ALMANAK MENARA KUDUS: STUDI PEMIKIRAN KH....
Transcript of ALMANAK MENARA KUDUS: STUDI PEMIKIRAN KH....
ALMANAK MENARA KUDUS: STUDI PEMIKIRAN KH. TURAICHAN
ADJHURI DALAM ILMU FALAK DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H)
Oleh :
LEGINA NADHILAH QOMARANI
NIM : 11140440000120
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
ii
v
ABSTRAK
Legina Nadhilah Qomarani. NIM 11140440000120. ALMANAK MENARA
KUDUS: STUDI PEMIKIRAN KH. TURAICHAN ADJHURI DALAM ILMU
FALAK DI INDONESIA. Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M.
vii +50 halaman
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana metode hisab yang
digunakan dalam penyusunan kalender hijriyah di Indonesia dan untuk
mengetahui bagaimana konsep argumen normatif dan aplikasi Almanak Menara
Kudus dalam wacana hisab di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan Metode kualitatif dimana metode ini
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan yang dapat
dijadikan sumber informasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sosio-historis, yaitu pendekatan sosiologis untuk menganalisa perbedaan
gagasan pemikiran KH. Turaichan mengenai wacana hisab Almanak Menara
Kudus dan pendekatan historis yang digunakan untuk menganalisa alasan
terjadinya perbedaan gagasan pemikiran KH. Turaichan mengenai wacana hisab
Almanak Menara Kudus. Sumber data penelitian skripsi saya berupa sumber
primer (primary resources) yakni dokumen-dokumen Almanak Menara Kudus
yang dibuat oleh murid dari KH Turichan Adjhuri dan sumber sekundernya adalah
buku-buku, jurnal, makalah yang berkaitan dengan pembahasan. Serta teknik
pengumpulan data yang saya gunakan berupa dokumentasi dan wawancara secara
mendalam (indept interview) dengan pihak terkait yakni keluarga KH. Turaichan
Adjhuri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KH. Turaichan Adjhuri memiliki
sifat karismatik yang membuat dirinya teguh pendirian terhadap keputusan-
keputusan yang ia buat. Kriteria hisab yang digunakan di Indonesia sangat
beragam, terdapat wujudul hilal, imkận al-ru`yah MABIMS, dan imkận al-ru`yah
LAPAN. Perhitungan awal bulan Kamariah yang digunakan oleh KH. Turaichan
dalam Almanak Menara Kudus tergolong hisab Haqiqi Tahqiqi, perhitungan awal
bulan ini tergolong lebih maju dibandingkan dengan hisab-hisab lainnya. Dalam
perkembangan hisab rukyat di Indonesia metode ini lebih mutakhir untuk di
aplikasikan pada setiap penetapan awal bulan Kamariah.
Kata Kunci : Kontribusi Pemikiran, KH. Turaichan Adjhuri, Hisab.
Pembimbing : Dr. Hj. Maskufa, MA.
Daftar Pustaka : 1986-2018
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang
dengan izin dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Almanak Menara Kudus: Studi Pemikiran KH Turaichan Adjhuri dalam
Ilmu Falak di Indonesia” Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad Saw, keluarga, para sahabat dan umatnya hingga
akhir zaman.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk motivator terbesar sepanjang
perjalanan hidup penulis terkhusus kedua orang tua yang sangat penulis cintai,
ayahanda Drs. H. Sudirman S, S.H.,M.H. dan ibunda Ernis, S.Pd. beserta kakak-
kakak penulis Dr. Ratih Listyana Chandra, S.H.,M.H., dan Cakra Satria Wibawa,
S.H. yang tiada lelah untuk memberikan semangat dan doa untuk penulis sehingga
penulis dapat menyelsaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan rahmat dan kasih sayang kepada mereka semua.
Dalam proses penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa sedikit
banyak rintangan datang yang penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah
berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan serta dukungan berbagai pihak
secara langsung maupun tidak langsung segala rintangan tersebut dapat teratasi.
Sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dengan
demikian, sudah sepatutnya pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. Phil. H. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., selaku Ketua Progam Studi Hukum Keluarga
beserta Indra Rahmatullah, S.HI.M.H., selaku Sekretaris Program Studi
Hukum keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
3. Dr.Hj. Maskufa, MA., selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis, yang telah
sabar dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam
proses penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Hj. Mesraini, SH., M.Ag., selaku Dosen Penasihat Akademik penulis,
yang telah mendampingi hingga semester akhir dan seluruh Dosen Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik
dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.
5. Segenap Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
membantu penulis dalam pengadaan refrensi-refrensi sebagai bahan rujukan
skripsi ini.
6. Pak Sirril Wafa yang telah membantu penulis untuk menjadi narasumber
penulis demi kelancaran skripsi ini.
7. Degea, yang tak pernah berhenti menyemangati penulis untuk selalu
mengerjakan skripsi ini dan tak pernah henti selalu mengingatkan penulis
dalam kebaikan.
8. Yang selalu memberikan semangat dan selalu ada selama 11 tahun untuk
penulis, Rulia Feriera
9. Sahabat-sahabat penulis yang sudah terlebih dahulu menyelesaikan tugas
akhirnya, Najmi. Pebe, Icha, Aina, Aya, Hana,Ninuk, Shafira, Intan, Uli,
Firkan, gladis, Lia, Lintang, Ninuk, Anggun, Wina, dan Memes.
10. Para Istri nabi Khadijah, Zulaikha, Aisyah dan Zainab yang selalu menemani
penulis selama di bangku kuliah
11. Bang Amir yang telah memberikan penulis inspirasi Judul sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, Ka Fachra, Ka Mela, Ka Ais,
dan Bang Andi terimaksih karena sudah turut andil dalam penyelesaian
skripsi ini.
12. Ody, Lutfah, Hamidah, Mawar terimakasih karena sudah memberikan banyak
bantuan dalam penyusunan skripsi ini hingga di titik pendaftaran wisuda.
viii
13. Keluarga besar HMI dan teman-teman Hukum Keluarga 2014 yang namanya
tidak bisa disebutkan satu-persatu, terimakasih atas motivasi dan semangat
yang telah diberikan kepada penulis.
14. Dan untuk teman-teman penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatu
dalam skripsi ini.
Jakarta, 24 Januari 2019
penulis
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK…. ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Identifikasi ................................................................................. 6
C. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 7
E. Metode Penelitian ...................................................................... 7
F. Review Studi Terdahulu ............................................................. 9
G. Sistematika Penulisan .............................................................. 10
BAB II METODE HISAB DALAM PENYUSUNAN KALENDER
HIJRIYAH DI INDONESIA ....................................................... 11
A. Metode Hisab Wujudul Hilal ................................................... 15
B. Metode Hisab Imkan Rukyat MABIMS .................................. 19
C. Metode Hisab Imkan Rukyat LAPAN ..................................... 24
BAB III PROFIL KH TURAICHAN ADJHURI ..................................... 29
A. Asal Usul Keluarga dan Pendidikan ........................................ 29
B. Aktifitas dan Karir KH turaichan Adjhuri dalam Bidang Ilmu
Falak ......................................................................................... 33
C. Karya-Karya Intelektual KH. Turaichan Adjhuri .................... 37
x
BAB VI ALMANAK MENARA KUDUS MENURUT KH
TURAICHAN ADJHURI ............................................................ 39
A. Konsep Hisab Almanak Menara Kudus ................................... 39
B. Argumen Normatif Penyusunan Almanak Menara Kudus ...... 41
C. Aplikasi Almanak Menara Kudus dalam Penentuan Awal
Bulan Hijriyah ......................................................................... 47
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 49
A. Kesimpulan ............................................................................... 49
B. Saran ......................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...51
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………..53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak awal peradaban, manusia memerlukan metode untuk
membagi-bagi waktu dalam beberapa periode untuk kepentingan
kehidupan mereka sehari-hari. Metode tersebut disebut kalender atau
dalam bahasa Arab disebut Taqwim. Pembagian waktu menjadi hari,
bulan, dan tahun adalah berdasarkan peristiwa-peristiwa astronomis.1
Manusia dalam siklus hidupnya dari kelahiran, peristiwa-peristiwa penting
dalam hidup sampai saat kematiannya semua itu tercatat dalam angka-
angka kalender sehingga lebih mudah untuk diingat atau bahkan
diperingati.2 Sedangkan pembagian waktu menjadi jam dan minggu
merupakan pembagian berdasarkan kalender merupakan kebutuhan
masyarakat agraris sebagai cekpoint sebagai pelaksanaan pertanian dan
kebutuhan masyarakat urban untuk mengorganisir serta mengkoordinir
kegiatan-kegiatan mereka 3
Arti penting penanggalan dalam peradaban manusia selain
dirasakan di zaman kuno dan zaman modern, penanggalan tidak dapat
dikesampingkan walaupun telah memiliki berbagai teknologi, karena
penanggalan sangat penting dalam pengorganisasian waktu, baik dalam
aktivitas sehari-hari manusia dengan sesama, ataupun rutinitas ibadah yang
kaitannya merupakan kewajiban sebagi umat beragama.4
Sangat menarik bahwa Islam ternyata mengatur cukup jelas
meskipun tidak terlalu detil tingkah laku manusia bahkan sampai dengan
1 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak
Hisab Rukyat (Jakarta: MA RI, 2007) h. 32.
2 Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta: GP Press, 2009, Cet. Pertama), h.181.
3 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI, Almanak Hisab Rukyat,
h.32.
4 Muhammad Hadi Bashori, Penanggalan Islam, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2013, Cet Pertama), h.4.
2
cara-cara perhitungan dan pengorganisasian waktunya, dan ini diberikan
dalam kitab suci sebagai sumber hukum tertingginya. Ini menunjukan
bahwa sesungguhnya Islam adalah sebuah agama modern. Tugas umat
Islamlah sebetulnya untuk mengatur rujukan pengorganisasian waktunya
(kalender) dengan lebih detil lagi berdasarkan ilmu pengetahuan modern
yang berkembang.5 Allah SWT sesungguhnya telah menjadikan bulan dan
matahari yang beredar secara teratur pada orbitnya adalah agar dapat
dimanfaatkan manusia untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan
waktu. 6
Dengan adanya peredaran Bulan mengelilingi Bumi (dan juga
Bumi mengelilingi Matahari), maka manusia dapat menghitung hari-
harinya, baik hari-hari yang telah dilalui, sedang, atau akan dijalani.
Peristiwa tersebut kemudian dijadikan oleh umat manusia untuk membuat
penanggalan (kalender), baik kalender Syamsiah maupun Kamariah.7
Sistem yang didasarkan pada peradaran bumi mengelilingi
matahari, yang kemudian dikenal sebagai sistem syamsiah (solar system)
atau tahun surya. Satu tahun syamsiyah lamanya 365 hari (untuk tahun
pendek) dan 366 hari (untuk tahun panjang). Kedua, sistem ini yang
didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi, yang dikenal sebagai
sistem kamariah (lunar system) atau tahun candra. Satu tahun kamariah
lamanya 354 (untuk tahun pendek) dan 355 hari (untuk tahun panjang)8
Almanak atau Kalender adalah penanggalan (daftar hari, minggu,
bulan, hari-hari raya dalam setahun) yang disertai dengan data
5 Tono Saksono, Mengkompromian Rukyat dan HIsab (Jakarta: PT Amythas
Publicita, 2007, Cet Pertama), h. 66.
6 Muhammad Hadi Bashori, Pengantar Ilmu Falak (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2015, Cet.Pertama) h. 16
7 Rupi’i Amri, “Upaya Penyatuan Kalender Islam di Indonesia (Studi atas
Pemikiran Thomas Djamaludin)” , Ishraqi, X , 01, (Juni 2012), h.2.
8 Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama Puslitbang
Kehidupan Beragama, Hisab Rukyat dan Perbedaannya (Jakarta: Departemen Agama RI,
2004) h.20.
3
keastronomian, ramalan cuaca, dan sebagainya9.Penanggalan atau tarikh
yang membudaya di masyarakat Indonesia ini serta cara praktis digunakan
untuk menentukan peristiwa-peristiwa penting ada tiga macam:
1. Penanggalan/Tarikh Masehi
Tarikh Masehi disebut juga Syamsiah adalah tahun yang
menggunakan sistem perhitungan perjalanan Bumi dalam berevolusi
mengelilingi Matahari selama 365 hari 5 jam 48 menit dan 2,8 detik
dalam satu tahun. Setiap tahun terdiri dari 12 buan, setiap bulan ada
yang berumur 31 hari, ada yang berumur 30 hari. Kecuali Februari,
jika berada di tahun Kabisat berumur 29 hari, dan jika berada di tahun
Basithah berumur 28 hari.10
2. Penanggalan/Tarikh Hijriyah
Tarikh Hijriah dikenal juga dengan nama tahun Kamariah karena
perhitungannya didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
Sebenarnya sistem ini sudah digunakan oleh bangsa Arab sejak zaman
kuno yang dikenal dengan sistem penanggalan bangsa Semit. Disebut
tarikh Hijriah karena permulaan tahun tarikh ini dimulai saat hijrahnya
Nabi Muhammad SAW, dari Makkah ke Madinah, nama-nama bulan
dalam satu tahun sekalipun menggunakan dasar perhitungan bulan
tetapi mirip dengan pembagian bulan dalam zaman kuno yang
didasarkan pada tahun Matahari, yaitu: Muharram, Safar, Rabi’al
Awwal, Rabi’al-Tsani, Jumadil Ula, Jumadil Tsani, Rajab, Sya’ban,
Ramadhan, Syawwal, Dzul qaidah, dan Dzul Hijjah.
3. Penanggalan/Tarikh Jawa Islam
Tarikh Jawa Islam, acuannya sama dengan kalender Hijriah yaitu
perputaran bulan yang biasa disebut dengan tahun Kamariah atau
Lunar System atau tahun candra. Pada mulanya tarikh ini disebut
9 Kementrian Pendidikan dan Budaya, “Almanak”, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/almanak
10 Abdul Karim dan Rifa Jamaludin Nasir, Mengenal Ilmu Falak Teori dan
Implementasi, (Yogyakarta: Qudsi Media, 2012, Cet. Pertama), h.25
4
Hindu Jawa atau tahun Soko yang didasarkan pada peredaran
Matahari. Satu tahun ditetapkan 12 bulan yakni Suro, Sapar, Mulud,
Bakdo Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akir, Rejeb, ruwah, Poso,
Syawal, Dulkongidah, dan Besar.11
Ketiga penanggalan ini mempunyai sistem dan cara-cara sendiri dalam
menentukan penanggalan serta mempunyai anggaran-anggaran tersendiri
pula.12
Sistem penanggalan pada dasarnya mengacu pada fenomena
astronomi, sedangkan dalam perhitungan matematisnya, penyusunan
penanggalan didasarkan pada siklus astronomi tertentu dengan aturan yang
berbeda. Pada umumnya, sistem penanggalan yang digunakan
mendasarkan pada siklus astronomi yang mengikuti aturan tetap, seperti
mengikuti fase Bulan, fase Bumi mengelilingi Matahari, dan mendasarkan
pada aturan abstrak yang hanya mengikuti siklus berulang tanpa memiliki
makna astronomis, aturan ini berdasarkan aturan hukum tertulis ataupun
hukum yang disampaikan melalui lisan.13
Penentuan kalender/penanggalan baik sistem syamsiyah maupun
sistem kamariah dilakukan dengan sistem hisab, terutama Hisab ‘Urfi,
yaitu hitungan rata-rata yang berlaku di salam penyusunan kalender
biasa.14
Beberapa sistem kalender mengacu pada suatu siklus astronomi
yang mengikuti aturan yang tetap, tetapi beberapa sitem kalender ada yang
mengacu pada sebuah aturan yang abstrak dan hanya mengikuti sebuah
siklus yang berulang tanpa memiliki arti secara astronomis. Ada kalender
yang dikode berdasarkan hukum tertulis, tapi ada juga yang disampaikan
11 Maskufa, Ilmu Falaq, h.185
12 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak
Hisab Rukyat, h. 100.
13 Muhammad Hadi Bashori, Penanggalan Islam, h.2.
14 Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama Puslitbang
Kehidupan Beragama, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, h.20.
5
melalui pesan-pesan oral. Meskipun pendefinisian bulan dan tahun untuk
setiap jenis kalender berbeda, pehitungan satu hari dalam semua sistem
kalender ini ternyata tetap sama yaitu dihitung berdasarkan waktu bumi
saat melakukan rotasi (berputar pada sumbu putarnya) selama sekitar 24
jam.15
Salah satu yang menjadi persoalan sebenarnya adalah umat Islam
belum begitu familiar dengan kalendernya sendiri, tetapi sangat familier
dengan kalender Masehi. Akibatnya sering terjadi kebingungan manakala
pada suatu ketika ada perbedaaan dalam mengawali atau mengakhiri puasa
misalnya. Pada kalender Hijriah yang tertulis dalam kalender yang ada di
tiap rumah keluarga muslim itu didasarkan perhitungan rata-rata (hisab
‘Urfi) yang tidak bisa dijadikan sebagai acuan dalam melakukan ibadah.16
Di Indonesia ada sebuah almanak yang terkenal yaitu Almanak
Menara Kudus yaitu sebuah karya monumental seorang ulama’ yang
bernama KH. Turaichan Adjhuri (Yi Tur). Beliau adalah seorang bijak
yang kepakaran dalam ilmu tersebut tidak diragukan lagi oleh para ahli
Falak Indonesia adapun karyanya tersebut pernah menjadi salah satu bahan
rujukan dalam penentuan awal bulan Hijriyah oleh Kementerian Agama.
Beliau memmpunyai ciri khas akan keteguhan dan keyakinan hasil
perhitungannya dari penetapan apapun dan siapapun.17
Sampai saat ini Almanak Menara Kudus masih digunakan oleh
sebagian besar masyrakat Kudus terutama di wilayah sekitar Menara
Kudus itu sendiri, dan juga digunakan oleh Pengurus Besar Nahdatul
Ulama (PBNU) serta Kementerian Agama. Hal ini dikarenakan Almanak
Menara Kudus memiliki kekhasan dalam karakteristik,model,dan aplikasi
hisab itu sendiri.
15 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab (Jakarta: PT Amythas
Publicita, 2007, Cet Pertama), h. 47.
16 Maskufa, Ilmu Falaq, h.186.
17 Ahmad Fauzi.”Almanak Menara Kudus (Studi Hasil Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014)” (Semarang: Tesis Universitas Islam Negeri walisongo Semarang.2015),
h.1, t..d.
6
Maka dari alasan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji
Almanak Menara Kudus serta pemikiran KH. Turaichan Adjhuri sebagai
subjek kajian dalam penyusunan skripsi ini dengan judul Almanak
Menara Kudus: Studi Pemikiran KH. Turaichan Adjhuri dalam Ilmu
Falak di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas, maka identifikasi beberapa permasalahan yang timbul dalam
penelitian ini adalah:
1. Terdapat beragam model kalender di Indonesia
2. Kergaman metode hisab yang digunakan
3. Hisab haqiqi yang digunakan saat ini ada tiga; Wujudul hilal, Imkan
Rukyat MABIMS, dan Imkan Rukyat LAPAN
4. Kalender hisab haqiqi yang digunakan di Indonesia
5. Diantara kalender yang ada yang digunakan adalah Almanak Menara
Kudus dan Hisab Haqiqi
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan pada penelitian ini tidak melebar, penulis
membatasi hanya membahas mengenai Almanak Menara Kudus serta
pemikiran KH. Turaichan.
Berdasarkan pembatasan masalah ini, maka perumusan masalahnya
adalah bagaimana gagasan pemikiran KH. Turaichan Adjhuri mengenai
Almanak Menara Kudus, adapun pertanyaan penelitiannya adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana metode hisab yang digunakan dalam penyusunan kalender
Hijriah di Indonesia?
2. Bagaimana konsep Almanak Menara Kudus menurut KH. Turaichan
Adjhuri?
7
3. Bagaimana aplikasi Almanak Menara Kudus dalam wacana hisab di
Indonesia?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dalam penelitian adalah mengungkapkan secara jelas
sesuatu yang hendak dicapai pada penelitian yang akan dilakukan. Dari
pemahaman tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendiskripsikan metode hisab yang digunakan dalam penyusunan
kalender Hijriah di Indonesia
2. Mendiskripsikan konsep Almanak Menara Kudus menurut KH.
Turaichan Adjhuri
3. Mendiskripsikan aplikasi Almanak Menara Kudus dalam wacana hisab
di Indonesia
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat sebagai berikut :
1. Sebagai kontribusi ilmiah dalam kepustakaan Islam pada bidang Ilmu
Falak
2. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengembangkan potensi
menulis karya-karya ilmiah khususnya terkait studi penelitian
pemikiran tokoh, sehingga, dpat menjadi bekal dan pelajaran yang
berguna di masa yang akan datang.
3. Dapat memberikan masukan bagi perkembangan penelitian yang
hampir sama dengan penelitian ini.
E. Metode Penelitian
Dalam membahas masalah penelitian ini, maka diperlukan suatu
metode untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang
akan dibahas secara jelas. Terdapat beberapa metode yang penulis
gunakan antara lain ;
1. Jenis Penelitian
8
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif (Qualitative
Research), yaitu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati atau dijadikan sumber informasi. Dalam penelitian kualitatif
penggunaan data dan deskriptif dipilih untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan “mengapa, alas an apa, dan bagaimana terjadinya” dari suatu
fenomena social dalam kehidupan masyarakat.18
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosio-
historis, yaitu pendekatan sosiologis untuk menganalisa perbedaan
gagasan pemikiran KH. Turaichan mengenai wacana hisab Almanak
Menara Kudus dan pendekatan historis yang digunakan untuk
menganalisa alasan terjadinya perbedaan gagasan pemikiran KH.
Turaichan mengenai wacana hisab Almanak Menara Kudus. Pendekatan
sosiologis terutama sosiologi hukum pendekatan yang digunakan untuk
mengamati pola-pola interaksi kekuatan-kekuatan politik dan respon
politik hukum masyarakat.19
3. Objek Penelitian
Penelitian ini adalah studi terhadap pemikiran K.H. Turaichan
Adjhuri mengenai Almanak Menara Kudus.
4. Sumber Data
a. Data primer, merupakan sumber informasi yang langsung
mempunyai wewenang dan bertanggungjawab terhadap
pengumpulan ataupun penyimpanan data seperti wawancara
dengan keluarga dan dokumen Almanak Menara Kudus seperti
buku-buku dan manuskrip.
18 Lexy Moeleong, Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 1995, Cet.
Pertama), h.3.
19 Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986, Cet. Kedua), h. 310
9
b. Data sekunder, sebagai bahan hukum sekunder yang terutama
adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, buku fiqh, serta data
lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa
metode yang dapat memberikan informasi yaitu :
a. Wawancara
Wawancara merupakan proses tanya jawab secara langsung kepada
keturunan K.H. Turaichan Adjhuri yang bertujuan untuk
mengumpulkan data serta membuktikan kebenaran informasi yang
diperoleh sebelumnya.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya
monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif.20
F. Review Studi Terdahulu
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memetakan penelitian yang
sudah ada serta dapat menjadi inspirasi dan mendasari dilakukannya
penelitian. Ada beberapa penelitian yang mempunyai tema yang hampir
sama namun objeknya berbeda. Diantaranya sebagai berikut:
No. JUDUL PEMBAHASAN PERBEDAAN
1. Biografi KH. Mengenai studi Perbedaan dengan
20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif,, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2016, Cet.23), h.240.
10
Turaichan Adjhuri
Kudus 1915-
1999M. Oleh Ari
Jumrotun tahun
2018.
tokoh KH
Turaichan Adjhuri
skripsi tersebut
dengan skripsi
penulis, pada skripsi
tersebut fokus
membahas terhadap
biografi KH
Turaichan Adjhuri
saja sedangkan
penulis mengenai
pemikiran tokoh KH.
Turaichan Adjhuri
mengenai Almanak
Menara Kudus.
2. Almanak Menara
Kudus (Studi
Hisab Tahun 1990
sampai Tahun
2014. Oleh Ahmad
Fauzi 2015
Skripsi ini
membahas hasil
hisab dari Almanak
Menara Kudus
dimulai dari tahun
1990 hingga 2014.
Perbedaan dengan
skripsi tersebut
dengan skripsi
penulis, pada skripsi
tersebut fokus hasil
hisab dari Almanak
Menara Kudus dari
tahun 1990 hingga
2014 sedangkan
penulis membahas
Pemikiran KH..
Turaichan Adjhuri
dalam Almanak
Menara Kudus
G. Sistematika Penulisan
Penelitian skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing
bab berisikan pembahasan yang berkesinambungan sebagai berikut :
11
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang
latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, manfaat dan tujuan penelitian, metode penelitian, review studi
terdahulu, serta sistematika penulisan.
Bab kedua, Kajian pustaka mengenai metode hisab dalam
penyusunan kalender Hijriah di Indonesia , pemaparan metode hisab yang
digunakan dalam penyusunan kalender Hijriah di Indonesia yakni: Metode
Hisab Wujudul Hilal, Metode Hisab Imkan Rukyat MABIMS, dan Metode
Hisab Imkan Rukyat LAPAN.
Bab ketiga, Menjelaskan mengenai biografi K.H. Turaichan
Adjhuri, mulai dari latar belakang dan pendidikan, aktifitas dan karier
yang pernah dijalani, sosok pribadi dan karya-karya yang dihasilkan.
Bab keempat, merupakan bab inti yaitu bahasan utama dalam
skripsi ini. Yakni, Almanak Menara Kudus menurut KH. Turaichan
Adjhuri, Argumen Normatif penyusunan Almanak Menara Kudus, Metode
hisab yang digunakan Almanak Menara Kudus, dan Aplikasi Almanak
Menara Kudus dalam penentuan awal bulan Hijriah.
Bab kelima,merupakan bab akhir dalam penelitian ini, berisikan
penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran yang bersifat
membangun bagi penyempurnaan penelitian ini
12
BAB II
METODE HISAB DALAM PENYUSUNAN KALENDER HIJRIAH
DI INDONESIA
Secara harfiah, hisab berarti perhitungan. Dalam Al-Qur’an kata hisab
banyak digunakan untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab) di mana
Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia
dengan adil. Kata hisab di Al-Qur;an muncul sebanyak 37 kali yang semuanya
berarti perhitungan dan tidak memiliki ambiguitas arti.1
Sementara itu menurut istilah, Hisab adalah perhitungan benda-benda
langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan. Apabila
hisab ini dalam penggunaannya dikhususkan pada hisab waktu atau hisab awal
bulan maka yang dimaksudkan adalah menentukan kedudukan matahari atau
bulan sehingga diketahui kedudukan matahari dan bulan tersebut pada bola langit
saat-saat tertentu.
Tujuan hisab adalah memperkirakan kapan awal suatu bulan Kamariah ,
terutama yang berhubungan dengan waktu ibadah, yang dihitung bermacam-
macam. Hisab yang paling sederhana adalah memperkirakan lama suatu bulan,
apakah 29 hari atau 30 hari, dalam rangka menentukan awal bulan Kamariah.
Tujuan lainnya adalah menghitung kapan terjadi ijtima’.2
Bila ditinjau dari segi metode perhitungan yang digunakan, secara umum
hisab di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab ‘urfi dan hisab haqiqi.
a. Hisab ‘Urfi
Metode ini tidak dipergunakan dalam menentukan awal bulan Kamariah
untuk keperluan ibadah karena bilangan hari pada tiap-tiap bulan selalu
berumur 29 dan 30 hari. Namun demikian metode ini sangat praktis untuk
1 Tono Saksono, Mengkompromian Rukyat dan HIsab (Jakarta: PT Amythas
Publicita, 2007, Cet Pertama), h. 120.
2 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab & Rukyat, Telaah Syariah, Sains, dan
Teknologi (Jakarta: Gema Insani, 1995, Cet. Pertama), h. 29.
13
penyusunan kalender, sehingga kalender dapat disusun jauh ke depan tanpa
harus memperhitungkan peredaran bulan dan matahari sebenarnya.3
Yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab RA adalah teknik hisab
‘urfi. Pada hisab ini umur bulan ditentukan secara tradisional dan tidak
diketahui alasannya. Bulan gasal ditentukan berumur 30 hari, sedangkan bulan
genap ditentukan berumur 29 hari, kecuali bulan Dzulhijjah yang dapat
berumur 29 hari dalam tahun basitah, atau berumur 30 hari pada tahun kabisat.
Hisab ‘Urf sangat praktis namun perhitungan ini sma sekali tidak melakukan
perhitungan astronomis untuk menggambarkan posisi hilal pada setiap awal
bulannya.4
Tetapi karena metode ini dianggap tidak dikehendaki oleh syara’ maka
umat Islam tidak mempergunakannya, meskipun hanya untuk penyusunan
kalender.
b. Hisab Haqiqi
Metode hisab haqiqi adalah metode yang didasarkan kepada peredaran
bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut metode ini umur tiap-tiap bulan
tidaklah tetap dan tidak beraturan. Kadang-kadang dua bulan berturut-turut ada
29 hari atau 30 hari atau kadang-kadang bergantian sepeti menurut
perhitungan hisab ‘urfi. Hal ini disebabkan karena dalam praktek
perhitungannya menggunakan data sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi.
Hisab Haqiqi terbagi menjadi tiga:
1. Hisab Haqiqi Taqribi
Metode hisab ini menghitung ijtima’ dan ketinggian hilal dengan
cara yang sederhana, yaitu dicari rata-rata waktu ijtima’ dan ditambah
koreksi sederhana. Kelompok ini menggunakan data bulan dan matahari
berdasarkan datan dan tabel Ulugh Bik. Metode ini tidak menggunakan
rumus-rumus segitiga bola (spherical trigonometry). Menurut metode ini
3 Ahmad Junaidi, Ru’yat Global Perspektif Fiqh Astronomi ( Ponorogo: Stain
Ponorogo Press, 2010, Cet Pertama), h.12.
4 Tono Saksono, Mengkompromian Rukyat dan Hisab, h.144.
14
ketinggian hilal dapat dicari dengan cara membagi dua selisih saat ijtima’
dengan saat matahari terbenam.
2. Hisab Haqiqi Tahqiqi
Metode hisab ini melakukan perhitungan berdasarkan konsep
astronomi modern dengan rumus segitiga bola dan memasukkan
parameter-arameter lain seperti lokasipengamat, posisi matahari, bulan,
dan lain-lain. Inti dari sistem ini adalah menghitung atau menentukan
posisi matahari, bulan dan titik simpul orbit bulan dengan orbit matahari
dalam sistem kordinat ekliptika. Artinya sistem ini menggunakan tabel-
tabel yang sudah dikoreksi dengan menggunakan perhitungan yang relatif
lebih rumit dibandingkan sistem hisab haqiqi taqribi.
3. Hisab Haqiqi Kontemporer
Metode hisab ini menggunakan hasil penelitian mutakhir dan
menggunakan matematikayang telah dikembangkan. Metode yang
digunakan sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi hanya saja sistem
koreksinya lebih teliti dan komplek sesuai dengan kemajuan sains dan
teknologi. Rumus-rumusannya disederhanakan sehingga untuk
menghitungnya bisa menggunakan kalkulator atau Personal Komputer.5
Ada beberapa metode untuk menentukan awal-awal bulan Kamariah yaitu
1. Sistem ijtimak sebelum Matahari terbenam (bahkan ada yang berpegang
pada sitim Ijtimak sebelum fajar)
2. Wujudul hilal di atas ufuk haqiqi
3. Wujud hilal di atas ufuk mar’i
4. Imkan rukyat (batas kemungkinan hilal dapat di rukyat).6
Ufuk mar’i atau ufuk pandangan adalah garis singgung pandangan mata
dengan permukaan bumi, dan batasan ini lebih nyata mendekati keadaan
sebenarnya pada waktu rukyah. Hisab haqiqi hanya memperhitungkan wujud hilal
diatas ufuk pandangan. Dasar anggapannya adalah, asalkan hilal ada di atas ufuk
5 Ahmad Junaidi, Ru’yat Global Perspektif Fiqh Astronomi, h.14.
6 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat (Jakarta: MA RI, 2007) h. 97.
15
maka keesokan harinya dapat dipastikan merupakan awal bulan baru. Seberapa
tinggi hilal berada di atas ufuk dan seberapa jauh arah pandangannya dari arah ke
matahari, tidaklah dipersoalkan.7
Keuntungan menggunakan hisab adalah dapat memastikan tanggal jauh
hari kedepan, memberi peluang menyatukan penanggalan Islam, lebih pasti dan
prediktif, dan hemat biaya.8
Keragaman sistem hisab itu dikarenakan keragaman data atau kepustakaan
yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan perbedaan dalam metode
perhitungan yang ditempuh dan alat yang digunakan. Sistem dan metode
perhitungan dalam penentuan awal bulan Kamariah ini semuanya diakomodir oleh
lembaga Hisab Rukyah Kemenag sebagai lembaga yang berkompeten dalam isbat
awal bulan untuk mendapat perbandingan hasil hisab dari berbagai macam data
atau kepustakaan yang ada. Akan tetapi, yang digunakan sebagai acuan pokok
oleh Kemenag sebagai lembaga yang berkompeten dalam isbat awal bulan untuk
mendapat perbandingan hasil hisab dari berbagai macam data atau kepustakaan
yang ada.9
Berikut adalah metode hisab yang digunakan dalam penyusunan kalender
Hijriah:
A. Metode Hisab Wujudul Hilal
Kata wujud berarti,terlihat atau muncul. Ibn Manzur dalam Lisan
al-‘Arab menguraikan asal-usul dan makna kata hilal secara panjang lebar.
Menurutnya, yang dimaksud hilal adalh bulan sabit pada hari pertama dan
kedua bulan Kamariah atau dua malam akhir bulan Kamariah. Pendapat ini
didasarkan dari Abi Haitham. Selanjutnya al-Qamus al-Muhit menjelaskan
7 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab & Rukyat, Telaah Syariah, Sains, dan
Teknologi, h. 32.
8 Syamsul Anwar, “Metode Penetapan Awal Bulan Qomariyah”, Analytica Islamica,
I, 1, (2012), h.33.
9 Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta: GP Press, 2009, Cet. Pertama), h.167.
16
bahwa yang dimaksud hilal adalah Bulan sabit (2-3 malam dari awal bulan/ 7-
2 malam dari akhir bulan).10
Sistem hisab wujudul hilal merupakan sistem hisab yang
berpedoman pada ufuk hakiki yakni ufuk yang berjarak 90° dari titik zenith.
Prinsip utama dalam sistem ini adalah sudah masuk bulan baru, bila hasil
hisab menyatakan hilal sudah di ats ufuk hakiki (positif) walaupuun tidak
imkận al-ru`yah.11
Terlepas dari perbedaan ulama tentang boleh tidaknya
menggunakan hisab sebagai dasar penentuan awal bulan, maka dapat kami
katakan bahwa tidak dapat dipersalahkan bagi orang yang menggunakan
wujudul hilal sebagai kriteria penentapan awal bulan Kamariah manakala cara
ru’yah bil fi’li tidak dapat dilaksanakan atau tidak berhasil melihat hilal,
padahal secara empirik posisi hilal saat itu sangat mungkin dapat dilihat.
Yang menarik untuk diperhatikan adalah sejauh mana
pemberlakuan wilayah wujudul hilal itu. Dalam hal ini kami cenderung untuk
memberlakukannya pada daerah-daerah yang menurut hisab bahwa hilal
sudah di atas ufuk, sehingga untuk daerah-daerah ini malam itu dan keesokan
harinya sudah bulan baru, sedangkan daerah-daerah yang menurut hisab
bahwa hilal masih belum wujud, maka malam itu dan keesokan harinya
merupakan hari terakhir bagi ulan yang sedang berjalan.
Padahal ketinggian hilal 0 ° itu tidak tentu di tempat tertentu,
sehingga mungkin dapat terjadi suatu Negara (wilayatul hukmi) dilalui oleh
ketinggian hilal 0°. Kalau hal demikian ini terjadi maka daerah-daerah barat
0° di suatu Negara itu sudah bulan baru, sedangkan di daerah-daerah
timurnya di Negara itu pula masih melanjutkan bulan yang sedang berjalan.
10 Susiknan Azhari, Penyatuan Kalender Islam: “Mendialogkan Wujud Al-Hilal dan
Visibilitas Hilal” , Ahkam, XIII, 2,(Juli 2013), h.159.
11 Ahmad Izzudin, “Dinamika Hisab Rukyat di indonesia”, Istinbath, XII, 2,(Oktober
2015),h.15.
17
Kalau hal demikian ini terjadi, sungguh akan mengurangi ukuwah
islamiyah.12
Wilayah yang berada di sebelah barat garis batas wujudul hilal
terbenamnya matahari lebih dahulu daripada terbenamnya Bulan. Oleh karena
itu, pada saat terbenamnya Matahari, bulan beraa di ats ufuk. Dengan kata
lain, Bulan sudah wujud. Sejak terbenamnya Matahari tersebut sudah mulai
masuk bulan baru. Sebaliknya, wilayah yang berada di sebelah Timur garis
batas wujudul hilal terbenamnya Bulan lebih dahulu daripada terbenamnya
Matahari, oleh karenanya pada saat matahari terbenam, Bulan berada di
bawah ufuk. Dengan kata lain bulan belum wujud. Sejak Matahari terbenam
dan keesokan harinya belum masuk bulan baru melainkan masih ternasuk
akhir bulan yang sedang berlangsung.13
Oleh karena itu, apabila yang dimaksudkan dengan wujudul hilal
itu seberapun ketinggian hilal di atas ufuk maka seyogyanya yang dijadikan
dasar adalah ketinggian hilal untuk daerah-daerah di sebelah timur dari suatu
Negara itu, sehingga selamatlah daerah-daerah di sebelah baratnya karena
untuk daerah-daerah itu tentunya hilal sudah wujud. Sebab kalau tidak
demikian, misalnya mengambil wujudul hilal di suatu daerah di sebelah barat
dari suatu Negara, kemudian ditarik ke timur, artinya daerah-daerah timur di
hukumi hilal sudah wujud, maka yang demikian in sudah kelar dari
pemahaman hadis di atas. Karna menurut Hisab untuk daerah-daerah itu hilal
belum wujud (di bawah ufuk).
Lain halnya apabila yang dimaksudkan wujudul hilal itu sama
dengan imkận al-ru`yah, maka yang djadikan dasar dapat dari daerah-daerah
sebelah barat suatu Negara, karena daerah-daerah yang berada di sebelah
timurnya sekalipun belum imkanurrukyah, namun hilal untuk daerah-daerah
12 Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015, Cet.
Pertama) h. 93.
13 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab rukyat (Jakarta: Erlangga,2007, Cet.Pertama), h.13.
18
itu pada umumnya sudah wujud. Dengan demikian, kedua pengertian tentang
wujudul hilal seperti di atas dapat diberlakukan secara bersama-sama.14
Organisasi Islam di Indonesia yang sampai saat ini menggunakan
kriteria Hisab Haqiqi Wujudul Hilal adalah Muhammadiyah. Sebagaimana
dalam Keputusan Munas Tarjih XXV di Jakarta tahun 2000 dan Keputusan
Munas Tarjih XXVI dikemukakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di
Padang tahun 2003 menentukan awal bulan Kamariah dengan menggunakan
metode hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal, yaitu kriteria yang
didasarkan pada terjadinya wujudul hilal pada saat terbenamnya matahari.
Bulan baru Kamariah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria sebagai
berikut, yaitu:
1. Telah terjadi ijtima’ (konjungsi)
2. Ijtima’ (konjungsi) itu terjadi sebelum Matahari terbenam
3. Pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk
(bulan baru telah wujud).
Ketiga kriteria ini harus terpenuhi secara kumulatif, artinya ketiga-tiganya
harus terpenuhi sekaligus. Bulan baru Kamariah belum dimulai apabila salah
satu di antara kriteria tersebut tidak terpenuhi.15
Sebelum Muhammadiyah menggunakan kriteria hisab wujudul
hilal, Muhammadiyah pernah mengikuti kriteria hisab imkận al-ru`yah yaitu
dengan prinsip “hilal mungkin dapat dilihat”. Untuk ini harus ditentukan
terlebih dahulu batasan ketinggian hilal tertentu. Batas ketinggian hilal ini
para ulama berbeda-beda pendapat, diantaranya ada yang berpendapat kalau
sudah mencapai 12°, seperti yang sudah diterangkan oleh pengarang kitab Al-
lu’mah. Ada yang berpendapat 7 ° (Imam Ba Machromah), ada yang 6°,
adapula yang berpendapat 2°. Tetapi dalam kenyataanya pernah terjadi
ketinggian bulan 1°, di Indonesia sudah dapat terlihat dan diterima
kesaksiannya (data Kementerian Agama). Berdasarkan kenyataan tersebut,
14 Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, h. 93.
15 Rupi’i Amri, “Upaya Penyatuan Kalender Islam di Indonesia (Studi atas
Pemikiran Thomas Djamaludin)” , Ishraqi, X , 01, (Juni 2012), h.10.
19
maka akhirnya pendapat hisab Imkan Rukyat tersebut ditinggakan oleh
Muhammadiyah dan berpindah ke hisab wujudul hilal.
Adapun yang menjadi dalil dan landasan berfikir Muhammadiyah
adalah sebagai berikut:
a. Kewajiban puasa adalah pada bulan Ramadhan (Q.S. Al-Baqarah:183)
يام كما كتب على الذين من ق بلكم لعلكم ت ت قون يا أي ها الذين آمن وا كتب عليكم الصArtinya:
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa. (Al-Baqarah: 183)
b. Mulai bulan Ramadhan adalah saat menyaksikan bulan. (Q.S. Al-
Baqarah:185)
نات من ال فمن شهد ،دى والفرقان شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن هدى للناس وب ي هر ف ليصمه ة من أيام أخر ،منكم الش يريد اهلل بكم ،ومن كان مريضا أو على سفر فعد
روا اهلل على ما هدىكم ولعلكم ة ولتكب اليسر ول يريد بكم العسر ولتكملوا العد .تشكرون
Artinya:
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan sebagai pembeda (antara yang benar dan yang bathil).
Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka
berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak
berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (Al-
Baqarah: 185)
c. Syahida bi ro’yi (hisab) dapat menentukan wujudul hilal pada awal hari
d. Tanggal 1 bulan ramadhan adalah malam saat matahari terbenam
(maghrib) akhir bulan sya’ban, dimana hilal telah wujud (berada di atas
ufuk)
e. Kewajiban puasa adalah mulai fajar di bulan Ramadhan dan
disempurnakan sampai malam (maghrib). Dan apabila saaat matahari
20
terbenam (maghrib) di akhir Ramadhan, hilal telah wujud, maka malam
itu adalah mulai bulan syawal dan esok harinya adalah Idul Fitri.16
B. Metode Hisab Imkận Al-Ru`yah MABIMS
Imkận al-ru`yah berasal dari dua kata bahasa Arab yaitu imkận
dan al-ru`yah. Kata Imkận agak dekat dengan kata mumkin, yumkin yang
dalam bahasa Indonesia diserap menjadi mungkin.Adapun al-ru`yah berasal
dari kata ro’a, secara umum bermakna melihat dengan mata kepala, mata
telanjang. Kalau digabungkan menjadi mungkin (dapat) melihat (sesuatu).
Dalam terminologis falak, perkataan Imkan Rukyah biasa disandingkan kata
hilal, bulan baru atau new moon. Jadi secara sederhana dapat disebut dengan
keadaan hilal mungkin dapat dillihat dengan mata, para ahli menyebutnya
dengan visibilitas penampakan hilal.17
Secara harfiah hisab imkan rukyat berarti perhitungan
kemungkinan hilal terlihat. Selain memperhitungkan wujudnya hilal di atas
ufuk, pelaku hisab juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang
memungkinkan terlihatnya hilal, yang menenentukan terlihatnya hilal bukan
hanya keberadaan di atas ufuk, melainkan juga ketinggiannya di atas ufuk dan
posisi nya yang cuku jauh dari arah matahari. Jadi, dalam hisab imkận al-
ru`yah, kemungkinan praktik pelaksanan rukyat (actual sighting)
diperhitungkan dan diantisipasi.
Di dalam hisab imkận al-ru`yah, selain kondisi dan posisi hilal,
diperhitungkan juga kuat cahayanya (brightness) dan batas kemampuan mata
manusia. Di dalam menyusun hipotesisnya, dipertimbangkan pula data
statistik keberhasilan dan kegagalan rukyat, perhitungan teoritis, dan
16 Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama Puslitbang
Kehidupan Beragama, Hisab Rukyat dan Perbedaannya (Jakarta: Departemen Agama RI,
2004) h.25.
17 Tono Saksono, Mengkompromian Rukyat dan Hisab, h. 148.
21
kesepakatan diantara para ahli. Hisab imkận al-ru`yah adalah yang paling
mendekati persyaratan yang dituntut fiqih dalam penentuan waktu ibadah.18
Imkận al-ru`yah merupakan suatu metode dalam menentukan awal
bulan Kamariah yang menyatakan bahwa bulan baru (new moon) akan terlihat
ketika apabila telah memenuhi kriteria tertentu yang telah disepakati. Dan jika
kriteria itu tidak sesuai baik dari segi teori, maupun ketika observasi (rukyatul
hilal), maka bulan sebelumnya disempurnakan menjadi 30 hari, istikmal.
Adapun jika hilal terlihat tetapi menurut teori belum memenuhi kriteria
imkận al-ru`yah, maka hasil observasi yang dijadikan tolak ukur.
Lahirnya sistem imkận al-ru`yah di Indonesia terilhami oleh
adanya batas imkan rukyat 2° yang lebih awal diputuskan oleh Komite
Penyelarasan Rukyat dan Taqwim Islam MABIMS (Menteri Agama Brunei,
Indonesia, Malaysia, dan Singapura).19
salah satu hasil keputusannya adalah
Had/batas minimal ketinggian yang dijadikan pedoman imkận al-ru`yah dan
diterima oleh ahli hisab falaki syari di Indonesia serta negara-negara
MABIMS adalah dua derajat dari umur bulan dan minimal delapan jam dari
saat ijtima’, perlu dikembangkan dengan penelitian-penelitian yang
sistematis dan ilmiah.20
Pertemuan tahunan tidak resmi Menteri Menteri Agama Negara
Brunei Darussalam Indonesia, Malaysia dan Singapura yang pertama kali
diadakan di Brunei Darussalam tahun 1989, antara lain membahas kerja sama
di bidang hisab rukyat di antara ke empat Negara. Untuk menangani masalah
kerjasama tersebut dibentuklah suatu komisi tetap yang bertugas membahas
secara teknis bentuk-bentuk kerjasama dan pelaksaaannya. Komisi tersebut di
beri nama Jawatan Kuasa Penyelerasan Rukyat dan Taqwim di Negara Brunei
Darussalam, Indonesia Malaysia dan Singapura. Indonesia ditunjuk sebagai
18 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab & Rukyat, Telaah Syariah, Sains, dan
Teknologi, h. 32.
19 Selanjutnya akan disebut MABIMS saja
20 Muhammad Hadi Bashori, Pengantar Ilmu Falak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2015, Cet. Pertama), h. 206.
22
penghubung tetapnya. Pada awal kalendernya, Singapura belum termasuk di
dalamnya.
Jawatan kuasa ini dalam menjalankan tugasnya didukung oleh
personalia yang ahli di bidang hisab rukyat dn bidang-bidang yang berkaitan,
seperti ahli Astronomi dan ahli hukum agama. Sampai saat ini Jawatan kuasa
telah mengadakan 9 kali pertemuan, yaitu di Indonesia sebanyak 3 kali,
Malaysia 3 kali, Brunei Darussalam 2 kali, dan singapura 1 kali,. Dalam
pertemuan tersebut selain diisi oleh kegiatan musyawarah juga dilakukan
rukyat bersama dan simulasi ruyat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan
rukyat.
Sesuai dengan namanya, jawatan kuasa ini bertujuan membahas
dan merumuskan kaidah-kaidah untuk menyusun Taqwim Islam dan
Kerjasma Pelaksanaan Rukyat, kini Jawatan Kuasa telah menghasilkan
Taqwim Hijriah sampai tahun 1442/2020 Masehi dan Buku Panduan Hisab
Rukyat sebagai pedoman kerjasama.21
Kriteria imkận al-ru`yah MABIMS sejak triwulan I tahun 1998
hingga kini dan untuk sementara masih diadopsi menjadi teori imkận al-
ru`yah Indonesia. Teori imkận al-ru`yah pada dasarnya merupakan sintetis
antara teori rukyat dan teori wujudul hilal dan dalam pandangan ahli
astronomi teori ini relatif lebih baik daripada teori-teori lainnya apabila
semua pihak dapat menerimanya, akan tetapi menjadi sebaliknya bila tidak
semua pihak dapat menerimanya serta tidak dicarikan teori baru yang dapat
diterima oleh semua pihak yang sangat berkepentingan dengan penentuan
awal bulan Kamariah, khususnya Ramadan, syawal, dan Zulhijah. Sekalipun
lebih baik dalam penentuan tanggal 1 bulan Kamariah, teori imkận al-ru`yah
telah memberikan intensitas perbedaan yang tinggi dengan teori wujudul
hilal.22
21 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak
Hisab Rukyat, h. 43.
22 Asadurrahman, Pedoman Pemerintah Indonesia tentang Hisab dan Rukyat
(Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2012, Cet. Pertama), h. 134.
23
Selain itu, Jawatan Kuasa ini juga sepakat untuk meningkatkan
kualitas rukyat. Untuk itu pernah dilakukan simulasi Rukyat di planetarium
dan Observatorium Jakarta pada tanggal 1-4 Juli 1992 dan di Mataram tahun
1997. Dalam simulasi ini, para peserta dibawa ke suatu ruangan besar yang
kondisinya dibuat sedemikian rupa sehingga seolah-olah para peserta berada
disuatu tempat menghadap ke ufuk barat di saat Matahari terbenam. Peserta
disuguhi oleh permainan sinar yang menampilkan fenomena alam dengan
kecerahan hilal yang berbeda-beda, dilator belakangi oleh kecerahan cuaca
yang berbeda-beda pula. Dengan demikian mata peserta diatih untuk melihat
hilal dalam ukuran dan keadaan yang berbeda. Di samping itu, dengan
simulasi tersebut bisa di cek ketajaman mata seseorang, yang hasilnya dapat
dsaksikan oleh orang banyak. Simulasi ini sangat menarik perhatian para
delegasi tamu, sehingga mereka sepakat memasukan simulasi ke dalam buku
pandua sebagai cara untuk meningkatkan metode rukyat yang perlu
dikembangkan di tiap Negara peserta.
Kerjasama hisab rukyat di bawah MABIMS ini memberikan
manfaat yang cukup besar bagi pengembangan hisab rukyat dan penyatuan
taqwim, baik di tingkat nasional maupun regional. Walaupun rumusan
kerjasama ini suatu waktu, dalam kasus tertentu, dapat saja berbeda dengan
kebiasaan yang sudah berjalan di tingkat nasional, namun hal ini tidak
menimbulkan adanya keresahan sebab rumusan-rumusan kerja sama dalam
pelaksanaanya harus dikaitkan dengan kepentingan nasional. Oleh karena itu
kerjasama-kerjasama dengan dengan Negara lain tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan dan kebijaksanaan nasional yang sudah mapan. Di
samping itu, dalam kerja sama tersebut ada suatu kemufakatan bahwa
rumusan-rumusan yang terlah disepakati dapat ditinjau kembali dari waktu ke
waktu. Hal ini untuk menghindari adanya perkembangan yang
memungkinkan adanya perbedaan.23
23 Asadurrahman, Pedoman Pemerintah Indonesia tentang Hisab dan Rukyat, h. 135.
24
MABIMS telah menentukan kriteria bersama dalam penentuan
hilal yang bisa menjadi solusi bersama umat islam. MABIMS menentukan
berdasarkan imkan rukyat dengan analisis sederhana dan diterima oleh
negara-negara Asia Tenggara. Kriteria MABIMS adalah
1. Ketinggian hilal tidak kurang dari dua derajat
2. Jarak sudut hilal ke matahari tidak kurang 3 derajat
3. Umur bulan delapan jam setelah ijtimak terjadi.
Kriteria ini juga disepakati dalam sidang komite penyatuan kalender Hijriah
ke-8 yang diselenggarakan oleh Departemen Kehakiman Saudi Arabia 1998 di
Jeddah. Indonesia pada saat itu mendelegasikan Taufiq dan Abdur Rahim.
Akan tetapi dalam prakteknya kriteria tersebut tidak dapat disepakati
sebagaimana Turki yang tetap menggunakan 8 derajat atau International
Islamic Calendar Program (IICP) dengan kriteria 4 derajat.24
Kriteria visibilitas hilal merupakan kajian astronomi yang terus berkembang,
bukan sekedar untuk keperluan penentuan awal bulan qamariah bagi umat
Islam, tetapi juga merupakan tantangan saintifik para pengamat hilal. Dua
aspek penting yang berpengaruh: Kondisi fisik hilal akibat iluminasi
(pencahayaan) pada bulan dan kondisi cahaya latar depan akibat hamburan
cahaya matahari oleh atmosfer di ufuk (horizon).25
Mazhab hisab imkận al-ru`yah sebenarnya sama dengan cara hilal
di atas ufuk mar’i. Penentuan awal bulan dinyatakan bila hilal telah wuud di
atas horizon pengamat pada saat matahari tenggelam. Namun pada mazhab
ini ditetapkan syarat minimum ketinnggian hilal yang biasanya antara 5 -10
derajat. Badan hisab dan rukyat internasioanl yang berpusat di Istanbul Turki
menentukan ketinggian hilal ini adalah 7°, meskipun ternyata menurut
penelitian Comitte For Crescent Observation (CFCO) Amerika Serikat,
ternyata hilal tidak mungkin tampak pada ketinggian kurang dari 10°.26
24 Jayusman, “Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah di
Indonesia”, Madania, XVIII, 2 (Desember 2014), h.186.
25 Muhammad Hadi Bashori, Pengantar Ilmu Falak, h. 206.
26 Tono Saksono, Mengkompromian Rukyat dan Hisab, h. 148.
25
Sampai saat ini kriteria Imkanur Rukyah MABIMS menjadi
rujukan Kementerian Agama dalam hisab dan rukyah di Indonesia.
C. Metode Hisab Imkan Rukyat LAPAN
Ada perbedaan pandangan dalam melihat hasil-hasil pengamatan
sebelumnya antara para ahli hisab dan rukyat dengan ahli astronomi. Para ahli
hisab dan rukyat pada umumnya melihat kepada ketinggian hilal yang
berhasil diamati saja, dan tidak memperhatikan umur dan/atau besar bulan
serta beda azimuth matahari dan bulan. Sedangkan para ahli astronomi tidak
dapat melepaskan ketiga unsur tersebut dalam memandang hilal yang dapat
diamati.27
LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) adalah
lembaga pemerintan non kementrian Indonesia yang melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan
pemanfaatannya. Empat bidang utama LAPAN yakni pengindraan jauh,
teknologi dirgantara, sains antariksa, dan kebijakan dirgantara.28
Asadurrahman mengutip pendapat Thomas Djamaludin bahwa
berdasarkan kajian astronomis yang dilakukan LAPAN terhadap data
rukyatul hilal di Indonesia (1962-1997) yang di dokumentasikan oleh
Departemen Agama RI, diperoleh dua kriteria yang rumusannya di
sederhanakan sesuai dengan praktik hisab rukyat di Indonesia. Awal bulan
ditandai dengan terpenuhi kedua-keduanya, bila hanya salah satu, dianggap
belum masuk tanggal.
Thomas Djamaludin mengatakan pula bahwa pengamatan
demikian belum tentu dapat dijadikan bukti ilmiah dalam membuat kriteria
visibilitas hilal tetapi secara hukum Islam dapat dijadikan dasar penetapan
27 Asadurrahman, Pedoman Pemerintah Indonesia tentang Hisab dan Rukyat h. 135.
28 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional,
https://www.lapan.go.id/index.php/subblog/pages/2013/5/Tugas-Pokok-dan-Fungsi
26
awal Ramadan, Idul Fitri, atau Idul Adha. Namun pengamatan Indonesia
mestinya dapat digunakan untuk menyempurnakan kriteria di daerah tropik.29
Dari teori pendapat ahli (astronom) setidaknya ada tiga pendapat.
Pertama, menurut Danjon berdasarkan kajian ilmiah yaitu jarak busur antara
bulan dan Matahari, saat matahari terbenam minimal 7°. Menurutnya terdapat
hubungan phytagoras.antara ketinggian hilal, beda azimuth, dan jarak busur.
Kedua, sebagaimana diusulkan Muhammad Ilyas dengan tinggi hilal
minimum minimum 5° dengan jarak busur minimum 10,5°. Ketiga, Thomas
Djamaludin, berdasarkan kajiannya mengusulkan:
1. Jarak Bulan – Matahari minimal 5,6°
2. Umur Bulan mimal 8 jam
3. Ketinggian hilal tidak lagi selalu 2° tetapi harus memperhatikan beda
azimuth Bulan – Matahari dengan perincian: beda tinggi >3° (tinggi hilal >
dua derajat) untuk beda azimuth 6°, tetapi bila beda azimuthnya < 6° perlu
beda tinggi yang lebih besar lagi.
4. Untuk beda azimuth nol derajat, beda tingginya harus > 9°.30
Kriteria yang
diusulkan oleh Thomas Djamaludin inilah yang dikenal sebagai teori
LAPAN. Karena beliau sampai saat ini bekerja LAPAN sebagai peneliti
utama IV/e (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika dan Deputi Sains,
Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan.31
Pada tahun 2011 kriteria LAPAN ini kemudian disempurnakan
oleh Thomas Djamaludin yang dikenal dengan “Kriteria Hisab-Rukyah
Indonesia’ sebagai berikut:
1. Jarak sudut Bulan-Matahari >6,4°, dan
2. Beda tinggi Bulan-Matahari >4°.
Lebih Lanjut Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa kriteria tersebut dapat
diterapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
29 Asadurrahman, Pedoman Pemerintah Indonesia tentang Hisab dan Rukyat, h. 130
30 Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, h. 93.
31 Rupi’i Amri, “Upaya Penyatuan Kalender Islam di Indonesia (Studi atas
Pemikiran Thomas Djamaludin)” , h.10.
27
1. Seandainya ada kesaksian rukyah yang meragukan (dibawah kriteria
tersebut), maka kesaksian tersebut harus ditolak
2. Apabila ada kesaksian yang meyakinkan (lebih dari satu tempat dan tidak
ada obyek yang menganggu atau ada rekaman citranya), maka kesaksian
tersebut harus diterima dan menjadi bahan untuk mengkoreksi “Kriteria
Hisab-Rukyah” yang baru
3. Apabila tidak ada kesaksian rukyat al-hilal karena mendung, padahal
Bulan telah memenuhi kriteria, maka data tersebut dapat dijadikan dasar
pengambilan keputusan karena pada dasarnya kriteria hisab rukyah telah
didasarkan pada data rukyah sebelumnya.32
Organisasi Islam yang menggunakan kriteria imkan rukyat
LAPAN adalah Persatuan Islam atau yang biasa disebut PERSIS. PERSIS
pada awalnya merupakan kelompok studi Islam yang gerakannya berfokus
pada pelurusan ibadah umat secara total. Pada tahun 1960-an PERSIS mulai
memberikan perhatian pada Ilmu Falak/almanak Islam dengan mempelajari
kitab-kitab klasik oleh Tuian Hasan sendiri dengan belajar kepada Ajengan
Junaedi, Tangerang. Perhatian itu diwujudkan dengan menerbitkan kalender
Pesantren PERSIS, Bandung dengan kriteria awal bulannya ditetapkan
berdasarkan kriteria Wujudul Hilal. Lebih dari sepuluh tahun terakhir ini
PERSIS sebagai salah satu ormas Islam dari tiga ormas Islam terbesar di
Indonesia, telah melakukan beberapa kali perubahan teori penetapan awal
bulan kamariahnya, dari wujudul hilal di atas ufuk, imkan rukyah, wujudul
hilal di atas ufuk mar’i, wujudul hilal di seluruh wilayah Indonesia.33
Adanya kritikan dari para ahli astronomi dan juga pihak lain
terhadap kriteria imkận al-ru`yah versi MABIMS tentang batasan: ketinggian
hilal, jarak busur bulan-mathari dan umur hilal yang terlalu minim
menyebabkan DHR Persis mengkaji ulang kriteria tersebut dan melakukan
32 Rupi’i Amri, “Upaya Penyatuan Kalender Islam di Indonesia (Studi atas
Pemikiran Thomas Djamaludin)” , h.9.
33 Asadurrahman, Pedoman Pemerintah Indonesia tentang Hisab dan Rukyat, h. 130.
28
pengkajian terhadap hasil penelitian ahli astronomi terhadap hilal yang paling
muda yang teramati oleh alat optik.
Atas dasar pemikiran di atas maka Persis pada tanggal 31 Maret
2012 telah merubah kriteria imkận al-ru`yah versi MABIMS menjadi kriteria
Imkanur Rukyat ahli Astronomi (LAPAN 2010) dengan alasan telah teruji
secara ilmiah. Kemudian kriteria ini mulai diterapkan dalam penyusunan
almanak 1434 H. Kriteria astronomi yang ditetapkan Persis adalah awal
bulan pada waktu ghurub (terbenam matahari) di wilayah Indonesia sudah
memenuhi syarat, sebagai berikut:
1) Beda tinggi antara bulan dan matahari minimal 4°
2) Jarak busur antara bulan dan matahari minimal sebesar 6,4°.34
Adapun dalil atau dasar hukum yang digunakan oleh Persis dalam menetapkan
awal bulan Kamariah sama seperti dasar hukum yang digunakan ormas
lainnya ataupun pemerintas. Hanya saja penafsiran yang berbeda sehingga
menghasilkan pemahaman yang berbeda pula
.ج ل ا و اس لن ل ت ي اق و م ي ه ل ق ة ل ه ل ا ن ع ك ن و ل ئ س ي Artinya:
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan tsabit. Katakanlah:
Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji. (Al-Baqarah:
189)
Ayat ini mengandung pengertian bahwa hilal (bulan sabit muda)
dapat dijadikan pedoman waktu untuk manusia, terutama dalam
melaksanakan ibadah haji harus dijadikan acuan miqat zamani. Ayat ini tidak
membahas mengenai kapan, bagaimana, kearah mana kita melihat hilal.
Metode masing-masing ormas boleh berbeda,namun jika
kriterianya sama maka hasilnya pun akan sama. Sudah saatnya dibentuk tim
penyatuan kalender Islam dengan melibatkan berbagai disiplin keilmuan.
Membangun teori berbasis riset yang memadukan aspek syariah dan sains.
34 Ai Siti Wasilah, “Dinamika Kriteria Penetapan Awal Bulan Kamariah : Studi
Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam” (Skripsi S-1 Program Studi
Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2015), h.64.
29
BAB III
PROFIL KH. TURAICHAN ADJHURI
A. Asal Usul Keluarga dan Pendidikan
KH. Turaichan Adjhuri, nama yang tidak asing dalam sejarah dan
pencaturan perkembangan hisab rukyat di Indonesia. Seorang bijak yang
kepakaran dalam ilmu tersebut tidak diragukan lagi oleh para ahli falak
Indonesia. Ia dilahirkan di Kudus pada tanggal 10 Maret 1915 M/1334 H
dan meninggal dunia pada hari Jum’at 20 Agustus 1999 M bertepatan
dengan 8 Rabiul Akhir 1420 H.1
Mbah Tur, demikian sapaan akrabnya tercatat sebagai salah satu
keturunan ke-16 Sunan Kudus, salah satu dari walisongo penyebar Islam
di tanah Jawa.2 Namun beliau tidak pernah mengumumkan bahwasannya
terdapat keturunan Sunan Kudus di dalam darahnya, hal itu dikarenakan
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, karena bagaimanapun wilayah
semacam itu bisa menjadi pembicaraan yang nantinya bisa menjadikan
keuntungan yang tidak menyenangkan bagi komoditas beberapa pihak.3
Beliau lahir dari pasangan KH. Adjhuri dan Ibu Nyai Dewi
Sukainah. Semasa kecilnya ia menghabiskan waktunya untuk belajar,
mengaji, dan muthala’ah kitab. Termasuk belajar Falak yang ia tekuni
secara autodidak, tetapi ketika menemui kemusykilan/kesulitan atau tidak
memahami sesuatu, beliau berkonsultasi dengan KH. Abdul Djalil (guru
beliau). Selain itu, Mbah Tur dikenal sebagai anak yang cerdas, tegas, dan
teliti. Karena ketelitiannya inilah, sosok yang juga pandai dalam bermain
1 Sirril Wafa, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Interview Pribadi, Bojongsari,
21 Desember 2018.
2 Ahmad Fauzi, “Almanak Menara Kudus: Studi Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014” ( Tesis S-2 Program Magister Ilmu Falak, UIN Walisongo Semarang,
2015), h.2.
3 Sirril Wafa, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Interview Pribadi, Bojongsari,
21 Desember 2018.
30
catur. Selain bermain catur, Mbah Tur juga sosok yang jago main Terbang
Empat (rebana).4
Riwayat pendidikan Mbah Tur tidak panjang seperti kebanyakan
kiai lainnya. Ia hanya menempuh pendidikan di sekolah formal Madrasah
Tasywiqul Thullab Salaffiyah (TBS) Kudus selama dua tahun. Pada
tahun1928 M, sekolah formal di Kudus pada saat itu hanya Madrasah TBS
dan Sekolah Rakyat (SR). Ia belajar di madrasah TBS pada usia 13-15
tahun, yaitu dari awal berdirinya sekolah tersebut. Ia merupakan salah satu
murid pertama sekolah tersebut.5
Ketekunan Mbah Tur terhadap ilmu falak muncul sejak kecil
hingga dewasa. Awal mulanya beliau sangat senang dengan aritmatika.
Sejak beliau duduk di bangku Sekolah Dasar beliau sudah diminta untuk
mengajar aritmatika kepada adik tingkatannya. Soal yang diberikan
termasuk golongan soal yang susah. Jika disetarakan dengan zaman
sekarang yaitu setara dengan soal cerita aritmatika untuk SMA. Bahkan
soal tersebut menggunakan bahasa Arab, tidak menggunakan bahasa
Indonesia. Karena tergolong sangat cerdas, ketika duduk dibangku
ibtidaiyah/SD, Mbah Tur dinaikkan kelasnya sebelum pada waktunya, atau
biasa disebut akselerasi. Di waktu beliau sekolah, sebelum waktu istirahat
beliau belajar seperti murid-murid lainnya namun setelah waktu istirahat
beliau mengajar adik-adik kelasnya6
Menurut informasi dan beberapa ulama’ di Kudus, Mbah Tur saat
masih muda tergolong anak cerdas. Terbukti sejak berusia 15 tahun ia
sudah mampu mengajar di madrasah Tasfiqut Tulab Salafiyah (SFS)
tingkat atas Kudus. Reputasinya sebagai pakar ilmu falak sudah terdengar
4 Tinjauan Atas Almanak Menara Kudus Karya KH Turaichan Adjhurie, https://
Maojanalidzulfakor.wordpress.com/2017/04/17/Tinjauan-Atas-Almanak-Menara-Kudus-
Karya-KH-Turaichan-Adjhurie/
5 Ari Jumrotun, “Biografi KH Turaichan Adjhuri Kudus 1955-1999 M” ( Skripsi
S-1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018), h.3.
6 Sirril Wafa, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Interview Pribadi, Bojongsari,
21 Desember 2018
31
sejak zaman Jepang. Ia sering kali diminta menghitung jatuhnya hari awal
dan akhir bulan Ramadhan. Maka Turaichan muda itu terdorong untuk
menyusun almanak 1945M/ 1364 H yang kemudian di cetak Penerbit
Menara Kudus. Sejak itulah kalender buatan kyai yang belajar ilmu falak
secara otodidak itu disebut dengan Almanak Menara Kudus (AMK).7
Menurut Sirril Wafa, KH Turaichan pernah mengikuti pendidikan
yang disebut Pendidikan Kader Ulama yang diadakan oleh KH Hasyim
Asyari dari Jombang. Pada saat itu KH Hasyim Asyari mengundang
beberapa kabupaten untuk medelegasikan santrinya untuk diberikan
pendidikan singkat selama 1 sampai 2 bulan. Terdapat 9 peserta dan salah
satunya adalah KH Turaichan Adjhuri. KH Hasyim Asyari dan para
pendiri NU pada zaman itu bukan hanya tokoh-tokoh pesantren melainkan
juga memiliki kemampuan organisasi serta politik yang handal pada saat
itu. 8
Pada tahun 1942, ketika KH. Turaichan tepat berumur 27 tahun ia
membangun rumah tangga dan menyunting seorang gadis bernama
Masni’ah binti Marwan untuk dijadikan pendamping hidupnya. Dari
pernikahannya dengan Nyai Masni’ah beliau dikaruniai 10 orang putra dan
putri. 9
Pada tahun 1951 M/1371 H penanggalan hasil karyanya telah
menjadi rujukan bagi sebagian besar warga NU di seluruh
Indonesia.melalui karya-karyanya, Yi Tur memberikan kontribusi positif
kepada NU dan pemerintah, khususnya dalam bidang penanggalan. Nama
Yi Tur semakin dikenal masyarakat nasional terutama bila mendekati
bulan puasa, menentukan tanggal 1 Syawal dan Idul Adha. Almanak
7 Ahmad Fauzi, “Almanak Menara Kudus: Studi Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014”, h.3
8 Sirril Wafa, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Interview Pribadi, Bojongsari,
21 Desember 2018
9 Tinjauan Atas Almanak Menara Kudus Karya KH Turaichan Adjhurie,
Maojanalidzulfakor.wordpress.com/2017/04/17/Tinjauan-Atas-Almanak-Menara-Kudus-
Karya-KH-Turaichan-Adjhurie/
32
produk Menara Kudus yang menjadi karya monumental Yi Tur pertama
kali diterbitkan oleh Percetakan Masykuri Kudus pada tahun 1942
M/1361H kemudian sejak 1950 M/1370 H hingga kini, diterbitkan oleh
percetakan Kitab Menara Kudus . percetakan ini hanya mencetak kalender
yang berdasarkan hisab KH. Turaichan atau penerusnya tidak pernah
mencetak kalender yang berdasarkan hisab yang lain.
Silsilah nasab dari KH. Turaichan Adjhuri As-Syarofi baik dari
sunan Kudus maupun Syekh Ahmad Mutamakkin:
1. Silsilah dari Sunan Kudus
a. Dewi Sukainah (Istri dari KH. Turaichan)
b. KH. Syarafudin
c. KH. Ahmad Rifa’i
d. KH. Sya’Auddin
e. KH. Djamaluddin
f. KH. Mas Nuruddin
g. Raden Jili Arum II
h. Ratu Kalinyamat
i. Raden Busthom
j. Raden Jili Arum I
k. Raden Washi
l. Raden Jili
m. Panembahan Qodli
n. Sunan Kudus
2. Silsilah dari Syekh Ahmad Mutamakkin Kajen:
a. Dewi Sukainah (Istri dari KH Turaichan)
b. KH. Syarafuddin
c. Nyai Aminah
d. KH Asnawi Imam
e. Nyai Jiroh
f. Nyai Alfiyah (Nyi Godek)
g. Nyai Dulang Mas
33
h. Syekh Ahmad Mutamakkin (Kajen)
Pada tahun 1942, Yi Tur menikah dengan Nyai Masni’ah binti Marwan.
Dari pernikahan tersebut, beliau dikaruniai 10 orang anak. Yang masih
sampai sekarang yaitu KH. Choiruzzad, Fihria, Hj. Naila dan Drs. Sirril
Wafa, MA. Adapun namana nama anak Yi Tur adalah;
1. Choiruzzad
2. Fuscha
3. Ufti
4. Azra
5. Fihris
6. Salwa
7. Naila
8. Sirril Wafa
9. Chirziyah
10. A’lal Mala10
B. Aktifitas dan Karir KH Turaichan Adjhuri dalam Bidang Ilmu Falak
Ketika berusia 14 tahun, Mbah Tur sudah mengajar terutama di
bidang ilmu Falak dan ilmu faroidh di TBS Kudus. Selain itu beliau juga
mengajar di kediamannya, di masjid, dan di tempat-tempat pengajian
lainnya. Setiap Syaban, beliau mengajar kitab-kitab yang beliau ajarkan di
TBS. biasanya untuk kesempatan ini banyak santri-santri TBS
menggunakan dengan sebak-baiknya. Mereka datang berduyun-duyun
untuk mengaji di kediaman beliau demi mengkhatamkan sebuah kitab.
Bagi santri mengkhatamkan sebuah kitab langsung di bawah ulama asuhan
seorang ulama besar adalah suatu kebahagiaan dan keberuntungan yang
tiada taranya. Pada Bulan Ramahan, beliau mengajar kitab-kitab tertentu,
seperti Kitab Adzkiya’, Irsyad al-‘ibad, dan Al-Ahkam . namun sekitar
1980-an, Mbah Tur lebih sering mengajar kitab-kitab tentang teologi,
10 Ahmad Fauzi, “Almanak Menara Kudus: Studi Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014”, h.sinopsis.
34
mulai dari yang besar, seperti Dasuqi sampai yang kecil seperti: Tuhfatul
Murid.11
Ditunjuknya beliau sebagai Tim Rukyah dan Hisab Kemenag
Pusat, adalah salah satu kiprah beliau dalam mengharumkan nama Kudus.
Selain itu, beliau juga sempat ditunjukan sebagai qodli (hakim) di Kudus.
Di dunia politik, menjadi anggota konstitusi mewakili NU yang kala itu
menjadi partai politik sekitar tahun 1955.12
Sekitar tahun 1977 pada masa orde baru, KH Turaichan aktif di
dalam partai politik PPP. Namun bukan untuk sebagai anggota ataupun
berpolitik melainkan sebagai wadah untuk konsultasi para anggota yang
ingin mencalonkan dirinya sebagai anggota legislatif maupun eksekutif.13
Ketegasan beliau dalam memutuskan suatu masalah, dapat
dirasakan oleh banyak kalangan, seperti saat menetapkan masalah dalam
munadhoroh menara atau dalam Muktamar NU. Banyak sekali orang yang
tercengang atas keputusan beliau. Begitu juga dalam penetpan awal
Ramadhan dan Syawal. Banyak masyarakat yang menggunakan keputusan
beliau dari pada keputusan pemerintah.
Pada Mu’tamar NU ke 27 di situbondo, KH Turaichan menyatakan
mufarroqoh dari organisasi NU tersebut dan membentuk NU lkcal. Hal ini
dikarenakan asas NU pada saat muktamar tersebut diganti menjadi
berasaskan Pancasila. Atas keputusan tersebut, akhirnya KH. Turaichan
mengundurkan diri dari kepengurusan Lajnah Falakiyah PBNU.14
KH Turaichan dalam ilmu falak tidak diragukan lagi
ketetepatannya dan kepiawaiannya, mulai dari penentuan awal bulan
11 Tinjauan Atas Almanak Menara Kudus Karya KH Turaichan Adjhurie,
Maojanalidzulfakor.wordpress.com/2017/04/17/Tinjauan-Atas-Almanak-Menara-Kudus-
Karya-KH-Turaichan-Adjhurie/
12 Saiful Mujab, “Konsep Penentuan Awal Bulan Menurut KH Turaichan
Adjhuri” (Tesis S-2 Program Magister Ilmu Falak, UIN Walisongo Semarang, 2013),h.
13 Sirril Wafa, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Interview Pribadi, Bojongsari,
21 Desember 2018
14 Saiful Mujab, “Konsep Penentuan Awal Bulan Menurut KH Turaichan
Adjhuri, ,h.sinopsis
35
Hijriyah, adanya gerhana, dan dalam penerbitan almanak (Kalender) yang
sampai saat ini masih berjalan dan dimanfaatkan oleh khalayak ramai, tak
hanya masyarakat Kudus, bahkan sampai ke berbagai daerah. 15
Mbah Turaichan merupakan seorang kiai yang aktif dalam
organisasi keagamaan NU dan perpolitikan. Pada tahun 1960-an, ia pernah
menjabat sebagai Rais Syuriah NU tingkat cabang Kabupaten Kudus.
Selain itu, ia merupakan anggota panitia AD Hoc pussat pada tahun 1950-
1951 M. kiprahnya dalam dunia perpolitikan terlihat pada tahun 1955 M,
ia menjadi salah satu wakil NU di dalam konstituante, ia juga pernah
menjabat sebagai qodhi (hakim) pada tahun 1955-1977 M.16
Saat gerhana matahari total menyapu wilayah Jawa dan Sumatera
pada 11 Juni 1983. Pemerintah melakukan propaganda mengenai bahaya
menatap langsung gerhana matahri. Propaganda tersebut akhirnya
membuat orang kehilangan akal sehat, diliputi rasa ketakutan sehingga
lebih memilih untuk “menatap” gerhana lewat layar telivisi ketimbang
menyaksikan suasana saat gerhana dengan mata kepala sendiri. Mbah Tur
menentang maklumat pemerintah tersebut dengan menganjurkan umat
melihat gerhana dan mendirikan shalat gerhana. Permasalahan seputar
gerhana ini bagi umat Islam di Indonesia belum begitu familiar.
Pada waktu terjadi peristiwa gerhana Matahari total tersebut, Mbah
Tur memberi pengumuman kepada umat Muslim di Kudus, bahwa gerhana
Matahari total adalah fenomena alam yang tidak akan menimbulkan
dampak (penyakit) apa pun bagi manusia jika ingin melihatnya, bahkan
Allah lah yang memerintahkan untuk melihatnya secara langsung.
Pada hari terjadinya gerhana Matahari total di tahun tersebut, Kyai
Turaichan berpidato di Masjid Al-Aqsha, menara Kudus. Di tengah-tengah
pidato, ia mengaja jamaah untuk menyaksikan langsung gerhana tersebut..
“Wahai saudara-saudaraku, jika kalian tidak percaya maka buktikan.
15 Ahmad Fauzi, “Almanak Menara Kudus: Studi Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014”, h. 4
16 Ari Jumrotun, “Biografi KH Turaichan Adjhuri Kudus 1955-1999 M”, h.3.
36
Sekarang peristiwa yang dikatakan menakutkan sedang berlangsung.
Silahkan keluar dan buktikan, bahwa Allah tidak menciptakan bala atau
musibah darinya. Silahkan keluar, dan saksikan secara langsung!” maka
para jamaah pun lantas bergamburan keluar, mengadah ke langit dan
menyaksikan secara langsung dengan mata kepala telanjang terjadinya
gerhana Matahari total. Setelah beberapa saat, para jamaah kembali ke
tempatnya semula, dan Kyai Turaichan melanjutkan pidatonya. Dan
faktanya, memang tidak terjadi apa-apa, termasuk musibah yang
didengungkan oleh pemerintah. Namun karena keberaniannya ini, Kyai
Turaichan harus berhadapan ddan mempertanggungjawabkan tindakannya
di aparat Negara yang represif waktu itu.17
Pada praktiknya, KH Turaichan tidak jarang berbeda pendapatnya
dengan pemerintah maupun dengan salah satu ormas Islam yaitu PBNU
dalam penetapannya. Perbedaan ini dimungkinkan karena perbedaan
metode hisab, data ataupun kriteria yang digunakan. Ia adalah seorang
ulama yang teguh dalam memegang hasil ijtihadnya. Perbedaan dalam
penentuan awal bulan Syawal terlihat misalnya pada tahun 1990,1993,
maupun 1998. 18
Pada tahun 1990, terjadi perbedaan dalam penentuan Idul Fitri
antara KH Turaichan dengan pemerintah. Sebelumnya tengah terjadi
perbedaan juga, namun di tahun 1990 ini cukup gempar karena diliput oleh
beberapa awak media. Namun hal ini dapat teratasi karena menurut KH
Turaichan pada saat itu kesalahan pemerintah terletak pada
konsiderannya.19
17 Tinjauan Atas Almanak Menara Kudus Karya KH Turaichan Adjhurie,
Maojanalidzulfakor.wordpress.com/2017/04/17/Tinjauan-Atas-Almanak-Menara-Kudus-
Karya-KH-Turaichan-Adjhurie/
18 Saiful Mujab, “Konsep Penentuan Awal Bulan Menurut KH Turaichan
Adjhuri” ,h.3.
19 Sirril Wafa, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Interview Pribadi, Bojongsari,
21 Desember 2018
37
Ia termasuk ulama yang sangat antusias mendukung undang-
undang pencatatan nikah oleh Negara yang telah berlaku sejak 1946. Kyai
Turaichan sangat tekun menentang praktik-praktik nikah siri atau dibawah
tangan. Menurutnya, selama hukum pemerintah berpijak pada
kemaslahatan umat dan tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka
wajib bagi seluruh umat Muslim yang menjadi warga Negara Indonesia
untuk menaatinya. Artinya, pelanggaran atas suatu peraturan (undang-
undang) tersebut adalah juga dihukumi sebagai kemaksiatan terhadap
Allah. Demikian pun menaatinya, berarti adalah menaati peraturan Allah.
Hal inilah yang mebuat kharisma dan kealiman Kyai Turaichan semakin
diperhitungkan. Tak heran bila namanya sangat mahsyur sangat ahli ilmu
Falak yang sangat disegani. 20
Keahlian beliau dalam ilmu falak dan ketegasan beliau dalam
memutuskan suatu masalah yang hakiki belum ada duanya. Begitu banyak
jasa-jasa KH. Turaichan bagi agama, Nusa dan Bangsa. Kini beliau telah
pulang ke Rahmatullah pada malam Sabtu 9 Jumadil Awal 1420 H / 201
Agustus 1999 , dalam usia 84 tahun.21
C. Karya-Karya Intelektual KH. Turaichan Adjhuri
Sebenarnya tidak ada karya intelektual KH Turaichan yang ditulis
sendiri dan dipublikasikan atau diterbitkan. Yang ada hanyalah tulisan-
tulisan manuskrip yang di arsipkan oleh beliau. Namun terdapat salah satu
dari manuskrip tersebut adalah tabel waris yang digunakan sebagai rujukan
Hakim Mahkamah Agung dalam memutuskan perkara kewarisan.22
20 Tinjauan Atas Almanak Menara Kudus Karya KH Turaichan Adjhurie,
Maojanalidzulfakor.wordpress.com/2017/04/17/Tinjauan-Atas-Almanak-Menara-Kudus-
Karya-KH-Turaichan-Adjhurie/
21 Saiful Mujab, “Konsep Penentuan Awal Bulan Menurut KH Turaichan
Adjhuri”, h..8.
22 Sirril Wafa, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Interview Pribadi, Bojongsari,
21 Desember 2018
38
Pada tahun 1985 , KH Turaichan mendorong salah satu muridnya
yang ikut mengajar di Madrasah TBS yaitu Kyai Abu Saiful Mujab Noor
Ahmad Ibn Shidiq Ibn Saryani untuk mengkodifikasikan semua ilmu
Falak yang telah diajarkan kepadanya dalam bentuk sebuah karya yang
sesuai dengan perkembangan zaman modern. Pada akhirnya tahun 1986.
Lewat tangan muridnya itu terbitlah buku-buku diktat pengajran ilmu
Falak yang merupakan buah ilmu yang telah diajarkan oleh KH. Turaichan
setelah sebelumnya diperiksa dan ditashih oleh ustadz Ahmad Rofiq yang
juga Murid KH Turaichan. Judul kitab tersebut adalah Nurul Anwar dan
Syamsul Hilal. Melihat terbitnya buku-buku itu, KH. Turaichan merasa
lega dan ia tidak merasa perlu lagi untuk menulis karya dalam ilmu falak,
sebab tulisan muridnya yang merangkum semua yang telah ia ajarkan
sudah dirasa cukup.23
Kepiawaian beliau dalam ilmu falak ditunjukan pula dengan salah
satu bentuk karya beliau yang fenomenal dalam bidang hisab rukyat yaitu
Almanak Menara Kudus. Kalender ini memainkan peranan penting dalam
percaturan dunia hisab rukyah, terutama di Indonesia. Bahkan yang
menjadi lebih menarik lagi cakupan yang disodorkan kepada masyarakat
tidak hanya permulaan awal bulan akan tetapi di dalamnya termasuk
jadwal waktu shalat, arah kiblat dan fenomena-fenomena lain yang ada
kaitannya dengan masalah-masalah falakiyah seperti perhitungan
gerhana.24
Maka dari itu Almanak Menara Kudus masih digunakan oleh
sebagian masyarakat Kudus karena Almanak Menara Kudus memiliki
kekhasan dalam karakteristik, model, dan aplikasi hisab.
23 Tinjauan Atas Almanak Menara Kudus Karya KH Turaichan Adjhurie,
Maojanalidzulfakor.wordpress.com/2017/04/17/Tinjauan-Atas-Almanak-Menara-Kudus-
Karya-KH-Turaichan-Adjhurie/
24 Saiful Mujab, “Konsep Penentuan Awal Bulan Menurut KH Turaichan
Adjhuri”,h.9.
39
BAB IV
ALMANAK MENARA KUDUS
MENURUT KH. TURAICHAN ADJHURI
A. Konsep Hisab Almanak Menara Kudus
Almanak Menara Kudus menggunakan konsep hisab imkận al-
ru`yah Haqiqi Tahqiqi1 yang mana tingkat akurasi nya sangatlah tinggi.
Pada zaman dahulu penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan
Dzulhijah ada yang menggunakan metode rukyah murni tanpa dibekali
hitungan sama sekali. Namun ada juga yang menggunakan metode hisab
murni tanpa dibekali rukyat. Almanak Menara Kudus menggunakan
konsep Imkanur Rukyah untuk menjembatani orang yang berpegang teguh
dengan konsep hisab murni dengan orang yang berpegang teguh dengan
rukyat murni. Sehingga Almanak Menara Kudus menjadi pertengahan
antara hisab dan rukyah.
Jika diamati, maka konsep hisab Almanak Menara Kudus sama
seperti konsep hisab yang digunakan oleh MABIMS. Yakni dengan
kriteria 2 derajat dan umur bulan 8 jam. Jka terlalu rendah maka harus
diistikmalkan..2
Pada dasarnya,perhitungan awal bulan Hijriyah Almanak Menara
Kudus menggunakan gabungan dari dua kitab Mathla’ as-Said dan kitab
Al-Khulashoh al-Wafiyah. Kitab Mathla as-Said mrupakan kitab dari
Mesir yang menjadi rujukan kiytab-kitab yang ada di Indonesia. Adapun
kitab Al-Khulashoh al-Wafiyah merupakan kitab karya KH. Zubair Umar
Al-Jailani. Namun, sejauh ini belum ada penelitian tentang pemikiran KH.
Turaichan dalam sejauh mana hasil komparasi kedua kitab tersebbut dalam
1 Hisab Haqiqi tahqiqi adalah menentukan derajat ketinggian Bulan paska
ijtimak dengan memanfaatkan perhitungan ilmu ukur segitiga bola. Metoda
hisab Badi'atul Mitsal, Khulashatul Wafiyah dan sejenisnya dihitung masuk dalam
kategori ini.
2 Sirril Wafa, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Interview Pribadi, Bojongsari,
21 Desember 2018
40
segi perhitungannya maupun penentuan awal bulan Hijriyah menurut KH.
Turaichan Adjhuri.3
Imkận al-ru`yah termasuk salah satu teori substantif untuk
menetapkan awal bulan Kamariah, termasuk untuk awal-awal Ramadhan,
Syawal, dan Zulhijah, imkận al-ru`yah berarti kemungkinan hilal dapat
diamati, berdasarkan hasil-hasil pengamatan sebelumnya. Teori ini sudah
lama digunakan oleh salah seorang tokoh dan ahli ilmu falak Nahdatul
Ulama di bidang hisab rukyat, dan dijadikan sebagai penentu tanggal 1
bulan Kamariah oleh salah satu almanak, yaitu Almanak Menara Kudus.
Penggunaan teori tersebut terlihat dalam penanggalan Kamariahnya dan
dinyatakan pula dengan tegas pada bagian belakang Almanak tersebut
yang pada umumnya berbunyi, bahwa hilal baru dapat di ru`yah bi al-fi’li
di ufuk Jawa Tengah pada saat matahari terbenam tanggal 12 Oktober
2007 dengan ketinggian 6,65/100 meter, misalnya. Tokoh tersebut pada
tahun 1990 pernah pula memerintahkan para santri dan murid-muridnya
untuk melakukan qada puasa 1 hari karena penetapan Menteri Agama
tidak didasarkan pada Imkận al-ru`yah.4
Pada tahap awal pengerjaan hisab awal bulan Hijriah, data-data
yang dibutuhkan adalah tahun, data bulan data hari, data jam, dan data
menit. Untuk mencari data tahun yang dicari, maka perlu diketahui
terlebih dahulu data tahun majmu’ah dan data tahun mabsitah. Data tahun
majmuah dalam perhitungan KH Turaichan Adjhuri menggunakan data
tahun majmu’ah yang telah disesuaikan dengan markaz Semarang.
Sedangkan untuk data tahun mabsitah bisa dilihat pada kitab al-khulashah
al-wafiyyah halaman 214-215.
Cara menentukan data tahun tersebut baik tahun majmu’ah maupun
tahun mabsithah adalah dengan melihat data tahun sebelum tahun yang
3 Saiful Mujab, “Konsep Penentuan Awal Bulan Menurut KH Turaichan Adjhuri”
(Tesis S-2 Program Magister Ilmu Falak, UIN Walisongo Semarang, 2013),h.sinopsis
4 Asadurrahman, Pedoman Pemerintah Indonesia tentang Hisab dan Rukyat
(Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2012, Cet. Pertama), h.131
41
dicari jika bulan yang dicari adalah awal bulan Muharram atau bulan
Shofar. Namun jika bulan yang dicari selain bulam Muharam atau hofar,
maka data tahun yang diguunakan adalah data 1 tahun sebelumnya.5
B. Argumen Normatif Penyusunan Almanak Menara Kudus
Almanak Menara Kudus dianggap sebagai salah satu almanak yang
paling akurat dalam penentuannya . akan tetapi almanak tersebut hanya
menampilkan hasil perhitungannya saja. Data yang digunakan oleh KH
Turaichan dalam hisab awal bulan Hijriah merupakan data yang berasal
dari kitab Matla’ as-said dan proses perhitungannya merujuk pada Al-
Khulashah al –Wafiyah (karya KH Zubair Umar Jailani). Data tahun
Majmu’ah dalam kitab tersebut menggunakan bujur Mesir, karena markaz
KH Turaichan berada di Semarang maka beliau mengubah data tersebut
sesuai dengan bujur kota Semarang yaitu 7 derajat dan BT 110 derajat.
KH Turaichan dan KH Zubair Umar Jailani sering bertemu dan
bertukar fikiran dalam pembahasan mengenai awal bulan. Adapun sistem
dan proses hisab awal bulan dalam kitab Al-Khulasah al-wafiyyah adalah
dengan mencari Ijtimak. Dengan mengetahui Ijtima’, maka itu adalah
proses awal bulan. Dalam kitab ini hanya menunjukan sistem perhitungan
awal bulan Kamariah dan tidak menetapkan standar awal bulan. Proses
mencari Ijtimak adalah dengan menghitung thul-al-syams (longitude
matahari) dan thul Al-qomar (longitude bulan). Dengan mengetahui
perhitungan dengan sistem ini maka akan mempermudah dalam
pelaksanaan rukyat.6
Munurut KH Choirozyad (anak sulung Mbah Tur), Mbah Tur
sangat produktif menyusun penanggalan. Lima tahun menjeleang wafat,
KH. Turaichan masih mampu menyusun penanggalan untuk lima tahu ke
depan. Sebelum meninggal dunia, ia telah mewariskan ilmunya ke Sirril
5 Saiful Mujab, “Konsep Penentuan Awal Bulan Menurut KH Turaichan
Adjhuri”, h.sinopsis.
6 Ahmad Fauzi, “Almanak Menara Kudus: Studi Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014” ( Tesis S-2 Program Magister Ilmu Falak, UIN Walisongo Semarang,
2015), h.57.
42
Wafa. Kalender menara Kudus diterbitkan pertama kali oleh percetakan
Masykuri Kudus pada tahun 1942 M/1361 H dan kemdian sejak 1950
M/1370 H sampai sekarang diterbitkan oleh percetakan Kitab Menara
Kudus.7
KH Turaichan juga menggunakan ketentuan dalam menentukan
awal bulan yaitu matla’ lokal bukan matla’ wilayatul hukmi sepeti yang
digunakan oleh pemerintah. Dan juga bukan matla’yang digunakan Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI) yang menggunakan matla’ global. Matla’ yang
digunakan dalam Almanak Menara Kudus adalah Jawa Tengah dengan
pusat di Semarang. Penggunaan matla’ lokal ini adalah berdasarkan dari
hadis yang diriwayatkan oleh Kuraib.8
م ن ث د ح بن س و ا إ ن ث د ح ل ي اع س إ ى ر ب خ أ ر ف ع ج ن بب ن ع ي ل ي اع س ا ن أ ن ب د م ة ل م ر ح ب ر ب خ أ ال ق ام الش ب ة ي او ع م ل إ ه ت ث ع ب ث ار بل ب ن ت ل ض بلف م أ ن أ ب ي ر ن ،ام بلش ت م د ق :ت م د ق ث ة ع م ل ب ة ل ي ل ل ل بل ت ي أ ر ف ،ام الش اب ن أ و ان ض م ر ي ل ع ل ه ت بس و ،اه ت اج ح ت ي ض ق ف ة ن ي د م بل ف ق ال اس ب ع ن بب ن ل أ س ،ف ر ه بلش ر خخ ف ل ب ل ل ر :ث ذ م ت ؟ف ق ل ت ل ر أ ي ت م ب ل ل
ب ل م ع ة ل ة ل ي ف ق ال ،ر أ ي ت ه ب ل م ع ة ؟: ل ة ل ي ر أ ي ت ه و ص ام أ أ ن ت و ص ام و ب بلن اس و ر خه ن ع م ف ق ل ت ح ت ،م ع او ي ة ن ص و م ه ن ز بل ف ل بلس ب ت ل ة ل ي ر أ ي ن اه ل ك ن ا ن ر به ق ال أ و ي و ماا ث ث ل م ل ،ن ك ي ام ه ؟ق ال :ف ق ل ت م ع او ي ة و ص ي ة ت ف ىب ر ؤ ت ك بهلل ص ل ىبهلل ع ل ي ه ،ل :أ ف ل بأ م ر ن ار س و ل ه ك ذ
.(روبهأبودبود)و س ل م Artinya: “Musa ibnu Ismail telah menceritakan kepadaku, dari Ismail
(Ibnu Ja’far) dari Muhammad ibnu Abi Harmalah dari Kuraib bahwa
sesungguhnya Ummu Fadhl binti Harits mengutusnya (Kuraib) untuk
menemui Mu’awiyah di Syam, maka aku datang dan aku tunaikan
kebutuhannya (Ummu Fadhl) dan datanglah Ramadhan dan saya berada di
Syam, maka saya melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian pada akhir
bulan (tersebut) saya tiba di Madinah, kemudian Ibnu Abbas bertanya dan
menyebut hilal, kapan kalian melihat hilal? Saya menjawab: saya melihat
hilal pada malam Jum’at. Apakah anda sendiri melihatnya pada malam
7 Tinjauan Atas Almanak Menara Kudus Karya KH Turaichan Adjhurie,
Maojanalidzulfakor.wordpress.com/2017/04/17/Tinjauan-Atas-Almanak-Menara-Kudus-
Karya-KH-Turaichan-Adjhurie/
8 Ahmad Fauzi, “Almanak Menara Kudus: Studi Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014” h.57.
43
Jum’at? Tanya beliau lagi. Saya menjawab: ya (saya) dan banyak orang
lain. Mereka berpuasa (sejak hari itu) dan juga Mu’awiyah. Ibnu Abbas
berkata: akan tetapi kami (di Madinah) melihat hilal pada malam Sabtu,
(oleh karena itu) kami terus berpuasa sampai genap tiga puluh hari atau
atau hingga kami melihatnya (hilal bulan Syawal). Maka saya berkata:
tidakkah rukyat Mu’awiyah dan puasanya cukup bagi anda (untuk
mengikuti)? Ibnu Abbas menjawab: tidak, begitulah Rasulullah saw
memerintahkan kepada kami (HR. Abu Daud).
Atas dasar hadis ini para ulama berbeda pendapat. Imam Nawawi
ketika mengomentari hadist ini mengemukakan sejumlah pendapat ulama
mazhab Syafii. Antara lain berpendapat rukyat (ketetapan awal
Ramadhan) di suatu daerah hanya berlaku untuk daerah yang bersangkutan
dan yang dekta dengannya dalam radius kurang dari masafah al-qasr atau
hanya berlaku untuk daerah yang satu matla’, sementara itu pendapat lain
menyatakan berlaku universal dalam arti berlaku untuk seluruh dunia.
Menurut pendapat ini mengapa Ibnu Abbas tidak mengamalkan berita
yang disampaikan Kuraib, disebabkan hal itu termasuk kesaksian,
sedangkan kesaksian tidak dapat ditetapkan berdasarkan seorang saksi.
Namun disamping hal tersebut merupkan ijtihad Ibnu Abbas yang tidak
mempunyai kekuatan mengikat, juga jika ditinjau dari sudut zahir hadis,
tindakan tersebut menunjukan bahwa rukyah tidak berlaku untuk daerah
yang berjauhan.9
Menurut pendapat fuqaha’ mazhab Syafiiyah bila hilal sudah
terlihat di suatu wilayah, sedang tempat lain sudah terlihat, maka jika jarak
negeri-negeri itu berdekatan hukumnya seperti satu negeri yang
berdekatan, yakni wajib mengikuti hasil rukyat negeri lain yang
berdekatan.
Untuk mengukur jauh dekat jarak suatu negeri tersebut fuqaha
mazhab ini berbeda pendapat:
9 Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama Puslitbang
Kehidupan Beragama, Hisab Rukyat dan Perbedaannya (Jakarta: Departemen Agama RI,
2004) h.142.
44
1. Pendapat pertama, jauh dekatnya negeri satu dengan yang lainnya
diukur sama dengan jarak diperbolehkannya mengqasar shalat. Jika
jarak antara wilayah satu dengan lainnya kurang, dari batas minimum
diperbolehkannya mengqasar shalat, maka bagi wilayah-wilayah itu
cukup diberlakukannya satu rukyat. Pendapat ini dikemukakan oleh Al-
Fawarani, Imam Haramayn, Al-Baghawi, dan Al-Nawawi.
2. Pendapat kedua, menyatakan bahwa jauh dekatnya suatu daerah dan
daerah lainnya diukur dengan perbedaan matla’ yakni sejauh 24
farsakh. Jika di konversikan dalam ukuran meter, 1 farsakh sama
dengan 5544 meter. Dengan demikian jarak diperbolehkannya
mengqasar shalat adalah 16x5544=88.074 meter=88,074km. sedangkan
jarak perbedaan matla’ adalah 24x5544=133.056m=133,056km.10
Jika ditinjau ulang, maka KH, Turaichan Adjhuri sepakat dengan
pendapat fuqaha’ mazhab Syafii, yakni dengan ketentuan matla’ lokal,
bukan dengan matla’ wilayatul hukmi.
Disamping itu juga KH Turaichan juga mempunyai kriteria dalam
menentukan awal bulan dalam Almanak Menara Kudus yaitu dasar utama
pergantian bulan baru adalah hilal harus mempunyai ketinggian minimal 2
derajat. Ijtimak juga diperhatikan oleh KH Turaichan dalam menentukan
awal bulan Hijriah yaitu dengan istilah nama ijtimak qobla zawal. Ijtimak
qobla zawal adalah permulaan awal bulan dapat dikatakan masuk apabila
ijtimak terjadi sebelum terjadinya zawal.11
Bukan hanya sekedarr penanggalan biasa, banyak informasi yang
termuat dalam almanak Menara Kudus. Informasi itu adalah:
1. Selain penanggalan Masehi dan Hijriah, ia juga meberikan informasi
Penanggalan Jawa (Pranotoowongso) dan hari pasarannya
2. Pusat markaz perhitungan kalender Hijriahnya di Jawa Tengah
10 Ahmad Junaidi, Ru’yat Global Perspektif Fiqh Astronomi ( Ponorogo: Stain
Ponorogo Press, 2010, Cet Pertama), h.24.
11 Ahmad Fauzi, “Almanak Menara Kudus: Studi Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014”, h.57.
45
3. Memuat data-data perhitngan awal bulan Kamariah/Hijriah setiap
bulannya
4. Terdapat data terjadinya peristiwa gerhana (Bulan maupun Matahari)
5. Terdapat pula jadwal Shalat untuk kota Yogyakarta, Semarang, dan
sekitarnya
6. Menampilkan data tentang pengoreksian arah kiblat, yakni pada: 28
Mei pukul 16:18 WIB dan 16 Juli pukul 16:27 WIB. Saat itu matahari
tetap di atas Ka’bah, baying-bayang benda pada bidang yang datar saat
itu tepat megarah ke Ka’bah.12
12Ahmad Fauzi, “Almanak Menara Kudus: Studi Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014”, h.7.
46
47
48
Almanak Menara Kudus memiliki lampiran kterangan untuk
menjelaskan keterangan-keterangan yang terdapat pada Almanak Menara
Kudus. Keterangan ini memuat penjelasan waktu hilal, posisi hilal, tinggi
hilal, nurul hilal, lamanya di atas ufuk, dan waktu terjadinya ijtimak. Hal
ini dijelaskan secara terperinci untuk setiap bulannya. Serta terdapat
jadwal shalat untuk kota Semarang, Yogyakarta, dan sekitarnya.
Sedangkan untuk kota-kota lainnya terdapat koreksi waktu yang bisa
dihitung sendiri.
C. Aplikasi Almanak Menara Kudus dalam Penentuan Awal Bulan
Hijriah
Dalam penentapan awal bulan Hijriyah, KH Turaichan juga
mempunyai beberapa syarat yang harus diperhatikan sebagai tanda
masuknya awal bulan anatara lain:
1. Tinggi hilal minimal 2 derajat
KH. Turaichan Adjhuri mempunyai kriteria tersendiri dalam
Almanaknya sebagai syarat penetapan awal bulan Hijriiyah, yaitu
patokan terjadinya pergantian bulan atau masuknya awal bulan baru,
maka ialal harus berada pada ketinggian minimal 2 (dua) derajat di atas
ufuk.
Hal yang menjadi pertimbangan 2 derajat untuk tinggi hilal adalah
ketika dikonversikan menjadi meter dalam pandangan mata adalah
1.5meter yaitu tinggi rata-rata orang Indonesia. Sehingga ketika
menghadap ke ufuk dan hilal dibawah pandangan, berarti tidak
memungkinkan, jika hilal lebih tinggi dari pandangan, berati sangat
mungkin terlihat hilalnya. Tetapi khusus untuk 3 bulan yakni Syawal,
Dzulhijjah dan Ramadhan, terdapat pertimbangan ikhtiyat nya sendiri.
Misalnya apabila sebagian besar wilayah Indonesia tinggi hilalnya
kurang dari 2 derajat atau bahkan mencapai angka minus, maka
49
dipertimbangkan dengan fiqiyyah dan bisa jadi di istikmalkan. Kasus
ini pernah terjadi pada perhitungan bulan Syawal tahun 2011.13
2. Ijtimak Qobla Zawal
Ijtimak atau konjungsi juga tidak luput dari perhatian KH Turaichan
sebagai salah satu komponen penetapan awal bulan Hijriah yang harus
diperhatikan. KH Turaichan menuturkan bahwasannya sebuah
permulaan awal bulan dapat dikatakan sudah masuk apabila ijtima’
terjadi sebelum terjadinya Zawal, atau hal ini terkenal dengan nama
kriteria Ijtimak Qobla Zawal.14
3. Umur Bulan Minimal 8 Jam
Age of moon atau umur bulan adalah selisih antara waktu terbenamnya
matahari (sunset) dengan waktu terjadinya ijtimak konjungsi.15
KH.
Turaichan menggunakan kriteria selisih antara waktu terbenam
matahari dengan waktu terjadinya ijtimak selama 8 jam.
Dari uraian kriteria di atas, untuk menyatakan tanda masuknya
bulan baru, ketiga kriteria ini harus terpenuhi secara kumulatif, artinya
apabila salah satu kriteria tidak terpenuhi, maka dinyatakan belum
masuknya bulan baru Kamariah. Ketiga kriteria ini dapat dilihat pada
lembaran Ramadhan tahun 2001 Almanak Menara Kudus menetapkan
Ramadhan jatuh pada hari Jum’at 16 November 2001 sedangkan
pemerintah jatuh pada hari Sabtu, 17 November 2001, dan pada Syawal
tahun 1990, Almanak Menara Kudus menetapkan Syawal jatuh pada hari
Jum’at tanggal 27 April sedangkan pemerintah menetapkan hari Kamis
tanggal 4 April 1990.
13 Sirril Wafa, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Interview Pribadi, Bojongsari,
21 Desember 2018.
14 Saiful Mujab, “Konsep Penentuan Awal Bulan Menurut KH Turaichan
Adjhuri”,h.sinopsis
15 Mengenal Hisab dan Rukyatul Hilal,http://teknosains.com/i/mengenal-hisab-
rukyatul-hilal/2015/06/18
49
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Metode hisab yang digunakan dalam penyusunan kalender hijriah di
Indonesia terdapat 3 metode yaitu
a. Wujudul Hilal dengan kriteria: telah terjadi ijtima’ , Ijtima’
(konjungsi) itu terjadi sebelum Matahari terbenam dan pada saat
terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk.
Ketiga kriteria ini harus terpenuhi secara kumulatif, artinya ketiga-
tiganya harus terpenuhi sekaligus. Bulan baru Kamariah belum
dimulai apabila salah satu di antara kriteria tersebut tidak
terpenuhi. Organisasi yang menggunakan kriteria ini adalah
Muhammadiyah.
b. Imkận al-Ru`yah MABIMS dengan kriteria ketinggian hilal
minimum dua derajat, dan umur bulan delapan jam. Kedua kriteria
ini bersifat alternatif, artinya bulan baru Kamariah dimulai apabila
slah satu kriteria di atas terpenuhi. Pemerintah menggunakan
kriteria hisab ini.
c. Imkận al-Ru`yah LAPAN dengan kriteria: jarak sudut Bulan
Matahari >6,4 derajat, dan beda tinggi Bulan-Matahari >4°.
Organisasi Islam yang menggunakan kriteria imkan rukyat
LAPAN adalah Persatuan Islam atau yang biasa disebut PERSIS.
2. Almanak Menara Kudus menggunakan konsep hisab Imkan Rukyah
Haqiqi Tahqiqi yang mana tingkat akurasi nya sangatlah tinggi. Pada
awalnya penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah ada
yang menggunakan metode rukyah murni tanpa dibekali hitungan sama
sekali. Namun ada juga yang menggunakan metode Hisab murni tanpa
dibekali Rukyah. Almanak Menara Kudus menggunakan konsep
Imkanur Rukyah untuk menjembatani orang yang berpegang teguh
dengan konsep hisab murni dengan orang yang berpegang teguh dengan
50
rukyah murni. Sehingga Almanak Menara Kudus menjadi pertengahan
antara Hisab dan Rukyah.
3. Dalam aplikasi Almanak Menara Kudus metode hisab yang digunakan
memiliki kriteria sebagai berikut: Ijtimak qobla zawal, tinggi hilal
minimal 2°, dan umur bulan minimal 8 jam. Kriteria diatas bersifat
kumulatif, artinya ketiga-tiganya harus terpenuhi sekaligus. Bulan baru
Kamariah belum dimulai apabila salah satu di antara kriteria tersebut
tidak terpenuhi.
B. SARAN
Dalam pelaksanaan perhitungan awal bulan hjriyah menggunakan
data-data yang telah diperluas lagi tingkat akurasinya,dan menggunakan
beberapa koreksi terhadap perhitungan tersebut sehingga tingkat
akurasinya akan jauh lebih tinggi lagi.sehubungan dengan banyaknya
metode dalam penentuan awal bulan dan banyaknya almank/kalender yang
beredar di tengah masyarakat seyogyanya diakomodasi oleh pemerintah
melalui Kementrian Agama RI agar tidak terjadi perselisihan dikalangan
masyarakat terkait persoalan pensentuan awal bulan dalam kalender.
51
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syamsul, “Metode Penetapan Awal Bulan Qomariyah”, Analytica
Islamica, I, 1, (2012).
Asadurrahman, Pedoman Pemerintah Indonesia tentang Hisab dan Rukyat
Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2012.
Bashori, Muhammad Hadi, Penanggalan Islam, Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2013.
______________, Pengantar Ilmu Falak Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2015.
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak
Hisab Rukyat Jakarta: MA RI, 2007
Fauzi, Ahmad.”Almanak Menara Kudus (Studi Hasil Hisab Tahun 1990 Sampai
Tahun 2014)” Tesis S2 Universitas Islam Negeri walisongo
Semarang,2015.
Izzudin, Ahmad, Fiqih Hisab Rukyat, Jakarta: Erlangga,2007.
Jumrotun, Ari. “Biografi KH Turaichan Adjhuri Kudus 1955-1999 M.” Skripsi S-
1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018.
Junaidi, Ahmad, Ru’yat Global Perspektif Fiqh Astronomi, Ponorogo: Stain
Ponorogo Press, 2010.
Karim, Abdul dan Rifa Jamaludin Nasir, Mengenal Ilmu Falak Teori dan
Implementasi, Yogyakarta: Qudsi Media, 2012.
Maskufa, Ilmu Falaq, Jakarta: GP Press, 2009.
Moeleong,Lexy, Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, 1995.
Mujab, Saiful, “Konsep Penentuan Awal Bulan Menurut KH Turaichan Adjhuri.”
Tesis S-2 Program Magister Ilmu Falak, UIN Walisongo Semarang, 2013.
Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama Puslitbang
Kehidupan Beragama, Hisab Rukyat dan Perbedaannya,Jakarta:
Departemen Agama RI, 2004.
Rahardjo, Satjipto, llmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986.
Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab & Rukyat, Telaah Syariah, Sains, dan
Teknologi Jakarta: Gema Insani, 1995.
Saksono, Tono, Mengkompromian Rukyat dan Hisab Jakarta: PT Amythas
Publicita, 2007.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif,, dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2016.
52
Wasilah, Ai Siti, “Dinamika Kriteria Penetapan Awal Bulan Kamariah : Studi
Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam.” Skripsi S-1
Program Studi Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2015.
Artikel dan Makalah :
Amri Rupi’i, “Upaya Penyatuan Kalender Islam di Indonesia (Studi atas
Pemikiran Thomas Djamaludin)”, Ishraqi, X , 01, (Juni 2012).
Azhari, Susiknan, Penyatuan Kalender Islam: “Mendialogkan Wujud Al-Hilal
dan Visibilitas Hilal” , Ahkam, XIII, 2,(Juli 2013).
Izzudin, Ahmad, “Dinamika Hisab Rukyat di indonesia”, Istinbath, XII,
2,(Oktober 2015).
Jayusman, “Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah di
Indonesia”, Madania, XVIII, 2 (Desember 2014).
Kementrian Pendidikan dan Budaya, “Almanak”, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/almanak. Artikel diakses pada 7 Juni
2018.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional,
https://www.lapan.go.id/index.php/subblog/pages/2013/5/Tugas-Pokok-
dan-Fungsi, diakses pada 20 Januari 2019.
Mengenal Hisab dan rukyatul Hilal,http://teknosains.com/i/mengenal-hisab-
rukyatul-hilal/2015/06/18. Artikel diakses pada 20 Januari 2019.
Tinjauan Atas Almanak Menara Kudus Karya KH Turaichan Adjhurie,
Maojanalidzulfakor.wordpress.com/2017/04/17/Tinjauan-Atas-Almanak-
Menara-Kudus-Karya-KH-Turaichan-Adjhurie/.Artikel diakses pada 5
Januari 2018.
Wawancara :
Wafa, Sirril, Interview Pribadi, Keturunan KH Turaichan Adjhuri, Bojongsari, 21
Desember 2018.
KH. Turaichan Adjhuri
Penulis bersama Pak Sirril Wafa, Anak dari (Alm) KH. Turaichan ketika sedang
melakukan wawancara
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Drs. Sirril Wafa
Anak dari (Alm) KH Turaichan Adjhuri
Tempat : Jl. Raya Ciputat-Parung Gg Ali Andong RT 02 RW 08
No 10- A kelurahan Bojongsari Kecamatan Bojongsari
Kota Depok
Hari Tanggal : Jum’at, 21 Desember 2018
Keterangan : P (Pewawancara) / N (Narasumber)
P : Bagaimana asal usul keluarga KH Turaichan Adjhuri?
N : Saya kira jangan terlalu mengkaitkan terlalu dalam mengenai keturunan
Sunan Kudus itu, karena kami sendiri tidak punya data mengenai hal itu,
karena itu data orang. Jadi persoalannya nanti jika hanya menduga duga
tidak ilmiah namanya. Kalau ga salah dulu itu ayah saya tidak pernah
mengumbar berita mengenai itu, karena khawatir terjadi sesuatu yang
salah, karena bagaimanapun wilayah semacam itu bisa menjadi
pembicaraan yang nantinya bisa menjadikan keuntungan yang tidak
menyenangkan bagi komoditas beberapa pihak. Jadi maka mengenai itu
tidak pernah menjawab jika ditanyakan hal seperti itu. Saya mungkin
punya silsilah keluarga, tapi saya tidak bisa menjamin itu benar atau salah
karena saya mempunyai 2 versi yang berbeda karena Itu lebih baik saya
tidak pernah memberi tahukan kepada orang orang.
P : Lalu bagaimana riwayat pendidikan KH Turaichan Adjhuri?
N : Sebenarnya begini, dulu saya pernah ketika membuat passport ditanyakan
tentang orang tuanya, termasuk tanggal lahirnya lalu saya tanyakan ke
kaka saya, katanya tanggal sekian sekian. Waktu itu saya diberi tahu
tanggal 10 mei 1915 tapi kemudian baru beberapa bulan ini saya
mendapatkan catatan lama ada sebuah secarik kertas yang disitu
menginformasikan beberapa kegiatannya termasuk tanggal lahir nya yairu
tercatat 10 maret bukan mei 1915, dan kertas itu semacam kertas anggota
ketika beliau duduk sebagai anggota contituante, kantor pusatnya di
Bantul, itu semacam MPR akhirnya yang saya gunakan tanggal 10 Maret
1915. Mengenai pendidikan bisa bayangkan pada zaman itu di pulau Jawa
pendidikan formal kan masih sangat minim, adanya hanya pesantren,
tetapi kan pesantren zaman dulu tidak seperti pesantren zaman sekarang,
klasikal semua kalau dulu kan pesantren ngajinya ya ngaji nya sologan
begitulah istilahnya. Cuma beliau tidak pernah belajar keluar dari Kudus
karena pada saat itu di Kudus banyak Kyai sepuh yang ilmunya cukup
tinggi jadi belajar dengan kyai disana. Saya pernah mendengar dari banyak
pihak keluarga, ayah saya itu lebih banyak aotodidak, disamping ngaji
mendengarkan pengajian di pondok pondok di sekitar sana , ke masjid
masjid yang baca kitab gitu, waktu itu ayah masih kecil sudah mengikuti
ngaji dimana mana. Pernah saya mendengar cerita ibu saya itu kalau anak
kecil mengikuti ngaji itu tidak boleh. Kyai sepuh itu kan galak jadi diusir,
kalau ada anak kecil ikutan ngaji, tetapi kalau ayah saya boleh kalu ngaji
dimana saja dibiarkann oleh kyainya itu. Jadi ayah saya lebih banyak ikut
ngaji secara non formal. Pada usia sekitar 11tahun disana di dirikan
madrasah di kampung saya, Madrasah yang saat itu hanya beberapa kelas
saja karena madrasah sebelunya itu anak anak nya campuran,umurnya
tidak menentu ada yang masih kecil ada juga yang sudah besar. Jadi
artinya sekolah itu ada kelas sipir, kelas 0,kelas kecil, kelas besar, kelas
1,2,3,4 berapa kelas saya kurang jelas. Ketika kelas itu dibuka, Ayah saya
sekolah disitu. Tetapi agak aneh, ayah saya karena pemahaman nya lebih
baik dibandingkan teman temannya,ayah saya dinaikkan kelasnya sebelum
pada waktunya, kalau sekarang disebut akselerasi. Ketika jam sebelum
istirahat beliau sekolah, lalu ketika jam setelah istirahat beliau ngajarin
adik kelasnya. Beliau memang dari dulu tidak pernah main, kebanyakan
belajar dan belajarnya itu autodidak. Sekolah disana hanya beberapa tahun
kemudian mengajar di sekolah itu. Jadi sekolah nya itu tidak sampai
sempurna atau tidak sampai jenjang tertentu. Tapi saya pernah membuka
buku-buku yang dirumah, ada tumpukan buku buku, saya menemukan
catatan-catatan ketika beliau mengajar. Ada soal soal nya itu aritmatika
berhitung yang soal cerita seperti soal jarak tempuh. Soal yang cukup
rumit dan soal tersebut sudah diberikan entah kelas berapa dan soalnya
menggunakan bahasa Arab semua , padahal pada waktu itu beliau masih
ibtidaiyah/SD jadi saat itu kemampuan beliau sudah cukup tinggi dan
sudah bisa menggunakan bahasa arab. Itu beberapa gambaran yang bisa
saya tangkap.samapai sekarang seoklah tersebut masih ada dan saya
sekolah juga sekolah disitu, namanya Tazwiqul Thullab . Yang kemudian
disingkat menjadi TBS huruf S nya itu Skul pada zaman Belanda, yang
sekarang diberikan namanya Salafiyah. Kemudian saya juga pernah
mendengar dan mendapatkan informasi baik lisan maupun tulisan setelah
merdeka, ada istilah pendidikan kader ulama untuk anak muda pada saat
itu yang mengadakan Jombang. KH Hasyim Asyari pondok Jombang yang
mengadakan mengundang dari beberapa kabupaten untuk mengirimkan
santri nya untuk diberikan pendidikan singkat sekitar1- 2 bulan, dan itu
ada 9 orang yang diutus dan salah satunya adalah ayah saya. Waktu itu
ayah saya masih remaja jadi sempat ikut belajar kader ulama di Jombang
antara 1/2bulan dan disitu sempat mengaji bersama . KH Hasyim Asyari
para pendiri NU pada zaman itu, dan mereka itu bukan hanya tokoh-tokoh
pesantren, tetapi punya kemampuan organisasi dan politik yang handal
pada waktu nya. Mungkin itu yang membuat karakter ayah saya pada saat
itu. Dan beliau pada saat itu cukup berpolitik juga, pada jaman itu orde
baru tahun 1977, partai politik ada 3; GOLKAR, PPP dan PDI, ayah saya
aktif di PPP, bukan untuk berpolitik tetapi untuk tempat konsultasi para
calon . Mereka selalu kerumah ketika saya masih kecil ketika masih
duduk di bangku tsanawiyah tahun 1977 . Setiap hari banyak tamu-tamu
yang datang membicarakan masalah politik, saya ikut mendengarkan
waktu itu, dari itu saya tahu kalau ayah saya pernah menjadi anggota
konstituante, jadi saya paham masalah perpolitikan jadi mengikuti masalah
perpolitikan,Jaman saya kecil tahun 60an yang namanya koran dirumah
itu saya sudah biasa membaca karikatur jaman PKI. Pengetahuannya itu
bukan hanya agama saja tetapi hitungan juga. Pada zaman itu yang
namanya hitungan untuk kalangan pesantren adalah ilmu yang tidak
disukai, tetapi ayah sangat suka. Saya pernah menemukan secarik kertas
hitungan gerhana kalau ga salah tahun 1935 berarti umur ayah saya 15
tahun, hitungannya yang digunakan seperti model sekarang, yaitu
menggunakan logaritma yang rumit dan ayah saya itu belajar sendiri kalau
ayah saya tidak paham, ada kaka kelasnya yang temen mainnya waktu di
sekolah belanda,ayah saya belajar dengan dia, tetapi belajarnya bukan di
kelas, di luar waktu sekolah karena ayah saya haus dengan pertanyaan . Itu
hitungannya lengkap seperti model yang digunakan oleh Kemenag
sekarang. Selain dari bertanya ke kakak kelasnya, ilmunya dari baca buku,
dari data tersebut diolah menjadi rumus. Sekarang kan kalau ga pake
kalkultaor itu gabisa.
P : Bagaimana karya intelektual KH Turaichan Adjhuri?
N : Sebetulnya ini yang saya sayangkan,banyak sekali tulisan manuscript
dirumah yang tidak diterbitkan. Beliau paling tidak konsennya dalam
bidang fiqih, kalau sedang ada diskusi NU beliau selalu aktif yang selalu
mewarnai diskusi tersebut. Jaman muda dia bikin surat undangan sendiri
nanti ada yang nganter ,memimpin baso masail, lalu mendokumentasikan,
nah itu sangking aktifnya dalam pemabahasan masalah.
P : Bagaimana aktifitas dan karir KH turaichan Adjhuri?
N : Dalam bidang falak memang ilmu tambahan yang selalu beliau
kembangkan, sampai ada yang menerbitkan yaitu percetakan menara
kudus, dimulai tahun 50an sekitar 68 tahun yang lalu. Waktu itu kertas
sulit di dapatkan. Cara membuatnya manual dibuat sendiri, bahannya dari
kerdus-kerdus yang dikumpulkan lalu di rendam dengan air lalu di press.
Awal mulanya kertas kalendernya menggunakan bahan-bahan tersebut.
Pada waktu itu di Kudus sudah ada percetakan.
Dalam bidang mawaris beliau dikenal tempat bertanya masalah kewarisan.
Beliau cukup memiliki keahlian yang sampai saat itu membuat tabel
kewarisan yang belakangan digunakan oleh para hakim di Mahamah
Agung. Karena waktu itu saya pernah disuruh mengisi pelatihan mawaris
untuk kanwil seluruh Indonesia, ada orang Kalimantan yang bertanya
mengenai tabel hitungan mawaris yang pernah ayah saya buat, nah saya
tau nya dari situ kalu table tersebut ayah saya yang membuat. Bentuknya
dalam lembar double folio.
Satu lagi yang menjadi cirinya yaitu kemampuannya untuk
menulis bahasa Arab dengan tingkatan sastra yang tinggi. Dulu waktu
saya kuliah di IAIN Jakarta, ayah saya kalau ngirim surat ke saya selalu
bahasa Arab meskipun singkat kalimatnya tetapi maknanya sangat dalam.
Terus setiap ada peristiwa penting ayah saya selalu menggambarkannya
dengan kata-kata, kata tersebut dibuat dengan rumusan kata yang
bermakna tetapi seriap huruf ada nilai hitungannya dan ketika dijumlahkan
ada nilainya dan nilai tersebut adalah tahun terbit peristiwa itu. Ayah saya
mengikuti gurunya, dan gurunya itu yang membuat tulisan di masjid
menara Kudus. Kemampuan bahasa arabnya dalam Balaghah cukup tinggi.
Saya pernah menemukan sebuah buku syair syair Ibnu Ruslan, setiap
syairnya itu dikasih komentar yang menggunakan bahasa Arab yang
tingkat sastra nya tinggi. Yang saya sayangkan tidak ada yang beredar dan
tidak dipublikasikan
P : Bagaimana konsep Almanak Menara Kudus dalam wacana hisab rukyat di
Indonesia?
N : Almanak menara kudus lebih menggunakan konsep imkan rukyah. Jaman
dulu penentual awal ramadhan syawal dzulhijah ada yang murni
menggunakan rukyah, yang melihat ini ada yang dibekali hitungan ada
yang tidak. Kalau menurut saya harus dibekali hitungan kalau tidak lalu
bagaimana mengarahkan pandangannya padahal waktu Magrib sangat
sempit, kalau ga pake hitungan tidak fokus munculnya hilal dimana. Ada
juga yang berpegang gausah lihat lah bergantung pada hitungan
saja.Almanak menara Kudus selalu memberikan nuansa jangan ada rukyah
tanpa hisab begitupun sebaliknya kalau hasilnya rendah nanti ada orang
yang mengaku lihat tolak aja itu, pasti itu salah lihat. Maka dari itu
Almanak Menara Kudus menggunakan konsep imkanuur rukyah. Maksud
dari konsep ini untuk menjembatani orang yang berpegang teguh dengan
konsep hisab murni dengan orang yang berpegang teguh dengan rukyah
murni jadi ini pertengahan. Almanak Menara Kudus selalu memberikan
hitungannya imkanur rukyah, jika hasilnya terlalu rendah maka harus di
istikmal kan.
P : Bagaimana argumen normatif Almanak Menara Kudus dalam wacana
hisab?
N : Untuk wawasan falakkiyah, ketika penentuan awal bulan, ayah saya
mengikuti sidang isbat untuk menjadi panduan masyarakat yang
melibatkan kepentingan publik sehingga memberikan bimbingan kepada
umat Muslim.
P : Bagaimana aplikasi Almanak Menara Kudus dalam penentuan awal bulan
hijriyah?
N : Kalau dari jaman dulu Almanak Menara Kudus lahir sebagai bimbingan
untuk umat. Pada era 70an dibentuk badan hisab rukyah dan ayah saya
menjadi anggota, disitu ayah saya memberikan kontribusi hitungannya lalu
mengikuti musyawarah kerja selama seminggu lalu ayah saya
mengirimkan hasil hitungannya. Terjadi perbedaan pada tahun 1990an,
dengan ketentuan ketentuan Kementrian Agama,ketika itu lebarannya
berbeda, beda satu hari, dan waktu itu hanya Almanak Menara Kudus yang
berbeda dan sering terjadi perbedaan saat itu tetapi yang cukup
gempartahun 1990. Karena pada saat itu sampai dirilis oleh berbagai
macam media. Kementrian agama tahu, direktur peradilan agama yang
dipegnag oleh Pak Taufik pada waktu itu sudah mengelilingi Jawa Timur,
dan sudah sepakat NU dan Muhammadiyah lebaran hari rabu, beliau lupa
kalau Almanak Menara Kudus punya umat dan perbedaan saat itu
Almanak Menara Kudus yang benar. Setelah itu Kementrian Agama
gelisah karena merasa rukyat pada malam Rabu di Gresik cacat, masih
rendah tetapi sudah bazar rukyat dan Menteri Agama pada waktu itu ragu
sendiri, bahwasannya Almanak Menara Kudus yang benar. Akhirnya Pak
Taufik datang ke Kudus diantar Pak Wahyu Widiana. Pada tahun 1990
pada waktu itu saya sudah mengajar di UIN, ketika itu Pak Taufik yang di
kritik mengenai konsiderannya oleh ayah saya, bukan hasil rukyatnya.
Akhirnya pada waktu itu Pak Taufik mengucapkan terimakasih karena
yang di kritik konsiderannya karena begitu teliti. Kemudian pada tahun
1991 ketika pak taufik ke rumahsaya di Kudus, Pak Taufik mengundang
ayah saya untuk musyawarah kerja di Jakarta, tetapi ayah saya menolak
untuk ikut jika harus keluar kota karena sudah tidak sanggup. Lalu Pak
Taufik menayakan apakah ada murid yang bisa di ajak untuk musywarah
kerja, ayah saya menjawab saya punya anak di ciputat. Mungkin anak saya
yang saya harapkan bisa meneruskan. Lalu Pak Taufik menelepon dekan
syariah lalu Pak Wahyu yang datang menemui saya ketika itu saya baru 1
tahun menjadi dosen syariah. Lalu Pak Wahyu bilang kalau saya yang
akan menggantikan ayah saya untuk Musyawarah Kerja. Awalnya saya
agak takut lalu pak wahyu bilang ini gakpapa nanti saya yang bimbing.
Dari tahun 1991 sampai sekarang saya yang selalu menjadi perwakilan
ayah saya untuk muker. Keterlibatan Almanak Menara Kudus semenjak
jadi konsideran lalu diundang untuk muker, saya bagian menjadi
penyusunan almanak menara kudus atas nama keluarga. Ayah saya
meninggal tahun 1999, biasanya setiap tahun mengirimkan hasil hisab nya
ke kementrian agama tetapi pada tahun 1995 ayah saya mengirimkan hasil
hisab dari tahun 1995-1999. Lalu ayah saya menyuruh kakak saya untuk
mengirimkan hasilnya ke percetakan, kakak saya menanyakan hasil hisab
untuk tahun selanjutnya, lalu ayah saya menjawab “yasudah nanti juga ada
yang nerusin saya sudah gak sanggup”. Ketika ayah saya masih hidup di
awal tahun 1999 percetakan menara kudus mau menerbitkan yang edisi
hijriyah, ayah saya sudah tidak mau menghitung lagi, lalu ketika itu semua
orang bingung siapa yang akan bertanggungjawab dengan kalender
hijriahnya? Ketika itu saya masih di ciputat, lalu saya di telfon untuk
menghitung kalender hijriah. Akhirnya ketika lebaran saya pulang, lalu
orang percetakan datng kerumah saya untuk bertemu dengan saya
khususnya, padahal ayah saya ada didalam. Lalu orang percetakan minta
saya untuk mengirim naskah untuk menggantikan peran ayah saya. Begitu
selesai orang percetakannya pulang, saya dipanggil ayah saya. Ayah saya
menanyakan keperluan orang percetakan tersebut untuk apa, lalu saya
menjelaskan apa yang dituju orang percetakan tersebut. Lalu ayah saya
menanyakan apakah saya bisa membuatnya atau tidak, lalu saya jawab
“saya tidak berani menjawab apa-apa, kecuali kalau Bapak memberikan
restu saya laksanakan, kalau tidak ya saya tidak berani menjawab apa-
apa”. Lalu ayah saya langsung mengatakan bahwa saya direstui untuk
mengirim naskah kalender Hijriyah tahun depan. Setelah itu saya
menghitung penuh dengan kekuatan, meskipun sebenarnya susah payah
menghitungnya. Semenjak itu saya yang menggantikan peran ayah saya.
P : apakah ada murid-murid beliau yang masih hidup Pak?
N : tidak ada, terakhirr muridnya Cuma saya. Murid-murid nya yang lain
seperti KH Noor Ahmad sudah wafat.