Analisa Arus Kas

4
Revisit analisa arus kas (Cash Flow) Oleh: Pardi Sudradjat Pada analisa kredit komersial, analis perlu melihat bagaimana estimasi kondisi perusahaan kedepannya, sesuai dengan komitmen bank untuk memberikan kredit dan mengharapkan agar kewajiban kredit dapat dibayarkan oleh debitur. Untuk itu analis perlu melakukan proyeksi keuangan khususnya proyeksi neraca, proyeksi rugi laba dan proyeksi arus kas untuk masa yang akan datang. Hal yang sama perlu dilakukan apabila bank berkeinginan membeli obligasi jangka panjang yang membuat bank perlu merasa nyaman memiliki benda tersebut pada jangka panjang. I. Karakteristik kredit komersial Kredit komersial umumnya mempunyai jangka yang cukup panjang. Walaupun bank memberikan kredit modal kerja (KMK) dengan jangka waktu 1 tahun, apabila KMK tersebut digunakan untuk membiayai modal kerja permanen, maka akan memerlukan pelunasan yang juga jangka panjang. Perusahaan membeli aktiva tetap seperti mesin dan peralatan untuk memproduksi suatu produk, yang akan dikonversi menjadi bentuk tunai setelah melalui proses produksi dan penjualan, sebelum menjadi uang tunai yang digunakan sebagai sumber pelunasan kredit. Bank tidak dapat mengandalkan agunan untuk melunasi kredit. Secara prinsip, bank harus meyakini perusahaan akan mampu menciptakan arus kas dari operasional perusahaan untuk membayar kewajiban kredit. II. Tujuan dari proyeksi keuangan Dengan proyeksi keuangan, analisa dapat melihat kemungkinan permasalahan di masa depan yang dapat mengganggu kemampuan debitur melunasi kewajiban. Apabila analis melihat adanya permasalahan yang dapat mengganggu kemampuan debitur melunasi kewajiban, maka analis seharusnya tidak merekomendasikan proposal tersebut pada pemegang kewenangan kredit. Apabila kredit sudah menjadi portofolio bank, maka proyeksi keuangan dapat membantu analis untuk mencari solusi agar dapat keluar dari permasalahan dan melakukan upaya retrukturisasi. Sebagai bagian dari analisa proyeksi keuangan adalah analisa sensitivitas, dimana analis mengubah salah satu elemen proyeksi (misalnya besar penjualan, biaya bahan baku dsb.) dan melihat dampak secara keseluruhan terhadap proyeksi keuangan. Analisa sensitivitas dapat membantu analis untuk memahami apakah debitur dapat menghadapi permasalahan dikemudian hari, dan mengindikasikan pada area mana perusahaan rawan terhadap gangguan yang dapat mengurangi kemampuan membayar kewajiban kredit. III. Mengapa bank perlu melakukan proyeksi arus kas (cash flow)- Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sumber utama dari pelunasan kredit adalah uang tunai (kas). Analis perlu memastikan bahwa usaha debitur mampu menghasilkan uang tunai yang cukup dari operasional perusahaan untuk membayar kewajiban pada bank. Analisa rasio keuangan mempunyai Karakteristik tidak atas dasar kas (cash basis) melainkan atas dasar akrual (accrual basis) artinyajumlah traksaksi sudah dibukukan sebelum uang dalam bentuk tunai sudah diterima atau dibayarkan. Analisa rasio hanya dapat digunakan untuk menilai berapa cadangan atau cushion yang tersedia pada perusahaan debitur yang dapat digunakan untuk kepentingan bank pada waktu terjadi scenario perusahaan pada kondisi insolven, mendekati kebangkrutan. Bank seharusnya tidak mendasarkan keputusan kredit pada bantalan yang tersedia pada debitur apabila perusahaan berhenti beroperasi dan harus dilakukan likuidasi. Mengapa demikian- Karena pada proses likuidasi, bank berpotensi menghadapi berbagai masalah legal dan masalah sosial yang berpotensi menimbulkan berbagai ketidakpastian pembayaran terhadap eksposur bank. Pada kredit jangka pendek saja, keputusan atas dasar agunan merupakan keputusan yang mengandung risiko tinggi, terlebih apabila bank memberikan kredit jangka panjang, risiko akan semakin besar. Arus kas atau cash flow tidak sama dengan laba. Bank dengan laba yang besar dapat saja tidak mampu membayar apabila banyak memerlukan tambahan persediaan bahan baku atau tambahan persediaan.

description

Analisa arus kas

Transcript of Analisa Arus Kas

Page 1: Analisa Arus Kas

Revisit analisa arus kas (Cash Flow)

Oleh: Pardi Sudradjat

Pada analisa kredit komersial, analis perlu melihat bagaimana estimasi kondisi perusahaan kedepannya, sesuai dengan komitmen bank untuk memberikan kredit dan mengharapkan agar kewajiban kredit dapat dibayarkan oleh debitur. Untuk itu analis perlu melakukan proyeksi keuangan khususnya proyeksi neraca, proyeksi rugi laba dan proyeksi arus kas untuk masa yang akan datang. Hal yang sama perlu dilakukan apabila bank berkeinginan membeli obligasi jangka panjang yang membuat bank perlu merasa nyaman memiliki benda tersebut pada jangka panjang.

I.         Karakteristik kredit komersial

Kredit komersial umumnya mempunyai jangka yang cukup panjang. Walaupun bank memberikan kredit modal kerja (KMK) dengan jangka waktu 1 tahun, apabila KMK tersebut digunakan untuk membiayai modal kerja permanen, maka akan memerlukan pelunasan yang juga jangka panjang. Perusahaan membeli aktiva tetap seperti mesin dan peralatan untuk memproduksi suatu produk, yang akan dikonversi menjadi bentuk tunai setelah melalui proses produksi dan penjualan, sebelum menjadi uang tunai yang digunakan sebagai sumber pelunasan kredit. Bank tidak dapat mengandalkan agunan untuk melunasi kredit. Secara prinsip, bank harus meyakini perusahaan akan mampu menciptakan arus kas dari operasional perusahaan untuk membayar kewajiban kredit.

II.      Tujuan dari proyeksi keuangan

Dengan proyeksi keuangan, analisa dapat melihat kemungkinan permasalahan di masa depan yang dapat mengganggu kemampuan debitur melunasi kewajiban. Apabila analis melihat adanya permasalahan yang dapat mengganggu kemampuan debitur melunasi kewajiban, maka analis seharusnya tidak merekomendasikan proposal tersebut pada pemegang kewenangan kredit. Apabila kredit sudah menjadi portofolio bank, maka proyeksi keuangan dapat membantu analis untuk mencari solusi agar dapat keluar dari permasalahan dan melakukan upaya retrukturisasi.

Sebagai bagian dari analisa proyeksi keuangan adalah analisa sensitivitas, dimana analis mengubah salah satu elemen proyeksi (misalnya besar penjualan, biaya bahan baku dsb.) dan melihat dampak secara keseluruhan terhadap proyeksi keuangan. Analisa sensitivitas dapat membantu analis untuk memahami apakah debitur dapat menghadapi permasalahan dikemudian hari, dan mengindikasikan pada area mana perusahaan rawan terhadap gangguan yang dapat mengurangi kemampuan membayar kewajiban kredit.

III.  Mengapa bank perlu melakukan proyeksi arus kas (cash flow)-

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sumber utama dari pelunasan kredit adalah uang tunai (kas). Analis perlu memastikan bahwa usaha debitur mampu menghasilkan uang tunai yang cukup dari operasional perusahaan untuk membayar kewajiban pada bank.

Analisa rasio keuangan mempunyai Karakteristik tidak atas dasar kas (cash basis) melainkan atas dasar akrual (accrual basis) artinyajumlah traksaksi sudah dibukukan sebelum uang dalam bentuk tunai sudah diterima atau dibayarkan. Analisa rasio hanya dapat digunakan untuk menilai berapa cadangan atau cushion yang tersedia pada perusahaan debitur yang dapat digunakan untuk kepentingan bank pada waktu terjadi scenario perusahaan pada kondisi insolven, mendekati kebangkrutan. Bank seharusnya tidak mendasarkan keputusan kredit pada bantalan yang tersedia pada debitur apabila perusahaan berhenti beroperasi dan harus dilakukan likuidasi. Mengapa demikian- Karena pada proses likuidasi, bank berpotensi  menghadapi berbagai masalah legal dan masalah sosial yang berpotensi menimbulkan berbagai ketidakpastian pembayaran terhadap eksposur bank. Pada kredit jangka pendek saja, keputusan atas dasar agunan merupakan keputusan yang mengandung risiko tinggi, terlebih apabila bank memberikan kredit jangka panjang, risiko akan semakin besar.

Arus kas atau cash flow tidak sama dengan laba. Bank dengan laba yang besar dapat saja tidak mampu membayar apabila banyak memerlukan tambahan persediaan bahan baku atau tambahan persediaan. Sebaliknya bank dengan laba yang menurun dapat mempunyai kas yang memadai apabila perusahaan tersebut tidak melakukan investasi berupa tambahan persediaan atau tambahan piutang, dan tidak melakukan tambahan belanja modal.

Namun demikian perlu diingat bahwa analisa proyeksi keuangan dilakukan untuk memberikan pemahaman terjadap kinerja perusahaan debitur, tapi tidak dapat menggantikan judgment atau common sense yang diperlukan untuk analisa kredit Secara baik.

IV.   Variabel yang perlu dipertimbangkan analis

Page 2: Analisa Arus Kas

Yang perlu dilakukan analisa oleh analis dalam proses kredit adalah sebagai berikut:

-        Estimasi kemampuan perusahaan membayar kewajiban hutang yang ada sekarang menggunakan arus kas di masa mendatang sebagai sumber pembayaran.

-        Keperluan pendanaan tambahan untuk mendukung pertumbuhan usaha debitur, dan melakukan estimasi kapasitas debitur untuk meminjam dengan melihat kebutuhan perusahaan untuk membiayai tambahan modal kerja dan belanja modal (investasi).

-        Estimasi gangguan pada proyeksi pendapatan, profit margin dan arus kas sebelum perusahaan mengalami kesulitan membayar kewajiban kredit.

-        Menilai apakah permohonan kredit dari debitur menunjukkan bahwa perusahaan debitur dalam kondisi sehat dan bertumbuh, atau Sebaliknya menunjukkan gejala porsi kredit menjadi terlalu besar dibandingkan modal yang dimiliki perusahaan.

-        Menilai maksud penggunaan tambahan kredit dinilai wajar.

-        Menentukan struktur kredit yang sesuai untuk permohonan kredit dimaksud, dan menentukan jadual pelunasan kredit.

-        Persayaratan kredit yang perlu dicantumkan untuk meningkatkan keamanan bagi pihak bank.

-        Menghitung sumber dan penggunaan kas perusahaan debitur. Sumber dana kas adalah dari operasional perusahaan, refinancing dan penjualan asset. Kas dari operasional perusahaan berasal dari laba dan penurunan modal kerja. Refinancing berasal dari kenaikan kredit atau kenaikan modal perusahaan. Penggunaan kas dapat berasal dari kerugian usaha, kenaikan modal kerja, kenaikan investasi, pembayaran cicilan hutang dan pembayaran dividen.

V.       Sumber informasi untuk proyeksi keuangan

Sebagai sumber informasi analis adapt menggunakan laporan tahunan perusahaan, laporan yang sudah disediakan oleh perusahaan dalam rangka proyeksi kinerja yang akan datang, misalnya pada rapat dengan analis pasar modal. Dalam kasus kredit sindikasi, informasi juga dapat diambil dari info memo dan proyeksi keuangan yang disampaikan oleh lead underwriter. Informasi lainnya dapat menggunakan informasi dari Koran, TV, survey industry, informasi dari perusahaan pemeringkat dsb.

Selain sumber tersebut diatas, analis juga dapat menggunakan informasi dari Bank Indonesia, dari pemasok bahan baku pada perusahaan debitur, dari asosiasi perdagangan, dari pembeli utama dsb.

VI.   Metode untuk melakukan proyeksi

Langkah pertama yang dapat dilakukan analis adalah menilai laporan keuangan historis misalnya 3 tahun terakhir, dan menilai rasio keuangan dari laporan keuangan tersebut. Kemudian analis menilai apakah kondisi historis tersebut akan berlanjut pada periode ke depan, dan melakukan koreksi apabila analis memperkirakan terdapat perubahan yang dapat mengubah kondisi keuangan perusahaan.

Asumsi tersebut dapat didasarkan atas penilaian: (1) apakah selama ini perusahaan dijalankan secara sehat- (2) kekuatan keuangan, porsi hutang terhadap modal, tingkat laba, arus kas yang tersedia (3) kemampuan bersaing (4) kekuatan dan kelemahan manajemen, posisi pada industry, pengaruh dari siklus ekonomi. (5) risiko operasional pada proses produksi dan penjualan., dsb. Asumsi harus ditetapkan secara hati-hati, rasional dan memperhatikan risiko. Tidak terlalu focus pada angka-angka melainkan melengkapi dengan judgment dan rasionalitas. Sebagai contoh, pada industri yang sudah mature dan over capacity,  asumsi pertumbuhan sebesar 15% kemungkinan tidak rasional.

Selanjutnya analis dapat menggunakan kondisi keuangan yang sudah direvisi tersebut untuk melakukan ekstrapolasi dan membuat proyeksi neraca dan perkiraan rugi laba ke depan. Dari proyek neraca dan rugi laba tersebut, analis dapat membuat proyek arus kas (cash flow).

Untuk perusahaan baru (start-up) Karenatidak mempunyai laporan keuangan historis, analis dapat melakukan estimasi tingkat pertumbuhan secara rasional dari informasi yang tersedia.

VI.1    Proyeksi perkiraan Laba rugi

Page 3: Analisa Arus Kas

Dengan rasional yang diuraikan di atas, analis membuat proyeksi penjualan, biaya langsung seperti biaya bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja langsung, biaya umum dan administrasi, biaya penjualan dan biaya lainnya.

VI.2    Proyeksi perkiraan neraca

Dari sisi aktiva, analis dapat melakukan estimasi belanja modal (investasi), kebutuhan tambahan modal kerja, kebutuhan kas dan biaya lainnya. Dari sisi pasiva, variable yang perlu ditentukan adalah hutang dagang, kredit modal kerja dan kredit investasi yang akan jatuh waktu dalam setahun, hutang lain-lain, perkiraan pajak, akumulasi kekayaan pada periode lalu dan perkiraan laba ditahan.

Kebutuhan tambahan pendanaan dapat berasal dari hutang dagang, hutang bank atau sumber lainnya. Apabila diperlukan tambahan kredit, maka akan terdapat beban bunga tambahan, yang digunakan untuk melakukan revisi perkiraan rugi laba dan neraca.

VI.3    Proyeksi arus kas

Elemen yang mempengaruhi kondisi arus kas dapat berasal dari perkiraan rugi laba dan neraca.

Dari perkiraan rugi laba, elemen yang mempengaruhi arus kas adalah tingkat penjualan, harga pokok penjualan (% dari penjualan), biaya umum dan administrasi (% dari penjualan), biaya bunga, biaya pajak dan dividen.

Dari perkiraan neraca, elemen yang mempengaruhi arus kas adalah belanja modal, perputaran persediaan dan piutang, dan perputaran hutang dagang.

Analis perlu memahami keterkaitan antar rasio keuangan khususnya rasio ROE, ROA, leverage, profit margin, perputaran persediaan, hutang dagang dan piutang antara lain dengan melakukan analisa DuPont. Selain itu analis juga perlu memahami sensitivitas dari setiap cash driver tersebut diatas akibat pengaruh eksternal, dan menilai kerawanan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran kewajiban pada bank.

VII.         Analisa rasio cash flow

Sebagaimana diuraikan diatas, sumber pembayaran kewajiban kredit sebaiknya berasal dari laba operasional, disebut dengan net operating cash flow (NOCF). Arus kas kategori lain adalah Investing cash flow (sesudah diperhitungkan kebutuhan tambahan investasi modal kerja) dan financing cash flow (sesudah diperhitungkan pendanaan tambahan).

-        Times Cover =  NOCF / Biaya bunga; mengukur kemampuan arus kas operasional membayar kewajiban bunga saja. Times Cover minimal 1 adalah wajib, dan angka 3 atau 4 kemungkinan diperlukan apabila volatilitas arus kas dinilai tinggi. Apabila times cover 1.5 atau kurang, analis perlu meneliti apa yang dapat dilakukan perusahaan untuk memperbaiki kondisi ini.

-        Financing payment cover ratio = NOCF / (biaya bunga + cicilan pokok jatuh tempo di bawah 1 tahun + dividen) menunjukkan kemampuan arus kas membayar kewajiban bunga, cicilan pokok dan pembayaran dividen.

-        Debt Service Ratio (DSC) = NOCF / (hutang jangka pendek + Cicilan pokok jatuh tempo di bawah 1 tahun + biaya bunga) mengukur kemampuan arus kas membayar kewajiban yang jatuh tempo. Standar DSC sekitar 125%.

-        Lama pelunasan keseluruhan hutang (dalam tahun) atau total debt pay out = total hutang berbunga / NOCF, menunjukkan kemampuan arus kas melunasi seluruh kewajiban. Apabila jangka waktu kredit 5 tahun, tapi kemampuan arus kas melunasi seluruh hutang adalah 7 tahun, maka terdapat permasalahan yang perlu diatasi.

-        Lama pelunasan hutang jangka panjang (dalam tahun) atau total long term debt pay out = total hutang berbunga jangka panjang / NOCF, menunjukkan kemampuan arus kas melunasi kewajiban hutang jangka panjang.

Satu hal lagi yang perlu dilkukan analisa dari proyeksi cash flow yang diperlukan untuk menilai kelayakan proyek yaitu (1) analisa Net Present Value (NPV) dan (2) analisa IFRR (Internal Financial Rate of Return). Proyek dapat dikatakan layak apabila mempunyai nilai NPV positif, atau nilai IFRR lebih besar dari discount rate. Bagaimana membedakan kategoti cash flow, menentukan umur proyek, menentukan terminal value dan menentukan discount rate yang sesuai, dan bagaimana melakukan analisa pada proyek dengan umur tertentu (finitr life) dan proyek yang bersifat 'going concern' akan diuraikan pada tulisan terrpisah.