AMELIORASI TANAH GAMBUT MELALUI KEGIATAN … · semusim dan meningkatkan pertumbuhan tanaman...

10
AMELIORASI TANAH GAMBUT MELALUI KEGIATAN AGROFORESTRY Peat Soil Amelioration through Agroforestry Development 1 2 3 Enny Widyati , Ragil S. B. Irianto dan/and Made Hesti L. Tata 1) Peneliti Biologi Tanah dan Kesuburan Tanah pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Telp. 0251-8633234, Fax. 0251-8638111 email : [email protected] 2) Peneliti Mikrobiologi Tanah pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Telp. 0251-8633234, Fax/ 0251-8638111 3) Peneliti Silvikultur pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Telp. 0251-8633234, 0251-8638111 Naskah masuk : 23 April 2010 ; Naskah diterima : 8 September 2010 ABSTRACT Agroforestry system can be adopted in peat swamp area to enhance the successfulness of land rehabilitation and to improve national food security. Soil amelioration was performed in order to optimize crops' productivity and to increase forestry commodities. However, the quantitative data of soil increment in agroforestry system that carried out in peat swamp area is not available. The purpose of the study was to quantify soil improvement and to see the relation ship between soil improvements and the growth of forest tree species in agroforestry system on peat swamp area. Soil samples were collected in purposive random sampling. The properties of chemist and biological were then analyzed. The diameter and height growth of the trees were measured. The result showed that soil amendment increased C organic content in peat swamp. This improved pH, base saturation (BS), cation exchange capacity (CEC) and raised the absorption efficiency of chemical fertilize, such as nitrogen (N), phosphorus (P), and potassium (K). Soil improvements also enhance population of beneficial soil microbes. As a result, the growth of jelutung (Dyera spp.) at three years after planting was improved. Cultivation of different crops resulted in significant impact on soil quality and population of soil microbes. On the other hand, it did not affect the jelutung growth significantly. Keywords : agroforestry, amelioration, peat land ABSTRAK Agroforestry dapat dikembangkan pada lahan gambut untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi dan ketahanan pangan masyarakat. Ameliorasi dapat dilakukan untuk mengoptimasi produktivitas tanaman semusim dan meningkatkan pertumbuhan tanaman kehutanan. Namun demikian, belum ada data kuantitatif mengenai perbaikan tanah pada kegiatan agroforestry di lahan gambut yang dilakukan oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data kuantitatif dan mengetahui hubungan perbaikan kualitas tanah dengan pertumbuhan tanaman kehutanan pada kegiatan agroforestry. Sampel tanah diambil menurut purposive random sampling kemudian dianalisis untuk mendapatkan data sifat kimia dan biologi tanah. Untuk mengetahui pertumbuhan tanaman kehutanan diukur tinggi dan diameter tanaman. Untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan analisis korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi tanah pada kegiatan agroforestry dapat meningkatkan kandungan C organik tanah sehingga dapat memperbaiki pH, KTK dan KB tanah. Hal ini mengakibatkan meningkatnya efisiensi penyerapan pupuk N, P dan K. Membaiknya kondisi kesuburan tanah ternyata dapat meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan dalam tanah. Meningkatnya kualitas kimia (kesuburan) dan biologi tanah (populasi mikroba tanah) ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jelutung umur tiga tahun di lapangan. Perbedaan jenis tanaman semusim yang dibudidayakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perbaikan kualitas tanah dan populasi mikroba tanah tetapi tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jelutung umur tiga tahun di lapangan. Kata kunci : agroforestry, ameliorasi, lahan gambut 121

Transcript of AMELIORASI TANAH GAMBUT MELALUI KEGIATAN … · semusim dan meningkatkan pertumbuhan tanaman...

AMELIORASI TANAH GAMBUT MELALUI KEGIATAN AGROFORESTRY

Peat Soil Amelioration through Agroforestry Development

1 2 3 Enny Widyati , Ragil S. B. Irianto dan/and Made Hesti L. Tata

1)Peneliti Biologi Tanah dan Kesuburan Tanah pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam,Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Telp. 0251-8633234, Fax. 0251-8638111 email : [email protected]

2)Peneliti Mikrobiologi Tanah pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Telp. 0251-8633234, Fax/ 0251-8638111

3)Peneliti Silvikultur pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Telp. 0251-8633234, 0251-8638111

Naskah masuk : 23 April 2010 ; Naskah diterima : 8 September 2010

ABSTRACT

Agroforestry system can be adopted in peat swamp area to enhance the successfulness of land rehabilitation and to improve national food security. Soil amelioration was performed in order to optimize crops' productivity and to increase forestry commodities. However, the quantitative data of soil increment in agroforestry system that carried out in peat swamp area is not available. The purpose of the study was to quantify soil improvement and to see the relation ship between soil improvements and the growth of forest tree species in agroforestry system on peat swamp area. Soil samples were collected in purposive random sampling. The properties of chemist and biological were then analyzed. The diameter and height growth of the trees were measured. The result showed that soil amendment increased C organic content in peat swamp. This improved pH, base saturation (BS), cation exchange capacity (CEC) and raised the absorption efficiency of chemical fertilize, such as nitrogen (N), phosphorus (P), and potassium (K). Soil improvements also enhance population of beneficial soil microbes. As a result, the growth of jelutung (Dyera spp.) at three years after planting was improved. Cultivation of different crops resulted in significant impact on soil quality and population of soil microbes. On the other hand, it did not affect the jelutung growth significantly.

Keywords : agroforestry, amelioration, peat land

ABSTRAK

Agroforestry dapat dikembangkan pada lahan gambut untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi dan ketahanan pangan masyarakat. Ameliorasi dapat dilakukan untuk mengoptimasi produktivitas tanaman semusim dan meningkatkan pertumbuhan tanaman kehutanan. Namun demikian, belum ada data kuantitatif mengenai perbaikan tanah pada kegiatan agroforestry di lahan gambut yang dilakukan oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data kuantitatif dan mengetahui hubungan perbaikan kualitas tanah dengan pertumbuhan tanaman kehutanan pada kegiatan agroforestry. Sampel tanah diambil menurut purposive random sampling kemudian dianalisis untuk mendapatkan data sifat kimia dan biologi tanah. Untuk mengetahui pertumbuhan tanaman kehutanan diukur tinggi dan diameter tanaman. Untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan analisis korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi tanah pada kegiatan agroforestry dapat meningkatkan kandungan C organik tanah sehingga dapat memperbaiki pH, KTK dan KB tanah. Hal ini mengakibatkan meningkatnya efisiensi penyerapan pupuk N, P dan K. Membaiknya kondisi kesuburan tanah ternyata dapat meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan dalam tanah. Meningkatnya kualitas kimia (kesuburan) dan biologi tanah (populasi mikroba tanah) ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jelutung umur tiga tahun di lapangan. Perbedaan jenis tanaman semusim yang dibudidayakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perbaikan kualitas tanah dan populasi mikroba tanah tetapi tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jelutung umur tiga tahun di lapangan.

Kata kunci : agroforestry, ameliorasi, lahan gambut

121

122

Tekno Hutan Tanaman

Vol. No. , 3 3 Desember 2010, 121 - 130

I. PENDAHULUAN

Meningkatnya jumlah penduduk akan menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap produk pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu kebutuhan akan perluasan lahan pertanian juga meningkat. Lahan yang sebelumnya dianggap sebagai lahan marjinal, seperti lahan gambut, menjadi salah satu sasaran perluasan lahan pertanian. Namun demikian, sesungguhnya pengorbanan yang besar terhadap manfaat lahan gambut dalam hal jasa lingkungan tidak sesuai dengan manfaat ekonomi yang didapat dari budidaya pertanian di lahan gambut, karena penggunaan lahan gambut untuk pertanian memberikan keuntungan ekonomi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan lahan mineral.

Rendahnya produktivitas lahan gambut karena lahan gambut merupakan lahan yang tidak subur. Menurut Agus dan Subiksa (2008), gambut di Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotrofik dan oligotrofik yang merupakan gambut tidak subur. Hal ini sejalan dengan pendapat Handayani (2008), bahwa tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0 - 4,5), gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0 - 5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1 - 3,9).

Tanah gambut mengandung unsur hara makro yang sangat rendah. Menurut Handayani (2008), kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kadar abu merupakan petunjuk yang tepat untuk mengetahui tingkat kesuburan alami gambut (Handayani, 2008). Pada umumnya gambut dangkal (<1 m) yang terdapat di bagian tepi kubah mempunyai kadar abu sekitar 15%, bagian lereng dengan kedalaman 1 - 3 m berkadar sekitar 10%, sedangkan di pusat kubah yang lebih dari 3 m berkadar <10% bahkan <5%.

Kandungan unsur hara mikro dalam tanah gambut juga termasuk sangat rendah dan diikat cukup kuat (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini disebabkan oleh adanya kondisi reduksi yang kuat yang menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Defisiensi unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi merupakan masalah ketika melakukan budidaya pertanian di lahan gambut. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya juga rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro (Agus dan Subiksa, 2008).

Lahan gambut mengalami kekahatan unsur hara makro dan defisiensi unsur hara mikro. Pada umumnya lahan gambut di daerah tropis (termasuk di Indonesia) mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan gambut yang berada di daerah beriklim sedang. Hal ini karena gambut tropis terbentuk dari pohon-pohonan (Driessen dan Suhardjo, 1976). Lignin tersebut selanjutnya akan mengalami proses degradasi dalam keadaan anaerob terurai menjadi senyawa humat dan asam-asam fenolat (Agus dan Subiksa, 2008). Asam-asam fenolat dan derivatnya bersifat fitotoksik (meracuni tanaman) dan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat (Rachim, 1996). Turunan asam fenolat yang bersifat fitotoksik antara lain adalah asam ferulat, siringat, ñ-hidroksibenzoat, vanilat, ñ-kumarat, sinapat, suksinat, propionat, butirat, dan tartrat. Asam fenolat tersebut dapat merusak sel akar tanaman, sehingga asam-asam amino dan bahan lain mengalir keluar dari sel, menghambat pertumbuhan akar dan serapan hara sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, daun mengalami klorosis (menguning) dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian tanaman (Rachim, 1996).

Sifat tanah gambut yang marjinal tersebut untuk mencapai produktivitas optimal lahan gambut sebagai media tumbuh tanaman memerlukan berbagai input. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi tanah yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan. Menurut BBP2SLP (2008), pada prinsipnya kesuburan tanah gambut bukan ditentukan oleh apa yang terkandung dalam tanah, tetapi dari apa yang masuk ke dalam tanah. Menurut para pakar ilmu tanah salah satu cara memperbaiki sifat-sifat tanah gambut adalah dengan menambahkan bahan amelioran tanah. Rachim (1996) menjelaskan bahan amelioran adalah bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah banyak untuk memperbaiki sifat-sifat kimia tanah. Bahan ini umumnya harus diberikan dahulu sebelum usaha pemupukan dilakukan. Wahyunto (2005) menerangkan amelioran dapat berupa bahan organik atau anorganik. Kegiatan penambahan amelioran tanah disebut ameliorasi tanah. Ameliorasi tanah gambut sepertinya sudah disadari oleh para petani lokal di Kalimantan yang memanfaatkan gulma, rumput, dan sisa panen untuk dikembalikan ke dalam tanah dalam penyiapan lahan. Dengan demikian rehabilitasi lahan gambut diharapkan hasilnya akan lebih optimal ketika melibatkan partisipasi masyarakat melalui kegiatan agroforestry.

123

Ameliorasi Tanah Gambut melaluiKegiatan Agroforestry

Enny Widyati, Ragil S. B. Irianto dan Made Hesti L. Tata

Pada kegiatan agroforestry yang dilakukan oleh masyarakat, tidak tersedia data mengenai proses perbaikan kualitas tanah secara kuantitatif akibat perlakuan ameliorasi. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data kuantitatif perbaikan kualitas kimia dan biologi tanah dari perlakuan ameliorasi pada kegiatan agroforestry. Penelitian juga bertujuan untuk mengetahui hubungan perbaikan kualitas tanah dengan pertumbuhan tanaman kehutanan.

Penelitian dilakukan di Desa Berengbengkel, Kecamatan Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Untuk mengetahui perlakuan ameliorasi yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan wawancara kepada petani. Untuk mendapatkan data kuantitatif dilakukan pengambilan sampel tanah dari lokasi kegiatan agroforestry dengan menggunakan rancangan purposive random sampling, yaitu jenis tanaman semusim yang dibudidayakan dijadikan sebagai dasar pengelompokan. Pada masing-masing lokasi diambil tiga titik sampling di mana sampel tanah diambil secara komposit dari sub titik dengan jarak radius lima meter. Selanjutnya sampel tanah dianalisis di laboratorium untuk mengetahui perbedaan sifat kimia dan biologi tanah. Untuk pertumbuhan tanaman kehutanan dilakukan pengukuran tinggi dan diameter tanaman. Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara statistik, dimana untuk perlakuan yang memberikan pengaruh yang nyata dilakukan analisis lanjutan dengan uji wilayah berganda dari Duncan (Duncan's Multiple Range Test). Hubungan antar variabel dihitung menggunakan analisis korelasi.

II. PRAKTEK AGROFORESTRY DI LAHAN GAMBUT OLEH MASYARAKAT BERENGBENGKEL, KALIMANTAN TENGAH

Dari pengamatan di lapangan diperoleh data bahwa masyarakat Berengbengkel mengembangkan agroforestry jelutung dengan tanaman bawah berbagai macam tanaman semusim. Pemilihan jelutung didasarkan pada sifat tajuknya yang dapat memfasilitasi cahaya matahari optimal untuk agroforestry sepanjang daurnya dan memberi keuntungan ekonomi lebih besar. Mulai umur enam tahun jelutung disadap dan menghasilkan getah 100 - 300 gram per hari.

Pada lokasi penelitian dapat dikelompokkan perlakuan ameliorasi berdasarkan jenis tanaman semusim yang dibudidayakan, sebagai berikut: lahan gambut yang ditanami cabai, ditanami bawang daun, ditanami sawi dan ditanami jagung. Sebagai pembanding adalah lokasi penanaman jelutung yang di bawahnya ditumbuhi gulma tumbuhan paku dan yang ditanam pada lokasi yang sama sekali tidak ditemukan gulma (tanpa tanaman). Perlakuan ameliorasi yang diberikan berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sutikno Ketua Kelompok Tani Harapan Tani di Desa Berengbengkel, Kalimantan Tengah. Perlakuan yang diberikan meliputi pengelolaan lahan secara manual dipadu dengan drainase untuk mengurangi genangan air menggunakan pompa untuk mengoptimasi ameliorasi yang dilakukan.

Ameliorasi dilakukan menggunakan abu (tanpa takaran), pupuk kandang 4 ton/ha yang diberikan pada awal penyiapan lahan. Ameliorasi tersebut dilanjutkan dengan pemupukan dengan N:P:K (2:2:1) 6,5 kuintal/ha. Agar pupuk yang diberikan efektif, pemupukan dilakukan secara bertahap, selama satu rotasi pemupukan dilakukan 4 - 5 kali sesuai dengan jenis komoditas yang diusahakan. Untuk tanaman cabe yang bisa dipanen sampai umur 6 bulan maka pemupukan dilakukan tiap 1 - 1,5 bulan, tanaman bawang daun dan sawi yang dipanen pada umur 1,5 - 2 bulan pemupukan dilakukan setiap 2 minggu, sedangkan untuk tanaman jagung yang dipanen pada umur 2 bulan pemupukan dilakukan tiap 2 minggu.

III. PERBAIKAN SIFAT-SIFAT TANAH

Perlakuan ameliorasi melalui kegiatan agroforestry tersebut ternyata dapat memperbaiki pH, kejenuhan basa (KB) dan KTK (kapasitas tukar kation) tanah gambut (Gambar 1). Dari Gambar 1 diketahui bahwa secara umum budidaya cabai dan sawi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kualitas tanah gambut. Walaupun pengaruh terhadap pH hanya sekitar satu tingkat, tetapi pH diperoleh

[H+] +dari hasil penghitungan -log , sehingga peningkatan satu angka adalah penurunan konsentrasi ion H 10 kali lipat.

124

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

KT

K(m

e/1

00

gg

am

bu

t)

Cabe

Bawangdau

nSawi

Jagung

Tanpa

tanam

an

Tumbuhan

paku

Perlakuan

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

KB

(%)

Cab

e

Bawan

gdau

nSawi

Jagung

Tanpa

tana

man

Tumbuha

npaku

Perlakuan

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

pH

(H2O

)

Cabe

Bawangdau

nSaw

i

Jagu

ng

Tanpa

tanam

an

Tumbuhanpa

ku

Perlakuan

Gambar (Figure) 1. Perbaikan pH, kejenuhan basa (KB) dan kapasitas tukar kation (KTK) pada kegiatan budidaya tanaman semusim di bawah tegakan jelutung (Improvement of pH, base saturation and cation exchange capacity resulted from annual crop cultivation under jelutung stand)

Ameliorasi juga dapat memperbaiki kandungan C organik (Gambar 2), sehingga pemupukan NPK yang dilakukan menjadi lebih efisien, dan ini meningkatkan ketersediaan N, P dan K dalam tanah gambut (Gambar 2). Perlakuan yang diberikan pada penanaman cabai, sawi dan jagung dapat meningkatkan kandungan C organik paling tinggi, pada penanaman bawang daun memberikan peningkatan kandungan C yang hampir sama dengan yang diberikan oleh tumbuhan paku. Pengaruh peningkatan N relatif sangat kecil karena memang unsur ini sangat mudah hilang dari tanah. Peningkatan unsur hara makro yang paling baik adalah ketersediaan unsur P dan K (Gambar 2).

50.50

51.00

51.50

52.00

52.50

53.00

53.50

54.00

54.50

55.00

55.50

Cor

gan

ik(%

)

Cab

e

Baw

angda

un

Saw

i

Jagu

ng

Tanp

atan

aman

Tumbu

han

paku

Perlakuan

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

Nto

tal(%

)

Cab

e

Baw

angda

un

Sawi

Jagu

ng

Tan

patanam

an

Tumbuh

anpak

u

Perlakuan

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

160.00

180.00

Pte

rsed

ia(p

pm

)

Cab

e

Bawan

gdau

n Sawi

Jagun

g

Tan

patana

man

Tumbu

hanpa

ku

Perlakuan

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0.90

K(m

e/1

00

ggam

but)

Cab

e

Baw

angdau

nSaw

i

Jagun

g

Tan

patana

man

Tumbu

han

paku

Perlakuan

Gambar (Figure) 2. Perbaikan ketersediaan unsur hara makro (C , N, P dan K) pada kegiatan budidaya org

tanaman semusim di bawah tegakan jelutung (Improvement of the macronutrients availability resulted from annual crop cultivation under jelutung stand)

Perbaikan kualitas tanah secara kimia dapat meningkatkan populasi mikroba tanah. Gambar 3 menunjukkan bahwa populasi total mikroba (TM), total fungi (TF) dan mikroba pelarut fosfat (MoPP) juga meningkat secara signifikan dibandingkan pada lahan tanpa tanaman dan lahan yang ditumbuhi tumbuhan paku. Untuk peningkatan populasi mikroba (TM) yang paling baik adalah yang terjadi pada kegiatan penanaman sawi dan jagung. Populasi fungi yang paling baik adalah pada perlakuan sawi, jagung dan cabe. Sedangkan untuk populasi MoPP yang paling baik adalah pada lahan yang ditanami cabe dan jagung, diikuti oleh penanaman sawi dan bawang daun (Gambar 3).

Tekno Hutan Tanaman

Vol. No. , 3 3 Desember 2010, 121 - 130

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

To

tal

Fu

ng

i(x

104

sp

k/g

ram

BK

Mg

am

bu

t)

Cabe

Baw

ang

daunSaw

i

Jagung

Tanpaper

lakuan

Tumbu

hanpaku

Perlakuan

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

To

tal

Mik

rob

a(x

10

6

sp

k/g

ram

BK

Mg

am

bu

t)

Cabe

Baw

angdaun

Sawi

Jagung

Tanpa

perlakuan

Tumbu

hanpaku

Perlakuan

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

MoP

P(x

104/

gB

KM

gam

bu

t)

Cabe

Bawan

gdaun Sa

wi

Jagu

ng

Tanp

aperla

kuan

Tumbu

hanpa

ku

Perlakuan

Gambar (Figure) 3. Perbaikan populasi mikroba tanah (Soil microbes population improvement)

125

IV. PERBAIKAN PERTUMBUHAN JELUTUNG

Perbaikan kualitas kimia dan biologi tanah dari proses ameliorasi tanah gambut yang dilakukan melalui kegiatan agroforestry dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jelutung. Gambar 4 menunjukkan bahwa semua perlakuan ameliorasi dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jelutung yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata antar perlakuan.

326344

356

299

7690

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Tin

gg

i(c

m)

Cabe

Bw

daun

Sawi

Jagun

g

Tanpa

tanam

an

Tumb.

Paku

Perlakuan

8.287.94

8.467.64

1.361.76

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Dia

met

erb

ata

ng

(cm

)

Cabe

Bwda

un Sawi

Jagu

ng

Tanp

atana

man

Tumb.

Paku

Perlakuan

Gambar (Figure) 4. Perbedaan pertumbuhan jelutung akibat perbedaan tanaman bawah yang diusahakan (Difference of Jelutung growth caused by different crops cultivation)

Perbedaan pertumbuhan akibat ameliorasi tanah melalui kegiatan agroforestry dapat diilustrasikan seperti Gambar 5.

Gambar (Figure) 5. Keragaan jelutung umur 3 tahun pada areal agroforestry (kiri), pada areal tumbuhan paku (kanan) (Jelutung growth performance at 3 years after planting at agroforestry system (left), and at fern (right))

Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan amelioran telah meningkatkan kandungan C organik tanah. Peningkatan C organik tanah ini memberikan pengaruh positif terhadap semua sifat kimia tanah, yaitu meningkatnya pH, KTK, KB serta ketersediaan N, P dan K dalam tanah. Perbaikan pH tanah dapat meningkatkan KB, KTK, ketersediaan N, P dan K tanah. Meningkatnya KTK memberikan pengaruh positif terhadap KB (atau sebaliknya), meningkatkan ketersediaan N, P dan K dan terjadi saling mempengaruhi ketika terjadi peningkatan ketersediaan unsur hara makro (Tabel 1).

Ameliorasi Tanah Gambut melaluiKegiatan Agroforestry

Enny Widyati, Ragil S. B. Irianto dan Made Hesti L. Tata

126

Tabel (Table)1. Korelasi antara ameliorasi terhadap perubahan sifat tanah (Correlation between soil amelioration and soil properties)

Korelasi/

Correlation Corg pH KTK KB N P tersedia K

Corg 0.87 0,87 0,56 0,71 0,60 0,67

pH 0,86 0,58 0,85 0,75 0,89

KTK 0,82 0,81 0,87 0,88

KB 0,58 0,84 0,82

N 0,52 0,86

P tersedia 0,87

K

Tabel 2 menunjukkan bahwa perbaikan sifat kimia tanah memberikan pengaruh yang positif terhadap meningkatnya populasi mikroba tanah. Peningkatan pH sangat berpengaruh terhadap populasi MoPP. Sedangkan bagi fungi yang umumnya menyukai pH agak masam, peningkatan pH juga berpengaruh positif terhadap peningkatan populasi mikroba kelompok ini. Yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan populasi mikroba tanah adalah peningkatan kandungan C organik dengan korelasi mendekati maksimal yaitu 1.

Tabel (Table) 2. Korelasi antara perubahan sifat tanah terhadap populasi mikroba tanah (Correlation between soil properties and soil microbes population)

Korelasi / Correlation TM TF MoPP

pH 0,75 0,69 0,96

Corg 0,91 0,88 0,92

N 0,56 0,41 0,69

P tersedia 0,60 0,69 0,75

K 0,58 0,55 0,78

Perbaikan kualitas tanah baik kimia maupun biologi memberikan pengaruh positif bagi pertumbuhan tanaman di lapangan. Tabel 3 menunjukkan bahwa hubungan semua variabel yang diukur dalam tanah sangat erat terhadap pertumbuhan pohon. Peningkatan pH, KTK, KB dan kesuburan tanah serta peningkatan populasi mikroba dalam tanah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jelutung umur 3 tahun.

Tekno Hutan Tanaman

Vol. No. , 3 3 Desember 2010, 121 - 130

127

Tabel (Table) 3. Korelasi antara perubahan sifat tanah dan populasi mikrob tanah terhadap pertumbuhan bibit jelutung umur 3 tahun (Correlation among soil improvement and soil microbes population with jelutung growth 3 years after planting)

Korelasi / Correlation Tinggi/Height Diameter

Corg 0.80 0.86

pH 0.90 0.93

KTK 0.95 0.97

KB 0.84 0.81

N 0.77 0.80

P tersedia 0.93 0.89

K 0.95 0.94

TM 0.77 0.81

TF 0.77 0.81

MoPP 0.87 0.90

V. PEMBAHASAN

Ameliorasi tanah umumnya dilakukan melalui penambahan bahan organik tanah (BOT). Pada penelitian ini ameliorasi menggunakan bahan organik abu dan pupuk kandang. Kandungan BOT merupakan indikator paling penting dan menjadi kunci dinamika kesuburan tanah. Karena BOT mempunyai peran yang multifungsi, yaitu mampu merubah sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah (Kusumanto, 2009). Pada penelitian ini, BOT mampu memperbaiki sifat kimia tanah. Gambar 1 menunjukkan bahwa meningkatnya C organik tanah mengakibatkan meningkatnya pH, KTK dan KB. Peningkatan KB dan KTK mengakibatkan ketersediaan N, P dan K yang diberikan melalui pemupukan menjadi lebih efisien. Secara statistik hubungan saling ketergantungan dapat diukur melalui penghitungan korelasi. Pada penelitian ini terlihat bahwa meningkatnya kandungan bahan organik tanah sangat berpengaruh terhadap ketiga variabel sifat tanah tersebut dan meningkatkan efisiensi pemupukan (Tabel 1).

Peningkatan pH pada perlakuan ini terjadi karena adanya reaksi buffering (penyanggaan) akibat penambahan pupuk kandang dan abu. Pupuk kandang akan terdekomposisi dan selanjutnya akan mengalami mineralisasi dengan salah satu hasilnya adalah (CO ). Menurut Bohn et al. (1985) dan 2

Stevenson (1994) pada kondisi anaerob (tergenang) maka CO akan berperan sebagai buffer sehingga 2

dapat meningkatkan pH tanah. Di samping itu, meningkatnya pH terjadi karena adanya proses kesetimbangan muatan. Bahan organik, menurut Bohn et al. (1985), merupakan gugus bermuatan negatif

+ sehingga akan mengikat ion H yang menjadi sumber rendahnya pH.Kesuburan tanah bisa diukur berdasarkan beberapa indikator yang biasa digunakan oleh para ahli

ilmu tanah antara lain adalah kapasitas absorbsi (KTK), tingkat kejenuhan basa (KB) dan kandungan bahan organik. KTK dihitung dengan milli equivalent, yaitu kemampuan tanah untuk mengikat/menarik suatu kation dari partikel-partikel koloid tanah yang secara langsung mencerminkan kemampuan tanah melakukan aktivitas pertukaran hara dalam bentuk kation (Kusumanto, 2009). Semakin tinggi nilai kapasitas absorbsi, maka tanah memiliki kesuburan yang semakin baik. Muatan negatif (yang menentukan KTK) pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan tergantung pH (pH dependent charge), sehingga KTK akan naik bila pH gambut meningkat. Hasil penghitungan korelasi antara pH dan KTK (Tabel 1) menunjukkan angka 0,86 (-1<korelasi<1) yang menunjukkan bahwa KTK sangat dipengaruhi oleh pH.

Ameliorasi Tanah Gambut melaluiKegiatan Agroforestry

Enny Widyati, Ragil S. B. Irianto dan Made Hesti L. Tata

128

Menurut Jurusan Tanah UGM (1991), KB adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen (%). Kejenuhan basa rendah

+berarti tanah memiliki kemasaman yang tinggi (sebagian besar koloid berisi H ) dan apabila kejenuhan basa mendekati 100% berarti tanah bersifal alkalis. Kemudahan tanah dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila KB > 80%, berkesuburan sedang jika KB antara 50-80% dan tidak subur jika KB <50 % (Anonim, 1991). Pada penelitian ini tingkat kejenuhan basa masih tergolong sangat rendah (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Agus dan Subiksa (2008) bahwa pada umumnya KB tanah gambut pedalaman di Kalampangan, Kalimantan Tengah mempunyai nilai KB kurang dari 10%.

Pada penelitian ini, terlihat bahwa KTK gambut sangat tinggi dan KB sangat rendah (Gambar 1). KTK tinggi menunjukkan kapasitas jerapan (sorption capacity) gambut tinggi, namun karena KB rendah kekuatan jerapan (sorption power) lemah, sehingga ketika dilakukan pemupukan akan mudah tercuci (Agus dan Subiksa, 2008). Oleh karena itu, petani Kelampangan melakukan pemupukan secara bertahap dengan frekuensi yang disesuaikan dengan jenis yang diusahakan, merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan efisiensi pupuk tersebut.

Perbaikan sifat kimia tanah ternyata dapat memperbaiki populasi mikroba dalam tanah (Tabel 2). Mikroba tanah merupakan salah satu indikator kesuburan tanah karena keragaman dan bobot biomas dari mikroba dalam tanah adalah sangat besar. Menurut Agus (2009) sebanyak 60-80% aktivitas metabolik dari metabolisme total dalam tanah adalah hasil kegiatan dari mikroflora tanah. Aktivitas mikroba tersebut ditentukan oleh jumlah kelompoknya (populasi) dalam tanah dan biomassa (ukuran selnya) (Agus, 2009). Mikroba tanah banyak yang berperan dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman (Kusumanto, 2009). Tiga unsur hara penting dalam tanaman yaitu Nitrogen (N), Fosfat (P) dan Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba (Kusumanto, 2009).

Menurut Anas (1997) total mikroba dalam tanah dapat digunakan sebagai indeks kesuburan tanah (fertility index). Tingginya total mikroba tanah menunjukkan tanah tersebut subur karena menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup ditambah lagi dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, kondisi ekologi lain yang mendukung perkembangan mikroba pada tanah tersebut. Mikroba dalam tanah terdiri atas bakteri, funggi, aktinomisetes, algae, dll. Pada umumnya yang dijadikan indikator kesuburan adalah total fungi, total mikroba (fungi, bakteri, aktinomisetes) dan mikroba pelarut fosfat (fungi dan bakteri). Fungi berperan dalam perubahan susunan tanah. Fungi tidak berklorofil sehingga mereka menggantungkan kebutuhan akan energi dan karbon dari bahan organik. Tingginya populasi fungi menggambarkan tingginya bahan organik dalam tanah. Fungsi bakteri tanah yaitu turut serta dalam semua perubahan bahan organik, memegang monopoli dalam reaksi enzimatik yaitu nitrifikasi dan pelarut fosfat. Sedangkan aktinomisetes menyelesaikan perombakan yang tidak dapat dilakukan oleh bakteri dan fungi.

Mikroba tanah dapat berfungsi sebagai penyedia unsur hara di dalam tanah diantaranya adalah kelompok penyedia unsur hara N dan pelarut P (phosphorus solubilizing organism). Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara mengandung unsur N. Namun unsur N ini tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis, ada juga yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain adalah Rhizobium sp. yang hidup di dalam bintil akar kacang-kacangan. Mikroba penambat N non-simbiotik diantaranya Azotobacter beijerienckii, Azospirillum lepoperum, Azospirillum brasilense. Sedangkan kelompok mikroba pelarut P adalah: Aspergillus niger (fungi), Bacillus megatenum (bakteri), Lolium multiflorum, Bacillus cereus (bakteri), Pseudomonas diminuta (bakteri) dan Penicillium sp. (fungi) (Prihatini,1990; Izroi, 2004).

Perbaikan kesuburan tanah (sifat kimia dan biologi tanah) ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Tabel 3). Dari penghitungan korelasi terlihat bahwa setiap sifat tanah ternyata sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman baik tinggi maupun diameter batang. Meningkatnya C organik telah memperbaiki pH, KTK dan KB yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P dan K yang diberikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Kusumanto (2009), bahwa dengan daya dukung kesuburan tanah yang optimal maka pertumbuhan tanaman menjadi normal, sehat dan produktif. Daya dukung optimal akan menyebabkan efektifnya pemupukan, sehingga tanaman menjadi produktif dan menyebabkan lebih hemat dan efisien pada biaya-biaya dan penggunaan tenaga kerja.

Tekno Hutan Tanaman

Vol. No. , 3 3 Desember 2010, 121 - 130

Unsur N memegang peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. N diasimilasikan oleh tanaman menjadi asam amino yang merupakan komponen utama protein dan asam nukleat. Protein merupakan penyusun enzim yang mengatur pembentukan kloroplas, mitokondria dan struktur lain yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biokimia tanaman (Havlin et al., 1999). Menurut Hardjowigeno (2003) tanah sangat mudah kehilangan N disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme. Pada penelitian ini walaupun dipupuk secara teratur kandungan N tanah masih termasuk sangat rendah, sebab kebutuhan N minimum bagi tanaman menurut Havlin et al. (1999) adalah 1 %.

Unsur P memegang peranan yang sangat penting terutama dalam proses penyimpanan dan transportasi energi, yaitu sebagai penyusun ADP (adenosin difosfat) dan ATP (adenosin trifosfat) (Havlin et al., 1999). Energi yang diperoleh dari proses fotosintesis dan metabolisme karbohidrat disimpan dalam bentuk senyawa fosfat selanjutnya digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Unsur ini sangat penting dalam pembentukan biji dan pertumbuhan akar. Sehingga salah satu tanda dari cukup tidaknya pasokan fosfat dapat dilihat dari pertumbuhan akar tanaman (Havlin et al., 1999). Menurut Foth (1990) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil. Gambar 2 menunjukkan bahwa kandungan P pada tanah yang tidak di-agroforestry mempunyai kandungan P sangat rendah sehingga pertumbuhan tanaman sangat lambat (Gambar 3). Hal ini dapat dilihat dari hasil korelasi antara pertumbuhan dan kandungan P tersedia (Tabel 3) juga dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan tanaman di lapangan (Gambar 4). Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara kandungan P tersedia sangat menentukan pertumbuhan tanaman jelutung di lapangan.

Unsur K merupakan satu-satunya unsur makro monovalen yang diperlukan dalam jumlah besar oleh tanaman (Hardjowigeno, 2003). Unsur ini memegang peranan penting dalam proses-proses fisiologis tanaman. Menurut Havlin et al. (1999) lebih dari 80% enzim tanaman memerlukan unsur K sebagai aktivatornya. Tabel 3 menunjukkan bahwa hubungan antara kandungan K tanah terhadap pertumbuhan tanaman adalah sangat tinggi (0,95).

Hasil analisis menunjukkan bahwa budidaya tanaman cabe secara konsisten meningkatkan pH, C organik, KTK, N dan K; tetapi memiliki kandungan P paling rendah dibanding perlakuan lainnya (Gambar 1 dan Gambar 2). Hal ini diduga karena cabe dipanen buahnya dan berkali-kali sehingga mengkonsumsi P paling tinggi untuk memproduksi buah. Budidaya sawi relatif konsisten dalam meningkatkan semua variabel tanah yang diukur. Hal ini karena rotasinya pendek sehingga diduga residu yang terdapat dalam tanah masih cukup tinggi. Sedangkan budidaya bawang daun memiliki populasi mikroba tanah yang paling rendah diantara keempat perlakuan ameliorasi. Hal ini diduga akar bawang daun mengeluarkan eksudat yang tidak disukai mikroba. Karena bawang daun memiliki bau yang menyengat. Walaupun demikian, perbedaan perlakuan ameliorasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman jelutung. Hal ini karena dosis pupuk yang diberikan sama hanya berbeda frekuensinya.

VI. KESIMPULAN

Ameliorasi dengan pupuk kandang dan abu pada kegiatan agroforestry dapat meningkatkan kandungan C organik tanah sehingga dapat memperbaiki pH, KTK dan KB tanah gambut. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P dan K yang diberikan. Perbaikan kondisi kesuburan tanah gambut ternyata dapat meningkatkan populasi mikroba menguntungkan dalam tanah gambut tersebut. Peningkatan kualitas kimia (kesuburan) dan biologi tanah (populasi mikroba tanah) ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jelutung umur 3 tahun di lapangan. Perbedaan perlakuan terhadap jenis tanaman semusim yang dibudidayakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perbaikan kualitas tanah gambut dan populasi mikroba tanah tetapi tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jelutung umur 3 tahun di lapangan.

129

Ameliorasi Tanah Gambut melaluiKegiatan Agroforestry

Enny Widyati, Ragil S. B. Irianto dan Made Hesti L. Tata

DAFTAR PUSTAKA

Agus, C. 2009. Biologi Tanah. Tersedia di: elisa.ugm.ac.id/files/cahyonoagus/.../BIOLOGI%20 TANAH.ppt

Agus, F. dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Anas, I. 1997. Bioteknologi Tanah. Diktat Kuliah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan)

ndBohn, H.L., B.L McNeal , and G.A. O'Connor 1985. Soil Chemistry. 2 ed. John Willey & Sons. New York.

Driessen, P.M. dan H. Suhardjo. 1976. On the defective grain formation of sawah rice on peat. Bulletin Soil Research Institute (3): 20-44.

thFoth, H..D. 1990. Fundamentals of Soil Science. 8 ed. John Willey&son. New York.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale dan W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizer: An Introduction to Nutrient Management. Prentice Hall. New Jersey.

Isroi . 2004. Bioteknologi Mikroba untuk Pertanian Organik. Balai Penel i t ianBioteknologi Perkebunan Indonesia.

Jurusan Tanah Universitas Gadjah Mada. 1991. Pertukaran Kation. Tersedia di: http://benito.staff.ugm.ac.id/ PERTUKARAN%20KATION_files/filelist.xml

Kusumanto, D. 2009. Pertanian Organik: Memahami konsep kesuburan tanah. Tersedia di: www.dian-kusumanto.blogspot.com [diakses 20 Januari 2010].

Prihatini, T. 1990. Penuntun Penelitian Mikrobiologi Tanah. Pusat Penelitian Tanahdan Agroklimat. Bogor.

Rachim, A. 1996. Diktat Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

ndStevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. 2 ed. John Willey and Son. New York.

Wahyunto S. Ritung, Suparto, dan H. Subagjo. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International - Indonesia Programme and Wildlife Habitat Canada. Bogor.

130

Tekno Hutan Tanaman

Vol. No. , 3 3 Desember 2010, 121 - 130