alkes-1

25
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Vaksin awal mula ditemukan sekitar abad ke-7 , seketika sekelompok orang Buddhis memutuskan bahwa mereka bisa menjadi imun terhadap efek dan racun ular dengan minuman suatu bahan yang sangat bau. Pada tulisan Cina pada abad ke-16 , dijelaskan bagaimana orang mengkontakan diri dengan cacar air yaitu dengan menempatkan bubuk kerak dari anak-anak yang terinfeksi ke dalam hidung anak-anak yang sehat. Mereka berpikir bahwa mereka bisa membantu mencegah suatu penyakit atau kondidi dengan mengkontakkan diri dengan sebentuk bahan yang menjadi penyebabnya. Tetapi pada saat itu mereka belum sepenuhnya memahami apa yang mereka lakukan. Pada akhir abad ke-18, Edward Jenner menemukan bahwa pengkontakkan dengan penyakit hewan cacar sapi, membuat orang imun terhadap penyakit cacar air manusia yang mematikan. Ini adalah konsep yang pada saat itu dianggap membantu meyelamatkan manusia, juga menghadirkan kemungkinan bahwa ada penyakit lain yang juga ditularkan bersamaan dengan virus yang dimasukan. Diantara saat Jenner mempublikasikan karyanya pada tahun 1798 dan Louis Pasteur mengembangkan vaksin rabies yang pertama untuk manusia ditahun 1885, beberapa ahli ilmu termasuk Pasteur, memilih masalah ini. Pada saat itu, Pasteur memajukan konsep atenuasi atau pelemahan, yaitu penggunaan bentuk virus yang telah dilemahkan untuk menghasilkan imunisasi. Pasteur menemukan bahwa bentuk yang sudah dilemahkan dari kolera ayam sangat efektif dalam mencegah penyakit. Sekarang ini Vaksin atenuasi digunakan secara luas. Protes terhadap pemakaian vaksin juga bukan suatu pemakaian yang baru. Ketika Pasteur memperkenalkan Vaksin rabiesnya untuk manusia di tahun 1885, baik para dokter maupun

description

alat kesehatan

Transcript of alkes-1

Page 1: alkes-1

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Vaksin awal mula ditemukan sekitar abad ke-7 , seketika sekelompok orang Buddhis memutuskan bahwa mereka bisa menjadi imun terhadap efek dan racun ular dengan minuman suatu bahan yang sangat bau. Pada tulisan Cina pada abad ke-16 , dijelaskan bagaimana orang mengkontakan diri dengan cacar air yaitu dengan menempatkan bubuk kerak dari anak-anak yang terinfeksi ke dalam hidung anak-anak yang sehat. Mereka berpikir bahwa mereka bisa membantu mencegah suatu penyakit atau kondidi dengan mengkontakkan diri dengan sebentuk bahan yang menjadi penyebabnya. Tetapi pada saat itu mereka belum sepenuhnya memahami apa yang mereka lakukan.

Pada akhir abad ke-18, Edward Jenner menemukan bahwa pengkontakkan dengan penyakit hewan cacar sapi, membuat orang imun terhadap penyakit cacar air manusia yang mematikan. Ini adalah konsep yang pada saat itu dianggap membantu meyelamatkan manusia, juga menghadirkan kemungkinan bahwa ada penyakit lain yang juga ditularkan bersamaan dengan virus yang dimasukan.

Diantara saat Jenner mempublikasikan karyanya pada tahun 1798 dan Louis Pasteur mengembangkan vaksin rabies yang pertama untuk manusia ditahun 1885, beberapa ahli ilmu termasuk Pasteur, memilih masalah ini. Pada saat itu, Pasteur memajukan konsep atenuasi atau pelemahan, yaitu penggunaan bentuk virus yang telah dilemahkan untuk menghasilkan imunisasi. Pasteur menemukan bahwa bentuk yang sudah dilemahkan dari kolera ayam sangat efektif dalam mencegah penyakit.

Sekarang ini Vaksin atenuasi digunakan secara luas. Protes terhadap pemakaian vaksin juga bukan suatu pemakaian yang baru. Ketika Pasteur memperkenalkan Vaksin rabiesnya untuk manusia di tahun 1885, baik para dokter maupun masyarakat memprotes penggunaannya. Pada pergantian abad, tentara inggris yang berperan diperang Boer di Afrika Selatas memproses keras suntikan melawan penyakit tifoid yang berbahaya. Pada dekade berikutnya berikutnya rasa takut pada polio begitu besar, sehingga imunisasi massal dengan suntikan vaksin salk yang dimualai th 1955 disambut terbuka. Tetapi ternyata Vaksin salk tidak bisa memberikan perlindungan penuh terhadap virus polio , sehingga dikenalkan Vaksin hidup oral dari sabin tahun 1961, yang menawarkan imunitas yang lebih luas. Sekarang ini vaksin oral tidak bisa lagi dianjurkan karena telah terbukti menyebabkan polio pada beberapa penerimanya dan orang-orang yang berkontak akrab dengan mereka yang baru divaksinisasi. Sejarahnya masih terus berjalan , vaksin baru dan formula baru dari vaksin yang sudah ada masih terus dikembangkan hingga sat ini.

Di akhir abad ke 19, serum darah telah diketahui mengandung suatu faktor atau cara yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri. Pada tahun 1896, Jules Bordet, ilmuwan muda Belgia dari Pasteur Institute, Paris, mendemonstrasikan bahwa prinsip ini bisa dianalisis menggunakan dua komponen: komponen panas-tetap dan komponen panas-labil.

Page 2: alkes-1

Panas-labil menunjukkan bahwa komponen akan kehilangan kemampuannya jika serum dipanaskan. Komponen panas-tetap ada untuk memberikan kekebalan melawan mikroorganisme spesifik, sedangkan komponen panas-labil bertanggung jawab terhadap aktivitas mikrobial non-spesifik yang dimiliki serum. Komponen panas-labil ini adalah yang disebut “komplemen”.

Istilah “komplemen” diperkenalkan oleh Paul Ehrlich di akhir tahun 1980an, sebagai bagian dari teorinya mengenai sistem kekebalan. Menurut teorinya, sistem kekebalan terdiri dari berbagai sel yang memiliki reseptor spesifik pada permukaannya untuk mengenali antigen. Pasca imunisasi dengan antigen, lebih banyak reseptor terbentuk, lalu reseptor itu mengalir dari sel ke aliran sirkulasi darah. Reseptor ini, yang saat ini kita kenal dengan nama “antibodi”, disebut oleh Ehrlich sebagai “amboceptor” untuk menekankan fungsi ganda reseptor dalam melakukan pengikatan. Reseptor tesebut mampu mengenali dan mengikat antigen spesifik, namun mereka juga mampu mengenali dan mengikat komponen antimikrobial panas-labil dari serum. Ehrlich lalu menamakan komponen panas-labil ini “komplemen” karena ini adalah sesuatu dalam darah yang menjadi komplemen sel pada sistem kekebalan.

Ehrlich percaya bahwa setiap amboceptor antigen spesifik memiliki komplemen yang spesifik, di mana Bordet percaya bahwa sebenarnya hanya ada satu tipe komplemen. Di awal abad ke 20, kontroversi ini terselesaikan ketika ditemukan bahwa komplemen bisa beraksi berpasangan dengan antibodi spesifik atau secara sendirian secara non-spesifik.

Page 3: alkes-1

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Vaksin2.1.1 Pengertian Vaksin

Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker). Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Ada beberapa jenis vaksin. Namun, apa pun jenisnya tujuannya sama, yaitu menstimulasi reaksi kekebalan tanpa menimbulkan penyakit

 Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan dengan pemberian dalam jumlah kecil mikroba yang sudah di-inaktivasi atau dilemahkan kepada orang sehat dengan tujuan untuk merangsang tubuh orang tersebut membentuk antibodi (kekebalan) terhadap mikroba tersebut.

2.1.2 Penggolongan Vaksin

1.  Live attenuated vaccineVaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan daya

virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang berulang-ulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip dengan infeksi alamiah. Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu :

1. Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai menimbulkan respon imun sehingga diberikan dalam bentuk dosis kecil antigen

2. Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak perlu dosis berganda3.  Dipengaruhi oleh circulating antibody sehingga ada efek netralisasi jika waktu

pemberiannya tidak tepat.4. Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik5. Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah6. Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang dengan keefektifan mencapai 95%7. Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosisi

asli dan berperan sebagai imunisasi ulangan

Page 4: alkes-1

Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan cacar air (varisela).

2. Inactivated vaccine (Killed vaccine)Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan zat kimia (formaldehid) atau

dengan pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau toksoidnya saja. Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu :

1. Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat dimasukkan dalam bentuk antigen

2. Respon imun yang timbul sebagian besar adalah humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan imunitas seluler

3. Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga diperlukan dosis ulangan, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu dan menyiapkan system imun, respon imunprotektif baru barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga

4. Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody5. Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik6. Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah

Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.

3.  Vaksin Toksoid

Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah. Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu tahun. Bahan ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya. Contoh : Vaksin Difteri dan Tetanus

4. Vaksin Acellular dan SubunitVaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri dengan melakukan

kloning dari gen virus atau bakteri melalui rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe. Contoh vaksin hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b (Hib) dan vaksin Influenza.5.     Vaksin Idiotipe

Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen. Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.

Page 5: alkes-1

6.     Vaksin RekombinanVaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah besar. Gen

virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang baik. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.

7.     Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi dalam

menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya.

Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigen yang patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil akhir  penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang cukup kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan 

2.1.3 Jenis-Jenis Vaksin

1. Vaksin BCG Kering DeskripsiVaksin ini adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin = BCG) dari strain Paris No. 1173-P2. IndikasiUntuk Imunisasi aktif terhadap tuberkulosa. KomposisiSetelah dilarutkan dengan 4 ml pelarut, tiap ml vaksin mengandung:Basil BCG hidup 0,375 mgNatrium Glutamat 1,875 mgNatrium klorida 9 mg

Page 6: alkes-1

Dosis dan Cara PemberianTambahkan pelarut ke dalam ampul berisi vaksin BCG beku kering dengan alat suntik yang steril dan kering dan jarum yang panjang. Untuk bayi (≤ 1 tahun) tambahkan 4 ml pelarut dan untuk anaktambahkan 2 ml pelarut.Disuntikkan secara intrakutan di daerah insertion M. Deltoideus.Dengan dosis:Bayi ≤ 1 tahun : 0,05 mlAnak > 1 tahun : 0,1 ml Efek SampingImunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. Satu hingga dua minggu kemudian timbul indurasi dan eriterna di tempat suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi ulkus. Luka ini tidak memerlukan pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan/atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan, dan akan menghilang dengan sendirinya. Sekalipun sangat jarang, karena dosis berlebihan atau suntikan terlalu dalam (subkutan) pada bayi < 1 tahun kadang-kadang dapat terjadi limfadenitis supurativa. Proses ini bersifat tenang dan akan sembuh spontan sekalipun tanpa pengobatan. KontraindikasiAdanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti eksim, furunkulosis dan sebagainya, serta orang yang sedang menderita TBC. Penyimpanan dan DaluarsaVaksin harus disimpan pada suhu 2o-8oC. Lebih baik dalam freezer. Pengangkutan dalam keadaan dingin (2o-8oC) dan terhindar dari sinar matahari langsung/tidak langsungDaluarsa : 1 tahunVaksin yang sudah dilarutkan:1. Harus dipakai dalam waktu 3 jam, dan selama waktu tersebut, vaksin harus dalam keadaan dingin (2o-8oC, jangan disimpan di dalam freezer)2. Setelah 3 jam, bila ada sisa jangan dipakai lagi. KemasanVaksin BCG kering beku ini tersedia dalam kemasan ampul dengan 4 ml pelarut dalam ampul.

2. Vaksin Jerap Difteri Tetanus DeskripsiVaksin DT adalah vaksin yang mengandung toksoid Difteri dan Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi komponen vaksin per dosis sedikitnya 30 IU (International Unit) untuk potensi toksoid Difteri dan sedikitnya 40 IU untuk potensi toksoid Tetanus. IndikasiUntuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri dan tetanus.

Page 7: alkes-1

KomposisiTiap ml mengandung:Toksoid Difteri yang dimurnikan 40 Lf.Toksoid tetanus yang dimurnika 15 Lf.Aluminium fosfat 3   mgThimerosal 0,1 mg Dosis dan Cara PemberianVaksin harus dikocok dulu sebelum digunakan untuk menghomogenkan suspense. Vaksin harus disuntikkan secara intra muskuler atau subkutan yang dalam. Jarum suntik dan syringe yang steril harus digunakan pada setiap penyuntikan. Vaksin DT dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun. Untuk individu usia 8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin jerap Td.Vaksin DT lebih dianjurkan untuk diberikan pada usia anak-anak daripada vaksin DTP jika terjadi kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Untuk anak-anak sedikitnya 3 kali penyuntikan secara intramuskuler dengan dosis 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Vaksin DT dapat diberikan secara bersamaan dengan vaksin BCG, Campak, Rubella, Mumps, Polio (OPV dan IPV), Hepatisis B, Hib, dan Yellow Fever. Efek SampingGejala-gejala seperti lemas, dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam. KontraindikasiDosis kedua atau selanjutnya dari vaksin DT jangan diberikan pada anak yang menderita gejala-gejala berat setelah pemberian dosis sebelumnya. Seseorang yang terinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) baik tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi DT harus berdasarkan jadual standar tertentu. Penyimpanan dan KadaluarsaVaksin DT harus disimpan dan ditransportasikan pada kondisi suhu 2o-8oC, tidak boleh dibekukan.Daluarsa : 2 tahun KemasanVaksin DT tersedia dalam vial 10 dosis

3. Vaksin Jerap Difteri Tetanus Pertusis DeskripsiVaksin DTP adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri, dan 60 IU tetanus. IndikasiUntuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dab batuk rejam. KomposisiTiap ml mengandung:Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf.Toksoid tetanus yang dimurnikan 15 Lf.

Page 8: alkes-1

Pertussis yang diinaktivasi 24 OUAluminium fosfat 3 mgThimerosal 0,1 mg Dosis dan Cara PemberianVaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan suspense. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam. Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat penyuntikan. (Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul). Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi local. Satu dosis adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe yang steril.Di Negara-negara dimana pertussis merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DTP harus mulai sesegera mungkin dengan dosis petama diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan secara aman dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio, Hepatitis B, Hib, dan vaksin Yellow Fever. Efek SampingTerjadinya gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi. Menurut dugaan komplikasi neurologis yang disebabkan oleh komponen pertusis sangat jarang terjadi, observasi yang telah dilakukan menunjukkan gejala ini jarang terjadi jika dibandingkan dengan gejala-gejala lain yang ditimbulkan oleh imunisasi DTP. KontraindikasiTerdapat beberapa kontra indikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DTP. Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis. Imunisasi DTP kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama DTP. Komponen pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini. Untuk individu penderita HIV baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DTP sesuai dengan standar jadual tertentu. Penyimpanan dan DaluarsaVaksin DTP harus disimpan dan ditransportasikan pada suhu 2oC-8oC tidak boleh dibekukanDaluarsa : 2 tahun KemasanVaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis

4. Vaksin Jerap Tetanus DeskripsiVaksin TT adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Vaksin TT

Page 9: alkes-1

Digunakan untuk pencegahan tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi wanita usia subur, dan juga untuk pencegahan tetanus. IndikasiUntuk imunisasi aktif terhadap tetanus KomposisiTiap ml mengandung:Toksoid tetanus yang dimurnikan 20 Lf.Aluminium fosfat 3 mgThimerosal 0,1 mg Dosis dan Cara PemberianVaksin harus dikocok dulu sebelum digunakan untuk menghomogenkan suspense. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam. Jarum suntik dan syringe yang streil harus digunakan pada setiap penyuntikan.Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer 0,5 ml yang diberikan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam dengan interval 4 minggu yang dilanjutkan dengan dosis ketiga pada 6 – 12 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis TT. Dosis keempat diberikan 1 tahun setelah dosis ketiga, dan dosis kelima diberikan 1 tahun setelah dosis keempat. Imunisasi TT dapat secara aman diberikan selama masa kehamilan bahkan pada periode trimester pertama. Efek SampingEfek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas, dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam. Imunisasi TT aman diberikan selama periode kehamilan. KontraindikasiGejala-gejala berat karena dosis pertama TT. Bagi Individu yang terinfeksi oleh virus HIV baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi TT harus berdasarkan standar jadual tertentu. Penyimpanan dan DaluarsaVaksin TT harus disimpan dan ditransportasikan pada kondisi suhu 2 oC-8 oC. Tidak boleh dibekkanDaluarsa : 2 tahun KemasanVaksin TT tersedia dalam vial 10 dosis dan 20 dosis

5. Vaksin Tetanus Toksoid-UnijectVaksin TT adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Vaksin TT digunakan untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi wanita usia subur, dan juga untuk pencegahan tetanus. IndikasiUntuk Imunisasi aktif terhadap tetanus Komposisi

Page 10: alkes-1

Tiap ml mengandung:Toksoid tetanus yang dimurnikan 20 Lf.Aluminium fosfat 3 mgThimerosal 0,1 mg Dosis dan Cara PemberianVaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam. Jarum suntik dan syringe yang steril harus digunakan pada setiap penyuntikan.Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer 0,5 ml yang diberikan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam dengan interval 4 minggu yang dilanjutkan dengan dosis ketiga pada 6 – 12 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis TT. Dosis keempat diberikan 1 tahun setelah dosis ketiga, dan dosis kelima diberikan 1 tahun setelah dosis keempat. Imunisasi TT dapat secara aman diberikan selama masa kehamilan bahkan pada periode trimester pertama. Efek SampingEfek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas, dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam. Imunisasi TT aman diberikan selama periode kehamilan. KontraindikasiGejala-gejala berat karena dosis pertama TT. Bagi Individu yang terinfeksi oleh virus HIV baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi TT harus berdasarkan standar jadual tertentu. Penyimpanan dan KadaluarsaVaksin TT harus disimpan dan ditransportasikan pada kondisi suhu 2 oC-8 oC. Tidak boleh dibekkanDaluarsa : 2 tahun KemasanVaksin TT tersedia dalam Uniject 0,5 ml 6. Vaksin Polio Oral DeskripsiVaksin oral polio hidup adalah vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi viruspoliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. Vaksin oral polio ini telah memenuhi persyaratan WHO. (WHO-TRS:800,1990) IndikasiImunisasi aktif terhadap poliomyelitis KomposisiTiap dosis (2 tetes=0,1 ml) mengandung virus polio tidak kurang dari:Tipe1 : 106,0 CCID50

Tipe2 : 105,0 CCID50

Tipe3 : 105,8 CCID50

Dosis dan Cara Pemberian

Page 11: alkes-1

Vaksin polio harus diberikan secara oral sebanyak 2 tetes langsung ke dalam mulut melalui pipet atau dispenser. Harus dijaga jangan sampai vaksin dalam dropper multi dose terkontaminasi oleh air liur.Bayi harus menerima minimal 3 dosis OPV dengan interval minimum 4 minggu. Di daerah non endemic, dosis pertama diberikan mulai usia 6 minggu bersamaan dengan dosis pertama DTP. Di daerah endemic, diperlukan dosis ekstra yang diberikan segera setelah bayi dilahirkan. OPV tetap aman dan efektif jika diberikan pada waktu bersamaan dengan pemberian vaksin Campak, DTP, DT, Td, TT, BCG, Hepatitis B dan Yellow Fever. Efek SampingPada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000: Bull WHO 66: 1988). Kontra IndikasiVaksin jangan diberikan pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Bayi yang mengidap HIV baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV dilakukan berdasarkan jadual standar tertentu. Penyimpanan dan KadaluarsaJika disimpan pada suhu -20 oC atau lebih rendah, potensi vaksin sesuai yang tertera pada vial di atas sampai masa daluarsa. Tidak boleh disimpan pada suhu 2o-8 oC selama periode waktu lebih dari 6 bulan. Bila vaksin sudah dibuka dan disimpan pada suhu 2 o- 8 oC, potensi vaksin bertahan untuk selama 7 hari.Daluarsa tergantung dari penyimpanan:-20 oC daluarsa : 2 tahun2o- 8 oC daluarsa : 6 bulan KemasanVaksin tersedia dalam kemasan 20 dosis yang masing-masing dilengkapi 1 buah dropper.

7. Vaksin Campak Kering DeskripsiVaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak. IndikasiUntuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak. KomposisiTiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung:Virus Campak ≥ 1.000 CCID50Kanamycin sulfat ≤ 100 mcg

Page 12: alkes-1

Erithromycin ≤ 30 mcg Dosis dan Cara PembuatanImunisasi Campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara Subkutan, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan harus menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang telah dilarutkan hanya dapat digunakan pada hari itu juga (maksimum 8 jam) dan itupun berlaku hanya jika vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2o-8oC serta terlindungi dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum digunakan.Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap infeksi. Di Negara-negara dengan angka kejadian dan kematian karena penyakit campak tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi terhadap campak sedini mungkin setelah usia 9 bulan (270 hari). Di Negara-negara yang kasus campaknya sedikit, maka imunisasi boleh dilakukan lebih dari usia tersebut. Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan bersamaan dengan vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio (OPV dan IPV), Hepatisis B, dan Yellow Fever. Efek SampingHingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. Terjadinya Encephalitis setelah vaksinasi pernah dilaporkan yaitu dengan perbandingan 1 kasus per 1 juta dosis yang diberikan. KontraindikasiTerdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin campak. Walaupun berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yang mengalami malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, dan beberapa penyakit ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat terhadap kanamycin dan erythromycin. Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap janin belum diketahui, maka wanita hamil termasuk kontraindikasi. Vaksin campak kontraindikasi terhadap Individu pengidap virus HIV atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma atau generalized malignancy. Penyimpanan dan KadaluarsaVaksin campak beku kering harus disimpan pada suhu di bawah 8 oC (lebih baik kalau di bawah 0 oC) sampai ketika vaksin akan digunakan. Tingkat stabilitas akan lebih baik jika vaksin (bukan pelarut) disimpan pada suhu -20 oC. Pelarut tidak boleh dibekukan tetapi disimpan pada kondisi sejuk sampai dengan ketika akan digunakan. Vaksin harus terlindung dari sinar matahari.Daluarsa : 2 tahun KemasanVaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis + 5 ml pelarut dalam ampul. 8. Vaksin Hepatisis B Rekombinan DeskripsiVaksin Hepatisis B Rekombinan yang telah diinaktivasi dan bersifat non-infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini merupakan suspensi berwarna putih yang

Page 13: alkes-1

diproduksi dari jaringan sel ragi yang mengandung gen HBsAg, yang dimurnikan dan diinaktivasi melalui beberapa tahap proses fisika kimia seperti ultrasentrifuse, kromatografi kolom, dan perlakuan dengan formaldehid. IndikasiUntuk imunisasi aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus lain seperti virus Hepatisis A, Hepatisis C atau virus lain yang diketahui dapat menginfeksi hati. Dapat diberikan pada semua usia dan direkomendasikan terutama untuk orang-orang yang mempunyai resiko tinggi terinfeksi virus Hepatisis B, seperti: petugas kesehatan, pasien transfusi darah, petugas lembaga permasyarakatan, penyalahgunaan obat suntik, dan sebagainya. KomposisiSetiap 1 ml vaksin mengandung HBsAg 20 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidroksida 0,5 mg.Setiap 0,5 ml vaksin mengandung HBsAg 10 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidrosida 0,25 mg.Seluruh formulasi mengandung Thimerosal 0,01 w/v% sebagai pengawet. Dosis dan Cara PemberianVaksin Hepatisis B disuntikkan secara intramuskuler, jangan disuntikkan secara intravena atau intradermal.Dosis untuk dewasa (≥ 10 tahun) 1,0 ml. Sedangkan dosis untuk bayi/anak (<10 tahun) 0,5 ml. Pada Anak/Dewasa > 1 tahun sebaiknya disuntikkan pada otot deltoid, sedangkan pada bayi sebaiknya pada anterolateral paha. Vaksin Hepatisis B rekombinan dapat diberikan secara subkutan khusus pada pasien yang mempunyai kecendrungan perdarahan berat (seperti hemofilia).Vaksin harus dikocok dahulu sebelum digunakan.Vaksinasi dasar terdiri dari 3 dosis intramuskuler dengan jadual 0-1-6 bulan. Vaksinasi ulang diperlukan setiap 5 tahun setelah vaksinasi dasar.Vaksin Hepatisis B Rekombinan dapat diberikan serempak dengan Hepatisis B immunoglobulin pada tempat penyuntikan terpisah. Dan juga dapat diberikan bersama-sama dengan vaksin DTP, OPV dengan menggunakan jarum suntik dan lokasi penyuntikan yang terpisah, dan tidak akan mengganggu respon imun terhadap vaksin-vaksin tersebut. Efek SampingReaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dam pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. Keluhan sistemik seperti demam, sakit kepala, mual, pusing dan rasa lelah belum dapat dibuktikan disebabkan oleh pemberian vaksin. KontraindikasiHipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin Hepatisis B Rekombinan tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang. Tetapi vaksinasi dapat diberikan kepada penderita infeksi ringan. Penyimpanan dan KadaluarsaVaksin harus disimpan pada suhu 2o-8oC.Daluarsa : 26 bulan

Page 14: alkes-1

Peringatan dan Perhatian1. Efek antigen terhadap janin belum diketahui dan karena itu vaksinasi terhadap wanita hamil tidak direkomendasikan, kecuali pada keadaan resiko tinggi.2. Epinephrine sebaiknya selalu tersedia untuk penanganan reaksi anafilaktik3. Mengingat masa inkubasi virus Hepatisis B panjang, ada kemungkinan terjadi infeksi yang tidak diketahui pada saat vaksinasi.4. Jangan diberikan pada daerah gluteal atau intra-dermal, karena tidak akan memberikan respon imun yang optimal, dan jangan diberikan secara intravena.5. Pada pasien dialysis dan orang yang mempunyai kelemahan system imun, respon antibody mungkin tidak cukup setelah vaksinasi dasar, karena itu perlu diberikan vaksinasi ulang. KemasanVaksin tersedia dalam kemasan vial multi dosis 2,5 ml.(Sumber: Vademecum Biofarma, 2002)

2.1.4 Kepekaan Vaksin Vaksin yang sensitif terhadap beku (freeze sensitive = FS)

golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar atau terkena dengan suhu dingain atau suhu pembekuan. Jenis vaksin yang sensitive terhadap beku tersebut adalah hepatitis B, DTP-HB, DTP, DT dan TT.

Vaksin yang sensitive terhadap panas (Heat sensitive = HS)golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar atau terkena suhu panas yang berlebihan. Jenis vaksin yang sensitive terhadap panas tersebut adalah polio, BCG dan campak.

2.1.5 Hal yang pelu diketahui tentang vaksinApabila vaksin akan digunakan berulang kali maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :

Belum melewati masa kadaluarsa Vaksin harus tetaptersimpan dalamsuhu yang sesuai. Tutup Vaksin tidakterendam dalam air. Warna dari VVM (apabila ada) tidak berubah

2.1.6 Cara pembuatan vaksinVaksin dibuat dengan cara melumpuhkan atau mematikan kuman. Dengan konsentrasi

tertentu, vaksin disuntikkan ke dalam tubuh seseorang sehingga sistem kekebalan tubuhnya memberikan respon terhadap vaksin tersebut. Pada saat ini vaksin banyak yang dibuat hanya dengan mengambil bagian gen kuman, sehingga relatif lebih aman (contoh : HbsAg, Hepatitis B surface antigen).

Page 15: alkes-1

2.2 Serum2.2.1 Pengertian Serum

  Serum adalah bagian dari plasma yang di dalamnya terlarut berbagai macam protein, diantaranya gamaglobulin yang berupa zat anti bodi dan berfungsi untuk mengebalkan seseorang dari gangguan penyakit. Gamaglobulin telah dipakai untuk memberikan kekebalan atau imunisasi berbagai penyakit seperti cacar air, campak, hepatitis B, dan polio. Terdapat dua jenis protein yang utama di dalam serum, yaitu :

a. Sering disebut albumin adalah protein dengan jumlah terbanyak di dalam tubuh. Albumin sangat penting demi memelihara tekanan osmosis untuk distribusi fluida tubuh antara intravascular compartment dan jaringan tubuh. Albumin juga berfungsi sebagai pengusung plasma dengan secara tidak langsung mengikat beberapa hormon steroid hydrophobic dan protein pengusung bagi hemin dan asam lemak dalam sirkulasinya. BSA, fraksi V dari serum albumin  berguna untuk meluruhkan beberapa substansi dari sirkulasi darah melalui jaringan hati, antara lain bilirubin, tiroksin, taurolithocholic acid, chenodeoxycholic acid, digitoksin dan juga heme peptida dari cytochrome C. 60% dari protein di dalam plasma darah, jumlah serum yang melebihi batas normal dapat membahayakan manusia. 

b. Serum globulin adalah istilah umum yang digunakan untuk protein yang tidak larut, baik di dalam air maupun di dalam larutan garam konsentrasi tinggi, tetapi larut dalam larutan garam konsentrasi sedang Globulin (bahasa Latin: globulus, bola kecil (bahasa Inggris: small globe)) mempunyai rasio 35% dari protein plasma, berguna untuk sirkulasi ion, hormon dan asam lemak dalam sistem kekebalan. Beberapa jenis globulin mengikat hemoglobin, beberapa yang lain mengusung zat besi, berfungsi untuk melawan infeksi, dan bertindak sebagai faktor koagulasi.

2.2.2  Jenis – Jenis Serum :Serum karena jumlahnya tidak terlalu banyak seperti vaksin, maka tidak perlu kita

kelompokkan. Contoh serum yang sudah dapat dibuat di Indonesia adalah serum anti tetanus, serum anti difteri, serum anti bisa ular, dan serum anti rabies.

Fungsi-fungsi dari beberapa serum yang disebutkan di atas adalah sebagai berikut :

1. Serum Anti Tetanus Serum Anti Tetanus ini adalah serum yang dibuat dari plasma kuda yang dikebalkan

terhadap toksin tetanus. Plasma ini dimurnikan dan dipekatkan serta mengandung fenol 0.25% sebagai pengawet.

2. Serum Anti Difteri

Page 16: alkes-1

Serum Anti Diptheri ini adalah serum yang dibuat dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap toksin difteri. Plasma ini dimurnikan dan dipekatkan serta mengandung fenol 0.25% sebagai pengawet.3. Serum Anti Bisa Ular

Serum Anti Bisa Ular adalah serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular yang mempunyai efek neurotoksik (ular jenis Naja sputarix-ular kobra, Bungarus fasciatus-ular belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhdostoma-ular tanah) yang kebanyakan ada di Indonesia. Berfungsi untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa yang mengandung efek neurotoksik (Naja sputatrix/ular Kobra, Bungarus fasciatus / ular Belang) dan efek hemotoksis (Ankystrodon rhodostoma/ular Tanah).4. Serum Anti Rabies

Berfungsi untuk pengobatan terhadap gigitan hewan yang sakit atau diduga rabies. Serum Anti Rabies ini adalah serum yang dibuat dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap virus rabies. Plasma ini dimurnikan dan dipekatkan serta mengandung fenol 0.25% sebagai pengawet.

2.2.4 Cara membuat serum

Serum dibuat dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh suatu hewan (sapi, kuda, kambing, dll) sehingga kekebalan tubuhnya memberikan respon terhadap vaksin tersebut. Setelah diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa hewan tersebut telah kebal terhadap vaksin yang dimasukkan, maka dilakukan pengambilan darah melalui vena leher (vena jugularis). Setelah diambil, darah kemudian dipisahkan antara plasma dengan sel-sel dan protein darahnya. Plasma darah kemudian dimurnikan menjadi serum. Serum inilah yang akan memberikan kekebalan kepada seseorang yang melakukan imunisasi dengan serum.

III. PENUTUP

Page 17: alkes-1

KESIMPULAN

Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”.

Serum adalah bagian dari plasma yang di dalamnya terlarut berbagai macam protein, diantaranya gamaglobulin yang berupa zat anti bodi dan berfungsi untuk mengebalkan seseorang dari gangguan penyakit.

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwasanya vaksin dan serum itu berbeda baik secara teoritis maupun fungsi dan penggunaanya