an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital
-
Upload
ferry-ardiansyah -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 1/19
universitas tarumanagara
PERKEMBANGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP PRODUK DIGITAL
Suatu tinjauan hukum hak cipta di Indonesia
PERKEMBANGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP PRODUK
DIGITAL
BAB I
LATAR BELAKANG
Intellectual property Rights atau Hak atas Kekayaan Intelektual memangberperan penting dalam kehidupan dunia modern dimana didalamnya
terkandung aspek hukum yang berkaitan erat dengan aspek teknologi, aspek
ekonomi, maupun seni budaya. Hak Kekayaan Inteletual adalah sistem
hukum yang melekat pada tata kehidupan modern terutama pada
perkembagan hukum hak cipta terhadap produk digital. Hak cipta terhadap
produk digital seperti perangkat lunak, foto digital, musik digital, film digital
dan ebook ini perlu mendapat perlindungan hukum, karena karya manusia
ini telah dihasilkan dengan suatu pengorbanan tenaga, pikiran waktu bahkan
biaya yang tidak sedikit serta pengetahuan dan semua bentuk idealism
lainnya bersatu untuk mendapatkan hasil karya terbaik dibidangnya.
Namun seiring era globalisasi ini, perlindungan terhadap hak cipta terutama
produk digital tidak mudah untuk dilakukan. Pembajakan di dunia digital
ataupun pembajakan di dunia selain digital pada prinsipnya adalah sama,
yaitu memperbanyak produk tanpa seijin orang atau pihak yang memiliki
hak cipta. Namun dalam produk digital masalah pembajakan ini lebih rumit.
Hal ini dikarenakan produk-produk dalam format digital dapat dicopy atau
diperbanyak dan didistribusikan dengan sangat mudah. Ini berbeda dengan
kasus produk fisik tiruan (lukisan, patung, perangkat elektronik, perangkatmekanik dll) diperlukan upaya sangat keras untuk meniru dan
menyembunyikan kepalsuan produk secara fisik. Namun hal ini tidak berlaku
di dunia digital.
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1982 telah mengeluarkan Undang-Undang
tentang hak cipta yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 yang telah
mengalami dua kali revisi melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, kesemuanya ini adalah untuk
melindungi karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra
(scientific, literary and artistic works).
Pembajakan di dunia digital ataupun pembajakan di dunia selain digital pada prinsipnya
adalah sama, yaitu memperbanyak produk tanpa seijin orang atau pihak yang memiliki hak
cipta. Namun dalam produk digital masalah pembajakan ini lebih rumit. Hal ini dikarenakanproduk-produk dalam format digital dapat dicopy atau diperbanyak dan didistribusikan
dengan sangat mudah.
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 2/19
Meskipun telah mempunyai Undang-undang UU No.19/2002 tentang Hak
Cipta (berapa kali direvisi) dan pemberlakuannya tentang hak cipta pun
telah diberlakukan efektif sejak 29 Juli 2003, semestinya mampu membuat
para pembajak produk digital jera, namun pada kenyataannya pelanggaran
terhadap HAKI masih saja terjadi bahkan cenderung ke arah yang semakinmemprihatinkan. Salah satu dari bentuk pelanggaran itu adalah pembajakan
software computer dimana berdasarkan laporan studi yang diterbitkan oleh
International Planning and Research Corporation untuk Business Software
Alliance (BSA) dan Software & Information Industry Association (SIIA),
dapat diketahui bahwa praktek pembajakan software di Indonesia sangatlah
tinggi. Dalam laporannya tahun 2001, Indonesia dinyatakan sebagai negara
pembajak software tertinggi urutan ke-3, di bawah Vietnam dan China.
Tingkat pembajakan software ini sebanyak 90 % diserap oleh segmen
konsumen untuk Personal Computer (PC) di rumah, sedangkan untuk
segmen perusahaan hanya mencapai 10 %. Pelanggaran hak cipta atassoftware ini di Indonesia dilakukan baik oleh dealer maupun pengguna akhir,
baik individu maupun korporat.
Selain pembajakan software, bentuk pelanggaran hak cipta lainnya yang
juga marak terjadi di Indonesia saat ini adalah music digital berupa MP3.
Permasalahan hukum terkait hak cipta dalam MP3 adalah bahwa banyak
beredar MP3 di masyarakat yang telah melanggar hak cipta.
Awal perkembangan pembajakan music digital di Indonesia, kualitas suara musik atau lagu
yang asli berbeda dengan kualitas lagu atau masik yang hasil bajakan. Namun dengan adanyateknologi konversi digital seperti adanya MP3, penurunan kualitas suara pada produk bajakan
bisa diminimalisir, bahkan kualitas suara produk bajakan setara dengan kualitas suara pada
CD orisinal. Selain itu harga sebuah keping MP3 illegal (bajakan) jauh lebih murah dari
harga keping CD orisinal. Sebagai perbandingan, harga suatu keping MP3 illegal yang
mampu memuat lebih dari seratus lagu berkisar lima ribu rupiah hingga sepuluh ribu rupiah,
dibandingkan dengan MP3 bajakan yang beredar dengan harga lima ribu rupiah perkeping.[1]
Kedua faktor ini lah yang menyebabkan pembajakan MP3 di Indonesia semakin marak.
Dengan adanya kemajuan teknologi digital ternyata dewasa ini telah berdampak terhadap
peningkatan pembajakan hak cipta di Indonesia. Khususnya terhadap produk digital berupa
software computer, musik digital dan film digital.
Bab II
Identifikasi Masalah
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari bunyi
pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, mengandung banyak
unsur yang terkandung didalamnya baik bagi berhubungan dengan pencipta, penerima, karyaciptanya dan pengertian semata-mata diperlukan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 3/19
lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Pada pokoknya hak
cipta bertujuan untuk melindungi karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman,
pengarang dan pemain musik, pengarang sandiwara, serta pembuat film dan piranti lunak
(software).
Pengaruh digitalisasi untuk perbanyakan ciptaan telah menjadi masalah yang sangat pelik,dimana melalui digitalisasi, produk-produk dalam format digital dapat dicopy atau
diperbanyak dan didistribusikan dengan sangat mudah tanpa seizin pemegang hak ciptanya.
Hal ini tentu saja sangat merugikan pencipta yang telah mengorbankan tenaga, waktu dan
biaya yang tidak sedikit untuk menghasilkan suatu ciptaan.
Suatu tindakan membuat atau memperbanyak hasil ciptaan orang lain tanpa seizin
penciptanya adalah tindakan pembajakan yang melanggar baik hak moril maupun hak
ekonomi dari seorang pencipta. Pembajakan atau pelanggaran terhadap hak cipta di Indonesia
sangatlah memprihatinkan, terutama terhadap produk-produk digital yang mudah sekali untuk
diperbanyak seiring dengan semakin berkembangnya kemajuan teknologi (digitalisasi) di
Indonesia saat ini. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat bangsa Indonesiaadalah salah satu penandatanganan perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights) yaitu perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan perdagangan
dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO) yang harus tunduk pada perjanjian internasional itu.
Kendala utama yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya perlindungan Hak akan
Kekayaan Intelektual ini adalah masalah penegakan hukum terhadap pembajak produk digital
tersebut , di samping masalah-masalah lain seperti kesadaran masyarakat terhadap HAKI itu
sendiri dan keadaan ekonomi bangsa yang secara tidak langsung turut menyumbang bagi
terjadinya pelanggaran itu. Akibat dari maraknya pembajakan produk-produk digital ini,
Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, baik dari dunia Internasional maupun pada
masyarakat Indonesia sendiri. Pengenaan sanksi oleh masyarakat Internasional merupakansuatu kemungkinan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sementara pengaruh dari
produk-produk digital bajakan terhadap masyarakat juga sangat luas, seperti menurunnya
kreativitas dari para pelaku di bidang musik dan film nasional yang karyanya sering dibajak
melalui digitalisasi. Pertanyaan, Bagaimana peraturan perundang-undangan menenai hak
cipta di Indonesia? Bagaimana dampak dari pembajakan produk digital tersebut? Bagaimana
mengenai penegakan hukumnya? Bagaimana solusi untuk mengatasi pengaruh digitalisasi
terhadap pembajakan produk digital di Indonesia?
Bab III
Kerangka Teoritis
Peraturan Perundang-undangan Mengenai Hak Cipta Di Indonesia.
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Dari bunyi
pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, mengandung banyak
unsur yang terkandung didalamnya baik bagi berhubungan dengan pencipta, penerima, karya
ciptanya dan pengertian semata-mata diperlukan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak
lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 4/19
Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang
sangat kaya. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya
intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh Undang-undang. Dengan demikian,
kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya
bagi para penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Untuk dapat mewujudkan hal
tersebut masih perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karyaintelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya
intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di atas.
Dengan telah ditandatangani Persetujuan TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights) dan diratifikasinya kinvensi-konvensi internasional di bidang hak cipta oleh
pemerintah Indonesia, maka Indonesia memiliki komitmen untuk memberlakukan dan
menerapkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam TRIPs maupun konvensi-
konvensi di bidang hak cipta. Adapun persetujuan TRIPs mengindetifikasikan instrumen-
instrumen Hak dan Kekayaan Intelektual dan mencoba mengaharmonisasikannya pada
tingkat global menyangkut komponen : Hak Cipta (copy rights), Merk Dagang (Trademarks),
Paten (Patent), Disain produk industri (industrial design), Indikasi geografi (geographicalindication), disain tata letak (topography), sirkuit terpadu/lay-out disain (topography of
integrated circuits), dan perlindungan informasi yang dirahasiakan (protection of undisclosed
information).
Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian hukum yang berkaitan dengan perlindungan
usaha-usaha kreatif dan investasi ekonomi dalam usaha kreatif. Berdasarkan Trade Related
Aspect Of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang merupakan perjanjian Hak-Hak Milik
Intelektual berkaitan dengan perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO), Hak
Kekayaan Intelektual ini meliputi copyrights (hak cipta), dan industrial property (paten,
merek, desin industri, perlindungan integrated circuits, rahasia dagang dan indikasigeografisasal barang). Diantara hak-hak tersebut, hak cipta yang semula bernama hak pengarang
(author rights) terbilang tua usianya. Pada pokoknya hak cipta bertujuan untuk melindungi
karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman, pengarang dan pemain musik, pengarang
sandiwara, serta pembuat film dan piranti lunak (software).
Pengaturan hak cipta di Indonesia berpedoman pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1982 tentang Hak Cipta . Mengingat
Indonesia telah menjadi anggota WTO, Indonesia memiliki kewajiban untuk
mengimplementasikan ketentuan TRIPs dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya.
Oleh karena itu, UU No. 7 Tahun 1987 dan UU No. 12 Tahun 1997 kemudian diganti denganUndang-undang yang baru Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sedangkan peraturan
pemerintah yang mengatur hak cipta adalah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1986
tentang Dewan Hak Cipta. Dewan Hak Cipta seperti yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2002 yang terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi dan
anggota masyarakat yang berkompetensi di bidang hak cipta berperan dalam memberikan
penyuluhan dan pembimbing serta pembinaan hak cipta. Secara otomatis hak cipta timbul
ketika suatu karya cipta dilahirkan oleh seorang pencipta. Karena itu pendaftaran suatu
ciptaan tidaklah mutlak, karena tanpa pendaftaran pun hak cipta seseorang tetap dilindungi.
Hanya, bila tidak didaftarkan, pembuktian hak ciptanya akan sukar dan memakan waktu. Bila
ciptaan didaftarkan maka orang yang mendaftarkan dianggap sebagai penciptanya sampai
dapat dibuktikan di muka pengadilan bahwa si pendaftar bukan penciptanya.
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 5/19
Pendaftaran suatu ciptaan diselenggarakan oleh Departemen Kehakiman cq Direktorat
Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek, dan diumumkan dalam suatu daftar umum ciptaan yang
dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dipungut biaya ? Hak cipta merupakan hak khusus bagi
pencipta atau penerima hak, untuk a) mengumumkan atau b). memperbanyak ciptaannya,
atau c). memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hanya pencipta saja yang mempunyai hak khusus (exclusive right) yang dilindungi Undang-undang yang dapat mengumumkan
ciptaannya, untuk memperbanyak ciptaannya dan untuk memberi izin mengumumkan dan
atau memperbanyak ciptaannya tersebut, seumur hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah
pencipta meninggal, ini berarti bahwa hak cipta dapat diwariskan kepada ahli warisnya
seperti yang tertera dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi : “ Hak cipta yang dimiliki oleh
pencipta, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik
penerima wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh
secara melawan hukum”. Beralih atau dialihkannya hak cipta tidak dapat dilakukan secara
lisan tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan akta Notaris maupun tidak dengan
akta Notaris. Atas sebuah ciptaan karya dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan akan
melekat dua macam hak yaitu Hak Ekonomi (economic rights) dan Hak Moral (moral rights).Jadi, seandainya hak cipta ini beralih atau dialihkan kepada pihak ketiga oleh si pencipta,
pada dasarnya yang beralih hanyalah hak ekonominya saja, sedangkan hakmoralnya tetap
melekat pada diri pencipta. Artinya, atas ciptaannya tersebut pencipta tetap berhak untuk
dicantumkan namanya sebagai pencipta dan tidak boleh pihak ketiga mengubah ciptaan si
pencipta sebagaimana aslinya tanpa izin. Dan orang lain yang melakukan tindakan yang
merupakan hak khusus pencipta, baik hak ekonomi maupun hak moral, tanpa izin atau tanpa
hak dianggap telah melakukan pelanggaran atas hak cipta. Pelanggaran hak cipta
sebagaimana pula diatur dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) Persetujuan TRIPs mengharuskan
pelaku diberikan hak untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya, melakukan
perbuatan-perbuatan seperti membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/
atau gambar pertunjukannya; dan melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan
menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau mengkomunikasikan kepada
masyarakat pertunjukan langsung mereka. Yang dimaksud dengan pelanggaran yang dilarang
dalam hal ini adalah apabila perbuatan pelanggaran itu dapat merugikan pencipta dari segi
ekonomis, merugikan kepentingan negara karena mengumumkan ciptaan yang bertentangan
dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan atau bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan. Melanggar perjanjian berarti pelanggaran berupa perbuatan
yang tidak sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara pihak ketiga dengan
pencipta.
Bab IV Pembahasan
A. Pengaruh digitalisasi terhadap produk digital Software Computer
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), terutama teknologi digitalisasi yang
sangat pesat dewasa ini. Perkembangan digitalisasi lambat laun akan mampu mengungkapkan
adanya kecurangan yang terjadi selama ini terhadap ciptaan yang bernilai ekonomis.
Poses digitalisasi tidak dapat dikatakan sebagai suatu proses pengalihwujudan dari ciptaan
karena proses digitalisasi tidak
pernah memberikan perubahan nilai tambah terhadap substansi Ciptaan. Hal tersebuthanyalah merupakah pengalihan fiksasi ataupun format penyimpanannya dalam suatu media
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 6/19
tertentu saja. Penyampaian suatu informasi yang semula dilakukan dengan repsentasi signal
analog menjadi signal digital (repsentansi bentuk biner 0 dan 1), hanyalah merupakan
perubahan teknis penyimpanan dan penyampaian suatu informasi, yang semula dilihat
berdasarkan kontinuitas waktu atas panjang gelombang (time is continuously observed)
kemudian berkembang menjadi representasi dalam bentuk yang diskrit (time is sampled).
Suatu lingkungan digital memang bekerja atas sistem penyalinan dan/atau pemuatan
informasi dari suatu medium ke medium yang lain, namun yang dikatakan sebagai tindakan
pembajakan adalah ketika penyalinan dan/atau pemuatan informasi dari suatu medium ke
medium yang lain itu bersifat permanent sehingga menambah jumlah ciptaan.
Penyalinan dan atau pemuatan tersebut yang merupakan tindakan pembajakan sering terjadi
terhadap produk digital terutama software computer. Disadari atau tidak, pembajakan
software di Indonesia memang marak terjadi, begitu mudah kita mendapatkan software-
software bajakan dengan harga terjangkau di took-toko penjual software komputer, bahkan di
pedagang-pedagang kaki lima.
Berdasarkan laporan studi yang diterbitkan oleh International Planning and Research
Corporation untuk Business Software Alliance (BSA) dan Software & Information Industry
Association (SIIA), dapat diketahui bahwa praktek pembajakan software di seluruh dunia
sangatlah tinggi. Dalam laporannya tahun 2001, Indonesia dinyatakan sebagai negara
pembajak software tertinggi urutan ke-3, di bawah Vietnam dan China. Tingkat pembajakan
software ini sebanyak 90 % diserap oleh segmen konsumen untuk Personal Computer (PC) di
rumah, sedangkan untuk segmen perusahaan hanya mencapai 10 %. Pelanggaran hak cipta
atas software ini di Indonesia dilakukan baik oleh dealer maupun pengguna akhir, baik
individu maupun korporat.
Saat ini menurut daftar yang dikeluarkan oleh USTR (United State Trade Representative),
Indonesia juga masih masuk dalam kategori “priority watch list” karena dinilai masih
banyaknya kasus pembajakan Hak Cipta khususnya VCD dan software.
Disadari atau tidak, pembajakan software di Indonesia memang marak terjadi, begitu mudah
kita mendapatkan software-software bajakan dengan harga terjangkau di took-toko penjual
software komputer, bahkan di pedagang-pedagang kaki lima. Kemajuan di bidang teknologi
dirasakan turut mempermudah terjadinya pembajakan software.
Meskipun Indonesia telah mempunyai perangkat hukum di bidang Hak Cipta, akan tetapi
rasanya penegakan hukum atas pembajakan software ini masih dirasakan sulit dicapai, dansepertinya pembajakan software di Indonesia akan tetap terjadi, dan permasalahan ini tidak
akan pernah dapat dituntaskan.
BENTUK-BENTUK PEMBAJAKAN SOFTWARE
Pasal 1 butir 7 Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undagn
No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta (UUHC) menyatakan bahwa program komputer adalah program yang diciptakan secara
khusus sehingga memungkinkan komputer melakukan fungsi tertentu. Pengertian yang lebih
jelas mengenai software ini dapat dilihat di Australian Copyright Act, dimana dijelaskan
bahwa software ini sesungguhnya meliputi source code dan object code yang merupakansuatu set instruksi yang terdiri atas huruf-huruf, bahasa, kode-kode atau notasi-notasi yang
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 7/19
disusun atau ditulis sedrmikian rupa sehinga membuat suatu alat yang mempunyai
kemampuan memproses informasi digital dan dapat melakukan fungsi kerja tertentu.
Adapun bentuk-bentuk pelanggaran atas suatu software dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu :
Pemuatan ke dalam hard disk. Perbuatan ini biasanya dilakukan jika kita membeli komputer
dari toko-toko komputer, di mana penjual biasanya meng-instal sistem operasi beserta
software-software lainnya sebagai bonus kepada pembeli komputer.
Softlifting, yaitu dimana sebuah lisensi penggunakan sebuah software dipakai melebihi
kapasitas penggunaannya. Misalnya membeli satu software secara resmi tapi kemudian
meng-install-nya di sejumlah komouter melebihi jumlah lisensi untuk meng-install yang
diberikan.
Pemalsuan, yaitu memproduksi serta menjual software-software bajakan biasanya dalam
bentuk CD ROM, yang banyak dijumpai di toko buku atau pusat-pusat perbelanjaan,
Penyewaan software, Ilegal downloading, yakni dengan men-download software dari internet
secara illegal
Menurut pasal 2 ayat 1 UUHC, Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima
hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberikan izin untuk
itu dengna tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam Pasal 1 butir 4 dan 5 disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan tindakan “mengumumkan” adalah penyebaran suatu ciptaan dengan
menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat
dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan“memperbanyak” adalah tindakan menambah suatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama,
termasuk mengalihwujudkan suatu ciptaan. Dari ketentuan di atas dapat terlihat bahwa
tindakan-tindakan pembajakan software tersebut termasuk dalam kategori melanggar Hak
Cipta.
Atas pelanggaran Hak Cipta, maka pelaku pembajakan software ini dapat diancam dengan
hukuman penjara selama 7 tahun atau denda maksimum 100 juta rupiah. Selain itu pencipta
maupun pemegang hak cipta juga dapat melakukan upaya hukum secara perdata untuk
menuntut ganti rugi, karena tindakan pembajakan software dapat dikategorikan sebagai
perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG TERJADINYA PEMBAJAKAN SOFTWARE
Ada banyak faktor-faktor yang mendukung terjadinya pembajakan software. Software adalah
produk digital yang dengan mudah dapat digandakan tanpa mengurangi kualitas produknya,
sehingga produk hasil bajakan akan berfungsi sama seperti software yang asli.
Selain itu, tidak disangkal lagi, satu hal yang mendukung maraknya pembajakan atas
software adalah mahalnya harga lisensi software yang asli. Untuk perbandingan, harga lisensi
Windows 98 adalah 200 dolar AS, sedangkan software bajakan dapat kita beli hanya dengan
harga Rp. 10.000 saja. Andaikata di sebuah kantor mempunyai 20 buah komputer yang
menggunakan windows 98, maka biaya yang harus dikeluarkan sebesar 4000 dolar AS atau
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 8/19
senilai hampir 40 juta rupiah. Itu hanya untuk sistem operasinya saja, belum termasuk
program-program aplikasi lainnya.
DAMPAK DARI PEMBAJAKAN
Dalam Survei yang diadakan oleh Business Software Alliance (BSA), Indonesia dianggapsebagai surganya pembajak, dimana Indonesia menempati peringkat ketiga di bawah Cina
dan Vietnam. Akibat peringkat pembajakan yang cukup tinggi itulah, peredaran barang
bajakan Indonesia menjadi prioritas US Trade Representative (USTR). USTR sendiri
merupakan badan negosiasi perdagangan sekaligus berfungsi sebagai penasihat kebijakan
perdagangan untuk Presiden AS.Berdasarkan laporan berkalanya bertajuk ”Special 301 Decisions On Intellectual Property”
yang menghasilkan estimasi kerugian akibat pembajakan hak cipta selama 2002 ternyata
cukup mencengangkan. Tingkat pembajakan film, rekaman musik, aplikasi piranti lunak
bisnis dan entertainment dan buku mencapai 259,9 juta dolar AS.
Secara internasional, jika keadaan seperti ini terus berlanjut, bangsa Indonesia sendiri punakan mendapat kerugian. Demikian pula secara nasional, dalam hitungan jangka pendek,
adanya software computer bajakan dengan harga murah memang menguntungkan bagi
masyarakat kebanyakan. Namun untuk jangka panjang akan timbul berbagai kerugian.
Dengan software computer bajakan yang demikian mudah diperoleh diperkirakan akan
menurunkan moral karena banyaknya adegan panas yang tidak disensor, terlebih saat ini
VCD porno sudah begitu bebas diperdagangkan di pinggir jalan. Kerugian lainnya adalah
pada perkebangan industri musik dan film nasional. Kalangan artis, sutradara, produser dan
pihak lain yang terkait dalam industri ini akan enggan untuk berkarya secara optimal karena
pembajakan karya mereka telah mengurangi nilai pembayaran yang seharusnya mereka
peroleh. Akibatnya para insan musik dan film dalam berkarya tidak menghasilkan karya-karya yang baik dan terkesan asal jadi saja, sehingga dunia film dan musik di tanah airakan
semakin terpuruk.
PENEGAKAN HUKUM ATAS PEMBAJAKAN SOFTWARE KOMPUTER
Pelanggaran hak cipta merupakan pelanggaran yang terus berlangsung di negeri ini terutama
terhadap produk digital. Berbagai macam produk digital menjadi sasaran empuk, salah satu
diantaranya adalah program software komputer. Hal ini terlihat dari luasnya peredaran
program software computer bajakan. Bahkan dalam Survei yang diadakan oleh Business
Software Alliance (BSA), Indonesia dianggap sebagai surganya pembajak, dimana Indonesia
menempati peringkat ketiga di bawah Cina dan Vietnam.Pelanggaran terhadap hak ciptatersebut bukan saja semakin marak, tetapi semakin canggih karena para pembajak
menggunakan teknologi modern yang mempermudah kegiatan ilegalnya.
Sangat penting melihat latar belakang dan alasan terjadinya pembajakan itu.
Disinyalir diduga pelaku pembajakan program software komputer bukan lagi individu
melainkan berupa perusahaan dengan omzet pemasaran yang sangat besar dan jaringan
sangat luas. Di samping itu ada kecenderungan masyarakat saat ini membeli program
software computer bajakan. Alasannya harganya yang sangat murah dibanding produk
aslinya,
Lebih detailnya, berikut petikan mengenai komentar dari masyarakat konsumenmenggunakan produk bajakan tersebut :
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 9/19
CD piranti lunak komputer bajakan masih bebas diperdagangkan di toko- toko resmi. Piranti
lunak dijual dengan harga Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per keping. Mulai dari Encarta
Encyclopedia 2004, pelajaran bahasa asing, sampai program komputer paling mutakhir.
Seorang karyawan toko piranti lunak bajakan tidak yakin pemerintah akan berhasil
membersihkan pusat perbelanjaan dari barang bajakan. “Biasanya sih cuma ’hangat- hangattahi ayam’. Awalnya bersemangat, setelah itu loyo. Lha, siapa yang mau membeli software
asli yang harganya jutaan rupiah? Apalagi kalau setiap tahun berubah?” katanya.
Masyarakat lebih memilih program software komputer bajakan dengan harga murah tanpa
memikirkan kualitas produk dan kerugian ekonomis jangka panjang sebgai konsekuensinya.
Kelompok generasi muda merupakan korban terbesar dari konsumen ta tertipu. Walaupun
mereka sadar, bahwa produk yang mereka beli bukan asli. Hal ini kemungkinan besar karena
apresiasi masyarakat terhadap HKI masih rendah. Dengan banyaknya hasil karya yang
dibajak dan besarnya kerugian yang telah diderita baik oleh pencipta, industri (pengusaha)
maupun pemerintah, kita melihat ada sesuatu yang tidak berjalan dalam system perlindungan
Hak atas Kekayaan Intelektual kita.
Sistem HKI merupakan kombinasi peran antara penemu/pencipta (inventor), pengusaha
(industri) dan pelindung hukum. Tidak integralnya pemahaman yang ada di dalam
masyarakat, menyebabkan tersendatnya sistem HKI dan menimbulkan masalah dalam
pelaksanaannya. Tidak bekerjanya sistem hukum (pengaturan) mengenai HKI adalah akibat
kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat, yang antara lain disebabkan karena :
Pertama, penegakan hukum – Sebagai salah satu penyebab maraknya pembajakan program
software computer bajakan adalah kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani
pelanggaran yang terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelanggar Hak akan
Kekayaan Intelektual menandakan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran jugamerupakan faktor utama lemahnya penegakan hukum di bidang HKI. Selama ini penegakan
hukum atas pembajakan program software komputer yang terjadi hanyalah upon request dan
Cuma sporadic saja. Hal ini menunjukkan tidak adanya goodwill pemerintah.
Penegakan hukum atas pembajakan software memang telah dilakukan. Pada bulan September
2001, Microsoft dinyatakan menang dalam kasus pembajakan software dan majelis hakim
menghukum PT. Kusumo Megah untuk membayar ganti rugi sebesar 4,4 juta dolar AS.
Keputusan ini bagi pihak produsen software dianggap sebagai kemenangan besar melawan
pembajakan software di Indonesia sehingga diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang
menghargai inovasi dan diharpkan dapat membangkitkan industri software lokal. Pada bulan
Oktober tahun yang sama, Microsoft kembali memenangkan perkara yang sama, di manatergugat yaitu empat penjual computer yaitu PT. Panca Putra Komputindo, HJ Komputer,
HM Komputer dan Altex Komputer dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar 4,7 juta
dollar AS karena terbukti bersalah karena telah meng-install software Microsoft Windows
dan Office pada komputer yang mereka jual. Namun secara umum, penanganan terhadap
pembajakan progtam software computer di Indonesia masih sangat minim
Hal ini terlihat dari begitu maraknya penjualan program software computer bajakan, bahkan
terkadang dilakukan di depan hidung aparat, tentunya hal ini tidak dapat dibiarkan begitu
saja. Penegakan hukum di bidang hak cipta harus dilakukan secara serius dan efektif.
Pelanggaran HKI ini merupakan delik biasa, namun saat ini jelas ada sikap permisif atau
bahkan imunity kalangan penegak hukum atas pelaku pelanggaran HKI. Sikap yang paling
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 10/19
berkompeten di bidang penegakan hukum atas HKI di Indonesia sampai saat ini masih sering
terjadi saling lempar tanggung jawab.
Untuk itu polisi meminta Depperindag melakukan pengawasan terhadap izin usaha yang telah
dikeluarkan, sementara Depperindag sendiri tidak bisa memenuhi permintaan polisi karena
tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan atau penyelidikan. Penyebablainnya yaitu kadar pengetahuan dan jumlah aparat penegak hukum di bidang HKI masih
belum memadai. Masih sedikit anggota Polri yang memiliki pengetahuan dan memahami
tentang HKI dan dengan keterbatasan itu memungkinkan terjadinya “main mata” antara
penegak hukum dan pelanggar HKI. Penegakan hukum di bidang HKI tidak dapat hanya
tergantung pada satu pihak saja. Sebagai satu kesatuan kerja, seluruh instansi terkait turut
bertanggung jawab dan memberikan dukungan yang optimal sehingga penegakan hukum di
bidang HKI ini menjadi efektif.
Kedua, kesadaran masyarakat – Kesadaran hukum masyarakat Indonesia terhadap Hak akan
Kekayaan Intelektual masih belum maksimal, dalam arti banyak kerugian yang ditimbulkan
karena masyarakat sendiri sebenarnya belum banyak yang memahami bagaimana sistem HKIberjalan. Sebagai contoh misalnya dalam prosedur pendaftaran, prinsip pendaftaran suatu
karya intelektual adalah first to file (siapa yang mengajukan pertama kali dialah mendapatkan
perlindungan), masyarakat belum mengetahui benar mengenai hal ini. Di samping itu juga
bahwa hasil karya intelektual harus didaftarkan untuk kemudian diumumkan, sehingga orang
lain akan mengetahuinya. Tidak jarang pemohon suatu karya intelektual ditolak karena karya
tersebut tidak memiliki nilai orsinil, dan tidak jarang pencipta kehilangan haknya karena
terlambat mendaftarkan hasil karyanya itu. Oleh karenanya masyarakat harus diberikan
pemahaman sedemikian rupa agar menyadari hak dan kewajibannya. Pemahaman di sini
termasuk didalamnya penegakan hukumdan perlindungan hukum yang menjadi satu kesatuan
yang utuh. Pemberian pemahaman kepada masyarakat ini dapat dilakukan melalui sosialisasidengan melakukan penyuluhan-penyuluhan dalam berbagai bentuk. Dengan sosialisasi ini
diharapkan masyarakat dapat memahami masalah perlindungan dan penegakan hukum di
bidang HAKI, sehingga diharapkan akan tercipta suatu kerjasama antara masyarakat,
pemerintah serta industri dan diharapkan juga suatu saat nanti tidak terjadi lagi pembajakan
dan pelanggaran lainnya.
Ketiga, keadaan ekonomi – Terpuruknya situasi ekonomi yang buruk yang tengah dihadapi
bangsa Indonesia saat ini, secara tidak langsung telah ikut mendorong terjadinya pelanggaran
terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual. Lesunya kegiatan ekonomi menyebabkan
berkurangnya lapangan pekerjaan serta meningkatkan pengangguran. Akibatnya, keadaan ini
dijadikan alasan untuk menghalalkan kegiatan baik berupa pembajakan maupun pemasarandari program software komputer bajakan itu.
Aparat penegak hukum sering kali dihadapi pada keadaan dimana tindakan pelaku
pelanggaran Hak Cipta dilakukan semata-mata hanya untuk menghidupi keluarganya. Hal
semacam ini membuat ragu bagi para aparat untuk melakukan tindakan yang tegas.
Situasi ekonomi seperti ini juga menyebabkan timbulnya “dilema pasar”, dimana secara
ekonomis, konsumen akan selalu mencuri barang yang paling murah. Dilema pasar ini bila
dihadapkan dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sedang lemah akan mendorong
masyarakat untuk tidak menghiraukan lagi apakah barang yang dibeli itu asli atau bajakan.
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 11/19
Bagi mereka membeli software computer bajakan sudah menjadi hal yang biasa, dan mereka
dapat melakukannya dengan bebas tanpa rasa takut, rasa bersalah ataupun rasa malu lagi. Dan
ketika itulah sebagian orang ada yang berpikiran buruk dengan niat meraup keuntungan
secara mudah lewat cara yang tidak jujur. Memang sejumlah Undang-undang di bidang HKI
sudah dirampungkan. Misal UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. UU No. 15 Tahun 2001
tentang Merek, dan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Bahkan ketentuan bidangHAKI pun diperkuat UU No. 30, 31, 32 Tahun 2000 masing-masing tentang Rahasia Dagang,
Desain Industri, dan Sirkuit Terpadu.
Sangat disayangkan bila upaya serius pemerintah jadi kurang bermakna karena penegakan
hukumnya tak dapat dipertanggungjawabkan. Kita sering mendengar polisi menggerebek
pelaku kejahatan HKI, berapa banyak kasusnya yang ke Pengadilan? Seberapa berat
hukuman yang dijatuhkan hakim baik pidana maupun perdata ? Peran Hakim dan lembaga
peradilan tak kalah penting dalam menegakkan perundang-undangan HKI. Para pelaku dalam
kejahatan HKI sebaiknya diproses optimal di persidangan, sehingga jera dan kasus tersebut
bisa menjadi contoh baik bagi para calon penjahat yang merencanakan kejahatan HAKI agar
mereka berpikir matang tentang konsekuensi hukumannya sebelum bertindak.
B. Pengaruh digitalisasi terhadap produk digital MP3
Pesatnya perkembangan kemajuan teknologi dewasa ini ternyata telah membuat tingginya
maraknya pembajakan karya cipta lagu. Penggunaan sarana digital seolah-olah
mempermudah dalam pendistribusian produk bajakan di bidang karya cipta.
Dengan peralatan canggih seperti sekarang, proses penggandaan produk bajakan tidak lagi
menjadi rumit. Pelaku pembajakan relatif mudah menggandakan produk karena tidak
memerlukan ruang yang luas. Akibatnya sulit bagi penegak hukum untuk mendeteksinya.Berdasarkan data yang dirilis oleh Asosiasi industri rekaman Indonesia (Asiri), perkiraaan
potensi kerugian bagi industri itu luar biasa besarnya. Begitu juga dengan kerugian bagi
pemasukan ke kas negara karena hilangnya potensi pemasukan pajak. Pada periode 1996-
2007, Asiri menyatakan jumlah peredaran produk rekaman lagu ilegal dalam format cakram
optik diperkirakan mencapai 200 juta keping per tahun. Dari total peredaran produk bajakan
itu, Asiri memperkirakan potensi kerugian bagi industri rekaman selama kurun waktu sepuluh
tahun terakhir mencapai Rp80 triliun. Sementara itu, akumulasi kehilangan pemasukan kas
negara mencapai Rp8 triliun.
Terhadap pelanggaran Hak cipta karya cipta lagu ini, penulis memfokuskan terhadap
pembajakan karya lagu melalui melalui format media MP3. MP3 adalah sebuah singkatandari Motion Picture Expert Group, Layer 3 yang merupakan format encoding suatu data
audio yang bertujuan untuk mereduksi dan melakukan kompresi sejumlah data dalam audio
tersebut, namun tetap memiliki kualitas audio sama dengan yang tidak mengalami
kompresi.[2] Sebagai contoh, suatu data audio yang disimpan dalam format lain
membutuhkan space sebesar 50 megabyte, sedangkan apabila menggunakan format MP3,
space yang dibutuhkan hanya seperlimanya saja, yaitu sekitar 5 megabyte.[3]
Faktor ukuran data dari MP3 yang hanya membutuhkan space yang sedikit dari sebuah
hardisk dan semakin maraknya diseminasi atau pertukaran data di internet yang dipacu
semakin tingginya kecepatan transfer data di Internet, telah menyebabkan terjadi penyebaran
data MP3 yang begitu pesat. Penyebaran yang begitu pesat ini menimbulkan suatu isu pentingseputar MP3, yaitu aspek legalitas dari MP3 khususnya terkait dengan hak cipta.
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 12/19
Sebagian besar konten MP3 adalah sebuah musik atau lagu. Lagu tersebut biasanya berasal
dari Compat Disk (CD) yang orisinil kemudian setelah melalui proses grabbing, lagu tersebut
di kompresi menggunakan encoding software MP3 sehingga menjadi data MP3 yang
biasanya berekstensi data .mp3.[4] Rata-rata sebuah CD memuat sebelas hingga dua belas
lagu dengan total data sebesar 650 MB. Setelah melalui proses konversi menjadi MP3, besar
data masing-masing lagu berkisar antara lima hingga enam megabyte. Setelah mencapaibesaran yang terkompresi, data-data tersebut dengan mudah dapat didistribusikan melalui
internet. Data tersebut dapat didistribusikan melalui surat elektronik (e-mail), melalui proses
upload ke server tertentu kemudian di-download , atau dapat juga melalui pertukaran data
orang perorang yang biasa disebut dengan peer-to-peer networking.[5]
FORM DAN SUBSTANCE MP3
Pemahaman terhadap MP3 terlebih dahulu dimulai dari pemahaman mengenai form atau
bentuk dan substance atau isi dari MP3. Dilihat dari bentuknya, MP3 adalah sebuah software
atau perangkat lunak. MP3 dapat dikategorikan secara bentuk sebagai software karena
memiliki karakteristik sebuah software, yaitu dibangun berdasarkan algoritma tertentu,menggunakan suatu bahasa program (MP3 pertama kali ditulis menggunakan bahasa C), dan
telah melalui proses coding dan decoding sehingga dapat dikenali oleh suatu operation
system.[6] Dengan pemahaman MP3 sebagai software, Thomson Consumer Electronics
sebagai pemegang lisensi dari MPEG Layer 1, 2, dan 3, mematenkan software MP3 di negara
yang mengakui adanya “software patent ” seperti United Stated of America dan Jepang. [7]
Sesungguhnya MP3 dikatakan sebagai sebuah software karena MP3 menjalankan suatu
fungsi komputasi tertentu, yaitu melakukan konversi dan kompresi data audio dengan
encoding MP3 hingga dapat didengarkan menggunakan MP3 player seperti WinAmp untuk
platform windows da XMMS untuk platform *nix.
Dengan dipatenkanya MP3, tidak banyak pengembang software yang mau mengembangkan
software berbasis MP3, sehingga lahir beberapa software alternatif seperti Ogg, dan WMA.
Dengan demikian, MP3 secara form menjadi illegal di negara-negara yang mengakui paten
terhadap software, hingga berakhirnya waktu paten pada 2010 dan paten menjadi public
domain.[8]
Dilain sisi, apabila memahami MP3 dari sudut pandang substansinya maka pemahaman ini
beranjak dari konten atau isi dari MP3 itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
konten atau isi dari MP3 adalah data audio yang umumnya merupakan musik atau lagu.
Dengan pemikiran ini, maka secara substantif MP3 adalah sebuah karya cipta yang
merupakan bagian dari Hak Cipta. Pemahaman terhadap bentuk dan isi MP3 amat pentinguntuk menentukan aspek legalitas dari MP3 tersebut, sehingga dapat diketahui kapan suatu
MP3 merupakan data legal dan kapan suatu MP3 dikatakan sebagai data illegal.
ASPEK LEGALITAS MP3
Permasalahan hukum terkait hak cipta dalam MP3 telah mencuat seiring banyaknya keluhan
dari Asosiasi Industri Rekaman Amerika (RIAA). RIAA mengeluhkan banyak beredar MP3
yang telah melanggar hak cipta.[9] Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu RIAA tengah
menghadapi permasalahan dengan sebuah mesin pencari (search engine) di Internet. Pada
Maret 1998, Federasi Internasional Industri Phonograph (the International Federation of the
Phonograph Industry/IFPI ), sebuah asosiasi rekaman lainnya, mengajukan gugatan terkait
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 13/19
dengan perkara kriminal terhadap FAST Search and Transfer ASA, sebuah search engine
untuk pencarian MP3 yang berlokasi di Oslo. [10]
Search engine ini memberikan sebuah links langsung ke file MP3 untuk dapat diunduh secara
langsung. FAST memberikan lisensi search engine tersebut kepada Lycos, salah satu search
engine terbesar yang berlokasi di Amerika Serikat. Dilain kesempatan RIAA juga telahmengajukan gugatan terhadap Lycos di Amerika Serikat. Laporan yang telah diajukan IFPI
hanya menyangkut tuduhan-tuduhan terhadap FAST yang merupakan masalah pelanggaran
hak cipta.
Dari uraian tersebut timbul permasalahan hukum, apakah benar MP3 sudah pasti merupakan
data yang illegal? Jawabannya akan ditemukan dalam contoh berikut. Seseorang men-
download sebuah data MP3 di Internet melalui search engine tersebut. Dalam kasus ini dapat
dijumpai beberapa kemungkinan permasalahan hukum. Secara substantif perlu dilihat apakah
data MP3 tersebut merupakan data yang isinya merupakan objek perlindungan hukum (hak
cipta) atau tidak. Apabila ternyata isinya bukan merupakan objek perlindungan hukum, maka
secara substantif ia tidak melanggar hukum, sedangkan apabila ternyata MP3 tersebut isinyamerupakan objek perlindungan hukum, juga tidak serta merta MP3 tersebut menajadi MP3
illegal, perlu dilihat secara formalitas mendownloadnya, apakah melalui mekanisme yang
benar sesuai hukum atau tidak.
Sehingga timbul kondisi apabila orang tersebut mencari MP3 menggunakan search engine
tersebut lalu mendownload sebuah MP3 yang memang kontennya tidak dilindungi hak cipta
maka tidak terjadi suatu permasalahan, permasalahnya baru muncul ketika MP3 yang
didownload merupakan objek hak cipta. Kondisi lainnya, apabila MP3 yang didownload
tersebut merupakan objek hak cipta, namun telah melalui prosedur yang sesuai dengan
hukum, misalnya dengan cara membeli lagu tersebut maka MP3 yang didownload tersebutbukan lah MP3 yang illegal.[11]
Dapat disimpulkan, untuk mengatakan apakah suatu MP3 merupakan data yang legal atau
illegal, perlu terlebih dahulu dilihat formailtas dan substansi dari MP3 tersebut. Dengan
demikian suatu MP3 dapat dikatakan illegal apabila diperoleh melalui cara yang bertentangan
dengan hukum, misalnya melalui cracking dan atau isinya merupakan objek hak cipta
sehingga tidak boleh didistribusikan secara bebas. Sehingga dalam kasus IRAA, seandainya
search engine tersebut telah menyiapkan mekanisme legal seperti pembelian MP3 atau
menjelaskan secara detail MP3 mana yang merupakan hak cipta dan MP3 mana yang bukan
hak cipta, maka permasalahan antara IRAA v. Search Engine dapat terselesaikan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MP3 DI INDIONESIA
Maraknya peredaran MP3 illegal di Indonesia telah mencapai taraf yang menghawatirkan
terhadap perkembangan investasi dibidang cakram optik. Menurut Wakil Ketua
Umum Gabungan Pengusara Rekaman Indonesia, Binsar Victor Silalahi, mengaku
mengakhawatirkan maraknya VCD/DVD/CD/MP3 lagu dan film bajakan. Berdasar catatan
dia, dalam sebulan sekurang pembajak mampu memproduksi delapan juta keping
VCD/DVD/CD/MP3 bajakan, “Ini akan berpengaruh terhadap investasi cakram optik.
Apalagi DVD/VCD porno dapat mengakibatkan kasus-kasus asusila di masyarakat. Ini harus
ditekan,” jelasnya.[12]
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 14/19
Awal perkembangannya, kualitas suara musik atau lagu yang asli berbeda dengan kualitas
lagu atau musik yang hasil bajakan. Namun dengan adanya teknologi konversi digital seperti
adanya MP3, penurunan kualitas suara pada produk bajakan bisa diminimalisir, bahkan
kualitas suara produk bajakan setara dengan kualitas suara pada CD orisinal.[13] Selain itu
harga sebuah keping MP3 illegal (bajakan) jauh lebih murah dari harga keping CD orisinal.
Sebagai perbandingan, harga suatu keping MP3 illegal yang mampu memuat lebih dariseratus lagu berkisar lima ribu rupiah hingga sepuluh ribu rupiah, dibandingkan dengan MP3
bajakan yang beredar dengan harga lima ribu rupiah perkeping.[14] Kedua faktor ini lah yang
menyebabkan pembajakan MP3 di Indonesia semakin marak.
Untuk menekan laju pembajakan dan atau peredaran MP3 bajakan di Indonesia perlu adanya
law enforcement yang kuat dan tegas oleh aparat penegak hukum, Salah satunya melalui
perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan terhadap MP3 dalam sudut
pandang hukum mengenai hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta dapat kembali
dipandang dari dua sisi yaitu form dan substance-nya. Dari sisi form-nya perlindungan hak
cipta ditujukan pada MP3 sebagai software, sehingga MP3 memenuhi unsur sebagai Program
Komputer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 19 Tahun2002 Tentang Hak Cipta (UUHC) yaitu:
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa,
kode, skema, ataupun bentuk lain, yang
apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan
mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi
tersebut.[15]
Dengan terpenuhinya unsur MP3 sebagai program komputer / software, maka MP3 menjadiobjek perlindungan dari hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a
UUHC, yaitu:
Pasal 12
(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
1. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain;[16]
Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang berlaku di Amerika, dimana MP3 dilindungi
dengan paten, yaitu dengan adanya software patent .[17] Di Indonesia, sebuah program
komputer bukan merupakan objek paten, hal ini berdasarkan Penjelasan Atas Undang-undang
Tentang Paten yang menyebutkan sebagai berikut.
Invensi tidak mencakup:
(1) kreasi estetika;
(2) skema;
(3) aturan dan metode untuk melakukan kegiatan:
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 15/19
1. yang melibatkan kegiatan mental,
2. permainan,
3. bisnis;
(4) aturan dan metode mengenai program komputer;[18]
Dengan demikian, MP3 bukan merupakan objek perlindungan paten sehingga tidak bisa
dipatenkan di Indonesia. Selanjutnya, perlindungan apa yang tepat untuk melindungi MP3
secara form-nya sebagai software? Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, perlindungan
hukum yang tepat bagi MP3 sebagai software adalah dengan mekanisme hak cipta. Apabila
terjadi pelanggaran hak cipta seperti memperbanyak software MP3 atau mendistribusikan
software tersebut tanpa izin Pencipta atau Pemegang Lisensi MP3 tersebut dan untuk tujuan
komersial dapat diterapkan ketentuan dalam Pasal 72 ayat (3) UUHC yaitu:
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).[19]
Akan tetapi, apabila perbanyakan software MP3 tersebut untuk tujuan membuat salinan
cadangan program MP3 tersebut dan semata-mata untuk tujuan pribadi, maka perbuatan
demikian bukanlah perbuatan yang melanggar hak cipta, hal ini berdasarkan ketentuan yang
tercantum dalam Pasal 15 huruf g UUHC.
Selanjutnya, bagaimana perlindungan hak cipta terhadap substance atau isi dari MP3? Telah
dijelaskan, isi atau konten dari MP3 lazimnya berisi lagu atau musik. Sebuah lagu atau musik
dapat dikategorikan sebagai karya seni, dan berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf d sebagai
berikut.
Pasal 12
(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
1. …
2. …
3. …
4. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
MP3 yang banyak beredar di Indonesia memiliki konten lagu-lagu atau musik bajakan berasal
dari CD orisinal yang di-ripping[20] kemudian dikompilasi menjadi satu CD yang berisi data
MP3 yang memiliki konten musin atau lagu digital. Dalam proses ini terjadi pengalihwujudan
karya seni dari analog menjadi digital, pengalihwujudan lagu atau musik analog menjadi
digital menyebabkan semakin mudahnya proses penyalinan musik atau lagu digital dari satu
media ke media lainnya.
Pengalihwujudan suatu karya cipta untuk tujuan komersil yang dilindungi oleh hak cipta
harus berdasarkan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, sehingga apabila proses
pengalihwujudan lagu atau musik menjadi lagu atau musik digital tanpa seizin dari Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta, hasil konversi tersebut dianggap telah melanggar hak cipta, hal inidisebabkan, proses pengalihwujudan atau konversi dari suatu karya cipta sudah merupakan
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 16/19
proses perbanyakan dari karya cipta itu sendiri. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUHC
dikatakan sebagai berikut.
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu
ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undanganyang berlaku.[21]
Dengan demikian, apabila pengalihwujudan yang menyebabkan adanya perbanyakan
terhadap suatu ciptaan tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, tindakan tersebut
dapat memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) UUHC
yaitu sebagai berikut.
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahundan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).[22]
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan, di Indonesia, meskipun MP3 tidak bisa
dilindungi dengan Hak Paten, MP3 baik secara form maupun secara substansinya telah
mendapat perlindungan hukum yaitu dengan adanya perlindungan terhadap hak cipta dari
ciptaan MP3 tersebut. Permasalahan terkait MP3 illegal di Indonesia yang lebih banyak
terjadi adalah pengalihwujudan musik dan lagu yang menyebabkan terjadinya perbanyakan
ciptaan tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta. Sedangkan permasalahan hak cipta
terkain form dari software MP3 itu sendiri tidak banyak terjadi, hal ini antara lain disebabkan
software MP3 memang dilisensikan sebagai free software yang artinya diperbolehkan untuk didistribusikan atau di salinkan secara gratis.
Bab V
Kesimpulan dan Saran
Pengaruh digitalisasi telah membuat pelanggaran hak cipta terutama terhadap produk digital
semakin tinggi. Meskipun edukasi dalam Gerakan Sadar Hak Kekayaan Intelektual dan
peranan aparat penegakan hukum telah dilakukan, akan tetapi menurut penulis, sepertinya hal
tersebut tidak akan dapat berjalan dengan baik, pembajakan software dan karya cipta lagu
berupa format media MP3 akan sulit untuk diberantas. Faktor yang paling dominan adalahfaktor ekonomis, dimana orang akan cenderung memilih software bajakan dan MP3 ilegal
yang pasti jauh lebih murah dari software yang berlisensi dan MP3 yang legal.
Secara garis besar, factor pendorong terjadinya pelanggaran hak cipta terhadap produk digital
adalah faktor Penegakan hokum, kesadaran masyarakat dan keadaan ekonomi. Begitu
maraknya pembajakan terhadap produk digital di Indonesia mempunyai dampak negatif serta
menimbulkan berbagai persoalan seperti citra buruk Indonesia di dunia internasional dan
ancaman mendapat sanksi dari dunia internasional, menurunnya semangat berkreasi dari
kalangan dunia seni. Lemahnya upaya penegakan hukum di bidang HKI, kesadaran
masyarakat yang masih sangat kurang dan keadaan ekonomi yang sulit yang tengah dihadapi
bangsa ini, merupakan sebagian kendala yang dihadapi dalam upaya penegakan sistem HKIdi Indonesia. Banyak kalangan menilai bahwa hukum yang berlaku di Indonesia belum
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 17/19
mampu untuk meminimalisasi terjadinya tindakan-tindakan illegal dan melanggar hukum
yang dilakukan oleh para kriminal, walaupun sebenarnya perangkat hukum yang dilakukan
oleh para kriminal, walaupun sebenarnya perangkat hukum yang ada sudah memadai, tetapi
ketegasan dan motivasi yang kuat dari pemerintah maupun aparat keamanan penegak hukum
masih dinilai sangat minim untuk mencegah terjadinya kejahatan atas pelanggaran Hak Cipta,
khususnya pembajakan software computer dan karya cipta lagu.
Selain itu pembajakan masih akan tetap berlansung karena bagaimana mungkin para penegak
hukum dapat memberantas hal ini jikalau mereka sendiri pada kenyataannya masih sering
menggunakan produk digital bajakan? Penegak hukum menggunakan software bajakan baik
di komputer-komputer di kantor polisi, kejaksaan maupun pengadilan, yang dipergunakan
untuk keperluan dinas maupun di komputer-komputer pribadi mereka. Jika aparat penegak
hukum berkeinginan untuk menegakkan hukum di bidang ini, maka secara tidak langsung
mereka harus menuntut dirinya sendiri karena turut pula melakukan pelanggaran. Menurut
penulis hal ini tidaklah mungkin, karena itulah sampai dengan saat ini penulis berkeyakinan
bahwa permasalahan ini tidak akan pernah berakhir, paling tidak sampai dengan saat di mana
semua software yang dipakai oleh aparat penegak hukum terlah berlisensi.
Selain penggunaan produk digital bajakan oleh para penegak hukum, penulis juga
menyarankan hakim-hakim yang menagani perkara-perkara HKI di Pengadilan Niaga
sekarang ini, mempunyai keberanian untuk melakukan pembaruan hukum melalui putusan-
putusannya. Guna mencegah atau meminimalisasi terjadinya tindakan pelanggaran hak cipta
produk digital, Pemerintah melalui aparat keamanan dan/atau penegak hukum harus bersama-
sama dengan penuh ketegasan menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan dengan
menggunakan perangkat hukum yang telah ada, menindak tegas pelaku-pelaku dengan
hukuman yang berat, sehingga mereka tidak akan melakukannya lagi.
Begitu pula dengan peraturan di bidang HKI perlu adanya upaya dari semua pihak baik dari
aparat penegak hukum, kalangan industri, insan seni maupun masyarakat untuk bersama-
sama menegakkan hukum secara Sungguh-sungguh. Situasi ekonomi yang terpuruk tidak
dapat dijadikan alasan untuk melakukan pembenaran terhadap tindakan pembajakan produk
digital. Karenanya perlu diberikan kesadaran kepada masyarakat mengenai penegakandan
perlindungan hukum di bidang HKI. Guna memerangi pembajakan terhadap produk digital
juga dapat dimulai dari masyarakat itu sendiri, salah satunya dengan cara memboikot produk
bajakan. Karenanya disarankan kepada seluruh masyarakat untuk tidak membeli produk
digital bajakan dan memberikan informasi kepada aparat jika ada tindakan pelanggaran yang
dilakukan oleh segelintir orang, karena masyarakat juga mempunyai tanggung jawab moril
terhadap pengamanan dan kelestarian kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dalam bidangseni.
Namun meskipun demikian, meskipun peranan penegak hukum terhadap produk digital telah
maksimal, penghasil produk dijital tidak dapat mengatasi pembajakan hanya dengan
menerapkan perangkat hukum dan teknologi untuk melindungi produk tersebut. Yang
diperlukan adalah: Skema bisnis baru. Hal ini sudah dilakukan dalam kasus perangkat lunak
yaitu melalui skema open source. Industri open source memperoleh pendapatan dari service
bukan dari produk perangkat lunak.
Untuk MP3, salah satu solusi untuk menekan laju peredaran MP3 illegal selain penegakan
hukum adalah menyediakan MP3 legal dengan harga bersaing. Harga yang bersaing didapatkarena penjualan MP3 legal secara online dapat memangkas jalur distrbusi. Perusahaan
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 18/19
rekaman di Indonesia dapat meniru mekanisme penjualan MP3 yang telah dilakukan oleh
iTuns, AllOfMP3, Tunster, dan lainnya. Diharapkan dengan adanya MP3 legal dengan harga
bersaing, pebajakan di Indonesia dapat direduksi seminimal mungkin.
[1] “Bisnis CD/VCD Bajakan Marak”, Kompas Cyber Media, <
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/15/Jabar/2080.htm>, diakses 3 Juli 2006.
[2] Wikipedia Online Encyclopedia, “Overview MP3”,
<http://www.wikipedia.org/wiki/mp3>.
[3] Eric Berger, “The Legal Problems of MP3”, Temple Environmental Law and Technology
Journal (Fall, 2004): 2.
[4] Berger, op. cit.
[5] Lori A. Morea, “The Future of Music In a Digital Age: The Ongoing Conflict Between
Copyright Law and Peer-to- peer Technology”, Campbell Law Review (Spring, 2006): 195.
[6] Wikipedia, op. cit.
[7] Ibid.
[8] Beberapa vendor seperti iTuns (http://www.ituns.com), menggunakan format audio
tersendiri yaitu M4P dengan tujuan untuk melindungi konten audio yang didownload
tersebut, sehingga audio tersebut hanya bisa diputar menggunakan software yang telahdisediakan oleh iTuns. Selain itu iTuns juga menyertakan software disetiap musik yang
didownload yang menyebabkan musik tersebut hanya bisa di “copy” ke lima mesin yang
telah di “authorized” oleh iTuns.
[9] John Borland, “MP3.com bows to record industry pressure”,
<http://news.com.com/MP3.com+bows+to+record+industry+pressure/2100-1023_3-
240395.html>
[10] Berger, op. cit.
[11] Mekanisme pembelian MP3 seperti ini dapat ditemukan dalam website All Of MP3 dialamat http://www.alloffmp3.com. Pencarian MP3 di dalam website tersebut memanfaatkan
search engine.
[12] “Polisi Musnahkan Nakorba danVCD Bajakan” , Republika Online,
<http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=242624&kat_id=286&kat_id1=&kat_id2=>
, diakses 3 Juli 2006.
[13] “Pembajakan, Ujung Tombak Itu Patahlah Sudah”, Kompas Cyber Media,
<http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/05/dikbud/pemb30.htm>, diakses 3 Juli 2006.
[14] “Bisnis CD/VCD Bajakan Marak”, Kompas Cyber Media, <http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/15/Jabar/2080.htm>, diakses 3 Juli 2006.
5/14/2018 an Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/an-hukum-hak-cipta-terhadap-produk-digital 19/19
[15] Indonesia, Undang-Undang Tentang Hak Cipta, UU No. 19, LN. No. 85 Tahun 2002,
TLN. No. …, ps. 1 angka 8. (a)
[16] Ibid. (a), ps. 12 ayat (1) huruf a.
[17] Wikipedia, op. cit.
[18] Indonesia, Undang-undang Tentang Paten, UU No. 14, LN. No. 109 Tahun 2001, TLN.
No. 4130, Penjelasan Atas Undang-undang Tentang Merek. (b)
[19] Indonesia (a), op. cit ., ps. 72 ayat (3).
[20] Ripping adalah proses penyalinan (copy) secara digital sebuah data audio atau video
kedalam harddisk komputer atau perangkat keras lainnya seperti CD/DVD/Flashdisk. Proses
ripping ini terkait dengan kompresi dan encodig data audio analog menjadi digital seperti
yang terjadi pada mekanisme ripping untuk menjadi data MP3. Lebih lanjut baca
http://en.wikipedia.org/wiki/Ripping.
[21] Indonesia (a), op. cit., ps. 2 ayat (1).
[22] Ibid., ps. 72 ayat (1).
Hasil Pencarian Anda:
kendala-kendala apa yang dihadapi dalam mengadili pelanggaran hak cipta
faktor hak cipta dapat beralih ganti rugi