Allah swt telah menciptakan kehidupan dan kematian karena suatu maksud yang khusus.docx

download Allah swt telah menciptakan kehidupan dan kematian karena suatu maksud yang khusus.docx

of 4

Transcript of Allah swt telah menciptakan kehidupan dan kematian karena suatu maksud yang khusus.docx

Seseorang yang tindak tanduknya dapat dipertanggungjawabkan kepada Penciptanya akan memperoleh kemuliaan, kesenangan, keamanan, dan juga kedamaian dalam hidupnya di dunia ini. Bentuk kehidupan yang paling ideal, yang memenuhi semua kebutuhan ruhani manusia ada di dalam Al-Quran. Barang siapa yang mengikuti secara seksama perintah-perintah yang tercantum di dalam Al-Quran, maka dia akan mendapat kehidupan seperti yang tergambar di dalam Surga. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl ; 97)Pada ayat tersebut Allh swt menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang beriman bahwa barang siapa yang menaati perintah-perintah Allah swt melalui firman-Nya di dalam Al-Quran, maka akan mendapatkan kehidupan yang bahagia. Sedangkan popularitas, kekayaan, atau kecantikan tidak pernah menjanjikan pahala dan bukan jaminan atas suatu kehidupan yang damai dan berguna, jika seseorang tidak berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral Al-Quran. Kesulitan dan kegelisahan tiada henti yang dialami oleh seseorang dalam perjalanan hidupnya, bilamana kehidupannya itu tidak sesuai dengan arah yang ditunjukkan oleh Allah swt; dan kehidupan yang penuh kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh seseorang bilamana dia taat sepenuhnya kepada perintah-perintah Allah swt.

Allah swt telah mengilhamkan kepada jiwa manusia dengan dua hal, keduanya memiliki tabiat yang saling bertentangan. Salah satu ilham ini membisikkan kepada suatu kesadaran mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Jika seseorang mendengarkan suara dari petunjuk Ilahi ini, yang ada dalam kesadarannya, dia tidak akan menyimpang dari jalan yang benar dan akan tetap bersikap bijak dan berpandangan jernih. Bisikan lainnya, berlawanan dengan itu, mengajak kepada seseorang untuk menuruti sisi negative dari jiwanya. Kedua suara ini sebenarnya adalah nurani dan nafsu (an-nafs). Fakta ini dinyatakan dalam al-Quran : Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syam ; 7 10)Allah swt telah menciptakan kehidupan dan kematian karena suatu maksud yang khusus. Allah swt mengabarkan ini kepada manusia melalui kitab-kitabNya yang dengan jelas membedakan antara amal-amal yang baik dengan amal-amal yang buruk. Tujuan kehidupan ini dinyatakan oleh Allah swt melalui firman-Nya : Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,(Q.S. Al-Mulk ; 2).Esensi dari maksud ini adalah untuk menyucikan Allah swt sebagaimana mestinya, menjaga batasan-batasan yang ditetapkan-Nya, memahami tabiat kontemporer (sementara) dunia ini dan meluruskan kembali niat atas semua amal dan perbuatan dalam kehidupan kita agar sesuai dengan kehendak Sang Pencipta.Allah swt menetapkan bahwa cara hidup sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw adalah cara hidup jahiliah, atau zaman jahiliah. Kata jahiliah di sini, sebagaimana digunakan di dalam Al-Quran, mengandung makna yang agak sedikit berbeda dari makna yang dipahami secara umum. Dalam pemakaiannya secara umum, jahiliah berarti buta huruf, tak berpendidikan, atau tidak punya sopan santun. Akan tetapi, jahiliah menurut Al-Quran definisinya adalah suatu keadaan cara berfikir di mana seseorang benar-benar tidak menyadari tujuan keberadaannya dalam kehidupan ini, dan kabar yang diwahyukan Kitab Suci yang diturunkan kepadanya yang berisi keterangan mengenai kehidupan abadinya. Dengan demikian, istilah ini menunjukkan pada keadaan ketidaksadaran dan suatu cara hidup tertentu yang mana merupakan sebuah konsekuensi pemikirannya.Bagi anggota masyarakat jahiliah, hidup ini adalah persaingan, atau sebuah perjuangan untuk mempertahankan eksistensinya dengan cara yang paling menguntungkan, tujuan utamanya adalah kesuksesan dan kekuasaan. Untuk mencapai tujuan ini, individu membangun kesadaran yang terpusat pada dirinya sendiri. Begitu dia memperoleh kekayaan, diapun makin lengket dengan uang dan kekayaan materi. Lebih jauh lagi, begitu sebuah status yang sangat didambakan berhasil diraih, maka segera diikuti lagi dengan hasrat untuk memperoleh lebih banyak lagi status lainnya. Ambisi ini memperbudak manusia begitu dalamnya sehingga dia tidak dapat mencapai sebuah pemahaman yang murni mengenai kejahiliahan yang sedang menimpa dirinya, dan, dengan demikian, diapun tidak pernah berhasil untuk lepas darinya.Allah berfirman kepada orang-orang yang hidup di dalam masyarakat jahiliah dalam ayat berikut : Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. Al-Maidah ; 50).Mana yang lebih anda sukai antara kehidupan sempurna yang terhormat, aman dan nyaman, di mana konsep waktu tidak jadi masalah ataukah kehidupan tidak sempurna yang hanya terbatas selama lima atau enam dekade saja ?. Sementara, ingat baik-baik bahwa dekade pertama dari kehidupan itu akan berlalu dalam masa kanak-kanak yang naif dan dekade terakhirnya menghadapi masalah kemerosotan kesehatan dan masalah-masalah yang berkaitan dengan usia lanjut lainnya. Tidak diragukan lagi seseorang yang bijaksana akan lebih memilih sebuah kehidupan sempurna yang terhormat, aman dan nyaman; hanya demi sekian dekade yang sebentar saja, dia tidak akan mau kehilangan sebuah kehidupan yang abadi. Meskipun demikian, ada juga beberapa orang yang terpesona dan dibutakan oleh pesona dunia ini, yang hanya lewat dalam sekejap mata saja.Dengan memilih kehidupan yang seperti ini untuk mencari keuntungan-keuntungan pribadi, kelak orang-orang ini segera menyadari bahwa ini bukanlah suatu cara yang dapat diandalkan untuk mencapai tujuan mereka. Setelah itu, dalam perjalanan hidup mereka, apapun yang mereka kerjakan atau kemanapun mereka pergi, mereka tidak pernah berhasil menghindar dari penderitaan dan kesulitan. Namun pemahaman mengenai realitas ini kerapkali datangnya sudah terlambat; biasanya pada waktu seseorang kedatangan ajalnya, barulah orang itu paham bahwa dia telah salah pilih namun sudah tidak dapat diulang lagi.Kehidupan dunia ini, dengan segala perhiasannya, hanya memberikan kepuasan sekedarnya saja; tidak lebih dari sekadar untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia guna bertahan hidup dan bernaung. Di dalam Al-Quran, Allah menerangkan alasan mengapa manusia lebih suka memilih kehidupan yang seperti itu; kurangnya kebijaksanaan. Maka apakah cirri-ciri gaya hidup ini, yang semata-mata adalah sumbert kegelisahan dan kesukaran dan mengarah pada azab yang keras untuk selama-lamanya ?. Kehidupan seperti apakah yang akan dijumpai oleh orang-orang jahiliah ?.

*. Satu Kehidupan yang Monoton.Mereka yang menerima kejahiliahan ini cepat atau lambat akan terperangkap oleh kemonotonan. Karena tidak mampu mencari alasannya, akhirnya merekapun menyerah sendiri kepada kemonotonan ini dan menerimanya begitu saja sebagai suatu cara hidup. Sejak saat itu, mereka tidak lagi berusaha untuk memperkaya hidup mereka, dengan membuatnya lebih sehat, lebih nyaman, dan lebih memuaskan. Mereka menghabiskan hidup sambil menunggu ajal tiba.Pada titik ini kemonotonan ini pun mulai dijalani oleh orang-orang yang jahil itu. Pada waktu mereka membuka mata untuk menyambut hari yang baru, mereka mendapati dirinya disibukkan oleh rutinitas harian. Banyak orang melihat jam-jam panjang mereka di rumah atau pekerjaan sebagai sesuatu yang agak hampa. Tidak ada sesuatu yang besar yang dapat mereka jadikan pegangan yang kokoh ditengah-tengah masyarakat ketika mereka mencari-cari sesuatu yang dapat memberikan arti bagi hidup mereka. Pagi-pagi sekali mereka meninggalkan rumah untuk bekerja di mana mereka bertemu lagi dengan orang-orang yang sama dan membicarakan isu-isu yang sama. Begitu pekerjaan usai, mereka pulang ke rumah dengan kendaraan yang sama, mengambil rute yang sama seperti biasanya. Di rumah, tidak ada hal yang berbeda; keluarga itu berkumpul sama-sama di meja makan sambil membincangkan percakapan harian. Tidak lama kemudian merekapun mulai menonton televisi, lalu merekapun tidur. Dan demikianlah mereka menyiapkan diri mereka untuk hari esok yang tidak membawa sesuatu yang baru.Alasan utama kemonotonan ini tentu saja adalah karena kecilnya tujuan-tujuan hidup yang mereka miliki. Bahkan orang-orang paling ambisius di dunia ini pun punya target-target yang biasa-biasa saja, semua ini adalah hasil akhir dari hidup di dunia yang kecil ini; lulus dari sebuah universitas yang bergengsi, mendapat pekerjaan yang baik, menikah dan hidup bahagia, memasukkan anak-anak ke sekolah, memperbaiki standar-standar kehidupan dan akhirnya menunggu mati Singkatnya, hadir ke dunia ini, bertambah tua, menunggu ajal.Melangkah ke luar dari batasan target-target ini, yang ditetapkan oleh kultur jahiliah adalah hampir tidak mungkin. Semua cita-cita telah dipatok untuk sekian dekade yang singkat dari kehidupan ini. Bagaimanapun, seseorang mestinya mencurahkan segenap daya upaya yang dimilikinya untuk menjalankan perintah-perintah Allah dalam rangka mencapai keridhaan-Nya. Kehidupan yang dihabiskan di jalan Allah tidak pernah monoton. Setiap saat merupakan sumber keceriaan dan semangat. Dia akan tinggal di dunia ini sebentar saja, namun di surga, sebuah tempat kebahagiaan abadi, kelak dia akan menerima pahala atas apa yang telah diperbuatnya. Dengan demikian, bagi orang-orang beriman, adalah suatu hal yang tidak bijaksana untuk membuang-buang waktu. Sebaliknya, seseorang yang mendapati bahwa setiap saat dalam kehidupan yang terbatas ini begitu berharga.Seseorang yang mengikuti perintah-perintah Allah di dalam Al-Quran tidak pernah mengalami kemonotonan. Dia adalah orang yang bijaksana yang senantiasa membawa sesuatu yang baru ke dalam hidupnya. Dia tidak pernah membiarkan orang-orang disekitarnya atau kehidupannya sendiri masuk dalam lingkaran setan. Bahkan dengan sumber-sumber daya yang terbatas dan dalam masa-masa yang sulit, dia senantiasa mencari cara untuk memperbaiki mutu kehidupannya. Di usia tuanya pun antusiasmenya untuk hidup lebih baik tidak pernah lenyap. Keteguhannya untuk mengikuti jalan yang benar akhirnya membawanya pada kehidupan yang mulia di dunia ini dan surga di akhirat nanti. Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang Telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampum lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (QS. Fathir: 34-35)

*. Lingkungan yang Tidak Nyaman.Orang-orang jahiliah menjalani kehidupan yang sulit. Tentu saja ini adalah konsekuensi langsung karena tidak beriman kepada Allah. Dengan tidak mempercayai Allah, mereka kira dapat menghindar dari tanggungjawab terhadap Allah dan masih bias bersenang-senang dengan kenikmatan duniawi. Namun sayangnya, ada satu hal yang sangat merisaukan mereka yaitu stress. Pilihan mereka untuk menjadi kafir semata-mata bersandar pada asumsi bahwa suatu kondisi di mana tidak ada paksaan untuk berbuat mengikuti makna mutlak benar dan salah, namun mengikuti prinsip-prinsip yang ditentukan sendiri akan mendatangkan kedamaian, kenyamanan dan suatu kehidupan yang senang dan bahagia. Akan tetapi, berlawanan dengan harapan mereka, yang mereka alami justru membuktikan hal yang sebaliknya.Sumber utama kesusahan ini adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman ini adalah sebuah konsekuensi dari tidak beriman kepada Allah. Orang-orang yang tidak memikirkan kekuasaan dan kendali Allah atas manusia dan kejadian-kejadian, selalu saja merasa takut dan tidak nyaman. Tidak menyadari tentang nasib, yang semata-mata di bawah kendali Allah, mereka berjuang untuk mengatasinya diseluruh hidupnya ini. Pemikiran ini berpegang bahwa, pada setiap saat, kesialan dapat saja menimpa mereka sedang mereka lemah dan tidak berdaya melawannya.Mereka punya penyikapan yang negative atas semua hal yang terjadi. Mereka dikelilingi oleh banyak sekali ketakutan dalam segala hal. Dikaburkan oleh stress, pikiran mereka tidak mampu memecahkan masalah-masalah. Akan tetapi, jika ditangani dengan kondisi pikiran yang damaipun, tentu hanya isu-isu kecil saja yang dipecahkan. Mereka hamper-hampir tidak merasakan kebahagiaan, apa saja yang mereka jumpai dalam hidup mereka, entah itu hal-hal penting atau remeh, dengan mudah membuat mereka menjadi tegang. Khususnya situasi yang mereka gambarkan sebagai suatu kesialan akan menjadi sumber utama stress.