Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem · PDF fileSIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika...

7
SIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem Hujan Es (Hail ) Akhmad Fadholi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Indonesia Intisari: Hujan es (hail ) merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrim yang akhir-akhir ini sering terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Bentuk dari presipitasi yang berupa tetes-tetes air yang disertai butiran-butiran es kecil membuat masyarakat membuat daya tarik tersendiri bagi masyarakat awam. Sesuai dengan peraturan Kepala BMKG tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan desiminasi Informasi Cuaca Ekstrim, setiap kejadian cuaca ekstrim harus dilakukan analisa baik sementara maupun lengkap. Dalam penulisan ini, penulis mencoba memberikan beberapa teknik analisa untuk menganalisa kejadian cuaca ekstrem hujan es. Teknik yang digunakan adalah teknik analisa kondisi cuaca permukaan, teknik analisa data radiosonde, dan teknik analisa citra radar. Ketiga teknik analisa tersebut dinilai sanagat responsif untuk analisa kejadian cuaca ekstrem hujan es. Analisa kondisi cuaca permukaan merupakan langkah awal yang dilakukan dalam rangka menyelidiki gejala-gejala pendukung terjadinya hujan es. Analisa data upper air dari radiosonde berperan sebagai pemberi informasi tentang profil udara atas sehingga didapatkan nilai- nilai indeks indicator cuaca signifikan. Sedangkan analisa data citra radar merupakan langkah untuk mengetahui kondisi liputan uap air yang berpotensi menjadi awan dalam area tertentu. Kata kunci: teknik analisa, cuaca ekstrem, hujan es E-mail: [email protected] Received : 10 Juli 2012; Accepted : 10 Agustus 2012 1 PENDAHULUAN P enulisan makalah ini didasari pada fenomena kondisi cuaca ekstrem yaitu hujan es yang akhir- akhir ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) seba- gai lembaga nasional dengan salah satu tupoksinya melakukan pengamatan, prakiraan dan analisa kon- disi cuaca mempunyai tanggungjawab dalam mema- parkan kondisi cuaca yang terjadi. Apabila terjadi ke- jadian cuaca yang tidak lazim dan menyebabkan keru- gian atau yang dikenal sebagai cuaca ekstrem, maka BMKG bertugas memaparkan hasil analisanya. Na- mun, untuk memaparkan analisa kejadian cuaca eks- trem diperlukan analisa yang tepat dan efisien se- hingga membutuhkan teknik analisa yang efektif. Fenomena cuaca ekstrem hujan es (hail) sebenarnya bukan fenomena cuaca yang baru terjadi atau fe- nomena cuaca yang aneh, karena sebenarnya bisa terjadi di Indonesia hanya kejadiannya mempunyai frekuensi yang jarang. Fenomena ini sifatnya lokal, tidak merata, terjadi sangat mendadak, dan sulit diperkirakan. Oleh karena itu, dalam menganalisa ke- jadian cuaca ekstrem seperti ini perlu adanya metode atau semacam teknik mencari penyebab terjadinya hal tersebut. Awal terjadinya hujan es (hail) karena tumbuhnya jenis awan bersel tunggal berlapis-lapis (Cumulonim- bus) yang dekat dengan permukaan tanah atau dapat juga berasal dari multi sel awan dengan luasan area horizontal sekitar 3-5 km yang tumbuh vertikal ke atas dengan ketinggian mencapai 30.000 feet atau lebih. Kejadian hail sangat singkat, yaitu kurang dari satu jam [6] . Dari penjelasan singkat mengenai awal ter- jadinya hujan es tersebut diindikasikan bahwa dalam menganalisa kejadian hujan es memerlukan penyebab terjadinya pertumbuhan awan Cumulonimbus. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk memaparkan tiga teknik untuk menganalisa kejadian cuaca ekstrem hujan es yaitu teknik analisa kondisi cuaca permukaan, teknik analisa data upper air radiosonde, dan data citra radar. Dalam pembuatan analisa kejadian ekstrim teru- tama kejadian hujan es, memiliki beberapa tahapan dan bahan-bahan sebagai data dukung. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam pelaporan analisa keja- dian cuaca ekstrim menghasilkan konsekuensi petu- gas pembuat analisa harus bekerja secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan teknik analisa yang baik sehingga mampu memaparkan bahan dan data dukung sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan secara mudah dapat diinterpretasikan sebagai pemicu atau penyebab terjadinya kondisi cuaca eks- c 2012 SIMETRI 1216-74

Transcript of Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem · PDF fileSIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika...

Page 1: Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem · PDF fileSIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca

SIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012

Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem Hujan Es(Hail)

Akhmad Fadholi

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Indonesia

Intisari: Hujan es (hail) merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrim yang akhir-akhir ini sering terjadi di beberapa

wilayah di Indonesia. Bentuk dari presipitasi yang berupa tetes-tetes air yang disertai butiran-butiran es kecil membuat

masyarakat membuat daya tarik tersendiri bagi masyarakat awam. Sesuai dengan peraturan Kepala BMKG tentang

Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan desiminasi Informasi Cuaca Ekstrim, setiap

kejadian cuaca ekstrim harus dilakukan analisa baik sementara maupun lengkap. Dalam penulisan ini, penulis mencoba

memberikan beberapa teknik analisa untuk menganalisa kejadian cuaca ekstrem hujan es. Teknik yang digunakan adalah

teknik analisa kondisi cuaca permukaan, teknik analisa data radiosonde, dan teknik analisa citra radar. Ketiga teknik

analisa tersebut dinilai sanagat responsif untuk analisa kejadian cuaca ekstrem hujan es. Analisa kondisi cuaca permukaan

merupakan langkah awal yang dilakukan dalam rangka menyelidiki gejala-gejala pendukung terjadinya hujan es. Analisa

data upper air dari radiosonde berperan sebagai pemberi informasi tentang profil udara atas sehingga didapatkan nilai-

nilai indeks indicator cuaca signifikan. Sedangkan analisa data citra radar merupakan langkah untuk mengetahui kondisi

liputan uap air yang berpotensi menjadi awan dalam area tertentu.

Kata kunci: teknik analisa, cuaca ekstrem, hujan es

E-mail: [email protected]

Received : 10 Juli 2012; Accepted : 10 Agustus 2012

1 PENDAHULUAN

P enulisan makalah ini didasari pada fenomenakondisi cuaca ekstrem yaitu hujan es yang akhir-

akhir ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia. BadanMeteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) seba-gai lembaga nasional dengan salah satu tupoksinyamelakukan pengamatan, prakiraan dan analisa kon-disi cuaca mempunyai tanggungjawab dalam mema-parkan kondisi cuaca yang terjadi. Apabila terjadi ke-jadian cuaca yang tidak lazim dan menyebabkan keru-gian atau yang dikenal sebagai cuaca ekstrem, makaBMKG bertugas memaparkan hasil analisanya. Na-mun, untuk memaparkan analisa kejadian cuaca eks-trem diperlukan analisa yang tepat dan efisien se-hingga membutuhkan teknik analisa yang efektif.

Fenomena cuaca ekstrem hujan es (hail) sebenarnyabukan fenomena cuaca yang baru terjadi atau fe-nomena cuaca yang aneh, karena sebenarnya bisaterjadi di Indonesia hanya kejadiannya mempunyaifrekuensi yang jarang. Fenomena ini sifatnya lokal,tidak merata, terjadi sangat mendadak, dan sulitdiperkirakan. Oleh karena itu, dalam menganalisa ke-jadian cuaca ekstrem seperti ini perlu adanya metodeatau semacam teknik mencari penyebab terjadinya haltersebut.

Awal terjadinya hujan es (hail) karena tumbuhnya

jenis awan bersel tunggal berlapis-lapis (Cumulonim-bus) yang dekat dengan permukaan tanah atau dapatjuga berasal dari multi sel awan dengan luasan areahorizontal sekitar 3-5 km yang tumbuh vertikal ke atasdengan ketinggian mencapai 30.000 feet atau lebih.Kejadian hail sangat singkat, yaitu kurang dari satujam [6]. Dari penjelasan singkat mengenai awal ter-jadinya hujan es tersebut diindikasikan bahwa dalammenganalisa kejadian hujan es memerlukan penyebabterjadinya pertumbuhan awan Cumulonimbus.

Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk memaparkantiga teknik untuk menganalisa kejadian cuaca ekstremhujan es yaitu teknik analisa kondisi cuaca permukaan,teknik analisa data upper air radiosonde, dan datacitra radar.

Dalam pembuatan analisa kejadian ekstrim teru-tama kejadian hujan es, memiliki beberapa tahapandan bahan-bahan sebagai data dukung. Jangka waktuyang telah ditentukan dalam pelaporan analisa keja-dian cuaca ekstrim menghasilkan konsekuensi petu-gas pembuat analisa harus bekerja secara efektif danefisien. Oleh karena itu, diperlukan teknik analisayang baik sehingga mampu memaparkan bahan dandata dukung sebagai satu kesatuan yang saling terkaitdan secara mudah dapat diinterpretasikan sebagaipemicu atau penyebab terjadinya kondisi cuaca eks-

c© 2012 SIMETRI 1216-74

Page 2: Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem · PDF fileSIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca

Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

trem.

2 TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Hujan Es

Hujan es merupakan salah satu bentuk dari presipitasiyang berupa bola-bola, potongan, maupun serpihan-serpihan es dan memiliki diameter antara 5-50 mm.Namun dalam pertumbuhan ekstrem, diameter hailbisa lebih besar lagi. Hail dapat jatuh secara tepisahatau terkumpul menjadi gumpalan-gumpalan yangtidak memiliki bentuk yang teratur [3]. Batuan es yangjatuh pada saat hujan es disebut hailstone.

Jika dalam awan Cumulonimbus terdapat kristal-kristal es dan butiran air super jenuh (super cold wa-ter) secara bersamaan, maka butiran air super jenuhcenderung menguap dan langsung mengendap padakristal-kristal es. Hal ini berkaitan dengan prosesBergeron-Findeisen yang terjadi dalam awan Cumu-lonimbus [2]. Akibatnya pertumbuhan Kristal es jauhlebih cepat daripada pertumbuhan tetes air. Pertum-buhan partikel es juga dapat terjadi melalui prosespembekuan tetes. Dalam proses ini terdapat pertam-bahan massa es yang disebabkan oleh proses tumbukandengan tetes kelewat dingin yang kemudian membekudengan partikel es sehingga mempercepat proses per-tambahan massa partikel es tersebut [5].

Selain itu, proses pertumbuhan partikel es dalamawan Cumulonimbus masih dapat terjadi dengan caratumbukan dan penggabungan antara satu partikel esdengan partikel es lainnya. Proses ini dapat ter-jadi jika terdapat perbedaan kecepatan jatuh partikel-partikel es. Namun dalam proses ini, kemungkinanpelekatan (adhesion) antar partikel es ditentukan olehjenis dan besarnya suhu partikel es tersebut. Biasanyapelekatan permukaan es akan sangat kuat jika terjadipada suhu kurang dari −5◦C.

Kejadian hujan es yang disertai dengan jatuh-nya kristal es relatif lebih sering terjadi di wilayahekstra-tropis karena memiliki lapisan beku (freezinglevel) yang relatif lebih rendah dibandingkan wilayahtropis. Pada umumnya ukuran hydrometeor yangjatuh meninggalkan freezing level memiliki ukuranyang hampi sama baik di wilayah tropis maupun eks-tratropis. Dengan demikian wilayah Indonesia yangmemiliki freezing level yang relatif lebih tinggi jarangterjadi hujan es. Untuk freezing level yang cukuptinggi, maka selama perjalanan jatuhnya, partikel esmeleleh sedikit demi sedikit karena mengalami gesekanudara sehingga saat mencapai permukaan bumi, ba-tuan es tersebut telah mencair menjadi air hujan.

Hail biasanya jatuh langsung dalam awan Cumu-lonimbus tetapi dapat juga keluar oleh arus vertikalyang kuat dan jatuh beberapa mil dari awan Cumu-lonimbus di bawah anvil dari awan cirrus atau sel awan

Cumulonimbus yang condong.

2.2 Labilitas Udara

Perubahan cuaca dari cerah tanpa awan menjadi be-rawan atau hujan terjadi bila terdapat gangguan.Udara yang stabil bila mendapat gangguan akan kem-bali kekondisi semula, artinya tidak ada perubahanyang signifikan. Sebaliknya bila kondisi udara tidakstabil (labil), adanya gangguan akan mengakibatkanperubahan yang cukup berarti. Udara yang labilmemungkinkan terbentuknya awan, khususnya awanyang mempunyai ukuran vertikal yang mencolok yangbiasanya menimbulkan cuaca buruk [4].

Pada dasarnya stabilitas udara dapat dideteksi dariperubahan suhu (∂T ) terhadap ketinggian (∂Z) yangdisebut Lapse Rate (g) yang dirumuskan sebagai:

γ = −∂T

∂Z(1)

Jika parsel udara bergerak keatas dan suhu parseludara lebih panas daripada suhu lingkungan se-hingga arahnya bergerak terus keatas dengan ke-cepatan bertambah, keadaan ini disebut Labil. Jikaparsel udara bergerak keatas tetapi Karena suhuparsel udara lebih dingin dibandingkan suhu lingku-ngan sehingga parsel udara bergerak turun kembalike posisi semula, maka atmosfer dalam keadaan Sta-bil. Jika parsel bergerak keatas lalu berhenti.Maka at-mosfer Netral,kondisi ini terjadi bila suhu parsel udarasama dengan suhu lingkungannya.

Dalam penjelasan stabilitas vertikal atmosfer adatiga macam penurunan suhu terhadap ketinggian yaitulapse rate udara sekitar (g), lapse rate udara kering(gd) dan lapse rate udara basah (gs). Lapse rate udarakering selalu lebih besar dari udara jenuh. Parseludara yang bergerak naik mengikuti gd ataupun gs[4].

Jika udara di atmosfer bergerak ke atas maka pro-sesnya adiabatik, yaitu suatu proses dimana tekanan,temperatur dan volume udara dapat berubah-ubahtanpa adanya penambahan atau pengurangan panaskedalam udara tersebut.

Udara yang bergerak vertikal akan mengalami pe-rubahan suhu terhadap ketinggian atau lapse rate,parsel udara dianggap kering (belum tercapai konden-sasi) maka penurunan suhu parsel berlangsung denganlaju penurunan adiabat kering (gd) yang bersifat kon-stan yaitu sebesar 0,0098◦C/m [4].

Jika udara bergerak terus ke atas, penurunan suhuparselnya juga berlangsung terus. Dengan turunnyasuhu parsel, kelembaban nisbinya akan bertambah, se-hingga pada suatu saat uap air di dalam parsel men-jadi jenuh dan setelah itu terjadi kondensasi, makalaju penurunan suhu parsel berlangsung dengan lajupenurunan adiabat jenuh (gs). Berbeda dengan laju

1216-75

Page 3: Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem · PDF fileSIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca

Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

penurunan adiabat kering, besarnya laju penurunanadiabat jenuh tergantung pada suhu atau ketinggian.Hal ini disebabkan oleh karena massa udara yangsuhunya lebih tinggi dapat menampung uap air se-hingga pada saat kondensasi melepaskan banyak ba-hang laten, yang berarti pula pada suhu yang lebihtinggi laju penurunan adiabat jenuh lebih kecil dari-pada suhu yang lebih rendah. Meskipun demikianuntuk troposfer bagian bawah dan menengah nilaigs sebesar 0,0049◦C/m dapat dipakai untuk berbagaikeperluan [4].

2.3 Dasar Hukum Analisa Cuaca Ekstrim

Ruang lingkup prosedur standar operasional pelak-sanaan peringatan dini, pelaporan, dan desiminasiinformasi cuaca ekstrim, meliputi prediksi cuaca,peringatan dini cuaca ekstrim, respon cepat, dan ana-lisa. Analisa cuaca ekstrim terdiri dari analisa semen-tara dan analisa lengkap. Analsis sementara harus di-lakukan untuk mengidentifikasi perilaku gejala mete-orology hasil pengolahan data pada saat kejadian dandisampaikan selambat-lambatnya 6 jam setelah dike-tahui adanya kejadian di lingkungan UPT atau di luarlingkungan UPT sedangkan analisa lengkap harus di-lakukan untuk mengidentifikasi perilaku gejala mete-orology hasil pengolahan data pada saat kejadian dansetelah kejadian dan disampaikan selambat-lambatnya24 jam setelah diketahui adanya kejadian (PeraturanKepala BKG, No:009 Tahun 2010).

3 PEMBAHASAN

Pembahasan dilakukan dengan menjelaskan tentangketiga teknik yang telah disebutkan di atas serta sub-sub bagian masing-masing teknik.

3.1 Analisa Kondisi Cuaca Permukaan

Pada teknik analisa kondisi cuaca permukaan kitamengenal beberapa unsur cuaca yang sangat famil-iar baik di kalangan observer maupun forecaster an-tara lain, suhu, angin, kelembaban, awan, endapan,tekanan udara, dan sebagainya. Namun pada penje-lasan teknik analisa kondisi cuaca permukaan kali ini,penulis mengambil tiga unsur cuaca yang dijadikansebagai unsur teknik analisa, yaitu suhu udara per-mukaan, kelembaban, dan tekanan udara.

Suhu Udara Permukaan (T )

Suhu adalah kondisi yang menentukan besaran daritotal perpindahan panas antara dua buah benda.Dalam sebuah system, dapat dikatakan bahwa bendayang kehilangan panasnya ke benda lain berartibenda tersebut memiliki temperatur yang lebih tinggi.Suhu udara permukaan merupakan data yang dicatat

berdasarkan skala thermometer bola kering yang ter-pasang salam sangkar meteorologi dengan tinggi ±1.2meter. Suhu udara ini merupakan salah satu datamentah untuk menentukan perkiraan maupun analisacuaca.

Series data suhu permukaan yang panjang meru-pakan suatu deret angka yang jika diinput pada grafikmaka akan membentuk pola berulang. Dari pola-polaitulah sebenarnya baik observer maupun forecasterbisa memperkirakan atau menganalisa suatu kejadiancuaca. Contoh yang mudah dipahami, suhu udara per-mukaan pasti akan mengalami kenaikan ketika sianghari dan akan menurun secara perlahan dan terusmenerus sampai esok hari berikutnya (Gambar 1).

Gambar 1: Contoh grafik suhu udara permukaan harian

Dalam kondisi hari biasa tanpa fenomena cuacayang mengakibatkan presipitasi bisa dipastikan sepertiitu.

Namun, ketika pada suatu hari grafik menunjukkanpola pergerakan yang berbeda maka bisa dipastikanada fenomena cuaca signifikan yang terjadi sepertipada Gambar 2. Grafik suhu udara permukaan sepertiitu dapat dipastikan mempunyai fenomena cuaca yangsignifikan antara lain hujan lebat disertai guntur atauangin kencang yang berasal dari awan cumulonimbus.

Gambar 2: Contoh grafik suhu udara permukaan indikasikejadian hujan es

1216-76

Page 4: Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem · PDF fileSIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca

Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

Kelembaban Udara Relatif Permukaan (RH)

Kelembaban udara relatif atau relative humidity (U)adalah perbandingan (dalam persen) untuk tekananuap yang teramati dengan tekanan uap jenuh/saturasi(untuk kondisi air/cair) pada suhu dan tekanan udarayang sama. Secara umum relative humidity (RH)merupakan istilah yang dipakai untuk menggam-barkan jumlah uap air yang ada di udara dan dinya-takan dalam persen dari jumlah uap air maksimumdalam kondisi jenuh. Data kelembaban udara realtifyang selalu diamati dan dilaporkan pada sandi syn-optik merupakan hasil perhitungan suhu termometerbola kering dan basah.

Seperti data suhu udara permukaan, series datakelembaban udara relatif permukaan jika diinterpre-tasikan melalui grafik, maka akan membentuk polapergerakan yang berulang. Kondisi grafik akan tinggidi waktu pagi hari dan akan turun sampai siang haruyang kemudian naik lagi sampai esok harinya. Seperticontoh Gambar 3 yang merupakan grafik kelembabanudara permukaan. Grafik itu merupakan grafik datakelembaban udara permukaan pada tanggal 10 Juni2012 dimana pada hari itu tidak terjadi kejadian cuacabermakna. Namun berbeda dengan grafik kelembabanudara permukaan dimana pada hari tersebut terjadikejadian cuaca bermakna berupa hujan lebat disertaiguntur dan butiran es.

Gambar 3: Contoh grafik kelembaban udara harian

Grafik kelembaban udara permukaan pada tanggal11 Juni 2012 (Gambar 4) memberikan pola pergera-kan data kelembaban yang tidak sama dimana padapagi hari kelembaban turun drastis dan bertahan sam-pai sore, kemudian langsung naik drastis dan bertahansamapai esok harinya.

Contoh perbedaan grafik kelembaban udara relatifpermukaan bisa dijadikan teknik untuk menganalisakejadian cuaca signifikan atau bermakna.

Tekanan Udara Permukaan (P )

Tekanan udara pada suatu permukaan didefinisikansebagai gaya atau berat yang diberikan oleh sekolom

Gambar 4: Contoh grafik kelembaban udara indikasi hu-jan es

udara di atas suatu permukaan atau area kepada su-atu permukaan atau area tersebut. Tekanan yangdiberikan tersebut sebanding dengan massa udarasecara vertikal di atas permukaan tersebut sampaipada batas lapisan atmosfer terluar, sehingga tekananudara selalu berkurang dengan bertambahnya keting-gian. Data tekanan udara permukaan merupakandata tekanan udara yang dihasilkan oleh barometer airraksa atau digital (AWS, AWOS, AAWS, dll.). Datayang digunakan merupakan data tekanan udara per-mukaan laut.

Series data tekanan udara antara hari yang terdapatkejadian cuaca bermakna atau signifikan dengan yangtidak terjadi cuaca bermakna akan berbeda pola perg-erakannya jika diinterpretasikan dalam bentuk grafik.Seperti contoh antara grafik tekanan udara pada tang-gal 10 Juni 2012 dan 11 Juni 2012 (Gambar 5 dan 6).

Gambar 5: Contoh grafik tekanan udara permukaan har-ian

Pada grafik tanggal 10 Juni 2012 (Gambar 5) yangmana tidak terjadi kejadian cuaca bermakna, perge-rakan tekanan udara adalah naik di sekitar jam 10UTC dan turun sampai sekitar jam 09 UTC, naik lagisampai sekitar jam 15 UTC dan turun samapi seki-tar jam 21 UTC. Terlihat grafik membentuk pola 2puncak dan 2 lembah. Namun puncak yang pertama

1216-77

Page 5: Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem · PDF fileSIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca

Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

Gambar 6: Contoh grafik tekanan udara permukaan in-dikasi hujan es

lebih tinggi dan lembah pertama lebih rendah. Sedan-gkan pada grafik tanggal 11 Juni (Gambar 6) yangmana terdapat fenomena cuaca signifikan berupa hu-jan lebat dengan guntur dan disertai butiran es, mem-berikan pola 2 puncak dan 2 lembah. Namun, pun-cak pertama lebih rendah dan lembah pertama sangatrendah. Sehingga dapat diketahui bahwa terjadi penu-runan tekanan uadara yang sangat tajam dan dapatdiindikasikan sebagai tanda-tanda akan adanya cuacabermakna.

3.2 Analisa Data Radiosonde

Analisis data radiosonde sangat penting untuk menge-tahui karakteristik labilitas atmosfer pada skala lokal,yang berguna untuk pembuatan prakiraan cuacajangka pendek dengan jangkauan hingga 12 jam kedepan. Selain itu pola sebaran terhadap ruang danwaktu data analisis udara tas juga sangat berguna se-bagai alat untuk memahami variabilitas pola dinamikaatmosfer yang berskala, regional maupun global.

Analisa data radiosondo sangat bermanfaat baikdalam pembuatan prakiraan atau analisa kondisicuaca signifikan atau bermakna. Adapun dari data-data tersebut bisa didapatkan nilai-nilai indeks labili-tas udara antara lain Lifted Index, K-Index, Total To-tal Index, Showalter Index, dan Convective AvailablePotential Energy (CAPE).

Analisa Lifted Index (LI)

Lifted Indeks (LI) dihitung dari perbedaan antarasuhu observasi pada lapisan 500 mb dan suhu parseludara yang diangkat dari lapisan dekat permukaansampai lapisan 500 mb. Makin tidak stabil suatu ling-kungan, maka nilai LI makin negative [1]. Formulanyadiberikan oleh kaitan berikut:

LI = T500− Tp500; (2)

dengan T = temperature lingkungan, Tp temperatureparcel (terangkat dari permukaan sampai 500 mb)

Tabel 1: Indeks LI

LI Kondisi Atmosfer

> 10 Atmosfer stabil, langit clear

> 2 Cuaca Tidak Signifikan

0 - 2 Kemunfkinan shower atau TS

−2 - 0 Kemungkinan TS

(−4) - (−2) Kemungkinan Badai TS

< (−4) Kemungkinan badai TS bahkan Tornado

Analisa K-Index (KI)

K Indeks (KI) merupakan indeks yang dapat digu-nakan untuk mengidentifikasi proses konvektif danhujan deras. KI menghitung distribusi verticaldari kelembaban dan suhu. Untuk menentukan KItidak harus menggunakan diagram Skew-T. Perhitun-gannnya cukup sederhana, dihitung dari suhu padalapisan 850, 700 dan 500 mb dan Dewpoint padalapisan 850 dan 700 mb. Semakin tinggi kelemba-ban dan semakin besar perbedaan suhu antara lapisan850 - 500 mb, maka semakin besar KI dan potensiterjadinya konveksi [1]. Adapun formulanya sebagaiberikut

K = (T850− T500) + (Td850− Tdd700) (3)

Tabel 2: Indeks KI

KI Konvektivitas

< 15 Tidak ada konvektivitas

15 - 25 Konvektivitas Kecil

26 - 39 Konvektivitas Sedang

> 40 Konvektivitas Besar

Analisa Total Total Index (TTI)

Total Total Indeks (TT) merupakan indeks lainuntuk menenrukan proses konveksi. TT dihitungberdasarkan nilai Suhu dan Kelembaban pada lapisan850 mb dan suhu pada lapisan 500 mb. Semakin tinggikelembaban dan suhu pada lapisan 850 mb dan se-makin rendah suhu pada lapisan 500 mb, maka kondisiatmosfer semakin tidak stabil dan semakin besar nilaiTT [1]. Adapun formulanya sebagai berikut

TT = (T850− T500) + (Td850− T500) (4)

Analisa Showater Stability Index (SSI)

Showalter Indeks merupakan indeks yang sering digu-nakan untuk menentuka proses konveksi. SSi hampirsama dengan LI, yang membedakan SSI menggunakan

1216-78

Page 6: Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem · PDF fileSIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca

Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

Tabel 3: Indeks TT

KI Konvektivitas

< 44 Konvektivitas Lemah

44 - 50 Konvektif Kuat, Petir Lokal

51 - 56 Indikasi Cuaca Petir Meluas

> 56 Petir Semakin Merata, Cuaca Buruk

parsel udara yang terangkat adri lapisan 850 mb kelapisan 500 mb. Pada lapisan 500 mb suhu parselmerupakan hasil pengurangan dari suhu lingkungan.Semakin negativ nilai SSI mengindikasikan kondisi at-mosfer yang semakin tidak stabil [1]. Adapun formu-lanya sebagai berikut.

LI = T500− Tp500 (5)

dengan T = temperature lingkungan, Tp temperatureparcel (terangkat dari 850 mb sampai 500 mb)

Tabel 4: Indeks SSI

SS Identifications

3 - 1 Shower, Thundershowers

1- (−2) Thundershowers

(−3) - (−6) Severe Thunderstorms

< (−6) Sever Thunderstorms, Tornadoes

Convective Available Potential Energy(CAPE)

CAPE adalah area dimana suhu parcel udara lebihpanas dari pada lingkungannya. Area tersebut me-nunjukkan jumlah energy yang tersedia untuk parceludara bergerak naik ke atas. CAPE dinyatakan dalamsatuan Joules/Kilogram (J/Kg). Adapun formulanyasebagai berikut:

CAPE =∫

zfzng

(Tvparcel − Tvenv

Tvenv

)dz (6)

dengan Zn = Ketinggian lapisan LfcEL, Zf = Keting-gian lapisan Lfc, Tvparcel = Virtual temperature parseludara, Tvenv = Virtual temperature lingkungan, g =Gaya gravitasi bumi (9.8 m/s2)

Pada Area dengan nilai positif yang lebih besar,maka semakin besar pula nilai CAPE, ketidakstabi-lan dan potensi konvektif yang lebih besar. Tabel 5menunjukan gambaran umum korelasi antara CAPEdan stabilitas.

3.3 Analisa Data Citra Radar Cuaca

Analisa citra radar merupakan salah satu teknik yangterbaru dalam meteorologi Indonesia. Hal ini, dikare-nakan peralatan radar yang memang masih muda di

Tabel 5: Indeks CAPE

CAPE STABILITAS

0 Stabil

0 - 1000 Ringan, Tidak Stabil

1000 - 2500 Sedang, Tidak Stabil

2500 - 3500 Labil

> 3500 Sangat Labil

Indonesia. Namun, dalam prakteknya analisa cotraradar mempunyai dasar yang hampir sama dengananalisa citra satelit.

Data citra radar digunakan untuk memantau kon-disi sebaran awan hujan yang selanjutnya digunakanuntuk menambah bahan pertimbangan pembuatanprakiraan cuaca. Analis harus mempertimbangkancitra satelit sebelum mengintepretasikan data citraradar tersebut, sehingga memahami dinamika at-mosfer untuk mempertimbangkan cuaca yang sudah,sedang dan akan terjadi. Contoh-contoh produk im-age radar MAX, PPI, dan RTR seperti ditunjukkanpada Gambar 7.

Dalam analisa citra radar, banyak yang bisa di-lakukan analis karena memang banyak output yangdihasilkan citra radar yang diantaranya:

• Pengukuran Presipitasi

• Pengukuran Angin

• Mendeteksi Turbulensi dan wind shear

• Severe storm nowcasting

• Mendeteksi Hail

• Menentukan Lokasi dari melting level

• Mendeteksi Mesocyclone and Microburst

• Wind soundings in stratiform precipitation

• Analisa Struktur Hurricane

4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan beberapa teknik analisa cuacakejadian cuaca ekstrim berupa hujan es di atas, makapenulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Analisa kejadian cuaca ekstrim harus mengikut-sertakan data unsur-unsur cuaca permukaan hasilpengmatan. Hali ini dilakukan untuk menun-jukkan perbedaan nilai-nilai unsur cuaca sebelum,saat, dan sesudah kejadian.

1216-79

Page 7: Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem · PDF fileSIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca

Fadholi/Analisa Kondisi Atmosfer pada . . . SIMETRI Vol.1 No.2(D) Sept’12

Gambar 7:

2. Data yang dihasilkan sari pengamatan radiosondemerupakan data yang sangat bermanfaat untukmendapatkan nilai-nilai labilitas udara yang men-dukung terjadinya cuaca ekstrim.

3. Hasil interpretasi citra radar cuaca akan menam-pilkan citra-citra untuk mendeteksi terjadinyacuaca ekstrim.

4.2 Saran

Untuk lebih mengembangkan penelitian ini, maka dis-arankan beberapa hal berikut.

1. Perlu adanya data pembanding yang berasal darianalisa citra satelit untuk mendukunganalisa ra-diosonde dan analisa citra radar.

2. Perlu adanya data pembanding dari AutomaticWeather Station (AWS) untuk mendeteksi keja-dian yang singkat yang tidak tercatat dalam dataobservasi.

REFERENSI

[1] AWS/TR-79/006, 1979, The Used of The SKEW T, LOGP Diagram in Analysis and Forecasting, Air WeatherService

[2] Barry, R.G. and R.J. Chorley, 1998, Atmosphere, Weatherand Climate, London: Seventh Edition, Rooutledge Ltd.,409 pp

[3] Byers, H.R., 1974, General Meteorology, New york:McGraw-Hill Book Company Inc. London

[4] Prawirowardoyo, S., 1996, Meteorologi, Institut TeknologiBandung, Bandung

[5] Tjasyono, B.H.K., 2004, Klimatologi, Institut TeknologiBandung, Bandung

[6] Zakir, A., 2008, Modul Praktis Analisa dan PrakiraanCuaca, Pusat Pendidikan dan Latihan Meteorologi danGeofisika, Jakarta

1216-80