ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

12
ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENAGANI SERANGAN TERORISME MELALUI STUDI KASUS PEMBAJAKAN PESAWAT GARUDA INDONESIA AIRWAYS DC-9 “WOYLA” PENELITIAN MANDIRI Oleh : A.A Bagus Surya W.N 1106145452 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Transcript of ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

Page 1: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM

MENAGANI SERANGAN TERORISME MELALUI STUDI KASUS

PEMBAJAKAN PESAWAT GARUDA INDONESIA AIRWAYS DC-9

“WOYLA”

PENELITIAN MANDIRI

Oleh :

A.A Bagus Surya W.N 1106145452

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

Page 2: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Aksi Pembajakan

Penggunaan strategi pembajakan pesawat udara memiliki sejarah tersendiri dalam

perkembangan terorisme. Dalam artikel The Contagiousness of Aircraft Hijacking (Holden)

dikatakan bahwa strategi pembajakan pesawat udara memiliki efek “penularan” apabila

strategi ini berhasil dilakukan secara berturut-turut. Periode tertinggi dalam sejarah

pembajakan pesawat udara yang dialami oleh Amerika Serikat adalah pada kurun waktu

1968-1972. Menurut tipologinya strategi ini dibedakan menjadi dua kategori utama menurut

sejarah penggunaannya. Pertama, strategi pembajakan yang memiliki tujuan sebagai sarana

transportasi. Sebagai contoh adalah penggunaan strategi ini oleh para pengungsi untuk

melarikan diri (setelah Perang Dunia II dan setelah Revolusi Kuba)1. Dan juga digunakan

oleh para tahanan yang melarikan diri dari suatu negara ke negara lain. Yang kedua,

penggunaan strategi ini yang bertujuan untuk melakukan pemerasan terhadap pemerintah

suatu negara2. Dalam tipologi yang kedua ini memiliki tujuan untuk mendapatkan bargaining

position agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sehingga pada tipologi ini pembajakan

tidak lagi hanya bartujuan untuk transportasi namun juga memiliki tujuan politis. Dari

tipologi yang kedua inilah kemudian pembajakan pesawat udara lebih dominan dikatakan

sebagai salah satu tindakan terorisme yang bertujuan untuk mengintimidasi pemerintah suatu

negara agar menuruti keinginan pembajak.

Peristiwa pembajakan pesawat udara yang memiliki motif terorisme pertamakali terjadi

diluar AS pada tanggal 27 Juli 1968 yang dilakukan oleh Popular Front for the Liberation of

Palestine (PFLP) yang membajak pesawat miliki Israel dengan tujuan terbang ke

Aljazair.3Tuntutan dari para pembajak adalah agar pemerintah Israel membebaskan para

pejuang Palestina yang ditahan oleh Israel. Dari peristiwa inilah kemudian diikuti oleh

beberapa peristiwa pembajakan lainnya. Peristiwa pembajakan yang cukup terkenal yang

dialami oleh AS pada tanggal 24 November 1971 yang dilakukan oleh D.B Cooper yang

bertujuan meminta tebusan sebesar US$. 200.000 dan dua buah parasut. Namun angka

pembajakan setelah tahun 1972 yaitu pada periode 1973-1982 dikatakan mengalami

penurunan khususnya di AS yaitu 9.3 pembajakan pertahun yang jauh lebih rendah jika

dibandingnya pada periode sebelumnya 29 pembajakan pertahun (1968-1972)4.

Peristiwa pembajakan yang terjadi diluar AS seperti di Timur Tengah dan Amerika

Selatan juga pernah terjadi di Indonesia. Pembajakan pesawat udara ini merupakan salah satu

aksi serangan teror yang dilakukan oleh kelompok teroris yang berasal dari Indonesia. Jika

kita melihat sejarah terorisme di Indonesia maka terdapat beberapa periode tertentu yang

memperlihatkan bangkitnya kembali kelompok teroris yang berakar pada DI/TII5 pimpinan

Sekarmadji Marijan Kartosuwirjo6.Benih-benih perkembangan pemikiran untuk mendirikan

negara yang memiliki basis Agama Islam telah menjadi dasar perjuangan yang dilakukan

1 Holden,T,R. hal 3

2 Ibid.,

3 Ibid., hal 5

4 Ibid.,hal 6

5 DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)

adalahsebutanterhadappemberontakankelompokIslamispadatahun 1950an yang basis utamanyaberada di wilayahJawa Barat.(Solahuddin, 2011)

6 International Crisis Group, “The Origins: Darul Islam”, dalam Al-Qaeda in Southeast Asia: The Case of The

“Ngruki Network” In Indonesia”, Jakarta/Brussels, 8 Agustus 2002, hal 3

Page 3: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

2

oleh beberapa orang yang meyakini hal tersebut dapat terwujud. Salah satu aksinya adalah

peristiwa pembajakan pesawat Garuda Indonesia yang lebih dikenal dengan Pembajakan

“Woyla”.

Tanggal 28 Maret 1981 menjadi hari yang akan selalu dikenang dan tercatat dalam

sejarah perjalanan Republik Indonesia setelah kemerdekaan. Pesawat DC-9 Garuda Indonesia

Airways nomor penerbangan 209 dengan rute Jakarta menuju Medan dibajak oleh

sekelompok orang yang berjumlah 5 orang sesaat mengudara kembali setelah sebelumnya

transit di Palembang. Pembajakan tersebut dilakukan oleh kelompok Islam garis keras

bersenjatakan senjata api, granat bahkan dinamit dengan ancaman melukai penumpang dan

meledakkan pesawat. Mereka menuntut pembebasan rekan-rekan mereka yang ditahan atas

peristiwa penyerangan Pos Polisi Cicendo pada tanggal 11 Maret 1981. Dalam menjalankan

aksinya, pembajak memerintahkan Pilot Herman Rante untuk mengarahkan pesawat ke

Kolombo, Sri Lanka, namun bahan bakar yang ada di pesawat dengan rute dalam negeri tidak

memungkinkan menuju Kolombo. Pesawat akhirnya mengarahkan tujuan ke Penang,

Malaysia untuk mengisi bahan bakar pesawat untuk selanjutnya menuju Bandara Don Muang

di Thailand. Pembajak bersikeras agar pesawat segera keluar dari wilayah yurisdiksi

Indonesia.

Pemerintah dalam hal ini Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI waktu itu)

menjadi pihak yang paling disibukkan dengan adanya pembajakan pesawat Garuda Indonesia

Airways, bukan saja masalah pembajakan yang baru pertama kali terjadi di Indonesia, tapi

lokasi pesawat yang berada diluar kewenangan Pemerintah Indonesia memberikan kesulitan

tersendiri dalam hal diplomasi dan izin melancarkan opsi aksi militer di negara lain.

Pembajakan terjadi saat ABRI sedang melaksanakan latihan gabungan di Timor Timur

sampai dengan Morotai Provinsi Maluku. Akibatnya opsi serangan militer yang akan

dilaksanakan terhalang dengan ketersediaan pasukan yang siap diterjunkan. Seiring dengan

jalannya waktu, tuntutan pembajak pesawat meningkat menjadi pembebasan 80 orang

tahanan politik ekstrim kanan dan dengan tebusan uang sebesar US$. 1,5 juta disertai dengan

sebuah pesawat berbahan bakar penuh untuk mengantarkan para pembajak ke tempat

tujuannya. L.B. Moerdhani sebagai Asisten Intelijen Hankam melaporkan situasi

penyanderaan tersebut kepada Presiden Soeharto di Cendana dan Presiden memutuskan

bahwa pemerintah tidak akan tunduk pada tuntutan pembajak serta menyetujui opsi serangan

militer untuk membebaskan pesawat beserta penumpang di dalamnya.7

Pasukan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dari Tentara Nasional Indonesia-

Angkatan Darat ditunjuk sebagai pasukan yang akan melaksanakan operasi pembebasan

dibawah pimpinan Letkol. Sintong Panjaitan.8 Pasukan melatihkan skenario operasi dengan

meminjam pesawat yang sama dari Garuda. Selanjutnya pasukan dan Moerdhani berangkat

ke Bandara Don Muang untuk menjalankan rencana yang telah disusun dengan menumpang

pesawat Garuda DC-10 yang mempunyai kapasitas lebih besar dan dapat mengudara lebih

lama. Sengaja Moerdhani menginstruksikan pilot agar mengaburkan nomor penerbangan

menjadi nomor penerbangan pesawat Garuda yang berasal dari Eropa untuk menghindari

kecurigaan para pembajak. Sesampainya di Thailand atas permintaan pihak berwenang

Thailand, maka pasukan harus tetap berada di dalam pesawat. Atas Situasi tersebut,

Moerdhani bersama Yoga Soegama selaku Kepala Bakin (Badan Kordinasi Intelijen Negara)

menghadap kepada Perdana Menteri Thailand Jenderal Prem Tinsulonanda untuk

7 Julius Pour dalam Tragedi Seorang Loyalis. Kata Penerbit, Jakarta. 2007. Hal. 213.

8 Ibid, Hal 211

Page 4: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

3

mendapatkan izin melaksanakan operasi militer. Setelah perjuangan diplomasi yang

dilakukan oleh pejabat Indonesia, pemerintah Thailand akhirnya pada tanggal 30 Maret 1981

memperbolehkan pasukan dari Indonesia untuk melancarkan serangan terhadap pesawat yang

dibajak asal perimeter luar pesawat dijaga oleh pasukan dari Thailand dan juru bicara atas

segala tindakan tersebut dilakukan oleh pejabat dari Thailand.9

Operasi pembebasan berjalan dengan lancar. Semua pembajak dapat dilumpuhkan.

Dalam jalannya operasi pembebasan, 3 orang pembajak tewas tertembak langsung dan 2

lainnya terluka. Sedangkan dari pasukan pembebasan Peltu. Achmad Kirang dan Pilot

Herman Rante tertembak oleh peluru pembajak. Semua penumpang berhasil diselamatkan

tanpa sedikitpun ada yang terluka. Dari tangan pembajak turut diamankan pistol dan granat

yang gagal meledak sebagai upaya pertahanan pembajak saat operasi pembebasan

dilancarkan. Pada akhirnya pilot dan Peltu. Achmad Kirang tidak dapat bertahan dari luka

yang dideritanya serta 2 pembajak yang terluka pun tewas. Atas keberhasilan pasukan

membebaskan pesawat beserta penumpangnya, pemerintah menganugrahkan Bintang Sakti

(penghargaan tertinggi bagi anggota ABRI) dan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi

sedangkan terhadap Peltu. Achmad Kirang dinaikan pangkat 2 tingkat lebih tinggi serta

pemakaman di TMP Kalibata.10

Pemerintah dan Masyarakat menyambut dengan hangat

keberhasilan pasukan Kopassus menumpas aksi pembajakan pesawat Garuda yang pertama

kali terjadi di Indonesia.

1.2 Rumusan Permasalahan

Pembajakan pesawat Garuda Woyla merupakan yang pertama kali terjadi dengan

membawa pesawat keluar wilayah Indonesia. Pembajakan ini terjadi pada saat trend

pembajakan pesawat di dunia sedang menurun. Pelaku pembajakan Woyla yang diidentifikasi

sebagai bagian dari kelompok Islam garis keras berasal dari kelompok Jihad pimpinan

Warman yang merupakan sempalan dari Darul Islam setelah sebelumnya pada dekade 60-an

sampai dengan 70-an berhasil ditumpas oleh Pemerintah / ABRI. Dalam penulisan makalah

ini, pertanyaan yang ingin diajukan oleh penulis adalah “Kenapa para kelompok teroris ini

memilih menggunakan strategi pembajakan pesawat dalam melancarkan aksi untuk

mencapai tujuan yang dimiliki ?”dan “Bagaimana operasi pembebasan sandera

dilakukan?”. Pertanyaan dalam penulisan makalah ini didasari bahwa:

1. Tren pembajakan pesawat yang tidak sesering pada periode 1960-an hingga 1970-an;

2. Hampir semua bandara di Indonesia selain mendapatkan pengamanan dari kepolisian,

juga merupakan sebuah pangkalan udara bagi TNI-Angkatan udara yang berarti di

bandara tersebut juga ada personel tentara lengkap dengan persenjataannya;

3. Pelaku pembajakan adalah kelompok Islam garis keras binaan Kelompok Jihad

sempalan dari pentolan Daruul Islam yang dipimpin oleh Warman dan merupakan

binaan dari Ali Moertopo selaku Kepala Interlstrat Hankam saat itu.

4. Kesuksesan dalam membebaskan sandera menjadi salah satu sejarah manis dalam

perjalanan TNI khususnya Kopassus di dalam negeri maupun dunia internasional.

9 Ibid, Hal 220

10 Ibid, Hal 227

Page 5: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

4

1.3 Kerangka Konseptual

Menurut Rational Choice Theory (RCT), terorisme dipandang sebagai suatu metode

operasi yang rasional yang dimaksudkan untuk mempromosikan berbagai macam tujuan dan

mencapai tujuan politik tertentu (Crenshaw, 2000; Hoffman, 1998; Sphrinzak, 1998)11

.

Dalam penjelasannya RCT menerangkan terorisme sebagai suatu kesadaran, rasional,

keputusan yang terukur untuk menentukan suatu rute dalam suatu aksi ke aksi yang lainnya

(Crenshaw, 1992; Sandler. et al 1983; Sandler and Lapan, 1988 dan Wilkinson, 2000)12

.

Martha Crenshaw menjelaskan bahwa organisasi menggunakan cara-cara terorisme di

antara beberapa alternatif operasional adalah agar supaya mereka dapat mempromosikan

mutual value dan preferensi mereka. Dalam hal perhitungan rasional mengenai untung dan

rugi, terorisme dipilih sebagai suatu metode aktivitas politis karena dianggap merupakan cara

yang paling efektif dibanding dengan metode operasi lainnya, dalam hal ini keuntungannya

lebih besar dari biayanya.

Pada awalnya RCT ini digunakan pada teori ekonomi mikro yang kemudian digunakan

dalam berbagai bidang akademis. Konsep awalnya adalah bagaimana individu mengambil

suatu keputusan yang rasional dengan mempertimbangkan untung rugi dari tindakan yang

akan diambil berdasarkan permintaan dan supply yang dipengaruhi oleh pasar. Model RCT

yang dikemukakan menjelaskan bahwaindividu memaksimalkan kepuasan dengan memilih

salah satu dari beberapa alternatif pilihan dengan memperhatikan cost dan benefitnya

(Cornish and Clarke, 1986; Clarke and Felson, 1993:5)13

. Demikian juga dalam mengejar

kepentingannya organisasi atau individu yang rasional akan memperhitungkan untung rugi

nya, oleh karena itu RCT dapat di formulasikan kedalam model matematika, seperti yang

dijelaskan oleh Laura Dugan14

, sebagai berikut:

Jika p (success) * costs > [1- p(success)]*costs, maka tindakan criminal akan

muncul, sebaliknya

Jika p (success) * costs < [1-p(success)]*costs, maka tindakan criminal tidak akan

muncul

Probabilitas sukses, p(success) adalah fungsi dari persepsi offender. Menurut perspektif

rational choice, offender akan menghitung probabilitas suksesnya ketika mengevaluasi

kesempatan untuk melakukan tindakan criminal.

Dalam menetapkan kebijakan terhadap pembajakan pesawat yang telah berlangsung

selama lebih dari 50 tahun terakhir, usaha yang dilakukan adalah dengan melakukan target

hardening, dengan cara pemeriksaan dengan menggunakan metal detector, menempatkan

petugas keamanan pada setiap bandara dan melakukan screening terhadap bagasi.

Menurut perspektif rational choice, keuntungan didapat baik dari sisi internal dan

eksternal bagi offender, misalnya perolehan uang tebusan (internal) dan pengakuan secara

politis (eksternal). Dari kasus-kasus terdahulu mengenai pembajakan akan meningkat jika

11

Boaz Ganor, Trends in The Modern Terrorism, DalamD. Weisburd et al. (eds.),To Protect and To Serve: Policing in an Age of Terrorism, Springer 2009. hal.15 12

Ibid, hal. 15 13

Laura Dugan, Testing of Rational Choice Model of Airline Hijackings, DalamCRIMINOLOGY VOLUME 43 NUMBER 4 2005, Hal. 1033 14

Ibid., Hal 1033

Page 6: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

5

suatu aksi pembajakan berhasil dan akan menurun jika banyak yang mengalami kegagalan,

seperti pada contoh kasus pembajakan oleh DB Cooper, yang membajak North West orient,

tahun 1971, dengan meminta tebusan uang sebesar US$. 200,000, berhasil, telah memicu

pembajakan pesawat berikutnya dengan modus yang sama.

Secara garis besar perspektif pilihan rasional memprediksi bahwa frekuensi pembajakan

udara akan menurun jika kemungkinan keberhasilan menurun, manfaat yang dirasakan

berkurang, dan biaya yang ditimbulkan meningkat.

Page 7: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

6

II. PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Aksi Pembajakan Pesawat udara di Indonesia Sebelum Peristiwa Woyla

Pembajakan Garuda Indonesia “Woyla” bukanlah yang pertamakali terjadi di

Indonesia. Jauh sebelumnya telah terjadi 2 kali pembajakan pesawat udara namun tidak

sampai keluar wilayah ruang udara nasional Indonesia. Pembajakan sebelumnya:15

1. Pesawat milik maskapai Merpati Nusantara Airlines jenis Vickers Viscount pada

tanggal 4 April 1971 dengan rute Surabaya menuju Jakarta. Pembajakan diakhiri

dengan tewas tertembaknya pelaku pembajakan;

2. Pesawat DC-9 rute Surabaya menuju Jakarta pada tanggal 5 September 1977 dibajak

oleh Triyudho, seorang karyawan sipil honorer TNI-AU dengan bersenjatakan sebilah

badik menyandera seorang pramugari.

Kedua pembajakan diatas tidak ada ekspose media secara luas bahkan sampai dengan saat ini.

Data tentang apa tuntutan yang menjadi alasan dijadikan pendorong untuk melakukan

pembajakan juga tidak diungkap secara detail oleh pihak berwenang di Indonesia, apalagi

mengenai bagaimana cara-cara atau operasi pembebasan terhadap pembajakan yang terjadi.

Di masa tersebut memang di Indonesia pengawasan terhadap pemberitaan media sangat ketat

dilakukan oleh pemerintah dengan ancaman media akan bisa di-bredel. Di dalam struktur

angkatan bersenjata Indonesia sudah terdapat satuan yang bersifat khusus.Walaupun sudah

lama terbentuk pasukan khusus namun tidak ada unit yang secara spesifik untuk mengatasi

atau berurusan dengan penindakan dan penanggulangan terorisme. Sejarah pasukan anti teror

di Indonesia dimulai saat dibentuknya Detasemen 81-Gultor milik Kopassus tanggal 30 Juni

1982,16

lalu disusul 2 tahun kemudian pasukan anti teror matra laut milik TNI-Angkatan Laut

yaitu Detasemen Jala Mengkara. Sedangkan TNI-Angkatan Udara baru membentuk pasukan

anti teror untuk matra udara di tahun 1990 sesuai dengan dengan nama pasukannya,

Detasemen-90 Bravo.

2.2 Operasi Pembebasan “Woyla”

Pasukan pembebasan dipimpin oleh Letkol Sintong Pandjaitan dengan perwira

diantaranya Kapten Suganyo H.S. Dengan menumpang pesawat Garuda DC-10, pasukan

mendarat di Don Muang saat malam hari dan semua lampu navigasi tidak dinyalakan. Semua

pasukan dilarang untuk turun dari pesawat sambil menunggu izin dari Pemerintah Thailand.

Menghadapi medan operasi yang berbeda seperti pembajakan pesawat, pasukan Kopassus

menggunakan jenis peluru yang berbeda, yang tidak akan menembus dinding pesawat.17

Saat

Pemerintah Thailand sudah mengizinkan untuk pasukan Indonesia melancarkan operasi

pembebasan, Moerdhani memutuskan operasi akan dilaksanakan pada jam 3 pagi.

Dalam pelaksanaan operasi ini, Kopassus melaksanakan simulasi pembebasan dengan

pesawat yang sama dengan pesawat yang dibajak. Atas pelaksanaan simulasi tersebut

15

Gigih Nusantara dalam Indonesia di Peta Terorisme Global, www.polarhome.com/pipermail/nusantara/2002/November/000629.html, diakses pada tanggal 18 Mei 2016.

16 Detasemen-81 Gultor, http://id.scribd.com/doc/138210920/Detasemen-Khusus-81-gultor, diakses pada

tanggal 27 Mei 2016. 17

Pour, Julius. Benny: Tragedi seorang loyalis. Kata Hasta Pustaka. Jakarta. 2007

Page 8: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

7

pasukan mendapatkan informasi bahwa jika pasukan akan menggunakan pintu darurat

sebagai jalan masuk, maka kemungkinan akan terganggu dengan parasut jalan turun

evakuasi. Atas dasar pertimbangan tersebut maka diputuskan pasukan akan masuk melalui

pintu utama pesawat dari depan dan belakang. Dengan mengendap-endap dari belakang

pesawat, pasukan mengambil posisi untuk menyerbu ke dalam pesawat. Serangan dua arah

ini mengandung risiko tersendiri, karena tidak menutup kemungkinan akan adanya “friendly

fire” antar sesama kawan. Usaha melumpuhkan para pembajak mendapatkan perlawanan

sengit dari dalam pesawat. Membuka pintu pesawat secara paksa membutuhkan usaha yang

cukup rumit dan membutuhkan teknik tertentu. Pasukan pembebasan segera berteriak

“penumpang tiarap” untuk membedakan antara penumpang dan para pembajak. Tapi

pembajak sudah bersiap dari dalam pesawat. Anggota Kopassus Peltu Achmad Kirang

sebagai personil yang masuk pertama kali terkena tembakan di area badan yang tidak

terlindungi Plate rompi anti peluru dan dengan sigap personil yang kedua melumpuhkan

pembajak. Sedangkan pasukan yang masuk dari arah depan juga dihujani tembakan oleh

pembajak namun tidak melukai pasukan, malah pelurunya menembus dinding kokpit dan

melukai kapten pilot Herman Rante. Secara keseluruhan operasi memakan waktu selama 5

menit dengan hasil tidak ada satupun penumpang yang terluka. Dengan berakhirnya operasi,

pasukan segera dipulangkan ke Indonesia terlebih dahulu dengan DC-10 dan penumpang

menyusul belakangan dengan DC-9.

2.3 Aksi dan Trend Pembajakan Pesawat Udara di Dunia Internasional serta

kaitannya dengan pemberitaan media secara luas

Berdasarkan data mengenai kuantitas pembajakan pesawat udara di Internasional

mengalami penurunan pada awal dekade 1980-an. Pembajakan udara mengalami lonjakan

terbanyaknya pada awal dekade 1970-an terutamanya di tahun 1972. Pada periode tersebut,

banyak pembajakan udara dilakukan berdasarkan kepentingan kelompok Islam garis keras

sekitar konflik yang terjadi di Timur Tengah, khususnya yang menyangkut dengan

kepentingan negara Israel. Namun dengan beberapa evaluasi atas kejadian pembajakan yang

menimpa kepentingan Israel salah satunya pembajakan maskapai penerbangan El Al, maka

celah-celah terulangnya pembajakan pesawat udara dapat diminimalisir walaupun tidak

menghilangkan potensi ancaman di masa yang akan datang.

Dalam hal pemberitaan yang dapat mempengaruhi kelompok-kelomok garis keras atau

teroris lainnya dibelahan lain tidak semudah seperti menyebarkan berita dimasa sekarang

yang sudah ditunjang dengan kecanggihan teknologi informasi. Pada masa atau periode

tersebut, penyebaran berita hanya sebatas pemberitaan yang menarik serta mempunyai daya

jual bagus untuk mendongkrak oplah surat kabar. Hal tersebut diluar dengan penyaringan

berita oleh pemerintah yang akan diterbitkan serta belum adanya media online yang dapat

diakses semua orang dari semua tempat. Sehingga dengan keterbatasan penyebaran berita

oleh media massa sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Dugan, Lafree dan Piquero

yang menyatakan bahwa kemungkinan penularan terhadap orang lain apabila ada atau terjadi

3 kasus yang berhasil dalam waktu yang singkat, sehingga seseorang atau bahkan

sekelompok orang akan terpengaruh untuk melancarkan aksi yang keempat.

2.4 Pembajakan Woyla Sebagai Sebuah Pilihan Rasional

Setelah kita melihat dan menelaah kasus pembajakan Woyla yang terjadi pada tahun

1981 memang tidak dapat kita mengatakan kasus ini terjadi karena dorongan dari maraknya

kasus pembajakan pesawat yang terjadi pada periode tersebut. Jadi oleh sebab itulah analisa

yang kami lakukan akan cenderung menggunakan teori pilihan rasional yang berkaitan

Page 9: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

8

dengan keuntungan dan kerugian yang diterima oleh kelompok yang melakukan pembajakan.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dalam bagian kerangka konseptual maka kita

dapat berasumsi bahwa keuntungan yang dapat diperoleh oleh kelompok pembajak lebih

besar dari biaya yang harus ditanggung atau resiko yang harus mereka terima.Yang kemudian

menjadi menarik dalam setiap kasus pembajakan adalah bagaimana dalam setiap kasus yang

terjadi menciptakan efek dramatisasi yang lebih mengundang perhatian media dan

masyarakat secara keseluruhan.Efek intimidasi terhadap pemerintah akan menempatkan

mereka (pemerintah suatu negara) pada pilihan yang sulit, karena apabila mereka memilih

untuk bernegoisasi maka wibawa pemerintah dan negara menjadi taruhannya. Namun apabila

pemerintah menolak untuk melakukan negoisasi maka keselamatan para sandera akan

dipertaruhkan.

Area pesawat menjadi target yang ideal karena dalam segi pengawasan relatif lebih

mudah untuk dilakukan. hal ini dikarenakan jumlah pintu masuk dan keluar pesawat lebih

sedikit jika dibandingkan dengan gedung perkantoran atau kapal laut. Pada saat drama

penyanderaan terjadi para pembajak dapat meminta pilot untuk menerbangkan pesawat

kemanapun yang mereka inginkan. hal ini akan mempersulit pemerintah suatu negara untuk

dapat langsung merespon kejadian ini. Dalam kasus Woyla Pemerintah Indonesia harus

terlebih dahulu melakukan negosiasi dengan Pemerintah Thailand untuk dapat mengirimkan

pasukan ke Bangkok.Yurisdiksi menjadi kelemahan bagi negara-negara apabila terjadi

pembajakan pesawat karena drama pembajakan yang terjadi sebagian besar diluar wilayah

kewenangan yang dimiliki oleh negara yang menjadi korban.Namun kesulitan dalam strategi

pembajakan pesawat adalah bagaimana kelompok pembajak menyelundupkan senjata yang

mereka gunakan untuk membajak kedalam pesawat. Hingga saat ini data atau analisa yang

tersedia masih sangat lemah dalam hal ini.penyelundupan senjata dilakukan di Palembang

namun bagaimana cara mereka untuk menghindari alat metal detector dan x-ray masih

menjadi pertanyaan.

Keuntungan lain yang diperoleh para pelaku pembajakan adalah mereka dapat meminta

tebusan dan sarana untuk melarikan diri apabila pemerintah bersedia untuk bernegoisasi.

Dalam kasus Woyla para pembajak menuntut Pemerintah Indonesia untuk membebaskan 80

orang tahanan politik ekstrim kanan dan dengan tebusan uang sebesar US$. 1,5 juta disertai

dengan sebuah pesawat berbahan bakar penuh untuk mengantarkan para pembajak ke tempat

tujuannya. Skenario ideal yang ingin mereka capai adalah bagaimana melakukan intimidasi

dan mendapatkan posisi tawar terhadap pemerintah Indonesia dan setelah itu mereka dapat

melarikan diri dengan uang tebusan yang diberikan.Namun memang tuntutan yang

disampaikan oleh kelompok pembajak dianggap gagal karena Pemerintah Indonesia yang

pada saat itu dipimpin oleh Presiden Soeharto tidak mau bernegosiasi dengan kelompok

teroris.Terbunuhnya salah satu anggota kopassus pada saat penyerbuan kedalam merupakan

pukulan telak bagi pemerintah karena dan hal ini dianggap juga sebagai keuntungan dari

kelompok teroris untuk mengukuhkan eksistensi mereka. Eksistensi dan dukungan politik

merupakan faktor utama yang menggerakkan kelompok teroris karena tanpa adanya

pengakuan eksistensi dan dukungan politik maka regenerasi akan sulit untuk dilakukan.

2.5 Kejanggalan dalam Proses Pembajakan dan Setelah Pembajakan

Pembajakan yang terjadi memberikan kejutan kepada Pemerintah dan Rakyat

Indonesia. Pola dan aksi yang dilakukan oleh para pembajak merupakan hal yang baru di

Indonesia, bahkan aparat keamananpun tidak menjadikan pembajakan sebagai sesuatu hal

yang patut diwaspadai apalagi memberikan perhatian secara khusus. Kejanggalan dalam

Page 10: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

9

pembajakan yang dilakukan terhadap pesawat Garuda “Woyla” adalah pelaksanaan aksi

pembajakan merupakan sesuatu yang baru dan pertama kali terjadi di Indonesia, saat aksi

pembajakan pesawat udara di dunia menunjukan tren penurunan. Pada dekade 1980-an saat

Indonesia sedang gencar-gencarnya melaksanakan pembangunan dalam Pelita ke-2,

pembangunan sektor udara merupakan salah satu yang mendapatkan perhatian dari

pemerintah, termasuk keamanan disektor perhubungan udara. Perhatian serius ini dibuktikan

dengan keberhasilan maskapai nasional Garuda Indonesia Airways menjadi maskapai di

belahan selatan bumi yang terbesar selain Japan Airlines dengan lebih dari 79 pesawat.18

Pembangunan Bandara Udara juga gencar dilaksanakan oleh pemerintah. Pada era itu,

penumpang pesawat udara di Indonesia tidak sebanyak sekarang. Rata-rata penumpang yang

memakai transportasi udara merupakan golongan masyarakat menengah keatas. Sehingga

pengawasan dan pengamanan di Bandara dapat dilaksanakan secara maksimum dan

maksimal.

Lazimnya bandar udara di Indonesia, pengamanan selain melibatkan unsur kepolisian,

bandara juga berfungsi sebagai fasilitas pangkalan udara untuk TNI-Angkatan Udara. Dengan

kepentingan pembangunan yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, untuk

menghemat pembangunan pangkalan udara yang akan memakan banyak biaya, pemerintah

mengambil kebijakan bahwa pangkalan udara juga menyatu dengan bandar udara sipil di

Indonesia. Sehingga dengan kondisi tersebut, dalam bandar udara sipil di Indonesia juga

melibatkan unsur militer dalam pengamanan bandar udara sipil. Kekuatan yang melibatkan 2

matra yang tergabung dalam organisasi ABRI, memberikan pengamanan yang maksimal

serta memberikan jaminan keamanan yang tinggi dengan demikian dibutuhkan sebuah

rencana yang tersusun dengan rapi serta harus mengetahui seluk beluk dalam bandara di

Palembang.

Kejanggalan lainnya adalah tidak adanya pengumuman pemerintah secara resmi

ataupun pemberitaan oleh media massa, apa saja yang digunakan oleh pembajak untuk

melancarkan aksi-aksinya di pesawat Garuda “Woyla”. Dalam operasi pembebasan pesawat

dilaporkan 2 korban yaitu Pilot pesawat dan satu dari anggota pasukan pembebasan akibat

tertembak oleh pembajak, namun tidak ada penjelasan dari pemerintah, senjata apa yang

digunakan dan bagaimana senjata tersebut dapat lolos masuk ke dalam pesawat. Termasuk

yang menjadi pertanyaan besar dalam benak masyarakat Indonesia adalah apakah senjata

dimasukkan saat transit di Palembang atau saat berangkat pertama kali dari Bandara

Soekarno Hatta Jakarta ??? Tentu menjadi sebuah kesulitan yang besar bagi pembajak jika

memasukkan dari Bandara di Jakarta.

Tertutupnya pemerintah dalam akses berita mengenai seluk beluk pembajakan pesawat

Garuda “Woyla” juga semakin membuat misteri pembajakan yang terjadi. Bahkan dari

rentang waktu aksi teror yang terjadi di tahun 1981 sampai dengan sekarang sudah lewat 30

tahun. Tidak seperti aksi pembajakan pesawat yang terjadi di luar negeri, yang mendapatkan

penjelasan secara gamblang oleh pemerintah pemilik pesawat termasuk operasi pembebasan

yang dilakukan oleh angkatan bersenjata. Berbeda dengan pembajakan yang terjadi di luar

negeri yang mendapatkan liputan secara luas bahkan diangkat secara khusus oleh National

Geography atau Discovery Channel.

18

Wiweko, Sang Perancang Pesawat Indonesia Pertama, http://uniqpost.com/76262/wiweko-sang-perancang-pesawat-indonesia-pertama/, diakses pada tanggal 27 Mei 2016.

Page 11: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

10

III KESIMPULAN

Dalam strategi pembajakan pesawat Woyla dapat kita lihat bahwa dorongan untuk

melakukan aksi teror melalui pembajakan pesawat lebih mengedepankan untuk mendapatkan

posisi tawar antara kelompok teroris dengan pemerintah. Hal ini dapat kita lihat dari sejumlah

tuntutan yang diminta oleh pembajak yang diantaranya adalah pembebasan rekan-rekan

mereka yang ditahan, sejumlah uang tebusan dan pesawat untuk melarikan diri. Walaupun

pada kenyataanya Pemerintah Indonesia lebih memilih untuk menolak melakukan negosiasi.

Usaha pembebasan sandera dilakukan dengan menurunkan Kopassus yang memiliki keahlian

khusus dalam misi pembebasan sandera dan penanggulangan teror. Namun langkah

Pemerintah Indonesia dalam menggunakan kekuatan militer sempat mendapatkan tentangan

dari Pemerintah Thailand dan hal inilah yang menjadikan pembajakan pesawat memiliki

kesulitan tertentu dalam penanganannya.

Pesawat udara merupakan alat transportasi yang menjadi target “primadona” oleh

kelompok teroris karena pesawat dapat diterbangkan keluar wilayah yurisdiksi pemerintah

yang bersangkutan. Dan juga, seperti halnya tragedi 9/11 pembajakan pesawat udara menjadi

sangat efektif dalam hal menarik perhatian media dan membangun persepsi ancaman di

masyarakat. Dari peristiwa pembajakan pesawat kita dapat melihat bahwa strategi

pembajakan pesawat dapat memiliki tiga tujuan utama yaitu sebagai alat transportasi untuk

membawa ke suatu tujuan tertentu, sebagai alat untuk meminta tebusan dan sebagai senjata

yang mematikan seperti yang terjadi pada peristiwa 9/11. Namun dari beberapa peristiwa

pembajakan pesawat yang terjadi sebenarnya pemerintah dan lembaga pengawasan

penerbangan telah menerapkan beberapa cara pencegahan diantaranya dengan melakukan x-

ray terhadap barang-barang yang dibawa oleh penumpang, pemeriksaan anggota badan

hingga memasang alat pengenal wajah untuk dapat mendeteksi orang-orang yang masuk

dalam daftar pencarian orang dengan menggunakan Interpol database system (I-24/7) yang

dilengkapi pada setiap Bandara Internasional pada umumnya, dan untuk isu keamanan

regional setiap negara kawasan ASEAN telah dilengkapi dengan E-ADS database system.

Belum lagi pemerikasaan dan pengamanan pesawat sebelum tinggal landas juga menjadi

prioritas dan standar keamanan penerbangan. Namun apabila pembajakan masih tetap terjadi

maka masih terdapat kelemahan dalam sistem pengamanan penerbangan yang telah ada

sehingga perlu dilakukan perbaikan.

Peristiwa pembebasan Woyla ini bukan hanya operasi militer biasa, melainkan dibantu

dengan operasi intelijen. Anggota TNI yang menyamar sebagai staf catering yang diutus oleh

pemerintah Thailand sebagai pengantar ransum/makanan untuk para teroris dan para

penumpang yang tersandera di pesawat, dengan masuknya Benny Moerdhani ke DC 09 maka

dapat mengetahui secara persis posisi-posisi para teroris berdiri/berjaga, dan para sandera

berada. Hal ini merupakan strategi untuk memberikan early warning and detection kepada

tim yang akan melakukan pembebasan sandera. Kronologis pembebasan sandera dalam

tragedi Woyla telah direncanakan secara sistematis dengan mengedepankan keselamatan

sandera dan anggota Kopassus, hal ini dapat dilihat dengan digunakannya peluru khusus

untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya friendly fire. Inilah kemudian yang menjadikan

operasi pembebasan Woyla menjadi salah satu operasi yang paling sukses di Indonesia dan di

dunia.

Page 12: ANALISA KEKUATAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM …

11

DAFTAR PUSTAKA

Crenshaw, M., Decision to Use Terrorism, Greenwich, London, 1992.

Crenshaw, M., The Logic of Terrorism, Washington DC, Woodrow Wilson Centre, 1998.

Crenshaw, M., The Psychology of Terrorism, Political Psychology, 2000.

Dugan, Laura et al, Testing A Rational Choice Model Of Airline Hijackings, Criminology

Volume 43 Number 4, 2005.

Ganor, Boaz, Trends in Modern International Terrorism, dalam D. Weisburd et al. (eds.), To

Protect and To Serve: Policing in an Age of Terrorism,Springer, 2009

Holden,T,R.,”The Contagiuosness o Air Craft Hijacking”, Indiana University

NN, International Crisis Group, “The Origins: Darul Islam”, dalam Al-Qaeda in Southeast

Asia: The Case of The “Ngruki Network” In Indonesia”, Jakarta/Brussels, 8 Agustus 2002

Pour, Julius. Benny: Tragedi seorang loyalis. Kata Hasta Pustaka. Jakarta. 2007.

Websites :

Detasemen-81 Gultor, http://id.scribd.com/doc/138210920/Detasemen-Khusus-81-gultor,

diakses pada tanggal 27 Mei 2013.

Gigih Nusantara dalam Indonesia di Peta Terorisme Global,

www.polarhome.com/pipermail/nusantara/2002/November/000629.html, diakses pada

tanggal 18 Mei 2016.

Wiweko, Sang Perancang Pesawat Indonesia Pertama, http://uniqpost.com/76262/wiweko-

sang-perancang pesawat-indonesia-pertama/, diakses pada tanggal 27 Mei 2016.