Analisa Kekuatan Sisa Chain Line Single Point Mooring Pada · adalah meningkatnya permintaan untuk...
Transcript of Analisa Kekuatan Sisa Chain Line Single Point Mooring Pada · adalah meningkatnya permintaan untuk...
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8
1
Abstrak – Buoy merupakan salah satu bangunan
apung yang digunakan untuk menambatkan kapal pada
saat berlabuh di laut. Buoy ini ditambatkan ke dasar laut
dengan menggunakan chain (rantai) atau wire rope atau
kombinasi keduanya sehingga rentan mengalami putus.
Putusnya mooring line ini terjadi setelah mengalami
kelelahan akibat beban siklis yang diakibatkan
gelombang, angin, arus dan konfigurasi mooring line yang
ada tidak kuat menahan beban yang terjadi. Putusnya
mooring line pada single point mooring saat utility support
vessel berlabuh dapat membahayakan keselamatan awak
kapal dan kapal dapat tertabrak dengan floating structure
lainnya. Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui
berapa besar tegangan maksimal yang dialami chain line
akibat pengurangan dimensi chain line sebesar 5%, 10%,
15%. Tension yang diijinkan hanya tidak melebihi dari
minimum breaking load. Chain line dengan pengurangan
dimensi sebesar 15% menunjukkan tension terbesar
dengan nilai 273.0857 Kn terjadi pada heading 00
.
Tegangan yang dialami chain line masih memenuhi safety
factor kondisi intact (ULS) yaitu lebih besar dari 1.67
sesuai dengan API RP 2SK 2nd
edition.
Kata Kunci: single point mooring , chain line, tension,
pengurangan dimensi.
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia terhadap energi termasuk kebutuhan
terhadap minyak bumi dan gas alam meningkat setiap
tahunnya, sebagai konsekuensi dari meningkatnya hal ini
adalah meningkatnya permintaan untuk mengeksplorasi dan
mengeksploitasi sumber baru minyak bumi dan gas alam.
Dengan semakin terbatasnya cadangan minyak bumi dan gas
alam di daratan maka eksploitasi minyak bumi dan gas alam
saat ini telah berkembang ke pengeboran lepas pantai.
Pengeboran minyak lepas pantai harus didukung sarana dan
prasarana operasional yang baik. Salah satu sarana operasional
yang dibutuhkan adalah kapal yang digunakan sebagai sarana
transportasi dari darat ke laut atau sebaliknya. Untuk menjaga
posisi kapal tepat pada tempatnya saat berlabuh di laut
dibutuhkan mooring system.
Buoy merupakan salah satu bangunan apung yang digunakan
untuk menambatkan kapal pada saat berada di perairan laut
dalam ataupun menengah (Soegiono,2009). Buoy ini
ditambatkan ke dasar laut dengan menggunakan chain (rantai)
atau wire rope atau kombinasi keduanya sehingga rentan
mengalami putus. Putusnya mooring line ini terjadi setelah
mengalami kelelahan akibat beban siklis yang diakibatkan
gelombang, angin, arus dan konfigurasi mooring line yang ada
tidak kuat menahan beban yang terjadi.
Putusnya mooring line pada single point mooring saat utility
support vessel berlabuh dapat membahayakan keselamatan
para awak kapal dan kapal dapat tertabrak dengan floating
structure lainnya. Oleh karena itu, keadaan ini perlu
diantisipasi. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa analisa
kekuatan mooring system perlu dilakukan, sehingga
operasional dan keselamatan dapat tetap terjaga.
Tugas akhir ini akan membahas kekuatan sisa chain line
akibat pengurangan dimensi pada single point mooring dari
mooring system utility support vessel . Berkurangnya dimensi
ini terjadi akibat korosi pada chain line. Berikut adalah data
gambar rancangan konfigurasi single point mooring yang akan
dijadikan studi pada tugas akhir :
Gambar 1 Konfigurasi single point mooring
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini dilakukan dengan studi literatur dan
mengumpulkan data-data terlebih dahulu. Berikut adalah
data-data yang digunakan untuk penelitian.
Analisa Kekuatan Sisa Chain Line Single Point
Mooring Pada Utility Support Vessel
Nautika Nesha Eriyanti, Mas Murtedjo , dan Yoyok Setyo Hadiwidodo
Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: @oe.its.ac.id
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8
2
Tabel 1 Principle dimension dari utility support vessel
Description Unit Quantity
Length overall m 61
Length Between Perpendicular m 55
Breadth m 8.5
Depth m 4.5
Draft m 3
Displacement ton 793.701
Tabel 2 Properties mooring line
Tabel 3 Properties mooring rope
Mooring Buoy
Size : 3.5 m width x 2 m height
Tabel 4 Data Lingkungan Perairan Oyong
Description Units Value
Water Depth m 45
Significant Wave Height m 2,11
Significant Wave Period sec 5,82
Maximum Wave Height m 3,92
Maximum Wave Period sec 5,6
III. METODOLOGI PENELITIAN
Pengerjaan tugas akhir ini dimulai dengan proses
pengumpulan data lingkungan dan data struktur dimana
struktur beroperasi. Pemodelan pertama dilakukan dengan
memodelkan utility support vessel dengan menggunakan
software MAXSURF kemudian dilakukan validasi model
berdasarkan data hidrostatis yang diperoleh. Hasil validasi
tersaji pada tabel 5. Pemodelan SALM buoy dilakukan
dengan menggunakan software MOSES. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan RAO dan wave drift saat kondisi free
floating. Utility support vessel juga dimodelkan dengan
menggunakan software MOSES untuk menghasilkan RAO
dan wave drift saat kondisi free floating
Tabel 5. Validasi Model
Hasil validasi menyatakan model layak untuk dianalisa.
Kemudian analisa dilakukan dengan analisa dinamis untuk
respon gerak kapal. Analisa respon gerak kapal digunakan
untuk mencari RAO (response amplitude operator) dari utility
support vessel pada tahap awal dengan menggunakan
persamaan gerak enam degree of Freedom Coupled[3]
:
......(1)
dengan :
Mjk = komponen matriks massa kapal
Ajk, Bjk = matriks koefisien massa tambah dan redaman
Cjk = koefisien-koefisien gaya hidrostatik pengembali
Fj = amplitudo gaya eksitasi dalam besaran
kompleks
Nilai RAO kemudian dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
RAO (ω) = Xp (ω) ………………………………………..(2)
η (ω)
dengan :
Xp (ω) = amplitudo struktur
η (ω) = amplitudo gelombang
Sebuah sistem berupa utility support vessel yang tertambat
ke SALM buoy beserta mooring chain nya dimodelkan di
software ORCAFLEX. Pertama dimodelkan utility support
vessel tanpa bangunan atasnya. Kemudian memodelkan
SALM buoy dengan sederhana dan tali hawser yang masing –
masing ujungnya ditambatkan pada utility support vessel dan
SALM buoy. Lalu yang terakhir adalah memodelkan mooring
Description Unit Quantity
Chain Type - Stud link mooring
chain
Length of chain m 80
Chain size (diameter) mm 63.5
Chain Breaking Load kN 3360
Chain weight in air Kg/m 90
parameter unit value
type - polypropylene
rope size m 0.088
rope break load kN 1251.7
Tabel Perbandingan Perhitungan Hidrostatis
MOSES Draft 3 m
No Karakteristik Data
awal Model Satuan
Selisih
(%) Status
1 Displacement 793.701 788.172 Ton 0.70% TRUE
2 WSA 561.1046 540.897 m2 3.60% TRUE
3
Waterplane
area 390.5874 388.399 m2 0.56% TRUE
4 LCB from zero pt 26.113 26.062 m 0.20% TRUE
5
LCF from
zero pt 23.838 24.022 m 0.77% TRUE
6 KMT 4.28 4.283 m 0.07% TRUE
7 KML 105.367 103.62 m 1.66% TRUE
1,6
1
jeFCBAM iwt
j
n
kjkkjkkjkjk
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8
3
chain dan dianchor pada sea bed. Kemudian masing – masing
Model dikenai beban lingkungan dari 00 , 45
0 , 90
0 , 135
0 , dan
1800
Setelah analisa dilakukan dan hasil didapatkan, maka
kemudian dilakukan pengecekan hasil apakah memenuhi
kriteria code atau class yang digunakan. Adapaun code yang
digunakan adalah API RP 2SK untuk mooring line dalam
Tabel 6.
Tabel 6. Kriteria tegangan pada Mooring[2]
Case Tension Limit
(% MBS)
Equivalent
SF
Intact (ULS) 60 1,67
Damage
(ALS)
80 1,25
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut adalah hasil yang didapat dari analisa yang telah
dilakukan. Hasil-hasil berupa RAO utility support vessel dan
SALM buoy pada tiap arah pembebanan dan load case ,
Gambar 2 merupakan grafik RAO utility support vessel saat
kondisi free floating. sedangkan gambar 3 merupakan grafik
RAO SALM buoy saat kondisi free floating.
A
B
C
D
E
F
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8
4
G
H
I
J
Gambar 2 Grafik RAO utility support vessel saat kondisi free
floating
Nilai tertinggi dari masing-masing gerakan yang terjadi pada
utility support vessel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 7 Nilai tertinggi RAO Utility Support Vessel saat
kondisi free flaoting
Dari grafik dan tabel di atas maka dapat disimpulkan
karakteristik dari gerakan kapal untuk masing-masing arah
pembebanan. Karakteristik gerakan untuk masing-masing arah
pembebanan (heading) diuraikan sebagai berikut :
1. Following seas (μ = 0º) dan Head seas (μ = 180º)
Pada arah gelombang 0º dan 180º gerakan dominan yang
terjadi pada utility support vessel adalah gerakan surge, heave,
dan pitch. Gerakan sway dan yaw sangat kecil, dan dapat
diabaikan. Bahkan secara teoritis seharusnya sway atau yaw
akan sama dengan 0, karena bentuk lambung yang simetris
antara sisi kiri dan sisi kanan (portside dan starboard).
2. Beam seas (μ = 90º)
Pada arah gelombang 90º gerakan dominan yang terjadi adalah
sway dan roll. surge dan yaw sangat kecil. Namun demikian
yaw pada 90º masih mempunyai harga yang lebih besar dari
yaw pada arah 0º dan 180º.
3. Quartering seas (μ = 45º dan 135º)
Pada arah gelombang datang dengan sudut 45º dan 135º,
gerakan utility support vessel tidak mengalami perubahan
yang signifikan pada semua gerakan.
A
heading surge sway heave roll pitch yaw
0º 1.913 0 0.985 0.587 3.653 0
45º 1.36 1.356 0.992 12.146 4.313 1.304
90º 0.028 1.929 1.254 17.707 1.181 0.298
135º 1.36 1.356 0.992 12.465 3.8 1.196
180º 1.913 0 0.985 0.546 3.457 0
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8
5
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Nilai tertinggi dari masing-masing gerakan yang terjadi pada
single point mooring dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8
6
Tabel 8 Nilai tertinggi RAO SALM buoy saat kondisi free
flaoting
Dari grafik dan tabel di atas maka dapat disimpulkan
karakteristik dari gerakan single point mooring untuk masing-
masing arah pembebanan. Karakteristik gerakan untuk
masing-masing arah pembebanan (heading) diuraikan sebagai
berikut :
1. Following seas (μ = 0º) dan Head seas (μ = 180º)
Pada arah gelombang 0º dan 180º gerakan dominan yang
terjadi pada SALM buoy adalah gerakan surge, heave, dan
pitch.
2. Beam seas (μ = 90º)
Pada arah gelombang 90º gerakan dominan yang terjadi adalah
sway, heave dan roll.
3. Quartering seas (μ = 45º dan 135º)
Pada arah gelombang datang dengan sudut 45º dan 135º,
gerakan SPM yang mengalami perubahan paling signifikan
adalah pitch dan roll, sedangkan untuk gerakan lain hanya
sedikit mengalami gerakan.
Analisa Tension Mooring Line
Setelah sistem antara utility support vessel dan SALM buoy
dimodekan pada orcaflex 8.4, dapat dilihat hasil output berupa
tension dari mooring chain dan hawser setelah model pada
orcaflex berhasil dirunning. Besar tension maksimum yang
terjadi pada mooring line dengan arah datang gelombang
(00,45
0 90°, 135°, 180
0 ) disajikan dalam tabel berikut ini :
a. Pengurangan dimensi sebesar 5 %
Tabel 9 Summary Result untuk tipe 1
heading max tension (kN) MBL (kN) Safety Factor Safety Factor Code API RP 2SK condition
0 2794 10.6487 passed
45 2794 12.5359 passed
90 2794 14.7736 passed
135 2794 13.0329 passed
180 2794 11.478 passed
1.67
1.67
1.67
1.67
1.67
222.8806
189.1208
214.3811
243.4098
262.3792
b. Pengurangan dimensi sebesar 10 %
Tabel 10 Summary Result untuk tipe 2
heading max tension (kN) MBL (kN) Safety Factor Safety Factor Code API RP 2SK condition
0 2615 9.7778 passed
45 2615 11.6517 passed
90 2615 13.7874 passed
135 2615 12.1459 passed
180 2615 10.6649 passed245.1961 1.67
189.6664 1.67
215.2996 1.67
267.4433 1.67
224.4306 1.67
c. Pengurangan dimensi sebesar 15 %
Tabel 11 Summary Result untuk tipe 3
heading max tension (kN) MBL (kN) Safety Factor Safety Factor Code API RP 2SK condition
0 2273 8.3234 passed
45 2273 10.0422 passed
90 2273 11.9489 passed
135 2273 10.486 passed
180 2273 9.1701 passed
216.765 1.67
247.8701 1.67
226.345 1.67
190.2269 1.67
273.0857 1.67
Titik A pada hawser merupakan bagian interface antara utility
support vessel dan dan titik B pada hawser merupakan bagian
interface antara single point mooring.
Besar tension maksimum yang terjadi hawser dengan arah
datang gelombang (00
, 450
, 900
,1350
, 1800
) disajikan dalam
tabel berikut ini :
a.Pengurangan dimensi 5 %
Hawsers A
Tabel 12 Summary Result untuk tipe 1
heading max tension (kN) MBL (kN) Safety Factor Code DnV condition
0 550.0049 1251.7 passed
45 387.4859 1251.7 passed
90 99.4654 1251.7 passed
135 372.6235 1251.7 passed
180 618.5857 1251.7 passed
3.3592 1.82
2.0235 1.82
3.2303 1.82
12.5843 1.82
Safety Factor
2.2758 1.82
Heading Surge Sway Heave Roll Pitch Yaw
0º 1.551 0 4.079 0 9.071 0
45º 1.097 0.702 3.36 7.027 8.103 0
90º 0 0.993 2.465 8.1 0 0
135º 1.097 0.702 3.427 7.027 8.103 0
180º 1.551 0 4.156 0 9.172 0
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-8
7
Hawsers B
Tabel 13 Summary Result untuk tipe 1
heading max tension (kN) MBL (kN) Safety Factor Code DnV condition
0 565.3674 1251.7 passed
45 422.0728 1251.7 passed
90 127.5381 1251.7 passed
135 323.0193 1251.7 passed
180 630.2623 1251.7 passed1.9860 1.82
9.8143 1.82
3.8750 1.82
Safety Factor
2.2140 1.82
2.9656 1.82
b. Pengurangan dimensi 10 %
Hawsers A
Tabel 14 Summary Result untuk tipe 2
heading max tension (kN) MBL (kN) Safety Factor Code DnV condition
0 547.6457 1251.7 passed
45 426.8405 1251.7 passed
90 101.7626 1251.7 passed
135 362.6687 1251.7 passed
180 625.2823 1251.7 passed
3.4514 1.82
2.0018 1.82
2.9325 1.82
12.3002 1.82
Safety Factor
2.2856 1.82
Hawsers B
Tabel 15 Summary Result untuk tipe 2
heading max tension (kN) MBL (kN) Safety Factor Code DnV condition
0 544.5339 1251.7 passed
45 381.2612 1251.7 passed
90 128.4922 1251.7 passed
135 317.8413 1251.7 passed
180 620.2797 1251.7 passed2.0180 1.82
9.7414 1.82
3.9381 1.82
Safety Factor
2.2987 1.82
3.2831 1.82
c. Pengurangan dimensi 15%
Hawsers A
Tabel 16 Summary Result untuk tipe 3
heading max tension (kN) MBL (kN) Safety Factor Code DnV condition
0 563.3723 1251.7 passed
45 372.8922 1251.7 passed
90 98.8698 1251.7 passed
135 362.7915 1251.7 passed
180 608.6243 1251.7 passed
Safety Factor
2.2218 1.82
3.3567 1.82
12.6601 1.82
3.4502 1.82
2.0566 1.82
Hawsers B
Tabel 4.14 Summary Result untuk tipe 3
heading max tension (kN) MBL (kN) Safety Factor Code DnV condition
0 533.7167 1251.7 passed
45 385.4916 1251.7 passed
90 123.7932 1251.7 passed
135 305.3116 1251.7 passed
180 614.967 1251.7 passed
Safety Factor
2.3453 1.82
3.2470
10.1112
4.0997
2.0354
1.82
1.82
1.82
1.82
IV KESIMPULAN
1. Chain line dengan pengurangan dimensi sebesar 15%
menunjukkan tension maksimum dengan nilai 273,0857 kN
terjadi pada heading 00. Tegangan yang dialami oleh chain
line masih memenuhi safety factor kondisi intact (ULS) yaitu
lebih besar dari 1,67 sesuai dengan API RP 2SK 2nd
edition.
2. Chain line mengalami tension maksimum terjadi pada
bagian End A ( penghubung antara SPM dengan chain line)
3. Tension yang terjadi pada chain line untuk tiap – tiap
heading masih memenuhi syarat safety factor API RP 2SK
dan tension yang terjadi pada hawser A dan B untuk tiap –
tiap heading masih memenuhi syarat safety factor DnV
V SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut
adalah sebagai berikut:
1. Sistem mooring merupakan bagian penting dalam
operasional, sehingga untuk mendapatkan tingkat keamanan
yang tinggi perlu dilakukan analisa fatigue life.
DAFTAR PUSTAKA
API RP 2P 2nd
edition Maximum Tension, 1987,
Recommended Practice for Planning and Designing
Mooring Line , USA.
API RP 2SK – 3rd
ed oct 2005. Recommended Practice for
Design and Analysisof station Keeping System for
Floating Structures. WashingtonDC
Chakrabarti, S.K, 1987, Hydrodynamics of Offshore
Structures, Computational Mechanics Publications
Southampton. Boston, USA.
DnV, Position Mooring (DNV-OS-E301), 2001.
Murtedjo, Mas., Handout Teori Bangunan Apung, Surabaya
Rameswar, Bhattacharya, 1972, Dynamic of Marine
Vehicles, John Wiley and Sons Inc.
Soedjono, J. J, 1998, Diktat Mata Kuliah Konstruksi
Bangunan Laut II. Jurusan Teknik Kelautan, ITS,
Surabaya.
Soegiono, 2009, Diktat Kuliah Teknologi Produksi dan
Perawatan Bangunan Laut Jurusan Teknik Kelautan,
ITS, Surabaya.