilkan jika suatu elektroda logam ditembak dengan
elektron-elektron dengan kecepatan tinggi dalam tabung vakum. Suatu kristal
dapat digunakan untuk mendifraksikan berkas sinar-X dikarenakan orde dari
panjang gelombang sinar-X hampir sama atau lebih kecil dengan orde jarak antar
atom dalam suatu kristal ( Smallman, 1991).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Suatu material dikenai sinar-X maka intensitas sinar yang ditransmisikan
akan lebih rendah dari intensitas sinar datang, hal ini disebabkan adanya
penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material
tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang saling menghilangkan
(interferensi destruktif) karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling
menguatkan (interferensi konstruktif) karena mempunyai fase yang sama. Berkas
sinar-X yang saling menguatkan (interferensi konstruktif) dari gelombang yang
terhambur merupakan peristiwa difraksi. Sinar-X yang mengenai bidang kristal
akan terhambur ke segala arah, agar terjadi interferensi konstruktif antara sinar
yang terhambur dan beda jarak lintasannya harus memenuhi pola nλ.
Gambar 2.10. Difraksi pada Sinar-X (Suryanarayana, 1998)
Pada Gambar 2.6 dapat dituliskan
𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 (𝛿) = 𝑛𝜆 (2.3)
Beda lintasan antara sinar 1 dan sinar 2
𝛿 = 𝐴𝐵 + 𝐵𝐶 (2.4)
𝛿 = 2 𝐵𝐶 (2.5)
𝛿 = 2 𝐵𝐷 sin 𝜃, 𝐵𝐷 = 𝑑 (2.6)
𝛿 = 2 𝑑 sin𝜃 (2.7)
Sehingga beda lintasannya
𝑛𝜆 = 2 𝑑 sin𝜃 (2.8)
A
D
C
B
θ θ
Sinar
datang Sinar
bias
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Persamaan 2.8 disebut persamaan bragg, dengan n = bilangan bulat (1, 2, 3,
…dst), λ adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak kisi pada kristal, dan
θ adalah sudut difraksi. Berdasarkan persamaan bragg, jika sinar-X dijatuhkan
pada sampel kristal, maka bidang kristal akan membiaskan sinar-X yang
mempunyai panjang gelombang yang sama dengan jarak antar kisi pada kristal.
sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian akan diterjemahkan
sebagai puncak difraksi.
2.6. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Konsep dasar dari SEM ini sebenarnya disampaikan oleh Max Knoll (penemu
TEM) pada tahun 1935. Desain SEM dimodifikasi oleh Zworykinpada tahun 1942
ketika bekerja untuk RCA Laboratories di Amerika Serikat. Desain kembali
direkayasa oleh CW pada tahun 1948 seorang profesor di Universitas
Cambridge.Sejak itu,semakin banyak bermunculan kontribusi signifikan yang
mengoptimalkan perkembangan modern SEM.
SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron bukan cahaya pada
permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi
gambar. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron
sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika
permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau
elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar
amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT
(cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah
diperbesar bisa dilihat.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis
permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan
sampel. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan
segala tonjolan dan lekukan permukaan. Gambar topogorafi diperoleh dari
penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen.
Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas
elektron menyapu permukaan spesimen, titik demi titik dengan sapuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
membentuk garis demi garis, mirip seperti gerakan mata yang membaca. Sinyal
elektron sekunder yang dihasilkan adalah dari titik pada permukaan, yang
selanjutnya ditangkap oleh detector dan kemudian diolah dan ditampilkan pada
layar CRT (TV). Scanning coil yang mengarahkan berkas elektron bekerja secara
sinkron dengan pengarah berkas elektron pada tabung layar TV, sehingga
didapatkan gambar permukaan spesimen pada layar TV.
Sinyal lain yang penting adalah back scattered electron yang intensitasnya
tergantung pada nomor atom unsur yang ada pada permukaan spesimen. Dengan
cara ini akan diperoleh gambar yang menyatakan perbedaan unsur kimia yaitu :
warna terang menunjukkan adanya unsur kimia yang lebih tinggi nomor atomnya.
SEM mempunyai resolusi tinggi dan familiar untuk mengamati obyek benda
berukuran nano meter. Meskipun demikian, resolusi tinggi tersebut didapatkan
untuk scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal (tinggi
rendahnya struktur) resolusinya rendah. (Smallman,1991).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai
Desember. Penelitian ini dimulai dari persiapan,perhitungan bahan sampai
pembuaan sampel di Laboratorium Material Jurusan Fisika FMIPA UNS. Proses
annealing menggunakan furnace dilakukan di Sub Laboratorium Fisika Pusat
FMIPA UNS. Karakterisasi menggunakan XRD di Laboratoriun MIPA Terpadu
FMIPA UNS, karakterisasi menggunakan SEM di PPPGL Bandung, karakterisasi
menggunakan alat elektrometer Keithley di Laboratorium Material Departemen
Fisika FMIPA UI.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1.Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat pembuatan dan
karakterisasi. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan lapisan tipis diantaranya
adalah kaca, penggaris, dan pemotong substrat untuk menghasilkan ukuran
substrat yang diinginkan serta pinset cawan digunakan untuk mengambil substrat.
Substrat yang telah dipotong dicuci menggunakan Ultrasonic cleaner merk KA
DA CHENG. Kemudian dikeringkan menggunakan Hair dryer. Pipet dan spatula
digunakan untuk mengambil bahan cair dan padatan yang nantinya akan
ditimbang menggunakan Neraca analitik merk Mettler Toledo tipe AL204.
Tabung erlenmenyer 25 mL untuk mencampur bahan cair dan padat dan diaduk
serta dipanaskan menggunakan Hot plate magnetic stirrer merk IKA® C-MAG
tipe HS 7. Alat pendeposisian larutan pada substrat menggunakan Spin coater
merk CHEMAT technology dan untuk proses annealing menggunakan Furnace
merk Neytech Qex, serta untuk proses evaporasi menggunakan alatEvaporator
merk LADD Research. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi
adalah XRD merk Bruker dan SEM merk JEOL seri JSM6360LA, serta Keithley
Electrometer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
3.2.2.Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah substrat Pt/Si.
Substrat dicuci menggunakan Metanol (CH3OH). Bahan pelarut yang digunakan
Asam Asetat (CH3COOH) dan Etylen Glikol (HOCH2CH2OH). Bahan terlarut
yang digunakan adalah Bubuk Barium Asetat [Ba(CH3COO)2], Titanium
Isoporoksid [Ti(OC3H7)4], dan Zirkonium Butoxide [Zr(OC2)3 CH3]480%. Untuk
menimbang berupa bahan padat menggunakan kertas timbang.Lapisan tipis BZT
selanjutnya diatas permukaan dipasang kontak logam dengan mengevaporasi
permukaan lapisan tipis BZT menggunakan logam almunium (Al).
3.3. Prosedur Penelitian
Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode ekperimen.
Penelitian ini meliputi pembuatan lapisan tipis menggunakan larutan BaZrTiO3
dan Pt/Si sebagai substrat menggunakan metode spin coating, dan selanjutnya di
karakterisasi. Penelitian ini akan mengikuti diagram alir seperti ditampilkan pada
Gambar 3.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
3.3.1.Persiapan Substrat
Substrat merupakan media tumbuh pada lapisan tipis BZT dengan metode
sol gel ini. Pada penelitian ini menggunakan substrat Pt/Si dengan bidang
orientasi (111). Sebelum digunakan untuk media deposisi lapisan tipis ,substrat
dipotong dengan ukuran 1 cm x 1cm. Kemudian, substrat dibersihkan dengan
pencucian standar. Kebersihan substrat sebagai tempat penumbuhan lapisan tipis
perlu dijaga agar lapisan dapat tumbuh dengan baik dan merata. Pencucian
substrat direndam dalam metanol dengan tujuan untuk menghilangkan debu dan
lemak lalu digetarkan dengan ultrasonik claeaner selama kira-kira 5 menit
(sampai substrat bersih). Setelah proses pencucian, dilakukan pengeringan
substrat dengan hair dryer hingga tidak terdapat debu maupun noda pada
permukaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3.2. Subsrat Pt/Si yang digunakan 3.3.Pemotongan substrat
3.4. Pencucian Substrat
3.5. Pengeringan Substrat
3.3.2. Pembuatan Larutan
Pembuatan larutan dimulai dengan perhitungan dari bahan-bahanyang akan
dipakai antara lain Barium Asetat [Ba(CH3COO)2], Titanium Isopropoksid
[Ti(OC3H7)4], Zirkonium Butoxide [Zr(OC2)3 CH3]480%, dilakukan penimbangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
menggunakan timbangan analitik Mettler Toledo yang telah dikalibrasi terlebih
dahulu pada Gambar 3.6. Bubuk Barium Asetat [Ba(CH3COO)2] ditambah
dengan Asam Asetat [CH3COOH] kemudian ditambah lagi dengan Titanium
Isopropoksid [Ti(OC3H7)4] kemudian ditambah dengan Zirkonium Butoxide
[Zr(OC2)3 CH3]4 80%, dan terakhir ditambah dengan Etilen Glikol dicampur
dalam satu wadah tabung erlemeyer.
Gambar 3.6. Penimbangan Bahan dengan Timbangan Analitik TipeMettler Toledo
Larutan hasil pencampuran diaduk dengan magnet stirer agar mendapatkan
larutan yang homogen. Proses selanjutnya adalah memanaskan larutan yang sudah
diaduk dibawah suhu titik didih. Hal tersebut bertujuan larutan yang dibuat tidak
mendidih selama pemanasan dan H2O yang terkandung dalam larutan tidak
mengalami penguapan dikarenakan bila H2O dalam larutan mengalami penguapan
maka larutan berubah menjadi kristal. Setelah didapatkan larutan yang homogen
maka larutan disimpan dalam wadah yang diberi label keterangan dari larutan
yang telah dibuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Gambar 3.7. Pencampuran bahan Gambar 3.8. Proses pengadukan
Gambar 3.9. Wadah tempat larutan BZT yang telah dibuat
3.3.3.Proses Spin Coating
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sol gel.
Sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik spin coating. Menyeting alat spin
coater dengan laju putaran 4000 rpm. Penetesan larutan diawali dengan
meletakkan substrat Pt/Si yang diberi doubletip diatas spin coater. Sketsa substrat
yang diberi doubletip pada Gambar 3.10. Kemudian larutan diteteskan pada
substrat sehingga terbentuk genangan diatas substrat kemudian diputar dengan
kecepatan 4000 rpm selama 30 sekon tertentu. Akibat putaran dari spin coater
maka tetesan akan menyebar menutupi seluruh substrat Pt/Si.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 3.10. Sketsa Substrat Pt/Si dengan double tip
Gambar 3.11.Penetesan larutan pada substrat
3.3.4.Pemanasan atau Hidrolisis
Proses pemanasan atau hidrolisis adalah proses pemanasan untuk
menghilangkan kadar H2O pada larutan BZT dengan menggunakan alat hot
plate. Sampel dipanaskan di atas hot. Kemudian kembali lagi ditetesi dan berulang
ke proses pemanasan atau hidrolisis sampai didapatkan jumlah lapisan yang
diinginkan. Dalam penelitian ini akan dilakukan variasi jumlah lapisan 1lapis, 2
lapis, dan 3 lapis.
Gambar 3.12. Pemanasan sampel
Double tip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3.3.5.Proses Annealing
Proses Annealing pada lapisan tipis BZT adalah proses pembentukan kristal
dalam suatu materi. Agar dapat terbentuk susunan kristal yang sempurna,
diperlukan pemanasan sampai suatu tingkat tertentu, kemudian dilanjutkan dengan
pendinginan yang perlahan-lahan
Gambar 3.13. Grafik hubungan temperatur dan waktu tahan
Jumlah lapisan yang diinginkan kemudian dilakukan proses annealing
menggunakan furnace merk NEYTECH Qex. Proses furnace menggunakan suhu
800°C, heating rate 3 °C/menit dan dalam penelitian yang akan dilakukan waktu
tahan (holding time) pada proses annealing divariasi dimulai dengan waktu tahan
(holding time) 2 jam, 3 jam dan 4 jam.
Gambar 3.14. Seperangakat Alat Furnace Merk NEYTECH Qex
(jam)
0 C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3.3.6. Karakterisasi
Lapisan tipis BZT yang telah terbentuk akan dikarakterisasi. Meliputi
karakterisasi struktur kristal menggunakan XRD, ukuran butir dan ketebalan
menggunakan SEM, sedangkan untuk sifat listrik menggunakan Keithley
Electrometer 6517A.
3.3.6.1. X-ray Diffraction (XRD)
Karaktrisasi XRD dilakukan di Laboratoriun Gedung C FMIPA, dengan
menggunakan sistem peralatan XRD merk Bruker. Karakterisasi dilakukan terkait
dengan struktur kristal. Dari data XRD yang dihasilkan,dapt diketahui informasi
tentang struktur kristal lapisan tipis BZT menggunakan International Center for
Diffraction Data (ICDD). Akan lebih membantu dengan menginstal aplikasi
ICDD.
3.3.6.2. Karakterisasi SEM
Karakterisasi SEM dilakukan di PPPGL (Pusat Penelitian Pengembangan
Geologi Kelautan) Bandung menggunakan sistem peralatan SEM tipe JEOL seri
JSM6360LA. Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan
untuk mengetahui ukuran butir dan mengukur ketebalan dari lapisan tipis tersebut.
Pengukuran ukuran butir dan ketebalan dari lapisan tipis ini menggunakan
software Corel Draw X3 yang akan dibandingkan dengan skala yang ada pada
foto SEM sampel. Dari setiap perhitungan diambil sebanyak lima titik sehingga
didapatkan nilai rata-rata dari ukuran butir dan ketebalannya.
3.6.6.3. Uji Ferroelektrik
Pada dasarnya uji ini digunakan untuk menentukan sifat ferroelektrik
lapisan tipis yang didapat. Dari uji ini diperoleh nilai polarisasi spontan (Ps),
polarisasi saturasi (Psat), polarisasi remanen (Pr) dan medan koersif (Ec) dari
lapisan tipis. Dalam uji ini, lapisan tipis dibentuk menjadi struktur seperti pada
Gambar 3.15. Pada penelitian kali ini digunakan alat Keithley Electrometer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Sebelum dilakukan pengukuran sifat listrik, terlebih dahulu sampel
dievaporasi dengan almunium menggunakan evaporator di Laboratorium Pusat
FMIPA UNS.
Gambar 3.15. Strukur Pengukuran
(Eko, 2006)
3.6.6.3.1. Metalisasi
Permukaan lapisan tipis BZT dimasker menggunakan almunium (Al) seperti
yang ditunjukan pada Gambar 3.16. Selanjutnya mengevaporasi permukaan
lapisan tipis BZT menggunakan logam almunium (Al).
Pada proses metalisasi, uniformitas lapisan tipis merupakan hal yang sangat
penting. Uniformitas lapisan tipis bergantung pada distribusi arah dari atom-atom
yang dievaporasikan, dimana sangat ditentukan oleh sumber evaporasi yang
digunakan. (Mahmudi, 2000).
Gambar 3.16. Metalisasi
Pada tahap evaporasi sampel disimpan dalam sebuah dudukan dalam mesin
evaporator tipe ladd research yang merupakan salah satu alat metalisasi yang
LAPISAN BZT
Bidang Kontak Lapisan
Almunium
SUBSTRAT
Pt
Bidang Kontak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
bekerja dengan penguapan ruang hampa. Kemudian almunium dipersiapkan
sebagai logam yang akan diuapkan yang disimpan dalam tanksenboat yang
terbuat dari platina.
Ketika diberi power supply pada ruangan evaporator yang divakumkan,
tanksenboat ini akan berpijar merah karena memanas sehingga almunium
meleleh dan siap untuk ditembakkan ke sampel. Tujuan memvakumkan ruangan
supaya almunium menguap ke atas dan menempel pada permukaan sampel.
Gambar 3.17. Evaporator
Penembakkan alumunium dilakukan setelah memvakumkan selama ± 5jam.
Penembakkan almunium ini dengan cara mengatur arus yang diberikan secara
bertahap. Hal ini bertujuan untuk membuang kotoran-kotoran, di samping itu juga
untuk menghindari kontaminasi dengan bahan lain dan berguna untuk
mendapatkan daya rekat yang bagus.
3.4. Analisa
Data yang diperoleh dari penelitian berupa data karakterisasi dari peralatan
XRD, SEM dan Keithley. Data XRD dianalisa mengenai struktur kristal. Data
SEM yang didapatkan dianalisa mengenai morfologi, ketebalan, dan ukuran butir
dari lapisan tipis BZT yang terbentuk di atas substrat Pt/Si.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah berhasil ditumbuhkan lapisan tipis BZT di atas
substrat Pt dengan metode sol gel. Proses sintesis BZT diawali dengan reaksi
sebagai berikut:
Ba(CH3 COO)2 + 0,2Zr(O(CH2 )3 CH )4 + 0,8Ti(C12 O4 H28 )+ 22O2 →
BaZr0.2TiO3 + 17H2O + 16CO2
Setelah bahan-bahan tercampur, larutan hasil pencampuran diaduk dengan
magnet stirer agar mendapatkan larutan yang homogen. Proses selanjutnya adalah
memanaskan larutan yang sudah diaduk dibawah suhu titik didih. Hal tersebut
bertujuan larutan yang dibuat tidak mendidih selama pemanasan dan H2O yang
terkandung dalam larutan tidak mengalami penguapan dikarenakan bila H2O
dalam larutan mengalami penguapan maka larutan berubah menjadi padatan.
Larutan diteteskan di atas permukaan substrat Pt/Si. Substrat diletakkan pada
reaktor spin coater, kemudian substrat ditetesi larutan BZT sebanyak 1 tetes dan
diputar dengan kecepatan putaran 4000 rpm selama 30 detik. Pada proses spin
coating ada beberapa parameter yang mempengaruhi terbentuknya lapisan tipis
BZT yaitu kecepatan putar, waktu putar, dan jumlah tetesan. Kesemuanya
memepengaruhi dalam kerataan dan ketebalan dari lapisan tipis BZT yang
terbentuk. Sedangkan jumlah tetesan yang divariasi akan mempengaruhi
ketebalan lapisan tipis yang terbentuk.
Bentuk fisik dari sampel lapisan tipis BZT yang terbentuk secara kasat mata
didapatkan perbedaan dari setiap sampelnya. Perbedaaan yang cukup signifikan
terlihat dari perubahan warna yang terjadi, dimana terlihat gradasi yaitu warna
pelangi. Setelah dipanaskan di atas hot plate maka terjadi perubahan warna dari
warna pelangi berubah menjadi warna keemasan. Hal ini dikarenakan kadar air
yang ada pada lapisan pertama menguap. Tahap selanjutnya sampel di-anneling
menggunakan furnace. Annealing dimaksudkan untuk mengkristalkan lapisan
tipis BZT. Sampel kemudian dikarakterisasi menggunakan peralatan XRD (X-ray
Diffraction), SEM (Scannning Electron Microscopy), dan elektrometer Keithley.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
4.1.Karakterisasi Struktur Kristal
4.1.1. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3jam
Karakterisasi XRD bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara sudut
difraksi (2θ) dengan intensitas. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD
mewakili satu bidang tertentu. Puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini
kemudian dicocokkan dengan data standar difraksi sinar-X yang disebut
International Center for Diffraction Data (ICDD). Peralatan XRD yang
digunakan untuk uji analisis struktur sampel pada penelitian ini menggunakan
sumber radiasi Cu dengan panjang gelombang 1,5406Å.
Gambar 4.1. Pola Difraksi Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam
Hasil karakterisasi menunjukkan grafik hubungan antara sudut dan
intensitas sinar-X yang terdifraksi. Puncak-puncak difraksi menunjukkan bahwa
sampel ini merupakan polikristal. Puncak-puncak yang telah dicocokkan dengan
ICDD data base (PDF#36-0019) ternyata milik BZT yaitu pada 2θ: 22,040; 31,5
0
dan terdapat puncak milik PtSi yaitu pada 2θ : 20,040 serta puncak milik Pt dan
Si. Pola XRD dari lapisan tipis BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt /Si
diperlihatkan pada Gambar 4.1.
Karakterisasi XRD menunjukkan bahwa pada jumlah lapis yaitu 3 lapis
terlihat puncak pada orientasi bidang tertentu. Hal ini disebabkan makin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
banyaknya unsur-unsur pembentuk BZT yang terdeposit pada substrat Pt/Si
sehingga probabilitas unsur-unsur tersebut berikatan membentuk BZT pada
orientasi bidang-bidang tertentu makin besar. Akan tetapi, pada jumlah lapis 1 dan
2 lapis puncak-puncak tersebut tidak muncul. Hal ini dimungkinkan karena
keterbatasan detektor dalam XRD. Intensitas sinar-X yang terdifraksi lapisan tipis
BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt/Si diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Intensitas Sinar-X Lapisan Tipis BZT
untuk Jumlah 3 Lapis pada Holding Time 3 jam
Intensitas
Bidang
3 lapis
(001) 2676
(011) 3330
4.1.2. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam
Hasil karakterisasi menunjukkan grafik hubungan antara sudut dan
intensitas sinar-X yang terdifraksi. Puncak-puncak difraksi menunjukkan bahwa
sampel ini merupakan polikristal. Puncak- puncak yang telah dicocokkan dengan
ICDD data base (PDF#36-0019) ternyata milik BZT yaitu pada 2θ: 220; 31,5
0 dan
terdapat puncak milik PtSi yaitu pada 2θ : 20,040; 34,05
0 serta puncak milik Pt
dan Si. Pola XRD dari lapisan tipis BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt/Si
diperlihatkan pada Gambar 4.2. Dari hasil karakterisasi XRD dapat dikatakan
bahwa penumbuhan lapisan tipis BZT di atas substrat Pt/Si telah berhasil
dilakukan. Hal ini terlihat dengan munculnya puncak BZT untuk penumbuhan di
atas substrat Pt/Si.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Gambar 4.2. Pola difraksi Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam
Karakterisasi XRD menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah lapisan
semakin banyak puncak yang muncul dan juga makin tinggi intensitas pada
orientasi bidang tertentu, namun masih memiliki nilai hkl dan 2θ yang sama. Hal
ini disebabkan makin banyaknya unsur-unsur pembentuk BZT yang terdeposit
pada substrat Pt/Si sehingga probabilitas unsur-unsur tersebut berikatan
membentuk BZT pada orientasi bidang-bidang tertentu makin besar. Intensitas
sinar-X yang terdifraksi lapisan tipis BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt/Si
diperlihatkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Intensitas Sinar-X Lapisan Tipis BZT
untuk Varisi Jumlah lapis pada Holding Time 4 jam
Intensitas
Bidang
1lapis
2lapis
3lapis
(001) 3517 4271 5965
(011) 3847 4857 6954
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
4.2. Karakterisasi SEM
Teknik SEM merupakan analisis permukaan. SEM bekerja berdasarkan
prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel. Informasi yang didapatkan
diubah menjadi gambar. Hasil foto SEM dengan perbesaran 20000 kali dan 40000
kali untuk variasi jumlah lapis pada setiap holding time 2 jam,3 jam, dan 4 jam.
4.2.1. Karakterisasi Morfologi
Karakterisasi morfologi digunakan untuk mengetahui bentuk permukaan
yang diperoleh pada sampel yang telah dibuat sehingga dapat disimpulkan sampel
yang telah jadi mengalami crack atau tidak. Pada karakterisasi morfologi juga
dapat diketahui hasil kristal yang terbentuk dilihat dari butiran mempunyai bentuk
yang seragam atau tidak.
4.2.1.1. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam
Hasil foto SEM lapisan tipis BZT pada substrat Pt/Si yang menggunakan
metode sol gel pada temperatur 8000C selama 2 jam dengan heating rate
30C/menit untuk variasi jumlah lapis seperti disajikan pada Gambar 4.3. Pada
Gambar 4.3(A), foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis memperlihatkan morfologi
permukaan lapisan tipis BZT dengan perbesaran 20000 kali. Nampak bahwa
lapisan tipis BZT tidak crack dan adanya pembentukan butiran yang kecil dan
terlihat sangat rapat. Butiran-butiran sangat rapat dan belum homogen. Jarak antar
butiran tidak terlalu jelas. Ukuran butir sangat kecil didapatkan ukuran butir 100
nm.
Gambar 4.3(B) adalah foto SEM dengan jumlah lapisan 2 lapis
mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT yang terbentuk tidak crack dan tidak
homogen pada bagian permukaan. Jarak butiran terlihat jelas. Ukuran butir
didapatkan 108 nm.
Gambar 4.3(C) adalah foto SEM dengan jumlah lapisan 3 lapis
mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT bahwa butiran-butiran terlihat rapat,
sebagian berbentuk butiran kecil, sedang dan memanjang (tidak homogen).
Ukuran butir yang terlihat semakin memanjang dan besar menunjukkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
butiran-butiran yang kecil kini telah menyatu membentuk membuktikan dengan
adanya penambahan jumlah lapisan dapat memperbaiki kualitas permukaan
lapisan tipis BZT. Ukuran butir didapatkan 135 nm.
(A) (B)
(C)
Gambar 4.3. Hasil Foto SEM Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam
(A) 1 lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis
Tabel 4.4. Ukuran Butir Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam
Jumlah Lapis Ukuran Rata Butir (nm)
1 100
2 108
3 135
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
4.2.1.2. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam
Hasil foto SEM lapisan tipis BZT pada substrat Pt/Si yang menggunakan
metode sol gel pada temperatur 8000C selama 3 jam dengan heating rate
30C/menit untuk variasi jumlah lapis seperti disajikan pada Gambar 4.4. Pada
Gambar 4.4(A), foto SEM dengan jumlah lapisan 1 lapis memperlihatkan
morfologi permukaan lapisan tipis BZT dengan perbesaran 40000 kali,
mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT yang terbentuk tidak crack, butiran-
butiran sebagian berbentuk butiran kecil, sedang dan besar. Butiran yang
berbentuk besar terlihat seperti tetragonal. Jarak antar butiran terlihat jelas.
Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar 140 nm.
(A) (B)
(C)
Gambar 4.4. Hasil Foto SEM Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam
(A) 1 Lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Gambar 4.4 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis mengindikasikan
bahwa lapisan tipis BZT bahwa butiran –butiran terlihat rapat. Ukuran butir dari
lapisan tipis BZT sebesar 147 nm.
Gambar 4.4 (C) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 3 lapis yang butiranya
tidak terlihat jelas. Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar 167 nm.
Tabel 4.5. Ukuran Butir Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 jam
Jumlah Lapis Ukuran Rata Butir (nm)
1 140
2 147
3 167
4.2.1.3. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam
Hasil foto SEM lapisan tipis BZT pada substrat Pt/Si yang ditumbuhkan
menggunakan metode sol gel pada temperatur 8000C selama 4 jam dengan
heating rate 30C/menit untuk variasi jumlah lapis seperti disajikan pada Gambar
4.5. Pada Gambar 4.5 (A) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis
memperlihatkan morfologi permukaan lapisan tipis BZT dengan perbesaran
40000 kali lapisan tipis BZT yang terbentuk tidak crack dan butiran-butiran tidak
homogen.Butiran yang besar terlihat seperti tetragonal. Jarak antar butiran terlihat
jelas. Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar 112 nm.
Gambar 4.5 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis mengindikasikan
bahwa lapisan tipis BZT tidak crack. Butiran-butiran semakin memanjang dan
besar .Ukuran butir yang terlihat semakin memanjangdan besar menunjukkan
bahwa butiran-butiran yang kecil kini telah menyatu (beraglomerasi) membentuk
membuktikan dengan adanya peningkatan jumlah lapisan dapat memperbaiki
kualitas permukaan lapisan tipis BZT. Ukuran butir dari lapisan tipis BZT sebesar
186 nm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 4.5 (C) adalah foto SEM dengan lapisan tipis BZT 3 lapis
mengindikasikan bahwa lapisan tipis BZT lapisan tipis BZT yang terbentuk tidak
crack. Butiran yang telah menyatu kini memperlihatkan keadaan yang seragam
seperti tetragonal. Bentuk morfologi yang semakin teratur untuk perlakuan jumlah
lapisan yang bertambah. Ukuran butir (grain size) dapat diketahui dengan
menggunakan bantuan progaram Corel Draw X3. Ukuran butir dari lapisan tipis
BZT sebesar 228 nm.
(A) (B)
(C)
Gambar 4.5. Hasil Foto SEM Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam
(A) 1Lapis (B) 2 Lapis (C)3 Lapis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 4.6. Ukuran Butir Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam
Jumlah Lapis Ukuran Rata Butir(nm)
1 112
2 186
3 228
4.2.2. Karakterisasi Ketebalan
SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar elektron
berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel
dan kemudian mendeteksi secondary electron dan backscattered electron yang
dikeluarkan. Secondary electron berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel
dan memberikan informasi topografi permukaan dan putih, tiga dimensi gambar
hitam dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi jumlah lapis dalam sampel.
4.2.2.1. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam
Pengukuran ketebalan tampang lintang hasil penumbuhan lapisan tipis BZT
pada substrat Pt/Si menggunakan metode sol gel dengan temperatur 8000C selama
2 jam dengan heating rate 30C/menit menggunakan SEM seperti disajikan pada
Gambar 4.6. Gambar 4.6 (A) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis dengan
perbesaran 20.000 kali memperlihatkan adanya perbedaan warna. Ketebalan
lapisan tipis BZT hasil foto SEM ini dengan program Corel Draw X3. Ketebalan
rata-rata lapisan tipis BZT dapat dihitung sekitar 359 nm.
Gambar 4.6 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis memperlihatkan
adanya perbedaan warna. Bagian yang berwarna hitam atau gelap merupakan
substrat Pt/Si. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 396 nm.
Gambar 4.6 (C) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 3 lapis dan
memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian yang berwarna hitam atau gelap
merupakan substrat Pt/Si. Pada lapisan ini terlihat tonjolan besar yang terbentuk.
Hal ini dikarenakan pemotongan yang kurang bagus. Tonjolan ini sebenarnya
tidak diinginkan dalam penumbuhan lapisan tipis BZT, karena untuk penentuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
ketebalan lebih mudah dilakukan untuk lapisan tipis BZT dengan permukaan rata.
Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 471 nm.
(A) (B)
(C)
Gambar 4.6. Tampang Lintang Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam
(A) 1lapis (B) 2 lapis (C) 3 lapis
4.2.2.3. Variasi Jumlah lapis pada holding time 3 jam
Pengukuran tampang lintang hasil penumbuhan lapisan tipis BZT pada
substrat Pt/Si menggunakan metode sol gel dengan temperatur 8000C selama 3
jam dengan heating rate 30C/menit menggunakan SEM seperti disajikan pada
Gambar 4.7. Hasil karakterisasi tampang linatang lapisan tipis BZT pada substrat
Pt menggunakan SEM dengan perbesaran 40.000 kali. Pada Gambar 4.7 (A)
adalah foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis memperlihatkan adanya perbedaan
warna. Bagian tengah yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Butiran yang memanjang lurus membentuk permukaan rata. Ketebalan rata-rata
lapisan tipis BZT dihitung sekitar 240 nm.
(A) (B)
(C)
Gambar 4.7. Tampang Lintang Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3jam
(A) 1 Lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis
Gambar 4.7 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis memperlihatkan
adanya perbedaan warna. Bagian sisi kiri yang berwarna hitam atau gelap
merupakan substrat Pt/Si. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar
290 nm.
Gambar 4.7 (C) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 3 lapis memperlihatkan
adanya perbedaan warna. Bagian sisi sebelah kiri yang berwarna hitam atau gelap
merupakan substrat Pt/Si. Ketebalan rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar
340 nm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
4.2.2.4. Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam
Pengukuran tampang lintang hasil penumbuhan lapisan tipis BZT pada
substrat Pt/Si menggunakan metode sol gel dengan temperatur 8000C selama 4
jam dengan heating rate 30C/menit menggunakan SEM seperti disajikan pada
Gambar 4.8. Pada Gambar 4.8 (A) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 1 lapis
dengan perbesaran 40.000 kali memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian
tengah yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Butiran yang
memanjang lurus membentuk permukaan rata. Ketebalan rata-rata lapisan tipis
BZT dihitung sekitar 125 nm.
(A) (B)
(C)
Gambar 4.8. Tampang Lintang Lapisan Tipis BZT
Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4jam
(A) 1 Lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Gambar 4.8 (B) adalah foto SEM lapisan tipis BZT 2 lapis dengan
perbesaran 40.000 kali memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian sisi kiri
yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Ketebalan rata-rata
lapisan tipis BZT dihitung sekitar 210 nm.
Gambar 4.8 (C) adalah foto SEM dengan jumlah lapisan 3 lapis dengan
perbesaran 20.000 kali, memperlihatkan adanya perbedaan warna. Bagian sisi
sebelah kiri yang berwarna hitam atau gelap merupakan substrat Pt/Si. Ketebalan
rata-rata lapisan tipis BZT dihitung sekitar 235 nm.
Tabel 4.7.
Ketebalan Lapisan Tipis BZT pada Beberapa Variasi Jumlah Lapis
Jumlah Lapis
Ketebalan (nm)
Holding time 2 jam Holding time 3 jam Holding time 4 jam
1 359 250 125
2 396 290 210
3 471 340 235
Hasil karakterisasi foto SEM untuk tampang lintang didapatkan ketebalan
lapisan tipis BZT untuk substrat Pt/Si seperti terlihat pada Tabel 4.7. Hasil
Pengukuran ketebalan menunjukkan bahwa jumlah lapis semakin banyak maka
semakin banyak unsur yang terdeposit di atas substrat dan membentuk lapisan
yang semakin tebal. Pada foto SEM nampak bahwa bertambahnya ketebalan
lapisan tipis berpengaruh pada ukuran butir. Selain itu, penambahan ketebalan
lapisan tipis BZT telah berhasil meningkatkan homogenitas ukuran butir.
Pada jumlah lapis 1, 2 dan 3 lapis pada kondisi holding time 2 jam, terlihat
pada Tabel 4.7 bahwa untuk rata-rata ketebalan yang didapat menunjukkan angka
yang besar dibanding dengan kondisi dengan holding time yang lain. Hal ini
dikarenakan waktu tahan berpengaruh terhadap ketebalan dan hoding time 2 jam
yang paling pendek waktunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
4.3. Karakterisasi Ferroelektrik
Uji ferroelektrik dilakukan untuk menentukan sifat ferroelektrik dari suatu
lapisan tipis BZT yang dibuat. Pada pengujian ini akan didapatkan polarisasi
spontan (Ps), polarisasi remanen (Pr), polarisasi saturasi (Psat) dan medan koersif
(Ec).
4.5.1.Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 jam
Kurva histerisis variasi sampel dengan jumlah lapisan, diperlihatkan pada
Gambar 4.9. Terlihat bahwa kurva histerisis telah terbentuk secara sempurna
untuk semua lapisan dan terlihat sama.
(A) (B)
Gambar 4.9. Kurva Histerisis Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis
pada Holding Time 2 jam
(A) 2 Lapis (B) 3 Lapis
Tabel 4.8. Polarisasi Spontan, Polarisasi Remanen, Polarisasi Saturasi,
Medan Koersif Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis
pada Holding Time 2 jam
Sampel
PS(+)
µC/cm2
PS(-)
µC/cm2
Pr(+)
µC/cm2
Pr(-)
µC/cm2
PSat(+)
µC/cm2
PSat(-)
µC/cm2
Ec (+)
Kv/m
Ec (-)
Kv/m
2 lapis 9,627 9,775 8,468 8,390 10,786 11,160 22,481 22,478
3 lapis 9,712 9,752 8,512 8,436 11,600 11,800 25,000 26,000
Pada Tabel 4.8 nampak bahwa makin banyak jumlah lapisan makin besar
polarisasi baik polarisasi spontan, remanen, maupun saturasi dan medan koersif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
(medan listrik yang digunakan untuk mengembalikan polarisasi ke posisi nol).
Hal ini karena pengaruh ketebalan lapisan dan ukuran butir sampel. Ketebalan
lapisan tipis BZT 3 lapis lebih tebal dibandingkan 2 lapis sehingga polarisasi
makin besar. Makin tebal lapisan makin banyak densitas dipole yang akhirnya
berpengaruh terhadap besarnya polarisasi. Medan koersif lapisan tipis BZT 2 lapis
lebih kecil jika dibandingkan dengan 3 lapis karena butiran yang kecil dan
ketebalan yang lebih tipis mempengaruhinya. Butiran kecil atau multi domain
lebih mudah membalik polarisasi.
4.5.1.Variasi Jumlah lapis pada holding time 3 jam
Kurva histerisis variasi sampel dengan jumlah lapisan, diperlihatkan pada
Gambar 4.10. Terlihat bahwa kurva histerisis telah terbentuk secara sempurna
untuk semua lapisan dan terlihat sama.
(A) (B)
(C)
Gambar 4.10. Kurva Histerisis Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis
pada Holding Time 3 jam
(A) 1 Lapis (B) 2 Lapis (C) 3 Lapis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 4.9. Polarisasi Spontan, Polarisasi Remanen, Polarisasi Saturasi,
Medan Koersif Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis
pada Holding Time 3jam
Dalam penelitian ini, satuan polarisasi adalah µC/cm2
dan medan koersif
adalah kilovolt/meter. Untuk sampel tiga lapis nampak bahwa semakin besar
medan koersif (medan listrik yang digunakan untuk mengembalikan polarisasi ke
posisi nol) lebih kecil daripada yang dua lapis. Akan tetapi, untuk sampel satu
lapis nilai medan koersif jauh lebih kecil dibanding dengan dua lapis maupun tiga
lapis. Makin besar ukuran butir menjadikan single domain tunggal dan proses
perubahan polarisasi akan lebih sulit jika dibandingkan dengan multi domain.
Nilai polarisasi spontan, polarisasi saturasi, polarisasi remanen untuk yang tiga
lapis lebih besar daripada yang satu dan dua lapis. Hal ini disebabkan karena
ketebalan lapisan tipis yang menyebabkan densitas dipole bertambah yang
mempengaruhi besarnya polarisasi.
4.5.1.Variasi Jumlah lapis pada holding time 4 jam
Kurva histerisis variasi sampel dengan jumlah lapisan, diperlihatkan pada
Gambar 4.11. Terlihat bahwa kurva histerisis telah terbentuk secara sempurna
untuk semua lapisan dan terlihat sama.
Sampel
PS(+)
µC/cm2
PS(-)
µC/cm2
Pr(+)
µC/cm2
Pr(-)
µC/cm2
PSat(+)
µC/cm2
PSat(-)
µC/cm2
Ec (+)
Kv/m
Ec (-)
Kv/m
1 lapis 9,759 9,767 8,648 8,570 10,870 10,964 19,233 19,193
2 lapis 10,031 10,046 8,820 8,797 11,207 11,294 27,310 27,044
3 lapis 10,117 10,123 8,804 8,704 11,429 11,500 27,000 26,996
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
(A) (B)
Gambar 4.11. Kurva Histerisis Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis
pada Holding Time 3 jam
(A)2 Lapis (B) 3 Lapis
Tabel 4.10. Polarisasi Spontan,Polarisasi Remanen, Polarisasi Saturasi,
Medan Koersif Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis
pada Holding Time 4 jam
Sampel
PS(+)
µC/cm2
PS(-)
µC/cm2
Pr(+)
µC/cm2
Pr(-)
µC/cm2
PSat(+)
µC/cm2
PSat(-)
µC/cm2
Ec (+)
Kv/m
Ec (-)
Kv/m
2 lapis 9,614 9,749 8,620 8,565 10,609 10,932 18,715 18,633
3 lapis 9,666 9,772 8,497 8,497 10,783 11,048 20,624 20,482
Pada Tabel 4.9 nampak bahwa makin banyak jumlah lapisan makin besar
polarisasi baik polarisasi spontan, remanen, maupun saturasi dan medan koersif
(medan listrik yang digunakan untuk mengembalikan polarisasi ke posisi nol).
Hal ini karena pengaruh ketebalan lapisan dan ukuran butir sampel. Ketebalan
lapisan tipis BZT 3 lapis lebih tebal dibandingkan 2 lapis sehingga polarisasi
makin besar. Makin tebal lapisan makin banyak densitas dipole yang akhirnya
berpengaruh terhadap besarnya polarisasi. Medan koersif lapisan tipis BZT 2 lapis
lebih kecil jika dibandingkan dengan 3 lapis karena butiran yang kecil dan
ketebalan yang lebih tipis mempengaruhinya. Butiran kecil atau multi domain
lebih mudah membalik polarisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, yang mengacu pada tujuan
penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Jumlah lapis pada lapisan tipis BZT mempengaruhi ketebalan dari lapisan tipis
BZT. Semakin banyak jumlah lapis akan berbanding lurus dengan ketebalan
lapisan tipis BZT dengan metode sol gel.
2. Lapisan tipis BZT yang ditumbuhkan di atas substrat Pt/Si dengan kecepatan 4000
rpm selama 30 detik dengan suhu annealing 8000C selama 4 jam dan heating rate
30C/menit pada 3 lapis adalah sampel yang paling baik. Hal ini didasari dari nilai
polarisasi dan medan koersif tinggi (Ps =9,666 µC/cm2
, Pr =8,497 µC/cm2
,
Psat=10,783 µC/cm2
Ec=20,482 kV/m)
5.2. Saran
Dalam penelitian ini masih banyak kekurangan maka untuk penelitian lebih
lanjut, perlu dilakukan :
1. Pembuatan larutan BZT dengan Zirconium berbeda dengan variasi molaritas
untuk melihat pengaruhnya terhadap sifat listrik.
2. Perlu dilakukan uji konduktivitas listrik dari lapisan tipis BZT mengindikasikan
bahwa piranti tersebut dapat menghantarkan arus dan tegangan pada suhu ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
DAFTAR PUSTAKA
Agung seno hertanto. (2008). Efek fotovoltaik dan piroeletrik Ba0,25Sr0,75TiO3 (BST)
yang didadah Niobium (BNST) menggunakan metode chemical solution
deposition. Skripsi S-1 . Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor.
Azizahwati.(2002). Studi Morfologi Permukaan Film Tipis PbZr0.525Ti0.475O3 yang
Ditumbuhkan dengan Metode DC Unbalanced Magnetron Sputtering. Jurnal
Nasional Indonesia. Vol 5(1), page 50-56.
Cullity, B.D. dan Stock, S.R. (2001). Element of X-Ray Diffraction,3nd
edition. Prentice
Hall, Inc. New Jersey.
Chuswatun Chasanah. (2006). Karakterisai BGT dan BTT Hasil Fabrikasi Spin
Coating. Skripsi S-1. Jurusan Fisika FMIPA UNS. Surakarta.
Eko Sulistyo. (2006). Sifat Ferroelektrik Film Tipis BTT. Skripsi S-1. Jurusan Fisika
FMIPA UNS. Bogor.
Gao, C., et al. (2005). Preparation and Dielectric Properties of Ba(ZrxTi1−x)O3 Thin
Films Grown by a Sol-Gel Process. Tongji University. China. Vol 74, page
147–153.
How, S.C. (2007). Theoritical Studies of Dielectric Suspecibility in Ferroelectric
Thin Film. Thesis. Depatermen Sains Universitas Sains Malaysia.
Seo, J.Y. and S. W. Park. (2004). Chemical Mechanical Planarization Characteristic
of Ferroelectric Film for FRAM Applications. Journal of Korean Physical
Society, Vol 45, No.3, Page 769-772.
Jona, F. and Shirane, G. (1993). Ferroelectric Crystals. Dover Publication, Inc.
New York.
Kenji, Uchino. (2000). Ferroelectric Device. Marcell Dekker, Inc. USA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Lines, M. E. and Glass, A. M. (1977). Principles and Applications of Ferroelectric and
Related Materials. Clarendon Press. Great Britain.
Luan Daocheng, Ding Shihua, Chen Tao, Song Tianxiu. (2009). Ferroelectric Relaxor
Behavior of Ba(Ti0.91Zr0.09)O3 Ceramics. School of Materials Science &
Engineering, Xihua University, Chengdu 610039, China 385:169–176.
Muhammad Hikam, Edy Sarwono, dan Irzaman.(2004). Perhitungan Polarisasi
Spontan dan Momen Quadrupol Potensial Listrik Bahan PIZT (PbInxZryTi1-x-y
O3-x/2). Makara, Sains, Vol. 8, No. 3, (2004) 108-115.
Mahmudi. (2000). Studi Tentang Uniformitas Lapisan Tipis Alumunium pada
Substrat Kaca Terhadap Jarak Deposit Menggunakan Metode Evaporasi
Termal Tipe Ladd Research. Skripsi S-1. Jurusan Fisika FMIPA UNS.
Surakarta
Pontes, F. M., et al. (2004). Characterization of BaTi1−xZrxO3 thin films obtained by
a soft chemical spin-coating technique. Journal Of Applied Physics, Vol 96,
No8.
Schwartz, Robert W.(1997). Chemical Solution Deposition of Perovskite Thin Film
Chem. Mater, 2325-2340., Vol.9, No.11.
Smallman,R.E. (1991). Metalurgi Fisik Modern. Erlangga. Jakarta.
S. O’Brien, L. Brus, C. B. Murray. (2001). Synthesis of Monodisperse Nanoparticles of
Barium Titanate :Toward a Generalized Strategy of Oxide Nanoparticles
Synthesis. J. Am. Chem. Soc.( 2001), 123,12085-12086.
Suryanarayana, C and M. Grant Norton. (1988). X-Ray Diffraction : A practical
Approach. Plenum Press. New York and London.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tan, E. C. (2004). Nanoscale Layered Double Hydroxide Materials with Organic
Anion Intercalation. Thesis. University of Queensland. Brisbane.
Yusnafi. (2001). Pembuatan Keramik Barium Titanat Untuk Peralatan Elektronik.
Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi. Vol. II, No.I.
Zhai, Jiwei, Xi Yao, Liangying Zhang, and Bo Shen. (2004). Dielectric Nonlinear
Characteristics of Ba (Zr0.35Ti0.65)O3 Thin Films Grown by a Sol-Gel Process.
Applied physics letters. Vol. 84, No. 16.