Alpi

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu filsafat sebetulnya banyak aliran atau paham, diantaranya seperti aliran renaissance, rasionalisme, idealisme, empirisme, pragmatisme, existentialisme, dan masih banyak lagi. Antara aliran atau paham yang satu dan yang lainnya ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep dasar sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling dipertentangkan. Justru dengan banyaknya aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh tokoh- tokoh filsafat, kita dapat memilih cara yang pas dengan persoalan yang sedang kita hadapi. Antara aliran atau paham yang satu dengan yang lainnya dapat saling mendukung. Seperti penyelesaian masalah yang sederhana misalnya, kita bisa menggunakan logika klasik, untuk menggali ilmu-ilmu yang ada di alam, kita dapat menggunakan cara empirisme, untuk membantu pemahaman bisa menggunakan paham rasionalisme, dan untuk persoalan yang kompleks kita dapat menggunakan teorinya idealisme (dialektika). Penulis sengaja membatasi dalam pembahasan makalah ini, yakni terfokus pada aliran filsafat idealisme, agar pembahasan mengenai hal-hal di luar itu tidak terlalu mendetail.Tujuan dari penulisan 1

Transcript of Alpi

Page 1: Alpi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu filsafat sebetulnya banyak aliran atau paham, diantaranya seperti

aliran renaissance, rasionalisme, idealisme, empirisme, pragmatisme,

existentialisme, dan masih banyak lagi. Antara aliran atau paham yang satu dan

yang lainnya ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep

dasar sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling

dipertentangkan. Justru dengan banyaknya aliran atau paham yang sudah

diperkenalkan oleh tokoh-tokoh filsafat, kita dapat memilih cara yang pas dengan

persoalan yang sedang kita hadapi. Antara aliran atau paham yang satu dengan

yang lainnya dapat saling mendukung. Seperti penyelesaian masalah yang

sederhana misalnya, kita bisa menggunakan logika klasik, untuk menggali ilmu-

ilmu yang ada di alam, kita dapat menggunakan cara empirisme, untuk membantu

pemahaman bisa menggunakan paham rasionalisme, dan untuk persoalan yang

kompleks kita dapat menggunakan teorinya idealisme (dialektika).

Penulis sengaja membatasi dalam pembahasan makalah ini, yakni terfokus

pada aliran filsafat idealisme, agar pembahasan mengenai hal-hal di luar itu tidak

terlalu mendetail.Tujuan dari penulisan makalah ini sendiri, selain memenuhi

kewajiban membuat tugas, adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu dan

keterkaitan penulis terhadap bab aliran filsafat idealisme, serta

mencobamenuangkan informasi yang didapat ke dalam sebuah tulisan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana paradigm filsafat di abat modern?

2. Bagaimana idealism obyektif?

1

Page 2: Alpi

C. Tujuan

1. Untuk memahami makna dari pergeseran paradigm filsafat di abad modern.2. Untuk mengetahui makna dari idealism obyektif.

2

Page 3: Alpi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat Modern

Zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua

abad (abad ke-14 dan ke-15), yang ditandai dengan munculnya gerakan

Renaissance. Renaissance akan banyak memberikan segala aspek realitas.

Bermula dari William Ockham (1295 – 1349), yang mengetengahkan via

Moderna (jalan modern) dan via antiqua (jalan kuno). Akibatnya, manusia

didewa-dewakan, manusia tidak lagi memusatkan pikirannya kepada Tuhan dan

surga.

Dalam era filsafat modern, muncullah berbagai aliran pemikiran:

Rasionalisme, Empirisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionis, Materialisme,

Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomologi, Eksistensialisme,

dan Neo-Thomisme. Pada makalah ini, penulis akan membahas filsafat modern

dengan aliran pemikiran : idealism, Positivisme dan Eksistensisme

Hampir semua ahli pikir yang muncul pada zaman ini merupakan ahli

matematika seperti Descartes, Spinoza dan Leibniz Mereka mencoba menyusun

suatu sistem filsafat dengan menggunakan matematika (logika kepastian)

aPelopor aliran ini adalah Rene Descartes yang dikenal sebagai bapak filsafat

modern. Ia membangun filsafatnya diatas asas logis abstrak dan asas pertama

suatu dalil yang eksistensial. Demikian juga dengan Spinoza dan leibniz yang

memakai metode deduktif matematis ala Descartes, akan tetapi mereka lebih

memusatkan perhatiannya pada persoalan metafisika.

Pada abad ke-20 terjadi pergeseran gaya berpikir dan corak pemikiran

filsafat. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor sosio-kultural yang

sedang berkembang dan menggejolak di Barat seperti diantaranya revolusi

3

Page 4: Alpi

industri, refolusi perancis, serta meletusnya perang dunia I dan II. Pemikiran

filsafat para filsuf abad ke-20 semakin heterogen dan terspesialisasi. Pada masa

ini muncul aliran-aliran filsafat baru yang lebih membumi dan lebih dekat dengan

problem keseharian manusia. Beberapa aliran filsafat yang berkembang pada

masa kontemporer adalah pragmatisme, fenomenologi, filsafat modern,

eksistensialisme, strukturalisme, dan teori kritis.

Nietzsche memperkenalkan perspektivisme dalam tradisi filsafatnya. Ia

mengajukan kritik atas kebudayaan masyarakat Eropa. Setelah Nietzche, di

Inggris (lingkaran Wina) muncul aliran Filsafat Modern yang berkontribusi

terhadap lahirnya positivisme logis dengan tokohnya Wittgenstein dan Bertrand

Russell. Di Jerman muncul aliran fenomenologi yang digagas Husserl. Metode

fenomenologi dimanfaatkan oleh filsuf-filsuf eksistensialisme seperti Heidegger,

Marcel, dan Levinas guna membangun pemikiran filsafat mereka. Tradisi filsafat

Eksistensialisme mengedepankan nilai-nilai humanisme dan eksistensi manusia

sebagai being yang menyadari keberadaanya di dunia, atau dalam istilah

Heidegger disebut dasein (being-in-there).

Filsuf-filsuf Amerika melahirkan tradisi filsafat pragmatisme.

Pragmatisme ty berasal dari katapragma (Yunani), yang berarti tindakan atau

perbuatan. Diktum pragmatisme mengajarkan bahwa kesahihan pengetahuan

tidak diukur dari kesatuan metodologi atau bahasa, melainkan pada kebergunaan.

Pragmatisme diperkenalkan oleh Charles Sanders Peirce. Tokoh-tokoh lain dalam

aliran pragmatisme adalah William James dan John Deawey. Sementara

Strukturalisme tampil di abad 20 sebagai paham yang menyatakan bahwa semua

masyarakat dan kebudayaan memiliki suatu struktur yang sama dan

tetap. Strukturalisme merupakan sebuah pembedaan secara tajam mengenai

masyarakat dan ilmu kemanusiaan dari tahun 1950 hingga 1970, khususnya yang

terjadi di Perancis.

Para filsuf di abad ke-20 banyak yang lahir dari kalangan spesialis dalam

studi matematika, fisika, psikologi, sosiologi, politik, dan ekonomi. Hal ini

4

Page 5: Alpi

berimplikasi terhadap pergeseran fokus terhadap objek material. Fokus filsafat

terpecah sesuai konteks yang dibicarakan masing-masing aliran filsafat. Filsafat

menjadi refleksi kedua bagi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang

berkembang pada masa ini direfleksikan dan diterapi metodologinya melalui

kajian filsafat. Sebagaimana dijelaskan dalam teori kritis, bahwa kajian filsafat

punya kepentingan emansipatoris. Filsafat pada masa ini dituntut dapat membuka

kedok realitas secara apa adanya, namun juga harus terbuka terhadap kritik jika

kritik tersebut memuat paradigma kebenaran baru.

1. Pokok – Pokok Pikiran Filsafat Modern

Filsafat modern diperkenalkan oleh filsuf-filsuf Inggris dan Amerika

pada abad ke-20. Aliran filsafat modern memfokuskan kajiannya terhadap

problem bahasa dan analisis konsep. Aliran ini muncul untuk mengatasi

kekaburan dan kekacauan makna yang sebelumnya telah menjamur dalam

berbagai macam konsep filsafat. Filsafat modern menolak pernyataan-

pernyataan metafisik dan menganggapnya tidak bermakna (non sense). Titik

sentral pemikiran filsafat modern bermuara pada pembentukan definisi baik

yang bersifat linguistik ataupun yang nonlinguistik. Aliran ini bermaksud

mengklarifikasi makna dari proposisi dan konsep-konsep dengan cara analisis

bahasa.

Beberapa tokoh filsafat modern antara lain :

1.  Gottlob Frege (1848-1925)

Frege menggunakan metode berfilsafat yang disebut dengan logika

yang rigorus. Artinya, ia menitikberatkan filsafat pada logika. Bagi Frege,

logika dan analisis yang ketat terhadap proposisi merupakan dasar yang

kokoh dalam menentukan kebenaran suatu pernyataan. Ia membuat

distingsi antara sense (makna) dan  reference  (referensi), dengan

menegaskan bahwa suatu proposisi akan bermakna apabila proposisi

tersebut mempunyai arti dan referensi.

2.  Bertrand Russell (1872-1970)

5

Page 6: Alpi

Menurut Russell, dunia terdiri dari atomic facts (fakta-fakta

atomik). Suatu proposisi dikatakan bermakna jika proposisi tersebut

berkorespondensi langsung terhadap fakta-fakta atomik. Ada kesepadanan

antara bahasa dan fakta. Menurutnya, dunia ini merupakan totalitas fakta-

fakta, bukan totalitas benda-benda.

3.  Ludwig Wittgenstein

Wittgenstein mengemukakan Picture Theory. Baginya, relasi

bahasa dengan dunia faktual kongruen terhadap relasi antara lukisan

dengan kenyataan. Bahasa merupakan representasi objek-objek, bukan

sekedar korespondensi satu-satu antara unit bahasa dengan objek. Ada

relasi logis antara struktur bahasa dan struktur realitas dunia (objek-objek).

Dengan demikian, bahasa pada hakikatnya merupakan suatu gambaran

dunia. Menurutnya, ungkapan metafisika seperti dalam filsafat nilai, etika,

estetika dan kalimat-kalimat teologi adalah kalimat yang tidak bermakna.

Filsafat harus dapat menetapkan logika dan aturan-aturan yang berlaku

dalam menyelidiki permainan bahasa yang saling berbeda.

2. Pokok – Pokok Pikiran Fenomenologi Heidegger

Tradisi fenomenologi dimulai sejak Edmund Husserl. Ia merumuskan

cara memahami realitas dengan menitikberatkan pada konsep intensionalitas

(keterarahan) kesadaran terhahadap objek-objek. Intensionalitas

memungkinkan subjek dapat memahami objek, dimana subjek ingin

mengetahui objek dan objek membuka diri untuk diketahui oleh subjek.

Heidegger adalah murid Husserl yang melanjutkan proyek fenomenologi

gurunya ke level ontologi. Dalam Being and Timeia merumuskan filsafatnya

yang kembali berpangkal pada problem ontologi, yaitu tentang “Ada” dan

“Waktu”.

Heidegger menganggap metafisika dan ontologi dalam sejarah filsafat

telah mengalami kelupaan akan Ada (forgetfulness of being). Ia menolak

pandangan tradisional yang menganggap Ada sebagai konsep independen dan

6

Page 7: Alpi

terpisah dengan manusia. Berbeda dengan pandangan metafisika-ontologi

tradisional yang memahami konsep Ada terpisah dengan konsep Waktu,

Heidegger justru menekankan bahwa Ada adalah konsep yang tidak mungkin

dapat dipahami tanpa konsep Waktu. Untuk memahami seluk-beluk tentang

Ada, Heidegger memfokuskan penelitianya terhadap sang pengada, yakni

pada subjek atau manusia sendiri.

Menurut Heidegger manusia bukanlah entitas yang terpisah dan

terisolasi dari dunia. Justru pada dasarnya manusia adalah subjek yang sudah

tidak dapat terpisah, dan selalu mengalami keterlibatan dengan dunia.

Kenyataan tentang subjek terletak pada kemampuannya terlibat dengan dunia.

Kesadaran subjek bersifat tersembunyi dan hanya dapat tersibak dalam

kegiatan dunia. Manusia dalam kehidupan sehari-hari berada dalam modes of

beng (modus mengada). Modus mengada disebutnya dengan istilah ada-

bersama-dunia, ada-di-dalam-dunia, dan sekaligus ada-disana.

Modus mengada hanya berlaku pada subjek yang dapat menanyakan

Ada, bukan pada Ada itu sendiri. Subjek yang dapat mempertanyakan tentang

Ada disebutnya dengan Dasein.Dasein berbeda dengan  Being.  Being

dipahami hanya sebagai Ada yang tidak dapat mempertanyakan

eksistensinya. Sementara  Dasein menggambarkan pengertian yang lebih luas

dari sekedar  Being.  Dasein inilah yang mampu bereksistensi. Ia menegaskan

bahwa Dasein yang bereksistensi dapat menyadari keberadaannya melalui

keterikatannya (involvement) dengan dunia atau Being lainnya.

3. Pokok – Pokok Pikiran Teori Kritis

Tori kritis berkembang di kalangan mazhab Frankfurt sebagai reaksi

dari filsafat yang muncul dari lingkaran Wina, positivisme, dan kapitalisme.

Para filsuf pelopor teori kritis antara lain Max Horkhaimer, Theodore Adorno,

Herbert Marcuse, Erich Fromm, dan Jurgen Habermas. Disebut sebagai teori

kritis karena dalam kajian filsafat mereka selalu memberikan kritik secara

tajam dan radikal terhadap kondisi sosial masyarakat terkini, standar ilmu

7

Page 8: Alpi

pengetahuan, dan ideologi. Teori kritis selalu dicirikan dengan kerinduan akan

emansipasi bagi manusia yang sudah terkungkung sedemikian rupa oleh

ideologi dan paradigma ilmu pengetahuan. Teori kritis bekerja atas dasar

suatu kerangka metateoritis dan berpijak pada pandangan umum tentang

realitas sosial, baik dalam dimensi normatif maupun dimensi faktual.

Aliran ini dimulai dari interpretasi terhadap ajaran Karl Marx tentang

realitas sosial yang sudah didominasi mekanisme kapitalistik hingga manusia

mengalami alienasi dan terasing dengan dirinya sendiri. Menurut Marx, basis

struktur dalam masyarakat modern telah dikuasai oleh mekanisme kapitalistik

dan diafirmasi oleh super struktur. Keadaan ini menimbulkan kesadaran palsu

(false consciousness) bagi kaum yang didominasi (kaum buruh). Bagi Marx

kesadaran palsu ini disebut ideologi. Teori kritis berusaha mencapai

pembebasan terhadap kesadaran palsu melalui gagasan revolusi (bagi Marx),

reifikasi (Lukacs), pemahaman akan gerak dialektika negatif (Adorno), dan

masyarakat komunikatif (Habermas).

Teori kritis mengasumsikan teori tradisional sebagai pengetahuan yang

bersifat ahistoris, asosial, dan disinterested (bebas kepentingan). Teori

tradisional terlepas dari praksis dan mengklaim dirinya objektif dan netral.

Padahal bagi teori kritis (menurut Habermas), teori harus dapat digunakan

untuk memahami realitas dan dapat diimplementasikan dalam praktik

kehidupan sehari-hari. Teori atau ilmu pengetahuan tidak dapat sepenuhnya

bebas nilai. Sebaliknya, ilmu pengetahuan sarat akan nilai dan kepentingan.

Ilmu empiris-analitis berkepentingan teknis dan bertujuan melakukan proses

kontrol objektif terhadap kehidupan. Ilmu hermeneutis-historis

berkepentingan praktis dan bertujuan memelihara komunikasi. Ilmu-ilmu

kritis (seperti filsafat) berkepentingan emansipatoris dan bertujuan melakukan

apresiasi reflektif terhadap kehidupan. Teori tradisional dicurigai mempunyai

muatan ideologis dan digunakan untuk mempertahankanstatus quo, hanya

8

Page 9: Alpi

membuat teori untuk kepentingan teori dan tidak memperhitungkan

konsekuensi terhadap implementasi teori.

Konsekuensi dari kritik terhadap epistemologi ilmu pengetahuan yang

dianggap bersifat ideologis (dalam konteks kesadaran palsu) adalah, teori

kritis sadar bahwa dirinya bersifat terbuka dan juga siap menerima kritik.

Pada tataran praktis Habermas menggambarkannya pada gagasan masyarakat

komunikatif yang lebih mengedepankan komunikasi diskursif menggunakan

rasio komunikatif daripada rasio instrumental dalam memahami realitas

kehidupan.

B. Idealisme Objektif

Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide

manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah

terdapat dalam susunan alam.        

Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau

masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini

pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar

manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada,

termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.

         Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah Plato. Ia membagi dunia

dalam dua bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia yang konkret ini adalah

temporal dan rusak; bukan dunia yang sesungguhnya, melainkan bayangan alias

penampakan saja. Kedua,terdapat alam di atas alam benda, yakni alam konsep,

idea, universal atau esensi yang abadi.

Tokoh-Tokoh Idealisme

a. J.G. Fichte (1762-1814 M)

Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena

pada tahun 1780-1788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu

9

Page 10: Alpi

prinsip. Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral,

bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang dimaksud ada di dalam

etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang

disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah

tindakan, bukan fakta.

Menurut Fichte, dasar kepribadian adalah kemauan; bukan kemauan

irasional seperti pada Schopenhauer, melainkan kemauan yang dikontrol oleh

kesadaran bahwa kebebasan diperoleh hanya dengan melalui kepatuhan pada

peraturan. Kehidupan moral adalah kehidupan usaha. Manusia dihadapkan

kepada rintangan-rintangan, dan manusia digerakkan oleh rasa wajib bahwa ia

berutang pada aturan moral umum yang memungkinkannya mampu memilih

yang baik. Idealisme etis Fichte diringkaskan dalam pernyataan bahwa dunia

aktual hanya dapat dipahami sebagai bahan dari tugas-tugas kita. Oleh karena

itu, filsafat bagi Fichte adalah filsafat hidup yang terletak pada pemilihan

antara moral idealisme dan moral materialisme. Substansi materialisme

menurut Fichte ialah naluri, kenikmatan tak bertanggung jawab, bergantung

pada keadaan, sedangkan idealisme ialah kehidupan yang bergantung pada

diri sendiri.

Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek. Kenyataan

pertama ialah “saya yang sedang berpikir”, subjek menempatkan diri sebagai

tesis. Tetapi subjek memerlukan objek, seperti tangan kanan mengandaikan

tangan kiri, dan ini merupakan antitesis. Subjek dan objek yang dilihat dalam

kesatuan disebut sintesis. Segala sesuatu yang ada berasal dari tindak

perbuatan sang Aku.[8]

b. F.W.J. Shelling (1775-1854 M)

Friedrich Wilhelm Joseph Schelling sudang mencapai kematangan

sebagai filosof pada waktu ia masih amat muda. Pada tahun 1789, ketika

usianya baru 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas Jena.

Sampai akhir hidupnya pemikirannya selalu berkembang.

10

Page 11: Alpi

Seperti Fichte, Scelling mula-mula berusaha menggambarkan jalan

dilalui intelek dalam proses mengetahui, semacam epistemology. Fichte

memandang alam semesta sebagai lapangan tugas manusia dan sebagai basis

kebebasan moral. Schelling membahas realitas lebih objektif dan menyiapkan

jalan bagi idealisme absolute Hegel. Dalam pandangan Schelling, realitas

adalah proses rasional evolusi dunia menuju realisasinya berupa suatu

ekspresi kebenaran terakhir. Kita dapat mengetahui dunia secara sempurna

dengan cara melacak proses logis perubahan sifat dan sejarah masa lalu.

Tujuan proses itu adalah suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna.

Schelling menyebut proses iniidentitas absolute, Hegel menyebutnya ideal.

Idealisme Schelling agak lebih objektif, karena menurut dia bukan-

aku (objek) ini sungguh-sungguh ada. Objek ini bukan hanya pertentangan

belaka, melainkan mempunyai nilai yang positif. Bagi Schelling, yang

menjadi dasar kesungguhan dan berpikir itu ialahaku. Dunia ini muncul

daripada aku: dunia yang tak terbatas itu sebenarnya tidak lain daripada

produksi dan reproduksi dari ciptaan aku.

Kemudian diakuinya kesungguhan alam, malahan dinyatakan bahwa

subjek yang berpikir (aku) itu muncul daripada alam. Tetapi ini jangan

dianggap sama sekali bertentangan dengan pendapatnya semula,

sebab aku yang muncul dari alam itu ialah akuyang telah sadar. Alam itu

merupakan proses evolusi, yang mengeluarkan budi yang sadar serta lambat

laun sadar akan dirinya (aku) dalam alam yang tak sadar.

Begitulah ia meningkat lagi dalam pandangannya terhadap alam: budi

dan dunia sama derajatnya hanya berhadapan sebagai subjek dan objek.

Sebetulnya samalah keduanya, bertemu pada asal semula ialah Tuhan,

identitas yang mutlak, juga disebutnya indiferensi yang mutlak. Ia tidak

cenderung ke sana, maupun ke sini. Dari situ muncullah alam dalam

bentuknya yang makin tinggi derajatnya: bahan, gerak, hidup, susunan-dunia,

11

Page 12: Alpi

manusia. Dalam pada itu budipun sadar akan dirinya menjelmakan

ilmu,moral, seni, sejarah, dan Negara.

c. G.W.F Hegel (1798-1857 M)

Hegel  lahir di Stuttgart, Jerman pada tanggal 17 Agustus 1770.

Ayahnya adalah seorang pegawai rendah bernama George Ludwig Hegel dan

ibunya yang tidak terkenal itu bernama Maria Magdalena. Pada usia 7 tahun ia

memasuki sekolah latin, kemudian gymnasium. Hegel muda ini tergolong

anak telmi alias telat mikir! Pada usia 18 tahun ia memasuki Universitas

Tubingen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia menjadi seorang tutor, selain

mengajar di Yena. Pada usia 41 tahun ia menikah dengan Marie Von Tucher.

Karirnya selain menjadi direktur sekolah menengah, juga pernah menjadi

redaktur surat kabar. Ia diangkat menjadi guru besar di Heidelberg dan

kemudian pindah ke Berlin hingga ia menjadi Rektor Universitas Berlin

(1830).

12

Page 13: Alpi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu filsafat sebetulnya banyak aliran atau paham, diantaranya seperti

aliran renaissance, rasionalisme, idealisme, empirisme, pragmatisme,

existentialisme, dan masih banyak lagi. Antara aliran atau paham yang satu dan

yang lainnya ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep

dasar sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling

dipertentangkan. Justru dengan banyaknya aliran atau paham yang sudah

diperkenalkan oleh tokoh-tokoh filsafat, kita dapat memilih cara yang pas dengan

persoalan yang sedang kita hadapi.

Antara aliran atau paham yang satu dengan yang lainnya dapat saling

mendukung. Seperti penyelesaian masalah yang sederhana misalnya, kita bisa

menggunakan logika klasik, untuk menggali ilmu-ilmu yang ada di alam, kita

dapat menggunakan cara empirisme, untuk membantu pemahaman bisa

menggunakan paham rasionalisme, dan untuk persoalan yang kompleks kita

dapat menggunakan teorinya idealisme (dialektika).

 Idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik

hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh

(spirit). Istilah ini diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.

a. Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme subjektif, idealisme objektif,

dan idealisme personal.

b. Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik

tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Sedangkan idealisme objektif adalah

idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide manusia.

13

Page 14: Alpi

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak terdapat kesalahan dan kekhilafan, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan dari para pembaca berupa kritik dan saran yang sifatnya membangun, sehingga dapat menjadi acuan kami kedepan dalam membuat makalah.

14

Page 15: Alpi

DAFTAR PUSTAKA

Witamiharfja. Sutarjo. A., Psi, Pengantar Filsafat, Bandung : PT. Refika Aditama,

2009

Abidin Zainal, Pengatra Filsafat Barat, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011

Tafsir Ahmad, Filsafat Umum, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005

Achmadi Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta, Rajawali Press, 2011

15

Page 16: Alpi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Puji syukur kehadiran Allah swt, yang telah melimpahkan petunjuk, binbingan dan kuatan jepada kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan baikdan berjalan lancar sesuai dengan dengan yang harapkkan. Salawat dan salam semoga dilimpahkan oleh -Nya kepada junjungan kita Nabi besar muhammad saw, para sahabat dan pengikutnya yang setia sepannjang zaman, dan semoga kita mendapatkan syapaatnya di yaumil Akhir Amir...

Mungkin juga dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kesalahan yang ataupun yang tidak disengaja kami mengucapkan naaf yang sedalam-dalamnya, Akhir kata ocapkan terima kasih.

Benkulu, Januari 2014

Penulis

16i

Page 17: Alpi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah......................................................................2

C. Tujuan........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Filsafat Modern..........................................................................3

B. Idealisme obyektif...................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................12

B. Saran.......................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

17

ii

Page 18: Alpi

MAKALAHFILSAFAT UMUM

Filsafat Modern

Oleh : Alpi Hasana

Dosen Ahmad Suradi, MA

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BENGKULU 2014

18