Analisa Kasus Pidana Yang Terkait Pasal 55 Dan 56 KUHP
-
Upload
fransiskus-raymond -
Category
Documents
-
view
12.579 -
download
2
Transcript of Analisa Kasus Pidana Yang Terkait Pasal 55 Dan 56 KUHP
Analisa Kasus Pidana yang Terkait Pasal 55 dan 56 KUHP
Disusun oleh :
Nama : Raymond Kharisma
NPM : 0914000281
Mata Kuliah : Sistem Hukum Indonesia
H/R/J : Sabtu/R/08.30
Dosen : Suryana
Penugasan ke : 1
BAB I
Permasalahan
Perkara Pidana No.1426/Pid.B/2003/PN.PST a.n. Bambang Harymurti,
Pemimpin Redaksi Majalah Mingguan Tempo
Penasihat Hukum; Todung Mulya Lbs, Darwin Aritonang, Yogi S.M, dkk
I. Kasus:
Pada tanggal 10 Maret 2003, Tomy Winata telah
mengadukan pimpinan redaksi atau penanggung jawab Majalah
TEMPO dengan dugaan telah melakukan tindak pidana fitnah dan
atau pencemaran nama baik kepada Polda Metro jaya. Tindak
pidana yang dipersangkakan dalam laporan polisi tersebut adalah
fitnah dan atau pencemaran nama baik sesuai dengan Pasal 310
KUHP dan 311 KUHP. Tomy Winata yang mendalilkan dirinya
sebagai pihak yang menjadi korban dalam pemberitaan majalah
berita mingguan TEMPO edisi tanggal 3-9 Maret 2003 khususnya
pada berita dengan judul “Ada Tomy di ‘Tenabang’?”.
Kemudian, pada tanggal 11 Maret 2003 sekitar jam 10.00
WIB, Tomy Winata diperiksa sebagai saksi pelapor/pengadu.
Keterangan Tomy tersebut secara singkat adalah:
Bahwa ada kalimat-kalimat dalam berita tersebut yang
mengakibatkan saksi merasa difitnah dan nama baiknya
dicemarkan, antara lain:
a) Konon, Tomy Winata mendapat proyek renovasi
Pasar Tanah Abang senilai Rp. 53 miliar.
Proposal sudah diajukan sebelum kebakaran.
Sehingga kalimat tersebut saksi merasa dituduh
bahwa saksi sudah mengajukan proposal sebelum
terjadinya kebakaran, padahal saksi tidak pernah
mengajukan proposal.
b) Dari musibah kebakaran, Rabu dua pekan lalu
Suwarti dan rekan-rekannya mungkin
menangguk lebih banyak penghasilan ketimbang
sebelumnya, tapi juga: Pemulung Besar” Tomy
Winata nantinya. Pengusaha dari Grup Artha
Graha ini, kata seorang arsitek kepada Tempo.
Dalam kalimat ini Tempo telah menuduh saksi
bahwa saksi disamakan dengan pemulung, yang
seolah-olah bahwa akibat dari kejadian
kebakaran di Pasar Tanah Abang saksi akan
mendapatkan suatu keuntungan.
c) Disitu, kios-kios bikinan Tomy rencananya akan
dijual Rp. 175 juta per meter persegi dan baru
diserahkan ke Perusahaan Daerah (PD) Pasar
Jaya, sedangkan saksi tidak pernah mengajukan
proposal apalagi membikin kios di Tanah Abang
sehingga dengan menentukan harga Rp. 175 juta
permeter persegi ini jelas tidak benar.
d) Anda orang keenam yang telepon. Saya belum
pernah bicara dengan siapapun, baik sipil,
swasta, maupun pemerintah, katanya, geram.
Saya ini nggak makan nangkanya (tapi) dikasih
getahnya, “kalau (mereka) berani ketemu muka
saya tabokin dia. Kalau ada saksi, bukti atau
data-data yang mengatakan saya deal duluan,
saya kasih harta saya separuhnya.” Sedangkan
saksi tidak pernah mengubungi dan tidak pernah
ditelpon oleh majalah Tempo.
Akibat pemberitaan tersebut, saksi sebagai pengusaha merasa
dicemarkan nama baiknya dan saksi merasa difitnah karena
setelah terbitnya pemberitaan tersebut, banyak telepon atau
orang yang menemui saksi menanyakan tentang kebenaran
berita tersebut, sehingga usaha saksi menjadi terganggu. Selain
itu, saksi telah mendapat informasi bahwa ada sekelompok
orang yang mengaku dari pedagang Pasar Tanah Abang
mengancam akan membunuh saksi sehingga berakibat
keselamatan saksi menjadi terancam dan perasaan saksi
menjadi resah.
Kasus ini menempatkan Bambang Harymurti, T. Iskandar Ali, dan
Ahmad Taufik sebagai terdakwa. Namun dalam kasus ini, Jaksa Penuntut
Umum telah melakukan pemisahan surat dakwaan (splitzing) antara
Bambang Harymurti(pemimpin redaksi) dengan T. Iskandar Ali(editor)
dan Ahmad Taufik(penulis). Namun terdapat kejanggalan dalam proses
pembuatan dakwaan ini. Surat dakwaan bagi ketiga terdakwa dilakukan
secara terpisah (splitzing), walaupun dalam praktik hal tersebut dapat saja
dilakukan. Tujuan pemisahan surat dakwaan adalah untuk mendapatkan
lebih banyak alat bukti. Dalam kasus ini alat bukti yang dapat diajukan
cukup banyak, sehingga splitzing tidak perlu dan dinilai berlebihan. Untuk
membuat penuntutan secara splitzing harus mengikuti aturan yang telah
ditentukan dalam KUHAP. Pasal 142 KUHAP menyatakan bahwa “dalam
hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa
tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak
termasuk dalam ketentuan Pasal 141, penuntut umum dapat melakukan
penuntutan terhadap masing masing terdakwa secara terpisah”. Ketentuan
tersebut menyebutkan kriteria pemisahan perkara dengan mengacu pada
Pasal 141 KUHAP yang berbunyi “Penuntut umum dapat melakukan
penggabungan perkara dan membuat dalam satu surat dakwaan, apabila
pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa
perkara dalam hal:
a. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang
sama dan kepentingan pemeriksaaan tidak menjadikan
halangan terhadap penggabungannya;
b. beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan
yang lain;
c. beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu
dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu
ada hubungannya yang dalam hal ini penggabungan tersebut
perlu bagi kepentingan pemeriksaan. “
Perkara ini secara jelas telah menempatkan para terdakwa sebagai
pelaku atas tindak pidana yang masih memiliki keterkaitan antara satu
dengan yang lainnya. Berdasarkan ketentuan tersebut, sebenarnya tidak
ada alasan bagi jaksa untuk memisahkan perkara ini.
II. Dakwaan JPU
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melalui Surat Dakwaan No.
Reg. Perk. : PDM-1069/JKTPS/07/2003, tanggal 21 Juli 2003
telah mendakwa Bambang Harymurti dalam kapasitasnya sebagai
Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, sehubungan dengan Artikel
yang diterbitkan oleh Majalah Tempo, dalam Edisi 3/9 Maret
2003 dengan judul : "Ada Tomy Di Tenabang?", dengan dakwaan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal XIV ayat (1) dan (2)
Undang-Undang No. 1, Tahun 1946, Tentang Peraturan Hukum
Pidana dan Pasal 311 (1) Pidana, Pasal 310 (1) KUH Pidana Jo.
Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana
A. Kesatu
Primair:
… menyiarkan suatu berita atau pemberitahuan
bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di
kalangan masyarakat, telah menyiarkan berita, dalam
Majalah Mingguan Tempo edisi tanggal 3/9 Maret
2003…dst dengan judul “Ada Tommy Di Tenabang”,
…dst. Perbuatan Terdakwa diancam pidana
sebagaimana diatur dalam pasal XIV ayat (1) Undang-
Undang no.1 Tahun 1946 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.
Subsidair:
… menyiarkan suatu berita atau pemberitahuan
bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di
kalangan masyarakat, telah menyiarkan berita, dalam
Majalah Mingguan Tempo edisi tanggal 3/9 Maret
2003…dst dengan judul “Ada Tommy Di Tenabang”,
…dst. Perbuatan Terdakwa diancam pidana
sebagaimana diatur dalam pasal XIV ayat (2) Undang-
Undang no.1 Tahun 1946 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.
B. Kedua
Primair:
… sengaja menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang yang menuduhkan suatu hal, yang
maksudnya terang, supaya hal itu diketahui umum,
dengan melakukan kejahatan pencemaran yang telah
diberikan kesempatan dibuktikan, tidak dapat
membuktikan,…dst. Perbuatan Terdakwa diancam
pidana sebagaimana diatur dalam pasal 311 ayat (1)
KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidair:
… sengaja menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang yang menuduhkan suatu hal, yang
maksudnya terang, supaya hal itu diketahui umum, …
dst. Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana
diatur dalam pasal 310 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.
III. Penggunaan Pasal 55 KUHP
Surat dakwaan yang disusun untuk Bambang Harymurti
maupun T. Iskandar Ali dan Ahmad Taufik telah mencantumkan
Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
menyatakan bahwa” dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu
perbuatan pidana: Ke-1 mereka yang melakukan, yang menyuruh
lakukan dan yang turut melakukan perbuatan;”. Dalam dakwaan
tersebut tidak disebutkan secara cermat dalam posisi apa para
terdakwa tersebut, apakah sebagai yang melakukan, menyuruh
lakukan atau yang turut serta melakukan. Penjelasan peran yang
diambil oleh para terdakwa tentunya akan membuat terang dan
jelas dakwaan atas para Terdakwa.
Mengenai Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal tersebut
berbunyi: (1) Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa
pidana: Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau
turut melakukan perbuatan itu;
IV. Mengenai Dakwaan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
JPU menjelaskan dengan cara-cara sbb:
Bahwa berdasarkan keterangan saksi Ahmad
Taufik, saksi pernah menulis kebakaran tentang
Pasar Tanah Abang tanggal 19 Februari 2003
dalam rubrik Nasional Majalah Tempo karena
pasar Tanah Abang adalah pasar yang beromzet
besar. Kemudian diadakan rapat perencanaan yang
dihadiri oleh Terdakwa Bambang Harymurti, saksi
Ahmad Taufik, saksi Raden Wahyu Muryadi
bertempat di kantor majalah Tempo jalan
Proklamasi No. 72 Menteng Jakarta Pusat. Pada
rapat itu saksi mengusulkan untuk menindaklanjuti
berita tentang kebakaran Pasar Tanah Abang
kemudian usul saksi disetujui oleh peserta rapat
termasuk terdakwa.
Selanjutnya saksi Ahmad Taufik ditugaskan oleh
saksi Raden Wahyu Muryadi untuk mencari
sumber berita yang akan diwawancarai. Ahmad
Taufik kemudian menugaskan reporter Bernarda
Rurit untuk mewawancarai Tomy Winata dan
Indra Darmawan untuk mewawancarai H.P.
Lumbun selaku Walikota Jakarta Pusat dan saksi
Cahyo Junaedi mewawancarai Dani Anwar dan M.
Yusup karena dianggap kedua orang tersebut
banyak mengetahui permasalahan pasar Tanah
Abang. Dari hasil wawancara tersebut, kedua
tokoh belum tahu tentang Tomy Winata
mengajukan proposal untuk renovasi pasar Tanah
Abang.
Bahwa naskah tulisan Ahmad Taufik tersebut
diedit oleh T. Iskandar Ali, dengan merlakukan
perubahan dari judul “ada Tomy di Tanah Abang”
menjadi “Ada Tomy di ‘Tenabang’?”. Dalam
paragraf kedua menambah kata “Pemulung Besar”
pada nama Tomy Winata, padahal saksi Ahmad
Taufik dan T. Iskandar Ali mengetahui bahwa
Tomy Winata adalah seorang pengusaha.
Kemudian hasil edit tersebut diserahkan ke
redaktur bahasa untuk diperiksa tata bahasanya
selanjutnya dilakukan rapat dam untuk
menentukan penerbitan berita tersebut.
Bahwa terdakwa Bambang Harymurti di depan
persidangan menerangkan selaku Pemimpin
Redaksi Majalah Berita Mingguan Tempo yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab di seluruh
bidang keredaksian dan mempunyai hak untuk
menentukan diturunkan atau tidaknya suatu berita.
Pada rapat dami tersebut terdakwa Bambang
Harymurti menyetujui tulisan Ahmad Taufik yang
sudah diedit oleh T. Iskandar Ali tanpa meneliti
kebenaran naskah berita tersebut. Hal tersebut
menurut ahli Dr. Rudy Satriyo, SH.MH sudah ada
unsur kesengajaan.
Bahwa karena adanya persetujuan dari Terdakwa
Bambang Harymurti, maka berita dengan judul
“Ada Tomy di ‘Tenabang’?” dengan foto Tomy
Winata dimuat dan dicetak dalam Majalah Berita
Mingguan Tempo edisi 3-9 Maret 2003 kemudian
dijual kepada umum.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas,
diterbitkannya tulisan dengan judul “Ada Tomy di
‘Tenabang’?” dalam Majalah Berita Mingguan
Tempo edisi 3-9 Maret 2003 halaman 30-31
karena adanya perbuatan kerjasama yang nyata
antara Terdakwa Bambang Harymurti dengan
saksi Ahmad Taufik dan saksi T. Iskandar Ali
(keduanya sebagai terdakwa dalam berkas
tersendiri). Dengan demikian, JPU menyatakan
unsur bersama-sama telah terpenuhi secara sah dan
meyakinkan menurut hukum. Disini JPU
melupakan beberapa hal dalam pembuktian unsur
ini, yaitu termasuk dalam menentukan termasuk
dalam kategori pelaku manakah terdakwa
Bambang Harymurti?
Apakah sebagai mereka yang melakukan sendiri suatu
perbuatan pidana (plegen), mereka yang menyuruh orang lain
melakukan suatu perbuatan pidana (doen plegen), mereka yang
turut serta/ bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana
(medeplegen)?
V. Terhadap “Unsur Dilakukan secara bersama-sama” (pasal 55
ayat (1) KUHP)
Majelis Hakim dalam berkesimpulan bahwa unsur ini telah
terpenuhi, dengan pertimbangan:
Bahwa selaku Pemimpin Redaksi dalam
menjalankan tugasnya, terdakwa dibantu oleh beberapa tenaga
teknis maupun tenaga administrasi perusahaan pers,
diantaranya dewan redaksi, jurnalis (wartawan), editor, divisi-
divisi (iklan, pemasaran, keuangan) sampai pada tingkat loper;
Bahwa satu minggu sebelum terbit majalah
Tempo Edisi 3-9 maret 2003, diadakan rapat perencanaan
yang dihadiri oleh Terdakwa Bambang Harymurti, saksi
Ahmad Taufik, saksi Raden Wahyu Muriadi bertempat di
Kantor Majalah Tempo Jalan Proklamasi No. 72 Menteng
Jakarta Pusat, pada rapat itu saksi Ahmad Taufik mengusulkan
untuk menindaklanjuti berita tentang kebakaran Pasar Tanah
Abang. Kemudian usul saksi Ahmad Taufik tersebut disetujui
oleh peserta rapat termasuk terdakwa Bambang Harymurti
sebagai Pemimpin Redaksi;
Bahwa untuk menemukan sumber berita
terdakwa telah menugaskan beberapa orang wartawan;
Bahwa saksi Ahmad Taufik menugaskan
reporter antara lain Bernarda Rurit untuk mewawancarai
Tomy Winata dan Indra Darmawan ditugaskan untuk
mewawancarai H.P Lumbun, S.H., selaku Walikota Jakarta
Pusat dan saksi Cahyo Djunaedi mewawancarai Dani Anwar
dan M. Yusup;
Bahwa berdasarkan data-data yang diperoleh
para Reporter Majalah Tempo tersebut, saksi Ahmad Taufik
membuat tulisan dengan judul “Ada Tomy di Tenabang?”
Bahwa oleh Saksi T. Iskandar Ali, dilakukan
perubahan dari judul “Ada Tomy di Tanah Abang”, menjadi
“Ada Tomy di ‘Tebanang’?”. Dan dalam paragraph kedua
menambahkan kata “Pemulung Besar” pada nama Tomy
Winata, padahal saksi Ahmad taufik dan saksi T. Iskandar Ali
mengetahui bahwa Tomy Winata adalah seorang pengusaha;
Bahwa dari hasil pengumpulan data oleh
para wartawan Tempo tersebut, telah dilakukan setting dan
editing yang oleh saksi Ahmad Taufik dan T. Iskandar Ali
kemudian hasilnya diserahkan kepada terdakwa untuk
dikoreksi, dan terdakwa menyetujui dan mengizinkan berita
tersebut untuk dimuat dalam Majalah Tempo edisi 3 s.d 9
Maret 2003;
Bahwa terdakwa Bambang Harymurti selaku
Pemimpin Redaksi Majalah Berita Mingguan Tempo
mempunyai tugas dan tanggungjawab diseluruh bidang
keredaksian dan mempunyai hak untuk menentukan
diturunkan atau tidaknya suatu berita;
Bahwa terdakwa tanpa meneliti kebenaran
data berita yang dibuat oleh saksi Ahmad Taufik dan diedit
oeh saksi T Iskandar Ali dengan judul “Ada Tomy di
Tebanang”, telah menyetujui dimuat dan dicetak dalam
Majalah Mingguan Tempo Edisi 3 s.d 9 Maret 2003;
Bahwa dengan persetujuan terdakwa, berita
“Ada Tomy di Tenabang”, dengan foto Tomy Winata dimuat
dan dicetak dalam majalah berita Mingguan Tempo Majalah
Mingguan Tempo Edisi 3 s.d 9 Maret 2003 halaman 30-31;
Bahwa terbitnya tulisan dengan judul “Ada
Tomy di Tebanang” Majalah Mingguan Tempo Edisi 3 s.d 9
Maret 2003, karena adanya kerjasama antara terdakwa
Bambang harymurti dengan Saksi Ahmad Taufik dan saksi T.
Iskandar Ali
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur bersama-sama
telah pula terpenuhi adanya.
Menurut pendapat saya, pertimbangan Majelis Hakim tidak
lengkap. Memang pada bagian awal pertimbangannya mengenai
unsur ‘bersama-sama’ ini, Majelis Hakim menyebutkan bahwa
dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP unsur ‘bersama-sama’ sifatnya
adalah alternatif, dimana KUHP mengartikannya sebagai pelaku
(dader) adalah mereka yang melakukan sendiri suatu perbuatan
pidana (plegen), mereka yang menyuruh orang lain melakukan
suatu perbuatan pidana (doen plegen), mereka yang turut serta atau
bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana (medeplegen)
dan mereka yang dengan sengaja menganjurkan orang lain untuk
melakukan perbuatan pidana (uitloking).
Kemudian, Majelis Hakim juga menambahkan beberapa
pendapat para ahli mengenai unsur ‘bersama-sama’ ini, mulai dari
pendapat Prof. Simons, Mr. Noyon, Prof. Hazewinkel Zuringa,
MvT, hingga Putusan MA RI No. 525K/Pid/1990 tanggal 28 Juni
1990. Namun, Majelis Hakim sama sekali tidak menentukan
termasuk unsur ‘bersama-sama’ yang manakah yang kiranya telah
dilakukan oleh terdakwa.
Menurut saya, dituliskannya semua pendapat para Ahli
mengenai unsur ‘bersama-sama’ secara lengkap oleh Majelis
Hakim tidak berguna sama sekali apabila tidak dapat menentukan
unsur ‘bersama-sama’ yang manakah yang kiranya telah terpenuhi
oleh perbuatan terdakwa. Majelis Hakim tidak menentukan apakah
terdakwa merupakan pelaku yaitu seseorang yang melakukan
sendiri suatu perbuatan pidana (plegen), atau terdakwa merupakan
seseorang yang menyuruh orang lain melakukan suatu perbuatan
pidana (doen plegen), atau terdakwa merupakan orang yang
bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana (medeplegen)
dan atau terdakwa merupakan orang yang dengan sengaja
menganjurkan/ menggerakkan orang lain untuk melakukan
perbuatan pidana (uitloking).
VI. Kesimpulan:
1. Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan peran yang diambil oleh
Terdakwa bersama dengan saksi Achmad Taufik dan Teuku
Iskandar Ali dalam kerjasama yang telah dituduhkan sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
2. Majelis Hakim sama sekali tidak menentukan termasuk unsur
‘bersama-sama’ yang manakah yang kiranya telah dilakukan oleh
terdakwa.
3. Bahwa Majelis Hakim tidak melakukan analisis dan pertimbangan
yang mendalam. Majelis Hakim hanya memberikan pertimbangan
hukum yang sekedarnya saja, tanpa merasa perlu untuk melakukan
penggalian secara lebih mendalam terhadap semua unsur dakwaan
yang kiranya telah terpenuhi oleh terdakwa.