AMSP
-
Upload
anzas-rustamaji-pratama -
Category
Documents
-
view
39 -
download
0
description
Transcript of AMSP
PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK
A. PERBEDAAN ANGGARAN PADA SEKTOR PEMERINTAHAN DAN KOMERSIAL
Anggaran merupakan artikulasi dari perumusan strategi dan perencanaan strategik
yang telah dibuat. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang
tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan
yang sudah disusun. dalam bukunya, Mardiasmo mendefinisikasn Anggaran sebagai
Pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu
tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2009).
Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana
finansial yang menyatakan:
1. Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja).
2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana
tersebut (pendapatan).
Sebagaimana terdapat perbedaan dalam karakteristik organisasinya, sektor
pemerintahan dan komersial memiliki beberapa perbedaan dalam karakteristik
anggarannya, di antaranya adalah sebagai berikut:
No. Sudut Pandang Sektor Pemerintah Sektor Komersial
1. Siklus Anggaran Seluruh instansi pemerintah akan
melewati siklus anggaran yang
sama, mulai dari perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan,
hingga pertanggungjawaban. Hal
ini disebabkan karena siklus
anggaran bagi seluruh instansi
pemerintah diatur dalam
peraturan perundangan secara
khusus.
Setiap perusahaan bebas
menentukan siklus atau
tahapan penganggarannya
sendiri. Termasuk metode,
timing, pihak-pihak yang
terlibat, dan pendekatan
penganggaran yang akan
digunakan.
2. Bentuk Dokumen Dokumen penganggaran dan
Pelaksanaan Anggaran di
Pemerintah ditetapkan dalam
bentuk peraturan perundangan
yang resmi, sehingga bentuk dan
format yang digunakan berlaku
Setiap perusahaan bebas
menentukan format dan
bentuk dokumen
penganggarannya masing-
masing. Format dan bentuk
dokumen biasanya
seragam bagi seluruh instansi
pemerintah
disesuaikan dengan
karakteristik pengelolaan
keuangan dan kebutuhan
informasi di perusahaan
tersebut.
3. Kekuatan
Dokumen
Anggaran
Dokumen Anggaran pada sektor
pemerintah bersifat mandatory
atau mengikat. Artinya,
pelaksanaan penerimaan dan
belanja setiap instansi pemerintah
harus berlandaskan pada
dokumen anggarannya.
Dokumen penganggaran pada
perusahaan-perusahaan
komersil lebih berperan
sebagai dokumen
perencanaan dan
pengalokasian sumber daya.
Perbedaan pelaksanaan
realisasi aktivitas pengeluaran
dan pendapatan dengan
dokumen anggaran
perusahaan masih
dimungkinkan selama
perbedaan tersebut
memberikan manfaat atau
efektifitas dan efesiensi bagi
perusahaan.
4. Fleksibilitas Pengesahan dokumen anggaran
di sektor pemerintah harus
melewati tahapan birokrasi yang
panjang hingga akhirnya
disahkan oleh lembaga legislatif.
Oleh sebab itu, anggaran
pemerintah cenderung bersifat
kaku. Revisi atau perubahan
anggaran masih dimungkinkan
namun harus melewati berbagai
tahapan dan otorisasi birokrasi.
Pengesahan dokumen
anggaran perusahaan
dilakukan oleh manajemen
perusahaan sendiri, serta
tidak bergantung dari pihak
luar perusahaan. Oleh sebab
itu, perubahan dan revisi atas
dokumen anggaran
perusahaan jauh lebih
fleksibel. Bahkan pada
beberapa kasus, dokumen
anggaran perusahaan harus
selalu diperbaharui mengikuti
perubahan dinamika yang
dihadapi perusahaan tersebut.
5. Alokasi Sumber Pada sektor pemerintah, Pada sektor komersil,
Daya anggaran disusun untuk
mengalokasikan sumber daya-
sumber daya dalam rangka
pelaksanaan fungsi-fungsi
pemerintahan. Penciptaan
pendapatan bukanlan fokus dari
pengalokasian sumber daya-
sumber daya tersebut.
anggaran disusun untuk
mengalokasikan sumber daya
sumber daya perusahaan
dalam rangka menciptakan
penerimaan (revenue making)
yang akan menambah
kekayaan bersih perusahaan.
Oleh sebab itu, alokasi
sumber daya akan berfokus
pada keuntungan.
6. Perlakuan
Akuntansi
Di Indonesia, dokumen anggaran
pada sektor pemerintah akan
tercatat dalam sistem akuntansi
instansi pemerintah. Standar
Akuntansi Pemerintah pengatur
adanya ayat-ayat jurnal khusus
yang harus dicatat dalam rangka
menuangkan anggaran instansi
pemerintah terkait dalam laporan
keuangannya.
Bagi perusahaan atau sektor
komersial, dokumen anggaran
adalah komponen yang
terpisah dari laporan
keuangan. Perencanaan yang
terkandung dalam dokumen
anggaran perusahaan tidak
akan dituangakan dalam
laporan keuangan ataupun
dicatat dalam sistem
akuntansi perusahaan.
7. Transparansi Dana yang dikelola oleh
pemerintah adalah dana
masyarakat, sehingga
masyarakat luas memiliki hak
untuk mengetahui penggunaan
uang negara. Oleh sebab itu,
Dokumen anggaran pemerintah
sebagai salah satu bentuk
perencanaan atas penggunaan
dana publik tersebut anggaran
pemerintah harus terbuka bagi
masyarakat luas.
Anggaran perusahaan adalah
milik pribadi perusahaan.
Anggaran perusahaan atau
pada sektor privat cenderung
bersifat tertutup ataupun
rahasia, karena dokumen
anggaran suatu perusahaan
mengandung banyak
informasi-informasi yang akan
merugikan perusahaan jika
informasi tersebut diketahui
oleh perusahaan pesaingnya
atau pihak luar lainnya.
8. Konsekuensi
Politik
Dokumen anggaran instansi
pemerintah memiliki konsekuensi
politik yang kental, karena
Dokumen anggaaran suatu
perusahaan cenderung tidak
memiliki konsekuensi politik.
dokumen anggaran tersebut
menggambarkan arah kebijakan
dan perencanaan kinerja
pemerintah dalam pelayanan
publik pada tahun yang
bersangkutan.
Hal ini disebabkan karena
kebijakan dan perencanaan
perusahaan yang tertuang
dalam dokumen anggarannya
hanya mengatur elemen
internal perusahaan dan
cenderung tidak memiliki
konsekuensi lain bagi pihak
eksternal perusahaan
B. PERBANDINGAN BERBAGAI PENDEKATAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
1. Karakteristik
1) TradisionalKarakteristik sistem anggaran tradisional:
(1) Anggaran diartikan semata-mata sebagai alat dan dasar legitimasi
(pengabsahan) berapa besar pengeluaran dan penerimaan negara yang
dibutuhkan untuk menutup pengeluaran tersebut.
(2) Anggaran diklasifikasikan menurut jenis pengeluaran dan penerimaan.
Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas obyek-obyek
pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap
departemen/lembaga.
(3) Menitikberatkan pada input dari semua kegiatan daripada output;
(4) Incrementalism, yakni hanya menambah atau mengurangi jumlah
dana/uang pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan
menggunakan data masa lalu tanpa perubahan kondisi;
(5) Struktur dan susunan anggaran bersifat line-item. Pengertiaanya adalah
dana yang dianggarkan sebagai penerimaan dan pengeluaran saat ini
adalah bersumber dari data atau item masa lalu, meskipun belum dilakukan
pengujian terlebih dahulu apakah item item tersebut masih relevan atau
tidak.
(6) Sistem penyusunan anggaran tidak bottom up atau tidak didasarkan pada
usulan kebutuhan Satuan Kerja terkecil. Sistem penyusunan anggaran yang
digunakan adalah Sentralistik.
(7) Progam yang akan dilaksanakan bersifat tahunan;
(8) Prinsip anggaran bruto.
(9) Perhatian lebih banyak ditekankan pada pertanggungjawaban pelaksanaan
anggaran secara akuntansi yang meliputi pelaksanaan anggaran,
pengawasan anggaran dan penyusunan pembukuannya.
2) Anggaran Kinerja (performance budgeting)Anggaran berbasis kinerja merupakan pendekatan penyusunan anggaran
berdasarkan beban kerja dan unit cost data ke dalam setiap kegiatan yang
terstruktur dalam suatu program untuk mencapai tujuan. Dasar pemikirannya
adalah penganggaran harus dapat digunakan sebagai alat manajemen sehingga
penyusunan anggaran harus dapat memberikan hasil yang berguna bagi
pengambilan keputusan manajerial (legislatif/eksekutif). Oleh karena itu,
anggaran harus dianggap sebagai program kerja. Anggaran berbasis kinerja
memusatkan perhatian pada pengukuran efisiensi hasil kerja dengan tujuan
memaksimumkan output yang dapat dihasilkan dari input tertentu. Tiga unsur
pokok anggaran berbasis kinerja, yaitu:
(1) Pengeluaran pemerintah dikelompokkan menurut program dan kegiatan;
(2) Performance measurement (pengukuran hasil kerja);
(3) Program reporting (pelaporan program).
Karakteristik anggaran berbasis kinerja:
(1) Klasifikasi anggaran didasarkan pada program dan kegiatan;
(2) Penekanan pada pengukuran hasil kerja dan bukan pada aspek
pengawasan;
(3) Setiap kegiatan harus dilihat dari segi efisiensi dengan memaksimalkan
output;
(4) Memerlukan standar pengukuran hasil kinerja.
3) Zero-Based Budgeting (ZBB)ZBB adalah sistem anggaran yang mengasumsikan bahwa kegiatan pada tahun
anggaran yang bersangkutan dianggap berdiri sendiri, tidak ada kaitannya
dengan anggaran yang lalu. ZBB memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) Setiap kegiatan harus dapat diformulasikan ke dalam paket keputusan
(decision package).
(2) Proses penyusunan anggaran dimulai dengan identifikasi unit-unit
keputusan;
(3) Pembentukan paket-paket keputusan;
(4) Konsolidasi skala prioritas melalui proses perankingan dan evaluasi paket
paket keputusan;
(5) Terdapat urutan tujuan-tujuan dan program-program organisasi;
(6) Memerlukan perhatian terhadap prioritas operasi entitas dan alternatif-
alternatifnya.
4) Planning Programming and Budgeting System (PPBS)PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang
berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah
alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
(1) Sistem penganggaran didasarkan pada progam, yaitu pengelompokkan
aktivitas/kegiatan untuk mencapai tujuan;
(2) Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan
datang karena PPBS berorientasi pada masa depan;
(3) Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi;
(4) Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang
meliputi: (a) identifikasi tujuan, (b) identifikasi secara sistematik alternatif
program untuk mencapai tujuan, (c) estimasi biaya total dari masing-masing
alternatif program, dan (d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari
masing-masing alternatif program.
2. Kelebihan
1) TradisionalKelebihan:
(1) Sederhana dan mudah dioperasikan karena tidak membutuhkan analisis yang
rumit.
(2) Backward oriented dapat menjamin kepastian dibandingkan dengan forward
oriented karena keadaan di masa depan sulit untuk diprediksi.
(3) Lebih mudah dalam melakukan pengawasan.
2) Anggaran Kinerja (performance budgeting)Kelebihan:
(1) Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan.
(2) Merangsang partisipasi motivasi aktif unit-unit operasional melalui proses usul
dari bawah dan penilaian anggaran yang bersifat aktual.
(3) Meningkatkan fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan
pada setiap tingkat eksekutif.
(4) Memungkinkan alokasi dana secara optimal karena setiap kegiatan selalu
dipertimbangkan dari segi efisiensi.
(5) Dapat menghindarakan pemborosan.
3) Zero-Based Budgeting (ZBB)Kelebihan ZBB:
(1) Proses pembuatan paket keputusan dapat menjamin tersedianya informasi
yang bermanfaat bagi keputusan manajemen.
(2) Dana dapat dialokasikan dengan efisien karena terdapat beberapa alternatif
keputusan dan alternatif bagi pelaksanaan kegiatan.
(3) Setiap program/kegiatan selalu di-review setiap tahun (minimal lima tahun
sekali).
(4) Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan
ketidakefektifan biaya sehingga pengambil keputusan dapat memperoleh
informasi mengenai kegiatan yang dianggap kritis dan mendesak.
(5) ZBB berfokus pada value for money.
(6) Menggunakan sistem bottom up dengan meningkatkan partisipasi
manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran.
(7) Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo suatu
progam/kegiatan dengan selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku
biaya serta tingkat pengeluaran melalui perankingan dan pengevaluasian
paket keputusan.
4) Planning, Programming and Budgeting System (PPBS)Kelebihan:
(1) Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak
ke manajemen menengah;
(2) Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja;
(3) Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-
conscious/cost awareness) dalam perencanaan progam;
(4) Lintas kementerian sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi,
dan kerja sama antar kementerian;
(5) Menghilangkan progam yang overlapping atau bertentangan dengan
pencapaian tujuan organisasi;
(6) PPBS menggunakan Teori Marginal Utility, sehingga mendorong alokasi
sumber daya secara optimal
(7) Menggambarkan secara jelas tujuan-tujuan organisasi.
(8) Memungkinkan pemilihan alokasi sumber daya secara efisien berdasarkan
analisis manfaat-biaya (cost and benefit analysis).
3. Kelemahan
1) TradisionalKelemahan:
(1) Klasifikasi berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran kurang dapat
memberikan informasi yang berguna bagi kepentingan analisis ekonomi.
(2) Hanya memberikan informasi tentang kegiatan yang dilakukan, bukan
efektivitas dari hasil kegiatan tersebut.
(3) Klasifikasi anggaran tidak menggambarkan adanya suatu program.
(4) Hanya mencakup satu tahun anggaran sehingga kurang dapat menjelaskan
pengeluaran yang akibatnya lebih dari satu tahun anggaran.
(5) Mengabaikan aspek analisis manfaat (cara menentukan bahwa suatu
kegiatan mendapatkan alokasi yang lebih besar dibandingkan kegiatan yang
lain).
(6) Dengan demikian, maka satu-satunya tolok ukur yang dapat dijadikan
sebagai pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
2) Anggaran Kinerja (performance budgeting)Kelemahan:
(1) Cenderung menurunkan peran badan legislatif dalam proses perumusan
kebijaksanaan dan penentuan anggaran.
(2) Belum ada standarisasi tolak ukur/pengukuran kinerja dari setiap kegiatan.
(3) Pengukuran kinerja belum bisa dilakukan secara tepat dikarenakan indikator
yang digunakan berupa outcome tidak bisa diukur dalam jangka waktu yang
singkat.
(4) Sebagi contoh pengeluaran terhadap rekening bantuan dan belanja tidak
terduga, hal ini sulit ditentukan nilai kualitas dari pelaksanaan. Hal ini
disebabkan bantuan dan belanja tidak terduga adalah berupa akun belanja
dan bukan berupa akun kegiatan.
(5) Hanya sedikit dari pemerintah pusat dan daerah yang memiliki staf anggaran
atau akuntansi yang memiliki kemampuan yang memadai
untuk mengidentifikasi unit pengukuran dan melaksanakan analisis biaya.
3) Zero-Based Budgeting (ZBB)
Kelemahan:
(1) Sulit diterapkan karena membutuhkan keahlian khusus dan teknologi yang
maju dalam proses perankingan keputusan.
(2) Tidak semua kegiatan dapat disusun rangking keputusannya secara
konsisten dari tahun ke tahun.
(3) Proses penyusunan anggaran membutuhkan waktu yang lama (time
consuming), terlalu teoritis dan tidak praktis, membutuhkan biaya yang besar,
serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket
keputusan.
(4) Memerlukan keahlian khusus terutama untuk menganalisis dan menentukan
prioritas/ranking.
(5) Memerlukan data yang lebih banyak dan perlu dukungan analisis yang kuat.
(6) Asumsi yang digunakan kurang realistis dikarenakan adanya kemungkinan
pertimbangan subyektif atau tekanan politik dalam proses perankingan paket
kegiatan.
(7) Kadang-kadang sulit memutuskan bahwa kegiatan yang satu benar-benar
lebih penting dibandingkan dengan kegiatan yang lain.
(8) ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
(9) Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
(10) Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan
mereview paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan
pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat
mempengaruhi keputusan.
4) Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)Kelemahan:
(1) Terlalu canggih (sophisticated) untuk diterapkan.
(2) Merupakan psoses kompleks sehingga terlalu banyak membutuhkan
prosedur dan analisis.
(3) Memerlukan kualitas pengelola/administratur yang sangat tinggi sehingga
sering kali sulit untuk dilaksanakan.
C. HAMBATAN-HAMBATAN PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DI INDONESIA 1. Kurangnya kompetensi Sumber Daya Manusia pengelola anggaran dalam
menerapkan penganggaran berbasis kinerja pada proses penyusunan anggaran
satuan kerjanya.
2. Seharusnya, dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja diterapkan konsep
Money Follows Function, yaitu penganggaran kebutuhan dana dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan pelaksanaan kegiatan (fungsi) yang harus dilakukan pada
tahun yang bersangkutan. Namun, realita persetujuan bagian anggaran untuk
kementerian/ lembaga yang saat ini masih berupa alokasi-alokasi pembagian
"kue", membuat praktik penyusunan anggaran di pemerintah lebih menyerupai
kondisi function follows money. Karena perencanaan kinerja dipaksa
menyesuaikan ketersediaan bagian anggaran bagi kementerian / lembaga terkait.
3. Masih terdapatnya stigma penyusunan anggaran yang harus berpola incremental.
Dalam prakteknya, penyusunan anggaran di pemerintah masih dilandasi stigma
bahwa jumlah kebutuhan anggaran dari tahun ke tahun harus selalu meningkat.
Termasuk adanya kekhawatiran akan sulit menaikkan kembali permintaan
anggaran jika sebelumnya telah mengalami penurunan.
4. Adanya peraturan perundangan yang membatasi alokasi anggaran pada besaran
tertentu harus dialokasikan pada sektor tertentu. Contohnya, Anggaran
pendidikan harus mendapat alokasi 20 persen dari total anggaran. Sebagai
akibatnya, penyusunan anggaran pada sektor pendidikan cenderung didesain
untuk menghabiskan anggaran tersebut, bukan berdasarkan desain kinerja.